Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

(1)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Kerangka Teori

Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti terlebih dahulu menyusun kerangka teori yang sesuai dengan penelitiannya. Karena kerangka teori merupakan kajian tentang hubungan teori dengan berbagai faktor dalam perumusan masalah tersebut. Hal ini juga berguna untuk mempermudah peneliti menyusun penelitian dan hasil dari penelitian tersebut dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. Wilbur Schramm menyatakan teori yaitu, merupakan suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar yang tinggi, dan daripadanya proposisi bisa dihasilkan dan diuji secara ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai perilaku (Effendy, 2003:241). Adapun teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu komunikasi, komunikasi antarpribadi, komunikasi positif, dan motivasi belajar.

2.1.1 Komunikasi

2.1.1.1 Pengertian Komunikasi

Setiap orang yang hidup dalam masyarakat, secara kodrati senantiasa terlibat dalam komunikasi. Terjadinya komunikasi adalah sebagai konsekuensi hubungan sosial (social relations). Masyarakat paling sedikit terdiri dari dua orang yang saling berhubungan satu sama lain, karena berhubungan, menimbulkan interaksi sosial (social interaction).

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari kata Latin: communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna (Effendi, 2003:9). Jadi, jika dua orang terlibat dalam komunikasi, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama ada kesamaan makna, sehingga komunikasi yang dilakukan kedua orang tersebut bersifat komunikatif. Akan tetapi, pengertian komunikasi diatas sifatnya masih dasariah, dalam arti bahwa komunikasi minimal harus


(2)

mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan makna komunikasi tidak hanya bersifat informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.

Devito mendefinisikan “Komunikasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau lebih, yakni kegiatan menyampaikan dan menerima pesan yang mendapat distorsi dari gangguan-gangguan dalam suatu konteks yang menimbulkan suatu efek dan kesempatan untuk arus balik” (Fajar, 2009:29). Menurut Berelson dan Steiner, “Komunikasi adalah proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain melalui penggunaan symbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka-angka dan lainnya” (Fajar, 2009:32), sedangkan Carl I. Hovland mendefinisikan komunikasi adalah proses yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan (biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain (comunikate) (Mulyana, 2005:62).

Seperti yang disebutkan pada Bab I, model komunikasi yang dikemukakan oleh Harold Lasswell merupakan model komunikasi yang sering diterapkan. Model komunikasi Lasswell berupa ungkapan verbal yakni “who, says what, in

which channel, to whom, with what effect” atau siapa, mengatakan apa, dengan

saluran apa, kepada siapa, dengan pengaruh bagaimana” (Mulyana, 2005:62). Paradigma Lasswell diatas menunjukkan bahwa komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban yang diajukan itu, yakni :

Komunikator Pesan Media Komunikan Efek

Berdasarkan paradigma ini dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan atau pengertian oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.

Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “The Condition of

Success in Communication”, yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita

menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki. Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.


(3)

2. Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju kepada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.

3. Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.

4. Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan tadi yang layak bagi situasi kelompok di mana komunikan berada pada saat ia digerakkan untuk memberikan tanggapan yang dikehendaki (Effendy, 2003:41-42).

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sebuah komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang berhasil melahirkan kebersamaan (commonness) kesepahaman antara sumber (source) dengan penerima (audience). Di mana pesan harus menarik perhatian, dapat dimengerti, merupakan kebutuhan komunikan dan berupa saran untuk memperoleh kebutuhan. Sebuah komunikasi akan benar-benar efektif apabila audience menerima pesan, mengerti isi pesan sama seperti yang dikehendaki oleh si pengirim pesan.

2.1.1.2 Proses Komunikasi

Proses komunikasi pada hakikatnya adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan oleh seseorang (komunikator) kepada orang lain (komunikan). Proses komunikasi terbagi dua tahap, yakni secara primer dan secara sekunder (Effendy, 2003:11).

a. Proses Komunikasi secara Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran dan atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, warna, gambar, dan lain sebagainya yang secara langsung mampu “menerjemahkan” pikiran dan atau perasaan komunikator kepada komunikan.

b. Proses Komunikasi secara Sekunder

Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media perantara. Seorang komunikator menggunakan media kedua dalam melancarkan komunikasinya karena komunikan sebagai sasarannya berada di tempat yang relative jauh atau jumlahnya banyak.


(4)

Surat, telepon, teleks, surat kabar, majalah, radio, televisi, film, dan banyak lagi adalah media kedua yang sering digunakan dalam komunikasi.

2.1.1.3 Tatanan Komunikasi

Berdasarkan situasi komunikan (Effendy, 2003:53), komunikasi diklasifikasikan menjadi bentuk-bentuk sebagai berikut:

1. Komunikasi Pribadi (personal communication)

a. Komunikasi intra pribadi (interpersonal communication) b. Antar pribadi (interpersonal communication)

2. Komunikasi Kelompok (group communication)

a. Komunikasi Kelompok kecil (small group communication) b. Komunikasi Kelompok besar (large group communication) 3. Komunikasi massa (mass communication)

a. Komunikasi media massa cetak/pers (printed mass media

communication)

• Surat kabar • Majalah

b. Komunikasi media massa elektronik (electronic mass media

communication)

• Radio • Televisi • Film • Lain-lain

4. Komunikasi media (media communication) • Surat

• Telepon • Pamflet • Poster • Spanduk • dan lain-lain

2.1.2 Komunikasi Antarpribadi

2.1.2.1 Pengertian Komunikasi Antarpribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat didalamnya saling mempengaruhi. Sebagaimana diungkapkan oleh De Vito (Liliweri, 1991:12) bahwa komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan-pesan dari seseorang dan diterima oleh orang yang lain, atau sekelompok orang dengan efek dan umpan balik yang langsung.

Effendy (dalam Liliweri, 1991:12) mengemukakan bahwa pada hakikatnya komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara seorang komunikator dengan seorang komunikan. Jenis komunikasi tersebut dianggap paling efektif untuk


(5)

mengubah sikap, pendapat atau perilaku manusia berhubung prosesnya yang dialogis.

Sifat dialogis itu ditunjukkan melalui komunikasi lisan dalam percakapan yang menampilkan arus balik yang langsung. Jadi komunikator mengetahui tanggapan komunikan pada saat itu juga, komunikator mengetahui dengan pasti apakah pesan-pesan yang dia kirimkan itu diterima atau ditolak, berdampak positif atau negatif. Jika tidak diterima maka komunikator akan memberi kesempatan seluas-luasnya kepada komunikan untuk bertanya.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi adalah terdapatnya suatu hubungan komunikasi yang bukan saja sekedar menyampaikan informasi, tetapi terdapat unsur pendekatan pribadi. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dapat menggunakan kelima alat indra untuk mempertinggi daya bujuk pesan yang kita komunikasikan. Sebagai komunikasi yang paling lengkap dan paling sempurna, komunikasi antarpribadi berperan penting hingga kapan pun, selama manusia masih memiliki emosi.

2.1.2.2 Ciri-ciri Komunikasi Antarpribadi

Menurut Burnlund (Liliweri, 1991:12) ada beberapa ciri yang bisa diberikan untuk mengenal komunikasi antarpribadi, yaitu:

a. Komunikasi antar pribadi terjadi secara spontan b. Tidak mempunyai struktur yang teratur atau diatur c. Terjadi secara kebetulan

d. Tidak mengejar tujuan yang telah direncakan terlebih dahulu e. Indentitas kenggotaannya kadang-kdang kurang jelas

f. Bisa terjadi hanya sambil lalu saja

Pendapat Burnlund di atas menunjukkan bahwa komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan, tidak berstruktur, kebetulan, sambil lalu, dan tidak mengejar tujuan, yang mana keanggotaannya kurang jelas yaitu bisa terjadi antara dua orang, tiga orang atau mungkin empat orang.

Reardon (Liliweri, 1991:13) juga mengemukakan komunikasi antarpribadi mempunyai paling sedikit enam ciri, yaitu:

1. Dilaksanakan karena adanya pelbagai faktor pendorong

2. Berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja 3. Kerapkali berbalas-balasan


(6)

4. Mempersyaratkan adanya hubungan (paling sedikit dua orang) antarpribadi

5. Suasana hubungan harus bebas, bervariasi, dan adanya keterpengaruhan 6. Menggunakan pelbagai lambang-lambang yang bermakna.

