Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang pada pokok bahasan suhu melalui pembahasan dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II

(1)

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG PADA POKOK BAHASAN SUHU MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE

KOOPERATIF TIPE JIGSAW II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Pendidikan Fisika

Oleh

Christina Widi Astuti (071424006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG PADA POKOK BAHASAN SUHU MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE

KOOPERATIF TIPE JIGSAW II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Pendidikan Fisika

Oleh

Christina Widi Astuti (071424006)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

2013


(3)

(4)

(5)

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Ia mengabulkan doa kita, jikalau kita meminta sesuatu kepada-Nya

menurut kehendak-Nya” ( 1 Yohanes 5 : 14).

“ Serahkanlah seluruh hidupmu kepada Tuhan dan percayalah kepada-Nya,

dan ia akan bertindak”

(Mzm 37:5)

Ku persembahkan karya kecil ku ini untuk :

 Tuhan Jesus Kristus yang selalu menjadi penerang

dalam hidupku

 Bapak & Ibu yang menjadi semangat hidupku

 Yang ku sayangi Kakaku Mas Heru Purnomo

 Teman + sahabat ku


(6)

(7)

(8)

ABSTRAK

Christina Widi Astuti.2012. Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Kelas VII SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG Pada Pokok Bahasan Suhu Melalui Pembelajaran Dengan Metode Kooperatif Tipe Jigsaw II. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Fisika, JPMIPA, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan pemahaman konsep siswa mengenai suhu melalui pembelajaran yang menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw II. Peneliti membandingkan pemahaman konsep siswa sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II.

Penelitian ini dilaksanakan di SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang. Subjek penelitian ini adalah siswa – siswi SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang kelas VII yang berjumlah 27 orang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2012.

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari pretes dan postes.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan menggunakan metode kooperatif tipe Jigsaw II dalam pembelajaran secara keseluruhan terjadi peningkatan pemahaman mengenai konsep suhu. Nilai rata – rata kelas yang semula 36,8% menjadi 71,2 % dengan kualifikasi dari tidak paham menjadi paham.


(9)

ABSTRACT

Christina Widi Astuti.2012. The increasing of Student’s Concept Understanding of seventh Graders of SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang on Subject Temperature Using Jigsaw II Cooperative Learning Method. A thesis. Yogyakarta : Physics Education, JPMIPA, FKIP, Sanata Dharma University.

The research aims to know the increased of understanding student’s concept on the temperature using Jigsaw II cooperative learning method.

Researcher was compared the understanding of student’s concept before and after

follow the learning using Jigsaw II cooperative learning method.

This research held in SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang . The subject of this research is seventh grade in SMP Pangudi Luhur Srumbung, Magelang totaled 27 peoples. Research done on august - september.

Instrument used in this research is a written test consisting of pre test and post test.

The result showed by using centrifugal cooperative type jigsaw II in learning overall increase understanding regarding the concept temperature. Average value class that originally 36,8 % to 71,2 % with qualifying not understand of being understood.


(10)

KATA PENGANTAR

Penulis menghaturkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan kasih dan cinta-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ” PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA KELAS VII

SMP PANGUDI LUHUR SRUMBUNG MAGELANG PADA POKOK BAHASAN SUHU MELALUI PEMBELAJARAN DENGAN METODE KOOPERATIF TIPE JIGSAW II”.

Penulis skripsi ini merupakan tugas akhir sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini dapat terselesaikan berkat bantuan, saran – saran, dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Severinus Domi, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan penuh kesabaran, mengarahkan, membagi ilmu, atas semua saran, kritik dan keramahannya, semua itu sangat berarti selama proses penyusunan skripsi.

2. Segenap dosen Program Studi Pendidikan Fisika, yang telah membimbing, mendidik, mensharingkan ilmu pengetahuan, pengalaman hidup, dan kreatifitas kepada penulis selama belajar di Universitas Sanata Dharma.


(11)

3. Staf sekretariat JPMIPA yang telah membantu memperlancar studi penulis di Universitas Sanata Dharma.

4. Seluruh staf perpustakan Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan fasilitasnya hingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan.

5. B. Rusdiyono, S.Pd. selaku kepala sekolah SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang yang telah memberikan ijin penelitian skripsi.

6. Bu Nuning selaku guru bidang studi fisika kelas VII yang banyak membantu selama penelitian.

7. Siswa – siswi kelas VII yang telah mau bekerja sama selama penelitian. 8. Buat kedua orang tuaku ( mami n papi ) terima kasih telah memberi

semangat dalam mengerjakan skripsi serta doa dan cintanya yang tulus. 9. Buat kakaku Heru Purnomo, saudaraku Yustina Yones, dan Keponakanku

terima kasih atas doa,cinta, kasih sayang serta dukungannya.

10.Buat mz_Indra, iyu, Mr_bod terima kasih atas motivasinya dan kalian is inspirasiku.

11.Buat Lope2 yang selalu inside me...

12.Buat mz thank you for your presence in my tears and laugh...

13.Sahabat – sahabat yang selalu ada untukku (jenenk ( Epin), bu wah, bu luluk, onenk, idul, BI (Bank_In)) terima kasih telah menemani dan memberi suport dalam mengerjakan skripsi.

14.Buat Om_Idul dan Tante_Onenk yang telah menemani setiap malamku selama menulis skripsi walaupun lewat sms, thank for all.


(12)

15.Teman – teman seangkatan Pendidikan Fisika 2007, Ephin, lulik, wahtini, khenil, mony, eko, erni, ussy, jane, vero, angel, wawan.

16.Teman – teman mahasiswa PFIS dari semua angkatan, terima kasih atas kebersamaan, kerja sama, kegembiraan, suka duka, penerimaan, kesediaan diri untuk bersama dan saling berbagi ilmu.

17.Teman – teman ngobrolku terima kasih kebersamaan dan canda tawanya selama ini kalian semua so sweet and best forever.

18.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dan menyempurnakan tulisan ini. Supaya dapat berguna bagi perkembangan pendidikan dan pembelajaran disekolah.

Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Pembatasan Masalah ... 5

C. Perumusan Masalah ... 5

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 6


(14)

BAB II DASAR TEORI

A. Pembelajaran Fisika ... 8

1. Belajar dan Pembelajaran ... 8

2. Keterlibatan Siswa ... 9

3. Guru Sebagai Sumber Belajar ... 10

B. Pengertian Hasil Belajar ... 11

C. Pembelajaran Konstruktivisme ... 12

1. Filsafat Konstruktivisme ... 12

2. Sosiokulturalisme ( Vygotsky ) ... 13

D. Pembelajaran Kooperatif ... 14

E. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II... 15

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 15

b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 16

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 17

d. Kegiatan – Kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 17

e. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 18

f. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 19

g. Usaha Untuk Mengatasi Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II ... 19

h. Suhu ... 20


(15)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Subjek Penelitian ... 27

C. Desain Penelitian ... 38

D. Instrumen Untuk Pengumpulan Data ... 29

1. Tes Awal ( Pretest ) ... 29

2. Tes Akhir ( Postest ) ... 31

E. Instrumen Untuk Pembelajaran ... 31

F. Validitas ... 32

G. Metode Analisis Data ... 32

1. Analisis Pemahaman Awal Dan Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu ... 33

a. Penskoran Jawaban Siswa ... 33

b. Kualifikasi Pemahaman Awal Dan Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu ... 34

2. Analisi Pemahaman Konsep Siswa ... 35

3. Analisis T – Test ... 36

BAB IV DATA DAN ANALISIS A. Pelaksanaan Penelitian ... 38

B. Pelaksanaan Pembelajaran ... 38


(16)

C. Data ... 40

D. Analisis Data ... 43

1. Analisis Kuantitatif ... 43

2. Analisis Kualitatif ... 46

a. Pemahaman Awal Siswa Mengenai Suhu ... 46

b. Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu ... 63

c. Perubahan Konsep Dan Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa ... 75

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 83

Saran ... 84

DAFTAR PUSTAKA ... 85

LAMPIRAN ... 87


(17)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Format Soal Uraian Pre Test dan Post Test ... 29

Tabel 3.2 Pemberian Skor Untuk Masing – masing Kriteria ... 33

Tabel 3.3 Kualifikasi Pemahaman ... 35

Tabel 3.4 Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa... 36

Tabel 4.1 Skor Pre Test ... 40

Tabel 4.2 Skor Post Test ... 41

Tabel 4.3 Hasil Data Serta Analisis Data Pre Test dan Post Test ... 44

Tabel 4.4a Kualifikasi Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran ... 46

Tabel 4.5a Variasi Jawaban Siswa Soal Pre Test ... 47

Tabel 4.4b Kualifikasi Pemahaman Siswa Setelah Pembelajaran ... 63

Tabel 4.5b Variasi Jawaban Siswa Soal Post Test ... 64

Tabel 4.6 Perubahan Pemahaman Konsep Siswa ... 75

Tabel 4.7 Peningkatan Pemahaman Konsep Seluruh Siswa ... 77


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Soal Pre Test ... 88

Lampiran 2 Soal Post Test ... 89

Lampiran 3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 90

Lampiran 4 Pedoman Jawaban Pretes dan Postes ... 104

Lampiran 5 Uraian Pedoman Jawaban Pretes dan Postes ... 107

Lampiran 6 Rangkuman Pedoman Penilaian ... 111

Lampiran 7 Kelompok Asal ... 114

Lampiran 8 Kelompok Ahli ... 115

Lampiran 9 Foto ... 116

Lampiran 10 Hasil Pekerjaan Siswa (Pretes) ... 117

Lampiran 11 Hasil Pekerjaan Siswa (Postes) ... 122

Lampiran 12 Surat Permohonana Ijin dari Kampus ... 127

Lampiran 13 Surat Keterangan Penelitian ... 128


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan satu kunci yang menjadi elemen penting dalam perkembangan dan kemajuan bangsa. Pembelajaran fisika di sekolah dimaksudkan supaya siswa mampu menguasai konsep-konsep fisika dan mampu mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Sampai saat ini pembelajaran yang digunakan oleh guru cenderung tidak memperlihatkan kemampuan berfikir siswa dan tidak melibatkan mereka secara aktif dalam proses pembelajaran berlangsung. Model pembelajaran yang digunakan tidak memberikan kesempatan dan waktu bagi siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran dengan berinteraksi dengan teman sebaya. Guru belum memanfaatkan sumber – sumber belajar yang ada salah satunya adalah interaksi teman sebaya dalam rangka konstruksi pengetahuan oleh siswa.

