ANJAN SWASTI HARDIYANTI D0108038

(1)

RESPONSIVITAS DINAS KESEHATAN KOTA SURAKARTA DALAM PELAYANAN PROGRAM PEMELIHARAA.N KESEHATAN

MASYARAKAT SURAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

ANJAN SWASTI HARDIYANTI D0108038

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS MARET


(2)

PERSETUJUAN

Disetujui Untuk Dipertahankan Di Hadapan Tim Penguji Pada Program Studi Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Pembimbing

Dra. Sudaryanti, M.Si NIP 195704261986012002


(3)

PENGESAHAN

Telah Diuji dan Disahkan oleh Panitia Penguji Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada Hari : Tanggal : Panitia Penguji :

1. Drs. Budiarjo, M.Si ( ) NIP. 195406021986011001 Ketua Penguji

2. Herwan Parwiyanto, S.Sos, M.Si ( )

NIP. 197505052008011033 Sekretaris Penguji

3. Dra. Sudaryanti, M.Si ( )

NIP 195704261986012002 Penguji

Mengetahui, Dekan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta

Prof. Drs. Pawito, Ph.D NIP. 195408051985031002


(4)

MOTTO

Kebanggaan kita yang terbesar adalah bukan tidak pernah gagal, tetapi bangkit kembali setiap kita jatuh

(Confusius)

Keramahtamahan dalam perkataan menciptakan keyakinan, keramahtamahan dalam pemikiran menciptakan kedamaian, keramahtamahan dalam memberi menciptakan kasih

(Lao Tse)

A journey of a thousand miles begins with a single step (Andrania)

Do what you love, love what you do (Bristan)

Harapan kosong itu lebih menyakitkan daripada kenyataan yang pahit sekalipun


(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

Kedua orang tua, terima kasih untuk segalanya Adik tersayang, yang selalu ada untukku

Seluruh keluarga besar, yang telah memberikan semangat untuk berjuang Sahabat-sahabat, yang selalu menghiburku


(6)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur bagi Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam Pelayanan Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku pembimbing skripsi yang selama ini telah banyak memberikan saran dan arahan serta kesabaran sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Drs. Muchtar Hadi, M.Si selaku pembimbing akademis yang selama ini telah membimbing penulis.

3. Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

4. Para informan yang telah bersedia memberikan waktu dan kesediannya untuk memberikan informasi yang dibutuhkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan saran selama pembuatan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Dalam skripsi ini tentu tidak terlepas dari adanya kekurangan dan keterbatasan ilmu dan pengetahuan yang dimiliki oleh penulis. Untuk itulah diperlukan kritik dan saran yang bersifat membangun guna menyempurnakan skripsi ini. Semoga dengan dibuatnya skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya.

Surakarta, Mei 2012


(7)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Persetujuan... ii

Pengesahan... iii

Motto... iv

Persembahan... v

Kata Pengantar... vi

Daftar Isi... vii

Daftar Tabel... ix

Daftar Gambar... x

ABSTRAK... xi

ABSTRACT... xii

Bab I. Pendahuluan A.Latar Belakang Masalah... 1

B.Perumusan Masalah... 11

C.Tujuan Penelitian... 11

D.Manfaat Penelitian... 12

Bab II. Tinjauan Pustaka A.Landasan Teori... 14

1.Pelayanan... 14

2.Responsivitas... 37


(8)

B.Kerangka Berpikir... 54

Bab III. Metode Penelitian A.Jenis Penelitian... 58

B.Lokasi Penelitian... 58

C.Sumber Data... 59

D.Teknik Pengumpulan Data... 60

E.Teknik Pengambilan Sampel... 62

F. Validitas Data... 62

G.Teknik Analisis Data... 65

Bab IV. Hasil dan Pembahasan A.Hasil... 69

B.Pembahasan... 85

Bab V. Kesimpulan dan Saran A.Kesimpulan... 116

B.Saran... 119


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Data Pengguna PKMS di Surakarta... 4 Tabel 1.2 Pelayanan yang Diperoleh Peserta PKMS... 8 Tabel 2.1 Karakteristik Produk (Barang) dan Pelayanan... 16 Tabel 4.1 Matriks Responsivitas Dinas Kesehatan Kota dalam Pelayanan Program PKMS


(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran... 57

Gambar 3.1 Data Trianggulation... 63

Gambar 3.2 Invertigator Trianggulatio... 63

Gambar 3.3 Methodological Trianggulation... 64

Gambar 3.4 Theoritical Trianggulation... 64

Gambar 3.5 Model Analisis Interaktif... 68

Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi DKK... 81


(11)

ABSTRAK

Anjan Swasti Hardiyanti. D0108038. Responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam Pelayanan Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat

Surakarta. Skripsi Program Studi Jurusan Ilmu Administrasi. Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sebelas Maret. Surakarta, 2012.

Masih banyak masyarakat Kota Surakarta yang tidak terjaring dalam program asuransi kesehatan yang ketika sakit harus membayar semua biaya pengobatan yang mahal. Inilah yang menjadi faktor pendorong Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk membuat program daerah yaitu program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). Ada dua jenis kepesertaan dalam program PKMS ini yaitu PKMS Silver dan PKMS Gold. Tujuan dari program PKMS ini adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat yang miskin. Untuk mengetahui kemampuan Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam mengatasi keluhan masyarakat peserta program PKMS, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS.

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara, observasi, dan dokumentasi. Sumber data yang digunakan terdiri dari informan, dokumen-dokumen yang berhubungan dengan penelitian, dan observasi. Metode penarikan sampel yang digunakan bersifat purposif sampling yaitu dengan memilih informan yang dianggap tahu dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data. Uji validitas data dilakukan dengan menggunakan teknik trianggulasi data yaitu menguji data yang sejenis dari berbagai sumber. Teknis analisis data yang digunakan adalah teknis analisis interaktif yang terdiri atas tiga komponen yaitu reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan.

Hasil penelitian menunjukkan responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS sudah baik. Hal ini dapat dilihat dari lima aspek, yaitu: (i) terdapat tidaknya keluhan dari masyarakat peserta program PKMS,(ii) sikap aparat Dinas Kesehatan Kota dalam merespon keluhan dari masyarakat peserta program PKMS,(iii) penggunaan keluhan dari masyarakat peserta program PKMS sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang, (iv) berbagai tindakan aparat Dinas Kesehatan Kota untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada masyarakat peserta program PKMS, dan (v) penempatan masyarakat peserta program PKMS oleh aparat Dinas Kesehatan Kota dalam sistem pelayanan yang berlaku. Meskipun responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS sudah dapat dikatakan baik namun masih diperlukan adanya beberapa upaya yang dapat dijadikan sebagai masukan demi kepuasaan masyarakat peserta program PKMS itu sendiri, antara lain: perlu adanya kepastian waktu mengenai penerbitan PKMS Gold dan perlu adanya koordinasi serta


(12)

ABSTRACT

Anjan Swasti Hardiyanti. D0108038. The Responsiveness of Health Office

Surakarta on Surakarta Public Health Service (PKMS) program. A Thesis of

Public Administration Department. Social and Political Sciences Faculty. Sebelas Maret University. 2012.

There are still so many people who live in Solo cannot afford an insurance policy, like ASKES for civics servants nor private company employee. That why they are not strong enough to handle it when the disease comes. For destitute people it becomes one more trouble since so much money they cannot even earn easily is wasted. This is the main reason why PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta) is launched by the Government of Solo through the Health Office Surakarta. This program is aimed to Solo society in order to be able to get a better life. PKMS program consist of: PKMS Silver and PKMS Gold. Above all, the main reason is that PKMS can be the answer for all health problem, especially for the poor. However, there are complaints from PKMS customers dealing with the implementation of the program. In order to find out more how the officials competence is and how well they responsible for it.

The research method used is qualitative descriptive research method, by gathering data from interview, observation, and documentation. Meanwhile, data resources are informants; related documents, and observation, and the used sample drawing method is purposive sampling. Trusted informants are chosen to be data source. Moreover, data validity test is done by using data triangulation technique so that the similar data from any kind of resources can be tested. Finally, the used technique of data analysis is interactive analysis technique which consists of three components, they are data reduction, data performance, and conclusion.

According to the result of the research, it can concluded that the responsiveness of the Health Office Surakarta on PKMS Service is good. It can be seen from five criteria, they are: (i) Complaints from PKMS customers; (ii) The attitude when facing complaints; (iii) The complaint usage of PKMS customers as service enhancement reference; (iv) action of officials of the Health eds; and (v) PKMS customers assignation by officials of the Health Office Surakarta in service system. Even though the responsiveness of the Health Office Surakarta on PKMS Service is considered as good, some efforts are still needed to be references for improving costumer satisfaction, for example, time confirmation for PKMS Gold publication and continous coordination between the Health Office Surakarta and related hospitals.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dalam menangani kesejahteraan masyarakat sangat tergantung pada kemudahan akses dan kemampuan untuk dapat menggunakan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah. Namun sayangnya, pemerintah sering gagal dalam mewujudkan kinerja pelayanan publik yang baik. Pemerintah sebagai penyelenggara pelayanan publik telah gagal dalam merespon dinamika politik, ekonomi, sosial, dan budaya sehingga pelayanan publik cenderung menjadi tidak efisien dan responsif. Padahal responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bentuk kemampuan pemerintah untuk mengenali kebutuhan masyarakat sehingga bisa mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Dampak yang ditimbulkan dari ketidakberadaan responsivitas adalah hasil pembangunan yang ada tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang sebenarnya.

