PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN ACCELERATION SPRINT DAN REPETITION SPRINT TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010 2011

(1)

commit to user

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN

ACCELERATION SPRINT

DAN

REPETITION SPRINT

TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER

PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25

SURAKARTA TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh :

PEDUT HANANTA PUTRA

NIM. K 5604058

JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(2)

commit to user

ii

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN

ACCELERATION SPRINT

DAN

REPETITION SPRINT

TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER

PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP N 25

SURAKARTA TAHUN

PELAJARAN 2010/2011

Oleh :

PEDUT HANANTA PUTRA

NIM. K 5604058

SKRIPSI

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga

Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan

JURUSAN PENDIDIKAN OLAHRAGA DAN KESEHATAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA


(3)

commit to user

iii

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I

Pembimbing II

Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes.

Slamet Widodo, S.Pd, M.Or

NIP. 19620518 198702 1 001

NIP. 19711228 200312 1 001


(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi persyaratan mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan.

Pada Hari

: Selasa

Tanggal

: 01 Februari 2011

Tim Penguji Skripsi

(Nama Terang)

(Tanda Tangan)

Ketua

: Drs. H. Agustiyanto, M.Pd

____________

Sekretaris

: Slamet Riyadi, S.Pd, M.Or

____________

Anggota I

: Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes

____________

Anggota II : Slamet Widodo, S.Pd, M.Or

____________

Disahkan oleh

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

NIP. 19600727 198702 1 001


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Pedut

Hananta

Putra

.

PERBEDAAN

PENGARUH

LATIHAN

ACCELERATION SPRINT

DAN

REPETITION SPRINT

TERHADAP

KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS VIII SMP

NEGERI 25 SURAKARTA TAHUN PELAJARAN 2010/2011

.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) Pengaruh latihan

acceleration sprint dan

repetition sprint

terhadap kecepatan lari 100 meter pada

siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011. (2)

Pengaruh latihan yang lebih baik antara latihan acceleration sprint dan repetition

sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri

25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimen dengan rancangan

pretest-postest designs. Subyek penelitian ini adalah siswa putra kelas VIII SMP Negeri

25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, yang berjumlah 34 orang diambil dari

25% dari 7 kelas yang berjumlah keseluruhan 133 orang, dengan teknik

pengambilan sampel menggunakan

Proporsional Random Sampling. Teknik

pengumpulan data dilakukan dengan tes lari 100 meter. Teknik analisis data

dengan uji t-test dengan taraf signifikansi 5%.

Penelitian ini menghasilkan simpulan sebagai berikut: (1) Ada perbedaan

pengaruh latihan acceleration sprint

dan

repetition sprint terhadap kecepatan lari

100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran

2010/2011 dengan t

hitung

yang diperoleh = 2,430 > t

tabel

= 2,120. (2) Latihan

repetition sprint

lebih baik pengaruhnya daripada latihan

acceleration sprint

terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25

Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 dengan presentase peningkatan kelompok 2

(repetition sprint) sebesar 6,129% lebih besar daripada kelompok I (acceleration

sprint) sebesar 3,932%.


(6)

commit to user

vi

MOTTO

Kegagalan merupakan awal dari suatu keberhasilan yang tertunda. (Penulis)

Barang siapa yang memberi kemudahan kepada orang lain yang sedang

mengalami kesulitan, maka Allah akan memudahkan kepadanya dunia dan

akhirat (HR. Ibnu dari Abu Hurairah)

Jika kamu mendapat nasehat atau masukan dari orang lain, janganlah kamu

memandang siapa orang yang memberi masukan kepada kamu, tetapi

ambillah ilmu itu sebagai pelajaran yang berharga. (Penulis)


(7)

commit to user

vii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

1.

Bapak dan Ibu yang tercinta.

2.

Kakak

dan

adikku

yang

tersayang.

3.

Keponakanku yang tersayang.

4.

Sahabatku yang selalu memberi

semangat dan dukungan moril.

5.

Rekan-rekan angkatan 2004.

6.

Almameter.


(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Dengan mengucap puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan.

Disadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak mengalami hambatan,

namun berkat bantuan dan bimbingan dari beberapa pihak. Oleh karena itu skripsi

ini dapat terselesaikan. Dalam kesempatan ini disampaikan ucapan terima kasih

kepada yang terhormat :

1.

Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

2.

Ketua Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan

ijin untuk mengadakan penelitian.

3.

Ketua Program Pendidikan Kepelatihan Olahraga Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret.

4.

Drs. Bambang Wijanarko, M.Kes sebagai Pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

5.

Slamet Widodo, S.Pd, M.Or sebagai Pembimbing II yang telah memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi.

6.

Siswa kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 yang

telah bersedia menjadi subyek penelitian ini.

7.

Semua pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

Semoga segala amal tersebut mendapatkan imbalan dari Tuhan Yang

Maha Esa. Namun diharapkan skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan.

Surakarta, Januari 2011


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...

i

PENGAJUAN ...

ii

HALAMAN PERSETUJUAN ...

iii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iv

ABSTRAK ...

v

MOTTO ...

vi

PERSEMBAHAN ...

vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ...

ix

DAFTAR GAMBAR ...

xi

DAFTAR TABEL ...

xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I

PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Identifikasi Masalah ...

4

C.

Pembatasan Masalah ...

5

D.

Perumusan Masalah ...

5

E.

Tujuan Penelitian ...

5

F.

Manfaat Penelitian ...

6

BAB II LANDASAN TEORI ...

7

A.

Tinjauan Pustaka ...

7

1.

Lari 100 Meter ...

7

a.

Teknik Lari 100 Meter ...

7

b.

Kecepatan Lari ...

13

c.

Sistem Energi untuk Lari 100 Meter ...

14

2.

Latihan...

16

a.

Pengertian Latihan ...

16

b.

Tujuan Latihan ...

17

c.

Aspek-aspek Latihan ...

18


(10)

commit to user

x

e.

Komponen-komponen Latihan ... 25

3.

Latihan Acceleration Sprint ...

27

a.

Pelaksanaan Acceleration Sprint ...

27

b.

Kelebihan dan Kelemahan Latihan Acceleration Sprint 28

4.

Latihan Repetition Sprint ...

29

a.

Pelaksanaan Repetition Sprint ...

29

b.

Kelebihan dan Kelemahan Latihan Repetition Sprint .

30

B.

Kerangka Pemikiran ...

31

C.

Perumusan Hipotesis ...

34

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...

35

A.

Tempat dan Waktu Penelitian ...

35

1.

Tempat Penelitian ...

35

2.

Waktu Penelitian ...

35

B.

Metode Penelitan ...

35

C.

Variabel Penelitian ...

