ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENGANGGURAN DI KABUPATEN JOMBANG.

(1)

serta hidayah-Nya yang telah dilimpahkan sehinga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu kewajiban mahasiswa untuk memenuhi tugas dan syarat akhir akademis di Perguruan Tinggi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Fakultas Ekonomi khususnya Jurusan Ekonomi Pembangunan. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil

judul “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

TINGKAT PENGAGURAN DI KABUPATEN JOMBANG)”.

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa didalam penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangannya. Hal ini disebabkan karena masih terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang ada. Walaupun demikian berkat bantuan dan bimbingan yang diterima Drs. Ec. Marseto, Msi Selaku Dosen Pembimbing yang dengan penuh kesabaran telah mengarahkan dari awal untuk memberikan bimbingan kepada peneliti, sehingga skripsi ini dapat tersusun dan terselesaikan dengan baik.

Atas terselesainya skripsi ini, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Dr. Dhani Ichsanuddin Nur, MM, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “ Veteran” Jawa Timur.


(2)

4. Bapak M. Rofik Dimjatie DRS. EC. MM, selaku Dosen Wali Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN“ Jawa Timur.

5. Bapak DRS. Ec.Marseto .Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang berarti bagi penulis.

6. Segenap staf pengajar dan staf kantor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Yang telah dengan ikhlas memberikan ilmu dan pelayanan akademik bagi penulis dan semua mahasiswa UPN.

7. Segenap keluarga khususnya Kedua orang tua tercinta yang telah sabar mendidik dan membesarkan dengan penuh kasih sayang baik moral, material, maupun spiritual.

Akhir kata yang dapat terucapkan semoga penyusunan skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak-pihak lain yang membutuhkan, semoga Allah SWT memberikan balasan setimpal.

Wassallamualaikum Wr.Wb

Surabaya,MEI 2010

Penulis


(3)

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL ……… vii

DAFTAR GAMBAR ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN……….. ix

ABSTRAKSI ………. x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Perumasan Masalah………. 5

1.3. Tujuan Penelitian……… 6

1.4. Manfaat Penelitian……….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu……….……….... 8

2.2. Landasan Teori……….……….. 12

2.2.1. Pengangguran…….……….……… 12

2.2.1.1. Pengertian Pengagguran…..………... 12

2.2.1.2. Jenis-jenis Pengangguran………. 14

2.2.1.3. Pengaruh Pengangguran.……….... 16

2.2.2. Inflasi…….………... 17

2.2.2.1. Pengertian Inflasi……….….... 17

2.2.2.2. Pembagian Inflasi………....…. 19


(4)

2.2.2.6. Cara Mengatasi Inflasi………. 23

2.2.3. Pertumbuhan Ekonomi………….…...……... 25

2.2.3.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonom…… 25

2.2.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi... 25

2.2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi……….. 26

2.2.3.4. Pengukuran Pertumbuhan Ekonmi…. . 29

2.2.4. Kurs Valuta Asing……….………..……….….. 29

2.2.4.1. Pengertian Kurs Valuta Asing………. 29

2.2.4.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurs Valuta Asing……… 29

2.2.4.3. Sistem Penetapan Kurs Valuta Asing.. 33

2.2.5. Produksi………..…… 34

2.2.5.1. Pengertian Produksi……….. 34

2.2.5.2. Sistem Produksi…….……….….. 34

2.2.5.3. Proses Produksi………….……… 35

2.2.5.4. Jenis Proses Produksi………... 36

2.2.6. Tenaga Kerja………..…… 37

2.2.6.1. Pengertian Penduduk……….. 37

2.2.6.2. Pengertian Tenaga Kerja……… 38


(5)

2.2.6.6. Penawaran Tenaga Kerja……….. 44

2.2.7. Pengertian Investasi……….. 46

2.2.7.1. Teori Investasi………. 47

2.2.7.2. Macam-macam Investasi……… 49

2.2.7.3. Faktor-faktor Yang Menentukan Investasi……… 51

2.3. Kerangka Pikir……… 53

2.4. Hipotesis………....…………. 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...…... 57

3.2. Tehnik Penentuan Sampel……….... 58

3.3. Tehnik Pengumpulan Data………... 59

3.3.1. Jenis Data……… 59

3.3.2. Sumber Data………. 59

3.4. Tehnik Pengumpulan Data...……...…………... 59

3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis……… 60

3.5.1. Teknik Analisis………..………... 60

3.5.2. Uji Hipotesis………... 61

3.6. Pendekatan Asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator)……..………. 65


(6)

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian... 70

4.2.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran... 70

4.2.2. Perkembangan Tingkat Inflasi... 72

4.2.3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonmi... 74

4.2.4. Perkembangan Kurs Valas... 76

4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik BLUE... 78

4.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis... 82

4.3.2. Uji Hipotesis Secara Simultan... 83

4.3.3. Pembahasan... 84

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 86

5.2. Saran... 88 DAFTAR PUSTAKA


(7)

Tabel 1. Perkembangan tingkat pengangguran di Kabupaten Jombang… 71

Tabel 2. Perkembangan inflasi di Kabupaten Jombang…………... 73

Tabel 3. Perkembangan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Jombang………... 75

Tabel 4. Perkembangan Kurs Valas………... 77

Tabel 5. Tes Multikolinier ... 81

Tabel 6. Analisis varian (anova)………... 81

Tabel 7.hasil analisis variabel inflasi (X1) pertumbuhan ekonomi (X2) dan nilai tukar rupiah (X3) terhadap tingkat pengangguran di kabupaten Jombang………... 83

Tabel 8. Hasil koefisien varibel independen... 83


(8)

Gambar 1. Komposisi penduduk, Angkatan kerja,

dan bukan angkatan kerja... 39

Gambar 2. Kurva permintaan tenaga kerja………..………... 44

Gambar 3. Kurva penawaran tenaga kerja... 45

Gambar 4. Paradikma inflasi, pertumbuhan ekonomi dan fluktusi nilai rupiah terhadap tingkat pengangguran ... 56

Gambar 5. Kurva distribusi F... 63

Gambar 6. Kurva distribusi t... 64

Gambar 7. Statistik Durbin Watson... 68

Gambar 8. Kurva statistik Durbin Watson………... 79 Gambar 9. Distribusi Kriteria Penerimaan/Penolakan hipotesis…..

Gambar 10. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial

Inflasi (X1) terhadap Tingkat Pengaguran (Y)…….. Gambar 11.Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial

Faktor Pertumbuhan Ekonomi(X2) Terhadap Tingkat Pengangguran (Y)……… Gambar12. Kurva Distribusi Hasil Analisis secara Parsial

Fluktuasi nilai rupiah(X3) Terhadap

Tingkat Pengangguran (Y)……….


(9)

ix Lampiran

1. Data Dari Tahun Ke Tahun 2. Regression

3. Tabel Uji F 4. Tabel Uji T


(10)

x ABSTRAKSI

Di negara yang sedang berkembang seperti negara kita ini yang sebagian besar masyarakatnya hidup dalam kemiskinan maka perlu adanya perbaikan hidup agar masyarakat menjadi lebih giat dalam membangun bangsanya agar pembangunan dapat lebih cepat dan lancar agar dapat mengejar ketinggalan dari masyarakat di negara lain yang lebih maju.

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV , maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : (1) setelah di lakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas inflansi (X1),Pertumbuhan ekonomi (X2), dan kurs valuta asing (X3), dan terhadap variabel terikatnya tingkat pengaguran (Y) di peroleh F hitung = 5,390 > F tabel =4,35 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berarti bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap tingkat pengangguran . (2) Pengujian secara parsial atau individu inflansi (X1) Tingkat pengangguran (Y) diketahui hasil perhitungan secara parsial di peroleh t hitung = 3,134> t tabel = 2,365, maka Ho ditolak dan Hi diterima pada level signifikan 5% sehingga secara parsial inflansi (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Tingkat Pengangguran (Y). Hal ini disebabkan karena inflasi yang tinggi maka daya beli masyarakat akan menurun dan produksi barang jasa yang dihasilkan juga akan menurun sehingga banyak perusahaan yang tidak bisa melanjutkan usahanya/gulung tikar yang menyebabkan tingkat pengangguran akan semakin banyak. Pengujian secara parsial atau individu pertumbuhan ekonomi (X2) terhadap tingkat pengangguran (Y).diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t. Nilau r2 parsial untuk kurs valuta asing sebesar 0,395 yang artinya kurs valuta asing (X3)secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat tingkat pengangguran (Y) sebesar 39,5%, sedangkan sisanya 60,5% tidak mampu dijelaskan oleh variabel tersebut. Kemudian untuk mengetahui mana yang berpengaruh paling dominan tiga variabel bebas terhadap tingkat pengangguran di kabupaten jombang : inflansi(X1),Pertumbuhan ekonomi (X2), dan kurs valuta asing (X3) dapat diketahui dengan melihat koefisien determinasi parsialyang paling besar, dimna dalam perhitungan ditunjukkan oleh variabel pertumbuhan ekonomi dengan koefisien determinasi parsial (r2)sebesar 0,660 atau sebesar 66%.

