Pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Melalui Belanja Langsung Tahun 2009 - 2013 (Studi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali).

(1)

PENGARUH JUMLAH PENDUDUK DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI BELANJA

LANGSUNG TAHUN 2009-2013

(Studi pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali)

SKRIPSI

Oleh :

DESAK AYU PUTU INTEN SUARI NIM: 1206105036

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR 2016


(2)

i

PENGARUH JUMLAH PENDUDUK DAN DANA PERIMBANGAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI MELALUI BELANJA

LANGSUNG TAHUN 2009-2013

(Studi pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali)

SKRIPSI

Oleh :

DESAK AYU PUTU INTEN SUARI NIM: 1206105036

Skripsi ini ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Udayana Denpasar


(3)

ii

Skripsi ini telah diuji oleh tim penguji dan disetujui oleh Pembimbing, serta diuji pada tanggal : 13 Mei 2016

Tim Penguji: Tanda tangan

1. Ketua : Drs. I Gusti Bagus Indrajaya. M.Si ...

2. Sekretaris : Dra. Ni Putu Martini Dewi, M.Si ...

3. Anggota : Ni Made Tisnawati. SE., M.Si ...

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Pembimbing

(Dr. Ida Ayu Nyoman Saskara, SE, M.Si) (Dra. Ni Putu Martini Dewi, M.Si) NIP. 19580219 198601 2 001 NIP. 19610328 198601 2 001


(4)

iii

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa sepanjang pengetahuan saya, di dalam Naskah Skripsi ini tidak terdapat karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik di suatu Perguruan Tinggi, dan tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila ternyata di dalam naskah skripsi ini dapat dibuktikan terdapat unsur-unsur plagiasi, saya bersedia diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 19 April 2016 Mahasiswa,

Desak Ayu Putu Inten Suari 1206105036


(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, skripsi yang berjudul “Pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Langsung Tahun 2009-2013 (Studi pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali)” dapat diselesaikan sesuai dengan yang direncanakan.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan arahan dari berbagai pihak yang telah meluangkan waktunya dalam penyusunan skripsi ini, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. I Nyoman Mahaendra Yasa, SE., M.Si., Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana.

2. Dr. Ida Ayu Nyoman Saskara, SE., M.Si dan Dr. Made Heny Urmila Dewi, SE., M.Si masing-masing sebagai Ketua dan Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana. 3. Drs. I Gusti Putu Nata Wirawan, M.Si., sebagai Pembimbing Akademik. 4. Dra. Ni Putu Martini Dewi, M.Si., selaku dosen pembimbing atas waktu,

bimbingan, masukan serta motivasinya selama penyelesaian skripsi ini. 5. Drs. I Gusti Bagus Indrajaya, M.Si., selaku dosen pembahas atas waktu,

bimbingan dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 6. Ni Made Tisnawati, SE., M.Si selaku penguji atas waktu, bimbingan dan

masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menempuh kuliah di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana

8. Keluarga tercinta, kedua orang tua penulis Ngakan Komang Wirata, Ni Komang Sariasih, Adik-adik Ngakan Made Dwi Ari Aditiya dan Ngakan Komang Wahyu Raditya. Atas dukungan serta doa yang tulus dan tiada hentinya selama menempuh studi di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana.

9. I Wayan Sadia atas motivasi dan kesabaran dalam mendengar keluh kesah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

10. Teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Meskipun demikian, penulis tetap bertanggung jawab terhadap semua isi skripsi. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang berkepentingan.

Denpasar, 19 April 2016


(6)

v

Judul : Pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Primbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Langsung Tahun 2009-2013 (Studi Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali)

Nama : Desak Ayu Putu Inten Suari NIM : 1206105036

Abstrak

Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai disuatu negara. Keberhasilan suatu negara dapat diukur dalam meningkatkan kesejahteraan warganya melalui pertumbuhan ekonomi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk dan dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja langsung kabupaten /kota di provinsi Bali

Penelitian yang berjudul ”Pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Langsung Tahun 2009-2013 (Studi pada Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali)” menggunakan jenis data sekunder yaitu data panel. Penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data observasi non partisipan. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis jalur.

Berdasarkan hasil analisis ditemukan bahwa jumlah penduduk memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap belanja langsung. Dana perimbangan memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap belanja langsung. Jumlah penduduk tidak memiliki pengaruh signifikan dan negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Dana perimbangan tidak memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Belanja langsung memiliki pengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk dan dana perimbangan memiliki pengaruh tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi melalui belanja langsung yang ditunjukkan dengan belanja langsung yang merupakan variabel intervening.

Berkaitan dengan kegiatan pemerintah dalam hal belanja langsung, pemerintah juga harus selalu memantau pergerakan jumlah penduduk dan mengendalikannya agar dapat membuat belanja langsung menjadi efisien. Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi perlu adanya perencanaan yang termuat di RAPBD dalam bentuk belanja langsung khususnya. Dengan membuat belanja langsung menjadi efisien serta optimal, sebaiknya pemerintah mengalokasikan belanja langsung pada bidang yang tepat. Untuk itu pemerintah perlu lebih bijak dalam mengatur anggaran dan sasaran yang diterapkan dalam belanja langsung, sehingga rencana peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat tercapai. Pemerintah juga sebaiknya lebih berhati-hati dalam menggunakan variabel-variabel yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Tentunya agar variabel-variabel tersebut dapat benar-benar meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Kata kunci: Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Langsung.


(7)

vi DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah Penelitian ... 12

1.3 Tujuan Penelitian ... 12

1.4 Kegunaan Penelitian ... 12

1.5 Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep ... 15

2.1.1 Desentralisasi Fiskal ... 15

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) ... 18

2.1.3 Dana Perimbangan ... 22

2.1.4 Pengeluaran Pemerintah... 24

2.1.5 Belanja Langsung ... 29

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi ... 30

2.1.7 Teori Pertumbuhan Ekonomi ... 33

2.1.8 Jumlah Penduduk ... 36

2.1.9 Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 36

2.1.10 Hubungan antara Dana perimbangan dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 38

2.1.11 Hubungan antara Belanja Langsung dengan Pertumbuhan Ekonomi ... 39

2.1.12 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Belanja Langsung ... 39

2.1.13 Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Belanja Langsung ... 40

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya ... 41


(8)

vii BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian ... 44

3.2 Lokasi Penelitian ... 45

3.3 Objek Penelitian ... 45

3.4 Identifikasi Variabel ... 45

3.5 Definisi Operasional Variabel ... 46

3.6 Jenis dan Sumber Data ... 47

3.6.1 Jenis Data ... 47

3.6.2 Sumber Data ... 47

3.7 Populasi dan Sampel... 48

3.8 Metode Pengumpulan Data ... 48

3.9 Teknik Analisis Data ... 59

3.9.1 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 52

3.9.1.1 Pengujian Pengaruh Langsung ... 52

3.9.1.2 Pengujian Pengaruh Tidak Langsung ... 53

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Daerah atau Wilayah Penelitian ... 56

4.1.1 Gambaran Umum Provinsi Bali... 56

4.2 Pembahasan Hasil dan Analisis data ... 58

4.2.1 Pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Langsung ... 58

4.2.2 Pengaruh Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi .... 59

4.2.3 Hasil Pengujian Analisis Jalur ... 60

4.2.4 Nilai Kekeliruan Taksiran Standar ... 60

4.2.5 Pemeriksaan Validitas Model ... 61

4.2.6 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ... 62

4.2.6.1 Pengujian Pengaruh langsung ... 62

4.2.6.2 Pengujian Pengaruh Tidak Langsung ... 68

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 72

5.2 Saran ... 73

DAFTAR RUJUKAN ... 75


(9)

viii

DAFTAR TABEL

No Tabel Halaman

3.1 Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung, dan Pengaruh Total Variabel, Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Belanja Langsung, serta Pertumbuhan Ekonomi Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

Tahun 2009-2013 ... 55 4.1 Luas Wilayah Kabupaten/Kota di Provinsi Bali ... 56 4.2 Hasil Uji Regresi Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap

Belanja Langsung ... 58 4.3 Hasil Uji Regresi Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, dan Belanja


(10)

ix

DAFTAR GAMBAR

No Gambar Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi menurut Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 ... 2 1.2 Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun

2009-2013 ... 7 3.1 Model Analisis Jalur Pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana

Perimbangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi melalui Belanja Langsung Tahun 2009-2013 (Studi Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali ... 50 4.1 Diagram Hasil Analisi Jalur ... 62


(11)

x

DAFTAR LAMPIRAN

No Lampiran Halaman

1 Data Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Belanja Langsung dan Pertumbuhan Ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2009-2013 ... 80 2 Hasil Uji Regresi Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap

Belanja Langsung ... 82 3 Hasil Uji Regresi Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, dan Belanja

Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 83 4 Tabel Luas Di Bawah Kurva Normal (z table)... 83


(12)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai oleh suatu negara diukur dari perkembangan pendapatan nasional riil yang dicapai suatu negara/daerah ini terkandung dalam analisis makro. Teori Pertumbuhan Ekonomi Neo Klasik menyatakan pertumbuhan ekonomi di daerah diukur dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) bergantung pada perkembangan faktor-faktor produksi yaitu ; modal, tenaga kerja dan teknologi (Sukirno, 1994:456). Sehingga dengan pertumbuhan ekonomi yang maksimal, akan dapat mengurangi angka ketimpangan pada setiap daerah. Dalam hal ini, pertumbuhan ekonomi setiap daerah dapat juga dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional. Tujuan dari itu ialah untuk melihat sejauh mana perkembangan pertumbuhan ekonomi daerah dengan di tingkat nasional.