37

D.

Subjek Penelitian ...

37

E.

Teknik Pengumpulan Data ...

38

F.

Teknik Analisis Data ...

38

BAB IV HASIL PENELITIAN ...

41

A.

Deskripsi Data ...

41

B.

Uji Prasyarat Analisis Data ...

43

C.

Hasil Analisis Data ...

45

D.

Pembahasan Hasil Analisis Data ...

48

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN ...

50

A.

Simpulan ...

50

B.

Implikasi ...

50

C.

Saran ...

51

DAFTAR PUSTAKA ...

52


(11)

commit to user

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Teknik Start Jongkok ...

9

Gambar 2. Teknik Start pada Tahap Pelaksanaan ...

9

Gambar 3. Teknik Gerakan Lari Sprint ...

11

Gambar 4. Teknik-Teknik Memasuki Garis Finish ...

12

Gambar 5. Denyut Nadi Maksimal dan Daerah Ambang Rangsang

Latihan ...

22

Gambar 6. Rangkaian Penelitian ...

36

Gambar 7. Pembagian Kelompok Eksperimen dengan Ordinal Pairing

36


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Empat Bidang Rangkaian Kesatuan Energi ...

14

Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem Energi ...

15

Tabel 3. Pengambilan Sampel ...

38

Tabel 4. Diskripsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 meter ...

41

Tabel 5. Diskripsi Data Hasil Tes Kecepatan Lari 100 meter ...

42

Tabel 6. Derajat Reliabilitas ...

42

Tabel 7. Rangkuman Hasil Uji Reliabilitas Tes ...

43

Tabel 8. Rangkuman Hasil Uji Normalitas ...

44

Tabel 9. Rangkuman Hasil Uji Homogenitas ...

44

Tabel 10. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal Kelompok 1 dan

Kelompok 2 ...

45

Tabel 11. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal dan Tes Akhir

Kelompok 1 ...

46

Tabel 12. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal dan Tes Akhir

Kelompok 2 ...

46

Tabel 13. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Akhir Antar Kelompok ....

47

Tabel 14. Rangkuman Hasil Penghitungan Nilai Perbedaan Presentase

Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1 dan

Kelompok 2 ...

47


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Petunjuk Pelaksanaan Tes ...

54

Lampiran 2. Program Latihan ...

56

Lampiran 3. Data Penelitian ...

62

Lampiran 4. Rangking ...

64

Lampiran 5. Pembagian Kelompok Penelitian ...

66

Lampiran 6. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir

Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1 ...

67

Lampiran 7. Rekapitulasi Data Hasil Tes Awal dan Tes Akhir

Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 2 ...

68

Lampiran 8. Uji Reliabilitas ...

69

Lampiran 9. Uji Normalitas Data dengan Lilliefors ...

75

Lampiran 10. Uji Homogenitas ...

77

Lampiran 11. Uji Perbedaan Tes Awal Kelompok 1 dan Kelompok 2 ..

79

Lampiran 12. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada

Kelompok 1 ...

81

Lampiran 13. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada

Kelompok 2 ...

83

Lampiran 14. Tabel Kerja Uji Perbedaan Tes Akhir Antara Kelompok

1 dan Kelompok 2 ...

85

Lampiran 15. Presentase Pengaruh Latihan ...

87


(14)

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Atletik merupakan cabang olahraga yang mempunyai peran penting untuk

menunjang perkembangan gerak dasar anak dalam olahraga. Atletik merupakan

salah satu cabang olahraga yang diajarkan disekolah-sekolah. Pelajaran atletik

disekolah-sekolah dapat dikuasai oleh seorang siswa karena gerakan-gerakan

dalam atletik sangat erat dengan aktivitas sehari-hari, misalnya: lari, melompat,

melempar.

Perkembangan olahraga terus meningkat dengan bertambahnya ilmu

pengetahuan dan teknologi serta sumber daya manusia yang semakin maju.

Dengan keadaan itu manusia menciptakan fasilitas olahraga yang semakin

bervariasi untuk mendukung prestasi olahraga. Selain dukungan fasilitas,

diperlukan juga perhatian yang serius dari para pelatih dan atlit untuk

meningkatkan prestasi. Olahraga dapat menjadikan manusia yang utuh, disiplin,

sportif, kerjasama, sehat jasmani dan rohani yang dapat membentuk sumber daya

manusia yang baik untuk membangun bangsa dan negara. Tujuan pembinaan

olahraga adalah untuk meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani serta sebagai

sarana untuk miningkatkan prestasi dibidabg olahraga. Pencapaian prestasi yang

tinggi dalam olahraga merupakan salah satu usaha untuk mengharumkan nama

bangsa dan negara. Prestasi yang tinggi dalam olahraga tidak dapat dicapai

dengan mudah, sebab banyak faktor yang turut serta berpengaruh terhadap

pencapaian prestasi olahraga yang maksimal.

Menurut Suharno HP (1985:4) bahwa,

Faktor

faktor yang menentukan

pencapaian prestasi maksimal adalah faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen

yang meliputi kesehatan fisik dan mental yang baik, bentuk tubuh yang selaras

dengan cabang olahraga yang diikuti, kondisi fisik yang baik, aspek kejiwaan dan

kepribadian yang baik dan adanya kematangan juara yang mantap. Faktor eksogen

yang meliputi pelatih, keuangan, tempat, alat, perlengkapan, organisasi,

lingkungan, dan partisipasi pemerintah

.


(15)

commit to user

Ada banyak cabang olahraga, atletik merupakan cabang unggulan yang

diperbandingkan pada multi event olahraga, karena didalamnya terdaapat

nomor-nomor lari, jalan, lompat, dan lempar. Diantara nomor-nomor-nomor-nomor yang ada dalam

atletik, nomor lari 100 meter merupakan nomor bergengsi di antara nomor yang

lain, karena lari 100 meter dilakukan dari start sampai finish dengan kecepatan

penuh, sehingga membutuhkan atlet yang mempunyai kecepatan reaksi dan

kecepatan berlari yang baik.