Salah satu aspek utama yang dapat mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah peningkatan sarana kesehatan. Sarana kesehatan merupakan contoh barang publik yang harus dipenuhi oleh pemerintah sebagai pemberi layanan. Pemerintah harus mengambil langkah bijak agar layanan kesehatan dapat terdistribusikan secara lebih merata sehingga berdampak positif terhadap upaya


(14)

2

pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan. Pemerintah diharapkan tampil sebagai aktor utama dalam rangka penyediaan layanan kesehatan.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah semakin menegaskan pentingnya arti responsivitas. Undang-Undang ini mengindikasikan bahwa penyelenggaraan otonomi daerah harus dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab pada daerah. Dengan kewenangan tersebut, maka pemerintah daerah akan lebih leluasa untuk menentukan kebijakan yang akan diambil yang sesuai dengan kebutuhan rakyat di daerah masing-masing. Adanya otonomi daerah telah menghasilkan cukup banyak reformasi dan perubahan. Contoh konkritnya tentang program-program inovatif untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik menjadi mudah diperoleh. Berbagai inisiatif baru dalam penyaluran pelayanan dasar, penyederhanaan perijinan, program-program untuk mengentaskan kemiskinan dapat ditemukan di berbagai daerah. Dengan demikian pemerintah daerah diharapkan dapat menghasilkan perubahan yang berkesinambungan dalam proses penyelenggaran pemerintahan.

Di sinilah kemudian Pemerintah Kota Surakarta merasa perlu untuk memprioritaskan kesehatan sebagai kebutuhan masyarakat yang harus dipenuhi secara baik. Apabila tingkat kesehatan tinggi, maka manusia akan bisa produktif dalam bekerja sehingga mampu untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Inilah yang menjadi faktor pendorong Pemerintah Kota Surakarta untuk membuat program daerah yang khusus diperuntukkan bagi masyarakat Surakarta yaitu berupa program


(15)

PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta). Program PKMS ini sendiri merupakan salah satu program unggulan dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta.

Program PKMS adalah suatu program pemeliharaan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Surakarta kepada masyarakat Kota Surakarta yang berwujud bantuan pengobatan (bantuan pembiayaan). Program ini merupakan program Pemerintah Kota Surakarta dalam bidang pelayanan kesehatan masyarakat karenanya program ini memberikan pemeliharaan pelayanan kesehatan yang meliputi upaya promotif, pramatif, kuaratif dan rehabilitasi kepada masyarakat Kota Surakarta yang memiliki kartu PKMS.

Tujuan dari program PKMS adalah mmberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat yang miskin. Sedangkan sasaran program ini yaitu semua masyarakat Surakarta yang dibuktikan dengan Kartu Keluarga dan KTP yang belum termasuk dalam program Askes PNS, Askes Swasta, Jamkesmas atau asuransi kesehatan yang lainnya.

Dasar dari pelaksanaan program PKMS di Kota Surakarta merujuk pada Peraturan Daerah Surakarta Nomor 8 Tahun 2007 Tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS). Peraturan Daerah ini merupakan tindak lanjut dari peraturan daerah sebelumnya yaitu Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1998 tentang Retribusi Pelayanan Kesehatan. Program PKMS ini secara resmi direalisasikan mulai 1 Januari 2008.


(16)

4

Kartu kepesertaan PKMS ini terdiri dari dua jenis yaitu kartu PKMS jenis perak (silver card) dan kartu PKMS jenis emas (gold card). Kartu PKMS Silver itu diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Kota Surakarta yang mendaftar sebagai peserta program PKMS sedangkan kartu PKMS Gold khusus diperuntukkan bagi masyarakat miskin.

Tabel 1.1

Data Pengguna PKMS di Surakarta

Tanggal daftar: 1 Januari 2008 hingga 30 September 2011

No Kelurahan Silver Gold Total

1. Pajang 8.174 356 8.530

2. Laweyan 483 23 506

3. Bumi 2.171 90 2.261

4. Panularan 3.259 149 3.408

5. Penumping 919 44 963

6. Sriwedari 1.193 59 1.252

7. Purwosari 3.304 258 3.562

8 Sondakan 4.607 335 4.942

9. Kerten 2.675 121 2.796

10. Jajar 2.699 60 2.759


(17)

12. Joyontakan 3.378 206 3584

13. Danukusuman 3.413 174 3.587

14. Serengan 4.227 238 4.465

15. Tipes 4.774 237 5.011

16. Kratonan 1.584 43 1.627

17. Jayengan 1.176 58 1.234

18. Kemlayan 1.265 49 1.314

19. Joyosuran 4.566 310 4.876

20 Semanggi 15.049 945 15.994

21. Pasar Kliwon 1.156 98 1.254

22. Gajahan 1.033 36 1.069

23. Baluwarti 1.892 48 1.940

24. Kampung Baru 748 39 787

25. Kedunglumbu 1.736 101 1.837

26. Sangkrah 6.326 428 6.754

27. Kauman 770 20 790

28. Kepatihan Kulon 668 55 723

29. Kepatihan Wetan 487 21 508

30. Sudiroprajan 863 62 925

31. Gandekan 3.680 134 3.814


(18)

6

33. Pucangsawit 6.376 442 6.818

34. Jagalan 5.070 297 5.367

35. Purwodiningratan 1.641 143 1.784

36. Tegalharjo 1.195 102 1.297

37. Jebres 13.193 842 14.035

38. Mojosongo 19.044 615 19.659

39. Kadipiro 24.503 2.241 26.771

40. Nusukan 13.699 999 14.698

41. Gilingan 7.658 616 8.274

42. Setabelan 1.058 76 1.134

43. Kestalan 1.157 29 1.186

44. Keprabon 788 47 835

45. Timuran 867 23 890

46. Ketelan 1.192 129 1.321

47. Punggawan 1.032 51 1.083

48. Mangkubumen 2.597 276 2.873

49. Manahan 2.857 168 3.025

50. Sumber 6.366 348 6.714

51. Banyuanyar 4.444 225 4.669

Total 209.241 12.790 222.031


(19)

Berdasarkan tabel 1.1 dapat dilihat bahwa dari tanggal 1 Januari 2008 sampai dengan tanggal 30 September 2011 sebanyak 222.031 masyarakat Kota Surakarta telah berpartisipasi dalam program PKMS terdiri dari 209.241 orang peserta program PKMS Silver dan 12.790 orang peserta program PKMS Gold. Peserta program PKMS terbanyak terdapat di Kelurahan Kadipiro yaitu 26.771 orang yang terdiri dari 24.530 orang peserta program PKMS Silver dan 2.241 orang peserta program PKMS Gold. Peserta program PKMS paling sedikit terdapat di Kelurahan Laweyan yaitu 506 orang yang terdiri dari 483 orang peserta program PKMS Silver dan 23 orang peserta program PKMS Gold.

Bantuan yang diberikan dalam program Pemeliharaan Kesehatan Mayarakat Surakarta terdiri dari bantuan pengobatan rawat jalan di Puskesmas dan Rumah Sakit Daerah Surakarta maupun rawat inap di Puskesmas rawat inap, Rumah Sakit Daerah Surakarta dan Rumah Sakit yang ditunjuk. Kemudian Dinas Kesehatan Kota Surakarta pun mulai menetapkan berbagai jenis pelayanan yang diberikan dalam program PKMS yang dibedakan berdasarkan kepemilikan PKMS Silver dan PKMS Gold yang dapat dilihat pada tabel 1.2 di bawah ini:


(20)

8

Tabel 1.2

Data Pelayanan yang Diperoleh Peserta PKMS

Kartu Pelayanan yg Diperoleh Pelayanan yg Tidak Dijamin

Pelayanan yg Dibatasi

SILVER Pelayanan kesehatan

tingkat pertama di Puskesmas dan jaringannya

Pelayanan rawat inap di Puskesmas rawat inap

Pelayanan persalinan di Puskesmas rawat inap dan RSD Kota Surakarta

Pelayanan gawat darurat di Puskesmas rawat inap

Pelayanan tingkat lanjutan di RSD Kota Surakarta

Kaca mata Intra ocular lens Alat bantu dengar Alat bantu gerak Pelayanan penunjang

diagnostic canggih Bahan, alat, dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika

General check up Protesis gigi tiruan Operasi jantung Rangkaian pemeriksaan pengobatan dan

Cuci darah (maksimal 6 kali/tahun, dalam 1 bulan hanya 1 kali)

Khemoterapi hanya 1 paket Operasi besar


(21)

Pelayanan tingkat lanjutan untuk perawatan di RS Pemerintah/Swasta yang ditunjuk oleh Pemkot, dengan fasilitas ruang perawatan kelas III, dan batas maksimal pembayaran Rp. 2.000.000,-

Pelayanan obat yang masuk formularium

tindakan dalam upaya mendapat keturunan,

termasuk bayi tabung dan pengobatan

impotensi KB

Obat-obatan diluar formularium Peserta pindah kelas perawatan Pelayanan yang tidak mengikuti prosedur/ketentuan

GOLD Fasilitas yang sama

dengan pemegang kartu silver, hanya saja biaya perawatan untuk kelas III tidak dibatasi jumlahnya.

