Penerapan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita kantor wilayah Yogyakarta analisis kesesuaian proses penyusunan, konsep, dan implementasi

(1)

PENERAPAN BALANCED SCORECARD PADA YAYASAN TARAKANITA KANTOR WILAYAH YOGYAKARTA: ANALISIS

KESESUAIAN PROSES PENYUSUNAN, KONSEP, DAN IMPLEMENTASI

TESIS

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh

Aleksandrea Tri Amboro

152222105

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA


(2)

PENERAPAN BALANCED SCORECARD PADA YAYASAN TARAKANITA KANTOR WILAYAH YOGYAKARTA: ANALISIS

KESESUAIAN PROSES PENYUSUNAN, KONSEP, DAN IMPLEMENTASI

TESIS

UNTUK MEMENUHI SEBAGIAN PERSYARATAN MENCAPAI DERAJAT SARJANA S-2

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

Diajukan oleh

Aleksandrea Tri Amboro

152222105

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

2017


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

KATA PENGANTAR

“Jika pikiran saya bisa membayangkannya, hati saya bisa meyakininya,

saya tahu saya akan mampu mengapainya.” (Jesse Jackson). Puji syukur dan terima kasih ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis tesis ini bertujuan untuk memperoleh gelar sarjana S-2 pada Program Studi Magister Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selesainya tesis ini juga tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M. Sc., Ph. D., selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian pada penulis.

2. Albertus Yudi Yuniarto, S.E., M.B.A., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian pada penulis.

3. T. Handono Eko Prabowo, MBA, Ph.D, selaku Ketua Program Studi

Magister Manajemen yang telah memfasilitasi keseluruhan proses studi penulis.

4. Dr. Fr. Ninik Yudianti, M. Acc., QIA, selaku dosen pembimbing yang bersedia membimbing dan meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan dan saran selama penulisan tesis.


(8)

5. Dr. Yoseph Yapi Taum, M. Hum, selaku dosen pembimbing yang bersedia membimbing dan meluangkan waktu dalam memberikan pengarahan dan saran selama penulisan tesis.

6. Drs. A. Triwanggono, MS, yang telah memberikan masukkan dan saran

terhadap tesis penulis sehingga semakin mendalam dan bermakna.

7. Dr. Titus Odong Kusumajati, MA, selaku ketua tim penguji yang telah memfasilitasi jalannya ujian dan memberikan masukan terhadap perbaikan tesis.

8. Dr. Lukas Purwoto, M. Si, selaku penguji ahli yang telah memberikan saran dan masukkan guna perbaikan tesis.

9. Suster Yesina Y Sumarni, CB; M. Pd., selaku Kepala Kantor Yayasan

Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan studi dan memfasilitasi selama penelitian berlangsung.

10. Para Pejabat Struktural Yayasan Tarakanita di unit Kantor Pusat, Kantor

Wilayah Yogyakarta, SMP Stella Duce 1 Yogyakarta, dan SMA Stella Duce 2 Yogyakarta yang telah berkenan meluangkan waktu untuk berdiskusi dan menjadi partisipan penelitian.

11. Para dosen, staf sekretariat, dan teman-teman mahasiswa Magister

Manajemen khususnya angkatan IV yang telah memberikan bimbingan, ruang diskusi, dan kelancaran dalam seluruh proses studi.

12. Istriku tercinta Sani Nuryani serta kedua malaikat kecilku Embun

Kinanthi Alsa Maheswari dan Lintang Alsa Tyas Laksita yang telah memberikan dukungan doa dan semangat untuk selesainya tesis ini.


(9)

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... iv

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... v

HALAMAN KATA PENGANTAR ... vi

HALAMAN DAFTAR ISI ... ix

HALAMAN DAFTAR TABEL ... xi

HALAMAN DAFTAR GAMBAR ... xiii

HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

ABSTRAK ... xv

ABSTRACT ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II LANDASAN TEORI A. Balanced Scorecard Dalam Manajemen Strategis Lembaga Pendidikan ... 13

B. Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan ... 16

C. Konsep Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan... 23

D. Kunci Keberhasilan dalam Implementasi Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan ... 37

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 44

D. Teknik Pengumpulan Data ... 44

E. Triangulasi ... 47

F. Variabel Penelitian ... 48

G. Pengukuran Variabel Penelitian ... 48

H. Teknik Analisis Data ... 52


(11)

BAB IV TINJAUAN UMUM TERHADAP OBJEK PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah

Yogyakarta ... 57

B. Bagan Fungsi Organisasi Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 61

C. Keyakinan Dasar, Nilai-Nilai Inti, Visi, dan Misi ... 61

D. Sumber Daya Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 65

E. Penerapan Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 69

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 76

C. Konsep Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 85

D. Implementasi Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 114

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan ... 130

B. Rekomendasi Penelitian ... 131

C. Keterbatasan Penelitian dan Saran ... 134

DAFTAR PUSTAKA ... 135

DAFTAR LAMPIRAN ... 139


(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1. Rata-Rata Nilai Ujian Nasional Sekolah di Bawah

Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 4

Tabel 1.2. Perkembangan Jumlah Peserta Didik Pada Sekolah Di Bawah Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 5

Tabel 1.3. Persentase Peserta Didik Mendapat Nilai A Pada Pendidikan Karakter Tarakanita (PKT) Pada Sekolah di Bawah Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 5

Tabel 3.1. Pengukuran Proses Penyusunan Balanced Scorecard ... 48

Tabel 3.2. Pengukuran Konsep Balanced Scorecard ... 49

Tabel 3.3. Pengukuran Implementasi Balanced Scorecard ... 51

Tabel 3.4. Analisis Kesesuaian antara Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dan Pada Sektor Pendidikan ... 52

Tabel 3.5. Analisis Kesesuaian antara Konsep Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dan Pada Sektor Pendidikan ... 54

Tabel 3.6. Analisis Kesesuaian antara Implementasi Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dan Pada Sektor Pendidikan ... 55

Tabel 4.1. Karyawan Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta Menurut Status Kekaryawanan ... 65

Tabel 4.2. Data Jumlah Karyawan tetap berdasarkan usia ... 66

Tabel 4.3. Data Jumlah Karyawan tetap berdasar Ijazah ... 66

Tabel 4.4. Data Peserta Didik Menurut Jenis Kelamin, Agama, Kewarganegaraan, dan Pekerjaan Orang Tua ... 67

Tabel 4.5. Organizational Balanced Scorecard Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta... 72

Tabel 5.1. Tahapan Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan ... 77

Tabel 5.2. Analisis Kesesuaian antara Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan ... 78

Tabel 5.3. Konsep Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan ... 86

Tabel 5.4. Analisis Kesesuaian antara Konsep Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan Konsep Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan ... 87


(13)

Tabel 5.5. Rekomendasi Konsep Balanced Scorecard Yayasan

Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta ... 99

Tabel 5.6. Kunci Sukses Implementasi Balanced Scorecard

Pada Sektor Pendidikan ... 115

Tabel 5.7. Analisis Kesesuaian antara Implementasi Balanced

Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan Kunci Sukses Implementasi

Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan ... 116


(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Strategy Map Balanced Scorecard

Yayasan Tarakanita ... 4

Gambar 2.1. Flowchart Proses Penyusunan Balanced Scorecard

di AEX School District, Portugis ... 18

Gambar 2.2. Balanced Scorecard Diintergrasikan dengan

Manajemen Strategis ... 23 Gambar 2.3. Diagram Analisis SWOT ... 32 Gambar 2.4. Diagram Matrik TOWS ... 33 Gambar 4.1. Bagan Fungsi Organisasi Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta ... 61 Gambar 4.2. Strategy Map Yayasan Tarakanita ... 69


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Rangkuman Wawancara Tentang Proses

Penyusunan Balanced Scorecard Pada

Yayasan Tarakanita ... 139 Lampiran 2. Rangkuman Telaah Dokumen Terhadap Konsep

Balanced Scorecard Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta ... 144

Lampiran 3. Rangkuman Wawancara Tentang Konsep Balanced

Scorecard Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah

Yogyakarta ... 155 Lampiran 4. Matrik Hubungan Sebab Akibat Antara Tujuan

Strategis dan Indikator Kinerja Utama ... 158 Lampiran 5. Penjelasan Untuk Proses Perumusan Strategi ... 162 Lampiran 6. Rangkuman Wawancara Tentang Implementasi

Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta ... 172 Lampiran 7. Kuesioner Proses Perumusan Strategi ... 183


(16)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui sejauhmana kesesuaian antara proses penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan proses penyusunan balanced scorecard pada sektor

pendidikan, (2) mengetahui sejauhmana kesesuaian antara konsep balanced

scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan konsep

balanced scorecard pada sektor pendidikan, dan (3) mengetahui sejauhmana

kesesuaian antara implementasi balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta dengan implementasi balanced scorecard pada

sektor pendidikan.

Penelitian ini berupa penelitian evaluatif dan dilaksanakan pada bulan Januari-Februari 2017. Data dikumpulkan dengan teknik dokumentasi, wawancara, dan telaah dokumen. Wawancara ditujukan untuk tim perumus

balanced scorecard di tingkat kantor pusat (konsolidasi), empat orang pejabat struktural tingkat kantor wilayah, dan depalan orang pejabat struktural tingkat unit

sekolah. Dokumen yang ditelaah berupa dokumen balanced scorecard, rencana

strategis, dan program kerja. Teknik analisis data menggunakan analisis isi/ konten. Teknik triangulasi menggunakan triangulasi sumber dan metode.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) proses penyusunan balanced

scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta menunjukkan angka kesesuaian 100% terhadap proses penyusunan balanced scorecard pada sektor pendidikan menurut kajian literatur, (2) konsep balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta menunjukkan angka kesesuaian

75% terhadap konsep balanced scorecard pada sektor pendidikan. Indikator

kinerja utama atau tolok ukur kinerja menjadi konsep yang paling tidak sesuai,

dan (3) implementasi balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor

Wilayah Yogyakarta menunjukkan angka kesesuaian 67% terhadap implementasi

balanced scorecard pada sektor pendidikan. Penentuan sistem pilot project, pemahaman dan komitmen pejabat struktural menjadi faktor yang paling tidak sesuai.