Periode laju pertumbuhan ekonomi dari tahun 2000 hingga 2013, maka badan pusat statistik menggunakan acuan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 untuk mendapatkan nilai prosentase laju pertumbuhan ekonomi. Tentu jika dilihat perbandingan signifikan antara tingkat provinsi dan nasional cukup terlihat. Dimana dari tahun ketahun laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali diatas laju pertumbuhan ekonomi tingkat Nasional. Provinsi Bali sendiri telah mampu meningkatkan pertumbuhan ekonominya secara mandiri, walaupun diketahui di tahun 2008 terjadi krisis


(13)

2

global (Badan Pusat Statistik, 2013). Kondisi pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali masih lebih baik daripada nasional dan dapat pula diasumsikan ketimpangan yang terjadi kecil. Hasil yang didapat di tingkat nasional belum tentu sama dengan yang ada di daerah Provinsi Bali antara kabupaten satu dengan yang lain.

Gambar 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Menurut PDRB atas dasar harga konstan 2000

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Setiap daerah kabupaten/kota mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain. Hal ini terlihat dengan adanya perbedaan pertumbuhan ekonomi antara wilayah yang maju dengan wilayah yang terbelakang atau kurang maju (Gebbert et al., 2005). Perbedaan kondisi pertumbuhan ekonomi tersebut juga terjadi pada setiap Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. Provinsi Bali masih memiliki ketimpangan dalam hal pertumbuhan ekonomi di setiap daerah.

Sebagai contoh dapat diambil kondisi pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar dan Kabupaten Buleleng. Kondisi pertumbuhan ekonomi di Kota Denpasar


(14)

3

cenderung lebih baik dari pada Kabupaten Buleleng. Hal tersebut di buktikan dengan meningkatnya infrastruktur yang ada di Kota Denpasar dari pada di Buleleng. Dengan meningkatnya infrastruktur telah menunjukkan bahwa memang pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat menjadi faktor pemicu ketersediaan infrastruktur. (BPS, 2013).

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan pembangunan ekonomi. Kenaikan dalam pertumbuhan ekonomi berarti terjadi kenaikan didalam aktivitas ekonomi di daerah tersebut, jika terjadi penurunan maka kegiatan ekonomi di daerah tersebut sedang mengalami penurunan. Dengan memingkatnya ketersediaan infrastruktur di daerah maka turut serta meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya dari segi pemenuhan kebutuhan sekunder. Masyarakat tidak perlu keluar daerah hanya untuk memenuhi kebutuhannya dan kembali lagi ke daerahnya, sehingga tidak terjadi kepadatan penduduk di suatu daerah.

Hal tersebut perlu dihindari mengingat jumlah penduduk pun dapat di gunakan untuk terus meningkatkan pertumbuhan ekonomi sehingga tidak terjadi ketimpangan. Sebagai contoh Kota Denpasar menjadi daerah di Provinsi Bali dengan kepadatan jumlah penduduk yang tinggi, itu artinya di Provinsi Bali memang telah terjadi ketimpangan. Namun, uniknya adalah dengan jumlah penduduk yang padat, Kota Denpasar mampu mempertahankan kondisi pertumbuhan ekonomi dengan terus melakukan pembangunan infrastruktur secara berkelanjutan. Seperti, Rumah Sakit Bali Mandara yang terletak di Sanur, fasilitas-fasiltas pendidikan, fasilitas umum, dll. Hal tersebut sangat berbeda


(15)

4

kondisinya di daerah luar denpasar kecuali badung, dimana daerah-daerah lainnya cenderung minim fasilitas penunjangnya. Fenomena seperti itu menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh dalam penyediaan infrastruktur dan lain-lain untuk kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi adalah usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat perkapita. Tujuan pembangunan ekonomi disamping untuk menaikkan pendapatan nasional juga untuk meningkatkan produktivitas (Suparmoko, 2002). Pembangunan di bidang ekonomi ini sangat penting karena dengan meningkatnya pembangunan di bidang ekonomi maka sektor-sektor yang lain akan meningkat pula seiring dengan peningkatan pada sektor ekonomi. Pembangunan sosial ekonomi yang mencerminkan kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah diharapkan dapat terwujud oleh upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah (Akudugu,2012).

Keberhasilan suatu daerah dalam meningkatkan kesejahteraan warganya diukur melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang berhasil dicapai. Tinggi rendah laju pertumbuhan ekonomi suatu negara menunjukkan tingkat perubahan kesejahteraaan ekonomi warganya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan stabil setiap tahunnya menunujukkan kesejahteraan ekonomi meningkat, sementara perekonomian yang menurun atau pertumbuhan ekonomi dengan nilai negatif berarti turunnya kesejahteraan ekonomi. Disisi lain tingkat pertumbuhan ekonomi juga digunakan untuk mengevaluasi tepat atau tidaknya kebijakan yang telah diambil sehubungan dengan peran pemerintah dalam perekonomian, hal tersebut


(16)

5

juga di lakukan di provinsi Bali khususnya dalam masalah ketimpangan setiap daerah..

Adanya ketimpangan setiap daerah dalam segi pertumbuhan ekonomi menyebabkan perbedaan dalam pengelolaan wisata yang dimiliki. Mengingat Provinsi Bali merupakan salah satu daerah tujuan wisata dunia yang memiliki potensi keindahan alam serta keunikan budaya dan kehidupan sosial masyarakatnya, serta sektor pariwisata menjadi sektor andalan perekonomian Provinsi Bali. Dalam hal ini, peran serta khususnya masyarakat perlu dioptimalkan agar daerah dapat menyerap pendapatan dari destinasi wisata dan mengurangi angka ketimpangan. Masyarakat/Penduduk dapat juga menjadi faktor untuk meningkatkan kondisi perekonomian, dikarenakan penduduk memiliki dua peran yakni sebagai agen pembangunan daerah atau sebagai beban daerah.

Penduduk yang bertambah dari waktu kewaktu dapat menjadi pendorong maupun penghambat kepada perkembangan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi. Disamping itu perlu diingat pula, bahwa pengusaha adalah sebagian dari penduduk. Maka luasnya kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara juga bergantung kepada jumlah pengusaha dalam ekonomi. Apabila tersedianya pengusaha dalam sejumlah penduduk tertentu lebih banyak, maka akan lebih banyak kegiatan ekonomi yang dijalankan (Sukirno, 2006:430).

Secara teoritis pertumbuhan ekonomi yang tinggi diharapkan akan memicu pertumbuhan output, sehingga dibutuhkanlah tenaga kerja yang tinggi pula, dari


(17)

6

sana dibutuhkan tenaga kerja yang banyak untuk memenuhi permintaan output yang meningkat (Arsyad, 2010). Dengan permintaan output yang tinggi, pemerintah daerah akhirnya meningkatkan pendapat asli daerah masing-masing. Selain penduduk yang dapat menjadi agent of change, faktor lain yang dapat mempengaruhi ketimpangan di daerah adalah pengelolaan dana di daerah yang termuat dalam dana perimbangan.

Pengelolaan dana perimbangan di Kabupaten/Kota Provinsi Bali tidak terlepas dari kebijakan otonomi daerah yang berlandaskan pada Undang-Undang Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, serta kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Maimunah, 2006). Dengan adanya otonomi daerah, segala urusan yang terdapat di kabupaten/kota terbebas dari campur tangan pemerintah pusat, juga menerima dana transfer untuk daerah dari pusat.

