MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA 5-6 TAHUN MELALUI METODE SHOW AND TELLDI TK ABA VII PURWOSARI GUNUNGKIDUL.

(1)

i

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA 5-6 TAHUN MELALUI METODE SHOW AND TELL DI TK ABA VII

PURWOSARI GUNUNGKIDUL

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Titin Lastutiasih NIM 13111241043

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI JURUSAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

v MOTTO

Berbicaralah, niscaya kalian akan dikenal karena sesungguhnya seseorang tersembunyi di bawah lidahnya.

(sayquotable.com)

Sampaikan gagasan, pikiran, dan perasaanmu kepada siapa saja yang berhak mengetahuinya. Berbicaralah, niscaya mereka akan mengerti maksudmu.


(6)

vi

PERSEMBAHAN

Tugas Akhir Skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Ibu dan Ayah tercinta yang senantiasa memberi doa restu atas setiap langkah perjuanganku.


(7)

vii

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK

USIA 5-6 TAHUN MELALUI METODE SHOW AND TELL DI TK ABA VII PURWOSARI GUNUNGKIDUL

Oleh Titin Lastutiasih NIM 13111241043

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan meningkatkan keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun di TK ABA VII Purwosari. Metode show and tell dipilih karena dapat melatih anak dalam berbicara saat menceritakan segala hal yang ingin diungkapkan anak.

Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas kolaboratif yang menggunakan Model Kemmis dan Mc Taggart. Subjek penelitian adalah 10 anak berusia 5-6 tahun di TK ABA VII Purwosari. Objek penelitian ini yaitu keterampilan berbicara anak. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode observasi dan dokumentasi. Teknik analisis data dilakukan secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Indikator keberhasilan dalam penelitian ini apabila jumlah anak yang masuk pada kriteria baik (76%-100%) mencapai persentase 70%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa keterampilan berbicara anak meningkat setelah adanya tindakan melalui metode show and tell. Berdasarkan data kegiatan pratindakan menunjukkan persentase jumlah anak yang mempunyai keterampilan berbicara dengan kriteria baik sebesar 20%. Pada Siklus I keterampilan berbicara anak dengan kriteria baik menjadi 40%. Pada Siklus II keterampilan berbicara anak dengan kriteria baik kembali mengalami peningkatan menjadi 100%. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian ini dapat dikatakan berhasil karena persentase sudah mencapai angka yang ditentukan, yaitu 70%.


(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas berkat rahmat dan karunia-Nya, Tugas Akhir Skripsi dalam rangka untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapat gelar Sarjana Pendidikan dengan judul “Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak Usia 5-6 Tahun melalui Metode Show and Tell di TK ABA VII Purwosari Gunungkidul” dapat disusun sesuai harapan. Tugas Akhir Skripsi ini dapat diselesaikan tidak lepas dari bantuan dan kerjasama dengan pihak lain. Berkenaan dengan hal tersebut, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang terhormat:

1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah berkenan memberi kesempatan kepada penulis untuk dapat menuntut ilmu di UNY.

2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

3. Ketua Jurusan Pendidikan Anak Usia Dini yang telah memberikan izin dalam pelaksanaan penelitian serta motivasi pada penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Dr. Sugito, M.A., selaku Dosen Pembimbing I dan Ibu Arumi Savitri F, S.Psi, M.A., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan pengarahan, bimbingan, dan masukan kepada penulisan skripsi ini.

5. Ayah dan Ibu yang selalu mendukung dan memotivasi untuk terselesaikan skripsi ini.

6. Kepala TK ABA VII Purwosari dan seluruh guru yang telah membantu serta izin untuk melaksanakan penelitian dalam penyusunan skripsi ini.

7. Teman-teman mahasiswa S1 PGPAUD angkatan 2013.

8. Sahabat dan teman seperjuangan Naniek Nurhayati, Maria Ulfah, Ika Retnaningsih, Dyah Uswatun, dan Ghina Amalia yang selalu memberi bantuan serta semangat.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Akhirnya, semoga segala bantuan yang telah diberikan semua pihak di atas menjadi amalan yang bermanfaat dan mendapatkan balasan dari Allah Swt dan


(9)

ix

Tugas Akhir Skripsi ini menjadi informasi bermanfaat bagi pembaca atau pihak lain yang membutuhkannya.

Yogyakarta, 5 Juni 2017 Penulis

Titin Lastutiasih NIM 13111241043


(10)

x DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN MOTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang ... 1

B.Identifikasi Masalah ... 7

C.Pembatasan Masalah ... 7

D.Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian ... 8

BAB II KAJIAN TEORI A.Perkembangan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun ... 10

1. Perkembangan Bahasa ... 10

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa ... 12

3. Aspek-aspek Perkembangan Bahasa ... 19

4. Karakteristik Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun ... 22

B.Keterampilan Berbicara ... 24

1. Konsep Dasar Keterampilan Berbicara ... 24

2. Pengertian Berbicara ... 25

3. Tujuan Berbicara ... 27

4. Aspek-aspek Keterampilan Berbicara ... 30

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara ... 33

6. Penilaian Keterampilan Berbicara ... 38

C.Metode Show and Tell ... 40

1. Pengertian Metode Pembelajaran ... 40

2. Pengertian Metode Show and Tell ... 42

3. Bentuk-bentuk Media dalam Penerapan Metode Show and Tell ... 44

4. Manfaat Metode Show and Tell ... 45

5. Kelebihan dan Kelemahan Metode Show and Tell ... 46

D.Metode Show and Tell sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara pada Anak ... 48

E. Kerangka Pikir ... 53


(11)

xi

BAB III METODE PENELITIAN ...56

A.Jenis Penelitian ...56

B.Subjek dan Objek Penelitian ...56

C.Setting Penelitian ...57

D.Desain Penelitian ...57

E. Rencana Tindakan ...60

F. Metode Pengumpulan Data ...62

G.Instrumen Penelitian ...64

H.Metode Analisis Data ...66

I. Indikator Keberhasilan ...67

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...68

A.Hasil Penelitian ...68

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ...68

2. Deskripsi Sebelum Tindakan ...70

3. Tindakan Penelitian ...70

B.Pembahasan Hasil Penelitian ...115

C.Keterbatasan Penelitian ...124

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...126

A.Simpulan ...126

B.Saran ...127

DAFTAR PUSTAKA ...128


(12)

xii

DAFTAR TABEL

hal

Tabel 1. Kisi-Kisi Observasi Keterampilan Berbicara ... 65

Tabel 2. Kesesuaian Kriteria Penilaian ... 67

Tabel 3. Data Tenaga Pengajar di TK ABA VII Purwosari ... 70

Tabel 4. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Anak Sebelum Tindakan ... 73

Tabel 5. Rekapitulasi Data Keterampilan Berbicara Anak Sebelum Tindakan ... 74

Tabel 6. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Anak pada Sikus I ... 89

Tabel 7. Rekapitulasi Data Keterampilan Berbicara Anak pada Siklus I ... 90

Tabel 8. Hasil Observasi Keterampilan Berbicara Anak pada Sikus II ... 109

Tabel 9. Rekapitulasi Data Keterampilan Berbicara Anak pada Siklus II ... 110

Tabel 10. Rekapitulasi Data Keterampilan Berbicara Anak Sebelum Tindakan, Siklus I, dan Siklus II ... 113

Tabel 11. Rubrik Penilaian Keterampilan Berbicara Anak ... 133


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

hal

Gambar 1. Kerangka Pikir... 54 Gambar 2. Model Penelitian Tindakan Kelas dari Kemmis & Mc Taggart... 58 Gambar 3. Model Penelitian Tindakan Kelas Siklus I ... 59 Gambar 4. Grafik Persentase Peningkatan Keterampilan Berbicara Anak


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

hal

Lampiran 1. Rubrik dan Lembar Observasi ... 132

Lampiran 2. Lembar Hasil Observasi ... 137

Lampiran 3. Persentase Hasil Observasi ... 181

Lampiran 4. Dokumentasi Selama Tindakan ... 188

Lampiran 5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Harian (RPPH) ... 192


(15)

1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat terlepas dari bahasa. Syamsu Yusuf (2007: 118) menjelaskan bahwa bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Termasuk pada anak usia dini, bahasa sebagai alat interaksi terhadap orang-orang di lingkungannya. Hal tersebut ditegaskan oleh Daroah (2013: 2) bahwa fungsi bahasa bagi anak usia dini yaitu sebagai alat untuk berkomunikasi dengan lingkungan, sebagai alat untuk mengembangkan ekspresi anak, dan sebagai alat untuk menyatakan perasaan maupun buah pikiran kepada orang lain. Anak yang sedang tumbuh dan berkembang mengomunikasikan kebutuhan, pikiran, dan perasaannya melalui bahasa dengan kata-kata yang mempunyai makna.

Tadkiroatun Musfiroh (2005: 8) memaparkan bahwa perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis (yakni mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kosakata, perkembangan semantik atau makna kata, perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa untuk keperluan komunikasi. Pada anak usia dini, terdapat fase-fase perkembangan bahasa. Fase perkembangan bahasa dimulai dari jeritan dan teriakan, kemudian ocehan, hingga pada ocehan yang sistematis melalui peniruan dan pengujaran. Setelah itu, perbendaharaan kata berangsur-angsur berkembang, susunan dan pola kalimat bertambah, dan akhirnya anak dapat mengapresiasikan bahasa melalui pemilihan kata dan penyusunan kalimat (Syakir & Abdul Azhim, 2004: 3).


(16)

2

Syamsu Yusuf (2007: 121) memaparkan teori constructive dari Vygotsky dan Piaget bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain. Interaksi dengan orang lain menyebabkan pengetahuan, nilai, dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi interaksi sosial dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak. Teori Perkembangan Vygotsky memandang bahwa bahasa anak-anak tidak berkembang dalam situasi sosial yang hampa. Vygotsky yakin bahwa anak-anak yang mempunyai kebiasaan berbicara terhadap dirinya sendiri lebih berkompeten secara sosial daripada anak-anak yang jarang berbicara dengan dirinya sendiri, karena pembicaraan pribadi merupakan suatu transisi awal untuk lebih dapat berkomunikasi secara sosial.

Keterampilan bahasa anak memiliki peranan penting bagi kehidupan anak. Peranan bahasa bagi anak usia dini antara lain bahasa sebagai sarana untuk berpikir, bahasa sebagai sarana untuk mendengarkan, bahasa sebagai sarana untuk melakukan kegiatan berbicara, dan bahasa mempunyai peranan untuk membaca dan menulis (Suhartono, 2005: 13). Bahasa sebagai sarana untuk melakukan kegiatan berbicara merupakan implementasi dari bahasa lisan.