Sama Untuk 1 kali cuci

darah dibayar 100%

Kemotherapi dengan fasilitas askeskin


(22)

10

Berdasarkan tabel 1.2 dapat dilihat bahwa ada perbedaan pelayanan kesehatan antara PKMS Silver dan PKMS Gold. Hal ini dilakukan untuk meringankan beban masyarakat miskin yang tidak bisa membayar biaya kesehatan. Maka untuk itulah ada PKMS Silver, dimana ditujukan untuk seluruh masyarakat Kota Surakarta. PKMS Silver ini memberikan subsidi kesehatan sejumlah nominal tertentu yang dimaksudkan untuk meringankan biaya pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Namun, tentu saja pasti ada masyarakat yang benar-benar tidak mampu dalam segi biaya kemudian dibuatlah kartu PKMS Gold, dimana semua biaya pengobatan diberikan secara gratis.

Walaupun Pemerintah Kota Surakarta telah memberikan bantuan pengobatan di program PKMS ini, dalam penyelenggaraan pelayanan program PKMS ini pun masih terdapat keluhan dari masyarakat peserta program PKMS. Keluhan yang ada berupa keluhan mengenai PKMS yang tidak menjamin biaya pengobatan di Rumah Sakit dan keluhan mengenai kamar Rumah Sakit yang penuh. Kemudian ada juga keluhan yang disampaikan oleh Ibu Sulastri peserta PKMS Gold:

sebenarnya saya sudah datang ke sini (DKK) beberapa kali. Untuk memastikan apakah katu PKMS Gold saya jadi diterbitkan atau tidak. Tapi sampai sekarang ini ternyata juga belum terbit juga mbak.

(wawancara pada tanggal 7 Maret 2012)

Selain itu Bapak Tukiman Subagyo peserta PKMS Silver juga menambahkan:

waktu di pendaftarannya aja yang tidak begitu menyenangkan. Petugas pendaftarannya sama sekali tidak ramah dan menyenangkan.


(23)

Untuk mengetahui kemampuan daya tanggap aparat Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi keluhan-keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS?

2. Apa saja faktor-faktor terkait yang ikut mempengaruhi dalam pelayanan program PKMS?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dibagi dalam tiga tujuan, yaitu: 1. Tujuan Operasional

a. Mengetahui responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam hal pelayanan program PKMS.

b. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang berpengaruh dalam pelayanan program PKMS.


(24)

12

2. Tujuan Fungsional

Untuk memberikan sumbangan pemikiran kepada Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam melakukan pelayanan program PKMS secara optimal untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Kota Surakarta.

3. Tujuan Individual

Sebagai syarat bagi penulis untuk memenuhi gelar Sarjana pada Jurusan Ilmu Administrasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sebelas Maret Surakarta

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini antara lain: 1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai informasi bagi Dinas Kesehatan Kota Surakarta yang berkaitan dengan kemampuan aparat Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi adanya sejumlah keluhan masyarakat peserta program PKMS yang berhubungan dengan masalah pelayanan program PKMS yang dianggap masih kurang maksimal.

b. Mengetahui faktor-faktor terkait yang berpengaruh dalam penyelenggaraan program PKMS agar menjadi suatu bahan rekomendasi bagi program PKMS di masa yang akan datang


(25)

c. Memberikan sumbangan pemikiran yang nantinya dapat digunakan untuk membantu bagi penelitian selanjutnya yang sejenis

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan dalam pelayanan program PKMS.


(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

Landasan teori adalah teori yang digunakan untuk membantu menjelaskan variabel-variabel penelitian yang akan digunakan untuk merumuskan kerangka berpikir. Dalam penelitian ini, variabel-variabel penelitian yang digunakan antara lain:

1. Pelayanan

Salah satu harapan yang muncul semenjak dikeluarkannya UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah semakin optimalnya pembangunan dan pelayanan publik di daerah. Hal tersebut juga diungkapkan dalam jurnal internasional Decentralization and the Provision of Public Services: Framework and Implementation oleh Aehyung Kim:

goods and services. It is viewed as a way to make government more efficient, (Dalam beberapa tahun terakhir, banyak negara di seluruh dunia telah

dipandang sebagai suatu cara untuk membuat pemerintah lebih efisien, responsif, dan akuntabel.)

(Jurnal Internasional : Aehyung Kim. 2008. Decentralization and the Provision of Public Services: Framework and Implementation. World Bank Policy Research Working Paper No. 4503)


(27)

Hal ini tak lepas dari keberadaan pelayanan publik yang dianggap sebagai garda terdepan dalam pencapaian tujuan nasional sebagaimana diamanatkan Pembukaan UUD 1945. Hal ini mengandung makna bahwa pelayanan publik merupakan implementasi dari penyelenggaraan pemerintah yang bertujuan untuk memajukan tujuan nasional terutama kesejahteraan rakyat (UU Nomor 25 Tahun 2009).

Menurut Sedarmayanti (2009:243) yang dimaksud pelayanan berarti melayani suatu jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat dalam segala bidang. Sebab kegiatan pelayanan kepada masyarakat merupakan salah satu tugas dan fungsi administrasi negara.

Sedangkan menurut Ivancevich, Lorenzi, Skinner dan Crosby dalam Ratminto & Atik Septi Winarsih (2007:2) mengemukakan:

lah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan

peralatan-Ini adalah definisi yang paling simpel. Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos sebagai mana dikutip di bawah ini:

tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk Gronroos (1990:27)

Dari dua definisi tersebut di atas dapat diketahui bahwa ciri pokok pelayanan adalah tidak kasat mata (tidak dapat diraba) dan melibatkan upaya


(28)

16

manusia (karyawan) atau peralatan lain yang disediakan oleh perusahaan penyelenggara pelayanan. Ciri-ciri lain yang lebih lengkap yang dapat dipakai untuk memahami pengertian pelayanan telah diberikan oleh Zemke sebagaimana di kutip olehCollins dan Mc Laughlin (1996: 559) dapat dilihat dalam tabel 2.1 di bawah ini:

Tabel 2.1

Karakteristik Produk (Barang) dan Pelayanan

Produk (Barang) Jasa Pelayanan

Konsumen memiliki objeknya Konsumen meniliki kenangan. Pengalaman atau memori tersebut tidak bisa dijual atau diberikan kepada orang lain

Tujuan pembuatan barang adalah keseragaman, semua barang adalah sama

Tujuan penyelenggaraan pelayanan adalah keunikan. Setiap konsumen dan setiap

Suatu produk atau barang dapat di simpan di gudang, sampelnya dapat dikirim ke konsumen

Suatu pelayanan terjadi saat tertentu, ini tidak dapat disimpan di gudang atau di kirimkan contohnya

Konsumen adalah pengguna akhir yang


(29)

Kontrol kualitas dilakukan dengan cara membandingkan output dengan spesifikasinya

Konsumen melakukan kontrol kualitas dengan cara membandingkan harapannya dengan pengalamannya

Jika terjadi kesalahan produksi, produk (barabg) dapat ditarik kembali dari pasar

Jika terjadi kesalahan, satu-satunya cara yang bisa dilakukan untuk memperbaiki adalah meminta maaf

Moral karyawan sangat penting Moral karyawan berperan sangat penting Ratminto & Atik Septi Winarsih (2007:3)

Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 81 Tahun 1993 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefinisikan pelayanan publik sebagai:

Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(Keputusan MENPAN Nomor 63/2003)

Mengikuti definisi tersebut di atas, pelayanan publik dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah,


(30)

18

dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2007:5).

Sedangkan pengertian pelayanan publik menurut Sinambela (2008:5-6) adalah pemenuhan keinginan dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik (masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pada hakekatnya negara dalam hal ini pemerintah (birokrasi) haruslah dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Kebutuhan dalam hal ini bukanlah kebutuhan secara individual akan tetapi berbagai kebutuhan yang sesungguhnya diharapkan oleh masyarakat, misalnya kebutuhan akan kesehatan, pendidikan, dan lain-lain.

Dalam perspektif hubungan antara masyarakat dan pemerintah sebagai penyedia pelayanan publik, menurut Moleong dalam Ismail dkk (2010:85) mengartikan pelayanan publik sebagai pemberian layanan terhadap keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Hal ini mengandung makna bahwa pelayanan publik merupakan salah satu wujud dan fungsi aparatur negara dalam memberikan layanan pada masyarakat, dalam posisinya sebagai abdi negara dan abdi masyarakat.

Sedarmayanti (2004) dalam jurnal Pelayanan Satu Atap sebagai Strategi Pelayanan Prima di Era Otonomi Daerah oleh Agung Priyono


(31)

mengemukakan bahwa pelayanan publik dilaksanakan dalam suatu rangkaian kegiatan yang bersifat sederhana, terbuka, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau. Sedarmayanti (2004) lebih lanjut menegaskan, bahwa hakekat dari pelayanan publik adalah:

1. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi instansi pemerintah di bidang pelayanan umum

2. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan, sehingga pelayanan umum dapat diselenggarakan secara lebih berdaya guna dan berhasil guna mendorong tumbuhnya kreativitas, prakarsa dan peran serta masyarakat dalam pembangunan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas.

(Jurnal Pelayanan Satu Atap sebagai Strategi Pelayanan Prima di Era Otonomi Daerah, Spirit Publik volume 2 nomor 2 tahun 2006 oleh Agung Priyono).