Daerah Kabupaten/Kota diharapkan mampu mandiri dalam mengatur pemerintahannya termasuk dalam menggali pendapatan daerah sebagai sumber dana untuk membangun perekonomian yang lebih baik agar jarak ketimpangan antar daerah dapat dikurangi. Penerimaan dana perimbangan yang dialokasikan kepada anggaran belanja langsung tidak diperbolehkan melebihi belanja rutin, agar pengeluaran dana dapat dijadikan investasi untuk saat-saat yang tidak terduga. Pemerintah daerah seharusnya memperhatikan hal tersebut sehingga belanja langsung yang mengarah pada peningkatan infrastruktur dapat menunjang


(18)

7

pertumbuhan ekonomi (Felix, 2012;1). Dana perimbangan juga tidak dapat dipisahkan satu sama lain mengingat tujuan masing-masing jenis sumber tersebut saling mengisi dan melengkapi, seperti pergerakan dana perimbangan Provinsi Bali.

Berdasarkan Gambar 1.2, dana perimbangan yang diperoleh tiap Kabupaten/Kota selama periode 2009-2013 berfluktuasi di beberapa Kabupaten/Kota, namun cenderung meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, karena dana transfer daerah yang meliputi dana perimbangan ini menunjukkan alokasi yang cenderung meningkat ditiap tahunnya, meskipun terdapat dana perimbangan di beberapa kabupaten/kota pada beberapa tahun menurun. Untuk itu dengan adanya desentralisasi fiskal, pemerintah daerah bebas mengelola hal yang menyangkut daerahnya khususnya keuangan daerah.

Gambar 1.2 Realisasi Dana Perimbangan Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013 (dalam juta rupiah)

Sumber: BPS Provinsi Bali 2013

Sesuai penjelasan, dapat diambil suatu pemahaman bahwa kondisi ketimpangan di daerah tidak hanya dalam pertumbuhan ekonomi setiap daerah,


(19)

8

melainkan juga penerimaan dana perimbangan. Untuk itu kesiapan daerah dalam menerapkan otonomi daerah belum sepenuhnya berjalan dengan baik, begitupun juga pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah Kabupaten/Kota juga terjadi ketimpangan pula. Pengeluaran pemerintah juga merupakan komponen penting bagi pembangunan ekonomi. Di daerah manapun pemerintah mempunyai peranan tidak hanya sekedar membuat undang-undang melainkan memperbaiki perekonomian yang sedang lesu. Jika dalam suatu perekonomian peran sektor swasta menurun dalam meningkatkan pembangunan ekonomi maka pemerintah dapat memacu pembangunan ekonomi dengan cara meningkatkan jumlah pengeluaran pemerintah. Kenaikan pengeluaran pemerintah daerah ini dapat merangsang perkembangan dari sektor-sektor yang lain.

Pengeluaran yang dilakukan pemerintah daerah khususnya di Provinsi Bali akan mempengaruhi berbagai sektor dalam perekonomian sehingga akan mengurangi ketimpangan yang terjadi. Adanya pengeluaran pemerintah secara langsung atau tidak langsung berpengaruh terhadap sektor produksi barang dan jasa. Pengeluaran pemerintah untuk pengadaan barang dan jasa akan berpengaruh secara langsung terhadap produksi barang dan jasa yang dibutuhkan pemerintah. Pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan akan berpengaruh secara tidak langsung terhadap perekonomian, karena pendidikan akan menghasilkan sumber daya manusia (SDM) yang lebih berkualitas dan pada akhirnya akan meningkatkan produksi. Pengeluaran pemerintah ini biasa diwujudkan kedalam belanja daerah.


(20)

9

Belanja daerah merupakan semua pengeluaran pemerintah daerah pada satu periode anggaran yang dikeluarkan guna melaksanakan kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah pusat. Belanja daerah cenderung memiliki kekurangan dalam pembiayaannya karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang akan diterima daerah. Belanja daerah terdiri dari berbagai macam karena keperluan daerah dan pengeluaran daerah sangat banyak guna meningkatkan potensi daerah, terutama sumber daya manusia yang dimiliki. Seluruh pembelanjaan yang dilakukan pemerintah akan dipertanggungjawabkan melalui laporan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Adanya pembelanjaan pemerintah ini dapat mendorong kesejahteraan yang telah ditetapkan didalam anggaran pendapatan belanja daerah (APBD). Menurut PP 58/2005 dan PERMENDAGRI 59/2007 alokasi pembelanjaan yang terdapat dalam APBD terdapat dua pengeluaran yaitu belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja langsung kemudian diklasifikasikan lagi menjadi belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan keuangan, belanja bantuan sosial, belanja tidak terduga. Sementara belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal (Mahmudi, 2010:97).

Guna mendukung kelancaran pelaksanaan pemerintahan secara optimal dan memperbesar tabungan pemerintah untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan nasional, maka belanja langsung harus diterapkan dengan benar dan tepat. Belanja tidak langsung diarahkan kepada pelayanan dasar seperti pendidikan, kesehatan


(21)

10

dan ketersediaan pelayanan umum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan meningkatnya pembiayaan nasional dengan belanja langsung maka dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dikarenakan dengan penggunaan belanja langsung yang tepat sasaran seluruh permasalahn infrastruktur dan juga ketimpangan di daerah akan berkurang.

Penting untuk diketahui juga bahwa jika belanja langsung yang diterapkan oleh pemerintah salah sasaran maka cita-cita pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan bebas dari ketimpangan daerah tidak akan tercapai. Tentunya untuk mencapai hal tersebut beberapa indikator pendukung harus bebas dari masalah, seperti kemiskinan, infrastruktur, dll. Jumlah penduduk yang cukup diatas rata-rata seharusnya dapat dioptimalkan menjadi sumber daya manusia yang produktif. Serta ketersediaan dana yang melimpah harus dialokasikan untuk kegiatan penunjang peningkatan pertumbuhan ekonomi dengan dialokasikan terhadap belanja langsung.

Pada saat ini banyak masyarakat yang menganggap bahwa dana perimbangan dan jumlah penduduk tidak dapat mempengaruhi belanja langsung. Itu dikarenakan cara berpikir masyarakat yang ketika mereka meminta kepada pemerintah, maka pemerintah akan membelanjakan langsung sesuai kebutuhan yang diinginkan. Jumlah anggaran belanja langsung dapat ditentukan melalui jumlah penduduk dan dana perimbangan. Dimana, dengan jumlah penduduk yang besar maka pemerintah daerah akan menggunakan anggaran yang besar pula terhadap belanja langsung. Selain jumlah penduduk, banyaknya dana perimbangan yang digunakan juga dapat mencerminkan anggaran belanja


(22)

11

langsung. Semakin besar dana perimbangan yang dikeluarkan, maka anggaran belanja langsung akan naik atau besar pula. Dengan demikian, dalam penelitian ini penulis berusaha membuktikan hal tersebut menggunakan data-data yang ada. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi permasalahan adalah :

1) Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013? 2) Bagaimana pengaruh Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan dan Belanja

Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah ditetapkan, maka tujuan penelitian yang hendak dicapai, antara lain :

1) Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk dan Dana Perimbangan terhadap Belanja Langsung Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013

2) Untuk menganalisis pengaruh Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan dan Belanja Langsung terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali tahun 2009-2013

1.2 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan sebagai berikut:


(23)

12 1) Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi media untuk menerapkan konsep – konsep teori yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan tentang jumlah penduduk, dana perimbangan, pertumbuhan ekonomi dan belanja langsung serta meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan melalui berbagai temuan pada penelitian.

2) Kegunaan Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran kepada pemerintah yang berkaitan utamanya yang berkaitan Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Belanja Langsung serta pengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi.

1.4 Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari lima bab yang saling berhubungan antara bab yang satu dengan yang lainnya dan disusun secara sistematis secara terperinci untuk memberikan gambaran dan mempermudah pembahasan. Sistematika dari masing-masing bab dapat diperinci sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

Bab ini menguraikan teori yang mendukung pokok permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini yaitu mengenai beberapa konsep yang


(24)

13

meliputi Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Langsung serta pembahasan penelitian-penelitian sebelumnya yang digunakan sebagai acuan dalam merumuskan hipotesis atau dugaan sementara.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menguraikan mengenai desain penelitian, lokasi dan ruang lingkup wilayah penelitian, obyek penelitian, identifikasi variabel, definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, populasi, sampel dan metode pengumpulan data serta teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

Bab ini menguraikan gambaran umum daerah penelitian, deskripsi data hasil penelitian, dan pembahasan mengenai permasalahan yang ada dalam penelitian.