Bahasa lisan seseorang dapat ditunjukkan dari kata-kata yang terucap dan tersambung dalam suatu kalimat saat berbicara. Sardjono (2005: 7) menyatakan bahwa bicara atau wicara sebagai suatu kemungkinan manusia mengucapkan bunyi-bunyi bahasa melalui organ-organ artikulasi (organ-organ alat wicara). Henry Guntur Tarigan (2008: 16) juga mengemukakan bahwa bicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk


(17)

3

mengekspresikan, menyatakan, serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Ernawulan Syaodih (2005: 49) memaparkan perkembangan kriteria keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun adalah anak sudah dapat mengucapkan kata dengan jelas dan lancar, dapat menyusun kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, dapat menjelaskan arti kata-kata yang sederhana, dapat menggunakan kata hubung, kata depan, dan kata sandang. Pada masa akhir usia taman kanak-kanak, umumnya anak sudah mampu berkata-kata sederhana, cara berbicara mereka telah lancar, dapat dimengerti, dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan. Rita Kurnia (2009: 37) mengemukakan teori dari Owens bahwa anak usia 5-6 tahun memperkaya kemampuan berbicaranya melalui pengulangan. Anak sering mengulangi kosakata yang baru dan unik sekalipun belum memahami artinya. Anak menggunakan fast wrapping dalam mengembangkan keterampilan berbicaranya yaitu suatu proses di mana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam dialog.

Arman Agung (2008: 1) menjelaskan bahwa keterampilan berbicara anak dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor fisik berkaitan dengan organ-organ berbicara sedangkan faktor psikis meliputi kepribadian, karakter, bakat, tingkat inteligensi, dan kreatiVtas. Sementara itu, faktor eksternal yang dapat mempengaruhi keterampilan berbicara berasal dari luar individu, meliputi tingkat pendidikan,


(18)

4

kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Pada anak TK, faktor eksternal ini dapat diperoleh salah satunya dalam pembelajaran di sekolah.

Berdasarkan observasi pada tanggal 1 Oktober 2016, TK ABA VII Purwosari mempunyai jumlah siswa sebanyak 22 anak yang terdiri dari 12 anak berusia 4-5 tahun dan 10 anak berusia 5-6 tahun. Di sekolah tersebut hanya terdapat satu ruang kelas sehingga seluruh anak dengan kelompok usia yang berbeda digabungkan dalam satu ruangan dengan kegiatan pembelajaran yang sama yaitu mengacu pada indikator pembelajaran untuk Kelompok B.

Data observasi ditambah dengan wawancara terhadap Kepala Sekolah dan satu guru kelas di TK ABA VII Purwosari. Berdasarkan hasil wawancara tersebut, dari sepuluh anak yang mempunyai rentang usia 5-6 tahun terdapat enam anak belum memenuhi kriteria keterampilan berbicara sesuai usianya seperti yang telah diungkapkan sebelumnya oleh Ernawulan Syaodih (2005: 49). Enam anak tersebut cenderung membutuhkan pertanyaan stimulatif dari guru agar ikut berpartisipasi dalam interaksi lisan di kelas. Kegiatan menyampaikan pendapat di kelas terkait pengalaman ataupun hasil karya belum dapat dilakukan oleh anak tanpa bantuan guru. Hal ini terlihat pada saat guru menjelaskan di depan kelas, anak-anak cenderung diam saja dan hanya melontarkan 3 hingga 5 kata dalam berpendapat. Penyampaian pendapat tersebut terjadi apabila anak ditunjuk secara langsung satu per satu oleh guru. Bahkan tiga dari sepuluh anak usia 5-6 tahun masih menjawab pertanyaan guru hanya dengan gelengan dan anggukan.

Masalah tersebut disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya guru belum memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk bercerita atau


(19)

5

mengungkapkan pemikiran dan perasaannya ketika di dalam kelas. Hal itu ditunjukkan dari jarangnya guru menggunakan metode bercerita yang melibatkan anak sebagai penceritanya. Selain itu, kurang meratanya kesempatan anak untuk berpartisipasi aktif melalui interaksi lisan dengan guru, yang disebabkan jumlah siswa yang terlalu banyak di dalam kelas.

Ada beberapa metode yang dapat diterapkan pada saat pembelajaran guna meningkatkan keterampilan berbicara anak. Metode pembelajaran tersebut meliputi metode bermain, bercakap-cakap, tanya jawab, pemberian tugas, bercerita, demonstrasi, proyek, dan bermain peran. Namun, metode yang diterapkan oleh guru di TK ABA VII Purwosari kurang optimal dalam menstimulasi keterampilan berbicara anak.

Metode yang sering digunakan guru TK ABA VII Purwosari saat pembelajaran di kelas adalah metode tanya jawab dan pemberian tugas. Metode tanya jawab digunakan guru pada saat pembukaan dan apersepsi saja. Pada pembelajaran inti dan penutup, metode tanya jawab jarang digunakan. Hal tersebut disebabkan karena penggunaan metode pemberian tugas yang dominan pada pembelajaran inti. Sementara itu, pada akhir pembelajaran recall seringkali dilupakan oleh guru karena kehabisan waktu akibat waktu istirahat terlalu lama.

Penggunaan metode pemberian tugas juga masih menunjukkan respon yang kurang positif. Metode pemberian tugas yang biasanya diterapkan oleh guru adalah memberikan Lembar Kerja Anak (LKA) yang lebih menitikberatkan pada aspek perkembangan kognitif dan motorik. Setelah mendapat LKA, anak cenderung diam dan fokus mengerjakan tugasnya masing-masing. Seringnya


(20)

6

penggunaan metode pemberian tugas kurang memberi kesempatan anak untuk menyampaikan suatu pendapat atau ide yang dimilikinya melalui interaksi berbicara dengan teman maupun guru.

Kurangnya kesempatan yang dimiliki anak menyebabkan keterampilan anak dalam berbicara belum terlihat. Anak berbicara dengan singkat saat menjawab pertanyaan guru bahkan beberapa anak hanya menjawab dengan anggukan atau gelengan. Enam dari sepuluh anak belum mempunyai keberanian menyatakan pendapatnya sendiri tanpa ditunjuk guru terlebih dahulu. Kemudian anak masih memerlukan waktu lama untuk berpikir saat menyatakan pendapatnya. Anak juga masih berbicara dengan ekspresi yang datar dengan pengucapan kata yang lirih. Hal-hal tersebut menunjukkan jika keterampilan berbicara anak masih kurang.

Berdasarkan masalah yang terjadi, dapat ditentukan metode pembelajaran yang sesuai sebagai upaya untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak. Salah satu upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan menerapkan metode show and tell yang sesuai dengan prosedur. Show and tell merupakan kegiatan menunjukkan sesuatu kepada audiens dan menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu itu (Tadkiroatun Musfiroh, 2011: 5). Metode ini dapat mempermudah anak dalam mengungkapkan ide, gagasan, dan perasaan terkait benda yang ditunjukkannya. Ketika guru maupun anak menunjukkan benda yang konkret ketika bercerita, maka akan membantu anak untuk memunculkan memori terkait benda sehingga anak lebih mudah menceritakan pengalamannya dengan benda tersebut (Tadkiroatun Musfiroh, 2011: 6).


(21)

7

Proses pelaksanaan metode show and tell di TK ABA VII Purwosari belum optimal dalam meningkatkan keterampilan berbicara anak sehingga menarik perhatian peneliti untuk memperbaiki proses pelaksanaan metode tersebut. Terdapat beberapa kelebihan dari metode show and tell, yakni sangat sederhana sehingga mudah diterapkan pada anak, menggunakan benda yang bersifat konkret sehingga memudahkan anak untuk bercerita, memberikan kesempatan pada semua anak untuk terlibat aktif, efektif mengembangkan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking), serta melatih anak melakukan pemecahan masalah (problem solving).

B.Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, terdapat permasalahan sebagai berikut:

1. Anak belum terlibat aktif saat kegiatan pembelajaran.

2. Perkembangan bahasa terutama keterampilan berbicara anak belum distimulasi dengan metode pembelajaran yang tepat

3. Keterampilan berbicara anak masih kurang.

C.Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, masalah dibatasi pada keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun di TK ABA VII Purwosari masih kurang.


(22)

8 D.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana meningkatkan keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun di TK ABA VII Purwosari?”

E.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun melalui metode show and tell.

F. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat bagi perkembangan ilmu bahasa, terutama tentang keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun.

b. Sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.

c. Menambah wawasan dan mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan keterampilan berbicara anak.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Guru

1) Memberikan informasi dalam merencanakan proses pembelajaran yang menarik pada metode bercerita.

2) Memberi gambaran pada guru dalam memilih metode yang paling sesuai bagi anak dalam pembelajaran.


(23)

9

3) Menambah pengalaman guru untuk meningkatkan kemampuan profesional sebagai pendidik.

b. Bagi Sekolah

1) Mendorong sekolah dalam memberikan informasi kepada orangtua terkait perkembangan anak.

2) Mendorong sekolah untuk melakukan kerjasama dengan orangtua supaya terjadi keselarasan dalam menstimulasi perkembangan anak di sekolah maupun di rumah.

c. Bagi Peneliti

1) Memberikan bekal peneliti sebagai calon guru untuk menghadapi permasalahan di dalam kelas.


(24)

10 BAB II KAJIAN TEORI

A.Perkembangan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun 1. Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan representasi mental yang diekspresikan dalam bahasa berpikir dan ekspresi konseptual yang disebut mentalese (Fodor, 1981; Noeng Muhajir, 2007; Harun Rasyid, 2012: 109). Syamsu Yusuf (2007: 118) mengatakan bahwa bahasa adalah sarana berkomunikasi dengan orang lain. Melalui bahasa orang membangun konsep secara aktif, berkelanjutan, produktif, dan sistematis.

Muhammad Nur Mustakim (2005: 122) menyampaikan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Sebagai alat komunikasi di sini dimaksudkan bahwa semua pernyataan pikiran, perasaan, dan kehendak seseorang kepada orang lain menggunakan bahasa. Bahasa juga dapat digunakan untuk mencari informasi, menyampaikan informasi, dan menyatukan ikatan bagi orang yang ingin bersatu. Berbagai kegiatan membutuhkan serta menggunakan bahasa. Oleh karena itu, bahasa merupakan suatu perilaku nyata yang diucapkan dan dilaksanakan oleh seseorang.

Tadkiroatun Musfiroh (2005: 8) menyebutkan perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis (yakni mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kosakata, perkembangan semantik atau makna kata, perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa untuk keperluan komunikasi. Pada anak usia dini, terdapat fase-fase perkembangan bahasa. Fase perkembangan bahasa dimulai dari jeritan dan


(25)

11

teriakan, kemudian ocehan, hingga pada ocehan yang sistematis melalui peniruan dan pengujaran. Setelah itu, perbendaharaan kata berangsur-angsur berkembang, susunan dan pola kalimat bertambah, dan akhirnya anak dapat mengapresiasikan bahasa melalui pemilihan kata dan penyusunan kalimat (Syakir & Abdul Azhim, 2004: 3).

