KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO

(1)

commit to user

KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK

UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI

KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Aris Setyowarman Wahyu Perdana NIM. E1107124

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user ii


(3)

commit to user iii


(4)

commit to user iv

PERNYATAAN

Nama : ARIS SETYOWARMAN WAHYU PERDANA NIM : E1107124

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK

MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DIKEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO.

adalah betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 20 April 2011 Yang membuat pernyataan


(5)

commit to user v ABSTRAK

Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO. Fakultas Hukum UNS.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arti penting implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo serta hambatan yang ditemukan penyidik dalam pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif, menggambarkan dan menguraikan tentang peranan imlplementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana. Jenis data yang digunakan yaitu data Primer dan data sekunder. Adapun data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan, dan wawancara. Kemudian data yang di peroleh tersebut dianalisis secara kualitatif yang dilaksanakan melalui tahapan pengumpulan data, mengklasifikasikan, menghubungkan dengan teori dan masalah yang ada kemudian menarik kesimpulan guna menentukan hasilnya.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, yaitu peranan ilmu sidik jari khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Hambatan yang terjadi Jejak yang ditinggalkan ditempat kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna. Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban maupun tersangka. Apabila ditemukan sidik jari namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya dan Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak sehingga menyulitkan petugas untuk melakukan pemeriksaan.


(6)

commit to user vi ABSTRACT

Aris Setyowarman Wahyu Perdana. E1107124, 2011. A STUDY ON THE IMPLEMENTATION OF INVESTIGATOR’S AUTHORITY IN TAKING FINGERPRINTS USING DACTILOSCOPY IN DISCLOSING THE CRIMINAL CASE IN SUKOHARJO RESORT POLICE OFFICE. Law Faculty of UNS.

This research aims to find out the importance of the implementation of

investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in disclosing the

criminal case in Sukoharjo Resort Police Office as well as the obstacle the investigators encounters in disclosing the criminal case applying the dactiloscopy in disclosing the criminal case in Sukoharjo Resort Police Office.

This study belongs to an empirical law research that is descriptive in nature, describing and elaborating about the role of the implementation of

investigator’s authority in taking fingerprints using dactiloscopy in investigating

the criminal case. The type of data used was primary data. The primary data sources employed includes primary and secondary data sources. The secondary data source consists of primary, secondary, and tertiary law materials. Techniques of collecting data used were library study and interview. Then the data obtained was analyzed qualitatively implemented using several steps: collecting data, classifying, relating them to the theories and problems existing and then drawing a conclusion to determine the result.

Considering the result of research and discussion, the following conclusion can be drawn: the role of fingerprint, particularly dactiloscopy, for the investigator in the investigation process to disclose a crime is an important step in determining the clarity of crime occurring. It will later direct the subsequent actions or examinations, who the suspect is and what tool or arm is used in committing crime. The obstacles occurring is that the footprint left in the occurrence site frequently shows imperfect shape, many fingerprints found come from any one who are not relevant at all to the victim or suspect, if found, the fingerprints has imperfect shape so that the officer finds difficulty in identifying it and many people want to see the occurrence site leading to the damage of site so that the officer finds difficulty in doing examination.


(7)

commit to user vii MOTTO

Selama darah masih mengalir, tidak pernah ada kata gagal.

Cepat atau lambat pasti akan berhasil

(penulis)

Waktu terkadang terlalu lambat bagi mereka yang menunggu, terlalu cepat

bagi yang takut, terlalu panjang bagi yang gundah, dan terlalu pendek

bagi yang bahagia. Tapi bagi yang selalu mengasihi, waktu adalah keabadian.

(Henry Van Dyke)

Buah paling manis dari berani bermimpi adalah kejadian-kejadian menakjubkan

dalam perjalanan menggapainya

(Andrea Hirata)

Ujian karakter yang sejati bukanlah berupa banyak yang kita ketahui

dalam melakukan berbagai hal, tapi bagaimana kita bersikap ketika tidak tahu

harus melakukan apa

(JOHN HOLD)

Hakim adalah mahasiswa hukum,

yang memberi nila

i pada kertas ujiannya sendiri”


(8)

commit to user viii

PERSEMBAHAN

Karya kecil ini penulis persembahkan kepada:

 Tuhan yang telah memberikan berkatNya yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

 Papa dan Mama tercinta yang senantiasa mendukung kuliah,memberikan doa dan nasihat, semangat, cinta dan kasih sayang tiada surutnya, serta kerja keras yang tak ternilai harganya demi mewujudkan cita-citaku menjadi seorang Sarjana Hukum.  Adikku tersayang, yang selalu ada untuk membantu proses

belajarku selama menempuh dunia pendidikan.

 Seseorang yang telah mengisi hidup penulis dan telah menghembuskan makna kehidupan.

 Keluarga besar Ksp Principium FH UNS.  Sahabat-sahabatku tersayang.


(9)

commit to user ix

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT yang melimpahkan segala rahmad dan hidayah-Nya. Yang selalu memberikan jalan dan kemudahan kepada penulis sehingga Penulisan Hukum (Skripsi) yang berjudul, “KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN

RESORT SUKOHARJO” dapat terselesaikan tepat waktu.

Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sedalam-dalamnya, terutama kepada :

Penulisan hukum ini disusun untuk memenuhi dan melengkapi syarat-syarat untuk memperoleh derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Banyak hambatan dan permasalahan yang dihadapi penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Penulis menyadari bahwa keberhasilan dalam menyelesaikan Penulisan Hukum ini tidak bisa terlepas dari bantuan semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung, secara materiil maupun non materiil. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Allah SWT, atas segala rahmat dan karunianya;

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalan-Nya hingga akhir jaman;

3. Keluargaku tercinta, Papa, Mama, dan Adik, untuk setiap doa, pengorbanan, dan kasih sayang yang selalu diberikan.


(10)

commit to user x

4. Liana Margareta yang selalu ada memberikan semangat, nasehat serta dukunganya dan kasih sayang yang selalu ada untukku walau terbentang jarak.

5. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret, yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis untuk dapat melaksanakan Penulisan Hukum ini;

6. Pembantu Dekan I yang telah membantu dalam pemberian ijin dilakukannya penulisan ini;

7. Ibu Sunny Ummul Firdaus S.H, M.H selaku pembimbing akademik penulis yang membantu penulis dengan memberikan nasehat-nasehat dan selalu memberikan arahan dalam kegiatan kuliah.

8. Bapak Kristiyadi, S.H., M.Hum., selaku pembimbing skripsi I dalam penulisan hukum ini yang dengan kesabaran dan kebesaran hati telah membimbing, mengarahkan, serta membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan hukum ini;

9. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H., M.H., selaku Pembimbing Skripsi II yang dengan sabar memberikan bimbingan, arahan selama penulisan hukum ini;

10. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu Hukum Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul penulisan hukum ini;

11. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku ketua Bagian Hukum Acara Fakultas Hukum UNS yang telah membantu penulis dalam menyusun judul penulisan hukum ini;

12. Bapak/ Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu pengetahuan selama masa kuliah. 13. Seluruh Pimpinan dan Staf Administrasi Fakultas Hukun Universitas Sebelas

Maret, atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-kesempatan yang telah diberikan;


(11)

commit to user xi

14. AKBP Pri Hartono Eling Lelakon SiK selaku kepala kepolisian Resort Sukoharjo yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

15. Ipda Mariman selaku Kaur Identifikasi kepolisian Resort Sukoharjo, yang dengan senang hati telah membimbing dan membantu penulis selama penelitian di kepolisian Resort Sukoharjo.

16. Bripka Agus serta Briptu Fendi yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis mendapatkan data.

17. KSP “Principium” Fakultas Hukum UNS yang menjadi rumah kedua penulis

di bangku perkuliahan dan teman-teman Principiumers Siska, Yovi, Yuni, Gatot, Citra debi, Aryani, Shelma, Mas tejo, Aya, Bundo, Lili, Trisna, Helena, Ardani, Atika, Alphi, Maya, Diah N.A, Bayu, Iffa, Anugrah, Citra widi, Miqdad, Mia, Maulida, Kiki, Faradina, Lilin, dan temen-temen lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu karena terlalu banyak cinta kasih kalian, terus berkarya dan berprestasi.

18. Generasi Pejuang Himanoreg, terima kasih atas segalanya, tanpa himanoreg hidup terasa hampa. Selama satu tahun lebih kita bersama mengendalikan kapal yang penuh warna. Deretan peristiwa dari tawangmangu, klaten, jogja, malang, candi sukuh terasa maknyus dalam relung hati. Tak terasa kita buat catatan sejarah kecil yang menggembirakan, walaupun pada titik akhir serasa hampa. Keyakinan dalam memori tetap ada, perjuangan cinta dari beberapa personel, peristiwa hidup yang aneh, ucapan terima kasih dari yang membutuhkan, senyuman kemenangan, tak berlebihan kalau kita sebut diri kita sendiri generasi pejuang cinta.

19. Tomi, Arif “ito”, Pandhu, Ginanjar, Beni, laely, Mahendra, Ganyot, Himma, Tari, Nova, Ayu, Ines, Berlian, yang setia mendengar keluh kesah penulis, memberi bantuan, mendukung, menasehati, menyemangati bahkan terkadang memarahi saat penulis malas mengerjakan skripsi... Akhirnya satu episode dalam hidupku terlewati dan aku senang kalian menjadi bagian dari episode ini...Semoga dalam episode episode lain dihidupku, kalian tetap setia menemani... Thanks for everything....


(12)

commit to user xii

20. Sahabat-sahabatku Gana, Vera, Putri, Dedi, Nisa, Erna, Ambon, Hujang,

Tama, Surya, Nur kholis, Yanuar, Cuy, Angga “koh”, Surya, Sapi, Viddya,

Sekar, Pradika, terima kasih untuk persahabatan kita selama ini, terima kasih untuk bantuan, semangat, serta dukungan kalian. Semoga Persahabatan ini tidak lekang oleh jarak dan waktu...