Kata kunci : Inflasi (X1), Pertumbuhan ekonomi (X2), fluktuasi nilai rupiah


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……… i

DAFTAR ISI ……….. iii

DAFTAR TABEL……….. vii

DAFTAR GAMBAR……….. viii

DAFTAR LAMPIRAN……….. ix

ABSTRAKSI……… x

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang……… 1

1.2. Perumasan Masalah………. 5

1.3. Tujuan Penelitian……… 6

1.4. Manfaat Penelitian……….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu……….……….... 8

2.2. Landasan Teori……….……….. 12

2.2.1. Pengangguran…….……….……… 12

2.2.1.1. Pengertian Pengagguran…..………... 12

2.2.1.2. Jenis-jenis Pengangguran………. 14

2.2.1.3. Pengaruh Pengangguran.……….... 16

2.2.2. Inflasi…….………... 17

2.2.2.1. Pengertian Inflasi……….….... 17


(12)

2.2.2.3. Pengaruh inflasi……… 20

2.2.2.4. Teori Inflasi……….. 21

2.2.2.5. Faktor Yang Menimbulkan Inflasi….. 22

2.2.2.6. Cara Mengatasi Inflasi………. 23

2.2.3. Pertumbuhan Ekonomi………….…...……... 25

2.2.3.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonom…… 25

2.2.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi... 25

2.2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi……….. 26

2.2.3.4. Pengukuran Pertumbuhan Ekonmi…. . 29

2.2.4. Kurs Valuta Asing……….………..……….….. 29

2.2.4.1. Pengertian Kurs Valuta Asing………. 29

2.2.4.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kurs Valuta Asing……… 29

2.2.4.3. Sistem Penetapan Kurs Valuta Asing.. 33

2.2.5. Produksi………..…… 34

2.2.5.1. Pengertian Produksi……….. 34

2.2.5.2. Sistem Produksi…….……….….. 34

2.2.5.3. Proses Produksi………….……… 35

2.2.5.4. Jenis Proses Produksi………... 36

2.2.6. Tenaga Kerja………..…… 37

2.2.6.1. Pengertian Penduduk……….. 37


(13)

2.2.6.3. Pengertian Angkatan Kerja……….… 40

2.2.6.4. Pengertian Bukan Angkatan Kerja... 42

2.2.6.5. Permintaan Tenaga Kerja………. 42

2.2.6.6. Penawaran Tenaga Kerja……….. 44

2.2.7. Pengertian Investasi……….. 46

2.2.7.1. Teori Investasi………. 47

2.2.7.2. Macam-macam Investasi……… 49

2.2.7.3. Faktor-faktor Yang Menentukan Investasi……… 51

2.3. Kerangka Pikir……… 53

2.4. Hipotesis………....…………. 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel...…... 57

3.2. Tehnik Penentuan Sampel……….... 58

3.3. Tehnik Pengumpulan Data………... 59

3.3.1. Jenis Data……… 59

3.3.2. Sumber Data………. 59

3.4. Tehnik Pengumpulan Data...……...…………... 59

3.5. Teknik Analisis Dan Uji Hipotesis……… 60

3.5.1. Teknik Analisis………..………... 60

3.5.2. Uji Hipotesis………... 61

3.6. Pendekatan Asumsi BLUE (Best Linier Unbiased Estimator)……..………. 65


(14)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Obyek

4.1.1. Gambaran Umum Wilayah Jombang………… 4.2. Deskripsi Hasil Penelitian

4.2.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran……… 4.2.2. Perkembangan Tingkat Inflasi……… 4.2.3. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi…….. 4.2.4. Perkembangan Kurs Valas………. 4.3. Hasil Analisis Asumsi Regresi Klasik

4.3.1. Analisis Dan Pengujian Hipotesis………….. 4.3.2. Uji Hipotesis Secara Simultan……….

4.3.3. Pembahasan………..

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan……….. 5.2. Saran………..


(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Dinegara yang sedang berkembang seperti Negara kita ini yang sebagian besar masyarakatnya hidup dalam kemiskinan maka perlu adanya perbaikan hidup agar masyarakat menjadi lebih giat dalam membangun bangsanya agar pembangunan dapat lebih cepat dan lancar agar dapat mengejar ketinggalan dari masyarakat di Negara lain yang lebih maju

Rendahnya taraf hidup masyarakat di suatu negara termasuk Indonesia sebagai salah satu negara berkembang adalah penggunaan tenaga kerja yang tidak sesuai dan tidak efisien dibanding negara maju. ini terwujud dengan semakin meningkatnya pengangguran dari tahun ke tahun dalam bentuk pengangguran semu (under employment) yang ditujukkan oleh orang pedesaan dan perkotaan yang bekerja baik (harian, mingguan atau musiman). Pengangguran semu ini juga termasuk mereka yang bekerja secara penuh (full time) tapi produktifitasnya rendah sedangkan pengangguran terbuka (open employment). Orang yang mampu dan sangat ingin bekerja tetapi tidak ada pekerjaan yang tersedia. Masalah pengangguran ini tidak lepas dari masalah ekonomi lainnya sepeti inflasi, pertumbuhan ekonomi dan fluktuasi nilai rupiah (Lincolin arsyat, 1997;9)

Inflasi yang makin meningkat di sertai dengan penurunan laju pertumbuhan ekonomi menyebabkan proporsi penduduk yang belum dewasa


(16)

menjadi tambah tinggi dengan jumlah anggota keluarga bertambah lebih besar menyebabkan pertambahan penduduk yang tidak seimbang (Suparmoko,1998;39) bertambahnya penduduk maka pendapatan perkapita akan berkurang kecuali bila pendapatan rill bertambah untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. masalah kependudukan merupakan masalah yang sangat serius diperhatikan karena pertambahan jumlah penduduk yang sangat tinggi di Indonesia sebagai salah satu negara sedang berkembang, pertambahan penduduk ini akan menimbulkan berbagai masalah dan hambatan bagi upaya-upaya pembanggunan yang dilakukan karena pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut akan menyebabkan cepatnya pertambahan jumlah tenaga kerja, sedangkan kemampuan Indonesia dalam menciptakan kesempatan kerja baru sangat terbatas akibatnya, dapat menimbulkan masalah-masalah seperti inflasi, menurunya pertumbuhan ekonomi dan turunya fluktuasi nilai rupiah, jumlah pengangguran yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

tingkat inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2 sampai 4% per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4% dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10% dikatakan inflasi yang tinggi. Namun demikian ada negara yang menghadapai tingkat inflasi yang lebih serius atau sangat tinggi, misalnya Indonesia pada tahun 1966 dengan


(17)

tingkat inflasi 650%. Inflasi yang sangat tinggi tersebut disebut hiper inflasi (hyper inflation). (Amri Amir,1995).

laju inflasi yang mencapai 15,65% (periode Januari-Oktober2006), bisa menjadi awal dari resesi perekonomian nasional. Sebab hal itu akan mendorong Bank Indonesia menaikkan suku bunga, sehingga kontraksi (pertumbuhan negatif) di sektor riil tak terhindarkan, dan akibat lebih jauh pengangguran akan membengkak (Suara Pembaruan,Oktober2006) Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) maka, pengangguran dapat berkurang. Dan di perkirakan tingkat inflasi pada 2009 berada pada level 7,6-8,0% lebih rendah dari realisasi inflasi selama tahun 2008 yaitu 11,06%. Perkiraan inflasi tersebut masih lebih tinggi dari target inflasi Bank Indonesia sebesar 4,5+1% dan asumsi makro APBN 2009 sebesar 6,2%

Salah satu indicator kemajuan pembangunan adalah pertumbuhan ekonomi, indicator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu Negara untuk memperbesar outputnya dalam laju yang lebih cepat daripada tingkat pertumbuhan penduduknya. Pada Negara-negara berkembang, pertumbuhan ekonomi yang didapat ternyata juga dibarengi dengan munculnya permasalahan makro ekonomi yang secara teori seharusnya tidak terjadi,


(18)

misalnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang diikuti dengan meningkatnya jumlah penganggur. Padahal berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi yang tinggi seharusnya menambah jumlah investasi-investasi baru yang gilirannya akan menyerap para penganggur. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tumbuh hingga 6% sejak triwulan IV 2004 hingga triwulan I 2005, ternyata tidak mampu menekan pengangguran yang malah naik 10,3%. Menurut kajian indef pertumbuhan selama ini dinilai semu karena kesejahteraan masyarakat tidak semakin membaik, karena kontribusi penggerak ekonomi pada periode tersebut lebih disebabkan oleh berlangsungnya penurunan impor, sehingga ekspor bersih Indonesia seolah-olah membaik. Kondisi ini memudahkan bahwa terdapat sesuatu yang kurang tepat pada pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut. (Wijino, 2005 : 1 - 2 ).

Beberapa faktor yang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi 2009 untuk dapat tumbuh lebih tinggi khususnya dari dalam negeri, dari hasil survei antara lain korupsi, lemahnya penegakan hukum, ketersediaan sumber daya manusia yang bersih dan profesional, tingkat pengangguran, volatilitas nilai tukar rupiah, penurunan kapasitas produksi terpakai, tingkat kemiskinan, situasi perburuhan yang belum kondusif, dan prosedur/perizinan untuk melakukan investasi. dan pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 di harapkan akan berada pada level 4,5%- 5,5% dengan inflasi sebesar 6% (Kompas,Desember 2008)


(19)

Kurs valas merupakan nilai tukar mata uang asing yang biasanya di pakai dalam pertukaran atau perdagangan dengan mengunakan mata uang USD sejak tahun 1998 nilai tukar rupiah terhadap USD mengalami depfresiasi atau turunya mata uang. Pada tahun 2008 nilai tukar USD (1 USD = Rp.9.412,20) tetapi sejak tahun 2009 nilai tukar menjadi lebih tinggi Rp 10.337,40/USD dengan keadaan ini maka industri atau kegiatan usaha mangalami penurunan sehingga banyak meningkatnya pengangguran atau banyak terjadi PHK. Dan untuk Menghadapi PHK massal yang diperkirakan terjadi pada tahun depan, pemerintah juga akan mengeluarkan kebijakan ekonomi baru untuk meningkatkan daya beli masyarakat.

Pengangguran di kebupaten Jombang rata- rata pengangguran adalah 500 jiwa, rata-rata dalam 5 tahun dan di (BPS 2008;2)

Dalam penulisan penelitihan ini peneliti mengambil lokasi di kota Jombang yang dimana daerah ini mempunyai karakteristik yang berbeda. Berdasarkan kenyataan-kenyataan yang telah dijelaskan diatas maka penulis tertarik untuk mengamati masalah pengangguran dan mengkaji lebih dalam lagi tentang.masalah pengangguran


(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas tersebut, maka perumusan masalah adalah sebagai berikut :

1. Apakah inflasi, pertumbuhan ekonomi dan fluktuasi nilai rupiah mempengaruhi tingkat pengangguran di Kabupaten Jombang?

2. factor- factor apa yang mempunyai hubungan yang terbesar dengan pengangguran di Kabupaten Jombang?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah di kemukakan sebelumnya, maka perlu diketahui tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh inflasi,pertumbuhan ekonomi dan fluktuasi nilai rupia terhadap tingkat penganguran di Kabupaten Jombang

2. untuk mengetaui factor-faktor mana yang mempunyai hubungan yang paling besar terhadap penganguran di Kabupaten Jombang

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian yang dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. sebagai alat pengukur untuk mengutahui pengaruh-pengaruh terhadap tingkat pengangguran di Kabupaten Jombang

2. dapat mengetahui factor-faktor yang menimbulkan atau mengakibatkan tingkat pengangguran di Kabupaten Jombang


(21)

3. Sebagai bahan informasi bagi mehasiswa dan dosen pada kajian penelitian yang sama yang mungkin dapat mengembangkan variable-variable yang lain.

4. Dapat berguna untuk menambah pengalaman dan pengetahuan, serta dapat menetapkan teori-teori yang telah diperoleh di bangku kuliah.

5. Sebagai tambahan acuan akademis dan literature pengetahuan yang bersifat membangun di luar ruang lingkup akademis perkuliahan Ekonomi Pembangunan, sekaligus untuk koleksi perpustakaan Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur.