Perkembangan bahasa berkaitan erat dengan perkembangan berpikir anak. Perkembangan berpikir anak dimulai pada usia 1,6-2,0 tahun, yaitu pada saat anak dapat menyusun kalimat dari dua atau tiga kata. Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam berbahasa anak dituntut untuk menuntaskan atau menguasai tugas pokok perkembangan bahasa. Tugas pokok perkembangan bahasa menurut Syamsu Yusuf (2007: 119) antara lain sebagai berikut:

a. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain; b. Pengembangan perbendaharaan kata;

c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat; dan d. Ucapan

Syamsu Yusuf (2007: 121) memaparkan teori constructive dari Vygotsky dan Piaget bahwa perkembangan kognisi dan bahasa dibentuk dari interaksi dengan orang lain. Interaksi dengan orang lain menyebabkan pengetahuan, nilai, dan sikap anak akan berkembang. Anak memiliki perkembangan kognisi yang terbatas pada usia-usia tertentu, tetapi interaksi sosial dapat meningkatkan kemampuan berpikir anak. Teori Perkembangan Vygotsky memandang bahwa bahasa anak-anak tidak berkembang dalam situasi sosial yang hampa. Vygotsky yakin bahwa anak-anak yang mempunyai kebiasaan berbicara terhadap dirinya


(26)

12

sendiri lebih berkompeten secara sosial daripada anak-anak yang jarang berbicara dengan dirinya sendiri, karena pembicaraan pribadi merupakan suatu transisi awal untuk lebih dapat berkomunikasi secara sosial.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan bahasa adalah proses mental seseorang yang dibentuk melalui interaksi sebagai sarana komunikasi. Bahasa sebagai alat komunikasi adalah sarana untuk menyatakan pikiran, perasaan, dan kehendak kepada orang lain. Perkembangan bahasa meliputi perkembangan fonologis, perkembangan kosakata, perkembangan semantik, perkembangan sintaksis, dan perkembangan pragmatis. Sementara itu, tugas pokok perkembangan bahasa meliputi pemahaman, pengembangan perbendaharaan kata, penyusunan kata menjadi kalimat, dan ucapan.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa Anak

Syamsu Yusuf (2007: 121) memaparkan teori dari Piaget bahwa percakapan anak-anak yang bersifat egosentris dan berorientasi non-sosial. Anak-anak berbicara sendiri untuk mengatur perilaku dan mengarahkan diri. Piaget juga menekankan bahwa percakapan anak kecil yang egosentris mencerminkan ketidakmatangan sosial dan kognitif mereka. Perkembangan bahasa anak dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah faktor kesehatan, inteligensi, status sosial ekonomi keluarga, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.

Tarmansyah (dalam Enny Zubaidah, 2003: 16) menyebutkan ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara pada anak. Faktor tersebut adalah: (a) kondisi jasmani dan kemampuan motorik; (b) kesehatan umum; (c) kecerdasan; (d) sikap lingkungan; (e) faktor sosial ekonomi; (f) jenis


(27)

13

kelamin; (g) kedwibahasaan; dan (h) neurologi. Penjelasan lebih lanjut dari delapan faktor di atas adalah sebagai berikut:

a. Kondisi dan Kemampuan Motorik

Tarmansyah (dalam Enny Zubaidah 2003: 16) menguraikan bahwa seorang anak yang mempunyai kondisi fisik sehat, tentunya mempunyai kemampuan gerakan yang lincah dan penuh energi. Anak yang demikian akan selalu bergairah dan lincah dalam bergerak dan selalu ingin tahu benda-benda yang ada di sekitarnya. Benda-benda tersebut dapat diasosiasikan anak menjadi sebuah pengertian. Selanjutnya pengertian tersebut dilahirkan dalam bentuk bahasa.

Konsep bahasa pada anak yang kondisi fisiknya normal tentunya berbeda dengan anak yang mempunyai kondisi fisik terganggu. Anak yang mempunyai kondisi fisik normal akan mempunyai konsep bahasa yang lebih lengkap dibandingkan dengan anak yang kondisi fisiknya terganggu. Hal ini jelas akan mempengaruhi kemampuan berbahasa anak. Dengan demikian, akan terjadi perbedaan kemampuan berbahasa dan berbicara antara anak yang kondisi fisiknya normal dan anak yang kondisi fisiknya terganggu.

b. Kesehatan Umum

Salah satu faktor yang mempengaruhi belajar bahasa dan bicara adalah keadaan kesehatan umum anak. Hal tersebut terjadi karena kesehatan umum yang baik dapat menunjang perkembangan anak, termasuk di dalamnya perkembangan bahasa dan bicara. Dengan demikian, anak yang tidak berpenyakitan akan mengenal lingkungannya secara utuh sehingga anak mampu mengekspresikannya dalam bentuk bahasa dan bicara, namun anak yang memiliki gangguan kesehatan


(28)

14

secara umum tentunya tidak akan mampu mengekspresikan perasaannya melalui bahasa dan bicara.

Adanya gangguan pada kesehatan anak akan berpengaruh dalam perkembangan bahasa dan bicara. Hal ini terjadi sehubungan dengan berkurangnya kesempatan anak untuk memperoleh pengalaman dari lingkungannya. Selain itu, mungkin anak yang kesehatannya kurang baik menjadi berkurang minatnya untuk ikut aktif melakukan kegiatan, sehingga menyebabkan kurangnya input yang diperlukan untuk membentuk konsep bahasa dan perbendaharaan pengertian.

c. Kecerdasan

Faktor kecerdasan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak. Kecerdasan pada anak meliputi fungsi mental intelektual. Selain itu, anak yang mempunyai kategori inteligensi tinggi akan mampu berbicara lebih awal. Sebaliknya, anak yang mempunyai kecerdasan rendah akan terlambat dalam kemampuan berbahasa dan berbicaranya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan atau inteligensi berpengaruh terhadap kemampuan bahasa dan bicara. d. Sikap Lingkungan

Proses pemerolehan bahasa anak diawali dengan kemampuan mendengar, kemudian meniru suara yang didengar dari lingkungannya. Dalam proses semacam ini, anak tidak akan mampu berbahasa dan berbicara jika anak tidak diberi kesempatan untuk mengungkapkan yang pernah didengarnya. Oleh karena itu, keluarga haruslah memberi kesempatan kepada anak untuk belajar berbahasa dan berbicara melalui pengalaman yang pernah didengarnya.


(29)

15

Lingkungan lain yang dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak adalah lingkungan bermain, baik tetangga maupun sekolah. Kedua lingkungan tersebut sangat besar peranannya. Oleh karena lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan bahasa anak, maka lingkungan anak hendaknya lingkungan yang dapat menimbulkan minat untuk berkomunikasi.

e. Sosial Ekonomi

Kondisi sosial ekonomi dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara. Hal tersebut dimungkinkan karena sosial ekonomi seseorang memberikan dampak terhadap hal-hal yang berkaitan dengan berbahasa dan berbicara. Misalnya berkaitan dengan pendidikan, fasilitas di rumah dan di sekolah, pengetahuan, pergaulan, makanan, dan sebagainya.

Makanan dapat mempengaruhi kesehatan. Makanan yang bergizi akan memberikan pengaruh positif untuk perkembangan sel otak. Perkembangan sel dalam otak inilah yang pada akhirnya dapat digunakan untuk mencerna semua rangsangan dari luar dan rangsangan tersebut akan melahirkan respon dalam bentuk bahasa atau bicara. Anak yang perkembangan sel otaknya kurang menguntungkan karena pengaruh gizi yang tidak baik tentulah kurang memberikan dampak positif bagi perkembangan bahasa dan bicaranya.

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa kondisi sosial ekonomi yang tinggi dapat memenuhi kebutuhan makan anaknya secara memadai. Hal tersebut memberikan dampak terhadap perkembangan bahasa dan bicara anak karena sel otak yang berkembang dapat merangsang bahasa dan bicara anak. Demikian juga halnya dengan pengaruh dari pendidikan yang tinggi, fasilitas anak yang serba


(30)

16

terpenuhi, dan pergaulan yang menguntungkan. Semua itu dapat memberikan pengaruh positif bagi perkembangan bahasa dan bicara anak.

f. Jenis Kelamin

Perkembangan bahasa antara anak laki-laki dan perempuan relatif lebih cepat anak perempuan. Oleh karena itu, perbendaharaan bahasa lebih banyak dimiliki oleh anak perempuan. Demikian juga dalam hal ucapan, anak perempuan lebih jelas artikulasinya. Lebih lanjut dikatakan oleh Tarmansyah bahwa pada dasarnya secara biologis anak perempuan lebih cepat mencapai masa kematangannya. Jadi, yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak antara lain adalah masalah pertimbangan biologisnya.

Perbedaan kondisi fisik pada anak laki-laki dan perempuan inilah yang mempengaruhi perkembangan bahasanya. Hal ini memberi konsekuensi pula pada kondisi kesiapan anak dalam menggunakan bahasanya. Anak yang memiliki kondisi fisik yang sehat tentulah selalu siap. Jika anak selalu dalam kondisi siap, tentulah akan memiliki perhatian yang penuh terhadap rangsangan yang datang termasuk rangsangan dalam berbahasa.

g. Kedwibahasaan

Kedwibahasaan atau bilingualism adalah kondisi di mana seseorang berada di lingkungan orang yang menggunakan dua bahasa atau lebih. Kondisi demikian dapat mempengaruhi atau memberikan akibat bagi perkembangan bahasa dan bicara anak. Ada anggapan bahwa anak usia dini dapat belajar bahasa yang berbeda sekaligus. Namun jika dalam penggunaannya bersamaan dan bahasa yang dipergunakan berbeda, hal ini dapat mempengaruhi perkembangan bahasa dan


(31)

17

bicara anak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kedwibahasaan antara lain faktor waktu, tempat, sosiobudaya, situasi, dan medium pengungkapannya (Kridalaksana dalam Enny Zubaidah, 2003: 20).

h. Neurologis

Neurologis adalah suatu keadaan di mana syaraf dipelajari sebagai suatu ilmu yang dapat digunakan untuk mendukung dalam hal tertentu. Neurologis dalam bicara adalah bentuk layanan yang dapat diberikan kepada anak yang mengalami gangguan bicara. Oleh karena itu, penyebab gangguan bicara dapat dilihat dari keadaan neurologisnya. Beberapa faktor neurologis yang mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak meliputi: (1) bagaimana struktur susunan syarafnya; (2) bagaimana fungsi susunan syarafnya; (3) bagaimana peranan susunan syarafnya; dan (4) bagaimana syaraf yang berhubungan dengan organ bicaranya.