21. Anak – anak Keluarga Pengamen Surakarta yang selalu menjadi penyemangat penulis dalam menghadapi kegetiran kehidupan. Salut atas perjuanganmu teman dalam panasnya hujan dan guyuran cahaya matahari

22.Terima kasih atas wejangan hukum kepada pak taufiq (ketua PERADI Solo ), pak Eko ( KPK ), pak Faroek ( Justice for the Poor Project ), teman-teman PUKAT UGM, pak yusuf ( YAPPI ).

23.Wujud nyata yang hanya sementara berkunjung ke ruang hati, segala ketidak langsungan melahirkan bulatan kemerahan, Sentralisasi beberapa dekade memformat ketidakpastian diantara keindahan kepastian dan itu hanya sementara, karena tetap ada yang Esa, Terima kasih “bidadari penyelamat

sementara”.

24. Teman-teman angkatan 2007 Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang tidak bisa disebutkan satu per satu, you’re my inspiration, tanpa kalian kuliahku selama di Fakultas Hukum UNS tidak akan berwarna. 25. Seluruh civitas akademika Fakultas Hukum UNS, mari wujudkan profesional

dan bermoral.

Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini sangat jauh dari sempurna, Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dalam penulisan hukum ini dan kedepannya sangat diperlukan dari para pembaca akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata, semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Surakarta,20 April 2011


(13)

commit to user xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Metode Penelitian... 9

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori... 16

1. Tinjauan Tentang Penyidik ... 16

2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan ... 21

a) Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik) ... 21

b) Tools for an Investigatior (Alat Penyidikan) ... 21

3. Tinjauan Tentang Sidik Jari ... 26

a) Pengertian Sidik Jari ... 26

b) Macam-macam Sidik Jari ... 29

4. Tinjauan Tentang Sidik Jari ... 32


(14)

commit to user xiv

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Implementasi Kewenangan Penyidik untuk Melakukan Pengambilan Sidik Jari dengan Teknik Daktiloskopi dalam Pengungkapan Perkara

Pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo... 38

1. Tahap Pengamanan Tempat Kejadian Perkara ... 38

2. Tahap Pelaksanaan Olah Tempat Kejadian Perkara ... 39

3. Tahap Pengumpulan Barang Bukti ... 39

4. Tahap Pemilihan Terhadap Benda-benda dimana Bekas Jari Menempel... 40

5. Tahap Pengembangan dan Pengangkatan Sidik Jari Laten ... 41

6. Tahap Pengambilan Sidik Jari di Tempat Kejadian Perkara ... 44

7. Tahap Pengakhiran Olah Tempat Kejadian Perkara ... 47

8. Tahap Pengambilan Sidik Jari Pada Mayat ... 52

a) Mayat Masih Baru ... 52

b) Mayat Telah Kaku dan Mulai Membusuk ... 53

c) Mayat yang Sudah Membusuk, Mengering dan yang Terendam Air ... 54

9. Tahap Pemeriksaan Perbandingan Sidik Jari Laten ... 54

10.Tahap Perumusan Sidik Jari ... 56

11.Tahap Penyimpanan Kartu Sidik Jari dan Kartu Pembantunya .... 59

B. Hambatan-Hambatan yang Ditemukan dalam Pengambilan Sidik Jari dengan Menerapkan Teknik Daktiloskopi yang Merupakan Serangkaian Tindakan Penyidikan dalam Pengungkapan Perkara Pidana ... 72

1. Hambatan dari Luar ... 72

2. Hambatan dari Dalam ... 73

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 75


(15)

commit to user xv DAFTAR PUSTAKA


(16)

commit to user xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Skematik Data Analisis Model Interaktif Gambar 1. Skematik Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Penampang Kulit


(17)

commit to user BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Negara Indonesia, dalam menjalankan kehidupan bernegara, memerlukan adanya hukum untuk mengatur kehidupan masyarakat, sehingga segala bentuk kejahatan dapat diselesaikan dengan seadil-adilnya. Dengan adanya hukum dapat menghindarkan pelanggaran yang dapat dilakukan oleh masyarakat ataupun penegak hukum itu sendiri. Untuk itu diperlukan adanya kaidah-kaidah hukum yang dapat dipergunakan oleh negara Indonesia dalam mengatur tatanan kehidupan dalam masyarakat.

Salah satu fungsi keberadaan suatu hukum adalah untuk menetapkan perbuatan yang harus dilakukan dan atau perbuatan yang boleh dilakukan serta yang dilarang. Sasaran hukum yang hendak dituju bukan saja orang yang nyata-nyata berbuat melawan hukum, melainkan juga perbuatan hukum yang mungkin akan terjadi, dan kepada alat perlengkapan negara untuk bertindak menurut hukum. Sistem bekerjanya hukum yang demikian itu merupakan salah satu bentuk penegakan hukum. Dalam mewujudkan penegakan hukum tersebut, proses penanganan perkara pidana haruslah dilaksanakan secara optimal, sehingga haruslah dapat ditentukan secara cepat dan tepat tentang apakah suatu perkara pidana akan dapat diajukan ke persidangan ataukah tidak.

Selain itu, dalam rangka menegakkan supremasi hukum, posisi Kepolisian (yang berwenang melakukan penyidikan) dan Kejaksaan (yang berwenang melakukan penuntutan) sangat penting dalam mewujudkan hukum in concreto. Mewujudkan hukum in concreto bukan hanya merupakan fenomena pengadilan atau hakim, tetapi termasuk dalam pengertian pemberian pelayanan hukum dan penegakan hukum, sehingga Kepolisian dan Kejaksaan yang merupakan pranata publik penegak hukum dalam sistem peradilan pidana juga mempunyai peran krusial dalam perwujudan hukum in concreto.

Dalam perkara pidana dikenal adanya hukum acara pidana yang mengatur bagaimana hukum pidana materiil dilaksanakan. Sedangkan pengadilan merupakan salah satu lembaga negara yang berdiri sendiri untuk menegakkan


(18)

commit to user

peraturan perundang-undangan dalam pelaksaaananya. Suatu peraturan, bagaimanapun baiknya peraturan itu mengatur tentang sesuatu aspek kehidupan di dalam kehidupan bernegara, pastilah akan terjadi pelanggaran di dalam pelaksanaanya. Maka lembaga peradilan itulah yang berfungsi sebagai lembaga yang mengawasi pelaksaan dan memberi sanksi bagi pelanggar dari peraturan tersebut.

Sehubungan dengan lembaga peradilan tersebut, diperlukan aparat yang berfungsi sebagai aparat penegak hukum. Salah satu aparat penegak hukum itu adalah Kepolisian Negara Repubik Indonesia yang bertugas sebagai penyidik dalam mengungkap perkara atau kasus pidana yang nantinya akan diajukan ke muka sidang pengadilan. Hukum Acara Pidana merupakan hukum yang memuat peraturan-peraturan untuk melaksanakan hukum pidana materiil, karena hukum acara pidana mempunyai fungsi sebagai alat untuk menyelesaikan segala kepentingan yang berhubungan dengan perbuatan melawan hukum yang diatur dalam hukum pidana materiil. Kegiatan pertama yang dilakukan dalam proses penyelesaian perkara pidana adalah penyidikan. Di dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981, yang disebut dengan tindakan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal ini dan menurut cara-cara yang diatur dengan undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka (Pasal 1 ayat (2) UU No.8 Tahun 1981). Bagian-bagian hukum acara pidana yang menyangkut penyidikan adalah: Ketentuan tentang alat-alat penyidik, Ketentuan tentang diketahuinya terjadinya delik, Pemeriksaan di tempat kejadian, Pemanggilan tersangka atau terdakwa, Penahanan sementara, Penggeledahan, Pemeriksaan atau interogasi, Berita Acara (penggeledahan, interogasi, dan pemeriksaan di tempat), Penyitaan, Penyampingan perkara, Pelimpahan perkara kepada penuntut umum dan pengembaliannya kepada penyidik untuk disempurnakan (Andi Hamzah, 2002:118-119).

Proses untuk menentukan suatu berkas perkara guna menentukan lengkap tidaknya berkas perkara tersebut untuk dilimpahkan di persidangan dalam


(19)

commit to user

rangkaian proses peradilan pidana terletak pada tahap Prapenuntutan yang menggambarkan adanya keterkaitan antara Penyidik dengan Penuntut Umum. Apabila terdapat kekurangan di dalam berkas perkara, yang nantinya akan menyulitkan Kejaksaan dalam melakukan penuntutan, maka berkas perkara dapat dikembelikan kepada Penyidik untuk disempurnakan dengan disertai petunjuk yang dianggap perlu.

Pada prinsipnya, ketentuan tentang Penyidikan dan Penuntutan dalam KUHAP di atas menunjukkan hubungan yang erat antara penyidikan dengan penuntutan. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyidikan merupakan kegiatan untuk mengumpulkan alat bukti mengenai adanya satu tindak pidana beserta pelaku tindak pidana tersebut, sementara penuntutan merupakan kegiatan yang ditujukan untuk mempertanggungjawabkan hasil dari kegiatan penyidikan di forum pengadilan.

Oleh karena itu, pelaksanaan dari integrated criminal justice system sebetulnya adalah untuk melaksanakan penegakan hukum yang terpadu dan berkesinambungan untuk mendapatkan out put yang maksimal. Dalam hal ini, penyidikan haruslah diarahkan kepada pembuktian di persidangan, sehingga tersangka (pelaku tindak pidana) dapat dituntut dan diadili di persidangan. Penyidikan yang berakhir dengan putusan (vrisjpraak) ataupun lepas dari segala tuntutan (onslag van alle rechtsvervolging) dari Pengadilan terhadap pelaku tindak pidana akan merugikan masyarakat dan lembaga penegak hukum itu sendiri (http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2011/01/antara-pentidik-dan-penu ntut-umum.html) Diakses pada tanggal 26 Maret 2011 pukul 11:38:42 WIB.

