HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK,PERILAKU SEDENTARI DENGAN STATUS GIZI SISWI SMA NEGERI 5 MAKSSAR TAHUN 2015

(1)

SKRIPSI

HUBUNGAN AKTIVITAS FISIK,PERILAKU SEDENTARI DENGAN STATUS GIZI SISWI SMA NEGERI 5 MAKSSAR TAHUN 2015

Oleh ASTY QIRANA

141 2011 0113

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperolah gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR


(2)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul... i

Halaman Persetujuan... ii

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR ISTILAH ... xi

DAFTAR LAMPIRAN... xii

RINGKASAN... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Status Gizi 1. Pengertian Status Gizi ... 7

2. Metode Penilaian Status Gizi... 7

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Status Gizi ... 8

4. Pengertian Antropometri... 11

5. Pengukuran Antropometri ... 11

B. Tinjauan Umum tentang Aktivitas Fisik 1. Pengertian Aktivitas Fisik...13

2. Dimensi Aktivitas Fisik...16

3. Klasifiksi dan Jenis Aktivitas Fisik...17

4. Aktivitas Fisik dan Olahraga...19

5. Manfaat Aktifitas Fisik...19

C. Tinjauan Umum tentang Perilaku Sedentari D. Tinjauan Umum tentang Remaja 1. Pengertian Remaja...22


(3)

BAB III KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel Penelitian... 27

B. Kerangka Konsep Penelitian... 28

C. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif... 29

D. Hipotesis ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian... 32

B. Lokasi dan Waktu Penelitian... 32

C. Populasi... 32

D. Sampel... 32

E. Besar Sampel... 32

F. Cara Pengambilan Sampel... 33

G. Pengumpulan Data ... 39

H. Sumber Data... 40

I. Analisis dan Pengolahan Data... 40

J. Penyajian Data... 41

K. Langkah-langkah Penelitian... 41

L. Jadwal penelitian... 41

M.Organisasi penelitian... 42

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian...43

B. Hasil Penelitian...45

C. Pembahasan...53

D. Keterbatasan Penelitian...59

BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan...60

B. Saran...60 DAFTAR PUSTKA


(4)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Jadwal Penelitian... 41 Tabel 5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Kelas Siswi SMA

Negeri 5 Makassar Tahun 2015... 46 Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Umur Siswi di SMA

Negeri 5 Makassar Tahun 2015...46 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Aktifitas Fisik di

SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015...47 Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Perilaku Sedentari

Siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015...48 Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Siswi

SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015...50 Tabel 5.6 Distribusi Responden Berdasarkan Lingkar Perut Siswi

SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015...50 Tabel 5.7 Deskripsi Hasil Lingkar Perut Siswi SMA Negeri 5

Makassar Tahun 2015...50 Tabel 5.8 Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Gizi

Siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015...51 Tabel 5.9 Hubungan Antara Perilaku Sedentari dengan Status

Gizi Siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015...52 Tabel 5.10 Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Lingkar Perut

Siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015...53 Tabel 5.11 Hubungan Antara Perilaku Sedentari dengan Lingkar


(5)

DAFTAR SINGKATAN ASI : Air Susu Ibu

BB : Berat Badan

BAPPENAS : Badan Perencanaan Pembangunan Nasional IMT : Indeks Massa Tubuh

ISPA : Infeksi Saluran Penyakit Akut KEMENKES : Kementrian Kesehatan LP : Lingkar Perut

RISKESDAS : Riset Kesehatan Dasar TB : Tinggi Badan

WHO : World Health Organization MET : Metabolic Energy Turnover

DAFTAR LAMPIRAN 1. Kuesioner penelitian

2. Layout hasil pengolahan data dan master tabel penelitian

3. Permohonan pengambilan data awal-fakultas FKM UMI


(6)

5. Permohonan izin penelitian-fakultas FKM UMI

6. Surat pernyataan keaslian dan kebenaran data

7. Surat keterangan telah melaksanakan penelitian

8. Dokumentasi foto

RINGKASAN

Universitas Muslim Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Kesehatan Masyarakat Skripsi, April 2015 Asty Qirana


(7)

“Hubungan Aktivitas Fisik, Perilaku Sedentari dengan Status Gizi Siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015”

(xii +65 halaman + 11 tabel + 8 lampiran)

Perubahan gaya hidup, yakni dari traditional life style berubah menjadi sedentary life style berdampak pada aktivitas fisik yang menurun serta terjadi penyimpangan pola makan dimana asupan cenderung tinggi energi (lemak, protein dan karbohidrat) dan rendah serat. Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan aktivitas fisik di Indonesia hanya 26,1% dimana hasil riskesdas tahun 2007 untuk status gizi remaja umur 16-18 tahun, prevalensi sangat kurus 1.8%, kurus 7,1% dan gemuk 1,4% kenaikan yang sangat drastis dapat dilihat dari hasil riskesdas tahun 2013 sangat kurus 1,9%, kurus 7,5% dan gemuk 7,3% ini menunjukkan terjadinya peningkatan kurang aktivitas fisik sehingga status gizi gemuk mengalami peningkatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Aktivitas Fisik dan Perilaku Sedentari dengan Status Gizi Siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015.

Penelitian ini merupakan penelitian survey analitik dengan desain “cross sectional study”. Populasi dalam penelitian ini semua siswi SMA negeri 5 makassar kelas X dan kelas XI yang berjumlah 514 orang dengan jumlah sampel sebanyak 225 siswi diambil dengan metode “proporsional stratified random sampling” Data diperoleh dari wawancara menggunakan kuesioner selanjutnya dianalisis dengan program SPSS dengan uji chi-square pada tingkat kepercayaan 95% (α=0,05).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan aktivitas fisik dengan status gizi IMT/U (ρ=0,529>α=0,05). Tidak terdapat hubungan perilaku sedentari dengan status gizi IMT/U (ρ=0,358>α=0,05). Tidak terdapat hubungan perilaku sedentari dengan lingkar perut (ρ=0,729>α=0,05).

Untuk siswi agar mengurangi perilaku sedentari seperti menonton TV, main games dan social media. selain itu agar tetap meningkatkan aktivitas fisiknya.

Daftar Pustaka : 43 (1982-2014)

Kata Kunci : Aktivitas Fisik, Perilaku Sedentari, Status Gizi, Remaja

BAB I PENDAHULUAN


(8)

Gizi merupakan zat-zat yang terkandung di dalam makanan yang dikonsumsi oleh manusia sehari-hari dan memberikan manfaat bagi tubuh. Gambaran pemenuhan gizi dalam kehidupan manusia dapat diketahui dengan melihat status gizinya. Status gizi merupakan suatu keseimbangan antara gizi yang dikonsumsi dan penggunaannya oleh tubuh (Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh masalah gizi terhadap pertumbuhan, dan perkembangan, intelektual dan produktivitas menunjukkan besarnya peranan gizi bagi kehidupan manusia. Jika terjadi gangguan gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih, pertumbuhan tidak akan berlansung optimal. Kekurangan zat gizi menyebabkan seseorang mudah terkena infeksi dan jatuh sakit. Sedangkan kelebihan zat gizi akan meningkatkan resiko penyakit degeneratif dimasa yang akan datang (Ramadani, 2010).

Salah satu faktor yang mempengaruhi status Gizi adalah aktivitas fisik. Asupan energi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang seimbang (dengan kurang melakukan aktivitas fisik) akan menyebabkan terjadinya penambahan berat badan. Perubahan gaya hidup mengakibatkan terjadinya perubahan pola makan masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan kolesterol, dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik dapat menimbulkan masalah gizi lebih (Hidayati dkk, 2010). Berbagai sarana dan fasilitas memadai menyebabkan gerak dan aktivitas menjadi


(9)

semakin terbatas dan hidup semakin santai karena segalanya sudah tersedia (Hudha, 2006).

Aktivitas fisik diperlukan remaja untuk menjaga Berat badan ideal dan kebugaran tubuh. Untuk itu, remaja disarankan melakukan aktivitas fisik yang bermanfaat dan menyehatkan seperti membereskan kamar tidurnya, berkebun, berjalan agak jauh dari tempat parkir, menyapu atau mengepel, yang bisa membuat mereka berkeringat meski tidak sedang olahraga (Nakita, 2010).

Banyak penelitian yang menunjukan pentingnya aktivitas fisik dimana dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2003) dengan desain penelitian case control terhadap 140 remaja SLTP dikesatuan Kota Bogor Jawa Barat menunjukan remaja dengan aktivitas olahraga ringan memeiliki resiko 4,2 kali dan remaja dengan aktivitas olahraga sedang memiliki resiko 1,3 kali untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan remaja dengan aktivitas olahraga berat. Ketahanan fisik atau kesamaptaan jasmani bagi siswa tentunya mutlak untuk dipenuhi yang diperoleh dari aktivitas sehari-hari dan latihan fisik yang dilakukan selama pendidikan berlangsung dan didukung pula oleh status gizi yang baik (Setyowati, 2008).

Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan aktivitas fisik di Indonesia hanya 26,1% dimana ini didukung oleh hasil riskesdas tahun 2007 menunjukan status gizi pada remaja usia 16-18 tahun sangat kurus 1.8%, kurus 7,1% dan gemuk 1,4% kenaikan yang sangat drastis


(10)

dapat dilihat dari hasil riskesdas tahun 2013 sangat kurus 1,9%, kurus 7,5% dan gemuk 7,3% ini menunjukkan terjadinya peningkatan kurang aktivitas fisik sehingga status gizi gemuk mengalami peningkatan. Berdasarkan data hasil riskesdas 2007 menunjukkan separuh penduduk (49,1%) disulawesi kurang melakukan aktivitas fisik. Dan berdasarkan hasil riskesdas tahun 2013 aktivitas fisik mengalami penurunan yaitu sebesar 31,0%. Kurang aktivitas fisik paling tinggi terdapat dikota Makassar (72,9%). Dan menurut jenis kelamin, kurang aktivitas fisik paling tinggi terdapat pada perempuan (57,2%) dibanding laki-laki (39,7%). Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi prevalensi kurang aktivitas fisik. Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk perkotaan (62,8%) lebih buruk dibanding pedesaan (42,5%), dan semakin tinggi tingkat pengeluaran perkapita perbulan semakin meningkat prevalensi kurang aktivitas fisik atau dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan prevalensi kurang aktivitas fisik semakin tinggi dengan meningkatnya status ekonomi.