Struktur susunan syaraf merupakan bagian penting yang sangat mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara pada anak. Sistem syaraf dapat dibagi menjadi dua susunan ini, yaitu susunan syaraf pusat dan syaraf ferifer. Sistem syaraf tersebut berfungsi sebagai sarana untuk mempersiapkan seseorang dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian, jika anak tidak menghargai terhadap sesuatu, berarti anak tidak akan melakukan sesuatu pula. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan bahasa dan bicara anak tidak mengalami perkembangan sebagaimana mestinya.

Fungsi susunan syaraf juga mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak. Hal ini berarti jika susunan syarafnya tidak berfungsi, maka dengan


(32)

18

sendirinya akan mempengaruhi perkembangan bahasa dan bicara anak. Susunan syaraf yang berperan terhadap perkembangan bahasa dan bicara ini antara lain yang menyarafi otot pengunyah, otot wajah dan kepala, otot refleks batuk, otot penelan, otot pernapasan, otot lidah, otot pangkal lidah, dan otot lain yang berada di sekitar organ bicara. Susunan syaraf tersebut tentulah memiliki peranan dalam perkembangan bahasa dan bicara anak.

Anak dapat berkembang bahasa dan bicaranya jika otot yang menyarafi organ bicara tersebut mempunyai peranan. Syaraf spinal yang berhubungan dengan organ bicara, mempunyai peranan untuk menghubungkan syaraf di otak dengan an-terior horn di spinal cord, yaitu syaraf yang mempengaruhi gerakan otot pernapasan yang diperlukan untuk berbicara. Uraian di atas cukup beralasan, seperti yang dikemukakan oleh Glazer dan Searfoss (dalam Enny Zubaidah, 2003: 21), bahwa faktor neurologi dapat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak, baik karena faktor kerusakan pada sistem syaraf pusat maupun sindrom perbedaan klinis.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa seorang anak antara lain kondisi jasmani dan kemampuan motorik, kesehatan umum, kecerdasan, sikap lingkungan, faktor sosial ekonomi, jenis kelamin, kedwibahasaan, dan neurologi. Semua faktor tersebut berpengaruh terhadap perkembangan bahasa anak, sehingga semua faktor sangat penting untuk diperhatikan.


(33)

19 3. Aspek-aspek Perkembangan Bahasa

Aspek perkembangan bahasa anak menurut Seefeld & Wasik (2008: 353-355) meliputi mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis yang dijelaskan lebih rinci sebagai berikut:

a. Mendengarkan

Mendengarkan merupakan kemampuan awal anak yang sangat penting dalam kehidupan sebelum berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan mendengarkan bagi anak digunakan untuk memahami lingkungan sekitar. Mengajarkan anak untuk mendengarkan akan memperbesar peluang untuk belajar bahasa dan ide baru.

b. Berbicara

Berbicara merupakan salah satu cara untuk belajar bahasa. Anak harus berbicara dengan cara-cara yang dapat dimengerti dan didengar oleh orang lain jika ingin menyampaikan ide maupun perasaan.

c. Membaca

Membaca merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki anak untuk memasuki sekolah dasar. Pembelajaran di TK hanya mengajarkan tentang keterampilan pada anak sebagai persiapan untuk belajar membaca.

d. Menulis

Menulis merupakan cara yang semakin rumit bagi anak untuk menyampaikan ide, meminta sesuatu, mendokumentasikan kegiatan yang dilakukan, serta memberi kesenangan. Anak mulai menulis dengan membut


(34)

20

coretan, membuat gambar, dan akan berkembang seiring dengan berkembangnya pengetahuan anak tentang tulisan.

Tadkiroatun Musfiroh (2005: 8) menyebutkan aspek perkembangan bahasa anak meliputi perkembangan fonologis (yakni mengenal dan memproduksi suara), perkembangan kosakata, perkembangan semantik atau makna kata, perkembangan sintaksis atau penyusunan kalimat, dan perkembangan pragmatik atau penggunaan bahasa untuk keperluan komunikasi. Sementara itu, Enny Zubaidah (2003: 34-35) menyatakan bahwa aspek perkembangan bahasa tersebut disebut sebagai komponen bahasa. Penjelasan lebih rinci terkait komponen bahasa tersebut antara lain sebagai berikut:

a. Perkembangan Fonologi

Perkembangan fonologi berkenanaan dengan adanya pertumbuhan dan produksi sistem bunyi dalam bahasa. Bagian terkecil dari sistem bunyi tersebut dikenal dengan istilah fonem yang dihasilkan sejak bayi lahir hingga usia satu tahun. Fonem vokal diekspresikan lebih dahulu oleh anak usia 4-6 bulan daripada fonem konsonan. Fonem seperti m dan a dikombinasikan oleh anak sehingga menjadi ma-ma-ma.

b. Perkembangan Morfologi

Perkembangan morfologi berkenaan dengan pertumbuhan dan produksi arti bahasa. Bagian terkecil dari arti bahasa tersebut dikenal dengan istilah morfem. Sebagai contoh, anak mengucapkan “mam” yang dapat berarti makan. Ketika anak dapat mengucapkan satu kata seperti “bola”, mungkin berarti “saya ingin main bola”.


(35)

21 c. Perkembangan Sintaksis

Sintaksis berkaitan dengan aturan bahasa yang meliputi keteraturan dan fungsi kata. Perkembangan sintaksis merupakan produksi kata-kata yang bermakna dan sesuai dengan aturan yang menghasilkan pemikiran dan kalimat yang utuh. Anak bereksperimen dengan sintaksis sejak usia 6 tahun pertama perkembangannya. Pada dua tahun pertama, anak tidak melibatkan kata sandang, kata sifat, maupun kata keterangan dalam mengomunikasikan maksud dan perasaannya. Seiring perkembangan berbahasa, anak mulai melibatkan komponen fonologi dan morfologi lebih banyak dalam mengucapkan kalimat. Selanjutnya ketika anak mulai menggunakan kalimat yang lebih panjang, anak juga menggunakan intonasi dalam menanyakan suatu informasi dengan memberikan penekanan pada kalimatnya.

d. Perkembangan Semantik

Semantik berkaitan dengan kemampuan anak membedakan berbagai arti kata. Perkembangan semantik terjadi dengan kecepatan yang lebih lambat dan lama dibandingkan perkembangan anak dalam memahami fonologi, morfologi, maupun sintaksis. Perkembangan semantik yang dinamis tidak terlepas dari adanya berbagai cara baru dan berbeda yang dipelajari dan digunakan oleh anak maupun orang dewasa. Perkembangan semantik bermula saat anak berusia 9-12 bulan, yaitu ketika anak menggunakan kata benda, kata kerja, dan seiring perkembangannya anak menggunakan kata sifat maupun kata keterangan.


(36)

22 e. Perkembangan Pragmatik

Pragmatik berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam mengekspresikan minat dan maksud seseorang dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Sejak anak masih berusia dini, anak sudah melibatkan komponen pragmatik agar keinginannya tercapai. Ada beragam aturan dalam menggunakan bahasa yang tepat pada situasi sosial yang berbeda. Seseorang dikatakan memiliki kompetensi berkomunikasi ketika memahami penggunaan bahasa tersebut sesuai aturan yang berlaku.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek perkembangan bahasa meliputi aspek mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis. Pada anak usia dini, kemampuan yang pertama kali berkembang adalah mendengarkan. Kemudian diikuti dengan kemampuan berbicara, membaca, dan menulis. Di dalam aspek-aspek perkembangan bahasa tersebut terdapat komponen-komponen bahasa meliputi fonologis (yakni mengenal dan memproduksi suara), kosakata, semantik atau makna kata, sintaksis atau penyusunan kalimat, dan pragmatik. 4. Karakteristik Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun

Martini Jamaris (2006: 5) menyebutkan perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun yaitu: (a) anak sudah dapat mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata, lingkup kosakata yang dapat diucapkan anak menyangkut warna, ukuran, bentuk, rasa, bau, keindahan, kecepatan, suhu, perbedaan, perbandingan, jarak, dan permukaan (kasar-halus), (b) anak usia 5-6 tahun sudah dapat berpartisipasi dalam suatu percakapan, dan (c) anak sudah dapat mendengarkan orang lain berbicara dan menanggapi pembicaraan tersebut. Percakapan yang dilakukan oleh anak 5-6


(37)

23

tahun telah menyangkut berbagai komentar terhadap apa yang dilakukan dirinya sendiri dan orang lain, serta apa yang dilihatnya.

Muhammad Nur Mustakim (2005: 129) menunjukkan hasil penelitian Loban, Hunt, dan Cazda bahwa karakteristik berbicara anak usia 5 dan 6 tahun antara lain anak suka berbicara kepada seseorang, tertarik menggunakan kata-kata baru dan luas, banyak bertanya, tata bahasa akurat dan beralasan, menggunakan bahasa yang sesuai, dapat mendefinisikan dengan bahasa yang sederhana, menggunakan bahasa dengan agresi, dan sangat aktif berbicara. Ernawulan Syaodih (2005: 49) memaparkan kriteria perkembangan keterampilan berbicara anak usia 5-6 tahun adalah anak sudah dapat mengucapkan kata dengan jelas dan lancar, dapat menyusun kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata, dapat menjelaskan arti kata-kata yang sederhana, dapat menggunakan kata hubung, kata depan, dan kata sandang. Pada masa akhir usia taman kanak-kanak, umumnya anak sudah mampu berkata-kata sederhana, cara berbicara mereka telah lancar, dapat dimengerti, dan cukup mengikuti tata bahasa walaupun masih melakukan kesalahan.

Rita Kurnia (2009: 37) mengemukakan teori dari Owens bahwa anak usia 5-6 tahun memperkaya kemampuan berbicara melalui pengulangan. Anak sering mengulangi kosakata yang baru dan unik sekalipun belum memahami artinya. Anak menggunakan fast wrapping dalam mengembangkan keterampilan berbicaranya yaitu suatu proses di mana anak menyerap arti kata baru setelah mendengarnya sekali atau dua kali dalam dialog.


(38)

24

Dari beberapa pengertian karakteristik bahasa anak di atas, karakteristik perkembangan bahasa anak usia 5-6 tahun meliputi: (a) mengucapkan lebih dari 2.500 kosakata; (b) menyusun kalimat yang terdiri dari enam sampai delapan kata; (c) dapat menjelaskan arti kata-kata yang sederhana; (d) dapat menggunakan kata hubung, kata depan dan kata sandang; (e) suka berbicara dan umumnya berbicara kepada seseorang; (f) tertarik menggunakan kata-kata baru dan luas; serta (h) banyak bertanya.

