KARAKTERISTIK YOGHURT SINBIOTIK FILTRAT UWI UNGU (Dioscorea alata) DENGAN TAMBAHAN KULTUR Bifidobacteria breve DAN Lactobacillus casei.

(1)

SKRIPSI

Oleh : Khalimatul Janah

NPM 0933010016

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(2)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Jurusan Teknologi Pangan

Oleh : Khalimatul Janah

NPM 0933010016

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR SURABAYA


(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya, skripsi berjudul Karakteristik Yoghurt Sinbiotik Filtrat Uwi Ungu (Dioscoreaalata) dengan Tambahan kultur Bifidobakteria breve dan Lactobacillus casei ini dapat terselesaikan dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memberikan manfaat bagi masyarakat terkait pengolahan uwi ungu sebagai minuman sinbiotik yang baik bagi kesehatan.Selain itu, penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai salah satu persyaratan akademik kurikulum perguruan tinggi dalam menempuh program Strata Satu (S1) dan sebagai mata kuliah wajib intrakurikuler yang ditempuh oleh setiap mahasiswa UPN “Veteran” Jawa Timur.

Setelah terselesaikannya penyusunan skripsi ini, penulis berterima kasih atas bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnyakepada:

1. Ir, Sutiyono, MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Dr. Dedin F.Rosida, S.TP, M.Kes., selaku Ketua Program Studi Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur yang telah memberikan dukungan, saran, dan pengarahan.

3. Ir. Sudaryati. HP, MP, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan dukungan, saran, dan pengarahan.

4. Ir. Murtiningsih, MM, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan dukungan, saran, dan pengarahan.

5. Ir. Tri Mulyani MS dan Ir. Ulya Sarofa, MM, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan arahan serta meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada kedua orang tua dan keluarga aku yang selalu mendukung dan membantu penulis selama proses penyelesaian skripsi.


(6)

7. Seluruh staf laboratorium yang telah memberikan arahan dan bimbingan selama melakukan analisa di laboratorium Teknologi Pangan UPN “Veteran” Jawa Timur.

8. Teman-teman Teknologi Pangan angkatan 2009 : Fida, Yeye, Yanti, Dian, April, Rosidah, Santi, Agustina, Cicin, Tari, Angel, Vita, Ulfa, Fitri, Hudan, Adit, Demy, Novan, Ipung, Ismail, dan Halim yang selalu memberikan semangat.

9. Seluruh pihak terkait dan berkepentingan yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Merupakan suatu kebanggaan bagi penulis telah menyelesaikan salah satu kewajiban sebagai mahasiswi UPN “Veteran” Jawa Timur, yakni menyelesaikan skripsi dengan sebaik-baiknya. Penulis juga menyadari sepenuhnya bahwa skripsi yang telah disusun ini jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di kesempatan berikutnya.

Semoga apa yang telah penulis berikan melalui skripsi ini akan memberikan manfaat bagi civitas akademika UPN “Veteran” Jawa Timur maupun masyaraka tluas.

Surabaya, 06 Juni 2014 Hormat saya,


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... iv

INTISARI ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Tujuan Penelitian ...4

C. Manfaat Penelitian ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Uwi Ungu ...5

B. Yoghurt ...7

C. Probiotik, Prebiotik, dan Sinbiotik...8

1. Probiotik ...8

2. Prebiotik ...13

3. Sinbiotik ...16

D. Fermentasi bakteri Asam laktat ...18

E. Karakteristik Yoghurt ...23

F. Susu Skim ...27

G. Gula Pasir (Sukrosa) ...28

H. Analisis Keputusan ...29

I. Analisis Finansial ...30

1. Penentuan Break Even Point (BEP) ...30

2. Net Present Value ...32

3. Gross Benefit Cost ratio (Gross B/C ratio) ...32

4. Payback Period ...32

5. Internal Rate of Return (IRR) ...33

J. Landasan Teori ...33


(8)

BAB III BAHAN DAN METODE

A. Tempat dan Waktu Penelitian ...37

B. Bahan Penelitian ...37

C. Alat Penelitian ...37

D. Metodologi Penelitian ...37

E. Prosedur Penelitian ...40

BAB IV HASI DAN PEMBAHASAN A. Hasil Analisa Produk Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu ...45

1. Derajat Keasaman (pH) ...45

2. Total Bakteri Asam Laktat ...47

3. Viskositas ...49

4. Kadar Protein Terlarut ...52

5. Total Asam ...53

6. Viabilitas Bakteri Asam Laktat ...52

B. Uji Organoleptik ...55

1. Uji Kesukaan Warna ...55

2. Uji Kesukaan Aroma ...56

3. Uji Kesukaan Rasa ...58

4. Uji Kesukaan Tekstur...59

C. Analisa Keputusan...60

D. Hasil Analisa Produk terbaik ...61

E. Analisa Finansial ...63

1. Kapasitas Produksi ...63

2. Biaya Produksi ...63

3. Harga Pokok Produksi ...63

4. Harga Jual Produksi ...64

5. Break Even Point ...64

6.

Payback Period (PP) ...

64

7.

Net Present Value (NPV) ...

65

8.

Gross Benefit Cost Ratio (B/C) ...

65


(9)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ...66 B. Saran ...66

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Jenis umbi uwi (Dioscorea spp.) dan nilai rata-rata kadar inulin ...6

Tabel 2. Standart mutu yoghurt (SNI 01-298-1992) ...8

Tabel 3. Komposisi kimia susu skim per 100 gr ...28

Tabel 4. Komposisi kimia gula pasir (sukrosa) per 100 gr ...29

Tabel 5. Nilai rata – rata pH yoghurt sinbiotik uwi ungu akibat pengaruh perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi. ...45

Tabel 6. Nilai rata – rata Total Bakteri asam Laktat yoghurt sinbiotik uwi ungu akibat pengaruh perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi ………..47

Tabel 7. Nilai rata – rata Viskositas yoghurt sinbiotik uwi ungu akibat pengaruh perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi. ...50

Tabel 8. Nilai rata – rata protein terlarut yoghurt sinbiotik uwi ungu akibat pengaruh perlakuan konsentrasi starter...52

Tabel 9. Nilai rata – rata protein terlarut yoghurt sinbiotik uwi ungu akibat pengaruh perlakuan lama fermentasi. ...53

Tabel 10. Nilai rata – rata total asam yoghurt sinbiotik uwi ungu akibat pengaruh perlakuan konsentrasi starter...54

Tabel 11. Nilai rata – rata total asam yoghurt sinbiotik uwi ungu akibat pengaruh perlakuan lama fermentasi. ...55

Tabel 12. Nilai rata-rata uji organoleptik warna yoghurt sinbiotik uwi ungu dari perlakuan penambahan starter dan lama fermentasi ...56

Tabel 13. Nilai rata-rata uji organoleptik aroma yoghurt sinbiotik uwi ungu dari perlakuan penambahan starter dan lama fermentasi ...56

Tabel 14. Nilai rata-rata uji organoleptik rasa yoghurt sinbiotik uwi ungu dari perlakuan penambahan starter dan lama fermentasi ...57

Tabel 15. Nilai rata-rata uji organoleptik tekstur yoghurt sinbiotik uwi ungu dari perlakuan penambahan starter dan lama fermentasi ...58

Tabel 16. Analisa keputusaan terbaik yoghurt sinbiotik uwi ungu ...61

Tabel 17. Viabilitas Bakteri asam Laktat dari perlakuan terbaik yoghurt sinbiotik uwi ungu...62


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Dioscorea alata kuning dan ungu...5

Gambar 2. Lactobacillus casei ...10

Gambar 3. Bifidobacterium breve ...11

Gambar 4. Streptococcus thermophillus ...12

Gambar 5. lactobacillus bulgariccus ...13

Gambar 6. Diagram alir proses pembuatan minuman probiotik ubi jalar ...17

Gambar 7. Jalur metabolisme Bakteri Asam Laktat Homofermentatif ...22

Gambar 8. Diagram alir pembuatan starter yoghurt ...42

Gambar 9. Diagram alir pembuatan filtrat uwi ungu ...43

Gambar 10. Diagram alir pembuatan yoghurt sinbiotik ...44

Gambar 11. Hubungan antara perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi terhadap derajat keasaman (pH) yoghurt sinbiotik uwi ungu ...46

Gambar 12. Hubungan antara perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi terhadap Total Bakteri asam Laktat yoghurt sinbiotik uwi ungu ...48

Gambar 13. Hubungan antara perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi terhadap viskositas yoghurt sinbiotik uwi ungu ...51


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Prosedur Analisa ...70

Lampiran 2. Lembar Kuisioner Organoleptik ...75

Lampiran 3. Derajat Keasaman (pH) ...76

Lampiran 4. Total Bakteri Asam Laktat ...78

Lampiran 5. Viskositas ...80

Lampiran 6. Kadar Protein Terlarut ...82

Lampiran 7. Total Asam ...84

Lampiran 8. Data Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Warna Yoghurt sinbiotik Uwi Ungu (Uji Hedonic Scale Scoring) ...86

Lampiran 9. Perhitungan Uji Organoleptik Warna Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu denagn Metode Friedman Test ...87

Lampiran 10. Data Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Aroma Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu (Uji Hedonic Scale Scoring) ...88

Lampiran 11. Perhitungan Uji Organoleptik Aroma Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu denagn Metode Friedman Test ...89

Lampiran 12. Data Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Rasa Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu (Uji Hedonic Scale Scoring) ...90

Lampiran 13. Perhitungan Uji Organoleptik Rasa Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu denagn Metode Friedman Test ...91

Lampiran 14. Data Hasil Pengamatan Uji Organoleptik Tekstur Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu (Uji Hedonic Scale Scoring) ...92

Lampiran 15. Perhitungan Uji Organoleptik Tekstur Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu denagn Metode Friedman Test ...93

Lampiran 16. Analisa Finansial ...94

Lampiran 17. Kebutuhan Bahan dan Biaya ...95

Lampiran 18. Perhitungan Modal Perusahaan ...99

Lampiran 19. Perkiraan Biaya Produksi Tiap Tahun ... 101

Lampiran 20. Perhitungan Payback Period dan Break Event Point Produksi Yoghurt Sinbiotik Uwi Ungu ... 103

Lampiran 21. Grafik Break Event Point (BEP) ... 104

Lampiran 22. Laporan Rugi Laba Selama Umur Ekonomis Proyek (5 tahun) .. 105


(13)

(14)

KHALIMATUL JANAH 0933010016

INTISARI

Pada umumnya bahan baku pada pembuatan yoghurt adalah susu. Pada saat ini, sebagai produk inovasi dilakukan pembuatan yoghurt sinbiotik filtrat uwi ungu (Dioscorea alata). Sinbiotik adalah gabungan antara prebiotik dan probiotik. Keunggulan dari produk ini adalah tersedianya dua komponen sekaligus yaitu inulin yang berasal dari uwi ungu yang berperan sebagai prebiotik dan Bifidobacteria breve dan Lactobacillus casei yang berperan sebagai bakteri probiotik. Dalam pembuatan yoghurt sinbiotik perlu diperhatikan penggunaan konsentrasi starter yang tepat, karena merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi laju pertumbuhan BAL. Disamping itu lama proses fermentasi juga harus diperhatikan, karena memiliki berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi cita rasa atau flavor terhadap produk pangan tertentu, memberikan tekstur tertentu pada produk pangan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kombinasi perlakuan yang terbaik antara penambahan starter dan lama fermentasi untuk menghasilkan yoghurt sinbiotik uwi ungu. Metode penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 2 faktor yaitu faktor I adalah penambahan konsentrasi starter (0.5; 1; dan 1.5% v/v) dan faktor II adalah lama fermentasi (12; 18; dan 24 jam) dengan 3 kali ulangan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan terbaik terdapat pada perlakuan penambahan konsentrasi starter 1% dan lama fermentasi 24 jam. Perlakuan tersebut mempunyai nilai pH 4.8, total BAL 7.1267 log CFU/ml, viskositas 7.9491 centi poice, protein terlarut 0.0626 %, total asam 0.410 %, viabilitas BAL 78.6072 %. Berdasarkan penilaian organoleptik memberikan tingkat kesukaan terhadap warna 149.5, aroma 140.5, rasa 136.5, dan tekstur 122.5.. Hasil analisa finansial diketahui bahwa nilai Break Event Point (BEP) dicapai pada Rp 193.943.902,21 atau sebesar 31.40% dengan kapasitas titik impas 48.989 cup/tahun,sedangkan Internal Rateof Return (IRR) mencapai 22.689%, Payback Period (PP)dicapai selama 4,4 tahun, Gross B/C 1.1243, Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 164.011.232.