Di Indonesia menunjukkan hampir separuh proporsi penduduk kelompok umur ≥10 tahun dengan perilaku aktifitas sedentari 3-5,9 jam (42,0%), sedangkan sedentari ≥6 jam per hari meliputi hampir satu dari empat penduduk (24,1%). Untuk Sulawesi selatan sendiri perilaku sedentari <3 jam 46,6%, 3-5,9 jam 36,2% dan >6 jam 17,2%. Sedangkan Berdasarkan kelompok umur terdapat kecenderungan


(11)

semakin bertambah umursemakin menurun proporsi perilaku sedentari ≥6 jam, namun proporsi tersebut mulai meningkat pada umur ≥50 tahun. Proporsi perilaku sedentari ≥6 jam lebih banyak pada perempuan yaitu < 3 jam 33,0%, 3-5,9 jam 40,9% dan >6 jam 26,1 % dibandingkan dengan laki-laki <3 jam 34,7%, 3-5,9 jam 43,1% dan >6 jam 22,2%. Jika dilihat dari pendidikan untuk SLTA <3 jam 35,4%, 3-5,9 jam 42,1% dan >6 jam 22,4% (Riskesdas, 2013).

Penelitian yang dilakukan Adriana Pérez, MS, PhD; et al (2011) menunjukan Siswi di kelas 4, 8, dan 11 yang berpartisipasi dalam Aktivitas Fisik Sekolah dan survei gizi selama tahun akademik 2004-2005. dalam waktu kurang dari 3 hari latihan per minggu untuk memperkuat dan menyaksikan menonton televisi kurang dari 2 jam per hari meningkat kemungkinan mengalami obesitas dibandingkan dengan gadis-gadis yang berpartisipasi dalam 3 hari atau lebih per minggu latihan untuk menyaksikan menonton televisi kurang dari 2 jam perhari.

Dari survei awal yang saya dapatkan, alasan mengambil SMA Negeri 5 Makassar karena merupakan salah satu SMA Negeri unggulan di Kota Makassar, sosial ekonomi para siswa/i sudah menengah ke atas serta belum pernah diadakan penelitian tentang aktivitas fisik.


(12)

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat “Hubungan Aktivitas, Perilaku Sedentari dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar”.

B. Rumusan Masalah

1. Apakah ada hubungan antara Aktifitas fisik dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar ?

2. Apakah ada hubungan antara Perilaku sedentari dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan Status Gizi pada siswi SMA Negeri 5 Makassar.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui hubungan antara Aktifitas fisik dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar

b. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku sedentari dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:


(13)

Sebagai bahan kajian dalam mengembangkan program kesehatan remaja khususnya pada anak perempuan untuk mempersiapkan dimasa yang akan datang

2. Praktis

a. Untuk Dinas Kesehatan

Merupakan bahan masukan dalam rangka penyusun dan pengambilan kebijakan promosi kesehatan yang berkaitan dengan status gizi pada remaja.

b. Untuk Institusi Pendidikan (Kampus)

Dapat menambah referensi bagi perpustakaan dan menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya

c. Untuk Peneliti

Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan merupakan pengalaman berharga bagi peneliti selama menimbah ilmu di FKM UMI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Status Gizi


(14)

1. Pengertian Status Gizi

Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik- buruknya penyediaan makanan sehari-hari (Irianto, 2007)

Suhardjo (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu terdiri dari faktor internal yang mencakup genetik, asupan makanan, dan penyakit infeksi serta faktor eksternal yang terdiri dari sector pertanian, ekonomi, sosial dan budaya serta pengetahuan gizi.

2. Metode Penilaian Status Gizi

Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan dua pengukuran yaitu, pengukuran langsung dan tidak langsung (Supariasa, 2013) yaitu: Pengukuran status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan cara yaitu:

a. Antropometri b. Klinis

c. Biokimia d. Biofisik

Sedangkan Pengukuran status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara yaitu :

a. Survey b. Statistik visal c. Faktor Ekologi


(15)

Dari ketujuh cara pengukuran status gizi tersebut, pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yaitu (Irianto, 2007) :

a. Alat mudah diperoleh

b. Pengukuran mudah dilakukan c. Biaya murah

d. Hasil pengukuran mudah disimpulkan

e. Dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah f. Dapat mendeteksi riwayat gisi masa lalu 3. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Faktor yang mempengaruhi gizi pada remaja adalah kemampuan keluarga untuk membeli makanan atau pengetahuan tentang zat gizi (Prastiwi, 2010).

Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling mempengaruhi. Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi prinsip gizi seimbang. Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang terkait dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan.

Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih, dan aman, misalnya bayi tidak memperoleh ASI Eksklusif. Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare dan penyakit pernapasan akut (ISPA). Faktor ini banyak terkait mutu pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi,


(16)

kualitas lingkungan hidup dan perilaku hidup sehat. Kualitas lingkungan hidup terutama adalah ketersediaan air bersih, sarana sanitasi dan perilaku hidup sehat seperti kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok , sirkulasi udara dalam rumah dan sebagainya (BAPPENAS, 2012)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Suhardjo (2003) yaitu :

1. Faktor langsung a. Konsumsi makanan

Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini tergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat bersangkutan.

b. Infeksi

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting adalah efek langsung dari infeksi sisitemik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.

2. Faktor tidak langsung

a. Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga.

Hal ini terkait dengan produksi dan distribusi bahan makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen sampai ke tingkat rumah tangga.

b. Daya beli keluarga yang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan bagi seluruh anggota keluarga.

Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau mata pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila pengasilan


(17)

keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan berkurang yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatan dan perkembangan otak mereka.

c. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan.

Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan.

4. Pengertian Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh (Supariasa, 2013).

5. Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri untuk mengetahui status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain (Irianto, 2007) :

a. Penimbangan Berat Badan

Berat badan digunakan untuk mengevaluasi asupan makanan dengan energi yang dikeluarkan untuk aktivitas. Untuk itu, siapapun, termasuk olahragawan perlu menimbang berat badannya secara teratur sebelum dan sesudah latihan. Menggunakan alat timbang berat badan standar dengan ketelitian sampai 100 gram. b. Pengukuran Tinggi Badan

1) Pengukuran tinggi badan diperlukan sebagai parameter status gizi berdasarkan berat badan terhadap tinggi badan. 2) Pengukuran dilakukan dengan sikap berdiri tegap tanpa


(18)

3) Pengukuran tinggi badan menggunakan pola sentimeter yang fleksibel dan tidak elastic yang ditempelkan secara vertical pada dinding atau tiang tegak atau menggunakan alat pengukur tinggi badan stadiometer atau microtoise. c. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Arisman (2009) menyatakan indeks massa tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang seseorang, dan dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kwadrat tinggi badan (dalam ukuran meter).

Keterangan:

BB: berat badan (Kg) TB: tinggi badan (meter)

d. Pengukuran Lingkar Perut (LP)

Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal/sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus (Riskesdas, 2007).

B. Tinjauan umum tentang Aktivitas Fisik 1. Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot membutuhkan energi. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama IMT= BB


(19)

dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Seorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan suatu pekerjaan dari pada yang kurus, karena orang gemuk membutuhkan usaha lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan (Almatsier, 2003).

Karakterisasi aktivitas fisik yang merupakan kebiasaan (habitual physical activity) seringkali menjadi pokok pembahasan karena hal ini mencerminkan pola aktivitas fisik jangka panjang, sebagian besar manfaat kesehatan yang berasal dari aktivitas fisik merupakan hasil aktivitas fisik yang teratur dan dilaksanakan dalam waktu yang lama. (Gibney, 2009).

Menurut Suryaputra & Nadhiroh (2012) aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas ringan, sedang dan berat. Aktivitas ringan diantaranya adalah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam posisi berdiri, diam atau duduk, aktivitas sedang diantaranya adalah melakukan aktivitas berdiri dalam waktu lama dengan membawa beban ringan, sedangkan aktivitas berat diantaranya adalah mencangkul, dan berjalan kaki dalam jarak yang jauh dengan beban yang berat.

Menurut Brown, (2005) aktifitas fisik sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam seminggu dengan tingkatan olahraga sedang, sampai berat. Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal 30 menit setiap hari.


(20)

Kerangka Teori Kemungkinan Penyebab Transisi Nutrisi dan Obesitas di Negara Berkembang


(21)

↑ Income

Economic Development

Urbanizationn

Food security and diversity Inexpensive vegetable oils Exposure to media

Eating away from home Physically demanding jobs

Motorization sendentary recreation Opportunitis for physical activity

Dietary change and enegy intakes

↑ Obesity

Physical activity

Sumber: Diadaptasi dari Martorell dan stein, 2001, dan Popkin, 1994 2. Dimensi Aktivitas Fisik


(22)

Ketika menilai aktivitas fisik paling tidak terdapat empat dimensi utama yang menjadi fokus, yaitu tipe, frekuansi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik. Keempat dimensi ini penting bagi tujuan deskriptif dan analitik. Tipe atau cara aktivitas fisik mengacu pada berbagai pertanyaan riset yang spesifik.