Kata Kunci: Balanced Scorecard, Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta, Analisis Kesesuaian, Balanced Scorecard Sektor Pendidikan


(17)

ABSTRACT

This study aims to (1) figure out the extent of suitability between the process of developing balanced scorecard in Yayasan Tarakanita Yogyakarta Regional Office and the process of developing balanced scorecard in education sector, (2) figure out the extent of suitability between the concept of balanced scorecard in Yayasan Tarakanita Yogyakarta Regional Office and the concept of balanced scorecard in education sector, and (3) figure out the extent of suitability between the implementation of balanced scorecard in Yayasan Tarakanita Yogyakarta Regional Office and the implementation of balanced scorecard in education sector.

This research is an evaluative research and was conducted in January-February 2017. The data was collected through documentation, interviews, and document review. The interviews were addressed to the balanced scorecard formulation team at the head office level (consolidated), four structural officers at regional office level, and eight structural officers at schools. Documents being reviewed are balanced scorecard, strategic plans, and work program documents.Content analysis was implemented in analyzing the data. Source and method triangulations were applied.

The result of the research shows that (1) the process of developing balanced scorecard in Yayasan Tarakanita Yogyakarta Regional Office is exactly the same (100%) with the process of developing balanced scorecard in education sector according to literature review, (2) the concept of balanced scorecard in Yayasan Tarakanita Yogyakarta Regional Office is 75% similar to the concept of balanced scorecard in education sector. The primary performance indicators or performance benchmarks are the most unsuitable concept, and (3) the implementation of balanced scorecard in Yayasan Tarakanita Yogyakarta Regional Office is 67% similar to the implementation of balanced scorecard in education sector. Pilot project system determination, the comprehension and commitment of structural officers became the most unsuitable factors.

Keywords: Balanced Scorecard, Yayasan Tarakanita Yogyakarta Regional Office, Suitability Analysis, Balanced Scorecard in Education Sector.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Balanced scorecard telah menjawab permasalahan manajemen pendidikan di berbagai negara seperti Jerman (Hladchenko, 2015), Portugal (Manuela, 2012), Australia (Chavan, 2009), dan India (Umashankar, 2007). Dalam berbagai studi kasus, balanced scorecard telah memberikan manfaat terhadap perkembangan manajemen pendidikan, seperti: menjadi sarana komunikasi strategi organisasi, memberikan pemahaman bersama tentang tujuan dan sasaran, memungkinkan keterlibatan lebih besar dari personil dalam organisasi, mengintegrasikan perencanaan strategis, pelaksanaan, dan pemantauan keberhasilan inisiatif strategis, dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kekuatan dan kelemahan dari organisasi (Mc Deviit, 2008; Tapianos, 2005; Umashankar, Duta, 2007; dan Philbin, 2011).

Sejarah perkembangan balanced scorecard dimulai pada tahun 1990

saat Robert S. Kaplan dan David P. Norton melakukan studi mengenai pengukuran kinerja pada perusahaan swasta. Dua tahun kemudian, pada tahun

1992, mereka mempublikasikan tulisan yang berjudul “The Balanced Scorecard: Measures that Drive Performance” di majalah Harvad Business Review. Ide utama dari metode balanced scorecard pada saat itu adalah

pengukuran kinerja bisnis melalui empat perspektif. Metode balanced

scorecard tersebut terus berkembang hingga saat ini, baik dari segi muatan


(19)

maupun penggunaannya. Metode balanced scorecard kini tidak hanya sekedar sebagai alat pengukuran kinerja bisnis tetapi juga sebagai alat manajemen strategis. Selain itu, kini balanced scorecard juga sudah banyak digunakan oleh organisasi-organisasi non bisnis.

Dalam literatur pendidikan, kemunculan konsep manajemen strategis menghadapi jalan yang tidak mudah (Fidler, 2002). Di satu sisi, kritikus (Birnbaum, 2000 dan Kelly, 2005) berpendapat bahwa lembaga pendidikan harus peduli dengan isu-isu pengajaran dan belajar daripada model manajemen yang diimpor dari sektor bisnis. Di sisi lain, penulis (Davies, 2004, Rowley dan Sherman, 2001) menganggap bahwa meskipun manajemen belajar mengajar sangat penting, manajemen strategis adalah apa yang memungkinkan konvergensi tindakan dalam organisasi pendidikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan bersama. Meyer (2002) dan Eacott (2008) mencatat bahwa literatur di bidang pendidikan telah mengalami pergeseran paradigma yang berkembang dalam mendukung manajemen strategis. Meskipun demikian, menurut Keller, 1997 dan Estevao, 1998 (dalam Manuela, 2012), dalam konsep sektor bisnis di pendidikan, manajemen strategis harus memperhitungkan kekhususan dari lembaga pendidikan, karena mereka adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan dan nilai-nilai yang beragam.

Dalam konteks dan situasi Indonesia, balanced scorecard telah digunakan pada dunia bisnis dan terbukti berkontribusi terhadap kinerja karyawan (Wedhasmara, 2010), kinerja manajemen (Kasnawati, 2010),


(20)

peningkatan kinerja perusahaan (Junaidi, 2002), dan perilaku kerja manajer (Khummairah, 2015). Meskipun demikian, dunia pendidikan di Indonesia belum familiar dengan balanced scorecard sehingga belum banyak sekolah maupun lembaga pendidikan yang menerapkannya. Dally (2010) dan Wijaya

(2014) menyebutkan bahwa metode balanced scorecard dapat diintegrasikan

ke dalam implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang lazim diterapkan pada banyak sekolah di Indonesia. Dengan demikian, balanced scorecard sangat mungkin untuk diterapkan pada sekolah maupun lembaga

pendidikan di Indonesia. Implementasi balanced scorecard pada dunia

pendidikan di Indonesia diharapkan dapat memperbaiki manajemen pendidikan yang disebut-sebut sebagai salah satu penyebab rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.

Yayasan Tarakanita merupakan lembaga pendidikan yang secara operasional memiliki 58 sekolah dari jenjang TK sampai dengan SMA/SMK yang tersebar di tujuh wilayah di Indonesia. Pada rencana strategis lima tahun

(2013-2018), Yayasan Tarakanita menerapkan balanced scorecard sebagai

alat manajemen strategis baik di tingkat Kantor Pusat, Kantor Wilayah, dan Unit Sekolah. Dalam strategy map balanced scorecard Yayasan Tarakanita

yang berlaku secara nasional (gambar 1.1), dipaparkan bahwa outcome yang

ingin dicapai dari penerapan balanced scorecard tersebut adalah peserta didik yang unggul akademik dan berkarakter Tarakanita, serta unit sekolah yang mempunyai jumlah peserta didik maksimal.


(21)

Gambar 1.1. Strategy Map Balanced Scorecard Yayasan Tarakanita

Pencapaian outcome Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah

Yogyakarta sejak menerapkan balanced scorecard tergambar pada ukuran

dalam tabel sebagai berikut.

Tabel 1.1. Rata-Rata Nilai Ujian Nasional Sekolah di Bawah Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta

No Unit Rata – Rata Nilai Ujian Nasional

Th. 2013 Th. 2014 Th. 2015 Th. 2016

1 SD Tarakanita Bumijo 80,3 83,8 80,2 81,8

2 SD Tarakanita Ngembesan 74,5 78,4 77,5 74,4

3 SMP Stella Duce 1 81,6 84,6 83,8 80,24

4 SMP Stella Duce 2 65,3 67,7 67,9 64,78

5 SMA Stella Duce 1 80,1 79,8 72,2 67,8

6 SMA Stella Duce 2 73,0 72,8 62,6 60,2


(22)

Tabel 1.2. Perkembangan Jumlah Peserta Didik Pada Sekolah di Bawah Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta

No Unit Perkembangan Jumlah Peserta Didik

Th. 2013 Th. 2014 Th. 2015 Th. 2016

1 TK Tarakanita Bumijo 161 144 168 182

2 SD Tarakanita Bumijo 926 861 803 769

3 SD Tarakanita Ngembesan 96 106 111 111

4 SMP Stella Duce 1 685 665 629 623

5 SMP Stella Duce 2 456 447 415 423

6 SMA Stella Duce 1 809 789 802 804

7 SMA Stella Duce 2 416 462 474 477

8 SMA Stella Duce Bantul 137 151 163 142

Tabel 1.3. Persentase Peserta Didik Mendapat Nilai A Pada Pendidikan Karakter Tarakanita (PKT) Pada Sekolah di Bawah Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta

No Unit Persentase Peserta Didik

Th. 2013 Th. 2014 Th. 2015 Th. 2016

1 TK Tarakanita Bumijo 1% 4% 16% 33%

2 SD Tarakanita Bumijo 36% 40% 39% 55%

3 SD Tarakanita Ngembesan 28% 3% 6% 34%

4 SMP Stella Duce 1 8% 11% 14% 40%

5 SMP Stella Duce 2 17% 9% 11% 31%

6 SMA Stella Duce 1 23% 18% 60% 93%

7 SMA Stella Duce 2 7% 4% 10% 39%

8 SMA Stella Duce Bantul 53% 23% 31% 40%

Berdasarkan ketiga tabel di atas, terlihat bahwa pencapaian dua

outcome, yaitu peserta didik yang unggul akademik dan unit sekolah dengan jumlah peserta didik maksimal masih rendah. Hal ini tampak pada rata-rata nilai Ujian Nasional (UN) dan jumlah peserta didik yang cenderung turun untuk sebagian besar unit sekolah dari tahun ke tahun. Untuk outcome

peserta didik yang berkarakter Tarakanita, pencapaiannya cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Namun demikian, validitas hasil untuk


(23)

guru intern dengan kemungkinan subjektifitas tinggi dalam kegamangan mengukur karakter dari peserta didik dan kemungkinan memberikan nilai tinggi sebagai upaya mencapai target yang telah ditetapkan. Sedangkan dua

outcome yang lain memiliki tingkat validitas yang lebih tinggi karena

assesment dilakukan dari pihak eksternal.