Untuk meningkatkan prestasi cabang olahraga atletik, termasuk lari 100

meter, diperlukan perhitungan yang jelas serta analisis gerakan yang kompleks

baik dari pengetahuan, tujuan latihan dan penetapan prosedur latihan, kerena

banyak faktor yang menentukan tercapainya prestasi lari 100 meter

Menurut M. Sajoto (1995:50) bahwa,

Prestasi olahraga ditentukan oleh

banyak faktor diantaranya adalah faktor biologis, faktor psikologis, faktor

lingkungan, dan faktor penunjang

. Menurut Mulyono Biyakto Atmojo (1998:

53-54) Faktor biologis atau faktor fisik merupakan faktor penentu prestasi yang

terdiri dari beberapa komponen dasar, yaitu kekuatan (strenght), daya tahan

(endurance), daya ledak otot (muscular power), Kecepatan (speed), kelentukan

(flexibility), kelincahan (agility), keseimbangan (balance), dan koordinasi

(coordination). Dari beberapa komponen kondisi fisik tersebut, komponen

kecepatan (Speed) dan kekuatan (Strenght) merupakan salah satu faktor penting

untuk nomor lari 100 meter. Menurut Suharno HP (1985:21) bahwa,

Faktor

penentu dalam lari jarak pendek adalah kekuatan, kecepatan, dan akselerasi

.

Pembinaan olahraga dari cabang atletik, harus dimulai penerapannya pada

anak

anak usia muda, yang bertujuan untuk mengadakan pembibitan atlit

berbakat. Menurut Harre, Ed. (1982:21) bahwa,

Proses pembinaan memerlukan

waktu yang lama, yakni mulai dari masa kanak

kanak atau usia dini hingga anak

mencapai tingkat efisiensi kompetisi yang tertinggi

. Oleh karena itu, latihan

latihan pembentukan kondisi fisik seperti power, kecepatan, daya tahan,

kelentukan, koordinasi, kelincahan harus sudah diberikan agar kelak mereka dapat

menguasai cabang olahraga tertentu dengan baik.


(16)

commit to user

Untuk meletakkan dasar

dasar perkembangan motorik yang baik pada

anak

anak tingkat pemula atau usia dini, maka pelajaran jasmani dijenjang SMP

harus sudah diberikan dengan baik. Kerena itu pula, para pembina (guru

guru)

pendidikan jasmani SMP haruslah guru

guru yang berkualitas dan mempunyai

wewenang untuk mengajar pendidikan jasmani. Bagi siswa usia SMP, mereka

sedang dalam keadaan tumbuh dan berkembang, sehingga dalam pembinaan

olahraga untuk mencapai puncak prestasi mereka harus terus dibina.

Latihan merupakan suatu proses yang dilakukan secara berulang-ulang

dengan meningkatan beban latihan secara bertahap yang dilakukan secara teratur

dan terpogram untuk mencapai prestasi yang setinggi-tingginya. Ada berbagai

macam bentuk dan metode latihan yang dapat dilakukan untuk mengembangkan

kecepatan lari 100 meter. Metode untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter

diantaranya adalah

acceleration sprint dan repetititon sprint. Dalam pelaksanaan

latihan lari cepat 100 meter harus diterapkan latihan yang baik dan tepat. Latihan

acceleration sprint dan

repetition sprint merupakan bentuk latihan yang

menekankan pada pengulangan gerak.

Acceleration sprint merupakan bentuk

latihan yang pelaksanaannya dimulai dari pelan, semakin cepat, dan lari

secepatnya yang pelaksaannya diselinggi dengan istirahat diantara waktu latihan.

Repetition Sprint merupakan program latihan yang dilakukan dengan intensitas

atau kecepatan penuh yang diselingi waktu istirahat pada setiap sesi latihannya.

Dari kedua latihan

tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Sehingga

kemungkinan akan memiliki pengaruh yang berbeda pula dalam meningkat

kemampuan lari 100 meter. Disamping itu juga kecepatan lari seseorang tidak

hanya dipengaruhi metode latihan dan program latihan yang diterapkan dalam

pelatihan. Tetapi faktor interen atau kemampuan yang dimiliki siswa sangat

berpengaruh dalam melakukan gerakan yaitu salah satunya kemampuan kondisi

fisik.

Untuk melatih kecepatan harus dilakukan melalui latihan yang terprogram

secara sistematis. Selain itu agar program latihan dapat berjalan sesuai dengan

harapan, maka perlu dipilih metode latihan yang paling besar memberikan

peningkatan lari 100 meter. Pemilihan metode ini didasarkan pada pemakaian


(17)

commit to user

sistem energi paling dominan dalam lari 100 meter. Untuk lari 100 meter yang

harus mengeluarkan tenaga dalam waktu kurang dari 30 detik, sistem energi yang

diperlukan adalah ATP-PC.

Ada beberapa latihan yang mengembangkan sistem latihan ATP

PC

untuk meningkatkan prestasi lari 100 meter, diantaranya adalah latihan akselerasi

(accelaration Sprint), latihan hollow (hollow sprint), latihan lari cepat (sprint

training)dan latihan interval (interval training). Dalam berbagai gerakan olahraga

yang mulai dari nol, faktor yang sangat penting adalah memperoleh kecepatan

maksimal dalam waktu yang sesingkat mungkin, seperti halnya dalam lari cepat

100 meter. Menurut Josef Nosseck (1982:64) bahwa,

Lari jarak pendek dapat

dianalisis dari aspek

aspek kualitas kecepatan berbeda melalui empat fase, yaitu

waktu reaksi dan kecepatan reaksi, akselerasi, kecepatan dasar dan lari cepat, dan

daya tahan kecepatan

.

Dari beberapa metode berdasarkan analisis kualitas kecepatan di atas,

metode latihan acceleration sprint dan repetition sprint adalah metode yang tepat

untuk melatih kecepatan lari dan kecepatan reaksi, tetapi pelatih kurang

memperhatikan perbedaan latihan tersebut. Siswa ekstrakurikuler SMP Negeri 25

Surakarta tahun 2010 adalah sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini.

Guna meningkatkan kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa secara optimal

perlu latihan yang tepat, karena latihan selama ini belum menunjukkan hasil yang

maksimal. Kondisi semacam ini perlu di telusuri faktor penyebabnya dari semua

aspek baik siswa, pelatih maupun latihan yang telah dilaksanakan.

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka

penelitian ini

mengambil judul “Perbedaan P

engaruh Latihan Acceleration Sprint

dan Repetition Sprint Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter Pada Siswa Putra Kelas

VIII SMP N 25 Surakarta Tahun pelajaran 2010/2011

”.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang

masalah, maka permasalahan ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :


(18)

commit to user

1.

Pelatih / guru belum memperhatikan pola latihan menggunakan metode

acceleration sprint dan repetition sprint.

2.

Pengaruh tingkat usia terhadap pemilihan metode latihan belum diketahui.

3.

Pengaruh Latihan

Acceleration Sprint

dan

Repetition Sprint Terhadap

Kecepatan Lari 100 Meter Pada Siswa Putra Kelas VIII SMP N 25 Surakarta

Tahun pelajaran 2010/2011.

4.

Kemampuan lari cepat 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25

Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 masih rendah.

C.