(15)

A. Latar Belakang

Menurut Silalahi dan Netty (2003), sinbiotik adalah gabungan antara probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah suplemen dalam makanan yang mengandung bakteri yang sangat menguntungkan. Baberapa probiotik terdapat secara alami contohnya seperti Lactobacillus dalam yoghurt. Sedangkan, prebiotik adalah ingredients atau suatu bahan makanan yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi kesehatan karena dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas berbagai mikrobia di dalam saluran pencernaan kita. Prebiotik yang paling potensial adalah karbohidrat.

Yoghurt merupakan produk fermentasi susu yang menggunakan starter bakteri asam laktat dan dikenal sebagai salah satu jenis minuman probiotik. Yoghurt lebih dikenal dengan sebutan susu asam, yang berasal dari aktivitas bakteri Streptococcus salavarius. Subsp. thermophillus dan Lactobacillus delbruechii subsp. bulgaricus (Hui,1992). Namun ada beberapa jenis bakteri probiotik tertentu yang belum umum ditumbuhkan, seperti bakteri Lactobacillus casei dan Bifidobacterium sp. Kedua jenis bakteri ini dapat tumbuh baik pada media umbi-umbian yang kaya oligosakarida.

Ada kecenderungan dibeberapa Negara untuk memproduksi yoghurt dengan berbagai cara agar lebih memikat minat konsumen yang dihubungkan dengan aspek kesehatan. Usaha yang dilakukan antara lain dengan menambahkan bifidobacteria dan lactobacillus dalam pembuatan yoghurt. Dalam penelitian ini, selain menggunakan kedua bakteri yang biasanya digunakan dalam yoghurt yaitu, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermopiles juga akan ditambahkan bifidobacteria dan lactobacillus.

Bifidobacteria merupakan salah satu kelompok bakteri penghuni asli saluran pencernaan manusia dan hewan (Rogosa, 1989), sehingga bakteri ini dapat berkembang lebih baik pada saluran pencernaan dibandingkan dengan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermopilus yang merupakan


(16)

demikian, bifidobacteria akan lebih mampu berkompetisi dengan bakteri-bakteri lain khususnya yang dapat merugikan kesehatan manusia (patogen) dan selanjutnya menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri tersebut. Adanya bifidobacteria dalam yoghurt tentunya akan dapat lebih melengkapi manfaat yoghurt yang dikenal sebagai makanan sehat.

Prebiotik merupakan komponen pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim- enzim dalam sistem pencernaan mamalia dan dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan, antara lain bifidobacteria dan lactobacilli (Gibson and Roberfroid, 1995). Di dalam usus besar, prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama bifidobacteria dan lactobacilli dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid = SCFA), dalam bentuk asam asetat (H3C-COOH), propionat (H5C2-(H3C-COOH), butirat (H7C3-(H3C-COOH), dan juga asam laktat, karbondioksida dan hidrogen. Oleh tubuh asam lemak rantai pendek tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi (Macfarlane and Macfarlane, 2003). Salah satu komponen prebiotik yang banyak digunakan dalam formulasi pangan adalah inulin.

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari sepuluh jenis umbi uwi (Dioscorea spp.) mengandung inulin dalam kadar yang bervariasi (Winarti et al, 2011). Salah satu umbi uwi yang mengandung inulin adalah uwi ungu (Dioscorea alata) dengan kandungan inulin sebesar 7,54 %. Namun belum pernah dilakukan aplikasi inulin dari umbi Dioscorea spp. tersebut untuk formulasi produk pangan. Oleh karena itu akan dilakukan penelitian tentang aplikasi inulin untuk formulasi dalam produk sinbiotik, sehingga dihasilkan produk pangan baru yang dapat bermanfaat untuk menunjang kesehatan.

Yoghurt sinbiotik uwi ungu adalah salah satu produk minuman hasil fermentasi. Keunggulan dari produk ini dibandingkan dengan produk-produk sejenis adalah tersedianya dua komponen sekaligus yaitu inulin yang berasal dari uwi ungu yang berperan sebagai komponen prebiotik dan kultur starter Bifidobacterium breve dan Lactobacillus casei yang berperan sebagai komponen probiotik. Sehingga setelah mengkonsumsi produk ini diharapkan memperoleh efek sinbiotik didalam sistem pencernaan manusia.

Gabungan antara prebiotik dari inulin yang terdapat pada uwi ungu dan kultur stater Bifidobacterium breve dan Lactobacillus casei yang merupakan


(17)

probiotik disebut sebagai sinbiotik. Menurut Gipson and Fuller (1999), minuman sinbiotik adalah minuman kesehatan yang merupakan salah satu makanan fungsional berupa suplemen yang mempunyai efek menguntungkan terhadap tubuh dengan cara menyeimbangkan zat-zat dalam pencernaan yang dikonsumsi manusia dalam bentuk cairan minuman.

Dalam pembuatan yoghurt simbiotik perlu diperhatikan lama proses fermentasinya. Fermentasi memiliki berbagai manfaat, antara lain untuk mengawetkan produk pangan, memberi cita rasa atau flavor terhadap produk pangan tertentu, memberikan tekstur tertentu pada produk pangan. Dengan adanya proses fermentasi yang dilakukan oleh mikroba tertentu diharapkan akan meningkatkan nilai gizi yang ada pada produk fermentasi. Dengan adanya perbaikan mutu produk pangan fermentasi dan inovasi penggunaan bahan baku diharapkan nilai terima pangan oleh konsumen meningkat. Dengan peningkatan nilai terima oleh konsumen akan meningkat permintaan terhadap produk fermentasi terutama minuman fermentasi.

Hasil penelitian Susanto (2011), pada penelitian minuman sinbiotik umbi bengkuang, dengan perlakuan penambahan susu skim dan konsentrasi starter. Diperoleh perlakuan terbaik, yaitu pada penambahan susu skim sebanyak 20% dan konsentrasi starter (Lactobacillus casei) 2%. Dari hasil itulah yang akan nantinya dibuat sebagai acuan untuk penelitian ini.

Untuk itu pada penelitian ini kami mencoba memanfaatkan uwi ungu menjadi salah satu produk pangan yaitu yoghurt sinbiotik uwi ungu (Dioscorea alata) dengan kultur campuran Bifidobacteria breve dan Lactobacillus casei dengan kajian penambahan starter dan lama fermentasi.


(18)

B. Tujuan

1. Mempelajari pengaruh penambahan starter dan lama fermentasi terhadap karakteristik sifat fisik, kimia, mikrobiologi dan organoleptik yoghurt sinbiotik uwi ungu.

2. Mengetahui kombinasi perlakuan yang terbaik antara penambahan starter dan lama fermentasi untuk menghasilkan yoghurt sinbiotik uwi ungu yang berkualitas dan disukai konsumen.

C. Manfaat

1. Sebagai referensi kepada masyarakat untuk mengkonsumsi yoghurt sinbiotik dari uwi ungu, sebagai makanan fungsional yang berkhasiat dan tidak berbahaya atau memberikan efek samping baik untuk kesehatan. 2. Memberikan informasi mengenai pembuatan yoghurt sinbiotik uwi ungu

dengan kualitas yang baik dan disukai konsumen.

3. Diversifikasi pengolahan uwi ungu yaitu dengan diolah menjadi yoghurt sinbiotik.


(19)

A. Uwi Ungu (Dioscorea alata)

Dioscorea alata mempunyai sinonim Dioscorea rubella, Dioscorea atropurpurea, Dioscorea sativa, Dioscorea vulgaris, atau Dioscorea javanica. Tanaman ini mempunyai umbi yang cukup besar, yang mempunyai berat antara 5-10 kg. Dioscorea alata mempunyai umbi yang berwarna putih kekuningan dan ada yang berwarna biru tua/ungu (Gambar 2.1.). Uwi ungu (Dioscorea alata) merupakan salah satu jenis umbi-umbian potensial sebagai sumber bahan pangan karbohidrat non beras. Selain sebagai sumber pangan non beras, Diosorea alata bermanfaat untuk kesehatan. Varietas lokal yang berwarna ungu mengandung zat-zat yang bermanfaat untuk kesehatan dan manfaat lain yang belum banyak diketahui oleh masyarakat (Anonima, 2009). Uwi ini biasa disebut uwi ireng (Jawa) kulit umbi bagian dalam berwarna ungu tua dagingnya berwarna ungu muda, terkadang terdapat bercak-bercak ungu tak beraturan.

Gambar 1. Dioscorea alata kuning dan ungu (Sumber :Winarti et al, 2011)

Telah dilakukan penelusuran jenis-jenis umbi uwi yang tersebar di berbagai daerah di Jawa Timur, dan setelah dilakukan karakterisasi diperoleh 10 jenis berdasarkan sifat-sifat fisik umbi antara lain bentuk dan ukuran umbi, warna kulit dan warna umbi, tekstur dan rasa umbi kukus. Dari hasil karakterisasi jenis-jenis uwi tersebut adalah D1 (Dioscororea alata/uwi putih), D2 (Dioscorea pinthaphylla/uwi katak), D3 (Dioscorea hispida/uwi gadung), D4 (Dioscorea alata/uwi kuning kulit ungu), D5 (Dioscorea alata/uwi ungu), D6 (Dioscorea


(20)

esculenta/gembili), D7 (Dioscorea alata/uwi kuning), D8 (Dioscorea opposita/uwi putih kulit kuning), D9 (Dioscorea bulbifera/gembolo), dan D10 (Dioscororea rotundata/uwi putih kulit coklat) (Winarti et. al, 2011). Pada 10 jenis umbi uwi yang diperoleh tersebut juga dilakukan pengujian kadar inulin, dan ternyata semuanya mengandung inulin. Kadar inulin pada berbagai jenis umbi uwi dapat dilihat pada Tabel 1.

Pada tabel 1 dapat dilihat bahwa kadar inulin tertinggi terdapat pada Dioscorea esculenta (gembili) yaitu sebesar 14,77% (db), diikuti Dioscorea rotundata (uwi putih kulit coklat) mengandung inulin 14,63%, Dioscorea alata (uwi kuning kulit tebal) mengandung inulin 13,11%, Dioscorea bulbifera (Gembolo) mengandung inulin 10,96%, dan Dioscorea opposita (uwi putih kulit kuning) mengandung inulin 9,02% (Winarti e.t al, 2011). Oleh karena itu umbi Dioscorea mempunyai potensi sebagai sumber inulin.