6. Sebagai referensi bagi rekan-rekan mahasiswa secara umum maupun rekan-rekan mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional “VETERAN” Jawa Timur, khususnya yang akan melakukan penelitian untuk skripsi, karya ilmiah atau tugas akhir dengan tema yang sama di masa yang akan datang.


(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis selain memperoleh informasi dari berbagai literature perpustakaan dan instansi terkait, juga memperoleh informasi lain dari penelitian sebelumnya. Penelitian-penelitian tersebut adalah sebagai berikut : 1. Noura (1995;x). Penelitian yang berjudul “Faktor-faktor yang mempengaruhi

tingkat pengangguran di jawa timur“. Disimpulkan bahwa hasil dari uji F menunjukkan Fhitung=16,238>Ftabel 6,59. Berarti secara keseluruhan factor-faktor variable bebas berpengaruh secara nyata dan simultan terhadap variable terikat. Sedangkan hasil uji t menunjukkan variable Inflasi (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 3,268 > 2,776, Variabel Pertumbuhan Ekonomi (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 2,931 > 2,776 dan Variabel Kesempatan kerja (X3) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 3,019 > 2,776.

2. Rahma Widiyati (2003;ix). Dengan judul penelitian “Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran di indonesia“. Bahwa dari analisis tersebut dapat disimpulkan nilai dari koefisien determinasi (R2) sebesar 0.754


(23)

menunjukkan bahwa inflasi, pendapatan nasional dan kesempatan kerja mampu menjelaskan tingkat pengangguran sebesar 75,4%. Disimpulkan bahwa hasil dari uji F menunjukkan Fhitung = 11,219 > Ftabel 4,35. Berarti secara keseluruhan factor-faktor variable bebas berpengaruh secara nyata dan simultan terhadap variable terikat. Sedangkan hasil uji t menunjukkan variable Inflasi (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 5,055 > 2,365, Variabel Pendapatan Nasional (X2) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung -4,210 > -2,365 dan Variabel Kesempatan kerja (X3) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 0,345 < 2,365.

3. wayan budiani (2007;2) dengan judul “Efektifitas program penanggulangan karang taruna desa sumatra dan kota denpasar” bahwa pada tahun 2007 jumlah pencari kerja \ pengangguran di kecamatan ini adalah sebanyak 19,266 orang dari seluruh angkatan kerja sebanyak 57,019 orang. Berdasarkan perhitungan hasil t hitung = 4,071 sedangkan t tabel dengan tingkat kepercayaan 95% atau derajat bebas n-1 dan satu sisi diparoleh nilai t tabel = 1,684 berdasarkan uji statiatik beda rata-rata berpasangan di ketaui bahwa nilai t hitung lebih besar dibanding nilai t tabel (4,071>1,684) sehingga hipotesis Ho di tolak


(24)

4. Imron (2008;x). Dengan judul penelitian “Analisis beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran di sidoarjo“. Bahwa dari analisis tersebut dapat disimpulkan nilai dari koefisien determinasi (R2) sebesar 0.718 menunjukkan bahwa jumlah industri, pertumbuhan ekonomi, inflasi dan investasi mampu menjelaskan tingkat pengangguran sebesar 83,5%. Disimpulkan bahwa hasil dari uji F menunjukkan Fhitung = 6,354 > Ftabel 3,48. Berarti secara keseluruhan factor-faktor variable bebas berpengaruh secara nyata dan simultan terhadap variable terikat. Sedangkan hasil uji t menunjukkan variable Jumlah Industri (X1) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 3,090 > 2,228, Variabel Pertumbuhan Ekonomi (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 1,471 < -2,228, Variabel Inflasi (X3) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung -2,312 > -2,228 dan Variabel Investasi (X4) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung -1,281 < -2,228.

5. Zaini (2004;ix). Dengan judul penelitian “Pengaruh faktor ekonomi terhadap pengangguran di indonesia“. Bahwa dari analisis tersebut dapat disimpulkan nilai dari koefisien determinasi (R2) sebesar 0.776 menunjukkan bahwa inflasi, pertumbuhan ekonomi, kinerja sector pertanian dan kinerja sector industri mampu menjelaskan tingkat pengangguran sebesar 77,6%.


(25)

Disimpulkan bahwa hasil dari uji F menunjukkan Fhitung = 13,895 > Ftabel 3,59. Berarti secara keseluruhan factor-faktor variable bebas berpengaruh secara nyata dan simultan terhadap variable terikat. Sedangkan hasil uji t menunjukkan variable Inflasi (X1) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 1,120 > 1,7459, Variabel Pertumbuhan Ekonomi (X2) tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung -0,029 < 1,7459, Variabel Kinerja Sektor Pertanian (X3) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 2,202 > 1,7459 dan Variabel Kinerja Sektor Industri (X4) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pengangguran dengan nilai t hitung 6,192 > 1,7459.

Jadi perbedaan penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dengan penelitian yang dilakukan sekarang terletak pada ukuran waktu, tempat penelitian dan ruang lingkup yang di gunakan oleh penelitian. Berdasarkan penelitian terdahulu seperti yang telah disebutkan diatas, yang juga merupakan dasar acuan untuk penelitian kali ini dengan judul “analisis beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran di kabupaten jombang dengan variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah inflasi (X1), pertumbuhan ekonomi (X2), fluktuasi nilai rupiah (X3), Sedangkan variabel terikat yang di gunakan dalam penelitian ini adalah tingkat pengangguran (Y).


(26)

2.2. Landasan Teori

Landasan teori ini atau tinjauan pustaka ini dimaksudkan untuk mengetahui dan menemukan dasar-dasar secara teoritis guna membantu memecahkan permasalahan.

2.2.1. Pengangguran

2.2.1.1. Pengertian Pengangguran

Pengertian Pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru, atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan (discouraged workers) atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja atau mempunyai pekerjaan tetapi belum bekerja. ( Anonim , 2003 : 12 )

Tingkat Pengangguran adalah perbandingan jumlah pengangguran (orang yang tidak bekerja sama sekali / sedang berusaha mencari pekerjaan) dengan jumlah angkatan kerja.Apabila jumlah angkatan kerja mengalami kenaikan, pertumbuhan ekonomi menurun dan upah rendah akan menyebabkan tingkat pengangguran meningkat.

Menurut ( Mc Eachern 2000 : 66 ), luasnya pengangguran mencerminkan baik buruknya perekonomian. Indeks yang dipakai adalah tingkat pengangguran yang merupakan persentase jumlah orang yang sedang mencari pekerjaan


(27)

(penganggur) terhadap jumlah orang yang menawarkan tenaga kerjanya (angkatan kerja) atau dirumuskan sebagai berikut :

Tingkat Pengangguran = Jumlah Penganggur x 100 % Jumlah Angkatan Kerja

Menurut ( Putong, 2003 : 264 ), Pengangguran atau orang-orang yang menganggur adalah mereka yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang aktif mencari pekerjaan.

Jadi, dari beberapa pengertian pengangguran diatas dapat disimpulkan bahwa pengangguran adalah penduduk yang tidak bekerja tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru, atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapatkan pekerjaan dan penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena sudah diterima bekerja.

Pengangguran merupakan masalah ketenagakerjaan yang di alami banyak negara. Begitu seriusnya masalah ini sehingga dalam setiap rencana pembangunan ekonomi masyarakat selalu dikatakan dengan tujuan menurunkan angka pengangguran. Namun, kebijakan pemecahannya sudah tentu harus ditujukan kepada apa yang menjadi penyebabnya (Arfida,2003:135)


(28)

2.2.1.2. Jenis - Jenis Pengangguran

perbedaan jenis-jenis pengangguran, menurut (Sukirno, 2004: 330 dalam Samuelson 2004 : 366 ) terdapat dua cara untuk menggolongkannya, yaitu:

1. Jenis Pengangguran Berdasarkan Cirinya a. Pengangguran Terbuka

Pengangguran ini tercipta sebagai akibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja. Pengangguran terbuka ini dapat pula wujud sebagai akibat dari kegiatan ekonomi yang menurun dan kemajuan teknologi yang mengurangi penggunaan tenaga kerja atau sebagai akibat dari kemunduran perkembangan sesuatu industri.

b. Pengangguran Tersembunyi

Keadaan pengangguran yang tidak secara nyata dapat dilihat dan berlaku pada kegiatan yang jumlah pekerjaan melebihi dari yang diperlukan.

c. Pengangguran Bermusim

Pengangguran yang tidak berlaku sepanjang waktu tetapi hanya terjadi ketika kegiatan ekonomi yang dijalankan sedang dalam keadaan tidak sibuk atau sedang tidak menjalankan sembarang kegiatan.


(29)

d. Setengah Menganggur

Tenga kerja yang melakukan kerja-kerja atau jam kerja yang jauh lebih rendah dari masa kerja yang lazim dilakukan dalam sehari atau seminggu.

2. Jenis Pengangguran Berdasarkan Penyebabnya a. Pengangguran Friksional

Terjadi karena adanya perpindahan orang-orang di satu daerah ke daerah lain, dan dari satu jenis pekerjaan ke pekerjaan lain dan melalui berbagai tingkat siklus kehidupan yang berbeda. Bahkan jika suatu perekonomian berada pada tingkat dimana tidak ada pengangguran (full employment), akan terjadi perputaran (turnover) karena adanya orang-orang yang baru menyelesaikan studi dan mencari pekerjaan. Atau, karena adanya perpindahan dari satu kota ke kota yang lain. b. Pengangguran Sruktural

Pengangguran ini terjadi karena ketidaksesuaian antara penawaran dan permintaan tenaga kerja. Ketidaksesuaian ini terjadi karena permintaan atas satu jenis pekerjaan bertambah sementara permintaan atas pekerjaan lain menurun dan penawaran tidak dapat melakukan penyesuaian dengan cepat atas situasi tersebut.


(30)

c. Pengangguran Siklis

Terjadi apabila permintaan tenaga kerja secara keseluruhan rendah. Apabila total pembelanjaan dan output menurun maka pengangguran akan meningkat dengan segera di segala bidang. Pengangguran ini terjadi bila jumlah kesempatan kerja menurun sebagai akibat dari terjadinya ketidakseimbangan antara penawaran agregat dan permintaan agregat.

d. Pengangguran Teknologi

Pengangguran dapat pula ditimbulkan oleh adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia serta kemajuan teknologi lainnya.