Pembatasan Masalah

Untuk menghindari agar tidak terjadi penafsiran yang salah dalam

penelitian ini, masalah penelitian akan dibatasi sebagai berikut :

1.

Latihan acceleration sprint untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

2.

Latihan repetition sprint untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

3.

Upaya meningkatkan kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII

SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

D.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan

masalah yang telah dikemukakan, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan

sebagai berikut :

1.

Adakah perbedaan pengaruh latihan acceleration sprint dan repetition sprint

terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri

25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 ?

2.

Manakah yang lebih baik pengaruhnya antara

acceleration sprint dan

repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas

VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011 ?


(19)

commit to user

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, penelitian ini

mempunyai tujuan untuk mengetahui :

1.

Perbedaan pengaruh latihan

acceleration sprint dan

repetition sprint

terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri

25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

2.

Latihan yang lebih baik pengaruhnya antara

acceleration sprint dan

repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas

VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pejaran 2010/2011.

F. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain:

1.

Menambah khasanah pengetahuan olahraga secara umum dan pengetahuan

cabang olahraga atletik nomor lari cepat 100 meter pada khususnya.

2.

Dapat dijadikan sebagai masukan dan acuan bagi guru penjas di SMP Negeri

25 Surakarta dalam melatih dan meningkatkan kecepatan lari 100 meter

secara intensif.

3.

Dari hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi, untuk

meningkatkan pembinaan dan pelatihan lebih maksimal agar mencapai

prestasi lebih baik.


(20)

commit to user

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Lari 100 Meter

Menurut Aip Syarifuddin (1992: 41) lari adalah gerakan perpindahan tempat dengan maju ke depan yang dilakukan lebih cepat dari berjalan. Berjalan, salah satu kakinya selalu kontak dengan tanah, sedangkan lari ada saatnya kedua kaki lepas dari tanah, sehingga ada saatnya badan melayang di udara.

Lari jarak pendek sering disebut sebagai lari cepat atau sprint. Menurut A. Hamidsyah Noer (2000: 49) Sprint adalah suatu aktivitas atau gerakan lari yang dilakukan dari start sampai finish dengan kecepatan penuh. Dengan demikian lari 100 meter adalah gerakan lari secepat-cepatnya dalam waktu sesingkat - singkatnya dengan kecepatan penuh.

Josef NossecN PHQJHPXNDNDQ EDKZD ³.RPSRQHQ GDVDU untuk lari sprint meliputi akselerasi (Acceleration), kecepatan absolute (Absolute

Speed), dan daya tahan kecepatan (Speed Endurance´

Dengan demikian, untuk dapat mencapai hasil yang maksimal, seorang sprinter harus mempunyai kecepatan dan kecepatan akselerasi yang baik, kemampuan berlari yang baik, dan mampu mempertahankan kecepatan maksimal.

a. Teknik Lari 100 Meter

Dalam semua perlombaan lari jarak pendek, masing - masing peserta harus lari pada lintasan terpisah. Lintasan ini lebarnya minimal 1,22 meter, yang dibatasi dengan garis putih selebar 5 cm, peserta yang mendorong, mendesak, menubruk, dan memotong atau menghalangi pelari lain, sehingga mengganggu lajunya lari, dapat dinyatakan diskualifikasi.

Untuk mencapai prestasi maksimal pada lari 100 meter perlu diperhatikan teknik ² teknik khusus lari cepat yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu


(21)

commit to user

1) Start

Start adalah awalan atau permulaan seorang pelari akan melakukan lari. Kemampuan start yang baik sangat diperlukan karena start merupakan kecepatan awal yang mempengerahui kecepatan selanjutnya. Keterlambatan melakukan start sangat merugikan pelari, hal ini disebabkan pelari tersebut akan tertinggal dengan pelari lainnya.

Start dalam lari jarak pendek harus menggunakan start jongkok, yaitu start yang dilakukan dengan permulaan sikap jongkok di belakang garis start. Aba - aba untuk start ini dilakukan dalam tiga tahap yaitu, "Bersedia", "Siap", dan "Ya" atau menggunakan pistol. Bila atlit mendengar aba - aba "Bersedia", harus mempersiapkan diri menuju start blok yang berada di belakang garis start. Mulai membungkukkan badannya dengan kedua kaki bertumpu pada balok start dan lutut kaki diletakan di tanah. Pada saat yang sama, tangan diletakan segera di belakang garis start, kira - kira selebar bahu, dengan ujung jari menyentuh tanah, badan dibuat seimbang, dan kepala relaks.

Pada aba - aba "Siap", lutut diangkat dari tanah sedemikian rupa sehingga kedua kaki sama - sama sedikit bengkok (Kaki depan 900 dan kaki belakang membentuk 1300) dan kedua kaki tersebut menekan pada balok start. Pinggul menjadi naik sedemikian rupa, sehingga lebih tinggi dari bahu yang letaknya berada diatas tangan. Lengan dipertahankan lurus dengan berat badan dibebankan merata pada semua titik tumpu dan pandangan mata tetap rendah.

Pada aba - aba "Ya" atau pada saat pistol berbunyi, si atlit dengan gerak reflek bertolak dari balok start, pada saat yang sama mengangkat kedua tangannya dari tanah, yang mengakibatkan ketidak seimbangan badan sebagai tahap awal dari gerakan start. Kaki belakang dalam keadaan bengkok bergerak maju, kaki yang lain diluruskan dengan kuat untuk memberi daya dorong ke depan, kedua lengan memberi imbangan gerak terhadap kedua kaki dan membantu menimbulkan daya selama gerakan lari. Selama langkah pertama, tubuh bergerak ke depan dengan langkah pendek, cepat dan rendah, dengan gerak kaki yang lincah di tanah, tetapi tidak dengan sengaja dipendekan. Sedikit demi sedikit


(22)

commit to user

tubuh akan tegak, sedang langkah kaki menjadi lebih panjang sampai posisi yang wajar tercapai.

Posisi balok start, berbeda - beda sesuai dan tergantung pada anatomi atlit. Sudut kemiringan balok sebaiknya sesuai dengan arah dorongan langkah yang pertama, permukaannya tidak terlalu curam seperti pada balok yang di belakang.

Gambar 1 : Teknik Start Jongkok (Hamidsyah Noer : 2000 : 51)

Gambar 2 : Teknik Start Pada Tahap Pelaksanaan (Hamidsyah Noer : 2000 : 53)


(23)

commit to user

2) Teknik Lari

Setelah melakukan start dengan langkah ² langkah peralihan yang meningkat semakin panjang dan condong badan yang berangsur berkurang, maka selanjutnya dilakukan lari secepat mungkin sampai garis finish. Lari adalah lompatan yang berturut ² turut, di dalamnya terdapat fase dimana ke dua kaki tidak menginjak atau menumpu pada tanah. Jadi lari ini berbeda dengan berjalan. Gerak lari secara keseluruhan dimulai dari kaki mulai menyentuh tanah lagi. Teknik lari terdiri atas tiga tahap, yaitu :

a) Tahap melangkah

Mata kaki dan lutut yang melangkah diluruskan pada saat titik berat badan bergerak di depan kaki yang menumpu dan mendorong pinggul ke depan.