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini menguraikan mengenai simpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sesuai dengan tujuan penelitian dan saran yang dapat diberikan sehubungan dengan simpulan yang diperoleh agar nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya.


(25)

14 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep

2.1.1 Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi Fiskal merupakan salah satu implementasi dari hubungan pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan awal yang dirumuskan dalam UU No.22 dan UU No.25 tahun 1999 antara lain ditandai dengan dialokasikannya Dana Alokasi Umum (DAU) sebagai sumber pembiayaan berbagai urusan pemerintahan yang terkait di daerah, Dana Bagi Hasil (DBH) dari sumber daya alam yang berada di daerah yang bersangkutan, dan diberikannya kewenangan pajak yang terbatas kepada pemerintah daerah. Selanjutnya, amandemen undang-undang desentralisasi yang dilakukan pada tahun 2004 menitik beratkan kepada mekanisme pemantauan oleh pemerintah pusat, dan perbaikan kepada pertanggung jawaban pengeluaran pemerintah daerah. Disisi fiskal, UU No.33 tahun 2004 memperbesar bagi hasil pajak dari sumber daya alam yang dimiliki daerah, maupun dari pajak tingkat nasional lainnya, dan perluasan total dana yang menjadi sumber DAU. Desentralisasi fiskal memiliki fungsi utama yaitu untuk meningkatkan efisiensi sektor publik dan memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang (Faridi, 2011).

Berbagai macam penyempurnaan kebijakan, desentralisasi fiskal di Indonesia masih memiliki berbagai kelemahan dan kekurangan, baik dalam segi konsep maupun implementasinya. Masih terdapat peraturan yang saling berbenturan satu dengan yang lain, masih terdapat perbedaan pendapat maupun


(26)

15

perebutan kewenangan antar level pemerintahan dalam pengelolaan fiskal daerah, ataupun masih sering terjadi multi tafsir dalam implementasi kebijakan di daerah.

Desentralisasi sebagai suatu strategi ekonomi akan berjalan jika faktor kelembagaannya diurus dengan baik. Negara yang sedang melakukan proses reformasi, desentralisasi ekonomi dapat dianggap sebagai kelembagaan itu sendiri. Artinya, desentralisasi diartikan sebagai (rules of the game) pemerintah lokal untuk menangani perekonomian daerah. Perspektif ini berhasil tidaknya desentralisasi amat tergantung dari kelembagaan makro dan mikro yang terbentuk. Jika tujuan makro ekonomi dari desentralisasi diarahkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di daerah, maka pemerintah lokal harus menyusun kelembagaan ekonomi yang efisien untuk menjaring investasi. Sementara itu, apabila tujuan dari desentralisasi difokuskan kepada hubungan antar pelaku ekonomi, maka pemerintah lokal konsentrasi kepada kebijakan yang membatasi proses eksploitasi satu pelaku ekonomi kepada pelaku ekonomi lainnya (Yustika, 2006:95). Apabila desentralisasi fiskal mengutamakan pengeluaran publik, maka desentralisasi akan berdampak langsung terhadap PDRB yang mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Pembelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat. Daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karena lebih mengetahui keadaan daerahnya sendiri (Vasquez, 2001;423).


(27)

16

Desentralisasi harus memacu adanya persaingan diantara pemerintah lokal untuk menjadi pemenang, hal ini semakin dilihat dari semakin membaiknya pelayanan publik (Bahl, 2000). Pemerintah lokal berlomba-lomba untuk memahami benar dan memberikan yang terbaik apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Perubahan struktur ekonomi masyarakat dengan peran serta masyarakat yang semakin besar dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat itu sendiri, partisipasi masyarakat setempat dalam pemerintahan setempat dan lain-lain. Desentralisasi fiskal harus diikuti oleh kemampuan pemerintah dalam memungut pajak. Secara teori adanya kemampuan pajak, maka pemerintah daerah memiliki sumber dana pembangunan yang besar. Pertumbuhan ekonomi pada suatu daerah dapat dipicu dari terwujudnya desentraliasasi fiskal (Ikeji, 2011;121). Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan barang-barang publik. Desentralisasi fiskal meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi, pembelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi daripada kebijakan pemerintah pusat (Oates, 1993). Menurutnya, daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dengan memuaskan kebutuhan masyarakat karena lebih mengetahui keadaan daerahnya sendiri.

Dalam sistem pemerintahan yang sentralistik berbagai kebijakan ditentukan secara nasional oleh pusat. Anggaran belanja pemerintah daerah sangat bergantung pada alokasi yang diberikan pemerintah pusat termasuk dalam


(28)

17

pemanfaatannya. Keleluasaan dan kewenangan daerah dalam melaksanakan aktivitas pemerintahan dan pembangunan sangat terbatas. Secara umum alasan yang mendukung sentralisasi adalah pemerintah pusat dapat mengalokasikan anggaran yang ada untuk menghasilkan barang dan jasa yang dapat dimanfaatkan secara nasional. Berbeda dengan sistem desentralisitik, pada sistem desentralisasi peran pemerintah daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan dan pengelolaan anggaran sangat besar. Desentralisasi fiskal secara teoritis memiliki makna yaitu perubahan kekuasaan dan tanggung jawab fiskal dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dapat berdampak meningkatkan ataupun mengurangi pertumbuhan ekonomi (Bodman et al, 2009). Desentralisasi fiskal adalah penyerahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Dengan desentralisasi fiskal akan diwujudkan dalam penyerahan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk melakukan pembelanjaan, memungut pajak, dan adanya bantuan dalam bentuk transfer dari pemerintah pusat.

2.1.2 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan suatu rencana kegiatan pemerintah daerah yang disampaikan kedalam bentuk angka dan menunjukan adanya suatu sumber dalam penerimaan yang merupakan target terendah dan biaya yang merupakan sebagai batas tertinggi sebagai suatu periode anggaran (Halim, 2007:12). APBD berperan dalam pengurusan umum yaitu sebagai inti dari pengurusan umum keuangan daerah.


(29)

18

Menurut Mamesah (Halim, 2007:19), APBD merupakan rencana operasional keuangan pemda, dan pada satu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran yang tinggi, untuk membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek di daerah selama satu tahun anggaran tertentu, dan pihak lain menggambarkan perkiraan dari beberapa sumber penerimaan daerah untuk menutupi pengeluaran yang dimaksud. Pada orde lama, telah dikemukakan oleh Wajong (Halim, 2007:19), APBD merupakan rencana pekerjaan keuangan (financial workplan) yang dibuat agar suatu jangka waktu badan legislatif DPRD memberikan kredit kepada badan eksekutif (kepala daerah), untuk melakukan pembiayaan demi kebutuhan rumah tangga daerah yang sesuai dengan rancangan yang menjadi dasar dalam penetapan anggaran, dan yang menunjukkan semua penghasilan agar dapat menutup pengeluaran yang berlebihan.

Menurut (Halim, 2007:19), adapun unsur-unsur anggaran daerah yaitu yang dirangkum menurut dua pengertian ahli sebelumnya.

a) Rencana kegiatan suatu daerah, beserta uraiannya yang secara rinci

b) Terdapat sumber penerimaan yang merupakan suatu target terendah dalam menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan terdapat biaya yang merupakan batasan tertinggi pengeluaran yang akan dilaksanakan.

c) Jenis kegiatan dan proyek yang disampaikan dalam bentuk angka d) Memiliki periode anggaran selama satu tahun.

Pada era reformasi menurut (Halim, 2007:20), karakteristik APBD dijabarkan menjadi enam, yaitu.


(30)

19

1) Menurut pasal 30 UU Nomor 5 Tahun 1975, APBD disususn oleh DPRD bersama-sama dengan kepala daerah

2) Adapun pendekatan yang digunakan dalam penyusunan anggaran adalah pendekatan lineitem atau pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini anggaran disusun berdasarkan jenis penerimaan dan pengeluaran. Adapun jenis pendekatan yang lebih maju, yaitu.

a) Program budgeting

Merupakan anggaran yang disusun berdasarkan pekerjaan yang akan dijalankan

b) Performance budgeting

Merupakan pengukuran hasil pekerjaan sehingga output dapat dibandingkan dengan pengeluaran dana yang telah dilakukan.

c) Planning, programming, and budgeting system (PPBS)

Merupakan pendekatan variasi dari (Performance budgeting) PPBS menggabungkan tiga unsur, yaitu perencanaan hasil, pemrograman kegiatan fisik untuk mencapai hasil yang diharapkan dan penganggaran alokasi dana yang diharapkan.

d) Zero bused budgeting

Merupakan pendekatan penganggaran dasar nol yang juga merupakan variasi dari performance budgeting yang terfokus pada efisiensi anggaran.