Pendapat Reardon di atas berbeda dengan pendapat Barnlund, yang mana menurut Reardon komunikasi antarpribadi biasanya dihubungkan dengan pertemuan antara dua orang dengan suasana yang bebas/bervariasi yang menggunakan lambang-lambang bermakna yang akan lebih memperkuat dan memperjelas bahasa verbal, pihak yang terlibat menangkap reaksi orang lain secara langsung (berbalas-balasan), saling mempengaruhi satu dengan lainnya, serta dilaksanakan karna adanya faktor pendorong yang berakibat sesuatu yang disengaja maupun yang tidak disengaja.

Devito (Liliweri, 1991:13) mengemukakan suatu komunikasi antarpribadi mengandung cirri-ciri: 1) keterbukaan atau openness, 2) empati atau empathy, 3) dukungan atau supportivness, 4) rasa positif atau positiveness, 5) kesamaan atau

equality. Sedangkan menurut Everet M.Rogers ada beberapa ciri komunikasi yang

menggunakan saluran komunikasi antarpribadi (dalam Liliweri, 1991:13) adalah: a. Arus pesan yang cenderung dua arah

b. Konteks komunikasinya tatap muka c. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi

d. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas yang tinggi

e. Kecepatan jangkuan terhadap audience yang besar relatif lambat f. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap

Dari pelbagai sumber tersebut di atas, maka penulis mencoba memberikan beberapa ciri-ciri dari komunikasi antarpribadi yaitu; (1) komunikasi antarpribadi biasanya terjadi secara spontan, simultan dan sambil lalu, (2) komunikasi antarpribadi dilakukan secara tatap muka dan berada pada jarak yang dekat, (3) komunikasi antarpribadi seringkali berlangsung secara berbalas-balasan atau pihak yang terlibat menangkap reaksi orang lain secara langsung baik verbal maupun non verbal, (4) dalam komunikasi antarpribadi tercipta suasana yang dekat antara pihak yang terlibat, (5) pihak yang terlibat saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya, (6) komunikasi antarpribadi melibatkan dua orang atau lebih, (7) dalam komunikasi antarpribadi terdapat tingkat hubungan yang terjadi diantara kedua pihak yang terlibat tetapi dapat juga terjadi secara kebetulan


(7)

diantara pihak yang tidak mempunyai identitas yang jelas, (8) komunikasi antarpribadi menggunakan lambang-lambang yang bermakna yang berasal dari bahasa nonverbal, dimana bahasa nonverbal ini akan lebih memperkuat dan memperjelas bahasa verbal yang kita sampaikan atau ucapkan.

2.1.2.3 Sifat-sifat Komunikasi Antarpribadi

Miller dan Steinberg (dalam Liliweri, 1991:30) menyatakan:

“Komunikasi antarpribadi hanya dengan memperhatikan situasi maka hal itu sifatnya statik, tidak seorangpun dapat mengembangkannya lagi. Padahal situasi hubungan antar manusia demikian bebasnya dan selalu dapat berubah-ubah”.

Berdasarkan pendapat Miller dan Steinberg maka kedudukan komunikator yang dapat bergantian dengan komunikan pada tahap lanjutan harus menciptakan suasana hubungan antar manusia yang terlibat didalamnya. Pada tahap ini maka komunikasi antar manusia harus benar-benar manusiawi sehingga orang-orang yang tidak saling mengenal satu sama lain lebih kurang mutu komunikasinya dari pada komunikasi antar pribadi diantara pihak-pihak yang sudah saling mengenal sebelumnya.

Ada tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi antar dua orang merupakan komunikasi antarpribadi dan bukan komunikasi lainnya yang terangkum dari pendapat-pendapat Reardon (1987), Effendy (1986), Porter dan Samovar (1982) (dalam Liliweri, 1991:31). Sifat-sifat komunikasi antarpribadi itu adalah:

a. Komunikasi antarpribadi melibatkan di dalamnya perilaku verbal maupun nonverbal. Jika kita amati, maka setiap saat orang mengirimkan pesan-pesan yang bersifat verbal dan nonverbal dalam komunikasi antarpribadi. Dalam komunikasi antarpribadi tanda-tanda verbal diwakili dalam penyebutan kata-kata, pengungkapannya baik yang lisan maupun tertulis. Sedangkan tanda-tanda nonverbal tertulis dalam ekspresi wajah, dan gerak.

b. Komunikasi antarpribadi melibatkan perilaku yang spontan, scripted dan

contrivied. Ketika berkomunikasi dengan sesama kita harus

mempertimbangkan secara pasti setiap perilaku kita sendiri. Bisa saja kita mengatakan apa saja yang ada dalam benak kita, kemudian menunjukkan baik dalam perilaku yang disebut spontan, scripted dan contrivied. Bentuk


(8)

perilaku yang pertama adalah yang bersifat spontan. Perilaku seperti ini dalam komunikasi antar pribadi dilakukan secara tiba-tiba, serta-merta untuk menjawab suatu rangsangan dari luar tanpa terpikir lebih dahulu. Sedang bentuk yang ke dua yang bersifat scripted. Reaksi dari emosi terhadap pesan yang diterima jika pada taraf yang terus menerus membangkitkan suatu kebiasaan untuk belajar, dan akhirnya perilaku ini dilakukan berdasarkan fator kebiasaan sebagai suatu proses yang berkembang.

c. Komunikasi antarpribadi sebagai suatu proses yang berkembang. Sifat yang ketiga dari komunikasi antarpribadi adalah sifat yang terlihat sebagai suatu proses yang berkembang gambaran mana yang menunjukkan komunikasi antarpribadi sebenarnya tidaklah statis melainkan dinamis. d. Komunikasi antarpribadi harus menghasilkan umpan balik, mempunyai

interaksi, dan koherensi. Agar komunikasi antarpribadi dikatakan sukses maka para pesertanya harus berpartisipasi satu terhadap yang lain baik dengan pesan-pesan yang verbal maupun nonverbal. Suatu komunikasi antarpribadi harus ditandai dengan adanya suatu umpan balik. Seandainya kita berbicara dengan orang lain, dan yang diharapkan adalah jawabannya sehingga kita mengetahui pikirannya, perasaannya dan melaksanakan apa yang kita maksudkan, dan jika harapan-harapan itu terpenuhi, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi telah berhasil karena umpan baliknya membuat kita bersama menjadi mengerti.

e. Komunikasi antarpribadi biasanya diatur dengan tata aturan yang bersifat intrinsik dan ekstrinsik. Adapun yang dimaksud dengan intrinsik adalah suatu standart dari perilaku yang dikembangkan oleh seorang sebagai pandu bagaimana mereka melaksanakan komunikasi. Sedangkan yang bersifat ekstrinsik adalah adanya standart atau tata aturan lain yang ditimbulkan karena adanya pengaruh pihak ketiga atau pengaruh situasi dan kondisi sehingga komunikasi antar manusia harus diperbaiki atau malah dihentikan.

f. Komunikasi antarpribadi menunjukkan adanya suatu tindakan. Sifat keenam dari komunikasi antarpribadi adalah harus adanya sesuatu yang


(9)

dibuat oleh mereka yang terlibat dalam proses komunikasi tersebut. Jadi kedua pihak harus sama-sama mempunyai kegiatan, aksi tertentu sebagai tanda bahwa mereka sedang berkomunikasi. Suatu hubungan sebab akibat yang dilandasi adanya tindakan bersama-sama itu dianalogikan dalam permainan bola kaki dimana satu orang dengan orang yang lain saling mengumpan balik.

