BENTUK DAN NILAI BUDAYA TRADISI MASO MATA RUMAH PADA MASYARAKAT DESA RUMAHKAY KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT.
BENTUK DAN NILAI BUDAYA TRADISI MASO MATA RUMAH PADA MASYARAKAT DESA RUMAHKAY
KECAMATAN KAIRATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT
TESIS
diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Elsa Latupeirissa NIM 1102590
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG
(2)
Bentuk dan Nilai Budaya Tradisi Maso Mata Rumah
pada Masyarakat
Desa Rumahkay Kecamatan Kairatu
Kabupaten Seram Bagian Barat
Oleh
Elsa Latupeirissa
S.Pd UPI Bandung, 2013
Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
© Elsa Latupeirissa 2013
Universitas Pendidikan Indonesia
Juli 2013
Hak Cipta dilindungi undang-undang.
Tesis ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian,
(3)
LEMBAR PERSETUJUAN
Disetujui oleh:
Pembimbing I,
Prof. Dr. H. Yus Rusyana
Pembimbing II,
Dr. Hj. Vismaia S. Damaianti, M. Pd. NIP. 19670415 199203 2 001
(4)
LEMBAR PENGESAHAN
Diketahui dan disahkan oleh:
Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia,
Dr. Sumiyadi, M. Hum. NIP. 196603201991031004
(5)
ABSTRAK
Tradisi Maso Mata Rumah merupakan sebuah tradisi yang telah dilaksanakan berpuluh-puluh tahun lamanya, diwariskan dari generasi ke generasi berikutnya yang merujuk pada suatu budaya adat perkawinan dan lebih difokuskan pada proses menerima pengantin perempuan masuk ke mata rumah (rumah tua) pengantin laki-laki. Tradisi ini umumnya dimiliki oleh semua desa di Maluku. Walaupun kadang-kadang namanya agak berbeda, tetapi merujuk pada suatu maksud yang sama, yaitu memasukan pengantin perempuan ke mata rumah pengantin laki-laki. Warisan para leluhur yang telah ada perlu dibina dan dilestarikan sebagai bentuk kekayaan khazanah budaya, warisan ini tidak boleh punah karena di dalamnya ada unsur pendidikan dalam membentuk karakter masyarakat pendukungnya.
Teori yang digunakan untuk menganalisis data berkaitan dengan teori dari Hutomo, Danandjaja, dan Walgito tentang tradisi lisan, sastra lisan, adat perkawinan, nilai budaya serta hakekat keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif karena menggambarkan tentang fenomena masyarakat Rumahkay mengenai tradisi Maso Mata Rumah. Tahapan demi tahapan diteliti secara cermat mulai dari tahap persiapan, sampai pada pelaksanaan tradisi tersebut.
Teknik pengumpulan data lebih banyak menggunakan observasi mengenai tradisi tersebut, serta wawancara dengan tokoh masyarakat, tua-tua adat, dan masyarakat untuk memperoleh informasi sesuai dengan tujuan yang akan dicapai. Catatan lapangan juga diperlukan untuk mencatat hal-hal yang dianggap penting dan perlu dalam mendukung penelitian tersebut. Sumber data utama ialah pemerintah desa, tua adat yang memimpin atau lebih memahami tradisi Maso Mata Rumah ini, dan masyarakat biasa untuk mengetahui fungsi dan nilai tradisi ini dalam kehidupan masyarakat.
Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa tradisi Maso Mata Rumah merupakan bentuk tradisi lisan setengah verbal yaitu mengenai upacara perkawinan. Pesan yang disampaikan lebih banyak mengarah kepada sikap untuk saling menghormati, serta memiliki banyak nilai budaya yang bisa membangun karakter masyarakat desa Rumahkay. Nilai-nilai ini lebih merujuk pada kehidupan kekeluargaan yang saling menghormati, saling melayani, yang membentuk sebuah persekutuan persaudaraan yang kuat serta pengharapan akan masa depan yang lebih baik. Tak lupa juga keyakinan bahwa Tuhan itu ada dan kewajiban sebagai pemeluknya untuk beribadah dengan tulus dan ikhlas juga nampak dalam tradisi ini. Dengan demikian tradisi ini perlu untuk dipertahankan dan dilestarikan sebagai sebuah kebudayaan yang hidup dalam masyarakat pendukungnya, melalui model pendokumentasian dalam bentuk buku, penyuluhuna tentang pentingnya tradisi, serta pembinaan kelompok PKK dalam pengelolaan sumberdaya pekarangan berbasis masyarakat yang di dalamnya terdapat pengembangan bahasa daerah Rumahkay
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ………. iv
KATA PENGANTAR ……… vi
DAFTAR ISI ……… viii
DAFTAR TABEL ……… xiii
DAFTAR BAGAN ………. xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ……….. 1
1.2 Identifikasi Masalah ……….. 3
1.3 Rumusan Masalah ……….. 4
1.4 Tujuan Penelitian ……….. 4
1.5 Manfaat Penelitian …………..……….. 5
1.6 Defenisi Variabel ……….. 5
1.7 Asumsi Penelitian ……….. 6
BAB II TRADISI LISAN, NILAI BUDAYA, ADAT PERKAWINAN DAN HAKIKAT KELUARGA 2.1 Tradisi Lisan ………..……….. 8
2.1.1 Jenis-Jenis Tradisi Lisan ……….. 9
2.1.2 Pesan dalam Tradisi Lisan …..……… 12
2.1.3 Fungsi Tradisi Lisan ……..……….. 12
2.2 Sastra Lisan ……….… 13
2.2.1 Ciri-Ciri Sastra Lisan ………..……….. 14
2.3 Karya Sastra ………..……….. 15
2.4 Nilai Budaya ……….……….. 16
(7)
Halaman
2.4.2 Kebudayaan ………..……….. 17
2.4.3 Nilai Budaya ……….……….. 20
2.5 Hakikat Bahasa ………..……….. 22
2.5.1 Aspek Bahasa ……….. 24
2.5.2 Fungsi Bahasa ………..……….. 25
2.5.3 Ragam Bahasa ………..……….. 26
2.5.4 Semantik ……… 27
2.5.5 Makna dalam Kata ………. 28
2.6 Jenis Kata ……….. 31
2.7 Konsep Drama Sebagai Sebuah Karya Sastra ………... 33
2.8 Adat Perkawinan …………..……….. 34
2.8.1 Pengertian Perkawinan ……… 35
2.8.2 Tujuan Perkawinan ……… 36
2.8.3 Latar Belakang Perkawinan …...………... 36
2.8.4 Umur yang Ideal dalam Perkawinan ………. 38
2.9 Hakikat Keluarga ……… 39
2.9.1 Pengertian Keluarga ……… 39
2.9.2 Hubungan Antara Suami Istri ………. 40
2.10 Kehidupan Keluarga ………. 41
2.11 Peran Wanita ……….………. 43
2.12 Etnografi ………. 44
2.13 Kedwibahsaan ……… 45
2.14 Model Pelestarian ……….. 47
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian ………….……….. 48
(8)
Halaman
3.3 Instrumen Penelitian ……….……….. 49
3.4 Langkah-Langkah Penelitian ……….. 59
3.5 Informan Penelitian ……….. 62
3.6 Data dan Sumber Data ……….. 62
3.7 Analisis Data ……….. 63
BAB IV DESKRIPSI, HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BENTUK PESAN, FUNGSI, DAN NILAI BUDAYA TRADISI MASO MATA RUMAH PADA MASYARKAT RUMAHKAY 4.1 Deskripsi Data dan Analisis Data ….……… 70
4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 71
4.1.2 Religi dan Upacara Keagamaan ………..….……… 72
4.1.3 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan …..……… 73
4.1.4 Tingkat Pendidikan ……….. 76
4.1.5 Bahasa …………...……….…. 76
4.1.6 Sistem Mata Pencaharian ………... 77
4.1.7 Sistem Teknologi dan Peralatan ……….... 77
4.2 Masyarakat Rumahkay dan Pelaksanaan Tradisi Maso Mata Rumah….. 78
4.2.1 Pra Pelaksanaan Tradisi Maso Mata Rumah …………….….. 78
4.2.2 Pelaksanaan Tradisi Maso Mata Rumah ….……….…. 94
4.3 Hasil Analisis ………... 176
4.3.1 Aspek Bentuk ………..……….. 160
4.3.2 Aspek Pesan ……….. 190
4.3.3 Aspek Fungsi ………..……….. 191
4.3.4 Aspek Nilai Budaya …….………. 194
(9)
Halaman
BAB V MODEL PELESTARIAN...……… 206
5.1 Model Pendokumentasian dalam Bentuk Buku 5.1.1 Dasar Pemikiran ………...………. 206
5.1.2 Dasar Kebudayaan …..……… 207
5.1.3 Latar Belakang Filosofi ………. 208
5.1.4 Latar Belakang Estetika ……..……… 209
5.1.5 Latar Belakang Budaya ……..……… 209
5.1.6 Model Pengembangannya ……..………. 210
5.1.7 Dampak yang Diharapkan …….……… 211
5.2 Model Pelestarian dalam Bentuk Penyuluhan 5.2.1 Dasar Pemikiran ……..……… 212
5.2.2 Latar Belakang Filosofis ……..………... 213
5.2.3 Latar Belakang Estetika ……..……… 213
5.2.4 Latar Belakang Budaya …….……… 214
5.2.5 Dampak yang Diharapkan ……….. … 221
5.3 Model Pelestarian Pembinaan Kelompok PKK dalam Pengelolaan Sumberdaya Pekarangan Berbasis Masyarakat dan Pengembangan Bahasa Daerah……….… 221
5.3.1 Latar Belakang ………... 221
5.3.2 Tujuan Pelaksanaan ……… 223
5.3.3 Sasaran Pelaksanaan ……….. 224
5.3.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ……….….. 225
5.3.5 Pelaksanaan Kegiatan ………. 225
5.3.6 Pelestarian Bahasa Daerah Rumahkay ……….. 227
(10)
Halaman BAB VI SIMPULAN DAN SARAN
6.1. Simpulan……….. 234
6.1.1 Gambaran Bentuk Tradisi …….………...……….. 234
6.1.2 Gambaran Penyampaian Pesan dalam Tradisi ……..………..…. 236
6.1.3 Gambaran Fungsi dalam Tradisi ……..………. 237
6.1.4 Gambaran Nilai Budaya dalam Tradisi ….……….… 238
6.2 Saran……… 239
DAFTAR PUSTAKA ………..……….… 240
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……….. 244
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Tabel 1. Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Bentuk Tradisi………. 41
2. Tabel 2. Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Pesan Tradisi……….... 44
3. Tabel 3. Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Fungsi Tradisi……….. 45
4. Tabel 4. Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Nilai Budaya ………… 47
5. Tabel 5. Langkah-Langkah Penelitian………... 51
6. Tabel 6. Kisi-Kisi Pedoman Analisis ………... 54
7. Tabel 7. Pedoman Analisis Bentuk Tradisi ……… 56
8. Tabel 8. Pedoman Analisis Pesan Tradisi.……….. 58
9. Tabel 9. Pedoman Analisis Fungsi Tradisi ………. 58
10. Tabel 10 Pedoman Analisis Nilai Budaya Tradisi ………. 59
11. Tabel 11 Tim Penggerak PKK Negeri Rumahkay ………. 66
12 Tabel 12 Klasfikasi Masyarakat Berdasarkan Tingkat Pendidikan …………. 67
13. Tabel 13 Klasifikasi Mata Pencaharian Masyarakat Rumahkay ………… 68
14. Tabel 14 Kesimpulan Hasil Analisis Tindakan saat Pelamaran………. 167
15. Tabel 15 Kesimpulan Hasil Analsis Tindakan di Rumah Perempuan……… 168
16. Tabel 16 Kesimpulan Hasil Analisis Tindakan di Rumah Laki-laki………… 169
17. Tabel 17 Kesimpulan Hasil Analisis Peralatan ………... 170
18. Tabel 18 Kesimpulan Hasil Analisis Fungsi Tradisi ……….. 175
19. Tabel 19 Kesimpulan Hasil Analisis Nilai Budaya ……… 177
(12)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian
Sastra merupakan suatu bagian dari kebudayaan. Bila kita mengkaji sastra maka kita akan dapat menggali berbagai kebudayaan yang ada. Di Indonesia banyak sekali kebudayaan yang mungkin belum sempat digali, ini berarti bahwa masyarakat masih belum menaruh perhatiannya kepada kebudayaan negerinya sendiri. Kesadaran akan berbagai kebudayaan yang dimiliki perlu dipupuk pada setiap generasi agar kebudayaan tersebut jangan sampai punah.