Pada saat bersamaan kaki yang lain, yang disebut sebagai kaki bebas, ditekuk, dan bergerak kearah depan dan ke atas memberikan kekuatan ganda. Perpanjangan melangkah bersamaan dengan mengangkat paha kaki bebas. Kaki langkah meninggalkan tanah dengan mengangkat tumit dan menekan tanah dengan ujung jari. Kedua tangan mengayun mengimbangi gerak kedua kaki. Kekuatan terbesar dari langkah ini, bersamaan dengan dorongan akhir ketika siku berada jauh di belakang dan lutut kaki yang berlawanan mencapai ketinggian tertinggi di depan. Lengan berayun sedikit menyilang dada dan membentuk sudut 900. Kekuatan gerakan tangan dan kaki langsung mengimbangi kecepatan lari dan gerak posisi tubuh hampir tegak, tanpa membungkuk ke depan atau ke belakang.

b) Tahap pemulihan kembali

Sesaat setelah melangkah, hubungan dengan tanah putus dan titik berat badan mengikuti arah parabola. Pada tahap ini kecepatan menghilang. Kaki yang melangkah bergerak ke belakang dan kaki yang lain ke depan membuat tarikan aktif ketika menyentuh tanah. Selama kaki belakang melakukan gerakan ke atas berulang - ulang, lengan berayun dengan langkah berlawanan. Keseluruhan gerakan ini, dapat disebut gerak relaks pada saat melayang atau tahap pemulihan.

c) Tahap sprint

Setelah melakukan gerakan start dengan langkah - langkah peralihan yang meningkat makin lebar dan condong badan berangsur - angsur berkurang,


(24)

commit to user

maka kemudian dilanjutkan dengan melakukan gerakan sprint. Pada tahap ini, kaki bertolak kuat - kuat sampai terkadang lurus, lutut diangkat tinggi - tinggi setinggi panggul, tungkai bawah mengayun ke depan untuk mencapai langkah lebar. Usahakan agar badan tetap relaks, badan condong ke depan dengan sudut 250 sampai 300. Lengan bergantung di camping tubuh secara wajar, siku ditekuk kira - kira 900, tangan menggenggam kendor, ayunan lengan ke muka dan ke belakang harus secara wajar. Punggung lurus dan segaris dengan kepala, pandangan lurus ke depan. Pelari harus menggerakan kaki dengan frekuensi yang setinggi - tingginya dan langkah selebar mungkin.

Gerakan sprint itu walaupun dilakukan dengan seluruh tenaga, tetapi gerakan harus tetap relaks. Lari cepat menggunakan ujung - ujung kaki untuk menapak. Tumit hanya sedikit saja menyentuh tanah pada pemulaan tolakan kaki, dan berat badan harus selalu berada sedikit di depan kaki pads waktu menapak.

Gambar 3 : Teknik Gerakan Lari Sprint (Hamidsyah Noer : 2000 : 53)

3) Teknik Melewati Garis Finish

Seorang pelari dianggap sudah finish ditentukan dengan bagian - bagian tubuhnya dalam mencapai bidang vertikal dari sisi terdekat garis finish sesuai yang telah ditentukan dalam peraturan. Yang dimaksud dengan bagian tubuh adalah kepala, leher, lengan, dan kaki. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan pelari pada waktu melewati garis finish, yaitu :

a) Lari terus tanpa mengubah sikap lari.


(25)

commit to user

bawah belakang.

c) Dada diputar dengan diayunkan tangan ke depan - atas sehingga bahu sebelah maju ke depan.

Menurut A. Hamidsyah Noer (2000 ³0HQMHODQJ JDULV ILQLVK SHUOX diperhatikan percepatan dan lebar langkah tetapi harus tetap rileks, pusatkan pikiran untuk mencapai finish, jangan melakukan gerakan secara bernafsu sehingga menimbulkan ketegangan, jangan menengok lawan, jangan melompat, dan jangan memperlambat langkah (Lari) sebelum nencapaLJDULVILQLVK´

Ada beberapa hal yang harus dihindari dalam lari jarak pendek, antara lain:

1. Dorongan ke depan tidak cukup dan kurang tinggi mengangkat lutut. 2. Menjejakkan kaki keras ± keras di tanah dan mendaratkannya

dengan tumit.

3. Tubuh condong sekali ke depan atau lengkung kebelakang. 4. Memutar kepala dan nenggerakkan baku secara berlebihan.

5. Lengan diayun ke atas dan ayunannya terlalu jauh menyilang dada. 6. Meluruskan kaki yang akan dilangkahkan kurang sempurna. 7. Berlari zig ± zag dengan gerakan ke kiri dan ke kanan.

8. Pada aba ± DED ³VLDS´ NHSDOD GLDQJNDW GDJX WHUODOX WLQJJL DWDX terlalu rendah. Langkah kurang sempurna dan mencondongkan badan ke depan secara tiba- tiba.

Gambar 4 : Teknik ± Teknik Memasuki Garis Finish (Hamidsyah Noer : 2000 : 60)


(26)

commit to user

b. Kecepatan Lari

Dalam banyak cabang olahraga, kecepatan merupakan komponen fisik yang sangat penting. Kecepatan menjadi faktor penentu dalam lari jarak pendek. Seperti yang telah diuraikan di atas, bahwa pelaksanaan lari jarak pendek idealnya pelari akan berlari dengan kecepatan maksimal dari start sampai finish.

Menurut Harsono (1988:216), Kecepatan adalah kemampuan melakukan gerakan-gerakan yang sejenis secara berturut - turut dalam waktu sesingkat - singkatnya, atau kemampuan untuk menempuh suatu jarak dalam waktu sesingkat - singkatnya.

Menurut Bompa (1982:249), Kecepatan dibagi menjadi tiga, yaitu kecepatan reaksi, kecepatan gerakan siklis (Berulang - ulang), dan kecepatan gerakan asiklis (Kecepatan aksi).

