03. BAB II KAJIAN PUSTAKA

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Tinjauan Supervisor Pendidikan 1. Pengertian Supervisor Pendidikan

Sebelum membahas mengenai istilah supervisor pendidikan, alangkah lebih baiknya kita mengetahui terlebih dahulu mengenai pengertian supervisi dalam pendidikan. Menurut Sagala, supervisi yaitu sebagai bantuan dan bimbingan profesional bagi guru dalam melaksanakan tugas instruksional guna memperbaiki hal belajar dan mengajar dengan melakukan stimulasi, koordinasi dan bimbingan secara kontinu untuk meningkatkan pertumbuhan jabatan guru secara individual maupun kelompok.1

Selain itu, menurut Bafadal, supervisi adalah suatu layanan profesional berbentuk pemberian bantuan kepada personel sekolah dalam meningkatkan kemampuannya sehingga lebih mampu mempertahankan dan melakukan perubahan penyelenggaraan sekolah dalam rangka meningkatkan pencapaian tujuan sekolah.2

Sedangkan yang dimaksud supervisor merupakan orang yang melakukan supervisi dalam pendidikan.3 Menurut Shulhan, supervisor yaitu

1Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 195

2Ibrahim Bafadal, Dasar-dasar Manajemen dan Supervisi Taman Kanak-kanak, (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), hal. 72


(2)

orang yang berfungsi memberi bantuan kepada guru-guru, menimbulkam motif guru ke arah peningkatan suasana proses belajar mengajar yang lebih baik.4

Kegiatan supervisi pendidikan tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang apalagi oleh orang yang tidak dipersiapkan terlebih dahulu, karena seorang supervisor adalah orang yang profesional ketika menjalankan tugasnya. Ia bertindak atas dasar kaidah ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan.5 Tidak hanya itu, seorang supervisor biasanya adalah seorang

status leader oleh kedudukannya dan oleh karena itu ia memikul tanggungjawab untuk merealisasikan potensi kreatifitas dari orang yang dibina dalam memecahkan setiap problema dengan cara mengikut sertakan orang lain untuk berpertisipasi bersama.6

Oleh karena itu, supervisi pendidikan merupakan kegiatan yang harus dilakukan guna membantu memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran secara efektif. Sedangkan supervisor hendaknya memahami bagaimana supervisi dilakukan guna menghindari kesalahpahaman dengan guru yang disupervisi.7

4Muwahid Shulhan, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), hal. 73

5Dadang Suhardan, Supervisi Profesional, Layanan dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran

di Era Otonomi Daerah, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 36

6Piet A. Sahertian, Prinsip dan Tehnik Supervisi Pendidikan, (Surabaya: Usaha Nasional, 1986), hal. 10


(3)

2. Tujuan dan Prinsip Supervisi.

Supervisi tidak terjadi begitu saja. Oleh kerena itu, dalam setiap kegiatan supervisi terkandung maksud-maksud tertentu yang ingin dicapai dan hal itu terakumulasi dalam tujuan supervisi. Tujuan dapat berfungsi sebagai arah atau penuntun dalam melaksanakan supervisi, serta dapat sebagai tolok ukur dalam menilai efektif-tidaknya pelaksanaan supervisi dan berkaitan erat dengan tujuan pendidikan di sekolah.8

Secara umum tujuan supervisi adalah untuk mengembangkan dan mencapai proses belajar mengajar yang relevan dan efektif melalui peningkatan kemampuan guru.9 Selain itu, Arikunto mengemukakan tujuan

utama kegiatan supervisi pendidikan adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru (dan staf sekolah yang lain) agar personel tersebut mampu meningkatkan kualitas kerjanya, terutama dalam melaksanakan proses pembelajaran.10

Sejalan dengan hal tersebut, tujuan umum dari supervisi pendidikan adalah:

1) Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia dewasa yang sanggup berdiri sendiri.

8Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, (Bandung: Alfabeta, 2009), hal. 41

9Oemar Hamalik, Manajemen Pengembangan Kurikulum, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 194

10Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Supervisi, Buku Pegangan Kuliah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), hal. 40


(4)

2) Membina orang-orang yang disupervisi menjadi manusia pembangunan dewasa yang berpancasila.

3) Perbaikan situasi pendidikan dan pengajaran pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar pada khususnya.11

Bertitik tolak dari tujuan supervisi secara umum diatas, maka tujuan supervisi secara khusus adalah:

1) Meningkatkan kinerja siswa di sekolah dalam perannya sebagai peserta didik agar dapat mencapai prestasi belajar secara optimal.

2) Meningkatkan mutu kinerja guru di sekolah sehingga berhasil membantu dan membimbing siswa mencapai prestasi belajar dan pribadi sebagaimana diharapkan.

3) Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik di dalam proses pembelajaran.

4) Meningkatkan keefektifan dan keefisiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik.

5) Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah, khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal.

6) Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sedemikian rupa sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif bagi kehidupan sekolah pada umumnya.12

11http://khairuddinhsb.wordpress.com/2008/10/19/supervisi-pendidikan/, diakses 16 April 2010.


(5)

Selain itu, Sagala juga merumuskan tujuan-tujuan supervisi pendidikan secara khusus, yang meliputi:

1) Membina kepala sekolah dan guru untuk lebih memahami tujuan pendidikan yang sebenarnya dan peranan sekolah mencapai tujuan itu. 2) Memperbesar kesanggupan kepala sekolah dan guru untuk

mempersiapkan peserta didiknya menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bermanfaat bagi masyarakat.

3) Membantu kepala sekolah dan guru-guru mengadakan diaknosis secara kritis terhadap aktifitas dan kesulitan dalam belajar mengajar.

4) Meningkatkan kesadaran kepala sekolah, guru, dan warga sekolah lainnya terhadap tata kerja yang demokratis dan kooperatif.

5) Memperbesar ambisi guru untuk meningkatkan mutu karyanya secara maksimal.

6) Membantu pimpinan sekolah untuk memopulerkan sekolah kepada masyarakat dalam pengembangan program-program pendidikan.

7) Melindungi orang-orang yang disupervisi terhadap tuntutan-tuntutan yang tidak wajar dan kritik-kritik tidak sehat dari masyarakat.

8) Membantu kepala sekolah dan guru untuk mengevaluasi aktifitasnya dalam konteks tujuan-tujuan aktivitas perkembangan peserta didik.

9) Mengembangkan rasa persatuan dan kesatuan antar guru.13


(6)

Kegiatan supervisi haruslah merupakan kegiatan tolong menolong yang berlangsung terus menerus dan sistematis yang diberikan kepada guru-guru agar mereka semakin bertumbuh dan berkembang. Seorang supervisor dalam melaksanakan kegiatan supervisi agar benar-benar efektif dalam usaha mencapai tujuan hendaknya bertumpu pada prinsip-prinsip berikut :

1) Prinsip fundamental

Pancasila merupakan dasar atau prinsip fundamental bagi setiap supervisor pendidikan Indonesia. Bahwa seorang supervisor haruslah seorang supervisor sejati.14

2) Prinsip ilmiah

a. Sistematis, artinya dilakukan secara teratur, berencana dan kontinyu. b. Objektif, artinya bukan di dasarkan atas prasangka tetapi didasarkan

atas data-data objektif/informasi.

c. Menggunakan instrument yang baik dalam mengumpulkan data/informasi.

3) Prinsip demokratis, yaitu berdasarkan atas dasar musyawarah. 4) Prinsip kooperatif, yaitu dilakukan dalam situasi kerjasama.

5) Prinsip konstruktif dan kreatif, yaitu membina inisiatif guru serta mendorongnya untuk aktif dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.

14http://khairuddinhsb.wordpress.com/2008/10/19/supervisi-pendidikan/, diakses 16 April 2010


(7)

6) Prinsip terbuka, yaitu bahwa kegiatan supervisi dilakukan dengan terbuka dan terus terang dengan pemberitahuan terlebih dahulu.

7) Prinsip komprehensif, yaitu sarana yang lengkap mulai dari kepala sekolah, guru-guru, tata-usaha, dan meliputi semua aspek yaitu kurikulum, sarana, ketatalaksanaan, keuangan, kesiswaan dan humas.15

3. Fungsi, Tugas dan Peranan Supervisor

Fungsi utama supervisi pendidikan tidak hanya ditujukan pada perbaikan dan peningkatan kualitas pembelajaran, namun juga untuk mengkoordinasi, menstimulasi, dan mendorong ke arah pertumbuhan profesi guru. Seperti yang dirumuskan oleh Sahertian, supervisor dalam pendidikan mempunyai 8 fungsi, yaitu :

1) Mengkoordinasi semua usaha sekolah. 2) Memperlengkapi kepemimpinan sekolah. 3) Memperluas pengalaman guru-guru. 4) Menstimulasi usaha-usaha yang kreatif.

5) Memberi fasilitas dan penilaian yang terus-menerus. 6) Menganalisis situasi belajar-mengajar.

7) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf. 8) Memberi wawasan yang lebih luas dan terintegrasi dalam merumuskan

tujuan-tujuan pendidikan dan meningkatkan kemampuan mengajar guru.16

15Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta: Aditya Media, 2008), hal. 379

16Piet A. Sahertian, Konsep Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan dalam Rangka


(8)

Di samping itu, menurut Suhardan supervisor memiliki empat fungsi penting yang harus diperankan dalam setiap tugasnya, yaitu :

a) Fungsi pengawasan umum terhadap kualitas kinerja guru dalam membelajarkan peserta didiknya.

b) Membantu guru untuk dapat memahami peserta didik bermasalah yang perlu mendapat bantuan dalam memecahkan masalah belajarnya.

c) Menyediakan informasi baru yang relevan dengan tugas dan kebutuhan baru yang harus dilaksanakan guru, kemudian menyampaikan dalam pembinaan.

d) Sebagai seorang konsultan seorang supervisor harus cakap dan terampil memberi bantuan dalam memecahkan berbagai kesulitan yang dihadapi guru dalam menjalankan tugas utamanya.17

Berdasarkan uraian tersebut, tampak bahwa supervisor mempunyai fungsi yang sangat penting dalam upayanya membantu untuk meningkatkan kualitas baik proses maupun hasil pembelajaran di sekolah. Sehubungan dengan hal tersebut, Depdiknas (1994) dalam Banun merumuskan tugas supervisor meliputi; (1) peningkatan kemampuan guru mengelola kegiatan belajar-mengajar; (2) memperbaiki dan meningkatkan sikap profesional guru yang berkaitan dengan kemampuan mengelola kegiatan belajar-mengajar.18 Di

samping itu, terdapat pula tugas-tugas yang wajib dilaksanakan oleh seorang

17Dadang Suhardan, Supervisi Profesional…, hal. 55-56 18Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan…, hal. 50


(9)

supervisor, yaitu ; (1) tugas pengendalian; (2) tugas sebagai sponsor; (3) tugas sebagai evaluator; (4) tugas sebagai pengawas.19

Sehubungan dengan hal tersebut, berikut macam-macam tugas supervisor pendidikan yang lebih riel, yaitu sebagai berikut :

a) Mendiskusikan tujuan-tujuan dan filsafat pendidikan dengan guru-guru. b) Mengadakan rapat-rapat kelompok untuk membicarakan masalah-masalah

umum.

c) Mengadakan pertemuan-pertemuan dengan guru-guru tentang masalah-masalah yang mereka usulkan.

d) Mendiskusikan metode-metode mengajar dengan para guru.

e) Memilih dan menilai buku-buku yang diperlukan bagi murid dan untuk perpustakaan guru-guru.

f) Membimbing guru dalam menyusun dan mengembangkan sumber-sumber atau unit-unit pengajaran.

g) Mengorganisasi dan bekerja dengan kelompok guru dalam program revisi kurikulum.

h) Menginterpretasi data tes kepada guru dan membantu mereka dalam menggunakannya sebagai perbaikan pengajaran.

i) Berwawancara dengan orang tua murid tentang hal-hal mengenai pendidikan.


(10)

j) Berwawancara dengan guru dan pegawai untuk mengetahui bagaimana pandangan atau harapan-harapan mereka.

k) Menyiapkan leporan-laporan tertulis tentang kunjungan kelas bagi para kepala sekolah.

l) Menyusun tes-tes standar bersama kepala sekolah dan para guru.20

Seorang supervisor dapat dilihat dari tugas yang dikerjakannya. Suatu tugas yang dilaksanakan memberi status dan fungsi pada seseorang. Dalam berfungsi nampak peranan seseorang. Peranan seorang supervisor ialah menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga guru-guru merasa aman dan bebas dalam mengembangkan potensi dan daya kreasi mereka dengan penuh tanggung jawab.21

Sehubungan dengan hal tersebut, seorang supervisor dalam pendidikan dapat berperan sebagai : (1) koordinator; (2) Konsultan; (3) Pemimpin kelompok; (4) Evaluator.22

Selain itu, menurut Sri Banun Muslim ada empat macam peran penting yang hendaknya dilakukan oleh seorang supervisor , meliputi :

1) Mengidentifikasikan masalah-masalah pengajaran. 2) Bertindak sebagai seorang nara sumber.

3) Melakukan komunikasi antar pribadi.

20M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 88-89

21Pit A. Sahertian, Prinsip dan Tehnik…, hal. 31-32. 22Pit A. Sahertian, Konsep Dasar…, hal. 25.


(11)

4) Bertindak sebagai pelopor perubahan atau pembaharuan dalam sistem sekolah.23

4. Model dan Pendekatan Supervisi. 1) Model Supervisi

1. Model supervisi konvensional. Supervisor mengadakan inspeksi untuk mencari serta menemukan kesalahan. Kadang model ini bersifat memata-matai dan menggurui.24

2. Model Supervisi yang bersifat ilmiah. Supervisi ini dilaksanakan secara berencana, kontinu, sistematis, dengan menggunakan menggunakan prosedur dan teknik tertentu, serta instrumen pengumpulan data, sehingga memperoleh data yang objektif dari keadaan yang sebenarnya.25

3. Model supervisi klinis, merupakan suatu proses bimbingan dalam pendidikan yang bertujuan membantu pengembangan profesional guru khususnya dalam penampilan mengajar, berdasarkan observasi dan analisis data secara teliti dan objektif sebagai pegangan untuk perbaikan tingkah laku mengajar guru.26

4. Model supervisi artistik, memandang bahwa mengajar adalah suatu pengetahuan (knowledge), mengajar itu suatu keterampilan (skill),

23Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan…, hal. 52

24Zainal Aqib dan Elham Rohmanto, Membangun Profesionalisme Guru dan Pengawas

Sekolah, (Bandung: Yrama Widya, 2008), hal. 194

25 Luk-luk Nur Mufida, Supervisi Pendidikan…, hal. 27 26 M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi…, hal. 91


(12)

tetapi mengajar juga suatu kiat (art). Demikian juga dengan supervisi, yang merupakan suatu pengetahuan, suatu keterampilan dan juga suatu kiat (artistik).27

2) Pendekatan Supervisi

1. Pendekatan direktif. Di sini supervisor memberikan arahan langsung sehingga pengaruh perilaku supervisor lebih dominan.28 Karena itu

supervisor harus benar-benar mempersiapkan diri dengan cara membekali ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan kegiatan supervisi. Dengan tanggungjawabnya supervisor dapat melakukan perubahan perilaku mengajar dengan memberikan pengarahan yang jelas terhadap rencana kegiatan yang akan dievaluasi.29

2. Pendekatan nondirektif. Di sini supervisor melakukan pendekatan terhadap masalah dengan cara tidak langsung.30 Pendekatan

nondirektif ini berangkat dari premis bahwa belajar adalah pengalaman pribadi, sehingga pada akhirnya individu harus mampu memecahkan masalah sendiri. Pendekatan ini bercirikan perilaku di mana supervisor mendengarkan guru, mendorong guru, mengajukan pertanyaan, menawarkan pikiran bila diminta dan membimbing guru untuk melakukan tindakan.31

27 Piet A. Sahertian, Konsep Dasar…, hal. 42

28 Zainal Aqib, Membangun Profesionalisme…, hal. 196 29 Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan …, hal. 77 30 Luk-luk Nur Mufida, Supervisi…, hal. 38


(13)

3. Pendekatan kolaboratif, merupakan cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan nondirektif menjadi suatu cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini baik supervisor maupun guru bersama-sama bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan criteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru.32

5. Kompetensi Supervisor

Untuk dapat melaksanakan tugas dan perannya dengan baik, seorang supervisor harus memiliki sejumlah kompetensi yang diperlukan untuk hal tersebut. Seorang supervisor harus memiliki kompetensi teknis khususnya bidang akademik berkaitan dengan pekerjaan orang-orang yang disupervisi. Karena sasaran utama dari kegiatan supervisi adalah guru dengan tugas utamanya mengajar atau melaksanakan kegiatan belajar mengajar, oleh karenanya supervisor harus pula memiliki kompetensi di bidang keguruan serta menguasai teknik-teknik mengajar. Di samping itu seorang supervisor juga harus memiliki kompetensi manajerial yang tercermin dari ketrampilan supervisor dalam mengadakan hubungan sosial dengan orang-orang yang bekerja dengannya.33

32Pit A. Sahertian, Konsep Dasar…, hal. 49-50


(14)

Supervisor dikatakan kompeten apabila ia melaksanakan kewajibannya secara efektif. Untuk itu ia perlu memiliki kompetensi-kompetensi, yang meliputi :

1) Supervisor harus orang yang beragama. 2) Supervisor harus berperikemanusiaan. 3) Supervisor harus berperasaan sosial. 4) Supervisor harus bertindak demokratis.

5) Supervisor harus memiliki kepribadian yang simpatik. 6) Supervisor harus terampil dalam berkomunikasi. 7) Supervisor harus bersikap ilmiah.

8) Supervisor harus menguasai teknik-teknik supervisi. 9) Supervisor harus bekerja berdasarkan tujuan.

10) Supervisor harus dapat membuat dan mempergunakan alat evaluasi. 11) Supervisor harus patuh pada etika jabatannya.34

Untuk menjadi seorang supervisor yang baik, seorang supervisor haruslah dilengkapi secara personal maupun profesional sifat-sifat dan pengetahuan yang sesuai dengan profesi jabatannya. Setidaknya seorang supervisor harus memiliki beberapa macam ketrampilan, di antaranya adalah: 1) Keterampilan dalam kepemimpinan (leadership).

2) Keterampilan dalam proses kelompok. 3) Keterampilan dalam hubungan insani.


(15)

4) Keterampilan dalam administrasi personal. 5) Keterampilam dalam evaluasi.35

Untuk dapat menjalankan fungsinya dengan baik, seorang supervisor hendaknya juga memiliki ciri-ciri pribadi dan sifat-sifat seperti berikut : a) Berpengetahuan luas tentang seluk-beluk semua pekerjaan yang berada di

bawah pengawasannya.

b) Menguasi/memahami benar-benar rencana dan program yang telah digariskan yang akan dicapai oleh setiap lembaga atau bagian.

c) Berwibawa dan memiliki kecakapan praktis tentang teknik-teknik kepengawasan, terutama human relation.

d) Memiliki sifat-sifat jujur, tegas, konsekuen, ramah dan rendah hati.

e) Berkemauan keras, rajin bekerja demi tercapainya tujuan atau program yang telah digariskan/disusun.36

6. Posisi Supervisor

Yang dimaksud posisi supervisor adalah kedudukan supervisor dalam personalia pendidikan. Sebagai supervisor mereka berdiri sendiri, tidak ada yang membina sebab sudah profesional, dan tidak mempertanggungjawabkan proses dan hasil kerjanya pada orang lain.

Secara singkat posisi supervisor dapat dibagi menjadi lima bagian, yaitu :

35http://khairuddinhsb.wordpress.com/2008/10/19/syarat-supervisor-pendidikan, diakses 16 April 2010


(16)

1) Supervisor sebagai orang kunci. Maksudnya dia sebagai penopang, penggerak dan pemotivasi dinamika guru untuk mencapai kemajuan. Maju untuk diri guru, maju untuk para siswa dan maju untuk sekolah secara keseluruhan.

2) Supervisor sebagai orang di tengah-tengah. Maksudnya dia menjembatani kepentingan kepala sekolah dan kepentingan guru-guru. Sehingga dia harus bisa mengintegrasikan diri baik terhadap kepala sekolah maupun terhadap guru-guru.

3) Supervisor sebagai operator lain. Maksudnya dia mengoperasikan segala sesuatu untuk memajukan profesi guru-guru, dia yang merencanakan supervisi dia pula yang melaksanakan dan menindaklanjuti hasil supervisi itu. Semua dilakukan sendiri atas dasar tanggung jawabnya. Maju tidaknya perkembangan profesi guru seolah-olah bergantung kepada supervisor. 4) Supervisor sebagai penganalisis daerah. Yang paling banyak tahu akan

keadaan daerah serta kebutuhan daerah adalah masyarakat di daerah itu sendiri. Untuk itulah tokoh-tokoh yang ada di masyarakat daerah itu dihimpun untuk diajak kerja sama dengan sekolah dalam memajukan pendidikan. Di sinilah supervisor sebagai salah satu petugas sekolah membantu kepala sekolah menganalisis kondisi daerah denagn melibatkan tokoh-tokoh di masyarakat yang bersangkutan.

5) Sebagai supervisor antar hubungan. Maksudnya dia sebagai agen komunikasi antar personalia di sekolah, terutama antar guru-guru,


(17)

membantu memperlancar komunikasi antara mereka. Dia berusaha menciptakan iklim kerja dan pergaulan yang kondusif.37

7. Kepala Sekolah sebagai Supervisor

Tugas dan tanggungjawab kepala sekolah mengalami perkembangan dan perubahan, baik dalam sifat maupun luasnya. Kepala sekolah tidak hanya bertanggung jawab atas kelancaran jalannya sekolah secara teknis akademis saja. Memang itu adalah tugas dan tanggungjawab yang pokok bagi seorang kepala sekolah, namun mengingat situasi dan kondisi serta pertumbuhan sekolah dewasa ini, banyak masalah baru yang timbul yang harus menjadi tanggungjawab kepala sekolah untuk dipecahkan dan dilaksanakannya.38

Pimpinan yang kompeten adalah yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan untuk melakukan atau mengerjakan sesuatu. Tetapi kompetensi kepala sekolah tentu ada penyesuaian dengan tuntutan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin dan manajer di sekolah. Untuk menjamin mutu pelayanan pendidikan dan mutu manajemen pendidikan, maka pengembangan standar kompetensi kepala sekolah meliputi kompetensi kepribadian, kompetensi manajerial, kompetensi supervisi dan kompetensi sosial.39

Kepala sekolah bisa melakukan peran yang dijalankan berdasarkan fungsi kedudukan dalam posisi atau kedudukan yang sedang dijalankannya.40

37Made Pidarta, Supervisi Pendidikan Kontekstual, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), hal. 56-61 38M. Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi…, hal. 102

39Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional…, hal. 126 40Dadang Suhardan, Supervisi Profesional…, hal. 170


(18)

Keinginan utama para kepala sekolah dalam kegiatan supervisinya, dikonsentrasikan pada peningkatan kualitas pembelajaran yang terarah pada usaha membantu guru agar bisa keluar dari kesulitan mengajar yang dihadapinya dengan cara memperkaya kemampuan dan pengetahuan dalam menjalankan tugasnya.41

Kepala sekolah tidak hanya sekedar posisi jabatan tetapi suatu karir profesi. Sebagai supervisor, kepala sekolah bertanggung jawab dalam melakukan upaya perbaikan pengajaran di sekolahnya. Supervisi kepala sekolah lebih diarahkan pada supervisi kunjungan kelas dan pembicaraan individual, karena merupakan teknik supervisi yang paling tepat dipergunakan.42

Dalam melaksanakan supervisinya, kepala sekolah berupaya menyediakan kondisi kerja yang terbuka supaya masalah yang akan dipecahkan diketahui terlebih dahulu. Pemahamannya tentang supervisi bukan saja harus menyediakan waktu untuk melakukan kunjungan ke dalam kelas untuk melakukan observasi dan mengikuti berbagai pertemuan, melainkan juga meliputi penyediaan kondisi kerja yang menguntungkan dan memberi kemudahan pada guru-guru dalam melaksanakan tugasnya.43 Oleh karena itu,

mutu kepala sekolah harus ditingkatkan dan diarahkan pada pembentukan kepala sekolah yang efektif berdasarkan tugas pokok dan fungsinya.44

41Ibid., hal. 199

42Sri Banun Muslim, Supervisi Pendidikan…, hal. 176-177 43Dadang Suhardan, Supervisi Profesional…, hal. 200 44Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional…, hal. 125


(19)

B. Tinjauan Kualitas Pembelajaran

Dalam konteks pendidikan pengertian kualitas mengacu pada proses pendidikan dan hasil pendidikan.45 Proses pendidikan terlibat di dalamnya antara

lain guru, siswa, dan proses pembelajaran. Sedangkan hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu.

Sedangkan pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara pendidik dan peserta didik untuk berbagi dan mengolah informasi dengan tujuan agar pengetahuan yang terbentuk terinternalisasi dalam diri peserta didik dan menjadi landasan belajar secara mandiri dan berkelanjutan.46 Selain itu, pembelajaran

adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.47 Sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa peningkatan kualitas

pembelajaran adalah suatu proses yang sistematis yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan faktor-faktor yang berkaitan dengan itu, dengan tujuan agar menjadi target sekolah dan tujuan pendidikan dapat dicapai dengan lebih efektif dan efisien.48

Banyak masalah kualitas dihadapi dalam dunia pendidikan, seperti mutu lulusan, mutu pengajaran, bimbingan dan latihan guru, serta mutu profesionalisme dan kinerja guru. Mutu-mutu tersebut terkait dengan mutu manajerial para

45http://www.ssep.net/director.html, diakses 1 Mei 2010

46http://prayudi.wordpress.com/2007/05/15/proses-pembelajaran, diakses 1 mei 2010 47http://instructionaltheorycourse.blogspot.com/2009/02/1-introduction_18.html, diakses 1

Mei 2010

48http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/02/05/peningkatan-mutu-pembelajaran-di-sekolah/,


(20)

pemimpin pendidikan, keterbatasan dana, sarana dan prasarana, fasilitas pendidikan, media, sumber belajar, alat, dan bahan latihan, iklim sekolah, lingkungan pendidikan, serta dukungan dari pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan. Semua kelemahan kualitas dari komponen-komponen pendidikan tersebut berujung pada rendahnya mutu lulusan.

Kualitas lulusan yang rendah dapat menimbulkan berbagai masalah. Lulusan yang tidak produktif akan menjadi beban masyarakat, menambah biaya kehidupan dan kesejahteraan masyarakat, serta memungkinkan menjadi warga yang tersisih dari masyarakat.49 Banyak masalah yang diakibatkan oleh lulusan

pendidikan yang tidak berkualitas, upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan agenda yang sejak lama diperbincangkan, namun tetap saja dunia pendidikan kita masih saja terpuruk. Hal tersbut tidak akan terjadi jika agenda tersebut dijalankan secara serempak pada setiap tingkatan dan oleh setiap pelaku pendidikan, sesuai proporsi masing-masing.50

Untuk itu, dalam melaksanakan upaya-upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran diperlukan beberapa dasar yang kuat agar berhasil, yaitu sebagai berikut:

1. Komitmen pada perubahan

2. Pemahaman yang jelas tentang kondisi yang ada 3. Mempunyai visi yang jelas terhadap masa depan

49 Nana Syaodih Sukmadinata, Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep,

Prinsip, dan Instrumen), (Bandung: Refika Aditama, 2006), hal. 8

50Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah, Kiat Menjadi Pendidik yang Kompeten, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006), hal. 7


(21)

4. Mempunyai rencana yang jelas51

Dalam hal ini kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah, memegang peranan penting dalam pengelolaan sekolah dengan manajemen yang sesuai demi keberhasilan pendidikan di sekolah.52 Sekolah yang berhasil mempertahankan

akademiknya, dapat disebabkan antara lain karena sikap kepala sekolah sebagai pemimpin pengajaran yang memfokuskan diri pada pengajaran, memerhatikan lebih dari iklim sekolah, harapan tinggi pada hasil belajar dan monitor kemajuan akademik secara reguler. Dari situ sekolah bisa mengadakan rencana-rencana yang baik untuk mengembangkan sekolah, terutama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Cara lain untuk merangsang adanya peningkatan kualitas pembelajaran adalah dengan cara mengenalkan riset-riset mutakhir tentang pembelajaran kepada stafnya.53

C. Upaya-upaya Peningkatan Kualitas Pembelajaran 1. Upaya peningkatan kualitas pembelajaran

Upaya peningkatan kualitas pembelajaran dapat dilakukan dengan melihat dan meningkatkan sistem pengelolaan efektifitas yang bersangkutan. Peningkatan kualitas pembelajaran ini akan sangat tergantung di antaranya pada beberapa faktor, yaitu; (1) guru; (2) proses belajar mengajar; (3) sarana dan prasarana. Adapun uraiannya adalah sebagai berikut:

51Nana Syaodih Sukmadinata, Pengendalian Mutu…, hal. 9 52Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah…, hal. 7

53Nur Kholis, Panduan Praktis Mengelola Lembaga Pendidikan, (Jogjakarta: Dianloka, 2009),hal. 114


(22)

1) Guru

Menurut Ahyak guru adalah orang dewasa yang menjadi tenaga kependidikan untuk membimbing dan mendidik peserta didik menuju kedewasaan, agar memiliki kemandirian dan kemampuan dalam menghadapi kehidupan dunia dan akhirat.54

Sedangkan dalam Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasinal menegaskan bahwa:

“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi”.55

Guru adalah sebuah profesi yang menuntut peleburan segala kemampuan dan waktu yang dimiliki, dan dia adalah orang yang memberikan ilmu, pengetahuan, kepandaian serta keterampilan yang dimilikinya kepada orang lain dalam imteraksi sosial.56 Guru adalah salah

satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena guru itulah yang akan bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi peserta didik.57

Guru seharusnya menyadari bahwa mengajar merupakan suatu pekerjaan yang tidak sederhana dan mudah, karena dalam pembelajaran guru tetap menjadi sumber belajar yang utama. Oleh sebab itu tanpa guru proses pembelajaran tidak akan berjalan secara maksimal. Tapi rumitnya

54Ahyak, Profil Pendidik Sukses, (Surabaya: Elkaf, 2005), hal. 2

55Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003, (Bandung: Citra Utama, 2003), hal. 27

56Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah…, hal. 125-128


(23)

aspek yang harus dipertimbangkan ketika melaksanakan tugas mengajar, menjadikan tidak semua orang mau dan mampu untuk menjadi guru.58

Dalam pembelajaran guru harus mampu memaknai pembelajaran serta menjadikan pembelajaran sebagai sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas pribadi pearta didik.59 Keberhasilan

guru melaksanakan pembelajaran sebagian besar terletak pada kemampuannya melaksanakan berbagai peranannya dalam bidang mengajar dan belajar, berikut peranan guru yang dinggap paling dominan menurut Uzer Usman, yaitu:

1) Guru sebagai demonstrator, hendaknya guru senantiasa menguasai bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan.

2) Guru sebagai pengelola kelas, hendaknya guru mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar.

3) Guru sebagai mediator dan fasilitator, hendaknya guru memiliki pemahaman dan pengetahuan yang cukup tentang media pendidikan yang merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan proses belajar-mengajar.

58Ngainun Naim, Menjadi Guru Inspiratif, Memberdayakan dan Mengubah Jalan Hidup

Siswa, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hal. 4-6

59E. Mulyasa, Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan


(24)

4) Guru sebagai evaluator, guru hendaknya menjadi evaluator yang baik untuk mengetahui apakah tujuan yang telah dirumuskan itu tercapai atau belum.60

Di samping peran-peran tersebut, guru juga memiliki tugas yang begitu berat dan luas, secara garis besar guru mempunyai tugas ; (1) mewariskan kebudayaan dalam bentuk kecakapan, kepandaian dan pengalaman empirik kepada para muridnya; (2) membentuk kepribadian anak didik sesuai dengan nilai dasar Negara; (3) mengantarkan anak didik menjadi warga Negara yang baik; (4) mengarahkan dan membimbing anak sehingga memiliki kedewasaan dalam berbicara, bertindak dan bersikap; (5) memfungsikan diri sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat lingkungan; (6) harus mampu mengawal dan menegakkan disiplin baik untuk dirinya, maupun murid dan orang lain; (7) memfungsikan diri sebagai administrator dan sekaligus manajer yang disenangi; (8) melakukan tugasnya dengan sempurna sebagai amanat profesi; (9) guru diberi tanggung jawab paling besar dalam hal perencanaan dan pelaksanaan kurikulum serta evaluasi keberhasilannya; (10) membimbing anak untuk belajar memahami dan menyelesaikan masalah yang dihadapi muridnya; dan (11) guru harus dapat merangsang anak didik untuk

60Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 9-11


(25)

memiliki semangat yang tinggi dan gairah yang kuat dalam membentuk kelompok studi.61

Untuk dapat melaksanakan tugas pendidikan dengan baik seorang guru harus dibekali dengan kompetensi-kompetensi yang dapat menunjang tugasnya sebagai pendidik. Kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan, yang menunjuk pada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.62

Kompetensi guru merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.63

Kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), keterampilan (daya pisik), dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya.64 Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang

ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.65

61Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional…, hal. 12

62E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 26

63Kunandar, Guru Profesional. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 55 64Syiful Sagala, Kemampuan Profesional…, hal. 23

65Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran. Mengembangkan Standar Kompetensi Guru. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), hal. 6


(26)

Sebagai suatu profesi, guru tentu harus bekerja secara profesional. Suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Sehingga guru profesional merupakan orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.66

2) Proses Belajar-Mengajar

Dalam proses belajar-mengajar, proses sendiri merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan.67 Sedangkan belajar menurut Muhammad Saroni adalah

suatu proses perbuatan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan hidup.68 Dan

mengajar adalah suatu usaha atau tindakan yang menyebabkan orang lain menjadi kenal, tahu dan faham serta dapat melaksanakan sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal atau diketahui.69

Proses belajar-mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik

66Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, hal. 14-15 67Ibid., hal. 5

68Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah…, hal. 139


(27)

yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.70

Agar tujuan pendidikan atau belajar dapat tercapai, sebenarnya perlu disadari bahwa belajar itu tidak hanya terjadi di dalam ruangan kelas, melainkan dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.71 Proses

belajar-mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama dan dalam proses tersebut tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar.72 Di dalam proses belajar-mengajar,

guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subyek belajar, dituntut adanya profil tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.73 Di karenakan dalam proses tersebut berisi serangkaian

kegiatan akademik yang dilakukan bersama antara guru dan peserta didik agar supaya terjadi perubahan dalam diri peserta didik.74

3) Sarana dan Prasarana

Yang dimaksud sarana dan prasarana adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan.75

Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan

70B. Suryosubroto, Proses Belajar-Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal. 19

71Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah…, hal. 146 72Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, hal. 4

73Sardiman A. M., Interaksi dan Motifasi Belajar-Mengajar, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2007), 19-20.

74Abu Ahmadi, Pendidikan dari Masa…, hal. 113-114 75Acmad Patoni, Metodologi Pendidikan…, hal. 33


(28)

pengajaran, sarana dan prasarana mempunyai fungsi, yaitu sebagai perlengkapan dan sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan.76

Sarana dan prasarana dalam pembelajaran bukanlah suatu tujuan, tetapi suatu alat untuk memperjelas bahan pengajaran serta memperbesar efektivitas bentuk kegiatan didaktis, yang harus dipadukan dalam keseluruhan perbuatan didaktis pengajar. Perpaduan perbuatan didaktis dengan menggunakan sarana dan prasarana akan menimbulkan pengaruh yang besar dalam mencapai tujuan pengajaran.77

Sekolah yang kurang memelihara sarana dan prasarana akan mempunyai pengaruh buruk terhadap proses dan hasil pendidikannya. Sedangkan sekolah yang benar-benar memperhatikan sarana dan prasaranya akan berpenaruh baik pula terhadap proses dan hasil pendidikan, dan pengaruh sarana terhadap proses dan hasil pendidikan bukan bergantung pada baru atau tuanya suatu sarana dan prasarana pendidikan, melainkan sangat bergantung pada cara pengelolaannya.78

2. Faktor pendukung dan penghambat peningkatan kualitas pembelajaran Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran seorang supervisor tidak dapat terlepas dari adanya dukungan kemudahan dan rintangan pelaksanaan pemberian bantuan kepada guru. Faktor pendukungnya yaitu :

76Syaful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 47 77Abu Ahmadi, Pendidikan dari Masa…, hal. 116

78Supandi Kartamiharja, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, 1998), hal. 161


(29)

1) Pendukung lingkungan internal, yaitu:

a. Potensi guru yang dimiliki bervariasi. b. Motivasi kerja guru tinggi.

c. Iklim sekolah yang berkembang kondusif.

d. Kepemimpinan yang kondusif dapat mengakomodasi kemauan stafnya.

2) Pendukung lingkungan eksternal, yaitu:

a. Komite sekolah dan orang tua memiliki kesamaan visi dan misidengan sekolah dalam memahami mutu pembelajaran.

b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diserap melebihi kemampuan sekolah lain.

c. Lingkungan sekitar sekolah yang sangat mendukung karena terletak dalam satu komplek yang strategis.

3) Pengaruh lingkungan otonomi daerah, yaitu:

a. Keleluasaan dalam membuat kebijakan mutu tidak tergantung pada instruksi atasan.

b. Leluasa dalam menggali sumberdaya, berdasarkan kebutuhan yang dihadapi sekolah yang memerlukan pemecahan.

c. Transparansi kegiatan pembinaan, baik sesama teman sejawat, orangtua siswa ataupun terhadap masyarakat.


(30)

Sedangkan faktor penghambat dalam kegiatan supervisi pendidikan, adalah:

1) Penghambat internal :

a. Sistem kerja sentralisasi yang masih melekat.

b. Masih adanya mental anak emas untuk guru yang dinilai baik.

2) Penghambat eksternal:

a. Persaingan mutu sekolah semakin terasa berat .

b. Kunjungan tamu yang berlebihan mengganggu program yang telah direncanakan.

c. Banyaknya acara yang melibatkan anak pada berbagai kegiatan dinas. d. Panggilan rapat dinas mendadak yang harus diikuti.79


(1)

memiliki semangat yang tinggi dan gairah yang kuat dalam membentuk kelompok studi.61

Untuk dapat melaksanakan tugas pendidikan dengan baik seorang guru harus dibekali dengan kompetensi-kompetensi yang dapat menunjang tugasnya sebagai pendidik. Kompetensi mengacu pada kemampuan melaksanakan sesuatu yang diperoleh melalui pendidikan, yang menunjuk pada performance dan perbuatan yang rasional untuk memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas pendidikan.62

Kompetensi guru merupakan seperangkat penguasaan kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya secara tepat dan efektif.63

Kompetensi merupakan perpaduan dari penguasaan pengetahuan (daya pikir), sikap (daya kalbu), keterampilan (daya pisik), dan nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak dalam melaksanakan tugas/pekerjaannya.64 Standar kompetensi guru adalah suatu ukuran yang

ditetapkan atau dipersyaratkan dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan berperilaku layaknya seorang guru untuk menduduki jabatan fungsional sesuai bidang tugas, kualifikasi dan jenjang pendidikan.65

61Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional…, hal. 12

62E. Mulyasa, Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru, (Bandung: Remaja Rosdakarya,

2007), hal. 26

63Kunandar, Guru Profesional. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), hal. 55

64Syiful Sagala, Kemampuan Profesional…, hal. 23

65Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran. Mengembangkan Standar Kompetensi Guru.


(2)

Sebagai suatu profesi, guru tentu harus bekerja secara profesional. Suatu pekerjaan yang bersifat profesional memerlukan beberapa bidang ilmu yang secara sengaja harus dipelajari dan kemudian diaplikasikan bagi kepentingan umum. Sehingga guru profesional merupakan orang yang memiliki kemampuan dan keahlian khusus dalam bidang keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya sebagai guru dengan kemampuan maksimal.66

2) Proses Belajar-Mengajar

Dalam proses belajar-mengajar, proses sendiri merupakan interaksi semua komponen atau unsur yang terdapat dalam belajar-mengajar yang satu sama lainnya saling berhubungan (independent) dalam ikatan untuk mencapai tujuan.67 Sedangkan belajar menurut Muhammad Saroni adalah

suatu proses perbuatan yang secara sadar dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan kondisi yang sesuai dengan kebutuhan hidup.68 Dan

mengajar adalah suatu usaha atau tindakan yang menyebabkan orang lain menjadi kenal, tahu dan faham serta dapat melaksanakan sesuatu yang sebelumnya tidak dikenal atau diketahui.69

Proses belajar-mengajar adalah suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik

66Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru…, hal. 14-15 67Ibid., hal. 5

68Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah…, hal. 139


(3)

yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.70

Agar tujuan pendidikan atau belajar dapat tercapai, sebenarnya perlu disadari bahwa belajar itu tidak hanya terjadi di dalam ruangan kelas, melainkan dimana saja, kapan saja dan dengan siapa saja.71 Proses

belajar-mengajar merupakan inti dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang peranan utama dan dalam proses tersebut tersirat adanya satu kesatuan kegiatan yang tak terpisahkan antara siswa yang belajar dan guru yang mengajar.72 Di dalam proses belajar-mengajar,

guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subyek belajar, dituntut adanya profil tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.73 Di karenakan dalam proses tersebut berisi serangkaian

kegiatan akademik yang dilakukan bersama antara guru dan peserta didik agar supaya terjadi perubahan dalam diri peserta didik.74

3) Sarana dan Prasarana

Yang dimaksud sarana dan prasarana adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan pendidikan.75

Sebagai segala sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan

70B. Suryosubroto, Proses Belajar-Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), hal.

19

71Muhammad Saroni, Manajemen Sekolah…, hal. 146 72Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional…, hal. 4

73Sardiman A. M., Interaksi dan Motifasi Belajar-Mengajar, (Jakarta : RajaGrafindo Persada,

2007), 19-20.

74Abu Ahmadi, Pendidikan dari Masa…, hal. 113-114 75Acmad Patoni, Metodologi Pendidikan…, hal. 33


(4)

pengajaran, sarana dan prasarana mempunyai fungsi, yaitu sebagai perlengkapan dan sebagai pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan.76

Sarana dan prasarana dalam pembelajaran bukanlah suatu tujuan, tetapi suatu alat untuk memperjelas bahan pengajaran serta memperbesar efektivitas bentuk kegiatan didaktis, yang harus dipadukan dalam keseluruhan perbuatan didaktis pengajar. Perpaduan perbuatan didaktis dengan menggunakan sarana dan prasarana akan menimbulkan pengaruh yang besar dalam mencapai tujuan pengajaran.77

Sekolah yang kurang memelihara sarana dan prasarana akan mempunyai pengaruh buruk terhadap proses dan hasil pendidikannya. Sedangkan sekolah yang benar-benar memperhatikan sarana dan prasaranya akan berpenaruh baik pula terhadap proses dan hasil pendidikan, dan pengaruh sarana terhadap proses dan hasil pendidikan bukan bergantung pada baru atau tuanya suatu sarana dan prasarana pendidikan, melainkan sangat bergantung pada cara pengelolaannya.78

2. Faktor pendukung dan penghambat peningkatan kualitas pembelajaran

Dalam upaya meningkatkan kualitas pembelajaran seorang supervisor tidak dapat terlepas dari adanya dukungan kemudahan dan rintangan pelaksanaan pemberian bantuan kepada guru. Faktor pendukungnya yaitu :

76Syaful Bahri Djamarah, Strategi Belajar-Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 47 77Abu Ahmadi, Pendidikan dari Masa…, hal. 116

78Supandi Kartamiharja, Administrasi Pendidikan, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan


(5)

1) Pendukung lingkungan internal, yaitu:

a. Potensi guru yang dimiliki bervariasi. b. Motivasi kerja guru tinggi.

c. Iklim sekolah yang berkembang kondusif.

d. Kepemimpinan yang kondusif dapat mengakomodasi kemauan stafnya.

2) Pendukung lingkungan eksternal, yaitu:

a. Komite sekolah dan orang tua memiliki kesamaan visi dan misidengan sekolah dalam memahami mutu pembelajaran.

b. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dapat diserap melebihi kemampuan sekolah lain.

c. Lingkungan sekitar sekolah yang sangat mendukung karena terletak dalam satu komplek yang strategis.

3) Pengaruh lingkungan otonomi daerah, yaitu:

a. Keleluasaan dalam membuat kebijakan mutu tidak tergantung pada instruksi atasan.

b. Leluasa dalam menggali sumberdaya, berdasarkan kebutuhan yang dihadapi sekolah yang memerlukan pemecahan.

c. Transparansi kegiatan pembinaan, baik sesama teman sejawat, orangtua siswa ataupun terhadap masyarakat.


(6)

Sedangkan faktor penghambat dalam kegiatan supervisi pendidikan, adalah:

1) Penghambat internal :

a. Sistem kerja sentralisasi yang masih melekat.

b. Masih adanya mental anak emas untuk guru yang dinilai baik.

2) Penghambat eksternal:

a. Persaingan mutu sekolah semakin terasa berat .

b. Kunjungan tamu yang berlebihan mengganggu program yang telah direncanakan.

c. Banyaknya acara yang melibatkan anak pada berbagai kegiatan dinas. d. Panggilan rapat dinas mendadak yang harus diikuti.79