Sebagian orang besar menghabiskan bagian terbesar waktu sadar mereka (lebih kurang 85-90%) dalam bentuk aktivitas duduk, berdiri dan berjalan. Konstribusi relatif setiap aktifitas tersebut sangat penting. Barangkali yang lebih penting lagi adalah tipe aktivitas sepanjang sisa waktu satu hari tersebut karena pada sisa waktu ini dapat dilakukan aktivitas dengan intensitas yang lebih tinggi dan dengan demikian sisa waktu tersebut memberikan kontribusi yang signifikan bagi total pengeluaran energi tiap hari.

Aktivitas fisik dapat pula dinilai dalam bentuk total volume aktivitas fisik atau pengeluaran energi yang berkaitan dengan aktifitas fisik. Sebagian instrument pengkajian yang ada dapat menangkap frekuensi, durasi dan intensitas disamping total volume aktifitas fisik. Ketika mengkaji aktifitas fisik bagi tujuan kesehatan masyarakat,total volume aktivitas fisik dapat sangat penting karena dimensi ini tampaknya memberikan dampak yang signifikan pada status keshatan. Jika periset tertarik pada gambaran perilaku aktivitas yang lebih rinci, instrument yang sebaiknya digunakan adalah instrument yang dapat mengukur frekuensi, durasi, dan intensitas.


(23)

Total volume aktivitas fisik dapat ditentukan kuantitasnya dengan satuan MET-hours perhari atau minggu. Yaitu, intensitas semua aktivitas yang berbeda selama periode pengkajian dinyatakan dalam ekuivalen MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua aktivitas. Cara ini sering dilakukan untuk menyatakan total volume aktivitas fisik ketika menggunakan metode kuesioner. (Gibney, 2009).

3. Klasifiksi dan Jenis Aktivitas Fisik

Penggolongan aktivitas fisik dikategorikan menurut WHO antara lain (Hardiyanti, 2012):

a. Melakukan aktivitas ringan sampai sedang selama 10 menit atau lebih beberapa kali sehari dan dilakukan setiap hari merupakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik seperti ini kurang berpengaruh terhadap peningkatan kebugaran jasmani.

b. Melakukan aktifitas fisik sedang selama 30 menit atau lebih, dilakukan setiap hari merupakan aktivitas fisik untuk sehat.

c. Melakukan aktivitas fisik sedang selama 20 menit atau lebih, dilakukan seminggu 3 kali merupakan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani.

d. Melakukan kegiatan aktivitas fisik berat yang terprogram dengan intensitas, durasi dan frekuensi tergantung tingkat kebugaran jasmani seseorang merupakan aktivitas fisik untuk olahraga prestasi.

Ada 3 tipe/ macam sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk memepertahankan kesehatan tubuh yaitu (Depkes, 2007):


(24)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan dapat membuat jantung,paru-paru,dan system sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 minggu perhari). Contoh beberapa kegiatan yang dipilih seperti berjalan kaki lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun, dan kerja di taman.

b. Kelenturan (Flexibilility)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih muda,mempertahankan otot tetap lemas (lentur),dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari perminggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti peregangan,senam taichi,yoga,mencuci pakaian,daan mengepel lantai.

c. Kekuatan (Strength)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima,tulang tetap kuat,dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (204 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dipilih seperti push-up,naikturun tangga,angkat beban,membawa belanjaan,dan mengikuti kelas senam terstruktur.


(25)

4. Aktivitas Fisik dan Olahraga

aktivitas fisik adalah konsep yang lebih luas dari pada olahraga atau latihan. Aktivitas fisik merupakan pergerakan otot yang menggunakan energi. Olahraga merupakan salahsatu jenis dari aktivitas fisik yang didefenisikan sebagai aktivitas yang direncanakan dan diberi struktur dimanaa gerakan bagian-bagian tubuh diulang-ulang untuk memperoleh berbagai aspek kebugaran (Soeharto,2004).

Dalam Syarah Hadist Rasulullah SAW bersabda:

ررـييـخخللـككييـففوخففييعفضض لانفمفؤيمكـليانخمفهفللاىـلخإفببحخأخ وخررييـخخيبوفـقخليانكمفؤيمكـلياخ Terjemahan: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan

5. Manfaat Aktifitas Fisik

Ada bukti epidemiologi kuat yang menunjukan bahwa aktivitas fisik yang menunjukan bahwa aktivitas fisik sangat bermanfaat bagi kesehatan (Gibney, 2009):

a. Tingkat aktifitas fisk harian yang lebih tinggi atau latihan fisik yang teratur berkaitan dengan angka mortalitas keseluruhan yang lebih kecil dan resiko serta kematian karena penyakit kardiovaskuler yang lebih rendah.

b. Penurunan resiko terkena penyakit jantung coroner yang berkaitan dengan latihan fisik secara teratur merupakan sama besar (magnitude) dengan yang dicapai melalui penghentian kebiasaan merokok.


(26)

c. Latihan fisik yang teratur mencegah atau memperlambat onset tekanan darah tinggi dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

d. Latihan fisik yang teratur dan mungkin pula tingkat aktivitas yang lebih tinggi berkaitan dengan proteksi terhadap beberapa tipe penyakit kanker.

e. Latihan fisik yang teratur untuk mengurangi resiko timbulnya diabetes tipe 2

f. Aktifitas fisik membantu mempertahankan keseimbangn energi dan dengan demikian mencegah obesitas.

g. Aktivitas fisik yang bersifat wight bearing sangat penting bagi perkembangan skeleton selama masa kanak-kanak, remaja dan untuk mencapai massa tulang maksimal (peak bone mass) pada dewasa muda.

C. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Sedentari

Perilaku sedentari adalah kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seseorang yang tidak banyak melakukan aktifitas fisik atau tidak banyak melakukan gerakan (Tim Olvista, 2011).Semakin banyaknya hiburan dirumah dan kegiatan yang cenderung menetap seperti televisi, komputer, dan video games, mengerjakan tugas, belajar, akan meningkatkan kebiasaan atau gaya hidup sedentari khususnya pada anak. Pengurangan kebiasaan perilaku sedentary


(27)

berkaitan dengan pengeluaran energi sehingga akan mengurangi kejadian overweight (Atkinson, 2005)

Banyak penelitian mengungkapkan hubungan antara perilaku sedentari dan gizi lebih (Duncan et al, 2011). Dimana waktu yang digunakan untuk menonton tv atau didepan komputer berhubungan dengan gizi lebih. Dalam penelitian ini, anak yang menonton tv atau yang menggunakan komputer ≥ 4 jam dalam sehari mempunyai peluang 2,5 kali lebih besar menjadi gizi lebih dari pada anak yang menonton tv atau yang menggunakan komputer selama ≤ 1 jam (Andersen et al, 2005).

Gizi lebih menghabiskan 2-3 jam lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas dengan intensitas rendah seperti membaca di waktu luang, menggunakan komputer, bermain games, belajar, dan menggunakan transportasi pasif kesekolah ( motor, mobil, bus) dibandingkan dengan anak berat badan normal ( Li. Y; et al, 2007). D. Tinjauan Umum Tentang Remaja

1. Pengertian Remaja

Remaja adalah kelompok manusia yang berada diantara usia 10-19 tahun. Pada masa ini individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Selain itu, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial dan ekonomi yang penuh kepada orang tua menuju keadaan yang relative lebih mandiri. Pada masa remaja terjadi perubahan fisik dan psikis yang sangat signifikan. Perubahan fisik ditandai


(28)

dengan pertumbuhan badan yang pesat dan matangnya organ reproduksi. Laju pertumbuhan badan berbeda antara remaja putra dan remaja putri. Remaja putri mengalami percepatan lebih dulu dibandingkan remaja putra (Proverawati, 2010).

Remaja ialah anak yang berusia 10-19 tahun. WHO mendefenisikan remaja sebagai suatu masa dimana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (pubertas) sampai saat ia mencapai kematangan seksual (DepKes, 2010). .

Karena tubuh remaja putri dipersiapkan untuk reproduksi. Sementara remaja putra baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Pertumbuhan cepat ini juga ditandai dengan pertambahan pesat berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pada masa tersebut pertambahan BB remaja putri 16 gram dan remaja putra 19 gram setiap harinya. Sedangkan pertambahan TB remaja putri dan remaja putra masingmasing dapat mencapai 15 cm per tahun. Puncak pertambahan pesat TB terjadi di usia 11 tahun pada remaja putri dan usia 14 tahun pada remaja putra (Arisman, 2009).

Menurut Soetjiningsih (1995), ciri-ciri yang menonjol dari remaja adalah memiliki keadaan emosi yang labil, timbulnya sikap menentang orang lain (hal itu dilakukan sebagai wujud remaja ingin merenggangkan hubungan maupun ikatan dengan orang tuanya), memiliki sikap untuk mengeksplorasi atau keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar, memiliki banyak fantasi/khayalan dan bualan, serta remaja cenderung untuk


(29)

membentuk suatu kelompok. Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang lebih besar daripada masa anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun olahraga. Khusus pada remaja putri, asupan nutrisi juga dibutuhkan untuk persiapan reproduksi (Proverawati, 2010).

2. Masa transisi Remaja

Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut menurut Gunarsa (1978) dalam disertasi PKBI (2000) adalah sebagai berikut:

a. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten.

b. Transisi dalam kehidupan emosibilan emosi.

Perunbahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi dilain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah.

c. Transisi dala kehidupan sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser keluar dari keluarganya, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang


(30)

peranan penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk menghindari (melepaskan ikatan dengan keluarga).

d. Transisi dalam nilai-nilai moral

Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri.

e. Transisi dalam pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.