Menurut Josef Nosseck (1982:277), menyatakan bahwa, Terdapat empat macam kecepatan, yaitu :

a. Kecepatan sprint, kemampuan organisme untuk bergerak ke depan dengan kekuatan dan kecepatan maksimal. Kekuatan sprint ditentukan oleh otot dan persendian kaki.

b. Kecepatan reaksi, kemampuan organisme untuk menjawab suatu rangsangan secepat mungkin. Kecepatan reaksi ditentukan oleh iritabilitas susunan syaraf, daya orientasi situasi, dan ketajaman panca indera.

c. Kecepatan gerak, kemampuan organisme untuk bergerak secepat mungkin dalam gerak yang utuh. Kecepatan gerakan ditentukan oleh kecepatan otot, daya ledak, daya koordinasi gerakan, kelincahan, dan keseimbangan.

d. Daya tahan kecepatan, daya kemampuan seseorang pelari mempertahankan kecepatan maksimal. Bila daya tahan kecepatan menurun, maka kecepatan maksimalnya akan menurun.

Dari ketiga pendapat di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa sama-sama dapat meningkatkan kecepatan reaksi otot yang ditandai dengan pertukaran antara kontraksi dan relaksasi untuk menuju frekuensi maksimal dalam berlari. Dengan demikian kecepatan merupakan salah satu komponen kondisi fisik yang sangat berpengaruh terhadap penampilan atlet kecepatan sangat diperlukan dalam berbagai cabang olahraga, khususnya dalam atletik nomor lari cepat.


(27)

commit to user

c. Sistem Energi Untuk Lari 100 Meter

Suatu program latihan harus disusun untuk mengkembangkan kemampuan fisiologis tertentu yang diperlukan untuk penampilan ketrampilan olahraga. Tujuan latihan harus didasarkan pada suatu pemahaman sistem energi manusia dan kebutuhan energi tertentu dalam aktivitas olahraga. Pemahaman sistem energi sangat penting karena digunakan untuk pedoman dalam memberikan program latihan kepada atlit. Kesalahan pemberian program latihan dapat menyebabkan prestasi yang dicapai kurang optimal.

Menurut Fox (1984:22), "Sumber energi yang diperlukan dengan mudah dan tepat dapat dianalisis berdasarkan atas waktu yang diperlukan untuk kegiatan olahraga yang dilakukan, yaitu :

Tabel 1. Empat Bidang Rangkaian Kesatuan Energi Bidang Waktu

Penampilan

Sistem Energi Utama

yang Terlibat Contoh Jenis Aktivitas 1.

2.

3.

4.

Kurang dari 30 detik

30 detik ± 1,5 menit

1,5 menit ± 3 menit

Lebih dari 3 menit

ATP-PC

ATP-PC dan Asam Laktat

Asam laktat dan Oksigen

Oksigen

- Lari 100 meter, tolak peluru, pukulan dalam tenis dan golf.

- Lari cepat 200-400 meter, renang 100 meter.

- Lari 800 meter, nomor senam, tinju (1 ronde 3 menit), gulat (periode 2 menit).

- Sepak bola, lari marathon, joging.

Adapun karakteristik umum dari sistem energi tersebut di atas menurut Fox (1984: 22) dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut :


(28)

commit to user

Tabel 2. Karakteristik Umum Sistem Energi

Sistem ATP-PC Sistem Asam Laktat Sistem Oksigen - Anaerobik (tanpa

oksigen) - Sangat cepat

- Anaerobik

- Cepat

- Aerobik (oksigen)

- Lambat - Bahan bakar kimia PC

- Produksi ATP sangat terbatas

- Bahan bakar

makanan: glikogen

- Produksi ATP terbatas

- Bahan bakar makanan glikogen dan protein - Produksi ATP tidak

terbatas - Penyimpanan atau

penimbunan di otot terbatas

- Menggunakan

aktivitas lari cepat atau berbagai power yang tinggi, lama aktivitas pendek. - Dengan memproduksi asam laktat menyebabkan kelelahan otot - Menggunakan aktivitas dengan lama (durasi) antara 1-3 menit

- Dengan produksi, tidak melelahkan

- Menggunakan daya tahan atau aktivitas atau durasi panjang

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sistem energi yang dibutuhkan dalam lari 100 meter adalah sistem ATP-PC karena dalam melakukan lari tanpa menggunakan oksigen (anaerob) dan jumlah ATP yang diproduksi terbatas hal ini tentunya menyebabkan otot akan lebih cepat lelah. Menurut Fox (1984: 22-23)

´3HUEHGDDQ XWDPa antara penyediaan energi anaerobik dan aerobik adalah jika

dilakukan pembentukan jumlah glikogen yang sama, maka dengan cara aerobik lebih banyak 13 kali ATP yang dikembangkan dari pada dengan proses anaerobik. Ini berarti cara penyediaan energi aerobik lebih ekonomis dan tentu saja otot dapat


(29)

commit to user

4. Latihan

a. Pengertian Latihan

Untuk menjelaskan apa sebenarnya latihan itu, akan dikemukakan beberapa definisi latihan 0HQXUXW +DUVRQR ´ODWLKDQ DGDODK SURVHV yang sistematis dari latihan atau bekerja, yang dilakukan secara berulang-ulang,

GHQJDQ NLDQ KDUL NLDQ PHQDPEDK MXPODK ODWLKDQ DWDX SHNHUMDDQQ\D´ 0HQXUXW 6XKDUQR +3 ³/DWLKDQ DGDODK VXDWX SURVHV SHQ\HPSXUQDDQ DWOHW VHFDUD

sadar untuk mencapai mutu prestasi maksimal dengan diberi beban-beban fisik, teknik, taktik, dan mental secara teratur, terarah, meningkat, bertahap dan berulang-XODQJ ZDNWXQ\D´ 'DUL EDWDVDQ \DQJ GLNHPXNDNDQ GLDWDV GDSDW dirumuskan bahwa latihan olahraga adalah suatu aktivitas olahraga yang dilakukan secara berulang-ulang, secara kontinyu dengan peningkatan beban latihan secara periodik dan berkelanjutan dan dilakukan berdasar jadwal, pola dan sistem serta metodik tertentu untuk mencapai tujuan yaitu meningkatkan prestasi olahraga.

Penambahan beban harus secara teratur dan terus menerus dikontrol. Dengan cara ini, atlit tersebut mendapatkan informasi obyektif tentang kemajuannya, dan pelatih mempunyai umpan balik tentang efisiensi langkah - langkah latihan.

Josef Nosseck (1982:3), mengemukakan pengaturan latihan dilaksanakan dalam lima langkah, yaitu :

1) Penentuan (diagnosis) tentang tingkat kondisi awal dan aktual, dengan menggunakan berbagai jenis tes.

2) Persiapan program latihan, yang mempertimbangkan titik ± titik kelemahan dan kekuatan atau kelebihan.

3) Pelaksanaan program latihan untuk periode tertentu yang telah direncanakan.