2.2.1.3. Pengaruh Pengangguran

Menurut ( Samuelson, 2004 : 363-364 ), ada dua factor dari pengaruh pengangguran, antara lain :

1. Pengaruh Ekonomi

Ketika angka pengangguran meningkat, sebagai dampaknya ekonomi membuang barang dan jasa yang sebenarnya dapat diproduksi oleh pengangguran. Kerugian ekonomi selama periode tingginya pengangguran adalah pembuangan terbesar yang didokumentasikan dalam perekonomian modern.


(31)

2. Pengaruh Sosial

Biaya ekonomi dari pengangguran jelas besar, namun tidak ada jumlah dolar yang dapat mengungkapkan secara tepat tentang korban psikologi dan manusia pada periode panjang pengangguran involuntary yang terus-menerus. Kondisi kesehatan memburuk dan harapan hidup menurun tajam.

2.2.2. Inflasi

2.2.2.1. Pengertian Inflasi

Di dalam teori ekonomi cukup banyak definisi atau pengertian mengenai inflasi yang hingga kini belum diperoleh suatu definisi yang baku yang disetujui oleh seluruh ahli ekonomi.

Definisi inflasi menurut beberapa penulis pada dasarnya sama yaitu antara lain :

a. Inflasi adalah suatu kondisi, ketika tingkat harga (agregat) meningkat secara terus-menerus dan mempengaruhi individu, dunia usaha dan pemerintah (Puspopranoto, 2004 : 38).

b. Inflasi adalah kenaikan harga-harga umum barang secara terus-menerus pada suatu periode tertentu. ( Nopirin, 2000 : 25 ).

c. Inflasi merupakan kondisi kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus. ( Suparmono, 2004 : 128 ).

d. Inflasi adalah kecenderungan dari harga-harga untuk menaikkan secara umum dan trerus menerus. Kenaikan harga dari satu atau dua jenis barang


(32)

saja tidak desebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas kepada sebagian besar dari harga-harga yang lain.( Boediono, 2001 : 161 )

Beberapa pengertian yang patut digaris bawahi dalam definisi tersebut adalah mencakup tiga aspek yaitu :

1. Adanya kecenderungan (tendency) harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu naik dubandingkan dengan sebelumnya.

2. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus-menerus (sustained), yang berarti peningkatan harga tersebut bukan hanya terjadi pada suatu waktu tertentu atau sekali waktu saja, melainkan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.

3. Mencakup pengertian tingkat harga umum (general level prices), yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja. ( Anonim, 2000 : 603 ).

2.2.2.2. Pembagian Inflasi

jenis inflasi menurut sifatnya (Noporin, 1994;174) inflasi dibagi dalam tiga katagori yaitu:

1. Inflasi Menyerap (creeping inflation)

inflasi yang menyerap dapat ditandai dengan laju inflasi yang rendah (kurang dari 10 persen setahun) kenaikan harga yang terjadi dalam jangka waktu yang relative panjang


(33)

2. Inflasi Menengah (galloping inflation)

inflasi menengah ditandai dengan kenikan harga yang cukup besar, terjadi dalam waktu yang relatif pendek dan mempunyai sifat akselerasi. Harga-harga pada minggu atau bulan yang lalu dan seterusnya. Efeknya terhadap perekonomian lebih besar dari pada inflasi yang menyerap.

3. Inflasi Tinggi (hyper inflition)

merupakan inflasi yang paling serius atau parah akibatnya. Harga-harga naik secara berlipat-lipat antara 5 sampai 6 kali. Akibatnya masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk menyimpan uang. Nilai uang merosot dengan tajam sehingga ingin ditukarkan dengan barang. Perputaran uang makin cepat, apabila pemerintah mengalami defisit anggaran belanja (misalnya negara dalam keadaan perang) yang dibelanjakan atau ditutupi dengan mencetak uang. Akibatnya volume jumlah uang beredar meningkat dan perputarannya semakin cepat. Inflasi yang tinggi ini berada diatas 30 perse setahun.

2.2.2.3. Pengaruh Inflasi

Menurut Suparmono,(2004:138-139), ada dua pengaruh yang memungkinkan timbulnya inflasi, antara lain :

1. Pengaruh Menguntungkan

- Bagi kelompok yang memiliki uang lebih, karena uang tersebut dapat diinvestasikan pada asset tanah, rumah dan dialokasikan di pasar uang. Aset tersebut akan mengalami kenaikan harga yang jauh lebih cepat daripada


(34)

bentuk asset lainnya sehingga pemilik asset akan mendapatkan keuntungan dari nilai asset tersebut.

- Peminjam uang (debitur) akan diutangkan apabila terjadi inflasi, terlebih apabila pinjamannya dalam jangka panjang.

- Pengusaha yang melakukan pembelian barang pada saat ini dan dijual di waktu yang akan datang juga akan mengalami keuntungan karena harga beli pada waktu yang lalu lebih murah daripada harga jualnya sekarang.

2. Pengaruh Merugikan

- Kelompok berpendapatan rendah akan mengalami penurunan daya beli untuk membeli kebutuhan sehari-hari. Uang yang dimiliki memiliki penurunan daya beli sehingga secara riil pendapatan akan menurun seiring kenaikan inflasi.

- Pemilik tabungan di bank juga akan mengalami kerugian apabila bunga yang diterima dari tabungan tersebut lebih rendah daripada laju inflasi. Nilai riil tabungan akan terus mengalami pengurangan seiring terjadinya inflasi. 2.2.2.4. Teori Inflasi

Secara garis besar ada tiga kelompok teori mengenai inflasi, masing-masing menyoroti aspek-aspek tertentu dan bukan teori inflasi yang lengkap yang mencakup semua aspek penting dari proses inflasi atau kenaikan harga. Pendekatan teori kuantitas memberikan penekanan pada gejala moneter. Pada


(35)

pihak lain pendekatan Keynesian dan structural menekankan pada aspek institusional, yaitu :

1. Teori Kuantitas

Adalah teori yang paling tua mengenai inflasi, inti dari teori ini adalah sebagai berikut :

a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang yang beredar (apakah berupa penambahan uang kartal atau uang giral tidak menjadi soal). Bila jumlah uang tidak ditambah, inflasi akan berhenti dengan sendirinya, apapun sebab musabab awal dari kenaikan harga tersebut.

b. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang.

2. Teori Keynesian

Teori ini menyatakan bahwa inflasi terjadi karena masyarakat hidup diluar batas kemampuan ekonominya. Teori ini juga menyoroti bagaimana perebutan rezeki antar golongan masyarakat akan bisa menimbukan permintaan agregat yang lebih besar daripada jumlah barang yang tersedia yaitu I>S.

3. Teori Strukturalis

Teori ini disebut juga teori jangka panjang adalah teori yang menyoroti sebab-sebab inflasi yang berasal dari kekakuan struktur ekonomi, khususnya ketegaran supply bahan makan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab structural pertambahan produksi barang-barang ini terlalu lambat di banding


(36)

dengan pertumbuhan kebutuhannya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kalangan devisa. Akibat selanjutnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi yang relative berkepanjangan bila pembangunan sector penghasilan bahan pangan dan industri barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah. ( Putong, 2003 : 261 ).

2.2.2.5. Faktor Yang Menimbulkan Inflasi

1. Inflasi Tarikan Permintaan ( Demand Pull Inflation )

inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (agregrat demand), sedangkan produksi telah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh ataun hampir mendekati kesempatan kerja penuh. Kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga dapat juga menaikkan hasil produksi (output), apabila kesempatan kerja penuh (full-employment) telah tercapai, penambahan permintaan selanjutnya hanyalah akan menaikan harga saja (sering disebut dengan inflasi murni). Apabila kenaikan permintaan ini menyebabkan keseimbangan GNP pada kesempatan kerja penuh maka akan terdapat adanya “inflationary gap”.

2. Inflasi Dorongan Penawaran ( Cost Pust Inflation )

berbeda dengan demand pull inflation, cost-push inflation biasanya ditandai dengan kenaikan harga serta turunya produksi. Jadi, inflasi yang di barengi dengan resesi. Hal ini terjadi karena dimulai dengan adanya penurunan dalam penawaran total (agregrate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi.


(37)

2.2.2.6. Cara Mengatasi Inflasi

Menurut Nopirin,(2000 : 34), cara mengatasi inflasi dapat dilakukan melalui beberapa kebijaksanaan antara lain :

a) Kebijaksanaan Moneter

Sasaran kebijaksanaan moneter dicapai melalui

- Pengaturan jumlah uang beredar, yang salah satu komponennya adalah uang giral. Bank sentral dapat mengatur uang ini melalui penetapan kenaikan cadangan minimum, sehingga jumlah uang menjadi kecil.

- Tingkat Dikonto, untuk pinjaman yang diberikan oleh bank sentral kepada bank umum, yang biasanya berwujud tambahan cadangan umum yang ada pada bank sentral. Apabila tingkat diskonto dinaikkan oleh bank sentral maka gairah bank umum untuk meminjamkan makinkecil sehinnga cadangan yang ada pada bank umum juga kecil. Akibat kemampuan bank dalam memberikan kredit kepada nasabah makin kecil sehingga jumlah uang beredar turun dan inflasi dapat dicegah.

- Politik Pasar Terbuka, dengan cara menjual surat berharga bank sentral dapat menekan perkembangan jumlah uang beredar sehingga laju inflasi dapat lebih rendah.

b) Kebijaksanaan Fiskal

Menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi harga kebijaksanaan fiskal yang berupa


(38)

pengurangan, pengeluaran pemerintah serta kenaikkan pajak akan dapat mengurangi permintaan total sehingga inflasi dapat ditekan.

c) Kebijaksanaan dan yang berkaitan dengan output

Kenaikkan jumlah output dapat dicapai dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga impor harga cenderung meningkat dan menurunkan harga, dengan demikian kenaikkan output dapat memperkecil laju inflasi.

d) Kebijaksanaan penentuan harga dan indexing

Kebijaksanaan ini dilakukan dengan celling harga serta berdasarkan pada index harga tertentu untuk gaji atau upah.

2.2.3. Pertumbuhan Ekonomi

2.2.3.1. Pengertian Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari Negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. ( Todaro, 2004 : 99 ).

Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksikan dalam masyarakat meningkat. ( Sukirno, 2002 : 10 ).

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan pendapatan nasional secara berarti (dengan meningkatnya pendapatan perkapita) dalam suatu periode perhitungan tertentu. ( Putong, 2003 : 252 ).


(39)

Melalui penjelasan tentang pengertian pertumbuhan ekonomi diatas, pengertian pertumbuhan ekonomi dapat kita tarik kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan kemakmuran masyarakat yang dapat dilihat dari kenaikan pendapatan perkapita penduduk dari tahun ke tahun.