Tabel 1. Jenis Umbi Uwi (Dioscorea spp.) dan nilai rata-rata kadar inulin

Jenis Uwi Jenis/Varietas Uwi Kadar Inulin (%)

D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 D10

Uwi putih (Dioscorea alata)

Uwi katak (Dioscorea pinthaphylla) Gadung (Dioscorea hispida)

Uwi kuning kulit ungu (Dioscorea alata) Uwi ungu (Dioscorea alata)

Gembili (Dioscorea esculenta) Uwi kuning (Dioscorea alata)

Uwi putih kulit kuning (Dioscorea opposita) Gembolo (Dioscorea bulbifera)

Uwi putih kulit coklat (Dioscorea rotundata)

4,59 2,88 4,77 8,76 7,54 14,77 13,11 9,02 10,96 14,63 (Sumber : Winarti et al, 2011).

Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa dan termasuk dalam polisakarida. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β(2-1) glikosidik, sehingga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam sistem pencernaan mamalia dan mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan struktur, oleh karena itu inulin dapat berfungsi sebagai prebiotik (Robertfroid, 2005).

Terdapatnya inulin dalam umbi uwi memberikan nilai tambah pada uwi tersebut, selain dapat digunakan sebagai cadangan pangan alternatif, uwi juga dapat dikembangkan sebagai bahan baku pangan prebiotik dan sinbiotik. Oleh karena itu pengembangan produk pangan prebiotik dan sinbiotik dari umbi uwi


(21)

sangat diperlukan untuk menghasilkan pangan yang sekaligus bermanfaat untuk kesehatan.

Inovasi teknologi pengolahan umbi uwi di Indonesia sampai saat ini belum dikembangkan dan diapliksikan pada masyarakat, oleh karena itu sangat diperlukan pengembangan teknologi tepat guna untuk pengolahan umbi uwi tersebut, dan sekaligus aplikasinya kepada masyarakat, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dari umbi uwi tersebut. Berbagai jenis pangan prebiotik berbahan baku umbi uwi yang dapat dikembangkan antara lain tepung, stik, biskuit, aneka kue kering, kue basah, dodol, sedangkan produk sinbiotik antara lain : es krim, minuman laktat (seperti yoghurt), puding.

B. Yoghurt

Yoghurt adalah produk koagulasi yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Dikatakan bahwa produk akhir yoghurt haruslah mengandung kedua bakteri tersebut dalam jumlah yang besar (Nakazawa dan Hosono, 1992).

Yoghurt merupakan produk fermentasi susu yang menggunakan starter bakteri asam laktat dan dikenal sebagai salah satu jenis minuman probiotik. Yoghurt lebih dikenal dengan sebutan susu asam, yang berasal dari aktivitas bakteri Streptococcus salavarius. Subsp. thermophillus dan Lactobacillus delbruechii subsp. bulgaricus (Hui,1992).

Yoghurt yang dibuat dari susu full krim yang tinggi lemak memiliki rasa yang lebih creamy dan mengandung kalori yang tinggi, sedangkan yoghurt yang dibuat dari susu skim cenderung memiliki kekurangan dalam penerimaan mouthfeel karena tidak adanya kesan creamy yang biasanya ditimbulkan oleh lemak susu (Helferich and Westhoff, 1980). Tapi, bagi mereka yang bermasalah dengan obesitas, yoghurt dari susu skim dikenal cukup baik karena rendah kalori. Dalam pembuatan yoghurt, susu yang akan difermentasi dipanaskan sampai suhu 900C selama 15 samapi 30 menit, kemudian didinginkan sampai suhu 430 C, diinokulasi dengan starter campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus dan dibiarkan pada suhu ini selama kira-kira 3 jam sampai tercapai keasaman yang dikehendaki 0,85 – 0,90 % (dengan metode


(22)

titrasi) dan pH 4- 4,5, kemudian produk didinginkan sampai 50C untuk dikemas (Buckle et al, 1987).

Kualitas yoghurt ditentukan oleh jumlah bakteri, total asam, aroma dan rasa. Untuk meningkatkan tingkat keasaman dan mempercepat pembentukan asam laktat, maka konsentrasi starter yang ditambahkan harus cukup dan tepat sehingga menghasilkan yoghurt dengan kualitas yang baik (Surajudin, 2005). Tabel 2. Standart Mutu Yoghurt (SNI 01-298-1992)

No. Kriteria Uji Persyaratan

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Keadaan :  Penampakan  Bau

 Rasa  Konsistensi Lemak

Bahan kering tanpa lemak Protein (N x 6,37)

Abu

Jumlah asam (dihitung sebagai asam laktat)

Cemaran Logam  Timbal (Pb)  Tembaga (Cu)  Seng (Zn)  Timah (Sn)  Raksa (Hg) Arsen (As)

Cemaran Mikroba Bakteri Coliform E. coli

Salmonella

Cairan kental sampai semi padat Normal / khas

Asam / khas Homogen

Maks. 3,8 % berat Min. 8,2 % berat Min. 3,5 % berat Maks. 1,0 % beat 0,5 – 2,0 %

Maks. 0,3 mg / Kg Maks. 20,0 mg / Kg Maks. 40,0 mg / Kg Maks. 40,0 mg / Kg Maks. 0,03 mg / Kg Min. 0,1 mg / Kg Min. 10 (APM / g) < 3 (APM / g) Negative / 100 g

Sumber : Departemen Perindustrian Pusat Standarisasi Industri (1992)

C. Probiotik, Prebiotik dan Sinbiotik 1. Probiotik

Definisi mengenai probiotik disitasi dari Winarnoa (1997), yaitu suatu preparat yang terdiri dari mikroba hidup, yang dimasukkan ke dalam tubuh manusia atau ternak secara oral, yang diharapkan mampu memberikan pengaruh positif terhadap kesehatan manusia atau ternak, dengan cara memperbaiki sifat-sifat yang dimiliki oleh mikroba alami yang tinggal di saluran pencernaan.


(23)

Probiotik sangat penting bagi suatu produk pangan probiotik yang mengandung sejumlah mikroba yang dapat masuk ke dalam tubuh manusia dan dapat bertahan hidup pada saluran pencernaan manusia, sehingga dapat menjalankan fungsinya dalam meningkatkan kesehatan saluran pencernaan manusia, seperti meningkatkan keseimbangan mikroflora, menekan pertumbuhan bakteri patogen, membantu penyerapan zat gizi, mengatasi maldigestion (salah cerna) terhadap laktosa, serta merangsang fungsi kekebalan tubuh (Yuguchi et al. dalam Nakazawa dan Hosono, 1992).

Menurut Winarti (2010), konsumsi probiotik berguna bagi kesehatan antara lain : menurunkan gejala malabsorbsi laktosa, meningkatkan kesehatan alami terhadap infeksi saluran pencernaan, menekan pertumbuhan sel kanker, menurunkan kolesterol dalam darah, memperbaiki sistem pencernaan dan menstimulasi imunitas saluran pencernaan.

Bakteri Probiotik

Menurut Widodo (2003), bakteri asam laktat (BAL) merupakan satu kelompok atau familia bakteri yang telah banyak digunakan sebagai probiotik. Untuk dapat berperan sebagai probiotik, beberapa persyaratan harus dipenuhi, diantaranya :

 Mempunyai viabilitas (daya hidup) yang tinggi (yang dapat dinyatakan dengan total Bakteri Asam Laktat) sehingga tetap hidup, tumbuh dan tetap aktif dalam system pencernaan.

 Berasal dari genus bakteri yang aman dikonsumsi.

 Tahan terhadap asam, garam empedu (bile salts) dan kondisi anaerob.

 Mampu tumbuh dengan cepat dan menempel (melakukan kolonisasi) pada dinding saluran pencernaan.

 Mampu mendegradasi laktosa dan menurunkan kadar serum kolesterol.


(24)

Bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai probiotik untuk konsumsi manusia antara lain Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus rhamnosus, lactobacillus reuteri, Lactobacillus casei, Bifidobacterium bifidum, Bifidobacterium longum, Bifidobacterium brevie, dan Bifidobacterium infantis (Widodo, 2003). Menurut Chairunnisa dkk., (2006), Lactobacillus casei dapat tumbuh baik dengan ketersediaan laktosa dan gula lain yang terdapat pada bahan pembuatan yoghurt, sedangkan Bifidobacterium breve dapat tumbuh dan melakukan metabolisme secara baik bila persediaan vitamin dan asam amino bebas dalam bentuk peptida tercukupi. Dalam penelitian ini bakteri yang digunakan adalah sebagai berikut :

a. Lactobacillus casei

Bakteri yang berperan sebagai komponen probiotik salah satunya adalah Lactobacillus casei. Bakteri Lactobacillus casei mampu tumbuh pada suhu 150C dan memiliki suhu optimum 370C. Untuk pH optimal produksi asam laktat adalah 3,3-7,0 (Hadiwiyoto, 1994).

Lactobacillus casei merupakan bakteri gram positif, fakultatif anaerob, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Ukuran sel berkisar antara 0,7-1,1 x 2,0-4,0 µm. L. casei tahan terhadap asam dan dalam metabolism fermentasi menghasilkan asam laktat sebagai produk akhir dari metabolism fermentasi. L. casei dapat tumbuh pada suhu 150C tetapi tidak pada suhu 450C, bisa diisolasi dari produk berbasis susu mentah atau terfermentasi dan saluran pencernaan manusia atau hewan (Anonymous, 2004). Lactobacillus casei dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Lactobacillus casei (Anonimb, 2009)

Lactobacillus casei tidak menyebabkan penyakit. Tidak hanya itu umumnya dianggap tidak berbahaya, L. casei juga diakui sebagai mikroorganisme yang menguntungkan dan nonpathogenic. L. casei


(25)

stain adalah penting untuk industri karena mereka dapat diterapkan dalam berbagai proses fermentasi, sedangkan jenis lainnya dimanfaatkan untuk properti probiotik mereka. Ada yang digunakan dalam produksi keju, yoghurt, susu fermentasi, fermentasi buah zitun hijua Sisilia, dan produk lainnya. Produk akhir fermentasi alami mikroba ini adalah asam laktat, yang menghambat perkembangan organism lainnya serta penurunan tingkat pH dalam produk makanan atau minuman (Anonimb, 2009).

b. Bifidobacterium breve

Bifidobacteria merupakan salah satu kelompok bakteri penghuni asli saluran pencernaan manusia dan hewan (Rogosa, 1989). Bifidobacterium breve merupakan kelompok bakteri yang banyak ditemukan dalam fases bayi bersama dengan Bifidobacterium infantis dan Bifidobacterium longum, terutama pada bayi-bayi yang menyusu ASI. Bersama dengan spesies lain dari galur Bifidobakteria, bakteri ini banyak ditemukan dalam usus besar. Bifidobacterium breve juga dapat diisolasi dari vagina.

Beberapa karakteristik utama dari Bifidobakteria adalah berukuran 2-8 µm, gram positif, anaerob dalam pencernaan mamalia, bersifat heterofermentatif, tidak membentuk spora, memiliki suhu optimum pertumbuhan 36-380C, dan pH optimum 6,5-7,5.

Bifidobakteria terbukti mampu mencapai usus. Dari penelitian Marteau (1992) yaitu pembuatan susu fermentasi dengan B. bifidum dan L. acidophilus terbukti dapat meningkatkan jumlah bakteri dalam usus individu yang mengkonsumsinya (Tirtasujana, 1998).