3) Dalam siklus APBD terdiri atas perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pemeriksaan, juga penyusunan dan penetapan perhitungan APBD.


(31)

20

4) Pada tahap pengawasan pemeriksa serta penyusunan dan penetapan perhitungan APBD, dalam pengendaian dan pemeriksaan audit terdapat APBD yang bersifat keuangan.

5) Pengawasan terhadap pengeluaran daerah dilakukan berdasarkan ketaatan terhadap tiga unsur utama, yaitu unsur ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, unsur kehematan dan efisiensi, dan hasil program utamanya untuk proyek-proyek di daerah.

6) Penyusunan anggaran dan pembukuan saling keterkaitan dan mempengaruhi. Pada era pasca reformasi, dalam bentuk APBD mengalami banyak perubahan. Sejalan dengan perubahan yang terjadi, dalam bentuk APBD saat ini berdasarkan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 yaitu mengenai Pedoman Pengelolaan Uang Daerah. Pada era reformasi keuangan daerah menginginkan laporan yang lebih informatif, oleh karena APBD terdiri dari tiga bagian yaitu pendapatan, belanja, dan pembiayaan. Pembiayaan merupakan upaya agar APBD semakin informatif, yaitu dalam segi memisahkan antara pinjaman dari pendapatan daerah.

Dalam bentuk APBD yang baru, pendapatan juga dibagi menjadi tiga yaitu PAD, dana perimbangan, dan pendapatan Lain-lain daerah yang sah. Selain itu belanja dibagi menjadi empat, yaitu belanja aparatur daerah, belanja pelayanan publik, belanja bagi hasil dan bantuan keuangan, juga belanja tidak terduga. Dalam belanja aparatur daerah dijabarkan menjadi tiga bagian, yaitu belanja administrsasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal/pembangunan. Belanja pelayanan publik dikelompokkan menjadi tiga


(32)

21

yaitu, belanja administrsai umum, belanja operasi dan pemeliharaan, juga belanja modal. Pembiayaan telah dikelompokkan berdasarkan sumbernya, yaitu terdapat sumber penerimaan dan pengeluaran daerah. Sumber pembiayaan merupakan sumber sisa lebih dari anggaran tahun sebelumnya, penerimaan pinjaman dan obligasi, hasil penjualan aset daerah yang dipisahkan, juga terdapat transfer dari cadangan. Sumber pembiayaan yang berupa pengeluaran daerah terdiri atas pembayaran hutang pokok yang telah jatuh tempo, penyertaan modal, transfer kedalam dana cadangan, dan sisa anggaran tahun yang sedang berlangsung (Halim, 2007:22-23)

2.1.3 Dana Perimbangan

Sesuai dengan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 yang dimaksud dengan Dana Perimbangan, yaitu dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan dana yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Bagi Hasil Pajak atau Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

Tujuan dari adanya dana perimbangan, yaitu untuk dapat mengurangi kesenjangan fiskal yang terjadi antara Pemerintah Pusatdan Pemerintahan Daerah. Menurut pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004, bahwa tujuan dari Dana Perimbangan yaitu agar dapat menciptakan keseimbangan keuangan antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Dana perimbangan terdiri dari dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus, yang jumlahnya ditetapkan setiap tahun anggarannya.


(33)

22

1) Dana Bagi Hasil merupakan dana yang bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Dana bagi hasil yang bersumber dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh). Sesuai dengan pasal 25 dan pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi dalam Negeri dan PPh pada Pasal 21 dibagi antara pusat, provinsi dan kabupaten/kota. Dana bagi hasil dari sumber daya alam yang berasal dari kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi. Pada tahun 2015 menurut Perpres No 36 Tahun 2015 tentang Rincian APBN yaitu pada pasal 5 ayat 1b tentang Rincian Anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa bagian rincian Dana Bagi Hasil terdiri atas, DBH Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pasal 29 Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 21 menurut provinsi/kabupaten/kota, DBH Pajak Bumi dan Bangunan menurut provinsi/kabupaten/kota, DBH Cukai Hasil Tembakau menurut provinsi, DBH Sumber Daya Alam Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi, Pertambangan Umum, Kehutanan, Perikanan dan Pengusaha Panas Bumi menurut provinsi/kabupaten/kota.

2) Dana Alokasi Umum merupakan jumlah keseluruhan DAU yang ditentukan sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri neto yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Dasar untuk menentukan berapa jumlah DAU yang diterima oleh satu daerah, yaitu provinsi, kabupaten/kota merupakan apa yang disebut celah fiskal dan alokasi dasar.


(34)

23

3) Dana Alokasi Khusus (DAK), merupakan dana yang dialokasikan kepada daerah tertentu yang ditetapkan setiap tahun dalam APBN untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan dari daerah dan sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan dalam APBN. Adapun kriteria umum ditetapkannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dalam APBD. Kriteria khususnya dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan dan karakteristik daerah.

2.1.4 Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran Pemerintah adalah bagian dari kebijakan fiskal (Sukirno, 2000), yaitu suatu tindakan pemerintah untuk mengatur jalannya perekonomian dengan cara menentukan besarnya penerimaan dan pengeluaran pemerintah setiap tahunnya, yang tercermin dalam dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk nasional dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk daerah atau regional. Tujuan dari kebijakan fiskal ini adalah dalam rangka menstabilkan harga, tingkat output, maupun kesempatan kerja dan memacu atau mendorong pertumbuhan ekonomi.

Menurut pendapat Keynes bahwa peranan atau campur tangan pemerintah masih sangat diperlukan yaitu apabila perekonomian sepenuhnya diatur oleh kegiatan di pasar bebas, bukan saja perekonomian tidak selalu mencapai tingkat kesempatan kerja penuh tetapi juga kestabilan kegiatan ekonomi tidak dapat diwujudkan. Akan tetapi fluktuasi kegiatan ekonomi yang lebar dari satu period ke periode lainya dan ini akan menimbulkan implikasi yang serius kepada kesempatan kerja dan pengangguran dan tingkat harga (Sukirno, 2000)


(35)

24

Pengeluaran Pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah, apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut (Mangkoesoebroto, 1993) Teori mengenai pengeluaran pemerintah dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu teori makro dan teori mikro. Dalam penelitian ini mengedepankan teori dari sisi makro. Teori makro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah, hukum Wagner mengenai perkembangan aktivitas pemerintah yaitu teori Peacock dan Wiseman (Mangkoesoebroto, 1993)

Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, tahap lanjut (Mangkoesoebroto, 1993). Pada tahap awal perekembangan ekonomi, persentasi investasi pemerintah terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana, seperti misalnya pendidikan, kesehatan, prasarana transportasi, dan sebagainya.

Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap GDP semakin besar dan persentasi investasi pemerintah dalam persentasi terhadap GNP akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow menyatakan bahwa pembangunan ekonomi,


(36)

25

aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat, dan sebagainya. Teori perkembangan peranan pemerintah yang dikemukakan oleh Musgrave dan Rostow adalah suatu pandangan yang ditimbulkan dari pengamatan berdasarkan pembangunan ekonomi yang dialami oleh banyak negara, tetapi tidak didasarkan oleh suatu teori tertentu. Selain itu, tidak jelas apakah tahap pertumbuhan ekonomi terjadi tahap demi tahap, ataukah beberapa tahap dapat terjadi secara simultan (Mangkoesoebroto, 1993).

Wagner mengemukakan suatu teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam persentasi terhadap GNP yang juga didasarkan pula pada pengamatan di negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19. Wagner mengemukakan pendapatnya dalam bentuk suatu hukum, akan tetapi dalam pandangannya tersebut dijelaskan apa yang dimaksud dengan pertumbuhan pengeluaran pemerintah dan GNP, apakah dalam pengertian pertumbuhan secara relatif ataukah secara absolut (Mangkoesoebroto, 1993).

Peacock dan Wiseman dalam (Mangkoesoebroto, 1993) adalah dua orang yang mengemukan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori mereka didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah senantiasa berusaha untuk memperbesar pengeluaran sedangkan masyarakat tidak suka membayar pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut, sehingga teori Peacock dan Wiseman merupakan dasar dari teori pemungutan suara. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka


(37)

26

pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai suatu tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Tingkat kesediaan ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikan pemungutan pajak secara semena-mena.

Adam Smith dalam (Asyard, 2010), menyatakan prinsip pokok dalam pengeluaran pemerintah yang disebut dengan Canon or Government Expenditure, terdiri

1) Asas nasionalitas, dimana pengeluaran pemerintah harus memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan bersifat nasional.