Kondisi tersebut di atas menggambarkan bahwa penerapan balanced

scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta belum

mencapai outcome yang disasar. Pengalaman kesuksesan penerapan balanced

scorecard pada dunia pendidikan di berbagai negara dan dunia industri di

Indonesia belum nampak pada penerapan balanced scorecard di Yayasan

Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Pengamatan awal peneliti menyimpulkan bahwa selama ini belum pernah dilakukan evaluasi secara

ilmiah terhadap penerapan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta.

Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud melakukan evaluasi

terhadap penerapan balanced scorecard di Yayasan Tarakanita Kantor

Wilayah Yogyakarta. Balanced scorecard merupakan sebuah metode baru

yang diterapkan oleh Yayasan Tarakanita termasuk Kantor Wilayah Yogyakarta. Oleh karena itu, menurut peneliti proses evaluasi hendaknya melalui pentahapan sebagai berikut. (1) melakukan evaluasi terhadap

treatment penerapan balanced scorecard, (2) melakukan evaluasi terhadap

kualitas penerapan balanced scorecard, dan (3) melakukan evaluasi terhadap


(24)

Penelitian ini merupakan pentahapan paling awal, yaitu untuk

melakukan evaluasi terhadap treatment penerapan balanced scorecard di

Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Peneliti berasumsi terdapat

diviasi/ gap antara penerapan balanced scorecard di Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta dengan penerapan balanced scorecard yang

semestinya dilakukan pada lembaga pendidikan menurut kajian literatur. Oleh karena itu, peneliti akan melakukan analisis kesesuaian antara penerapan

balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta

dengan penerapan balanced scorecard pada sektor pendidikan. Penerapan

yang dimaksud meliputi proses penyusunan, konsep, dan implementasi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut.

1. Sejauhmana kesesuaian antara proses penyusunan balanced scorecard

pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan proses

penyusunan balanced scorecard pada sektor pendidikan?

2. Sejauhmana kesesuaian antara konsep balanced scorecard pada Yayasan

Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan konsep balanced

scorecard pada sektor pendidikan?

3. Sejauhmana kesesuaian antara implementasi balanced scorecard pada

Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan implementasi


(25)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Melakukan analisis kesesuaian antara proses penyusunan balanced

scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan

proses penyusunan balanced scorecard pada sektor pendidikan.

2. Melakukan analisis kesesuaian antara konsep balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan konsep

balanced scorecard pada sektor pendidikan.

3. Melakukan analisis kesesuaian antara implementasi balanced scorecard

pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dengan kunci

sukses implementasi balanced scorecard pada sektor pendidikan.

D. Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian

1. Proses penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor

Wilayah Yogyakarta dilakukan oleh tim dari Kantor Pusat Yayasan Tarakanita. Dengan demikian, unit analisis untuk pertanyaan penelitian ini adalah Kantor Pusat Yayasan Tarakanita.

2. Konsep balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah

Yogyakarta, meliputi: Visi, Misi, Analisis SWOT, Perspektif, Tujuan Strategis, Peta Strategi, dan Indikator Kinerja Utama. Unit analisis untuk pertanyaan penelitian ini adalah Kantor Pusat Yayasan Tarakanita dan Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta.


(26)

3. Implementasi balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta meliputi implementasi pada Kantor Wilayah dan Unit Sekolah. Unit analisis untuk pertanyaan penelitian ini meliputi Unit Kantor Wilayah Yogyakarta serta Unit Sekolah SMP Stella Duce 1 dan SMA Stella Duce 2 dengan mempertimbangkan.

a. Kedua sekolah tersebut memiliki kecenderungan yang menarik untuk

diteliti. Pada outcome unit sekolah dengan jumlah peserta didik maksimal, SMP Stella Duce 1 memiliki kecenderungan pada awal penerapan rencana strategis terpenuhi namun semakin tahun semakin menurun. Sebaliknya SMA Stella Duce 2, pada awalnya jumlah peserta didik tidak terpenuhi namun ada kecenderungan meningkat untuk mendekati daya tampung ideal.

b. Terdapat perbedaan latar belakang akademis, ekonomi, dan sosial

budaya peserta didik dari kedua sekolah tersebut. SMP Stella Duce 1 memiliki input peserta didik dengan akademis relatif tinggi, tingkat ekonomi orang tua tinggi, dan budaya yang relatif homogen. SMA Stella Duce 2 memiliki input peserta didik dengan akademis sedang, tingkat ekonomi orang tua menengah, dan budaya yang relatif heterogen dari berbagai daerah di Indonesia.

c. Pejabat struktural di kedua sekolah tersebut sudah memiliki

pengalaman menjabat sebagai pejabat struktural di beberapa posisi di sekolah tersebut.


(27)

d. Keterbatasan peneliti yang tidak memungkinkan untuk melakukan penelitian di seluruh unit sekolah.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini dapat digunakan untuk memperkaya dan memperkuat

konsep teori balanced scorecard pada lembaga pendidikan.

b. Penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan lebih lanjut

dalam penelitian tentang implementasi balanced scorecard pada

lembaga non bisnis lainnya.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Kantor Pusat Yayasan Tarakanita, penelitian ini dapat.

1). Memberikan masukan terhadap proses penyusunan balanced

scorecard yang telah dilaksanakan.

2). Memberikan gambaran tentang konsep dan implementasi

balanced scorecard di tingkat Kantor Wilayah dan unit sekolah. b. Bagi Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta, penelitian ini

dapat memberikan evaluasi tentang konsep dan implementasi

balanced scorecard sehingga dapat menjadi bahan masukan untuk upaya perbaikan.

c. Bagi unit sekolah, penelitian ini dapat digunakan untuk mendalami

konsep dan implementasi balanced scorecard terutama untuk


(28)

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan tesis ini diuraikan dalam 6 (enam) bab dan masing-masing bab akan dirinci menjadi subbab menurut keperluan penguraiannya. Secara garis besar, sistematika penulisan pada masing-masing bab adalah sebagai berikut.

Bab I. Pendahuluan

Pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

Bab II. Landasan Teori/ Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan penjelasan atas teori-teori pendukung berkaitan dengan penelitian dan digunakan sebagai dasar dalam melakukan pembahasan.

Bab III. Metode Penelitian

Bab ini menjelaskan cara yang akan digunakan untuk melakukan penelitian, meliputi jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, subjek dan objek penelitian, data dan teknik pengumpulan data, variabel penelitian, pengukuran variabel, dan teknis analisis data. Bab IV. Tinjauan Umum Terhadap Objek Penelitian

Bab ini akan membahas gambaran umum dari lembaga, pembahasan dari profil lembaga, visi lembaga, misi lembaga, strategi lembaga, dan struktur organisasi dari lembaga.


(29)

Bab V. Analisis Data dan Pembahasan

Bab ini menjelaskan deskripsi data yang diperoleh, analisis data dan hasil penelitian, serta interpretasi. Analisis dan pembahasan didasarkan pada teori yang telah dikemukakan.

Bab VI. Penutup

Bab ini merupakan bagian akhir penelitian yang mengemukakan kesimpulan dari hasil analisis, keterbatasan penelitian, serta saran dari penulis.


(30)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Balanced Scorecard dalam Manajemen Strategis Lembaga Pendidikan

Manajemen strategis dapat didefinisikan sebagai seni dan pengetahuan dalam merumuskan, mengimplementasikan, serta mengevaluasi keputusan-keputusan lintas fungsional yang memampukan sebuah organisasi untuk mencapai tujuannya (David, 2015). Dari definisi tersebut tersirat bahwa manajemen strategis berfokus pada usaha untuk mengintegrasikan seluruh pilar manajemen (operasi, sumber daya manusia, pemasaran, keuangan, penelitian dan pengembangan, serta sistem informasi komputer) untuk mencapai keberhasilan organisasional.

Kemunculan konsep manajemen strategis dalam bidang pendidikan terjadi sekitar tahun 1980an (Fidler, 2002) serta menuai pro dan kontra. Di satu sisi, lembaga pendidikan dianggap lebih harus peduli dengan isu-isu pengajaran dan belajar daripada model manajemen yang diimpor dari sektor bisnis (Birnbaum, 2000 dan Kelly, 2005). Di sisi lain, (Davies, 2004, Rowley dan Sherman, 2001) berpendapat bahwa meskipun manajemen belajar mengajar sangat penting, manajemen strategis adalah apa yang memungkinkan konvergensi tindakan dalam organisasi pendidikan dengan tujuan untuk mencapai tujuan bersama. Meyer (2002) dan Eacott (2008) mencatat bahwa literatur di bidang pendidikan telah mengalami pergeseran paradigma yang berkembang dalam mendukung manajemen strategis.


(31)

Meskipun demikian, menurut Keller, 1997 dan Estevao, 1998 (dalam Manuela, 2012), dalam konsep sektor bisnis di pendidikan, manajemen strategis harus memperhitungkan kekhususan dari lembaga pendidikan, karena mereka adalah organisasi yang berhubungan dengan kepentingan dan nilai-nilai yang beragam.

Balanced scorecard merupakan sistem manajemen strategis yang menerjemahkan visi/misi lembaga pendidikan dan strategi ke dalam pengukuran kinerja yang komprehensif serta menyediakan kerangka kerja untuk mengukur strategi dalam sistem manajemen (Kaplan, 1996). Penerapan

Balanced scorecard dalam proses manajemen strategis memiliki tujuan.

1. Untuk memperjelas dan menerjemahkan visi dan strategi.

2. Untuk mengkomunikasikan dan menghubungkan antara tujuan dan

ukuran strategis.

3. Untuk merencanakan, menetapkan target, dan menyelaraskan berbagai

inisiatif strategis.

4. Untuk meningkatkan umpan balik dan pembelajaran strategis (Kaplan,

1996).

Dalam mengembangkan strategi, Balanced scorecard membedakan

empat perspektif yang sentral dan penting dalam hubungan sebab akibat.