Kebanyakan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru adalah metode ceramah, dalam metode ceramah siswa cenderung mendengarkan apa yang disampaikan oleh guru sehingga proses belajar mengajar terpusat pada guru, sehingga oleh para ahli disebut sebagai paradigma mengajar yang menunjuk pada kegiatan seseorang yang aktif menyampaikan informasi kepada seseorang atau sekelompok orang dalam


(20)

waktu tertentu (Marpaung, 2003) terkadang metode ceramah dapat menimbulkan kebosanan bagi siswa.

Untuk saat ini pendidikan di Indonesia sedang mengupayakan perubahan dari paradigma mengajar ke paradigma belajar. Dalam paradigma belajar siswa tidak hanya belajar mendengarkan instruksi guru dalam mentransfer pengetahuan ke siswa, akan tetapi siswa perlu mengkontruksi pengetahuan fisika sendiri. Menurut paham kontruktivisme pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada orang lain tetapi harus di interpretasikan sendiri oleh masing – masing orang. Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Filsafat Konstruktivisme yang dikembangkan oleh Jean Piaget menganggap bahwa pengetahuan itu terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi juga dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap obyek yang diamatinya. Menurut Konstruktivisme, pengetahuan ini memang berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksikan oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh sebab itu pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk mengintrepestasikan objek tersebut. Kedua faktor itu sama pentingnya. Dengan demikian pengetahuan itu tidak bersifat statisbtetapi bersifat dinamis, tergantung individu yang melihat dan mengkonstruksinya. Aliran filsafat konstruktivisme berangkat dari pemikiran epistemologi Giambatista Vico (dalam Suparno, 1997).


(21)

Dengan memberikan banyak waktu kepada siswa untuk melakukan aktifitas belajar bersama dengan teman diharapkan dapat maningkatkan interaksi teman sebaya dalam pembelajaran. Pembelajaran yang dapat dimanfaatkan adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran kooperatif sering disebut dengan pembelajaran dalam bentuk kerja kelompok yang kooperatif lebih dari kompetitif. Pada pembelajaran ini siswa belajar dengan porsi utama adalah mendiskusikan tugas – tugas yang diberikan gurunya, saling membantu menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah.

Pembelajaran kooperatif dari berbagai penelitian di luar negeri menunjukkan manfaat yang besar, antara lain Lundgren (dalam Suradi, 2003) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki dampak yang amat positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya. Slavin mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan pencapaian dan kemahiran kognitif siswa. Jika pembelajaran tersebut dijalankan dengan sempurna, maka setiap siswa mempunyai tanggung jawab untuk menguasai materi melalui interaksi dengan siswa lainnya. Dengan demikian, siswa benar – benar memahami materi yang dipelajarinya.

Dalam Jigsaw II, para siswa bekerja dalam tim yang heterogen. Para siswa tersebut diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri atas topik – topik yang berbeda yang harus menjadi fokus perhatian masing – masing anggota tim saat


(22)

mereka membaca. Setelah semua anak selesei membaca siswa – siswa dari tim yang berbeda yang mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam kelompok ahli untuk mendiskusikan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah para siswa menerima penilaian yang mencakup seluruh topik dan skor kuis akan menjadi skor tim.

Skor – skor yang dikontribusikan para siswa kepada timnya didasarkan pada sistem skor perkembangan individual, dan para siswa yang timnya meraih skor tertinggi akan menerima sertifikat atau bentuk – bentuk rekognisi tim lainya. Sehingga, para siswa termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik dan untuk bekerja keras dalam kelompok ahli mereka supaya mereka dapat membantu timnya melakukan tugas dengan baik. Kunci metode Jigsaw ini adalah interpedensi: tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk dapat memberikan informasi yang diperlukan supaya dapat berkinerja baik pada saat penilaian. Bentuk adaptasi Jigsaw yang lebih praktis dan mudah, yaitu Jigsaw II (Slavin, 1986).

Berdasarkan uraian diatas, paradigma yang baru lebih menekankan pada peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang. Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Guru berperan sebagai fasilitator. Model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II,


(23)

maka peneliti bermaksud untuk mengadakan penelitian mengenai pembelajaran fisika dikelas dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II pada pokok bahasan suhu.

Dipilih model pembelajaran tipe jigsaw II karena pada model ini pembagian kelompok berdasarkan kemampuan siswa yaitu rendah, sedang, dan tinggi sehingga diharapkan siswa dapat saling membantu dalam suatu kelompok dan dapat memanfaatkan interaksi teman sebaya sebagai tutor dalam membantu kesulitan belajar temannya. Hal ini memberikan kemungkinan siswa terlibat aktif dalam siskusi dan saling komunikasi sehingga dapat meningkatkan keterlibatan siswa dalam pembelajaran fisika pada pokok bahasan Suhu.

B. Pembatasan Masalah

Banyak faktor-faktor atau variabel yang dapat dikaji untuk ditindak lanjuti dalam penelitian ini. Namun karena luasnya bidang cakupan serta adanya berbagai keterbatasan yang ada baik waktu, dana, maupun jangkauan penulis sehingga dalam penelitian ini tidak semua dapat ditindak lanjuti. Untuk itu dalam penelitian ini dibatasi masalah pemahaman belajar siswa SMP kelas VII semester I mengenai pokok bahasan suhu dengan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

C. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pemahaman awal siswa tentang suhu sebelum menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II?


(24)

2. Bagaimana pemahaman akhir siswa tentang suhu setelah menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II?

3. Bagaimana peningkatan pemahaman siswa tentang suhu dengan menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II?

D. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman awal siswa tentang suhu menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

2. Untuk mengetahui bagaimana pemahaman akhir siswa tentang suhu menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

3. Untuk mengetahui bagaimana peningkatan pemahaman siswa tentang suhu dengan menggunakan metode diskusi kelompok Jigsaw II.

E. Manfaat Penelitian

Bagi guru:

1. Guru mengetahui kesalahan siswa.

2. Guru mengetahui sejauh mana siswa mendalami sesuatu masalah. 3. Guru mengetahui kemampuan siswa

4. Guru dapat mengembangkan kemampuan merencanakan dan menggunakan metode belajar fisika yang kreatif dan menyenangkan


(25)

Bagi siswa:

1. Siswa megetahui kesalahan yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah

2. Siswa memperoleh acuan bila suatu saat ada kelompok belajar Bagi peneliti:

Untuk menambah wawasan pengalaman serta membantu menyumbangkan masalah pemecahan masalah belajar siswa dalam belajar fisika serta memberikan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian yang akan datang.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Fisika

1. Belajar dan Pembelajaran

Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan. Hal ini berati, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan tersebut sangat tergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia berada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri (Muhibin, 1995:5).

Secara umum, belajar dapat dikatakan sebagai suatu proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungan, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep atau teori. Tiap proses belajar mengakibatkan perubahan dalam diri atau organisme yang belajar. Perubahan itu tidaklah begitu terjadi dan kemudian lenyap kembali, tetapi perubahan yang tidak tahan lama (awet) (Samuel Suetomo: 1982).

Pembelajaran bukanlah proses memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa tetapi merupakan kegiatan yang meningkatkan siswa membangun sendiri pengetahuannya. Pembelajaran berarti partisipasi pelajar dalam membentuk pengetahuan, membuat makna, mempertanyakan kejelasan, bersikap kritis. Peranan guru adalah mediator dan fasilitator yang


(27)

membantu agar proses belajar murid berjalan dengan baik (Suparno, 1996:14).

Pembelajaran adalah suatu rangkaian peristiwa eksternal yang mempengaruhi siswa sedemikian rupa, sehingga proses belajarnya dapat berlangsung dengan mudah didefinisikan oleh Gagne dan Briggs pada tahun 1979 (Tanlain Wens, 2005:33).

2. Keterlibatan Siswa

Suatu proses pembelajaran memerlukan keterlibatan siswa secara aktif dalam berbagai kegiatan yang relevan dalam proses pembelajaran. Keterlibatan adalah suatu proses yang mengikutsertakan setiap siswa secara serempak dalam proses belajar. Dalam proses belajar, siswa harus terlibat aktif dalam membangun pemahaman konsep/prinsip fisika. Oleh karena itu, dalam proses belajar siswa harus diberi waktu yang memadai untuk bisa membangun pemahaman, sekaligus membangun ketrampilan dari pengetahuan yang diperolehnya.

Keterlibatan siswa dalam suatu proses pembelajaran dapat dibedakan menjadi dua yaitu keterlibatan secara individual dan keterlibatan secara klasikal. Keterlibatan secara individual adalah keterlibatan yang bersifat individual, yang dapat dibedakan dengan mana yang terlibat dan tidak terlibat. Misalnya mengemukakan pendapat dan alasan secara lisan, mengamati percobaan dengan sungguh – sunguh, mengemukakan penjelasan secara lisan, mengajukan pertanyaan, dan lain sebagainya. Sedangkan keterlibatan secara klasikal adalah keterlibatan yang bersifat klasikal. Keterlibatan ini dilakukan secara bersama – sama atas permintaan


(28)

guru atau kegiatan yang terdapat dalam LKS. Misalnya memberikan pendapat dan alasan dalam LKS, mencatat hasil observasi, memberikan penjelasan dalam LKS dan lain sebagainya. (Kartika Budi, 2001 :52)

3. Guru Sebagai Sumber Belajar

Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumber belajar berkaitan erat dengan penguasaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran. Dikatakan guru yang baik manakala ia dapat menguasai materi pelajaran dengan baik, sehingga benar – benar ia berperan sebagai sumber belajar bagi anak didiknya. Apa pun yang ditanyakan siswa berkaitan dengan materi pelajaran yang sedang diajarkannya, ia akan bisa menjawab dengan penuh keyakinan. Sebaliknya, dikatakan guru yang kurang baik manakala ia tidak paham tentang materi yang diajarkannya. Ketidakpahaman tentang materi pelajaran biasanya ditunjukkan oleh perilaku – perilaku tertentu, misalnya teknik penyampaian materi pelajaran yang monoton, ia lebih sering duduk di kursi sambil membaca suaranya lemah, tidak berani melakukan kontak mata dengan siswa miskin dengan ilustrasi, dan lain – lain. Perilaku guru yang demikian bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan pada siswa, sehingga guru akan sulit mengendalikan kelas. Sebagai sumber belajar dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan hal – hal sebagai berikut :

1. Sebaiknya guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa. Hal ini untuk menjaga agar guru


(29)

memiliki pemahaman yang lebih baik tentang materi yang akan dikaji bersama siswa.

2. Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang biasanya memiliki kecepatan belajar di atas rata – rata siswa yang lain. Siswa yang demikian perlu diberikan perlakuan khusus, misalnya dengan memberikan bahan pengayaan dengan menunjukkan sumber belajar yang berkenan dengan materi pelajaran.

3. Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan mana materi inti, yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan dan yang lain. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.

B. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Hasil belajar tersebut merupakan prestasi belajar peserta didik yang dapat diukur dari nilai siswa setelah mengerjakan soal yang diberikan oleh guru pada saat evaluasi dilaksanakan. Keberhasilan pembelajaran di sekolah akan terwujud dari keberhasilan belajar siswanya. Hasil belajar berkaitan dengan peninjaunya kembali keterlibatan siswa dalam proses belajar dan mengajar yang telah berlangsung dan refleksi atas pola mengajar


(30)

guru, sekaligus menemukan langkah kongkrit dalam langkah selanjutnya.

C. Pembelajaran Konstruktivistik 1. Filsafat Konstruktivisme

Filsafat konstruktivisme adalah filsafat yang mempelajari hakikat pengetahuan dan bagaimana pengetahuan itu terjadi. Menurut filsafat konstruktivisme, pengetahuan itu adalah bentukan (konstruksi) kita yang sedang menekuninya. Bila yang sedang menekuni adalah siswa, maka pengetahuan itu adalah bentukan siswa sendiri. Maka pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah jadi, yang ada di luar kita, tetapi sesuatu yang harus kita bentuk sendiri dalam pikiran kita. Jadi, pengetahuan itu selalu merupakan akibat dari suatu konstruksi kognitif melalui kegiatan berpikir seseorang. Pengetahuan bukanlah suatu yang lepas dari subyek, tetapi merupakan ciptaan manusia yang dikonstruksikan dari pengalaman ataupun dunia sejauh dialaminya. Proses pembentukan itu berjalan terus menerus dengan setiap kali mengadakan reorganisasi karena adanya suatu pemahaman yang baru (Piaget dalam Suparno, 2007: 8). Oleh karena pengetahuan itu merupakan konstruksi seseorang yang sedang mengolahnya, maka jelas bahwa pengetahuan ini bukanlah sesuatu yang sudah jadi dan tidak terubahkan. Pengetahuan merupakan suatu peroses menjadi tahu. Suatu proses yang terus akan berkembang


(31)

semakin luas, lengkap, dan sempurna. Pembentukan pengetahuan jelas bukan sekali jadi, tetapi bertahap (Suparno, 2007).

2. Sosiokulturalisme (Vygotsky)

Vygotsky juga mulai meneliti pembentukan dan perkembangan pengetahuan anak secara psikologis. Namun, Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang – orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik (Menurut Cobb dalam Suparno, 2007:11). Itulah sebabnya dalam pendidikan, siswa perlu berinteraksi dengan para ahli dan juga terlibat dengan situasi yang cocok dengan pengetahuan yang ingin digeluti. Dalam interaksi dengan mereka itulah, para siswa ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya lebih sesuai dengan konstruksi para ahli.

Menurut sosiokulturalis, kegiatan seseorang dalam mengerti sesuatu selalu dipengaruhi oleh partisipasinya dalam praktik – praktik sosial dan kultural yang ada, seperti situasi sekolah, masyarakat, teman, dll. Situasi sekolah jelas dapat membantu dan menghambat siswa dalam mendalami ilmu pengetahuan. Masyarakat dapat juga memacu siswa mengerti, tetapi juga dapat menghalangi.

Menurut Cobern (dalam Suparno. 2007:11), konstruktivisme adalah kontektual. Pelajar selalu membentuk pengetahuan mereka


(32)

dalam situasi yang khusus dan konteks yang khusus. Bila konteksnya berbeda, mereka akan mengerti konsepnya secara lain pula.

D. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran di mana siswa bekerja dalam kelompok – kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pembelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing – masing. Cara belajar kooperatif jarang sekali menggantikan pengajaran yang diberikan oleh guru, tetapi lebih seringnya menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual, cara belajar individual, dan dorongan yang individual. Apabila diatur dengan baik, siswa – siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep – konsep yang telah dipikirkan. Keberhasilan mereka sebagai kelompok tergantung pada kemampuan mereka untuk memastikan bahwa semua orang sudah memegang ide kuncinya.

Pembelajaran kooperatif bukanlah gagasan baru dalam dunia pendidikan, tetapi sebelum masa belakangan ini, metode ini hanya digunakan oleh beberapa guru untuk tujuan – tujuan tertentu, seperti tugas – tugas atau laporan kelompok tertentu. Namun demikian, penelitian selama dua puluh tahun terakhir ini telah mengidentifikasikan metode pembelajaran kooperatif yang dapat digunakan secara efektif pada setiap tingkatan kelas dan untuk mengajarkan berbagai


(33)

macam mata pelajaran. Pembelajaran kooperatif juga dapat digunakan sebagai cara utama dalam mengatur kelas untuk pengajaran. Ada banyak alasan yang membuat pembelajaran kooperatif memasuki jalur utama praktik pendidikan. Salah satunya adalah berdasarkan penelitian dasar yang mendukung penggunaan pembelajaran kooperatif untuk meningkatkan pencapaian prestasi para siswa, dan juga akibat-akibat positif lainnya yang dapat mengembangkan hubungan antar kelompok, penerimaan terhadap teman sekelas yang lemah dalam bidang akademik, dan meningkatkan rasa harga diri. Alasan lain adalah tumbuhnya kesadaran bahwa para siswa perlu belajar untuk berpikir, menyelesaikan masalah, dan mengintegrasikan serta mengaplikasikan kemampuan dan pengetahuan mereka, dan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan sarana yang sangat baik untuk mencapai hal – hal semacam itu. Pembelajaran kooperatif berjalan dengan baik dan dapat diaplikasikan untuk semua jenis kelas, termasuk kelas – kelas yang khusus, dan bahkan untuk kelas

dengan tingkat kecerdasan “rata –rata”, dan khususnya sangat diperlukan dalam

kelas heterogen dengan berbagai tingkat kemampuan. Pembelajaran kooperatif dapat membantu membuat perbedaan menjadi bahan pembelajaran dan bukannya menjadi masalah. Pembelajaran kooperatif memiliki kelebihan yang sangat besar untuk mengembangkan hubungan antara siswa dari latar belakang etnik yang berbeda dan antara siswa – siswa pendidikan khusus terbelakang secara akademik dengan teman sekelas mereka (Slavin, 2005).

E. Metode Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

a. Pengertian Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan model pembelajaran di mana siswa dibiarkan belajar dalam


(34)

kelompok, saling menguatkan, mendalami dan bekerja sama untuk semakin menguasai bahan (Suparno, 2007:134). Sedangkan menurut Herman Hudojo (2001:218) cooperative learning mencakupi kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah, menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama lainnya dan menekankan pada kehadiran teman sebaya yang berinteraksi antar sesamanya sebagai sebuah tim dalam menyelesaikan atau membahas suatu masalah atau tugas.

Pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II adalah suatu tipe pembelajaran kooperatif yang setiap anggota bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu mengajarkan bagian tersebut kepada anggota kelompoknya. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II diharapkan siswa semakin terlibat dalam memperoleh dan mempelajari berbagai konsep atau prinsip fisika, dan ketrampilan bekerjasama dengan siswa lainnya. b. Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Tujuan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II sebagai berikut : 1) Membantu siswa mencapai hasil belajar optimal dan

mengembangkan ketrampilan sosial siswa.

2) Mengembangkan interaksi sosial dan bekerja sama dalam pemecahan masalah.


(35)

c. Karakteristik Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Menurut Slavin (2008:240–241) karakteristik pembagian kelompok dalam kegiatan Jigsaw II adalah sebagai berikut :

1) Kelompok dibentuk dari siswa yang punya kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

2) Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

3) Penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individual.

d. Kegiatan – kegiatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II Menurut Slavin (2008:241) jadwal kegiatan Jigsaw II ini terdiri dari kegiatan – kegiatan pembelajaran sebagai berikut :

1) Membaca

Para siswa menerima topik ahli (topik yang digunakan dalam berdiskusi dalam kelompok ahli) lalu siswa membaca materi untuk menemukan informasi.

2) Diskusi Kelompok Ahli

Kelompok ahli yaitu kelompok siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda, ditugaskan untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas – tugas yang berhubungan dengan topiknya. Para siswa dengan keahlian yang sama bertemu untuk mendiskusikannya dalam kelompok – kelompok ahli.


(36)

3) Laporan Tim

Kelompok asal merupakan gabungan dari beberapa ahli. Para ahli kembali ke dalam kelompok asal mereka masing – masing untuk menjelaskan topik – topik mereka kepada teman satu timnya.

4) Tes

Para siswa mengerjakan kuis – kuis individual yang mencakup semua topik.

5) Penghargaan kelompok

Masing – masing kelompok mendapatkan skor kelompok dengan skor tertinggi berhak mendapatkan penghargaan. e. Keunggulan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

a) Para siswa termotivasi untuk belajar karena keberhasilan kelompok ditentukan oleh usaha setiap anggota.

b) Para siswa dalam mempelajari materi jauh lebih baik dari pada siswa yang belajar sendiri karena belajar dengan temannya mereka akan memperoleh hasil yang lebih banyak (Slavin, 1995:18).

c) Dengan belajar dan bekerja sama dalam sebuah kelompok maka para siswa akan memiliki ketrampilan sosial yang baik.

d) Mempercepat penyelesaian suatu masalah lebih mudah diawasi dan dibimbing karena dikelompokkan dalam kelompok kecil. e) Membina semangat kerjasama yang sehat dan bergotong royong


(37)

f. Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II belum banyak diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan sistem kerja sama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam grup karena hanya beberapa anggota kelompok saja benar – benar memecahkan materi.

g. Usaha Untuk Mengatasi Kelemahan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II

Untuk mengatasi kelemahan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw II dapat dilakukan perencanaan sebagai berikut :

1) Pengelolaan kelas yang baik oleh guru dan setiap siswa dapat memahami permasalahan –permasalahan yang akan dipecahkan dalam kelompok merupakan tanggung jawab bersama dalam kelompok dan guru juga sebaiknya memberikan tugas kepada siswa secara individu.

2) Guru merencanakan tugas yang baik yaitu dengan membuat lembar kerja siswa yang mudah dipahami oleh siswa.


(38)

h. Suhu

1. Suhu

Besaran yang berhubungan dengan panas atau dinginnya suatu benda itu disebut suhu. Jadi, suhu adalah suaatu besaran yang menyatakan ukuran derajat panas atau dinginnya suatu benda.

2. Termometer

Untuk mengukur suhu secara tepat diperlukan alat yang disebut termometer. Agar dapat digunakan untuk mengukur suhu secara tepat termometer harus memenuhi syarat – syarat tertentu

1. Mudah di baca skalanya 2. Peka terhadap perubahan suhu 3. Jangkauan alat ukurnya cukup besar 4. Tidak berbahaya (aman digunbakan) Macam – macam termometer

1. Termometer Zat Cair

Termometer zat cair yang menggunakan zat cair sebagai pengisi kapiler dengan prinsip perubahan volumnya yang digunakan untuk menentukan besar skalanya. Zat cair yang digunakan adalah alkohol atau raksa. Termometer yang menggunakan raksa sebagai pengisi pipanya disebut termometer raksa, sedangkan termometer yang menggunakan alkohol sebagai pengisi pipanya disebut termometer alkohol.


(39)

a. Termometer Raksa

Raksa memiliki kelebihan yaitu pemuaian yang kecil saja agar menimbulkan perubahan volum yang besar pada panjang kolom raksa. oleh karena itu termometer dibuat dengan karakteristik sebagai berikut .

1. Pipa kapiler agar termometer peka terhadap perubahan volum saat termometer terkena panas

2. Pentolan termometer terbuat dari kaca yang tipis agar kalor segera dapat dihantarkan secara konduksi dari pentolan ke cairan yang ada didalamnya.

3. Pipa termometer dibungkus dengan tangkai kaca yang berfungsi sebagai kaca pembesar

Keunggulan Raksa

a) Pemuaian raksa teratur

b) Mudah dilihan karena mengkilap

c) Tidak membasahi dinding kaca ketika memuai atau menyusut

d) Jangkauan suhunya cukup besar karena raksa membeku pada suhu -400 C dan mendidih pada suhu 3500 C e) Raksa akan menunjukkan suhu secara cepat dan tepat

karena raksa dapat terpanasi secara merata Kelemahan Raksa


(40)

b)Raksa tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu rendah karena raksa akan membeku pada suhu -400 C sehingga tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu didaerah kutub

c)Raksa adalah zat yang berbahaya (sering disebut air keras), sehingga berbahaya jika tabungnya pecah

b) Termometer Alkohol Keunggulan Alkohol a) Harganya murah

b) Alkohol mudah memuai dengan kenaikan suhu yang kecil akan menimbulkan perubahan volum yang besar

c) Alkohol dapat mengukur suhu yang sangat rendah karena alkohol membeku pada suhu -1120 C sehingga dapat digunakan untuk mengukur suhu didaerah kutub

Kelemahan Alkohol

a) Alkohol tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu yang tinggi, karena alkohol mendidih pad suhu 780 C sehingga pemakaian terbatas. Alkohol tidak dapat digunakan untuk mengukur suhu air mendidih

b) Alkohol membasahi dinding kaca

c) Alkohol tidak berwarna sehingga harus diberi warna agar mudah terlihat


(41)

a) Air membasahi dinding kaca sehingga meninggalkan titik air pada kaca. Hal ini menyulitkan pembacaan pada skala b) Air tidak berwarna sehingga menyulitkan pembacaan pada

skala

c) Jangkauan ukurannya sangat terbatas yaitu hanya 00 C - 1000 C karena air membeku pada suhu 00 C dan mendidih pada suhu 1000 C

d) Perubahan volume air sangat kecil saat suhunya dinaikkan e) Air merupakan penghantar yang buruk, sehingga hasil

bacaan kurang teliti. Untuk mencapai suhu yang sama dengan suhu benda yang diukur, air memerlukan waktu yang lama

2. Termometer Gas

Termometer gas memiliki kelebihan dibandingkan termometer cairan, karena gas memuai lebih besar dari pada cairan sehingga jangkauan termometer gas lebih besar dari pada termometer cairan. Jangkauan termometer gas dari -2500 C - 15000 C

Prinsip kerja termometer gas adalah jika suhu naik, tekanan gas juga akan naik dan dihasilkan beda ketinggian yang lebih besar pada thermometer.


(42)

Prinsip kerja termometer platina adalah jika suhu naik hambatan listrik platina naik. Hambatan listrik ini akan diukur dengan teliti oleh sebuah rangkaian jembatan. Keuntungan termometer ini, selain teliti, juga sangat peka terhadap jangkauannya sangat besar, yaitu dari -2500 C - 15000 C

4. Termometer Bimetal

Termometer bimetal mengandung dua keping platina yang terbentuk spiral. Prinsip kerja termometer bimetal adalah semakin tinggi suhu, keping bimetal akan melengkung untuk menunjukkan suhu yang lebih besar.

3. Skala Termometer

Cara pemberian skala pada termometer disebut kalibrasi. Pemberian skala dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut 1. Menentukan titik tetap bawah

2. Menentukan titik tetap atas

3. Membagi jarak antara titik tepap bawah dengan titik tetap atas membagi 100 bagian

Skala termometer yang diperluas

Membandingkan skala termometer Celcius dengan Saka termometer lain

1. Termometer Celcius memiliki

- Tetap bawah 00 C, yaitu sama dengan suhu air dari es murni yang sedang melebur


(43)

- Titik tetap atas 1000 C, yaitu sama dengan suhu air murni yang sedang mendidih

2. Termometer Kelvin

Pada skala Kelvin, suhu terendah adalah 0K = - 2730C. Pada teori partikel dikatakan bahwa partikel suatu zat senantiasa bergerak. Pada suhu -2730 C semua partikel suatu zat sudah tidak bergerak atau berhenti bergerak, sehingga suhu -2730 C merupakan suhu terendah yang masih mungkin dimiliki oleh benda. Untuk memudahkan, es yang sedang melebur diberi angka 273 K dan air yang sedang mendidih diberi angka 373K

00 C = 273 K 1000 C = 373 K

t0 C = (t + 273)K atau t K = (t – 273)0 C 3. Termometer Fahrenheit

a. Es yang mencair diberi angka 320 F sebagai titik tetap bawah (00 C = 320 F)

b. Suhu air yang sedang mendidih diberi angka 2120 F sebagai titik tetap atas 1000 C = 2120 F)

Supaya dimulai dari 0, maka harus ditambah dengan -32 sehingga dalam rumus (F–32). Dengan demikian


(44)

perbandingan antara skala Celcius dengan skala Fahrentheit adalah :

(F – 32) : C = (212 – 32) :100 (F – 32) : C= 180 : 100 (F – 32) : C = 9 : 5


(45)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimen dan penelitian kualitatif – kuantitatif. Dikatakan eksperimen karena ada perlakuan khusus pada subjek penelitian. Penelitian kuantitatif karena data yang diperoleh dalam bentuk uraian dan angka. Kesimpulan mengenai peningkatan pemahaman konsep siswa disimpulkan kualitatif karena hasil analisis penelitian ini berupa kualitatif yaitu memberikan penjelasan dan mendeskripsikan pemahaman siswa tentang suhu berdasarkan kualitas jawaban subjek penelitian dan perubahan konsep yang terjadi. Penelitian kuantitatif karena data yang diperoleh menggunakan uji T.

B. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah siswa kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang yang sedang menerima materi suhu.


(46)

C. Desain Penelitian

Secara lebih sibgkat dapat dilihat pada diagram alur desain penelitian sebagai berikut :

Tahap I Penyusunan instrumen

Instrumen Pembelajaran

Tahap II Pretest

Instrumen Pengambilan data

Silabus, Hand Out, Rancangan

Pembelajaran

Soal Pre Test dan Post Test

Data Pre Test

Tahap III

Proses Pembelajaran dengan Kooperatif tipe Jigsaw II

Tahap IIV

Analisis Kesimpulan


(47)

D. Instrumen Untuk Pengumpulan Data

Instrumen adalah alat yang dugunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian (Suparno, 2007:56). Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari tes. Tes adalah sederet pertanyaan atau latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi, 2006:150). Tes dalam penelitian ini berupa ter awal (pretest) dan tes akhir (postest).

1. Tes Awal (Pretest)

Pretest (tes awal) diberikan pada siswa sebelum pembelajaran menggunakan metode kooperatif tipe jigsaw II.

Aspek – aspek yang diukur seperti yang dituliskan dalam kisi – kisi soal yang dijabarkan pada indikator. Pretest yang diberikan pada siswa disusun berdasarkan konsep – konsep yang berkaitan dengan suhu. Tes ini bertujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswa mengenai suhu, soal pretest terdiri dari 10 soal uraian. Pada tabel 3.1 dapat dilihat kisi – kisi soal uraian yang digunakan sebagai berikut :

Tabel 3.1

Format Soal Uraian Pretest dan Post Test

Kisi – kisis soal dan Format soal uraian Pretest dan Post Test

Materi Konsep Indikator No. Soal

Pre Test

No. Soal Post Test


(48)

Suhu Tentang Suhu

Mengemukakan alasan mengapa indra peraba tidak dapat digunakan sebagai alat pengukur suhu

1,2,5dan 6

1,2,3dan 5

Jenis – jenis Termometer

Menjelaskan bagaimana volum cairan dapat di gunakan untuk membuat termometer dan menyebutkan contoh – contoh lain yang memiliki sifat seperti ini

4,7 dan 10

4,6 dan 9

Skala Termometer

Menggunakan termometer untuk mengukur suhu zat Membuat termometer sederhana berskala berdasarkan sifat perubahan volum suatu zat cair ketika menerima kalor

Membandingkan skala termometer Celcius dengan skala termometer yang lain

3,8 dan 9 7,8 dan 10


(49)

2. Postest

Postest (tes akhir) diberikan setelah siswa melakukan pembelajaran dengan metode kooperatif tipe jigsaw II. Postest ini diberikan bertujuan untuk mengetahui pemahaman siswa setelah mengikuti pembelajaran dengan metode kooperatif tipe jigsaw II. Postest yang diberikan disusun sama dengan soal pretest terdiri dari 10 soal uraian.

E. Instrument Untuk Pembelajaran Pembelajaran terdiri dari :

1. Silabus

Silabus yang akan dipakai dalam penelitian ini berpedoman pada materi kelas VII mengenai suhu, yang akan dipakai untuk dua kali pertemuan. Berpedoman pada standar kompetensi dan kompetensi dasar.

2. RPP

RPP akan digunakan untuk proses pembelajaran agar lebih jelas dalam proses belajar mengajar.

3. LKS

Pembelajaran ini juga dilengkapi dengan lembar kerja siswa (LKS), dengan tujuan setelah siswa mendapat pembelajaran guru, siswa dapat mengerjakan bersama kelompok materi yang sudah disampaikan oleh guru sehingga menjadi lebih jelas.


(50)

F. Validitas

Validitas adalah ukuran menunjukkan tingkat kevalidan atau kesahilan suatu instrument. Instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang hendak diukur (Suharsimi, 2006). Validitas dalam instrument ini termasuk validitas isi. Termasuk validitas isi yaitu isi dari instrument yang digunakan sungguh mengukur isi dari domain yang mau diukur (Suparno, 2007). Validitas menunjuk pada kesesuaian, penuh arti, bergunanya kesimpulan yang dibuat peneliti berdasarkan data yang dikumpulkan. Kesimpulan valid bila sesuai dengan tujuan penelitian (Suparno, 2007).

Instrument penelitian yang digunakan (pretes dan postest) telah valid. Hal ini dikarenakan instrument tersebut telah dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan guru kelas.

Soal pretes dan post test untuk mengukur pemahaman siswa pada pokok bahasan suhu. Materi yang diberikan pada pokok bahasan suhu adalah pengertian suhu, jenis – jenis termometer dan skala termometer.

Soal pretes dan postest terdiri dari 10 soal uraian yang sama. Format kisi –kisi soal pretes dan posttest dapat dilihat tabel 3.1. Soal pretes dan posttest tersebut telah menunjukkan isi yang mau di ukur. G. Metode Analisis Data

Data hasil penelitian ini akan dianalisis dengan langkah – langkah sebagai berikut :


(51)

Hasil jawaban siswa untuk pretes dan posttest dianalisis dengan acuan konsep ideal yang harus dipahami oleh setiap siswa setelah mengikuti proses pembelajaran.

Analisis data pemahaman siswa melewati tiga tahap yakni : a. Penskoran Jawaban Siswa.

Tabel 3.2

Pemberian Skor untuk masing – masing Kriteria

Kriteria No. Soal

Pre Test

No. Soal Postest

Skor setiap soal

Skor Maksimum

Pengertian Suhu 1, 2 dan 5 1,2dan 3 5 15

6 5 15 15

Jenis – jenis termometer 4 4 10 10

7 6 15 15

9 10 5 5

Skala termometer 3 dan 10 7 dan 9 10 20

8 8 20 20

Jumlah Skor 100

Dengan menggunakan ketentuan seperti pemberian skor diatas, ditentukan :


(52)

Ket :

S = Skor setiap siswa (%)

Ss = Jumlah skor yang diperoleh siswa

Sm = Skor maksimum (Jumlah soal x Skor maks tiap soal = 100) b. Kualifikasi Pemahaman Awal Dan Pemahaman Akhir Siswa

Mengenai Suhu

Pemahaman siswa terhadap setiap aspek dikualifikasikan menjadi 4 macam yaitu sangat baik, baik, kurang, dan sangat kurang.

Penentuan interval skor dan kualifikasi pemahaman. a) Menentukan passing score

Passing score adalah skor terendah untuk nilai baik.

Ditetapkan passing score untuk kualifikasi baik yaitu 70 % b) Menentukan aturan konversi

Untuk kelompok atas :

Untuk kelompok atas banyakknya kualifikasi ada 2 yaitu baik, dan sangat baik. Lebar interval skornya : 100 – 80 = 20. Bila ditetapkan lebar interval skor sama untuk setiap kualifikasi, maka setiap kualifikasi menempati interval skor yang lebarnya = 20 : 2 = 10, kualifikasi baik menempati interval skor yang lebarnya


(53)

10. Jadi, kualifikasi baik interval skornya 70 – 79 %, dan kualifikasi sangat baik interval 80 - 100%.

Untuk kelompok bawah :

Untuk kelompok bawah ditetapkan skor minimal untuk kualifikasi kurang adalah 50% sehingga kualifikasi kurang menempati interval skor 56 – 69% dan kualifikasi sangat kurang menempati interval 0- 55 %. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 3.3

Kualifikasi Pemahaman

2. Analisis Pemahaman Konsep Siswa

Untuk menganalisis tingkat pemahaman siswa dalam penelitian ini, data yang digunakan adalah hasil dari pretest dan posttest. Data ini didistribusikan dalam tabel kualifikasi pemahaman konsep untuk setiap siswa dan untuk keseluruhan siswa yang diteliti. Kualifikasi pemahaman konsep ini dibagi dalam 4 macam yaitu tidak menjawab, tidak paham, kurang lengkap, dan paham seperti tabel berikut :

Interval Skor (%) Kualifikasi

80 – 100 Sangat Baik

70 – 79 Baik

56 – 69 Kurang


(54)

Tabel 3.4

Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa No

Soal

Pretest Posstest Peningkatan

Tidak Menjawab

Tidak Paham

Kurang Paham

Paham

Tidak Menjawab

Tidak Paham

Kurang Paham

Paham

Tidak Paham

Kurang Paham

Paham

3. Analisis T - Test

T-test digunakan untuk mengetes dua kelompok yang dependent, atau satu kelompok yang ditest dua kali, yaitu pretest dan posttest. Kelompok dependent adalah kelompok yang saling tergantung, berkaitan, atau bahkan sama (Suparno, 2006:71). Dengan menggunakan program SPSS kita dapat membandingkan hasil pretest dan postest.

Cara menghitung

Bila mean populasinya diketahui (µ1 dan µ2), maka rumusan t adalah sebagai berikut :


(55)

atau

t

real=

Dimana :

D = perbedaan antara score tiap subyek = Xi1 – Xi2 N = jumlah pasang score (jumlah pasangan)


(56)

BAB IV

DATA DAN ANALISA

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilakukan dalam empat kali pertemuan dengan alokasi waktu 4 x 40 menit, dengan pembagian 2 jam untuk kegiatan pembelajaran dan 2 jam untuk evaluasi. Materi yang akan dibahas yaitu tentang suhu yaitu pengertian suhu, jenis – jenis termometer dan skala termometer.

Penelitian dilaksanakan pada bulan September mulai tanggal 10 September 2012 dan berakhir pada tanggal 18 September 2012. Berikut ini adalah kegiatan yang dilakukan selama penelitian :

Pretes : Senin 10 September 2012

Mengajar : Selasa 11 September 2012, dan senin 17 September 2012

Postes : Selasa 18 September 2012 B. Pelaksanaan Pembelajaran

Pelaksanaan tindakan kegiatan belajar mengajar dilaksanakan pada tanggal 11 september 2012 dengan jumlah 27 orang. Dalam hal ini peneliti bertindak sebagai guru. Proses belajar mengajar mengacu pada rencana pelaksanaan pembelajaran yang telah dipersiapkan. Adapun tahap – tahap pembelajarannya adalah :


(57)

1. Menyiapkan LKS, nama kelompok. Dilakukan sebelum kegiatan dimulai. Membagi siswa ke dalam kelompok dimana siswa menentukan kelompok sendir-sendiir yang disebut kelompok asal. Ada 7 kelompok dan masing – masing kelompok terdiri dari 4 orang. Dalam pembentukan kelompok siswa terlihat ramai. Mereka memilih temannya sendiri pembentukan kelompok membutuhkan waktu yang agak lama.

2. Guru menjelaskan tugas yang akan dikerjakan siswa didalam kelompok. Siswa mengambil nomor undian yang berisi nomor urut soal yang harus dikerjakan dalam kelompok yang disebut kelompok ahli. Guru membagi tugas yang harus dikerjakan siswa, dimana setiap anggota kelompok mempunyai tugas yang berbeda. 3. Setiap kelompok mengirim satu orang ahli pada tiap-tiap tim ahli

(anggota yang mempunyai nomor tugas yang sama berkumpul jadi satu). Setelah selesai berdiskusi siswa kembali ke kelompok asal untuk menyampaikan hasil. Setelah kembali kekelompok asal mereka bertanggung jawab kepada kelompoknya untuk dapat menyampaikan dan menjelaskan tugas yang telah dikerjakan pada kelompok ahli sehingga kelompok menjadi tahu dan mengerti. 4. Memprensentasikan hasil diskusi dan pembahasan

Setelah selesai berdiskusi siswa mempresentasikan hasil. Presentasi hasil diskusi dilakukan satu persatu dan ada perwakilan dari setiap kelompok untuk mempresentasikan.


(58)

C. Data

Tabel 4.1 Skor Pre Test

No

Nilai

Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 3 5 4 3 0 0 3 16 0 2 36 2 2 5 3 2 2 4 0 6 0 2 26 3 3 4 5 4 2 4 7 10 2 0 45 4 3 5 0 2 2 4 5 5 2 2 30 5 3 5 5 4 0 5 9 16 0 2 49 6 2 5 5 3 2 5 15 0 0 1 38 7 3 5 5 4 2 5 6 10 2 2 44 8 3 5 4 2 2 5 7 17 2 2 49 9 3 5 6 2 2 5 0 17 0 2 42 10 3 5 7 3 2 5 0 10 2 3 40 11 0 0 0 0 0 4 0 10 0 2 16 12 3 5 7 3 2 6 15 0 0 0 41 13 2 5 7 3 2 9 15 3 0 1 47 14 2 5 7 3 2 6 15 0 0 1 41 15 3 5 7 3 2 6 15 10 3 5 59 16 0 0 0 0 0 0 0 10 0 2 12 17 3 5 4 3 2 4 3 6 2 2 34


(59)

18 3 5 4 4 2 3 0 10 2 2 35 19 1 5 4 0 2 3 9 5 0 2 31 20 3 5 10 4 2 6 7 7 2 10 56 21 0 5 3 0 0 0 8 6 0 0 22 22 2 5 4 4 2 5 15 10 2 0 49 23 0 5 0 0 0 0 0 10 0 0 15 24 2 5 0 0 2 0 3 10 1 2 25 25 0 5 0 3 2 4 15 10 0 2 41 26 3 5 7 4 0 5 0 16 0 0 40 27 0 5 0 0 0 5 0 10 0 2 22

Jumlah siswa yang mengikuti pretes adalah 27 siswa. Setiap siswa mengerjakan 10 soal dengan skor maksimal 100. Nilai final yang diperoleh dihitung berdasarkan jumlah skor yang diperoleh setiap soal. Skor terendah yang diperoleh siswa adalah 12 dan skor tertingginya adalah 59. Nilai rata-rata kelas adalah 36,48. Nilai rata-rata kelas < 55, sehingga secara rata-rata tingkat penguasaan soal kelas termasuk dalam tidak paham.

Tabel 4.2 Skor Post Test

No

Nilai

Skor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10


(60)

2 5 5 5 7 7 15 8 15 10 5 82 3 0 0 5 7 7 15 5 16 0 0 55 4 5 5 5 5 9 15 15 8 10 5 82 5 3 3 5 7 7 15 7 5 10 5 67 6 5 5 5 7 8 15 10 10 10 5 80 7 5 5 5 7 6 15 15 14 10 5 87 8 5 3 5 7 5 15 7 16 10 4 77 9 5 3 5 7 7 15 7 16 10 4 79 10 4 3 5 7 6 15 6 13 10 4 73 11 4 5 5 2 2 15 2 8 7 2 52 12 3 5 5 10 10 15 0 0 0 0 48 13 3 5 5 5 9 15 8 7 10 5 72 14 4 4 5 6 6 10 10 5 10 3 63 15 3 5 5 10 10 15 10 20 10 5 93 16 2 0 5 0 0 15 0 8 0 2 32 17 3 3 5 5 4 15 6 0 0 3 44 18 4 5 5 10 10 15 12 10 10 3 84 19 5 5 5 7 8 15 13 13 10 5 86 20 4 3 5 8 7 15 12 10 10 3 77 21 4 3 5 7 9 15 10 10 10 3 76 22 5 5 5 10 8 15 13 13 10 5 89 23 5 4 5 6 6 15 12 10 10 3 76


(61)

24 4 5 5 6 6 15 8 0 8 0 57 25 3 5 5 6 10 15 15 13 7 3 82 26 5 3 5 9 7 15 10 16 10 5 85 27 3 5 5 7 0 15 0 12 10 0 57

Soal yang dikerjakan siswa saat postes sebanyak 10 soal. Skor maksimal tes tertulis adalah 100, yang artinya nilai maksimalnya adalah 100. Di dalam postes nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 93 dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 32, sedangkan pada pretes nilai tertinggi yang diperoleh siswa adalah 59 dan nilai terendah yang diperoleh siswa adalah 12. Nilai rata-rata kelas saat pretes adalah 36.48, sedangkan pada saat postes adalah 71,18, ini berarti bahwa nilai rata-rata kelas terjadi kenaikan dengan kualifikasi dari tidak paham menjadi paham.

D. Analisis Data

1. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif ini menggunakan uji Tes. Analisis T-Tes digunakan untuk membandingkan nilai pretes dan postes significan atau tidak. Berikut ini adalah analisis dengan menggunakan rumus uji T-Test.

Dari hasil data diatas pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 maka dapat dianalisis secara kuantitatif yaitu menggunakan uji T manual.


(62)

Tabel 4.3

Hasil Data Serta Analisis Data Pre Test Dan Post Test No Pre Test Post Test D D2

1 36 67 -31 961

2 26 82 -56 3136

3 45 55 -10 100

4 30 82 -52 2704

5 49 67 -18 324

6 38 80 -42 1764

7 44 87 -43 1849

8 49 77 -28 784

9 42 79 -37 1369

10 40 73 -33 1089

11 16 52 -36 1296

12 41 48 -7 49

13 47 72 -25 625

14 41 63 -22 484

15 59 93 -34 1156

16 12 32 -20 400

17 34 44 -10 100

18 35 84 -49 2401


(63)

20 56 77 -21 441

21 22 76 -54 2916

22 49 89 -40 1600

23 15 76 -61 3721

24 25 57 -32 1024

25 41 82 -41 1681

26 40 85 -45 2025

27 22 57 -35 1225

∑ 36.48148 71.18519 -937 38249

Dimana :

D : Perbedaan antara score tiap subyek = Xi1 – Xi2 N : Jumlah pasang score (jumlah pasangan ) Df : N- 1

=

=


(64)

Treal : - 12.1328 Tcrit : 2.056 df : 26

Daerah Rejection : ± 2.056

Kesimpulan : Karena | Treal | = 12.1328 lebih besar dari Tcrit yaitu 2,056 dengan p = .000 < α = .05 ; maka data tersebut signifikan. Berarti post test lebih baik dari pre test. Maka Jigsaw II meningkatkan pemahaman siswa.

2. Analisis Kualitatif

a. Pemahaman Awal Siswa Mengenai Suhu Tabel 4.4a

Kualifikasi Pemahaman Siswa Sebelum Pembelajaran Interval nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%)

80 – 100 Sangat paham 0 0

70 – 79 Paham 0 0

55 – 69 Kurang paham 2 7,4

< 55 Tidak paham 25 92,6

Dari tabel 4.4a diatas dapat disimpulkan bahwa pemahaman awal siswa mengenai suhu sebelum mengikuti


(65)

pembelajaran dengan metode jigsaw menggunakan LKS dalam kualifikasi tidak paham.

Tabel 4.5a

Variasi Jawaban Siswa Soal Pre Test

No Jawaban Variasi Jawaban

Jumlah siswa Jumlah siswa % Kualifikasi pemahaman

1 Suatu besaran yang menyatakan

ukuran derajat panas dan dingin suatu benda

Pengukuran

menggunakan derajat

1 3,70 Kurang

paham Panas dingin suatu

benda

1 3,70 Kurang

paham Panas dinginnya

sesuatu musin

1 3,70 Tidak

paham Tinggi rendahnya

kalor suatu benda

2 7,40 Tidak

paham Untukmengukur

suatu benda

2 7,40 Tidak

paham Suatu yang dapat

diukur dengan termometer

1 3,70 Tidak

paham

Kumpulan dari beberapa suhu

1 3,70 Tidak


(66)

Suatu bentuk besaran iklim

5 18,52 Tidak paham Tinggi rendahnya

kalor suatu benda

2 7,40 Tidak

paham Udara yang akan

diukur

1 3,70 Tidak

paham

Tekanan udara 2 7,40 Tidak

paham

Keadaan 2 7,40 Tidak

paham

Tidak menjawab 5 18,52

Jumlah siswa 27 100

2 Termometer Termometer 25 92,60 Paham

Tidak menjawab 2 7,40

Jumlah siswa 27 100

3 Skalanya mudah dibaca, aman untuk digunakan, kepekaan pengukurannya dan lebar jangkauan suhu yang mampu Akurat, mudah dibaca,tidak mudah rusak

1 3,70 Kurang

paham

Lebih akurat, canggih 1 3,70 Tidak paham Untuk mengukur

suhu badan, untuk mengukur suhu

4 14,81 Tidak paham


(67)

diukur ruangan, mengukur suhu siang hari, mengukur suhu malam hari Mengukur tinggi suhu badan, panas, demam

3 11,11 Tidak paham

Ada angka suhu, satuan suhu, air raksa/ alkohol,tempat air raksa/alkohol

4 14,81 Tidak paham

Dapat mengukur suhu, terdapat 3 macam

1 3,70 Tidak

paham

Bentuk besaran Kelvin, badan

termometer, air raksa, besaran suhu

1 3,70 Tidak

paham

Angka, pegangan, suhu

4 14,81 Tidak paham Kalibrasi, indra

perasa, raksa

1 3,70 Tidak

paham


(68)

Jumlah siswa 27 100 4 Raksa mudah

dilihat karena mengkilap, pemuaian raksa teratur, tidak membasahi dinding kaca ketika memuai atau menyusut, jangkauan suhunya cukup besar Dapat mengerti tentang jumlah suhu yang akan diukurkan

5 18,52 Tidak paham

Supaya kita tahu berapa suhu orang karena angkanya bisa naik jika terkena panas

1 3,70 Tidak

paham

Dapat mengukur tinggi rendahnya benda

6 22,22 Tidak paham

Untuk mengukur dingin suatu udara/angin

3 11,11 Tidak paham

Lebih cepat menguap 1 3,70 Tidak paham

Mudah dibaca 2 7,40 Tidak

paham Lebih jelas dan tepat 1 3,70 Tidak

paham Dapat meningkatkan

termometer

1 3,70 Tidak


(69)

Tidak menjawab 7 25,93

Jumlah siswa 27 100

5 Termometer klinis Termometer derajat 1 3,70 Tidak paham Stetoskop/tensi 1 3,79 Tidak

paham Termometer suhu 1 3,70 Tidak

paham

Kalibrasi 2 7,40 Tidak

paham Termometer badan 2 7,40 Tidak

paham Termometer teliti 1 3,70 Tidak

paham Termometer celcius 6 22,22 Tidak

paham

Indra perasa 3 11,11 Tidak

paham

Digital 1 3,70 Tidak

paham

Tidak menjawab 9 33,33

Jumlah siswa 27 100


(70)

akurat karena dapat mengukur suhu dengan tepat dan menyatakan dengan suatu angka, sedangkan tangan kita hanya sebagai indra peraba

lebih jelas, peka dan terdapat angka Karena indra perasa belum mengetahui berapa derajat suhu yang ada di badan kita. Kalau termometer sudah mengetahui berapa derajat suhu dibadan/ruangan tertentu

1 3,70 Paham

Karena hasil yang kita ukur lebih benar

1 3,70 Tidak

paham Termometer

memudahkan manusia

1 3,70 Tidak

paham

Termometer lebih canggih kalau indra perasa kadang – kadang salah

4 14,81 Tidak paham

Termometer bisa mengukur suhu

2 7,40 Tidak


(71)

dimana saja Termometer

mengandung alkohol yang berfungsi mengukur panas dan dingin

1 3,70 Tidak

paham

Karena ketelitian indra perasa dibanding

termometer lebih teliti termometer

6 22,22 Tidak paham

Tidak menjawab 6 22,22

Jumlah siswa 27 100

7 Celcius,Fahrenheit, Reamur

Celcius,Fahrenheit, Reamur

11 40,74 Paham

Raksa, Alkoho 1 3,70 Paham

Digital, Dinding 1 3,70 Paham Suhu, Waktu, Masa 1 3,70 Tidak

paham Meja, Teliti, Canggih 1 3,70 Tidak

paham Kalibrasi, Suhu,

Panas

1 3,70 Tidak


(72)

Kalibrasi, Raksa, Perasa

3 3,70 Tidak

paham

Tidak menjawab 8 29,63

Jumlah siswa 27 100

8 a. 20 20 7 25,93 Paham

11 1 3,70 Tidak

Paham

18 1 3,70 Tidak

Paham

35 1 3,70 Tidak

Paham

56 1 3,70 Tidak

Paham

74 1 3,70 Tidak

Paham

77 1 3,70 Tidak

Paham

88,8 2 7,40 Tidak

Paham

93 1 3,70 Tidak

Paham

112 1 3,70 Tidak


(73)

137 1 3,70 Tidak Paham

149 2 7,40 Tidak

Paham

154 1 3,70 Tidak

Paham

173,25 1 3,70 Tidak

Paham

Tidak menjawab 5 18,52

Jumlah siswa 27 100

b. 113 113 6 22,22 Paham

8,6 1 3,70 Tidak

Paham

10 1 3,70 Tidak

Paham

13,6 1 3,70 Tidak

Paham

15 1 3,70 Tidak

Paham

20 2 7,40 Tidak

Paham

24 1 3,70 Tidak


(74)

36 1 3,70 Tidak Paham

37 1 3,70 Tidak

Paham

41 1 3,70 Tidak

Paham

50 1 3,70 Tidak

Paham

65 1 3,70 Tidak

Paham

72 1 3,70 Tidak

Paham

123 1 3,70 Tidak

Paham

155 2 7,40 Tidak

Paham

Tidak menjawab 5 18,52

Jumlah siswa 27 100

c. 298 4 1 3,70 Tidak

Paham

5 1 3,70 Tidak

Paham


(75)

Paham

15 2 7,40 Tidak

Paham

25 2 7,40 Tidak

Paham

29 1 3,70 Tidak

Paham

36 2 7,40 Tidak

Paham

40 1 3,70 Tidak

Paham

85 3 11,11 Tidak

Paham

100 1 3,70 Tidak

Paham Tidak menjawab 12 44,44

Jumlah siswa 27 100

9 Proses pemberian skala pada sebuah termometer polos

Alat pengukur yang digunakan untuk mengukur aliran air

1 3,70 Tidak

Paham

Alat untuk mengukur suhu

3 11,11 Tidak Paham


(76)

sesuatu yang panas/dingin

Paham

Termometer yang bisa mengukur jarak jauh

1 3,70 Tidak

Paham

Ukuran suhu atau ukuran bentuk besaran

2 7,40 Tidak

Paham

Kegunaan alkohol dan raksa

1 3,70 Tidak

Paham Naik turunnya air

raksa dalam termometer

1 3,70 Tidak

Paham

Kelebihan secara penggunaan

1 3,70 Tidak

Paham Tidak menjawab 16 59,30

Jumlah siswa 27 100

10 Alkohol lebih murah, teliti, dapat mengukur suhu yang sangat dingin

Murah 1 3,70 Paham

Lebih jelas 2 7,40 Paham

Lebih peka 4 14,81 Tidak

Paham Terjadi pengukuran

dengan cepat

3 11,11 Tidak Paham


(77)

Tidak terlalu banyak 1 3,70 Tidak Paham Untuk mengukur

suatu benda

2 7,40 Tidak

Paham

Bikin mudah 1 3,70 Tidak

Paham

Biar bersih 3 11,11 Tidak

Paham Termometer bisa

sangat aktif

1 3,70 Tidak

Paham Dapat mendapatkan

ketelitian pada saat digunakan untuk memeriksa

1 3,70 Tidak

Paham

Bahan alkohol lebih gampang didapat dari air raksa

1 3,70 Tidak

Paham

Cepat menguap dari air raksa

1 3,70 Tidak

Paham

Tidak menjawab 6 22,22


(78)

Berikut merupakan analisis jawaban pretest siswa yang mengacu pada variasi jawaban siswa.

1. Siswa menjelaskan pengertian suhu

Konsep awal yang dimiliki siswa mengenai suhu adalah besaran iklim. Yakni sebanyak 18,51 % siswa yang menjawab hal tersebut sehingga dapat dikatakan siswa belum mengerti mengenai apa itu suhu untuk menyatakan definisi suhu. Sebanyak 3,70% siswa sudah sangat paham bila dilihat dari hasil jawabannya yang sudah benar dan lengkap, dan sebanyak 18,51% siswa tidak menjawab. Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar siswa masih kurang lengkap dalam mendefinisikan suhu.

2. Siswa menyebutkan alat yang digunakan untuk mengukur suhu badan.

Pada soal ini secara keseluruhan siswa dapat menyebutkan alat yang digunakn untuk mengukur suhu badan dengan sangat paham. Sebanyak 92,60 % siswa dapat menuliskan jawaban dengan tepat, hanya 7,40 siswa yang tidak menjawab.

3. Siswa menyebutkan 4 ciri yang sangat penting untuk dimiliki oleh sebuah termometer.

Secara keseluruhan kemampuan awal siswa untuk menyebutkan ciri – ciri yang sangat penting untuk dimiliki


(79)

sebuah termometer belum baik. Sebanyak 25,93 % siswa tidak menjawab dan 3,70 % siswa yang masuk dalam kualifikasi kurang lengkap

4. Siswa menyebutkan keuntungan menggunakan air raksa Didalam menyebutkan keuntungan air sebagian besar siswa belum dapat menjawab dengan benar yaitu 74,07 % siswa tidak paham dan 25,93% siswa tidak menjawab. Dalam hal ini disimpulkan bahwa untuk menyebutkan keuntungan menggunakan air raksa siswa sama sekali belum paham. 5. Siswa menyebutkan jenis termometer

Hal yang sama juga dilakukan oleh siswa dalam menjawab pertanyaan ini, siswa kesulitan atau tidak paham dalam menjawab. Ini terbukti sebanyak 66,67 % tidak paham karena siswa menyebutkan jenis termometer yang salah dan 33,33% siswa tidak menjawab pertanyaan ini.

6. Siswa menjelaskan perbedaan termometer dan indra perasa Ada 22,22% siswa yang menjawab dengan benar. Sebanyak 55,56% siswa menjawab tidak paham hal ini dikarenakan dalam menjelaskan perbedaan termometer dengan indra perasa siswa belum dapat membedakan dan 22,22% siswa tidak menjawab. Secara keseluruhan siswa dalam menjawab soal perbedaan termometer dengan indra perasa tidak paham.


(80)

7. Siswa menyebutkan macam – macam termometer

Sebanyak 48,14 % siswa menjawab dengan benar. Dan sebanyak 22,23% siswa menjawab tidak paham karena didalam menyebutkan jenis – jenis termometer masih ada kesalahan dan belum mengetahui jenis – jenisnya apa saja serta 29,63% siswa tidak menjawab pertanyaan tersebut. 8. Siswa mengitung skala termometer

Ada 16,05% siswa yang menjawab dengan benar dari hal yang diketahui dan ditanyakan sampai dengan hasil akhir yang benar. Sebanyak 56,79% siswa menjawab tidak paham, karena tidak menyelesaikan hingga hasil akhir ada yang hanya menuliskan diketahui hingga ditanyakan dan 27,09% siswa tidak menjawab.

9. Siswa menjelaskan pengertian kalibrasi

Sebanyak 40,70 siswa tidak paham dalam menjelaskan pengertian kalibarasi karena banyak yang menjawab kegunaan bukan pengertian dan 59,30% siswa tidak menjawab. Secara keseluruhan siswa tidak bisa menjelaskan pengertian kalibrasi.

10.Siswa menyebutkan keuntungan alkohol

Ada 11,10% siswa paham dalam menyebutkan keuntungan alkohol dan 66,70% siswa tidak paham serta 22,22% siswa tidak menjawab soal tersebut. Dengan ini maka


(81)

semua siswa kesulitan dalam menyebutkan keuntungan alkohol.

b. Pemahaman Akhir Siswa Mengenai Suhu

Dalam penelitian ini pemahaman akhir siswa diukur menggunakan instrumen berupa postest.

Tabel 4.4b

Kualifikasi Pemahaman Siswa Setelah Pembelajaran

Interval nilai Kualifikasi Frekuensi Persentase (%) 80 – 100 Sangat paham 10 37,04

70 – 79 Paham 9 33,33

55 – 69 Kurang paham 3 11,11

< 55 Tidak paham 5 18,52

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa,pemahaman akhir sebagian besar siswa mengenai suhu setelah mengikuti pembelajaran dengan metode jigsaw II menggunakan LKS masuk dalam kualifikasi sangat paham.


(82)

Tabel 4.5b

Variasi Jawaban Siswa Soal Post Test

No Jawaban Variasi jawaban Jumlah

siswa

Jumlah Siswa %

Kualifikasi pemahaman 1 Suatu besaran yang

menyatakan ukuran derajat panas dan dingin suatu benda

Ukuran derajat panas dinginnya suatu benda

9 33,33 Paham

Untuk mengukur panas atau dinginnya suatu benda

5 18,52 Paham

Suatu termometer untuk mengukur panas dinginnya suatu benda

2 7,40 Kurang

paham

Suhu merupakan besaran pokok satuan derajat Kelvin

2 7,40 Kurang

Paham

Proses pendinginan suatu benda

1 3,70 Tidak

paham

Satuan termometer untuk mengukur suhu

2 7,40 Tidak

Paham

Suatu benda yang telah dihitung dalam tubuh manusia

1 3,70 Tidak

Paham


(83)

menggunakan termometer

Paham

Suatu hawa yang dapat merasuk ketubuh sehingga ada alat yang dapat mengukur suhu

1 3,70 Tidak

Paham

Tidak menjawab 1 3,70

Jumlah siswa 27 100

2 Termometer Klinis Termometer Klinis 14 51,85 Paham Termometer Zat

Cair

8 29,63 Tidak

paham Termometer Platina 1 3,70 Tidak

Paham Termometer Digital 1 3,70 Tidak

Paham Tidak menjawab 3 11,11

Jumlah siswa 27 100

3 Termometer Termometer 27 100 Paham

Tidak menjawab 0

Jumlah siswa 27 100

4 Raksa mudah dilihat karena mengkilap, pemuaian raksa teratur, tidak membasahi dinding kaca ketika memuai atau menyusut, jangkauan suhunya cukup besar

Mudah dilihat, tidak membasahi dinding kaca, jangkauan suhunya cukup besar

14 51,85 Paham

Pemuaian lebih kecil

2 7,40 Kurang

paham Tidak menggunakan

bahan bakar dan

3 11,11 Tidak


(84)

hemat/lebih cepat prosesnya

Lebih akurat 2 7,40 Tidak

Paham

Harganya murah 2 7,40 Tidak

Paham Raksa dapat

menjadikan zat cair untuk mengisi termometer

1 3,70 Tidak

Paham

Tidak menjawab 3 11,11

Jumlah siswa 27 100

5 Termometer lebih akurat karena dapat mengukur suhu dengan tepat dan menyatakan dengan suatu angka,

sedangkan tangan kita hanya sebagai indra peraba Termometer jika digunakan untuk memeriksa panas diginnya bisa menentukan suhunya berapa derajat secara tepat sedangkan indra perasa tidak dapat menentukan suhunya berapa derajat

1 3,70 Paham

Termometer lebih canggih dan lebih teliti dari pada indra

6 22,22 Paham

Dengan termometer pengukuran akan lebih cepat dan


(85)

langsung tertera pada angka tapi dengan indra akan lebih lambat dan menghitung terlebih dahulu

Indra perasa tidak memenuhi syarat – syarat termometer

1 3,70 Kurang

Paham

Termometer memiliki skala

6 22,22 Kurang

Paham Indra perasa tidak

bisa menahan panas 100oC, karena indra perasa bisa melepuh

2 7,40 Kurang

Paham

Termometer bisa merasakan panas dinginnya suatu benda sedangkan indra perasa tidak bisa merasakan panas dinginnya suatu benda

4 14,81 Tidak

Paham

Tidak menjawab 5 18,52

Jumlah siswa 27 100

6 Platina,Bimetal, Laboratorium, Klinis, Zat Cair, Gas,

Alkohol,Ruangan,Z

Platina,Bimetal, Laboratorium, Klinis, Zat Cair, Gas, Alkohol, Ruangan, Zat Padat


(86)

at Padat Tidak menjawab 0

Jumlah siswa 27 100

7 Skalanya mudah dibaca, aman untuk digunakan,

kepekaan

pengukurannya,leba r jangkauan suhu yang mampu diukur

Skalanya mudah dibaca, aman untuk digunakan,

kepekaan pengukurannya, lebar jangkauan suhu

6 22,22 Paham

Dapat mengukur suhu badan, dapat mengukur suhu yang lebih rendah dan mengukur suhu sangat tinggi

3 11,11 Kurang

paham

Tidak

membahayakan pengguna, terdiri dari skala 4, dapat menahan suhu min00C – 1000C

1 3,70 Kurang

paham

Karena teliti, hemat, tidak menggunakan bahan bakar

1 3,70 Tidak

Paham

Badan, kepala termometer cairan atau gas pengukur

8 29,63 Tidak

Paham

Mudah untuk dilihat, cepat prosesnya bisa

3 11,11 Tidak


(87)

untuk mengukur suhu badan

Tidak menjawab 5 18,53

Jumlah siswa 27 100

8 a. 14,8 14,8 1 3,70 Paham

22 1 3,70 Tidak

Paham

25 1 3,70 Tidak

Paham

28,8 12 44,44 Tidak

Paham

32,4 1 3,70 Tidak

Paham

52 1 3,70 Tidak

Paham

54 1 3,70 Tidak

Paham

145 1 3,70 Tidak

Paham

146,25 4 14,81 Tidak

Paham

150 1 3,70 Tidak

Paham Tidak menjawab 3 11,11

Jumlah siswa 27 100

b. 188,6 188,6 5 18,52 Paham

10,87 1 3,70 Tidak

Paham

15 1 3,70 Tidak


(88)

23,8 1 3,70 Tidak Paham

25 2 7,40 Tidak

Paham

35 1 3,70 Tidak

Paham

48,5 1 3,70 Tidak

Paham

50 1 3,70 Tidak

Paham

67 1 3,70 Tidak

Paham

99 3 11,11 Tidak

Paham

140 1 3,70 Tidak

Paham

157,5 1 3,70 Tidak

Paham Tidak menjawab 8 29,63

Jumlah siswa 27 100

c. 326,75 326,75 6 22,22 Paham

13,53 2 7,40 Tidak

Paham

24,8 2 7,40 Tidak

Paham

30 1 3,70 Tidak

Paham

34 1 3,70 Tidak

Paham


(89)

Paham

43 1 3,70 Tidak

Paham

75 1 3,70 Tidak

Paham

86 1 3,70 Tidak

Paham

100 3 11,11 Tidak

Paham Tidak menjawab 8 29,63

Jumlah siswa 27 100

9 Murah jika dibandingkan dengan raksa, teliti, dapat mengukur suhu yang sangat dingin

Murah, teliti 20 71,07 Paham Lebih hemat dan

mudah dicari

1 3,70 Tidak

Paham Dapat digunakan

untuk memeriksa

1 3,70 Tidak

Paham Cepat prosesnya,

bisa diidapatkan kapan saja

1 3,70 Tidak

Paham

Tidak menjawab 4 14,81

Jumlah siswa 27 100

10 Proses pemberian skala pada

termometer polos

Proses pemberian skala pada

termometer

14 51,85 Paham

Proses masuknya termometesebuah pengukur suatu bendar

2 7,40 Tidak

Paham

Alat untuk mengukur suhu

2 7,40 Tidak


(1)

Rangkuman Penilaian Pretes dan Postes

No

Keterangan

Skor

Skor

penuh

1

Benar dan lengkap

5

5

Benar tidak lengkap

3

Benar sebagian

2

Salah

0

2

Benar dan lengkap

5

5

Benar tidak lengkap

3

Benar sebagian

2

Salah

0

3

Benar dan lengkap

10

10

Benar kurang lengkap

7

Benar tidak lengkap

6

Benar sebagian

5

Salah

0

4

Benar dan lengkap

10

10

Benar tidak lengkap

7

Benar sebagian

5

Salah

0

5

Benar dan lengkap

5

5


(2)

Benar sebagian

2

Salah

0

6

Benar dan lengkap

15

15

Benar kurang lengkap

9

Benar tidak lengkap

6

Benar sebagian

4

Salah

0

7

Benar dan lengkap

15

15

Benar tidak lengkap

9

Benar sebagian

8

Salah

0

8

Benar dan lengkap

20

20

Benar hitungan

17

Benar rumusnya

6

Benar sebagian

10

Salah satuan

7

Salah

0

9

Benar dan lengkap

5

5

Benar tidak lengkap

3

Benar sebagian

2

Salah

0


(3)

Benar kurang lengkap

7

Benar tidak lengkap

6

Benar sebagian

5

Salah

0


(4)

KELOMPOK ASAL

KELOMPOK 1 KELOMPOK 2

1. AGUS NOVIANTO 1. AR RI BANGUN PRASETYO

2. AJENG WIDYA CAHYANINGRUM 2. ARIS WIDYANTORO 3. ALOISIUS ADITYA YUDA PRASETYA 3. BENEDECTA GIRLANI

YULEAN PRAVITA

4. APRILIANI MARGARETA NDOEN 4. BUNGA PUTRI NUGRAHENI

KELOMPOK 3 KELOMPOK 4

1. DIKI PRASETYO 1. GABRIEL DANANG WINDAR

PRAJAKA

2. DINAR TRI RAMADAN 2. HENDAR

ARIWATANINGTYAS

3. DOMINICO DIRGA ADITYA PRATAMA 3. KELIK TRI KURNIAWAN EFENDI

4. FEBRIANTI 4. MARIANO ADHYKA SUSETYO

KELOMPOK 5 KELOMPOK 6

1. MERDI SUPRIYANI 1. RICHARDUS NOVANTO

2. MUHAMAD DIKY KURNIA 2. SRI LESTARI

3. NATALIA DEWI ARUMSARI 3. STEPHANUS BAYU LAKSONO

4. NETI KURNIANI 4. SUTRIYATI

KELOMPOK 7

1. TERESIA KRIS WIDIYANTI 2. YANI TRIASWATI

3. YOHANES AGUS TRESMAWANTO 4. YULI TRISNANTO


(5)

KELOMPOK AHLI

KELOMPOK A KELOMPOK B

1. BUNGA PUTRI NUGRAHENI 1. YULI TRISNANTO

2. YANI TRIASWATI 2. KELIK TRI KURNIAWAN

EFENDI

3. SUTRIYATI 3. AR RI BANGUN PRASETYO

4. MARIANO ADHYKA SUSETYO 4. DOMINICO DIRGA ADITYA PRATAMA

5. DINAR TRI RAMADAN 5. AGUS NOVIANTO 6. AJENG WIDYA CAHYANINGRUM 6. RICHARDUS NOVANTO

7. MERDI SUPRIYANI 7. NATALIA DEWI ARUMSARI

KELOMPOK C KELOMPOK D

1. ALOISIUS ADITYA YUDA PRASETYA 1. TERESIA KRIS WIDIYANTI 2. YOHANES AGUS TRESMAWANTO 2. SRI LESTARI

3. STEPHANUS BAYU LAKSONO 3. APRILIA MARGARETA NDOEN

4. FEBRIANTI 4. BENEDICTA GIRLANI YULEAN

PRAVITA

5. ARIS WIDYANTORO 5. DIKI PRESETYO

6. HENDAR ARIWATANINGTYAS 6. GABRIEL DANANG WINDAR PRAJAKA


(6)

Foto


Dokumen yang terkait

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT DAN SEGITIGA MELALUI METODE Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Pada Pokok Bahasan Segiempat Dan Segitiga Melalui Metode Problem Based Learning (PTK pada Siswa Kelas VII Semester Ge

0 5 12

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT DAN SEGITIGA MELALUI METODE Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Pada Pokok Bahasan Segiempat Dan Segitiga Melalui Metode Problem Based Learning (PTK pada Siswa Kelas VII Semester G

0 4 17

UPAYA PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA POKOK BAHASAN BANGUN DATAR (PTK SMP Negeri 1 PRAMBANAN Kelas VIICSemester II).

0 0 9

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA DENGAN TEKNIK PROBING POKOK BAHASAN SEGI EMPAT PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA DENGAN TEKNIK PROBING POKOK BAHASAN SEGI EMPAT (PTK Pembelajaran Matematika di Kelas VII SMP Negeri 2 Kedawung).

0 1 17

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA MELALUI METODE PEMBELAJARAN TALKING STICK POKOK BAHASAN SEGIEMPAT (PTK Kelas VII SMP Negeri 2 Pacitan).

0 0 15

PENINGKATAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA MELALUI METODE RESITASI PADA PELAJARAN MATEMATIKA POKOK BAHASAN Peningkatan Pemahaman Konsep Siswa Melalui Metode Resitasi Pada Pelajaran Matematika Pokok Bahasan PLSV (PTK di Kelas VII MTs Muhammadiyah 7 Sambirejo).

0 1 18

Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas VII Smp Taman Dewasa Jetis Yogyakarta pada pokok bahasan zat dan wujudnya melalui pembelajaran dengan metode berbasis proyek.

0 0 117

Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Pangudi Luhur Srumbung Magelang pada pokok bahasan suhu melalui pembahasan dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II.

0 0 136

Peningkatan pemahaman materi pengukuran dengan metode pembelajaran jigsaw II pada siswa kelas X SMA Pangudi Luhur Yogyakarta.

0 1 193

Peningkatan pemahaman konsep siswa kelas VII SMP Stella Duce 2 Yogyakarta pada pokok bahasan zat dan wujudnya melalui pembelajaran dengan metode kooperatif tipe Jigsaw II - USD Repository

0 0 287