Hubungan antara kebudayaan dan masyarakat sangat erat karena kebudayaan itu sendiri adalah cara suatu kumpulan manusia atau masyarakat mengadakan sistem nilai yaitu berupa aturan-aturan yang menentukan sesuatu benda atau perbuatan lebih tinggi nilainya, lebih dikehendaki dari yang lain (Semi, 1984:54). Kebudayaan tentulah tidak akan terlepas dari sastra, begitu juga sebaliknya, sastra akan maju bila ditunjang oleh kebudayaan yang kuat dan mengakar di kalangan masyarakat kita, keduanya saling mendukung.
Di Indonesia, khususnya dalam dunia kesusasteraan kita mengenal istilah sastra lisan dan sastra tulis. Sastra lisan merupakan bagian yang tidak dapat dilepaspisahkan dari sastra tulis. Sebelum munculnya sastra tulis, sastra lisan telah berperan dalam membentuk apresiasi sastra masyarakat, sehingga sastra lisan dan sastra tulis hidup berdampingan. Dikatakan sastra lisan karena sastra tersebut dituturkan secara lisan dari mulut ke mulut, dari satu generasi ke generasi berikutnya dengan menggunakan bahasa lisan tanpa naskah.
Masyarakat Indonesia menghadapi dua fenomena budaya yang saling berdampingan dan bersinggungan, yaitu kebudayaan lisan-tradisional-kesukuan dan
(13)
kebudayaan tumodern-nasional (Taum, 2011:1). Kehidupan kebudayaan lisan-tradisional suku-suku bangsa di Indonesia beserta khzanah bahasa dan sastranya masih merupakan fenomena yang hidup. Masyarakat tradisional, khususnya yang hidup di pedesaan masih memiliki khazanah sastra lisan yang masih kental dalam berbagai kegiatan ritual dan pertemuan-pertemuan khusus. Akan tetapi, tidaklah banyak yang menaruh perhatiannya bagi tradisi-tradisi seperti ini, sehingga lama-kelamaan akan pudar dan mungkin saja para generasi berikutnya tidak akan peduli lagi terhadap tradisi-tradisi ini yang sebenarnya merupakan suatu kearifan lokal. Apabila di daerah-daerah pedesaan penguasaan khzanah-khazanah sastra lisan dan tradisional masih dianggap sebagai tolok ukur kepandaian dan tinggginya kedudukan sosial seseorang di dalam masyarakat, maka di wilayah perkotaan teristimewa di kalangan kaum terpelajar, mendengarkan sastra lisan dari daerahnya sendiri sudah dianggap ketinggalan zaman atau dianggap kuno.
Berbicara tentang adat istiadat di daerah Maluku, sebenarnya merupakan suatu hal yang sangat menarik karena banyak budaya yang dimiliki yang mungkin saja tidak dimiliki oleh daerah lain. Tradisi Maso Mata Rumah merupakan sebuah tradisi yang telah dilaksanakan berpuluh-puluh tahun lamanya yang telah diwariskan dari generasi ke generasi. Tradisi ini merujuk kepada suatu budaya perkwainan yang diadakan atau dilakukan untuk menerima pengantin perempuan masuk ke dalam mata rumah (rumah tua) dari pengantin laki-laki. Tradisi Maso Mata Rumah ini pada umumnya dimiliki oleh semua desa (kampung) di Maluku. Walaupun kadang-kadang namanya agak berbeda, tetapi merujuk pada maksud yang sama yaitu memasukan pengantin perempuan ke mata rumah pengantin laki-laki (masuk rumah tua). Kadang juga tahapan-tahapan dalam ritual ini juga berbeda sesuai dengan tradisi dari masing-masing desa (kampung).
Dalam perkembangan zaman yang semakin modern ini, upacara tradisional sebagai warisan budaya leluhur boleh dikatakan masih memegang peranan penting dalam kehidupan bermasyarakat. Kita menyadari bahwa upacara tradisional di
(14)
pendukungnya. Lagi pula upacara-upacara ini mengandung unsur nilai-nilai budaya yang ditanamkan oleh para leluhur kita kepada generasi penerusnya. Dengan ditanamkan seawal mungkin akan semakin memperkokoh kepribadian masyarakat pendukungnya sehingga ada alasan tertentu untuk melestarikannya.
Kekayaan warisan budaya, yang diinventarisasikan dan didokumentasikan secara baik akan sangat besar gunanya bagi pembinaan bangsa, negara dan warga negara. Adat Upacara perkawinan pada saat ini, terlihat seperti kurang dikenal dan dihayati oleh generasi muda. Penelitian ini bertujuan pula untuk memperkenalkan adat dan upacara perkawinan agar dapat dihayati dan diamalkan sehingga pada akhirnya akan membangkitkan kebanggaan nasional pada generasi muda terhadap kebudayaan bangsa sendiri.
Warisan para leluhur yang telah ada perlu dibina dan dilestarikan sebagai bentuk kekayaan khazanah budaya. Warisan ini tidak boleh pudar atau bahkan punah begitu saja karena warisan ini sebagai sarana untuk menyampaikan pesan nilai budaya yang di dalamnya ada unsur pendidikan dalam membentuk karakter masyarakat yang perlu dijaga dan dilestarikan. Berdasarkan latar belakang masalah penelitian tersebut maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang bentuk dan nilai budaya tradisi Maso Mata Rumah pada Masyarakat Desa Rumahkay Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat.
1.2 Identifikasi Masalah Penelitian
Dengan mengenal budaya daerah, maka kita akan memahami pula kebudayaan itu. Salah satu cara yang dipakai untuk mempelajari dan mengenal budaya daerah yaitu dengan mempelajari tradisi Maso Mata Rumah dalam masyarakat sekitar kita. Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka untuk lebih bermafaat, penelitian ini akan difokuskan pada:
(15)
1. bentuk tradisi Maso Mata Rumah;
2. pengungkapan pesan dalam tradisi Maso Mata Rumah; 3. fungsi dari tradisi Maso Mata Rumah;
4. nilai-nilai budaya yang terdapat dalam tradisi Maso Mata Rumah.
1.3 Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut maka permasalahan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana bentuk pelaksanaan tradisi Maso Mata Rumah pada masyarakat desa Rumahkay Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat?
2. Adakah pesan yang disampaikan dalam ritual tersebut?
3. Apakah fungsi tradisi Maso Mata Rumah bagi masyarakat desa Rumahkay Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat?
4. Nilai-nilai budaya apa saja yang ada dalam tradisi Maso Mata Rumah pada masyarakat desa Rumahkay Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat?
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti dalam penelitian ini adalah:
1. mendeskripsikan bentuk tradisi atau ritual Maso Mata Rumah pada masyarakat desa Rumahkay Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat;
2. mendeskripsikan pesan dalam ritual tradisi Maso Mata Rumah;
3. mendeskripsikan fungsi tradisi dalam masyarakat desa Rumahkay Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat;
(16)
4. mendeskripsikan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Maso Mata Rumah pada masyarakat desa Rumahkay Kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi :
1. peneliti dan peminat kajian tradisi lisan untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang budaya-budaya yang ada di Indonesia khususnya di daerah Maluku tentang adanya tradisi Maso Mata Rumah;
2. generasi muda, khususnya anak cucu masyarakat desa Rumahkay dalam menambah pemahaman terhadap tradisi Maso Mata Rumah dan dapat membangkitkan minat untuk memelihara serta melestarikan budaya daerah sebagai suatu kearifan lokal;
3. bagi pemerintah desa Rumahkay dan pemerintah daerah Provinsi Maluku, sebagai bahan referensi dan informasi tambahan dalam mengungkapkan kekayaan budaya masyarakat Maluku.
1.6 Definisi Variabel
Untuk lebih operasional, maka dalam penelitian ini peneliti mendefinisikan beberapa istilah sebagai berikut.
1. Bentuk Tradisi
Merupakan sebuah gambaran, sistem atau susunan, wujud yang ditampilkan dalam sebuah tradisi atau adat kebiasaan yang turun temurun dari satu generasi
(17)
ke genarsi berikutnya, yang dapat dilihat dari segi latar, bahasa, pelaku, tindakan, serta alat atau benda yang dipakai.
2. Nilai Budaya dalam tradisi Maso Mata Rumah
Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Maso Mata Rumah yang bisa dijadikan sebagai pedoman hidup masyarakat Rumahkay yang meliputi nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan, dalam hubungan manusia dengan sesamnya, dalam hubungan manusia dengan karyanya, dalam hubungan manusia dengan ruang dan waktu, serta dalam hubungan antara manusia dengan alam.
3. Tradisi Maso Mata Rumah
Merupakan sebuah tradisi perkawinan adat yang dilakukan untuk menerima pengantin perempuan masuk dalam persekutuan mata rumah (rumah tua) pengantin laki-laki pada masyarakat desa Rumahkay.
4. Desa Rumahkay
Sebuah desa adat berada di pesisir pantai Pulau Seram kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat.
1.7 Asumsi Penelitian
Asumsi yang peneliti gunakan sebagai pedoman dalam penelitian adalah sebagai berikut.
1. Tradisi Maso Mata Rumah merupakan salah satu aset budaya yang turut memperkaya kebudayaan daerah dan kebudayaan nasional.
(18)
2. Dalam ritual Tradisi Maso Mata Rumah terdapat pesan yang dititipkan oleh para leluhur pada generasi penerusnya.
3. Tradisi Maso Mata Rumah memiliki fungsi yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat.
4. Tradisi Maso Mata Rumah memiliki nilai-nilai budaya dalam membentuk karakter masyarakat dan hal ini perlu dibangun serta dikembangkan.