Untuk dapat memberikan pelayanan yang memuaskan bagi pengguna jasa, penyelenggara pelayanan harus memenuhi asas-asas pelayanan yang tertuang dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 sebagai berikut:

a. Tranparansi

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh demua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti b. Akuntabilitas


(32)

20

Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perudang-undangan

c. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efidiensi dan efektivitas.

d. Partisipatif

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

e. Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gemder dan status ekonomi

f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayanan public harus memenuhui hak dan kewajiban masing-masing pihak

Peningkatan pelayanan kepada publik banyak ditentukan oleh sejauhmana pemerintah dapat menyusun sebuah legislasi yang dapat diterjemahkan dengan tepat dan para manajer publik dalam bentuk perubahan struktur organisasi maupun perubahan dalam bentuk-bentuk pelayanan. Untuk menghasilkan proses, produk, dan mutu pelayanan yang berkualitas, Islamy


(33)

dalam Maiyulnita (2007) menyebutkan ada beberapa dimensi orientasi pelayanan yang harus dipenuhi sebagai berikut:

1. Quality. Pelanggan sangat berkepentingan dengan pelayanan yang bermutu. Pelayanan harus berorientasi pada mutu, sehingga perlu didengar dan dilihat pandangan pelanggan serta pengalaman mereka atas mutu pelayanan yang diterimanya.

2. Access. Pelayanan harus mudah diakses oleh pelanggan, di antaranya letak kantor pelayanan harus bisa dijangkau, jam kerja kantor pelayanan harus sesuai dengan peluang dan kesempatan pelanggan, aparat dan sistem pelayanan harus menjamin terpenuhinya kebutuhan kejiwaan dan sosial pelanggan, dan pelanggan harus mudah memahami informasi pelayanan.

3. Choice. Pelayanan harus berorientasi pada pilihan dan keinginan pelanggan. Aparat perlu mencermati dan memahami dengan baik dan benar apa yang menjadi pilihan, keinginan pelanggan dan kemudian berusaha memenuhinya.

4. Participative control. Rakyat mempunyai hak untuk mengawasi dan mengendalikan pelayanan yang mereka terima.

(Ismail dkk, 2010:68-69)

Pelayanan publik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan publik yang termasuk dalam kategori pelayanan jasa yang


(34)

22

sebagai pengguna layanan. Adapun pengertian jasa seperti yang didefinisikan oleh Kotler dalam Fandy Tjiptono (1997:23) adalah setiap tindakan atau perbuatan yang ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

Jasa memiliki 4 karakteristik utama yang membedakan dari barang, yaitu:

1. Intangibility

Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda; maka jasa adalah suatu perbuatan kinerja (performance), atau usaha. Jasa bersifat intangible, maksudnya tidak dapat dilihat, dirasa, dicium, didengar, atau diraba sebelum dibeli dan dikonsumsi. Konsep intangible pada jasa memiliki dua pengertian, yaitu:

a. Sesuatu yang tidak dapat disentuh dan tidak dapat dirasa

b. Sesuatu yang tidak dapat dengan mudah didefinisikan, diformulasikan, atau dipahami secara rohaniyah.

2. Inseparability

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa di lain pihak, umumnya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa pelanggan mempunyai ciri khusus dalam pemasaran jasa.


(35)

3. Variability

Jasa bersifat sangat variabel, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan dan dimana jasa tersebut dihasilkan. Dalam penegndalian jasa dapat melakukan tiga tahap sebagai berikut:

a. Melakukan investasi dalam seleksi dan pelatihan personil yang baik

b. Melakukan standarisasi proses pelaksanaan jasa ( service-performance process). Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyiapkan suatu diagram alur, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor potensial yang dapat menyebabkan kegagalan dalam jasa tersebut

c. Memantau kepuasan pelanggan melalui system saran dan keluhan, survei pelanggan, sehingga pelayanan yang kurang baik dapat dideteksi dan dikoreksi.

4. Perishability

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. (Fandy Tjiptono, 1997:24-27)

Menurut Parasuraman, Zeithaml dan Berry (1991) dalam Ismail dkk (2010:5), kualitas jasa harus mengacu pada syarat-syarat utama untuk dapat memberikan kualitas pelayanan yang diharapkan, yaitu harus menetapkan


(36)

24

standar pelaksanaan yang spesifik, adanya komunikasi yang baik, dan tidak adanya kesenjangan antara jasa yang diharapkan masyarakat dengan layanan yang diberikan oleh unit pelayanan.

Pengertian dari pelayanan jasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan aspek penting dari hak asasi manusia (HAM), sebagaimana disebutkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tertanggal 10 November 1948. Sebagai hak asasi manusia, maka hak kesehatan adalah hak yang melekat pada seseorang karena kelahirannya sebagai manusia, bukan karena pemberian seseorang atau negara, dan oleh sebab itu tentu saja tidak dapat dicabut dan dilanggar oleh siapa pun. Karena itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam Universal Declaration of Human Rights pada pasal 25 huruf (a) menegaskan bahwa:

in kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya maupun keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan, dan perawatan kesehatan, serta usaha-usaha social yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada waktu mengalami pengangguran, menderita sakit, menjadi orang cacat, janda, mencapai usia lanjut atau mengalami kekurangan nafkah dan lain-lain karena keadaan di kuar

Pemenuhan kebutuhan akan kesehatan memerlukan pelayanan yang perlu penanganan yang berbeda dengan kebutuhan yang lain, karena pemenuhan kebutuhan kesehatan aktivitasnya lebih kompleks sehingga perlu adanya layanan publik, campur tangan negara (pemerintah), khususnya dalam


(37)

penyediaan barang-barang, jasa layanan maupun aktifitas penunjang yang diperlukan.

Pelayanan kesehatan seperti yang diungkapkan Levey dan Loomba dalam Azrul Azwar (1996:35) adalah:

-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan,

Agar suatu pelayanan kesehatan dapat dikatakan baik maka harus memiliki persyaratan pokok, diantaranya:

1. Tersedia dan berkesinambungan

Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit untuk ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat adalah pada saat setiap dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat serta bersifat wajar.

3. Mudah dicapai

Penegertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama berkaitan dengan lokasi atau pengaturan distribusi sarana kesehatan agar merata di setiap tempat.


(38)

26

4. Mudah dijangkau

Hal ini dipandang dari sudut biaya, sehingga harus diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat.

5. Bermutu

Pengertian mutu yang dimaksud disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan.

(Azrul Azwar, 1996: 38-39).

Dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 dimana dinyatakan bahwa setiap penyelenggaraan pelayanan publik termasuk pelayanan kesehatan haruslah memiliki prinsip dan standar pelayanan yang dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. Prinsip pelayanan publik yang tercantum dalam Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004 meliputi:

1. Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan.


(39)

2. Kejelasan

Kejelasan ini mencakup kejelasan dalam hal:

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik b. Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggungjawab

dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan/ sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik c. Rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayaran 3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah. 5. Keamanan

Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

6. Tanggungjawab

Pimpinan penyelenggaraan pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/ persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.


(40)

28

7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi komunikasi dan informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10.Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan lain-lain.

(Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2007:22-23)

Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang wajib ditaati oleh pemberi dan atau penerima layanan. Menurut Keputusan MENPAN Nomor 63 Tahun 2004, standar pelayanan sekurang-kurangnya meliputi:


(41)

1. Prosedur Pelayanan

Prosedur pelayanan yang dilakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan

2. Waktu Penyelesaian

Waktu penyelesaian yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan

3. Biaya Pelayanan

Biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian layanan

4. Produk Pelayanan

Hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan

5. Sarana dan Prasarana

Penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik

6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan

Kompetensi petugas pemberi pelayananharus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.

(Ratminto & Atik Septi Winarsih, 2007:23-24)


(42)

30

manajemen untuk mendukung kinerja dan memantau dan mengukur kinerja, sebagai perwujudan dari apa yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh pelayan publik agar kualitas layanan menjadi baik, maka dalam memberikan layanan publik seharusnya mudah dalam pengurusan bagi yang berkepentingan (prosedurnya sederhana), mendapat pelayanan yang wajar, mendapatkan pelayanan yang sama tanpa pilih kasih, dan mendapatkan perlakuan jujur dan terus terang (transparansi).

Dalam Ismail dkk (2010:19-20) dikemukakan adanya berbagai kelemahan yang terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain:

1. Kurang responsif. Kondisi ini terjadi pada hampir semua tingkatan unsur pelayanan, mulai pada tingkatan petugas pelayanan (front line) sampai dengan tingkatan penanggungjawab instansi. Respon terhadap berbagai keluhan, aspirasi, maupun harapan masyarakat seringkali lambat atau bahkan diabaikan sama sekali.

2. Kurang informatif. Berbagai informasi yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat, lambat atau bahkan tidak sampai kepada masyarakat.

3. Kurang aksesibel. Berbagai unit pelaksana pelayanan terletak jauh dari jangkauan masyarakat, sehingga menyulitkan bagi mereka yang memerlukan pelayanan tersebut.


(43)

4. Kurang koordinasi. Berbagai unit pelayanan yang terkait satu dengan lainnya sangat kurang terkoordinasi. Akibatnya, sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi pelayanan dengan instansi pelayanan lain yang terkait.

5. Birokratis. Pelayanan biasanya dilakukan melalui proses yang terdiri dari berbagai level, sehingga menyebabkan penyelesaian pelayanan yang terlalu lama. Dalam kaitan dengan penyelesaian masalah pelayanan, kemungkinan staf pelayanan untuk dapat menyelesaikan masalah sangat kecil. Di lain pihak, kemungkinan masyarakat untuk bertemu dengan penanggungjawab pelayanan, dalam rangka menyelesaikan masalah yang terjadi ketika pelayanan diberikan, juga sangat sulit. Akibatnya, berbagai masalah pelayanan memerlukan waktu yang lama untuk diselesaikan.