B.Keterampilan Berbicara

1. Konsep Dasar Keterampilan Berbicara

Henry Guntur Tarigan (2008: 1) menyebutkan keterampilan berbahasa yang harus dimiliki oleh seluruh peserta didik di sekolah meliputi empat aspek dasar, yaitu keterampilan mendengarkan atau menyimak (listening skills), membaca (reading skills), berbicara (speaking skills), dan menulis (writing skills). Keterampilan berasal dari kata dasar terampil yang berarti cakap, mampu, dan cekatan dalam menyelesaikan tugas. Menerampilkan berarti membuat menjadi terampil atau memberikan keterampilan. Keterampilan secara bahasa adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas dan kecakapan dalam pemakaian bahasa baik secara lisan maupun tulis, sedangkan keterampilan secara tematis adalah kesanggupan pemakai bahasa untuk menanggapi secara benar stimulus lisan atau tulisan, menggunakan pola gramatikal dan kosakata secara tepat, dan menerjemahkan dari satu bahasa ke bahasa lain.


(39)

25

Seseorang dikatakan mempunyai keterampilan apabila orang tersebut mempunyai kesanggupan untuk berbuat dan melakukan tindakan dengan mudah dan tepat setelah melalui belajar (Sulastri, 2008: 9). Agar terampil seseorang harus belajar, artinya keterampilan seseorang tidak serta-merta bisa terampil melainkan harus dengan pembelajaran terlebih dahulu. Semakin seseorang termotivasi mau belajar maka keterampilannya akan semakin terasah. Demikian halnya dengan keterampilan berbahasa, semakin sering belajar dan berlatih secara rutin dan teratur dalam berkomunikasi aktif maka kemampuan berbahasanya menjadi lebih terampil.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara anak menunjukkan peningkatan jika sering berlatih atau belajar. Semakin anak diberi kesempatan belajar dan berlatih, anak akan semakin berkembang dan terampil termasuk dalam kemampuan berbahasanya. Dengan demikian, peran guru dalam melakukan proses pembelajaran dengan memilih pendekatan, metode, dan teknik yang tepat dalam pembelajaran sangat menentukan keberhasilan keterampilan berbahasa anak.

2. Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan kegiatan komunikasi lisan yang melibatkan dua orang atau lebih dan para partisipannya berperan sebagai pembicara maupun yang memberi

reaksi terhadap apa yang didengarnya serta memberi kontribusi dengan segera (Sulastri, 2008: 13). Berbicara sebagai cara berkomunikasi antara pembicara dan


(40)

26

pendengar. Komunikasi lisan memerlukan keterampilan berbicara dan saling pengertian antara pembicara dan pendengar (Sulastri, 2008: 14).

Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Berbicara adalah suatu alat untuk mengomunikasikan gagasan-gagasan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar atau penyimak. Berbicara merupakan instrumen yang mengungkapkan kepada penyimak secara langsung apakah pembicara memahami atau tidak, baik bahan pembicaraannya maupun para penyimaknya, apakah dia bersikap tenang serta dapat menyesuaikan diri atau tidak pada saat dia mengomunikasikan gagasannya, dan apakah dia waspada serta antusias atau tidak (Henry Guntur Tarigan, 2008: 16).

Sardjono (2005: 7) menyatakan teori dari Varekamp bahwa bicara atau wicara sebagai suatu kemungkinan manusia mengucapkan bunyi-bunyi bahasa melalui organ-organ artikulasi (organ-organ alat wicara). Berbicara merupakan suatu aktiVtas komunikasi yang penting dalam kehidupan manusia normal. Dengan berbicara maka manusia bisa saling berkomunikasi, menyatakan pendapat, menyampaikan maksud dan pesan, serta mengungkapkan perasaan (Kusuma Wijaya, 2009: 18).

Keterampilan berbicara pada hakikatnya merupakan keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain. Dalam hal ini, kelengkapan alat ucap seseorang merupakan persyaratan alamiah yang memungkinkan untuk memproduksi suatu ragam yang luas bunyi artikulasi, tekanan, nada, kesenyapan,


(41)

27

dan lagu bicara. Keterampilan ini juga didasari oleh kepercayaan diri untuk berbicara secara wajar, jujur, benar, dan bertanggungjawab dengan menghilangkan masalah psikologis seperti rasa malu, rendah diri, ketegangan, berat lidah, dan lain-lain (Iskandarwassid & Dadang Sunendar, 2011: 241).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan sebuah proses komunikasi aktif dengan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi serta mengucapkan kata-kata untuk mengekpresikan, menyatakan, menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan kepada orang lain. Keterampilan berbicara adalah keterampilan memproduksi arus sistem bunyi artikulasi untuk menyampaikan kehendak, kebutuhan perasaan, dan keinginan kepada orang lain.

3. Tujuan Berbicara

Tujuan utama berbicara adalah untuk berkomunikasi. Agar dapat menyampaikan pikiran secara efektif, pembicara harus memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Pada dasarnya berbicara mempunyai tiga tujuan umum, yaitu memberitahukan dan melaporkan (to inform), menjamu dan menghibur (to entertain), membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (to persuade) (Henry Guntur Tarigan, 2008: 16).

Agar dapat menyampaikan informasi dengan efektif, sebaiknya pembicara betul-betul memahami isi pembicaraannya dan dapat mengevaluasi efek komunikasi terhadap pendengar. Jadi, bukan hanya apa yang akan dibicarakan, akan tetapi bagaimana mengemukakannya. Program tujuan pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan kesempatan kepada setiap


(42)

28

individu untuk dapat mencapai tujuan yang dicita-citakan (Iskandarwassid & Dadang Sunendar, 2011: 242). Tujuan tersebut mencakup hal-hal berikut:

a. Kemudahan Berbicara

Peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun di hadapan pendengar umum yang lebih besar jumlahnya. Peserta didik perlu mengembangkan kepercayaan diri yang tumbuh melalui latihan.

b. Kejelasan

Peserta didik berlatih berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan baik melalui latihan seperti berdiskusi, seminar, wawancara, atau memandu acara dalam suatu gelar wicara, yang semuanya membutuhkan keterampilan mengatur cara berpikir yang logis dan jelas sehingga kejelasan berbicara tersebut dapat tercapai.

c. Bertanggungjawab

Latihan berbicara yang baik menekankan pembicara untuk bertanggungjawab agar berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang menjadi topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian akan menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggungjawab atau bersilat lidah yang mengelabui kebenaran.


(43)

29 d. Membentuk Pendengaran yang Kritis

Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara tepat dan kritis juga menjadi tujuan program ini. Di sini peserta didik perlu belajar mengevaluasi kata-kata, niat, dan tujuan pembicara.

e. Membentuk Kebiasaan

Keterampilan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini sangat penting dalam membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang. Sejalan dengan tujuan berbicara di atas, ketercapaian tujuan pembicaraan merupakan salah satu indikator terpenting dalam kegiatan berbicara (Abidin Yunus, 2012: 130). Beberapa indikator ketercapaian tujuan berbicara adalah sebagai berikut: 1) Pemahaman Pendengar

Tujuan dapat dikatakan tercapai jika pembicara mampu meningkatkan pengertian dan pemahaman pendengar. Artinya, pendengar mampu menerima dan memahami secara cermat gagasan yang disampaikan oleh pembicara sehingga terdapat kesamaan antara maksud pembicara dan pendengar.

2) Perhatian Pendengar

Tujuan dapat dikatakan tercapai jika pembicara mampu menumbuhkan perhatian pendengar untuk menyimak secara sungguh-sungguh segala sesuatu yang disampaikan pembicara.

3) Cara Pandang Pendengar

Tujuan ini dapat dikatakan tercapai jika pembicara mampu memengaruhi cara pandang pendengar agar sesuai dengan cara pandang dirinya.


(44)

30 4) Perilaku Pendengar

Indikator terakhir adalah berubahnya perilaku pendengar setelah menyimak pemaparan dan gagasan yang dilakukan pembicara.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara adalah berkomunikasi untuk menyampaikan pikiran secara efektif dan memahami makna segala sesuatu yang ingin dikomunikasikan. Selain itu, tujuan pengembangan keterampilan berbicara meliputi kemudahan berbicara, kejelasan, bertanggungjawab, membentuk pendengaran yang kritis, dan membentuk kebiasaan. Sedangkan indikator ketercapaian tujuan berbicara antara lain pemahaman pendengar, perhatian pendengar, cara pandang pendengar, dan perilaku pendengar.

4. Aspek-aspek Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara merupakan pengungkapan diri secara lisan yang terdiri dari unsur-unsur nonkebahasaan dan kebahasaan. Unsur-unsur nonkebahasaan yang dapat menunjang keterampilan berbicara diungkapkan oleh Soenardi Djiwandono (1996: 68) yaitu sebagai berikut:

a. Keberanian, yaitu keberanian dalam mengemukakan pendapat, seperti anak mampu menceritakan pengalaman yang dialami. Selain itu, keberanian untuk berpihak terhadap gagasan yang sudah diyakini keberaniannya.

b. Kelancaran, yaitu lancar dalam berbicara sangat ditunjang oleh penguasaan materi atau bahan yang baik. Penguasaan kosakata akan membantu dalam penguasaan materi pembicaraan.


(45)

31

c. Ekspresi atau gerak-gerik tubuh, sangat diperlukan dalam menunjang keefektifan berbicara. Arti pembicaraan tersebut dapat dipahami melalui ekspresi tubuh yang ditunjukkan pembicara.

Aspek kebahasaan dalam keterampilan berbicara diungkapkan oleh Hurlock (2000: 185-189) yaitu sebagai berikut:

a. Pengucapan

Setiap anak berbeda-beda dalam ketepatan pengucapan dan logatnya. Perbedaan ketepatan mengucapkan tergantung pada tingkat perkembangan mekanisme suara, serta bimbingan yang diterima dalam mengaitkan suara ke dalam kata yang berarti. Perbedaan logat disebabkan karena meniru model yang pengucapannya berbeda dengan yang biasa digunakan anak.

b. Pengembangan Kosakata

Anak harus belajar mengaitkan arti dengan bunyi dalam mengembangkan kosakata yang dimiliki. Anak-anak lebih dahulu mempelajari arti kata yang sangat dibutuhkannya. Peningkatan jumlah kosakata tidak hanya karena mempelajari kata-kata baru, tetapi juga karena mempelajari arti baru bagi kata-kata lama. Perbedaan individual dalam ukuran kosakata pada setiap tingkat usia antara lain disebabkan oleh perbedaan kecerdasan, pengaruh lingkungan, kesempatan belajar, dan motivasi belajar.

c. Pembentukan Kalimat

Pada mulanya anak menggunakan kalimat satu kata yakni kata benda atau kata kerja. Kemudian kata tersebut digabungkan dengan isyarat untuk mengungkapkan suatu pikiran utuh yang dapat dipahami orang lain. Anak di


(46)

32

bawah usia delapan tahun mulai menggunakan kalimat lebih lengkap sejalan dengan bertambah lengkapnya tata bahasa yang dimiliki. Pada setiap tingkatan usia, anak memperlihatkan perbedaan individual yang menonjol dalam pembentukan kalimat baik mengenai panjang maupun mengenai polanya.

