PENGARUH JOB INSECURITY DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN UNTUK PINDAH KERJA PADA PT KARET NGAGEL SURABAYA WIRA JATIM GROUP.
PENGARUH JOB INSECURITY DAN KOMITMEN ORGANISASI
TERHADAP KEINGINAN UNTUK PINDAH KERJA
PADA PT KARET NGAGEL SURABAYA
WIRA JATIM GROUP
SKRIPSI
Diajukan oleh :
Angga Khrisna Putra
0512010185/FE/EM
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
(2)
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Pengaruh Job Insecurity dan Komitmen Organisasi
Terhadap Keinginan Untuk Pindah Kerja Pada PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group”.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan studi dan untuk memperoleh gelar Sarjana S1 Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Menyadari sepenuhnya bahwa penelitian ini tidak akan terselesaikan tanpa dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Rektor Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak Dr. Dhani Ichsanudin N, SE, MM., selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Bapak Dr. Muhadjir Anwar, MM., selaku Ketua Program Studi Manajemen
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
4. Ibu Dra. Ec. Hj. Lucky Susilowati, MP., selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu guna membantu, mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
(3)
5. Seluruh staf Dosen Fakultas Ekonomi UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan ilmunya.
6. Bapak, Ibu dan keluargaku dan semua teman-teman yang selalu memberikan doa dan restunya kepada penulis.
7. Semua pihak yang telah membantu dan tidak bisa penulis sebutkan satu
persatu, terimakasih.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang menbangun akan penulis terima dengan senang hati demi sempurnanya skripsi ini.
Surabaya, Mei 2010
(4)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ... i
Daftar Isi ... iii
Daftar Tabel ... vii
Daftar Gambar ... viii
Daftar Lampiran ... ix
Abstraksi ... x
Bab I Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
Bab II Tinjauan Terdahulu 2.1. Penelitian Terdahulu ... 8
2.2. Landasan Teori ... 9
2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia ... 9
2.2.1.1.Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 9
2.2.1.2.Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia .... 11
2.2.1.3.Pentingnya Manajemen Sumber Daya Manusia 12 2.2.1.4.Fungsi Sumber Daya Manusia ... 13
2.2.2. Job Insecurity ... 15
(5)
2.2.2.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Job
Insecurity ... 16
2.2.2.3.Aspek-Aspek Ketidakamana Kerja (Job Insecurity) ... 18
2.2.2.4.Pengaruh Dari Ketidakamanan Kerja (Job Insecurity) ... 20
2.2.3. Komitemen Organisasional ... 21
2.2.3.1.Pengertian Komitmen Organisasional ... 21
2.2.3.2.Komponen Komitmen Organisasional ... 24
2.2.4. Keinginan Untuk Pindah Kerja (Turnover Intention) ... 26
2.2.5. Pengaruh Ketidakamanan Pekerjaan (Job Insecurity) Terhadap Pindah Kerja (Turnover intention) ... 28
2.2.6. Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Keinginan Untuk Pindah Kerja (Turn Over Intation) ... 29
2.3. Kerangka Konseptual ... 32
2.4. Hipotesis ... 32
Bab III Metode Penelitian 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 33
3.2. Teknik Pengambilan Sampel ... 35
3.2.1. Populasi ... 35
3.2.2. Sampel ... 35
3.3. Teknik Pengumpulan Data ... 36
(6)
3.3.2. Sumber Data ... 37
3.3.3. Metode Pengumpulan Data ... 37
3.4. Tekni kAnalisis dan Uji Hipotesis ... 37
3.4.1. Uji Asumsi Model (Struktural Equation Modeling) ... 39
3.4.2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 41
3.4.3. Pengujian Model dengan One-Step Approach ... 41
3.4.4. Evaluasi Model ... 42
Bab IV Hasil dan Pembahasan 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ... 44
4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan ... 44
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan ... 44
4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan ... 45
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 45
4.2.1. Gambaran Umum Keadaan Responden ... 45
4.2.2. Deskripsi Variabel Job Insecurity ... 46
4.2.3. Deskripsi Variabel Komitmen Organisasional ... 47
4.2.4. Deskripsi Variabel Keinginan Untuk Pindah Kerja ... 48
4.3. Deskripsi Hasil Analisis Dan Uji Hipotesis ... 51
4.3.1. Uji Normalitas dan Sebaran Linieritas ... 51
4.3.2. Evaluasi atas Outlier ... 52
4.3.3. Deteksi Multicollinierity dan Singularity ... 53
4.3.4. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 54
(7)
4.3.6. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal ... 59 4.4. Pembahasan ... 60
4.4.1. Pengaruh Job Insecurity Terhadap Keinginan Untuk Pindah Kerja ... 60
4.4.2. Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap
Keinginan untuk Pindah Kerja ... 61
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1. Kesimpulan ... 62 5.2. Saran ... 62
Daftar Pustaka Lampiran
(8)
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Data Keluar Masuk Pegawai di PT Karet Ngagel Surabaya
Selama Tahun 2080-2010 ... 4
Tabel 1.2. Daftar Absensi Karyawan di PT Karet Ngagel Surabaya dari Bulan Juli-September 2010 ... 5
Tabel 1.3 Data Hasil Produksi PT Karet Ngagel Surabaya selama tahun 2008-2010 ... 6
Tabel 3.1. Kriteria Goodness of Fit Index ... 43
Tabel 4.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 45
Tabel 4.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 46
Tabel 4.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 46
Tabel 4.4. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Variabel Job Insecurity (X1) ... 47
Tabel 4.5. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Variabel Komitmen Organisasional (X2) ... 49
Tabel 4.6. Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Variabel Keinginan Untuk Pinda Kerja (Y) ... 50
Tabel 4.7. Hasil Uji Normalitas ... 52
Tabel 4.8. Hasil Pengujian Outlier Multivariate ... 53
Tabel 4.9. Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor Analysis ... 54
Tabel 4.10. Pengujian Reliability Consistency Internal ... 55
Tabel 4.11. Construct Reliability & Variance Extrated ... 56
Tabel 4.12. Evaluasi Kriteria Goodness of Fit Indices ... 57
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Contoh Model Pengukuran Ketidakamanan Pekerjaan ... 38 Gambar 4.1. Struktur Organisasi PT. Karet Ngagel Surabaya ... 45 Gambar 4.2. Model Pengukuran Kausalitas One Step Apporach ... 58
(10)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner
Lampiran 2 Rekapitulasi Jawaban Responden
Lampiran 3 Hasil Uji Normalitas
Lampiran 4 Hasil Pengujian Outlier Multivariate
Lampiran 5 Faktor Loading dan Konstruk dengan Confirmatory Factor
Analysis
Lampiran 6 Pengujian Reliability Consistency Internal
Lampiran 7 Construct Reliability & Variance Extrated
(11)
PENGARUH JOB INSECURITY DAN KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KEINGINAN UNTUK PINDAH KERJA
PADA PT. KARET NGAGEL SURABAYA WIRA JATIM GROUP
Angga Khrisna Putra ABSTRAKSI
Fenomena yang seringkali terjadi dalam sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh kondisi dan perilaku karyawan yang dimiliki perusahaan tersebut. Saat ini tingginya tingkat turnover intentions telah menjadi masalah serius bagi banyak perusahaan. Turnover (berpindah kerja) biasanya merupakan salah satu pilihan terakhir bagi seorang karyawan apabila dia mendapati kondisi kerjanya sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya atau dengan kata lain adanya berbagai faktor yang menyebabkan karyawan mempunyai keinginan untuk pindah kerja diantaranya adalah job insecutiry dan komitmen organisasional. Job insecurity merupakan kondisi ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam. Komitmen organisasional merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh job insecurity dan komitmen organisasional terhadap
turnover itention.
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Job insecurity (X1),
Komitmen organisasional (X2) dan Keinginan untuk pindah kerja (Y). Skala
dalam penelitian ini menggunakan skala semantic diferensial scale. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group yang berjumlah 170 orang. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Structural Equatioan Modelling (SEM).
Kesimpulan dalam penelitian ini adalah Job Insecurity tidak berpengaruh signifikan terhadap keinginan untuk pindah kerja. Komitmen organisasional berpengaruh nagatif dan signifikan terhadap keinginan untuk pindah kerja.
keyword : job insecurity, komitmen organisasional, keinginan untuk pindah kerja
(12)
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Fenomena yang seringkali terjadi dalam sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh kondisi dan perilaku karyawan yang dimiliki perusahaan tersebut.
yang seringkali terjadi adalah kinerja suatu perusahaan yang telah demikian bagus dapat dirusak, baik secara langsung maupun tidak, oleh berbagai perilaku karyawan yang sulit dicegah terjadinya. Salah satu bentuk perilaku karyawan tersebut adalah keinginan berpindah (turnover intentions) yang berujung pada keputusan karyawan untuk meninggalkan pekerjaannya. Dengan tingginya tingkat
turnover pada perusahaan, akan semakin banyak menimbulkan berbagai potensi biaya, baik itu biaya pelatihan yang sudah diinvestasikan pada karyawan, tingkat kinerja yang mesti dikorbankan, maupun biaya rekrutmen dan pelatihan kembali (Suwandi dan Indriantoro 1999 dalam Rohman, 2009).
Dalam beberapa kasus tertentu, turnover memang diperlukan oleh
perusahaan terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah (Hollenbeck dan Williams 1986), namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekrutmen yang ditanggung organisasi.
Saat ini tingginya tingkat turnover intentions telah menjadi masalah serius bagi banyak perusahaan. Bahkan beberapa manajer personalia mengalami frustrasi ketika mengetahui bahwa proses rekrutmen yang telah berhasil menjaring staf yang dapat dipercaya dan berkualitas pada akhirnya ternyata menjadi sia-sia
(13)
karena staf yang baru direkrut tersebut telah memilih pekerjaan di perusahaan lain (Dennis 1998).
Berbagai penelitian untuk mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi turnover seseorang dalam suatu perusahaan. Turnover (berpindah kerja) biasanya merupakan salah satu pilihan terakhir bagi seorang karyawan apabila dia mendapati kondisi kerjanya sudah tidak sesuai lagi dengan apa yang diharapkannya atau dengan kata lain adanya berbagai faktor yang menyebabkan karyawan mempunyai keinginan untuk pindah kerja antara lain kepuasan kerja, adanya konflik dengan rekan kerja atau atasan, motivasi yang tinggi dalam bekerja dan lingkungan tempat kerja yang tidak baik. Turnover bagi karyawan merupakan salah satu jalan keluar untuk mendapatkan keadaan yang lebih baik, namun bagi perusahaan hal ini dapat menjadi suatu kerugian tersendiri, apalagi bila karyawan yang keluar tadi memiliki ketrampilan yang dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu hal ini dapat menambah cost (biaya) untuk perekrutan dan penempatan kembali. Untuk itu perusahaan perlu menelaah lebih jauh tentang sebab-sebab seorang karyawan mempunyai intensi untuk keluar, sehingga
turnover dapat ditekan seminimal mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengatasi kendala-kendala yang menyebabkan seorang karyawan mempunyai intensi untuk keluar terutama yang disebabkan dari dalam perusahaan. Dengan demikian akan tercipta kepuasan baik dari segi karyawan maupun perusahaan
Secara umum, hasil dari berbagai penelitian tersebut menyarankan bahwa komitmen organisasional dan job insecurity merupakan anteseden (variabel pendahulu) dari keinginan seseorang untuk mencari alternatif pekerjaan lain. Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya menemukan bahwa dengan meningkatkan level komitmen organisasional dan job insecurity yang dimiliki seorang karyawan akan menekan tingkat turnover.