6. Kurang mau mendengar keluhan/ saran/ aspirasi masyarakat. Pada umumnya aparat pelayanan kurang memiliki kemauan untuk mendengar keluhan/ saran/ aspirasi dari masyarakat pengguna layanan. Akibatnya, pelayanan dilaksanakan apa adanya, tanpa ada perbaikan dari waktu ke waktu.

7. Inefisien. Berbagai persyaratan yang diperlukan seringkali tidak relevan dengan pelayanan yang diberikan.


(44)

32

Untuk mengetahui keberhasilan dalam penyelenggaraan pelayanan publik ini maka diperlukan penilaian kinerja. Penilaian kinerja merupakan suatu kegiatan yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai misinya. Dalam Dwiyanto (2002:45), untuk organisasi pelayanan publik, informasi mengenai kinerja sangat berguna untuk menilai seberapa jauh pelayanan yang diberikan oleh organisasi itu memenuhi harapan dan pengguna jasa. Hal ini serupa dengan apa yang dikatakan Wisniewski and Stewart dalam jurnal Public Services and Performance Management: The High Performance Working Inventory. Journal of Finance and Management in Public Service oleh Armitage, Andrew Armitage dan Diane Keeble-Allen:

decision making and the public acountability of any organization in any (Informasi mengenai kinerja adalah isi yang sangat penting untuk kontrol manajemen, informasi pembuatan keputusan dan akuntabilitas publik di sektor apapun)

(Jurnal Internasional: Armitage, Andrew & Diane Keeble-Allen. 2009:5. Public Services and Performance Management: The High Performance Working Inventory. Journal of Finance and Management in Public Service. Vol 8. No 1)

Menurut Kumorotomo dalam Dwiyanto (2002:52) menggunakan beberapa kriteria untuk dijadikan pedoman dalam menilai kinerja organisasi pelayanan publik antara lain:


(45)

1. Efisiensi

Efisiensi menyangkut pertimbangan tentang keberhasilan organisasi pelayanan publik mendapatkan laba, memanfaatkan faktor-faktor produksi serta pertimbangan yang berasal dari rasionalitas ekonomis. Apabila diterapkan secar objektif, kriteria. seperti likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas merupakan kriteria efisiensi yang sangat relevan.

2. Efektivitas

Apakah tujuan dan didirikannya organisasi pelayanan publik tersebut tercapai? Hal tersebut erat kaitannya dengan rasionalitas teknis, nilai, misi, tujuan organisasi, serta fungsi agen pembangunan.

3. Keadilan

Keadilan mempertanyakan distnibusi dan alokasi layanan yang diselenggarakanoieh organisasi pelayanan publik. Kriteria ini erat kaitannya dengan konsep ketercukupan atau kepantasan. Keduanya mempersoalkan apakah tingkat efektivitas tertentu, kebutuhan dan nilai-nilai dalam masyarakat dapat terpenuhi. Isu-isu yang mnyangkut pemerataan pembangunan, layanan kepada kelompok pinggiran dan sebagainya, akan mampu dijawab melalui kriteria ini.


(46)

34

4. Daya Tanggap

Berlainan dengan bisnis yang dilaksanakan oleh perusahaan swasta, organisasi pelayanan publik merupakan bagan diri daya tanggap negara atau pemerintah akan kebutuhan vital masyarakat. Oleh sebab itu, kriteria organisasi tersebut secara keseluruhan harus dapat dipertanggungjawabkan secara transparan demi memenuhi kriteria daya tanggap.

Sedangkan Agus Dwiyanto (2002:49) mengemukakan bahwa penilaian kinerja birokrasi publik tidak cukup hanya dilakukan dengan menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi publik, seperti efisiensi dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga indikator-indikator yang melekat pada pengguna jasa seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas, dan responsivitas. Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena birokasi publik seringkali memiliki kewenangan monopolis sehingga para pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Untuk itu Agus Dwiyanto mengemukakan lima indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja birokrasi publik, yaitu:

1. Produktivitas

Konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahaini sebagai rasio antara input dengan output. Konsep produktivitas dirasa


(47)

terlalu sempit dan kemudian General Accounting Office (GAO) mencoba mengembangkan satu ukuran produktivitas yang lebih luas dengan memasukkan seberapa besar pelayanan publik itu memiliki hasil yang diharapkan sebagai salah satu indikator kinerja yang penting.

2. Kualitas Layanan

Isu mengenai kualitas layanan cenderung menjadi semakin penting dalam menjelaskan kinerja organisasi pelayanan publik. Banyak pandangan negatif yang terbentuk mengenai organisasi publik muncul karena ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diterima dan organisasi publik. Dengan demikian, kepuasaan masyarakat terhadap Layanan dapat dijadikan indikator kinerja organisasi publik. Keuntungan utama menggunakan kepuasan masyarakat sebagai indikator kinerja adalah informasi mengenai kepuasan masyarakat seringkali tersedia secara mudah dan murah. Informasi mengenai kepuasan terhadap kualitas pelayanan seringkali dapat diperoleh dan media massa atau diskusi pubilk. Akibat akses terhadap informasi mengenai kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan relatif sangat tinggi, maka bisa menjadi satu ukuran kinerja organisasi publik yang mudah dan murah dipergunakan. Kepuasan masyarakat bisa menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi


(48)

36

3. Responsivitas

Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas di sini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kcbutuhan dan aspirasi.

4. Responsibilitas

Responsibilitas menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.

5. Akuntabilitas

Akuntabilitas publik menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipilih oleh rakyat. Asumsinya adalah bahwa para pejabat politik tersebut karena dipilih oleh rakyat, dengan sendirinya akan selalu merepresentasikan kepentingan rakyat. Dalam konteks ini, konsep akuntabilitas publik dapat digunakan untuk melihat seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik itu konsisten dengan kehendak internal yang dikembangkan oleh organisasi publik atau


(49)

pemerintah, seperti pencapaian target. Kinerja sebaiknya harus dinilai dari ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Suatu kegiatan organisasi publik memiliki akuntabilitas yang tinggi kalau kegiatan itu dianggap benar dan sesuai dengan nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat.

Dalam penelitian mengenai pelayanan program PKMS ini, untuk mengukur kinerja pelayanan publik yaitu kinerja Dinas Kesehatan Kota maka peneliti menggunakan indikator responsivitas seperti yang diungkapkan oleh Agus Dwiyanto. Peneliti memilih untuk menggunakan indikator responsivitas karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan Dinas Kesehatan Kota dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam program PKMS. Jadi dalam penelitian ini nanti akan dijelaskan mengenai kemampuan daya tanggap Dinas Kesehatan Kota untuk mengatasi keluhan-keluhan yang disampaikan oleh masyarakat peserta program PKMS dalam memperoleh pelayanan kesehatan.

B. Responsivitas

Pelayanan publik yang responsif akan memainkan dampak yang signifikan terhadap tujuan pelayanan publik itu sendiri. Hal ini karena pelayanan yang diberikan berangkat dari kebutuhan dan harapan masyarakat selaku penerima layanan sehingga yang diberikan merupakan representasi dari harapan. Dengan demikian pelayanan publik yang sesuai dengan harapan


(50)

38

masyarakat menunjukan kinerja yang baik pada suatu pemerintahan yang tidak akan terlepas dari konsep good governance.

Santosa (2008:131) mengemukakan bahwa responsivitas merupakan kemampuan lembaga publik dalam merespon kebutuhan masyarakat terutama yang berkaitan dengan basic needs (kebutuhan dasar) dan HAM (hak sipil, hak politik, hak ekonomi, hak sosial dan hak budaya). Dengan demikian pelayanan publik harus mengutamakan kebutuhan dasar manusia dan HAM. Hal ini karena eksistensi manusia bergantung dengan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar dan hakikinya yaitu HAM.

Responsivitas mengandung arti diperhatikannya dan dipenuhinya tuntutan dan permintaan warga negara. Para administrator atau para pejabat pemerintah berkeharusan memenuhi permintaan dan tuntutan warga negara (Sudarmo, 2011:125). Hal yang perlu dicatat adalah warga negara terdiri dari berbagai kelompok kepentingan yang berbeda-beda. Seringkali kepentingan dan kebutuhan masyarakat tersebut saling bertentangan satu sama lain serta isu publik tersebut seringkali merupakan upaya yang sengaja diciptakan oleh kelompok komunitas tertentu. Kepentingan masyarakat yang saling bertentangan tersebut saling bersaing dalam memdapatkan perhatian dari pemerintah. Dalam keadaan ini pemerintah dituntut untuk peka dalam mengidentifikasikan kepentingan yang harus mendapatkan prioritas dengan menerapkan asas keterbukaan atau transparansi.


(51)

Dalam Jurnal Internasional: Thrust as Capacity: The Role of Integrity and Responsiveness oleh Robert B. Denhardt dijelaskan bahwa:

-and to put the needs and values of citizens first in our decisions and our action. We must reach out in new and innovative ways to understand what our citizens are concerced about. And we must respond to the needs that they believe will make a better life for themselves and their children. In (Jurnal Internasional: Thrust as Capacity: The Role of Integrity and Responsiveness, oleh Robert B. Denhardt, volume 2, tahun 2002, halaman 73)

Dalam jurnal internasional tersebut dapat dipahami bahwa pemerintah harus menempatkan warga negara atau masyarakat di urutan pertama. Pemerintah harus bersedia untuk mendengarkan dan menempatkan kebutuhan dan nilai-nilai warga negara di urutan pertama di dalam segala keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah harus melakukan pembaharuan dan melakukan cara yang inovatif untuk memahami apa yang membuat warga negaranya khawatir. Dan juga pemerintah harus menanggapi kebutuhan warga negara atau masyarakat percaya dapat membantu membuat kehidupan menjadi lebih baik untuk diri mereka sendiri dan juga anak-anak mereka.