g. Komunikasi antarpribadi merupakan persuasi antar manusia. Persuasi merupakan tehnik untuk mempengaruhi manusia dengan menggunakan serta memanfaatkan data dan fakta psikologis maupun sosiologis dari komunikan yang hendak dipengaruhi dengan demikian persuasi bukan merupakan pembujukan terhadap seseorang ataupun suatu kelompok untuk menerima pendapat yang lain. Pada saat sekarang ini para ahli komunikasi cenderung memandang persuasi sebagai sesuatu yang dilakukan seseorang terhadap orang yang lain. Ketika akan melakukan komuniksi yang persuasif maka seorang komunikator harus merasa berbicara dengan orang lain. Dengan kata lain harus menunjukkan adanya hubungan dua pihak yang berkomunikasi secara bersamasama.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa jika hendak menciptakan suatu komunikasi antarpribadi yang lebih bermutu maka harus didahului dengan keakraban, karna tidak semua bentuk interaksi yang dilakukan antara dua orang dapat digolongkan komunikasi antarpribadi. Terdapat tujuh sifat yang menunjukkan bahwa suatu komunikasi dikatakan komunikasi antarpribadi yaitu melibatkan di dalamnya perilaku verbal dan nonverbal, melibatkan pernyataan/ungkapan yang spontan, komunikasi antarpribadi tidak statis melainkan dinamis, melibatkan umpan balik pribadi dan hubungan interaksi serta koherensi, dipandu oleh tata aturan yang bersifat instrinsik dan ekstrinsik, merupakan suatu kegiatan dan tidakan, melibatkan didalamnya bidang persuasif. 2.1.2.4 Tujuan Komunikasi Antarpribadi

Dalam kegiatan apapun komunikasi antarpribadi tidak hanya memiliki ciri dan sifat tertentu, tetapi juga memiliki tujuan agar komunikasi antarpribadi tetap berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antarpribadi adalah sebagai berikut :


(10)

1. Mengenal diri sendiri dan orang lain

Salah satu cara mengenal diri sendiri adalah melalui komunikasi antar pribadi. Komunikasi antar pribadi memberikan kesempatan bagi kita untuk memperbincangkan diri kita sendiri, dengan membicarakan tentang diri kita sendiri pada orang lain. Kita akan mendapatkan perspektif baru tentang diri kita sendiri dan memahami lebih mendalam tentang sikap dan perilaku kita. Pada kenyataanya, persepsi-persepsi diri kita sebagian besar merupakan hasil dari apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dari orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

2. Mengetahui dunia luar

Komunikasi antar pribadi juga memungkinkan kita untuk memahami lingkungan kita secara baik yakni tentang objek, kejadian-kejadian dan orang lain. Banyak informasi yang kita miliki dengan interaksi antar pribadi.

3. Menciptakan dan memelihara hubungan

Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, hingga dalam kehidupan sehari-hari orang ingin menciptakan dan memelihara hubungan dekat dengan orang lain. Dengan demikian banyak waktu yang digunakan dalam komunikasi antar pribadi bertujuan untuk menciptakan dan memelihara hubungan sosial dengan orang lain. Hubungan demikian mengurangi kesepian dan ketegangan serta membuat kita merasa lebih positif tentang diri kita sendiri.

4. Mengubah sikap dan perilaku

Dalam komunikasi antar pribadi sering kita berupaya menggunakan sikap dan perilaku orang lain. Keinginan memilih suatu cara tertentu, mencoba makanan baru, membaca buku, berfikir dalam cara tertentu, dan sebagainya. Singkatnya banyak yang kita gunakan untuk mempersuasikan orang lain melalui komunikasi antar pribadi.

5. Bermain dan mencari hiburan

Bermain mencakup semua kegiatan untuk memperoleh kesenangan. Pembicaraan-pembicaraan lain yang hampir ama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh hiburan. Seringkali hal tersebut tidak dianggap penting, tapi sebenarnya komunikasi yang demikian perlu dilakukan, karena memberi suasan lepas dari keseriusan, ketegangan, kejenuhan dan sebagainya.

6. Membantu orang lain

Kita sering memberikan berbagai nasehat dan saran pada teman-teman yang sedang menghadapi masalah atau suatu persoalan dan berusaha untuk menyelesaikannya. Hal ini memperlihatkan bahwa tujuan dari proses komunikasi antar pribadi adalah membantu orang lain.

(Fajar, 2009:78).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi antarpribadi dapat dipergunakan untuk berbagai tujuan, dimana tujuan-tujuan komunikasi antarpribadi yang diuraikan di atas dapat dilihat sebagai faktor-faktor motivasi atau sebagai alasan-alasan mengapa kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi.


(11)

Dapat dikatakan kita terlibat dalam komunikasi antarpribadi untuk memperoleh kesenangan, membantu orang lain, mengubah sikap dan perilaku seseorang. Tujuan-tujuan ini dapat dipandang sebagai hasil atau efek umum dari komunikasi antarpribadi. Dapat dikatakan, kita dapat mengenal diri kita sendiri, membuat hubungan lebih bermakna, dan memperoleh pengetahuan tentang dunia luar sebagai suatu hasil dari komunikasi antarpribadi. Dengan demikian, komunikasi antarpribadi biasanya dimotivasi oleh berbagai faktor dan mempunyai berbagai hasil atau efek.

2.1.2.5 Faktor-Faktor yang Menumbuhkan Hubungan Antarpribadi dalam Komunikasi Antarpribadi.

Pola-pola komunikasi antarpribadi (interpersonal) mempunyai efek yang berlainan pada hubungan antarpribadi. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi antarpribadi dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Bila diantara komunikator dan komunikan berkembang sikap curiga, maka makin sering mereka berkomunikasi makin jauh jarak yang timbul. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan. Ada beberapa faktor yang dapat menumbuhkan hubungan antarpribadi yang baik (Rakhmat, 2003 : 129), yaitu:

1. Percaya

Faktor percaya merupakan faktor yang paling penting di antara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal. Secara ilmiah menurut Griffin, percaya didefinisikan sebagai “mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh resiko” (Rakhmat, 2003 : 130). Defenisi ini menyebutkan 3 (tiga) unsur percaya, yaitu :

a. Ada situasi yang menimbulkan risiko. Bila orang menaruh kepercayaan pada seseorang, ia akan menghadapi resiko. Resiko itu dapat berupa kerugian yang anda alami. Bila tidak ada resiko, percaya tidak diperlakukan.

b. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung pada perilaku orang lain.

c. Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.


(12)

Jadi, sikap percaya berkembang apabila setiap komunikan menganggap komunikan lainnya berlaku jujur. Sikap ini dibentuk berdasarkan pengalaman kita dengan komunikan, karena itu sikap percaya berubah-ubah bergantung kepada komunikan yang dihadapi.

2. Sikap Suportif

Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang dikatakan bersikap defensif bila tidak menerima, tidak jujur dan tidak empatis. Jack R. Gibb, (1961) menyebutkan enam perilaku yang menimbulkan perilaku suportif (Rakhmat, 2003:134):

• Deskripsi artinya penyampaian perasaan dan persepsi yang dimiliki tanpa menilai.

• Orientasi Masalah. Dalam orientasi masalah artinya mengajak orang lain bersama-sama untuk menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya.

• Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam.

• Empati artinya menempatkan diri kita pada posisi oran lain; kita ikut serta

secara emosional dan intelektual dalam pengalaman orang lain. Dan tanpa empati, orang seakan –akan “mesin” yang hampa perasaan dan tanpa perhatian.

• Persamaan artinya sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan

demokratis. Dalam persamaan seseorang tidak mempertegas perbedaan.

• Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat kita,

untuk mengakui bahwa pendapat manusia adalah tempat kesalahan;m terkadang satu pendapat dan keyakinannya bisa berubah.

Jadi, makin sering orang menggunakan perilaku dari sikap suportif yaitu deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan provisionalisme maka makin kecil kemungkinan komunikasi defensif. Sebaliknya ketika orang menggunakan perilaku defensif maka menyebabkan gagalnya komunikasi antarpribadi (interpersonal) karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.


(13)

3. Sikap Terbuka

Sikap terbuka (open mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi interpersonal yang efektif. Brooks dan Emmert (Rakhmat, 2003 : 137) memberi karakteristik orang yang bersikap terbuka, yaitu :

• Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan keajegan logika.

• Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb. • Berorientasi pada isi.

• Mencari informasi dari berbagai sumber.

• Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya. • Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian

kepercayaannya.

Jadi, agar komunikasi antarpribadi (interpersonal) yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, maka kita harus bersikap terbuka. Bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap suportif, sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian saling menghargai, dan yang paling penting adalah saling mengembangkan kualitas hubungan antarpribadi (interpersonal).

2.1.2.6 Teori Self Disclosure

Pembukaan diri atau self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan kita terhadap situasi yang sedang kita hadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan kita di masa kini (Supratiknya, 1995:14). Tanggapan terhadap orang lain atau terhadap kejadian tertentu lebih melibatkan perasaan. Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja kita saksikan.

Membuka diri tidak sama dengan mengungkapkan detail-detail intim dari masa lalu. Mengungkapkan hal-hal yang sangat pribadi dapat menimbulkan perasaan intim dan kedekatan. Hubungan sejati terbina dengan mengungkapkan reaksi kita terhadap berbagai kejadian yang kita alami bersama atau terhadap apa yang dikatakan atau dilakukan oleh lawan komunikasi kita.


(14)

Teori ini sering juga disebut teori “Johari Window” yang dianggap sebagai dasar untuk menjelaskan dan memahami interaksi antar pribadi secara manusiawi. Garis besar model teori ini dapat dilihat dalam gambar berikut ini :

Saya Tahu Saya tidak tahu Orang lain tahu

Orang lain tidak tahu

Gambar 2.1 JENDELA JOHARI

“Bidang Pengenalan Diri dan Orang Lain (Liliweri, 1991:53)”

Jendela Johari terdiri dari empat bingkai. Masing-masing bingkai berfungsi menjelaskan bagaimana tiap individu mengungkapkan dan memahami diri sendiri dalam kaitannya dengan orang lain. Asumsi Johari bahwa jika setiap individu bisa memahami diri sendiri maka dia bisa mengendalikan sikap dan tingkah lakunya di saat berhubungan dengan orang lain.

Bingkai 1, menunjukkan antara seorang dengan yang lain mengembangkan suatu hubungan yang terbuka sehingga dua pihak saling mengetahui masalah dalam hubungan mereka. Johari menyebutkan “bidang terbuka”, suatu bingkai yang paling ideal dalam hubungan dan komunikasi antar pribadi. Bingkai 2, adalah bidang buta, menggambarkan masalah hubungan antara kedua pihak hanya diketahui orang lain namun tidak diketahui oleh diri sendiri. Bingkai 3, disebut bidang tersembunyi yang .menggambarkan masalah tersebut diketahui diri sendiri namun tidak dengan orang lain. Bingkai 4, disebut bidang tidak dikenal yang menunjukkan dimana kedua belah pihak sama-sama tidak mengetahui masalah hubungan diantara mereka (Liliweri, 1991:54).

Model Jendela Johari dibangun berdasarkan delapan asumsi yang berhubungan dengan perilaku manusia (digilib.sunan-ampel.ac.id). Asumsi-asumsi itu menjadi landasan berpikir, antara lain adalah:

- Asumsi pertama, pendekatan terhadap perilaku manusia harus dilakukan secara holistik. Artinya kalau kita hendak menganalisis perilaku manusia maka analisis itu harus menyeluruh sesuai konteks dan jangan terpenggal-penggal.

1. TERBUKA 2. BUTA


(15)

- Asumsi kedua, apa yang dialami seseorang atau sekelompok orang hendaklah dipahami melalui persepsi dan perasaan tertentu, meskipun pandangan itu bersifat subjektif.

- Asumsi ketiga, perilaku manusia lebih sering emosional bukan rasional. Pendekatan humanistik terhadap perilaku sangat menekankan betapa pentingnya hubungan antara faktor emosi dengan perilaku.

- Asumsi keempat, setiap individu atau sekelompok orang sering tidak menyadari bahwa tindakan-tindakannya dapat menggambarkan perilaku individu atau kelompok tersebut. Setiap individu atau kelompok perlu meningkatkan kesadaran sehingga mereka dapat mempengaruhi dan dipengaruhi orang lain.

- Asumsi kelima, faktor-faktor yang bersifat kualitatif misalnya derajat penerimaan antarpribadi, konflik, kepercayaan antarpribadi merupakan faktor penting yang mempengaruhi perilaku manusia.

- Asumsi keenam, aspek yang terpenting dari perilaku ditentukan oleh proses perubahan perilaku bukan oleh struktur perilaku yang selalu mengutamakan tema-tema perubahan dan pertumbuhan perilaku manusia. - Asumsi ketujuh, di mana kita dapat memahami prinsip-prinsip yang

mengatur perilaku melalui pengujian terhadap pengalaman yang dialami individu. Asumsi ini mengingatkan kita bahwa orientasi fenomenologis terhadap perilaku manusia melalui pengamatan empiris dari berbagai pengalaman masih lebih kuat daripada sekedar mengabstraksi perilaku manusia semata.

- Asumsi kedelapan, perilaku manusia dapat dipahami dalam seluruh kompleksitasnya bukan dari sesuatu yang disederhanakan. Asumsi ini berkaitan erat dengan asumsi pertama yang menganjurkan suatu pendekatan yang holistik terhadap perilaku manusia.

Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa Self Disclosure mendorong adanya keterbukaan. Keempat bidang dalam Johari Window merupakan satu kesatuan yang teradapat dalam diri setiap orang, hanya saja kadar bidang berbeda satu dengan yang lain. Bidang I (daerah terbuka) dalam jendela johari merupakan keadaan yang dikehendaki sebenarnya dalam berkomunikasi khususnya di dalam sebuah sekolah, dimana antar komunikator (guru) dengan komunikan (siswa) saling mengetahui makna pesan yang sama (saling terbuka).

2.1.3 Komunikasi Positif

2.1.3.1 Pengertian & Ciri Komunikasi Positif

Setiap hari kita berkomunikasi dengan orang lain melalui berbagai media dan cara. Berkomunikasi sangat penting bagi kita karena melalui komunikasi beberapa kebutuhan kita terpenuhi. Sebagai contoh, melalui komunikasi kita mendapatkan informasi penting untuk menyelesaikan tugas tertentu. Melalui


(16)

komunikasi, kita memperoleh kepuasan psikologis seperti terpenuhinya perasaan cinta, perhatian dan kasih sayang. Bisa dibayangkan betapa tersiksanya manusia jika dalam sehari atau seminggu tidak melakukan kontak komunikasi dengan orang lain.

Begitu juga anak, mereka sangat membutuhkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empati. Melalui komunikasi yang hangat dan penuh empati tersebut, anak terpenuhi kebutuhan psikologisnya. Mereka merasa ada yang mencintai dan memperhatikannya, sehingga membuat dirinya berharga dan selalu dicintai. Sebaliknya, anak-anak yang tidak mendapatkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empatis menderita secara psikologis. Banyak diantara mereka yang berkembang menjadi pribadi antisosial, terlibat penyalahgunaan narkoba, atau masuk penjara karena terkait dengan masalah kriminal.

Pada kasus penyalahgunaan napza (narkoba psikotropika, dan zat adiktif) Hawawi (Ramadhani, 2006:22) menemukan bahwa ada tiga faktor utama yang mempengaruhi apakah seseorang terlibat dalam penggunaan napza, diantaranya yaitu:

1. Faktor Predisposisi, meliputi: • Gangguan kepribadian antisosial • Kecemasan

•Depresi

2. Faktor Kontribusi, meliputi: • Kondisi keluarga

• Keutuhan keluarga • Kesibukan orangtua • Hubungan interpersonal 3. Faktor Pencetus, meliputi: • Pengaruh teman sebaya • Tersedianya napza

Komunikasi positif adalah “komunikasi yang mendorong seseorang untuk berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis” (Ramadhani, 2006:7). Menurut Ramadhani beberapa ciri komunikasi positif yaitu:

1. Empati

Empati merupakan pemahaman kita tentang orang lain berdasarkan sudut pandang, perspektif, kebutuhan-kebutuhan, dan pengalaman-pengalaman orang tersebut. Sikap empati menentukan kelanjutan dari proses terciptanya hubungan interpersonal yang baik.