1. Perspektif keuangan, membahas apa yang harus dilakukan oleh

organisasi dari sudut pandang keuangan sehingga mencapai visi strategi. Dalam konteks perusahaan, tujuan keuangan biasanya berhubungan dengan profitabilitas yang diukur dengan laba operasi, return on capital


(32)

employed (ROCE), nilai tambah ekonomis (ecnomic value added), pertumbuhan penjualan, atau terciptanya arus kas. Dalam konteks organisasi pendidikan, perspektif finansial dimaknai bagaimana menggunakan dana secara efektif dan efisien guna memaksimalkan

pelayanan terhadap customer dan menjaga keberlangsungan lembaga.

2. Perspektif pelanggan, membahas apa yang harus disediakan oleh

organisasi untuk pelanggan agar mencapai kesuksesan finansial. Proposisi nilai pelanggan merupakan sebuah fungsi dari tiga variabel (Kaplan dan Norton, 1996), yaitu: atribut produk/jasa, hubungan pelanggan, dan citra dan reputasi.

3. Perspektif proses internal, ini terkait dengan proses di mana organisasi harus unggul dalam rangka untuk memuaskan pelanggan. Rantai nilai proses bisnis internal menurut pendekatan balanced scorecard terdiri dari tiga bagian, yaitu inovasi, operasi, dan layanan purna jual (Kaplan dan Norton, 1996).

4. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan, mengacu pada perbaikan

yang harus dilakukan pada tingkat sumber daya manusia, teknologi dan sistem sehingga dapat mendukung proses internal. Menurut Kaplan dan Norton (1996), terdapat tiga kategori utama untuk perspektif pembelajaran dan pertumbuhan yaitu. Kapabilitas pegawai (kepuasan pegawai, retensi pegawai, produktivitas pegawai), kapabilitas sistem informasi, serta motivasi, pemberdayaan, dan keserasian.


(33)

Untuk menerapkan balanced scorecard pada sektor pendidikan, Niven (2003) memberikan penjelasan mengenai penyesuaian yang harus dilakukan sebagai berikut.

1. Misi dipindahkan ke atas balanced scorecard. Organisasi sektor

pendidikan bekerja sebagai organisasi yang berbasis pada misi. 2. Strategi tetap menjadi pusat balanced scorecard.

3. Perspektif pelanggan naik ke atas menggantikan perspektif keuangan.

4. Perspektif keuangan tetap ada karena tidak ada balanced scorecard yang

lengkap tanpa perspektif keuangan.

5. Identifikasi proses internal yang menjadi pendorong nilai pelanggan.

6. Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tetap menjadi dasar dalam

balanced scorecard.

B. Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan

Balanced scorecard tepat digunakan pada organisasi yang tengah

mengalami momentum, seperti kemunduran atau bahkan kebangkrutan dalam

usahanya. Yayasan Tarakanita mengalami penurunan jumlah peserta didik yang berdampak pada banyak hal, salah satunya dalam hal keuangan.

Dalam sebuah studi kasus di AEX School District, Portugis

dipaparkan garis besar proses penyusunan balanced scorecard di dunia

pendidikan melibatkan langkah-langkah umum sebagai berikut (gambar 2.1): misi, visi, nilai-nilai/ value, analisis SWOT (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman), tujuan dan vektor strategi, peta strategi, indikator, target dan


(34)

kegiatan, pelaksanaan, monitoring dan pengendalian proyek edukatif dan rencana tahunan kegiatan.

Pertemuan struktural akan didahului dan digantikan oleh pertemuan tim balanced scocerard. Pertemuan-pertemuan yang berlangsung akan menyiapkan materi, menghomogenkan konsep, dan merancang strategi untuk mempromosikan partisipasi rekan yang lain. Proposal yang telah disusun tim

balanced scorecard ini kemudian dibawa ke manajemen puncak untuk persetujuan.

Langkah selanjutnya terdiri dari merumuskan misi, visi, nilai-nilai, analisis SWOT, vektor strategis dan tujuan, peta strategi, dan, akhirnya, indikator dan target. Tingkat kesulitan dalam mendefinisikan misi, visi dan nilai-nilai cukup rendah. Kesulitan cukup tinggi, ditemukan dalam analisis SWOT, peta strategi, dan indikator serta target. Dalam perumusan peta strategi, indikator dan terjadi perdebatan salah satunya dalam mengubah urutan perspektif dalam kaitannya dengan model asli. Perubahan ini disebabkan oleh kekhususan dari distrik sekolah, yaitu kurangnya otonomi keuangan. Dengan cara ini, perspektif pelanggan ditempatkan di atas dan perspektif keuangan di bagian bawah, sedangkan proses internal dan perspektif pembelajaran ditempatkan di tingkat menengah yang sama karena ada sebuah hubungan dekat antara pembelajaran dan perbaikan proses .


(35)

Gambar 2.1. Flowchart Proses Penyusunan Balanced Scorecard di AEX School District, Portugis


(36)

Adapun langkah-langkah dalam menyusun balanced scorecard

(Yuwono, 2002) adalah sebagai berikut:

1. Membangun Konsensus atas Pentingnya Perubahan Manajemen

Tujuan tahap ini adalah agar balanced scorecard dipandang sebagai sarana manajemen yang akan mengubah sistem dan proses manajemen secara mendasar.

2. Pembentukan Tim Proyek

Tim harus terdiri dari para manajemen level atas yang memahami keseluruhan permasalahan perusahaan di mana masukan-masukannya akan sangat berguna bagi proyek. Istilah struktural seringkali digunakan untuk mengganti manajer di bidang pendidikan.

3. Mendefinisikan Peran Lembaga

Tujuan tahap ini adalah untuk mengembangkan sebuah dasar dalam menyusun konsensus berbagai karakteristik dan persyaratan untuk sampai pada definisi yang jelas tentang posisi dan peran lembaga saat ini.

4. Menentukan Unit Organisasi

Tim pengembang balanced scorecard, sejak awal dan secara hati-hati harus mempertimbangkan jangkauan aktivitas dan unit organisasi yang

akan dicakup oleh balanced scorecard. Menurut Olve dalam Yuwono

(2002), bagi lembaga yang relatif kecil, mungkin paling baik adalah


(37)

5. Mengevaluasi Sistem Pengukuran Yang Ada

Pada umumnya sebagian besar organisasi tidak memiliki satu set tolok

ukur yang seimbang (balanced), mereka terlalu terfokus pada tolok ukur

keuangan jangka pendek dan mengabaikan tujuan jangka panjang seperti kepuasan pelanggan/pegawai maupun pertumbuhan (Kaplan dan Norton, 1993).

6. Merumuskan/ Menkonfirmasi Visi, Misi, Value

Visi merupakan gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik, dan filosofi organisasi di masa datang. Misi, mendefinisikan usaha lembaga agar berada pada nilai-nilai dan keinginan stakehoder yang meliputi: produk, jasa, pelanggan, pasar, dan

keseluruhan kekuatan lembaga. Value merupakan serangkaian pernyataan

yang berfungsi sebagai kode etik untuk menjalankan organisasi, terutama dalam menguji setiap pengambilan keputusan dan pilihan di masa datang.

7. Merumuskan Perspektif

Setelah visi komprehensif dan konsep usaha lembaga dirumuskan,

kemudian perlu dipilih perspektif untuk membangun balanced scorecard.

Terdapat empat persepktif secara umum, yaitu: finansial, pelanggan, proses bisnis internal, pembelajaran dan pertumbuhan. Jika perspektif ini dirasa belum memadahi, dimungkinkan pula untuk menambah perspektif lain. Pilihan perspektif harus diatur terutama oleh logika usaha, dengan hubungan timbal balik yang jelas antarperspektif yang berbeda-beda.


(38)

8. Merinci Visi Berdasarkan Masing-Masing Perspektif dan Merumuskan Seluruh Tujuan Strategis

Model balanced scorecard merupakan suatu alat untuk merumuskan dan

mengimplementasikan strategi suatu organisasi. Model tersebut harus dilihat sebagai suatu instrumen untuk menerjemahkan visi dan strategi yang abstrak ke dalam toluk ukur dan sasaran yang spesifik. Dengan kata

lain, balanced scorecard yang dirumuskan dengan baik merupakan

presentasi strategi organisasi. Tujuan langkah ini adalah untuk menerjemahkan visi ke dalam istilah nyata dari perspektif yang telah disusun. Dengan demikian akan tercapai keseimbangan menyeluruh dan ini merupakan ciri unik dari balanced scorecard.

9. Identifikasi Faktor-Faktor Penting Bagi Kesuksesan

Organisasi harus menentukan faktor-faktor apa saja yang paling penting bagi kesuksesan, lalu menyusun prioritasnya. Faktor-faktor kunci keberhasilan digunakan untuk menjawab apa yang ingin dilakukan oleh lembaga untuk membedakan dengan pesaing.

10. Mengembangkan Tolok Ukur, Identifikasi Sebab dan Akibat, dan

Menyusun Keseimbangan

Pada langkah ini, kita mengembangkan tolok ukur kunci yang relevan bagi pemakaian akhir kerja. Tantangan terbesar pada proses ini adalah menemukan hubungan sebab akibat yang jelas dan menciptakan kesimbangan di antara berbagai tolok ukur dalam persepektif yang dipilih.


(39)

11. Mengembangkan Top Level Scorecard

12. Merinci Balanced Scorecard dan Tolok Ukur Oleh Unit Organisasi

13. Merumuskan Tujuan – Tujuan

Tiap-tiap tolok ukur yang digunakan harus memiliki sasaran/tujuan. Suatu organisasi membutuhkan sasaran jangka pendek dan panjang sehingga ia akan memeriksa bagiannya secara kontinue dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan pada waktunya.

14. Mengembangkan Rencana Tindakan

Untuk mencapai sasaran dan visi yang telah ditetapkan, perlu dispesifikasi langkah-langkah yang akan diambil. Rencana tindakan ini harus mencakup orang-orang yang bertanggungjawab dan jadwal untuk laporan sementara dan terakhir.