4) Pengecekan peningkatan kondisi fisik tersebut dengan metode observasi, penilaian dan tes ± tes kondisi yang khusus atau kompetisi.

5) Perbandingan standar kondisi awal dengan kondisi sekarang, evaluasi dan penyimpulan.

Dengan memperhatikan pengaturan langkah di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa latihan yang dilakukan secara bertahap yang kian hari kian meningkat jumlah pembebanannya akan memberikan efektifitas kemampuan fisik


(30)

commit to user

untuk tujuan yang ingin dicapai. Dengan latihan yang teratur dan kontinyu, akan terjadi adaptasi yang baik oleh tubuh terhadap situasi latihan yang dilakukan, maka kemampuan tubuh akan meningkat sesuai dengan rangsangan yang diterima.

b. Tujuan Latihan

Tujuan latihan dapat dicapai secara optimal jika berpedoman pada prinsip latihan yang benar. Prinsp-prinsip latihan tersebut harus dipahami dan dilaksanakan dengan baik dalam latihan. Latihan tanpa berpedoman pada prinsip-prinsip latihan yang tidak benar, tujuan latihan tidak akan tercapai. Menurut Fox (1984:47-51) ³NHEHUKDVLODQ GDODP SHQDPSLODQ RODKUDJD WLGDN KDQ\D GLWHQWXNDQ oleh pencapaian pada domain fisik saja, melainkan juga ditentukan oleh pencapaian pada domain psikomotor, domain kognitif dan efektiI´ .HHPSDW domain tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain. Dalam pencapaian tujuan latihan harus diperhatikan beberapa prinsip dasar latihan khusus.

Tujuan umum latihan adalah untuk membantu atlet meningkatkan ketrampilan dan prestasi olahraganya semaksimal mungkin. Untuk dapat mencapai tujuan utama dari latihan, yaitu taraf ketrampilan atau prestasi dari para atlit, maka tujuan umum dari latihan harus dicapai. Maksud tujuan umum latihan menurut Bompa (1990:4) adalah :

1) Untuk mencapai dan meningkatkan perkembangan fisik secara multilateral.

2) Untuk meningkatkan dan mengamankan perkembangan fisik yang spesifik, sesuai dengan kebutuhan olahraga yang ditekuni.

3) Untuk menghaluskan dan menyempurnakan teknik dari cabang olahraganya.

4) Untuk meningkatkan dan menyempurnakan teknik maupun strategi yang diperlukan.

5) Untuk mengelola kualitas kemauan.

6) Untuk menjamin dan mengamankan persiapan individu maupun tim secara optimal.

7) Untuk memperkuat tingkat kesehatan tiap atlit. 8) Untuk pencegahan cedera.

9) Untuk meningkatkan pengetahuan teori.

Dari pendapat di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa latihan dapat akan memberikan manfaat yang baik dalam mencapai prestasi yang ingin diraih


(31)

commit to user

asalkan latihan tersebut dilakukan dengan benar dan baik. Dari pelaksanaan latihan akan mudah efeknya ini terlihat dari struktur akademis dan fisiologisnya. Kunci dari latihan itu sebenarnya terletak pada program latihan yang disusun sehingga apabila program tersebut disusun secara baik dan benar maka akan memberikan peningkatan prestasi dalam berolahraga.

.

c. Aspek - Aspek Latihan

Menurut Harsono (1998:100), Untuk mencapai tujuan latihan, ada empat aspek latihan yang perlu diperhatikan oleh pelatih, yaitu latihan fisik, latihan teknik, latihan taktik, dan latihan mental.

Keempat aspek latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian maksimal hasil latihan, karena merupakan hal yang mendasar bagi atlit maupun tim dalam pertandingan atau perlombaan. Keempat latihan diuraikan sebagai berikut

1) Latihan Fisik

Pembinaan fisik merupakan pembinaan awal dan sebagai dasar pokok dalam latihan olahraga untuk mencapai suatu prestasi. Oleh karena itu kondisi fisik harus dilakukan dan dimiliki oleh setiap atlit sesuai dengan cabang olahraga yang ditekuninya. Latihan fisik prinsipnya adalah memberikan latihan secara teratur, sistematik, dan berkesinambungan sehingga meningkatkan kemampuan di dalam melakukan kerja.

Pembinaan kondisi fisik dalam olahraga sangat penting dan pertama - tama harus dilakukan secara intensif, karena dengan terbentuknya dan dimilikinya kondisi fisik akan sangat memudahkan untuk pembinaan selanjutnya. Baik usaha untuk pembinaan teknik, taktik, maupun untuk meningkatkan ketrampilan dan penampilan lainnya.

Beberapa komponen fisik yang perlu diperhatikan dan dikembangkan adalah kekuatan, ketahanan, kecepatan, kelentukan, daya tahan, ketepatan, dan keseimbangan.

2) Latihan Teknik


(32)

commit to user

dan mengembangkan kebiasaan - kebiasaan motorik dan neuromuscular menuju gerakan otomatis. Kesempurnaan teknik dasar setiap cabang olahraga akan menentukan sempurnanya keseluruhan gerakan. Oleh karena itu, teknik dasar yang diperlukan setiap cabang olahraga harus dikuasai dan dilatih secara baik. Untuk mendukung tercapainya kecakapan teknik antara lain adalah analisis gerakan, mekanika, kinesiologi, dan biomekanika. Hasil analisis yang tepat dipakai sebagai patokan pembinaan, sehingga hanya gerakan - gerakan yang tepat dan benar serta berfungsi saja yang dipilih untuk latihan kecakapan teknik untuk menghasilkan prestasi tinggi.

Melalui analisa dan penilaian yang seksama dapat diketahui elemen -elemen yang penting, yang berfungsi dengan baik dalam usaha pembentukan kecakapan teknik.

3) Latihan Taktik

Latihan taktik dapat diartikan sebagai latihan untuk menumbuhkan perkembangan daya tafsir pada atlit, pola - pola permainan, strategi, atau siasat yang digunakan untuk memperoleh kemenangan. Menurut H. M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:118) bahwa, ³Taktik adalah kecakapan rohaniah atau kecakapan berpikir dalam melakukan kegiatan olahraga untuk mencapai kemenangan´. Teknik - teknik yang telah dikuasai dengan baik, harus terus dilatih dan dikembangkan. Selain itu harus dianalisis kelebihan dan kekurangan dari teknik -teknik tersebut sehingga dapat dikembangkan taktik - taktik untuk mengalahkan lawan.