2.2.3.2. Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi mayarakat adalah :

a. Akumulasi Modal, termasuk semua investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiscal dan sumber daya manusia.

b. Pertambahan penduduk, dan karenanya terjadi pertumbuhan dalam angkatan kerja walaupun terlambat.

c. Kemajuan teknologi, dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan cara-cara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tradisional. ( Todaro, 2000 : 137 ).

Dengan adanya ketiga factor utama tersebut dapat dikatakan bahwa dengan investasi yang besar dapat memperbaiki mutu fisik dan sumber daya manusia yang ada, meningkatkan sumber-sumber produktif yang sama dan mengembangkan semua produktifitas atau sumber-sumber daya spesifik melalui penemuan, pembaharuan dan kemajuan teknologi yang sudah dicapai akan terus menjadi factor-factor utama dalam menggerakkan pertumbuhan ekonomi dalam masyarakat di mana saja.


(40)

2.2.3.3. Teori Pertumbuhan Ekonomi a. Teori Pertumbuhan Adam Smith

Adam Smith membagi tahapan pertumbuhan ekonomi menjadi lima tahap yang berurutan, yaitu dimulai dari masa perburuan, beternak, bercocok tanam, perdagangan dan tahap perindustrian. Menurut teori ini, masyarakat akan bergerak dari masyarakat tradisional ke masyarakat modern yang kapitalis. Dalam prosesnya, pertumbuhan ekonomi akan semakin terpacu dengan adanya system pembagian kerja antarpelaku ekonomi.

Proses pertumbuhan ekonomi sebagai suatu fungsi tujuan pada akhirnya harus tunduk terhadap fungsi kendala yaitu keterbatasan sumber daya ekonomi. Pertumbuhan ekonomi akan mulai mengalami perlambatan jika daya dukung alam tidak mampu lagi mengimbangi aktivitas ekonomi yang ada.

Mengenai Teori Pertumbuhan Adam Smith ini adalah pembagian kelompok masyarakat yang secara eksplisit dapat menabung dan tidak dapat menabung hanya didasarkan pada jenis usaha yang digelutinya. ( Kuncoro, 2006 : 46-48 ).

b. Teori Pertumbuhan Schumpeter

Teori ini menekankan tentang pentingnya peranan pengusaha didalam menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dalam teori itu ditunjukkan bahwa para pengusaha merupakan golongan yang akan terus membuat pembaharuan atau inovasi dalam kegiatan ekonomi. Inovasi tersebut meliputi: memperkenalkan


(41)

barang-barang baru, mempertinggi efisiensi dalam memproduksi barang-barang baru, memperluas pasar suatu barang kepasaran yang baru, mengembangkan sumber bahan mentah yang baru dan mengadakan perubahan-perubahan dalam organisasi perusahaan dengan tujuan mempertinggi efisiensinya.

Didalam mengemukakan Schumpeter memulai analisisnya dengan memisalkan bahwa perekonomian sedang dalam keadaan tidak berkembang. Pada waktu keadaan tersebut berlaku segolongan pengusaha menyadari tentang berbagai kemungkinan untuk mengadakan inovasi yang menguntungkan, dimana mereka akan meminjam modal dan melakukan penanaman modal. Maka pendapatan masyarakat bertambah dan tingkat konsumsi menjadi bertambah tinggi. Kenaikan tersebut akan mendorong perusahaan-perusahaan lain untuk menghasilkan lebih banyak barang dan melakukan penanaman modal baru.

Menurut Schumpeter semakin tinggi tingkat kemajuan suatu perekonomian maka semakin terbatas kemungkinan untuk mengadakan inovasi. Maka pertumbuhan ekonomi akan menjadi bertambah lambat jalannya. Yang pada akhirnya nanti akan tercapai tingkat keadaan tidak berimbang atau “stationary state”. (Sukirno, 2004 : 434).

c. Teori Pertumbuhan Harrod - Domar

Teori Harrod-Domar bertujuan untuk menerangkan syarat yang harus dipenuhi supaya suatu perekonomian dapat mencapai pertumbuhan yang teguh atau steady growth dalam jangka panjang.


(42)

Dalam analisisnya Harrod-Domar menunjukkan bahwa walaupun pada suatu tahun tertentu barang-barang modal sudah mencapai kapasitas penuh, pengeluaran agregat dalam tahun itu akan menyebabkan kapasitas barang modal menjadi semakin tinggi pada tahun berikutnya. Dengan perkataan lain, investasi yang berlaku dalam tahun tersebut akan menambah kapasitas barang modal untuk mengeluarkan barang dan jasa pada tahun berikutnya.

Dalam teori Harrod-Domar tidak diperhatikan syarat untuk mencapai kapasitas penuh apabila ekonomi terdiri dari tiga atau empat sektor. Walau bagaimanapun berdasarkan teorinya diatas dengan mudah dapat disimpulkan hal yang perlu berlaku apabila pengeluaran meliputi komponen lebih banyak, yaitu meliputi pengeluaran pemerintah dan ekspor. (Sukirno, 2004 : 435-436).

2.2.3.4 Pengukuran Pertumbuhan Ekonomi

Untuk menentukan Pertumbuhan ekonomi yang dicapai suatu Negara, dihitung berdasarkan laju perubahan Pendapatan Nasional riil per tahun dalam persentase atau besarnya pertambahan riil Pendapatan Nasional riil tahun t

(sekarang) dari tahun t-1 (sebelumnya), kemudian dikalikan 100% atau dengan

menggunakan rumus persamaan sebagai berikut : Gt = PNRt − PNRt-1

PNRt-1 Dimana :

Gt = Pertumbuhan ekonomi tahun t PNRt = Pendapatan Nasional riil tahun t


(43)

PNRt-1 = Pendapatan Nasional riil tahun t-1

2.2.4. Kurs Valuta Asing

2.2.4.1. Pengertian Kurs Valuta Asing

Valuta asing atau foreign exchange atau foreign currency dapat diartikan sebagai mata uang asing dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional dan biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral atau Bank Indonesia. (Hady, 2001 : 24)

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut hard currency, yaitu mata uang yang nilainya relatif stabil dan kadang-kadang mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Hard currency pada umumnya berasal dari negara-negara industri maju. Sedangkan soft currency dalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya. Soft currency pada umumnya berasal dari negara-negara yang sedang berkembang. (Hady, 2001 : 24)

Kurs valuta asing atau kurs mata uang asing menunjukkan harga atau nilai mata uang suatu negara dinyatakan dalam nilai mata uang negara lain. Kurs valuta asing dapat didefinisikan sebagai jumlah uang domestik yang dibutuhkan, yaitu


(44)

banyaknya rupiah yang dibutuhkan, untuk memperoleh satu unit mata uang asing. (Sukirno, 2004 : 392)

2.2.4.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs Valuta Asing

Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valas, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :

a. Perubahan dalam citarasa masyarakat

Citarasa masyarakat mempengaruhi corak konsumsi mereka. Maka perubahan citarasa masyarakat akan mengubah corak konsumsi mereka atas barang-barang yang diproduksikan di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan ia dapat pula menaikkan ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor bertambah besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan dan penawaran valuta asing. (Sukirno, 2004 : 402)

b. Perubahan harga barang ekspor dan impor

Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah suatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga yang relatif murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang, pengurangan harga barang impor akan menambah jumlah impor, dan sebaliknya, kenaikan harga


(45)

barang impor akan mengurangi jumlah impor. Dengan demikian perubahan harga-harga barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan atas mata uang negara tersebut. (Sukirno, 2004 : 402)

c. Kenaikan harga umum (inflasi)

Infalasi sangat besar pengaruhnya terhadap kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini disebabkan efek inflasi yang : 1). Inflasi menyebabkan harga-harga di dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di luar negeri dan oleh sebab itu infalasi berkecenderungan menambah impor. Dan keadaan ini menyebabkan permintaan atas valuta asing bertambah, 2). Inflasi menyebabkan barang-barang ekspor menjadi lebih mahal, oleh karena itu inflasi berkecenderungan mengurangi ekspor. Dan keadaan ini menyebabkan penawaran atas valuta asing berkurang, maka harga valuta asing akan bertambah yang berarti harga mata uang negara yang mengalami inflasi merosot. (Sukirno, 2004 : 402). d. Perubahan suku bunga atau tingkat pengembalian investasi

Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi cenderung akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke negara itu. Apabila lebih banyak mengalir ke suatu negara, permintaan atas mata


(46)

uangnya bertambah, maka nilai mata uang tersebut bertambah. Nilai mata uang suatu negara akan merosot apabila lebih banyak modal negara dialirkan ke luar negeri karena suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang lebih tinggi di negara-negara lain. (Sukirno, 2004 : 402)

e. Pertumbuhan ekonomi.

Efek yang akan diakibatkan oleh suatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung pada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila kemajuan ini terutama diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan atas mata uang negara itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara itu naik. Sebaliknya, apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang negara tersebut akan merosot. (Sukirno, 2004 : 403).

2.2.4.3. Sistem Penetapan Kurs Valuta Asing Sistem penetapan kurs valuta asing terdiri dari : a) Sistem Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)

Sistem kurs tetap, baik yang disetarakan oleh suatu lembaga keuangan internasional (IMF) maupun oleh masing-masing negara sesuai dengan kemampuan ekonominya (biasanya berdasarkan nilai dari hard currency) adalah sistem kurs yang mematok nilai kurs mata uang asing terhadap mata uang negara


(47)

yang bersangkutan dengan nilai tertentu yang selalu sama dalam periode tertentu. (Putong, 2003 : 278)

b) Sistem Kurs Mengambang (Floating Exchange Rate)

Sistem kurs ini menentukan bahwa nilai mata uang suatu negara ditentukan oleh kekuatan permintaaan dan penawaran pada pasar uang (resmi). Sistem ini dibagi menjadi dua macam yaitu, clean float (mengambang murni), merupakan penentuan nilai kurs tanpa adanya campur tangan pemerintah dan dirty float (mengambang terkendali), merupakan penentuan nilai kurs dengan adanya campur tangan pemerintah secara langsung (melalui pasar uang) maupun tidak langsung (melalui himbauan dan semacamnya).

c) Sistem Kurs Terkait (Pegged Exchange Rate)

Penentuan nilai kurs dalam sistem ini dikaitkan dengan nilai mata uang negara lain, atau sejumlah mata uang tertentu yang mana menggunakan nilai kurs tengah mata uang tertentu yang mensyaratkan lebih atau kurang dari kurs tengah sebesar 2,5%. (Putong, 2003 : 278)

2.2.5 Produksi

2.2.5.1 Pengertian Produksi

Produksi dapat diartikan sebagai cara, metode, dan teknik untuk menciptakan atau menambah kegunaan suatu barang atau jasa dengan menggunakan sumber-sumber ( tenaga kerja, mesin, bahan-bahan dan dana )


(48)

yang ada. Suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi keluaran output. ( Assauri, 1993 : 11 ).