(19)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan Etnografi. Peneliti ingin menggambarkan tentang fenomena masyarakat Rumahkay mengenai tradisi Maso Mata Rumah, pesan yang disampaikan lewat ritual tersebut, dan fungsi serta nilai yang terkandung di dalamnya. Tahapan demi tahapan akan diteliti secara cermat mulai dari tahap persiapan, sampai pada pelaksanan ritual tersebut.
Koentjaraningrat (2009:329) melihat penelitian kualitatif ini sebagai penelitian yang bersifat etnografi yaitu suatu deskripsi mengenai kebudayaan suatu bangsa dengan pendekatan antropologi. Hal inipun dibenarkan oleh Fathoni (2005:98) karena bahan mengenai kesatuan kebudayaan suku bangsa di suatu komunitas dari suatu daerah tertentu menjadi pokok deskripsi sebuah karangan etnografi, maka dibagi ke dalam bab-bab tentang unsur-unsur kebudayaan menurut suatu tata urut yang sudah baku. Susunan tata urut tersebut sebagai kerangka etnografi.
Dalam penelitian ini peneliti langsung berinteraksi dengan masyarakat desa Rumahkay setempat sehingga segala permasalahan yang terkait dengan budaya masyarakat setempat dapat diketahui, dipahami oleh peneliti secara jelas.
Desain penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dihasilkan data deskriptif dan analisa serta interpretasi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.
(20)
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan di dalam “natural setting” (kondisi yang alamiah), sumber data primer, dan teknik pengumpulan data lebih banyak kepada observasi pada tradisi Maso Mata Rumah serta mengamati tahapan-tahapan yang dilalui, wawancara mendalam dengan tokoh masyarakat, tua-tua adat, dan masyarakat tentang ritua-tual untuk memperoleh informasi tentang bentuk, pesan, fungsi, dan nilai budaya dari tradisi Maso Mata Rumah tersebut, dan dokumentasi.
3.3 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen adalah peneliti sendiri dan memegang peranan penting sebagai pengamat penuh. Moleong (2000:19) mengemukakan kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif cukup rumit. Peneliti sekaligus sebagai perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir data, dan akhirnya sebagai pelapor hasil penelitian. Di samping peneliti melakukan hal tersebut, peneliti juga menggunakan :
1. Observasi Mendalam
Observasi dilakukan secara mendalam untuk melihat bentuk dan nilai budaya dari tradisi Maso Mata Rumah. Untuk bentuk tradisi akan dilihat pada ritual yang berlangsung yang dinyatakan dalam setiap bentuk ekspresi dari perasaan, pikiran, sikap, dan tindakan berdasarkan syarat-syarat dan rukun perbuatan atau tindakan tertentu yang diselenggarkan dalam prosesi atau upacara.
(21)
Wawancara digunakan untuk mendapatkan data berupa informasi tentang bentuk, pesan, fungsi, dan nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Maso Mata Rumah. Wawancara ini akan ditujukan kepada tua-tua adat, pemerintah negeri, dan masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 1
Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Bentuk Tradisi Maso Mata Rumah
pada Masyarakat Desa Rumahkay
No Bentuk Indikator Instrumen Pertanyaan
1 Latar 1. Latar Tempat
2. Latar waktu
3. Latar suasana
1. Apakah ada tempat khusus yang dipakai untuk melaksanakan tradisi Maso Mata Rumah?
2. Apakah ada hari atau waktu khusus dalam menentukan pelaksanaan tradisi tersebut?
3. Apa arti hari atau waktu khusus itu bagi masyarakat Rumahkay?
4. Apakah ada hubungannya dengan kehidupan berumah-tangga?
5. Bagaimana suasana pelaksanaannya, apakah bersifat sakral atau merupakan suatu pertunjukan yang bersifat menghibur?
6. Apakah pelaksanaan tradisi tersebut bisa ditonton oleh orang lain (orang yang tidak terlibat dalam tradisi tersebut)?
(22)
2. Bahasa Jenis-jenis bahasa atau tuturan
1. Jenis bahasa apa saja yang dipakai dalam tradisi itu?
2. Yang paling dominan digunakan adalah bahasa apa?
3. Apakah bahasa itu bisa dikuasai oleh seluruh partisipan yang ada?
3. Partisipan 1.Juru bicara atau Wali
2.Pendeta
3.Pengantin
Perempuan dan pengantin laki-laki
4.Kepala desa (Bapa Raja)
5.Keluarga
pengantin laki-laki dan keluarga pengantin
perempuan
1. Apa fungsi dari juru bicara ini? 2. Pada tahap-tahap apa saja ia
berperan?
3. Sampai sejauh mana keterlibatan Pendeta dalam tradisi ini?
4. Apa saja peran dari pengantin laki-laki dan perempuan?
5. Apakah mereka berdua ini memegang peranan penting dalam tradisi ini?
6. Apakah ada juga keterlibatan Pemerintah desa dalam tradisi ini? 7. Fungsi Kepala desa dalam tradisi ini
sebagai apa?
8. Pada tahap-tahap apa saja mereka berperan?
4
Gerak-gerik/tindakan
1. Tahap pra pelaksanaan atau
1. Tindakan apa saja yang dilakukakn pada saat pelamaran?
(23)
pelamaran
2. Tahap Pelaksanaan Tradisi
Awal acara Tiba di rumah pengantin
perempuan
Penyerahan harta
Penyerahan pengantin
perempuan ke keluarga
pengantin laki-laki
Cara pengantin perempuan
2. Apakah ada kegiatan kumpul keluarga?
3. Apa maksud dari kegiatan kumpul keluarga itu?
4. Apa yang pertama dilakukan ketika berada di rumah pengantin perempuan?
5. Apakah ada acara penyerahan harta? 6. Kepada siapa harta itu diserahkan? 7. Bagaimana tata cara penyerahan
harta tersebut?
8. Apa maksud penyerahan harta itu?
9. Apakah ada acara khusus dalam menyerahkan pengantin perempuan kepada keluarga pengantin laki-laki? Kalau ada jelaskan!
10.Adakah gerakan khusus yang harus dilakukan oleh pengantin
(24)
memasuki rumah pengantin laki-laki
Jamuan makan bersama
Acara penutup
perempuan ketika memasuki rumah pengantin laki-laki?
11.Kalau ada apa maksud gerakan itu bagi masyarakat Rumahkay?
12.Apakah ada acara jamuan makan bersama?
13.Adakah cara khusus yang dilakukan dalam jamuan makan bersama?
14.Kegiatan apa saja yang dilakukan dalam menutup acara tradisi Maso Mata Rumah ini?
5 Peralatan (benda-benda) Dan minuman yang dipakai dalam tradisi tersebut
Tahap Pelamaran
Tahap di rumah pengantin
perempuan
Tahap di rumah pengantin laki-laki
1. Benda-benda apa saja yang dipakai pada tahap pelamaranan ini?
2. Apa kegunaan dari benda itu? 3. Benda-benda apa saja yang
diberikan pada saat penyerahan harta?
4. Apa arti benda-benda itu bagi pengantin perempuan?
5. Apa arti penyerahan kain sarung (kain Anahesu) dari pengantin perempuan ke keluarga laki-laki? 6. Adakah artinya benda-benda yang
diberikan itu bagi kehidupan berkeluarga kedua pengantin tersebut?
(25)
Tabel 2
Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Pesan dalam Tradisi Maso Mata Rumah
pada Masyarakat Desa Rumahkay
No Pesan Indikator Instrumen Pertanyaan
1 Melalui tuturan atau tindakan
Nasehat-nasehat atau petuah, tindakan
1. Adakah pesan yang disampaikan dalam tradisi Maso Mata Rumah?
2. Oleh siapakah pesan itu disampaikan?
3. Dalam bentuk apa pesan itu disampaikan?
4. Jenis bahasa apa yang dipakai dalam memberikan pesan itu?
Tabel 3
Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Fungsi dalam Tradisi Maso Mata Rumah
pada Masyarakat Desa Rumahkay
No Fungsi Indikator Instrumen Pertanyaan
1 Sebagai alat proyeksi
Setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan yang berhubungan dengan alat proyeksi
1. Apakah tradisi Maso Mata Rumah ini merupakan cerminan masyarakat pada kehidupan yang lampau?
2. Apakah tradisi ini bisa dijadikan sebagai cerminan masyarakat Rumahkay untuk menjadikan
(26)
kehidupan berumah tangga yang lebih baik?
2 Sebagai alat pengesahan
kebudayaan
Setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan yang berhubungan dengan alat legitimasi
kebudayaan
1. Apakah tahapan demi tahapan yang dilalui oleh pengantin laki-laki dan perempuan dalam tradisi ini bisa memberikan ciri khas tersendiri bagi budaya yang ada di masyarakat Rumahkay? 2. Tahapan apa saja yang bisa
dikatakan sebagai ciri khas masyarakat Rumahkay?
3 Sebagai alat pendidikan
Setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan yang berhubungan dengan alat pendidikan
1. Apakah tradisi ini bisa dijadikan sebagai tolok ukur bagi kaum wanita dalam menjalani fungsinya sebagai istri dalam kehidupan berumah tangga? 2. Apakah ada kaitan antara tradisi
ini dengan kehidupan yang akan dijalani dalam berumah tangga dalam hubungan antara suami isteri maupun hubungan anatara sang istri dengan keluarga laki-laki?
4 Sebagai alat pemaksa dan pengontrol agar norma-norma masyarakat
Setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan yang berhubungan dengan alat
1. Apakah ada hukuman bagi orang yang belum atau tidak melaksanakan tradisi ini?
2. Kalau ada, kepada siapa hukuman itu akan terjadi?
(27)
dilaksanakan? pemaksa dan pengontrol
3. Dalam bentuk apa hukuman itu? 4. Sampai berapa lama hukuman
itu berlangsung?
Tabel 4
Pedoman Wawancara untuk Menjelaskan Nilai Budaya dalam Tradisi Maso Mata Rumah
pada Masyarakat Desa Rumahkay
No Aspek Nilai
Budaya Indikator Instrumen Pertanyaan
1 Nilai Budaya dalam
hubungan manusia dengan Tuhan
1. Beriman, meyakini bahwa Tuhan itu ada 2. Mempercayai bahwa
Tuhan Maha Pencipta meminta pertolongan
kepada Tuhan
merupakan salah satu keyakinan akan sikap percaya kepada kekuasaan Tuhan
1. Sampai tahap manakah keterlibatan Pendeta dalam tradisi Maso Mata Rumah ini? 2. Adakah cara-cara tertentu yang
digunakan dalam hubungan dengan Tuhan?
3. Tahap-tahap apa saja yang dilakukan dalam menyatakan relasi dengan Tuhan?
2 Nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan sesamanya
1. Nilai penghormatan dan penghargaan kepada orang lain 2. Nilai persekutuan dan
persaudaraan
3. Nilai musyawarah untuk mufakat
4. Nilai mengasihi
1. Adakah tahapan-tahapan yang bisa memberikan gambaran tentang sikap saling menghormati, mengahrgai dan sebagainya?
2. Apakah melalui tradisi ini bisa mempersatukan sebuah keluarga yang sudah lama
(28)
5. Nilai mempertahankan sistem kekerabatan 6. Nilai pengakuan dan
penerimaan
tidak saling bertemu?