(14)
Komitmen organisasional menurut Williams dan Hazer (1986) merupakan tingkat kekerapan identifikasi dan keterikatan individu terhadap organisasi yang dimasukinya, dimana karakteristik komitmen organisasional antara lain adalah: loyalitas seseorang terhadap organisasi, kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi, kesesuaian antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi (goal congruence), dan keinginan untuk menjadi anggota organisasi (Porter et. al. 1974). Menurut Meyer dan Allen (1991) dalam Rohman (2009), dimensi berganda komitmen organisasional mempunyai hubungan yang berbeda terhadap maksud
turnover dan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan lainnya. Sedangkan hasil penelitian Ketchand dan Strawser (1997) dalam Kadir dan Ardiyanto (2003) menunjukkan bahwa dimensi-dimensi komitmen organisasional (komitmen
affective dan continuance) mempunyai efek pembeda dengan konsekuensi organisasional yang penting terhadap turnover.
Sedangkan job insecurity, merupakan ketidakberdayaan seseorang secara terus menerus dalam mewujudkan keinginannya pada sebuah situasi kerja yang menakutkan (Greenhalg dan Rosenblatt 1984).
Job insecurity merupakan kondisi ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang
mengancam. Perasaan tidak aman akan membawa dampak pada job attitudes
karyawan, penurunan komitmen, bahkan keinginan untuk turnover yang semakin besar. Untuk mengurangi persepsi tersebut diperlukan sikap hati-hati dalam implementasi, dan diperlukan adanya komunikasi, bahkan dalam pelaksanaan restrukturisasi dilakukan yang secara bertahap (Johnson et al., 1996 dalam
Kinnunen et al.,2000). Tujuan spesifik komunikasi adalah untuk mengubah
perilaku, memperoleh tindakan, memberi informasi, memastikan dan mempengaruhi orang lain. Komunikasi akan efektif jika informasi yang diberikan
(15)
cukup dan jelas. Peran manajemen sangat penting, untuk membuat keseimbangan dan mencegah persepsi ketidakamanan kerja karyawan. Faktor-faktor yang menyebabkan job insecurity pada karyawan antara lain arti pekerjaan itu bagi karyawan, tingkat ancaman yang dirasakan karyawan mengenai aspek-aspek pekerjaan, tingkat ancaman yang dimungkinkan terjadi dan mempengaruhi keseluruhan kerja karyawan, tingkat kepentingan-kepentingan yang dirasakan karyawan mengenai potensi setiap peristiwa tersebut. (Nugraha, 2010: 29).
Hal tersebut sekarang kebanyakan juga terjadi di berbagai perusaahaan, ketidakamanan dalam bekerja membuat karyawan tidak betah dan ingin keluar dari perusahaan tempat mereka bekerja, hal tersebut terjadi pada perusahaan PT Karet Ngagel Surabaya. PT Karet Ngagel Surabaya didirikan pada tahun 1920 dengan hasil produksi seperti bemper karet, selang karet, rol karet, karet mesin, dan lapisan karet. PT. Karet Ngagel Surabaya Memiliki banyak pengalaman, perusahaan ini memperluas usahanya dengan mendirikan pabrik karet yang terletak di Karangpilang, Surabaya, Provinsi Jawa Timur, dengan nama produk INABEC
Banyak karyawan yang keluar dari perusahaan tersebut selama tiga tahun belakangan karena merasa tidak nyaman dalam pekerjaan yang mereka jalani, hal tersebut dapat dilihat dari data keluar masuk karyawan di PT Karet Ngagel Surabaya. Berikut ini daftar keluar masuk pegawai di PT Karet Ngagel Surabaya selama Tahun 2008-2010 :
Tabel 1.1. Data Keluar Masuk Pegawai di PT Karet Ngagel Surabaya Selama Tahun 2008-2010
Tahun Masuk Keluar
Jumlah
Karyawan Persentase
2008 0 3 189 1,58% 2009 0 9 180 5,00% 2010 1 11 170 6,47%
(16)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jumlah karyawan yang keluar kerja di PT Karet Ngagel Surabaya dari tahun 2008-2010 mengalami peningkatan hal tersebut dapat diketahui dari tahun 2008 jumlah karyawan yang keluar berjumlah 3 orang atau sebesar 1,58% kemudian pada tahun 2009 jumlah karyawan yang keluar kerja menjadi 9 orang atau sebesar 4,94% dan pada tahun 2010 sampai bulan September berjumlah 11 orang atau sebesar 6,28% tetapi ada juga yang karyawan baru masuk di tahun 2010 berjumlah 1 orang, hal ini apabila
Peneliti menemukan fenomena penyebab tingginya tingkat turnover di PT Karet Ngagel Surabaya dikarenakan beberapa faktor diantaranya karyawan merasa ”tidak aman” dalam melakukan pekerjaan, karyawan beranggapan lingkungan kerja mereka kurang bisa memberikan kenyamanan dalam melakukan pekerjaan, selain itu tekanan produksi yang tinggi namun fasilitas kerja yang kurang mendukung juga menjadi alasan karyawan berkeinginan untuk pindah kerja.
Menurut Suwandi dan Indriantoro 1999 dalam Rohman, (2009) tingginya tingkat turnover pada perusahaan, menimbulkan berbagai potensi biaya, meliputi biaya pelatihan, tingkat kinerja, rekrutmen dan pelatihan kembali. Menurut Smithson dan Lewis, dalam Ermawan, (2007) yang menyatakan Job insecurity
juga merupakan kondisi psikologis seseorang atau karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah.
Selain itu banyak karyawan yang tidak mempunyai komitmen yang tinggi terhadap organisasi di perusahaan, hal tersebut dapat ditunjukkan dari banyaknya karyawan yang tidak tepat waktu dalam masuk kerja dengan berbagai macam
(17)
alasan, hal tersebut dapat diketahui dari daftar absensi karyawan selama tiga bulan belakangan ini yaitu dari bulan Juli sampai bulan September banyak karyawan yang datang terlambat. Berikut ini daftar absensi karyawan di PT Karet Ngagel Surabaya dari bulan Juli – September 2010 :
Tabel 1.2. Daftar Absensi Karyawan di PT Karet Ngagel Surabaya dari Bulan Juli-September 2010
Daftar Absensi Karyawan
Bulan Sakit Izin Alpa Terlambat Lain-Lain
Juli 0 3 0 247 4
Agustus 3 3 16 303 2
September 1 0 30 198 7
Total Karyawan 327
Sumber : PT Karet Ngagel Surabaya
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa para karyawan banyak yang datang terlambat, hal tersebut dapat diketahui dari data absensi karyawan yang terlambat sangat tinggi jika dibandingkan dengan tingkat absensi yang lain seperti sakit, izin, alpa atau lain-lain. Hal itulah yang termasuk bagian dari ketidak komitmennya karyawan terhadap organisasi di tempat kerja sehingga pada akhirnya karyawan ingin keluar dari tempat kerja sekarang dan mencari tempat kerja yang baru.
Tingginya tingkat turnover dan absensi pada PT Karet Ngagel Surabaya berdampak pada hasil produksi pada PT Karet Ngagel Jaya seperti yang tampak pada tabel dibawah ini :
Tabel 1.3. Data Hasil Produksi PT Karet Ngagel Surabaya selama tahun 2008-2010
Tahun Target (Rupiah) Relalisasi (Rupiah ) Selisih Persentase
2008 Rp.72.448.664.000 Rp 52.897.345.000 Rp17.551.319.000 24,2
2009 Rp.70.338.422.000 Rp 51.976.250.000 Rp18.362.172.000 26,1
2010 Rp.70.456.444.000 Rp 49.465.789.000 Rp20.990.655.000 29,8
(18)
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terjadi peningkatan selisih dari target dan realisasi anggaran hasil produksi yaitu dari tahun 2008 hingga 2010 selain itu juga terjadi penurunan dari hasil produksi dari tahun 2008 hingga 2010.
Menurut Greenberg and Baron (1993) menyatakan bahwa “Karyawan yang memiliki komitmen rendah terhadap perusahaan akan cenderung meninggalkan perusahaan tersebut bila mendapatkan peluang yang lebih baik di perusahaan lain”. Ketidakamanan dalam bekerja akan membuat karyawan merasa tidak nyaman dalam bekerja dan berakibat pada menurunnya komitmen karyawan terhadap organisasi di tempat bekerja dan pada akhirnya akan membuat karyawan berkeinginan untuk keluar atau pindah kerja ke tempat lain yang lebih baik agar mendapatkan suasana tempat kerja yang nyaman dan aman.
Berdasarkan latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk memberi
judul dalam penelitian ini yaitu: “PENGARUH JOB INSECURITY DAN
KOMITMEN ORGANISASIONAL TERHADAP KEINGINAN UNTUK PINDAH KERJA PADA PT. KARET NGAGEL SURABAYA WIRA JATIM GROUP”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, perumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah job insecurity berpengaruh terhadap keinginan untuk pindah kerja pada PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group ?
2. Apakah komitmen organisasional berpengaruh terhadap keinginan untuk
(19)
8
1.4. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui apakah job insecurity berpengaruh terhadap keinginan untuk pindah kerja pada PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group.
2. Untuk mengetahui apakah komitmen organisasional berpengaruh terhadap
keinginan untuk pindah kerja pada PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group.
1.5. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan peneliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk Perusahaan
Hasil penelitan ini dapat dipergunakan sebagai masukan perusahaan dalam rangka meningkatkan kinerja karyawan yang berhubungan dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia
2. Untuk Penelitian Selanjutnya
Bagi peneliti yang akan datang, diharapkan dapat menjadi referensi dan sumber saran untuk melakukan penelitian selanjutnya.