Secara substansi, langkah-langkah penyusunan balanced scorecard di

AEX School District, Portugis dan menurut Yuwono (2002) adalah sama. Yuwono (2002) menjelaskan lebih rinci tentang langkah-langkah penyusunan

balanced scorecard. Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan acuan

proses penyusunan balanced scorecard menurut Yuwono (2002) dengan


(40)

C. Konsep Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan

Dalam konsep balanced scorecard sebagai sebuah sistem

manajemen strategis, terdapat beberapa komponen yang perlu mendapat perhatian utama (Dally, 2010).

1. Visi, misi, value, dan tujuan organisasi.

2. Analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi.

3. Pilihan strategi yang selaras dan sesuai antara kekuatan dan kelemahan organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal.

4. Pengadopsian struktur organisasi dan sistem pengendalian yang dipilih.

Hal tersebut dapat dijelaskan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.2. Balanced Scorecard Diintegrasikan dengan Manajemen Strategis Sumber: LAN-RI, 2008


(41)

Terminologi konsep tersebut di atas juga digunakan pada lembaga pendidikan AEX School District, Portugis dan beberapa sekolah tinggi di Jerman. Dalam penelitian ini, akan dijelaskan beberapa konsep yang terdapat pada balanced scorecard, sebagai berikut.

1. Visi

Visi adalah gambaran menantang dan imajinatif tentang peran, tujuan dasar, karakteristik, dan filosofi organisasi di masa datang yang akan menajamkan strategi organisasi (Yuwono, 2002). Visi merupakan suatu pandangan jauh ke depan tentang organisasi atau impian yang ingin dicapai. Visi dibuat untuk menjawab pertanyaan, sebenarnya kita mau menjadi apa atau hasil seperti apa yang ingin kita raih di masa depan.

Dalam proses pembuatan visi, terdapat beberapa kriteria sebagai berikut (Dally, 2010).

a. Visi bukanlah fakta, tetapi gambaran pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan.

b. Visi dapat memberikan arahan mendorong anggota organisasi untuk

menunjukkan kinerja yang baik.

c. Dapat menimbulkan inspirasi dan siap menghadapi tantangan.

d. Gambaran yang realistik dan kredibel dengan masa depan yang

menarik.


(42)

Untuk menentukan sebuah pernyataan visi, Luis dan Biromo (2008) menjelaskan beberapa atribut dari pernyataan visi yang efektif sebagai berikut.

a. Imaginable, orang bisa membayangkan masa depan organisasi akan menjadi seperti apa.

b. Desireable, memberikan kesenangan dan kenyamanan jangka panjang untuk shareholder dan stakeholder.

c. Feasible, masuk akal untuk mampu mencapai tujuan.

d. Fokus, memberikan panduan yang jelas dalam pengambilan keputusan.

e. Fleksible, terbuka kemungkinan untuk perubahan sepanjang masih selaras dengan lingkup visi yang ada.

f. Communicable, mudah dikomunikasikan dan dijelaskan dalam hitungan menit.

Adapun manfaat dari pernyataan visi adalah sebagai berikut (Niven,2003).

a. Memberikan kesempatan kepada stakeholder untuk melihat

bagaimana mereka dapat menyesuaikan diri dengan gambaran besar

organisasi. Visi memberikan pedoman seperti apa masa depan dan

apa saja yang diperlukan untuk sukses (Provide guidance)

b. Memberikan dorongan kepada orang-orang untuk mencapai kinerja


(43)

c. Menjadi pengganti pemimpin sebagai panduan dalam proses

pengambilan keputusan (Complements leaderhsip)

d. Membuka ruang untuk diskusi tentang bagaimana dan di mana anda

berada di dalam struktur organisasi secara keseluruhan. Pencapaian

visi memerlukan kerjasama dan kolaborasi seluruh pihak (Forces the

discussion of trade-off).

e. Memberikan gema kepada seluruh organisasi dan menyerukan sisi

kemanusiaan mereka (Appeals to a variety of senses).

Untuk menguji sebuah misi, Yuwono (2002) memberikan

checklist pertanyaan sebagai berikut:

a. Apakah visi tersebut memberi keyakinan pada organisasi tentang apa

yang dibutuhkan?

b. Apakah visi tersebut memberikan tantangan pada organisasi tentang

apa yang dibutuhkan?

c. Apakah visi tersebut membantu organisasi dalam merumuskan

sasaran pribadi dengan cara yang memuaskan?

d. Apakah visi tersebut cukup obsesif bagi organisasi?

Dalam penelitian ini akan dilakukan analisis terhadap visi Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Untuk melakukan analisis tersebut, peneliti mengacu pada Luis dan Biromo (2008) tentang kriteria visi yang efektif, sebagai berikut.


(44)

b. Desireable, memberikan kenyamanan jangka panjang untuk seluruh

stakeholder dan shareholder.

c. Feasible, masuk akal dan mampu dicapai.

d. Fokus, memberikan panduan yang jelas dalam pengambilan

keputusan.

e. Fleksible, masih dapat berubah.

f. Communicable, mudah dikomunikasikan dan dijelaskan.

2. Misi

Visi yang telah disusun harus diterjemahkan ke dalam arahan yang lebih pragmatis dan konkret yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam pengembangan strategi dan aktivitas dalam organisasi. Untuk itu dibutuhkan misi, dan pernyataan dalam misi lebih tajam dan detail dibandingkan visi.

Pernyataan misi merupakan pernyataan tentang tujuan dan alasan keberadaan suatu organisasi. Misi menyatakan apa yang mesti dilakukan dan mengapa organisasi itu ada (why we exist) sehingga pernyataan misi lebih berkaitan dengan keadaan saat ini. Pernyataan misi akan memberikan arah maupun batasan tentang hal atau tindakan yang boleh dilakukan, secara eksplisit, atau yang tidak boleh dilakukan, secara implisit, oleh suatu organisasi. Tidak seperti strategi dan goal yang dapat dicapai setiap waktu, misi organisasi tidak akan pernah bisa dicapai secara penuh.


(45)

Untuk menyusun pernyataan misi, Niven (2003) memberikan pendekatan sederhana dengan cara menjawab pertanyaan berikut.

a. Untuk apa hadir (tujuan utama)

b. Untuk siapa (pelanggan utama)

c. Dalam rangka apa (layanan inti yang ditawarkan)

d. Lalu Bagaimana (hasil jangka panjang menentukan keberhasilan)

Lebih lanjut, Niven (2003) menyebutkan beberapa atribut dari pernyataan misi yang efektif sebagai berikut.

a. Sederhana dan jelas tetapi jangan terlalu sederhana

Kesalahan-kesalahan terbesar yang dibuat organisasi adalah membuat misi untuk melakukan segalanya untuk semua orang. Misi tersebut tidak praktis karena tidak mungkin untuk dicapai dan tidak fokus ke tujuan tertentu. Misi seharusnya dapat menggambarkan bidang usaha yang akan digarap. Namun, misi juga jangan terlalu sederhana sehingga membatasi kegiatan organisasi.

b. Menginspirasi perubahan

Sementara visi tidak berubah, misi seharusnya dapat

menginspirasikan perubahan dalam organisasi. Oleh karena misi tidak sepenuhnya dapat direalisasikan, misi dapat mendorong organisasi untuk bergerak ke depan dengan melakukan perubahan dan pertumbuhan positif.


(46)

c. Mudah dimengerti dan dikomunikasikan

Misi berbeda dengan jargon. Pernyataan misi dibuat dengan sederhana, biasa, dan terang (plain) yang mudah dimengerti oleh seluruh pembaca.

Menurut Fred (2015), terdapat beberapa komponen pernyataan misi sebagai berikut.

a. Kosumen, siapakah konsumen organisasi?

b. Produk atau jasa, apakah produk atau jasa utama organisasi?

c. Pasar, di manakah organisasi bersaing?

d. Teknologi, apakah perusahaan canggih secara teknologi?

e. Fokus pada kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan profibilitas,

apakah organisasi komitmen terhadap pertumbuhan dan kondisi keuangan yang sehat?

f. Filosofi, apakah keyakinan, nilai, aspirasi dan prioritas etis dasar organisasi?

g. Konsep diri, apakah kompetensi khusus atau keunggulan kompetitif

utama organisasi?

h. Fokus pada citra publik, apakah perusahaan responsif terhadap

masalah-masalah sosial, komunitas, dan lingkungan hidup?

i. Fokus pada karyawan, apakah karyawan dipandang sebagai aset


(47)

Untuk menguji pernyataan misi, Yuwono (2002) mengemukakan beberapa pertanyaan sebagai berikut.

a. Apakah misi tersebut menggambarkan budaya organisasi secara

keseluruhan saat ini dan yang diinginkan di masa datang?

b. Apakah misi tersebut menggambarkan aspirasi dan menjelaskan

tujuan dan kepentingan stakeholder?

c. Apakah misi tersebut menjelaskan strategic positioning organisasi untuk mengidentifikasi keunggulan kompetitif?

d. Apakah misi tersebut sederhana, sehingga mudah dibaca dan

diingat?

e. Apakah misi tersebut secara umum memadai untuk memungkinkan

kebutuhan perubahan atas pasar, termasuk untuk mempengaruhi perilaku orang-orang dalam organisasi?

Untuk melakukan analisis terhadap perumusan misi dalam penelitian ini, peneliti mengacu pada pendapat David (2015) tentang komponen misi yang efektif yaitu memuat unsur/komponen konsumen, produk atau jasa, pasar, teknologi, fokus pada kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan profibilitas, filosofi, konsep diri, fokus pada citra publik, dan fokus pada karyawan.


(48)

3. Strategi Organisasi

Proses perumusan strategi diawali dengan melakukan analisis terhadap lingkungan internal dan eksternal organisasi terutama pada pilar-pilar manajemen sebuah organisasi. Analisis tersebut dilakukan dalam rangka mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman suatu organisasi. Hal ini dimaksudkan agar pada nantinya dapat memilih atau merumusan strategi yang selaras dan sesuai antara kekuatan dan kelemahan organisasi dengan peluang dan ancaman lingkungan eksternal. Dalam penelitian ini digunakan metode analisis lingkungan internal dan eksternal berupa Analisis SWOT.