(17)

2. Responsif

Responsif merupakan kemampuan memberikan respon yang tepat, memiliki nilai manfaat, tidak berlebihan atau tidak proporsional. Komunikasi yang responsif berarti komunikasi yang sesuai dengan situasi yang dihadapi. Artinya, kita tidak dapat menyamaratakan respon kita untuk setiap situasi. Usia anak juga menjadi patokan untuk menentukan ketepatan respon kita. Untuk itu, informasi-informasi khusus menjadi penting untuk menjadi landasan dalam memberikan respon yang tepat. 3. Pesan Positif

Pesan Positif merupakan komunikasi yang mampu mengembangkan potensi positif yang dimiliki anak melalui pesan-pesan yang membangun, memotivasi dan menguatkan keyakinan diri anak. Komunikasi melalui pesan positif mengarahkan perspektif anak pada hal-hal yang lebih positif pada dirinya.

4. Terbuka dan saling mempercayai

Terbuka dan saling mempercayai dicirikan sebagai komunikasi dua arah yang melibatkan pembicaraab dari hati ke hati, tanpa adanya usaha untuk menyembunyikan apapun sehingga semua informasi tersampaikan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Komunikasi terbuka terjadi ketika sudah terciptanya iklim saling percaya.

5. Mendengar aktif

Mendengar aktif adalah mampu mendengarkan anak dengan sabar. Kemampuan mendengarkan ini merupakan sarana untuk memperoleh informasi yang akurat dan valid tentang apa yang dialami anak. Dengan mendengarkan secara aktif, maka dapat memahami anak secara lebih mendalam sehingga dapat tepat sasaran dan efektif saat mengambil keputusan.

6. Optimistik

Optimistik adalah komunikasi yang mendorong anak berpikir penuh harapan dan positif. Komunikasi yang optimistik mendorong anak menjadi orang-orang yang mampu memotivasi diri ketika keadaaan yang dihadapinya semakin sulit. Kata-kata penuh energi positif, mengandung


(18)

spirit dan semangat juang tinggi terkandung dalam komunikasi yang optimistic.

7. Proporsional

Proporsional adalah merespon sesuatu sesuai dengan ukurannya, tidak melibatkan emosi tetapi lebih melibatkan kebijaksanaan. Komunikasi yang proporsional berarti tidak melebih-lebihkan hal yang kecil, dan tidak menganggap kecil atau remeh hal yang besar dan penting.

8. Tidak menghakimi

Tidak menghakimi adalah komunikasi yang lebih banyak menilai sisi positif anak dibandingkan sisi negatifnya. Komunikasi yang tidak menghakimi berarti komunikasi yang tidak terlalu mudah menyalahkan dan memojokkan anak ketika anak bermasalah. Pemberian label negatif, cemoohan dan hukuman verbal pada anak dihindari pada komunikasi yang tidak menghakimi.

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi positif adalah komunikasi yang mendorong seseorang berkembang secara optimal, baik secara fisik maupun psikis, yang memiliki cirri-ciri empatik, responsif, mengandung pesan positif, terbuka dan terpercaya, mendengarkan secara aktif, mendorong optimisme yang proporsional dan tidak menghakimi. Komunikasi positif perlu dikembangkan agar kebutuhan akan aspek psikologis anak dapat terpenuhi. Seorang anak membutuhkan sentuhan komunikasi yang hangat dan penuh empati, karena itulah orangtua/guru hendaknya senantiasa bekomunikasi secara positif agar anak yang menjadi investasi masa depan dapat tumbuh dengan sehat, baik secara fisik maupun mental.

2.1.3.2 Peranan Komunikasi Positif

Komunikasi positif memiliki pengaruh yang signifikan bagi perkembangan anak selanjutnya. Terjalinnya komunikasi yang hangat dan positif antara anak dan orangtua/guru menjadi kunci untuk mengembangkan potensi anak secara maksimal. Ramadhani (2006:28) menyatakan beberapa potensi kepribadian tersebut diantaranya adalah:


(19)

1. Mampu Mengembangkan Konsep Diri

Konsep diri anak banyak dibentuk dalam proses interaksi dengan lingkungannya. Proses interaksi antara anak dengan lingkungan terdekatnya (orangtua/guru) terjadi melalui proses komunikasi yang bisa berbentuk verbal maupun nonverbal. Melalui komunikasi verbal, anak menangkap penilaian-penilaian dari lingkungan terdekatnya. Jika penilaian-penilaian ini terjadi secara kontinu, maka akan terinternalisasi dalam diri anak. Ketika anak lebih banyak menerima masukan atau penilaian positif tentang dirinya, maka masukan atau penilaian positif ini akan terinternalisasi dalam diri anak, kemudian masukan atau penilaian ini menjadi bagaian dari kepribadian anak sehingga konsep diri yang berkembangpun lebih cenderung positif. Sebaliknya, jika anak lebih banyak menerima masukan atau penilaian negatif, maka konsep diri yang berkembang lebih cenderung konsep diri yang negatif. Cara mengembangkan konsep diri positif melalui komunikasi positif yaitu:

- Selalu melihat sisi positif anak

- Lebih banyak memberikan pujian ketimbang kecaman - Menghindari pemberian label/julukan negatif pada anak - Mendorong anak untuk berpikir positif tentang dirinya

- Memberikan kesempatan pada anak untuk mengaktualkan potensinya - Mendorong anak untuk menerima dirinya apa adanya

(Ramadhani , 2006:92)

Jadi, konsep diri anak terutama terbentuk dari pengalaman dan interaksi dengan orang-orang terdekat dalam kehidupan, seperti orangtua, kakak, adik, guru, atau teman dekat. Jika kebanyakan orang terdekat menilai diri anak positif, maka anak pun akan mengembangkan konsep diri yang positif pula. Komunikasi yang positif merupakan cara dalam mengembangkan konsep diri anak.

2. Mengembangkan Harga Diri

Harga diri mencakup aspek evaluasi terhadap diri sendiri, sejauh mana kita menilai diri kita secra positif/baik dan negatif/buruk. Rose, Terry & Leventhal (Ramadahani, 2006:108) menjelaskan bahawa orang-orang dengan harga diri yang rendah ternyata mengalami lebih banyak kesulitan ketika manghadapi masalah atau hambatan. Kesulitan ini terjadi karena adanya dua jenis persepsi diri negatif dasar, yaitu orang-orang dengan harga diri rendah memiliki tingkat ketakutan yang lebih tinggi ketika menghadapi anacaman atau masalah, dan


(20)

orang-orang dengan harga diri yang rendah menganggap diri mereka sendiri sebagai orang-orang yang kurang memiliki keterampilan yang baik untuk menangani suatu masalah sehingga akibatnya mereka kurang tertarik untuk mengambil langkah-langkah preventif, keyakinan mereka akan kemampuannya dalam memecahkan masalah rendah sehingga mereka cenderung menarik diri atau lari dari masalah, bukan menghadapi dengan bertanggungjawab.

Orangtua atau guru bisa mengembangkan kekuatan harga diri anak melalui komunikasi positif, yaitu dengan cara:

- Menanamkan keyakinan diri anak bahwa dia berharga - Memotivasi anak untuk meraih prestasi

- Mendukung pilihan anak untuk hidupnya sendiri

- Menegaskan bahwa anak memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

(Ramadhani, 2006:109)

Jadi, kekuatan harga diri anak dapat dikembangkan melalui komunikasi positif dari orangtua/guru. Semakin sering orangtua/guru berkomunikasi positif pada anak maka akan membentuk harga diri yang baik pada anak sehingga anak memiliki keyakinan diri yang kuat dan keyakinan bahwa mampu untuk sukses dalam mencapai tujuan-tujuannya.