3. Dalam melaksanakan tradisi ini apakah ada keputusan sepihak yang diambil, misalnya dalam menetukan harta?
4. Apakah dalam tradisi ini bisa memberikan suatu gambaran bahwa dalam kehidupan berkeluarga nantinya harus saling mengasihi?
3 Nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan karyanya
1. Nilai kesetiaan
2. Nilai penghargaan kepada terhadap harta pusaka
3. Nilai kewajiban 4. Nilai kebijaksanaan
1. Apakah melalui tradisi ini bisa memberikan komitmen bagi kedua pasangan untuk senantiasa setia dalam menjalin ikatan pernikahan? 2. Apakah harta yang diberikan
menjadi kewajiban istri untuk
memeliharanya dan
menggunakannya seefektif mungkin?
4 Nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan ruang dan waktu?
Nilai pengharapan akan masa depan
1. Apakah tradisi ini bisa memberikan harapan bahwa kehidupan berumah tangga harus saling menhormati dan menghargai bisa menciptakan suasana hidup yang bahagia selamanya?
(29)
5 Nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan alam
Sikap penyatuan dengan alam
1. Apakah maksud dari waktu yang ditentukan (tanuar/waktu saat masyarakat menacari ikan) dalam pelaksanaan tradisi ini dengan kehidupan berumah tangga?
2. Apakah sikap ini bisa dinyatakan sebagai suatu sikap yang menyatu dengan kehidupan alam sekitar?
3. Catatan Lapangan
Catatan lapangan digunakan untuk mecatat hal-hal yang dianggap penting dan perlu dalam mendukung penelitian tersebut.
3.4 Langkah-Langkah Peneltian
Menurut Spradley (Creswell, 1998:487) langkah-langkah dalam penelitian etnografi adalah sebagai berikut :
1. location in information; 2. interviewing an informant; 3. making an ethnographic record; 4. asking descriptive questions; 5. analyzing ethnographic interviews;
(30)
6. making a domain analysis; 7. asking structural questions; 8. making a taxonomic analysis; 9. asking contrast question;
10.making a componential analysis; 11.discovering cultural themes; 12.writing the ethnography.
Berdasarkan sumber di atas maka langkah-langkah yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini dikemukakan sebagai berikut.
Bagan 1
Langkah-langkah dalam Penelitian
Mempersiapkan peralatan
Menyusun laporan akhir dari hasil observasi dan
wawancara Menyimpulkan
hasil wawancara
Melakukan wawancara
Melakukan pendekatan Mengikuti ritual Mencari informan
Menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan
(31)
Berdasarkan bagan di atas maka dapat dirincikan sebagai berikut.
Tabel 5
Langkah-Langkah Penelitian
Langkah-langkah Objek Sasaran /Tujuan Keterangan
1. Persiapan Tape recorder
Handycam
Catatan lapangan
Merekam ritual tradisi serta kegiatan wawancara (visual)
Sebagai dokumentasi secara audiovisual
Mencatat hal-hal yang dianggap penting selama observasi dan wawancara
2. Mengikuti ritual
Observasi penuh Untuk memperoleh gambaran tentang bentuk dan nilai budaya tradisi Maso
Mata Rumah pada
masyarakat desa Rumahkay
(32)
2. Mencari
Informan dan melakukan pendekatan
Tua-tua adat Pemerintah desa Masyarakat
Meminta kesediaan untuk diwawancarai sekaligus menetapkan waktu pelaksanaan wawancara
3. Melakukan wawancara
Bentuk Pesan Fungsi
Nilai budaya dari tradisi Maso Mata Rumah
Untuk memperoleh gambaran tentang bentuk tradisi, pesan dan fungsi serta nilai
budaya yang
terkandung dalam tradisi Maso Mata
Rumah pada
masyarakat desa Rumahkay
4. Menyimpulkan hasil
wawancara
Para informan, data yang diperoleh
Untuk mengetahui secara terperinci data-data yang telah diperoleh dari hasil
temuan serta
wawancara, yang nantinya akan diidentifikasi dan dianalisis sesuai dengan masalah penelitian
Data yang menggunakan bahasa daerah akan
ditranskripsi ke dalam bahasa Indonesia
5. Menyusun laporan akhir
Data observasi Data wawancara
Semua data yang ditemukan akan
Kegiatan ini merupakan
(33)
Catatan lapangan dianalisis sesuai dengan masalah penelitian
langkah akhir dalam penelitian ini
3.5 Informan Penelitian
Informan yang dipilih oleh peneliti ialah orang yang mempunyai pengetahuan tentang tradisi Maso Mata Rumah dan yang mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian sehingga data yang diperoleh benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian itu sendiri yakni memperoleh gambaran tentang tradisi Maso Mata Rumah, pesan yang tersirat di dalamnya dan fungsi serta makna budaya yang ada dalam tradisi tersebut. Untuk memperoleh data yang akurat, maka peneliti menentukan beberapa informan sebagai berikut:
1. staf Pemerintah Negeri Rumahkay; 2. tua-tua adat;
3. masyarakat biasa.
3.6 Data dan Sumber Data
Data yang dijadikan bahan penelitian adalah tradisi Maso Mata Rumah. Menurut Lofland dan Lofland (Moleong, 2011:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berdasarkan teori tersebut maka sumber data dalam penelitian ini tuturan dari tokoh masyarakat, tua-tua adat yang memimpin atau lebih memahami ritual tradisi Maso Mata Rumah ini, dan masyarakat biasa untuk mengetahui seberapa besar fungsi dan nilai tradisi ini dalam kehidupan masyarakat. Data-data tersebut direkam dan dicatat serta dikumpulkan dan kemudian dianalisa.
(34)
3.7 Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini akan dilakukan sejak memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah di lapangan. Dalam hal ini Sugiyono (2008:90) menyatakan bahwa analisis data telah dimulai sejak dirumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan dan terus berlanjut sampai hasil penelitian.
Analisis dilakukan terhadap bentuk, fungsi, dan nilai budaya yang terkandung dalam tradisi Maso Mata Rumah tersebut dan nantinya hasil wawancara akan diinterpretasikan. Sebelum dianalisis, data yang telah dikumpulkan dalam bahasa daerah terlebih dahulu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia untuk mempermudah peneliti dalam memaknai dan menganalisisnya.
Data yang dianalisis berdasarkan tujuan yang telah dikemukakan pada Bab I. adapun cara menganalisisnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 6
Kisi-kisi Pedoman Analisis Data
Masalah Tujuan Indikator Aspek yang diukur
Bagaimana bentuk tradisi
Maso Mata
Rumah pada
masyarakat desa Rumahkay Kec. Kairatu Kab. Seram Bagian Barat
Memperoleh deskripsi
tentang bentuk tradisi Maso
Mata Rumah
pada masyarakat desa Rumahkay
Setiap bentuk ekspresi dari perasaan, sikap, dan tindakan
1. Latar 2. Bahasa
3. Partisipan atau pelaku
4. Tindakan (gerak-gerik)
5. Peralatan atau minuman / makanan
(35)
Adakah pesan yang
diungkapkan dalam tradisi
Maso Mata
Rumah
Mendiskripsikan pesan yang disampaikan dalam tradisi
Maso Mata
Rumah
Tuturan atau nyanyian, dan tindakan yang dilakukan
Tuturan atau tindakan
Apakah fungsi dari tradisi
Maso Mata
Rumah
Mendiskripsikan fungsi dari tradisi Maso Mata Rumah
1.Sebagai alat proyeksi 2.Sebagai alat
legitimasi kebudayaan 3.Sebagai alat
pendidikan 4.Sebagai alat
pemaksa dan pengontrol agar norma-norma
masyarakat selalu dipatuhi dan dijalankan
Semua ekspresi dan tindakan yang dilakukan pada saat ritual
Nilai-nilai Budaya
Mendiskripsikan nilai-nilai
budaya yang terdapat dalam tradisi Maso Mata Rumah
Karakteristik nilai budaya
1. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan tuhannya 2. Nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan karyanya 3. Nilai budaya dalam
(36)
hubungan manusia dengan sesamanya 4. Nilai budaya dalam
hubungan manusia dengan ruang dan waktu
5. Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam
Dari kisi-kisi pedoman analisis data di atas dapat dijabarkan secara terperinci ke dalam pedoman analisis bentuk tradisi, pesan, fungsi dan nilai budaya dari tradisi Maso Mata Rumah sebagai berikut.
Tabel 7
Pedoman Analisis Bentuk Tradisi Maso Mata Rumah
Bentuk Indikator Keterangan
1. Latar
Tempat pelaksanaan tradisi Waktu pelaksanaan tradisi Suasana pelaksanaan tradisi
2. Bahasa
Situasi komunikasi yang meliputi faktor pembicara,
pendengar, pokok
pembicaraan, tempat dan suasana pembicaraan dalam setiap tuturan.
Tuturan / bahasa yang dipakai pada waktu pelamaran
Tuturan yang disampaikan pada saat
(37)
Makna gramatikal dari tuturan yang terdapat dalam tradisi Maso Mata Rumah
Makna leksikal dari tuturan yang terdapat dalam tradisi Maso Mata Rumah
Makna referensial dari tuturan yang terdapat dalam tradisi Maso Mata Rumah
bertamu di rumah pengantin perempuan
Tuturan yang diucapkan pada saat pelaksanaan tradisi di rumah pengantin laki-laki
Tuturan yang dipakai pada saat memberikan nasehat
3. Partisipan
Juru bicara / wali Pendeta
Pengantin laki-laki dan perempuan
Kepala Desa (Bapa Raja) Keluarga pengantin Laki-laki
dan keluarga pengantin perempuan
Seluruh partisipan ini akan dijelaskan/ dianalisis berdasarkan fungsi dan kedudukannya
masing-masing
4. Gerak-gerik (tindakan)
1. Pra pelaksanaan tradisi Di rumah pengantin
perempuan
Di rumah pengantin laki-laki 2. Pelaksanaan tradisi
(38)
Penyerahan harta
Penyerahan pengantin perempuan ke keluarga laki-laki
Cara pengantin perempuan memasuki rumah pengantin laki-laki
Jamuan makan bersama Acara penutup
5. Peralatan fisik
Saat pelamaran
Saat di rumah pengantin perempuan
Saat di rumah pengantin laki-laki.