Responsivitas menuntut agar semua pejabat publik /administrator publik tanggap terhadap semua tuntutan publik dan tidak diperkenankan menolak atau mengabaikan semua tuntutan warga negara, kapan saja dan dimana saja. Hanya saja yang menjadi landasan bagi para administrator untuk


(52)

40

melayani atau menanggapi semua tuntutan/permintaan warga negara adalah apakah warga negara yang menuntut atau meminta pelayanan birokrasi tersebut secara prosedural atau administratif memenuhi persyaratan yang ditentukan. Jika warga negara tersebut memenuhi semua persyaratan yang ditentukan maka ia adalah orang yang eligible untuk memperoleh pelayanan, sehingga tidak ada alasan bagi administrator/pejabat publik untuk menolak

eligible

yang digunakan sebagai dasar bagi administrator untuk memenuhi tuntutan-tuntutan mereka.

Dwiyanto (2002:48) mengemukakan bahwa responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, dan mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Dengan demikian responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Begitu pula sebaliknya, responsivitas yang tinggi ditunjukan dengan adanya keselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan


(53)

masyarakat sehingga dapat mewujudkan keberhasilan misi dan tujuan organisasi publik.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dilulio dalam Agus Dwiyanto (2002:60) bahwa responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Sehingga dapat dikatakan responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan pengguna jasa.

Berdasarkan beberapa definisi tentang responsivitas di atas maka dapat disimpulkan bahwa responsivitas merupakan kemampuan daya tanggap aparat lembaga publik untuk mengenali kebutuhan masyarakat melalui komunikasi antara masyarakat dengan pemerintah sehingga akan terbentuk solusi yang dirasa mampu untuk mengatasi kebutuhan tersebut. Untuk mengetahui apakah solusi tersebut benar-benar telah tepat sasaran maka diperlukan adanya penilaian dari masyarakat selaku sebagai pengguna layanan terkait dengan solusi itu sehingga apabila solusi itu dirasa kurang mampu untuk mengatasi masalah publik maka masyarakat dapat memberi kritik dan saran kepada pemerintah sebagai penyelenggara proses pemerintahan agar terjadi perubahan ke arah yang lebih baik.


(54)

42

Faktor-faktor yang mempengaruhi responsivitas pemerintah menurut Muhammad Ali dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik: Responsivitas Pemerintah Daerah Terhadap Krisis Ekonomi adalah:

1. Kemampuan birokrasi/organisasi

Menurut Esman (1972) menyebutkan bahwa kemampuan kapabilitas organisai diukur dari lima indikator yaitu:

a. Tehnical capacity, kemampuan untuk memberikan jasa-jasa teknis, berupa layanan dan pembaharuan bagi masyarakat pada tingkat kompetensi yang makin bertambah

b. Normative commitments, sejauhmana gagasan, hubungan-hubungan dan fungsi-fungsi yang perjuangan tersebut telah direalisasi oleh staff atau pengelolanya

c. Innovative thrust, kemampuan dari organisasi untuk mengadakan dan melanjutkan inovasi sehingga perubahan yang diperkenalkan tidak membeku dan dapat menyesuaikan diri terhadap peluang-peluang baru

d. Environment image, sejauhmana organisasi dipandang berharga dan menguntungkan masyarakat

e. Speed effect, tingkat sejauhmana misi yang diperjuangkan organisasi telah diterima dan terpadu dalam kegiatan yang sedang berjalan dari lembaga lainnya


(55)

2. Struktur birokrasi /organisasi

Struktur birokrasi adalah sehubungan dengan sumber daya manusia, pengertian struktur meliputi faktor-faktor seperti luasnya desentralisasi, pengendalian, jumlah spesialisasi pekerjaan, cakupan perumusan interaksi antar pribadi dan sebagainya.

Menurut Gibson (1998) merumuskan empat hal yang penting dari struktur birokrasi:

a. Menentukan tingkat desentralisasi kewenangan b. Menentukan tingkat spesialisasi

c. Fleksibilitas prosedur

d. Menentukan tingkat rentang kendali 3. Intensitas kontrol masyarakat

Untuk mewujudkan birokrasi yang responsif terhadap lingkungan dan masyarakat, maka perbaikan efektivitas pengawasan penyelenggaraan birokrasi publik menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari. Pengawasan terhadap birokrasi cenderung menempatkan efisiensi sebagai pusat perhatian, sedangkan pengawasan eksternal dari masyarakat biasanya lebih memperhatikan aspek-aspek daya tanggap dan pertanggungjawaban dari program dan kegiatan birokrasi public. Muhammad Ali juga mengemukakan, untuk mengetahui responsivitas pemerintah dapat dilihat dari indikator:


(56)

44

1. Bagaimana pemerintah menampung aspirasi rakyat.

2. Kemampuan merubah kebijakan inisiatif dan partisipatif masyarakat. 3. Kemempuan memenuhi aspirasi serta kebutuhan publik.

(Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik: Responsivitas Pemerintah Daerah Terhadap Krisis Ekonomi, oleh Muhammad Ali, volume 7, nomor 1 Mei 2003, halaman 22-25)

Responsivitas dalam pelayanan publik juga dipengaruhi oleh dua hal penting yaitu komunikasi dan sumber daya.

Komunikasi dibutuhkan agar terjamin kesesuaian harapan antara pemerintah dan masyarakat. Dalam hubungan yang demikian pemerintah atau birokrasi adalah pihak yang aktif dibandingkan dengan masyarakat sebagai pengguna layanan. Maka dari itu, pemerintah dituntut untuk selalu memberi respon yang positif, yang mana respon positif ini penting untuk menimbulkan citra yang baik kepada masyarakat sehingga mereka merasa diperhatikan dan dilayanani sepenuhnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Dwiyanto (2002:67) yaitu

keterbukaan informasi dan seberapa jauh interaksi komunikasi yang terjalin antara birokrasi sebagai pemberi layanan dengan masyarakat pengguna jasa.

Responsivitas memiliki dua karakteristik yang sangat penting yang berhubungan dengan layanan interaksi antara pemberi layanan dengan pengguna layanan yaitu responsivitas emosional dan responsivitas informasi. Responsivitas emosional merupakan responsivitas yang berhubungan dengan


(57)

kondisi emosi dan keramahtamahan para pemberi layanan kepada pengguna layanan. Misalnya, ekspresi senyum sangat diperlukan ketika para pemberi layanan pertama kali berintekasi dengan pengguna layanan. Karena hal tersebut dapat menafsirkan sifat yang bersahabat antara pemberi layanan dan pengguna layanan.

Sedangkan responsivitas informasi merupakan responsivitas yang berkaitan dengan informasi yang diperlukan oleh pengguna layananan. Misalnya, apabila pengguna layanan tidak mengerti atau kurang paham mengenai beberapa prosedur atau persyaratan yang berkaitan dengan informasi pelayanan maka pemberi layanan dengan sigap memberi penjelasan mengenai hal-hal yang kurang dipahami sehingga tidak terjadi kesalahpahaman informasi. Dengan demikian maka dapat tercipta suatu keharmonisan dalam berinteraksi antara pemberi layanan dan pengguna layanan.

Selain komunikasi, hal penting yang ikut berpengaruh terhadap responsivitas suatu layanan publik adalah sumber daya manusia baik secara kualitas maupun kuantitas. Sumber daya manusia tersebut meliputi pihak pemberi layanan maupun penerima layanan. Sumber daya manusia merupakan kunci penentu dalam suatu isu ataupun masalah publik. Begitu pula dalam suatu pelayanan publik. Sebaik apapun konsep layanan publik dibuat dengan sempurna namun jika pelaksananya tidak melaksanakannya dengan baik maka


(58)

46

penerima layanan, apabila manusia itu sendiri sebagai penerima layanan tidak menyadari atau tidak adanya kemauan dalam menjalankan atau menerima layanan publik tersebut maka tidak akan efektif. Hal lainnya adalah sumber-sumber daya lain meliputi kesediaan fasilitas sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik maupun ketersediaan alokasi dana yang sesuai dengan kebutuhan. Sumber daya manusia yang siap baik secara kualitatif maupun kuantitatif apabila tidak didukung dengan sumber-sumber daya lainnya (misal: sarana prasarana dan alokasi dana) maka program atau layanan tersebut susah untuk terealisasikan.

Dalam penelitian ini akan diuraikan mengenai responsivitas Dinas Kesehatan Kota untuk mengatasi keluhan dari masyarakat peserta program PKMS sehingga dengan adanya daya tanggap tersebut dapat dijadikan sebagai perbaikan dalam pelayanan program PKMS agar menjadi lebih baik lagi sesuai dengan tujuan dan sasaran dari program PKMS ini. Untuk mengukur tingkat responsivitas dalam pelayanan program PKMS ini maka penulis menggunakan lima aspek:

1. Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa

2. Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa 3. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi

perbaikan penyelenggaraan pada masa mendatang

4. Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa


(59)

5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku

(Agus Dwiyanto, 2002: 60-61)

Banyak sedikitnya keluhan dari masyarakat peserta program PKMS menunjukan kemampuan responsivitas Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi kemunculan berbagai masalah dalam program PKMS mempengaruhi kinerja pelayanan publik. Semakin sedikit keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka kinerja pelayanan publik dapat dikatakan memenuhi harapan masyarakat peserta program PKMS. Namun semakin banyak keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka kinerja pelayanan publik belum dapat dikatakan memenuhi harapan masyarakat peserta program PKMS.