3. Mengembangkan Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri merupakan keyakinan akan kemampuan diri sendiri untuk mencapai suatu yang dicita-citakan. Kepercayaan diri tumbuh berawal dari penerimaan diri. Orang yang percaya diri merasa bahwa dia telah melakukan yang terbaik dengan usahanya, dan berusaha mengaktualkan nilai-nilai luhur dalam hidupnya. Pendorong utama berkembangnya kepercayaan diri anak adalah sikap penerimaan dari orang terdekatnya, artinya orangtua/guru yang menerima anak secara keseluruhan baik kelebihan maupun kekurangan anaknya tanpa syarat, merupakan penentu berkembangnya kepercayaan diri anakyang optimal. Hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa anak yang dotolak dan diabaikan cenderung merasa tersisih, tidak percaya diri dan merasa tidak berharga sebagai manusia. Mereka mengalami gangguan penyesuaian diri dan kurang mampu secara optimal mengembangkan bakat dan potensinya di masa dewasanya. Beberapa cara mengembangkan


(21)

kepercayaan diri anak melalui komunikasi positif (Ramadhani, 2006:129) adalah:

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa dia mampu melakukan sesuatu. - Menanamkan keyakinan bahwa anak mampu mengatasi setiap kendala

yang dihadapinya.

- Menanmkan keyakinan bahwa setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri.

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa untuk mewujudkan sesuatu dia membutuhkan bantuan orang lain.

- Menanamkan keyakinan pada anak bahwa Allah SWT selalu memberikan kekuatan dan jalan yang mudah untuk mewujudkan cita-citanya.

Jadi, kepercayaan diri dapat dikembangkan melalui komunikasi positif. Sikap menerima kelebihan dan kekurangan anak akan mendorong secara optimal kepercayaan diri anak sehingga anak memiliki suatu kekuatan dalam dirinya untuk mencapai suatu yang dicita-citakan.

4. Pengembangan Kendali Diri

Seorang anak membutuhkan kendali diri yang kokoh agar mampu mengarahkan perilakunya menuju tujuan yang telah ditetapkannya. Namun seringkali anak tidak mengerti cara yang mudah dilaksanakan untuk mengendalikan perilakunya sendiri. Anak-anak yang kesulitan mengendalikan perilakunya sendiri cenderung bertindak impulsif dan mengikuti gejolak emosinya sehingga akibatnya perilakunya tidak bertujuan dan cenderung menjerumuskan dirinya sendiri. Menurut Ramadhani (2006:142) beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengembangkan kendali diri internal anak yang kuat yaitu dengan:

- Mengubah paradigma berpikir anak. - Ajak anak untuk memahami kekuatannya.

- Ajarkan anak untuk mengevaluasi setiap tindakannya.

- Latih anak menggunakan teknik positif self statement untuk mengendalikan emosi dan perilakunya.

- Bimbing anak agar mengerti prinsip berusaha sekaligus berdoa.

Jadi, berkomunikasi yang hangat dan positif terhadap anak merupakan cara yang mudah untuk mengembangkan kendali diri anak. Anak dengan kendali diri yang baik akan lebih mampu mengahadapi situasi yang penuh distres, lebih mampu memecahkan masalah secara efektif, dan akan senantiasa aktif menggapai impiannya.


(22)

5. Mengembangkan Kematangan Emosional Anak

Kemampuan anak mengelola emosinya bisa ditingkatkan dengan cara berkomunikasi dengan anak. Untuk itulah sangat dianjurkan membangun komunikasi positif dengan anak. Menurut Goleman (Ramadhani, 2006:154) kemampuan individu dalam mengelola emosinya ternyata banyak membantu kesuksesannya di masa depan. Goleman mengatakan bahwa hanya 20% kesuksesan seseorang ditentukan oleh IQ, tetapi 80%nya ditentukan oleh kemampuan seseorang dalam mengelola emosinya. Kecerdasan emosi ini terdiri dari: kesadaran diri, kemampuan mengelola emosi, optimisme, empati, dan keterampilan sosial.

Jadi, membangun komunikasi positif dengan anak merupakan hal yang penting dalam meningkatkan kematangan emosional anak. Anak dengan kematangan emosional yang tinggi akan mampu menyadari emosi-emosinya dengan tepat, mampu mengendalikan emosi-emosi negatif sehingga tidak mudah mengalami stres, tidak mudah putus asa dalam mengahadapi kesulitan sehingga mampu memotivasi dirinya menuju kesuksesan.

6. Mengembangkan Kecerdasan Sosial Anak

Kecerdasan sosial diartikan sebagai kemampuan dan keterampilan seseorang dalam menciptakan relasi, membangun relasi, dan mempertahankan relasi sosialnya hingga kedua belah pihak berada dalam situasi menang-menang atau saling menguntungkan (Ramadhani, 2006:187). Karakteristik anak yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi yaitu: 1) mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial baru secara efektif, 2) mampu berempati dengan orang lain, 3) mampu mempertahankan relasi sosialnya secara efektif, 4) mampu menyadari komunikasi verbal dan non verbal yang dimunculkan orang lain, 5) mampu memecahkan masalah yang terjadi dalam relasi sosialnya dengan pendekatan win-win solution, 6) memiliki keterampilan komunikasi yang mencakup keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif, dan menulis efektif. Beberapa cara yang bisa dilakukan orangrua atau guru untuk mengembangkan perilaku kecerdasan sosial anak (Ramadhani, 2006:189), yaitu:


(23)

- Beri contoh dan tunjukkan secara nyata pada anak akan pentingnya perilaku prososial dengan melakukan tindakan membantu, berbagi, dan memberi kepada orang lain.

- Bertindak adil dalam memberi perhatian dan kasih sayang pada semua anak.

- Mengajak anak dalam kegiatan-kegiatan amal sosial.

- Menjelaskan pada anak akan keuntungan berperilaku prososial dengan bahasa yang mudah dipahami.

- Bertindak tegas jika melihat anak berperilaku mementingkan dirinya sendiri, tidak mau bekerja sama atau tidak mau membantu orang lain. - Memuji anak ketika dia berhasil menunjukkan tindakan mau membantu,

mau berbagi, dan mau bertindak kooperatif dengan sebayanya. - Bimbing anak untuk mampu memilih teman-teman yang baik.

Jadi, peran orang terdekat dengan anak seperti orangtua/guru sangat besar dalam mendorong terbentuknya perilaku kecerdasan sosial anak. Melalui komunikasi positif dari keluarga/guru maka kecerdasan sosial anak dapat dikembangkan. Anak yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi akan mampu mengembangkan dan menciptakan relasi sosial secara baik dan mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial.

2.1.4 Motivasi Belajar

2.1.4.1 Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi berpangkal dari kata motif yang diartikan sebagai daya upaya yang dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi

intern (kesiapsiagaan). Berawal kata “motif” itu, maka motivasi dapat diartikan

sebagai daya penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu, terutama bila kebutuhan untuk mencapai tujuan sangat mendesak. Atau dengan kata lain motivasi adalah dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan perubahan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya (Sardiman, 2009:73).

Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan, menjamin kelangsungan dan memberikan arah kegiatan belajar, sehingga diharapkan tujuan dapat tercapai. Dalam kegiatan belajar, motivasi sangat diperlukan, sebab seseorang yang tidak


(24)

mempunyai motivasi dalam belajar, tidak akan mungkin melakukan aktivitas belajar. Menurut Sardirman (2009:75) menyatakan:

“Motivasi belajar merupakan faktor psikis yang bersifat non-intelektual. Peranannya yang khas adalah dalam hal penumbuh gairah, merasa senang dan semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi untuk melakukan kegiatan belajar”.

Winkel mendefinisikan bahwa “Motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan serta memberi arah pada kegiatan belajar” (www.eprints.uny.ac.id). Penemuan-penemuan penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar pada umumnya meningkat jika motivasi untuk belajar bertambah.

Dari berbagai pengertian di atas dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar adalah suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam diri individu yang memberikan arah dan semangat pada kegiatan belajar, sehingga dapat mencapai tujuan yang dikehendaki. Jadi peran motivasi bagi siswa dalam belajar sangat penting. Dengan adanya motivasi akan meningkatkan, memperkuat dan mengarahkan proses belajarnya, sehingga akan diperoleh keefektifan dalam belajar.

2.1.4.2 Fungsi Motivasi Belajar

Motivasi memiliki fungsi bagi seseorang, karena motivasi dapat menjadikan seseorang mengalami perubahan kea rah yang lebih baik. Fungsi motivasi menurut Sardirman (2008:85) yaitu:

a. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau motor yang melepaskan energi.

b. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan mana yang harus

dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan dengan menyisihkan perbuatan-perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan tersebut.