(20)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Rohman (2009) yang berjudul “Hubungan Antara Job Insecurity Dan Konflik Peran Dengan Komitmen Organisasi”. Tujuan dalam penelitian tersebut adalah (1) Komitmen organisasional mempengaruhi kepuasan kerja, (2) Komitmen organisasional mempengaruhi keinginan berpindah, dan (3) Kepuasan kerja mempengaruhi keinginan karyawan untuk berpindah. Hasil dari penelitian tersebut adalah (1) Komitmen affective memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap kepuasan kerja dan Komitmen
continuance memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap kepuasan kerja, (2) Komitmen affective dan komitmen continuance berpengaruh negatif dengan keinginan berpindah karyawan dan (3) Kepuasan kerja berpengaruh negatif terhadap keinginan berpindah karyawan.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Wijayanti (2009) yang berjudul “Pengaruh Kepuasan Kerja Dan Komitmen Organisasional Terhadap Keinginan Untuk Keluar (Intensi Keluar) Dari Suatu Organisasi Pada Perawat Di Rsi Hidayatullah Yogyakarta”. Tujuan dalam penelitian tersebut adalah kepuasan kerja berpengaruh terhadap keinginan untuk keluar dan komitmen organisasional berpengaruh terhadap keinginan untuk keluar. Dan hasil dalam penelitian adalah Kepuasan dan Komitmen Organisasi berpengaruh terhadap Keinginan untuk keluar dari suatu organisasi.
(21)
Penelitian yang dilakukan oleh Wening (2005) yang berjudul Pengaruh
Ketidak Amanan Kerja (Job Insecurity) Sebagai Dampak Restrukturisasi
Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi Dan Intensi Keluar Survivor.
Tujuan dalam penelitian tersebut adalah untuk membuktikan dampak resturkturiasi terhadap job insecurity, kepuasan kerja, komitmen dan intensi turnover survivor. Hasil dari penelitian tersebut adalah restrukturisasi secara signifikan dan negatif tidak berpengaruh terhadap job insecurity, job insecurity secara signifikan dan positif tidak berpengaruh terhadap kepuasan kerja, kepuasan kerja secara signifikan dan positif berpengaruh terhadap komitmen organisasi, job insecurity tidak berpengaruh terhadap komitmen organisasi, komitmen organisasi secara signifikan dan negatif berpengaruh terhadap intensi turnover dan job insecurity secara signifikan dan negatif tidak berpengaruh terhadap intensi turnover
2.2.Landasan Teori
2.2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia
2.2.1.1.Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Istilah manajemen sumber daya manusia digunakan untuk menggambarkan sederetan panjang prosedur dan teknik yang digunakan oleh manajemen perusahaan untuk memproses dan menganalisis kebutuhan organisasi akan sumber daya manusia juga telah dikaitkan secara samar-samar dengan hubungan-hubungan manusia dalam industri dan perusahaan.
Sumber daya manusia di perusahaan atau organisasi perlu dikelola secara professional agar terwujud keseimbangan antar kebutuhan pegawai dengan
(22)
tuntutan dan kemampuan organisasi perusahaan. Maka terlebih dahulu kita perlu mengetahui pengertian mengenai manajemen sumber daya manusia.
Beberapa pendapat ahli manajemen mengemukakan pengertian manajemen sumber daya manusia sebagai berikut :
Definisi dari Kiggundu tentang manajemen sumber daya manusia yang di kutip oleh Gomes (2003:4) adalah pengembangan dan pemanfaatan personil (pegawai) bagi pencapaian yang efektif mengenai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan individu, organisasi, masyarakat, nasional dan internasional. Menurut Westermen (1992:14), Manajemen sumber daya manusia adalah salah satu dari frase-frase yang menjalar ke dalam bahasa perusahaan tanpa batasan yang jelas dan positif. Menurut Mangkunegara (2001:2), mengatakan manajemen sumber daya manusia merupakan disiplin ilmu yang relatif baru dalam khazanah perkembangan ilmu manajemen di Indonesia. Menurut Handoko (2001:4), Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi, pengembangan, penggunaan, dan pemeliharaan sumber daya manusia untuk mencapai baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi. Menurut Panggabean (2002:15), mengutarakan manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses yang terdiri atas perencanaan, pengorganisasian, pemimpinan, dan pengendalian kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan analisis pekerjaan, evaluasi pekerjaan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, promosi, dan pemutusan hubungan kerja guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa manajemen sumber daya manusia adalah suatu proses didalam penarikan, seleksi,
(23)
pengembangan, pemeliharaan, pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan adanya kerjasama dengan orang lain yang dikembangkan secara maksimal untuk membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.
2.2.1.2.Peranan Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen sumber daya manusia di dalamnya memuai teori-teori manajemen, yang menjadi dasar untuk memfokuskan pembahasannya mengenai peranan manusia dan pengaturan di dalam manajemen sumber daya manusia untuk mewujudkan tujuan yang optimal. Pengaturan itu meliputi masalah perencanaan, pengendalian, pengorganisasian, pengarahan, pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, disiplin, dan pemberhentian tenaga kerja.
Menurut Barthos (1990:3) manajemen sumber daya manusia sangat ditentukan oleh sifat sumber-sumber daya manusia itu sendiri yang selalu berkembang, baik jumlahnya maupun mutunya dan harus ada keseimbangan antara jumlah dan mutu sumber daya manusia itu dengan kebutuhan-kebutuhan suatu negara di dalam pembangunan nasional.
Pada dasarnya kemampuan manusia itu terbatas (fisik, pengetahuan, waktu, dan perhatian) sedangkan kebutuhannya tidak terbatas. Usaha untuk memenuhi kebutuhan dan terbatasnya kemampuan dalam melakukan pekerjaan mendorong manusia membagi pekerjaan, tugas, dan tanggung jawab ini maka terbentuklah kerjasama dan keterikatan formal dalam suatu organisasi. Dalam
(24)
organisasi ini maka pekerjaan yang berat dan sulit akan dapat diselesaikan dengan baik serta tujuan yang diinginkan tercapai.
Menurut Hasibuan (2001:2) menyatakan manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hal ini bahwa sumber daya berperan penting dan dominan dalam manajemen.
Lain halnya yang dikemukakan oleh G.R Terry yang dikutip oleh Hasibuan (2001:2), mengemukakan manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya.
2.2.1.3.Pentingnya Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen adalah sebagai ilmu dan seni untuk mencapai suatu tujuan melalui kegiatan orang lain artinya, tujuan dapat dicapai bila dilakukan oleh satu orang atau lebih. Manajemen sumber daya manusia merupakan sistem yang terdiri dari banyak aktivitas yang saling terkait satu sama lain, salah satu unsur yang diperhatikan dalam manajemen adalah tenaga kerja (manusia). Manusia selalu berperan aktif dalam organisasi, karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi.
Mengatur karyawan dapat dikatakan sulit dan kompleks, karena mereka mempunyai pikiran, perasaan, status, keinginan, dan latar belakang yang
(25)
heterogen, yang dibawa ke dalam organisasi. Karyawan tidak dapat diatur dan dikuasai sepenuhnya seperti mesin, modal, atau gedung.
Disamping itu juga, era informasi yang semakin cepat dan kemajuan yang dicapai dalam berbagai bidang akan mendorong seseorang atau kelompok menjadi lebih kompetitif, kemajuan yang dicapai dalam berbagai bidang tersebut antara lain bidang agama, ekonomi, budaya, pengetahuan, pendidikan, hukum, sosial politik, maupun hubungan pembangunan sudah dapat dipastikan akan menimbulkan berbagai rintangan serta kendala yang beraneka ragam, dan semakin kompleksnya kehidupan dalam beragama, bermasyarakat dan bernegara. Dengan adanya berbagai rintangan dan kendala tersebut, maka manajemen sumber daya manusia dirasa sangat penting bagi suatu perusahaan atau organisasi, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang sedang dihadapi yang mungkin terjadi di kemudian hari
2.2.1.4.Fungsi Sumber Daya Manusia
Menurut Panggabean (2002:15), mengatakan bahwa fungsi dari sumber daya manusia meliputi:
1. Pengadaan Tenaga Kerja
Fungsi pengadaan tenaga kerja yang dikenal juga sebagai fungsi pendahuluan terdiri atas analisis pekerjaan, perencanaan tenaga kerja, penarikan, dan seleksi.
2. Pengembangan Karyawan
Pengembangan karyawan dapat dilakukan melalui orientasi, pelatihan, dan pendidikan. Pada hakikatnya yang ditujukan untuk menyesuaikan
(26)
persyaratan atau kualifikasi yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya baik sekarang atau masa yang akan datang dengan kualifikasi yang dimiliki karyawan sekarang.
3. Perencanaan dan Pengembangan Karir
Hal ini merupakan aspek yang penting untuk dapat memperoleh suatu sumber daya manusia yang baik, karena dengan seorang mempunyai perencanaan karir maka orang tersebut dapat mengenali cara atau jalur untuk mencapai tujuan tersebut dan pengembangan karir digunakan organisasi untuk menjamin agar orang-orang dengan kecakapan dan pengalaman yang layak yang tersedia ketika dibutuhkan.
4. Penilaian Prestasi Kerja
Penilaian prestasi merupakan sebuah proses yang ditujukan untuk memperoleh informasi tentang kinerja karyawan. Informasi ini dapat digunakan sebagai input dalam melaksanakan hampir semua aktivitas manajemen sumber daya manusia lainnya.
5. Kompensasi
Merupakan segala bentuk penghargaan (outcomes) yang diberikan oleh organisasi atau perusahaan kepada karyawan atas kontribusi (inputs) yang diberikan kepada organisasi.
6. Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan kerja meliputi perlindungan karyawan dari kecelakaan di tempat kerja. Sedangkan, kesehatan merujuk kepada kebebasan karyawan dari penyakit secara fisik maupun mental.
(27)
7. Pemutusan Hubungan Kerja
Pemutusan hubungan kerja dapat didefinisikan sebagai pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha sehingga berakhir pula hak dan kewajiban
2.2.2. Job Insecurity
2.2.2.1.Pengertian Job Insecurity
Job insecurity merupakan ketidakberdayaan seseorang secara terus menerus dalam mewujudkan keinginannya pada sebuah situasi kerja yang menakutkan (Greenhalg dan Rosenblatt 1984) dalam Toly (2001). Menurut
Wening (2005) Job insecurity merupakan kondisi ketidakberdayaan untuk
mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam. Perasaan tidak aman akan membawa dampak pada job attitudes karyawan, penurunan komitmen, bahkan keinginan untuk turnover yang semakin besar. Untuk mengurangi persepsi tersebut diperlukan sikap hati-hati dalam implementasi, dan diperlukan adanya komunikasi, bahkan dalam pelaksanaan restrukturisasi dilakukan yang secara bertahap (Johnson et al., 1996 dalam Wening.,2005).
Greenhalgh dan Rosenblatt (Farida, 2003) mendefinisikan job insecurity
sebagai ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam. Dengan berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi, karyawan sangat mungkin terasa terancam, gelisah dan tidak aman karena potensi perubahan untuk mempengaruhi kondisi kerja dan kelanjutan hubungan serta balas jasa yang diterimanya dari organisasi. Green dalam (Ermawan, 2007) menyatakan job insecurity sebagai kegelisahan pekerjaan yaitu sebagai suatu keadaan dari pekerjaan yang terus menerus dan tidak menyenangkan. Pegawai yang
(28)
mengalami job insecurity dapat mengganggu semangat kerja sehingga efektivitas dan efisiensi dalam melaksanakan tugas tidak dapat diharapkan dan mengakibatkan turunnya produktivitas kerja. Akibat turunnya produktivitas tentu saja mempengaruhi keberlangsungan perusahaan. Pegawai yang mengalami job insecurity juga akan kehilangan kreativitas dan dapat timbul kebosanan tanpa satu sebab yang jelas serta secara impulsif keluar dari pekerjaannya. Job insecurity juga merupakan kondisi psikologis seseorang atau karyawan yang menunjukkan rasa bingung atau merasa tidak aman dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah. Kondisi ini muncul karena banyaknya jenis pekerjaan yang sifatnya sesaat atau pekerjaan kontrak. Semakin banyaknya jenis pekerjaan dengan durasi waktu yang sementara atau tidak permanen maka menyebabkan semakin banyaknya karyawan yang mengalami job insecurity (Smithson dan Lewis, dalam Ermawan, 2007).
Berdasarkan uraian beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kondisi job insecurity merupakan suatu keadaan ketidakberdayaan untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam kondisi kerja yang terancam oleh karena berbagai perubahan yang terjadi dalam organisasi sehingga karyawan sangat mungkin terasa terancam, gelisah dan tidak aman. Kondisi job insecurity
menunjukkan adanya rasa bingung atau rasa tidak aman pada diri karyawan dikarenakan kondisi lingkungan yang berubah-ubah.
2.2.2.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Job Insecurity
Robbins (Ermawan, 2007) mengemukakan faktor penyebab ketidaknyamanan kerja atau job insecurity adalah karakteristik individu itu sendiri yang meliputi :
(29)
a. Umur, dengan bertambahnya umur semakin tua seseorang individu maka akan semakin kurang produktif dan akan menimbulkan job insecurity pada diri individu.
b. Status perkawinan, sekarang ini terdapat beberapa perusahaan yang akan memberhentikan karyawannya bila sudah menikah terutama pada karyawan perempuan.
c. Kesesuaian antara kepribadian dan pekerjaan, apabila karyawan merasa tidak sesuai atau tidak cocok dengan pekerjaan yang mereka lakukan maka mereka akan merasa tidak aman atau mengalami job insecurity.
d. Tingkat kepuasan kerja, setiap individu memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda-beda sehingga apabila terdapat seorang individu yang sudah puas dengan hasil kerjanya maka belum tentu individu yang lain merasa puas sehingga individu yang tidak puas tersebut dapat mengalami job insecurity.
Greenhalgh dan Rosenblatt (Ermawan, 2007) menyebutkan bahwa job insecurity dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu :
a. Lingkungan kerja. Lingkungan kerja sebagai faktor penekan dapat dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Lingkungan fisik merupakan kondisi-kondisi fisik di lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja dan kenyamanan kerja, yang meliputi rancangan ruang kerja, rancangan pekerjaan berupa peralatan kerja dan prosedur kerja, sistem penerangan dan sistem ventilasi.
(30)
2. Lingkungan psikis meliputi hampir semua kondisi yang dapat menyebabkan tekanan. Pengaruh lingkungan di tempat kerja dapat bersifat positif maupun negatif tergantung bagaimana individu menanggapinya
b. Kondisi di luar lingkungan kerja. Kondisi di luar lingkungan kerja
memiliki potensi sebagai sumber tekanan atau penekan kehidupan pribadi pegawai dan mempengaruhi produktivitas kerja seseorang. Pada umumnya tekanan di dalam kehidupan pribadi disebabkan oleh perubahan-perubahan dasar dalamkehidupan seseorang.
c. Diri pribadi. Faktor job insecurity yang bersumber dari diri pribadi individu adalah yang berkembang dengan kepribadian individu
Berdasarkan uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang mempengaruhi job insecurity antara lain lingkungan kerja yaitu lingkungan fisik dan lingkungan psikis, kondisi di luar lingkungan kerja dan faktor karakteristik diri pribadi individu.
2.2.2.3.Aspek-Aspek Ketidakamana Kerja (Job Insecurity)
Greenhalgh dan Rosenblatt (dalam Ermawan, 2007) mengemukakan aspek-aspek terdiri dari empat komponen yang membentuk besarnya ancaman atau derajat ancaman yang dirasakan mengenai kelanjutan situasi kerja tertentu. Ancaman ini dapat terjadi pada berbagai aspek pekerjaan atau pada keseluruhan pekerjaan. Komponen pertama adalah tingkat ancaman yang dirasakan pegawai mengenai aspek-aspek pekerjaan seperti kemungkinan untuk mendapat promosi, mempertahankan tingkat upah yang sekarang atau memperoleh kenaikan upah.
(31)
Individu yang menilai aspek kerja tertentu yang terancam atau terdapat kemungkinan aspek kerja tersebut akan hilang maka akan lebih gelisah dan merasa tidak berdaya. Komponen kedua adalah seberapa pentingnya aspek pekerjaan tersebut bagi individu. Ancaman pada aspek pekerjaan yang penting akan lebih berpengaruh pada job insecurity dibanding ancaman pada aspek yang kurang penting.
Komponen ketiga adalah tingkat ancaman kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang secara negatif mempengaruhi keseluruhan kerja individu, misalnya dipecat atau dipindahkan ke kantor cabang yang lain. Komponen keempat adalah tingkat kepentingan-kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa tersebut. (Haillier dalam Nugraha, 2010) mengungkapkan aspek-aspek dari job insecurity antara lain :
a. Ketakutan pekerja yang dipandang sebagai kelanjutan peran pekerja. Para pekerja akan mengalami job insecurity karena kerancuan peran atau tugas dari perusahaan atas perubahan yang terjadi dalam organisasi atau perusahaan karena adanya krisis dalam perusahaan atau organisasi.
b. Kondisi dan perlakuan perusahaan atau organisasi. Kondisi fisik dan perekonomian perusahaan sangat mungkin menimbulkan job insecurity
karena dengan kondisi perekonomian perusahaan yang buruk dan banyaknya pengurangan pekerja yang terjadi pada perusahaan akan menimbulkan ketidak nyamanan atau job insecurity.
c. Pekerja dalam studi lay off. Pekerja yang berada dalam masa studi lay off
atau dalam proses penyelidikan atas kesalahan dalam bekerja yang apabila terbukti bersalah akan berakhir pada lay off atau pemecatan.
(32)
Berdasarkan uraian pendapat tersebut maka dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek dari job insecurity antara lain meliputi tingkat ancaman yang dirasakan oleh individu atau karyawan, seberapa pentingnya aspek kerja bagi individu atau karyawan, tingkat ancaman terjadinya peristiwa-peristiwa negatif yang mempengaruhi kerja individu atau karyawan dan tingkat kepentingan yang dirasakan individu mengenai potensi setiap peristiwa tersebut
2.2.2.4.Pengaruh Dari Ketidakamanan Kerja (Job Insecurity)
Dari hasil beberapa studi yang dilakukan (Greenglass, Burke & Fiksenbaum, 2002 dalam Mizar Yuniar, 2008), ditemukan adanya pengaruh ketidakamanan kerja (job insecurity) terhadap karyawan diantaranya :
1. Meningkatkan ketidakpuasan dalam bekerja 2. Meningkatnya gangguan fisik
3. Meningkatnya gangguan psikologis
4. Karyawan cenderung menarik diri dari lingkungan kerjanya 5. Makin berkurangnya komitmen organisasional
6. Peningkatan jumlah karyawan yang berpindah (employee turnover)
2.2.2.5.Indikator Ketidakamanan Kerja (Job Insecurity)
Dalam penelitian ini Job insecurity diukur melalui indicator (Toly, 2001). a. Tingkat kepentingan aspek kerja yaitu suatu tingkatan kepentingan dalam
lingkungan kerja
b. Kemungkinan kehilangan kepentingan aspek kerja yaitu suatu keadaan
(33)
c. Tingkat kepentingan peristiwa yaitu suatu tingkatan dimana suatu peristiwa atau kejadian yang dianggap penting.
d. Ketidakberdayaan dalam menghadapi masalah yaitu suatu kondisi dimana seseorang tidak mampu menghadapi masalah yang sedang terjadi
2.2.3. Komitemen Organisasional
2.2.3.1.Pengertian Komitmen Organisasional
Pengertian komitmen organisasi (organizational commitment) belum mempunyai pengertian yang utuh dan definisi yang baik. Angle dan Perry (1981) dalam Renyowijoyo (2003) membuat rangkuman pengertian commitment dengan efinisi yang komprehensif berdasarkan banyak studi terdahulu yang relevan, misalnya :
a. Kanter (1968): menjelaskan tentang bermacam-macam fakta/gejala
sebagai keinginan kuat seseorang anggota untuk memberikan kemampuan dan loyalitinya kepada sistem sosial/organisasi.
b. Kiesler (1971) dan Salancik (1977): kesabaran/kepedulian atas pilihan yang tidak mungkin atas identiti sosial yang berbeda-beda atau menolak suatu harapan khusus karena takut hukuman.
c. Buchanan (1974), suatu kecintaan terhadap organisasi sebagai bagian dari instrumen nilai hubungan yang murni.
d. Beberapa definisi komitmen organisasi semacam konsep-konsep, misalnya pada identifikasi oorganisasi atau keterlibatan organisasi, juga sudah dinyatakan dalam literatur (Patchen, 1970; Hall & Schneider, 1972). Komitmen organisasi definisikan berbeda, tergantung latar belakang keahlian pendidikannya. Definisi komitmen organisasi menurut Mowday
(34)
et al. (1979) adalah sebagai kekuatan relatif dari identifikasi atas individual dan keterlibatannya dengan organisasi tertentu. Definisi ini telah digunakan secara luas dalam literatur (Al-Meer, 1989).
Lebih lanjut keanekaragaman arti dan dua pengertian dari konsep komitmen organisasi itu lebih baik untuk mengukur tingkah laku manusia dalam organisasi. Crewson (1997) dalam Renyowijoyo (2003) memberikan definisi tambahan dan komprehensif tentang komitmen organisasi yang termasuk identifikasi individual dan dalam organisasi khusus. Crewson (1997) juga menyimpulkan bahwa komitmen organisasi telah dioperasikan sebagai suatu kombinasi pada kerja keras untuk organisasi, dan keinginan untuk tinggal sebagai anggota lebih lama dalam organisasi.
Komitmen organisasi sangat penting. Menurut Greenberg and Baron (1993:163) “Karyawan yang mempunyai komitmen tinggi akan menunjukkan kesediaannya untuk berbagi dan melakukan pengorbanan yang dibutuhkan, agar organisasi dapat tumbuh dengan baik”. Sednagkan menurut Davis dan Newstorm (1993:112) “Karyawan yang memiliki komitmen rendah terhadap perusahaan akan cenderung meninggalkan perusahaan tersebut bila mendapatkan peluang yang lebih baik di perusahaan lain”.