Berbagai sikap dari aparat Dinas Kesehatan Kota dalam merespon keluhan dari masyarakat peserta program PKMS menunjukan seberapa jauh responsivitas Dinas Kesehatan Kota dalam meminimalisir rasa ketidakpuasan masyarakat peserta program PKMS dalam menggunakan PKMS. Semakin responsif sikap dari aparat Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi keluhan maka dapat dikatakan bahwa masyarakat peserta program PKMS merasa puas terhadap program PKMS. Namun semakin rendah sikap responsif dari aparat


(60)

48

Dinas Kesehatan Kota dalam mengatasi keluhan maka dapat dikatakan bahwa masyarakat peserta program PKMS merasa kecewa terhadap program PKMS.

Dengan adanya berbagai keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka hal tersebut dapat dijadikan perbaikan oleh Dinas Kesehatan Kota menuju perubahan ke arah yang lebih baik lagi pada masa yang akan datang. Keluhan tersebut dijadikan sebagai referensi agar dalam memberikan layanan kepada masyarakat harus lebih mengutamakan kepentingan pengguna layanan. Perbaikan perlu dilakukan mengingat hal tersebut merupakan keharusan untuk menciptakan layanan yang berkualitas.

Untuk memberikan kepuasan terhadap masyarakat peserta program PKMS maka aparat Dinas Kesehatan Kota harus memiliki komitmen dan kemampuan untuk mengenali kebutuhan masyarakat peserta program PKMS. Pengenalan akan kebutuhan masyarakat peserta program PKMS hanya dapat dilakukan apabila aparat Dinas Kesehatan Kota memiliki komitmen untuk belajar sari berbagai pengalaman pelayanan yang pernah dialaminya, misalnya dalam mengatasi keluhan-keluhan yang disampaikan oleh masyarakat peserta program PKMS dan secara konsisten diterapkan guna perbaikan bagi pelayanan di masa mendatang. Hal tersebut harus dilakukan agar dapat tercapai kepuasan masyarakat peserta program PKMS dan dapat juga meminimalisir keluhan.

Sikap aparat Dinas Kesehatan Kota dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat seharusnya tidak melakukan diskriminasi atau perbedaan


(61)

perlakuan. Antara masyarakat peserta program PKMS yang satu dengan yang lainnya harus diperlakukan secara adil tanpa memandang status sosial, pendidikan, status ekonomi ataupun hubungan kekerabatan. Sehingga masyarakat peserta program PKMS pun dapat merasa diperlakukan adil tanpa merasa dinomorduakan.

Dengan demikian dalam pemberian pelayanan program PKMS ini aparat Dinas Kesehatan Kota dapat berusaha semaksimal mungkin dalam mengatasi keluhan dari masyarakat peserta program PKMS dan melayani dengan sepenuh hati agar dapat memenuhi kebutuhan masyarakat Kota Surakarta dalam bidang kesehatan sesuai dengan tujuan dan sasaran dalam program PKMS tersebut.

C. Program PKMS

Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta atau yang lebih dikenal dengan program PKMS merupakan suatu program pemeliharaan yang diberikan oleh Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan kepada masyarakat Kota Surakarta yang berwujud bantuan pengobatan.

Tujuan diadakannya program PKMS ini adalah untuk memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat miskin. Sasaran dari program ini yaitu semua masyarakat Kota Surakarta yang dibuktikan dengan KK/KTP yang belum termasuk dalam program Askes


(62)

50

PKMS memberikan pemeliharaan pelayanan kesehatan yang meliputi upaya promotif, pramatif, kuratif dan rehabilitasi. Dasar Hukum pelaksanaan PKMS adalah Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 1998 tentang Retribusi Program Pelayanan Kesehatan. Kemudian disempurnakan oleh Peraturan Daerah Surakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Program Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta (PKMS).

Kartu kepesertaan PKMS ini terdiri dari dua jenis yaitu kartu PKMS jenis perak (silver card) dan kartu PKMS jenis emas (gold card). Kartu PKMS Silver itu diperuntukkan bagi seluruh masyarakat Kota Surakarta yang mendaftar sebagai peserta program PKMS sedangkan kartu PKMS Gold khusus diperuntukkan bagi masyarakat miskin.

Prosedur pendaftaran kepesertaan PKMS yaitu: 1. PKMS Silver

Calon peserta mendaftarkan diri di Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu (KPPT) dan membawa:

a. FC. Kartu Keluarga dengan menunjukan aslinya

b. FC. KTP dengan menunjukan aslinya atau surat keterangan lahir bagi yang berusia belum wajib KTP

c. Foto ukuran 2x3 cm: 2 lembar d. Membayar biaya Rp 1000,00


(63)

f. Peserta datang sendiri ke KPPT, apabila yang bersangkutan sakit keras atau lansia, pendaftaran bisa diwakili oleh keluarga terdekat yang keabsahannya dibuktikan dengan Kartu Keluarga

g. Untuk kader kesehatan, ketua RT, ketua RW, dan petugas sampah dengan pengesahan kepala kelurahan, dibebaskan dari biaya mencetak kartu

2. PKMS Gold

Calon peserta mendaftarkan diri di UPTD PKMS dengan membawa: a. FC. Kartu Keluarga dengan menunjukan aslinya

b. FC. KTP dengan menunjukan aslinya atau surat keterangan lahir bagi yang berusia belum wajib KTP

c. Foto ukuran 2x3 cm: 2 lembar d. FC. PKMS Silver yang masih berlaku

e. Surat keterangan domisili dan miskin dari RT, RW, dan Kelurahan yang ditandatangani Lurah atau Sekretaris Lurah

f. Peserta datang sendiri ke UPT PKMS, apabila yang bersangkutan sakit keras atau lansia, pendaftaran bisa diwakili oleh keluarga terdekat yang keabsahannya dibuktikan dengan Kartu Keluarga g. Pencetakan kartu PKMS Gold dilakukan setelah terdaftar dalam

SK Walikota tentang masyarakat miskin


(64)

52

1. Layanan kesehatan rawat jalan, didapatkan di: Puskesmas di Kota Surakarta, RSUD Kota Surakarta, RS Jiwa Surakarta (rawat jalan jiwa) dan BBKPM (rawat jalan paru)

2. Layanan kesehatan rawat inap di Puskesmas rawat inap, RSUD Kota Surakarta dan RS lain yang bekerja sama dengan Pemkot Surakarta. 3. Layanan hemodialisa dan kemoterapi

4. Layanan darah

Untuk Rumah Sakit yang ditunjuk setara dengan pelayanan program Askeskin/ kelas III (sesuai MOU dengan RS). Apabila mengalami rawat inap di Rumah Sakit maka ketentuannya yaitu ruang perawatan di kelas III, bantuan pengobatan maksimal sebesar dua juta rupiah bagi masyarakat peserta program PKMS Silver dan bantuan pengobatan gratis bagi masyarakat pserta program PKMS Gold.

Jenis layanan di Puskesmas rawat jalan meliputi: konsultasi medis, pemeriksa fisik dan penyuluhan kesehatan; pelayanan laboratorium; tindakan medis; pemeriksaan ibu hamil/ ibu nifas/ ibu menyusui, bayi, balita; dan pemberian obat.

Jenis layanan di Puskesmas rawat inap meliputi: akomodasi rawat inap; konsultasi medis, pemeriksa fisik dan penyuluhan kesehatan; tindakan medis; pemeriksaan dan pengobatan gigi; pemberian obat; pertolongan persalinan; dan pelayanan gawat darurat.


(65)

rawat jalan; pelayanan rawat inap dengan fasilitas kelas III; dan pelayanan persalinan.

Jenis pelayanan rawat inap di Rumah Sakit Pemerintah/Swasta yang bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surakarta meliputi: akomodasi rawat inap kelas III; konsultasi medis, pemeriksa fisik dan penyuluhan kesehatan; penunjang diagnosis (laboratorium klinik, radiology dan elektromagnetik); tindakan medis dan sedang; pemberian obat sesuai formularium Rumah Sakit Program Jamkesmas; dan pelayanan gawat darurat.

Jenis pelayanan kesehatan yang dibatasi meliputi: 1. Cuci darah

a. Bagi PKMS Silver maksimal 6 kali per tahun dan dalam satu bulan hanya sekali.

b. Bagi PKMS Gold ditanggung 100% 2. Kemoterapi

a. Bagi PKMS Silver hanya satu paket

b. Bagi PKMS Gold seperti dalam fasilitas program Askeskin 3. Operasi besar

Pelayanan kesehatan yang tidak dijamin meliputi: kacamata; indra ocular lensa; alat bantu dengar; alat bantu gerak; pelayanan penunjang diagnostic canggih; bahan, alat, tindakan yang bertujuan untuk kosmetika; general check up; prothesis gigi tiruan; operasi jantung; rangkaian


(66)

54

termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi; jika peserta pindah kelas perawatan yang lebih tinggi; Keluarga Berencana; dan obat-obatan formularium.

Alur pelayanan menganut sistem rujukan/pelayanan berjenjang yaitu diawali dari Puskesmas, jika Puskesmas tidak mampu dirujuk ke fasilitas rujukan tingkat I. Jika Rumah Sakit tidak mampu dirujuk ke fasilitas rujukan tingkat II. Jika Rumah Sakit tidak mampu dirujuk ke fasilitas rujukan tingkat III.