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi organisasi (Rangkuti, 2011). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (stengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Faktor analisis mengacu pada fakta atau kondisi yang ada saat ini.

Dalam model analisis SWOT digunakan analisis untuk pilihan strategi (gambar 2.3) sebagai berikut.

a. Kuadran 1, merupakan situasi yang sangat menguntungkan karena

organisasi memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada. Strategi yang harus diterapkan dalam kondisi ini adalah mendukung kebijakan pertumbuhan agresif (growth oriented strategy).


(49)

b. Kuadran 2, meskipun menghadapi berbagai ancaman, organisasi ini masih memiliki kekuatan dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang dengan cara strategi diversifikasi produk/jasa.

c. Kuadran 3, organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi

di lain pihak menghadapi kelemahan internal. Fokus strategi ini meminimalkan masalah-masalah internal organisasi sehingga dapat merebut peluang.

d. Kuadran 4, ini merupakan situasi yang sangat tidak menguntungkan,

organisasi tersebut menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal.


(50)

Dalam tahapan analisis, seringkali juga digunakan alat analisis (gambar 2.4) sebagai berikut:

a. Strategi SO. Strategi ini dibuat berdasarkan jalan pikiran organisasi,

yaitu dengan memanfaatkan seluruh kekuatan untuk merebut dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

b. Strategi ST. Ini adalah strategi dalam menggunakan kekuatan yang dimiliki perusahaan untuk mengatasi ancaman.

c. Strategi WO. Strategi ini diterapkan berdasarkan pemanfaatan

peluang yang ada dengan cara meminimalkan kelemahan.

d. Strategi WT. Strategi ini didasarkan pada kegiatan yang bersifat defensif dan berusaha meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman.


(51)

4. Sasaran Strategis dan Peta Strategis

Sasaran-sasaran strategis dalam sebuah balanced scorecard

seharusnya dapat berperan untuk mengkomunikasikan strategi organisasi. Tujuan tersebut penting karena.

a. Balanced scorecard menerangkan visi masa depan organisasi ke seluruh organisasi sehingga tercipta pemahaman yang sama.

b. Balanced scorecard menciptakan model yang holistik dari strategi yang mengijinkan semua pegawai untuk melihat bagaimana kontribusi mereka terhadap keberhasilan organisasi.

c. Balanced scorecard berfokus kepada upaya perubahan.

Untuk membangun balanced scorecard yang dapat dikaitkan

dengan strategi organisasi, perlu diperhatikan tiga prinsip berikut (Kaplan dan Norton,1996).

a. Hubungan sebab akibat

Sebuah balanced scorecard yang disusun semestinya dapat

menjelaskan strategi organisasi melalui urutan hubungan sebab-akibat/ jika maka. Sistem pengukuran harus membuat hubungan (hipotesis) di antara berbagai tujuan dan ukuran di dalam berbagai perspektif menjadi eksplisit sehingga dapat dikelola dan divalidasi. Hubungan tersebut digambarkan dalam sebuah peta yang disebut


(52)

b. Faktor pendorong kinerja

Balanced scorecard menggunakan ukuran generik yaitu indikator

lag yang diturunkan dari outcome/ ukuran umum dan indikator lead

sebagai pendorong kinerja. Sebuah balanced scorecard yang baik

seharusnya memiliki bauran dari ukuran outcome dan ukuran

pendorong kinerja. Ukuran outcome tanpa ukuran pendorong kinerja

tidak mengkomunikasikan bagaimana outcome diperoleh.

Sebaliknya, ukuran pendorong kinerja tanpa ukuran outcome dapat membuat organisasi hanya mencapai perbaikan operasi yang bersifat jangka pendek.

c. Keterkaitan dengan masalah keuangan.

Hubungan sebab akibat dari seluruh ukuran dalam balanced

scorecard seharusnya terkait dengan sasaran keuangan yang merupakan tujuan puncak/utama dari organisasi sektor privat yang mencari laba.

5. Indikator Kinerja Utama (Key Performance Indicator)

Setelah disusun sasaran strategis dan peta strategis, dibuat indikator kinerja utama sebagai tolok ukur untuk masing-masing sasaran

strategis. Indikator kinerja utama merupakan indikator yang

menunjukkan bagaimana tingkat pencapaian sasaran strategis.

Terdapat empat jenis indikator kinerja utama (Luis dan Biromo, 2008), yaitu.


(53)

a. Indikator kinerja utama eksak

Merupakan indikator yang ideal untuk mengukur hasil pencapaian sasaran strategis yang diharapkan. Contoh: survei kepuasan pelanggan

b. Indikator kinerja utama proksi

Merupakan indikator yang mengukur hasil tidak secara langsung, tetapi lewat sesuatu yang mewakili hasil tersebut. Contoh: jumlah peserta didik baru dan jumlah keluhan pelanggan.

c. Indikator kinerja utama aktivitas

Indikator yang mengukur jumlah, biaya, dan waktu dari kegiatan kegiatan yang berdampak pada sasaran strategis yang bersangkutan. Contoh: rasio jumlah guru dan peserta didik dan anggaran pelatihan guru/karyawan.

d. Indikator kinerja utama proyek

Indikator yang mengukur progres dari program-program inisiatif yang telah dicanangkan. Contoh: penyelesaian pembangunan ruang tunggu pengantar, penyelesaian renovasi gedung sekolah, dan tes uji kompetensi guru

Jumlah indikator kinerja utama yang ideal adalah 20-25 indikator (Luis dan Biromo, 2008 dan Kaplan dan Norton, 2001) dan dengan proporsi: keuangan (22%), pelanggan (22%), proses bisnis internal (34%), serta pembelajaran dan pertumbuhan (22%).


(54)

D. Kunci Keberhasilan dalam Implementasi Balanced Scorecard Pada Sektor Pendidikan

Dari beberapa pengalaman organisasi yang telah mengimplementasi

balanced scorecard, ada tiga kelas permasalahan yang menghambat sebuah organisasi dalam implementasi balanced scorecard, yaitu masa transisi, desain scorecard, dan proses yang dijabarkan oleh faktor komitmen senior manajemen, jumlah keterlibatan individu, penjabaran scorecard ke semua

level, waktu proses pengembangan balanced scorecard, memperlakukan

balanced scorecard sebagai suatu proyek sistem, pengalaman konsultan, dan

memperkenalkan balanced scorecard hanya untuk kompensasi (Kaplan,

2001). Faktor-faktor tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Masa Transisi

Dalam proses implementasi balanced scorecard, lembaga mungkin

mengalami perubahan organisasi karena merger atau diakuisisi. Hal ini dapat memunculkan kekecewaan, terutama pada pihak yang terkena dampak langsung. Untuk menghadapi masa transisi ini diperlukan keterlibatan dan komitmen tim manajemen yang baru terbentuk terhadap

proyek implementasi balanced scorecard.

2. Desain Scorecard

Kegagalan implementasi balanced scorecard dapat disebabkan karena

desain scorecard tidak menggambarkan strategi. Kegagalan juga bisa


(55)

dengan scorecard unit usaha maupun scorecard organisasi secara menyeluruh.

3. Komitmen Struktural

Secara operasional, balanced scorecard dapat dijalankan oleh tim

struktural. Namun untuk membuat keseluruhan sistem dapat berjalan dibutuhkan kepemimpinan dari manajer puncak. Oleh karena itu,

diperlukan rapat secara kontinue untuk saling berdebat dan berargumen

mengenai tujuan dan ukuran pada scorecard organisasi dan hubungan

sebab akibatnya dalam peta strategi. Rapat ini membangun komitmen secara emosional terhadap strategi, terhadap scorecard sebagai alat

komunikasi, dan terhadap proses manajemen yang membangun

Strategy-Focus Organization (SFO).

4. Jumlah Keterlibatan Individu

Untuk mendorong proses implementasi balanced scorecard perlu

dibentuk tim khusus sekaligus sebagai agen perubahan. Tim ini sebaiknya tidak perlu terlalu banyak karena syarat dengan banyak kepentingan, tetapi lazimnya terdiri dari anggota lintas fungsi (keuangan, pemasaran, teknologi informasi/Tl, SDM, dan sebagainya).

5. Penjabaran Scorecard ke Semua Level

Balanced Scorecard harus dijabarkan ke setiap orang dalam organisasi. Hal ini penting untuk membuat setiap orang dalam organisasi memahami

strategi dan memberikan kontribusi untuk implementasi balanced


(56)

dapat berpartisipasi dalam performance appraisals di mana sasaran individu diukur terhadap tujuan organisasi.

6. Waktu Proses Pengembangan Balanced Scorecard

Balanced Scorecard merupakan proses manajemen yang

berkesinambungan bukan suatu one-time event. Tujuan, ukuran, dan

kumpulan data akan berubah seiring waktu sesuai dengan pembelajaran organisasi. Dengan demikian, tim tidak boleh merasa hanya ada satu

kesempatan untuk memperkenalkan scorecard sehingga ingin

menghasilkan scorecard yang sempurna.

7. Memperlakukan Balanced Scorecard sebagai Proyek Sistem

Scorecard seharusnya dimulai dengan proses manajemen, bukan suatu proses sistem. Sistem dan teknologi penting, namun masukannya setelah proses manajemen awal menggeneralisasikan tujuan, ukuran, inisiatif,

dan menghubungkan scorecard ke seluruh organisasi.

8. Pengalaman Konsultan

Konsultan bukanlah pemilik program, dan juga tidak menyusun Key

Performa Indicator (KPI). Tugas utama konsultan adalah meyakinkan

manajemen puncak terhadap perlunya balanced scorecard, memfasilitasi

penyusunan visi, misi, strategi, dan KPI, serta melakukan transfer pengetahuan kepada pihak organisasi. Untuk itu diperlukan konsultan yang berpengalaman di bidangnya.