(26)

c. Streptococcus thermophilus

Karakteristik Streptococcus thermophilus adalah berbentuk bulat yang membentuk rantai, gram positif, dapat mereduksi “litmus milk”, tidak toleran terhadap konsentrasi gram yang lebih besar dari 6.5 persen, tidak berspora, tidak dapat tumbuh pada suhu 100C, dan menyukai suasana mendekati netral dengan pH optimum untuk pertumbyhannya adalah 6.5 (Helferich dan Westholff, 1980).

Menurut Tzanetaki dan Tzanetakis (1999) dalam Robinson et al, (1999), Streptococcus thermophilus memproduksi sekitar 0.6 – 0.8 % L (+)-asam laktat. Dalam tubuh manusia hanya asam laktat dalam bentuk L(+) yang dapat dimetabolisme, sementara bentuk D(-) sebagian besar akan diekskresikan melalui urine.

Gambar 4. Streptococcus thermophilus (Anonimd, 2009)

d. Lactobacillus bulgaricus

Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri berbentuk batang, homofermentatif, Gram positif, kebutuhan nutrisi untuk pertumbuhan lengkap dengan suhu pertumbuhan optimal sekitar 45ºC (Tamime dan Robinson, 1999).

Streptococcus thermophilus memiliki fungsi sebagai penghasil suasana asam untuk Lactobacillus bulgaricus tumbuh karena Streptococcus thermophilus memfermentasi laktosa menjadi asam laktat sehingga menyebabkan penguraian protein susu melalui kerja dari enzim proteolitik. Kondisi tersebut menguntungkan untuk pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus yang mulai berkembang bila pH telah menurun sampai 4,5. Lactobacillus bulgaricus berperan dalam pembentukan asetaldehida (Jay, 2000).


(27)

Gambar 5. Lactobacillus bulgaricus (Anonime, 2009)

2. Preboitik

Prebiotik adalah suatu ingredient pangan yang tak tercerna yang mempunyai efek menguntungkan bagi orang yang mengkonsumsinya dengan memacu pertumbuhan Bifidobacteria dan probiotik dalam saluran pencernaan, sehingga meningkatkan kesehatan. Secara kimiawi prebiotik terdiri dari tiga macam kelompok yaitu : NSP (non starch polysaccharide), pati resisten dan oligosakarida. Berdasarkan definisi terakhir mengenai serat pangan yang diberikan oleh AACC (Anonim, 2001) ketiga komponen ini termasuk dalam serat pangan. Ketiga macam karbohidrat ini tidak dapat atau sulit dicerna secara enzimatis di dalam usus halus manusia sehingga akan lolos dan mencapai usus besar.

Istilah prebiotik diperkenalkan oleh Gibson dan Roberfroid (1995), dan didefinisikan sebagai suatu bahan makanan yang tidak dapat dicerna (non-degestible) yang memberikan manfaat positif bagi tubuh karena secara selektif dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktivitas bakteri baik dalam usus besar. Prebiotik merupakan komponen makanan yang memacu pertumbuhan beberapa bakteri usus yang menguntungkan bagi kesehatan. Bakteri tersebut dikenal sebagai probiotik. Efek utama prebiotik adalah menstimulasi secara selektif pertumbuhan bifidobacteria dan lactobacilli dalam usus sehingga meningkatkan daya tahan tubuh terhadap mikroorganisme patogen. Karbohidrat prebiotik kemungkinan mempunyai efek yang tidak spesifik karena terfermentasi dalam usus besar. Prebiotik tidak dicerna oleh enzim, tetapi difermentasi oleh bakteri anerob dalam usus besar. Melalui fermentasi dalam usus besar, karbohidrat prebiotik menghasilkan asam lemak rantai pendek (short


(28)

chain fatty acid/SCFA), menstimulasi pertumbuhan berbagai bakteri termasuk lactobacilli dan bifidobacteria, dan dapat menghasilkan gas. Secara potensial efek utama karbohidrat prebiotik adalah untuk meningkatkan daya tahan tubuh usus terhadap mikroorganisme patogen sehingga mengurangi frekuensi diare yang dialami seseorang (Pompai et al, 2008).

Prebiotik merupakan komponen pangan yang tidak dapat dicerna dan dapat menstimulasi secara selektif pertumbuhan dan aktivitas bakteri yang menguntungkan di dalam saluran pencernaan, antara lain bifidobacteria dan lactobacilli (Gibson and Roberfroid, 1995). Di dalam usus besar, prebiotik akan difermentasi oleh bakteri probiotik terutama bifidobacteria dan lactobacilli dan menghasilkan asam lemak rantai pendek (Short Chain Fatty Acid = SCFA), dalam bentuk asam asetat, propionat, butirat, dan juga asam laktat, karbondioksida dan hidrogen. Oleh tubuh asam lemak rantai pendek tersebut dapat dipakai sebagai sumber energi (Macfarlane and Macfarlane, 2003).

Prebiotik harus lolos dari saluran pencernaan bagian atas dan digunakan oleh sejumlah kecil mikroorganisme terdiri dari mikroflora kolon, terutama lactobacillus dan bifidobacteria (Gibson dan Roberfroid, 1995), dengan demikian, mereka disebut sebagai faktor bifidogenic (Roberfroid, 2005). Yang termasuk dalam kelompok senyawa prebiotik antara lain beberapa oligosakarida dan polisakarida (inulin). Inulin dari umbi uwi telah disebutkan diatas mempunyai aktivitas prebiotik yang cukup baik (Winarti et al, 2011). Salah satu komponen prebiotik yang banyak digunakan dalam formulasi pangan adalah inulin.

Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa, yang termasuk dalam polisakarida . Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β(2-1) glikosidik, sehingga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam sistem pencernaan mamalia dan mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan struktur, oleh karena itu inulin dapat berfungsi sebagai prebiotik (Robertfroid, 2005).

Inulin dan oligosakarida disebut prebiotik karena secara selektif merangsang pertumbuhan dan atau aktivitas beragam jenis bakteri usus yang dapat meningkatkan kesehatan seperti, Lactobacillus casei dan


(29)

Bifidobacteria breve. Karena sifat ini maka inulin dan oligosakarida dapat dikombinasikan dengan sediaan probiotik (bakteri hidup yang ditambahkan pada makanan inang untuk meningkatkan kesehatan) (Anonim, 2010). Menurut Zubaidah (2006), yang menyatakan bahwa bakteri probiotik memiliki daya cerna yang lebih besar terhadap oligosakarida dibandingkan laktosa susu. Di dalam usus besar, hampir seluruh inulin difermentasi menjadi asam-asam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik menghasilkan asam laktat (Widowati, 2008).

Menurut Fardiaz (1992) yang menyatakan bahwa nutrisi (inulin atau oligosakarida yang sebagai prebiotik) mempunyai peran terhadap starter yang ditambahkan bekerja secara enzimatis pada waktu berlangsungnya proses fermentasi, yaitu mengubah glukosa menjadi asam laktat sehingga dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi jumlah bakteri (konsentrasi starter) yang dapat mengubah glukosa menjadi asam laktat maka total asam yang dihasilkan semakin meningkat. Semakin lama fermentasi, maka total asam pada hasil fermentasi akan semakin meningkat.

Uwi ungu (Dioscorea alata) merupakan salah satu jenis umbi-umbian potensial sebagai sumber bahan pangan karbohidrat non beras. Selain sebagai sumber pangan non beras, Diosorea alata bermanfaat untuk kesehatan. Varietas lokal yang berwarna ungu mengandung zat-zat yang bermanfaat untuk kesehatan dan manfaat lain yang belum banyak diketahui oleh masyarakat (Anonima, 2009). Uwi ini biasa disebut uwi ireng (Jawa) kulit umbi bagian dalam berwarna ungu tua dagingnya berwarna ungu muda, terkadang terdapat bercak-bercak ungu tak beraturan. Selain itu uwi ungu mengandung inulin yang bermanfaat bagi kesehatan dan dimanfaatkan dalam pangan fungsional.

Sifat inulin sebagai serat makanan dapat larut (soluble dietary fiber) sangat bermanfaat bagi pencernaan dan kesehatan tubuh. Inulin dapat larut dalam air namun tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam sistem pencernaan mamalia sehingga mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan struktur. Beberapa jenis bifidobacteria dapat memanfaatkan inulin sebagai sumber energi karena menghasilkan enzim


(30)

inulinase ekstraseluler yang dapat menghidrolisis ikatan β-(2 1-D-fruktosil-fruktosa menjadi fruktosa (Robertfroid, 2005).

3. Sinbiotik

Menurut Silalahi dan Netty (2003), sinbiotik adalah gabungan antara probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah suplemen dalam makanan yang mengandung bakteri yang sangat menguntungkan. Baberapa probiotik terdapat secara alami contohnya seperti Lactobacillus dalam yoghurt. Sedangkan, prebiotik adalah ingredients atau suatu bahan makanan yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi kesehatan karena dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas berbagai mikrobia di dalam saluran pencernaan kita. Prebiotik yang paling potensial adalah karbohidrat.

Menurut Winarti (2010), sinbiotik adalah gabungan antara probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah suplemen dalam makanan yang mengandung bakteri yang sangat menguntungkan. Baberapa probiotik terdapat secara alami contohnya seperti Lactobacillus dalam yoghurt. Sedangkan, prebiotik adalh ingredients atau suatu bahan makanan yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi kesehatan karena dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas berbagai mikrobia di dalam saluran pencernaan kita.

Istilah sinbiotik digunakan manakala suatu produk mengandung probiotik dan prebiotik. Sebagai contoh produk yang mengandung oligofruktosa dan probiotik Bifidobacteria, memenuhi kriteria sinbiotik. Berbagai produk sinbiotik terdapat di pasaran baik dalam bentuk yoghurt yang mengandung prebiotik, maupun dalam sachet berisi serpihan prebiotik dan butiran bakteri probiotik. Di Jepang dan Selandia Baru produk sinbiotik sudah banyak beredar di pasaran, namun di Indonesia belum ada sehingga memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan denagn bahan baku lokal yang murah dan mudah didapat (Winarti, 2010). Menurut Gipson and Fuller (1999), minuman sinbiotik adalah minuman kesehatan yang merupakan salah satu makanan fungsional berupa suplemen yang mempunyai efek menguntungkan terhadap tubuh dengan cara menyeimbangkan zat-zat dalam pencernaan yang dikonsumsi manusia dalam bentuk cairan minuman.


(31)

Pengupasan Pemotongan kecil-kecil

Penghancuran dengan blender (selama 1 menit, kecepatan penuh)

Penyaringan Ubi jalar

Air Ubi Jalar : Air

(1:2 b/b)

Filtrat

Pengendapan Selama 1 Jam Sari Ubi jalar

Pemanasan (suhu 800C, 15 menit)

Pengadukan s/d homogen Pendinginan s/d suhu kamar

Starter yoghurt

2% (v/v) Inokulasi stater

Inkubasi

(Suhu kamar, selama 24 jam)

Minuman probiotik ubi jalar

Gambar 6. Diagram alur roses pembuatan minuman probiotik ubi jalar (Hidayat, dkk.,2006)

Endapan Ampas


(32)

D. Fermentasi Bakteri Asam Laktat

Istilah fermentasi dapat digunakan untuk menyatakan pemecahan gula menjadi alkohol dan karbondioksida baik dengan menggunakan enzim maupun mikroorganisme dan dalam kondisi anaerobik (pertumbuhan yang tidak membutuhkan oksigen) maupun aerobik (pertumbuhan yang membutuhkan oksigen). Meskipun demikian fermentasi mempunyai kelebihan, yaitu dapat meningkatkan nilai nutrisinya (Potter and Hotchkiss, 1995).