Julia Maria van Tiel (2007: 172-173) menyatakan bahwa seorang anak berbicara dengan bahasa yang baik dapat dilihat dari aspek-aspek berbicara sebagai berikut:

a. Aspek Fonologi

Anak dapat membedakan bunyi yang diucapkan oleh orang di sekitarnya. Anak juga dapat membentuk bunyi dengan cara, urutan, serta penempatan yang benar dalam sebuah kata.

b. Aspek Gramatika

Aspek ini dibagi menjadi aspek morfologi, yaitu anak mampu mengenal kata kerja dan kata benda untuk membentuk kalimat (aspek sintaksis).

c. Aspek Semantik

Pada aspek ini anak mampu memahami apa yang diucapkan atau arti dari sebuah kata. Misalnya arti kata “kursi”. Kursi artinya sebuah benda yang punya empat kaki yang ada senderannya dan kita bisa duduk di atasnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspek yang dapat menunjang keterampilan berbicara terdiri dari aspek nonkebahasaan dan aspek kebahasaan. Aspek nonkebahasaan meliputi keberanian, kelancaran, dan ekspresi atau gerak-gerik tubuh. Sedangkan aspek kebahasaan meliputi pengucapan,


(47)

33

pengembangan kosakata, dan pembentukan kalimat yang di dalamnya terdapat aspek fonologi, gramatika, dan semantik.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara

Bicara merupakan keterampilan bagi anak, sehingga berbicara dapat dipelajari dengan beberapa metode yang berbeda. Ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi keterampilan berbicara anak. Menurut Arman Agung (2008: 1) ada dua faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara yaitu faktor internal dan eksternal.

a. Faktor internal

Faktor internal merupakan segala potensi yang ada dalam diri seseorang. Faktor internal meliputi faktor fisik maupun non fisik (psikis), berikut adalah penjelasan lengkapnya:

1) Faktor Fisik

Faktor fisik merupakan faktor yang menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan di dalam berbicara, di dalam hal ini meliputi pita suara, lidah, gigi, dan bibir.

2) Faktor Non Fisik (Psikis)

Faktor non fisik (psikis) merupakan faktor yang berhubungan dengan kondisi psikologis seseorang dan tidak berhubungan dengan fisik. Faktor psikis keterampilan berbicara meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) Kepribadian (Kharisma)


(48)

34 b) Karakter dan Temperamen

Karakter merupakan hasil dari cara berpikir dan berperilaku. Karakter dimulai dari pola pikir yang kemudian diwujudkan dalam tindakan, yang bila dilakukan secara terus-menerus akan menjadi suatu kebiasaan. Karakter atau sering disebut juga temperamen merupakan sifat batin yang secara tetap memengaruhi perbuatan, perasaan, dan pikiran seseorang. Misalnya karakter periang, penyedih, pemberani, teliti, dan sebagainya.

c) Bakat (Talenta)

Bakat adalah anugerah dari Tuhan yang diberikan kepada seseorang. Bakat perlu digali hingga muncul ke permukaan (karena pada dasarnya bakat adalah sesuatu yang telah ada sebelumnya).

d) Tingkat Inteligensi

Inteligensi adalah kemampuan untuk bertindak secara terarah, berpikir secara rasional, dan menghadapi lingkungannya secara efektif. Inteligensi merupakan suatu kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir secara rasional.

e) Kreativitas

Kreativitas memiliki kedudukan yang hampir sama dengan inteligensi. KreatiVtas adalah salah satu ciri dari berpikir inteligen karena keduanya merupakan manifestasi dari berpikir kognitif. Berpikir kreatif yang diasah akan mampu memunculkan keterampilan-keterampilan tertentu pada individu, termasuk keterampilan berbicara.


(49)

35 b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar individu yang meliputi tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Pada anak TK faktor eksternal ini dapat diperoleh salah satunya dalam pembelajaran di sekolah.

Dhieni Nurbiana (2005: 3.7) menjelaskan tiga tahap perkembangan berbicara anak menurut Vygotsky yaitu sebagai berikut:

a. Tahap Eksternal

Tahap eksternal terjadi ketika anak berbicara secara eksternal di mana sumber berpikir berasal dari luar diri anak. Sumber berpikir ini sebagian besar dari orang dewasa yang memberikan pengarahan, informasi, dan melakukan tanya jawab dengan anak. Sumber yang lain bisa berasal dari teman sebaya, yaitu pada saat anak berbicara dan bertukar pendapat dengan teman lain di lingkungan sekolah maupun di lingkungan sekitar rumah anak. Dalam lingkungan sekolah inilah keterampilan berbicara anak dapat dikembangkan, yaitu menggunakan pembelajaran kooperatif di mana anak diberi kesempatan untuk mengeluarkan dan saling bertukar pendapat dengan teman lain dalam satu kelompoknya.

b. Tahap Egosentris

Tahap egosentris adalah tahap di mana anak berbicara sesuai dengan jalan pikirannya dan pembicaraan orang dewasa bukan lagi menjadi persyaratan. Pada tahap ini anak mempunyai pendapat dan pikiran sendiri untuk berbicara tanpa memandang apakah itu benar atau salah, yang terpenting adalah mengeluarkan apa yang ada dalam benaknya sesuai dengan pikiran anak sendiri tanpa peduli perkataan orang lain.


(50)

36 c. Tahap Internal

Pada tahap internal proses berpikir anak telah memiliki penghayatan sepenuhnya. Anak sudah dapat mengerti tentang apa yang akan dia bicarakan dengan orang lain.

Keterampilan berbicara dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor dari dalam maupun dari luar diri anak. Hal tersebut juga didukung oleh pendapat Hurlock (2000:185) bahwa keterampilan berbicara dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:

a. Persiapan Fisik untuk Berbicara

Kemampuan berbicara tergantung pada kematangan mekanisme bicara. Sebelum semua organ bicara mencapai bentuk yang lebih matang, saraf dan otot mekanisme suara tidak dapat menghasilkan bunyi yang diperlukan bagi kata-kata. b. Kesiapan Mental untuk Berbicara

Kesiapan mental untuk berbicara tergantung pada kematangan otak, khususnya bagian-bagian asosiasi otak. Biasanya kesiapan tersebut berkembang di antara umur 12 sampai 18 bulan dan dalam perkembangan bicara yang dipandang sebagai “saat dapat diajar”.

c. Model yang Baik untuk Ditiru

Model yang baik untuk ditiru diperlukan agar anak tahu bagaimana mengucapkan kata dengan benar. Model tersebut mungkin orang di lingkungan sekitar anak. Jika anak kekurangan model yang baik, maka anak akan sulit belajar berbicara dan hasil yang dicapai berada di bawah kemampuan anak.


(51)

37 d. Kesempatan untuk Berpraktik

Jika anak tidak diberikan kesempatan untuk berpraktik maka mereka akan putus asa dan motivasi anak menjadi rendah.

e. Motivasi

Jika anak mengetahui bahwa mereka dapat memperoleh apa saja yang mereka inginkan tanpa memintanya, dan jika anak tahu bahwa pengganti bicara seperti tangis dan isyarat dapat mencapai tujuan tersebut, maka motivasi anak untuk belajar berbicara akan melemah.

f. Bimbingan

Cara yang paling baik untuk membimbing belajar berbicara adalah menyediakan model yang baik, mengadakan kata-kata dengan jelas, serta memberikan bantuan mengikuti model.

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara anak dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari faktor fisik dan psikis. Faktor fisik berkaitan dengan organ-organ berbicara sedangkan faktor psikis meliputi kepribadian, karakter, bakat, tingkat inteligensi, dan kreatiVtas. Faktor internal yang mempengaruhi keterampilan berbicara anak meliputi tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Perkembangan keterampilan berbicara dapat dilihat dari tahap internal, tahap egosentris, dan tahap eksternal yang secara umum dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental untuk berbicara, model yang baik untuk ditiru, kesempatan untuk berpraktik, motivasi, dan bimbingan.


(52)

38 6. Penilaian Ketrampilan Berbicara

Dhieni Nurbiana (2005: 35) memaparkan beberapa faktor yang dapat dijadikan ukuran keterampilan berbicara seseorang yang terdiri dari aspek kebahasaan dan nonkebahasaan. Aspek kebahasaan meliputi: (a) ketepatan ucapan; (b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesua; (c) pilihan kata; dan (d) ketepatan sasaran pembicaraan. Aspek nonkebahasaan meliputi: (a) sikap tubuh, pandangan, bahasa tubuh, dan mimik yang tepat; (b) kesediaan menghargai pembicaraan maupun gagasan orang lain; (c) kenyaringan suara dan kelancaran dalam berbicara; (d) relevansi, penalaran dan penguasaan terhadap topik tertentu.

Henry Guntur Tarigan (2008: 28) menyatakan teori yang diungkapkan oleh Brooks bahwa dalam mengevaluasi keterampilan berbicara seseorang pada prinsipnya harus memperhatikan lima faktor berikut:

a. Apakah bunyi vokal dan konsonan diucapkan dengan baik?

Kata-kata yang diucapkan anak dalam berbicara harus sesuai dengan bunyi yang sebenarnya, misalnya anak tidak cedal dan jelas dalam melafalkan huruf-huruf dalam pengucapannya.

b. Apakah pola-pola intonasi, naik turunnya suara tekanan suku kata memuaskan?

Pola intonasi yang dimaksud adalah dalam penekanan atau pengucapan pada akhir kata atau kalimat. Apakah anak sudah bisa memberi penekanan pada kata-kata tertentu atau hanya datar dalam pengucapan kata-kata.


(53)

39

c. Apakah ketetapan dan ketepatan ucapan mencerminkan bahwa sang pembicara tanpa referensi internal memahami bahasa yang dipergunakan?

Hal ini bisa dipahami ketika anak mengerti dengan apa yang mereka ucapkan atau hanya asal mengucapkan saja. Anak-anak kadang hanya meniru orang lain tanpa memahami arti kata yang diucapkan.

d. Apakah kata-kata yang diucapkan itu dalam bentuk dan urutan yang tepat? Dalam pengucapan kalimat apakah anak sudah dapat mengucapkan sesuai dengan pola subjek predikat objek atau terbalik-balik bahkan diulang-ulang. e. Sejauh manakah kelancaran yang tercermin bila seseorang berbicara?

Kelancaran yang dimaksud untuk anak adalah ketika dalam berbicara anak tidak tersendat-sendat, tidak terbata-bata dan tidak banyak diam.