Tabel 8
Pedoman Analisis Pesan dalam Tradisi Maso Mata Rumah
Pesan dalam tradisi Indikator Keterangan
Melalui tuturan atau tindakan
Nasehat-nasehat, petuah, ataupun tindakan
(39)
Tabel 9
Pedoman Analisis Fungsi dalam Tradisi Maso Mata Rumah
Fungsi Indikator Keterangan
1. Sebagai alat proyeksi
Melalui setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan dalam ritual
Yang berhubungan dengan cerminan hidup
2. Sebagai alat legitimasi kebudayaan
Melalui setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan dalam ritual
Yang berhubungan dengan keabsahan kebudayaan
3. Alat pendidikan Melalui setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan dalam ritual
Yang berhubungan dengan alat pendidikan
4. Sebagai alat
pemaksa dan
pengontrol agar norma-norma
masyarakat dilaksanakan
Melalui setiap ekspresi, tindakan yang dilakukan dalam ritual
Yang berhubungan dengan alat pengontrol norma-norma masyarakat
Tabel 10
Pedoman Analisis Nilai Budaya Dalam Tradisi Maso Mata Rumah
No Nilai Budaya Karakteristik Nilai Keterangan
1
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan Tuhan
1. Beriman, meyakini bahwa Tuhan itu ada
(40)
beribadah kepada Tuhan dengan tulus dan ikhlas
2
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan sesamanya
1. Nilai penghormatan dan
penghargaan kepada orang lain 2. Nilai persekutuan dan persaudaraan 3. Nilai musyawarah dan mufakat 4. Nilai mengasihi
5. Nilai mempertahankan sistem kekerabatan
6. Nilai pengakuan dan penerimaan
3
Nilai budaya dalam hubungan manusia
dengan karyanya
1. Nilai kesetiaan/kepatuhan
2. Nilai penghargaan terhadap harta pusaka
3. Nilai kewajiban 4. Nilai kebijaksanaan
4
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan ruang dan waktu
Nilai pengharapan akan masa depan
5
Nilai budaya dalam hubungan manusia dengan alam
Sikap penyatuan dengan alam
Teknik triangulasi data juga dipakai oleh peneliti dalam menganalisis data ini. Traingulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada.
(41)
BAB IV
DESKRIPSI, HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN BENTUK, PESAN, FUNGSI, DAN NILAI BUDAYA TRADISI MASO MATA RUMAH
PADA MASYARAKAT DESA RUMAHKAY
4.1 Deskripsi Data dan Analisis Data 4.1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Desa Rumahkay adalah salah satu desa yang terletak di pesisir pantai, dan merupakan desa adat yang masih memegang teguh pelaksanaan-pelaksanaan adat dalam kehidupan masyarkatnya. Desa ini terletak di kecamatan Kairatu Kabupaten Seram Bagian Barat.
Letak geografis desa Rumahkay sebagai berikut.
1. sebelah Timur berbatasan dengan Negeri (desa) Latu; 2. sebelah Barat berbatasan dengan Negeri (desa) Kamarian; 3. sebelah Utara berbatasan dengan Negeri (desa) Hunitetu; 4. sebelah selatan berbatasan dengan Selat Seram.
(42)
(43)
4.1.2 Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Berdasarkan sumber yang ada di Kantor Desa Rumahkay tahun 2012, masyarakat Rumahkay seluruhnya menganut Agama Kristen, yang terdiri dari 2 (dua) aliran, sebagian besar penduduknya beragama Kristen Protestan dan sisanya adalah aliran Advent Hari Ke-7.
Sejalan dengan perkembangan Gereja serta berkembangnya pertumbuhan Jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) di Rumahkay, maka pada tahun 1982 wilayah pelayan jemaat dibagi ke dalam V Sektor Pelayanan yaitu :
1. Sektor Elim mempunyai 4 (empat) Unit Pelayanan 2. Sektor Maranatha mempunyai 3 (tiga) Unit Pelayanan 3. Sektor Betheden mempunyai 4 (empat) Unit Pelayanan 4. Sektor Imanuel mempunyai 4 (empat) Unit Pelayanan 5. Sektor Bethesda mempunyai 4 (empat) Unit Pelayanan.
Gambar 4.2 Gedung Gereja Sion Jemaat GPM Rumahkay
(44)
Selain itu, dalam Jemaat GPM Rumahkay terdapat juga Wadah-Wadah Pelayanan dan Organisasi Gerejawi, yaitu:
1. Wadah Pelayanan Laki-Laki 2. Wadah Pelayanan Perempuan
3. Sekolah Minggu Tunas Pekabaran Injil 4. Angkatan Muda
4.1.3 Sistem dan Organisasi Kemasyarakatan
Desa Rumahkay dipimpin oleh seorang Kepala Desa yang oleh masyarakat Rumahkay sering disebut Bapa Raja dan dibantu oleh seorang Sekretaris Umum. Selain itu ada juga yang disebut Badan Penasehat Desa (BPD) yang beranggotakan 9 (Sembilan) orang yang bertugas memberikan masukan-masukan atau nasehat sehubungan dengan jalannya pemerintahan. Sekretaris Desa dibantu oleh:
1. Kepala Urusan Pemerintahan : W. Salawaney 2. Kepala Urusan Pembangunan : R. Corputty 3. Kepala Urusan Umum : S. Nusawakan
Desa Rumahkay sendiri terdiri dari 4 (empat) dusun yang masing-masing dikepalai oleh :
1. Dusun Patital : H. Tuasuun 2. Dusun Patinila : M. Kakerissa 3. Dusun Solelatu : Y. Wairata 4. Dusun Memori : P. Akerina
(45)
BPD R. CORPUTTY B. CORPUTTY D. KAKERISSA A. MALIOMBO P. AKERINA J. TUASUUN A. CORPUTTY Y. KAKERISSA A. HALAPIRY
R A J A O. CORPUTTY KAUR PEMERINTAHAN W. SALAWANEY KAUR PEMBANGUNAN R. CORPUTTY KAUR UMUM S.NUSAWAKAN SEKRETARIS J. AKERINA
P A T I T A L H. TUASUUN
P A T I N I L A M. KAKERISSA
S O L E L A T U Y. WAIRATA
M E M O R I P. AKERINA BPD R. CORPUTTY B. CORPUTTY D. KAKERISSA A. MALIOMBO P. AKERINA J. TUASUUN A. CORPUTTY Y. KAKERISSA A. HALAPIRY
R A J A O. CORPUTTY KAUR PEMERINTAHAN W. SALAWANEY KAUR PEMBANGUNAN R. CORPUTTY KAUR UMUM S.NUSAWAKAN SEKRETARIS J. AKERINA
P A T I T A L H. TUASUUN
P A T I N I L A M. KAKERISSA
S O L E L A T U Y. WAIRATA
M E M O R I P. AKERINA BPD R. CORPUTTY B. CORPUTTY D. KAKERISSA A. MALIOMBO P. AKERINA J. TUASUUN A. CORPUTTY Y. KAKERISSA A. HALAPIRY
R A J A O. CORPUTTY KAUR PEMERINTAHAN W. SALAWANEY KAUR PEMBANGUNAN R. CORPUTTY KAUR UMUM S.NUSAWAKAN SEKRETARIS J. AKERINA
P A T I T A L H. TUASUUN
P A T I N I L A M. KAKERISSA
S O L E L A T U Y. WAIRATA
M E M O R I P. AKERINA
Rt. 001 Rt. 002 Rt.003 Rt. 001 Rt. 002 Rt. 003 Rt. 001 Rt. 002 Rt. 003 Rt. 004 Rt. 001 Rt. 002
BPD R. CORPUTTY B. CORPUTTY D. KAKERISSA A. MALIOMBO P. AKERINA J. TUASUUN A. CORPUTTY Y. KAKERISSA A. HALAPIRY
R A J A O. CORPUTTY KAUR PEMERINTAHAN W. SALAWANEY KAUR PEMBANGUNAN R. CORPUTTY KAUR UMUM S.NUSAWAKAN SEKRETARIS J. AKERINA
P A T I T A L H. TUASUUN
P A T I N I L A M. KAKERISSA
S O L E L A T U Y. WAIRATA
M E M O R I P. AKERINA
(46)
Ada juga organisasi yang disebut dengan nama Tim Penggerak PKK Negeri Rumahkay yang perinciannya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 12
Tim Penggerak PKK Negeri Rumahkay Tahun 2008-2010
No Nama Dusun/ Lingkungan
Jumlah Kelompok Jmlh
KK
Jmlh Jiwa
Jmlh Kader
PKK
Jmlh Tenaga
Sekretariat
Ket
PKK
RW PKK
RT
Dasa
Wisma
Anggota
TP PKK
Umum Honorer Bantuan
1 Dusun
Patital
- - 5 128 625 110 - -
2 Dusun
Patinila
- - 5 121 615 112 - -
3 Dusun
Solelatu
- - 6 150 700 135 - -
4 Dusun
Memori
- - 4 98 152 85 - -
Sumber : Dokumentasi di Kantor Desa
Berdasarkan data tahun 2010 jumlah kepala keluarga 400 kk, jumlah jiwa 2.492 orang, yang terdiri dari laki-laki 1.200 orang, perempuan 1.292 orang.
(47)
4.1.4 Tingkat Pendidikan
Pendidikan merupakan salah satu penunjang dalam meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang. Perlu dikemukakan bahwa pada desa Rumahkay terdapat 1 Taman Kanak-Kanak (TK), 2 Sekolah Dasar (SD), 1 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 1 Sekolah Menengah Umum (SMU), yang semuanya turut menunjang aktivitas pendidikan masyarakat Rumahkay.
Oleh karena itu, dalam hubungan dengan hal di atas, maka klasifikasi menurut tingkat pendidikan dapat dilihat sebagai berikut .
Tabel 13
Klasifikasi Masyarakat Rumahkay Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Pada Tahun 2012
No TK SD SMP SMA Sarjana Jumlah
36 292 124 1120 45 1617
Sumber : Dokumentasi di Kantor Desa
4.1.5 Bahasa
Masyarakat desa Rumahkay dalam pergaulannya sehari-hari menggunakan bahasa Melayu Ambon. Masyarakat Rumahkay ini juga memiliki bahasa daerah, namun bahasa tersebut hanya dipakai pada acara-acara tertentu seperti pada acara ritual tradisi Maso Mata Rumah. Oleh karena dipakai pada upacara-upacara adat saja maka tidak semua masyarakat yang mengetahui bahasa tersebut.
Dalam dunia pendidikan bahasa yang dipakai adalah bahasa Indonesia, namun tidak menutup kemungkinan di kalangan pendidikan kadang juga menggunakan bahasa Melayu Ambon
(48)
4.1.6 Sistem Mata Pencaharian
Sebagian besar masyarakat Rumahkay berprofesi sebagai petani dan nelayan. Namun pekerjaan sebagai nelayan hanyalah merupakan pekerjaan musiman. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 14
Klasifikasi Mata Pencaharian Masyarakat Rumahkay
Pada Tahun 2012
No Mata Pencaharian Jumlah
1 2 3 4
Petani dan nelayan Pegawai Negeri Wirausaha Pengusaha
657 157
56
Sumber : Dokumentasi di Kantor Desa
Masyarakat desa Rumahkay juga memiliki 2 (dua) kelompok nelayan yang diberi nama Kelompok Nelayan Sahir dan Kelompok Nelayan Nanumoni. Kedua kelompok ini terdiri dari beberapa orang yang bertugas untuk mencari ikan dan hasilnya akan dibagikan kepada anggota-anggota yang tergabung dalam masing-masing kelompok tersebut.
4.1.7 Sistem Teknologi dan Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam mencari ikan dan bercocok tanam pada umumnya masih bercorak tradisional. Masyarakat dalam mencari ikan sebagian besar masih menggunakan jaring, namun adapula yang menggunakan motor ikan.