Selanjutnya Uno (2008:9) menjelaskan bahwa fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai berikut:

a. Mendorong manusia untuk melakukan suatu aktivitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan.

b. Menentukan arah tujuan yang hendak dicapai. c. Menentukan perbuatan yang harus dilakukan.


(25)

Berdasarkan pendapat di atas, fungsi motivasi dalam belajar antara lain adalah untuk mendorong, menggerakkan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas peserta didik dalam belajar sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Dengan hal tersebut seseorang melakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh karena adanya motivasi yang baik.

2.1.4.3 Macam-Macam Motivasi

Macam-macam atau jenis motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Menurut Sardirman (2009:89-91) dilihat dari udut asalnya motivasi belajar dibagi menjadi dua yaitu:

a. Motivasi instrinsik.

Motivasi intrinsik adalah motivasi atau motif-motif yang menjadi aktif memotivasinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena pada diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi ekstrinsik.

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena ada perangsang dari luar. Faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang terdapat di lingkungan dimana individu tersebut berinteraksi didalam kegiatan belajar, motivasi ekstrinsik ini merupakan suatu bentuk motivasi, yang didalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar.

Baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik sama-sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan penyeleksi perbuatan. Belajar memerlukan motivasi. Motivasi merupakan sesuatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan termasuk belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik mutlak diperlukan.

Supriyadi berpendapat bahwa motivasi belajar siswa dapat diamati dari beberapa aspek yaitu: memperhatikan materi, ketekunan dalam belajar,


(26)

ketertarikan dalam belajar, keseringan belajar, komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah, semangat dalam belajar dan kehadiran siswa di sekolah

2.1.4.4 Cara Mengembangkan Motivasi Belajar pada Siswa

Menurut Rohani dan Ahmadi (www.eprints.uny.ac.id), motivasi pada siswa dapat tumbuh melalui:

a. Cara mengajar yang bervariasi. b. Mengadakan pengulangan informasi.

c. Memberikan stimulus baru misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik

d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik meyalurkan belajarnya. e. Menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik

seperti gambar, foto, video, dan lain sebagainya.

Menurut Sardirman (2008:92-95) ada beberapa contoh dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Beberapa bentuk dan cara motivasi tersebut diantaranya adalah:

a. Memberi angka b. Hadiah

c. Saingan atau kompetisi d. Ego-involvement e. Memberi ulangan. f. Mengetahui hasil. g. Pujian.

h. Hukuman.

i. Hasrat untuk belajar. j. Minat.

k. Tujuan diakui

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat ditumbuhkan melalui cara-cara mengajar yang bervariasi sehingga mampu menumbuhkan hasrat dan menarik perhatian siswa, memberikan ulangan dapat memberi kesempatan kepada peserta didik menyalurkan dan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajar, pemberian pujian dan hadiah atas prestasi siswa juga biasa membangkitkan semangat untuk lebih giat belajar sehingga tujuan pendidikan dan keberhasilan pembelajaran dapat tercapai.


(27)

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai dan dapat menghantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 1995:40). Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2006:149).

Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan menggunakan variabel.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan, atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi positif guru.

b. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas dan bukan karena variabel lain (Nawawi, 1995:57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

2.3 Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk lebih memudahkan penelitian, diperlukan suatu operasional variabel-variabel, yakni sebagi berikut:


(28)

Tabel II.1 Variabel Operasional

I.9 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:45). Untuk memudahkan dan meletakkan konsep-konsep dalam dataran operasional yang dapat diukur maka akan dibuat beberapa defenisi operasional, yaitu:

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Bebas (X)

Komunikasi Positif

1. Empati 2. Responsif 3. Pesan positif

4. Terbuka dan terpercaya 5. Mendengarkan secara aktif 6. Mendorong optimism 7. Proporsional

8. Tidak menghakimi Variabel Terikat (Y)

Motivasi Belajar

1. Memperhatikan materi 2. Ketekunan dalam belajar 3. Ketertarikan dalam belajar 4. Keseringan belajar

5. Komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas

6. Semangat dalam belajar 7. Kehadiran

Karakteristik Responden (Siswa)

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Kelas

4. Uang Saku 5. Rangking 6. Prestasi


(29)

1. Variabel Bebas (Komunikasi Positif Guru)

a. Empati, yaitu kemampuan seorang guru untuk memahami atau menempatkan dirinya kepada siswa.

b. Responsif, yaitu kemampuan seorang guru memberikan respon yang tepat pada siswa.

c. Pesan positif, yaitu pesan-pesan yang membangun, memotivasi dan menguatkan keyakinan diri siswa.

d. Terbuka dan saling mempercayai, yaitu sikap terbuka dan percaya guru dalam berkomunikasi dengan siswa untuk memotivasi belajar.

e. Mendengar aktif, yaitu kemampuan guru mendengarkan siswa dengan sabar.

f. Mendorong optimisme, yaitu guru mendorong anak berpikir penuh harapan dan positif.

g. Proporsional, yaitu merespon sesuatu sesuai dengan ukurannya, tidak melibatkan emosi tetapi lebih melibatkan kebijaksanaan.

h. Tidak menghakimi, yaitu mampu berkomunikasi dengan lebih banyak menilai sisi positif anak dibandingkan sisi negatifnya.

2. Variabel Terikat (Motivasi Belajar)

a. Memperhatikan materi adalah siswa memberikan perhatian penuh pada materi yang diajarkan oleh guru.

b. Ketekunan dalam belajar adalah siswa tekun didalam belajar.

c. Ketertarikan dalam belajar yaitu adanya rasa tertarik siswa dalam belajar.

d. Keseringan belajar adalah adanya sikap siswa yang rajin belajar dan terus menerus belajar.

e. Komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas yaitu siswa mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan tidak berhenti sebelum selesai.

f. Semangat dalam belajar adalah siswa bergairah dan bersemangat dalam belajar.


(30)

I.10 Hipotesis

Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak dapat ditinggalkan karena merupakan instrument kerja dari teori (Singarimbun, 1995:43). Hipotesis merupakan pernyataan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih.

Adapun perumusan hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagaiberikut: Ho : Tidak terdapat hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

Ha : Terdapat hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.


(1)

Berdasarkan pendapat di atas, fungsi motivasi dalam belajar antara lain adalah untuk mendorong, menggerakkan dan mengarahkan aktivitas-aktivitas peserta didik dalam belajar sehingga dapat mencapai hasil yang maksimal. Dengan hal tersebut seseorang melakukan suatu usaha yang sungguh-sungguh karena adanya motivasi yang baik.

2.1.4.3 Macam-Macam Motivasi

Macam-macam atau jenis motivasi dapat dilihat dari berbagai sudut pandang. Menurut Sardirman (2009:89-91) dilihat dari udut asalnya motivasi belajar dibagi menjadi dua yaitu:

a. Motivasi instrinsik.

Motivasi intrinsik adalah motivasi atau motif-motif yang menjadi aktif memotivasinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena pada diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.

b. Motivasi ekstrinsik.

Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena ada perangsang dari luar. Faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang terdapat di lingkungan dimana individu tersebut berinteraksi didalam kegiatan belajar, motivasi ekstrinsik ini merupakan suatu bentuk motivasi, yang didalamnya aktifitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, suri tauladan orang tua, guru, dan seterusnya merupakan contoh-contoh konkret motivasi ekstrinsik yang dapat menolong siswa untuk belajar.

Baik motivasi intrinsik maupun motivasi ekstrinsik sama-sama berfungsi sebagai pendorong, penggerak dan penyeleksi perbuatan. Belajar memerlukan motivasi. Motivasi merupakan sesuatu kekuatan yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perbuatan termasuk belajar.

Bagi siswa yang selalu memperhatikan materi pelajaran yang diberikan, bukanlah masalah bagi guru. Karena di dalam diri siswa tersebut ada motivasi, yaitu motivasi intrinsik. Siswa yang demikian biasanya dengan kesadaran sendiri memperhatikan penjelasan guru. Rasa ingin tahunya lebih banyak terhadap materi pelajaran yang diberikan. Berbagai gangguan yang ada disekitarnya, kurang dapat mempengaruhinya agar memecahkan perhatiannya. Lain halnya bagi siswa yang tidak ada motivasi di dalam dirinya, maka motivasi ekstrinsik mutlak diperlukan.

Supriyadi berpendapat bahwa motivasi belajar siswa dapat diamati dari beberapa aspek yaitu: memperhatikan materi, ketekunan dalam belajar,


(2)

ketertarikan dalam belajar, keseringan belajar, komitmennya dalam memenuhi tugas-tugas sekolah, semangat dalam belajar dan kehadiran siswa di sekolah

2.1.4.4 Cara Mengembangkan Motivasi Belajar pada Siswa

Menurut Rohani dan Ahmadi (www.eprints.uny.ac.id), motivasi pada siswa dapat tumbuh melalui:

a. Cara mengajar yang bervariasi. b. Mengadakan pengulangan informasi.

c. Memberikan stimulus baru misalnya melalui pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik

d. Memberikan kesempatan kepada peserta didik meyalurkan belajarnya. e. Menggunakan media dan alat bantu yang menarik perhatian peserta didik

seperti gambar, foto, video, dan lain sebagainya.

Menurut Sardirman (2008:92-95) ada beberapa contoh dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah. Beberapa bentuk dan cara motivasi tersebut diantaranya adalah:

a. Memberi angka b. Hadiah

c. Saingan atau kompetisi d. Ego-involvement e. Memberi ulangan. f. Mengetahui hasil. g. Pujian.

h. Hukuman.

i. Hasrat untuk belajar. j. Minat.

k. Tujuan diakui

Dari beberapa defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi dapat ditumbuhkan melalui cara-cara mengajar yang bervariasi sehingga mampu menumbuhkan hasrat dan menarik perhatian siswa, memberikan ulangan dapat memberi kesempatan kepada peserta didik menyalurkan dan untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam belajar, pemberian pujian dan hadiah atas prestasi siswa juga biasa membangkitkan semangat untuk lebih giat belajar sehingga tujuan pendidikan dan keberhasilan pembelajaran dapat tercapai.


(3)

2.2 Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan kemungkinan hasil yang dicapai dan dapat menghantarkan penelitian pada rumusan hipotesa (Nawawi, 1995:40). Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2006:149).

Kerangka konsep sebagai hasil pemikiran rasional yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang akan dicapai. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan menggunakan variabel.

Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a. Variabel bebas (X)

Variabel bebas adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang menentukan, atau mempengaruhi ada atau munculnya gejala atau faktor atau unsur yang lain (Nawawi, 1995:56). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah komunikasi positif guru.

b. Variabel terikat (Y)

Variabel terikat adalah sejumlah gejala atau faktor atau unsur yang ada atau muncul dipengaruhi atau ditentukan oleh adanya variabel bebas dan bukan karena variabel lain (Nawawi, 1995:57). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

2.3 Variabel Operasional

Berdasarkan kerangka teori dan kerangka konsep yang telah diuraikan diatas, maka untuk lebih memudahkan penelitian, diperlukan suatu operasional variabel-variabel, yakni sebagi berikut:


(4)

Tabel II.1 Variabel Operasional

I.9 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang amat membantu peneliti yang ingin menggunakan variabel yang sama (Singarimbun, 1995:45). Untuk memudahkan dan meletakkan konsep-konsep dalam dataran operasional

Variabel Teoritis Variabel Operasional Variabel Bebas (X)

Komunikasi Positif

1. Empati 2. Responsif 3. Pesan positif

4. Terbuka dan terpercaya 5. Mendengarkan secara aktif 6. Mendorong optimism 7. Proporsional

8. Tidak menghakimi Variabel Terikat (Y)

Motivasi Belajar

1. Memperhatikan materi 2. Ketekunan dalam belajar 3. Ketertarikan dalam belajar 4. Keseringan belajar

5. Komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas

6. Semangat dalam belajar 7. Kehadiran

Karakteristik Responden (Siswa)

1. Usia

2. Jenis kelamin 3. Kelas

4. Uang Saku 5. Rangking 6. Prestasi


(5)

1. Variabel Bebas (Komunikasi Positif Guru)

a. Empati, yaitu kemampuan seorang guru untuk memahami atau menempatkan dirinya kepada siswa.

b. Responsif, yaitu kemampuan seorang guru memberikan respon yang tepat pada siswa.

c. Pesan positif, yaitu pesan-pesan yang membangun, memotivasi dan menguatkan keyakinan diri siswa.

d. Terbuka dan saling mempercayai, yaitu sikap terbuka dan percaya guru dalam berkomunikasi dengan siswa untuk memotivasi belajar.

e. Mendengar aktif, yaitu kemampuan guru mendengarkan siswa dengan sabar.

f. Mendorong optimisme, yaitu guru mendorong anak berpikir penuh harapan dan positif.

g. Proporsional, yaitu merespon sesuatu sesuai dengan ukurannya, tidak melibatkan emosi tetapi lebih melibatkan kebijaksanaan.

h. Tidak menghakimi, yaitu mampu berkomunikasi dengan lebih banyak menilai sisi positif anak dibandingkan sisi negatifnya.

2. Variabel Terikat (Motivasi Belajar)

a. Memperhatikan materi adalah siswa memberikan perhatian penuh pada materi yang diajarkan oleh guru.

b. Ketekunan dalam belajar adalah siswa tekun didalam belajar.

c. Ketertarikan dalam belajar yaitu adanya rasa tertarik siswa dalam belajar.

d. Keseringan belajar adalah adanya sikap siswa yang rajin belajar dan terus menerus belajar.

e. Komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas yaitu siswa mampu menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan oleh guru dan tidak berhenti sebelum selesai.

f. Semangat dalam belajar adalah siswa bergairah dan bersemangat dalam belajar.


(6)

I.10 Hipotesis

Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak dapat ditinggalkan karena merupakan instrument kerja dari teori (Singarimbun, 1995:43). Hipotesis merupakan pernyataan yang bersifat dugaan mengenai hubungan antara dua variabel atau lebih.

Adapun perumusan hipotesis dalam penelitian ini dirumuskan sebagaiberikut: Ho : Tidak terdapat hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.

Ha : Terdapat hubungan antara komunikasi positif guru dengan motivasi belajar siswa SMP Negeri 29 Medan.


Dokumen yang terkait

Pemberitaan Mobil Esemka Dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional tentang Pengaruh Pemberitaan Mobil Esemka di TV One Terhadap Motivasi Belajar Siswa SMK Negeri 2 Medan)

0 28 91

Pengaruh Film Laskar Pelangi Terhadap Motivasi Belajar (Studi Korelasional Tentang berjudul Pengaruh Film Laskar Pelangi Terhadap Motivasi Belajar Siswa-siswi SMU HARAPAN 3 Medan Johor).

17 120 115

Komunikasi Antarpribadi Guru-Siswa Dan Peningkatan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus tantang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi Guru-Siswa terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Siswa SMK 1 TD Pardede Foundation)

14 103 130

Komunikasi Antar Pribadi Dan Motivasi Belajar (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Guru BP Terhadap Motivasi Belajar Siswa Di SMK Negeri 7 Medan)

0 61 128

Komunikasi Antarpribadi Dalam Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa (Studi Kasus tentang Komunikasi Antarpribadi Guru – Siswa terhadap Peningkatan Motivasi Belajar Siswa SMK Negeri 8 Medan)

8 70 93

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

0 38 109

Hubungan kedisiplinan guru dengan motivasi belajar siswa di MA Darunnajah Cipinang Bogor

0 26 64

Peran komunikasi guru dan siswa dalam meningkatkan prestasi belajar siswa SMP Islam Baidhaul Ahkam Tangerang

0 9 72

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

0 0 6

Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa (Studi Korelasional Antara Komunikasi Positif Guru dan Motivasi Belajar Siswa SMP Negeri 29 Medan)

0 1 12