Faktor-faktor dalam mengevaluasi keterampilan berbicara tersebut sesuai dengan aspek keterampilan berbicara nonkebahasaan dan kebahasaan yang telah dijelaskan oleh Soenardi Djiwandono (1996: 68) dan Hurlock (2000: 185-189). Aspek nonkebahasaan terdiri dari keberanian, kelancaran, dan ekspresi atau gerak-gerik tubuh sedangkan aspek kebahasaan terdiri dari pengucapan, pengembangan kosakata, dan pembentukan kalimat. Jadi, penilaian keterampilan berbicara anak yang digunakan dalam penelitian ini mencakup unsur-unsur sebagai berikut: a. keberanian;

b. kelancaran;

c. ekspresi atau gerak-gerik tubuh; d. pengucapan;


(54)

40 f. pembentukan kalimat.

C. Metode Show and Tell

1. Pengertian Metode Pembelajaran

Tri Mulyani (2000: 134) memaparkan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang ditempuh guru untuk menciptakan situasi pengajaran yang benar-benar menyenangkan dan mendukung bagi kelancaran proses belajar dan tercapaianya prestasi belajar anak yang memuaskan. Sejalan dengan pendapat tersebut, Sugihartono (2007: 81) mengatakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang dilakukan dalam proses pembelajaran sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah alat atau cara untuk mencapai tujuan pembelajaran agar memperoleh hasil yang optimal.

Pemanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan yang dirumuskan agar anak didik memiliki keterampilan tertentu. Oleh karena itu, metode yang digunakan harus disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode harus menunjang pencapaian tujuan tersebut. Jadi, sebaiknya guru menggunakan metode yang dapat menunjang kegiatan belajar mengajar, sehingga dapat dijadikan sebagai alat yang efektif untuk mencapai tujuan pengajaran.


(55)

41

Adapun macam-macam metode pembelajaran untuk anak prasekolah yaitu sebagai berikut:

a. Metode Bermain Peran

Sugihartono (2007: 83) memaparkan bahwa metode bermain peran merupakan metode mengajar melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan anak didik dengan cara memerankan suatu tokoh baik tokoh hidup atau benda mati. Metode ini dapat mengembangkan penghayatan, tanggung jawab, dan terampil dalam memaknai materi yang dipelajari.

b. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi yaitu cara penyajian materi dengan memeragakan atau menunjukkan kepada siswa suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari (Syaiful Bahri Djamarah & Aswan Zain, 2002: 154).

c. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab merupakan cara penyajian materi pembelajaran melalui bentuk pertanyaan yang harus dijawab oleh anak didik (Sugihartono, 2007: 82). d. Metode Pemberian Tugas

Metode pemberian tugas merupakan bentuk interaksi belajar mengajar ditandai dengan adanya satu atau sejumlah tugas yang diberikan oleh guru (Tri Mulyani, 2000: 18).

e. Metode Karyawisata

Metode karyawisata adalah metode penyampaian materi dengan cara membawa anak didik langsung ke obyek luar kelas atau lingkungan kehidupan nyata agar anak dapat mengamati atau mengalami secara langsung.


(56)

42 f. Metode Bercerita

Metode bercerita merupakan metode penyampaian dari guru kepada anak dengan cara guru menyampaikan materi melalui bahasa lisan. Metode bercerita dibedakan menjadi dua jenis, yaitu metode bercerita dengan alat peraga dan metode bercerita tanpa alat peraga.

Metode bercerita dengan alat peraga adalah metode bercerita dengan alat bantu. Alat peraga yang biasa digunakan dalam bercerita antara lain buku, gambar, boneka, gambar gerak, dan benda lainnya. Sedangkan metode bercerita secara langsung dengan hanya mengandalkan kualitas suara, ekspresi wajah, serta gerak tangan dan tubuh disebut sebagai metode bercerita tanpa alat peraga (Tadkiroatun Musfiroh, 2005: 141).

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran adalah alat atau cara untuk mencapai tujuan pembelajaran agar memperoleh hasil yang optimal. Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat dilakukan oleh guru untuk menunjang kegiatan belajar mengajar di kelas. Metode-metode pembelajaran tersebut meliputi metode bermain peran, demonstrasi, tanya jawab, pemberian tugas, karyawisata, dan bercerita. Berdasarkan beberapa metode pembelajaran tersebut, guru hendaknya memilih metode yang dipandang tepat dalam kegiatan pembelajarannya, sehingga tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat dicapai secara optimal.

2. Pengertian Metode Show and Tell

Henry Alexis Rudolf Tilaar (2013: 103) menjelaskan bahwa show and tell adalah kegiatan yang mengutamakan kemampuan berkomunikasi sederhana.


(57)

43

Tujuan kegiatan ini adalah melatih anak berbicara di depan kelas dan membiasakan anak peka terhadap hal-hal sederhana sehari-hari. Sementara itu, Slamet Suyanto (2005: 145) menyatakan bahwa metode show and tell digunakan untuk mengungkapkan kemampuan, perasaan, dan keinginan anak. Setiap hari guru dapat meminta dua atau tiga orang anak untuk bercerita apa saja yang ingin diungkapkan. Saat anak bercerita, guru dapat melakukan asesmen pada anak tersebut dan guru juga dapat melanjutkan topik yang dibicarakan anak sebagai pembelajaran.

Tadkiroatun Musfiroh (2011: 5) mendefinisikan show and tell merupakan kegiatan menunjukkan sesuatu kepada audiens dan menjelaskan atau mendeskripsikan sesuatu itu. Metode show and tell mengacu pada tiga bidang utama, yaitu edukasi, musik, dan teater. Di antara tiga bidang tersebut, metode show and tell edukatif yang paling diandalkan di negara barat. Metode show and tell dimanfaatkan untuk tiga ranah sekaligus. Tiga ranah tersebut adalah show and tell educative for speaking (show and tell edukatif untuk berbicara), show and tell educative for record playing toys (show and tell untuk bermain dengan mainan), dan show and tell for children’s book (show and tell untuk buku anak).

Mengacu pada uraian di atas, metode show and tell adalah suatu metode pembelajaran dengan anak menunjukkan benda dan anak menyatakan pendapat, mengungkapkan perasaan, keinginan, maupun pengalaman terkait dengan benda tersebut.


(58)

44

3. Bentuk-bentuk Penerapan Metode Show and Tell

Tadkiroatun Musfiroh (2011: 34) menyebutkan beberapa jenis show and tell yang dapat diterapkan, yaitu show and tell dengan benda pribadi, show and tell dengan makanan, dan show and tell dengan gambar dan foto.

a. Show and Tell dengan Benda Pribadi

Anak dapat membawa benda-benda pribadi untuk digunakan saat melakukan show and tell.

b. Show and Tell dengan Makanan

Makanan adalah benda yang dibutuhkan anak dan memiliki jangkauan yang kuat untuk mengembangkan tanggung jawab dan kemandirian. Ketika anak sedang show and tell, anak dapat bercerita mengenai rasa, bahan utama untuk membuat makanan, warna, dan sebagainya.

c. Show and Tell dengan Gambar dan Foto

Gambar dan foto relatif efektif untuk menstimulasi kemampuan bertata krama, tanggung jawab, dan kemandirian. Bagi anak, kemampuan tersebut dapat diterima dengan baik melalui cerita yang dibantu dengan media gambar atau foto. Henry Alexis Rudolf Tilaar (2013: 103) menyatakan bahwa show and tell dapat diterapkan dengan menunjukkan sesuatu seperti alat permainan baru, hadiah ulang tahun, makanan oleh-oleh dari saudara, perangkat makan, atau semua benda yang dianggap barang baru ataupun menarik bagi anak. Hoerr (2007: 94-95) juga menambahkan bahwa anak dapat show and tell menggunakan hasil karya atau proyek yang telah dibuat. Misalnya, anak membuat diorama yang menunjukkan adegan dari novel atau suku kehidupan suku asli Amerika. Pada hari berikutnya


(59)

45

anak berdiri di samping diorama dan bercerita tentang diorama yang menunjukkan beberapa aspek kehidupan suku tersebut.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka penerapan metode show and tell dapat menggunakan makanan, gambar atau foto, alat permainan baru, hadiah ulang tahun, perangkat makan, hasil karya anak, dan semua benda yang dianggap menarik bagi anak. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media gambar.

4. Manfaat Metode Show and Tell

Laurie Patsalides (dalam Tadkiroatun Musfiroh, 2011: 8-9) memaparkan berbagai manfaat metode show and tell dalam mengembangkan beberapa aspek dalam kemampuan bahasa. Berbagai manfaat tersebut meliputi: (a) anak belajar berbicara dan menyimak; (b) menjadi pendengar dan memperkenalkan diri; (c) membuat penyelidikan berdasarkan pertanyaan-pertanyaan; (d) membuat hubungan antara respon anak dengan anak yang lain; (e) antisipasi dan observasi; (f) praktik keterampilan berbincang kritis; (g) praktik bercerita; (h) belajar kesamaan dan perbedaan; (i) menggunakan kosakata; (j) menggunakan bahasa deskriptif; (k) mengucapkan terima kasih; (l) dan meningkatkan rasa percaya diri. Euis Rohaeti (2011: 26) juga memaparkan hasil penelitian Webbervilleschool bahwa show and tell mampu mengembangkan keterampilan berbicara atau oral language skills dan sangat efektif untuk mengenalkan kemampuan public speaking karena berkenaan dengan kemampuan bertanya dan berbicara dalam gramatika yang lengkap.


(60)

46

Berdasarkan pada beberapa manfaat metode show and tell di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa manfaat metode show and tell yang berkaitan dengan peningkatan keterampilan berbicara anak. Manfaat tersebut antara lain anak dapat belajar berbicara dan menyimak, praktik keterampilan berbincang kritis, praktik bercerita, dapat menggunakan kosakata, menggunakan bahasa deskriptif, mampu mengembangkan keterampilan berbicara atau oral language skills, dan sangat efektif untuk mengenalkan kemampuan public speaking.

5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Show and Tell

Tadkiroatun Musfiroh (2011: 6) menyebutkan beberapa kelebihan dari metode show and tell menurut Amode, yaitu sebagai berikut:

a. Metode yang sangat sederhana, sehingga mudah untuk diterapkan pada anak. b. Menggunakan benda yang bersifat konkret, sehingga memudahkan anak untuk

bercerita.

c. Memberikan kesempatan pada semua anak untuk terlibat aktif karena menekankan pada pendekatan partisipatoris dalam proses pembelajaran.

Tadkiroatun Musfiroh (2011: 6) menambahkan kelebihan metode show and tell yaitu:

a. Efektif untuk mengembangkan kemampuan berbicara di depan umum (public speaking). Kemampuan berbicara di depan umum (public speaking) merupakan salah satu karakteristik percaya diri.


(61)

47

b. Melatih anak melakukan pemecahan masalah (problem solving), yakni saat bercerita anak belajar untuk menyusun informasi terkait dengan benda yang ditunjukkan.