(49)
4.2 Masyarakat Rumahkay dan Pelaksanaan Tradisi Maso Mata Rumah
Tradisi Maso Mata Rumah bagi masyarakat Rumahkay merupakan suatu perkawinan adat yang sering mereka sebut dengan Amoi. Adat ini biasanya dilakukan sebelum pemberkatan nikah secara Kristen di Gereja dan nikah pada catatan sipil, bilamana pelaksanaan pernikahan itu berlangsung di desa Rumahkay.
Namun adat ini juga dapat dilakukan setelah pelaksanaan nikah secara Kristen dan secara pemerintah, apabila pernikahan itu tidak dilakukan di desa Rumahkay. Berikut ini akan dijelaskan tentang tata cara pelaksanaan tradisi Maso Mata Rumah serta analisisnya.
4.2.1 Pra Pelaksanaan Tradisi Maso Mata Rumah
Dalam tahap pra pelaksanaan tradisi Maso Mata Rumah ini akan dibagi ke dalam beberapa tahap atau peristiwa sehingga mempermudah dalam menganalisisnya.
Peristiwa 1
Sumber : Wawancara dengan Bpk Cale Sahetapy Waktu : 22 Januari 2013, pukul 17. 00 WIT
Tempat : di rumah Bapak Cale Sahetapy di desa Rumahkay
Keluarga laki-laki mengirim surat kepada keluarga perempuan. Surat ini ditulis oleh ayah dari calon pengantin laki-laki. Beliau berumur 47 tahun bekerja sebagai nelayan. Beliau menuliskan surat tersebut di atas kertas berwarna putih. Setelah selesai menulis surat dimasukannya ke dalam amplop yang berwarna putih. Kemudian menyuruh salah satu kerabat dekat mereka untuk mengantarkannya ke rumah calon pengantin perempuan. Isi surat itu adalah sebagai berikut : “Slamat malam Bapa deng Ibu Y, sebelum beta menyampaikan maksud ini terlebih dahulu beta orang tua dari X mo kasih tau vor bapa ibu bahwa diantara dong dua ini
(50)
yaitu X dan Y su ada hubungan kasih yang mengarah ke pembentukan
keluarga. Sehubungan deng itu, maka izinkan beta untuk
menyampaikannya ke bapa ibu bahwa katong dari keluarga laki-laki bermaksud vor minta kesediaan bapa ibu untuk menyempatkan diri vor katong ator akang sama-sama. Sekian dan terima kasih”
Surat ini diterima oleh orang tua dari calon pengantin perempuan. Ayah dari calon pengantin perempuan berumur 48 tahun bekerja di salah satu bank swasta di daerah kota Ambon. Saat penerimaan surat ini beliau sudah berada di desa Rumahkay. Jarak dari kota Ambon ke desa ini ditempuh dalam waktu yang cukup lama yaitu sekitar 4 (empat) jam karena harus menyeberangi laut dengan menggunakan kapal Ferry.
a. Aspek Bentuk
- Latar
Latar pada peristiwa di atas ialah di rumah pengantin laki-laki yang dapat dilihat dari proses menulis surat oleh ayah dari pengantin laki-laki, dan di rumah pengantin perempuan, kedua keluarga tersebut berdomisili di desa Rumahkay. Walaupun ayah dari pengantin perempuan bekerja di salah satu bank swasta di Ambon, namun mereka memiliki rumah yang tetap di desa Rumahkay. Hal ini dapat diketahui dari pernyataan bahwa saat penerimaan surat ini beliau sudah berada di desa Rumahkay.
- Bahasa
1. Situasi komunikasi
Bahasa yang digunakan dalam menulis surat itu adalah bahasa Melayu Ambon yang mengemukakan bahwa telah terjadi hubungan kasih yang mengarah kepada pembentukan keluarga di antara X anak keluarga laki-laki dan Y anak keluarga perempuan. Sehubungan dengan itu, maka keluarga laki-laki bermaksud menyampaikan hal tersebut kepada keluarga perempuan. Keluarga perempuan
(51)
diminta menyempatkan diri dan waktu untuk kedatangan keluarga laki-laki. Surat ini ditulis dari pihak keluarga laki-laki ke pihak keluarga perempuan. Bahasa Melayu Ambon merupakan bahasa pengantar bagi masyarakat Rumahkay dalam berkomunikasi. Berdasarkan
2. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Dari tuturan di atas terdapat beberapa kata yang bisa diberikan makna secara leksikal, sebagai berikut:
Slamat = terbebas dari marabahaya, malapetaka (Mailoa, 2006 : 90)
Malam = waktu setelah matahari terbenam (Mailoa, 2006: 62)
Bapa = Bapak (Mailoa, 2006: 21)
deng = dengan, bersama ( Mailoa, 2006 : 32)
beta = saya atau aku (Mailoa, 2006 : 26)
mo = mau atau hendak (Mailoa, 2006 : 66)
kasitau = memberitahu; mengadukan (Mailoa, 2006 : 53)
vor = untuk, kepada (Mailoa, 2006 : 106)
dong = kalian atau mereka (Mailoa, 2006 : 33)
su = sudah, telah selesai melakukan suatu pekerjaan (Mailoa, 2006 : 92)
katong = kami, kita (jamak) (Mailoa, 2006 : 53)
ator = mengaturnya, menyusun sesuatu (Mailoa, 2006 : 6)
akang = itu dia; itu sudah (Mailoa, 2006 : 1)
Dari peristiwa di atas terdapat pula kata yang maknanya bisa dianalisis secara gramatikal yaitu:
Kata slamat mengandung makna leksikal yaitu terbebas dari marabahaya atau malapetaka, namun setelah kata slamat di tempatkan dalam kalimat (tuturan) “Slamat malam bapa deng ibu Y,…” Kata slamat tidak mengacu lagi pada makna
(52)
leksikal yaitu terhindar dari marabahaya tetapi menunjuk pada makna pemberian salam.
3. Makna Referensial
Dari tuturan ini dapat ditemukan beberapa kata yang memiliki makna referensial sebagai berikut.
Kata bapa akan merujuk maknanya pada: a) sapaan untuk orang laki-laki; b) panggilan kepada orang laki-laki yang lebih tua atau yang dihormati.
Kata beta merujuk maknanya pada diri sendiri atau pribadi
Kata kasitau merujuk pada usaha untuk menyampaikan atau memberitahukan sesuatu hal kepada orang lain
Kata malam merujuk pada a) suasana yang hanya disinari bulan dan kadang juga terdapat banyak bintang; b) waktu antara pukul 18.00 s.d. pukul 24.00; c) waktu setelah matahari terbenam dan sebelum matahari terbit.
- Pelaku
Pelaku adalah ayah dari calon pengantin laki-laki yang berumur 47 tahun, berprofesi sebagai nelayan yang bertindak sebagai si pengirim surat dan ayah dari calon pengantin perempuan yang berumur 48 tahun bekerja sebagai salah satu pegawai bank swasta di kota Ambon yang bertindak sebagai si penerima surat. Selain kedua orang tersebut terdapat juga seseorang yang merupakan kerabat dekat dari keluarga (keluarga calon pengantin laki-laki) yang bertugas untuk menyampaikan surat ini ke tangan orang tua dari calon pengantin perempuan. Pekerjaan nelayan merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Rumahkay. Sebagian besar mereka bekerja sebagai nelayan dan petani bagi masyarakat yang berdomisili tetap di Rumahkay, tetapi ada juga anggota masyarakat yang selain
(53)
di kota Ambon seperti ayah dari pengantin perempuan. Hal ini disebabkan tuntutan pekerjaan yang menghendaki mereka sehingga harus menetap di daerah tempat mereka bekerja. Namun biasanya pada hari libur mereka akan berkunjung ke rumah mereka di desa Rumahkay.
- Tindakan / gerak-gerik
Dalam peristiwa di atas dapat dilihat bahwa tindakan awal yang dilakukan sebelum proses pelamaran adalah melalui kegiatan mengirim surat. Surat tersebut bagi masyarakat Rumahkay merupakan suatu aturan adat yang harus dilakukan dan dianggap resmi dan sah.
- Peralatan atau benda yang digunakan
Sepucuk surat yang merupakan sebuah simbol dalam tradisi pelamaran di desa Rumahkay. Surat itu ditulis di atas kertas putih, dan dimasukan ke dalam sebuah amplop yang berwarna putih, karena surat ini merupakan surat pribadi antara kedua keluarga tersebut sehingga hal ini tidak boleh atau tidak perlu diketahui oleh orang lain. Dengan demikian harus di masukan ke dalam amplop putih bersih sebagai bentuk penghormatan kepada orang tua calon pengantin perempuan.
b. Aspek Pesan
Dari peristiwa di atas dapat dikemukakan bahwa dalam sebuah hubungan antara laki-laki dan perempuan sebaiknya diketahui oleh keluarga dari kedua belah pihak apalagi kalau hubungan keduanya sudah mengarah kepada pembentukan keluarga karena hubungan ini nantinya akan mengarah kepada penyatuan dua keluarga tersebut.
(54)
c. Aspek Fungsi
Sebagai Alat Legitimasi Kebudayaan
Untuk peristiwa ini bisa dijelaskan bahwa ada fungsi tradisi sebagai alat legitimasi suatu kebudayaan, dimana surat yang dipakai dalam menyampaikan maksud merupakan alat yang dianggap sah dalam tata cara perkawinan di desa Rumahkay. Bagi masyarakat Rumahkay bila tidak di dahului dengan surat maka tidak akan ada kegiatan selanjutnya atau dianggap tidak resmi dan ini berlaku untuk tradisi Maso Mata Rumah. Oleh sebab itu surat ini berfungsi sebagai alat untuk mengesahkan salah satu budaya di Rumahkay yaitu budaya maso minta atau pelamaran.
d. Aspek Nilai Budaya
Saling Menghargai dan Menghormati
Nilai yang bisa diangkat dalam peristiwa ini adalah nilai saling menghargai dan menghormati, serta menjunjung harkat dan martabat dari perempuan dan keluarganya. Hal ini dapat dilihat dari surat yang berasal dari orang tua laki-laki ke orang tua perempuan yang menyatakan tentang hubungan mereka. Perkawinan yang dilaksanakan harus mendapat persetujuan dari keluarga perempuan dan keluarga laki-laki. Sikap ini juga ditunjukan lewat sepucuk surat yang dimasukan ke dalam sebuah amplop putih yang bersih, itu berarti bahwa keluarga laki-laki menghargai dan menghormati adat yang berlangsung.