(57)

9. Memperkenalkan Balanced Scorecard Hanya untuk Kompensasi

Organisasi menggunakan kompensasi sebagai suatu pendongkrak yang kuat untuk mendapatkan perhatian dan komitmen individu terhadap

strategi. Scorecard digunakan untuk memperkenalkan indikator-indikator

non-keuangan ke dalam suatu rencana kompensasi yang tidak mencakup bagaimana ukuran non-keuangan tersebut mendorong peningkatan kinerja perspektif pelanggan dan keuangan. Kompensasi sebaiknya didasarkan pada suatu strategi scorecard, bukan pada KPI scorecard.

Adapun menurut Yuwono dkk (2002), karakteristik implementasi

balanced scorecard yang sukses meliputi faktor-faktor berikut. 1. Prioritas

Dalam kondisi cepatnya perubahan dan pergantian proyek-proyek yang mengacu pada berbagai teori, struktural puncak harus mampu

menjelaskan tujuan balanced scorecard dan hubungannya dengan dengan

proyek-proyek organisasi sebelumnya. Jika tidak demikian, karyawan bisa jadi memandang balanced scorecard sekedar “selera bulan ini”,

tanpa melihat manfaat secara berkelanjutan.

2. Komposisi Project Group

Project group terdiri dari 4 – 15 orang. Angka optimal kesuksesan tidak

mungkin digeneralisasikan. Meskipun penting, Project group, sebaiknya

tidak terlalu besar jumlahnya karena akan menganggu efisiensi dan kebebasan bertindak, namun grup ini juga tidak boleh terlalu sedikit sehingga bagian organisasi tertentu tidak memiliki suara dalam proses.


(58)

3. Cakupan Project

Untuk memulai implementasi balanced scorecard sebaiknya

menggunakan proyek percontohan (pilot project) dengan cakupan tidak terlalu luas. Hal ini memungkinkan adanya efektifitas dan efisiensi pada sumber daya organisasi. Organisasi kemudian dapat belajar dari kesalahannya dan memiliki waktu yang lebih longgar untuk mengimplementasi konsep ini lebih lanjut.

4. Mendasarkan Scorecard pada Strategi Organisasi

Balanced scorecard harus didasarkan pada visi komprehensif dan tujuan-tujuan strategis menyeluruh dari organisasi. Sebelum proses balanced scorecard berjalan lebih lanjut, strategi organisasi harus dirinci menjadi ukuran-ukuran dan sasaran-sasaran yang konsisten dengan strategi organisasi.

5. Berbagai Tolok Ukur Didefinisikan secara Jelas dan Konsisten

Ukuran-ukuran yang digunakan dalam balanced scorecard harus

didefinisikan secara jelas dan dengan cara yang sama disosialisasikan ke seluruh lini atau bagian organisasi. Jika suatu korporasi ingin membandingkan kemajuan berbagai cabang dan/atau departemen, maka perumusan definisi-definisi bersama untuk ukuran-ukuran yang akan digunakan harus jelas sejak awalnya.

6. Keseimbangan dan Hubungan Sebab Akibat antar Berbagai Tolok Ukur


(59)

Dalam penelitian ini akan digunakan kombinasi faktor-faktor

kesuksesan implementasi balanced scorecard menurut Kaplan dan Yuwono.

Kombinasi ini dilakukan karena terdapat banyak irisan antar faktor tersebut dan terdapat bagian lain yang saling melengkapi. Beberapa istilah disesuaikan untuk bidang pendidikan.


(60)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut fungsinya, penelitian ini termasuk jenis penelitian evaluasi (evaluation research). Penelitian evaluasi merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk melihat perbedaan/gap/deviasi antara apa yang ada dengan suatu standar tertentu (Malcom dan Provus, dalam Yusuf, 2008). Selanjutnya penelitian evaluasi dapat digunakan untuk penilaian keberhasilan, manfaat, kegunaan, sumbangan, dan kelayakan suatu program, produk, atau kegiatan suatu lembaga berdasarkan kriteria tertentu. Meskipun secara fungsi termasuk penelitian evaluasi, penelitian ini tidak menggunakan salah satu model dalam penelitian evaluasi. Penelitian ini menggunakan prosedur penelitian pada umumnya

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Beberapa data terkait diambil di Kantor Pusat Yayasan Tarakanita dan unit sekolah di bawah Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta seperti yang telah dijelaskan pada subbab ruang lingkup dan batasan penelitian. Penelitian dilakukan selama Bulan Januari – Februari 2017.


(61)

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek dalam penelitian ini, dapat dibedakan sebagai berikut.

a. Tim balanced scorecard yang terdiri dari Pejabat Struktural Kantor Pusat Yayasan Tarakanita.

b. Pejabat Struktural Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta.

c. Pejabat Struktural SMP Stella Duce 1 dan SMA Stella Duce 2.

2. Objek dalam penelitian ini adalah Balanced scorecard Yayasan

Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta yang meliputi proses penyusunan, konsep, dan implementasinya.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara.

1. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengamati serta menyalin dokumen atau catatan yang diperlukan dalam penelitian. Data yang dibutuhkan adalah data tidak langsung berupa gambaran umum Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Data ini akan disajikan pada Bab IV.

2. Wawancara

Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk menjawab seluruh pertanyaan penelitian. Panduan wawancara dalam penelitian ini, terdiri dari tiga model, yaitu.


(62)

a. Model 1, berisi pertanyaan yang menggali tentang proses

penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor

Wilayah Yogyakarta. Model pertanyaan ini terdiri dari empat belas

tahap proses penyusunan balanced scorecard menurut Yuwono

(2002) yang akan ditanyakan kepada tim penyusun balanced

scorecard Yayasan Tarakanita yaitu pejabat struktural Kantor Pusat Yayasan Tarakanita.

b. Model 2, berisi pertanyaan yang menggali tentang konsep balanced

scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Model pertanyaan ini terdiri dari delapan sub sebagai konsep dalam

balanced scorecard meliputi visi, misi, analisis SWOT, perspektif, tujuan strategis, peta strategi, indikator kinerja utama, dan hubungan sebab akibat. Pertanyaan ini ditujukan kepada tim penyusun

balanced scorecard yaitu struktural di tingkat kantor pusat.

c. Model 3, berisi pertanyaan yang menggali tentang implementasi

balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Model pertanyaan ini terdiri dari dua belas kunci

keberhasilan dalam implementasi balanced scorecard yang

dikembangkan oleh peneliti mengacu pada kombinasi Kaplan (2001) dan Yuwono (2002). Pertanyaan ini ditujukan kepada pejabat struktural Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta, pejabat struktural unit SMP Stella Duce 1, dan Pejabat Struktural unit SMA Stella Duce 2.


(63)

3. Telaah Dokumen

Teknik pengumpulan data ini digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian 2 mengenai konsep yang terdapat dalam balanced scorecard

Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Teknik ini untuk mendukung teknik wawancara pada subbab 2. Dokumen yang ditelaah

berupa balanced scorecard yang terdapat dalam rencana strategis,

program kerja, dan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja (RAPB) pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta. Model instrumen analisis terdiri dari.

a. Konsep tentang perumusan visi, terdiri dari enam pertanyaan. Model

pertanyaan mengacu pada Luis dan Biromo (2008).

b. Konsep tentang perumusan misi, terdiri dari sembilan pertanyaan. Model pertanyaan dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada David (2015).

c. Konsep tentang analisis SWOT, terdiri dari tiga pertanyaan. Model pertanyaan dikembangkan oleh peneliti dengan mangacu pada David (2015) dan Rangkuti (2011).

d. Konsep tentang perspektif balanced scorecard, terdiri dari dua

pertanyaan mengacu pada Yuwowo (2002).

e. Konsep tentang tujuan strategi, terdiri atas dua pertanyaan mengacu

pada Kaplan dan Norton (1996).

f. Konsep tentang strategy map, terdiri dari lima pertanyaan mengacu pada Niven (2003).


(64)

g. Konsep tentang Indikator Kinerja Utama (IKU), terdiri atas tiga pertanyaan mengacu pada Luis dan Biromo (2008) dan Kaplan dan Norton (2001).

h. Konsep tentang hubungan sebab akibat antara tujuan dan tolok ukur

kinerja, terdiri atas satu pertanyaan.

E. Triangulasi

Triangulasi adalah metode yang digunakan dalam penelitian kualitatif untuk memeriksa dan menetapkan validitas dengan menganalisa dari berbagai perspektif (Patton, 2001). Metode triangulasi diperlukan untuk memastikan bahwa penelitian yang dilakukan sudah sesuai atau valid. Terdapat dua macam teknik triangulasi yang digunakan peneliti dalam penelitian ini.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber dilakukan dengan cara membandingkan data dari berbagai sumber partisipan.

2. Triangulasi Metode

Triangulasi metode dilakukan dengan cara menggunakan beberapa metode dalam teknik pengumpulan data. Dalam penelitian ini digunakan metode dokumentasi, wawancara, dan telaah dokumen.


(65)

F. Variabel Penelitian

Variabel adalah segala objek penelitian yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Variabel dalam penelitian ini meliputi.

1. Proses penyusunan balanced scorecard

2. Konsep balanced scorecard

3. Implementasi balanced scorecard.

G. Pengukuran Variabel Penelitian

1. Proses Penyusunan Balanced Scorecard

Variabel proses penyusunan balanced scorecard yang ada pada panduan

wawancara diukur menggunakan pertanyaan mengacu pada Yuwono (2002). Pertanyaan tersebut disajikan dalam tabel pengukuran proses

penyusunan balanced scorecard sebagai berikut.

Tabel 3.1. Pengukuran Proses Penyusunan Balanced Scorecard

No

Item Indikator Pengukuran

1 Apakah proses penyusunan balanced scorecard melalui tahap membangun konsensus atas pentingnya perubahan sistem dan proses manajemen secara mendasar?

2 Apakah dalam menyusun balanced scorecard membentuk tim proyek? siapa saja yang terlibat?

3 Apakah proses penyusunan balanced scorecard dimulai dengan mendefinisikan peran lembaga?

4 Unit organisasi mana saja yang dibidik untuk dibuatkan balanced scorecard? apa yang menjadi pertimbangan?

5 Apakah dalam penyusunan balanced scorecard melalui tahap mengevaluasi sistem pengukuran yang ada? bagaimana mekanismenya?