Selain terdapat kelebihan dari penggunaan metode show and tell, maka terdapat pula kelemahan. Tadkiroatun Musfiroh (2011: 6) menyebutkan kelemahan dari metode show and tell yaitu guru perlu mengelola waktu dengan baik dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran menggunakan show and tell. Selain itu, kelemahan metode show and tell menurut Ari Prasasti (2012: 42-43), antara lain sebagai berikut:

a. Penggunaan metode harus selalu dengan pengawasan guru. Hal ini karena metode show and tell memerlukan bimbingan apabila peserta didik kesulitan dalam menceritakan benda yang digunakan.

b. Penggunaan metode ini tidak dapat digunakan dalam kondisi mendadak, hal tersebut dikarenakan perlu adanya persiapan benda maupun pengalaman yang akan diceritakan.

c. Waktu yang disediakan untuk melakukan show and tell terbatas. Hal ini dikarenakan show and tell dilakukan secara bergiliran, sehingga agar semua anak bisa tampil maka waktu yang disediakan hendaknya cukup banyak.

Berdasarkan uraian di atas, metode show and tell memiliki kelebihan dan kekurangan. Oleh karena itu, penggunaan metode show and tell harus mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan tersebut. Dengan demikian, diharapkan metode show and tell dapat menstimulasi aspek perkembangan anak, terutama aspek bahasa termasuk di dalamnya keterampilan berbicara.


(62)

48

E. Metode Show and Tell sebagai Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Anak

Terkait dengan kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan, maka dalam penelitian ini menggunakan metode show and tell. Webbervilleschool menjelaskan bahwa metode show and tell merupakan salah satu metode yang tepat untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak (Euis Rohaeti, 2011: 26). Terdapat langkah-langkah dalam melaksanakan metode show and tell supaya keterampilan berbicara anak dapat meningkat.

Oki Ristya Mutasi Ningsih (2014: 36) menjelaskan langkah-langkah dalam melakukan show and tell menurut Revermann adalah sebagai berikut.

1. Saat hari-hari tertentu, anak-anak diberi tahu agar membawa benda favorit untuk ditunjukkan dan diceritakan di depan kelas.

2. Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk tampil menunjukkan dan menceritakan benda yang dibawa dari rumah. Saat tampil anak akan menjadi pusat perhatian bagi teman-temannya.

3. Anak-anak yang lain mengajukan pertanyaan kepada anak yang sedang tampil. Pertanyaan yang diajukan jumlahnya harus ditetapkan sebelumnya.

Penerapan metode ini dilakukan dengan guru memberi contoh berupa benda nyata untuk anak. Fungsi benda tersebut sebagai penstimulus anak untuk mengungkapkan ide, gagasan, perasaan maupun pengalaman tentang benda yang ditunjukkan anak. Berdasar pada uraian dan teori yang telah dijelaskan mengenai pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan berbicara, maka metode show and tell dapat menjadi dasar pelaksanaan pembelajaran di taman kanak-kanak.


(63)

49

Tadkiroatun Musfiroh (2011: 35-36) menjelaskan langkah-langkah pelaksanaan show and tell adalah sebagai berikut.

1. Anak membentuk lingkaran di lantai beralas (karpet, tikar, dan sejenisnya). 2. Setiap kelompok terdiri dari 7-10 anak.

3. Membuka kegiatan dengan salam.

4. Membimbing salah satu anak untuk memimpin doa bersama. 5. Menyapa anak satu per satu dengan menyebutkan namanya.

6. Memberikan kata-kata yang baik serta membangkitkan minat anak.

7. Memberi kesempatan kepada anak untuk menunjukkan benda yang akan digunakan untuk show and tell.

8. Menjelaskan tata cara show and tell. Apabila diperlukan, guru dapat memberi contoh cara melakukan show and tell. Hal ini dilakukan selama 5 menit.

Ari Prasasti (2012: 48) menyebutkan bahwa pelaksanaan pembelajaran di taman kanak-kanak dengan menggunakan metode show and tell terdiri dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan evaluasi. Langkah-langkah pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut.

1. Perencanaan

Kegiatan perencanaan dilakukan oleh guru dan peneliti dengan mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu:

a. Menentukan waktu pelaksanaan pembelajaran, baik hari/ tanggal maupun alokasi waktu pembelajaran.


(64)

50

b. Menentukan tempat pelaksanaan pembelajaran, dilaksanakan di dalam atau di luar kelas.

c. Menentukan tema dalam pembelajaran.

d. Menyiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran harian (RPPH). e. Menyiapkan alat dan sumber belajar yang akan digunakan. f. Menyiapkan instrumen penilaian yang akan digunakan. 2. Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan terdiri dari 3 kegiatan pokok, yaitu pembukaan, inti, dan penutup.

a. Kegiatan Pembukaan (Kegiatan Awal)

1) Guru mengondisikan anak dengan kegiatan pemanasan atau kegiatan fisik motorik di luar kelas, dapat disertai dengan kegiatan menyanyi maupun tepuk-tepuk. 2) Guru melakukan apersepsi, dengan menyebut tema pada hari itu dan mengenalkan

apa saja yang berkaitan dengan tema, melalui tanya jawab atau percakapan.

3) Guru menjelaskan tentang kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dengan memberi contoh cara melakukan kegiatan tersebut.

b. Kegiatan Inti

Kegiatan inti terdiri dari 3 kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemampuan dasar maupun pengembangan perilaku atau pembiasaan. Salah satu kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan pada kegiatan inti adalah dengan menggunakan metode show and tell.

Berikut ini adalah langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode show and tell.


(65)

51 1) Persiapan

Guru mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan sebelum kegiatan dimulai, meliputi:

a) Benda yang akan digunakan dalam pembelajaran dengan metode show and tell disesuaikan dengan tema pada hari itu.

b) Lembar pengamatan (lembar observasi), digunakan untuk menilai keterampilan berbicara anak selama pembelajaran menggunakan metode show and tell.

2) Pelaksanaan, yaitu kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan metode show and tell.

Berikut ini adalah urutan kegiatan dengan menggunakan metode tersebut: a) Anak telah berada dalam kelompok kecil.

b) Anak dikondisikan oleh guru, yaitu dengan tanya jawab terkait tema hari itu, terkait benda yang dibawa anak dari rumah atau benda yang dibawa anak ke rumah, ataupun dengan menyanyi sesuai dengan tema hari itu.

c) Anak diberi contoh oleh guru tentang bagaimana menunjukkan dan menceritakan benda yang dibawa ke sekolah atau benda pemberian guru. Guru bercerita dengan menggunakan benda pribadi guru yang dibawa dari rumah, atau bercerita tentang pengalamannya yang tidak jauh beda dengan pengalaman anak terkait dengan benda yang dibawa pulang anak.

d) Anak diajak untuk menceritakan benda yang dibawa ke sekolah atau bercerita pengalamannya secara bergiliran.

e) Anak diberi stimulasi dengan memberikan pertanyaan stimulatif apabila anak kesulitan dalam menyampaikan maksudnya.


(66)

52

f) Anak yang mau bercerita diberi hadiah atau pujian (reward).

g) Selama anak melaksanakan kegiatan, peneliti mendokumentasikan kegiatan yang berlangsung.

3) Evaluasi

Kegiatan selanjutnya adalah guru dan peneliti melakukan evaluasi atau penilaian terhadap perkembangan keterampilan berbicara anak. Observer mencatat perkembangan keterampilan berbicara anak yang telah dipersiapkan sebelumnya.

c. Kegiatan Penutup (Kegiatan Akhir)

Kegiatan penutup merupakan kegiatan recalling atau mendiskusikan kembali dan evaluasi tentang kegiatan pembelajaran yang telah dilaksanakan selama satu hari dengan bercakap-cakap ataupun tanya jawab. Guru menutup pembelajaran dengan bernyanyi, tepuk, ataupun cerita yang mengandung nilai moral, kemudian berdoa lalu pulang.

d. Evaluasi

Guru melakukan evaluasi tentang kegiatan yang telah dilaksanakan selama satu hari dengan memberikan penilaian perkembangan yang telah dicapai pada masing-masing anak.

Berdasarkan uraian di atas, metode show and tell sebagai upaya meningkatkan keterampilan berbicara anak mempunyai langkah-langkah dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah pelaksanaan show and tell yang digunakan pada penelitian ini mengacu pada langkah-langkah dari Ari Prasasti. Langkah-langkah tersebut meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi metode show


(1)

213

- Anak membuat kolase gambar candi (FM 3.3; 4.3)

KEGIATAN 3

- Anak membuat miniatur candi dengan balok (SE 2.9)

D. Istirahat (30 menit) - SOP istirahat E. Penutup (30 menit)

- Tanya jawab yang sudah dilaksanakan

- Memotivasi belajar anak - Berdiskusi kegiatan hari esok - Berdoa dan salam pulang

balok

Giricahyo, 9 Maret 2017

Mengetahui,

Kepala TK Guru Kelas Peneliti


(2)

214

Lampiran 6

Lembar Surat Ijin

dan Surat Pernyataan


(3)

(4)

(5)

(6)

Dokumen yang terkait

TINGKAT KETERAMPILAN BERBICARA DITINJAU DARI METODE BERMAIN PERAN PADA ANAK USIA 5 6 TAHUN

32 1159 187

PENGARUH METODE BERMAIN PERAN TERHADAP KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA 5-6 TAHUN DI TK ILMI INSANI MEDAN T.A 2015/2016.

0 5 23

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA 4-5 TAHUN MELALUI METODE TANYA JAWAB DI TK ROLINA MEDAN TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 1 19

UPAYA TUTOR MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK MELALUI METODE BERMAIN PERAN USIA 5-6 TAHUN DI TK HARAPAN BANGSA KECAMATAN KUALA KABUPATEN LANGKAT.

0 1 30

UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA Upaya Meningkatkan Keterampilan Berbicara Dalam Pembelajaran Melalui Media Gambar Pada Kelompok A Tk Aba Gondang Klaten Tahun Ajaran 2012/2013.

0 4 18

IMPLEMENTASI METODE BERCERITA UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA DINI DI TK KARTINI 2 Implementasi metode bercerita untuk meningkatkan keterampilan berbicara anak usia dini TK Kartini 2 Kratonan Surakarta Tahun Ajaran 2010/2011.

0 2 18

PENERAPAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA PADA TK ABA JAGALAN Penerapan Media Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Pada Tk Aba Jagalan Kelompok B Tahun Pelajaran 2011/2012.

1 2 17

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA ANAK USIA DINI MELALUI METODE BERCAKAP –CAKAP.

1 4 40

PENGARUH METODE SHOW AND TELL TERHADAP KEMAMPUAN BERBICARA ANAK KELOMPOK A TK ABA PANTISIWI SERUT BANTUL.

4 28 149

MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERBICARA ANAK USIA 5 – 6TAHUNDENGAN MEDIAPOSTER DI TK ABA WONOTINGALPONCOSARI SRANDAKAN BANTUL.

0 1 127