2.2.5.2. Sistem Produksi

Menurut ( Assauri, 1993 : 28 ). Yang dimaksud system produksi adalah suatu keterkaitan unsur-unsur yang berbeda secara terpadu, menyatu dan menyeluruh dalam pentrasformasian masukan menjadi keluaran.

Sistem produksi yang sering dipergunakan dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

a. Sistem seri, dimana dua atau lebih merupakan system satu system yang lebih besar

b. Sistem pararel, dimana perusahaan memproduksi barang-barang yang serupa di beberapa pabrik dengan lokasi yang berbeda tetapi saat pengerjaan yang sama, sehingga dapat berproduksi dengan jumlah yang lebih besar.

2.2.5.3. Proses Produksi

Menurut ( Assauri, 1993 : 28 ). Proses produksi dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu :


(49)

1. Proses produksi yang terus-menerus (Continuous Processes)

Dimana peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dengan memperhatikan urt-urutan kegiatan atau routing dalam menghasilkan produk tersebut, serta arus bahan dalam proses telah distandarisir.

2. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent Processes)

Dimana kegiatan produksi dilakukan tidak standart, tetapi didasarkan pada produk yang dikerjakan sehingga peralatan produksi yang digunakan disusun dan diatur dapat bersifat luwes (flexible) untuk dapat dipergunakan untuk menghasilkan produk dan berbagai ukuran.

3. Proses produksi yang bersifat proyek

Dimana kegiatan produksi yang dilakukan pada tempat dan waktu yang berbeda-beda, sehingga peralatan produksi yang digunakan ditempatkan ditempat atau lokasi dimana proyek tersebut dilaksanakan dan pada saat yang direncanakan.

2.2.5.4. Jenis Proses Produksi

1. Proses produksi yang terus-menerus (Continuous Processes)

 Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah besar / produksi massa dengan variasi yang sangat kecil dan susah distandartisasi

 Apabila terjadi salah satu alat / mesin terhenti atau rusak maka seluruh proses produksi akan terhenti


(50)

 Persediaan bahan mentah dan bahan dalam proses adalah lebih rendah dari intermittent process

 Oleh karena mesin-mesin bersifat khusus dan variasi dari produksinya kecil maka job strukturnya sedikit dan jumlah tenaga kerjanya tidak perlu banyak

2. Proses produksi yang terputus-putus (Intermittent Processes)

 Biasanya produk yang dihasilkan dalam jumlah yang sangat kecil dengan variasi yang sangat besar (berbeda) dan didasarkan atas pesanan

 Proses produksi yang tidak mudah / terhenti walaupun terjadi kerusakan atau peralatan

 Persediaan bahan mentah biasanya tinggi, karena tidak dapat ditentukan pesanan apa yang akan dipesan oleh pembeli dan juga persediaan bahan dalam prosesnya lebih tinggi dari continuous process, karena prosesnya terputus-putus.

2.2.6. Tenaga Kerja

2.2.6.1. Pengertian Penduduk

Definisi penduduk menurut ( Anonim, 1997 : 11 ), adalah sejumlah orang yang mendiami suatu tempat atau wilayah tertentu. Dalam hal ini penduduk adalah manusia yaitu yang memgang peranan penting dalam


(51)

kegiatan ekonomi karena penduduk merupakan tenaga kerja, tenaga ahli, pimpinan perusahaan dan tenaga usahawan. Berikut ini beberapa factor yang mempengaruhi factor penduduk dalam pembangunan, yaitu :

1. Jumlah penduduk

Jumlah penduduk yang samgat besar, apabila dapat dibina dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha pembangunan di segala bidang. Jika tidak demikian, maka akan timbul pengangguran dan problem social yang dapat melemahkan ketahanan social.

2. Komposisi Penduduk

Komposisi penduduk adalah susunan penduduk berdasarkan suatu pendekatan tertentu. Masalah-masalah yang muncul dari komposisi penduduk yang tidak seimbang jika tidak teratasi maka akan timbul kegoncangan social.

3. Persebaran penduduk

Persebaran penduduk yang ideal adalah persebaran yang sekaligus dapat memenuhi persyaratan kesejahteraan dan keamanan yaitu persebaran dan proporsional.

4. Kualitas Penduduk

Faktor yang mempengaruhi kualitas penduduk ialah factor fisik meliputi kesehatan gizi dan kebugaran sedangkan factor non fisik meliputi mentalitas dan intelektualitas.


(52)

Jadi, penduduk adalah sejumlah orang yang mendiami suatu tempat atau wilayah tertentu. Dalam hal ini manusia yaitu yang memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi. ( Anonim, 1997 : 11 ),

2.2.5.2. Pengertian Tenaga Kerja

Tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia untuk sanggp bekerja. Pengertian tenaga kerja ini meliputi mereka yang bekerja untuk diri sendiri ataupun untuk anggota keluarga yang tidak menerima bayaran berupa upah ataupun mereka yang bersedia dan mampu untuk bekerja, dalam arti mereka menganggur dengan terpaksa karena tidak ada kesempatan kerja. (Sumarsono, 2003 : 5).

Tenaga kerja (man power) adalah penduduk dalam usia kerja (16-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu Negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga kerja mereka dan mereka mau berpartisipasi dalam aktivitas tersebut. (Subri, 2003:57).

Tenaga kerja adalah mencakup penduduk yang sudah atau sedang bekerja, sedang mencari pekerjaan dan melakukan kegiatan lain seperti bersekolah dan mengurus rumah tangga. Tiga golongan yang disebut terakhir (pencari kerja, bersekolah dan mengurus rumah tangga) walaupun sedang


(53)

tidak bekerja, mereka dianggap fisik mampu dan sewaktu-waktu dapat ikut bekerja. (Simanjuntak, 2001 : 2 ).

Dengan demikian dalam konteks ketenagakerjaan, penduduk dipilah-pilah menurut angkatan kerja yaitu sebagai berikut :

Gambar 1 : Komposisi Penduduk, Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja

Tenaga Kerja (berusia ≥ 10 tahun)

Angkatan Kerja : • Pekerja

• Pengangguran

Bukan Tenaga Kerja (berusia < 10 tahun)

Bukan Angkatan Kerja : • Pelajar

• Pengurus rumah tangga • Penerima pendapatan lain Penduduk

Sumber : Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal 75.

Keterangan :

Gambar 1 diatas menunjukkan bahwa tenaga kerja ( man power ) dipilah menjadi dua kelompok, yaitu angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja dibedakan pula menjadi dua sebab, yaitu :


(54)

1. Pekerja adalah orang-orang yang mempunyai pekerjaan dan memang sedang bekerja, serta orang-orang yang mempunyai pekerjaan namun untuk sementara waktu kebetulan sedang tidak bekerja

2. Pengangguran adalah orang yang tidak mempunyai pekerjaan, lengkapnya orang yang tidak bekerja dan masih atau sedang mencari pekerjaan.

Sedangkan tenaga kerja yang bukan angkatan kerja dibedakan menjadi beberapa kelompok, yaitu penduduk dalam usia kerja yang sedang bersekolah, mengurus rumah tangga (tanpa mendapat upah), serta penerimaan pendapatan lain. ( Dumairy, 1997 : 75 ).

Tenaga Kerja = Angkatan Kerja + Bukan Angkatan Kerja

2.2.6.3. Pengertian Angkatan Kerja

Menurut ( Dumairy, 1997: 75 ). ngkatan kerja adalah bagian penduduk yang mampu dan bersedia melakukan pekerjaan. Kata “mampu” disini menunjukkan kepada tiga hal, yaitu :

a. Mampu fisik, yaitu sudah cukup umur, jasmani, sudah cukup kuat dan tidak mempunyai cacat mental.

b. Mampu mental, yaitu mempunyai mental yang sehat dan tidak memiliki kelainan untuk melakukan pekerjaan normal.


(55)

c. Mampu Yuridis, yaitu tidak kehilangan kebebasan dan bersedia untuk memiliki dan melakukan pekerjaan. Kata “bersedia” berarti orang yang bersangkutan dapat secara aktif mampu dan pasif atas kemauannya sendiri mencari pekerjaan.

Menurut Irawan dan Suparmoko(1999 : 67), angkatan kerja adalah penduduk yang bekerja dan penduduk yang belum bekerja, namun siap untuk bekerja atau sedang mencari pekerjaan pada tingkat upah yang berlaku. Sedangkan penduduk yang bekerja adalah mereka yang melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan jasa untuk memperoleh penghasilan, baik bekerja penuh maupun tidak bekerja penuh.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia kerja yang bekerja atau mempunyai pekerjaan, namun untuk sementara sedang tidak mencari pekerjaan.

2.2.6.4. Pengertian Bukan Angkatan Kerja

Menurut Dumairy (1997 : 75). Bukan Angkatan kerja adalah tenaga kerja atau penduduk dalam usia yang tidak bekerja, tidak mempunyai pekerjaan dan sedang tidak mencari pekerjaan.

Menurut Soemarsono (2003 : 116). Bukan Angkatan kerja adalah bagian dari tenaga kerja yang tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan.


(56)

Kelompok ini merupakan bagian dari tenag kerja yang sebenarnya tidak terlibat, tidak berusaha terlibat dalam kegiatan produktif, yaitu memproduksi barang dan jasa. Terdiri dari :

1. Golongan yang bersekolah, yaitu mereka yang kegiatanya hanya sekolah 2. Golongan yang mengurus rumah tangga, yaitu mereka yang mengurus

rumah tangga tanpa memperoleh upah

3. Golongan yang menerima pendapatan, yaitu mereka yang tidak melakukan suatu kegiatan ekonomi, tapi memperoleh pendapatan seperti tunjangan pension, lanjut usia, cacat. ( Simanjuntak, 2001 : 6 ).

2.2.6.5. Permintaan Tenaga Kerja

Permintaan tenaga kerja adalah kebutuhan yang sudah didasarkan atas kesediaan membayarkan upah tertentu sebagai imbalan pemberian kerja bermaksud menggunakan atau meminta sekian orang karyawan dengan kesediaan membayar upah sekian rupiah setiap waktu. Jadi, dalam permintaan ini sudah ikut dipertimbangkan tinggi rendahnya upah yang berlaku dalam masyarakat atau yang dibayarkan kepada tenaga kerja yang bersangkutan. (Suroto, 1992 : 21).