2) Asas kerakyatan, yaitu pengeluaran pemerintah harus memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. 3) Asas fungsionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus berdasarkan pada

fungsi yang telah ditentukan.

4) Asas rasionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus bersifat rasional dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengeluaran.

5) Asas perkembangan dimana pengeluaran pemerintah harus sesuai dengan perkembangan negara dan dunia.


(38)

27

6) Asas keseimbangan dan keadilan, yaitu harus ada keseimbangan antara pengeluaran pemerintah antara kegiatan fisik dengan non fisik agar tercipta keselarasan dan keserasian.

Peran alokatif pemerintah dalam pembangunan adalah sangat besar, dinyatakan bahwa dalam kehidupan ekonomi setiap orang memiliki preferensi tertentu terhadap barang dan jasa yang ingin dikonsumsi dan hendak diproduksi (Dumairy, 1999). Barang dan jasa dalam peruntukannya dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial. Untuk barang pribadi dapat diperoleh melalui proses transaksi jual beli, tetapi untuk barang sosial atau barang publik seperti jalan umum, jembatan, pertahanan dan keamanan tidak tertarik bagi kalangan swasta untuk memproduksinya karena tidak dapat diperjual belikan secara pribadi dan memerlukan investasi yang sangat besar. Untuk barang sosial pemerintah harus turun tangan untuk dapat menyediakan dan memulainya yang dalam proses pelaksanaan teknisnya sudah tentu akan melibatkan masyarakat pribadi dan swasta dari yang berpendidikan tinggi sampai pada yang berpendidikan terendah misalnya sebagai tenaga kerja dalam pelaksanaan proyek padat karya tercapai sesuai rencana. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah berkaitan dengan perencanaan pengeluaran pemerintah yang merupakan keonsekuensi utama dari pembangunan itu sendiri.

2.1.5 Belanja Langsung

Belanja daerah adalah semua pengeluaran pemerintah daerah pada satu periode anggaran yang berupa arus aktiva keluar guna melaksanakan kewajiban,


(39)

28

wewenang, dan tanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah pusat. Salah satu komponen belanja daerah adalah belanja langsung.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 Pasal 36 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja langsung merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Belanja langsung terdiri dari tiga bagian, yaitu:

1) Belanja Pegawai

Belanja pegawai adalah belanja kompensasi, baik dalam bentuk uang maupun barang yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang diberikan kepada pejabat negara, Pegawai Negeri Sipil (PNS), dan pegawai yang dipekerjakan oleh pemerintah yang belum berstatus PNS sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dilaksanakan dimana pekerjaan tersebut yang berkaitan dengan pembentukan modal.

2) Belanja Barang dan Jasa

Belanja barang dan jasa adalah pengeluaran untuk menampung pembelian barang dan jasa yang habis pakai untuk memproduksi barang dan jasa yang dipasarkan maupun tidak dipasarkan, dan pengadaan barang yang dimaksudkan untuk diserahkan atau dijual kepada masyarakat dan belanja perjalanan.

3) Belanja Modal

Belanja modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aktiva tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Untuk mengetahui apakah suatu belanja dapat dimasukkan sebagai belanja


(40)

29

modal atau tidak, maka perlu diketahui definisi aset tetap atau aset lainnya dan kriteria kapitalisasi aset tetap.

Karakteristik belanja langsung adalah bahwa input (alokasi belanja) yang ditetapkan dapat diukur dan diperbandingkan dengan output yang dihasilkan. Sedangkan belanja tidak langsung, pada dasarnya merupakan belanja yang digunakan secara bersama-sama common cost untuk melaksanakan seluruh program atau kegiatan unit kerja. Dalam penghitungan Analisis Standar Belanja (ASB), anggaran belanja tidak langsung dalam satu tahun anggaran harus dialokasikan ke setiap program atau kegiatan yang akan dilaksanakan dalam tahun anggaran yang bersangkutan.

2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang, tekanannya pada tiga aspek yaitu proses, output per kapita dan jangka panjang (Boediono, 1981:1). Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output per kapita yaitu output total Gross Domestik Product (GDP) dan jumlah penduduk. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai Gross Domestik Product / Gross National Product (GDP/GNP) tanpa memandang apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad, 1999:13).

Cara menghitung pertumbuhan ekonomi yaitu:


(41)

30 g = {(PDBs-PDBk)/PDBk} x

100%...(1)

Keterangan:

g = tingkat pertumbuhan ekonomi PDBs = PDB riil tahun sekarang PDBk = PDB riil tahun kemarin

Menurut Sukirno (2011:429) ada beberapa faktor yang menentukan pertumbuhan ekonomi, yakni :

1) Tanah dan Kekayaan Alam Lainnya

Kekayaan Alam suatu negara meliputi luas dan kesuburan tanah, keadaan iklim dan cuaca, jumlah dan jenis hasil hutan dan hasl laut yang dapat diperoleh, serta jumlah dan jenis kekayaan barang tambang yang tersedia. Kekayaan alam akan dapat mempermudah dalam mengembangkan perekonomian terutama pada masa permulaan pertumbuhan ekonomi. Ketika pertumbuhan ekonomi baru bermula terdapat banyak hambatan untuk mengembangkan berbagai kegiatan ekonomi. Apabila suatu negara mempunyai kekayaan alam yang dapat dimanfaatkan dengan baik maka hambatan pertumbuhan ekonomi akan dapat diatasi dan pertumbuhan ekonomi akan tumbuh pesat.

2) Jumlah dan Mutu dari Penduduk dan Tenaga Kerja

Penduduk yang bertambah dari waktu ke waktu dapat menjadi pendorong bahkan penghambat suatu pertumbuhan ekonomi. Dorongan yang timbul dari perkembangan penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi bersumber


(42)

31

dari akibat pertambahan itu terhadap pasar. Perkembangan penduduk menyebabkan besarnya luas pasar dari barang-barang yang dihasilkan perusahaan menjadi besar pula. Karena peranannya ini maka perkembangan penduduk akan menimbulkan dorongan kepada pertambahan dalam produksi nasional dan tingkat kegiatan ekonomi. Akibat buruk dari pesatnya pertambahan penduduk kepada pertumbuhan ekonomi terutama dihadapi oleh masyarakat yang kemajuan ekonominya belum tinggi tetapi telah menghadapi masalah kelebihan penduduk. Suatu negara dipandang menghadapi masalah kelebihan penduduk apabila jumlah penduduk adalah tidak seimbang dengan faktor-faktor produksi lain yang tersedia, yaitu jumlah penduduk yang jauh melebihi faktor produksi.

3) Barang-Barang Modal dan Tingkat Teknologi

Barang-barang modal penting artinya dalam meningkatkan keefisienan pertumbuhan ekonomi. Barang-barang modal yang bertambah jumlahnya dan teknologi yang telah bertambah modern memegang peranan penting di dalam mewujudkan kemajuan ekonomi. Kemajuan teknologi menimbulkan beberapa efek positif dalam pertumbuhan ekonomi yang menyebabkan pesatnya pertumbuhan ekonomi.

4) Sistem Sosial dan Sikap Masyarakat

Sistem sosial dan sikap masyarakat penting peranannya dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi. Sistem sosial yang dimiliki oleh masyarakat yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah masyarakat tidak ingin menggunakan cara modern dalam melakukan proses produksi.


(43)

32

Sikap masyarakat yang dapat memberikan dorongan yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi diantaranya adalah sikap berhemat dan bertujuan untuk investasi.

Ada beberapa alat pengukur dalam pertumbuhan ekonomi (Sukirno, 2011:429) yaitu:

1) Produk Domestik Bruto/Produk Domestik Regional Bruto apabila ditingkat nasional adalah jumlah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu perekonomian dalam satu tahun dan dinyatakan dalam harga pasar. Ketika PDB meningkat maka terjadi pertumbuhan ekonomi.

2) Produk domestik regional bruto per kapita dapat digunakan sebagai alat ukur pertumbuhan yang lebih baik dalam mencerminkan kesejahteraan penduduk dalam skala daerah. Ketika Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) meningkat maka akan terjadi pertumbuhan ekonomi.