Dalam setiap penyidikan perkara pidana dilakukan oleh penyidik, dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kegiatan penyidikan merupakan kegiatan dalam rangka membuat suatu perkara menjadi terang atau jelas dan dalam usaha untuk menemukan pelaku tindak kejahatan. Kegiatan penyidikan yang pertama kali dilakukan oleh penyidik dalam mengungkap suatu kejahatan adalah menemukan barang bukti maupun bekas-bekas kejahatan yang tertinggal pada tempat kejadian pekara (TKP) atau bagian-bagian terjadinya kejahatan.


(20)

commit to user

Salah satu barang bukti pertama yang dicari oleh penyidik adalah menemukan sidik jari pelaku kejahatan, hal ini termasuk dalam lingkup kewenangan penyidik. Karena kewajibannya, penyidik dalam penyidikan mempunyai wewenang yang salah satunya adalah mengambil sidik jari dalam olah TKP (Pasal 7 ayat (1) butir f KUHAP). Ketika pertama kali penyidik datang ke TKP hal yang pertama dilakukan adalah mencari bukti-bukti awal yang tertinggal dan menganalisanya termasuk juga hal ini sidik jari mempunyai peran penting yaitu menggidentifikasi untuk kemudian dicocokkan untuk mencari keidentikan.

Barang bukti yang sah, yang dapat ditemukan penyidik pada tempat kejadian perkara salah satunya adalah adalah sidik jari. Sidik jari merupakan barang bukti yang baik dan efektif, yang dipergunakan oleh penyidik untuk pembuktian di pengadilan. Dengan identifikasi sidik jari yang dilakukan oleh penyidik dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam pembuktian di persidangan. Dengan begitu terlihat jelas bahwa sidik jari merupakan barang bukti yang praktis dan akurat. Yang menjadi dasar bahwa sidik jari dapat dikatakan sebagai alat bukti yang utama dalam mencari dan mengenali penjahat : Sidik jari tiap orang tidak sama, Sidik jari manusia tidak berubah selama hidup, Sidik jari dapat dirumus dan diklasifikasi secara sistematis (Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia, 1993:7).

Identifikasi sangat penting karena dapat menemukan pelaku tindak kejahatan. Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah satu cara: Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit, rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya, Foto atau potret si pelaku, Jejak (sidik) jari (daktiloskopi), Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi Hamzah, 1986:13).

Identifikasi terhadap pelaku dapat dilakukan melalui seluruh atau salah satu cara:

1. Tanda-tanda badaniah (signalement) seperti tinggi badan, warna kulit, rambut, hidung, bentuk muka, sikap dan seterusnya,


(21)

commit to user 3. Jejak (sidik) jari (daktiloskopi),

4. Modus operandi atau cara kerja si pelaku (Andi Hamzah, 1986:13) Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik jari dilakukan oleh Petugas Unit Identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Sedangkan dalam penanganan masalah kriminal, seringkali mengalami kesulitan dalam pemeriksaan barang bukti (BB) terutama dalam hal ini, berkaitan dengan perkara pidana pembunuhan, pemeriksaan barang bukti yang berupa jenazah. Apabila penyidik mengalami kesulitan di dalam pemeriksaan jenazah guna dijadikan alat bukti yang sah di muka pengadilan nanti, hal itu bukan karena penyidik tidak diberi wewenang untuk itu, tetapi karena dalam pemeriksaan jenazah dan barang bukti sejenisnya diperlukan suatu ilmu khusus untuk mengadakan pemeriksaan bukti-bukti itu.

Seperti benda mati yang lainnya, maka barang bukti yang berupa benda mati tersebut sebetulnya sangat penting dalam mengungkap suatu perkara pidana dimana dalam hal ini perkara pidana pembunuhan, tidak dapat menceritakan apa-apa yang terjadi di sekitarnya atau apa-apa yang telah terjadi pada benda mati itu sendiri. Tetapi benda mati tersebut dapat memberikan suatu petunjuk yang dapat mengungkapkan suatu pelaku melalui bukti-bukti tertentu yang tertinggal di TKP maupun di tubuh korban. Pemeriksaan sidik jari sendiri merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang.

Bukti tersebut pada akhirnya nanti dijadikan sebagai dasar pembuktian suatu perkara pidana dipengadilan dan memiliki kekuatan sebagai alat bukti yang sah sangat membantu hakim dalam menjatuhkan vonis, meskipun hakim itu dapat memberikan vonis atas keyakinannya, tetapi hakim tetap terikat pada Pasal 183 KUHAP yang isinya adalah:


(22)

commit to user

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi ia dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan.

Adapun alat bukti-alat bukti yang sah di jadikan dasar keyakinan hakim dalam memutus suatu perkara telah ditentukan dalam Pasal 184 (1), sebagai berikut : 1) keterangan saksi, 2) keterangan ahli, 3) surat 4) petunjuk, dan 5) keteranga terdakwa.

Berdasarkan keterangan diatas dapat dilihat bahwa proses penemuan bukti sangat berpengaruh pada proses pembuktian suatu tindak pidana dan penyelesainnya. Dalam hal kasus pembunuhan ataupun kematian tidak wajar, metode Daktiloskopi diterapkan untuk membantu proses penyidikan. Penyidik dapat meminta keterangan ahli kedokteran kehakiman atau ahli yang berwenang lainnya untuk memeriksa korban guna membantu pemeriksaan pada korban untuk kepentingan peradilan.

Identifikasi sidik jari mempunyai arti yang sangat penting bagi penyidik untuk membuat terang suatu perkara pidana dan mengungkap siapa pelaku tindak pidana tersebut, maka para penyidik harus berusaha untuk menjaga agar jangan sampai barang bukti berupa sidik jari yang terdapat atau tertinggal di tempat kejadian perkara menjadi hilang ataupun rusak. Hasil pemeriksaan tentang sidik jari dilakukan oleh petugas unit identifikasi Daktiloskopi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk mengkaji implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam suatu penyidikan perkara pidana dan juga Hambatan-hambatan yang ditemui dalam penyidikan untuk menerapkan metode Daktiloskopi tersebut melalui penyusunan penulisan hukum dengan judul “KAJIAN IMPLEMENTASI KEWENANGAN PENYIDIK UNTUK MELAKUKAN PENGAMBILAN SIDIK JARI DENGAN TEKNIK DAKTILOSKOPI DALAM PENGUNGKAPAN PERKARA PIDANA DI KEPOLISIAN RESORT SUKOHARJO”.


(23)

commit to user B. Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian sangat penting karena merupakan suatu pedoman serta mempermudah penulis dalam membahas permasalahan yang akan diteliti, sehingga sasaran yang hendak di capai jelas sesuai dengan apa yang di harapkan.

Maka berdasarkan uraian tentang latar belakang masalah dan pembatasan masalah yang telah disebutkan di atas sekiranya perlu dirumuskan masalah-masalah yang akan dibahas. Adapun permasalah-masalahan yang akan di kaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?

2. Hambatan-hambatan apakah yang ditemukan penyidik dalam pengungkapan perkara pidana dengan menerapkan daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian tidak mungkin mungkin lepas dari tujuan tertentu yang ingin dicapai, sesuai dengan tujuannya penelitian dapat didefinisikan sebagai berikut : penelitian adalah usaha untuk mengemukakan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan usaha mana dilakukan dengan metode-metode ilmiah (Sutrisno Hadi.1999:4).

Maksud adanya tujuan penelitian adalah untuk memberikan arah yang tepat dalam proses penelitian yang dilakukan agar penelitian tersebut berjalan sesuai dengan apa yang dikehendaki. Oleh karena itu dalam penyusunan skripsi ini tujuan yang dikehendaki penulis adalah sebagai berikut:

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo; dan.


(24)

commit to user

b. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui penyidik dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo.

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan dalam memperluas pemahaman pengetahuan maupun pemahaman penulis terhadap teori-teori mata kuliah yang telah di peroleh penulis serta sinkronisasinya dengan pelaksanaan teori-teori tersebut dalam prakteknya.

b. Untuk memperoleh data yang lebih spesifik, lengkap dan jelas sebagai bahan untuk menyusun penulisan hukum, sebagai persyaratan utama dalam memperoleh gelar kesarjanaan di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebalas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Dalam setiap penelitian diharapkan adanya suatu manfaat dan kegunaan yang dapat diambil dari penelitian, sebab besar kecilnya manfaat penelitian akan menentukan nilai-nilai dari penelitian tersebut. Adapun yang menjadi manfaat dari penelitian ini dibedakan antara manfaat teoritis dan manfaat praktis, yaitu:

1. Manfaat Teoritis

a. Dapat memberikan sumbangan pengetahuan di bidang Ilmu Hukum Acara Pidana khususnya mengenai penerapan Daktiloskopi pada Ilmu Kedokteran Kehakiman dalam proses pembuktian perkara pidana pembunuhan.

b. Hasil penelitian ini dapat menyumbangkan pemecahan-pemecahan atas permasalahan yang dikaji.

c. Hasil dari penelitian ini dapat dipakai sebagai acuhan terhadap penelitian-penelitian sejenis pada tahap selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

a. Memberikan sumbangan pemikiran agar Ilmu Kedokteran Kehakiman lebih berguna lagi dalam proses pembuktian perkara pembunuhan.


(25)

commit to user

b. Menjadi wahana bagi penulis untuk mengembangkan penalaran dan membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama dibangku kuliah.

E. Metode Penelitian

Sebelum menguraikan tentang metode penelitian, maka terlebih dahulu

akan dikemukakan pengertian tentang metode itu sendiri. Kata “metode” berasal

dari bahasa Yunani methodos, yang berarti cara kerja, upaya, atau jalan suatu kegiatan pada dasarnya adalah salah satu upaya, dan upaya tersebut bersifat ilmiah dalam mencari kebenaran yang dilakukan dengan mengumpulkan data sebagai dasar penentuan kebenaran yang dimaksud (Koentjoroningrat, 1993 : 22).