Suatu perusahaan dalam membeli atau menggunakan tenaga kerja tidak dapat menentukan tingkat upah tenaga kerja, melainkan hanya akan mengikuti upah, pada umumnya yang berlaku di pasar tenaga kerja. Misalnya


(57)

tingkat upah tenaga kerja itu setinggi W, maka jumlah tenaga kerja yang akan digunakan oleh perusahaan agar jumlah laba yang didapatnya maksimum adalan sebanyak N*, yaitu ditentukan oleh perpotongan antara kurva VMPN dan kurva w* W*. Jumlah tenaga kerja yang digunakan tidak sebanyak N1, karena N1 terlihat bahwa tingkat upah merupakan biaya atau pengorbanan yang harus dibayar oleh perusahaan lebih tinggi daripada manfaat dalam bentuk nilai produksi yang disumbangkan terakhir.

Dengan demikian hal ini tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sebaliknya bila jumlah tenaga kerja yang dipakai hanya sebanyak N2, ini berarti bahwa nilai produksi marginal lebih tinggi daripada tingkat upah yang harus dibayar perusahaan, artinya perusahaan mendapat manfaat yang lebih tinggi daripada korban yang harus dipikulnya dengan sendirinya perusahaan akan terdorong untuk menambah tenaga kerja lebih banyak lagi. Kedudukan keseimbangan tercapai pada posisi jumlah tenaga kerja N*


(58)

Gambar 2 : Kurva Permintaan Tenaga Kerja W

w* W*

VMPN

0 N N* N1

Sumber : Suparmoko. M, 2000, Pengantar Ekonomika Makro, Penerbit BPFE, UGM, yokyakarta, hal 161

2.2.6.6. Penawaran Tenaga Kerja

Persediaan tenaga kerja adalah istilah yang biasanya juga belum dihubungkan dengan factor upah. Sedangkan dalam istilah penawaran tenaga kerja sudah ikut dipertimbangkan factor upahnya. Dalam hal ini pencari kerja bersedia menerima pekerjaan itu atau menawarkan tenaganya apabila kepadanya diberikan upah sekian rupiah setiap waktu.

Misalnya dengan menggunakan teknologi tertentu, seseorang pengusaha mungkin membutuhkan 500 orang tenaga kerjanya. Akan tepai karena upah yang dituntut terlalu tinggi, mungkin ia hanya mampu mempekerjakan atau meminta 400 orang saja, sedangkan yang lainnya ditunda dahulu atau dibatalkan, karena kebutuhan tenaga kerja merupakan permintaan


(59)

potensial. Dari uraian diatas menjadi jelas, bahwa persediaan tenaga kerja merupakan penawaran potensial ( Suroto, 1992 : 22 ).

Penawaran tenaga kerja yang datangnya dari pemilik tenaga atau katakanlah buruh. Mereka ini mencari pekerjaan untuk mendapatkan penghasilan dengan cara menjual tenaga mereka atau pada saat mereka mencari pekerjaan dikatakan bahwa mereka menawarkan tenaga kerja mereka. Pada saat tingkat upah tinggi, akan sedikit jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, sedangkan pada tingkat upah rendah, akan banyak tenaga kerja yang ditawarkan. Pada tingkat upah W1, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih banyak yaitu sebanyak N2. Pada tingkat upah W2, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan lebih sedikit yaitu sebanyak N

Gambar 3 : Kurva Penawaran Tenaga Kerja W NS

W 2

W1

0

N1 N2

N

Sumber : Suparmoko. M, 2000, Pengantar Ekonomika Makro, Penerbit BPFE, UGM, Yokyakarta, hal 163.


(60)

2.2.7. Pengertian Investasi

Kata investasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu “Investment”, apabila dalam bahasa Indonesia investasi adalah “penanaman modal” investasi adalah suatu kegiatan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup suatu kegiatan usaha, karena ini sangat dibutuhkan sebagai faktor penunjang di dalam memperlancar proses produksi.

Menurut pendapat Prof. Robinson yang dikutip oleh Suherman Rosyidi dalam bukunya yang berjudul Pengantar Teori Ekonomi mengatakan bahwa investasi itu penambahan barang-barang modal baru, sedangkan membeli selembar kertas saham bukanlah investasi (Rosyidi, 1994: 158).

Investasi adalah pengeluaran yang ditunjukkan untuk meningkatkan atau mmpertahankan stok barang modal. Stok barang modal terdiri dari pabrik mesin dan produk-produk tahan lama yang digunakan dalam proses produksi. (Dornbusch dan Fischer, 1995: 46).

Menurut Sukirno (2001: 107), investasi diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dalam prakteknya, suatu usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun tertentu,


(61)

yang digolongkan sebagai investor (atau pembentukan modal atau penanaman modal), meliputi pengeluaran atau pembelanjaan sebagai berikut: a. Pembelian berbagai jenis barang modal, yaitu mesin-mesin dan peralatan

produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan.

b. Pembelanjaan untuk membangun rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik, dan bangunan-bangunan lainnya.

c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun perhitungan pendapatan nasional. (Sukirno, 2001: 107).

Dari berbagai penjelasan diatas tentang definisi investasi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa investasi adalah pengeluaran yang disediakan untuk meningkatkan atau mempertahankan barang-barang modal, selain itu bisa diartikan sebagai uasaha membina industri supaya dapat lebih maju dan merupakan hal yang sangat penting bagi kelangsungan hidup usaha sebagai faktor penunjang di dalam memperlancar proses produksi.

2.2.7.1. Teori Investasi

Masalah investai adalah suatu masalah yang langsung berkaitan dengan besarnya pengharapan akan pendapatan dari barang modal dimasa depan. Pengharapan dimasa depan inilah yang menjadi faktor terpenting


(62)

untuk penentu besarnya investasi menurut Suparmoko (2000: 84) terdapat 2 teori, yaitu:

a. Teori Klasik

Teori klasik tentang investasi didasarkan atas teori produktivitas batas (marginal produktivity) dari faktor produksi modal. Menurut teori ini besarnya modal yang akan diinvestasikan dalam proses produksi ditentukan oleh produktivitas batasnya dibandingkan dengan tingkat bunga-bunganya. Sehingga investasi ini akan terus dilakukan bilamana produktivitas batas dari investasi itu masih lebih tinggi daripada tingkat bunga yang akan diterimanya bila seandainya modal itu dipinjamkan dan tidak diinvestasikan.

Dengan teori produktivitas batas, maka masalah investasi oleh para-para ahli ekonomi klasik dipecahkan atas dasar prinsip maksimalisasi laba dari perusahaan-perusahaan industri. Sebab suatu perusahaan akan memaksimalisasi labanya dalam suatu persaingan sempurna. Bila perusahaan itu menggunakan modalnya sampai pada jumlah produksi marginal kapitalnya sama dengan harga capital yaitu suku bunga, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Suatu investasi akan dijalankan apabila pendapatan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga. Pendapatan dari investasi merupakan jumlah


(63)

pendapatan yang akan diterima setiap akhir tahun selama barang modal digunakan dalam produksi.

2. Investasi dalam modal adalah menguntungkan bila biaya ditambah bunga lebih kecil dari pendapatan yang diharapkan dari investasi itu. b. Teori Keynes

Masalah investasi baik penentu jumlah maupun kesempatan untuk melakukan investasi oleh Keynes didasarkan atas konsep Marginal Efficiency of Investment (MEI), yaitu bahwa investasi itu akan dijalankan apabila MEI lebih tinggi daripada tingkat suku bunga.

Menurut garis MEI ini antara lain disebabkan oleh 2 hal, yaitu (Suparmoko, 2000: 84):

1. Bahwa semakin banyak investasi yang terlaksana dalam masyarakat, maka semakin rendah efisiensi marginal investasi itu, semakin banyak investasi yang terlaksana dalam lapangan ekonomi maka semakin sengitlah persaingan para investor sehingga MEI menurun.

2. Semakin banyak investasi dilakukan, maka biaya dari barang modal menjadi lebih tinggi.

2.2.7.2. Macam-macam Investasi

Macam-macam investasi dibagi menjadi 4 kelompok, yang pembagiannya sebagai berikut:


(64)

1. Autonomous Invesment dan Induced Investment

Autonomous Investment ( investasi otonomi ) adalah investasi yang besar kecilnya tidak dipengaruhi oleh pendapatan, tetapi dapat berubah oleh karena adanya perubahan faktor-faktor di luar pendapatan. Faktor-faktor lain diluar selain pendapatan yang mempengaruhi tingkat investasi seperti itu, misalnya tingkat teknologi, kebijaksanaan pemerintah, harapan para pengusaha dan sebagainya. Sedangkan Induced Investment atau investasi terimbas adalah investasi yang dipengaruhi oleh tingkat pendapatan.

2.Public Investment dan Private Investment

Public Investment adalah Investasi atau penanaman modal yang dilakukan oleh pemerintah (baik pusat maupun daerah). Public investment tidak dilakukan oleh pihak-pihak yang bersifat personal, investasi ini bersifat impersonal atau resmi. Sedangkan Private Investment adalah investasi yang dilakukan oleh pihak swasta. Di dalam private investment, unsur-unsur seperti keuntungan yang akan diperoleh dimasa depan penjualan dan sebagainya merupakan peranan yang sangat penting dalam menentukan volume investasi. Sementara dalam penentuan volume investasi, pertimbangan itu lebih diarahkan kepada melayani atau menciptakan kesejahteraan bagi rakyat banyak.


(65)

3.Domestik Investment dan Foreign Investment

Domestik investment adalah penanaman modal di dalam negeri, sedangkan Foreign Investment adalah penanaman modal asing. Sebuah negara yang memiliki banyak sekali faktor produksi alam atau faktor produksi tenaga manusia namun tidak memiliki faktor produksi modal (capital) yang cukup untuk mengelolah sumber- sumber yang dimiliki, maka mengundang modal asing agar sumber-sumber yang ada termanfaatkan.

4.Gross Investment dan Net Investment

Gross Investment (Investasi Bruto) adalah total seluruh investasi yang diadakan atau yang dilaksanakan pada suatu ketika. Dengan demikian investasi bruto dapat benilai positif ataupun nol (yaitu ada atau tidak ada investasi sama sekali) tetapi tidak akan bernilai negatif. Sedangkan Net Investment (Investasi Netto) adalah selisih antara investasi bruto dengan penyusutan. Apabila misalnya investasi bruto tahun ini adalah Rp. 25 juta sedangkan penyusutan yang terjadi selama tahun yang lalu adalah sebesar Rp. 10 juta, maka itu berarti bahwa investasi netto tahun ini adalah sebesar Rp. 15 juta. (Rosyidi, 1994: 161).