2.1.7 Teori Pertumbuhan Ekonomi

Terdapat beberapa teori mengenai pertumbuhan ekonomi, diantaranya: 1) Teori Simon Kuznet

Pertumbuhan ekonomi akan menjadi lebih bermakna apabila diiringi dengan peningkatan pemerataan pendapatan. Hipotesis Simon Kuznet menjelaskan hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan. Kuznet berpendapat bahwa hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan distribusi pendapatan adalah semakin tinggi koefisien gini akan semakin rendah distribusi pendapatan (Budiono, 2008:61). Menurut Kuznet pada tahap awal pendapatan per kapita terhadap kesenjangan distribusi pendapatan


(44)

33

cenderung meningkat (Arifin, 2008;61). Tahap berikutnya ditribusi pendapatan bertambah tinggi hingga pada tahap akhir kesenjangan distribusi pendapatan akan menurun. Dasar dari hipotesis Kusnetz adalah ketimpangan yang rendah yang terjadi dipedesaan dengan sektor yang mendominasi adalah pertanian dibandingkan dengan perkotaan yang didominasi oleh sektor jasa dan industri yang tingkat ketimpangan pendapatanya tinggi, terjadi transformasi ekonomi dari sektor pertanian ke sektor jasa (Todaro, 2009).

2) Teori Walt Whitman Rostow

Menurut Rostow proses pembangunan ekonomi dibedakan ke dalam lima tahapan (Arsyad, 2010) yaitu:

a) Masyarakat tradisional merupakan masyarakat yang fungsi produksinya terbatas yang ditandai oleh cara produksi yang relatif masih primitif yang didasarkan pada teknologi pra-Newton dan cara hidup masyarakat yang masih sangat dipengaruhi oleh nilai-nilai yang kurang rasional tetapi kebiasaan tersebut telah turun temurun. Menurut Rostow dalam suatu masyarakat tradisional, tingkat produktivitas per pekerja masih rendah. Oleh karena itu sebagian besar sumber daya manusia digunakan untuk sektor pertanian.

b) Tahap prasyarat tinggal landas didefinisikan sebagai suatu masa dimana masyarakat mempersiapkan dirinya untuk mencapai pertumbuhan atas kekuatan sendiri. Pada tahap ini dan sesudahnya pertumbuhan ekonomi akan terjadi secara otomatis.


(45)

34

c) Tahap tinggal landas, pada awal tahap ini terjadi perubahan yang drastis dalam masyarakat seperti revolusi politik, terciptanya kemajuan yang pesat dalam inovasi, atau berupa terbukanya pasar-pasar baru. Sebagai akibat dari perubahan-perubahan tersebut secara teratur akan tercipta inovasi-inovasi dan peningkatan investasi. Rostow mengambil kesimpulan bahwa untuk mancapai tahap tinggal landas tidak satu sektor ekonomi yang baku untuk semua negara yang bisa menciptakan pembangunan ekonomi.

d) Tahap menuju kedewasaan diartikan sebagai masa dimana masyarakat sudah secara efektif menggunakan teknologi modern pada hampir semua kegiatan produksi. Pada tahap ini sektor-sektor pimpinan baru muncul menggantikan sektor-sektor pimpinan lama yang akan mengalami kemunduran.

e) Tahap konsumsi tinggi, pada tahap ini perhatian masyarakat telah lebih menekankan pada masalah-masalah yang berkaitan dengan konsumsi dan kesejahteraan masyarakat bukan lagi kepada masalah produksi. 2.1.8 Jumlah Penduduk

Suatu wilayah dapat disebut negara apabila memenuhi empat unsur pembentuk negara, unsur ini yang akan mempengaruhi perkembangan negara yang bersangkutan. Unsur pembentuk suatu negara adalah Rakyat (Penduduk dan Bukan Penduduk), wilayah, area yang menjadi teritorial negara, pemerintah yang berdaulat dan adanya pengakuan dari negara lain. Dari keempat unsur tersebut, rakyat merupakan unsur pembentuk yang bersifat konstitutif atau mutlak. Sebab


(46)

35

keberadaan rakyat akan memberikan pengaruh terhadap suatu wilayah, pemerintah, dan berlanjut kepada pengakuan. Jika tidak ada rakyat maka suatu negara tidak akan bisa berjuang mendapatkan kemerdekaan dan tidak akan mendapatkan pengakuan dari negara lain. Rakyat yang meliputi dua golongan, yaitu pengertian jumlah penduduk menurut para ahli, penduduk merupakan masyarakat asli yang lahir dan tinggal di wilayah negara yang bersangkutan dan memiliki orangtua yang juga penduduk negara tersebut. Bukan Penduduk, merupakan orang yang menetap di wilayah suatu negara akan tetapi tidak menetap atau tinggal di negara tersebut. Bukan penduduk ini biasanya adalah para wisatawan mancanegara, duta besar yang merupakan perwakilan dari negara lain. Seseorang yang bukan penduduk bisa mendapatkan status warna Negara di negara kunjungannya dengan melakukan serangkaian prosedur untuk mendapatkan status kewarganegaraan.

2.1.9 Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Pertumbuhan Ekonomi Menurut Simon Kuznets dalam (Jhingan, 2004:57), pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi bagi penduduknya. Kenaikan kapasitas itu sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaian-penyesuaian teknologi, kelembagaan, dan ideologis terhadap berbagai tuntutan keadaan yang ada. Ditinjau dari sudut ekonomi, perkembangan ekonomi menimbulkan dua efek penting, yaitu kemakmuran atau taraf hidup masyarakat meningkat dan penciptaan kesempatan kerja baru karena semakin bertambahnya jumlah penduduk.


(47)

36

Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal yang cukup besar untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan juga sebaliknya jika tidak diimbangi dengan kualitas penduduknya. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan ketersediaan barang dan jasa serta kemampuan untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan penduduk tersebut sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi tercapai.

Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan (Musfidar, 2012). Kiguru (2013), pada penelitiannya yang dilakukan di Kenya bahwa pertumbuhan penduduk baik yang bekerja atau tidak, memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Dipihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro, 2000:204).

2.1.10 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Pertumbuhan Ekonomi Dana perimbangan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang dialokasikan pada pemerintah daerah untuk memacu pembangunan-pembangunan daerah sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tersebutpun meningkat.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sumiyarti dan Imamy (2005), tentang pengaruh dana perimbangan pusat daerah terhadap perekonomian Kota Depok, didapat hasil bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh secara signifikan dan


(48)

37

positif terhadap PDRB Kota Depok. Dengan hasil tersebut terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD Kota Depok adalah dana perimbangan.

Studi lain tentang pengaruh dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi juga dilakukan oleh Hidayat dan Sirojuzilam (2006), yang melakukan penelitian pada Kota Medan. Dari hasil yang didapat menyatakan bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Dilihat dari kontribusi masing-masing komponen penerimaan dalam total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan, terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD juga berasal dari dana perimbangan.

Dari penelitian-penelitian tersebut, memberi arti bahwa masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana perimbangan dari pemerintah pusat.

2.1.11 Hubungan antara Belanja Langsung dengan Pertumbuhan Ekonomi Wahyuni (2014), membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menujukkan adanya hubungan positif antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja langsung, mampu memberikan manfaat yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini sesuai dengan teori dari


(49)

38

Rostow dan Musgrave yang menyatakan bahwa peran pemerintah sangat penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya dalam mengelola pengeluaran. Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk dikelola dan dialokasikan dengan baik dalam pembangunan ekonomi, maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi (Mangkoesoebroto, 1993). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dipengaruhi oleh pengalokasian belanja modal melalui anggaran dana alokasi umum yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Alexiou, 2009;1). Pemerintah harus meningkatkan pengeluaran pada infrastruktur, sosial dan kegiatan ekonomi, selain itu, pemerintah harus mendorong dan mendukung inisiatif sektor swasta dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi (Egbetunde dan Fasanya, 2013).

2.1.12 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Belanja Langsung Implementasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat ditinjau dari alokasi realisasi alokasi dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Dana perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil) erat kaitannya dengan besarnya pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja langsung terlebih bagi daerah kabupaten/kota yang memiliki sumber pendapatan asli daerah yang rendah dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik. Fransisca Roossiana Kurniawati (2010), juga menyatakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia.