Dalam fermentasi, bakteri asam laktat akan menfermentasikan bahan pangan untuk menghasilkan perubahan yang diinginkan dan yang terutama adalah terbentuknya asam laktat dimana asam laktat tersebut akan menurunkan nilai pH dari lingkungan pertumbuhannya dan menimbulkan rasa asam. Hal ini juga berakibat menghambat pertumbuhan dari beberapa jenis mikroorganisme lainnya. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa produk yang dihasilkan dari fermentasi bakteri asam laktat akan berada tergantung pada jenis bakteri asam laktatnya apakah homofermentatif (fermentasi bakteri asam laktat yang hanya menghasilkan asam laktat sebagai produknya, contohnya : Streptococcus, Pediococcus, dan beberapa lactobacillus) atau heterofermentatif (fermentasi bakteri asam laktat, selain menghasilkan asam laktat juga memproduksi senyawa- senyawa lainnya yaitu etanol dan asam asetat, contohnya : Leuconostoc) (Buckle et al, 1987).

Dalam proses fermentasi produk pangan ada beberapa faktor yang berpengaruh yang harus diperhatikan, yaitu :

1. Sumber Karbon (Gula)

Gula merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mempertahankan hidup. Menurut Buckle et al (1987), gula yang ditambahkan dalam proses pembuatan yoghurt adalah 4-11 %. Gula akan menyediakan nutrisi untuk metabolisme serta digunakan oleh mikroorganisme untuk proses respirasi dan fermentasi.

2. Nutrien

Substrat yang baik untuk pertumbuhan mikrobia adalah substrat yang mengandung nutrien seperti vitamin, mineral dalm jumlah yang cukup. Menurut Rahman, dkk (1992), senyawa-senyawa karbon dan nitrogen merupakan komponen penting dalam medium fermentasi yang menyediakan semua nutrien yang dibutuhkan mikrobia untuk memperoleh energi, bahan


(33)

pembentuk sel dan pertumbuhan serta biosintesa produk – produk metabolisme. Hampir semua mikroorganisme tergantung pada kebutuhan nutrien untuk energi dan pertumbuhan. Energi yang diperoleh berasal dari karbon sederhana, termasuk juga selulosa komplek yang hanya bisa dipecah oleh beberapa mikroorganisme saja. Sumber energi yang lain adalah protein dan asam amino, sedangkan mineral dapat membantu pertumbuhannya (Weiser, dkk., 1978).

3. Jumlah Starter

Pada umumnya jumlah starter yang ditambahkan tergantung pada keasaman starter, suhu dan lama fermentasi yang diinginkan. Jumlah starter yang ditambahkan pada media umunya bervariasi 1-5 % (v/v).

4. Lama Fermentasi

Lama fermentasi adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu mikroorganisme untuk merombak bahan menjadi lebih sederhana. Media bisa berupa karbohidrat atau protein. Lama fermentasi dipengaruhi oleh konsentrasi gula, kultur yang digunakan dan suhu fermentasi (Judoamidojo, 1992). Dalam hal ini fermentasi belum dapat dipastikan, selain juga tergantung mikroorganisme. Rahman (1992), bahwa semakin lama fermentasi akan terjadi penurunan pH, hal ini dikarenakan semakin lama waktu fermentasi maka bakteri akan memecah substrat menjadi asam - asam organik.

Menurut Tjoekroadikoesoemo (1996), bahwa pada proses fermentasi yang menghasilkan asam maka akan terjadi hidrolisis sebagian dari pati ubi. Sebagian pati yang terhidrolisis menjadi dekstrin tersebut akan membuat viskositas larutan menjadi lebih rendah.

5. Suhu

Suhu untuk fermentasi umumnya disesuaikan dengan suhu optimum pertumbuhan mikrobia, bila suhu menurun maka akan terjadi fermentasi yang lambat.

Mekanisme fermentasi pada yoghurt ditandai dengan terjadinya fermentasi laktosa yang merupakan karbohidrat utama dalam susu yang dapat digunakan oleh bakteri sebagai sumber energi untuk pertumbuhannya (Surajudin dkk., 2005). Bakteri Asam Laktat (BAL) adalah bakteri yang memfermentasi gula untuk menghasilkan sejumlah besar asam laktat. Menurut Sukardi dkk., (2001)


(34)

peningkatan bahan makanan yang mengandung gula dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Keberadaan asam laktat memungkinkan terjadinya penghambatan pertumbuhan berbagai mikrobia patogen dan pembusuk (Widodo, 2003). Pemecahan asam piruvat menjadi asam laktat sering disebut sebagai fermentasi asam laktat (Winarno dan Fardiaz, 1994). Menurut Winarno (1984), fermentasi menyebabkan terjadinya pemecahan protein (proteolisis) oleh bakteri. Protein terurai selama fermentasi, dimana terjadi perubahan biokimiawi oleh aktivitas enzim yang diproduksi oleh bakteri asam laktat, yang mengakibatkan protein yang sukar larut menjadi mudah larut. Penambahan konsentrasi starter dan lama fermentasi yang berbeda berpengaruh terhadap kadar protein terlarut yoghurt

Secara fisiologi, BAL ada yang bersifat homofermentatif dan ada pula yang heterofermentatif. Bakteri yang bersifat homofermentatif mayoritas menghasilkan asam laktat, sedangkan yang bersifat heterofermentatif selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan asam asetat, etanol dan karbondioksida (Widodo, 2003).

Menurut Widodo (2003) pada fermentasi asam laktat, laktosa dihidrolisis oleh enzim β-galaktosidase menjadi glukosa dan galaktosa. Galaktosa akan diubah menjadi glukosa-6-fosfat melalui Leloir pathways dan kemudian bersama dengan glukosa difermentasi melalui alur Embden Meyerhof Parnas membentuk asam laktat. Mekanisme metabolisme laktosa (homofermentatif) dapat dilihat pada Gambar 7. Asam laktat yang dihasilkan menyebabkan penurunan pH susu dan meningkatkan keasaman susu.

Proses fermentasi pada susu akan menghasilkan asam-asam organik yang akan menyebabkan pH susu turun hingga mencapai titik isoelektris protein susu (sekitar 4-4,5). Menurut Winarno (1992), jika pH turun 4,6 atau lebih rendah, maka protein akan terdenaturasi yaitu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener molekul tempat terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Pengembangan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif pada rantai polipeptida dan terjadi pengikatan antara gugus reaktif yang sama atau berdekatan. Bagian dalam protein yang bersifat hidrofobik berbalik keluar, sedangkan bagian luar yang bersifat hidrofilik akan melipat ke dalam dan akhirnya protein akan menggumpal (terkoagulasi) membentuk gel yoghurt.


(35)

Kasein merupakan protein utama dalam susu. Pada proses fermentasi, pH susu turun menjadi sekitar 4,5 atau lebih rendah lagi tergantung lama pemeraman, yang mengakibatkan kasein menjadi tidak stabil dan terkoagulasi (menggumpal) dan membentuk gel yoghurt. Gel yoghurt ini semi solid (setengah padat) dan menentukan tekstur dari yoghurt. Selain berperan dalam pembentukan tekstur, asam laktat juga berperan memberikan ketajaman rasa dan aroma yang khas (asam) pada yoghurt (Koswara, 1992).


(36)

Laktosa

B-galaktosidase

Galaktosa Glukosa

Glukosa-6-P

Galaktosa-1-P

Glocose galaktose-1-phoshateuridyl transferase urdine diphosphate-glukose epimerase Glukosa-1-P

Phosphogluko mulase

Phosphogluko isomerase Fruktosa-6-P

Phosphofruktokinase Fruktosa-1,6-difosfat

Fruktose-1,6- Biphosphate aldolase

Dihydroxyacctone-P Gliceraldehid-3-P

1,3-Diphosphogliserat

Triose phosphate dehidrogenase

phospholicerokinase

3-Phpsphogiserat

phosphogliceromulase 2-Diphpsphogiserat

enolasee Phpsphoenolpiruvat

Pyruvate kinase Pyruvat

ATP ADP

ATP ADP

ATP ADP

NAD+ NADH

ADP ATP

ADP ATP NADH+H+


(37)

E. Karakteristik Yoghurt

Karakteristik produk yoghurt dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptik. Karakteristik yoghurt yang akan dibahas adalah yang berkaitan dengan penelitian antara lain meliputi karakteristik fisik (pH dan viskositas); karakteristik kimia (total asam titrasi); karakteristik mikrobiologi (viabilitas BAL); serta karakteristik organoleptik (rasa, aroma, tekstur dan warna).

1. Karakteristik Fisik

 Derajat Keasaman (pH)

Pengukuran derajat keasaman (pH) merupakan salah satu cara untuk menentukan karakteristik dan mutu pada produk yoghurt yang baru terbentuk. Pengukuran pH pada suatu produk pangan secara umum juga digunakan untuk menentukan ketahanan produk pangan tersebut terhadap kontaminasi mikroba. Yoghurt, yang dikenal sebagai susu asam digolongkan dalam produk pangan berasam sedang dengan pH 4,0 sampai 4,5.

Menurut Jay (2000), pH produk yoghurt yang baru terbentuk dapat mencapai 3,65-4,40. Apabila proses inkubasi dilanjutkan, pH yoghurt dapat turun sampai 3,50 dengan peningkatan asam laktat sampai 2 persen. Penurunan pH pada produk yoghurt selama inkubasi terjadi karena akumulasi asam laktat yang dihasilkan oleh aktivitas kultur. Penurunan pH sekitar 4,6-4,7 memicu terjadinya koagulasi susu karena stabilitas protein susu (kasein) terganggu (Rahman, dkk., 1992).

 Viskositas

Menurut Tamime and Robinson (1989), dari sudut pandang industri, karakteristik fisik koagulum yoghurt, yaitu viskositas atau konsistensi memiliki peranan yang sangat penting. Viskositas menggambarkan besarnya hambatan suatu cairan terhadap aliran dan pengadukan. Telah disebutkan sebelumnya bahwa yoghurt memiliki karakteristik berbentuk gel kental dengan konsistensi menyerupai pudding. Viskositas produk yoghurt beragam, tergantung jenis yoghurt yang dibuat. Set yogurt biasanya memiliki viskositas yang lebih besar daripada stirred yogurt, karena pada stirred yogurt sifat koagulum produk


(38)

Menurut Selamat (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi konsistensi penggumpalan yang baik adalah laktosa susu, jenis karbohidrat yang diubah menjadi asam laktat oleh BAL, dan jumlah protein yang ada. Kadar protein yang tinggi berimplikasi pada peningkatan jumlah koagulum hasil penggumpaln protein akibat suasana asam dibawah titik isoelektrik protein susu (Tamime and Robinson, 1989). Penggunaan susu bubuk skim dan full krim dapat meningkatkan total padatan yoghurt sehingga memperbaiki tekstur dan viskositas produk.

2. Karakteristik Kimia

 TAT (Total Asam Tertitrasi)

Selain dengan mengukur nilai pH, keasaman yoghurt juga dapat ditandai dengan menggunakan nilai TAT (Total Asam Tertitrasi). Secara umum bisa dikatakan bahwa pada pengukuran derajat keasaman, penurunan nilai pH akan diikuti oleh peningkatan nilai TAT. Menurut Wibowo (1990) dalam Zubaidah (2006) yang menyatakan bahwa nilai pH dipengaruhi oleh asam yang dihasilkan, karena peningkatan dari asam laktat akan mengakibatkan semakin banyaknya ion H yang dibebaskan. Bertambahnya ion H bebas menyebabkan pH menurun. Namun menurut Frazier and Westhoff (1978) yang disitasi oleh Silvia (2002), nilai pH tidak selalu berbanding terrbalik dengan total asam. Pada pengukuran pH, nilai yang terukur adalah konsentrasi ion-ion H+ yang menunjukkan jumlah asam terdisosiasi, sedangkan TAT merupakan pengukuran untuk semua komponen asam, baik yang terdisosiasi maupun yang tidak.

TAT dinyatakan sebagai persen asam laktat. Asam laktat adalah komponen asam terbesar yang terbentuk pada saat fermentasi susu menjadi yoghurt. Asam laktat (C3H6O3) mudah terdisosiasi menjadi ion H+ dan CH3CHOHCOO. Koswara (1992), asam laktat yang dihasilkan menyebabkan menurunan pH dan meningkatkan keasaman.

Banyak teori yang dikemukakan mengenai total asam tertitrasi. Menurut syarat mutu yoghurt pada SNI 01-2981-1992, jumlah asam laktat adalah 0,5 sampai 2,0%, namun The Code of Federal Regulations (1985) menyatakan bahwa TAT yoghurt tidak boleh kurang dari 0,9% asam laktat.


(39)

Menurut Jay (2000), produk akhir fermentasi susu umumnya mengandung 0,8-1,0% asam laktat.

 Kadar Protein Terlarut

Secara umum, kandungan protein tidak berbeda jauh dengan kandungan protein susu sebagai bahan bakunya. Namun, Helferich dan Westhoff (1980) menuliskan bahwa protein yoghurt lebih mudah dicerna dibandingkan protein susu, berkualitas tinggi dan dapat dijadikan komplemen bahan pangan yang kandungan proteinnya rendah. Yoghurt mengandung asam – asam amino esensial, terutama leusin, lisin, fenilalanin, serta valin yang sangat tinggi.

Menurut Tamine dan Robinson (1989), kandungan protein merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan mutu yoghurt karena dapat mempengaruhi viskositas yoghurt akan semakin meningkat. 3. Karakteristik Mikrobiologi

 Viabilitas Bakteri Asam Laktat (BAL)

Jumlah sel mikroba hidup yang harus ada pada produk probiotik masih menjadi perdebatan. Ananda (2003), mensitasi Tannock (1999) dan Charteris et al. (1998) yang menyatakan bahwa jumlah bakteri hidup dalam produk probiotik umumnya 107-108 CFU/ml dengan viabilitas ketika mencapai saluran pencernaan adalah 106-107 CFU/ml. Selain itu disebutkan juga bahwa jumlah minimum mikroba probiotik dalam bioproduk agar dapat memberikan manfaat kesehatan adalah 109-1010 CFU/gram produk.

Menurut Jay (2000), produk yoghurt yang baru terbentuk umumnya mengandung mikroba sebanyak 109 CFU/gram, namun selama penyimpanan akan menurun sampai 106 CFU /gram, terutama pada penyimpanan dingin (50C) selama 60 hari. Nugraheni dan Satwika (2003), perubahan jumlah bakteri itu lebih disebabkan karena kondisi optimum bagi pertumbuhannya, sehingga bakteri tersebut dapat menghidrolisis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa untuk pertumbuhannya sampai terbentuk asam laktat sebagai produk akhir.


(40)

4. Karakteristik Organoleptik  Rasa

Heath (1978) yang disitasi oleh Winarnob (2002) mendefinisikan flavor atau citarasa sebagai sensasi menyeluruh yang terjadi karena interaksi antara rasa, aroma, dan tekstur (mouthfeel), tactile, serta reseptor suhu di dalam mulut ketika mengkonsumsi makanan. Rasa bersama dengan aroma merupakan atribut mutu organoleptik yang sangat penting, terutama dalam menentukan penerimaan seseorang terhadap suatu produk pangan.

Asam adalah rasa yang mendominasi produk yoghurt. Menurut Winarnob (2002), rasa asam disebabkan oleh donor proton, yang intensitasnya tergantung pada ion H+ yang dihasilkan oleh hidrolisis asam. Rasa asam yoghurt sebagian besar disebabkan oleh adanya asam laktat yang diproduksioleh kultur starter selama proses fermentasi. Citarasa asam inilah yang membentuk kekhasan pada produk yoghurt.

 Aroma

Aroma yoghurt yang khas disebabkan oleh adanya komponen asam laktat, asetaldehid, dan senyawa-senyawa volatile lain yang diproduksi oleh kultur starter. Pembentukan senyawa-senyawa tersebut akan lebih tinggi pada yoghurt yang menggunakan kultur campuran (Tamime and Robinson, 1989). Menurut Winarnob (2002), bau asam adalah bau yang mudah diterima oleh hidung dan otak manusia, bersama dengan tiga bau lainnya, yaitu harum, tengik, dan bagus.

Flavor yang ditambahkan dalam suatu produk pangan berdasarkan volatilitasnya, pada umumnya harus memenuhi kesan awal (top note), yaitu aroma yang kuat, yang juga ditunjang dengan adanya middle note dan bottom note, yaitu flavor yang tertinggal setelah sekian lama dengan tujuan mengikat dan mempertahankan flavor top note (Winarnob, 2002).

 Tekstur

Menurut Winarnob (2002), tekstur dalam suatu bahan pangan ikut mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut karena dapat mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel olfaktori dan


(41)

kelenjar air liur. Bahan yang bersifat kental, cenderung mengurangi penerimaan terhadap intensitas ras dan aroma.

 Warna

Menurut De Man (1989), bagi banyak produk pangan, warna bersama-sama dengan aroma, tekstur dan rasa memegang peranan penting dalam menentukan penerimaan produk oleh konsumen. Bahkan warna dapat dijadikan parameter mutu yang pertama kali dipertimbangkan oleh konsumen sebelum menilai mutu organoleptik lainnya. Warna juga dapat memberikan petunjuk mengenai perubahan kimia dalam makanan, seperti pencoklatan dan karamelisasi. Warna produk yoghurt pada umumnya hampir sama dengan warna bahan bakunya yaitu putih kekuningan.

Pengaruh warna terhadap penerimaan konsumen merupakan salah satu pelengkap kualitas yang penting sehingga dapat mengisyaratkan produk yang berkualitas (Kartika, 1988).

F. Susu Skim

Susu skim merupakan bagian susu yang tertinggal setelah krim yang diambil sebagian atau seluruhnya melalui proses pemisahan dengan alat sentrifungal berdasarkan perbedaan berat jenis krim dan skim dari susu. Susu skim mengandung, sedikit lemak,dan vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D dan E) terdapat dalam jumlah rendah (Buckle et al, 1987).

Menurut Hadiwiyoto (1994), susu skim merupakan bagian yang banyak mengandung protein. Protein susu dalam pembuatan minuman sinbiotik berfungsi sebagai sumber nitrogen pada pertumbuhan Lactobacillus casei, sehingga dengan penambahan susu skim diharapkan pertumbuhan Lactobacillus casei sangat optimal.

Susu skim dibuat dengan menguapkan sebanyak mungkin kandungan air susu dengan cara pemanasan dan pengeringan. Susu skim atau susu bubuk tanpa lemak mempunyai kandungan protein yang tinggi dan kandungan air sekitar 5 % (Hadiwiyoto, 1994).

Susu skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori rendah didalam makanannya, karena susu skim hanya mengandung 55 % dari


(42)

lemak rendah dan yoghurt. Dalam pembuatan yoghurt, susu skim ditambahkan 3-5 % bertujuan untuk meningkatkan kandungan padatan kurang lebih 10-15 % sehingga didapatkan hasil yoghurt yang lebih baik (Buckle et al., 1987).

Menurut Santosa dkk., (1998), penambahan susu skim dalam bentuk bubuk berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi mikroba, juga digunakan untuk memperbaiki tekstur. Selain penambahan nutrisi, dalam pembuatan yoghurt sinbiotik perlu dilakuakan penambahan starter yoghurt dengan konsentrasi yang tepat dimana semakin tinggi konsentrasi starter maka pertumbuhan bakteri asam laktat akan semakin cepat (Fardiaz, 1992). Dan menurut Astawan dan Astawan (1991), selain sebagai sumber laktosa pada pembuatan yoghurt. Penambahan susu skim juga berfungsi untuk meningkatkan keasaman, kekentalan, aroma, protein dan mengurangi bau langu.

Tabel 3. Komposisi kimia susu skim per 100 gram

Komponen Jumlah

Kalium (mg) Air (%) Protein (gr) Lemak (gr) Karbohidrat (gr) Kalsium (mg) Besi (gr) Vit. A (SI) Vit. B1 (µg) Vit. C (µg) Energi (kal) Fosfor (mg) Natrium (mg) 145 4 3,3 0,13 5,1 121 0,6 0,04 40 1,0 36 95 52

Sumber : (Deeth, H. C and Tamne, A. Y (1981) dalam Surajudin dkk (2005).

G. Gula Pasir (Sukrosa)

Dalam pembuatan yoghurt, gula merupakan sumber karbon dan sumber energi yang dapat digunakan oleh bakteri Streptococcus thermopillus dan lactobacillus bulgaricus untuk diubah menjadi asam laktat. Gula pasir (sukrosa) adalah disakarida yang tersusun dari glukosa dan fruktosa dan mempunyai rumus molekul C11H22O11, dan sukrosa mempunyai berat molekul 342 (Buckle et. al., 1987).


(43)

Gula merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk mempertahankan hidup dan mudah dicerna oleh bakteri (Ailen and Frank,1999).

Pada pembuatan yoghurt atau minuman fermentasi, biasanya menggunakn sukrosa dalam bentuk padatan, kristal ataupun sirup yang dilarutkan dalam air sehingga terjadi perubahan gula menjadi alkohol, asam laktat dan CO2. Gula ditambahkan sebelum fermentasi untuk mendapatkan citarasa yang khas pada produk tersebut (Winarno, dkk., 1980). Jumlah sukrosa dalam yoghurt menentukan jumlah asam laktat dan flavor yang diproduksi untuk kultur tersebut. Produksi asam laktat akan menurun pada kadar gula lebih dari 8 % (Rahman dkk, 1992). Meenurut Buckle et al (1987), gula yang ditambahkan dalam proses pembuatan yoghurt adalah 4-11 %.

Table 4. Komposisi kimia gula pasir (sukrosa) per 100 gram

Komposisi Kadar

Kalori Protein Lemak Karbohidrat Kalsium Fosfor Besi Vitamin A Vitamin B1 Vitamin C Air

364 kal 0 0 94,0 gr

5 mg 1 mg 0,1 mg

0 0 0 5,4 gr Sumber : Anonymous, 1996

H. Analisis Keputusan

Keputusan adalah suatu kesimpulan dari sutu proses untuk memilih tindakan yang terbaik dari sejumlah alternative yang ada. Pengambilan keputusan adalah proses yang mencakup semua pemikiran dan kegiatan yang diperlukan guna membuktikan dan memperlihatkan pilihan terbaik tersebut (Siagian, 1987).

Analisis keputusan pada dasarnya adalah suatu prosedur logis dan kuantitatif yang tidak hanya menjelaskan mengenai proses pengambilan keputusan, tetapi juga merupakan sutu cara untuk membuat keputusan (Mangkosubroto dan Listriarini, 1987).


(44)

I. Analisis Finansial

Analisis finansial adalah analisis yang melihat proyek dari sudut lembaga atau menginvestasikan modalnya kedalam proyek (Pudjotjiptono, 1984).

Analisis kelayakan adalah analisis yang ditujukan untuk meneliti suatu proyek layak atau tidak layak untuk proyek tersebut harus dikaji, diteliti dari beberapa aspek tertentu sehingga memenuhi syarat untuk dapat berkembang atau tidak (Tiomar, 1994).

Analisis kelayakan finansial dimaksudkan untuk mengetahui apakah suatu perusahaan yang direncanakan layak untuk didirikan atau tidak, bertujuan untuk mengkaji kemungkinan keuntungan yang dapat diperoleh dari perusahaan yang didirikan itu (Siagian, 1987).

Benefit atau laba yang diperoleh perusahaan sering dipakai untuk menilai atau sukses tidaknya manajemen perusahaan, sedangkan besarnya laba tersebut terutama dipengaruhi oleh biaya produksi, harga jual produk, dan volume penjualan (Mulyadi, 1986).

Dalam rangka mencari suatu ukuran menyeluruh tentang layak tidaknya suatu proyek yang dikembangkan, maka digunakan beberapa kriteria yang digunakan dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya adalah :

1. Break Event Point (BEP) 2. Net Present Value (NPV)

3. Gross Benefit Cost ratio (Gross B/C Ratio) 4. Payback Period

5. Internal Rate of Return (IRR)

1. Penentuan Break event point (BEP) (Susanto dan Saneta, 1994)

Studi kelayakan merupakan pekerjaan membuat ramalan atau taksiran yang didasarkan atau anggapan-anggapan yang tidak terlalu bisa dipenuhi. Konsekuensinya ialah bisa terjadi penyimpangan-penyimpangan. Salah satu penyimpangan itu ialah apabila pabrik berproduksi di bawah kapasitasnya. Hal ini menyebabkan pengeluaran yang selanjutnya mempengaruhi besarnya keuntungan.

Suatu analisis yang menunjukkan antara keuntungan, volume produksi dan hasil penjualan adalah penentuan Break Event Point (BEP). BEP adalah salah satu keadaan tingkat produksi tertentu yang menyebabkan besarnya biaya


(45)

produksi keseluruhan sama dengan besarnya nilai atau hasil penjualan atau laba. Jadi, pada keadaan tertentu tersebut perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dan juga tidak mengalami kerugian.

Untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut harus ditingkatkan dari penerimaannya harus berada di atas titik tersebut. Penerimaan dari penjualan dapat ditingkatkan melaui 3 cara, yaitu menaikkan harga jual per unit, menaikkan volume penjualan, menaikkan harga jualnya.

Penentuan BEP dapat dikerjakan secara aljabar atau grafik. Dalam penentuan BEP secara aljabar didasarkan atas hubungan antara nilai penjualan, biaya produksi keseluruhan (biaya tetap + biaya tidak tetap) dan volume produksi. Volume penjualan pokok dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :

BEP =

Keterangan :

Po = Produk pulang/pokok FC = Biaya tetap

VC = Biaya tidak tetap persatuan produk (Rp)

Rumus untuk mencari titik impas adalah sebagai berikut : a. Biaya Titik Impas:

BEP = `

b. Presentase Titik Impas :

BEP =

c. Kapasitas Titik Impas

Kapasitas titik impas adalah jumlah produksi yang harus dilakukan untuk mencapai titik impas. Rumus kapasitas titik impas adalah sebagai berikut: Kapasitas Titik Impas = Persen Titik Impas x Kapasitas Produksi

FC P-VC

Biaya Tetap

1-(biaya tidak tetap/pendapatan)

BEP (Rp)


(46)

2. Net Present Value (NPV)

Net Present Value (NPV) adalah selisih antara nilai penerimaan sekarang dengan nilai biaya sekarang. Bila dalam analisa diperoleh nilai NPV lebih besar dari 0 (nol), berarti nilai proyek layak untuk dilaksanakan, jika dalam perhitungan diperoleh nilai NPV lebih kecil dari 0 (nol), maka proyek tersebut tidak layak untuk dilaksanakan (Susanto dan Saneto, 1994). Rumus NPV adalah :

n

1

t

(1

i)t

Ct

Bt

NPV

Keterangan :

Bt = Benefit sosial kotor dengan suatu proyek pada tahun t Ct = Biaya sosial kotor sehubungan dengan proyek pada tahun t t = 1, 2, 3,…….. n

n = Umur ekonomi daripada proyek i = sosial discount rate / suku bunga bank

3. Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C Ratio) (Susanto dan Saneto, 1994). Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) merupakan metode perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang (present value). Proyek dapat dijalankan apabila nilai gross B/C lebih besar atau sama dengan 1.

Nilai B/C Ratio =

4. Payback Period(Susanto dan Saneto, 1994).

Payback Period merupakan metode yang mencoba mengukur kecepatan pengembalian modal investasi yang dinyatakan dalam tahun. Proses perhitungan metode ini berpedoman pada aliran kas bukan pada laba yang dihasilkan. Aliran kas diartikan sebagai jumlah laba dan nilai depresiasi yang dikeluarkan. Nilai Payback Period dinyatakan sebagai perbandingan biaya pertahun (Intial Cash Flow) dengan aliran kasnya (Cash Flow). Nilai


(47)

perbandingan ini dapat diterima apabila lebih pendek dari yang diisyaratkan. Rumus dapat dilihat sebagai berikut :

Pp = Keterangan : I = Jumlah modal

Ab = penerimaan bersih pertahun

5. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rute of Return merupakan tingkat suku bunga yang menyebabkan nilai penerimaan kas bersih sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang sedang di nilai. Dengan perkataan lain IRR adalah tingkat bunga yang menyebabkan NPV = 0. Jika ternyata IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di bank untuk proyek dapat diteruskan.

IRR = 1 + (i”-i’)

Keterangan :

NPV’ = NPV positif hasil percobaan nilai NPV” = NPV negatif hasil percobaan nilai i = Tingkat bunga

J. Landasan Teori

Uwi ungu (Dioscorea alata) merupakan salah satu jenis umbi-umbian potensial sebagai sumber bahan pangan karbohidrat non beras. Selain sebagai sumber pangan non beras, Diosorea alata bermanfaat untuk kesehatan. Varietas lokal yang berwarna ungu mengandung zat-zat yang bermanfaat untuk kesehatan dan manfaat lain yang belum banyak diketahui oleh masyarakat (Anonima, 2009). Uwi ini biasa disebut uwi ireng (Jawa) kulit umbi bagian dalam berwarna ungu tua dagingnya berwarna ungu muda, terkadang terdapat bercak-bercak ungu tak beraturan. Selain itu uwi ungu mengandung inulin yang bermanfaat bagi kesehatan dan dimanfaatkan dalam pangan fungsional.


(48)

Inulin adalah polimer dari unit-unit fruktosa dan termasuk dalam polisakarida. Unit-unit fruktosa dalam inulin dihubungkan oleh ikatan β(2-1) glikosidik, sehingga tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim dalam sistem pencernaan mamalia dan mencapai usus besar tanpa mengalami perubahan struktur, oleh karena itu inulin dapat berfungsi sebagai prebiotik (Robertfroid, 2005).

Inulin dan oligosakarida disebut prebiotik karena secara selektif merangsang pertumbuhan dan atau aktivitas beragam jenis bakteri usus yang dapat meningkatkan kesehatan seperti, Lactobacillus casei dan Bifidobacteria breve. Karena sifat ini maka inulin dan oligosakarida dapat dikombinasikan dengan sediaan probiotik (bakteri hidup yang ditambahkan pada makanan inang untuk meningkatkan kesehatan) (Anonim, 2010). Di dalam usus besar, hampir seluruh inulin difermentasi menjadi asam-asam lemak rantai pendek dan beberapa mikroflora spesifik menghasilkan asam laktat (Widowati, 2008).

Bakteri yang berperan sebagai komponen probiotik salah satunya adalah Lactobacillus casei. Bakteri Lactobacillus casei mampu tumbuh pada suhu 150C dan memiliki suhu optimum 370C. Untuk pH optimal produksi asam laktat adalah 3,3-7,0 (Hadiwiyoto, 1994).

Gabungan antara prebiotik dari inulin yang terdapat pada uwi ungu dan kultur starter L. casei dan B. breve yang merupakan probiotik disebut sebagai sinbiotik. Menurut Winarti (2010), sinbiotik adalah gabungan antara probiotik dan prebiotik. Probiotik adalah suplemen dalam makanan yang mengandung bakteri yang sangat menguntungkan. Baberapa probiotik terdapat secara alami contohnya seperti Lactobacillus dalam yoghurt. Sedangkan, prebiotik adalah ingredients atau suatu bahan makanan yang dapat memberikan pengaruh menguntungkan bagi kesehatan karena dapat menstimulasi pertumbuhan dan aktifitas berbagai mikrobia di dalam saluran pencernaan kita.

Istilah sinbiotik digunakan manakala suatu produk mengandung probiotik dan prebiotik. Berbagai produk sinbiotik terdapat di pasaran baik dalam bentuk yoghurt yang mengandung prebiotik, maupun dalam sachet berisi serpihan prebiotik dan butiran bakteri probiotik. Di Jepang dan Selandia Baru produk sinbiotik sudah banyak beredar di pasaran, namun di Indonesia belum ada sehingga memiliki prospek yang bagus untuk dikembangkan dengan bahan baku lokal yang murah dan mudah didapat (Winarti, 2010).


(49)

Yoghurt adalah produk produk koagulasi yang dihasilkan melalui proses fermentasi bakteri asam laktat, Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus, dengan atau tanpa penambahan bahan lain yang diijinkan. Dikatakan bahwa produk akhir yoghurt haruslah mengandung kedua bakteri tersebut dalam jumlah yang besar (Nakazawa dan Hosono, 1992).

Menurut Hadiwiyoto (1994), susu skim merupakan bagian yang banyak mengandung protein. Protein susu dalam pembuatan yoghurt sinbiotik berfungsi sebagai sumber nitrogen pada pertumbuhan bakteri asam laktat, sehingga dengan penambahan susu skim diharapkan pertumbuhan bakteri asam laktat sangat optimal.

Menurut Santosa dkk., (1998), penambahan susu skim dalam bentuk bubuk berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi mikroba, juga digunakan untuk memperbaiki tekstur. Dan menurut Astawan dan Astawan (1991), selain sebagai sumber laktosa pada pembuatan yoghurt. Penambahan susu skim juga berfungsi untuk meningkatkan keasaman, kekentalan, aroma, protein dan mengurangi bau langu.

Selain penambahan nutrisi, dalam pembuatan yoghurt sinbiotik perlu dilakuakan penambahan starter yoghurt dengan konsentrasi yang tepat dimana semakin tinggi konsentrasi starter maka pertumbuhan bakteri asam laktat akan semakin cepat (Fardiaz, 1992).

Adanya kombinasi penambahan filtrat uwi ungu dan susu skim akan menyediakan sumber karbon bagi aktivitas Lactobacillus casei dan Bifidobacterium breve. Sebagai mana dijelaskan oleh Sukardi dkk., (2001) bahwa aktivitas mikroorganisme pembentuk asam laktat meningkat dengan adanya peningkatan bahan makanan yang mengandung gula dan bahan-bahan lain yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Oleh karena itu penambahan susu skim yang menyediakan sumber laktosa dan penambahan filtrat uwi ungu yang kaya akan oligosakarida dapat berperan sebagai sumber makanan bagi Lactobacillus casei dan Bifidobacterium breve. Menurut Chairunnisa dkk., (2006), Lactobacillus casei dapat tumbuh baik dengan ketersediaan laktosa dan gula lain yang terdapat pada bahan pembuatan yoghurt, sedangkan Bifidobacterium breve dapat tumbuh dan melakukan metabolisme secara baik bila persediaan vitamin dan asam amino bebas dalam bentuk peptida tercukupi.


(1)

67

ungu memperoleh keuntungan karena produksinya diatas kapasitas titik impas juga dapat dinyatakan kapasitas produksi mencapai 31.40% dari total produksi yang direncanakan. Grafik BEP dapat dilihat pada Lampiran 22.

6. Payback Period (PP)

Proyek periode menggambarkan panjangnya waktu yang diperlukan agar dana yang tertanam dalam suatu investasi dapat diperoleh kembali seluruhnya. Payback Periode dari sutu investasi yang diusulkan lebih pendek daripada Payback Periode maksimum, maka usul investasi tersebut dapat diterima.

Berdasarkan lampiran diperoleh nilai payback perode sebesar 4,4. Umur ekonomis proyek yang direncanakan 5 tahun. Hal ini berarti investasi pada proyek ini dapat diterima karena nilai payback periode lebih kecil daripada umur ekonomis.

7. Net Present Value (NPV)

Net Present Value merupakan selisih antara nilai investasi saat sekarang dengan nilai penerimaan bersih di masa yang akan datang. Suatu proyek dapat dipilih jika NPV nya lebih besar dai nol. Berdasarkan perhitungan pada lampiran. Perhitungan NPV pada produk yoghurt sinbiotik uwi ungu adalah sebesar Rp. 164,011,232. Dengan demikian proyek inidapat diterima karena nilai NPV nya lebih besar dari nol.

8. Gross Benefit Cost Ratio (B/C)

Gross Benefit Cost Ratio (Gross B/C) adalah merupakan perbandingan antara penerimaan kotor dengan biaya kotor yang telah dirupiahkan sekarang. Kriteria ini memberikan pedoman bahwa proyek akan dipilih apabila Gross B/C > 1, bila proyek memiliki Gross = 1 tidak akan dipilih.

Berdasarkan Lampiran 25. Diperoleh nilai Gross B/C sebesar 1.1243 berarti proyek ini dapat diterima atau layak untuk dijalankan.

9. Internal Rate of Return (IRR)

IRR merupakan tingkat suku bunga yang menunjukkan persamaan antara nilai penerimaan bersih dengan jumlah investasi awal dari suatu proyek yang sekarang dengan jumlah investasi awal dari proyek yang dikerjakan. IRR juga


(2)

berarti tingkat suku bunga yang dapat menyebabkan NPV = 0. Proyek ini dapat diterima apabila dinilai IRR lebih besar dari suku bunga sekarang.

Berdasrkan lampiran, diperoleh IRR sebesar 22,689% berarti proyek ini dapat diterima karena IRR lebih besar daripada suku bunga yang dikehendaki yaitu 20% per tahun.


(3)

69 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

 Hasil penelitian menunjukkan terjadi interaksi yang nyata antara perlakuan konsentrasi starter dan lama fermentasi terhadap pH, total BAL, Viskositas, dan tidak terjadi interaksi yang nyata pada protein terlarut dan total asam.  Yoghurt sinbiotik uwi ungu dengan perlakuan konsentrasi starter 1 % dan

lama fermentasi 24 jam merupakan perlakuan terbaik dengan nilai pH 4.8, total BAL 7.1267 log CFU/ml, viskositas 7.9491 centi poice, protein terlarut 0.1169 %, total asam 0.410 %, viabilitas BAL 78.6072%. Berdasarkan penilaian organoleptik memberikan tingkat kesukaan terhadap warna 149.5, aroma 84, rasa 83, dan tekstur 122.5..

 Hasil analisa finansial diketahui bahwa nilai Break Event Point (BEP) dicapai pada Rp 193.943.902,21 atau sebesar 31.40% dengan kapasitas titik impas 48.989 cup/tahun,sedangkan Internal Rateof Return (IRR) mencapai 22.689%, Payback Period (PP)dicapai selama 4,4 tahun, Gross B/C 1.1243, Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 164.011.232 sehingga usaha yoghurt sinbiotik uwi ungu dapat dikembangkan.

B. Saran

Perlu dilkakukan penelitian lebih lanjut, disarankan dalam pembuatan yoghurt sinbiotik uwi ungu dilakukan penelitian yang berhubungan dengan penyimpanan/umur simpan yoghurt sinbiotik uwi ungu, untuk mengetahui seberapa jauh produk tersebut tahan selama penyimpanan dan masih memenuhi kriteria mutu tertentu.


(4)

70

Ananda. 2003. Kajian Sifat Probiotik Isolat Klinis BAL secara in vitro dan in vivo. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Anonim(a), 2009. Dioscorea alata. www.ecocrop.fao.org, 4 Maret 2009. Anonim(b), 2009. Lactobacillus casei.

http://en.citizendium.org/wiki/Lactobacillus_casei (10 April 2013). Anonim(c), 2009. Bifidobacterium breve. http://en.citizendium.org/wiki/

Bifidobacterium breve (10 April 2013).

Anonim(d), 2009. Streptococcus thermophilus. http://en.citizendium.org/wiki/ Streptococcus thermophilus (15 November 2013).

Anonim(e), 2009. Lactobacillus bulgaricus.

http://en.citizendium.org/wiki/Lactobacillus bulgaricus (15 November 2013).

Anonymous, 2004. Lactobacillus casei,

http://www.genome.jgi-psf.org/draft_microbes/lacca_home.html. tanggal akses 15 April 2013 Astawan, M. W. dan D. Astawan, 1991. Teknologi Pengolahan pangan Nabati

Tepat Guna. CV Akademika Pressindo. Jakarta.

Bollongue, J. 1993. Bifidocteria and Probiotic Action. Di dalam Salminen, S dan A. von Wright (eds). 1993.Lactid Acid Bacteria. Marcel Dekker. Inc., New York.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, Fleet and Wooton. 1987. Ilmu Pangan Terjemahan Purnomo, H dan Adiono. UI Press. Jakarta.

De Mann, J. 1989. Kimia Makanan, edisi kedua. ITB Bandung, Bandung.

Farnworth, E.R., and Matsuzaki, 2003, Hanbook of Fermented Functional Food, CRC Press, New York

Gazpertz, V. 1994. Metode Rancangan Percobaan. Amico, Yogyakarta.

Gibson, G.R. & Roberfroid, M.B. 1995. Dietary modulation of the human colonic microbiota: introducing the concept of prebiotics. J. Nutri. 125: 1401-1412.

Hadiwiyoto, S. 1994. Teori dan Prosedur apengujian Mutu Susu dan hasil Olahannya. Liberty. Yogyakarta


(5)

71

Helferich, W dan D. Westhoff. 1980. All About Yogurt. Prentice Hall, Inc., Englewood Cliffs, New Jersey

Hui, Y.H. 1992. Dairy Science and Technology Handbook. Volume 2 : Product Manufacturing. VCH Publisher, Inc. New York.

Jay, J. M. 2000. Modern Food Microbiology, 6th edition. Aspen Publishers, Inc., Gaithensburg, Maryland

Macfarlane, S. and G.T. Macfarlane, 2003. Regulation of short-chain fatty acid production. Proceedings of the Nutrition Society (2003),62,67-72. www.elsevier.com

Mangkusubroto, K. dan L. trisnadi. 1987. Analisa Keputusan. Teknik Industri ITB. Bandung

Nakazawa, Y. dan A. Hosono (eds). 1992. Function of Fermented Milk Chalange for the Health Science. Elsevier Applied Science, New York.

Oliviera, R.P.D.S, A.C.R.Florence, P.Perego, M.N.D.Oliviera and A.Converti, 2009. Use of lactulosa as prebiotic its influence on the growth, acidification profile and viable count of different probiotics in fermented skim milk. International Journal of Food Microbiology. 145(2011)22-27. www.elsevier.com

Pompei, A.,L.Cordisco, S. Raimondi, A. Amaretti, dan U.M. Pagnoni, 2008. In vitro comparation of the prebiotic effect of two inulin-type fruktans. Aerobe 14(2009),280-286. www.elsevier.com; 17 Maret 2009. Pudjotjiptono, 1984. Pengolahan Bahan Pangan. Bratara Jaya., Jakarta. Purwoko, T. 2007. Fisiologi Mikroba. Bumi Aksara : Jakarta

Rahman, A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari, dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor, Bogor

Roberfroid, M.B., 2005. Introducing inulin-type fructans. British Journal of Nutrition, 93, Suppl.1,S13-S25

Robinson, R.K. dan A.y. Tamime, 1981. The Microbiology of milks. Applied Science Publ., London

Salminen, S.; A. von Wright and A. Ouwehand. 2004. Lactid acid Bacteria Microbiological and Functional Aspects Third Edition. Marcel Dekker, Inc : New York.

Santosa, H., dkk., 1993. Susu dan Yoghurt Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. Selamat, D. P. 1992. Mutu Simpan Yakult Kedelai yang Difermentasi oleh


(6)

rhamnosus pada Suhu Ruang dan Suhu Lemari Es. Skripsi. FATETA, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Siagian, P. 1994. Teknik Menumbuhkan dan Memelihara Perilaku Organisasional. CV Haji Masagung. Jakarta.

Silvia. 2002. Pembuatan Yogurt Kedelai (Soygurt) dengan Menggunakn Kultur Campuran Bifidobacterium bifidum dan Streptococcus thermophilus. Skripsi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, FATETA, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

SNI 01-2981-1992. Yogurt. Badan Standarisasi Nasional, Jakarta.

Sudarmaji, S., B. Haryono, Suhardi. 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty. Yogyakarta.

Surajudin, Fauzi, Purnomo. 2005. Yoghurt Susu Fermentasi yang menyehatkan. Agromedia Pustaka. Bogor

Surono, I., 2004. Probiotik,Susu Fermentasi dan Kesehatan. Yayasan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia, Jakarta. Susanto, T dan B. Saneto. 1994. Teknologi Pengolahan Hasil Pertanian. Bina

Ilmu. Surabaya.

Tamime, A. Y and Robinson, R. K. 1989. Yoghurt Science and Technology. Pergamon Press. Toronto, Kanada

Tiomar, 1994. Analisis Ekonomi dan pembuatan Pati Suweg. Laporan Skripsi. Universitas Brawijaya, Malang.

Tirtasujana, D. R., 1998. Aktivitas Antimikroba Susu yang Difermentasi Menggunakn Kultur Campuran Bifidobakteria dan Bakteri Asam Laktat Lain. Skripsi. Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Widodo, 2003. Bioteknologi Industri Susu, lacticia Press, Yogyakarta. Winarno, F. G(a), 1997. Naskah Akademis Keamanan Pangan. Mbrio Press,

Bogor.

Winarno, F. G.(b), 2002. Flavor Bagi Industri pangan. M-brio Press, Bogor. Winarno, F. G., S. Fardiaz, D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan.

Gramedia Pustaka. Jakarta.

Winarti, S., 2010. Makanan Fungsional. Penerbit PT. Graha Ilmu. Surabaya. Winarti, S.; Harmayani, E and Nurismanto, R. 2011. Karakteristik dan Profil Inulin

Beberapa Jenis Uwi (Dioscorea app.). AGRITECH, Vol.31, No.4: 378-383.