Sedangkan penelitian menurut Sutrisno Hadi adalah usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan metode ilmiah (Sutrisno Hadi, 1994 : 89). Dengan demikian pengertian metode penelitian adalah upaya yang bersifat ilmiah dalam mencari dan menguji kebenaran suatu pengetahuan dengan metode ilmiah.

Di dalam suatu penelitian, metode penelitian merupakan suatu faktor yang penting dan menunjang proses penyelesaian suatu permasalahan yang akan dibahas, di mana metode merupakana cara utama yang akan digunakan untuk mencapai tingkat ketelitian jumlah dan jenis yang dihadapi. Akan tetapi dengan mengadakan klasifikasi yang didasarkan pada pengalaman, dapat ditentukan jenis-jenis metode penelitian sedangkan Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Winarno Surakhmat,1982:131).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis penelitian

Dalam usaha memperoleh data yang dipergunakan untuk menyusun penulisan hukum, maka jenis penelitian yang digunakan adalah Empiris Yaitu dengan melakukan pengkajian dan pengolahan terhadap data penelitian dengan


(26)

commit to user

bertitik tolak pada aspek hukum normatif disertai dengan kajian teoritis hukum, dengan didukung oleh fakta-fakta empiris dilapangan. Maka berdasarkan pengertian tersebut diatas, metode penelitian ini dimaksudkan untuk menggambarkan dan menguraikan tentang peranan implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam penyidikan perkara pidana.

2. Sifat penelitian

Dalam penelitian ini, sifat penelitian adalah deskriptif. Adapun pengertian penelitian deskriptif yaitu penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau hipotesa-hipotesa agar dapat membantu didalam memperkuat teori-teori lama atau didalam penyusunan teori-teori baru (Soerjono Soekanto, 2006 : 10).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kualitatif. Dengan mengutip pendapat Soerjono Soekanto (2006:10) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan pengumpulan data berupa kata-kata, gambar-gambar, serta informasi verbal atau nomatif dan bukan dalam bentuk angka-angka.

Penulis berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin mengenai kewenangan penyidik sebagai penegak hukum dalam hal ini untuk melakukan kegiatan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana yang dilakukan di kepolisian resort Sukoharjo. Teknik kualitatif dipakai sebagai pendekatan dalam penelitian ini, karena teknik ini untuk memahami realitas rasional sebagai realitas subjektif khususnya penyidik. wawancara mendalam bersifat sangat utama dalam pengumpulan data. Observasi diharapkan mampu menggali implementasi kegiatan penyidikan yang dilakukan oleh penyidik POLRI sehingga nantinya dapat digunakan untuk mengungkap pelaku tindak pidana.


(27)

commit to user 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Penelitian menggunakan Data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik melalui pengamatan, wawancara ataupun penyebaran kuisioner. Penelitian hukum sebagai penelitian sosiologis empiris dapat di realisasikan kepada penelitian terhadap efektivitas hukum yang berlaku maupun penelitian terhadap identifikasi hukum. Penelitian ini menggunakan beberapa sumber data, yaitu:

a. Sumber Data Primer

Merupakan sejumlah data yang diperoleh secara langsung dari sumber data untuk tujuan penelitian. Adapun data tentang penelitian ini diperoleh dari Penyidik dan aparatur penegak hukum di wilayah hukum Sukoharjo dan juga beberapa pihak yang terkait dengan permasalahan penelitian ini, sehingga diharapkan agar hasil yang diperoleh merupakan hal yang obyektif dan sesuai dengan obyek yang diteliti.

b. Sumber Data Sekunder

Yaitu data yang tidak diperoleh secara langsung dari lapangan namun diperoleh dari studi pustaka yang meliputi keterangan- keterangan yang diperoleh dari mempelajari dokumen-dokumen yang berhubungan dan dapat menunjang permasalahan yang diteliti serta literatur-literatur atau buku-buku kepustakaan mengenai Penyidikan maupun teknik-teknik Daktiloskopi, khususnya yang ada hubungannya dengan penelitian yang dilakukan. Data sekunder ini pun masih dibagi menjadi tiga bagian lagi yakni:

1) Bahan Hukum Primer yaitu bahan-bahan yang terdiri perundang-undangan yang terkait dengan penulisan hukum skripsi ini.

2) Bahan Hukum Sekunder yakni bahan hukum yang berfungsi sebagai penjelas dari bahan hukum primer yakni terdiri dari literatur-literatur yang terkait dengan penulisan skripsi ini.

3) Bahan Hukum Tersier yaitu bahan-bahan pendukung atau pelengkap dalam penyusunan skripsi ini seperti kamus hukum dan juga ensiklopedia.


(28)

commit to user 5. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang penulis pergunakan adalah sebagai berikut:

a. Studi Dokumen atau Kepustakaan

Yaitu suatu metode pengumpulan data dengan cara membaca buku-buku literatur hasil penelitian terdahulu serta membaca dokumen-dokumen yang sesuai dengan obyek penelitian.

b. Wawancara

Merupakan cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya langsung pada sumber data (responden). Dalam hal ini responden adalah pejabat kepolisian di polres Sukoharjo.

6. Teknik Analis Data

Analisis merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil penelitian dalam bentuk laporan data yang diadakan suatu penganalisisaan data. Dalam penelitian kualitatif, validitas data tidak tergantung pada banyak sedikitnya contoh seperti pada penelitian kuantitatif.

Tujuan analisis didalam penelitian adalah menyempitkan dan membatasi data sehingga data yang teratur serta tersusun baik akan menjadi lebih berguna. Dalam penelitian ini teknis analis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif. Menurut Sutopo, analisis data kualitatif adalah upaya berlanjut, berulang dan terus menerus. Masalah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan sebagai rangkaian kegiatan analisis yang saling susul menyusul. Adapun model analisis data yang dipergunakan adalah model analisis data interaktif.


(29)

commit to user

Model alisis ini dapat di gambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Skematik data analisis model interaktif

Komponen-komponen tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Reduksi data

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemutusan perhatian kepada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Reduksi data langsung terus menerus bahkan sebelum data benar-benar terkumpul sampai sesudah penelitian lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.

b. Penyajian data

Penyajian data merupakan sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.

c. Penarikan Kesimpulan / Verifikasi

Dalam mengumpulkan data, seorang penganalisa kualitatif mulai mencari arti benda-benda, mencatat keteraturan, pola-pola, penjelasan, konfigurasi-konfigurasi yang mungkin, alur sebab akibat dan proporsi. Kesimpulan-kesimpulan dibuat secara longgar, tetap terbuka, tetapi kesimpulan sudah disediakan, mula-mula belum jelas, meningkat menjadi lebih rinci dan mengakar pada pokok. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Verifikasi itu mengkin sesingkat pemikiran kembali yang melintas dalam pikiran penganalisis

Sajian Data Penarikan

Kesimpulan Reduksi

Data

Pengumpulan data


(30)

commit to user

selama ia menulis, suatu tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan atau mungkin menjadi seksama dan makan tenaga dengan peninjauan kembali (HB.Sutopo,1990 :8).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Sistematika penulisan dalam penelitian hukum ini terdiri dari empat (4) bab yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka, pembahasan, dan penutup. Selain itu ditambah dengan daftar pustaka dan lampiran-lampiran. Adapun sistematika yang terperinci adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang masalah penelitian dan penulisan tentang kajian implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di kepolisian resort Sukoharjo, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini penulis memaparkan sejumlah landasan teori dari para pakar dan doktrin hukum berdasarkan literature-literatur yang berhubungan dengan permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan pustaka dibagi menjadi dua (2) yaitu :

1. Kerangka teori, yang berisikan tinjauan mengenai pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dan penyidikan.

2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran alur berpikir dari penulis berupa konsep yang dijabarkan dalam penelitian ini.


(31)

commit to user

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis menguraikan pembahasan dan hasil perolehan dari penelitian yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah yang ada, maka dalam bab ini penulis akan membahas dua (2) pokok permasalahan yaitu Bagaimana implementasi kewenangan penyidik untuk melakukan pengambilan sidik jari dengan teknik daktiloskopi dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo, Hambatan-hambatan apakah yang ditemui penyidik dalam pengungkapan perkara pidana di Kepolisian Resort Sukoharjo..

BAB IV : PENUTUP

Pada bab ini penulis mengemukakan kesimpulan yang penulis ambil dari hasil penelitian serta memberikan saran yang relevan dan bermanfaat bagi semua pembaca dari skripsi ini terutama bagi yang sangat berkepentingan dan juga pihak-pihak yang terkait dengan penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA


(32)

commit to user

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A.Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Penyidik a. Pengertian Penyidik

Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan yang terdiri dari pejabat seperti yang dijelaskan pada Pasal 1 butir 1 KUHAP. Kemudian diperinci dan dipertegas lagi pada Pasal 6 KUHAP. Selain yang di atur dalam Pasal 1 butir 1 dan Pasal 6 KUHAP, terdapat lagi Pasal 10 KUHAP yang mengatur tentang adanya penyidik pembantu disamping penyidik. Penyidik pembantu sendiri bukan harus dari Anggota POLRI, tetapi dapat diangkat dari kalangan pegawai negri sipil POLRI, sesuai dengan keahlian khusus yang mereka miliki dalam bidang tertentu.

Dalam Pasal 1 Butir ke-1 KUHAP dijelaskan pengertian penyidik.

”Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai

Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang untuk

melakukan penyidikan”.

Dari pengertian tersebut di atas, dapat ditarik dua unsur penyidik, seperti tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, yaitu :

(1) Penyidik adalah :

a) Pejabat Polisi Negara Indonesia;

b) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.

(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.

Dalam Pasal 6 KUHAP tersebut di atas telah ditentukan mengenai instansi atau kepangkatan seorang pejabat penyidik adalah :

a) Pejabat Peyidik Polisi

Untuk melakukan penyidikan, pejabat penyidik polisi harus memenuhi syarat kepangkatan sebagaimana diatur dalam Pasal 6 ayat (2) KUHAP. Mengenai kedudukan dan kepangkatan pejabat penyidik


(33)

commit to user

kepolisian diatur dalam peraturan pemerintah yaitu PP No. 27 Tahun 1983.

Kepangkatan penyidik diatur dalam Bab II PP No. 27 Tahun 1983 tentang syarat kepangkatan dan pengangkatan penyidik, untuk syarat kepangkatan dari penyidik adalah sebagai berikut:

a. Pejabat Penyidik Penuh

Pejabat polisi yang dapat diangkat sebagai pejabat penyidik penuh harus memenuhi kepangkatan dan pengangkatan sebagai berikut:

1) Sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan Dua Polisi;

2) Berpangkat Bintara di bawah Pembantu Letnan Dua apabila dalam sektor Kepolisian tidak ada pejabat penyidik yang berpangkat Pembantu Letnan Dua;

3) Ditunjuk dan diangkat oleh Kepala Kepolisian RI. b. Pejabat Penyidik Pembantu

1) Sekurang-kurangnya berpangkat Sersan Dua Polisi;

2) Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolisian negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat Pengatur Muda (golongan II/A);

3) Diangkat oleh Kepala Kepolisian RI, atas usul komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.

Khusus mengenai pengangkatan pegawai negeri sipil di lingkungan kepolisian untuk menjadi pejabat penyidik pembantu harus mempunyai keahlian dan kekhususan di bidang tertentu. Syarat kepangkatan pejabat penyidik pembantu harus lebih rendah dari pangkat pejabat penyidik penuh.

Dalam hal ini perlulah kiranya diutarakan di sini, bahwa Surat keputusan Menteri Hankam/Pangab tanggal 13 Juli 1979 telah menentukan antara lain, bahwa penyidik pembantu yang dijabat oleh pejabat kepolisian Negara harus berpangkat Sersan


(34)

commit to user

Dua s/d Sersan Mayor dan kepolisian khusus yang atas usul komandan atau kepala Jawatan / Instansi sipil Pemerintah diangkat oleh Kapolri. Penyidik pembantu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

1. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau sekurang-kurangnya berpendidikan Sekolah Bintara Polisi;

2. Mempunyai pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan penyidikan;

3. Mempunyai kecakapan dan kemampuan baik psikis maupun fisik untuk melakukan tugas penyidikan;

4. Berkelakuan baik atau tidak tercela (R. Soesilo, 1980:19). Wewenang penyidik dari pejabat kepolisian negara Republik Indonesia sesuai dengan Pasal 7 ayat 1 KUHAP adalah sebagai berikut:

1. menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana;

2. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian

3. menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal dari tersangka

4. melakukan penagkapan, penggeledahan, penahanan dan penyitaan

5. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat; 6. mengambil sidik jari dan memotret seseorang

7. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi

8. mendatangkan orang ahli yang diperuntukkan dalam hubungannya dengan pemeriksaan perkara

9. mengadakan penghentian penyidikan

10.mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab


(35)

commit to user b) Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil

Pegawai Negeri Sipil mempunyai fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Pada dasarnya wewenang yang mereka miliki bersumber pada ketentuan pidana khusus, yang telah menetapkan sendiri pemberian wewenang penyidikan pada salah satu pasalnya. Jadi hanya terbatas hanya sepanjang menyangkut tindak pidana yang diatur dalam undang-undang khusus tersebut (M. Yahya Harahap, 2002: 113).

Masih menurut M. Yahya Harahap (2002:113), bahwa kedudukan dan wewenang penyidik pegawai negeri sipil dalam melaksanakan tugas penyidikan adalah :

1. Penyidik pegawai negeri sipil kedudukannya dibawah koordinasi dan pengawasan penyidik Polri,

2. Untuk kepentingan penyidikan, penyidik Polri memberikan petunjuk kepada penyidik pegawai negeri sipil untuk memberikan bantuan penyidikan yang diperlukan,

3. Penyidik pegawai negeri sipil harus melaporkan kepada penyidik Polri jika ditemukan bukti yang kuat untuk mengajukan tindak pidananya ke penuntut umum,

4. Setelah penyidikan selesai, penyidik pegawai negeri sipil menyerahkan hasil penyidikan kepada penuntut umum melalui penyidik Polri. Penyidik Polri memeriksa hasil penyidikan untuk menghindari pengembalian kembali hasil penyidikan oleh penuntut umum kepada penyidik karena kurang lengkap, 5. Apabila penyidik pegawai negeri sipil menghentikan

penyidikan yang telah dilaporkan kepada penyidik Polri, maka penghentian penyidikan tersebut harus diberitahukan kepada penyidik Polri dan penuntut umum.

Peran penyidikan adalah menyediakan jawaban bagi pertanyaan: Siapa? Apa? Kapan? Di mana? Bagaimana? Dan terkadang, Mengapa? Ketepatan penyidikan dan kemampuan penyidik dapat menghasilkan penuntutan yang sukses dan penghukuman bagi pelaku kejahatan atau pembebasan orang yang dituduh


(36)

commit to user

dengan sewenang-wenang. Penyidikan yang tidak tepat dapat menghasilkan kegagalan penuntutan dan penghukuman terhadap orang yang keliru.

Pada penyidikan, ditekankan pada tindakan mencari dan mengupulkan bukti supaya tindak pidana yang ditemukan dapat menjadi jelas, serta dapat menemukan dan menentukan pelakunya. Dari pengertian tersebut antara penyelidikan dan penyidikan adalah dua tahap tindakan yang berwujud satu. Antara kedua tindakan saling berkaitan dan saling melengkapi supaya dapat diselesaikan pemeriksaan suatu peristiwa pidana (M.Yahya Harahap, 2002 : 109).

Tugas penyidik adalah melaksanakan penyidikan, yaitu serangkaiaan tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana untuk mencari serta mengumpulkan barang bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangka (Nico Ngani, 1984 : 24).

Disamping itu penyidik juga mempunyai tugas :

1) Membuat berita acara tentang hasil pelaksanaan tindakannya;

2) Menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum atau jaksa; penyidik yang dari pegawai negeri sipil menyerahkannya dengan melalui penyidik yang dari pejabat kepolisian.

Penyerahan berkas perkara ini meliputi dua tahap, yaitu: (a). Penyidik hanya menyerahkan berkas pidana;

(b). Dalam hal ini penyidik sudah dianggap selesai, penyidik menyerahkan tanggung jawab atas tersangka dan barang bukti kepada penuntut umum. Para penyidik dalam melaksanakan tugasnya harus menjunjung tinggi hukum yang berlaku. Penyidik yang dari kepolisian negara mempunyai wewenang melakukan tugas masing-masing pada umumnya di seluruh wilayah Indonesia, khususnya di daerah hukum masing-masing di mana ia diangkat sesuai dengan ketentuan Undang-undang (Soesilo R, 1980 : 76).


(37)

commit to user

2. Beberapa Hal yang Berkaitan dengan Penyidikan a. Requisites for an Investigator (Kebutuhan Penyidik)

Penyidik harus mengetahui dengan pasti apakah sebuah kejahatan telah terjadi atau tidak bagaimana terjadinya kapan terjadi di mana terjadi siapa yang melakukan kejahatan itu dan dalam kasus tertentu, mengapa kejahatan itu terjadi (Andi Hamzah,2009:119). Untuk melakukan hal ini, penyidik harus memiliki:

a) kemampuan intelektual untuk mempelajari. b) kekerasan hati dalam menghadapi rintangan.

c) integritas pribadi yang dapat tahan terhadap godaan fisik, emosional, dan material.

d) pemahaman terhadap orang lain, proses mental mereka, budaya mereka, kebiasaan mereka, dan lingkungan mereka.

e) pengetahuan tentang bantuan ilmu pengetahuan yang berguna dan kemauan untuk menggunakannya.

f) kemampuan untuk mencapai kesimpulan berdasarkan bukti. g) pemahaman tentang diri sendiri.

h) kemampuan untuk bertahan terhadap prasangka.

i)kesabaran untuk menunggu penilaian sampai bukti tersedia dan,

j)pengetahuan tentang teknik dan prosedur yang dibutuhkan dalam penyidikan kriminal.

b. Tools for an Investigator (Alat Penyidikan)

Menurut ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHAP disebutkan bahwa

“Penyidikan” itu adalah serangkaian tindakan Penyidik dalam hal dan menurut

cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya. Maka dalam menjalankan tugasnya maka penyidik perlu melakukan dengan berbagai cara untuk mendapatkan suatu data dengan mengunakan alat penyidikan yaitu antara lain :


(38)

commit to user a) Observasi.

Penyidik harus mampu mengamati dengan akurat semua yang dapat diamati, menggunakan bahasa untuk menyampaikan kepada pihak lain apa yang telah ia amati, dan menggambarkan dengan tepat apa yang ia amati. Tidak ada detil yang dapat diabaikan atau diremehkan sebagai hal yang tak berarti. Penyidik yang terlatih tidak hanya mengamati objek tetapi juga menempatkannya dalam hubungannya dengan situasi. Situasi tersusun dari banyak detil, yang kesemuanya harus dirangkum dalam sebuah deskripsi yang akurat. Foto TKP menghasilkan rekaman peristiwa yang dapat digunakan sebagai bantuan dalam observasi, tetapi foto bukanlah observasi. Observasi memberikan makna kepada apa yang terlihat sebuah citra mental.

Deskripsi penting untuk mengomunikasikan observasi. Penggunaan kata yang tepat, lisan, atau tertulis dalam berkomunikasi membutuhkan pengetahuan tentang perbendaharaan dan komposisi kata-kata. Keadaan emosi, penyakit ringan, cacat, prasangka, dan mitos dapat membatasi keakuratan pengamatan saksi, bahkan penyidik. Banyak faktor dapat menyumbang observasi yang tidak akurat dan kesalahan deskripsi selain faktor yang telah disebutkan. Para saksi dapat mendeskripsikan kejadian yang bila dicari pembuktiannya tampak mustahil karena saksi tersebut tidak dapat mengamati apa yang ia deskripsikan dari tempat saksi itu mengadakan pengamatan. Deskripsi itu mungkin saja sama sekali hasil karangan seorang saksi yang mencari pengakuan.

b) Penggunaan Pencatatan.

Catatan, umum dan pribadi, sering penting untuk suatu penyidikan. Sejumlah informasi dibutuhkan untuk membangun sebuah kasus. Pengetahuan mengenai banyak catatan dan informasi yang terkandung di dalamnya sangat penting. Penyidik harus mengetahui siapa yang menguasai catatan yang diinginkan dan bagaimana mendekati sumber ini. Sejumlah informasi mencatat tentang batasan individu yang luar biasa. Sumber bervariasi mulai dari yang mudah didapat, seperti buku petunjuk telefon, petunjuk kota, dan semacamnya,


(39)

commit to user

hingga informasi yang sulit diperoleh yang disimpan oleh lembaga swasta, semipublik, dan pemerintah.

c) Wawancara dan Interogasi.

Penyidik harus memiliki kemampuan untuk melakukan wawancara dan mengumpulkan informasi dari berbagai jenis orang dari semua tingkat usia anak-anak, pemilik bar, supir taksi, pengantar barang, wanita penghibur, penjaga pintu,

pegawai, ahli kecantikan, dan sebagainya. Pengetahuan mengenai “siapa

mengetahui apa” berkembang dengan pengalaman.

Interogasi adalah sebuah fungsi penyidikan. Tujuan interogasi adalah untuk mendapatkan informasi tentang kejadian yang diselidiki dan tentang pelaku kejahatan. Semua kategori orang dapat diinterogasi: saksi, korban, majikan, rekan kerja, teman, kerabat, dan lain-lain. Interogasi bukanlah pengganti penyidikan melainkan alat bantu penyidikan. Ada persyaratan legal yang melingkupi interogasi yang harus dipahami oleh penyidik. Kegagalan memahami persyaratan ini akan menyia-nyiakan penggunaan informasi yang didapat sebagai barang bukti.

Informan rahasia dapat memberikan informasi yang berharga bagi penyidik, atau sebaliknya tidak tersedia, mengenai kejahatan atau rencana suatu kejahatan. Dalam beberapa hal, informan tersebut adalah seorang agen yang menyamar sebagai warga sipil. Identitas mereka tidak disebutkan. Informan itu biasanya terlibat dengan para pelaku kejahatan. Nilai dirinya bergantung pada informasi yang ia kumpulkan melalui kedekatannya dengan pelaku kejahatan. Kontak dengan informan harus diatur agar identitasnya tidak akan terbongkar.

Informan rahasia bertindak dengan motif yang bervariasi. Apa pun motifnya, penyidik harus mencek ulang setiap detil informasi yang diberikan informan sebelum melakukan tindakan apa pun.

d) Modus Operandi.

Metode operasi pelaku kejahatan, pemahaman tentang cara kejahatan berlangsung, memungkinkan penyidik mengidentifikasi sebuah kejahatan sebagai hasil kerja seorang pelaku kejahatan atau sebagai serangkaian kejahatan yang


(40)

commit to user

dilakukan oleh seorang pelaku kejahatan yang belum teridentifikasi. Hal itu juga memungkinkan penyidik menggunakan berkas modus operandi (MO) yang disimpan oleh lembaga penegakan yang lain. Berkas MO disimpan berdasarkan alasan bahwa orang cenderung melakukan sesuatu dengan cara yang unik bagi tiap orang. Aspek dari perilaku semacam itu cenderung berulang. Cara sebuah kejahatan berlangsung sering dapat menunjukkan identitas pelakunya. Perilaku itu adalah karakteristik dari si pelaku tersebut.

e) Pengawasan.

Pengawasan adalah proses menempatkan orang, alasan, dan kendaraan di bawah pengamatan tanpa diketahui. Tujuan pengawasan adalah untuk mempelajari sebanyak mungkin aktivitas subjek, ke mana ia pergi, dengan siapa ia berhubungan, dan hal serta orang seperti apa yang menarik perhatiannya. Penyidik berupaya untuk tetap tak terlihat. Pengawasan dapat dilaksanakan dengan berjalan kaki, mengendarai kendaraan, melalui udara, atau dari posisi tetap.

f) Pekerjaan Tersembunyi.

Agen yang menyamar dapat menjadi sumber informasi. Agen semacam itu dapat merupakan anggota dari lembaga penegak hukum. Agen tersebut, bekerja dalam samaran, harus menghilangkan identitasnya sendiri dan memposisikan diri sebagai orang lain untuk menempatkan diri dalam situasi yang ia selidiki. Perubahan identitas menuntut agen tersebut untuk menjadi aktor yang sangat handal, sering untuk mempertahankan nyawa dan anggota tubuhnya.

g) Ahli.

Penyidik harus mengumpulkan dan mengaplikasikan pengetahuan seorang ahli dari kasus itu dan harus waspada terhadap banyaknya bidang tempat para ahli dapat menguji bukti dan menyediakan informasi yang sulit diperoleh. Beberapa bidang yang umum adalah ahli kimia forensik, penguji dokumen, ahli balistik, ahli sidik jari, ahli penyakit, dan penguji kesehatan. Penting bagi penyidik untuk melengkapi para ahli tersebut dengan bahan-bahan yang diperoleh selama masa


(41)

commit to user

penyidikan. Dalam melakukannya, penyidik harus paham bagaimana melindungi dan menjaga bukti-bukti yang disampaikan kepada para ahli. Penyidik harus mengetahui apa yang diharapkan dan yang tidak diharapkan dari ahli tersebut. Jika kasus itu maju ke pengadilan, ahli tersebut akan bersaksi di pengadilan atas temuannya.

h) Laporan Tertulis.

Laporan penyidikan, yang mempertalikan secara rinci tentang apa yang terjadi, bagaimana terjadinya, apa yang ditemukan, merupakan pernyataan resmi dari penyidikan dan menjadi dasar pengajuan kasus ke pengadilan. Laporan tersebut memungkinkan jaksa penuntut umum untuk memutuskan apakah telah tersedia bukti yang cukup untuk membenarkan penuntutan. Orang yang diselidiki seharusnya ditempatkan sebagai subjek dalam laporan. Menyebut orang tersebut sebagai tersangka dapat dianggap membuat penilaian yang dapat digunakan untuk menuduh bahwa penyidik bias.

i) Kesaksian Pengadilan.

Penyidik harus mengembangkan kemampuan bersaksi di pengadilan dengan cara yang tidak memihak, objektif, dan tidak mengandung bias. Sikap pribadi dalam pendirian saksi akan mempengaruhi hasil kasus itu. Penyidik tidak boleh

terlihat “mengejar” terdakwa, tampak bersemangat, atau memperlihatkan

keinginan khusus untuk mempertahankan tuduhan. Penyidik harus menceritakan fakta-fakta yang diperoleh selama penyidikan dan harus mengingat bahwa dia membatasi kesaksiannya pada fakta-fakta dalam lingkup pengetahuan pribadi. Penyidik tak dapat menawarkan pilihan atau kesaksian seperti temuan para ahli. j) Batasan Hukum.

Penyidik harus mematuhi batasan hukum dalam hal penahanan, pencarian, dan penyitaan. Kegagalan mengikuti persyaratan hukum berakibat penolakan terhadap bukti-bukti yang diperoleh dan kemudian hilangnya dasar tuntutan. Penghargaan terhadap penegakan hukum bergantung pada besarnya tingkat


(42)

commit to user

ketaatan terhadap hak warga negara untuk merasa aman baik bagi dirinya sendiri, rumah, surat penting, dan efek dari penahanan, pencarian, dan penyitaan ilegal.

Jadi dapat di simpulkan Penyidikan itu adalah pencarian fakta yang mengarah pada ditemukannya seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan suatu tindakan yang dinyatakan ilegal oleh hukum di lingkungan itu. Fakta yang mendukung kasus kejahatan disediakan melalui penyidikan. Jika fakta itu dianggap memadai oleh lembaga penuntut, kasus akan dikembangkan untuk menjadi dasar persidangan. Persidangan dapat berakhir dengan penghukuman, hilangnya tuntutan karena bukti yang tidak mencukupi, atau dibebaskan karena penyidikan tidak memberikan fakta yang diperlukan untuk menghukum (http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id=5247).

3. Tinjauan Tentang Sidik Jari a. Pengertian Sidik Jari

Untuk mengungkap suatu perkara tindak pidana, diperlukan bukti dan sarana untuk pengungkapannya. Bisa dengan keterangan saksi, pengakuan korban maupun tersangka, bisa juga dengan barang bukti kejahatan. Ada satu lagi alat bukti yang dipakai oleh polisi untuk mengungkap pelaku kejahatan. Yakni dengan sidik jari adalah suatu hasil reproduksi tapak-tapak jari, yang menempel pada barang-barang di sekitar tempat kejadian perkara (TKP).

Sidik jari juga merupakan salah satu metode yang dapat digunakan dalam mengidentifikasi seseorang. Bahkan sidik jari menjadi teknologi yang dirasa cukup handal, karena terbukti relatif, akurat, aman, mudah dan nyaman untuk dipakai sebagai identifikasi bila dibandingkan dengan sistem biometric yang lainnya seperti retina mata atau DNA (Andika budi pratama, 2005:20).

Penerapan sistem sidik jari ini tidak hanya pada sistem absensi pegawai perusahaan, tetapi berkembang juga dalam bidang kedokteran forensik, yaitu pada proses Visum et repertum (VER). VER merupakan laporan tertulis dokter untuk memberikan keterangan untuk kepentingan peradilan. Salah satu tahap VER adalah sidik jari. Verifikasi ini dilakukan untuk mengetahui identitas seseorang


(43)

commit to user

terhadap suatu masalah tindak pidana atau perdata, contohnya korban kecelakaan, korban tenggelam, korban pembunuhan dan lain-lain.

Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja di ambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak (friction skin) tangan atau kaki (A.Gumilang 1991: 82). Penyidikan merupakan kegiatan untuk mengumpulkan barang bukti guna membuat terang/jelas tindak pidana yang terjadi. Penemuan barang bukti yang paling baik dan efektif adalah berupa sidik jari, karena sidik jari merupakan barang bukti yang pertama kali ditemukan oleh penyidik pada tempat kejadian.

Sidik jari diproduksi oleh kulit friksi yaitu telapak tangan dan tapak kaki yang membentuk suatu pola. Kelenjar keringat pada kulit menghasilkan keringat dan sebum. Ketika kulit menyentuh suatu permukaan akan meninggalkan suatu kesan berminyak (sidik jari). Sidik jari tersebut dapat dilihat baik dengan menaburkan suatu bedak. Sidik jari tersebut dapat diangkat setelah pengembangan. Sidik jari dapat tersisa selama bertahun-tahun bila tidak dibersikan. FBI (Federal Bureau of Investigation) mempunyai lebih dari 100 juta arsip sidik jari tetapi tidak ada satupun yang sama. Pola sidik jari dari suatu individu tidak akan berubah sepanjang hidupnya.

Keuntungan dari metode ini mudah dilakukan secara massal dan biaya yang murah. Metode ini membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem. Sampai saat ini, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang diakui paling tinggi ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang sebaik-baiknya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik jari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah dengan kantong plastik.

Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas diri seseorang melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik jari, yang dipergunakan untuk berbagai keperluan/kebutuhan, tanda bukti, tanda pengenal ataupun sebagai pengganti tanda tangan (cap Jempol).


(44)

commit to user

Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang menonjol dari epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan atau telapak kaki dan jari-jari

kaki, yang juga dikenal sebagai “dermal ridges” atau “dermal papillae”, yang

terbentuk dari satu atau lebih alur-alur yang saling berhubungan. Dari bayi pun, kita semua sudah mempunyai sidik jari yang sangat identik dan tidak dimiliki orang lain. Alur-alur kulit di ujung jari dan telapak tangan dan kaki mulai tumbuh di ujung jari sejak janin berusia empat minggu hingga sempurna saat enam bulan di dalam kandungan (http://en.wikipedia.org/wiki/Fingerprint Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 02:11:10 GMT).

Detail anatomi ini memperkasar permukaan telapak tangan dan kaki hingga memperkuat cengkeraman kala memegang atau berjalan. Benda yang dipegang tidak mudah lepas. Secara resmi, istilah sidik jari digunakan pertama kali oleh Dr. Nehemiah Grew yang memperkenalkan pada Royal Collage of Physicians, London. JCA Mayer menyatakan bahwa tak ada 2 orang, kembar sekalipun yang memiliki sidik jari sama persis walaupun masing-masing mempunyai kemiripan individu. Tahun 1823, John E Purkinje dari University of Breslau membuat klasifikasi sidik jari dalam sembilan golongan utama, walau kemudian Francis Galton berpendapat bahwa hanya ada 3 golongan utama, selebihnya adalah variasi.

Rumus sidik jari merupakan salah satu cara identifikasi. Dalam dunia kepolisian, rumus jari digunakan sebagai cara untuk mengidentifikasi seseorang. Karena sidik jari merupakan bentuk yang unik dan berbeda pada setiap orang, maka rumus sidik jari pun akan berbeda pada tiap orang. Perumusan sidik jari (classification formula ) merupakan pembubuhan tanda pada tiap-tiap kolom kartu sidik jari yang menunjukkan interpretasi mengenai bentuk pokok, jumlah bilangan garis, bentuk loop, dan jalannya garis (http://santai2008.wordpress.com/ 2010/04/23/daktiloskopi-ilmu-sidik-jari/#more-827 Diakses pada tanggal 30 Oktober 2010 pukul 08:33:22 GMT).

Kesan peristiwa tindak pidana dibuat melalui keringat atau adanya zat pencemar. Sidik jari itu biasanya tidak terlihat mata telanjang sehingga disebut


(45)

commit to user

sidik jari laten. Sidik jari menjadi cara paling teliti sebagai bagian dari identifikasi karena memiliki tiga ciri, yaitu:

1. Sidik jari bersifat unik. Kemungkinan adanya dua pola sidik jari yang identik pada anggota populasi dunia termasuk jari yang berbeda dari tangan seseorang dan bahkan jari yang sama dari orang kembar sangat kecil sekali. Keunikan ini didukung dengan perbandingan jutaan sidik jari selama 80 tahun terakhir dan berdasarkan perhitungan statistik. 2. Sidik jari bersifat tidak varian. Kecuali perubahan ukuran besarnya

yang mengikuti pertumbuhan individu, rincian pola sidik jari tidak berubah sepanjang hidup seseorang. Luka-luka hanya meninggalkan bekas luka permanen jika sampai masuk jaringan kulit dalam. Bekas luka permanen dapat digunakan juga untuk identifikasi. Pola garis pada telapak tangan dan tapak kaki juga dapat berfungsi untuk identifikasi. 3. Tipe pola umum memungkinkan sidik jari diklasifikasikan secara

sistematis. Hal ini memungkinkan untuk menyusun arsip yang dapat digunakan untuk menunjang identifikasi.

Karakteristik garis yang paling umum adalah ujung garis dan bifurkasi (garis bercabang dua seperti sungai yang bercabang menjadi dua anak sungai). Karakteristik umum lainnya adalah punggung bukit jari yang pendek, lampiran (atau pengelompokan), dan noktah. Pola sidik jari dibagi menjadi bagian yang melengkung, sangkutan, dan lingkar tergantung pada tidak adanya delta, satu atau dua delta, jika delta itu tidak menyatu (bergabung) dengan inti sidik jari. Bentuk delta merupakan bifurkasi tempat dua garis cabang saling menjauh dan bukannya sejajar atau sepasang garis lekat yang memisah. Bentuk sangkutan memiliki satu garis atau lebih yang melengkung balik, yaitu bagian garis permulaan dan bagian akhir berkedudukan sejajar. Bentuk busur tidak berlengkung balik (Waluyadi, 2000 : 45).

b. Macam-macam sidik jari

Dari penjelasan yang ada di bukunya A. Gumilang membagi sidik jari menjadi beberapa macam, antara lain:


(46)

commit to user 1. Latent prints (Sidik jari Laten).

Walaupun kata “laten” berarti tersembunyi atau tak tampak, pada penggunaan modern di ilmu forensik istilah sidik laten berarti kemungkinan adanya atau impressi secara tak sengaja yang ditinggalkan dari alur-alur tonjolan kulit jari pada sebuah permukaan, tanpa melihat apakah sidik tersebut terlihat atau tak terlihat pada waktu tersentuh. Teknik memproses secara elektronik, kimiawi, dan fisik dapat digunakan untuk melihat residu sidik laten yang tak terlihat yang ditimbulkan dari sekresi kelenjar ekrin yang berada di alur-alur tonjolan kulit (yang memproduksi keringat, sebum, dan berbagai macam lipid) walaupun impressi tersebut terkontaminasi dengan oli, darah, cat, tinta, dll.

Penemuan sidik jari laten pada barang bukti merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam identifikasi tindak pidana, karena secara umum sidik jari merupakan bukti fisik yang paling kuat yang dapat dipaparkan di pengadilan. Penemuan sidik jari laten ini umumnya tergantung pada penyertaan bahan pada deposit sidik jari (keringat) laten atau pada reaksi kimia dengan sisa sidik jari laten. Lapisan tipe sidik jari terdiri atas 98% samapi 99% air yang segera menguap meninggalkan kira-kira 10-6 g residu yang hampir setara dengan komposisi komponen inorganik (seperti garam) dan organik (misalnya asam amino). Yang menjadi masalah besar dalam deteksi residu ini adalah kerumitan kimianya serta amat beragamnya tekstur dan komposisi permukaan yang dibutuhkan untuk mendeteksi sidik laten (http://metro.polri.web.id/perpus/390-sidik-jari Diakses pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 00:21:34 GMT).

Dari sekian banyak cara kimia dan fisika untuk olah sidik jari, hanya cara pendebuan (penempelan secara fisik bubuk halus pada residu sidik jari) dan perlakuan ninhydrin (reaksi ninhydrin dengan asam amino residu sidik jari untuk membentuk produk bercitra biru lembayung) yang masih digunakan sampai saat ini. Prosedur lain, seperti pengasapan dengan uap yodium atau cara nitrat perak digunakan hanya dalam situasi tertentu (Pusat Identifikasi Polri, 2002 : 2).

2. Patent prints (Sidik jari Paten).

Sidik ini ialah impressi dari alur-alur tonjolan kulit dari sumber yang tak jelas yang dapat langsung terlihat mata manusia dan disababkan dari transfer


(47)

commit to user

materi asing pada kulit jari ke sebuah permukaan. Karena sudah dapat langsung dilihat sidik ini tidak butuh teknik-teknik enhancement, dan diambil bukan dengan diangkat, tetapi hanya dengan difoto.

3. Plastic prints (Sidik jari Plastik).

Sidik plastik adalah impressi dari sentuhan alur- alur tonjolan kulit jari tau telapak yang tersimpan di material yang mempertahankan bentuk dari alur-alut tersebut secara detail. Contoh umum: pada lilin cair, deposit lemak pada permukaan mobil. Sidik-sidik seperti ini dapat langsung dilihat, tapi penyidik juga tak boleh mengenyampingkan kemungkinan bahwa sidik-sidik laten yang tak tampak dari sekongkolan pelaku mungkin juga terdapat pada permukaan tersebut. Usaha untuk melihat immpressi-impressi non plastik pun harus dilaksanakan (A.Guminlang 1991: 84).

Metode yang lebih spesifik, seperti pembubuhan dengan bahan radioaktif, dan metode yang lebih berorientasi instrumental, sebagaimana deposisi lapisan logam dalam ruang hampa, otoradiografi (metode sinar X), dan aktivasi netron, juga telah diselidiki. Metode ini jarang digunakan dalam tindakan polisi karena penerapan yang sangat terbatas, mahal, dan terlalu rumit. Prosedur yang dikembangkan di Jepang pada akhir tahun 1970-an, yakni dengan menggunakan uap methyl atau ethyl-cyanoacrilate ester. Senyawa itu berubah menjadi polimer pada residu sidik jari laten untuk membentuk produk putih. Prosedur ini kini banyak dimanfaatkan untuk olah sidik jari pada permukaan yang licin (M.Karjadi 2006 : 67).

Sidik jari adalah hasil reproduksi tapak-tapak jari, baik yang sengaja diambil atau dicapkan dengan tinta, maupun bekas yang ditinggalkan pada benda karena pernah terpegang atau tersentuh dengan kulit telapak (friction skin) tangan atau kaki (Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1993:1).

Sidik jari dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) golongan besar, yaitu:

1. ARCH (Busur) adalah bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya datang dari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke sisi yang lain dari lukisan itu, dengan bergelombang naik di tengah-tengah, kecuali


(1)

commit to user BAB IV. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan penulis seperti yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka telah diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di Polres Sukoharjo

khususnya dibidang identifikasi sidik jari, maka peranan ilmu sidik jari khususnya daktiloskopi bagi penyidik dalam melaksanakan penyidikan guna mengungkap suatu tindak pidana merupakan langkah penting dalam penentuan kejelasan tindak pidana yang terjadi. Hal ini nantinya akan mengarahkan tindakan-tindakan atau pemeriksaan selanjutnya, siapa orang yang perlu dicurigai dan alat atau senjata apa yang digunakan dalam melakukan tindak pidana. Sidik jari mempuyai peranan penting dalam usaha mengungkap para pelaku atau membuat suatu perkara menjadi jelas, karena sidik jari merupakan salah satu alat bukti yang sah yaitu sebagai alat bukti keterangan ahli. Sidik jari dalam pembuktian perkara pidana merupakan alat bukti keterangan ahli, karena keidentikan sidik jari dapat digunakan dalam menemukan pelaku tindak pidana. Keterangan Ahli ini dituangkan dalam bentuk Berita Acara Pengambilan Sidik Jari dengan dilampirkan Rumusan Sidik Jari seperti dalam Formulir AK-23 dan Berita Acara Pemotretan untuk selanjutnya diserahkan kepada penyidik. Bersamaan dengan Berita Acara Pengolahan Tempat Kejadian Perkara (TKP) untuk selanjutnya dapat sebagai alat bukti di persidangan.

2. Penyidik terkadang dihadapkan pada suatu kasus yang sulit dan rumit.

Maka dengan itu, para penyidik dituntut untuk mempunyai keahlian khusus dan ketrampilan. Dalam melakukan penyidikan tidak selalu berjalan lancar dan kadang menemui berbagai hambatan. Hambatan-hambatan inilah yang membuat penyidik kesulitan dalam mengungkap


(2)

commit to user

suatu kasus atau membuat jelas suatu perkara pidana. Hambatan-hambatan itu bisa datang dari luar (ekstern), maupun dari dalam (intern):

a. Hambatan dari luar misalnya Jejak yang ditinggalkan ditempat

kejadian sering menunjukkan bentuk yang tidak sempurna, Tidak sedikit ditemukannya sidik jari yang tertinggal merupakan sidik jari orang yang mungkin tidak bersangkutan sama sekali dengan korban maupun tersangka, Penggunaan sidik jari pada proses penyidikan untuk mengungkap suatu tindak pidana terkadang menemukan jalan buntu karena tidak ditemukan sama sekali jejak-jejak sidik jari dari pelaku tindak pidana, Banyaknya masyarakat yang ingin melihat TKP mengakibatkan TKP rusak, sehingga dengan begitu menyulitkan para petugas dalam melakukan pemeriksaan.

b. Hambatan dari dalam misalnya Perbedaan pendapat para ahli

terjadi jika sifat-sifat jejak yang dianggap secara minimum, Kurangnya bekal pengetahuan serta ketrampilan yang dimiliki petugas, Faktor-faktor penghambat yang timbul dari obyek yang bersangkutan yakni pada benda yang tertinggal di Tempat Kejadian Perkara (TKP) ataupun pada korban yang meninggal (mayat) tidak ditemukan sidik jari sama sekali, apabila ditemukan sidik jari namun bentuknya tidak atau kurang sempurna sehingga menyulitkan petugas dalam mengidentifikasinya

B. Saran

Setelah mendalami apa yang telah penulis teliti dan uraikan, maka penulis dapat mengemukakan beberapa saran yakni sebagai berikut:

1. Perlu adanya pembaharuan dibidang teknologi pemeriksaan atau

analisis sidik jari diharapkan dengan berkembangnya ilmu sidik jari dapat memberikan sumbangan besar pada proses penyidikan


(3)

commit to user

guna memperoleh alat bukti baru yang dapat menguatkan serta dapat mengungkap tabir tindak pidana yang terjadi.

2. Pemerintah/aparat penegak hukum perlu adanya pembaharuan

dibidang penyimpanan data mengenai sidik jari Warga Negaranya, sehingga diharapkan sidik jari setiap Warga Negara sejak lahir dimiliki dan disimpan pada dokumen Negara yang secara otomatis

dan dapat diakses secara on line oleh pihak-pihak tertentu (aparat

penegak hukum dalam hal ini kepolisian). Hal tersebut dimaksudkan agar mempermudah proses pencarian tersangka yang belum diketemukan sehingga dapat digunakan sewaktu-waktu guna membantu proses membuat terang tindak pidana yang terjadi.

3. Diperlukan adanya kegiatan penyuluhan hukum kepada masyarakat

yang dilakukan oleh petugas kepolisian mengenai arti pentingnya tempat kejadian perkara sehingga kerusakan TKP bisa diminimalisasi karena TKP merupakan titik awal pengungkapan peristiwa tindak pidana.

4. Perlu ditingkatkannya pengetahuan tentang identifikasi dan juga

penambahan ahli identifikasi di setiap jajaran Polres di seluruh Indonesia, sehingga apabila terdapat kasus yang terjadi secara bersamaan maka dapat diidentifikasi dengan cepat.


(4)

commit to user DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

A.Gumilang, 1991. Kriminalistik Pengetahuan Tentang Teknik Dan Taktik

Penyidikan. Bandung : angkasa.

A.M. Iqbal dan Haryadi Sigit, 2005. Implementasi dan Analisis Performansi

Autentikasi Sistem Biometrik Sidik Jari. Bandung : Institut Teknologi Bandung

Andi Hamzah, 1986. Pengusutan Perkara Kriminal Melalui Sarana Teknik

Dan Sarana Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia

____________, 2002. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika

____________, 2009. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta : Sinar Grafika

Andika budi pratama, 2005. Verifikasi citra sidik jari Poin Minutiae dalam Visum et repertum juklak perkuliahan

Aryo Mahardiko, 2007. Perancangan Perangkat Lunak Penghitung Rumus Sidik

jari Standar Kepolisisan Republik Indonesia.

International Journal of Biometrics and Bioinformatics (IJBB) Volume 3 Febuary

2009, Reducing Process-Time for Fingerprint Identification System CSC

Journals, Kuala Lumpur, Malaysia,

Koentjoroningrat, 1993 Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:

Gramedia Jakarta.

Lexy J. Moleong, 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja

Rosdakarya.

Mabes Polri, 1993. Penuntun Daktiloscopy, Jakarta: Pusat Identifikasi POLRI

Mabes Polri, 2001. Bujuklak dan Bujuklap Proses Penyidikan Tindak Pidana,

Jakarta.

M.Karjadi, 2006. Tindakan Kewajiban dan Pengutusan Pertama di Tempat

Kejadian Perkara, Bogor : Politeia.

M.Yahya Harahap, 2002 pembahasan permasalahan dan penerapan KUHAP


(5)

commit to user

Nico Ngani., I Nyoman Budi Jaya dan Hasan Madani. 1984. Mengenal Hukum

Acara Pidana Seri Satu Bagian Umum Dan Penyidikan .Yogjakarta : Liberty.

Pusat Identifikasi Polri. 1993. Penuntun Daktiloskopi. Mabes Polri

Soerjono soekanto, 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press.

Soesilo R, 1980. Taktik dan Teknik Penyidikan Perkara Kriminal. Bogor :

Politeia.

Sutopo, H.B. 1990. Metode Penelitian Kualitatif, Surakarta : UNS Press

Sutrisno Hadi.1994 Metodologi research jilid 2 Sutrisno Hadi. Yogyakarta: Andi

Offset.

Waluyadi, 2000 Ilmu Kedokteran Kehakiman Dalam Perspektif Peradilan Dan

Aspek Hukum Praktik Kedokteran, Jakarta : Djambatan.

Winarno Surakhmat,1982. Pengantar Penelitian Ilmu Dasar Teknik, Bandung :

PT. Transito.P

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1983 Tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana(KUHAP).

WEBSIDE

Djulianto susantio. Panduan Praktis: Sidik Jari http://santai2008.wordpress.com/

2010/04/23/daktiloskopi-ilmu-sidik-jari/#more-827 Diakses pada tanggal 30 Oktober 2010 pukul 08:33:22 GMT

Dwiasi Wiyatputera. Mengenal Satuan Penyidikan di Direktorat Kriminal Umum

Polda Metro Jaya http://www.reskrimum.metro.polri.go.id/news.php?id=


(6)

commit to user

Mujiarto Karuk. Sidik Jari http://metro.polri.web.id/perpus/390-sidik-jari Diakses

pada tanggal 7 Desember 2010 pukul 00:21:34 GMT.

M.Ridwan. Mencoba menetapkan genotip dirinya sendiri berdasarkan ukuran

jari Telunjuknya http://www.ittelkom.ac.id/library/index.php?view=article &catid=15%3Apemrosesan-sinyal&id=529%3Adaktiloskopi-ilmu-sidik-ja ri&option=comcontent&Itemid=15. Diakses pada tanggal 06 Desember 2010 pukul 23:20:10 GMT.

Wikipedia. Fingerprint http://en.wikipedia.org/wiki/Fingerprint. Diakses pada