(50)

39

2.1.13 Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Belanja Langsung

Penduduk selain merupakan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi juga dapat dikatakan sebagai subjek dan objek pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan pemerintah perlu mengetahui perkembangan jumlah penduduknya, baik menurut angkatan kerja, menurut lapangan kerja, berdasarkan kelompok umur serta berdasarkan pendidikan, berdasarkan kabupaten/kota dan lainnya agar dapat dijadikan referensi dalam membuat suatu kebijakan untuk percanaan pembangunan, sehingga tujuan pembangunan untuk dapat mensejahterakan masyarakat dapat tercapai sesuai rencana. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah berkaitan dengan perencanaan pengeluaran pemerintah yang merupakan konsekuensi utama dari pembangunan itu sendiri.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Pengkajian atas hasil – hasil penelitian sebelumnya akan sangat membantu peneliti-peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. oleh karena itu di bagian berikut akan diterangkan beberapa hasil penelitian terdahulu, yaitu:

1) Hartyanto (2014), Berjudul “Studi Tentang Pertumbuhan Ekonomi, Belanja

Langsung Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Satuan Wilayah Pembangunan Gerbangkertosusila”. Penelitian ini mengungkap pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang paling signifikan dalam jangka panjang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) begitu juga dengan nilai pertumbuhan Belanja Langsung Pemerintah Daerah, sedangkan jumlah


(51)

40

penduduk dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Pendapatan ASli Daerah (PAD). Namun, secara umum semua variabel Baik Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Langsung, dan Jumlah Penduduk mempengaruhi nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2) Wibowo (2012), berjudul “Analisis Peranan Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2010”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh dari variabel independent terhadap variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi tahun 2001-2010. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder . Dalam penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil dari penelitian menunjukkan variabel independent yaitu pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak mempunyai hubungan dengan variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi. dengan tenaga kerja. Selain itu variabel independent berpengaruh positif dan signifikan. Kecuali pertumbuhan ekonomi yang mempunyai hubungan dengan tenaga kerja. Selain itu variabel independent berpengaruh positif dan signifikan kecuali variabel penanaman modal dalam negeri yang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

3) Arwati dan Hadiati (2013), meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di


(52)

41

Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya yang telah diuraikan, maka dapat diajukan rumusan hipotesis sebagai berikut.

1) Jumlah penduduk dan dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

2) Jumlah penduduk, dana perimbangan dan belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali


(1)

36

Jumlah penduduk yang besar dapat menjadi modal yang cukup besar untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi dan juga sebaliknya jika tidak diimbangi dengan kualitas penduduknya. Peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan ketersediaan barang dan jasa serta kemampuan untuk membeli barang dan jasa yang dibutuhkan penduduk tersebut sehingga peningkatan pertumbuhan ekonomi tercapai.

Penduduk disatu pihak dapat menjadi pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan (Musfidar, 2012). Kiguru (2013), pada penelitiannya yang dilakukan di Kenya bahwa pertumbuhan penduduk baik yang bekerja atau tidak, memiliki hubungan yang positif dengan pertumbuhan ekonomi. Dipihak lain pengetahuan tentang struktur penduduk dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu akan sangat bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak penduduk yang dapat memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro, 2000:204).

2.1.10 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Pertumbuhan Ekonomi Dana perimbangan sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, merupakan bantuan dari pemerintah pusat yang dialokasikan pada pemerintah daerah untuk memacu pembangunan-pembangunan daerah sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tersebutpun meningkat.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Sumiyarti dan Imamy (2005), tentang pengaruh dana perimbangan pusat daerah terhadap perekonomian Kota Depok, didapat hasil bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh secara signifikan dan


(2)

37

positif terhadap PDRB Kota Depok. Dengan hasil tersebut terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD Kota Depok adalah dana perimbangan.

Studi lain tentang pengaruh dana perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi juga dilakukan oleh Hidayat dan Sirojuzilam (2006), yang melakukan penelitian pada Kota Medan. Dari hasil yang didapat menyatakan bahwa variabel dana perimbangan berpengaruh signifikan dan positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Kota Medan. Dilihat dari kontribusi masing-masing komponen penerimaan dalam total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Medan, terlihat bahwa penyumbang terbesar dalam penerimaan APBD juga berasal dari dana perimbangan.

Dari penelitian-penelitian tersebut, memberi arti bahwa masih tingginya ketergantungan pemerintah daerah terhadap pasokan dana perimbangan dari pemerintah pusat.

2.1.11 Hubungan antara Belanja Langsung dengan Pertumbuhan Ekonomi Wahyuni (2014), membuktikan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Hal ini menujukkan adanya hubungan positif antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi, sehingga kenaikan pengeluaran pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan penelitian tersebut dapat diketahui bahwa pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja langsung, mampu memberikan manfaat yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Pernyataan ini sesuai dengan teori dari


(3)

38

Rostow dan Musgrave yang menyatakan bahwa peran pemerintah sangat penting dalam pembangunan ekonomi, khususnya dalam mengelola pengeluaran. Dengan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk dikelola dan dialokasikan dengan baik dalam pembangunan ekonomi, maka akan berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi (Mangkoesoebroto, 1993). Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat dipengaruhi oleh pengalokasian belanja modal melalui anggaran dana alokasi umum yang dilakukan oleh pemerintah daerah (Alexiou, 2009;1). Pemerintah harus meningkatkan pengeluaran pada infrastruktur, sosial dan kegiatan ekonomi, selain itu, pemerintah harus mendorong dan mendukung inisiatif sektor swasta dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi (Egbetunde dan Fasanya, 2013).

2.1.12 Hubungan antara Dana Perimbangan dengan Belanja Langsung Implementasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat ditinjau dari alokasi realisasi alokasi dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Dana perimbangan (Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil) erat kaitannya dengan besarnya pengeluaran pemerintah dalam hal ini belanja langsung terlebih bagi daerah kabupaten/kota yang memiliki sumber pendapatan asli daerah yang rendah dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik. Fransisca Roossiana Kurniawati (2010), juga menyatakan Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia.


(4)

39

2.1.13 Hubungan antara Jumlah Penduduk dengan Belanja Langsung

Penduduk selain merupakan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi juga dapat dikatakan sebagai subjek dan objek pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan pemerintah perlu mengetahui perkembangan jumlah penduduknya, baik menurut angkatan kerja, menurut lapangan kerja, berdasarkan kelompok umur serta berdasarkan pendidikan, berdasarkan kabupaten/kota dan lainnya agar dapat dijadikan referensi dalam membuat suatu kebijakan untuk percanaan pembangunan, sehingga tujuan pembangunan untuk dapat mensejahterakan masyarakat dapat tercapai sesuai rencana. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah berkaitan dengan perencanaan pengeluaran pemerintah yang merupakan konsekuensi utama dari pembangunan itu sendiri.

2.2 Hasil Penelitian Sebelumnya

Pengkajian atas hasil – hasil penelitian sebelumnya akan sangat membantu peneliti-peneliti lainnya dalam menelaah masalah yang akan dibahas dengan berbagai pendekatan spesifik. oleh karena itu di bagian berikut akan diterangkan beberapa hasil penelitian terdahulu, yaitu:

1) Hartyanto (2014), Berjudul “Studi Tentang Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Langsung Pemerintah Daerah dan Jumlah Penduduk Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pada Satuan Wilayah Pembangunan Gerbangkertosusila”. Penelitian ini mengungkap pertumbuhan ekonomi memiliki pengaruh yang paling signifikan dalam jangka panjang mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah (PAD) begitu juga dengan nilai pertumbuhan Belanja Langsung Pemerintah Daerah, sedangkan jumlah


(5)

40

penduduk dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap Pendapatan ASli Daerah (PAD). Namun, secara umum semua variabel Baik Pertumbuhan Ekonomi, Belanja Langsung, dan Jumlah Penduduk mempengaruhi nilai Pendapatan Asli Daerah (PAD).

2) Wibowo (2012), berjudul “Analisis Peranan Pengeluaran Pemerintah, Tenaga Kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 2001-2010”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan dan pengaruh dari variabel independent terhadap variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi tahun 2001-2010. Data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data sekunder . Dalam penelitian ini menggunakan metode OLS (Ordinary Least Square). Hasil dari penelitian menunjukkan variabel independent yaitu pengeluaran pemerintah, tenaga kerja dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tidak mempunyai hubungan dengan variabel dependent yaitu pertumbuhan ekonomi. dengan tenaga kerja. Selain itu variabel independent berpengaruh positif dan signifikan. Kecuali pertumbuhan ekonomi yang mempunyai hubungan dengan tenaga kerja. Selain itu variabel independent berpengaruh positif dan signifikan kecuali variabel penanaman modal dalam negeri yang berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi

3) Arwati dan Hadiati (2013), meneliti pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum Terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di


(6)

41

Provinsi Jawa Barat. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial Pendapatan Asli Daerah yang berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dan Dana Alokasi Umum tidak berpengaruh signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal. Secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah dan Dana Alokasi Umum berpengaruh terhadap pengalokasian anggaran belanja modal.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan landasan teori dan penelitian sebelumnya yang telah diuraikan, maka dapat diajukan rumusan hipotesis sebagai berikut.

1) Jumlah penduduk dan dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali

2) Jumlah penduduk, dana perimbangan dan belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali