Hubungan persepsi dan sikap siswa kelas II pada mata pelajaran PKn di SD Negeri Tlacap

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI DAN SIKAP SISWA KELAS II PADA

MATA PELAJARAN PKn di SD NEGERI TLACAP

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Oleh:

Oktavika Utami Handayani NIM: 131134043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017


(2)

(3)

(4)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur karya ilmiah ini, penulis persembahakan kepada: 1. Allah SWT yang selalu memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga saya

dapat menyelesaikan skripsi.

2. Kedua orang tuaku Bapak Suwardi dan Ibu Sumarni yang selalu memberikan yang terbaik dan selalu mendokanku setiap waktu.

3. Teman-teman seperjunganku yang selalu memberikan dukungan, semangat, perhatian dan persahabatan yang indah.


(5)

MOTTO

Maka sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan”

(Al-Insyirah:5)

Uwang seng pengen sukses iku, kudu ngrasake rekasane ngadepi

rintangan opo wae, karang urep kui muk wang sinawang


(6)

(7)

(8)

ABSTRAK

Hubungan Persepsi dan Sikap Siswa Kelas II Pada Mata Pelajaran PKn Di SD Negeri Tlacap

Oktavika Utami Handayani Universitas Sanata Dharma

2017

Latar belakang penelitian ini adanya dari persepsi dan sikap siswa, adalah persepsi siswa dengan nilai cukup yang dilihat dari hasil observasi yaitu sebesar 46%, dan adanya sikap siswa dengan nilai cukup yang dilihat dari hasil observasi yaitu sebesar 42%. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan adanya hubungan persepsi dan sikap siswa pada mata pelajaran PKn.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian Kuantitatif. Metode dalam penelitian ini yaitu Survei. Sampel dari penelitian ini siswa kelas II B SD Negeri Tlacap yaitu berjumlah 28 siswa yang terdiri dari 20 siswa laki-laki dan 8 siswa perempuan.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara persepsi dan sikap siswa kelas II pada mata pelajaran PKn. Hal itu dibuktikan dengan analisis statistik correlation pearson product moment pada uji hipotesis correlation pada siswa dengan nilai sig.(2-tailed) yaitu 0,000 (p< 0,05).

Diketahui pula nilai Pearson Correlation pada penelitian ini adalah 0,734, termasuk dalam kategori hubungan korelasi yang kuat, karena berada di rentang 0,60-0,799.


(9)

ABSTRACT

The Correlation Between 2nd Grade Student’s Perception and Attitude on Civic Education at SD Negeri Tlacap

Oktavika Utami Handayani Sanata Dharma University

2017

The background of this research is enough students’ perception that can be seen from the result of the observation which is 46%, and enough students’

attitude that can be seen from the result of observation which is 42%. The aim of

this research is to determine the relationship between students’ perception and students’ attitude on civic education.

This research is a quantitative research. The method that used in this research is survey. The sample of the resear ch is 28 students of 2nd gradeB class of SD Negeri Tlacap which consist of 20 male students and 8 female students.

Based on the result of the research shows that there is a positive relationship between 2nd grade students’ perception and attitude on civic education. This is proved by the result of statistical analysis of correlation pearson product moment on the hypothesis test of the correlation between

student’s perception and students’ behavior that shows sig.(2-tailed) is 0,000 (p> 0,05). Also known the value of Pearson Correlation in this research is 0,734, included in the category of strong correlation, because it is in the range of 0,60 to 0,799.


(10)

KATA PENGANTAR

Terima kasih atas semua berkat, karunia dan rahmat yang diberikan oleh Allah SWT karena penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “HUBUNGAN PERSEPSI DAN SIKAP SISWA KELAS II PADA MATA PELAJARAN PKn di SD NEGERI TLACAP”.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan berbagai pihak, sulit bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D. Dekam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Christiyanti Aprinastuti, S.Si., M.Pd. Ketua Program Studi Pendidikan

Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Apri Damai Sagita Krissandi, S.S., M.Pd. Wakil Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Drs. Paulus Wahana, M.Hum. Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama proses penyusunan skripsi ini.

5. Elisabeth Desiana Mayasari, S.Psi., M.A. Dosen Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, saran dan arahan selama proses penyusunan skripsi ini.

6. Para Dosen ahli yang telah memberikan kontribusi dalam penelitian ini.

7. Kartini, S.Pd., SD. Selaku Kepala Sekolah SD Negeri Tlacap Pandowoharjo yang telah memberikan dukungan serta izin kepada peneliti untuk mengadakan penelitian di SD Negeri Tlacap Pandowoharjo.

8. Yosefin Hartati Susilawati, S.Pd. selaku guru kelas IIB SD Negeri Tlacap Pandowoharjo yang telah memberikan dukungan serta izin pada penelitian untuk melakukan penelitian di kelas IIB.


(11)

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 7

1.3 Rumusan Masalah... 7

1.4 Tujuan Masalah ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.6 Definisi Operasional ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

2.1 Kajian Pustaka ... 10

2.1.1 Persepsi ... 10

2.1.2 Sikap ... 17

2.1.3 Model Pembelajaran PPR ... 29

2.1.4 Mata pelajaran PKn ... 36


(13)

2.3 Kerangka Berpikir ... 53

2.4 Hipotesis Penelitian ... 56

BAB III METODE PENELITIAN ... 57

3.1 Jenis Penelitian ... 57

3.2 Setting Penelitian ... 57

3.2.1 Tempat Penelitian... 57

3.2.2 Waktu Penelitian ... 58

3.3 Populasi dan Sampel ... 58

3.4 Variabel Penelitian ... 59

3.4.1 Variabel Indenpendent (variabel bebas) ... 59

3.4.2Variabel Dependent (variabel terikat) ... 59

3.4.3 Variabel Moderator (variabel yang mempengaruhi perlakuan) ... 60

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 60

3.5.1 Kuesioner ... 61

3.5.2 Dokumentasi ... 61

3.5.3 Observasi ... 61

3.6 Instrumen Penelitian... 61

3.7 Teknik Pengujian Instrumen ... 70

3.7.1 Validitas ... 70

3.7.2 Reliabilitas ... 78

3.8 Teknik Analisis Data ... 80

3.8.1Uji Asumsi ... 81

3.8.2Uji Hipotesis ... 83

BAB IV HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN ... 85

4.1 Pelaksanaan Penelitian ... 85

4.2 Hasil Penelitian ... 86

4.2.1.1 Uji Normalitas Persepsi dan Sikap Siswa ... 86


(14)

4.2.1.5 Uji Linearitas ... 89

4.2.2 Uji Hipotesis ... 90

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan ... 93

5.2 Keterbatasan Penelitian ... 93

5.3 Saran ... 94

DAFTAR REFERENSI ... 95


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Proses persepsi menurut De Vito (1997)... 15

Gambar 2.2 Bagan Faktor Pembentukan Sikap ... 25

Gambar 2.3 Langkah-langkah PPR menurut Subagya (2010:65) ... 30

Gambar 2.4. Memelihara hewan ... 44

Gambar 2.5 memelihara tanaman bersama ... 44

Gambar 2.6. Pentingnya hewan bagi kita... 46

Gambar 2.7. Menjaga Kelestarian hutan ... 47

Gambar 2.8 Pelestarian hewan langka ... 48

Gambar 2.9 Literatur Map ... 52

Gambar 3.1 Variabel Penelitian ... 60

Gambar 3.2 Rumus Alpha Cronbach ... 79


(16)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian... 58

Tabel 3.2 Kisi-kisi dan Indikator Persepsi dan Sikap ... 63

Tabel 3.3 Kisi-kisi Pernyataan Kuesioner ... 66

Tabel 3.4 Kisi-kisi pertanyaan Kuesioner Sikap Siswa ... 68

Tabel 3.5 Sebaran Item Uji Coba Kuesioner Persepsi siswa ... 69

Tabel 3.6 Sebaran Uji Coba Kuesioner Sikap Siswa ... 70

Tabel 3.7 Rubik Penilaian ... 74

Tabel 3.8 Hasil Uji Validitas Persepsi siswa ... 74

Tabel 3.9 Validitas setiap Indikator Persepsi ... 76

Tabel 3.10 Hasil Uji Validitas Sikap Siswa ... 76

Tabel 3.11 Validasi setiap Indikator Sikap ... 77

Tabel 3.12 Persepsi siswa ... 77

Tabel 3.13 Valid Sikap Siswa Pada PKn ... 78

Tabel 3.14 Kualifikasi Koefisien Kolerasi. ... 79

Tabel 3.15 Reliabilitas Persepsi Siswa ... 80

Tabel 3.16 Realibilitas Sikap Siswa ... 80

Tabel 3.17 Koefisien Kolerasi... 79

Tabel 4.1 Hasil Uji Normalitas Persepsi dan Sikap Siswa... 87

Tabel 4.2 Hasil Uji Homogenitas Terhadap Persepsi Dan Sikap Siswa ... 88

Tabel 4.3 Hasil Uji Linearitas ... 89


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 100

Lampiran 2 Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian ... 101

Lampiran 3 Hasil Perhitungan Item Validitas dan Reabilitas Persepsi Siswa .... 102

Lampiran 4 Hasil Perhitungan Item Validitas Sikap Siswa ... 103

Lampiran 5 Hasil perhitungan Uji Normalitas ... 104

Lampiran 6 Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ... 105

Lampiran 7 hasil Perhitungan Linieritas ... 106

Lampiran 8 Hasil Perhitungan Correlation ... 107

Lampiran 9 Hasil Kuesioner Siswa ... 108

Lampiran 10 Expert Judgement ... 122

Lampiran 11 Foto Penelitian ... 123

Lampiran 12 SILABUS ... 125


(18)

BAB I PENDAHULUAN

Bab I ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan masalah, definisi operasional dan manfaat penelitian.

1.1Latar Belakang

Dalam Undang-undang tentang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2013 bab 1 pasal 1 ayat (1) menyebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Untuk itu didalam kehidupan sehari-hari, seseorang memiliki pandangan dan prasangka yang diwujudkan dalam tindakan baik negatif maupun positif ketika berhadapan dengan sesuatu. Pandangan dan prasangka tersebut yang melandasi seseorang dalam bertindak. Hal itu pula yang membentuk seseorang memiliki sikap tertentu terhadap sesuatu. Sikap dapat masuk dalam berbagai aspek kehidupan dan sikap memegang peranan penting dalam mencapai suatu tujuan. Sikap berkaitan dengan objek yang dihadapi. Soetarno (1989:41) mengungkapkan bahwa sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek.

Persepsi merupakan suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendektasi atau meperoleh dan mengiterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera


(19)

seperti mata, telinga, dan hidung. Untuk itu persepsi merupakan cara pandang seseorang. Setiap siswa mempunyai cara pandang yang berbeda-beda mengenai memahami suatu objek yang diketahui. Menurut Lig dan Catling (2012) persepsi merupakan serangkaian proses rumit yang memulainya kita memperoleh dan mengintepretasikan informasi indrawi.

Sikap seseorang terhadap objek tertentu akan tercermin dari perilaku yang muncul. Perilaku merupakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks (Azwar, 2007:9). Oleh karena itu, sikap selalu berkaitan dengan perilaku seseorang. Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat yang dikemukakan oleh Walgito (1978:105) yang menyatakan bahwa dengan mengetahui sikap seseorang dapat menduga bagaimana respons atau perilaku yang akan diambil oleh orang yang bersangkutan, terhadap sesuatu masalah atau keadaan yang dihadapkan kepadanya. Jadi, dengan mengetahui sikap seseorang, orang akan mendapatkan gambaran kemungkinan perilaku yang timbul dari orang yang bersangkutan.

Sikap dapat masuk dalam berbagai aspek kehidupan dan dapat dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Aspek kehidupan tersebut yaitu sikap dalam bidang sosial, sikap dalam bidang politik, sikap dalam bidang pendidikan Kewarganegaraan, dll. Dalam bidang kewarganegaraan, sikap dapat mempengaruhi seseorang dalam menguasai nilai-nilai dan norma pancasila dan selalu menunjukkan ketertarikan isi pesan sila-sila pancasila. Menurut Djahiri (1991:6) Pendidikan Kewarganegaraan adalah sebagai pendidikan nilai, pendidikan kewarganegaraan akan membantu peserta didik dalam mengembangkan kesadaran siswa akan nilai-nilai yang termuat dalam hal


(20)

yang menjadi objek pembahasannya. Tujuannya untuk membentuk pribadi anak, suapaya menjadi manusia yang masyarakat dan warga negara yang baik. Menurut Winaputra (2008:29) yaitu dalam srategi pembelajaran pendidikan kewarganegaraan, siswa tidak hanya mempelajari materi pelajaran, tetapi mempelajari materi sekaligus praktik, berlatih dan mampu membakukan diri sikap dan berperilaku sebagai materi yang dipelajari. Pendidikan nilai tidak terpisah oleh adanya kesadaran dalam diri seseorang tersebut. Jika pendidikan nilai diterapkan dalam mata pelajaran tertentu, namun tidak didukung oleh kesadaran, maka nilai tersebut tidak terealisasikan secara maksimal.

Pengalaman bagi siswa selama pembelajaran juga ditekankan supaya siswa dapat terlibat langsung. Pengalaman ini diberikan dengan maksud siswa dapat menemukan sendiri nilai-nilai yang sedang mereka pelajari. Kemudian guru memberikan refleksi atas pengalaman dimana refleksi tersebut dilakukan supaya siswa dapat memahami akan nilai yang sudah dipelajarinya. Pemahaman akan nilai tersebut selanjutnya menjadi rumusan bagi tindakan siswa selanjutnya dalam kegiatan aksi, barulah guru dapat mengevaluasinya. Kegiatan evaluasi yang dilakukan guru tidak hanya dalam ranah kognitif saja, tetapi juga melihat pribadi siswa, apakah siswa mengalami perkembangan setelah mengikuti pembelajaran atau tidak.

Dari hasil pengamatan atau observasi yang dilakukan oleh peneliti terdapat masalah dari model pembelajaran yang digunakan di SD Negeri Tlacap. Sebenarnya SD Negeri Tlacap meruapakan SD percobaan menggunakan kurikulum 2013, namun pada kenyataanya SD tersebut belum


(21)

menerapkan kurikulum 2013 serta guru-guru masih menggunakan kurikulum 2006 karena sudah terbiasa menggunakan cara penyampaian materi mata pelajaran yang terpisah-pisah serta menjelaskan dengan siswanya guru semakin mudah walaupun sudah dituntut untuk menggunakan kurikulum 2013, serta dalam proses pembelajaran berdominan di guru, siswa kurang diberikan kesempatan untuk menggali informasi yang diketahui siswa. Padahal di dalam kurikulum 2013 ini anak di tuntut untuk aktif, kreatif dan dapat mengembangkan pengetahuan melalui keikutsertaan dalam berkelompok dan praktek selain itu guru hanya sebagai fasilitator. Keadaan dikelas II B itu memang guru bekerja ekstra karena anak-anak membutuhkan perhatian serta dalam mengajar anak-anak harus diperlihatkan benda-benda nyata atau konkrit serta menarik perhatian dan semangat saat mengikuti kegiatan belajar mengajar, di kelas IIB ini merupakan kelas yang sangat ramai serta saat diajak untuk melakukan proses pembelajaran sangat sulit untuk dikondisikan. Sikap siswa masih memprihatinkan saat diajak proses pembelajaran karena kurang memfokuskan saat mengikuti pembelajaran. Untuk itu dalam reaksi saat mengikuti pembelajaran belum bisa kondusif serta perasaan dan pemahaman dalam mengikuti pembelajaran masih kurang dalam mengkondisikan sikap dan tindakan anak-anak. Karena di dalam kelas IIB ini berdominan dengan laki-laki, untuk itu kelas menjadi ramai jika ada salah satu teman yang berbicara. Selain anak-anak ramai serta minimnya media dan proses pembelajaran yang kurang menarik serta yang kreatif membuat siswa terkadang tidak tertarik untuk mengikuti proses belajar, malah keluar kelas beralasan ingin cuci tangan dan sebagianya.


(22)

Berdasarkan dari hasil observasi yang telah dilakukan, permasalahan pada persepsi yang dialami adalah ketika guru menggunakan model pembelajaran konvensional, di mana guru lebih banyak ceramah sedangkan siswa hanya mendengarkan dan siswa sering keluar kelas jika sudah bosan untuk belajar. Hal ini diperkuat dengan hasil observasi bahwa persepsi siswa dengan nilai maksimal cukup terhadap model pembelajaran yang digunakan guru kelas untuk membimbing. Hal ini terlihat dari skor rerata siswa berada di kriteria nilai maksimal cukup persepsi pada indikator menyerap dan mengerti yang didapat oleh skor siswa yaitu 46%. Siswa mempunyai persepsi dengan nilai maksimal cukup tentang materi, media dan sarana pembelajaran terhadap model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), persepsi dengan nilai maksimal cukup tentang langkah-langkah pembelajaran terhadap Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), dan persepsi dengan nilai maksimal cukup tentang interaksi dengan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR). Permasalahan berikutnya adalah sikap siswa dengan nilai maksimal cukup pada mata pelajaran PKn. Hal ini terlihat dari rerata skor sikap pada indikator kognitif, afektif dan konatif yang diperoleh siswa adalah 42%. Dengan skor yang diperoleh oleh siswa menandakan bahwa siswa memiliki sikap dengan nilai maksimal cukup sebelum mengikuti pelajaran PKn.

Penanaman nilai dan moral yang terkandung di dalam mata pelajaran Kewarganegaraan tidak dapat dilakukan secara instan. Perlu proses untuk mampu menerapkan nilai yang terkandung dalam pembelajaran kehidupan nyata. Model konvensioanl yang selama ini dipakai untuk mengajar PKn


(23)

kurang memberikan dampak yang memuaskan untuk keberhasilan penanaman nilai dan moral. Tumbuhnya kesadaran anak-anak akan nilai-nilai kehidupan akan sulit terbentuk apabila menggunakan Model konvensioanl secara terus menerus. Untuk itu diperlukan Model yang baik untuk memberikan pemahaman kesadaran sikap pada diri siswa akan perlunya nilai-nilai cinta lingkungan di dalam kehidupan. Nilai-nilai-nilai cinta lingkungan dapat diajarkan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu dengan menggunakan model Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) yaitu mengajak siswa terlibat langsung. Pengalaman ini diberikan dengan maksud, siswa dapat menemukan sendiri nilai-nilai yang sedang mereka pelajari. Kemudian guru memberikan refleksi atas pengalaman dimana refleksi tersebut dilakukan supaya siswa dapat memahami akan nilai yang sudah dipelajarainya. Pemahaman akan nilai tersebut selanjutnya menjadi rumusan bagi tindakan siswa selanjutnya dalam kegiatan aksi, barulah guru dapat mengevaluasinya. Kegiatan evaluasi yang dilakukan oleh guru tidak hanya dalam ranah kognitif, tetapi juga melihat pribadi siswa, apakah siswa megalami perkemabangan setelah mengikuti pembelajaran atau tidak. Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) ini digunakan untuk menemukan dan mengalami sendiri nilai-nilai cinta lingkungan di kehidupan sekitarnya. Selain itu juga menumbuhkan semangat siswa untuk belajar. Untuk itu siswa memiliki persepsi yang baik akan terhadap mata pelajaran PKn. Persepsi siswa akan berjalan kearah yang positif karena mata pelajaran PKn itu sangat mulia dan menyenangkan serta merupakan mata pelajaran yang pokok untuk menjadi pedoman dikehidupan


(24)

untuk itu perlu untuk dipelajari. Dari hal persepsi yang positif dari siswa akan terbentuk sikap dalam diri siswa yang sangat baik.

Dari permasalahan yang terjadi tersebut, maka peneliti akan menggunakan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) untuk mengetahui tentang ada tidaknya hubungan antara persepsi siswa terhadap model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran PKn.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian kuantitatif untuk mengetahui tentang ada tidaknya hubungan perepsi dan sikap siswa dengan judul “HUBUNGAN PERSEPSI DAN SIKAP SISWA KELAS II PADA MATA PELAJARAN PKn di SD NEGERI TLACAP”. 1.2Batasan Masalah

Permasalahan penelitian ini dibatasi hanya pada:

Penelitian dilakukan untuk meneliti persepsi dan sikap siswa kelas II dalam mata pelajaran PKn. Hasil penelitian ini hanya berlaku di SD Negeri Tlacap pada materi Cinta Lingkungan.

1.3Rumusan Masalah

1.3.1 Apakah ada hubungan persepsi dan sikap siswa pada mata pelajaran PKn?

1.4Tujuan Masalah

1.4.1 Untuk mendeskripsikan adanya hubungan persepsi dan sikap siswa pada mata pelajaran PKn.


(25)

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagi pihak: 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai alternatif cara untuk membantu proses belajar mengajar yang inovatif dengan menggunakan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), serta sebagai referensi yang dapat digunakan untuk memperoleh gamabaran mengenai penggunaan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) untuk bisa mendampingi siswa menemukan nilai-nilai dan dapat mewujudkan sikap terhadap mata pelajaran PKn.

2. Manfaat Praktis a. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan menggunakan model pembelajaran yang efektif dan dapat memperoleh panduan inovatif mengenai model pembelajaran yang selanjutnya diharapkan dapat digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah.

b. Bagi siswa

Penelitian ini diharapkan dapat menemukan nilai-nilai serta mewujudkan persepsi dan sikap siswa pada mata pelajaran PKn.

c. Bagi guru

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada guru untuk menggunakan model pembelajaran Paradigma Pedagogi


(26)

Reflektif (PPR) sebagai salah satu alternatif dalam proses belajar siswa.

d. Bagi sekolah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan dengan menggunakan model pembelajaran yang efektif dan dapat memperoleh panduan inovatif mengenai model pembelajaran yang selanjutnya diharapkan dapat digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah.

1.6Definisi Operasional

1.6.1 Persepsi merupakan pandangan atau pendapat seseorang terhadap sesuatu dengan cara melihat, mendengar, merasakan, serta menilainya.

1.6.2 Sikap merupakan kesiapan merespon yang bersifat positif atau negatif terhadap obyek atau situasi secara konsisten.

1.6.3 Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada reflektif yang bertujuan untuk menemukan nilai-nilai di dalam kehidupan.

1.6.4 Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu pendidikan yang memfokuskan pada pendidikan nilai dan moral, dalam hal ini bertujuan agar anak dapat memahami, menghayati dapat mewujudkan nilai-nilai cinta lingkungan.


(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

Pada bab II landasan teori ini, berisi kajian pustaka serta teori-teori yang relevan dari hasil penelitian sebelumnya dan dirumuskan dalam kerangka berpikir dan hipotesis berupa dugaan sementara dari rumusan masalah penelitian.

2.1Kajian Pustaka 2.1.1 Persepsi

2.1.1.1 Pengertian Persepsi

Persepsi merupakan tahapan paling awal dari serangkaian pemrosesan informasi (Suharman, 2005). Secara jelas dapat dikatakan bahwa persepsi merupakan suatu proses menafsirkan informasi yang diperoleh melalui panca indera uang dimiliki oleh manusia, sedangkan menurut Lig dan Catling (2012) persepsi merupakan serangkaian proses rumit yang memulainya kita memperoleh dan mengintepretasikan informasi indrawi. Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi anatar individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi dan sebagai konsekuensinya, semakin membentuk kelompok budaya atau kelompok identitas (Mulyana, 2000). Selain pendapat di atas menurut Kuswana (2012) persepsi merupakan proses saat seseorang mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka.

Selain itu Persepsi adalah suatu proses penggunaan pengetahuan yang telah dimiliki (yang disimpan di dalam ingatan) untuk mendektasi


(28)

atau meperoleh dan mengiterpretasi stimulus (rangsangan) yang diterima oleh alat indera seperti mata, telinga, dan hidung (Matlin, 1989; Solso, 1988).

Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan, yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa stimulus diterima oleh alat indera, yaitu yang dimaksud dengan penginderaan, dan melalui proses penginderaan tersebut stumulus itu menjadi sesuatu yang bearti setelah diorganisasikan dan diinterprestasikan (Davidoff, 1981). Persepsi merupakan proses yang integrated dalam diri individu terhadap stimulus yang diterimanya (Moskowitz dan Orgel, 1969), dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diinderanya sehingga meruapakan sesuatu yang bearti, dan merupakan respon yang integrated dalam diri individu. Karena itu dalam penginderaan orang akan mengaitkan dengan stimulus, sedangkan dalam persepsi orang akan mengaitkan dengan objek (Branca, 1964). Dengan persepsi individu akan menyadari tentang keadaan di sekitarnya dan juga keadaan diri sendiri (Davidoff. 1981).

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa persepsi merupakan pandangan atau pendapat seseorang terhadap sesuatu dengan cara melihat, mendengar, merasakan, serta menilainya.


(29)

2.1.1.2 Faktor-faktor yang berpengaruh dalam persepsi

Faktor-faktor yang berpengaruh dalam persepsi menurut (Suharman, 2005) ada tiga yaitu:

a. Objek yang dipersepsi

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera atau reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempersepsi, tetapi juga dapat datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai syaraf penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun dari sebagian terbesar stimulus datang dari luar individu. b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf, yaitu otak sebgai pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan respon diperlukan syaraf motoris.

c. Perhatian

Untuk menyadari atau untuk mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu merupkan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi. Perhatian merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditunjukan kepada sesuatu atau sekelompok objek.


(30)

2.1.1.3 Prinsip Dasar Persepsi

Persepsi adalah awal dari segala macam kegiatan belajar yang bisa terjadi pada setiap kesempatan, disengaja atau tidak (Prawiradilaga & Siregar, 2008). Karena semua diawali dari persepsi, maka persepsi dapat mempengaruhi cara berpikir, bekerja, dan bersikap pada seseorang. Cara berpikir, minat dan potensi seseorang dapat berkembang dengan baik apabila ia memiliki persepsi yang memadai. Menurut Prawiradilaga & Siregar (2008) ada beberapa prinsip dasar persepsi yaitu:

1) Persepsi Bersifat Relatif

Setiap orang memiliki persepsi yang berbeda-beda tergantung dari pandangan yang melakukan persepsi.

2) Persepsi bersifat sangat selektif

Persepsi tergantung pada pilihan, minat, manfaat, dan kesesuaian bagi seseorang yang melakukan persepsi.

3) Persepsi dapat diatur

Persepsi perlu diatur serta ditata agar orang lain mudah mencerna informasi yang dimaksud.

4) Persepsi bersifat subjektif

Persepsi seseorang oleh keinginan dan harapan dari yang melakukan persepsi.

5) Persepsi seseorang atau kelompok bervariasi, walau mereka berbeda dalam keadaan yang sama.


(31)

Perbedaan karakteristik individu akan mempengaruhi setiap individu dalam mencerna informasi sehingga memiliki persepsi yang berbeda-beda.

2.1.1.4Proses Persepsi

Menurut Walgito (2010:102) proses terjadinya perepsi dapat dijelaskan sebagai berikut. Objek menimbulkan stimulus, dan stimulus mengenai alat indera atau reseptor. Perlu dikemukakan bahwa antara objek dan stimulus itu berbeda, tetapi ada kalanya bahwa objek dan stimulus itu menjadi satu, misalnya dalam hal tekanan. Benda sebagai objek langsung menegnai kulit, sehingga akan terasa tekanan tersebut. Proses stimulus mengenai alat indera merupakan proses kealaman atau proses fisik. Stimulus yang diterima oleh alat indera diteruskan oleh syaraf sensoris ke otak. Proses ini yang disebut sebagai proses fisiologis. Kemudian terjadilah proses di otak sebagai pusat kesadaran sehingga individu menyadari apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba. Proses yang terjadi dalam otak atau dalam pusat kesadaran inilah yang disebut sebagai proses psikologis. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terahkir dari proses persepsi ialah individu menyadari tentang misalnya apa yang dilihat, atau apa yang didengar, atau apa yang diraba, yaitu stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan proses terahkir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persespsi dapat diambil oleh individu dalam berbagai macam bentuk.


(32)

Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa taraf terahkir dari proses persepsi adalah individu menyadari tentang misalnya sesuatu yang dilihat, atau sesuatu yang didengar, diraba merupakan stimulus yang diterima melalui alat indera. Proses ini merupakan proses terahkir dari persepsi dan merupakan persepsi sebenarnya. Respon sebagai akibat dari persepsi dapat diambil oleh indivindu dalam berbagai macam bentuk. Dalam model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) diharapkan siswa memiliki persepsi yang positif untuk menanamkan dan mewujudkan nilai-nilai Cinta Lingkungan.

Gambar 2.1 Proses persepsi menurut De Vito (1997)

2.1.1.5Indikator Persepsi

Menurut Robbin (2003: 124-130), indikator-indikator persepsi ada dua macam, yaitu:

a. Penerimaan

Proses penerimaan adalah indikator terjadinya persepsi dalam tahap fisiologis, dimana berfungsinya indera untuk menangkap rangsang dari luar. Selain penerimaan juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan syaraf.

Terjadinya stimulasi alat

indera Stimulasi alat

indera diatur

Stimulasi alat indera dievaluasi


(33)

b. Evaluasi

Rangsang-rangsang dari luar yang telah ditangkap indera, kemudian dievalusi oleh individu. Evaluasi ini sangat subjektif. Individu yang satu menilai suatu rangsang sebagai sesuatu yang membosankan dan sulit. Sedangkan individu yang lain menilai rangsang yang sama tersebut sebagai sesuatu yang bagus dan menyenangkan.

Menurut Hamka (2002:101-106), indikator persepsi ada dua yaitu: a. Menyerap

Stimulus yang berada di luar individu diserap melalui indera, masuk ke dalam otak, mendapat temapt. Di situ terjadi proses analisis, diklasifikasi, dan diorganisasir dengan pengalaman-pengalaman individu yang telah dimiliki sebelumnya.

b. Mengerti

Indikator adanya persepsi sebagai hasil dari proses klasifikasi dan organisasi. Tahapan ini terjadi dalam proses psikis. Hasil analisis beruapa penegrtian atau pemahaman. Pengertian atau pemahaman tersebut juga bersifat subjektif, berbeda-beda bagi setiap individu.

Berdasarkan indikator yang telah dipaparkan menurut beberapa ahli diatas, peneliti menggunakan indikator persepsi menurut Hamka (2002:101-106) ada dua yaitu menyerap dan mengerti. Indikator persepsi ini akan digunakan untuk menyusun kuesioner penelitian.


(34)

2.1.2 Sikap

2.1.2.1 Pengertian Sikap dan perilaku

Sikap selalu tampak dalam kehidupan dan tanpa disadari sikap tersebut mencerminkan penilaian terhadap suatu objek. Ada beberapa pendapat ahli yang mendefinisikan sikap. Soetarno (1989:41) mendefiniskan sikap sebagai pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu, artinya tidak ada sikap tanpa objek. Likert (1932; seorang pionir di bidang pengukuran sikap) dan Osgood (melalui Azwar, 2007 :4-5) berpendapat bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan.

Thurstone melalui Azwar (2007:5) memformulasikan sikap sebagai „derajat afek positif atau afek negatif terhadap suatu objek psikologis‟. Dari pendapat tersebut, dapat dikemukakan bahwa Thurstone memandang sikap sebagai suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Afeksi yang positif yaitu afeksi senang sedangkan afeksi negatif yaitu afeksi yang tidak menyenangkan. Dengan demikian, objek dapat menimbulkan berbagai-bagai macam sikap dan dapat menimbulkan berbagai-bagai macam tingkatan afeksi pada seseorang. Thurstone melihat sikap hanya sebagai tingkatan afeksi saja, belum mengaitkan sikap dengan perilaku. Dengan kata lain, dapat dikemukakan bahwa Thurstone secara eksplisit melihat sikap hanya mengandung komponen afeksi saja.


(35)

Myers berpendapat bahwa sikap itu merupakan A predisposition

towards some object, includes one’s beliefs, feelings, and behavior

tendencies concerning the object. Dari pendapat Myers di atas, pengertian sikap telah mengandung komponen kognitif (beliefs),

komponen afektif (feelings), dan komponen konatif (behavior tendencies).

Berkaitan dengan pendapat Myers, dapat dilihat di bahwa sikap itu mengandung tiga indikator. Ketiga komponen sikap adalah sebagai berikut:

1) Komponen kognitif (komponen perseptual), yaitu komponen yang berjaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersepsi terhadap objek sikap.

2) Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak terhadap objek sikap. Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif atau negatif.

3) Komponen konatif (komponen perilaku atau action component),

yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap.


(36)

Pendapat yang dikemukakan para ahli tersebut sangat beraneka ragam. Dari berbagai pendapat dari para ahli, dapat dilihat bahwa pendapat Myers mengenai sikap sangat lengkap karena pengertian sikap menurut Myers mengandung tiga komponen yang tidak bisa dipisahkan. Jadi, jelas dapat disimpulkan bahwa ada tiga komponen yang membentuk sikap seseorang. Komponen tersebut adalah komponen kognitif, komponen afektif, dan komponen konatif (Walgito, 1978:109).

Sikap selalu dikaitkan dengan perilaku. Perilaku meruapakan reaksi yang dapat bersifat sederhana maupun bersifat kompleks. Salah satu karakteristik reaksi perilaku manusia yang menarik adalah sifat diferensialnya. Maksudnya, satu stimulus dapat menimbulkan lebih dari satu respon yang berbeda dan beberapa stimulus yang berbeda dapat saja menimbulkan satu respon yang sama (Azwar, 2007:9-10). Pada umumnya, sikap seseorang tercermin dalam suatu tindakan atau perilaku dan perilaku seseorang tertuju pada objek sikap. Perilaku tersebut muncul sebagai reaksi atas pengetahuan dan perasaan seseorang terhadap suatu objek. Tidak ada perilaku tanpa sikap, maka sikap berkaitan dengan perilaku seseorang. Gerungan (1988:149) mengungkapkan bahwa sikap senantiasa terarahkan pada suatu objek.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa sikap merupakan kesiapan merespon yang bersifat positif atau negatif terhadap obyek atau situasi secara konsisten.


(37)

2.1.2.2 Ciri-ciri Sikap

Sikap mempunyai ciri-ciri. Ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut:

1) Sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, melainkan dibentuk sepanjang perkembangannya. Karena sikap tidak dibawa sejak individu dilahirkan, ini berarti bahwa sikap itu terbentuk dalam perkembangan individu yang bersangkutan.

2) Sikap dapat berubah-ubah, dapat berlangsung lama atau sebentar. Kalau suatu sikap telah terbentuk dan telah merupakan nilai dalam kehidupan seseorang, secara relatif sikap itu akan lama bertahan pada diri orang yang bersangkutan. Sikap tersebut akan sulit berubah dan kalau pun dapat berubah akan memakan waktu yang relatif lama. Sebaliknya, bila sikap itu belum begitu mendalam ada dalam diri seseorang, maka sikap tersebut secara relatif tidak bertahan lama dan sikap tersebut akan mudah berubah.

3) Sikap tidak berdiri sendiri melainkan selalu berkaitan dengan suatu objek. Dengan kata lain, sikap dapat terbentuk dan dipelajari dalam hubungannya dengan objek-objek tertentu yaitu melalui proses persepsi terhadap objek tersebut.

4) Sikap dapat tertuju pada satu objek saja, tetapi juga dapat tertuju pada sekumpulan objek-objek. Misalnya, sikap terhadap mata pelajaran tertentu merupakan contoh dari sikap yang tertuju pada satu objek. Sikap yang tertuju pada sekumpulan objek dapat dilihat pada sikap terhadap sebuah organisasi. Seseorang yang memiliki


(38)

sikap negatif terhadap sebuah organisasi akan tertuju pula pada objek-objek yang berkaitan dengan organisasi tersebut.

5) Sikap itu mendukung faktor perasaan dan motivasi. Ini bearti bahwa sikap terhadap sesuatu objek tertentu akan selalu diikuti oleh perasaan tertentu yang dapat bersifat positif (yang menyenangkan), tetapi juga dapat bersifat negative (yang tidak menyenagkan) terhadap objek tersebut. di samping itu, sikap juga mengandung motivasi, ini bearti bahwa sikap itu mempunyai daya dorong bagi individu untuk berperilaku secara tertentu terhadap objek yang dihadapinya (Walgito. 1978:113-115; Soetarno, 1989: 42; Gerungan, 1988:151-152)

Dari ciri-ciri sikap menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ada lima ciri sikap manusia yang dimiliki yaitu sikap tidak dibawa seseorang sejak ia lahir, sikap dapat berubah-ubah, sikap tidak berdiri sendiri melainkan selalu berkaitan dengan suatu objek, sikap dapat tertuju pada satu objek saja, dan sikap itu mendukung faktor perasaan dan motivasi.

2.1.2.3 Faktor yang mempengaruhi Sikap

Sikap merupakan hal yang sangat penting dalam psikologi khususnya psikologi sosial. Psikologi sosial menempatkan sikap sebagai hal yang sentral. Pendapat tersebut kiranya beralasan jika dilihat pentingnya sikap dalam tingkah laku dan perbuatan manusia sehari–hari. Sikap seseorang akan mempengaruhi tingkah laku orang tersebut dalam


(39)

menanggapi sesuatu. Sikap dipengaruhi oleh beberapa faktor yang dapat menentukan perubahan sikap. Azwar (2005:30) mengemukakan bahwa faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan sikap adalah:

1) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Hal tersebut melibatkan keadaan emosional agar penghayatan akan pengalaman lebih mendalam dan lebih membekas.

2) Kebudayaan

Kebudayaan mempunyai pengaruh yang benar terhadap pembentukan sikap seseorang. Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. 3) Orang lain yang dianggap penting

Orang lain yang ada di samping kita adalah salah satu komponen sosial yang mempengaruhi sikap kita. Seseorang akan meniru dan bersikap sama seperti orang lain. Jika orang tersebut dianggap memang pantas untuk dijadikan panutan.

4) Pengaruh faktor emosi

Suatu pembentukan sikap seseorang tidaklah ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang namun suatu sikap merupakan pernyataan yang didasari suatu emosi yang berfungsi sebagai penyalur frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Suatu sikap yang didasari emosional adalah prasangka yaitu sikap yang tidak toleran terhadap sekelompok orang.


(40)

5) Media Masa

Pengaruh media masa tidaklah terlalu besar dalam interaksi individu secara langsung, namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media masa tidak kecil artinya.

6) Lembaga Pendidikan dan Agama

Kedua lembaga ini mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian konsep moral dalam diri individu. Konsep moral dan ajaran agama sangat menentukan system kepercayaan maka tidaklah mengherankan kalau pada gilirannya kemudian konsep tersebut ikut berperan dalam menentukan sikap individu.

Berdasarkan pendapat dari ahli diatas dapat disimpulkan bahwa ada enam faktor yang mempengaruhi sikap manusia adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, pengaruh faktor emosi, media masa, dan lembaga pendidikan dan agama.

2.1.2.4 Pembentukan dan Pengubahan Sikap 1) Pembentukan Sikap

Sikap memiliki hubungan dalam kehidupan sosial individu dan berpengaruh dalam kehidupan sosialnya. Sikap seseorang tersebut terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan


(41)

timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-maing individu sebagai anggota masyarakat.

Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Di antara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi atau lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi dalam diri individu (Azwar, 2007:30).

Pembentukan sikap tidak terjadi dengan sendirinya, tetapi senantiasa berlangsung dalam interaksi manusia dan berkaitan dengan objek tertentu. Sikap terbentuk dalam perkembangan individu, karenanya faktor pengalaman individu mempunyai peranan yang sngat penting dalam rangka pembentukan sikap individu yang bersangkutan. Ada dua faktor pokok yang memegang peranan dalam pembentukan sikap. Kedua faktor pokok tersebut adalah sebagai berikut:

a) Faktor individu itu sendiri atau faktor dalam atau faktor intern

Yang dimaksud dengan faktor dalam adalah hal-hal atau keadaan yang ada di dalam diri individu. Misalnya, pengalaman pribadi, motivasi pribadi, faktor emosi dalam diri individu.


(42)

b) Faktor luar atau faktor ekstern

Yang dimaksud dengan faktor luar adalah hal-hal atau keadaan yang di luar diri individu yang meruapkan stimulus untuk membentuk atau mengubah sikap. Misalnya, lingkungan dimana seseorang berada, media massa, pergaulan dengan kehidupan sosial.

Dibawah ini disajikan bagan faktor pembentukan sikap menurut Walgito, (1978:115):

Gambar. 2.2 Bagan Faktor Pembentukan Sikap

(Walgito, 1978:115)

Dari bagan tersebut dapat dikemukakan bahwa sikap yang ada pada diri seseorang akan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berupa faktor fisiologis dan psikologis serta faktor eksternal dapat berwujud situasi yang dihadapi oleh individu, Faktor internal:

 Fisiologis  Psikologis

Faktor eksternal:  Pengalaman  Situasi

 Norma-norma  Hambatan  Pendorong

Sikap

Objek sikap


(43)

pendorong-pendorong yang ada dalam masyarakat. Semuanya ini akan berpengaruh pada sikap yang ada pada diri seseorang.

Faktor internal dan faktor eksternal tersebut akan berpengaruh terhadap pembentukan sikap seseorang. Sikap yang tertuju pada suatu objek akan menimbulkan reaksi tertentu terhadap objek sikap. Oleh karena itu, sikap tidak akan terbentuk tanpa ada pengaruh dari faktor internal dan eksternal. Seperti yang akan dilakukan oleh peneliti untuk memberikan suatu objek gambar dalam pelaksanaan pembelajaran untuk mengetahui sikap siswa dalam mengikuti pembelajaran di dalam kelas.

2) Pengubahan Sikap

Walgito (1978:124) dalam bukunya yang berjudul

Psikologi Sosial:Suatu Pengantar mengemukakan bahwa terdapat faktor-faktor yang dapat pengubahan sikap. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

a) Faktor Kekuatan atau Force

Kekuatan atau force dapat memberikan situasi yang dapat mengubah sikap. Kekuatan ini dapat bermacam-macam betuknya, mislanya kekuatan fisik, kekuatan ekonomi, kekuatan yang berujud peraturan-peraturan dan sejenisnya. b) Berubahnya Norma Kelompok

Bila seseorang telah menginternalisasi norma kelompok, maka apa yang terjadi norma kelompok dijadikan sebagi normanya sendiri. Dengan demikian, maka norma yang ada dalam


(44)

kelompok juga menjadi norma dari orang yang bersangkutan yang tergabung dalam kelompok itu dan ini akan membentuk sikap tertentu dari orang tersebut. karena itu, salah satu langkah yang dapat diambil untuk membentuk atau mengubah sikap dapat dengan cara mengubah norma kelompok.

c) Berubahnya Membership Group

d) Berubahnya Reference Group

e) Membentuk Kelompok Baru

Dari penjelasan menurut ahli diatas, peneliti dapat mengetahui faktor-faktor dalam pengubahan sikap siswa, untuk itu peneliti akan mengetahuinya di dalam kelas ketika siswa sulit melakukan bekerja sama di dalam kelompok masing-masing.

2.1.2.5 Indikator Sikap

Menurut Azwar (2007) dalam sikap terdapat indikator yang memengaruhinya. Indikator tersebut antara lain ada tiga adalah :

a. Komponen Kognitif

Komponen Kognitif merupakan komponen yang berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap.

b. Komponen afektif

Komponen afektif merupakan komponen yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Secara


(45)

umum, komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

c. Komponen perilaku

Komponen perilaku atau komponen konatif dalam struktur sikap menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

Menurut Walgito (dalam Puspasari, 2010:16) sikap mengandung tiga indikator yang membentuk struktur sikap, yaitu kognitif (konseptual), afektif (emosional), konatif (perilaku atau action component) sebagai berikut:

a. Indikator Kognitif merupakan komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan, keyakinan yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana orang mempersiapkan terhadap objek

b. Indikator afektif merupakan komponen yang berhubungan dengan rasa senang atau tidak senang terhadap objek sikap

c. Indikator konatif merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap objek sikap

Berdasarkan indikator yang telah dipaparkan menurut beberapa ahli diatas, peneliti menggunakan indikator sikap menurut Walgito (dalam Puspasari, 2010) yang dapat membentuk struktur sikap dengan tiga indikator yaitu : kognitif, afektif, dan konatif. Dengan indikator tersebut terdapat sikap yang positif (favorable) dan sikap yang negatif (unfavorable). Indikator sikap ini akan digunakan untuk menyusun kuesioner penelitian.


(46)

2.1.3 Model Pembelajaran PPR

2.1.3.1 Pengertian Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata paradigma bearti suatu kerangka berpikir/ model dari teori ilmu pengetahuan/ perubahan model. Dengan kata lain paradigma maksudnya adalah suatu Model atau model pembelajaran. Pedagogi adalah suatu cara pendidk untuk mendampingi para peserta didik dalam pertumbuhan dan perkembangannya (Subagya, 2010:22). Reflektif adalah meninjau kembali pengalaman, topik tertentu, gagasan, reaksi, spontan maupun yang direncanakan dari berbagai sudut pandang secara rasional dengan tujuan agar semakin mampu memahami maknanya secara penuh (Tim PPR SD Kanisisus, 2009:2).

Pengertian lain dari Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah pola pembelajaran yang mengintegrasikan pemahaman, masalah dunia dan kehidupan serta pengembangan nilai-nilai kemanusiaan dalam proses yang terpadu, sehingga nilai-nilai itu muncul dari kesadaran dan kehendak peserta didik melalui refleksinya (Gema Kanisius, Oktober 2010:7).

Ciri khas dari Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah meningkatkan competence, conscience, dan compassion (3C) competence

meruapakan kemampuan penguasaan komptensi secara utuh yang disebut juga dengan kemampuan kognitif (Subagya, 2010). Maksudnya adalah kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Contohnya adalah kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal cerita dalam pembelajaran PKn.


(47)

kepekaan dan ketajaman hati nurani (Subagya, 2010). Kemampuan afektif ini untuk menentukan pilihan-pilihan yang dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Misalnya, ketelitian dan kecermatan dalam mengerjakan soal. Compassion meruapakan aspek psikomotor yang berupa tindakan konkret maupun batin disertai rasa bagi sesame (Subgya, 2010). Hal ini bertujuan untuk mengembangkan bakat dan kemampuan sepanjang hidup disertai dengan motivasi untuk menggunkannya demi sesama misalnya kesediaan bekerjasama, mengerjakan tugas dalam kelompok dengan perasaan gembira.

2.1.3.2 Langkah-langkah Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) Berikut ini adalah langkah-langkah PPR secara berkesinambungan:

`

Gambar 2.3 Langkah-langkah PPR menurut Subagya (2010:65)

Berdasarkan gambar di atas langkah-langkah Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dapat dijelaskan sebgai berikut:

PENGALAMAN

REFLEKSI

EVALUASI KONTEKS


(48)

1. Konteks

Kompetensi (3C) yang akan dikembangkan dan disesuaikan dengan konteks siswa dan materi pelajaran. Konteks disini maksudnya, guru harus menyesuaikan materi dan cara belajar yang disukai siswa sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan keinginan. Konteks siswa antara lain taraf perkembangan pribadi, konsisi sosial budaya, dan agama (Subagya, 2005). Konteks materi pelajaran antara lain kompetensi dasar, ruang lingkup materi, sifat materi, ketertarikan materi dengan kehidupan nyata atau sehari-hari dan mempelajarinya.

2. Pengalaman

Pengembangan kompetensi (3C) paling efektif dilakukan melalui pengalaman, yaitu siswa mengalami sendiri nilai yang diperjuangkan atau yang ingin dikembangkan dari bahan yang dipelajari (Subagyo, 2005:3). Pengalaman nilai yang ingin dikembangkan dapat berupa pengalaman langsung dan juga dapat berupa pengalaman secara tidak lagsung. Contoh penerapan pengalaman langsung misalnya siswa ingin mengembangkan nilai persaudaraan dan kerjasama dalam diri para siswa, maka siswa belajar dalam kerja kelompok. Penerapan pengalaman tidak langsung dapat dilakukan dengan cara siswa membaca dan mempelajari suatu kejadian.

3. Refleksi

Refleksi adalah kegiatan siswa meninjau kembali pengalaman yang sudah dilakukannya. Menurut Subagyo, (2005), reflektif merupakan tahap


(49)

di mana siswa menjadi sadar sendiri menggenai kebaikan, keenakan, manfaat, dan makna nilai yang diperjuangkan. Tujuannya adalah agar nilai yang perjuangkan menjadi menarik bagi siswa dan kemudian mereka terpikat untuk memiliki atau menghayati nilai yang diperjuangkan sampai pada keinginan untuk bertindak. Untuk membantu siswa menyadari nilai kemanusiaan yang terkandung di dalam pengalaman, guru menfasilitasi dengan berbagai cara, antara lain:

a. Memberi sugesti agar siswa dapat mempergunakan pikiran dan imajinasi mereka.

b. Memberi tugas kepada siswa untuk mengkomunikasikan pendapat/ perasaan mereka dalam bentuk lisan, tulisan, atau gamabar.

c. Mengajak siswa untuk berdiskusi dengan melihat tayangan video/ film

4. Aksi

Perwujudan dari hasil pengalaman yang sudah direfleksi adalah sebuah aksi. Kegiatan ini meruapakan sikap atau perbuatan yang ingin dilakukan siswa atas kemauan mereka sendiri terkait dengan nilai kemanusiaan yang ingin diperjuangkan. Menurut Subagyo (2005:3), perkembangan nilai kemanusiaan tidak boleh hanya berhenti sampai kesadaran, tetapi harus berlanjut sampai pada bersikap dan berbuat kemauannya sendiri. Sikap dan niat adalah aksi batin, sedangkan perbuatan meruapakan aksi lahir.


(50)

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap penentuan hasil belajar dari para siswa. Menurut Subagyo (2005:4), evaluasi perkembangan nilai kemanusiaan tidak dapat dilakukan dengan tes, tetapi dengan observasi. Guru mengobservasi perbuatan siswa yang spontan, yang menunjukkan perkembangan nilai kemanusiaan. Guru mencatat peristiwa yang cukup mencolok. Perlunya observasi karena ciri khas nilai kemanusiaan adalah kebebasan, siswa berbuat dari kemauannya sendiri.

Berdasarkan pendapat dari ahli diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa model pembelajaran yang menekankan pada reflektif yang bertujuan untuk menemukan nilai-nilai di dalam kehidupan.

2.1.3.3 Tujuan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR)

Tim PPR Kanisius (2010:3) membagi tujuan PPR menjadi dua bagian yaitu bagi para pendidik dan bagi siswa. Bagi pendidik (1) guru semakin bisa memahami peserta didik; (2) guru semakin bersedia mendampingi perkembangan peserta didik dalam proses pembelajaran; (3) guru semakin lebih baik dalam menyajikan materi ajarnya; (4) guru semakin memperhatikan kaitan antara perkembangan intelektual dan moral; (5) mengadaptasi materi dan metode ajar demi tujuan pendidikan; (6) mengembangkan daya reflektif terkait dengan pengalaman sebagai pendidik, pengajar, dan pendamping.

Bagi siswa (1) membantu peserta didik untuk menjadi manusia bagi sesama; (2) menjadi manusia yang utuh; (3) menjadi manusia yang secara


(51)

intelektual berkompeten, terbuka untuk perkembangan, dan religious; (4) menjadi manusia yang sanggup mencintai dan dicintai; (5) menjadi manusia yang berkomitmen untuk menegakkan keadlilan dan pelayanan pada orang lain.

Dalam tujuan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) diatas, peneliti dapat mengaitkan tujuan peneliti untuk menggunakan model pembelajaran yang inovatif serta membantu guru untuk menggunakan model yang inovatif tidak hanya menggunakan model yang konvensional agar siswa tidak mudah jenuh dan malas ketika mengikuti pembelajaran di kelas, selain itu model pembelajaran yang inovatif misalnya PPR dapat mengajak siswa untuk lebih aktif, kreatif dan belajar untuk mandiri dan lebih baik.

2.1.3.4 Kelebihan dan kekurangan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) Menurut Tim PPR Kanisius (2010) terdapat kelebihan dan kekurangan dalam PPR. Kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah sebagai berikut:

(1) Pemerataan perhatian oleh pendidik kepada setiap pribadi siswa; (2) Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dapat diterapan disemua kurikulum. PPR tidak menuntut tambahan apapun dalam rancangan kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah, selain Model dan cara mengajar;


(52)

(4) Setiap siswa mampu memecahkan permaslahan yang dihadapi serta dapat menemukan solusi atas bimbingan dari pendidik; (5) Memperbaiki kelemahan peserta didik dengan tegas tetapi penuh

cinta kasih;

(6) Menumbuhkan sekaligus menerapkan semangat berbagai dalam proses pembelajaran;

(7) Mencangkup semua aspek yang mendukung proses pembelajaran.

Selain kelebihan, Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) juga memiliki kekurangan dalam penerapannya. Kekurangan PPR yaitu sebagai berikut:

(1) Hambatan pada jumlah siswa yang banyak dikarenakan pendidik kurang dapat memberikan perhatian secara menyeluruh pada setiap siswa. Guru dituntut untuk lebih bersabar dan tidak meilih-milih siswa dalam memberian pehatiannya di dalam kelas.

(2) Tidak mudah menjalankan tugas sebagai pendidik sesuai dengan tujuan PPR yaitu pendidik meruapakan panggilan hidup.

Berdasarkan urian diatas dapat disimpulkan bahwa Paradigma Reflektif adalah suatu model pembelajaran yang menekankan reflektif dalam rangka menemukan nilai-nilai hidup dalam proses pendidikan dan dapat digunakan untuk pijakan hidup. Tujuan PPR dibagi menjadi dua bagian yaitu bagi para pendidik dan bagi siswa. Bagi pendidik diharapkan guru semakin dapat memahami dan mendampingi perkembangan peserta didik selama proses belajar mengajar. Bagi


(53)

siswa diharapkan menjadi manusia secara intelektual berkompeten, terbuka untuk perkembangan, dan religious. Pelaksanaan model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) pun memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Kelebihan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah dapat diterapkan disemua kurikulum dengan menerapkan semangat berbagi dalam proses pembelajaran. Kelemahan Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah kesulitan dalam memberikan perhatian secara menyeluruh kepada setiap siswa. Dengan adanya kelebihan dan kekurangan model Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR), peneliti akan melakukan penerapan model inovatif tersebut di kelas IIB SD Negeri Tlacap untuk memberikan varians dalam mengajar agar siswa lebih bersemangat dan tidak merasa membosankan saat belajar bersama.

2.1.4 Mata pelajaran PKn

Dalam pasal 39 UU No. 20 Tahun 2003 menegaskan bahwa PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar berkenaan dengan hubungan antara warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan belanegara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara. Menurut Soemantri (2001:299) mata pelajaran PKn adalah program pendidikan yang berintikan demokrasi politik yang diperluas dengan sumber-sumber pengetahuan lainnya, pengaruh-pengaruh positif dari pendidikan sekolah, masyarakat dan orang tua, yang kesemuanya itu


(54)

diproses guna melatih para siswa untuk berfikir kritis, analitis, bersikap dan bertindak demokratis dalam mempersiapkan hidup demokratis yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

2.1.4.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan

Menurut Wahab (2011:11) PKn dapat diartikan sebagai mata pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mengembangkan dan melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut diharapkan dapat diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik, baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat, dan makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa.

Menurut Azra (dalam Susanto 2013:226) Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan yang mengkaji dan membahas tentang pemerintahan, konsitusi, lembanga-lembaga demostrasi, HAM, hak dan kewajiban warga Negara serta proses demokrasi.

Sementara menurut Chamim (2004 :42), Pendidikan Kewarganegaraan bagi bangsa Indonesia bearti pendidikan pengetahuan, sikap mental, nilai-nilai dan perilaku yang menjujung tinggi demokrasi sehingga terwujud masyarakat yang demokratis dan mampu menjaga persatuan dan integritas bangsa guna mewujudkan Indonesia yang kuat, sejahtera, serta demokratis.

Menurut Dikti (dalam Subagya, 2008 :4) subtansi kajian Pendidikan Kewarganegaraan mencakup : (1) pengantar, (2) hak asasi manusia, (3) hak dan kewajiban waraga negara, (4) bela negara, (5)


(55)

dekomkasi, (6) wawasan nusantara, (7) ketahanan nasional, (8) politik strategi nasional. Menurut Ariyani dan Susantim (2010:18) kewarganegaraan merupakan materi yang memfokuskan pada pembentukkan diri yang beragam, baik dari segi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa, untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, trampil, dan berkarakter.

Pendidikan Kewarganegaraan di Indonesia bertujuan untuk menjadikan siswa mampu berkembang menjadi pribadi yang cerdas, dan menggunakan kecerdasaannya tersebut untuk memajukan diri sendiri dan lingkungan. Pendidikan kewarganegaraan yang berhasil diterapkan akan mampu untuk mengembangkan sikap mental yang cerdas, penuh tanggung jawab dalam diri siswa. Menurut Sumiati (2008), mengemukakan bahwa tujuan PKn di Indonesia akan tercapai yaitu dengan menanamkan konsep dan nilai yang sudah di anggap baik sebagai titik tolak untuk menumbuhkan warga negara yang baik.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan merupakan suatu pendidikan yang memfokuskan pada pendidikan nilai dan moral, dalam hal ini bertujuan agar anak dapat memahami, menghayati dapat mewujudkan nilai-nilai cinta lingkungan.

2.1.4.2 Ruang Lingkup Pendidikan Kewarganegaraan

Ruang lingkup mata pelajaran PKn menurut KTSP (2006 :271) adalah sebagai berikut:


(56)

a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan. b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan

keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturanperaturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional.

c. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM.

d. Kebutuhan warga negara, mencakup: hidup gotong royong, nilai diri sebagai masyarakat kebebasan berorganisasi, kemerdekaan mengeluarkan pendapat, mengnilaii keputusan bersama, prestasi diri, persamaan kedudukan warga negara.

e. Konstitusi negara, mencakup: proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, hubungan dasar negara dengan konstitusi.

f. Kekuasaan dan politik, mencakup: pemerintahan desa dan kecamatan, pemerintahan daerah dan otonomi, pemerintahan pusat, demokrasi dan sistem politik, budaya demokrasi menuju masyarakat madani, sistem pemerintahan pers dalam masyarakat demokrasi.


(57)

g. Pancasila, mencakup: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideology negara, proses perumusan pancasila sebagai dasar negara, pengamalan nilai pancasila dalam kehidupan sehari hari, pancasila sebagai ideologi terbuka.

h. Globalisasi, mencakup: globalisasi di lingkungannya, politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, hubungan internasional dan organisasi internasional, dan mengevaluasi globalisasi.

2.1.4.3 Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan

Pendidikan Kewarganegaraan memiliki banyak tujuan, seperti yang diungkapkan oleh Mulyasa (dalam Susanto, 2013:231-232) yaitu untuk menjadikan siswa mampu berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menghadapi persoalan yang ada dalam hidup maupun isu-isu kewarganegaraan di negaranya, mampu ikut berpartisipasi dalam segala bidang kegiatan secara aktif dan bertanggungjawab sehingga dapat bertindak secara cerdas dalam semua kegiatan, dan berkembang secara positif dan demokratis sehingga mampu hidup bersama dengan bangsa lain di dunia dan mampu berinteraksi serta mampu memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi dengan baik.

Tujuan pendidikan tersebut seruapa dengan lampiran Permndiknas nomor 22/2006 (dalam Aziz, Supriya, 2011:315) dimana tujuan PKn untuk jenjang SD, SMP, dan SMA tidak berbeda yaitu berorientasi pada perkembangan kemampuan siswa yang disesuaikan dengan tingkat perkemabangan kejiwaan dan intelektual, emosi dan sosial. Secara


(58)

rinci, mata pelajaran PKn bertujuan agar siswa memiliki kemampuan berpikir kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan kemasyarakatan, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi, berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lain, serta mampu berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam peraturan dunia secara langsung dan tidak langsung dengan memanfaatkan tehnologi informasi dan komunikasi.

Menurut KTSP (2006:270), mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar siswa memiliki kemampuan sebagai berikut:

a. Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.

b. Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi.

c. Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.

d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.


(59)

Dari beberapa tujuan menurut para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah membentuk warga negara yang baik yang mana memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, rasional, kreatif, bertanggungjawab, berkembang secara positif dan demokratis, mampu berinteraksi dengan bangsa-bansa lain dalam percaturan dunia baik secara langsung maupun tidak langsung.

2.1.4.4 Fungsi Pendidikan PKn

Aryani (2010) menuturkan fungsi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai wahana atau sarana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan berkarakter, yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD. Menurut PLPG (2016) Kewarganegaraan (PKn) secara kurikuler harus dapat berfungsi sebagai wahana psikologis pedagogis utama dalam mengembangkan dan membentuk warga negara yang diinginkan. Dari beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi Pkn merupakan suatu program pendidikan yang membentuk karakter warga Negara Indonesia menjadi warga Negara yang memiliki nilai dan moral yang luhur, cerdas, terampil dan setia kepada bangsa.


(60)

2.1.4.5Materi PKn Cinta Lingkungan 1. Arti Mencintai Lingkungan

Lingkungan terdiri dari tanah, air, dan udara.ada bermacam tumbuhan dan hewan. Ada makhluk hidup dan benda mati. Semuanya memiliki manfaat bagi kehidupan manusia. Karena itu, kita wajib menjaga dan melestarikan alam sekitar supaya alam tidak cepat rusak dan akhirnya habis atau punah. Jika alam sekitar kita rusak, kita tidak lagi bisa menikmati manfaatnya dan pada akhirnya kita yang rugi.

Memelihara Lingkungan Alam

Lingkungan alam memiliki kekayaan dan kita dapat memanfaatkannya untuk berbagai kepentingan. Namun, kita wajib mempergunakannya secara benar dan hemat. Tujuannya, agar alam tetap lestari dan dapat terus digunakan sampai ke generasi-generasi yang akan datang. Melestarikan lingkungan merupakan tanggung jawab bersama. Berbagai cara dapat kita lakukan dalam pemeliharaan lingkungan alam sekitar. Tumbuhan, binatang, sungai, gunung, laut, danau, dan saluran air dapat kita jaga dengan berbagai cara yang tepat dan benar agar kita dapat memetik manfaatnya di masa yang akan datang.

1. Memelihara lingkungan tumbuh-tumbuhan 2. Memelihara binatang


(61)

Gambar 2.4. Memelihara hewan

diambil darihttps://hadrianusnoi.wordpress.com/about/cinta-lingkungan/

Segala sesuatu yang ada di sekitar kita disebut lingkungan. Lingkungan hidup dapat berupa manusia, hewan dan juga tumbuhan. Dalam bab ini kita akan pelajari pentingnya hewan dan tumbuhan bagi kehidupan kita dan juga cara menjaga kelestariannya.

A. Pentingnya Tumbuhan bagi Kehidupan Kita

Gambar 2.5 memelihara tanaman bersama

diambil darihttps://hadrianusnoi.wordpress.com/about/cinta-lingkungan/

Tanaman yang ada disekitar kita banyak sekali manfaatnya. Pepohonan yang ditanam menghasilkan udara segar. Udara segar dibutuhkan oleh makhluk hidup


(62)

khususnya manusia. Selain itu pepohonan berguna sebagai tanaman peneduh dan juga untuk keindahan. Di pedesaan dan di pegunungan masih banyak tanaman rindang udaranya sangat segar. Pepohonan merupakan penghasil udara segar. Udara segar sangat baik untuk kesehatan.

Ketika kalian berwisata ke daerah pegunungan, kalian rasakan udaranya sangat segar. Di daerah pegunungan tanaman banyak tumbuh di lereng-lereng gunung, di samping berguna sebagai penghasil oksigen, tumbuhan dapat mencegah banjir dan tanah longsor. Mengapa bisa demikian? Akar tumbuhan berguna untuk melindungi tanah pegunungan yang posisinya miring. Kemiringan tanah pegunungan sangat rawan terhadap pengikisan air hujan. Tahukah kalian erosi itu? Erosi adalah terkikisnya tanah oleh air. Gunung yang gundul mudah terkikis air hujan. Air mengalir sangat deras, tidak ada tanaman pelindungnya. Jika hujan turun sangat lebat bisa mengakibatkan banjir daerah di bawahnya. Itulah gunanya hutan.

Gunung yang tumbuhannya masih lebat dapat melindungi tanah di bawahnya permukaan tanah tidak mudah terkikis akar tumbuhan hutan yang lebat dapat menyerap dan menahan air hujan. Air hujan tidak mengalir dengan deras. Daerah di bawahnya selamat dari banjir. Jadi kita harus menjaga kelestarian hutan dengan cara tidak boleh menebang hutan sembarangan karena dapat merugikan banyak orang.


(63)

Selain yang telah dijelaskan di atas, banyak sekali manfaat lain dari tumbuhan yang ada di sekitar kita. Diantaranya adalah kita mengenal banyak jenis tanaman bermanfaat yaitu: (1) Tanaman pertanian contohnya adalah padi, jagung, kacang dan singkong. (2) Tanaman perkebunan contohnya adalah teh, karet, tebu dan kelapa sawit.

B. Pentingnya Hewan bagi Kita

Gambar 2.6. Pentingnya hewan bagi kita

diambil darihttps://hadrianusnoi.wordpress.com/about/cinta-lingkungan/

Sebagian besar hewan dipelihara diambil dagingnya? Daging hewan dapat dimakan. Daging hewan mengandung gizi yang tinggi. Gizi dibutuhkan untuk pertumbuhan. Hewan yang dipelihara untuk diambil dagingnya adalah sapi, kambing, kerbau. Selain diambil dagingnya, banyak hewan yang diternakkan juga dimanfaatkan telurnya, diantaranya adalah ayam, bebek, burung puyuh. Ada juga hewan yang dipelihara untuk diambil tenaganya.

C. Menjaga Kelestarian Alam

Alam adalah ciptaan Allah yang maha kuasa. Alam yang terhampar ini merupakan anugerah yang tidak ternilai nilainya. Alam


(64)

diciptakan Allah untuk kepentingan manusia. Manusia harus dapat menjaga kelestariannya.

1. Menjaga Kelestarian Hutan

Gambar 2.7. Menjaga Kelestarian hutan

diambil darihttps://hadrianusnoi.wordpress.com/about/cinta-lingkungan/

Salah satu manfaat hutan adalah untuk pencegah banjir dan tanah longsor, penghasil kayu untuk bahan bangunan juga tempat hidup berbagai jenis hewan. Hutan sangat berguna bagi kita, oleh karena itu harus dijaga jangan sampai rusak. Jika hutan rusak kita akan rugi. Untuk melestarikan hutan pemerintah melakukan cara cara, diantaranya adalah:

(a) perlindungan terhadap hutan yang rusak,

(b) mengadakan penanaman pohon kembali atau reboisasi, (c) melarang penebangan hutan sembarangan.

Hutan sebagai paru-paru dunia artinya hutan sebagai tempat penghasil udara yang sejuk dan segar (oksigen) yang di hirup oleh manusia dan hewan di seluruh dunia.


(65)

2. Pelestarian Hewan Langka

Gambar 2.8 Pelestarian hewan langka

diambil darihttps://hadrianusnoi.wordpress.com/about/cinta-lingkungan/

Suaka marga satwa adalah tempat untuk melindungi hewan langka. Selain untuk melindungi hewan langka juga untuk melestarikannya karena adanya perburuan liar oleh manusia yang tidak bertanggung jawab.

Hewan langka yang harus dilindungi diantaranya adalah gajah, harimau, rusa, badak dan orang utan. Hewan-hewan tersebut itu adalah binatang langka dan dilindungi. Para pecinta hewan melakukan penangkaran hewan langka tujuannya untuk mengembangbiakkan hewan langka tersebut. Setelah besar dilepaskan kembali di lingkungannya. Di Indonesia banyak taman marga satwa untuk melestarikan sekaligus sebagai tempat wisata.


(66)

2.2 Hasil Penelitian Yang Relevan

Dalam penelitian ini, peneliti berpegangan pada beberapa penelitian yang sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti lain dengan maksud untuk memperkuat argument peneliti dalam penelitian ini.

2.2.1 Penelitian yang pertama adalah penelitian yang dilakukan oleh Huminata, E.W.S pada tahun (2013) yang berjudul Persepsi Siswa Kelas VIII SMP Stella Duce 1 Yogyakarta Mengenai Keberhasilannya dalam Melaksanakan Tugas Perkembangan dan Implikasinya Terhadap Topik-topik Bimbingan Klasikal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 32 siswa (14%) berpendapat bahwa sangat berhasil dalam melaksankan tugas perkembangannya, 129 siswa (56%) berpendapat bahwa berhasil dalam melaksankan tugas perkembangannya, 63 siswa (28%) berpendapat bahwa cukup berhasil dalam melaksanakan tugas perkemangannya, 6 siswa (3%) berpendapat bahwa kurang berhasil dalam melaksanakan tugas perkembangannya, dan 1 siswa (0,4%) berpendapat bahwa tidak berhasil dalam melaksanakan tugas perkembangannya.

2.2.2 Penelitian yang ketiga oleh Setyawan.S, pada tahun (2016) yang berjudul

Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Perilaku Guru Sesuai Kompetensi Inti-2 Dan Nilai Afektif di SMP N 2 Pakem Yogyakarta. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa guru berperilaku sesuai dengan kompetensi inti-2 sebagai (1) rata-rata frekuensi aspek jujur untuk

jawaban “jujur” 46%,”sering” 27%, “kadang-kadang” 20% dan “tidak

pernah”7%, (2) rata frekuensi aspek disiplin untuk jawaban “selalu” 53%,”sering” 28%, “kadang-kadang” 17% dan “tidak pernah” 1%, (3) rata -rata frekuensi aspek tangung jawab untuk jawaban “selalu” 50%, “sering”


(67)

30%, “kadang-kadang “18% dan “tidak pernah” 2%, (4) rata-rata frekuensi aspek toleransi untuk jawaban “selalu” 32%, “sering” 38%, “kadang-kadang” 23% dan “tidak pernah” 7%, (5) rata-rata frekuensi aspek gotong royong untuk jawaban “selalu” 49%, “sering” 33%, “kadang-kadang” 17% dan “tidak pernah” 2%, (6) rata-rata frekuensi aspek sopan santun untuk jawaban “selalu” 66%,”sering” 27%, “kadang-kadang” 7% dan “tidak pernah” 0%, dan (7) rata -rata frekuensi aspek percaya diri untuk jawaban “selalu” 54%, sering” 34%, “kadang-kadang” 12% dan “tidak pernah” 1%.

2.2.3 Penelitian yang kedua oleh Sumari, pada tahun (2010) yang berjudul

Hubungan antara Prestasi Pendidikan Agama Islam Terhadap Sikap Keberagamaan Siswa di SD Negeri Canggal Kecamatan Candiroto Kabupaten Temanggung Tahun 2009/2010. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Saltiga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang positif dalam sikap keberagamaan terhadap nilai prestasi belajar pendidikan agama Islam, semakin aktif atau giatnya sikap kebergamaan siswa semakin meningkat pula prestasi belajar siswa SD Negeri Canggal ditolak berdasarkan nilai rxy mempunyai nilai observasi 0,000 jika dikonfermasi dengan 1% maupun 5% dari r (product moment) lebih kecil sehingga hipotesanya ditolak.

Dari beberapa masalah tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa dalam keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan dan implikasi melalui topik-topik bimbingan klasikal. Serta hubungan persepsi siswa guru dalam berperilaku sesuai dengan kompetensi inti-2 dalam proses pembelajaran dengan pada aspek jujur, disiplin, tanggung jawab, toleransi, gotong royong,


(68)

sopan santun dan percaya diri. Dan hubungan prestasi pendidikan agama Islam terhadap sikap keberagaman siswa SD Negeri Canggal terdapat pengaruh yang positif dalam sikap keberagamaan terhadap nilai prestasi belajar pendidikan agama Islam, semakin aktif atau giatnya sikap kebergamaan siswa semakin meningkat pula prestasi belajar siswanya.

Tetapi penelitian-penelitian sebelumnya belum banyak menelti mengenai Hubungan Persepsi Siswa Kelas II terhadap model pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) dengan Sikap Siswa pada mata pelajaran PKn materi Cinta Lingkungan di Sekolah Dasar.


(1)

Penilaian Conscience

Indikator 2.2.5 Menunjukkan sikap memelihara lingkungan alam tumbuhan dan hewan di rumah dan di sekolah (Afektif)

Teknik Penilaian Penilaian diri Instrumen Tugas

Berilah tanda cek (√) sesuai dengan kenyataan yang ada pada dirimu!

Format Penilaian Diri

Nama siswa: ……….. Kelas/ No.Absen:…../……

Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom Skor Sikap yang sesuai dengan dirimu!

No Aspek Penilaian Ya Tidak

Sikap bertanggung jawab

1 Saya memiliki tanggung jawab dalam memilihara lingkungan

2 Saya memiliki kemauan untuk bertanggung jawab dalam memilihara lingkungan

3 Saya bertanggung jawab dalam menjaga lingkungan alam dunia tumbuhan dan hewan di sekolah.

4 Saya bertanggung jawab dalam memilihara lingkungan alam sekitar rumah

Keterangan:

Jawaban “ya” = skor 1, jawaban “tidak” = skor 0 Pedoman Pensekoran Kriteria Baik sekali 4 Baik 3 Cukup 2 Kurang 1 Sikap bertanggung jawab Memenuhi 4 aspek penilaian Memenuhi 3 aspek penilaian Memenuhi 2 aspek penilaian Memenuhi 1 aspek penilaian


(2)

Penilaian Compassion

Indikator 2.2.6 Mengnilaii pendapat teman yang mengutarakan pendapatnya (Afektif)

Teknik Penilaian Penilaian diri Instrumen Tugas

Berilah tanda cek (√) sesuai dengan kenyataan yang ada pada dirimu! Format Penilaian Diri

Nama siswa: ……….. Kelas/ No.Absen:…../……

Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom Skor Sikap yang sesuai dengan dirimu!

No Aspek Penilaian Ya Tidak

Sikap mengnilaii pendapat

1 Saya mengnilaii seluruh anggota kelompok dalam mengerjakan tugas 2 Saya mengnilaii teman kelompok yang mempunyai pendapat.

3 Saya menerima masukan dari teman kelompok.

4 Saya tidak memaksakan pendapat saya dengan kelompok.

Keterangan:

Jawaban “ya” = skor 1, jawaban “tidak” = skor 0 Pedoman Pensekoran Kriteria Baik sekali 4 Baik 3 Cukup 2 Kurang 1 Sikap mengnilaii pendapat Memenuhi 4 aspek penilaian Memenuhi 3 aspek penilaian Memenuhi 2 aspek penilaian Memenuhi 1 aspek penilaian


(3)

Lampiran Bacaan

Memelihara Kebersihan di Lingkungan Sekitar

Sandi, Anto, dan Heru adalah tiga orang siswa SD Negeri 1 Cisadap yang telah berteman sejak mereka PAUD. Ketiga siswa ini sangat gemar membersihkan lingkungan sekolah. Tidak heran apabila Bapak/Ibu guru di sekolah menjadikan mereka sebagai suri tauladan bagi siswa-siswa lain karena keuletan mereka bertiga terhadap kepedulian mereka menjaga lingkungan sekitar terutama lingkungan sekolah.

Suatu hari, mereka bertiga sedang bermain bersama di pinggir sungai setelah pulang sekolah. Mereka bermain bersama sambil memancing ikan untuk di bakar atau di goreng yang kemudian di jadikan lauk untuk makan siang mereka. Ukuran sungai yang tidak terlalu besar, memudahkan mereka berjaan dari bagian ujung ke ujung sungai untuk memancing ikan. Selama mereka berjalan mengelilingi sungai, mereka menjumpai banyak sekali sampah di sungai, mulai dari plastik, botol bekas, dan lain-lain.

Setelah kelelahan, mereka beristirahat di bawah pohon besar pinggir sungai. Sandi pun bertanya kepada Anto tentang sampah yang banyak mereka jumpai di pinggir sungai. Mereka pun teringat pada pelajaran PLH yang mereka terima dari guru ketika di sekolah tadi tentang bencana alam, bahwa sampah yang menumpuk di sungai dapat mengakibatkan banjir saat musim hujan tiba nanti.

Keesokan harinya ketika pagi Sandi, Anto, dan Heru pergi ke ruang guru. Mereka menemui Pak Amir, wali kelas mereka. Heru menceritakan kepada Pak Amir terhadap masalah yang mereka temui kemarin siang yaitu banyaknya sampah yang menumpuk di sungai, cerita Heru pun di timpali dan di lengkapi oleh Sandi dan Anto. Mereka memberikan usul kepada Pak Amir untuk mengadakan acara membersihkan sungai pada saat bersih-bersih lingkungan sekolah yang rutin diadakan setiap hari jum‟at oleh semua warga sekolah setiap


(4)

kembali kepada seluruh warga sekolah. Alhamdulillah usulan mereka pun di tanggapinya dengan positif oleh semua warga sekolah.

Akhirnya, hari jum‟at pun tiba, dimana acara membersihkan sungai itu akan dilaksanakan. Pada pagi hari, Bapak kepala sekolah memberikan arahan kepada semua siswa tentang pentingnya sungai yang bersih. Kepala sekolah juga meminta kepada semua siswa untuk membersihkan sungai dengan sungguh-sungguh. Tak lupa kepala sekolah menyampaikan hal-hal yang tidak boleh di lakukan selama acara membersihkan sungai berlangsung. Setelah selesai acara pengarahan, dengan berbondong-bondong dengan di dampingi oleh wali kelas masing-masing, para siswa menuju ke sungai yang lokasinya tidak jauh dari sekolah.

Sesampainya di tepi sungai, wali kelas membagi siswa ke dalam beberapa kelompok dimana setiap kelompok terdiri dari 5 orang dan 1 orang menjadi ketua kelompok. Acara bersih-bersih sungai berlangsung selama 2 jam. Setelah acara bersih-bersih sungai selesai, tampak beberapa tumpukkan sampah yang berhasil dikumpulkan oleh para siswa. Sampah pun di angkut oleh petugas Bank Sampah Kab.Ciamis. Sungai pun kini tampak bersih. Kepala sekolah menjelaskan tentang arti pentingnya kebersihan sungai agar masyarakat di sekitar terbebas dari banjir saat musim hujan tiba.Oleh karena itu, kita harus selalu menjaga kebersihan lingkungan sekitar kita termasuk kebersihan sungai agar terhindar dari bahaya banjir.

Pertanyaan

1. Menurut kalian bagaimana sikap Sandi, Anto dan Heru dalam bacaan ? 2. Mengapa Sandi, Anto dan Heru dinobatkan sebagai murid teladan ? 3. Siapakah yang memberi usul untuk membersihkan sungai ?

4. Kegiatan apa sajakah yang dilakukan warga sekolah di dalam bacaan ? 5. Jelaskan mengapa kita harus menjaga kebersihan lingkungan !


(5)

BIODATA PENELITI

Oktavika Utami Handayani lahir di Sleman, 01 Oktober 1994. Peneliti telah menempuh jenjang pendidikan formal pada tahun 199-2001 di TK Citra Sakti. Kemudian peneliti melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Dasar pada tahun 2001-2007 di SD Negeri Pusmalang. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Dasar, peneliti melanjutkan ke jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada tahun 2007-2010 di SMP Negeri 3 Pakem. Peneliti melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di SMK Sanjaya Pakem pada tahun 2010-2013. Pada tahun 2013 peneliti menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma pada Program Pendidikan Guru Sekolah Dasar. Semasa menempuh pendidikan di Universitas Sanata Dharma peneliti pernah mengikuti berbagai kegiatan diantaranya: Pelatihan Pengembangan Kepribadian Mahasiswa I, Pelatihan Pengembangan Kepribadian II, English Club, Kursus Mahir Dasar, Inisiasi Mahasiswa Keguruan, Week End Moral, kepanitiaan dalam acara Parade Gamelan Anak 2014 se-Yogyakarta dan Jawa Tengah, keordinator kegiatan kampus “Malam kreativitas”.


(6)