Merangkum dari pendapat Handoko (1994:164) komitmen organisasi memiliki definisi yang mencakup:
1. Keinginan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam
organisasi
Karyawan yang menunjukkan komitmen tinggi akan memiliki keinginan yang lebih kuat untuk tetap bekerja pada organisasi agar dapat terus memberikan
(35)
2. Keinginan untuk berusaha semaksimal mungkin demi kepentingan organisasi Komitmen pada organisasi berkaitan dengan keinginan untuk berkorban dan saling berbagi. Sehingga karyawan yang terlibat dengan organisasi diharapkan dengan segenap kesadarannya untuk berkorban demi organisasi.
3. Kepercayaan yang kuat dan penerimaan tujuan, serta nilai didalam organisasi. Tiap organisasi memiliki tujuan yang ingin dicapai. Adanya penerimaan tujuan serta nilai dalam organisasi yang diyakini dan dipercayai, serta sesuai dengan diri seorang karyawan, maka komitmen pada organisasi cenderung meningkat. Stress (1985:144) mengungkapkan bahwa agar karyawan dapat mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi, maka identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga juga dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi sehingga juga mencakup beberapa tujuan pribadi pada karyawan. Untuk itu perlu diciptakan suasana saling percaya dan saling mendukung diantara karyawan dengan organisasi.
4. Komitmen organisasi merupakan sikap yang merefleksikan kesetiaan
karyawan pada organisasi, serta merupakan proses yang berkelanjutan, dimana anggota organisasi memperlihatkan perhatian karyawan terhadap organisasi dnegan terlibat di dalam organisasi, serta peduli terhadap kesuksesan yang berkelanjutan dan kesejahteraan organisasi. Komitmen pada organisasi tidak hanya menyangkut pada kesetiaan karyawan pada organisasi yang bersifat positif tetapi juga melibatkan hubungan yang aktif dengan organisasi, dimana karyawan atas kemauannya sendiri bersedia untuk memberikan sesuatu
(36)
2.2.3.2.Komponen Komitmen Organisasional
Dikemukakan oleh Meyer et.al. (1993) dalam Hersusdadikawati (2010) ada tiga komponen tentang komitmen organisasional yaitu :
a. Komitmen Afektif (Affective Commitment).
Komitmen Afektif merupakan dimensi dari komitmen organisasi yang lebih menekankan pada emosional individu. Pada dimensi komitmen organisasi ini, anggota organisasi tertarik lebih masuk organisasi / perusahaan disebabkan oleh dorongan afektifnya daripada kognitifnya. Sebagaimana diketahui afektif (affective) adalah komponen emosional atau “perasaan” dari sikap, yang dipelajari dari orang tua, guru, teman sejawat, dan lingkungan budaya sekitar (Dunham, Grube, & Castaneda, 1994). Pada dimensi komitmen afektif ini, anggota organisasi memilih organisasi lebih disebabkan adanya dedikasi yang tinggi agar perusahaan menjadi berkembang. Dimensi ini biasanya tumbuh subur pada perusahaan keluarga, perusahaan yang ada hubungan emosional dengan anggota organisasi – seperti misalnya: etnis yang sama, agama yang sama, dan sejenisnya, dan organisasi sosial karena adanya kesamaan sikap. Dengan demikian jika mengacu pada 3 komponen dasar dari Meer (1989), maka kepercayaan yang kuat dalam penerimaan tujuan dan nilai-nilai organisasi (identification), kemauan untuk mengerahkan usahanya atas nama organisasi (involvement), dan keinginan yang kuat untuk tetap bersama organisasi (loyalty) didorong adanya kesamaan sikap yang lebih diwarnai oleh faktor “afektif” anggota organisasi. Hal ini juga dapat dipahami, setidak – tidaknya jika mengacu pada apa yang dikatakan Riggio (2000) :
(37)
Para pekerja yang mempunyai perasaan positif tentang seluruh pekerjaan organisasi kelihatannya lebih sedikit absennya dalam bekerja dan tidak mau meninggalkan organisasi untuk bekerja pada yang lain dibandingkan hal yang sama jika pekerja mempunyai tingkah laku negatif terhadap organisasi.
b. Komitmen Kontinuan (Continuance Commitment).
Pada dimensi komitmen organisasi ini, komitmen kontinuan adalah berbeda dengan komitmen afektif. Komitmen kontinuan menunjukkan komitmen anggota organisasi lebih disebabkan biaya hidup. Dengan demikian, semakin besar perolehan pendapatan karyawan dari perusahaan
maka akan semakin besar kepua, prestasi kerja (performance), dan
sebaliknya akan semakin kecil kemangkiran dan intensiti turn-over
(Yousef, 2000). Tetapi secara prinsip baik dimensi komitmen afektif maupun komitmen kontinuan, komitmen organisasi yang baik dan jelas sangat penting artinya, sebab sebagaimana Organ dan Ryan (1995) katakan : Sikap komitmen organisasi dengan san kerja tingkah laku dari berhenti bekerja berkorelasi secara negatif. Oleh sebab itu sangat beralasan jika komitmen organisasi cukup mempengaruhi prestasi kerja karyawan. c. Komitmen Normatif (Normative Commitment)
Komponen normatif dari komitmen ditekankan pada perasaan loyaliti terhadap organisasi tertentu yang terbentuk dari pendalaman tekanan-tekanan normatif yang mendesak dari seseorang (Popper & Lipshitz, 1992; Hacket et al, 1994). Dalam menjelaskan dasar penerimaan pengaruh oleh seseorang di dalam organisasi, O’Reilly dan Chatman (1986) menyetakan bahwa pendalaman terjadi saat nilai-nilai yang tertanam dalam diri
(38)
seseorang dan grup atau organisasi adalah sama. Sebagai akibat persamaan nilai tersebut, seseorang akan melakukan tingkah laku yang komit karena mereka percaya bahwa hal itu merupakan hak mereka dan hal yang baik untuk dilakukan (Allen & Meyer, 1990). Pola pikir ini konsisten dengan pandangan beberapa penulis yang menyatakan bahwa normanorma pribadi (didefinisikan sebagai kewajiban moral dalam diri) adalah merupakan faktor utama terhadap perilaku, termasuk menjadikan organisasi tersebut sebagai perhentian lapangan kerja terakhir (Allen & Meyer, 1990 : 3). Jaros et al. (1993), menyebutkan definisi komitmen normatif (yang dikenal sebagai komitmen moral) yang membedakannya dari komponen komitmen afektif dan komitmen kontinuan.
2.2.3.3.Indikator Komitmen Organisasi
Indikator-indikator komitmen organsasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Toly (2001:105)
a. Loyalitas dalam organisasi yaitu suatu sikap setia terhadap suatu
organisasi.
b. Kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi yaitu
kemauan seseorang dalam mendirikan suatu usaha dengan menggunakan nama organanisasi
c. Kesesuaian antara tujuan karyawan dengan tujuan organisasi yaitu
kesesuaian atau keselarasan antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi.
d. Keinginan untuk menjadi angggota organisasi yaitu suatu keinginan yang ada dalam diri seseorang untuk menjadi bagian dari suatu organisasi
(39)
2.2.4. Keinginan Untuk Pindah Kerja (Turnover Intention) 2.2.4.1.Pengertian Keinginan Pindah Kerja (Turnover Intention)
Perputaran atau perpindahan tenaga kerja merupakan persoalan yang dihadapi oleh perusahaan dibanyak negara sedang berkembang, karena tingkat perpindahan yang tinggi akanmenambah beban perusahaan dalam proses penerimaan pegawai baru. Lain dari pada itu tingkat perpindahan yang tinggi akan menurunkan tingkat produktivitas pekerja, karena tiap pekerja yang keluar dari perusahaan setelah dilatih akan membawa serta pengalaman dan tingakt efisiensi yang telah dimiliki.
Tiap perusahaan biasanya memiliki sifat pemindahan yang khas, walaupun pada umumnya perusahaan tersebut maju, semain rendah tingkat perpindahan pegawai, perusahaan yang mempunyai tenaga kerja muda akan mempunyai tingakt perpindahan yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang memiliki perkerja yang relatif tua, demikian pula perushaan yang banyak pekerja wanitanya akan mempunyai tingkat perpindahan yang lebih tinggi. Oleh karena itu pada saat proses penerimaan pegawai berlangsung akan mempengaruhi tingkat perpindahan, yaitu apabila proses menerima pekerjaan pada waktu yang bersamaan utnuk seluruh bagian perusahaan, hal ini menunjukkan adanya tendensi tingkat perpindahan yang tinggi. Oleh karena itu tingkat perpindahan dapat digunakan sebagai indikasi ”kemantapan” perusahaan, dimana makin mantap perusahaan akan makin rendah tingkat perpindahannya (Atmajawati, 2008:78-79).
Turnover intention atau keluar masuknya karyawan dalam organissi adalah suatu fenomena yang senantiasa akan selalu dialami dalam kehidupan organisasi dan banyak diantaranya yang menimbulkan masalah. Pada batas tertentu keluar masuk karyawan adalah hal yang baik. Pada sebagian perusahaan, keluar
(40)
masuknya karyawan membawa pengaruh yang kurang baik dari segi biaya maupun dari segi hilangnya waktu dan kesempatan untuk memanfaatkan peluang. Glueck (1996:13) dalam Atmajawati (2008:79) menyatakan ”turnover is the result of the exit of some employees and entrance of other to the work organization”. Sedangkan menurut Filippo (1984:547) dalam Atmajawati (2008:79) berpendapat bahwa “turnover refers to the movement inti and out of an organization by the work force”.
2.2.4.2.Indikator Keinginan Pindah Kerja (Turnover Intention)
Indikator dari keinginan untuk pindah kerja menurut Rohman (2009:508) yaitu :
a. Upah yang lebih baik di tempat lain yaitu pemberian upah yang lebih baik di tempat lain dibandingkan di tempat kerja yang sekarang
b. Kondisi kerja yang kurang baik yaitu kondisi tempat kerja yang kurang baik sehingga membuat karyawan tidak betah dalam bekerja
c. Masalah dengan atasan yaitu masalah yang ditimbulkan antara karyawan dengan atasan
d. Organisasi lain yang lebih baik yaitu organisasi yang baik jika
dibandingkan dengan organisasi di tempat kerja yang sekarang
2.2.5. Pengaruh Ketidakamanan Pekerjaan (Job Insecurity) Terhadap Pindah Kerja (Turnover intention).
Saat ini tingginya tingkat turnover intentions telah menjadi masalah serius bagi banyak perusahaan. Bahkan beberapa manajer personalia mengalami frustrasi ketika mengetahui bahwa proses rekrutmen yang telah berhasil menjaring staf yang dapat dipercaya dan berkualitas pada akhirnya ternyata menjadi sia-sia
(41)
karena staf yang baru direkrut tersebut telah memilih pekerjaan di perusahaan lain. Turnover intentions harus disikapi sebagai suatu fenomena dan perilaku manusia yang penting dalam kehidupan organisasi dari sudut pandang individu maupun sosial, mengingat bahwa tingkat keinginan berpindah karyawan tersebut akan mempunyai dampak yang cukup signifikan bagi perusahaan dan individu yang bersangkutan, salah satu penyebab seseorang mempunyai keingianan untuk
keluar kerja adalah ketidakamanan pekerjaan (job insecurity) yaitu
ketidakberdayaan seseorang secara terus menerus dalam mewujudkan keinginannya pada sebuah situasi kerja yang menakutkan. Sehingga apabila seseorang mengalami ketidakamanan dalam bekerja karena merasa ketakutan dalam bekerja maka kemungkinan besar mempunyai keinginan untuk keluar.(Toly :2001).
Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkap job insecurity
memunculkan berbagai dampak negatif baik dalam aspek psikologis maupun aspek non psikologis. Di antara aspek psikologis yang muncul antara lain berupa penurunan kreativitas, perasaan murung dan bersalah, kekhawatiran bahkan kemarahan (Band dan Tustin,1999). Menurut Suarta (2000) dalam Wening (2005) menyatakan bahwa perasaan tidak aman yang dirasakan oleh karyawan akan membawa dampak job attitudes karyawan, penurunan komitmen, bahkan keinginan untuk turnover yang semakin besar sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin besar
job insecurity yang dirasakan oleh seseorang dalam hal ini para karyawan mak semakin besar keinginan seseorang atau karyawan untuk pindah kerja (turn over intention).
Menurut Rosenblatt dalam Wening (2005) perubahan organisasional (merger, downsizing, reorganisasi dan teknologi baru) akan menjadi sumber
(42)
ancaman bagi karyawan. Mereka akan mempersepsikan bahwa perubahan berdampak langsung terhadap eksistensinya di organisasi. Indikasi adanya pemutusan hubungan kerja sebagai konsekuensi logis perubahan menjadi penyebab persepsi insecure (Ashford et al.,1989). Menurut Toly (2001:111) yang menyatakan bahwa bila seorang karyawan mulai merasakan job insecurity dalam pekerjaannya, akan timbul gangguan pada kepuasan kerja yang dirasakannya. Dengan adanya rasa ketidakamana dalam bekerja maka akan menimbulkan keinginan karaywan tersebut untuk keluar dari pekerjaan.
Berdasarkan teori yang telah diungkapkan diatas maka dapat disimpulkan semakin karyawan merasakan ketidakamanan dalam suatu perusahaan maka akan semakin mempengaruhi keinginan karyawan untuk keluar dari pekerjaan tersebut, maka Job insecurity yang terdapat dalam pekerjaanya akan timbul sehingga mengakibatkan karyawan memiliki keinginan untuk pindah dari pekerjaanya.
2.2.6. Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Keinginan Untuk Pindah Kerja (Turn Over Intation).
Suatu organisasi dimana para pekerjanya dipandang dan diperlakukan sebagai seorang anggota keluarga besar organisasi, akan merupakan dorongan yang sangat kuat untuk meningkatkan komitmen organisasi. Pada gilirannya komitmen organisasi yang tinggi akan berakibat pada berbagai sikap dan perilaku positif, seperti misalnya menghindari tindakan, perilaku dan sikap yang merugikan nama baik organisasi, kesetiaan kepada pimpinan, kepada rekan setingkat dan kepada bawahan, produktivitas yang tinggi, kesediaan menyelesaikan konflik melalui musyawarah dan sebagainya. Seseorang bisa mempunyai pemahaman yang lebih bagus mengenai hubungan karyawan dengan organisasi ketika ketiga bentuk komitmen dipertimbangkan bersama-sama yaitu
(43)
affective commitmen, continuance commitmen dan normative commtment.
Individu yang memiliki tingkat komitmen organisasional yang tinggi akan memiliki pandangan positif dan akan berusaha berbuat yang terbaik untuk kepentingan organisasi individu yang memiliki komitmen organisasional yang tinggi akan memiliki keinginan berpindah yang rendah apabila ketiga bentuk komitme tersebut dapat dijalankan dengan baik maka para karyawan akan bekerja dengan baik dan kecil kemungkinan akan mempunyai keinginan untuk keluar kerja. (Rahman, 2009).
Penelitian secara konsisten menemukan hubungan negatif yang signifikan antara komitmen organisasi (berdasarkan OCQ) dan maksud turnover (Gregson, 1992) dalam Kadir dan Ardiyanto (2003). Beberapa indikasi menunjukkan bahwa komitmen affective mengurangi maksud turnover ke tingkat yang lebih besar dibandingkan komitmen continuance. Contohnya, hasil penelitian Meyer et al.
(1993) dalam Kadir dan Ardiyanto (2003) menunjukkan hubungan negatif antara komitmen affective dan maksud turnover dan demikian pula antara komitmen continuance dan maksud turnover. Studi Kalbers dan Fogarty (1995) dalam Kadir dan Ardiyanto (2003) juga memberikan temuan bahwa komitmen organisasi mempunyai hubungan negatif dengan keinginan berpindah.
Menurut Rifani (1997) dalam Wening (2005) perusahaan akan menjadi berkembang jika memiliki karyawan dengan komitmen tinggi terhadap perusahaan. Dampak positif diperoleh perusahaan dengan adanya karyawan yang memiliki keinginan kuat untuk tetap bekerja pada perusahaan dan berusaha mencapai tujuan perusahaan. Menurut Setiawan dan Ghozali (2007) menuliskan bahwa karyawan yang memiliki loyalitas, yaitu karyawan yang mempunyai komitmen afektif. Hal ini terlihat dimana pegawai dengan komitmen afektif yang kuat, akan cenderung tetap berada dalam organisasi (bekerja dalam perusahaan)
(44)
32
karena dia menginginkannya (want to). Individu yang komitmen organisasinya berdasarkan komitmen afektif meneruskan bekerja dengan perusahaan karena keinginan mereka sendiri, keinginan ini berdasarkan tingkat identifikasi inidvidu dengan perusahaan dan kesediannya untuk membantu organisasi dalam mencapai tujuannya (Hackett et al., 1994). Becker (1960) dalam Rohman (2009:506) mengemukakan bahwa komitmen organisasi mempunyai hubungan negatif dengan keinginan berpindah kerja.
Berdasarkan teori yang diuraikan tersebut dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tinggi terhadap perusahaan akan memberikan yang terbaik untuk perusahaan sehingga keinginan untuk keluar perusahaan kecil.
2.3. Kerangka Konseptual
2.4. Hipotesis
Berdasarkan latar belakang di atas dan tujuan penelitian, hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Job insecurity berpengaruh Positif terhadap keinginan untuk pindah kerja pada PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group.
2. Komitmen organisasional berpengaruh signifikan negatif terhadap keinginan untuk pindah kerja pada PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group.
(45)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1.Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Untuk memudahkan pemahan dan lebih memperjelas variabel yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan definisi operasional. Setiap variabel yang telahd iidentifikasikan agar dapat dioperasionalkan sebagai berikut:
Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: 1. Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
a. Job insecurity (X1)
Job insecurity merupakan kondisi ketidakberdayaan seseorang untuk mempertahankan kesinambungan yang diinginkan dalam situasi kerja yang mengancam. Dalam penelitian ini Job insecurity diukur melalui indicator (Toly, 2001).
1. Tingkat kepentingan aspek kerja (X11) yaitu suatu tingkatan
kepentingan dalam lingkungan kerja
2. Kemungkinan kehilangan kepentingan aspek kerja (X12) yaitu suatu
keadaan dimana hilangnya suatu kepentingan dalam lingkungan kerja 3. Tingkat kepentingan peristiwa (X13) yaitu suatu tingkatan dimana
suatu peristiwa atau kejadian yang dianggap penting.
4. Ketidakberdayaan dalam menghadapi masalah (X14) yaitu suatu
kondisi dimana seseorang tidak mampu menghadapi masalah yang sedang terjadi.
(46)
b. Komitmen organisasional (X2)
Komitmen organisasional merupakan perpaduan antara sikap dan perilaku yang menyangkut rasa teridentifikasi dengan tujuan organisasi, rasa terlibat dengan tugas organisasi dan rasa setia pada organisasi. Indikator komitmen organisasional menurut Toly (2001) yaitu :
1. Loyalitas dalam organisasi (X21) yaitu suatu sikap setia terhadap suatu
organisasi.
2. Kemauan untuk mempergunakan usaha atas nama organisasi (X22)
yaitu kemauan seseorang dalam mendirikan suatu usaha dengan menggunakan nama organanisasi
3. Kesesuaian antara tujuan karyawan dengan tujuan organisasi (X23)
yaitu kesesuaian atau keselarasan antara tujuan seseorang dengan tujuan organisasi
4. Keinginan untuk menjadi angggota organisasi (X24) yaitu suatu
keinginan yang ada dalam diri seseorang untuk menjadi bagian dari suatu organisasi
2. Variabel terikat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Keinginan untuk pindah kerja (Y)
Keinginan untuk pindah kerja (turnover intentions) merupakan suatu keinginan yang dimiliki oleh karyawan untuk berpindah kerja dari tempat kerja yang sekarang ke tempat kerja yang baru. Indikator dari keinginan untuk pindah kerja menurut Rohman (2009:508) yaitu :
1. Upah yang lebih baik di tempat lain (Y1) yaitu pemberian upah yang lebih
(47)
2. Kondisi kerja yang kurang baik (Y2) yaitu kondisi tempat kerja yang
kurang baik sehingga membuat karyawan tidak betah dalam bekerja
3. Masalah dengan atasan (Y3) yaitu masalah yang ditimbulkan antara
karyawan dengan atasan
4. Organisasi lain yang lebih baik (Y4) yaitu organisasi yang baik jika
dibandingkan dengan organisasi di tempat kerja yang sekarang.
Skala pengukuran yang digunakan untuk variabel-variabel atau indikator-indikator tersebut adalah skala interval dengan teknik skala Semantik Differensial
yaitu pengukuran dengan menggunakan skala penilaian 7 butir yang menyatakan secara verbal 2 kutub (bipolar) penilaian yang ekstrim, sebagai berikut :
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
3.2.Teknik Pengambilan Sampel 3.2.1. Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti utnuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2003:55). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group dan tidak termasuk pimpinan, sehingga populasi dalam penelitian ini berjumlah 170 orang.
3.2.2. Sampel
Sampel merupakan bagian yang diambil dari populasi. Teknik penelitian ini menggunakan teknik sampel probability sampling dengan metode simple
(48)
random sampling. Dimana probability sampling yaitu teknik yang memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel sedangkan simple random sampling yaitu teknik
penentuan sampel yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada (Sugiyono, 2003:57), yaitu:
Pedoman pengukuran sampel menurut Ferdinand (2002:48): 1. 100-200 sampel untuk teknik maksimum likelihood estimation.