(66)

2.2.7.3. Faktor – faktor Yang Menentukan Investasi

a. Ramalan mengenai keadaan dimasa yang akan datang.

Kegiatan perusahaan untuk mendirikan industri dan memasang barang-barang modal dinamakan kegiatan memakan waktu. Dan apabila investasi tersebut telah selesai dilaksanakan, yaitu pada waktu industri atau perusahaan itu sudah mulai menghasilkan barang dan jasa yang menjadi produksinya, maka para pemilik modal biasanya akan melakukan kegiatan terus selama beberapa tahun. Oleh karena itu dalam menentukan apakah semua kegiatan yang akan dan dikembangkan itu dapat memperoleh atau menimbulkan kerugian, maka para pemilik modal harus membuat ramalan-ramalan mengenai keadaan dimasa mendatang.

b. Tingkat bunga.

Bagi perusahaan yang bijaksana hendaknya selalu mengikuti dan memperhatikan perkembangan pasar, terutama tentang perkembangan tingkat bunga yang dapat mempengaruhi beropeasinya setiap perusahaan oleh karena itu tingkat bunga dapat digolongkan sebagai salah satu faktor penting yang akan menentukan besarnya investasi yang akan dilakukan oleh para pengusaha.

c. Perubahan dan perkembangan teknologi.

Kegiatan yang dikembangkan dalam kegiatan produksi atau usaha lain, maka hal demikian itu ditanamkan ditanamkan mengadakan


(67)

pembaharuan. Pada umumnya semakin banyak perkembangan ilmu dan teknologi, maka semakin banyak pula jumlah kegiatan pembaharuan yang dilakukan oleh para pengusaha.

d. Tingkat pendapatan Nasional dan perubahan-perubahannya.

Sejarah perkembangan ekonomi dunia menunjukkan bahwa akhir-akhir ini berbagai penemuan dan pembaharuan sangat besar peranannya. Kenyataan yang ada menggambarkan bahwa hubungan antara pendapatan nasional dan investasi merupakan cenderung untuk mencapai tingkat yang lebih besar apabila pendapatan nasional semakin besar jumlahnya. Demikian pula sebaliknya, apabila pendapatan nasional rendah biasanya nilai investasinya juga rendah.

e. Keuntungan yang dicapai perusahaan.

Setiap perusahaan yang sangat berkembang salah satu faktor penting yang dapat menentukan untuk kegiatan atau pengembangan investasi adalah keuntungan yang diperolehnya. Apabila perusahaan-perusahaan itu melakukan investasi dengan menggunakan tabungannya atau modal kas, maka perusahaan yang harus dibayar untuk jangka waktu berikutnya. Ini berarti disamping mengurangi biaya investasi yang akan dilakukan secara otomatis akan menambah modal atau keuntungan perusahaan-perusahaan yang bersangkutan. (Rosyidi, 1994: 165).


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab IV, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Setelah dilakukan uji statistik untuk mengetahui pengaruh secara simultan antara variabel bebas Inflasi (X1), Pertumbuhan Ekonomi (X2), dan Fluktuasi Nilai Rupiah (X3), dan terhadap variabel terikatnya Tingkat Pengangguran (Y) diperoleh F hitung = 5,390 > F tabel = 4,35 maka Ho ditolak dan Hi diterima, yang berati bahwa secara keseluruhan faktor-faktor variabel bebas berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap Tingkat Pengangguran.

2. Pengujian secara parsial atau individu Inflasi (X1) terhadap Tingkat Pengangguran (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 3,134 > t tabel = 2,365, maka Ho ditolak dan Hi diterima pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Inflasi (X1) berpengaruh secara nyata dan positif terhadap Tingkat Pengangguran (Y). Hal ini disebabkan karena inflasi yang tinggi maka daya beli masyarakat akan menurun dan produksi barang dan jasa yang dihasilkan juga akan menurun sehingga banyak perusahaan yang tidak bisa melanjutkan usahanya / gulung tikar yang menyebabkan Tingkat Pengangguran akan semakin banyak.

3. Pengujian secara parsial atau individu Pertumbuhan Ekonomi (X2) terhadap Tingkat Pengangguran (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t


(2)

hitung = 3,692 > t tabel = 2,365, maka Ho ditolak dan Hi diterima, pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Pertumbuhan Ekonomi (X2) berpengaruh secara nyata negative terhadap Tingkat Pengangguran (Y). Hal ini disebabkan karena belum mampunya kebijakan pemerintah Jombang untuk meningkatnya pembangunan ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi turun sehingga tingkat pengangguran semakin besar.

4. Pengujian secara parsial atau individu Fluktuasi Nilai Rupiah (X3) terhadap Tingkat Pengangguran (Y). Diketahui hasil perhitungan secara parsial diperoleh t hitung = 2,140 < t tabel = 2,365, maka Ho diterima dan Hi ditolak pada level signifikan 5 % sehingga secara parsial Kurs Valuta Asing (X3) tidak berpengaruh secara nyata negatif terhadap Tingkat Pengangguran (Y). Hal ini disebabakan meningkat atau turunnya Tingkat Pengangguran tidak melihat pada segi faktor ekonomi melainkan kebijakan pemerintah daerah dalam menangani pembangunan yang berkelanjutan.

Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka berikut ini diketahui beberapa saran sebagai bahan pertimbangan sebagai berikut :

1. Pemerintah membuat kebijakaan moneter agar menjaga perkembangan ekonomi makro tetap stabil agar banyak investor yang masuk untuk menanamkan modalnya sehingga bisa mengurangi tingkat pengangguran.

2. Pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dapat memberikan peraturan atau kebijakaan agar tidak mempersulit perizinan dan menetapkan Tingkat Suku


(3)

Bunga agar lebih banyak lagi Investor maupun pengusaha untuk menanamkan modalnya dan memperoleh modal dengan mudah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1997. Ketahanan Nasional, Penerbit : Balai Pustaka, Jakarta.

---, 2003. Indikator Ketenagakerjaan, mei 2003, Penerbit CV. Rioma, Jakarta. ---, 2006. Analisis Indikator Makro Sosial dan Ekonomi Jawa Timur

2002-2006, Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur, Surabaya.

---, 2006. Produk Domestik Regional Bruto Kota Surabaya, Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur, Surabaya.

---, 2007. Laporan Perekonomian Indonesia 2007, Badan Pusat Statistik, Propinsi Jawa Timur.

Assauri. Sofjan, 1998. Manajemen Produksi dan Operasi, Penerbit : LPFE UI, Jakarta.

Boediono, 2001. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.

---, 2001. Ekonomi Moneter, edisi ketiga, cetakan kesebelas, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta.

Dipta, I Wayan, 2007. Journal : Mengangkat Peran Perempuan Pengusaha Dalam

Mengatasi Pengangguran, Jakarta.

Dumairy, 1997. Perekonomian Indonesia, catatan kedua, Penerbit : Erlangga, Jakarta.

Dornbusch, Rudiger, 2004. Makroekonomi, edisi Bahasa Indonesia, Penerbit PT. Media Global Edukasi, Jakarta.

Irawan dan Suparmoko, 1999. Ekonomi Pembangunan : Teoti, Masalah dan

Kebijakan, Penerbit : UPP AMP, Yogyakarta.

Kompas. Jumlah Pengangguran di Surabaya Semakin Tinggi, 18 Februari 2006, hal 14.

Kuncoro. Mudrajat, 2006. Ekonomika Pembangunan Teori, Masalah dan

Kebijakan, edisi keempat, cetakan pertama, Penerbit UPP STIM YKPN,

Yogyakarta.

Mc Eachern. William A, 2000. Ekonomi Makro Pendekatan Kontemporer, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.

Nachrowi, D.N, dan Usman, Hardius. 2006. Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi


(5)

Nopirin, 2000. Ekonomi Moneter, edisi pertama, cetakan kesepuluh, buku kedua, Penerbit : BPFE UGM, Yogyakarta.

Priyono. Edi, 2002. Journal : Mengapa Angka Pengangguran Rendah di Masa

Krisis ?, Bekasi.

Puspopranoto, Sawaldjo, 2004. Keuangan, Perbankan dan Pasar Keuangan, Penerbit LP3ES, Jakarta.

Putong. Iskandar, 2003. Pengantar Ekonomi Mikro dan Makro, edisi kedua, Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta.

Samuelson. Paul.A dan William D Nordhaus, 2004. Ilmu Makro Ekonomi, Penerbit : PT. Media Global Edukasi, Jakarta.

Simanjuntak, J.Payaman, 2001. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, Penerbit: LPFE UI, Jakarta.

Soelistyo, 2001. Dasar - Dasar Ekonometrika, Penerbit : BPFE UGM, Yogyakarta. Subri. Mulyadi, 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit : PT.

Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Suharto, Edi. 2006. Journal : Kebijakan Sosial, Bandung.

Sukirno. Sadono, 2002. Pengantar Teori Makro Ekonomi, edisi kedua, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

---, 2004. Makroekonomi Teori Pengantar, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

---, 2005. Pengantar Teori Makro Ekonomi, Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sulaiman. Wahid, 2004. Analisis Regresi Menggunakan SPSS, Penerbit : Andi, Yogyakarta.

Suliyanto. 2005. Analisis Data Dalam Aplikasi Pemasaran, Penerbit : Ghalia Indonesia, Jakarta.

Sumarsono. Sonny, 2003. Ekonomi Manajemen Sumber Daya Alam dan

Ketenagakerjaan, Penerbit : Graha ilmu, Yogyakarta.

Surabaya Post. 12 November 2007, Ekonomi dan Bisnis Internasional.

Suranto, 2005. Journal : Focused Based Education Sebagai Solusi Peningkatan

Mutu Sistem Pendidikan di Indonesia, Makalah Seminar Mahasiswa


(6)

Suroto, 1992. Strategi Pembangunan dan Perencanaan Kesempatan Kerja, edisi kedua, Penerbit : BPFE UGM, Yogyakarta.

Suparmoko, 2000. Pengantar Ekonomika Makro, Penerbit : BPFE UGM, Yogyakarta.

Suparmono, 2004. Pengantar Ekonomika Makro, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta.

Todaro. Micheal. P, 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, edisi ketujuh, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Todaro. Micheal. P dan Stepen C. Smith, 2004. Pembangunan Ekonomi di Dunia

Ketiga, edisi kedelapan, buku kesatu, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Widarjono. Agus. 2005. Ekonometrika, Teori dan Aplikasi, Edisi Pertama, Penerbit: Ekonisia FE UII. Yogyakarta.

Wijono. Wiloejo Worjo, 2005. Journal : Mengungkap Sumber-Sumber

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Dalam Lima Tahun Terakhir, paper