Daftar Rumah Sakit yang bekerjasama dengan Pemerintah Kota Surakarta meliputi: RSUD dr. Moewardi; RS. Kasih Ibu; RS. Panti Waluyo; RS. dr. Oen Solo; RS. PKU Muhammadiyah; RS. Brayat Minulyo; RS. Orthopedi (RSOP) Surakarta; RS. Jiwa Surakarta; RS. Slamet Riyadi Surakarta; RS. Kustati; RS. Tri Harsi; PMI; dan Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat (BBKPM)

B. Kerangka Berpikir

Masih banyak masyarakat Kota Surakarta yang tidak terjaring dalam program Askes PNS, Askes Swasta, atau asuransi kesehatan lainnya yang ketika sakit harus membayar semua biaya pengobatan itu sendiri. Bagi masyarakat yang kurang mampu tentu saja hal tersebut dapat menambah beban karena sekarang ini biaya pengobatan itu mahal harganya. Inilah yang


(67)

menjadi faktor pendorong Pemerintah Kota Surakarta melalui Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk membuat program daerah yang khusus diperuntukkan bagi masyarakat Kota Surakarta yaitu program PKMS (Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Surakarta). Tujuan dari program PKMS ini adalah memberikan jaminan pemeliharaan kesehatan bagi masyarakat Kota Surakarta terutama bagi masyarakat yang miskin atau kurang mampu.

Dalam pelayanan program PKMS ini pun juga tidak terlepas dari adanya keluhan yang dialami oleh masyarakat peserta program PKMS. Untuk mengetahui kemampuan aparat Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam mengatasi keluhan masyarakat peserta program PKMS terkait dengan pelayanan program PKMS itu sendiri, maka peneliti menggunakan indikator responsivitas karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan Dinas Kesehatan Kota dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam program PKMS. Indikator responsivitas tersebut dapat dinilai dari lima aspek, yaitu: (i) terdapat tidaknya keluhan dari masyarakat peserta program PKMS, (ii) sikap aparat Dinas Kesehatan Kota dalam merespon keluhan dari masyarakat peserta program PKMS, (iii) penggunaan keluhan dari masyarakat peserta program PKMS sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pada masa mendatang, (iv) berbagai tindakan aparat Dinas Kesehatan Kota untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada masyarakat peserta program PKMS,


(1)

Dalam merespon keluhan dari masyarakat peserta program PKMS maka dilakukan dengan cara:

a) Melakukan koordinasi dengan Rumah Sakit baik secara berkala maupun insidental sesuai kasus yang ditemui.

b) Terus-menerus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hak dan kewajiban dalam mendapatkan pelayanan PKMS.

c) Terus-menerus melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai mekanisme rujukan berjenjang.

3. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pada masa mendatang

Cara yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota dalam menanggapi keluhan yang disampaikan oleh masyarakat peserta program PKMS pun di tanggapi secara rasionalitas. Hal tersebut dapat dilihat dengan adanya pembinaan dalam rapat yang dilakukan secara terjadwal. Dalam rapat tersebut dibicarakan tidak hanya keluhan dari masyarakat tetapi juga keluhan yang berasal dari pemberi layanan sendiri. Oleh karena itu keluhan itu pun dapat diselesaikan secara bersama dan terbuka sehingga dapat menciptakan solusi yang nantinya digunakan untuk mengatasi keluhan tersebut sekaligus dapat juga dijadikan sebagai perbaikan pelayan program PKMS.


(2)

4. Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa

Untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada masyarakat peserta program PKMS dilakukan dengan cara:

a) Peningkatan fisik bangunan Puskesmas dan RSUD Kota Surakarta

b) Peningkatan peralatan dan obat-obatan Puskesmas dan RSUD Kota Surakarta

c) Penyediaan ambulance rakyat secara cuma-Cuma

d) Menjalin kerjasama dengan RS Pemerintah dan swasta yang ada di Kota Surakarta untuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan peserta PKMS

5. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.

Dalam pelayanan kepesertaan program PKMS ini, setiap masyarakat peserta PKMS diperlakukan dengan cara yang sama sesuai dengan prosedur tetapnya. Antara masyarakat peserta PKMS yang satu dengan yang lainnya diperlakukan secara adil tanpa memandang status sosial, pendidikan, status ekonomi ataupun hubungan kekerabatan. Sedangkan dalam pelayanan kesehatan program PKMS ini setiap masyarakat yang berobat juga diperlakukan secara sama namun jika masih terdapat pembedaan kelakuan maka hal tersebut sudah berada


(3)

di luar kewenangan Dinas Kesehatan Kota Surakarta karena masalah tersebut sudah berada di kewenangan pihak Rumah Sakit dengan masyarakat peserta program PKMS.

Selain itu juga ditemukan adanya faktor terkait yang meliputi faktor pendukung dan faktor penghambat dalam pelayanan program PKMS. Faktor pendukungnya antara lain dalam pelayanan kepesertaan mendapat bantuan dari KPPT dan tim kota serta dalam pelayanan kesehatan itu terdapat beberapa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang disediakan oleh Puskesmas dan Rumah Sakit dan dalam pelaksanaannya program PKMS itu mendapatkan dukungan dari DPRD dan Pemkot sendiri. Kemudian yang menjadi faktor penghambat dalam program ini adalah adanya sikap ketidakpedulian dari masyarakat peserta program PKMS maupun dari aparat pemberi layanan program PKMS dan adanya masyarakat peserta program PKMS yang masih memandang sebelah mata terhadap pelayanan di Puskesmas

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, saran yang dapat peneliti sampaikan untuk memperbaiki responsivitas Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam pelayanan program PKMS antara lain:

1) Pelayanan Kepesertaan:

a) Perlu adanya pemberitahuan yang jelas kepada masyarakat peserta program PKMS Gold dalam disetujui atau tidaknya


(4)

mengenai masalah penerbitan PKMS Gold itu sendiri. Aparat pemberi layanan seharusnya memberi batas waktu misalnya saja dalam kurun waktu seminggu untuk memberi kepastian mengenai penerbitan PKMS Gold apakah gold card tersebut layak untuk di terbitkan atau tidak dan pemberitahuan itu sebaiknya disampaikan pada saat proses pendaftaran kepesertaan PKMS Gold sehingga masyarakat tidak perlu datang berkali-kali ke Dinas Kesehatan Kota Surakarta untuk memperoleh kepastian penerbitan PKMS Gold.

2) Pelayanan Kesehatan

a) Perlu adanya koordinasi antara pihak Puskesmas maupun Rumah Sakit yang bekerja sama dengan Dinas Kesehatan Kota Surakarta dalam program PKMS dengan pihak Dinas Kesehatan Kota Surakarta sendiri demi kelancaran pelayanan program PKMS tersebut. Seperti dalam kasus kamar penuh tersebut dibutuhkan komunikasi dari pihak Rumah Sakit pada waktu pendaftaran rawat inap untuk memberikan informasi secara lengkap kepada masyarakat peserta program PKMS agar tidak menimbulkan kesalahpahaman mengenai fakta bahwa masih adanya kamar kosong namun pihak Rumah Sakit mengkonfirmasi bahwa sudah tidak ada lagi kamar kosong. Pihak Rumah Sakit sebaiknya memberi konfirmasi bahwa


(5)

memang masih ada kamar kosong namun kamar tersebut

berada dalam bangsal penyakit menular sehingga

dikhawatirkan nantinya masyarakat yang mau menjalani rawat inap tersebut justru malah akan tertular penyakit itu. Dan mengenai masyarakat yang masih memandang sebelah mata terhadap pelayanan di Puskesmas juga sebaiknya diberi informasi pada waktu ia di diagnosis untuk menjalani rawat inap bahwa fasilitas kesehatan yang diberikan untuk rawat inap di Puskesmas dan Rumah Sakit itu sama yaitu fasilitas kelas III sehingga apabila ada masyarakat peserta program PKMS yang ingin rawat inap di Rumah Sakit namun jika ia masih mampu untuk mendapatkan pelayanan rawat inap di Puskesmas menjadi tahu dan tidak memandang sebelah mata lagi mengenai pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas. b) Perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat peserta program

PKMS mengenai mekanisme rujukan berjenjang sehingga masyarakat peserta program PKMS ketika harus menjalani rawat inap tahu prosedur yang ada sehingga kasus tentang PKMS tidak menjamin biaya pengobatan itu dapat dicegah. Sosialisasi itu sebaiknya dilakukan tidak hanya dengan melalui penyuluhan melainkan juga dengan cara alur pelayanan kesehatan itu ditempel di dinding bagian informasi Puskesmas


(6)

sehingga nantinya masyarakat peserta program PKMS menjadi tahu dan paham mengenai alur pelayanan kesehatan beserta persyaratan-persyaratan yang harus dilengkapi.

c) Perlu adanya pembinaan antara pihak Dinas Kesehatan Kota Surakarta dengan pihak Rumah Sakit yang bekerjasama dalam program PKMS terutama kepada petugas di bagian pendaftaran agar dalam melayani masyarakat peserta program PKMS dilakukan dengan ramah dan sikap bersahabat dan juga perlu adanya penanganan yang serius apabila masih ditemukan adanya diskriminasi dalam pelayanan program PKMS yang dilakukan oleh pihak Rumah Sakit meskipun itu tentu saja berada di luar wewenang Dinas Kesehatan Kota Surakarta.

Pembinaan tersebut sebaiknya dilakukan secara

berkesinambungan sehingga pelayanan kesehatan yang diberikan sesuai dengan 5 S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan dan Santun) maupun sesuai dengan visi dan misi dari Dinas Kesehatan Kota Surakarta itu sendiri.