2. Tergantung pada jumlah parameter diestimasi. Pedomannya adalah 5-10 kali jumlah parameter diestimasi.
3. Tergantung pada jumlah indikator yang digunakan dalam seluruh variabel laten. Jumlah sampel adalah jumlah indikator dikali 5-10. Bila terdapat 20 parameter yang diestimasi maka besar sampel yang harus diperoleh 100-200 responden.
Dalam penelitian menggunakan pedoman pengukuran dengan mengalikan jumlah indikator dengan parameter, indikator dalam penelitian ini berjumlah 12 x 9 = 108. Jadi jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 108 orang responden.
3.3.Teknik Pengumpulan Data 3.3.1. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primere adalah yaitu data yang diperoleh langsung dari tanggapan responden, sedangkan data sekunder adalah data yang diambil dari sutau perusahaan untuk memperoleh bahan atau keterangan dengan cara
(49)
mempelajari serta mencatat dari dokumen perusahaan yang mengeluarkan atau memproduksi produk tersebut.
3.3.2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan didapatkan dari kuesioner hasil jawaban responden.
3.3.3. Metode Pengumpulan Data
Data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan cara:
a. Wawancara
Pengambilan data dengan jalan mengadakan tanya jawab dengan orang-orang yang terkait dengan permasalahan dalam penelitian ini.
b. Kuesioner
Pengambilan data dengan jalan menyebarkan angket berisi daftar pertanyaan seputar hal-hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian ini.
3.4.Teknik Analisis dan Uji Hipotesis
Model yang digunakan untuk menganalisis data dalam penelitian ini adalah Structural Equation Modeling (SEM). Model ini digunakan karena didalam model konseptual terdapat variabel-variabel laten dan indikator-indikatornya, serta untuk mengetahui seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel laten. Model pengukuran untuk variabel job sinsecurity, komitmen organisasional dan keinginan untuk pindah kerja menggunakan
(50)
bebas terhadap variabel terikat mengunakan koefisien jalur. Langkah dalam model pengukuran analisis SEM dengan contoh faktor ketidakpuasan konsumen dilakukan sebagai berikut:
Persamaan variabel job insecurity: X1.1 = λ1 job sinsecurity + er.1
X1.2 = λ2 job sinsecurity + er.2
X1.3 = λ3 job sinsecurity + er.3
X1.4 = λ3 job sinsecurity + er.4
Bila persamaan diatas dinyatakan dalam sebuah pengukuran model untuk diuji unidimensionalitasnya melalui Confirmatory Factor Analysis, maka model pengukuran ketidakamanan pekerjaan akan tampak sebagai berikut:
Gambar 3.1
Contoh Model Pengukuran Job Insecurity
X1.1
X1.2
er_1 er_2
er_3 X1.3
X1.4
er_4
Job Insecurity (X1)
Keterangan:
X1.1,... X1.3, = pertanyaan tentang……….
er_j = errror term X3.j
Demikian juga dengan faktor-faktor yang lain seperti komitmen organisasi dan keinginan untuk pindah kerja.
(51)
3.4.1. Uji Asumsi Model (Struktural Equation Modeling)
1. Uji Normalitas Sebaran dan Linieritas
a. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data atau dengan menggunakan metode statistik.
b. Menggunakan critical ratio yang diperoleh dengan membagi koefisien sampel dengan standart error-nya dan Skeweness value yang biasa disajikan dalam statistik deskriptif dimana nilai statistik yang digunakan untuk menguji normalitas sebaran data itu disebut Z-value. Dengan kriteria penilaian pada tingkat signifikansi 1%, jika nilai Z score lebih besar dari nilai kritis maka dapat diduga bahwa distribusi data adalah tidak normal.
2. Evalusi Outlier
a. Mengamati nilai Z-score, ketentuannya diantara + 3,0 non outlier. b. Multivariate outlier diuji dengan kriteria jarak Mahalanobis pada
tingkat p < 0,001. Jarak diuji dengan Chi Square [χ2] pada derajat kebebasan (df) sebesar jumlah variabel bebasnya. Dengan ketentuan Mahalanobis dari nilai [χ2] adalah multivariate outlier.
Outlier adalah observasi atau data yang memiliki karakteristik unik yang terlihat sangat berbeda dibandingkan observasi-observasi yang lain dan muncul dalam bentuk nilai ekstrim untuk sebuah variabel tunggal atau variabel kombinasi.
(52)
3. Deteksi Multicolinearity dan heteroskedastsitas
Deteksi multicolinearity dan heteroskedastsitas dilakukan dengan mengamati Determinant Matrix Covariance. Dengan ketentuan apabila
determinant sample matrix mendekati angka 0 (kecil), maka terjadi multikolinearitas dan heteroskedastsitas.
4. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas menyangkut tingkat akurasi yang dicapai oleh sebuah indikator dalam menilai sesuatu atau akuratnya pengukuran atas apa yang seharusnya diukur. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat dimana masing-masing indikator mampu menghasilkan konstruk/faktor variabel laten.
Karena merupakan indikator multidimensi maka uji validitas dari setiap latent variables construct akan diuji dengan melihat loading factor
dari hubungan antara setiap observed variable dan latent variable. Sedangkan reliabilitas diuji dengan construct reliability dan variance extracted.
Construct reliability dan Variance extracted dihitung dengan menggunakan rumus:
Construct Reliability =
j2 2
Loading e
Standardiz
Loading e
(53)
Variance Extracted =
2 j2
Loading e
Standardiz
Loading e
Standardiz
Standardize Loading dapat dari output AMOS 4.01, dengan melihat nilai estimasi setiap construct standardize regression weights
terhadap stiap butir sebagai indikatornya.
Sementara εj dapat dihitung dengan formula εj = 1– [Standardize
Loading]. Secara umum nilai construct reliability yang dapat diterima adalah ≥ 0,7 dan variance extracted ≥ 0,5.
3.4.2. Pengujian Hipotesis dan Hubungan Kausal
Pengaruh langsung (koefisien jalur) diamati dari bobot regresi terstandar, dengan pengujian signifikansi pembanding nilai CR (Critical Ratio) atau P (Probability) yang sama dengan nilai thitung, apabila thitung lebih
besar daripada ttabel berarti signifikan.
3.4.3. Pengujian Model dengan One-Step Approach
Dalam model SEM, model pengukuran dan model structural parameter-parameternya dieliminasi secara bersama-sama. Cara ini agak mengalami kesulitan dalam memenuhi tuntutan fit model. Kemungkinan terbesar disebabkan oleh terjadinya interaksi antara measurement model dan
structural model yang diestimasi bersama (One Step Approach to SEM) yang digunakan apabila model diyakini bahwa dilandasi teori yang kuat serta validitas dan reliabilitas yang sangat baik.
(54)
3.4.4. Evaluasi Model
Hair et.al. (1998) menjelaskan bahwa pola “confirmatory” menunjukkan prosedur yang dirancang untuk mengevaluasi utilitas hipotesis-hipotesis dengan pengujian fit antara model teoritis dan data empiris. Jika model teoritis menggambarkan “good fit” dengan data, maka model dianggap sebagai yang diperkuat. Sebaliknya, suatu model teoritis tidak diperkuat jika teori tersebut mempunyai “poor fit” dengan data. AMOS dapat menguji apakah model “good fit” atau “poor fit”. Jadi “good fit” model yang diuji sangat penting dalam menggunakan Structural Equation Modeling.
Pengujian terhadap model dikembangkan dengan menggunakan berbagai kriteria Goodness of Fit, yakni Chi Square, Probability, RMSEA,
GFI, TLI, CFI, AGFI, CMIN/DF. Apabila model awal tidak good fit dengan data model dikembangkan dengan two step approach to SEM.
(55)
43
Tabel 3.1.
Kriteria Goodness of Fit Index Goodness of Fit
Index
Keterangan Cut-off Value
Χ2
- Chi Square
Menguji apakah covariance populasi yang diestimasi sama dengan covariance sampel (apakah model sesuai dengan data)
Diharapkan kecil, 1 s.d 5, atau paling baik diantara 1 dan 2
Probability
Uji signifikansi terhadap perbedaan matriks covariance data dan matriks covariance yang diestimasi.
Minimum 0,1 atau 0,2 atau ≥ 0,05
RMSEA Mengkompensasi kelemahan Chi-Square pada sampel besar
≤ 0,08
GFI
Menghitung proporsi tertimbang varian dalam matriks sampel yang dijelaskan oleh matriks covariance populasi yang diestimasi (Analog dengan R2 dalam regresi berganda)
≥ 0,90
AGFI GFI yang disesuaikan terhadap DF ≥ 0,90
CMIND/DF Kesesuaian antara data dengan model ≤ 2,00
TLI Perbandingan antara model yang diuji
terhadap baseline model
≥ 0,95
CFI
Uji kelayakan model yang tidak sensitif terhadap besarnya sampel dan kerumitan model
≥ 0,94
(56)
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1. Gambaran Umum Perusahaan
PT Karet Ngagel Surabaya didirikan pada tahun 1920 dengan hasil produksi seperti bemper karet, selang karet, rol karet, karet mesin, dan lapisan karet. PT. Karet Ngagel Surabaya Memiliki banyak pengalaman, perusahaan ini memperluas usahanya dengan mendirikan pabrik karet yang terletak di Karangpilang, Surabaya, Provinsi Jawa Timur, dengan nama produk INABEC. PT. Karet Ngagel Surabaya juga memproduksi kabel baja dan karet ban dengan kapasits lebar 2200mm. Inabec adalah merek produk, PT. Karet Ngagel Surabaya yang menjamin keunggulan dan keuntungan.
4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan
Visi : “Menjadikan Produsen Conveyer Belt Yang Terkemuka di Indonesia dan Internasional”
Misi : - Kita sekedar menjual produk tetapi bermanfaat.
- Berperan serta dalam perkembangan industri dan pertambangan dalam peningkatan peralatan transportasinya.
(57)
4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan Gambar 4.1.
Struktur Organisasi PT. Karet Ngagel Surabaya
Sumber: PT. Karet Ngagel Surabaya
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1. Gambaran Umum Keadaan Responden
Responden dalam penelitian ini adalah seluruh karyawan PT. Karet Ngagel Surabaya Wira Jatim Group , setelah disebarkan kuesioner maka jumlah responden dalam penelitian ini adalah berjumlah 108 orang.
1. Deskripsi Karakterisitik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 108 orang responden diperoleh gambaran responden berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1.
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Prosentase (%)
1 Laki – laki 75 69,5
2 Perempuan 33 30,5
Total 108 100 Sumber : Hasil penyebaran kuesioner
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden dalam penelitian ini berjenis kelamin laki-laki yakni sebanyak 75 orang atau sebesar 69,5%, sedangkan yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 33 orang atau sebesar 30,5%.
(58)
2. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 108 orang responden diperoleh gambaran responden berdasarkan usia adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2.
Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
No Usia Jumlah Prosentase (%)
1 20-25 tahun 21 19,44
2 26-30 tahun 27 25,00
3 31-35 tahun 45 41,67
4 >36 tahun 15 13,89
Total 108 100 Sumber : Hasil penyebaran kuesioner
Berdasarkan tabel di atas diketahui bahwa karakteristik 108 orang responden yang diteliti berdasarkan usia adalah berusia 20 sampai dengan 25 tahun sebanyak 21 orang atau sebesar 19,44%, kemudian yang berusia 26 sampai dengan 30 tahun sebanyak 27 orang atau sebesar 25%, sedangkan yang berusia 31 sampai 35 tahun sebanyak 45 orang atau sebanyak 41,67%, dan yang berusia lebih dari 36 tahun sebanyak 15 orang atau 13,89%.
3. Deskripsi Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner kepada 108 orang responden diperoleh gambaran responden berdasarkan pendidikan terakhir adalah sebagai berikut :
Tabel 4.3.
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir
No Pendidikan Jumlah Prosentase (%)
1 SMA 42 38,89
2 D1 14 12,96
3 D2 17 15,74
4 S1 35 32,41
Total 108 100 Sumber : Hasil penyebaran kuesioner
(59)
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar responden berpendidikan terakhir SMA sebanyak 42 orang atau 38,89%, D1 sebanyak 14 orang atau 12,96%, berpendidikan terakhir D2 sebanyak 17 orang atau 15,74% dan berpendidikan terakhir S1 sebesar 35 orang atau 32,41%.
4.2.2. Deskripsi Variabel Job Insecurity
Job Insecurity merupakan ketidakberdayaan seseorang secara terus menerus dalam mewujudkan keinginannya pada sebuah situasi kerja yang menakutkan (Greenhalg dalam Toly, 2001).
Tabel 4.4.
Frekuensi Jawaban Responden Mengenai Variabel Job Insecurity (X1)
Skor Jawaban
No Pernyataan 1 2 3 4 5 6 7 Total
1
Anda merasa pekerjaan yang anda lakukan memiliki pengaruh penting bagi perusahaan
0 0 5 6 23 7 67 108
Prosentase 0 0 4,6 5,6 21,3 6,5 62 100%
2
Anda mempunyai sikap
Job insecurity dalam
bekerja karena kemungkinan hilangnya
pengaruh dari pekerjaan yang anda lakukan bagi perusahaan
6 6 10 11 16 10 49 108
Prosentase 5,6 5,6 9,3 10,2 14,8 9,3 45,4 100%
3
Anda merasa di dalam perusahaan banyak kejadian yang membuat anda merasa tidak nyaman dalam bekerja
14 13 10 7 28 17 19 108
Prosentase 13 12 9,3 6,5 25,9 15,7 17,6 100%
4
Anda merasa tidak berdaya dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan anda
17 8 27 19 10 9 18 108
Prosentase 15,
7 7,4 25 17,6 9,3 8,3 16,7 100%
(60)
Berdasarkan hasil penyebaran kuesioner diketahui sebagai berikut :
a. Pada item pernyataan pertama mengenai tingkat kepentingan pekerjaan
karyawan dalam lingkungan kerja sebagian besar responden setuju terhadap pernyataan tersebut hal ini dapat dilihat dari skor jawaban terbanyak ada pada skor 7 sebanyak 67 jawaban atau 62%
b. Pada item pernyatan kedua mengenai kemungkinan kehilangan kepentingan dari pekerjaan yang dilakukan sebagian besar responden setuju terhadap pernyataan tersebut hal ini dapat dilihat dari skor jawaban terbanyak ada pada skor 7 sebanyak 49 jawaban atau 45,4%.
c. Pada item pernyataan ketiga mengenai ketidaknyamanan dalam lingkungan kerja sebagian besar responden setuju terhadap pernyataan tersebut hal tesebut dapat dilihat dari skor jawaban terbanyak ada pada skor 5 sebanyak 28 jawaban atau 25,9%
d. Pada item pernyataan keempat mengenai ketidakberdayaan dalam menghadapi masalah sebagian besar responden kurang setuju terhadap pernyataan tesebut, hal ini dapat dilihat dari jawaban terbanyak ada pada skor 3 sebanyak 27 jawaban atau 25%
4.2.3. Deskripsi Variabel Komitmen Organisasional
Komitmen organisasional adalah suatu kombinasi pada kerja keras untuk organisasi, dan keinginan untuk tinggal sebagai anggota lebih lama dalam organisasi (Crewson, 1997).
(1)
DAFTAR PUSTAKA
Ermawan, Deki, 2007, Hubungan Antara Job Insecurity Dan Konflik Peran
Dengan Komitmen Organisasi, Skripsi, Universitas Muhammadyah Surakarta.
Farida, Y. N. 2003. Pengaruh Job Insecurity dan Kompensasi Terhadap Kepuasan Kerja. Empirika. Vol. 16, No. 1, Hal. 126-148
Ferdinand, A., 2002, Structural Equation Modelling Dalam Penelitian Manajemen, Edisi Kedua, Penerbit BP NDIP, Semarang
Hair, J. F., et. al., 1998, Multivariate Data Analysis, Fifth Edition, Prentice-Hail International, Ina, New Jersey
Handoko. T. Hani, 2001. Manajemen Personalia Dan Sumber Daya Manusia.
Edisi Kedua. BPFE, Yogyakarta
Hasibuan, H. Malayu S.P., 2005. Manajemen Dasar, Pengertian, Dan Masalah.
Edisi Revisi. Bumi Aksara, Jakarta
Hersusdadikawati, Endang, 2010, Pengaruh Kepuasanatas Gaji Terhadap Keinginan Untuk Berpindah Kerja, Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Pada Dosen Akuntimsi Perguruan Tinggi Swasta Jawa Tengah)
Lum Lilie, John Kervin, Kathleen, Frank Reid dan Wendy Sirola, 1998, "Explaining Nursing Turnover Intent; Job Satisfaction, Pay
Satisfaction or Organizational Commitment?", Journal of
Organizational Bahavior, Vol. 19
Mangkunegara, Anwar Prabu, 2001, Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, Penerbit PT Remaja Rosdakarya Bandung.
Mizar, Yuniar, 2008. “Pengaruh Faktor Ketidakamanan Kerja (Job Insecurity) dan Kepuasan Kerja Terhadap Niat Pindah (Turnover Itention) Dengan Komitmen Organisasional Sebagai Variabel Intervening”. Semarang: Tesis. Magister Manajemen Universitas Diponegoro
Nugraha, Adhian, 2010. Analisis Pengaruh Ketidakamanan Kerja Dan Kepuasan Kompensasi Terhadap Kinerja Karyawan ( Studi Pada Karyawan Kontrak Pt Bank Rakyat Indonesia Cabang Semarang Patimura Dan Unit Kerjanya) Skripsi, Universitas Diponegoro. Semarang
Panggabean, Mutiara S., 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Ghalia
(2)
Renyowijoyo, Muindro, 2003, Hubungan Antara Budaya Organisasi, Komitmen Organisasi, Kepuasan Kerja, Dan Prestasi Kerja Karyawan : Studi Empiris Karyawan Sektor Manufaktur Di Indonesia. Thesis Universitas Utara Malaysia.
Riggio, Ronald E. 2000. Introduction to Industrial/Organizational Psychology, Third Edition, Printice Hall, Upper Saddle River, New Jersey 07458
Robbins Stephen, 1996, Perilaku Organisasi, Jilid 1 dan 2, Edisi Bahasa
Indonesia, Perpustakaan Nasional.
Rohman, Abdul, 2009, Pengaruh Komitmen Organisasional Terhadap Kepusaan Kerja dan Keinginan Berpindah (Studi Pada Karyawan Kantor Akuntan Publik Di Jawa Tengah), Universisitas Diponegoro. Jawa Tengah
Sugiyono, 2003, Statistika untuk Penelitian, Cetakan kelima, Penerbit CV Alphabeta, Bandung
Toly, Agus Arianto, 2001, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Turnover Intentions Pada Staf Kantor Akuntan Publik, Dosen Fakultas Ekonomi.Jurusan Akutansi, Universitas Kristen Petra.
Wening, N. 2005. Pengaruh Ketidak Amanan Kerja (Job Insecurity) Sebagai
Dampak Restrukturisasi Terhadap Kepuasan Kerja, Komitmen Organisasi dan Intensi Keluar Survivor. Empirika. Vol. 18, No. 1. Hal. 57-66
(3)
No. Responden : ………
KUESIONER
Responden Yth :
Sehubungan dalam rangka penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat Kelulusan pada Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim, mohon kesediaan Bapak/ibu/saudara-i untuk mengisi daftar pernyataan di bawah ini, sebelum dan sesudahnya penulis ucapkan terima kasih atas perhatian anda demi kelancaran penelitian ini.
Berilah tanda silang (x) pada jawaban yang anda pilih.
1. Nama =
2. Jenis Kelamin = a. Laki-laki b. Perempuan
3. Pendidikan = a. SMA b. D1
c. D2 d. S1
4. Usia = a. 20 – 25 th b. 26 – 30 th
c. 31 – 35 th d. > 36 th
Petunjuk Pengisian Kuisioner :
Isilah daftar kuesioner ini dengan rentan nilai yang disediakan, yaitu nilai 1 sampai 7 dan masukan jawaban anda pada skor yang telah disediakan.
Sangat tidak setuju Sangat setuju
(4)
DAFTAR PERNYATAAN KUESIONER A. Job Insecurity (X1)
1. Anda merasa pekerjaan yang anda lakukan memiliki pengaruh penting
bagi perusahaan.
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
2. Anda mempunyai sikap Job insecurity dalam bekerja karena kemungkinan hilangnya pengaruh dari pekerjaan yang anda lakukan bagi perusahaan
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
3. Anda merasa di dalam perusahaan banyak kejadian yang membuat anda
merasa tidak nyaman dalam bekerja
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
4. Anda merasa tidak berdaya dalam menghadapi masalah dalam pekerjaan anda
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
B. Komitmen Organisasional (X2)
1. Anda loyal terhadap perusahaan tempat bekerja sekarang
(5)
2. Anda akan menggunakan nama perusahaan anda sekarang bila mendirikan suatu usaha
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
3. Tujuan perusahaan selaras dengan tujuan anda bekerja
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
4. Anda ingin terus menjadi bagian dari perusahaan tempat anda bekerja sekarang
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
C. Keinginan Untuk Pindah Kerja (Y)
1. Anda merasa upah di perusahaan lain lebih besar dari pada upah anda yang terima
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
2. Anda merasa kondisi tempat kerja sekarang kurang baik
Sangat tidak setuju Sangat setuju
(6)
3. Anda mempunyai masalah dengan atasan anda
Sangat tidak setuju Sangat setuju
1 7
i.
Sangat tidak setuju Sangat setuju