(31)

Faktor Predisposisi -Pengetahuan Gizi Seimbang -Sikap Gizi Seimbang -Umur -Pendidikan Faktor Pemungkin -Ketersediaan Sumber-sumber/ Fasilitas Faktor Penguat -Sikap -Perilaku Petugas -Peraturan undang-undang Perilaku Gizi

Seimbang Status Gizi Remaja

Konsumsi Makanan

Tingkat Pengetahuan

, Sikap, dan Praktik tentang Gizi dan Kesehatan Infeksi Kesediaan Pangan di tingkat Rumah tangga Daya beli keluarga Aktivitas Fisik Body Image Kerangka Teori

Sumber : Dimodifikasi dari Teori Lawrence Green (1998) dalam Notoatmodjo (2012), Teori Martorell, Stein (2001) dan Popkin (1994) dalam Jafar (2011), Teori Of Reasoned Action dalam Wang et al (2013), dan Suhardjo (2003).

BAB I PENDAHULUAN


(32)

Gizi merupakan zat-zat yang terkandung di dalam makanan yang dikonsumsi oleh manusia sehari-hari dan memberikan manfaat bagi tubuh. Gambaran pemenuhan gizi dalam kehidupan manusia dapat diketahui dengan melihat status gizinya. Status gizi merupakan suatu keseimbangan antara gizi yang dikonsumsi dan penggunaannya oleh tubuh (Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I, 2010).

Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan masyarakat. Pengaruh masalah gizi terhadap pertumbuhan, dan perkembangan, intelektual dan produktivitas menunjukkan besarnya peranan gizi bagi kehidupan manusia. Jika terjadi gangguan gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih, pertumbuhan tidak akan berlansung optimal. Kekurangan zat gizi menyebabkan seseorang mudah terkena infeksi dan jatuh sakit. Sedangkan kelebihan zat gizi akan meningkatkan resiko penyakit degeneratif dimasa yang akan datang (Ramadani, 2010).

Salah satu faktor yang mempengaruhi status Gizi adalah aktivitas fisik. Asupan energi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan pengeluaran energi yang seimbang (dengan kurang melakukan aktivitas fisik) akan menyebabkan terjadinya penambahan berat badan. Perubahan gaya hidup mengakibatkan terjadinya perubahan pola makan masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, lemak dan kolesterol, dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik dapat menimbulkan masalah gizi lebih (Hidayati dkk, 2010). Berbagai sarana dan fasilitas memadai menyebabkan gerak dan aktivitas menjadi


(33)

semakin terbatas dan hidup semakin santai karena segalanya sudah tersedia (Hudha, 2006).

Aktivitas fisik diperlukan remaja untuk menjaga Berat badan ideal dan kebugaran tubuh. Untuk itu, remaja disarankan melakukan aktivitas fisik yang bermanfaat dan menyehatkan seperti membereskan kamar tidurnya, berkebun, berjalan agak jauh dari tempat parkir, menyapu atau mengepel, yang bisa membuat mereka berkeringat meski tidak sedang olahraga (Nakita, 2010).

Banyak penelitian yang menunjukan pentingnya aktivitas fisik dimana dapat dilihat dari penelitian yang dilakukan oleh Mariani (2003) dengan desain penelitian case control terhadap 140 remaja SLTP dikesatuan Kota Bogor Jawa Barat menunjukan remaja dengan aktivitas olahraga ringan memeiliki resiko 4,2 kali dan remaja dengan aktivitas olahraga sedang memiliki resiko 1,3 kali untuk mengalami obesitas dibandingkan dengan remaja dengan aktivitas olahraga berat. Ketahanan fisik atau kesamaptaan jasmani bagi siswa tentunya mutlak untuk dipenuhi yang diperoleh dari aktivitas sehari-hari dan latihan fisik yang dilakukan selama pendidikan berlangsung dan didukung pula oleh status gizi yang baik (Setyowati, 2008).

Hasil riskesdas tahun 2013 menunjukkan aktivitas fisik di Indonesia hanya 26,1% dimana ini didukung oleh hasil riskesdas tahun 2007 menunjukan status gizi pada remaja usia 16-18 tahun sangat kurus 1.8%, kurus 7,1% dan gemuk 1,4% kenaikan yang sangat drastis


(34)

dapat dilihat dari hasil riskesdas tahun 2013 sangat kurus 1,9%, kurus 7,5% dan gemuk 7,3% ini menunjukkan terjadinya peningkatan kurang aktivitas fisik sehingga status gizi gemuk mengalami peningkatan. Berdasarkan data hasil riskesdas 2007 menunjukkan separuh penduduk (49,1%) disulawesi kurang melakukan aktivitas fisik. Dan berdasarkan hasil riskesdas tahun 2013 aktivitas fisik mengalami penurunan yaitu sebesar 31,0%. Kurang aktivitas fisik paling tinggi terdapat dikota Makassar (72,9%). Dan menurut jenis kelamin, kurang aktivitas fisik paling tinggi terdapat pada perempuan (57,2%) dibanding laki-laki (39,7%). Berdasarkan tingkat pendidikan, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi prevalensi kurang aktivitas fisik. Prevalensi kurang aktivitas fisik penduduk perkotaan (62,8%) lebih buruk dibanding pedesaan (42,5%), dan semakin tinggi tingkat pengeluaran perkapita perbulan semakin meningkat prevalensi kurang aktivitas fisik atau dapat dikatakan bahwa terdapat kecenderungan prevalensi kurang aktivitas fisik semakin tinggi dengan meningkatnya status ekonomi.

Di Indonesia menunjukkan hampir separuh proporsi penduduk kelompok umur ≥10 tahun dengan perilaku aktifitas sedentari 3-5,9 jam (42,0%), sedangkan sedentari ≥6 jam per hari meliputi hampir satu dari empat penduduk (24,1%). Untuk Sulawesi selatan sendiri perilaku sedentari <3 jam 46,6%, 3-5,9 jam 36,2% dan >6 jam 17,2%. Sedangkan Berdasarkan kelompok umur terdapat kecenderungan


(35)

semakin bertambah umursemakin menurun proporsi perilaku sedentari ≥6 jam, namun proporsi tersebut mulai meningkat pada umur ≥50 tahun. Proporsi perilaku sedentari ≥6 jam lebih banyak pada perempuan yaitu < 3 jam 33,0%, 3-5,9 jam 40,9% dan >6 jam 26,1 % dibandingkan dengan laki-laki <3 jam 34,7%, 3-5,9 jam 43,1% dan >6 jam 22,2%. Jika dilihat dari pendidikan untuk SLTA <3 jam 35,4%, 3-5,9 jam 42,1% dan >6 jam 22,4% (Riskesdas, 2013).

Penelitian yang dilakukan Adriana Pérez, MS, PhD; et al (2011) menunjukan Siswi di kelas 4, 8, dan 11 yang berpartisipasi dalam Aktivitas Fisik Sekolah dan survei gizi selama tahun akademik 2004-2005. dalam waktu kurang dari 3 hari latihan per minggu untuk memperkuat dan menyaksikan menonton televisi kurang dari 2 jam per hari meningkat kemungkinan mengalami obesitas dibandingkan dengan gadis-gadis yang berpartisipasi dalam 3 hari atau lebih per minggu latihan untuk menyaksikan menonton televisi kurang dari 2 jam perhari.

Dari survei awal yang saya dapatkan, alasan mengambil SMA Negeri 5 Makassar karena merupakan salah satu SMA Negeri unggulan di Kota Makassar, sosial ekonomi para siswa/i sudah menengah ke atas serta belum pernah diadakan penelitian tentang aktivitas fisik.


(36)

Berdasarkan latar belakang di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk melihat “Hubungan Aktivitas, Perilaku Sedentari dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar”.

F. Rumusan Masalah

3. Apakah ada hubungan antara Aktifitas fisik dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar ?

4. Apakah ada hubungan antara Perilaku sedentari dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar?

G. Tujuan Penelitian 3. Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan Status Gizi pada siswi SMA Negeri 5 Makassar.

4. Tujuan Khusus

c. Untuk mengetahui hubungan antara Aktifitas fisik dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar

d. Untuk mengetahui hubungan antara perilaku sedentari dengan Status Gizi pada Siswi SMA Negeri 5 Makassar

H. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:


(37)

Sebagai bahan kajian dalam mengembangkan program kesehatan remaja khususnya pada anak perempuan untuk mempersiapkan dimasa yang akan datang

4. Praktis

d. Untuk Dinas Kesehatan

Merupakan bahan masukan dalam rangka penyusun dan pengambilan kebijakan promosi kesehatan yang berkaitan dengan status gizi pada remaja.

e. Untuk Institusi Pendidikan (Kampus)

Dapat menambah referensi bagi perpustakaan dan menjadi data awal bagi peneliti selanjutnya

f. Untuk Peneliti

Mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan merupakan pengalaman berharga bagi peneliti selama menimbah ilmu di FKM UMI

BAB II


(38)

E. Tinjauan Umum tentang Status Gizi 6. Pengertian Status Gizi

Status Gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu atau dapat dikatakan bahwa status gizi merupakan indikator baik- buruknya penyediaan makanan sehari-hari (Irianto, 2007)

Suhardjo (2003) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi yaitu terdiri dari faktor internal yang mencakup genetik, asupan makanan, dan penyakit infeksi serta faktor eksternal yang terdiri dari sector pertanian, ekonomi, sosial dan budaya serta pengetahuan gizi.

7. Metode Penilaian Status Gizi

Penentuan status gizi dapat dilakukan dengan dua pengukuran yaitu, pengukuran langsung dan tidak langsung (Supariasa, 2013) yaitu: Pengukuran status gizi secara langsung dapat dilakukan dengan cara yaitu:

e. Antropometri f. Klinis

g. Biokimia h. Biofisik

Sedangkan Pengukuran status gizi secara tidak langsung dapat dilakukan dengan cara yaitu :

d. Survey e. Statistik visal f. Faktor Ekologi


(39)

Dari ketujuh cara pengukuran status gizi tersebut, pengukuran antropometri merupakan cara yang paling sering digunakan karena memiliki beberapa kelebihan yaitu (Irianto, 2007) :

g. Alat mudah diperoleh

h. Pengukuran mudah dilakukan i. Biaya murah

j. Hasil pengukuran mudah disimpulkan

k. Dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah l. Dapat mendeteksi riwayat gisi masa lalu 8. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

Faktor yang mempengaruhi gizi pada remaja adalah kemampuan keluarga untuk membeli makanan atau pengetahuan tentang zat gizi (Prastiwi, 2010).

Terdapat dua faktor langsung yang mempengaruhi status gizi individu, yaitu faktor makanan dan penyakit infeksi, keduanya saling mempengaruhi. Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi prinsip gizi seimbang. Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang terkait dengan tingginya kejadian penyakit menular dan buruknya kesehatan lingkungan.

Faktor penyebab langsung pertama adalah konsumsi makanan yang tidak memenuhi jumlah dan komposisi zat gizi yang memenuhi syarat gizi seimbang yaitu beragam, sesuai kebutuhan, bersih, dan aman, misalnya bayi tidak memperoleh ASI Eksklusif. Faktor penyebab langsung kedua adalah penyakit infeksi yang berkaitan dengan tingginya kejadian penyakit menular terutama diare dan penyakit pernapasan akut (ISPA). Faktor ini banyak terkait mutu pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi,


(40)

kualitas lingkungan hidup dan perilaku hidup sehat. Kualitas lingkungan hidup terutama adalah ketersediaan air bersih, sarana sanitasi dan perilaku hidup sehat seperti kebiasaan cuci tangan dengan sabun, buang air besar di jamban, tidak merokok , sirkulasi udara dalam rumah dan sebagainya (BAPPENAS, 2012)

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi menurut Suhardjo (2003) yaitu :

3. Faktor langsung c. Konsumsi makanan

Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, distribusi dalam keluarga dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini tergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat bersangkutan.

d. Infeksi

Antara status gizi kurang dan infeksi terdapat interaksi bolak-balik. Infeksi dapat menimbulkan gizi kurang melalui berbagai mekanismenya. Yang penting adalah efek langsung dari infeksi sisitemik pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terhadap infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.

4. Faktor tidak langsung

d. Kesediaan pangan ditingkat rumah tangga.

Hal ini terkait dengan produksi dan distribusi bahan makanan dalam jumlah yang cukup mulai dari produsen sampai ke tingkat rumah tangga.

e. Daya beli keluarga yang kurang untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan bagi seluruh anggota keluarga.

Hal ini terkait dengan masalah pekerjaan atau mata pencaharian atau penghasilan suatu keluarga. Apabila pengasilan


(41)

keluarga tidak cukup untuk membeli bahan makanan yang cukup dalam jumlah dan kualitas, maka konsumsi atau asupan gizi tiap anggota keluarga akan berkurang yang pada gilirannya akan mempengaruhi kesehatan dan perkembangan otak mereka.

f. Tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku tentang gizi dan kesehatan.

Walaupun bahan makanan dapat disediakan oleh keluarga dan daya beli memadai, tetapi karena kekurangan pengetahuan ini bisa menyebabkan keluarga tidak menyediakan makanan beraneka ragam setiap hari bagi keluarganya. Pada gilirannya asupan gizi tidak sesuai kebutuhan.

9. Pengertian Antropometri

Antropometri berasal dari kata anthropos dan metros. Anthropos artinya tubuh dan metros artinya ukuran. Jadi antropometri adalah ukuran dari tubuh (Supariasa, 2013).

10.Pengukuran Antropometri

Pengukuran antropometri untuk mengetahui status gizi dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain (Irianto, 2007) :

e. Penimbangan Berat Badan

Berat badan digunakan untuk mengevaluasi asupan makanan dengan energi yang dikeluarkan untuk aktivitas. Untuk itu, siapapun, termasuk olahragawan perlu menimbang berat badannya secara teratur sebelum dan sesudah latihan. Menggunakan alat timbang berat badan standar dengan ketelitian sampai 100 gram. f. Pengukuran Tinggi Badan

4) Pengukuran tinggi badan diperlukan sebagai parameter status gizi berdasarkan berat badan terhadap tinggi badan. 5) Pengukuran dilakukan dengan sikap berdiri tegap tanpa


(42)

6) Pengukuran tinggi badan menggunakan pola sentimeter yang fleksibel dan tidak elastic yang ditempelkan secara vertical pada dinding atau tiang tegak atau menggunakan alat pengukur tinggi badan stadiometer atau microtoise. g. Indeks Massa Tubuh (IMT)

Arisman (2009) menyatakan indeks massa tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan lemak tubuh orang seseorang, dan dinyatakan sebagai berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan kwadrat tinggi badan (dalam ukuran meter).

Keterangan:

BB: berat badan (Kg) TB: tinggi badan (meter)

h. Pengukuran Lingkar Perut (LP)

Pengukuran lingkar perut dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obesitas abdominal/sentral. Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kejadian penyakit kardiovaskular dan diabetes melitus (Riskesdas, 2007).

F. Tinjauan umum tentang Aktivitas Fisik 6. Pengertian Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem penunjangnya. Selama aktivitas fisik, otot IMT= BB


(43)

membutuhkan energi. Banyaknya energi yang dibutuhkan bergantung pada berapa banyak otot yang bergerak, berapa lama dan berapa berat pekerjaan yang dilakukan. Seorang yang gemuk menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan suatu pekerjaan dari pada yang kurus, karena orang gemuk membutuhkan usaha lebih besar untuk menggerakkan berat badan tambahan (Almatsier, 2003).

Karakterisasi aktivitas fisik yang merupakan kebiasaan (habitual physical activity) seringkali menjadi pokok pembahasan karena hal ini mencerminkan pola aktivitas fisik jangka panjang, sebagian besar manfaat kesehatan yang berasal dari aktivitas fisik merupakan hasil aktivitas fisik yang teratur dan dilaksanakan dalam waktu yang lama. (Gibney, 2009).

Menurut Suryaputra & Nadhiroh (2012) aktivitas fisik dibagi menjadi aktivitas ringan, sedang dan berat. Aktivitas ringan diantaranya adalah lebih banyak menghabiskan waktunya untuk kegiatan dalam posisi berdiri, diam atau duduk, aktivitas sedang diantaranya adalah melakukan aktivitas berdiri dalam waktu lama dengan membawa beban ringan, sedangkan aktivitas berat diantaranya adalah mencangkul, dan berjalan kaki dalam jarak yang jauh dengan beban yang berat.

Menurut Brown, (2005) aktifitas fisik sebaiknya dilakukan secara teratur sebanyak 3 kali atau lebih dalam seminggu dengan


(44)

↑ Income

Economic Development

Urbanizationn

Food security and diversity Inexpensive vegetable oils Exposure to media

Eating away from home Physically demanding jobs

Motorization sendentary recreation Opportunitis for physical activity

Dietary change and enegy intakes

↑ Obesity

Physical activity

tingkatan olahraga sedang, sampai berat. Aktivitas fisik sebaiknya dilakukan minimal 30 menit setiap hari.

Kerangka Teori Kemungkinan Penyebab Transisi Nutrisi dan Obesitas di Negara Berkembang


(45)

Sumber: Diadaptasi dari Martorell dan stein, 2001, dan Popkin, 1994 7. Dimensi Aktivitas Fisik

Ketika menilai aktivitas fisik paling tidak terdapat empat dimensi utama yang menjadi fokus, yaitu tipe, frekuansi, durasi, dan intensitas aktivitas fisik. Keempat dimensi ini penting bagi tujuan deskriptif dan


(46)

analitik. Tipe atau cara aktivitas fisik mengacu pada berbagai pertanyaan riset yang spesifik.

Sebagian orang besar menghabiskan bagian terbesar waktu sadar mereka (lebih kurang 85-90%) dalam bentuk aktivitas duduk, berdiri dan berjalan. Konstribusi relatif setiap aktifitas tersebut sangat penting. Barangkali yang lebih penting lagi adalah tipe aktivitas sepanjang sisa waktu satu hari tersebut karena pada sisa waktu ini dapat dilakukan aktivitas dengan intensitas yang lebih tinggi dan dengan demikian sisa waktu tersebut memberikan kontribusi yang signifikan bagi total pengeluaran energi tiap hari.

Aktivitas fisik dapat pula dinilai dalam bentuk total volume aktivitas fisik atau pengeluaran energi yang berkaitan dengan aktifitas fisik. Sebagian instrument pengkajian yang ada dapat menangkap frekuensi, durasi dan intensitas disamping total volume aktifitas fisik. Ketika mengkaji aktifitas fisik bagi tujuan kesehatan masyarakat,total volume aktivitas fisik dapat sangat penting karena dimensi ini tampaknya memberikan dampak yang signifikan pada status keshatan. Jika periset tertarik pada gambaran perilaku aktivitas yang lebih rinci, instrument yang sebaiknya digunakan adalah instrument yang dapat mengukur frekuensi, durasi, dan intensitas.

Total volume aktivitas fisik dapat ditentukan kuantitasnya dengan satuan MET-hours perhari atau minggu. Yaitu, intensitas semua aktivitas yang berbeda selama periode pengkajian dinyatakan dalam


(47)

ekuivalen MET yang dikalikan dengan waktu yang digunakan bagi semua aktivitas. Cara ini sering dilakukan untuk menyatakan total volume aktivitas fisik ketika menggunakan metode kuesioner. (Gibney, 2009).

8. Klasifiksi dan Jenis Aktivitas Fisik

Penggolongan aktivitas fisik dikategorikan menurut WHO antara lain (Hardiyanti, 2012):

e. Melakukan aktivitas ringan sampai sedang selama 10 menit atau lebih beberapa kali sehari dan dilakukan setiap hari merupakan aktivitas kehidupan sehari-hari. Aktivitas fisik seperti ini kurang berpengaruh terhadap peningkatan kebugaran jasmani.

f. Melakukan aktifitas fisik sedang selama 30 menit atau lebih, dilakukan setiap hari merupakan aktivitas fisik untuk sehat.

g. Melakukan aktivitas fisik sedang selama 20 menit atau lebih, dilakukan seminggu 3 kali merupakan aktivitas fisik yang dapat meningkatkan kebugaran jasmani.

h. Melakukan kegiatan aktivitas fisik berat yang terprogram dengan intensitas, durasi dan frekuensi tergantung tingkat kebugaran jasmani seseorang merupakan aktivitas fisik untuk olahraga prestasi.

Ada 3 tipe/ macam sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk memepertahankan kesehatan tubuh yaitu (Depkes, 2007):

d. Ketahanan (Endurance)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan dapat membuat jantung,paru-paru,dan system sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka


(48)

aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 minggu perhari). Contoh beberapa kegiatan yang dipilih seperti berjalan kaki lari ringan, berenang, senam, bermain tenis, berkebun, dan kerja di taman.

e. Kelenturan (Flexibilility)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih muda,mempertahankan otot tetap lemas (lentur),dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari perminggu). Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti peregangan,senam taichi,yoga,mencuci pakaian,daan mengepel lantai.

f. Kekuatan (Strength)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima,tulang tetap kuat,dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (204 hari per minggu). Contoh beberapa kegiatan yang dipilih seperti push-up,naikturun tangga,angkat beban,membawa belanjaan,dan mengikuti kelas senam terstruktur.

9. Aktivitas Fisik dan Olahraga

aktivitas fisik adalah konsep yang lebih luas dari pada olahraga atau latihan. Aktivitas fisik merupakan pergerakan otot yang


(49)

menggunakan energi. Olahraga merupakan salahsatu jenis dari aktivitas fisik yang didefenisikan sebagai aktivitas yang direncanakan dan diberi struktur dimanaa gerakan bagian-bagian tubuh diulang-ulang untuk memperoleh berbagai aspek kebugaran (Soeharto,2004).

Dalam Syarah Hadist Rasulullah SAW bersabda:

ررـييـخخللـككييـففوخففييعفضض لانفمفؤيمكـليانخمفهفللاىـلخإفببحخأخ وخررييـخخيبوفـقخليانكمفؤيمكـلياخ Terjemahan: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allâh daripada Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan

10.Manfaat Aktifitas Fisik

Ada bukti epidemiologi kuat yang menunjukan bahwa aktivitas fisik yang menunjukan bahwa aktivitas fisik sangat bermanfaat bagi kesehatan (Gibney, 2009):

h. Tingkat aktifitas fisk harian yang lebih tinggi atau latihan fisik yang teratur berkaitan dengan angka mortalitas keseluruhan yang lebih kecil dan resiko serta kematian karena penyakit kardiovaskuler yang lebih rendah.

i. Penurunan resiko terkena penyakit jantung coroner yang berkaitan dengan latihan fisik secara teratur merupakan sama besar (magnitude) dengan yang dicapai melalui penghentian kebiasaan merokok.

j. Latihan fisik yang teratur mencegah atau memperlambat onset tekanan darah tinggi dan menurunkan tekanan darah pada pasien hipertensi.

k. Latihan fisik yang teratur dan mungkin pula tingkat aktivitas yang lebih tinggi berkaitan dengan proteksi terhadap beberapa tipe penyakit kanker.


(50)

l. Latihan fisik yang teratur untuk mengurangi resiko timbulnya diabetes tipe 2

m. Aktifitas fisik membantu mempertahankan keseimbangn energi dan dengan demikian mencegah obesitas.

n. Aktivitas fisik yang bersifat wight bearing sangat penting bagi perkembangan skeleton selama masa kanak-kanak, remaja dan untuk mencapai massa tulang maksimal (peak bone mass) pada dewasa muda.

G. Tinjauan Umum Tentang Perilaku Sedentari

Perilaku sedentari adalah kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seseorang yang tidak banyak melakukan aktifitas fisik atau tidak banyak melakukan gerakan (Tim Olvista, 2011).Semakin banyaknya hiburan dirumah dan kegiatan yang cenderung menetap seperti televisi, komputer, dan video games, mengerjakan tugas, belajar, akan meningkatkan kebiasaan atau gaya hidup sedentari khususnya pada anak. Pengurangan kebiasaan perilaku sedentary berkaitan dengan pengeluaran energi sehingga akan mengurangi kejadian overweight (Atkinson, 2005)

Banyak penelitian mengungkapkan hubungan antara perilaku sedentari dan gizi lebih (Duncan et al, 2011). Dimana waktu yang digunakan untuk menonton tv atau didepan komputer berhubungan


(51)

dengan gizi lebih. Dalam penelitian ini, anak yang menonton tv atau yang menggunakan komputer ≥ 4 jam dalam sehari mempunyai peluang 2,5 kali lebih besar menjadi gizi lebih dari pada anak yang menonton tv atau yang menggunakan komputer selama ≤ 1 jam (Andersen et al, 2005).

Gizi lebih menghabiskan 2-3 jam lebih banyak waktu untuk melakukan aktivitas dengan intensitas rendah seperti membaca di waktu luang, menggunakan komputer, bermain games, belajar, dan menggunakan transportasi pasif kesekolah ( motor, mobil, bus) dibandingkan dengan anak berat badan normal ( Li. Y; et al, 2007). H. Tinjauan Umum Tentang Remaja

3. Pengertian Remaja

Remaja adalah kelompok manusia yang berada diantara usia 10-19 tahun. Pada masa ini individu mengalami perkembangan psikologi dan pola identifikasi dari anak-anak menjadi dewasa. Selain itu, terjadi peralihan dari ketergantungan sosial dan ekonomi yang penuh kepada orang tua menuju keadaan yang relative lebih mandiri. Pada masa remaja terjadi perubahan fisik dan psikis yang sangat signifikan. Perubahan fisik ditandai dengan pertumbuhan badan yang pesat dan matangnya organ reproduksi. Laju pertumbuhan badan berbeda antara remaja putra dan remaja putri. Remaja putri mengalami percepatan lebih dulu dibandingkan remaja putra (Proverawati, 2010).

Remaja ialah anak yang berusia 10-19 tahun. WHO mendefenisikan remaja sebagai suatu masa dimana individu


(52)

berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya (pubertas) sampai saat ia mencapai kematangan seksual (DepKes, 2010). .

Karena tubuh remaja putri dipersiapkan untuk reproduksi. Sementara remaja putra baru dapat menyusul dua tahun kemudian. Pertumbuhan cepat ini juga ditandai dengan pertambahan pesat berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Pada masa tersebut pertambahan BB remaja putri 16 gram dan remaja putra 19 gram setiap harinya. Sedangkan pertambahan TB remaja putri dan remaja putra masingmasing dapat mencapai 15 cm per tahun. Puncak pertambahan pesat TB terjadi di usia 11 tahun pada remaja putri dan usia 14 tahun pada remaja putra (Arisman, 2009).

Menurut Soetjiningsih (1995), ciri-ciri yang menonjol dari remaja adalah memiliki keadaan emosi yang labil, timbulnya sikap menentang orang lain (hal itu dilakukan sebagai wujud remaja ingin merenggangkan hubungan maupun ikatan dengan orang tuanya), memiliki sikap untuk mengeksplorasi atau keinginan untuk menjelajahi lingkungan alam sekitar, memiliki banyak fantasi/khayalan dan bualan, serta remaja cenderung untuk membentuk suatu kelompok. Pertumbuhan fisik menyebabkan remaja membutuhkan asupan nutrisi yang lebih besar daripada masa anak-anak. Ditambah lagi pada masa ini, remaja sangat aktif dengan berbagai kegiatan, baik itu kegiatan sekolah maupun


(53)

olahraga. Khusus pada remaja putri, asupan nutrisi juga dibutuhkan untuk persiapan reproduksi (Proverawati, 2010).

4. Masa transisi Remaja

Pada usia remaja, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut menurut Gunarsa (1978) dalam disertasi PKBI (2000) adalah sebagai berikut:

f. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum sepenuhnya menampilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang konsisten.

g. Transisi dalam kehidupan emosibilan emosi.

Perunbahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun, dan sedih, tetapi dilain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah.

h. Transisi dala kehidupan sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser keluar dari keluarganya, dimana lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk menghindari (melepaskan ikatan dengan keluarga).


(54)

Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-nilai yang diterima pada waktu anak-anak dan mulai mencari nilai sendiri.

j. Transisi dalam pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai mengembangkan kemampuan berpikir abstrak.


(55)

Faktor Predisposisi -Pengetahuan Gizi Seimbang -Sikap Gizi Seimbang -Umur -Pendidikan Faktor Pemungkin -Ketersediaan Sumber-sumber/ Fasilitas Faktor Penguat -Sikap -Perilaku Petugas -Peraturan undang-undang Perilaku Gizi

Seimbang Status Gizi Remaja

Konsumsi Makanan

Tingkat Pengetahuan

, Sikap, dan Praktik tentang Gizi dan Kesehatan Infeksi Kesediaan Pangan di tingkat Rumah tangga Daya beli keluarga Aktivitas Fisik Body Image Kerangka Teori

Sumber : Dimodifikasi dari Teori Lawrence Green (1998) dalam Notoatmodjo (2012), Teori Martorell, Stein (2001) dan Popkin (1994) dalam Jafar (2011), Teori Of Reasoned Action dalam Wang et al (2013), dan Suhardjo (2003).

BAB III

KERANGKA KONSEP


(56)

Perbaikan tingkat hidup dan kemajuan teknologi telah memacu perubahan pola kebiasaan hidup atau gaya hidup. Dalam kehidupan masyarakat modern dengan dukungan teknologi dan sarana yang mutakhir, menyebabkan menurunnya aktivitas fisik. Penggunaan elevator telah menggantikan fungsi tangga diberbagai sarana umum. Adanya remote control juga menyebabkan remaja kurang bergerak dan tidak perlu beranjak dari tempat menonton televisi. Penggunaan alat transportasi bermotor juga telah menggeser peran sepeda.

Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik tersebut diperlukan untuk membakar energi dari dalam tubuh. Apabila pemasukan energi berlebihan dan tidak diimbangi dengan aktivitas fisik akan memudahkan seseorang memiliki berat badan berlebih.

Perilaku sedentari saat ini menjadi isu penting dalam kesehatan masyarakat karena memiliki efek negatif terhadap kesehatan. Dimana perilaku sedentari memeberikan resiko terhadap pengurangan pengeluaran energi. Semakin banyak waktu yang digunakan dalam melakukan kegiatan sedentari maka memberikan peluang yang lebih besar dalam mengurangi pengeluaran energi. B. Bagan Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep pemikiran yang ada, maka dapat digambarkan suatu model hubungan antara variabel yang diteliti sebagai berikut :

Aktivitas Fisik

Perilaku Sedentari


(57)

Keterangan :

: Variabel Independen : Variabel Dependen

: Variabel yang tidak diteliti

C. Defenisi Operasional dan Kriteria Objektif 1. Status Gizi

Status gizi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Untuk mengetahui status gizi dari responden, digunakan pengukuran BB dan TB Indeks ini dapat nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) dan pengukuran Lingkar Perut (LP).

Kriteria Objektif :

Status Gizi Pola Konsumsi

Perilaku Gizi Seimbang Body Image


(58)

a. Indeks Massa Tubuh (IMT) umur 5-18 tahun menurut Riskesdas (2013) :

Sangat kurus : Zscore< -3,0 Kurus : Zscore≥ -3,0 s/d < -2,0 Normal : Zscore≥-2,0 s/d ≤1,0 Gemuk : Zscore> 1,0 s/d ≤ 2,0 Obesitas : Zscore> 2,0

b. Lingkar Perut (LP) umur ≥ 15 tahun menurut Riskesdas (2007) : Perempuan : ≤80 cm normal

2. Aktifitas Fisik

Aktifitas Fisik yang dimaksud adalah kegiatan yang dilakukan seseorang mulai dari bangun sampai tidur kembali.

Kriteria Objektif:

Aktivitas Ringan : 1,5-2,9 METS Aktivitas Sedang : 3,0-5,9 METS Aktivitas Berat : ≤ 6,0 METS

Kriteria penilaian aktifitas fisik menurut Beacke (1982): Aktifitas yang berkaitan dengan kegiatan

sekolah Duduk-duduk (mengobrol, membaca, mengerjakan tugas)

1

Berdiri disekitar sekolah 2 Jalan-jalan berkeliling sekolah 3 Kadang-kadang Lari-lari dan bermain

4 Sering Lari-lari dan bermain 5

< 1 jam 1

1-2 jam 2

2-3 jam 3

3-4 jam 4

>4 jam 5

Sangat ringan 1

Ringan 2

sedang 3

Berat 4

Sangat berat 5


(59)

(6−POINT FOR SITTING)+

POINT PERTANYAAN(NO.2+NO.3+NO.4+NO.5)

¿ ¿ ¿

Aktifitas yang berkaitan dengan olahraga Intensitas ringan 0,76

Intensitas sedang

1,26 Intensitas berat 1,76 < 1 jam 0,5

1-2 jam 1,5

2-3 jam 2,5

3-4 jam 3,5

>4 jam 4,5 < 1 bulan/tahun 0,04 1-3 bulan/tahun 0,17 4-6 bulan/tahun 0,42 7-9 bulan/tahun 0,67 >9 bulan/tahun 0,92 Jauh lebih sedikit 1 Lebih sedikit 2

Sama 3

Lebih banyak 4 Jauh lebih banyak

5 Tidak Pernah 1 1-2 hari/minggu 2 3-4 hari/minggu 3 5-6 hari/minggu 4 >6 hari/minggu 5 a=

a=1

(intensitas × waktu × proporsi)

Indeks Olahraga = a+

POINT PERTANYAAN(no.8+no.9) JUMLAH PERTANYAAN(3)

Aktivitas yang berkaitan dengan waktu luang Tidak Pernah 1

1-2 hari/minggu 2 3-4 hari/minggu 3


(60)

5-6 hari/minggu 4 >6 hari/minggu 5 <5 menit 1 5-15 menit 2 15-30 menit 3 30-45 menit 4 >45 menit 5 Indeks Waktu luang:

no.2+no.3+no.4+no .5+no.6+no.7+n0.8+n0.9 ¿

(6−points for television watching)+

PERTANYAAN¿ ¿

¿ ¿

3. Perilaku Sedentari

Perilaku sedentari adalah kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan seseorang yang tidak banyak melakukan aktifitas fisik atau tidak banyak melakukan gerakan.

Kriteria Objektif:

Kriteria penilaian perilaku sedentari dimodifikasi dari teori Dogra et al, (2012):

Jam/minggu

7 =

jam hari Tidak Sedentari (<4 jam) Sedentari (4-7 jam)

Sangat Sedentari (>7 jam) D. Hipotesis


(61)

a. Tidak ada hubungan Aktifitas dengan status gizi pada siswi SMA Negeri 5 Makassar

b. Tidak ada hubungan Perilaku Sedentari dengan status gizi pada siswi SMA Negeri 5 Makassar.

2. Hipotesis Alternatif (Ha)

a. Ada hubungan Aktivitas dengan status gizi pada siswi SMA Negeri 5 Makassar

b. Ada hubungan Perilaku Sedentari dengan status gizi pada siswi negeri 5 Makassar

BAB IV

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian analitik dengan desain cross sectional study untuk mengetahui hubungan aktivitas fisik dengan status gizi pada siswi SMA Negeri 5 Makassar.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 5 Makassar. 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret tahun 2015 yang berlangsung selama 21 hari.

C. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua Siswi SMA Negeri 5 Makassar kelas X, kelas XI dan kelas XII yang berjumlah 514 orang.

D. Sampel

Sampel penelitian ini adalah Siswi SMA Negeri 5. E. Besar Sampel

Jumlah sampel dalam penelitian ini menggunakan rumus slovin sebagai berikut :

n= N

1+N(e2

)


(62)

e = Penyimpangan terhadap populasi atau derajat ketepatan yang diinginkan, umumnya yang dipakai adalah 0,05 (5%) atau 0,1 (10%). N = Besarnya populasi yang akan diteliti

n = Besarnya sampel

Jadi besar sampel pada penelitian ini adalah :

n= 514

1+514

(

0,052

)

n= 514

1+1,285 n= 514

2,285=224,9=225sampel F. Cara Pengambilan Sampel

Cara pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan teknik proporsional stratified random sampling yaitu sampel yang diambil sesuai dengan banyaknya populasi pada masing-masing tingkatan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ni=Ni

N × n Keterangan:

ni = jumlah sampel pertingkatan

Ni = Jumlah populasi pertingkatan

N = Populasi

n = Jumlah sampel 1. Untuk kelas X

¿= ¿

N x n ¿263

514 x225=115 sampel a. Untuk kelas X IPA unggulan 1

¿= ¿

N x n ¿ 21

514x225 =9

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-21 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 9 orang siswi


(63)

¿= ¿

N x n ¿ 27

514 x225 =12

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-27 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 12 orang siswi.

c. Untuk kelas X IPA 1 ¿= ¿

N x n ¿ 23

514 x225 =10

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-23 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 10 orang siswi.

d. Untuk kelas X IPA 2 ¿= ¿

N x n ¿ 23

514 x225 =10

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-23 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 10 orang siswi.


(64)

¿= ¿

N x n ¿ 19

514 x225 =8

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-19 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 8 orang siswi.

2. Untuk kelas XI ¿= ¿

N x n ¿251

514 x225 =110 sampel

a. Untuk kelas XI IPA unggulan 1 ¿= ¿

N x n ¿ 15

514 x225 =6

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-15 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 6 orang siswi.

b. Untuk kelas XI IPA unggulan 2 ¿= ¿

N x n ¿ 23

514 x225 =10

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-23 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 10 orang siswi.


(65)

¿= ¿

N x n ¿ 20

514 x225 =9

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-20 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 9 orang siswi

d. Untuk kelas XI IPA 2 ¿= ¿

N x n ¿ 27

514 x225 =12

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-27 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 12 orang siswi.

e. Untuk kelas XI IPA 3 ¿= ¿

N x n ¿ 23

514 x225 =10

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-23 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 10 orang siswi.

f. Untuk kelas XI IPA 4 ¿= ¿

N x n ¿ 16

514 x225 =7

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-16 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 7 orang siswi.


(66)

¿= ¿

N x n ¿ 20

514 x225 =9

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-20 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 9 orang siswi.

h. Untuk kelas XI IPA 6 ¿= ¿

N x n ¿ 23

514 x225 =10

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-23 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 10 orang siswi.

i. Untuk kelas XI IPS unggulan 1 ¿= ¿

N x n ¿ 21

514 x225 =9

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-21 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 9 orang siswi.

j. Untuk kelas XI IPS 1 ¿= ¿

N x n ¿ 22

514 x225 =10


(67)

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-22 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 10 orang siswi.

k. Untuk kelas XI IPS 2 ¿= ¿

N x n ¿ 23

514 x225 =10

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-23 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 10 orang siswi.

l. Untuk kelas XI IPS 3 ¿= ¿

N x n ¿ 18

514 x225 =8

Cara pengambilan sampel yaitu dibuat nomer mulai dari 1-18 menjadi dua bagian, lalu dibagikan kepada siswi, dan dikocok sampai mendapatkan 8 orang siswi.

3. Untuk kelas XII

a. Untuk kelas XII IPA 1 ¿= ¿

N x n ¿ 23

514 x225 =10


(1)

Makassar dengan hasil penelitian bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan obesitas sentral.

Namun berbeda dengan hasil penelitian Weni Sartika (2012) dengan judul penelitian Hubungan Faktor Risiko Perilaku Dan Obesitas Sentral Dengan Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Pada Kelompok Umur 40-59 Tahun Di Kota Padang Panjang Tahun 2012 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktivitas fisik dengan obesitas sentral.

d. Hubungan perilaku sedentari dengan lingkar perut

Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata siswi SMA Negeri 5 Makassar memiliki perilaku sangat sedentari 172 orang (76,4%), sedentari 48 orang (21,3%) dan tidak sedentari sebanyak 5 orang (2,2%). Bila dikaitkan dengan lingkar perut ternyata dari 172 orang (76,4%) yang berperilaku sangat sedentari lebih banyak yang berlingkar perut normal sebesar 155 siswi (90,1%) dibandingkan yang berlingkar perut obesitas sentral sebanyak 17 siswi (9,9%). Dari 48 orang (21,3%) yang berperilaku sedentari lebih banyak yang berlingkar perut normal sebesar 44 siswi (91,7%) dibandingkan yang berlingkar perut obesitas sentral sebanyak 4 siswi (8,3%) Sedangkan siswi yang tidak sedentary sebanyak 5 orang (2,2%) semuanya berstatus gizi normal.

Hasil analisis statistik secara bivariat diperoleh bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku sedentari dengan status gizi di SMA Negeri 5 Makassar dengan nilai ρ = 0,729 > 0,05. Namun hasil penelitian ini berbeda dengan Windy Kristy Sumongga (2013) dengan judul penelitian Perilaku Sedentari Dan


(2)

Konsumsi Camilan Sebagai Faktor Risiko Kejadian Obesitas Sentral Pada Siswi SMA BOPKRI 1 Yogyakarta yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku sedentari dengan obesitas sentral.

D. Keterbatasan Penelitian 1. Kemampuan peneliti

Penelitian ini merupakan penelitian awal dimana peneliti belum mempunyai pengalaman berikutnya.

2. Hambatan etik

Ada beberapa responden mengisi kuesioner tidak secara serius karena di dasari 4 sekaligus kuesioner yang dibagikan.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Berdasarkan data hasil penelitian yang diperoleh, analisis serta pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :


(3)

1. Tidak ada hubungan antara Aktivitas Fisik dengan status gizi IMT/U dan Lingkar Perut pada siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015. 2. Tidak ada hubungan antara Perilaku Sedentari dengan status gizi

IMT/U dan Lingkar Perut pada siswi SMA Negeri 5 Makassar Tahun 2015.

B. Saran

Untuk responden agar mengurangi perilaku sedentari seperti menonton TV, main games, dan social media selain itu agar tetap meningkatkan aktivitas fisiknya

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto, EH & DNA. Ningrum. 2010. Hubungan Antara Tingkat Kesegaran Jasmani dan Status Gizi dengan Produktivitas Kerja. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5 (2), hal. 145-150

Atkinson, R.L (2005) Etiologies of obesity. Totowa, New Jersey: Humana Press

Andersen, L. F; et al. (2005). Overweight and Obesity among Norwegian School children: Changes from 1993 to 2007. Scandinavian Journal of Public Healt, 33, 99-106


(4)

Arisman. 2009. Buku Ajar Ilmu Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta.

Almatsier, 2003. Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta

Asrori, Adib. 2009. Psikologi Remaja, Karakteristik dan Permasalahannya. www.nestains.com [diaksestanggal 2 Januari 2011]

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). 2012. “Kerangka Kebijakan Gerakan Sadar Gizi Dalam Rangka Seribu

Hari Pertama Kehidupan (1000HPK)”.

http://kgm.bappenas.go.id. (diakses tanggal 22 November 2014) Baecke JAH Burema J Frijters ER. 1982. A short questionnaire for the measurement of habitual physical activity in epidemiological studies. Am J Clin Nutr. 36: 936-942.

Brown, J. E; et Al. (2005). Nutrition Through the Life Cycle 2 edition. United States of America: Thomson Wadsworth

Dogra, S. & Stathokostas, L. 2012 Sedentari Behafior and Physical Activity Are Independent Predictors of Successful Aging in Middle-Aged and Older Adults. Journal of aging research 2012

Duncan, S; et al. (2011) Modifiable Risk Factors for excess body fatness in New Zealand children. Asia Pac J Clin Nutr 17, 1, 138-147 Depkes RI. 2007. Hipertensi Penyebab Utama Penyakit Jantung.[online]

(diupdate 7 juni 2007). http://www.depkes .go.id [diakses 6 desember 2011]

Depkes. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). 2010. Laporan Provinsi Sulawesi Selatan. Badan penelitian dan pengembangan kesehatan departemen kesehatan, Republik Indonesia. http://www.depkes.go.id.

Depkes. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 2013. Kesehatan BPdP, editor. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia; 2008. http://www.depkes.go.id. (diakses tanggal 20 oktober 2014)

Eny Kusmiran. 2012. Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita.Cetakan Kedua. Salemba Medika: Jakarta

Hudha, L. 2006. Hubungan antara Pola Makan dan Aktivitas Fisik dengan Obesitas. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang. Universitas Negeri Semarang.


(5)

Hardiyanti, A., 2012. Gambaran aktivitas fisik, kadar Hb dan tingkat kebugaran atlet olahraga permainan dipusat pendidikan dan latihan olahraga pelajar dinas pemuda dan olahraga propinsi Sulawesi selatan. [Skripsi]. Fakultas Kesehatan masyarakat. Universitas Hasanuddin Makassar.

Hidayati, S., Irwan, R, dan Hidayat, B. 2010. Obesitas pada Anak.

(Online),(http://www.pediatrik.com/buletin/06224113652-048qwc.pdf,diakses 15 februari 2012)

Irianto, Djoko Pekik. 2007. Panduan Gizi Lengkap Keluarga dan Olahragawan. C.V Andi Offset: Yogyakarta..

Jafar, Nurhaedar, 2011. Potret Gaya hidup Masyarakat Perkotaan. Yogyakarta: Penerbit Ombak

Li, Y; et al (2007) Determinants of childhood overweight and obesity in China. British Journal of Nutrition 97, 210-215

Michael J. Gibney, Barrie M. Margetts, John M. Kearney. Dan Lenore Arab. 2009. Public Health Nutrition. Kedokteran EGC:Jakarta Nakita. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Yayasan Institut

Danone. PT Gramedia: Jakarta.

Mariani. (2003). Pengaruh Pola Konsumsi Makanan Modern terhadap Kejadian Obesitas pada Remaja SLTP Kesatrian Kota Bogor. Provinsi Jawa Barat. [Tesis]. FKM–UI Depok

Notoatmodjo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta: Jakarta

Prastiwi, Rian. 2010. Pola Makan Sehat dan Gizi Remaja. Nobel: Jakarta. Proverawati. 2010. Obesitas dan Gangguan Perilaku Makan pada

Remaja. Penerbit Muha Medika: Yogyakarta.

Popkin BM et al. The Nutrition transition in China: a crossectional analysis. EUR J Clin Nutr 1993; 47:333

Ramadani, Mery. (2010). Konsumsi Suplemen Makanan dan Faktor-faktor yang Berhubungan Pada Remaja SMA Islam Al-Azhar 3 Jakarta Selatan tahun 2015. Journal of public health Vol. 01. No.02 Maret 2007-September 2007

Setyowati, RD. 2008. Sistem Penyelenggaraan Makanan, Tingkat Konsumsi, Status Gizi Serta Ketahanan Fisik Siswa Pusat


(6)

Pendidikan Zeni Kodiklat TNI AD Bogor, Jawa Barat. Jurnal Gizi dan Pangan, 3 (2), hal.79-85.

Soeharto, Iman, 2004. Penyakit jantung coroner dan serangan jantung. Gramedia : Jakarta.

Soetjiningsih. 1995. Tumbuh Kembang Anak. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta.

Supariasa, I Dewa Nyoman, Bachyar Bakri dan Ibnu Fajar. 2013. Penilaian Status Gizi.Edisi Revisi. EGC: Jakarta.

Suhardjo. 2003. Prinsip ilmu gizi. Kanisius IKAPI: Yogyakarta.

Suryaputra, K dan Nadhiroh, S.R. 2012. Perbedaan Pola Makan Dan Aktivitas Fisik Antara Remaja Obesitas Dengan Non Obesitas. Makara, Kesehatan, Vol. 16, No. 1, Juni 2012: 45-50

Tim Penulis Poltekkes Depkes Jakarta I. (2010). Kesehatan remaja; problem dan solusinya. Jakarta: Salemba Medika

Tim Olvista, 2011. Apa itu Pola Hidup Sedentari (Sedentary Lifestyle) http://olvista.com/kesehatan/apa-itu-pola-hidup-sedentari-lifestyle

/

diakses tanggal 19 februari 2015.