(55)
Peristiwa 2
Sumber : Wawancara dengan bapak Cale Sahetapy Waktu : 22 Januari 2013, pukul 17. 20 WIT
Tempat : Rumah bapak Cale Sahetapy di desa Rumahkay
Setelah mendapatkan surat, keluarga perempuan mengadakan musyawarah untuk membicarakan hal tersebut dan menentukan waktu untuk keluarga laki-laki bertamu. Ayah dari pengantin perempuan memanggil semua saudara baik yang berada di desa Rumahkay maupun yang ada di Ambon untuk berkumpul bersama dalam membicarakan
masalah tersebut. Sesudah semuanya berkumpul mereka mulai
membicarakannya di mulai oleh ayah pengantin perempuan sebagai orang tua kandung dari calon pengantin perempuan dan sekaligus sebagai penerima surat dari orang tua laki-laki. Oleh ayah pengantin perempuan mengungkapkan kepada semua saudara yang hadir bahwa ia telah mendapat surat dari keluarga laki-laki sehubungan dengan hubungan yang terjalin di antara kedua anak tersebut. Setelah itu terjalin komunikasi yang serius di antara semua yang hadir pada saat itu. Mereka yang hadir adalah saudara –saudara yang dianggap lebih tua (saudara kandung maupun sepupu) dan lebih penting adalah kepada mereka yang memahami tentang tradisi pelamaran dan tradisi perkawinan nantinya. Jadi tidak semua anggota keluarga yang terlibat, anak-anak dari mereka pun belum dilibatkan. Kumpul keluarga yang terjadi ini di rumah pengantin perempuan, dan seperti biasa mereka menggunakan tikar sebagai tempat duduk mereka dalam membicarakan sesuatu hal. Tempat berlangsungnya pembicaraan ini adalah di ruang keluarga, semua peralatan yang ada di ruangan itu disingkirkan dan kemudian diletakan tikar sebanyak dua lembar sebagai tempat duduk mereka. Setelah semua pembicaraan selesai, sudah ada sebuah kesepakatan yang harus disampaikan kepada pihak keluarga laki-laki, maka mereka pun menulis surat balasan kepada pihak keluarga laki-laki (jawaban atas surat keluarga laki-laki). Biasanya keluarga perempuan tidak keberatan, karena hubungan antara X dan Y juga telah diketahui oleh keluarga perempuan.
Surat balasan ini dikirim melalui salah seorang keluarga dekat dari pihak perempuan. Surat ini pun ditulis oleh ayah pengantin perempuan di atas kertas putih dan dimasukan ke dalam amplop.
Menunggu waktu yang ditetapkan oleh keluarga perempuan untuk keluarga laki-laki datang bertamu, keluarga laki-laki yang terdiri dari
(56)
saudara sepupu dari pihak ayah dan ibu mengadakan kumpul keluarga. Keluarga perempuan membicarakan persiapan-persiapan mereka dan juga menentukan harta yang harus diberikan oleh keluarga laki-laki. Sedangkan keluarga laki-laki membicarakan berbagai persiapan dan tanggung jawab mereka dalam pelaksanaan tradisi Maso Mata Rumah, selain itu juga mereka menentukan siapa saja yang akan mewakili untuk bertamu di rumah keluarga perempuan. Dalam membicarakan persiapan-persiapan tersebut masih menggunakan bahasa Melayu Ambon sebagai sarana berkomunikasi antar anggota keluarga. Keluarga yang berkumpul di kedua keluarga tersebut pada umumnya berusia antara 37 – 70 tahun.
a. Aspek Bentuk
- Latar
Latar yang ditemukan pada peristiwa di atas adalah yang pertama di rumah pengantin perempuan pada saat kumpul keluarga. Ruangan yang dipakai untuk berkumpul adalah di ruang keluarga, dimana ruang itu merupakan ruang tempat pertemuan khusus bagi keluarga dalam membicarakan sesuatu maksud. Pada umumnya rumah penduduk di desa Rumahkay walaupun kecil ukurannya selalu terdapat salah satu ruangan yang dikhususkan untuk pertemuan keluarga karena sering terjadi kegiatan kumpul bersama keluarga baik keluarga inti maupun keluarga besar. Latar yang kedua adalah di rumah pengantin laki-laki dalam suasana kumpul keluarga untuk menentukan persiapan-persiapan mereka dalam pelamaran nantinya.
- Bahasa
1. Situasi Komunikasi
Dalam membicarakan hal tersebut tuturan yang dipakai adalah bahasa Melayu Ambon. Di sini terjadi komunikasi secara kekeluargaan dalam menentukan waktu bagi keluarga laki-laki bertamu serta persiapan dari pihak laki-laki untuk pelamaran
(57)
nantinya. Pada umumnya bahasa Melayu Ambon ini dipakai dalam komunikasi antar anggota keluarga di rumah.
- Pelaku
Pelaku utama dalam peristiwa ini adalah ayah dari pengantin perempuan sebagai orang yang mengundang keluarga besarnya untuk kumpul keluarga dan juga sebagai penulis surat balasan kepada pihak keluarga laki-laki, pelaku yang kedua adalah saudara kandung dan saudara sepupu dari ayah pengantin perempuan sebagai orang yang diundang untuk menghadiri acara kumpul keluarga, pelaku yang ketiga adalah ayah dari pengantin laki-laki sebagai penerima surat dari pihak perempuan, pelaku keempat adalah saudara kandung dan saudara sepupu dari pengantin laki-laki, dan pelaku yang kelima adalah salah seorang kerabat dekat dari keluarga pengantin perempuan yang bertugas mengantarkan surat balasan kepada pihak laki-laki. Saudara kandung dan saudara sepupu yang diundang oleh ayah pengantin perempuan maupun ayah dari pengantin laki-laki semuanya merupakan saudara yang dianggap memahami tradisi pelamaran ini dan tradisi perkawinan nantinya, jadi tidak semua orang terlibat dalam kegiatan kumpul keluarga tersebut dan berdasarkan data di atas maka yang hadir itu pada umumnya berusia 37-70 tahun. Usia yang demikian dianggap sudah memiliki banyak pengalaman khusus pada acara pelamaran maupun acara perkawinan adat nantinya.
- Tindakan / gerak-gerik
Ada kegiatan kumpul keluarga atau bagi masyarakat Rumahkay sering disebut „kumpul orang sudara‟. Tradisi ini sering dilakukan oleh masyarakat Rumahkay ketika hendak melakukan sesuatu hal seperti pada proses pelamaran dan tradisi Maso Mata Rumah ini. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk membicarakan segala sesuatu
(58)
melibatkan kerabat baik yang berada di desa Rumahkay maupun keluarga yang berada di luar desa tersebut.
Kegiatan yang kedua adalah proses pengiriman surat balasan dari ayah pengantin perempuan ke ayah pengantin laki-laki. Tindakan ini merupakan suatu bentuk penghormatan kepada keluarga laki-laki. Hal ini ditunjukan pula lewat surat yang ditulis di atas kertas putih dan dimasukan ke dalam amplop putih yang bersih.Isi surat yang ditulis itu merupakan hasil dari kesepakatan bersama dengan keluarga dalam acara kumpul keluarga tersebut.
- Peralatan atau benda yang digunakan
Karena baru merupakan acara kumpul keluarga maka pakaian yang dipakai tidaklah terlalu resmi, pelaku-pelaku yang hadir semuanya menggunakan baju kaos ataupun kemeja tapi yang tidak bersifat formal layaknya cara berpakaian orang yang berumur antara 37-70 tahun.
Di samping itu ditemukan juga tikar sebagai tempat duduk mereka dalam melakukan kegiatan kumpul keluarga. Walaupun tersedia kursi dan sejenisnya tapi mereka lebih memilih menggunakan tikar, hal ini sudah menjadi tradisi mereka masyarakat Rumahkay bahwa dengan tikar mereka akan merasa seperti adanya suatu pereskutuan yang kuat. Jadi tikar ini melambangkan adanya persekutuan dan persaudaraan.
Peralatan atau benda yang ditemukan dalam peristiwa ini pula adalah surat yang ditulis oleh ayah pengantin perempuan kepada ayah pengantin laki-laki, surat ini dimasukan ke dalam sebuah amplop yang berwarna putih. Dalam proses pelamaran di desa Rumahkay, surat dianggap sebagai suatu komunikasi yang sah dan resmi.
(59)
b. Aspek pesan
Pesan yang tersirat dari peristiwa ini adalah musyawarah untuk mufakat itu sangat penting, untuk mencapai suatu kesepakatan perlu adanya pertimbangan-pertimbangan atau masukan dari orang lain guna menyempurnakan kesepakatan itu, karena melalui kegiatan tersebut bisa saling melengkapi dan saling menyempurnakan. Hal ini dinyatakan dalam peristiwa kumpul keluarga yang melambangkan suatu ikatan kekeluargaan yang erat.
c. Aspek Fungsi
Sebagai alat pendidikan
Dari peristiwa ini bisa ditemukan fungsi sebagai alat pendidikan. Tradisi ini berfungsi untuk memberikan didikan bagi generasi yang ada dan generasi yang berikutnya bahwa „kumpul orang sudara’ (kumpul keluarga) itu sangat penting dalam upaya untuk mengatasi suatu masalah. Masalah yang terasa berat akan menjadi ringan bila dilakukan dengan cara kumpul keluarga ini. Kumpul keluarga ini juga bisa dijadikan sebagai cerminan kehidupan masyarakat Rumahkay ke depan untuk selalu mementingkan ikatan persaudaraan dalam setiap kegiatan.
d. Nilai Budaya
Nilai Persekutuan dan Persaudaraan.
Kumpul keluarga yang dilakukan merupakan simbol dari suatu keutuhan genealogi (hubungan darah) dalam persekutuan mata rumah. Kumpul keluarga dalam rangka membicarakan sesuatu hal merupakan hal yang positif dalam membina kerukunan dan persaudaraan.
(60)
Nilai Mempertahankan Sistem Kekerabatan
Selain persekutuan dan persaudaraan, peristiwa ini juga bisa dijadikan sebagai nilai untuk mempertahankan sistem kekerabatan. Dengan berkumpulnya keluarga dalam suatu mata rumah (rumah tua) menandakan bahwa sistem kekerabatan itu tetap bertahan dan utuh.
Nilai Musyawarah dan Mufakat
Dalam rangka mencapai suatu kesepakatan bersama maka dilakukanlah kegiatan kumpul keluarga ini atau bagi masyarakat Rumahkay disebut kumpul orang sudara karena tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mencapai suatu keputusan yang akan dijalankan secara bersama, oleh sebab itu musyawarah untuk mufakat sangat perlu dilakukan.
Peristiwa 3
Sumber : wawancara dengan Bapak Cale Sahetapy Waktu wawancara : 22 Januari 2013, pukul 17. 35 WIT
Tempat wawancara : Rumah bapak Cale Sahetapy di desa Rumahkay
Tiba pada waktu yang telah ditentukan oleh keluarga pengantin perempuan, semua saudara yang hadir pada saat kumpul keluarga juga hadir pada acara ini. Pada umunya keluarga yang berdomisili di Ambon sudah datang lebih dahulu bahkan sudah ada satu hari sebelum pelaksanaan acara pelamaran ini. Mereka yang hadir pada umumnya berpakaian yang rapi artinya semuanya menggunakan kemeja dan celana kain untuk yang lelaki atau bapak-bapak, sedangkan yang perempuan atau ibu-ibu menggunakan setelan (atasan dan rok). Tempat untuk melakukan acara ini adalah di rumah pengantin perempuan khusus di ruang depan dari bangunan rumah atau bagi masyarakat Rumahkay menyebutnya ruang tamu.