6 Dalam penyusunan balanced scorecard apakah sampai pada tahap merumuskan atau menkonfimasi visi, misi, dan value?

7 Dalam menyusun balanced scorecard apakah merumuskan perspektif? apa saja dan apa dasar pertimbangannya?

8 Apakah visi dan strategi sudah diterjemahkan ke dalam tolok ukur dan sasaran yang spesifik? Bagaimana memastikan?


(66)

No

Item Indikator Pengukuran

9 Apakah dilakukan identifikasi faktor-faktor penting bagi kesuksesan organisasi? Bagaimana mekanismenya?

10 Apakah dikembangkan tolok ukur kinerja? bagaimana mekanisme pengembangannya? Bagaimana memastikan hubungan sebab akibat dan menciptakan keseimbangan di antara tolok ukur dalam perspektif yang dipilih?

11 Apakah dikembangkan balanced scorecard untuk top level management? 12 Apakah balanced scorecard dan tolok ukur dirinci untuk seluruh unit

organisasi? bagaimana prosesnya?

13 Dalam menyusun balanced scorecard apakah merumuskan sasaran strategi jangka pendek dan panjang? bagaimana prosesnya?

14 Apakah juga disusun rencana tindakan untuk mencapai sasaran jangka pendek maupun panjang? bagaimana mekanismenya? Sudahkah mencakup orang-orang yang bertanggungjawab dan jadwal laporan sementara maupun akhir?

Jawaban dengan skala ordinal tiga peringkat (tidak sesuai, kurang sesuai, sesuai) disertai dengan alasan digunakan untuk mengukur respon subjek.

2. Konsep Balanced Scorecard

Konsep balanced scorecard yang terdapat dalam panduan telaah

dokumen diukur menggunakan pertanyaan mengacu pada Luis dan Biromo (2008), Niven (2003), David (2015), Rangkuti (2011) dan Kaplan dan Norton (1996, 2001). Pertanyaan tersebut disajikan dalam

tabel pengukuran konsep balanced scorecard sebagai berikut.

Tabel 3.2. Pengukuran Konsep Balanced Scorecard

No Item

Indikator Pengukuran 1 Apakah rumusan visi:

a. bersifat imaginable, bukan fakta tetapi bisa dibayangkan?

b. bersifat desireable, memberikan kenyamanan jangka panjang untuk seluruh stakeholder dan shareholder?

c. bersifat feasible, masuk akal dan mampu dicapai?

d. bersifat focus, memberikan panduan yang jelas dalam pengambilan keputusan?

e. bersifat fleksible, masih dapat berubah?


(67)

No Item

Indikator Pengukuran 2 Apakah rumusan misi sudah memuat unsur/komponen:

a. konsumen? b. produk/jasa? c. Pasar? d. Teknologi?

e. fokus pada kelangsungan hidup, pertumbuhan, dan profibilitas? f. Filosofi?

g. konsep diri?

h. fokus pada citra publik? i. fokus pada karyawan? 3 Apakah analisis SWOT:

a. memuat pilar utama manajemen (keuangan, sumber daya manusia, pemasaran dan operasional)?

b. Butir-butirnya dirumuskan secara tepat? c. Mengarah pada pemilihan strategi? 4 Apakah perspektif:

a. Memuat perspektif umum (Customer, internal proces, learning and growth, finansial)?

b. Ada tambahan dengan mempertimbangkan urgensi dan kebermanfaatan 5 Apakah tujuan strategis:

a. Sesuai dengan visi misi?

b. Sesuai dengan pemilihan strategi? 6 Apakah peta strategi/ strategy map:

a. Misi dipindahkan ke paling atas?

b. Perspektif pelanggan naik ke atas menggantikan perspektif keuangan? c. Perspektif keuangan tetap ada untuk dipertahankan?

d. Identifikasi proses internal menjadi pendorong nilai pelanggan? e. perspektif pembelajaran dan pertumbuhan tetap menjadi dasar dalam

balanced scorecard jika dilihat dari struktur strategy map? 7 Apakah indikator kinerja utama:

a. terdapat indikator kinerja utama eksak, proksi, aktivitas, dan proyek? b. jumlah indikator kinerja utama antara 20 – 25 indikator?

c. proporsi indikator kinerja utama keuangan (22%), pelanggan (22%), proses bisnis internal (34%) dan pembelajaran dan pertumbuhan (22%)? 8 Apakah terjadi hubungan sebab akibat antara tujuan strategis dan tolok ukur

kinerja/ indikator kinerja utama?

Jawaban dengan skala ordinal tiga peringkat (tidak sesuai, kurang sesuai, sesuai) berdasarkan wawancara dan telaah dokumen disertai dengan penjelasan digunakan untuk mengukur respon subjek dan objek penelitian berupa dokumen.


(68)

3. Implementasi Balanced Scorecard

Variabel implementasi balanced scorecard yang ada pada panduan

wawancara diukur menggunakan pertanyaan mengacu pada kombinasi Kaplan (2001) dan Yuwono (2002). Pertanyaan tersebut disajikan dalam

tabel pengukuran implementasi balanced scorecard sebagai berikut.

Tabel 3.3. Pengukuran Implementasi Balanced Scorecard

No

Item Indikator Pengukuran

1 Apa yang Anda pahami mengenai implementasi balanced scorecard di Yayasan Tarakanita? Dari mana Anda mendapat pemahaman tersebut?

2 Sepengetahuan Anda, apakah implementasi balanced scorecard di Yayasan Tarakanita menggunakan sistem pilot projectatau langsung diberlakukan untuk seluruh wilayah/ unit sekolah?

3 Apakah tim manajemen/ pejabat struktural telah/mampu menjelaskan tujuan balanced scorecard kepada seluruh karyawan?

4 Menurut Anda apakah desain balanced scorecard Yayasan Tarakanita sudah menggambarkan strategi? Bagaimana dijelaskan?

5 Menurut Anda apakah desain balanced scorecard masing-masing fungsional sudah sejalan dengan balanced scorecard lembaga? Bagaimana memastikan? 6 Apakah pejabat struktural melaksanakan rapat secara kontinue, berdebat dan

berargumen mengenai tujuan dan ukuran pada balanced scorecard serta hubungan sebab akibat dalam peta strategi?

7 Apakah dibentuk tim khusus sebagai agen perubahan dalam implementasi balanced scorecard? berapa jumlahnya dan bagaimana mekanismenya? 8 Apakah balanced scorecard dijabarkan ke setiap orang dalam organisasi?

bagaimana prosesnya?

9 Selama mengimplementasikan balanced scorecard, apakah ada perubahan dalam waktu tertentu? Bagaimana respon Anda dan juga karyawan terhadap hal tersebut?

10 Apakah ada sistem dan teknologi dalam implementasi balanced scorecard? Seberapa penting pemanfaatan sistem dan teknologi dalam implementasi balanced scorecard?

11 Apakah implementasi balanced scorecard di Yayasan Tarakanita didampingi oleh konsultan? bagaimana cara menentukan? apakah sudah berpengalaman? bagaimana fungsi dan kedudukan konsultan?

12 Bagaimana dampak implementasi balanced scorecard dengan sistem

kompensasi yang ada? Apakah kompensasi didasarkan pada pencapaian KPI atau perspektif pelanggan dan keuangan?

Jawaban dengan skala ordinal tiga peringkat (tidak sesuai, kurang sesuai, sesuai) disertai dengan alasan digunakan untuk mengukur respon subjek.


(69)

H. Teknik Analisis Data

1. Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang pertama dilakukan analisis isi (content analysis) dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Merangkum hasil wawancara berdasarkan kategori pada panduan

wawancara. Dalam proses ini terjadi triangulasi sumber dari jawaban beberapa partisipan dalam bentuk konsolidasi jawaban.

b. Melakukan analisis kesesuaian dengan membandingkan antara hasil

wawancara (dalam bentuk konsolidasi dari semua jawaban

partisipan) dengan kajian teori tentang proses penyusunan balanced

scorecard pada sektor pendidikan yang digunakan sebagai acuan. Langkah selanjutnya dilakukan interpretasi hasil analisis kesesuaian ke dalam bentuk skor. Analisis kesesuaian dilakukan dengan menggunakan tabel di bawah ini.

Tabel 3.4. Analisis Kesesuaian antara Proses Penyusunan Balanced Scorecard Pada Yayasan Tarakanita Kantor Wilayah Yogyakarta dan Pada

Sektor Pendidikan

No Item

Proses Penyusunan Balanced Scorecard

Analisis

Kesesuaian Skor Yayasan Tarakanita

Kantor Wilayah Yogyakarta

Sektor Pendidikan 1

2 3 4 5


(70)

Keterangan:

1) Kolom nomor item menunjukkan indikator pengukuran proses

penyusunan balanced scorecard.

2) Kolom skor menunjukkan hasil interpretasi terhadap hasil

analisis kesesuaian, dengan pedoman penskoran: setiap hasil

analisis “tidak sesuai” diberikan skor 1, “kurang sesuai”

diberikan skor 2 dan “sesuai” diberikan skor 3.

c. Menghitung persentase tingkat kesesuaian proses penyusunan

balanced scorecard dengan cara: Jumlah skor total

(jumlah nomor item x 3)

Persentase tersebut menyatakan tingkat kesesuaian proses

penyusunan balanced scorecard pada Yayasan Tarakanita Kantor

Wilayah Yogyakarta dengan proses penyusunan balanced scorecard

pada sektor pendidikan.

d. Melakukan pembahasan secara deskriptif analitis.

e. Memberikan rekomendasi sebagai tindaklanjut.

2. Untuk menjawab pertanyaan penelitian yang kedua dilakukan analisis isi

(content analysis) dengan langkah-langkah sebagai berikut.

a. Merangkum hasil telaah dokumen dan wawancara berdasarkan

kategori dalam panduan. Dalam proses ini terjadi triangulasi sumber dari jawaban beberapa partisipan dalam bentuk konsolidasi jawaban, serta triangulasi metode yaitu telaah dokumen dan wawancara.


(1)

199 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

200 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

201 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

202 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

203 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

204 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI