PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL.

(1)

PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A

TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Laras Pangestuti NIM 12111241039

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

MOTTO

“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kau telah selesai dari suatu (urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan

yang lain. Dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap.” (Terjemahan QS. Al Insyiroh: 5-8)

“Berbicara dengan baik dan fasih adalah seni yang hebat, tetapi mengetahui saat yang tepat untuk berhenti berbicara juga tindakan yang sama-sama hebat.”

(Wolfgang Amadeus Mozart 1756-1791)

“Salah satu cara menghargai anak adalah dengan mendengarkan ia berbicara.” (Penulis)


(6)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillah, atas Rahmat dan Hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Karya ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua Orang tua saya, yaitu Bapak Karjiman, S.ST dan Ibu Maryuni. 2. Almamater, Universitas Negeri Yogyakarta.


(7)

PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A

TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL Oleh

Laras Pangestuti NIM 12111241039

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut, Bantul, Yogyakarta.

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan desain quasi eksperiment design (desain eksperimen semu). Subjek penelitian ini adalah siswa kelompok A TK ABA Pantisiwi yang berjumlah 40 anak. Obyek penelitian ini adalah kemampuan berbicara. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi dan tes. Instrumen yang digunakan adalah dengan lembar observasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menghitung mean pre-test dan mean post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan metode show and tell pada kelas eksperimen mempengaruhi kemampuan berbicara anak kelompok A TK ABA Pantisiwi Bantul. Hal ini dibuktikan dengan hasil mean pre-test dan

mean post-test kelompok eksperimen dari 6,63 menjadi 8,47, sedangkan

kelompok kontrol dari 6,76 menjadi 7,71. Kenaikan hasil mean yang signifikan pada kelompok eksperimen berarti menunjukkan bahwa penerapan metode show and tell mempengaruhi kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, atas limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi dengan baik dan lancar. Kerjasama dan bantuan dari berbagai pihak sangat berarti. Dengan segenap kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut:

1. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan UNY yang telah memberi izin untuk mengadakan penelitian tugas akhir ini.

2. Ketua Jurusan PAUD UNY yang telah memberi kesempatan dan izin peneliti untuk melakukan penelitian ini.

3. Bapak Dr. Slamet Suyanto, M.Ed selaku pembimbing I dan Ibu Martha Christianti, M. Pd selaku pembimbing II yang telah memberikan waktu untuk membimbing tugas akhir hingga selesai.

4. Semua dosen pengajar PG-PAUD kelas A angkatan 2012 FIP UNY, terima kasih atas semua jasa Bapak dan Ibu dosen.

5. Ibu Siti Fathonah, S.Pd selaku Kepala Sekolah TK ABA Pantisiwi yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

6. Ibu Maryuni, Ibu Muslimah, Ibu Suprapti, S.Pd dan Ibu Win selaku ibu guru TK ABA Pantisiwi yang telah banyak membantu saya dalam penelitian. 7. Semua pihak yang tidak mungkin disebutkan satu persatu yang telah

memberikan kontribusinya dalam membantu pelaksanaan penelitian ini. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis menjadi amalan yang akan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Di akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak.

Yogyakarta, 20 Oktober 2016


(9)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Batasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Bahasa ... 8

B. Perkembangan Berbicara ... 10

1. Pengertian Berbicara ... 10

2. Faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Berbicara ... 11

3. Tujuan Pengembangan Kemampuan Berbicara ... 15

4. Pembelajaran Untuk Ketrampilan Berbicara ... 17

C. Perkembangan Bicara Anak Usia Taman Kanak-kanak ... 18


(10)

2. Tahap Perkembangan Bicara Anak ... 22

D. Metode Show And Tell ... 23

1. Pengertian Metode Show And Tell ... 23

2. Manfaat Metode Show And Tell ... 24

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Show And Tell ... 25

4. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Show And Tell ... 26

E. Kerangka Pikir ... 27

F. Hipotesis Penelitian ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 30

1. Pendekatan Penelitian ... 30

2. Desain Penelitian ... 30

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

1. Lokasi Penelitian ... 32

2. Waktu Penelitian ... 32

C. Populasi Penelitian ... 32

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data ... 33

E. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 41

1. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian ... 41

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kelompok Kontrol ... 42

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kelompok Eksperimen ... 44

4. Uji Prasyarat Analisis ... 48

a) Uji Normalitas ... 48

b)Uji Homogenitas ... 49

5. Uji Hipotesis ... 49

6. Hasil Penelitian ... 54

B. Pembahasan ... 61


(11)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(12)

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Rencana Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 32

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbicara Anak 4-5 Tahun ... 34

Tabel 3. Penilaian Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A ... 35

Tabel 4. Interpretasi Nilai r ... 38

Tabel 5. Daftar Siswa Kelompok A TK ABA Pantisiwi ... 41

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pretest Anak Kelas Kontrol ... 42

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Posttest Anak Kelas Kontrol ... 43

Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pretest Anak Kelas Eksperimen ... 45

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Posttest Anak Kelas Eksperimen ... 47

Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas ... 49

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ... 49

Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji t Pretest Kontrol-Eksperimen ... 50

Tabel 13. Rangkuman Hasil Uji t Pretest-Posttest Kontrol ... 51

Tabel 14. Rangkuman Mean Kelompok Kontrol ... 52

Tabel 15. Rangkuman Hasil Uji t Pretest-Posttest Eksperimen ... 53


(13)

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Histogram Hasil Pretest Kelompok Kontrol ... 42

Gambar 2. Histogram Hasil Posttest Kelompok Kontrol ... 44

Gambar 3. Histogram Hasil Pretest Kelompok Eksperimen ... 45

Gambar 4. Histogram Hasil Posttest Kelompok Eksperimen ... 47

Gambar 5. Grafik Peningkatan Kemampuan Berbicara Kelompok Kontrol ... 52

Gambar 6. Grafik Peningkatan Kemampuan Berbicara Kelompok Eksperimen ... 53


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Surat Ijin Penelitian ... 72

Lampiran 2. Lembar Instrumen ... 78

Lampiran 3. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 85

Lampiran 4. Rencana Kegiatan Harian ... 89

Lampiran 5. Data Siswa dan Hasil Penelitian ... 106

Lampiran 6. Hasil Pengolahan Data Dengan SPSS ... 122


(15)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan hal yang penting bagi manusia untuk berkomunikasi dengan masyarakat sosial disekitarnya. Bahasa menurut Webster (Sardjono, 2005: 5) adalah komunikasi atau ekspresi fikir dan perasaan yang berwujud vokal dan merupakan kombinasi dari beberapa bunyi atau simbol-simbol tertulis yang mengandung arti. Sependapat dengan Webster, Santrock (2007: 353) menjelaskan bahwa bahasa adalah suatu bentuk komunikasi, baik itu lisan, tertulis atau isyarat yang berdasarkan pada suatu system dari simbol-simbol. Sehingga melalui bahasa anak dapat menjalin komunikasi dengan oranglain dan lingkungannya.

Pada masa kanak-kanak awal perkembangan bahasa yang pesat dipengaruhi oleh perkembangan kognitif. Santrock (2007: 205) menjelaskan bahwa bahasa berhubungan juga dengan sosial dan kognitif. Menurut Santrock “social cognition refers how individuals conceptualize and reason about their social world – the people they watch and interact with, relationships with those people, the groups in which the participate, and how they reason about

themselves and others.” Inti dari pernyataan tersebut adalah bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain, memiliki konsep individu, hubungan dengan orang disekitar dan bagaimana mereka berpikir mengenai dirinya sendiri dan orang lain. Pada masa ini anak telah masuk pada fase prakonseptual yaitu dimana anak telah mampu membedakan nama-nama benda disekitarnya dan melihat hubungan fungsional antara benda-benda yang telah anak ketahui namanya.


(16)

Di TK ABA Pantisiwi guru terkesan kurang inovatif dan kreatif dalam mengembangkan kemampuan bahasa khususnya bicara pada anak. Selama ini guru hanya menerapkan metode konvensional yaitu metode ceramah dan tanya jawab. Metode bercakap-cakap atau tanya jawab kurang menarik diterapkan oleh guru karena hanya dalam metode tanya jawab ini guru cenderung menjadi pusat pembelajaran. Sehingga metode tanya jawab yang diterapkan oleh guru terlihat seperti metode ceramah.Padahal ada banyak metode pembelajaran yang dapat digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak. Menurut Slamet Suyanto (2005: 172) terdapat beberapa metode pengembangan kemampuan berbicara anak seperti metode bermain drama, bermain paralele, bermain kooperatif dan metode show and tell. Dari beberapa metode pengembangan bahasa anak tersebut, pendidik dapat menggunakan salah satu metode dalam menyampaikan pesan pembelajaran yang dapat merangsang dan menambah kosakata anak serta dapat menstimulasi kemampuan berbicara pada anak. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode show and tell. Metode show and tell memberikan kesempatan untuk mengembangkan bahasa ekspresif anak melalui belajar membuat dan membangun bahasa (Dailey, 1997: 223).

Menurut Laurie Patsalides (Takdiroatun Musfiroh, 2011: 8-9) memaparkan manfaat metode show and tell untuk mengembangkan beberapa aspek. Berbagai manfaat tersebut yaitu anak belajar berbicara dan menyimak, menjadi pendengar dan memperkenalkan diri, membuat penyelidikan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan, membuat hubungan antara respon anak dengan anak yang


(17)

lain, antisipasi dan observasi, praktik keterampilan berbincang kritis, praktik bercerita, belajar kesamaan dan perbedaan, menggunakan kosakata, menggunakan bahasa deskriptif, mengucapkan terima kasih dan meningkatkan rasa percaya diri. Suatu penelitian pernah dilakukan di Australia. Setiap anak dipinjami boneka beruang Teddy Bear untuk dibawa pulang selama satu minggu. Kemudian, pada minggu kedua setiap anak secara bergantian diminta menceritakan apa yang dilakukan dengan Teddy Bear. Ternyata anak-anak mampu bercerita dengan baik karena banyak hal yang mereka lakukan selama satu minggu (Slamet Suyanto, 2005: 145).

Menurut H.A.R. Tilaar (2013: 103), show and tell adalah kegiatan yang mengutamakan kemampuan berkomunikasi sederhana. Penjelasannya metode show and tell ini adalah suatu metode pembelajaran dengan kegiatan anak menunjukkan benda dan menyatakan pendapat, mengungkapkan perasaan, keinginan, maupun pengalaman terkait dengan benda tersebut. Dengan metode show and tell ini diharapkan kemampuan bicara anak akan terstimulasi dan perkembangan kosakata anak dapat meningkat.

Kemampuan berbicara penting untuk anak karena dengan berbicara anak dapat mengkomunikasikan tentang keadaan dirinya. Misalnya, kasus anak yang kehilangan orangtuanya di pusat perbelanjaan. Hal ini dikarenakan anak sulit untuk berkomunikasi dengan oranglain, menyampaikan maksud dan menjelaskan keadaan dirinya dengan oranglain. Kasus hilangnya anak di pusat perbelanjaan ini merupakan salah satu bukti bahwa kemampuan berbicara adalah hal yang penting. Dijelaskan pada website the asian parent bahwa pada umumnya ketika anak


(18)

hilang di tempat umum, orang-orang sekitar akan memberi pertanyaan sederhana kepada anak tersebut. Pertanyaan yang mungkin biasa ditanyakan adalah “siapa mama-nya?”. Dengan demikian mengajarkan dan memberikan stimulus untuk kemampuan berbicara anak merupakan hal yang penting dilakukan.

Kasus lain terkait kemampuan berbicara pada anak yaitu terjadi pada anak awal masuk sekolah. Dari observasi yang telah dilakukan oleh peneliti, terlihat pada saat awal masuk sekolah anak sangat sulit berkomunikasi dan mengutarakan keinginannya baik dengan temannya, orang lain atau pada saat anak bercerita di depan kelas. Kejadian tersebut dikarenakan belum adanya rasa keberanian anak serta minimnya motivasi dari seorang guru untuk mengungkapkan dan mengutarakan keinginannya lewat bahasa lisan. 85% anak pada saat awal masuk sekolah malu untuk mengutarakan maksud serta berbicara dan menjelaskan maksud dengan teman dan oranglain. Selain itu masih kurangnya kosa kata yang dimiliki anak serta rasa percaya diri anak untuk mengutarakan dan menyampaikan maksud menjadi faktor kendala.

Metode dan gaya mengajar guru juga sangat mempengaruhi kemampuan berbicara anak. Minimnya pengetahuan guru tentang metode-metode pembelajaran untuk menstimulasi kemampuan bicara anak juga merupakan salah satu penyebabnya. Guru biasanya hanya menggunakan metode ceramah (teacher centered) dan sangat jarang memberikan kesempatan kepada anak untuk bercerita tentang pengalamannya atau mengeluarkan pendapatnya di depan kelas. Metode pembelajaran yang hanya menggunakan metode satu arah yaitu guru menjelaskan atau berceramah membuat anak menjadi tidak aktif. Kesempatan anak untuk


(19)

mengeluarkan isi hati, pendapat dan gagasannya menjadi sangat minim. Hal ini yang membuat perkembangan kemampuan berbicara anak menjadi kurang maksimal. Selain itu metode ini akan membuat anak kurang termotivasi dan terstimulasi kemampuan bicaranya dan penambahan kosa katanya.

Dengan pentingnya kemampuan bicara tersebut, maka perlu adanya stimulus yang diberikan baik dari orangtua maupun guru dan lingkungan untuk mengembangkan kemampuan berbicara anak. Sebagai seorang pendidik hendaknya harus kreatif serta inovatif memberikan metode pembelajaran dan media kepada anak untuk menstimulus dan memotivasi kemampuan berbicara anak. Motivasi atau stimulus yang diberikan untuk anak seharusnya diberikan dari luar atau lingkungan dan dari dalam diri anak sendiri.

Dari penjabaran di atas tentang pentingnya kemampuan berbicara anak dan metode stimulus dari guru atau orangtua, maka peneliti akan mencoba melakukan penelitian tentang pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

B. Identifikasi Masalah

1. Metode yang diberikan guru membuat anak kurang memiliki kesempatan untuk menyampaikan maksud (ide, gagasan dan pikiran).

2. Minimnya pengetahuan guru tentang metode pembelajaran untuk menstimulasi perkembangan bicara anak. Sehingga membuat guru kurang kreatif dan inovatif dalam mengembangkan kemampuan berbicara anak. 3. Metode show and tell belum pernah diterapkan dalam pembelajaran di


(20)

4. Kemampuan bicara anak masih rendah dan kemampuan berbicara anak di depan umum kurang.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas maka perlu diadakan batasan masalah. Hal ini dilakukan agar hasil penelitian lebih fokus. Penelitian dibatasi pada masalah yang akan diteliti yaitu mengenai pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara pada anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

D. Rumusan Masalah

Dari batasan masalah di atas dapat rumuskan masalah penelitian yaitu bagaimana pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul?

E. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode show and tell terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul.

F. Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a) Bagi Siswa

Dapat membantu siswa menstimulasi perkembangan bahasa khususnya kemampuan berbicara.


(21)

b) Bagi Guru

Membantu guru menambah wawasan tentang metode show and tell untuk memotivasi anak dan menstimulus anak dalam aspek perkembangan berbicara.

c) Bagi Lembaga Sekolah

Dapat memberikan gambaran bagi lembaga sekolah untuk menerapkan metode show and tell.


(22)

BAB II KAJIAN TEORI A. Perkembangan Bahasa Anak

Berkomunikasi dengan orang lain tidak melulu harus menggunakan bahasa verbal. Pada awal usia, anak berkomunikasi dengan bahasa tubuh sebelum mereka memiliki kemampuan berbahasa. Bahasa tubuh yang digunakan seperti menunjuk dan ekspresi wajah. Setelah kemampuan bahasa anak berkembang, barulah anak menggunakan bahasa sebagai alat berkomunikasi.

Bahasa adalah alat untuk berpikir, mengekspreikan diri dan berkomunikasi (Ahmad Susanto, 2011: 74). Menurut Syaodih (dalam Ahmad Susanto, 2011: 73), perkembangan bahasa dimulai dengan peniru bunyi dan meraban. Perkembangan selanjutnya berrkaitan dengan perkembangan kemampuan intelektual dan sosial. Komponen perkembangan bahasa anak meliputi fonologi, sintaksis, semantik, pragmatik (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 8). Fonologi yaitu sistem bunyi bahasa yang diucapkan dan bagaimana bunyi tersebut dibunyikan seperti pelafalan pada kata ‘aku’ dibaca dengan vokal awal ‘a’ dan berakhir vokal ‘u’. Sintaksis yaitu kemampuan anak menyusun kalimat. Contohnya yaitu struktur kalimat seperti S-P-O yang digunakan ketika anak berbicara. Perkembangan semantik yaitu makna kata. Pada perkembangan ini setiap kata yang digunakan anak mampu dipahami oleh anak. Pragmatik yaitu penggunaan bahasa secara tepat dalam komunikasi. Pada perkembangan pragmatik yang dimiliki anak adalah kemampuan memilih kata dengan tepat dalam berkomunikasi agar dapat dimengerti oleh orang lain.


(23)

TK dan prasekolah anak-anak tertarik mendengarkan cerita yang dibacakan dengan keras, berbagi buku yang disukai, membaca buku, dan menceritakan kembali cerita atau pengalamannya (M. Ramli, 2005: 205). Pada usia 4 tahun anak menguasai sekitar 1792 kata, di usia 5 tahun bertambah menjadi 2932 kata. Meskipun demikian, anak usia TK masih mengalami kesulitan dalam berbicara atau menyampaikan maksud dan pendapatnya (Dardjowojojo dalam Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 56). Untuk menangangi masalah tersebut yang dapat dilakukannya dengan memberikan metode show and tell kepada anak untuk menstimulasi dan meningkatkan kemampuan berbicaranya.

Fungsi bahasa bagi anak menurut Halliday (Suhartono, 2005: 9) ada tujuh, yaitu: 1. Fungsi instrumental, bahasa digunakan untuk meminta sesuatu. Contohnya

ketika lapar, anak akan mengucapkan “makan makan”.

2. Fungsi regulatory (menyuruh), ungkapan untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu.

3. Fungsi interaksi, untuk berbicara dengan orang lain.

4. Fungsi kepribadian (personal), terdapat pada ungkapan yang menyatakan atau mengakhiri partisipasi.

5. Fungsi pemecahan masalah (heuristic), ungkapan meminta atau menyatakan jawab pada suatu masalah. Contohnya “jelaskan apayang kamu gambar”. 6. Fungsi khayalan, ungkapan yang mengajak pendengar untuk berpura-pura atau

simulasi suatu keadaan, contohnya ketika anak bermain peran.

7. Fungsi informative, ungkapan untuk memberi suatu informasi atau menjelakan sesuatu pada orang lain.


(24)

Permendiknas no. 137 tahun 2014 menjelaskan mengenai perkembangan bahasa anak usia 4-5 tahun dibagi menjadi tiga yaitu memahami bahasa, mengungkapkan bahasa dan keaksaraan. Memahami bahasa artinya anak mampu menyimak dan mengerti serta paham dengan cerita yang dibacakan orang lain. Dengan anak mampu memahami bahasa maka anak akan mampu menanggapi dan terstimulus kemampuan berbicaranya untuk mampu memberikan tanggapan atau respon.

Kemampuan mengungkapkan bahasa anak ditunjukkan dengan anak mampu mengulang kalimat sederhana, bertanya dan menjawab pertanyaan, mengungkapkan perasaan, menyebutkan kata yang dikenal, mengutarakan pendapat, menyatakan alasan, menceritakan kembali cerita/dongeng/pengalaman, memperkaya perbendaharaan kata, dan berpartisipasi dalam percakapan.

Berdasarkan teori yang dijelaskan, dapat disimpulkan pencapaian perkembangan bahasa anak usia TK kelompok A yaitu mampu memahami bahasa, mengungkapkan bahasa dan keaksaraan.

B. Perkembangan Berbicara 1. Pengertian Berbicara

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi lisan (Idris, dkk, 1998: 11). Komunikasi lisan menurut Depdikbud (Suhartono, 2005: 20) diartikan sebagai suatu penyampaian maksud (ide, pikiran, gagasan, atau isi hati) seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan, sehingga maksud tersebut dapat dipahami oleh orang lain. Agar dapat dipahami oranglain, Henry Guntur Tarigan (2008: 16) berpendapat bahwa bicara adalah kemampuan


(25)

mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Berbicara pada hakikatnya merupakan suatu proses komunikasi dengan mempergunakan suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia yang di dalamnya terjadi penyampaian pesan dari suatu sumber kepada sumber lain. Agar komunikasi dapat terjalin dengan baik maka perlu ada kerjasama yang baik antara kedua belah pihak yaitu antara penyampai maksud dan penerima maksud. .

Berbicara merupakan tuntutan kebutuhan hidup manusia. Sebagai makhluk sosial, manusia akan berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat utamanya. Berbicara ialah kegiatan berbahasa yang penting dalam kehidupan sehari-hari. Dengan berbicara seseorang dapat mengungkapkan pikiran dan perasaannya kepada oranglain secara lisan (Soenardi Djiwandono, 1996: 68).

Dengan demikian dari beberapa penjelasan ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa berbicara adalah kemampuan untuk mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan ide, pikiran, gagasan, atau isi hati kepada orang lain dengan menggunakan bahasa lisan dengan artikulasi yang jelas sehingga dapat dipahami oleh orang lain.

2. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Berbicara Anak

Hurlock (1978 : 186) mengemukakan kondisi yang dapat menimbulkan perbedaan dalam berbicara yaitu kesehatan, kecerdasan, keadaan sosial ekonomi, jenis kelamin, keinginan berkomunikasi, dorongan, ukuran keluarga, urutan kelahiran, metode pelatihan anak, kelahiran kembar, hubungan dengan teman


(26)

sebaya dan kepribadian. Kondisi yang dapat menimbulkan perbedaan berbicara tersebut dapat diuraikan berikut ini :

a. Kesehatan

Anak yang sehat, lebih cepat belajar berbicara ketimbang anak yang tidak sehat. Hal ini dikarenakan motivasinya lebih kuat untuk menjadi anggota kelompok sosial dan berkomunikasi dengan anggota kelompok tersebut.

b. Kecerdasan

Anak yang memiliki kecerdasan tinggi belajar berbicara lebih cepat dan memperlihatkan penguasaan bahasa yang lebih unggul ketimbang anak yang tingkat kecerdasannya rendah.

c. Keadaan Sosial Ekonomi

Anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya tinggi lebih mudah belajar berbicara, mengungkapkan dirinya lebih baik, dan lebih banyak berbicara ketimbang anak dari kelompok yang keadaan sosial ekonominya lebih rendah. Penyebab utamanya adalah bahwa anak dari kelompok yang lebih tinggi, lebih banyak didorong untuk berbicara dan lebih banyak dibimbing melakukannya.

d. Jenis Kelamin

Anak perempuan lebih cepat dalam belajar berbicara dibandingkan anak laki-laki. Pada setiap jenjang umur, kalimat anak lelaki lebih pendek dan kurang betul tata bahasanya, kosa kata yang diucapkan lebih sedikit, dan pengucapannya kurang tepat ketimbang anak perempuan.

e. Keinginan Berkomunikasi

Semakin kuat keinginan anak untuk berkomunikasi dengan orang lain maka semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara dan semakin bersedia menyisihkan waktu dan usaha yang diperlukan untuk belajar.

f. Dorongan

Semakin banyak anak didorong untuk berbicara dengan mengajaknya bicara dan didorong menanggapinya, akan semakin awal mereka belajar berbicara dan semakin baik kualitas bicaranya.

g. Ukuran Keluarga

Anak tunggal atau anak dari keluarga kecil biasanya berbicara lebih awal dan lebih baik ketimbang anak dari keluarga besar, karena anak tunggal memiliki kesempatan yang lebih banyak dalam mendapat stimulus perkembangan bicaranya.

h. Urutan Kelahiran

Dalam keluarga yang sama, anak pertama lebih unggul ketimbang anak yang lahir kemudian. Ini karena orang tua dapat menyisihkan waktunya yang lebih banyak untuk mengajar dan mendorong anak yang lahir pertama dalam belajar berbicara ketimbang untuk anak yang lahir kemudian.

i. Metode Pelatihan Anak

Anak-anak yang dilatih secara otoriter yang menekankan bahwa “anak harus dilihat dan bukan didengar” merupakan hambatan belajar, sedangkan


(27)

pelatihan yang memberikan keleluasaan dan demokratis akan mendorong anak untuk belajar.

j. Kelahiran Kembar

Anak yang lahir kembar umumnya terlambat dalam perkembangan bicaranya terutama karena anak kembar lebih banyak bergaul dengan saudara kembarnya dan hanya memahami logat khusus yang anak miliki. Ini melemahkan motivasi anak untuk belajar berbicara.

k. Hubungan dengan Teman Sebaya

Semakin banyak hubungan anak dengan teman sebayanya dan semakin besar keinginan anak untuk diterima sebagai anggota kelompok sebaya, akan semakin kuat motivasi anak untuk belajar berbicara.

l. Kepribadian

Anak yang dapat menyesuaikan diri dengan baik cenderung kemampuan bicarnya lebih baik, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif, ketimbang anak yang penyesuaian dirinya kurang baik. Kenyataanya, berbicara seringkali dipandang sebagai salah satu petunjuk anak yang sehat mental.

Mary R Jalongo (2007: 104) menambahkan menurutnya kemampuan berbicara dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor neurologi dan faktor stuktural dan fisiologis. Berikut faktor yang mempengaruhi kemampuan berbicara menurut Mary R Jalongo :

a. Faktor Neurologi

Faktor neurologi dipengaruhi oleh perkembangan kognitif, pengolahan informasi strategis dan kemampuan motorik. Perkembangan kognitif pada masa kanak-kanak, dalam berbicara anak membutuhkan kecerdasan dan kedewasaan yang cukup. Anak yang jenius dapat berbicara lebih awal dari teman-temannya karena memperoleh pengalaman dan mampu mengekspresikannya lewat bahasa lisan. Bagian dari mampu berbicara adalah mampu merencanakan apa yang ingin dikatakannya.

Faktor yang kedua yaitu pengolahan informasi strategis. Untuk berbicara, anak perlu belajar bagaimana memusatkan perhatian, untuk membedakan antara suara, dan untuk menahan suara dalam memori sehingga dapat direproduksi.


(28)

Kemampuan Motorik. Dalam berbicara, dibutuhkan koordinasi antara gerakan bibir dan lidah serta suara. Bagi kebanyakan orang, gerakan ini menjadi otomatis jika tidak diperhatikan. Hal ini menjadi berbeda ketika sedang sakit (misalnya radang tenggorokan) dan cidera (setelah operasi oral).

b. Faktor Struktural dan Fisiologis

Faktor struktural dan fisiologis meliputi sensori ketajaman indera, kemampuan oromuscular dan pernafasan

c. Faktor Lingkungan

Yang termasuk dalam faktor lingkungan meliputi lingkungan sosial budaya, pengalaman dan konteks fisik. Pada lingkungan sosial budaya menunjukkan bahwa kemampuan berbicara juga dipengaruhi oleh lingkungan rumah pada semua kelas ekonomi. Anak yang kelas ekonominya lebih tinggi ternyata membuat kemampuan berbicara anak lebih cepat berkembang dengan baik. Pengalaman juga mempengaruhi kemampuan bicara anak. Hal ini dipengaruhi oleh kemampuan interaksi anak baik secara lisan dan non lisan. Pada faktor konteks fisik, kemampun berbicara dipengaruhi oleh mainan, buku bergambar, dan miniatur lainnya yang dapat merangsang percakapan serta kemampuan berbicaranya.

Dari uraian diatas menunjukkan bahwa baik faktor eksternal maupun internal mempengaruhi perkembangan bicara anak. Faktor eksternal bersumber dari lingkungan sekitar anak sedangkan faktor internal bersumber dari dalam diri anak tersebut. Disebutkan bahwa metode pelatihan mempengaruhi perkembangan


(29)

bicara anak yang berkaitan dengan faktor eksternal atau dari lingkungan sekitar. Oleh karena itu penelitian ini membantu perkembangan bicara anak melalui faktor eksternal yaitu menggunakan metode show and tell untuk melihat perubahan atau pengaruh perkembangan bicara anak.

3. Tujuan Pengembangan Berbicara Anak

Secara umum tujuan pengembangan berbicara anak usia dini yaitu agar anak mampu mengungkapkan isi hatinya (pendapat, sikap) secara lisan dengan lafal yang tepat untuk dapat berkomunikasi. Selain itu anak dapat melafalkan bunyi bahasa yang digunakan secara tepat, anak mempunyai perbendaharaan kata yang memadai untuk keperluan berkonunikasi dan agar anak mampu menggunakan kalimat secara baik untuk berkomunikasi secara lisan.

Menurut Hartono (Suhartono, 2005: 123) tujuan umum dalam pengembangan berbicara anak, yaitu:

a. Memiliki perbendaharaan kata yang cukup

Memiliki perbendaharaan kata yang cukup diperlukan untuk berkomunikasi sehari-hari. Perbendaharaan kata/kosakata sangat diperlukan dalan berkomunikasi, sehingga semakin anak banyak memiliki perbendaharaan kata/kosakata maka akan semakin baik dalam berkomunikasi.

b. Mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat

Anak dapat mengucapkan kata setelah mendengar kata tersebut dari orang disekitarnya dengan disertai makna kata tersebut, dengan mendengarkan dan memahami kata-kata yang diucapkan orang lain maka anak dapat memperoleh kosakata baru yang dapat digunakan untuk berkomunikasi.


(30)

c. Mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat.

Dalam hal ini anak mampu memahami, malaksanakan atau menyampaikan pesan kepada orang lain, anak mampu menggunakan kalimat-kalimat perintah yang baik, dan anak mampu menunjukkan sikap dan perasaannya terhadap sesuatu kejadian, melalui perbuatan sehari-hari.

d. Berminat menggunakan bahasa yang baik

Agar anak berminat menggunakan bahasa yang baik berarti bahwa anak mampu menyusun dan mengucapkan kata-kata dengan lafal yang benar dan tepat, anak mampu menyusun kalimat-kalimat sederhana yang berpola dan anak mampu bercalap-cakap dalam bahasa Indonesia yang sederhana tetapi benar.

e. Berminat untuk menghubungkan antara bahasa lisan dan tulisan

Anak dapat mengetahui bahwa benda-benda di sekililingnya mempunyai simbol bahasa dan anak mengetahui adanya hubungan antara gambar-gambar dengan tulisan-tulisan atau ucapan lisan.

Dari uraian di atas maka tujuan pengembangan berbicara anak usia dini yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah agar anak memiliki perbendaharaan kata yang cukup, mau mendengarkan dan memahami kata-kata serta kalimat, mampu mengungkapkan isi hatinya (pendapat atau sikap) secara lisan, anak mampu mengungkapkan pendapat dan sikap dengan lafal yang tepat dan anak berminat menggunakan bahasa yang baik dengan cara menggunakan metode show and tell.


(31)

4. Pembelajaran Untuk Keterampilan Berbicara

Slamet Suyanto (2005: 172) menyatakan bahwa untuk melatih anak berkomunikasi secara lisan dapat dilakukan dengan memberi kegiatan yang memungkinkan anak berinteraksi dengan teman dan orang lain. Guru dapat mendisain berbagai kegiatan yang memungkinkan anak mengungkapkan ide, perasaan, dan emosinya. Berikut beberapa contoh kegiatan untuk melatih komunikasi lisan.

a. Bermain Drama (dramatic play)

Bermain drama untuk mengembangkan kemampuan bicara anak dapat dilakukan seperti bermain antara dokter-pasien, bermain keluarga, bermain jual beli dan sebagainya.

b. Show and Tell (menunjukkan dan menceritakan)

Show and tell dapat dilakukan setiap hari, secara bergilir, guru menyuruh satu-dua anak untuk bercerita tentang pengalamannya. Pengalaman tersebut meliputi berbagai hal yang menurut anak perlu diceritakan. Sebagai contoh anak dapat bercerita tentang acara TV yang ia tonton, makan makanan yang ia sukai, gambar yang ia buat, pengalaman yang berkesan dan sebagainya.

c. Bermain Paralel (Paralel Play)

Bermain dengan pasir, air dan balok di mana anak bermain sendiri-sendiri di tempat yang sama dengan media yang sama akan memungkinkan anak bermain paralel. Anak melihat bagaimana temannya bermain dan ikut menirukannya. Anak biasanya akan bercakap-cakap sambil bermain.


(32)

d. Bermain Kooperatif (Cooperative Play)

Bermain secara kooperatif amat baik untuk mengembangkan kemampuan anak berkomunikasi lisan seperti guru memberi tugas kepada anak untuk membuat gambar pada kertas poster dalam kelompok. Kemudian mengajak anak berdiskusi mengenai gambar yang akan mereka buat dan mengajak mereka membuat bersama-sama. Kemudian mengajak anak untuk mempresentasikan dan menceritakan gambar yang telah mereka buat. Usahakan semua anak berbicara dalam kegiatan presentasi tersebut.

Dari uraian diatas metode pengembangan kemampuan berbicara anak dapat menggunakan metode bermain drama, bermain parallel, bermain kooperatif dan metode show and tell. Dari beberapa metode tersebut, peneliti menggunakan metode show and tell untuk melihat pengaruhnya terhadap kemampuan berbicara anak kelompok A.

C. Perkembangan Bicara Anak Usia Taman Kanak-kanak 1. Karakteristik Kemampuan Berbicara Anak Usia 4-5 Tahun

Pada anak usia TK yaitu 4-5 tahun, kemampuan bahasa yang paling efektif digunakan adalah kemampuan berbicara. Terdapat beberapa faktor yang dijadikan ukuran untuk melihat perkembangan kemampuan berbicara anak. Nurbiana (2008, 3.6) mengemukakan ada beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran kemampuan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang disesuaikan, pilihan kata dan ketepatan sasaran pembicaraan.


(33)

a. Ketepatan ucapan

Ukuran kemampuan berbicara pada indikator ketepatan ucapan pada anak dapat diukur dari anak berbicara atau mengucapkan beberapa dengan tepat, jelas dan baik.

b. Penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai

Indikator penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai diukur dengan melihat pengucapan kata dengan benar (tidak celat) dan dengan nada yang lantang atau jelas dengan tidak terbata-bata atau gagap dalam berbicara. Pada indikator ini pengucapan atau berbicara anak dapat berbicara dengan jelas dan lancar.

c. Pilihan kata

Pemilihan kata dalam pengucapan ini anak memilih kata yang telah dipahaminya, tidak hanya sekedar anak meniru ucapan dari oranglain. Anak telah memahami makna dari kata-kata yang diucapkannya.

d. Ketepatan sasaran pembicaraan.

Pada indikator ketepatan sasaran pembicara ini anak mampu mengeluarkan pendapat, mengekspresikan isi hati, serta mampu mengeluarkan gagasan yang tepat dan benar. Dalam indikator ini anak juga mampu berpartisipasi dalam sebuah percakapan sesuai topik, anak mampu memberikan pertanyaan dan menjawab pertanyaan sesuai dengan topik yang sedang dibahas.

Aspek non kebahasaan meliputi: (a) sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat (b) kesediaan menghargai pembicaraan maupun


(34)

gagasan orang lain; (c) kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara; (d) relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu.

Maidar (Umi Faizah, 2010: 9) mengemukakan bahwa dalam mengevaluasi kemampuan berbicara anak pada prinsipnya juga harus memperhatikan dua aspek yaitu aspek kebahasaan dan juga aspek non kebahasan. Aspek kebahasan meliputi : (a) pengucapan vokal; (b) penempatan tekanan/persendian/nada/irama; (c) pilihan kata, pilihan ungkapan, variasi kata, tata bentukan; (d) struktur kalimat/ragam kalimat. Sedangkan untuk aspek non kebahasaan meliputi : (a) keberanian; (b) kelancaran; (c) kenyaringan suara; (d) pandangan mata; (e) gerak-gerik dan mimik; (f) keterbukaan; (g) penalaran; (h) penguasaan topik.

Sependapat dengan kedua ahli diatas, Sabarti Akhadiah, dkk (1992: 154-60) menjelaskan bahwa kemampuan berbicara anak dapat dilihat dari aspek kebahasaan dan aspek non kebahasaan. Aspek kebahasaan menurut Sabarti Akhadiah, dkk adalah : a) ketepatan ucapan; b) penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme yang sesuai; c) penggunaan kata dan kalimat. Aspek non kebahasaan meliputi : a) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku; b) pandangan yang diarahkan kepada lawan; c) kesediaan menghargai pendapat orang lain; d) gerak-gerik dan mimik yang tepat; e) kenyaringan suara; f) kelancaran; g) penalaran dan relevansi.

Mary Renck Jalongo (2007: 114) juga menyebutkan bahwa kemampuan berbicara anak diukur dari dua aspek. Yang pertama adalah aspek Kebahasaan, yaitu : a) ketepatan ucapan, b) alasan untuk berbicara, c) cara berinteraksi dengan oranglain, d) bagaimana pembicara menampilkan diri sendiri, e) Penguasaan


(35)

terhadap topik, f) ketepatan sasaran pembicaraan, g) konsep kesopanan, h) ekspresi, i) penempatan ritme dan jangka yang sesuai, dan j) tata cara akhir pembicaraan. Aspek yang kedua yaitu non kebahasaan yang meliputi : a) pandangan mata, b) kedekatan dengan pendengar, c) postur tubuh, d) mimik, serta e) sikap.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara bukanlah sekedar pengucapan kata atau bunyi, tetapi merupakan suatu kemampuan untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaikan atau mengkomunikasikan pikiran, ide, maupun perasaan. Berbicara merupakan suatu keterampilan berbahasa yang berkembang dan dipengaruhi oleh keterampilan menyimak. Kemampuan berbicara berkaitan dengan kosa kata yang diperoleh anak dari kegiatan menyimak dan membaca.

Dari beberapa penjabaran tentang karakteristik kemampuan bicara di atas maka dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa aspek yang diamati pada indikator kemampuan berbicara, yaitu :

a. Aspek Kebahasaan

Aspek kebahasaan meliputi ketepatan ucapan/vokal, penempatan tekanan, nada, jangka, intonasi, dan ritme yang sesuai,pilihan/penggunaan kata dan kalimat yang tepat dan bervariasi.

b. Aspek Non Kebahasaan :

Aspek non kebahasaan meliputi sikap tubuh, keterbukaan dan kesediaan menghargai pendapat/pembicaraan oranglain, kenyaringan suara dan kelancaran, gerak-gerik dan mimik yang tepat, penalaran dan penguasaan terhadap topik.


(36)

2. Tahap Perkembangan Bicara Anak

Pateda (Suhartono, 2005: 49) menjelaskan tahapan perkembangan awal ujaran anak, yaitu tahap penamaan, tahap telegrafis, dan tahap transformasional. Tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

1. Tahap penamaan

Pada tahap ini anak mengasosiasikan bunyi-bunyi yang pernah didengarnya dengan benda, peristiwa, situasi, kegiatan, dan sebagainya yang pernah dikenal melalui lingkungannya. Pada tahap ini anak baru mampu menggunakan kalimat terdiri atas satu kata atau frase. Kata-kata yang diujarkannya mengacu pada benda-benda yang ada di sekelilingnya.

2. Tahap telegrafis

Pada tahap ini anak mampu menyampaikan pesan yang diinginkannya dalam bentuk urutan bunyi yang berwujud dua atau tiga kata. Anak menggunakan dua atau tiga kata untuk mengganti kalimat yang berisi maksud tertentu dan ada hubungannya dengan makna. Ujaran tersebut sangat singkat dan padat. Oleh karena itu, ujaran anak sejenis ini disebut juga telegrafis. Steinbergh (Suhartono, 2005: 50) mengatakan bahwa pada tahap ini anak berumur sekitar dua tahun. 3. Tahap Transformasional

Pada tahap ini anak sudah mulai memberanikan diri untuk bertanya, menyuruh, menyanggah, dan menginformasikan sesuatu. Pada tahap ini anak sudah mulai berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam. Berbagai kegiatan anak aktivitasnya dikomunikasikan atau


(37)

diujarkan melalui kalimat-kalimat. Yang termasuk pada tahap ini yaitu anak berumur lima tahun.

Berdasarkan tahapan-tahapan di atas maka dapat disimpulkan bahwa tahapan berbicara anak TK kelompok A (4-5 tahun) berada pada tahap transformasional. Pada tahap tersebut anak sudah dapat berani bertanya, menyuruh, menyanggah, menginformasikan sesuatu serta berani mentransformasikan idenya kepada orang lain dalam bentuk kalimat yang beragam.

C. Metode Show and Tell

1. Pengertian Metode Show and Tell

Slamet Suyanto (2005: 145) menyatakan bahwa metode show and tell digunakan untuk mengungkap kemampuan, perasaan, dan keinginan anak. Setiap hari guru dapat meminta dua atau tiga orang anak untuk bercerita apa saja yang ingin diungkapkan. Saat anak bercerita, guru dapat melakukan asesmen pada anak tersebut. Guru dapat melanjutkan topik yang dibicarakan anak sebagai pembelajaran.

Takdiroatun Musfiroh (2011: 5) mendefinisikan show and tell merupakan kegiatan menunjukkan sesuatu kepada audiens dan menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu itu. Takdiroatun Musfiroh (2011: 1) juga menjelaskan bahwa metode show and tell mengacu pada tiga bidang utama, yaitu edukasi, musik dan teater. Menurut H.A.R. Tilaar (2013: 103), show and tell adalah kegiatan yang mengutamakan kemampuan berkomunikasi sederhana. Tujuan


(38)

kegiatan ini adalah melatih anak berbicara di depan kelas dan membiasakan anak peka terhadap hal-hal sederhana sehari-hari.

Mengacu pada uraian di atas, pengertian metode show and tell adalah suatu metode pembelajaran dengan kegiatan anak menunjukkan benda dan menyatakan pendapat, mengungkapkan perasaan, keinginan, maupun pengalaman terkait dengan benda tersebut.

2. Manfaat Metode Show and Tell

Laurie Patsalides (Takdiroatun Musfiroh, 2011: 8-9) memaparkan manfaat metode show and tell untuk mengembangkan beberapa aspek. Berbagai manfaat tersebut yaitu anak belajar berbicara dan menyimak, menjadi pendengar dan memperkenalkan diri, membuat penyelidikan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan, membuat hubungan antara respon anak dengan anak yang lain, antisipasi dan observasi, praktik keterampilan berbincang kritis, praktik bercerita, belajar kesamaan dan perbedaan, menggunakan kosakata, menggunakan bahasa deskriptif, mengucapkan terima kasih, dan meningkatkan rasa percaya diri. Dengan metode show and tell ini anak akan distimulasi perkembangan bicaranya dengan baik.

Dailey (1997: 223) mengemukakan bahwa metode show and tell ini memberikan kesempatan kepada anak untuk mengembangkan bahasa ekspresif serta membangun bahasa anak. Sependapat dengan itu, Cullinan dan Oken-Wright (Dailey, 1997: 223) menjelaskan bahwa kegiatan ini menstimulasi anak untuk berfikir dan mengungkapkan ide dan pikiran atau gagasannya sehingga anak akan mudah ketika berkomunikasi dengan oranglain. Selain itu dijelaskan pula bahwa


(39)

dengan metode show and tell ini anak diajarkan untuk berfikir memilih kata-kata untuk dikatakannya dan membangun sintaks yang jelas.

Berdasar uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa manfaat dari metode show and tell ini adalah mengembangkan bahasa ekspresif seperti mengajarkan anak untuk belajar berbicara, menyimak, memperkenalkan diri, membuat antara respon anak dengan anak lain, praktik keterampilan berbincang kritis, praktik bercerita, berfikir memilih dan menggunakan kosa kata serta mengungkapkan ide dan piiran. Hal ini akan digunakan sebagai panduan dalam penelitian ini dan menyusun langkah-langkah pembelajaran dengan metode show and tell.

3. Kelebihan dan Kekurangan Metode Show and Tell

Dalam sebuah metode terdapat kelebihan dan kekurangan. Tidak terkecuali juga dengan metode show and tell. Beberapa kelebihan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Penggunaan benda konkret yang akan mempermudah anak untuk menjelaskan dan bercerita.

b. Memberikan kesempatan lebih banyak kepada anak untuk mengamati benda yang anak tunjukkan, sehingga anak terstimulasi untuk dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan perasaan terkait dengan benda yang anak bawa. c. Memberikan kesempatan pada semua anak untuk terlibat aktif karena

menekankan pada pendekatan partisipatoris dalam proses pembelajaran (Amode Taher dalam Takdiroatun Musfiroh, 2011: 6).


(40)

d. Efektif untuk mengembangkan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking). Kemampuan berbicara di depan umummerupakan salah satu karakteristik percaya diri (Takdiroatun Musfiroh, 2011: 6)

e. Melatih anak melakukan pemecahan masalah (problem solving), yakni saat bercerita anak belajar untuk menyusun informasi terkait dengan benda yang ditunjukkan.

Sedangkan kekurangan dari metode show and tell ini menurut Ari Prasasti (2012: 42-43), antara lain:

a. Penggunaan metode harus selalu dengan pengawasan guru. Hal ini dikarenakan metode tersebut memerlukan bimbingan apabila peserta didik kesulitan dalam menceritakan benda yang digunakan.

b. Penggunaan metode ini tidak dapat digunakan dalam kondisi mendadak, hal tersebut dikarenakan perlu adanya persiapan benda maupun pengalaman yang akan diceritakan.

c. Dailey (1997: 224) menambahkan, waktu yang disediakan untuk melakukan show and tell terbatas. Hal ini dikarenakan show and tell dilakukan secara bergiliran, sehingga agar semua anak bisa tampil maka waktu yang disediakan hendaknya cukup banyak.

4. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Show and Tell

Metode show and tell merupakan salah satu metode yang tepat untuk meningkatkan percaya diri anak. Takdiroatun Musfiroh (2011: 35-36) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan show and tell adalah sebagai berikut: a) Anak membentuk lingkaran di lantai beralas (karpet, tikar, dan sejenisnya).


(41)

b) Setiap kelompok terdiri dari 7-10 anak. c) Membuka kegiatan dengan salam.

d) Membimbing salah satu anak untuk memimpin doa bersama. e) Menyapa anak satu per satu dengan menyebutkan namanya.

f) Memberikan kata-kata yang baik serta membangkitkan minat anak.

g) Memberi kesempatan kepada anak untuk menunjukkan benda yang akan digunakan untuk show and tell. Benda yang anak gunakan dapat dari benda yang diberikan guru, benda yang anak bawa dari rumah atau hasil karya anak. h) Anak mendeskripsikan benda tersebut dan menyampaikannya kepada

teman-teman.

i) Menjelaskan tata carashow and tell. Apabila diperlukan, guru dapat memberi contoh cara melakukan show and tell. Hal ini dilakukan selama 5 menit.

Untuk menerapkan metode ini, guru memberi contoh berupa benda nyata untuk anak. Fungsi benda tersebut sebagai penstimulus anak untuk mengungkapkan ide, perasaan, gagasan, perasaan maupun pengalaman tentang benda yang ditunjukkan anak.

Berdasar pada uraian dan teori yang telah dijelaskan mengenai pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan bicara anak, maka dapat menjadi dasar pelaksanaan pembelajaran di taman kanak-kanak dengan metode show and tell.

D. Kerangka Berpikir

Metode show and tell adalah suatu metode pembelajaran dengan kegiatan anak menunjukkan benda atau hasil karya dan menyatakan pendapat,


(42)

mengungkapkan perasaan, keinginan, maupun pengalaman terkait dengan benda tersebut. Metode ini merupakan variasi yang diberikan oleh guru untuk menarik dan menstimulasi kemampuan berbicara anak.

Namun dilapangan, tidak banyak guru mengetahui tentang metode show and tell ini. Pengembangan kemampuan berbicara anak hanya dilakukan dengan metode konvensional yang sering dilakukan oleh guru yaitu tanya jawab dan metode ceramah. Guru kurang memberikan variasi metode pembelajaran kepada anak untuk menstimulasi kemampuan berbicaranya.

Dengan metode stimulasi perkembangan bahasa anak yang hanya bersifat konvensional yaitu menggunakan metode tanya jawab dan percakapan yang kurang menarik maka metode show and tell digunakan sebagai metode yang dirancang untuk lebih optimal menstimulasi perkembangan bicara anak. Alasan penerapan metode show and tell ini adalah mengemas pembelajaran dengan semenarik mungkin dan diharapkan dengan metode show and tell anak mampu mengekspresikan hati, mengeluarkan pikiran dan pendapatnya, menjelaskan maksud dan dapat bercerita kepada teman dan oranglain dengan menggunakan benda atau hasil karya yang anak buat. Dengan konsep metode show and tell yang merupakan kegiatan untuk menstimulasi perkembangan bicara anak dengan menunjukkan sesuatu kepada audiens dan menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu itu . Melalui metode show and tell ini anak diberikan kesempatan lebih banyak untuk mengamati benda yang anak tunjukkan, sehingga anak terstimulasi untuk dapat mengungkapkan ide, gagasan, pikiran dan perasaan terkait dengan benda yang anak bawa.


(43)

Metode show and tell ini akan dieksperimenkan kepada anak kelompok A TK ABA Pantisiwi Serut Bantul. Dengan menggunakan tiga media yaitu gambar yang telah disediakan guru, hasil karya anak serta foto yang anak bawa dari rumah. Metode show and tell digunakan untuk melihat pengaruh kemampuan berbicara anak kelompok A apakah berpengaruh positif atau tidak.

F. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori dan kerangka pikir yang telah diuraikan diatas maka dapat diajukan rumusan hipotesis penelitian yaitu terdapat pengaruh positif yang signifikan dalam penggunaan metode show and tell terhadap kemampuan berbicara anak Kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul Yogyakarta.


(44)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

1. Pendekatan Penelitian

Berdasarkan pendekatannya, penelitian dibedakan antara pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2010: 53) menjelaskan bahwa pendekatan kuantitatif adalah jenis pendekatan yang dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan percobaan kontrol.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian eksperimen. Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 3) mengemukakan eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti dengan mengeliminasi atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor lain yang dapat mengganggu. Penelitian eksperimen dilakukan dengan maksud untuk melihat dan mengetahui akibat dari suatu perlakuan.

Berdasarkan pengertian di atas, jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian eksperimen, yaitu untuk mengetahui hubungan sebab akibat antara penerapan penggunaan metode show and tell dengan kemampuan berbicara anak kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul. Sedangkan bentuk desain yang digunakan peneliti adalah quasi eksperimen design (desain eksperimen semu).


(45)

Desain eksperimen semu yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest-Posttest Control Group Design (Pretes-Postes Grup Kontrol). Sugiyono (2010: 113) menjelaskan bahwa Pretest-Posttest Control Group Design adalah desain yang didalamnya terdapat dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal adakah perbedaan antara kelompok eksperimen dengan kelompok kontrol.

Dalam desain ini terdapat dua kelompok. Kelompok pertama pembelajaran perkembangan bicara dengan perlakuan metode show and tell (X) disebut kelompok eksperimen. Kelompok kedua, pembelajaran perkembangan bicara menggunakan metode konvensional yang biasa digunakan di TK yaitu tanya jawab dan metode demonstrasi, disebut kelompok kontrol.

Desain penelitian yang akan digunakan oleh peneliti, Keterangan : R : Random O : Pengukuran

X : Treatment (Perlakuan)

Dalam penelitian ini pemilihan kelas untuk penerapan metode dipilih secara acara dengan menggunakan undian. Hasil undian menunjukkan bahwa kelas A1 menggunakan metode tanya jawab seperti yang dilakukan biasanya dan kelas A2 menggunakan metode show and tell atau dengan perlakuan. Sebelumnya kedua kelompok akan diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal perbedaan antara kelompok A1 dengan A2.

R O X O


(46)

B. Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Lokasi Penelitian

Lokasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah di TK ABA Pantisiwi Serut, Peni, Palbapang, Bantul, Yogyakarta. Lokasi ini digunakan karena untuk mempermudah pengambilan data dan cocok dilakukan penelitian karena terdapat dua kelas pada kelompok A dan telah mendapat persetujuan dari pihak sekolah. 2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei semester II Tahun Ajaran 2015/2016. Adapun jadwal penelitain ada pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Rencana Waktu Pelaksanaan Penelitian

No. Hari/Tanggal Kegiatan Kelompok

1. Senin, 9 Mei 2016 Pretest Kontrol (A1) 2. Selasa, 10 Mei 2016 Pretest Eksperimen (A2) 3. Rabu, 11 Mei 2016 Show and tell 1 Eksperimen (A2) 4. Kamis, 12 Mei 2016 Show and tell 2 Eksperimen (A2) 5. Jum’at, 13 Mei 2016 Show and tell 3 Eksperimen (A2) 6. Sabtu, 14 Mei 2016 Posttest Eksperimen (A2) 7. Senin, 16 Mei 2016 Demonstrasi 1 Kontrol (A1) 8. Selasa, 17 Mei 2016 Demonstrasi 2 Kontrol (A1) 9. Rabu, 18 Mei 2016 Demonstrasi 3 Kontrol (A1) 10. Kamis, 19 Mei 2016 Posttest Kontrol (A1)

C. Populasi Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 130) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Jadi, populasi penelitian dapat disimpulkan sebagai subjek penelitian yang mengenainya dapat diperoleh dari data yang dipermasalahkan.


(47)

tidak menggunakan sampel. Hal ini digunakan karena penelitian ini menggunakan setting kelas dan menggunakan seluruh anak kelompok A menjadi subjek penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu seluruh kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut yang merupakan kelompok A1 sebagai kelompok kontrol yang berjumlah 21 anak dan kelompok A2 sebagai kelompok eksperimen yang berjumlah 19 anak.

D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data

Suharsimi Arikunto (2006: 43) mengatakan bahwa metode pengumpulan data adalah cara-cara yang dapat digunakan oleh peneliti untuk mengumpulkan data. Teknik yang akan digunakan dalam pengumpulan data penelitian adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Berdasarkan instrumen pengamatan yang digunakan, maka peneliti melakukan observasi langsung dengan menggunakan observasi tidak terstruktur, ( Sugiyono, 2007 : 205) yakni observasi yang tidak menggunakan instrumen yang telah baku, tetapi hanya berupa rambu-rambu pengamatan. Adapun rambu-rambu pengamatan dalam pelaksanaan observasi dapat dilihat dalam tabel yang berisi kisi-kisi pedoman observasi.


(48)

Tabel 2. Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Berbicara Usia 4-5 Tahun

Variabel Sub

Variabel Sub-sub Variabel Instrumen

Jumlah butir Kemampuan Berbicara Kemampuan menyampaik an maksud (ide, pikiran, gagasan dan perasaan) dalam bentuk kata/bahasa dengan artikulasi yang jelas.

1.Anak mampu menyampaikan ide/gagasan

2.Anak mampu menyampaikan isi perasaannya

3.Anak dapat menceritakan kembali a) Lembar Observasi 5 butir (1, 2,3, 4, 5) Kemampuan memberi jawaban dan tanggapan dengan pilihan kata dan kalimat yang tepat

1. Anak mampu memberi salam 2. Anak mampu

menjawab salam 3. Anak mampu

menjawab pertanyaan

4. Anak mampu mengajukan

pertanyaan

a) Lembar Observasi

7 butir (6, 7, 8, 9, 10, 11, 12)

2. Tes

Menurut Sukardi (2007:138) tes merupakan prosedur sistematik dimana individual yang dites direpresentasikan dengan suatu set stimuli jawaban mereka yang dapat menunjukkan ke dalam angka. Dalam tes telah direncanakan sesuai dengan pilihan hati dan pikiran subjek guna menggambarkan respons yang kemudian diolah oleh peneliti secara sistematis menuju suatu arah kesimpulan yang menggambarkan tingkah laku dari subjek tersebut. Tes merupakan pengumpul informasi adalah serangkaian pertanyaan atau latihan yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat


(49)

Pada penelitian ini peneliti menggunakan tes lisan di kelas. Nurgiyantoro (2010: 141) menjelaskan bahwa tes lisan dikelas dimaksudkan sebagai tes yang yang dilakukan secara bersamaan dengan kegiatan pembelajaran. Adapun instrumen yang digunakan peneliti adalah tes melakukan metode show and tell. Tugas ini digunakan pada saat pre-tes dan post tes yang bertujuan untuk mengungkapkan kemampuan awal dan kemampuan akhir anak setelah diberi perlakuan. Berikut pedoman penilaian Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul, yang telah dikonsultasikan kepada dosen ahli yaitu Dr. Slamet Suyanto, M.Ed.

Tabel 3. Penilaian Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A

No. Indikator Skor Deskripsi

1. Anak mampu menyampaikan ide/gagasan tentang alat piknik dengan pengucapan yang jelas

1

Anak mampu menyampaikan ide/gagasan dengan pengucapan fonem (huruf) dengan jelas. Contoh : huruf b (bekal, baju), d (duduk), r (permen, tikar), s (tas), m (minuman, makanan), t (topi). 2. Anak menyampaikan

ide/gagasan tentang kegiatan yang akan dilakukan dan dapat dipahami oranglain

1

Anak mampu menyampaikan ide/gagasan dengan kata yang dapat dipahami oranglain. Seperti “aku ingin jalan-jalan, berenang, bermain.”

3. Anak mampu menyampaikan isi perasaannya tentang pengalamannya pada saat piknik dengan pengucapan yang jelas 1

Anak mampu menyampaikan isi perasaan senangnya dengan pengucapan yang jelas. Contoh : huruf s (Aku sangat senang sekali), r (Aku gembira bisa pergi ke KidFun).

4. Anak dapat menceritakan kembali pengalaman piknik dengan jelas

1

Anak dapat menceritakan kembali pengalaman piknik dengan jelas. Contoh : Aku pernah pergi ke KidFun dengan Ibuku dan bu guru. Aku piknik naik bis.


(50)

5. Anak dapat menceritakan kembali isi cerita dengan runtut tentang perjalanan piknik

1

Anak dapat menceritakan kembali isi cerita dengan runtut. Contoh mulai dari anak berangkat menggunakan bis bersama teman dan gurunya dan bermain bersama.

6. Anak mampu memberi salam dengan pilihan kata yang tepat sebelum anak melakukan cerita tentang pengalaman piknik

1

Anak mampu memberi salam dengan pilihan kata yang tepat. Contoh : assalamu’alaikum, selamat pagi, hallo, hai.

7. Anak mampu menjawab salam dengan pilihan kata yang tepat pada saat oranglain memberi salam.

Anak mampu menjawab salam dengan pilihan kata yang tepat. Contoh : terimakasih, wassalamu’alaikum.

8. Anak mampu menjawab pertanyaan tentang kegiatan yang dilakukannya pada saat piknik dengan tepat sesuai topik 1

Anak mampu menjawab pertanyaan dengan tepat sesuai dengan topik yang dibicarakan. Contoh : Aku berenang di kolam renang yang besar, naik kereta mini, dan mobil-mobilan.

9. Anak mampu menjawab pertanyaan tentang dengan siapa anak piknik dengan pilihan kata

yang tepat 1

Anak mampu menjawab pertanyaan dengan pilihan kata yang tepat.

Contoh : Aku pergi dengan teman-teman, bu guru dan ibuku.

10. Anak mampu menjawab pertanyaan tentang kendaraan yang digunakannya pada saat pergi piknik dengan struktur kalimat yang benar

1

Anak mampu menjawab pertanyaan dengan struktur kalimat yang benar. Contoh : Aku pergi piknik naik bis. 11. Anak mampu mengajukan

pertanyaan dengan pilihan kata yang tepat ketika anak diminta bertanya jika anak ingin membeli makanan pada saat piknik

1

Anak mampu mengajukan pertanyaan dengan pilihan kata yang tepat.

Contoh : ”Bu bolehkah aku membeli makanan itu?”

12. Anak mampu mengajukan pertanyaan dengan struktur kalimat yang benar ketika anak diminta bertanya jika anak ingin bermain dengan salah satu wahana permainan.

1

Anak mampu mengajukan pertanyaan dengan struktur kalimat yang benar.

Contoh : Bu, bolehkah aku naik kereta itu?


(51)

a. Uji Validitas Instrumen

Menurut Suharsimi Arikunto (2006: 219) validitas adalah keadaan yang menggambarkan tingkat instrumen yang bersangkutan mampu mengukur apa yang akan diukur. Sedangkan menurut Sugiyono (2007: 173) valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.

Pada uji validitas instrumen dalam penelitian ini menggunakan validitas konstrak (construct validity) sebagai pengukur tingkat validitasnya. Menurut Sugiyono (2007: 177), mengemukakan bahwa untuk menguji validitas konstrak, dapat menggunakan pendapat dari ahli. Dalam penelitian ini, peneliti menunjuk seorang dosen ahli yaitu Dr. Slamet Suyanto, M.Ed., untuk diujikan berdasar pengalaman empiris di lapangan dan uji coba instrumen.

b. Uji Reliabilitas Instrumen

Muhammad Idrus (2009: 167) berpendapat bahwa reliabilitas dalam pendekatan kuantitatif, dilakukan dengan cara mencari harga reliabilitas instrument, yaitu instrumen terlebih dahulu diujicobakan dan data hasil uji coba dihitung secara statistik dengan menggunakan beberapa formula statistik. Perlu dipahami bahwa yang dimaksud dengan reliabilitas instrumen adalah tingkat keajekan instrumen saat digunakan kapan dan oleh siapa saja sehingga akan cenderung menghasilkan data yang hampir sama dengan sebelumnya.

Reliabilitas merupakan ketepatan atau consistency atau dapat dipercaya. Artinya instrumen yang akan digunakan dalam penelitian tersebut akan memberikan hasil yang sama meskipun diulang-ulang dan dilakukan oleh siapa dan kapan saja. Mengetahui reliabilitas isntrumen harus dilakukan berkali-kali uji


(52)

coba. Hasil percobaan dilihat apakah menunjukkan adanya ketepatan atau keseragaman. Uji reliabilitas dalam penelitian ini menggunakan koefisien Cronbach Alpha dengan taraf signifikansi 5% dengan rumus sebagai berikut:

� = [� − 1] [1 −� ∑ � ]

Keterangan:

� : Reliabilitas instrumen

� : Jumlah butir pertanyaan

∑ : Jumlah varian butir

� : Jumlah varian total (Suharsimi Arikunto, 2006: 196)

Proses perhitungan realibilitas ini dilakukan dengan bantuan program SPSS 16 for windows. Uji coba reliabilitas instrumen dilakukan pada 10 anak kelompok A di TK Jebugan Baru Trirenggo, Bantul . Butir soal dinyatakan reliabel jika koefisien alpha lebih besar dari r tabel dengan taraf signifikansi 5%, dan dinyatakan tidak reliabel apabila koefisien alpha lebih kecil dari r tabel dengan taraf signifikansi 5%. Langkah selanjutnya adalah menafsirkan hasil dari koefisien reliabilitas dengan berpedoman pada penggolongan dari Suharsimi Arikunto dengan menggunakan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang diperoleh, atau nilai r. Penafsiran koefisien realibilitas ini bepedoman pada penggolongan Suharsimi Arikunto (2006: 276), yaitu:

Tabel 4. Interpretasi nilai r :

Besarnya Nilai r Interpretasi Interpretasi Antara 0,800 sampai dengan 1,00 Tinggi

Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah

Antara 0, 00 sampai dengan 0,200 Sangat rendah (tak berkorelasi) Sumber: Suharsimi Arikunto. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Penerbit


(53)

Setelah dilakukan pengolahan data maka didapatkan nilai reliabilitas. Nilai reliabilitas sebesar 0,857 yang masuk dalam interpretasi tinggi, sehingga dengan nilai r tersebut maka instrument tersebut dapat digunakan dalam penelitian.

E. Teknik Analisis Data

Seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2007 : 207) bahwa, analisis data adalah kegiatan mengelompokkan data berdasarkan variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dan jenis responden, menyajikan data tiap variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menguji hipotesis yang telah diajukan. Data dalam penelitian ini diperoleh data dari mulai observasi langsung pada obyek penelitian untuk mengungkapkan kemampuan berbicara anak. Observasi langsung dilaksanakan pada kondisi awal pembelajaran di dalam kelas dan pada saat diberikan perlakuan.

Tujuan analisis dalam penelitian ini adalah untuk memperoleh data kepastian apakah terjadi Pengaruh Penggunaan Metode Show and Tell Terhadap Kemampuan Berbicara Anak Kelompok A di TK ABA Pantisiwi Serut Bantul. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif kuantitatif. Pada akhir pembelajaran, dilakukan penilaian terhadap hasil tes yang dicapai oleh peserta didik. Seperti yang dinyatakan oleh Sugiyono (2007: 207), bahwa statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskriptifkan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.


(54)

Dalam penelitian ini, setelah data dari nilai tes awal (pre-test) dari kelas eksperimen dan kelas kontrol telah terkumpul, maka langkah awal adalah data kemampuan berbicara kedua kelas ditabulasikan pada tabel. Kemudian langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai rata-rata (mean) yang dimiliki oleh kelas eksperimen dan kelas kontrol. Menurut Sugiyono (2007: 42) mean merupakan teknik penjelasan kelompok yang didasarkan atas nilai rata-rata dari kelompok tersebut. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan :

X : mean (nilai rata-rata)

ΣfX : jumlah skor seluruh responden N : jumlah responden

Apabila mean tes akhir kelas eksperimen (Xe) lebih besar dari kelas kontrol (Xk) , maka terdapat pengaruh positif variabel bebas terhadap variabel terikat. Namun apabila mean dari kelas eksperimen (Xe) sama dengan atau lebih kecil dari mean kelas kontrol (Xk) maka tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Maka dapat disimpulkan bahwa apabila :

1. Xe >Xk , maka ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. 2. Xe ≤ Xk , maka tidak ada pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat.

= Σ

��


(55)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Lokasi dan Subjek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di TK ABA Pantisiwi pada kelompok A yang terletak di desa Serut, Peni, Palbapang, Bantul, Yogyakarta. Lokasi yang strategis dan mempermudah akses dalam penelitian menjadi alasan utamanya. Subjek penelitian ini adalah anak kelompok A semester II TK ABA Pantisiwi Serut tahun ajaran 2015/2016. Kelompok A terdiri dari dua kelas paralel, yaitu A1 dan A2. Kelompok A1 terdiri dari 21 anak dan kelompok A2 terdiri dari 19 anak. Rincian siswa dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Daftar Siswa Kelompok A TK ABA Pantisiwi Serut

No. Kelompok Laki-laki Perempuan Jumlah

1. Kelompok A1 13 8 21

2. Kelompok A2 10 9 19

Jumlah 23 17 40

Sumber: Daftar Siswa Kelompok A TK ABA Pantisiwi Serut

Dalam penelitian ini ada dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Pada kelompok eksperimen dalam pengembangan kemampuan berbicara menggunakan metode show and tell. Sedangkan dalam kelompok kontrol dengan metode konvensional yang dilakukan biasanya oleh guru. Setelah dilakukan pengundian terhadap kelompok A1 dan A2, hasilnya kelompok A1 menjadi kelompok kontrol dan kelompok A2 menjadi kelompok eksperimen. Masing-masing kelompok diberi pretest dan post test.


(56)

2. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kelompok Kontrol a. Data Pretest Kelompok Kontrol

Hasil penelitian yang dilakukan di kelompok kontrol menghasilkan dua data, yaitu data pretest dan posttest. Data hasil pretest kemampuan berbicara anak kelompok kontrol dideskripsikan didasarkan pada jumlah intrumen sebanyak 12 butir, jumlah skor diperoleh sebesar 142. Data hasil penelitian dianalisis dengan skor tertinggi 11, skor terendah 3, mean sebesar 6,7, median 7, standar deviasi 1,972.Distribusi frekuensi hasil pre test kelas kontrol dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Pretest Anak Kelas Kontrol Interval kelas Frekuensi Frekuensi (%) Frekuensi

Kumulatif

Frekuensi Kumulatif (%)

2-3 2 9,5 2 9,5

4-5 1 4,8 3 14,3

6-7 12 57,1 15 71,4

8-9 4 19,0 19 90,5

10-11 2 9,5 21 100,0

21 100

Berdasarkan distribusi frekuensi hasil kemampuan berbicara anak pretest kontrol dapat digambarkan dalam bentuk histogram berikut :

0 10 20 30 40 50 60


(57)

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pretest kelas kontrol dengan data bergolong yaitu untuk skor (2-3) sebanyak 2 anak, skor (4-5) sebanyak 1 anak, skor (6-7) sebanyak 12 anak, skor (8-9) sebanyak 4 anak, dan skor (10-11) sebanyak 2 anak.

b. Data Post Test Kelas Kontrol

Pembelajaran pada kelas kontrol materinya yaitu sama dengan kelas eksperimen yaitu tentang tempat-tempat rekreasi. Perbedaannya adalah pada kelas eksperimen menggunakan metode show and tell sedangkan pada kelas kontrol menggunakan metode konvensional yang biasa digunakan oleh guru untuk melihat pengaruh kemampuan berbicara anak. Pada kelas kontrol, guru lebih dominan dalam pembelajarannya. Guru yang berperan sebagai teacher centered dalam kelas kontrol membuat anak kurang tergali kemampuan berbicaranya. Anak cenderung hanya mendengarkan dan sedikit sekali menyampaikan pendapatnya.

Data hasil kemampuan berbicara anak pada posttest kelas kontrol dideskripsikan dari jumlah instrumen sebanyak 12 butir, jumlah skor yang diperoleh 162. Data hasil penelitian dianalisis dengan skor tertinggi 12, skor terendah 3, mean sebesar 7,7, median sebesar 7, dan standar deviasi sebesar 2,512. Tabel 7. Distribusi Frekuensi Posttest Anak Kelas kontrol

Interval kelas Frekuensi Frekuensi (%) Frekuensi Kumulatif

Frekuensi Kumulatif

(%)

3-4 1 4,8 1 4,8

5-6 7 33,3 8 38,1

7-8 7 33,3 15 71,4

9-10 2 9,6 17 81,0

11-12 4 19,2 21 100


(58)

Berdasarkan distribusi frekuensi hasil kemampuan berbicara anak posttest kontrol dapat digambarkan dalam bentuk histogram berikut :

Gambar 2. Histogram Hasil Posttest Kontrol

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pretest kelas kontrol dengan data bergolong yaitu untuk skor (3-4) sebanyak 1 anak, skor (5-6) sebanyak 7 anak, skor (7-8) sebanyak 7 anak, skor (9-10) sebanyak 2 anak, dan skor (11-12) sebanyak 4 anak.

3. Deskripsi Data Hasil Penelitian Kelompok Eksperimen a. Data Pretest Kelompok Eksperimen

Penelitian yang dilakukan pada kelas eksperimen sebelum pemberian treatment yaitu yang pertama dilakukan pretest untuk mengetahui kemampuan berbicara anak, hasil kemampuan awal anak yang diperoleh dari pretest digunakan untuk membandingkan apakah pemberian sebelum dan sesudah treatment berpengaruh terhadap kemampuan berbicara anak.

Dari hasil penelitian dideskripsikan berdasarkan butir instrumen sebanyak 12 butir, jumlah skor yang diperoleh dari pretest kelas eksperimen adalah 126.

0 5 10 15 20 25 30 35


(59)

Data penelitian dianalisis dengan skor tertinggi sebesar 12, skor terendah sebesar 3, mean sebesar 6,63, median sebesar 7, dan standar deviasai sebesar 2, 832. Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pretest Anak Kelas Eksperimen

Interval kelas Frekuensi Frekuensi (%) Frekuensi Kumulatif

Frekuensi Kumulatif

(%)

1-3 4 21,1 4 21,1

4-6 5 26,3 9 47,4

7-9 7 36,8 16 84,2

10-12 3 15,8 19 100,0

19 100,0

Berdasarkan distribusi frekuensi hasil kemampuan berbicara anak pretest eksperimen dapat digambarkan dalam bentuk histogram berikut :

Gambar 3. Histogram Hasil Pretest Eksperimen

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pretest kelas kontrol dengan data bergolong yaitu untuk skor (1-3) sebanyak 4 anak, skor (4-6) sebanyak 5 anak, skor (7-9) sebanyak 7 anak, dan skor (10-12) sebanyak 3 anak.

0 5 10 15 20 25 30 35 40


(60)

b. Data Post Test Kelas Eksperimen

Pembelajaran pada kelas eksperimen yaitu pembelajaran yang menggunakan metode show and tell. Metode show and tell ini diberikan sebagai treatment untuk meningkatkan kemampuan berbicara anak. Pada metode show and tell ini anak diberikan media untuk menstimulasi kemampuan berbicaranya. Metode show and tell pada kelas eksperimen diterapkan dengan cara pada treatment pertama beberapa anak melakukan show and tell di depan kelas dengan menjelaskan hasil karyanya sendiri berupa hiasan dinding tentang gambar bertema rekreasi yang telah dibuat anak. Treatment kedua anak melakukan show and tell dengan menggunakan gambar bertema tempat-tempat rekreasi yang telah disediakan oleh guru. Tugas anak melakukan show and tell di depan kelas dengan gambar tersebut dan anak dapat memilih gambar tersebut sesuai dengan tempat yang pernah dikunjunginya. Treatment ketiga, anak melakukan show and tell dengan menggunakan foto bertema rekreasi yang telah anak bawa dari rumah.

Pada saat pembelajaran dengan menggunakan metode show and tell ini anak lebih bersemangat dan tentunya lebih dapat mengeluarkan pendapat serta terstimulasi kemampuan berbicaranya. Dengan bantuan media yang digunakan seperti hasil karya anak berupa gambar, foto dan gambar tempat rekreasi yang disediakan guru membuat anak menjadi lebih terstimulasi untuk mengungkapkan dan bercerita dengan oranglain. Sehingga saat posttest pada akhir pertemuan nilai kemampuan berbicara anak pada kelompok eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol.


(61)

Data hasil kemampuan berbicara anak kelas eksperimen dideskripsikan berdasarkan instrument kemampuan berbicara sebanyak 12 butir. Jumlah skor yang diperoleh dari posttest sebesar 161. Data hasil penelitian dianalisis dengan skor tertinggi sebesar 12, skor terendah sebesar 4, mean sebesar 8,47, median sebesar 9, dan standar deviasi sebesar 2,412.

Tabel 9. Distribusi Frekuensi Posttest Anak Kelas Eksperimen Interval kelas Frekuensi Frekuensi (%) Frekuensi

Kumulatif

Frekuensi Kumulatif (%)

3-4 1 5,3 1 5,3

5-6 3 15,9 4 21,1

7-8 5 26,5 9 47,4

9-10 6 31,8 15 78,9

11-12 4 21,1 19 100,0

19 100,0

Berdasarkan distribusi frekuensi hasil kemampuan berbicara anak posttest eksperimen dapat digambarkan dalam bentuk histogram berikut :

Gambar 4. Histogram Hasil Posttest Eksperimen

Berdasarkan tabel di atas maka dapat disimpulkan bahwa pretest kelas kontrol dengan data bergolong yaitu untuk skor (3-4) sebanyak 1 anak, skor (5-6) sebanyak 3 anak, skor (7-8) sebanyak 5 anak, skor (9-10) sebanyak 6 anak, dan skor (11-12) sebanyak 4 anak.

0 5 10 15 20 25 30 35


(62)

3. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas dengan menggunakan Kolmogrov-Smirnov. Setelah dilakukan perhitungan dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Kriteria yang digunakan yaitu data dikatakan berdistribusi normal jika harga koefisien Asymptotic Sig pada output Kolmogrov-Smirnov test lebih besar dari nilai yang ditentukan, yaitu 5% (0,05). Berikut ini adalah ringkasan hasil uji normalitas.

Tabel 10. Rangkuman Hasil Uji Normalitas

Data Harga α Asymptotic Sig

(2-tailed) Kesimpulan

Pretest Kontrol 0,948 0,330 Normal

Posttest Kontrol 0,775 0,586 Normal

Pretest Eksperimen 0,877 0,425 Normal Posttest Eksperimen 0,491 0,969 Normal Sumber: Data primer yang diolah

Berdasarkan tabel di atas, nilai Asymptotic Sig pada Kolmogrov-Smirnov variabel pretest kontrol sebesar 0,330, posttest kontrol sebesar 0,586, pretest eksperimen sebesar 0,425, dan posttest eksperimen sebesar 0,969 yang berarti lebih besar dari harga alpha 5% (0,05). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing data dalam penelitian ini bersifat normal.

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memastikan kelompok data berasal dari populasi yang homogen atau tidak. Dalam penelitian ini uji homogen menggunakan uji levene test dengan bantuan program SPSS 16.0 for windows.


(63)

Kriteria yang digunakan yaitu data dikatakan homogen jika harga koefisien Asymptotic Sig pada output levene test lebih besar dari nilai alpha yag ditentukan, yaitu 5% (0,05). Berikut ini adalah ringkasan hasil uji homogenitas.

Tabel 11. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas

Data Harga α Asymptotic Sig

(2-tailed) Kesimpulan Pretest (eks-kon) 0,361 0,671 Homogen Posttest (eks-kon) 0,507 0,559 Homogen Pretest-posttest (Kontrol) 0,121 0,108 Homogen Pretest-posttest (Eksperimen) 0,000 0,946 Homogen Sumber: Data primer yang diolah

Berdasarkan data di atas, nilai Asymptotic Sig pada levene test variabel pretest (eks-kon) sebesar 0,671, posttest (eks-kon) sebesar 0,559, pretest-posttest (kontrol) sebesar 0,108, dan pretest-posttest (eksperimen) sebesar 0,946 yang berarti lebih besar dari harga alpha 5% (0,05). Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa masing-masing data bersifat homogen (sama).

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan setelah data dari hasil kemampuan berbicara terkumpul. Dalam penelitian ini uji hipotesis menggunakan uji t. Uji t dipilih karena untuk membandingkan kedua mean dari kedua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok ekperimen. Sehingga diketahui perbedaan hasil kemampuan berbicara dan pengaruh kemampuan berbicara kedua kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok ekperimen. Berikut rincian dari masing-masing uji t yang digunakan dalam penelitian.


(64)

a. Pretest Kelompok Kontrol-Ekperimen

Uji t digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara hasil pretest kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Hipotesis yang diuji dalam penelitian ini adalah:

Ho : tidak ada perbedaan yang signifikan hasil pretest kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen

Ha : ada perbedaan yang signifikan hasil pretest kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen

Kesimpulannya, apabila nilai t hitung > t tabel, atau sig <0,05, maka Ha diterima, yang artinya ada perbedaan yang signifikan hasil pretest kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Berikut hasil uji t pretest kelompok kontrol-eksperimen.

Tabel 12. Rangkuman Hasil Uji t Pretest Kontrol-Eksperimen

Data T Asymp Sig (2-tailed) Kesimpulan

Pretest

(Kontrol-Eksperimen) 0,432 0,671

Tidak ada perbedaan Sumber: Data primer yang diolah

Berdasarkan hasil di atas, nilai uji t pretest kontrol-eksperimen diperoleh t hitung sebesar 0,432 dan sig 0,671. Nilai sig menyatakan > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan hasil pretest kelompok ekperimen dengan kelompok kontrol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa kemampuan awal yang dimiliki anak kelompok ekperimen dengan kelompok kontrol sama.


(1)

130

NPar Tests

Chi-Square Test

Test Statistics

pretest_kontrol pretest_eksperimen posttest_kontrol posttest_eksperimen Chi-Square 7.286a 4.211b 7.714c 4.211d

df 5 6 8 8

Asymp. Sig. .200 .648 .462 .838 a. 6 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 3.5. b. 7 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 2.7. c. 9 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 2.3. d. 9 cells (100.0%) have expected frequencies less than 5. The minimum expected cell frequency is 2.1.

Frequencies

pretest_kontrol

Observed N Expected N Residual 3 2 3.5 -1.5 5 1 3.5 -2.5 6 7 3.5 3.5 7 5 3.5 1.5 8 4 3.5 .5 11 2 3.5 -1.5 Total 21

posttest_kontrol

Observed N Expected N Residual 3 1 2.3 -1.3 5 2 2.3 -.3 6 5 2.3 2.7 7 3 2.3 .7 8 4 2.3 1.7 9 1 2.3 -1.3 10 1 2.3 -1.3 11 1 2.3 -1.3 12 3 2.3 .7 Total 21


(2)

131

pretest_eksperimen

Observed

N Expected N Residual 2 2 2.7 -.7 3 2 2.7 -.7 6 5 2.7 2.3 7 4 2.7 1.3 8 3 2.7 .3 11 2 2.7 -.7 12 1 2.7 -1.7 Total 19

posttest_eksperimen

Observed

N Expected N Residual 4 1 2.1 -1.1 5 2 2.1 -.1 6 1 2.1 -1.1 7 2 2.1 -.1 8 3 2.1 .9 9 4 2.1 1.9 10 2 2.1 -.1 11 1 2.1 -1.1 12 3 2.1 .9 Total 19


(3)

132

LAMPIRAN 7

Hasil Dokumentasi


(4)

133

Gambar 1. Contoh hasil karya anak

berupa hiasan dinding bertema rekreasi

yang akan digunakan untuk

show and

tell.

Gambar 2. Guru memberikan contoh

cara melakukan

show and tell

dengan

hasil karya anak di depan kelas.

Gambar 3. Anak melakukan

show and

tell

di depan kelas dengan hasil karya

yang sudah dibuatnya berupa hiasan

dinding.

Gambar 4. Anak memilih gambar

yang telah disediakan guru untuk

melakukan

show and tell

sesuai

dengan

tempat

yang

pernah

dikunjunginya/yang berkesan.


(5)

134

Gambar 5. Contoh gambar

tempat-tempat rekreasi yang disediakan guru

untuk melakukan

show and tell

.

Gambar 6. Guru memperlihatkan

berbagai gambar tempat rekreasi yang

dapat anak pilih untuk melakukan

show

and tell

. Anak terlihat sangat antusias.

Gambar 7. Salah satu anak melakukan

show and tell

di depan kelas dengan

gambar pantai yang sudah dipilihnya.

Gambar 8. Anak melakukan

show and

tell

dengan foto bertema rekreasi yang


(6)

135