Setelah menunggu beberapa saat perwakilan dari keluarga laki-laki datang bertamu. Ketika tiba di depan rumah mereka memberikan salam kepada semua anggota keluarga perempuan yang telah menanti mereka.
(61)
rumah mempersilakan mereka masuk. Setelah dipersilakan masuk mereka duduk di tempat yang telah disediakan. Berbeda dengan acara kumpul keluarga yang menggunakan tikar sebagai tempat duduk, namun ini merupakan suatu acara yang dianggap formal maka mereka duduk di kursi-kursi atau sofa yang telah disediakan. Karena ruangan yang di depan (ruang tamu) tidak terlalu besar maka mereka juga menggunakan ruang keluarga sebagai tempat pertemuan mereka. Ruangan inipun sudah disediakan kursi-kursi menjaga kemungkinan kalau di ruangan depan tidak mampu menapung jumlah orang yang hadir. Pakaian yang dikenakan oleh keuarga pengantin laki-laki juga terkesan rapi semuanya menggunakan kemeja dan celana kain. Sedangkan yang perempuan atau ibu-ibu menggunakan blus (atasan) dan rok.
Setelah semuanya duduk maka perwakilan dari keluarga laki-laki yang adalah saudara kandung dari ayah pengantin laki-laki memulai pembicaraan dengan menyampaikan maksud kedatangan untuk melamar anak perempuan dari keluarga tersebut. Biasanya keluarga perempuan tidak keberatan atas lamaran keluarga laki-laki kepada anak perempuan mereka, karena hubungan mereka telah diketahui oleh dua keluarga yang bersangkutan dan dengan diam-diam telah direstui. Di sini terjadi komunikasi antara pihak keluarga laki-laki dan keluarga perempuan. Bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu Ambon. Setelah terjadi kesepakatan maka kemudian mereka menetukan tanggal yang tepat untuk pelaksanaan Adat Maso Mata Rumah, sekaligus menentukan harta yang harus diberikan.
Setelah perbincangan selesai, oleh tuan rumah menyuguhkan minuman dan makanan ringan untuk dicicipi bersama oleh kedua belah pihak. Setelah itu keluarga laki-laki pamit pulang, sebelum melangkah keluar mereka saling berjabat tangan dan mengucapkan salam perpisahan.
a. Aspek bentuk
- Latar
Untuk latar waktu adalah pada saat pelamaran yaitu waktu yang telah ditentukan untuk kedua pihak bertemu. Tempat yang ditemukan adalah di rumah pengantin perempuan khususnya di ruang depan atau bagi masyarakat Rumahkay menyebutnya ruang tamu, karena ruangan ini selalu dipakai oleh yang empunya rumah untuk menerima tamu yang datang berkunjung. Selain itu digunakan pula
(62)
ruang keluarga karena ruangan yang di depan (ruang tamu) agak kecil dan tidak bisa menampung jumlah orang yang hadir. Suasana yang dirasakan adalah suasana keakraban antara dua keluarga yang baru pertama kali bertemu bersama-sama dalam suatu acara khusus ini.
- Bahasa
1. Situasi Komunikasi
Dalam kegiatan pelamaran serta membicarakan hal-hal pada tradisi Maso Mata Rumah ini bahasa yang dipakai adalah bahasa Melayu Ambon. hal ini sesuai dengan sumber yang didapatkan ketika berwawancara selain dengan bapak Cale Sahetapy juga dengan bapak Waldy (23 Januari 2013, pukul 20 .00 WIT di rumah bapak Waldy di desa Rumahkay). Pemilihan bahasa ini disesuaikan dengan penutur yang ada dalam lingkaran komunikasi tersebut. Walaupun acara ini dianggap formal namun karena yang hadir adalah dua keluarga yang memiliki latar belakang budaya yang sama maka digunakannlah bahasa Melayu Ambon.
- Pelaku
Orang yang berperan dalam peristiwa pelamaran ini adalah ayah dari pengantin perempuan sebagai tuan rumah, saudara kandung dan saudara sepupu dari ayah pengantin perempuan (mereka-mereka ini yang hadir pada saat kumpul keluarga), pelaku yang berikut yaitu juru bicara dari ayah pengantin laki-laki yang merupakan saudara kandungnya sendiri, beliau yang memulai pembicaraan untuk menyatakan maksud kedatangan keluarga laki-laki, dan ayah dari pengantin laki-laki, serta saudara kandung dan saudara sepupu dari ayah pengantin laki-laki yang menjadi tamu di rumah tersebut. Pada umumnya juru bicara yang ditunjuk adalah saudara kandung dari ayah laki-laki, mengingat karena acara ini masih merupakan acara keluarga
(1)
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan uraian yang telah dideskripsikan pada bagian-bagian terdahulu, maka ada beberapa hal yang perlu dikemukakan dalam rangka untuk pengembangan tradisi Maso Mata Rumah ini yaitu sebagai berikut :
1. Kepada Pemerintah Maluku agar ada upaya pemerintah dalam menggali dan melestarikan khasanah budaya lokal sebagai suatu aset kekayaan budaya lokal. 2. Pemerintah Desa Rumahkay agar berupaya untuk melestarikannya dalam
bentuk apapun sehingga tradisi ini tidak sampai punah, mengingat banyak nilai yang terkandung di dalamnya yang bisa dijadikan sebagai pedoman hidup masyarakat Rumahkay.
3. Perhatian generasi muda sebagai generasi penerus dan pewaris budaya diharpakan agar selalu proaktif untuk menggali, meneliti, dan menyelamatkan budayanya agar tidak punah
4. Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dalam bidang budaya maupun tradisi lisan guna penelitian lanjutan.
(2)
DAFTAR PUSTAKA
Bloomfield, Leonard. 1958. Language. New York: Henry Holt and Company
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta
Colemen, Simon dan Watson Helen. 1992. An Introduction to Antrophology. London: Tiger Book International
Danandjaja, James. 2007. Folklor Indonesia : Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta : Kreatama
Dewojati, Cahyaningrum. 2010. Drama: Sejarah, Teori, dan Penerapannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. 1991
Djamaris, Edward. 1993. Menggali Khasanah Sastra Melayu Klasik. Jakarta : Balai Pustaka
Hasanuddin. 1996. Drama dalam Dua Dimensi. Bandung: Angkasa.
Hutomo, Suripan Sadi. 1995. Mutiara yang Terlupakan : Pengantar Studi Sastra Lisan. Himpunan Sarjana Kesusasteraan Indonesia (HISKI) Komisariat Jawa Timur
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2005. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka
Keraf, Gorys. 1997. Komposisi. Flores : Nusa Indah
(3)
Koentjaraningrat, Prof. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Koentjaraningrat, Prof. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta
Kusumohamidjojo, Budiono. 2009. Filsafat Kebudayaan: Proses Realisasi Manusia. Yogyakarta : Jalasutra
Mahmud, Zohrah & Pawennari. 1997. Wujud Arti dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan Lama dan Asli bagi Masyarakat Pendukungnya: Sumbangan Kebudayaan Daerah Sulawesi Tengah Terhadap Kebudayaan Nasional. Sulawesi Tengah: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jendral Kebudayaan Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional.
Moleong, Lexy. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Munandar, S. C. Utami. 1985. Emansipasi dan Peran Ganda Wanita Indonesia: Suatu Tinjauan Psikologis. Jakarta : Universitas Indonesia
Mutakim, Awan. 2005. Nilai-Nilai Kearifan Adat dan Tradisi di balik Simbol (Totem) Kuningan. Universitas Pendidikan Indonesia
Nazsir, Nasarullah. 2008. Struktur Sosial dan Struktural Fungsional : Kajian dan Analisis struktural Fungsional AR. Radcliffe Brown terhadap Struktur Sosial. Bandung: Widya Padjadjaran.
Pateda, Mansoer. 2010. Semantik Leksikal. Jakarta: Rineka Cipta
(4)
Rusyana, Yus. 1993. Cerita Sangkuriang: Daya Kembara Cerita Lama Lintas Media, Genre, dan Bahasa dari Zaman ke Zaman. Makalah Seminar Tradisi Lisan Nusantara. Jakarta: ISUI
Soebadio, Haryati. 1983. Analisis Kebudayaan: Seniman dan Seni di Indonesia. Th. II, No. 2.
Soehardi. 2002. Nilai-nilai Tradisi Lisan dalam Budaya Jawa. Jurnal Humaniora Vol. XIV, No. 3/2002.
Sugihastuti. 2005. Rona Bahasa dan Sastra Indonesia: Tanggapan Penutur dan Pembaca. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suroso, dkk. 2000. Ikhtisar Seni Sastra. Solo: Pustaka Mandiri
Syam, Nur. 2009. Madzhab-Madzhab Antropologi. Jogjakarta: LKIS
Taum, Yoseph Yapi. 2011. Studi Sastra Lisan. Yogyakarta: Lamalera
Teeuw, A. 2003. Sastera dan Ilmu Sastera. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya
Tobing, Nelly L. 1997. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Maluku. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah
Vansina, Jan. 1985. Oral Tradition as History. Madison: The University of Wisconsin Press.
(5)
Wibowo, Wahyu. 2003. Manajemen Bahasa: Pengorganisasian Karangan Pragmatik dalam Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa dan Praktisi Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
(6)
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Elsa Latupeirissa, S. Pd., lahir di Ambon pada tanggal 27 April 1978. Penulis merupakan anak ke- 8 (putri bungsu) dari 8 bersaudara berasal dari pasangan bapak Agus Latupeirissa (alm) pensiunan Kantor Pajak Ambon dan ibu Welly Latupeirissa/Manuhutu (almh) seorang guru SD. Penulis menghabiskan masa kecil di daerah pusat kota Ambon bersama kedua orang tua dan saudara lainnya. Adapun riwayat pendidikan penulis adalah sebagai berikut.
Memasuki Sekolah Dasar pada tahun 1984 pada SD Negeri 3 Halong dan menamatkannya pada tahun 1990. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menegah Pertama pada tahun 1990 hingga tahun 1993 pada SMP Negeri 4 Ambon, kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 2 Ambon pada tahun 1993 dan menamatkannya pada tahun 1996. Setelah tamat SMA penulis melanjutkan pada salah satu universitas negeri di kota Ambon yaitu Universitas Pattimura Ambon pada tahun 1996 pada program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah dan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada tanggal 5 September 2001 dengan judul skripsi
“Peranan Model Belajar Kelompok Terhadap Hasil Belajar Bahasa dan Sastra Indonesia Siswa Kelas II SMU Negeri 3 Ambon”.
Menikah pada tahun 2003 dengan Elly Tuasuun bekerja sebagai teknisi komputer di kota Ambon, dan dari hasil perkawinan ini memperoleh 4 (empat) orang anak. Pada Tahun 2003 pernah menjadi tenaga pengajar honorer di SMU Negeri 14 Ambon selama 4 tahun, kemudian diangkat menjadi tenaga dosen tetap pada Universitas Pattimura Ambon pada tahun 2008 hingga kini dengan jabatan sebagai Asisten Ahli.