4) Latihan Mental

Perkembangan mental atlit tidak kalah penting dari perkembangan ketiga faktor tersebut di atas. Meski bagaimanapun sempurnanya perkembangan fisik, teknik, dan taktik seorang atlit, prestasi puncak tidak mungkin dapat tercapai apabila mental tidak berkembang. Sebab setiap pertandingan bukan hanya merupakan pertandingan atau perlombaan fisik, akan tetapi juga pertandingan atau perlombaan mental, bahkan 70% adalah komponen mental dan hanya 30% komponen lainnya.


(33)

commit to user

serta perkembangan emosional implusif, misalnya semangat bertanding, sikap pantang menyerah, percaya diri, sportifitas, kematangan juara, dan keseimbangan emosi meskipun berada dalam situasi stress dan tertekan.

d. Prinsip - Prinsip Latihan

Pada prinsipnya pengaruh yang ditimbulkan dari latihan akan bersifat khusus sesuai dengan latihan yang dilakukan atau karakteristik gerakan keterampilan yang dipelajari atau unsur kondisi fisik dan sistem energi yang digunakan selama latihan. Latihan yang ditujukan pada unsur kondisi fisik tertentu atau teknik dasar tertentu hanya akan memberikan pengaruh yang besar terhadap komponen kondisi fisik atau teknik dasar yang dipelajari. Menurut

6XKDUQR +3 ³/DWLKDQ KDUXV PHPLOLNL FLUL GDQ EHQWXN \DQJ NKDV GDQ

sesuai dengan cabang olahraga yang ditangani. Hal tersebut sesuai dengan sifat dan tuntutan tiap-tiap cabang olahraga yang selalu berbeda-EHGD´

Berdasarkan pendapat tersebut menunjukkan bahwa, latihan yang dilakukan harus bersifat khusus disesuaikan dengan tuntutan cabang olahraga yang dipelajari. Kekhususan tersebut disesuaikan dengan pola gerakan (keterampilan) cabang olahraga yang dipelajari.

Dalam mencapai tujuan latihan haruslah menggunakan prinsip ± prinsip latihan tertentu. Dengan mengetahui prinsip ± prinsip latihan tersebut diharapkan prestasi seorang atlit akan cepat meningkat.

Menurut Bompa (1990:29), ³Seluruh program latihan menerapkan beberapa prinsip latihan yaitu prinsip beban ± lebih, prinsip perkembangan multilateral, prinsip identitas latihan, prinsip kualitas latihan, prinsip berpikir positif, prinsip variasi dalam latihan, prinsip individualisasi, penerapan sasaran, dan prinsip perbaikan kesalahan´.

Prinsip ±prinsip latihan tersebut diuraikan sebagai berikut :

1) Prinsip Beban Lebih

Prinsip beban lebih adalah prinsip latihan yang menekankan pada pembebanan latihan yang lebih berat dari pada yang mampu dilakukan oleh atlit. Atlit harus selalu berusaha berlatih dengan beban yang lebih berat dari pada yang


(34)

commit to user

dilakukan saat itu, artinya berlatih dengan beban yang berada di atas ambang rangsang. Kalau beban terlalu ringan walaupun latihan sampai lelah berulang - ulang dengan waktu yang lama, peningkatan prestasi tidak akan mungkin tercapai.

Latihan beban lebih ini bisa diterapkan terhadap semua unsur latihan, yaitu terhadap latihan teknik, taktik, fisik, maupun mental. Meskipun beban latihan itu harus berat, beban tersebut harus masih berada dalam batas - batas kemampuan atlit untuk mengatasinya. Kalau bebannya terlalu berat, maka perkembanganpun tidak akan mungkin tercapai, karena tubuh tidak akan memberi reaksi terhadap beban latihan yang terlalu berat tersebut. Hal itu juga bisa mengakibatkan cedera.

2) Prinsip Perkembangan Multilateral

Prinsip perkembangan menyeluruh atau multilateral sebaiknya diterapkan pada atlit - atlit muda. Pada permulaan belajar mereka harus dilibatkan dalam beragam kegiatan agar mereka memiliki dasar ² dasar yang lebih kokoh untuk menunjang ketrampilan spesialisasinya kelak. Oleh karena itu, berdasarkan teori tersebut pelatih sebaiknya jangan terlalu cepat membatasi atlit pada program latihan yang menjurus pada perkembangan spesialisasi yang terlalu sempit pada masa usia dini. Prinsip perkembangan multilateral didasarkan pada fakta bahwa selalu ada saling ketergantungan antara semua organ dan sistem tubuh manusia, antara komponen ± komponen biomotorik, dan komponen ± komponen psikologis.

3) Prinsip Intensitas Latihan

Perubahan fisiologis dan psikologis yang positif hanyalah mungkin apabila atlit dilatih atau berlatih melalui program latihan yang intensif, dimana pelatih secara progresif menambahkan beban kerja, jumlah pengulangan gerakan, serta kadar intensitas dari repetisi tersebut.

Untuk memperoleh kemajuan atau perkembangan yang mernuaskan, frekuensi latihan sebaiknya perminggu tidak kurang dari 3 kali. Kurang dari itu memang akan juga ada perkembangan, akan tetapi tidak cukup untuk menghasilkan prestasi yang optimal. Atlit ± atlit yang secara alamih kuat sekalipun, dan yang sudah bisa menyesuaikan diri dengan beban latihan yang berat, tetap harus berlatih intensif. Terlebih bagi atlit yang jarang berpotensi,


(35)

commit to user

mereka harus berlatih lebih intensif.

Menurut Katch dan McArdle (1993) dikutip M. Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifuddin (1996:35), Dalam menentukan kadar intensitas latihan adalah sebagai berikut :

a) Mula ± mula dihitung dengan denyut nadi maksimal (DNM) dengan rumus Denyut Nadi Maksimal (DNM) =220 ± umur

b) Kemudian ditentukan takaran intensitas latihannya, yaitu 80% - 90% dari DNM (Untuk olahraga kesehatan cukup antara 70% - 35% dari DNM). Jadi seorang atlit berumur 20 tahun dikatakan berlatih intensif kalau nadinya berdenyut antara 80% - 90% x (220 ± 20) =160 ± 180 d. n per menit.

Ini menandakan bahwa berlatih dalam training zonenya (Ambang rangsang)

c) Lamanya berlatih dalam ambang rangsang juga menentukan intensif tidaknya latihan.

(1) Untuk atlit : 45 ± 120 menit (2) Untuk olahraga kesehatan : 20 ±PHQLW´

Gambar 5 : Denyut Nadi Maksimal dan Daerah Ambang Rangsang Latihan (Yusuf Hadisasmita dan Aip Syaifuddin : 1996 : 136)


(36)

commit to user

4) Prinsip Kualitas Latihan

Berlatih secara intensif saja belum cukup apabila latihan itu tidak berbobot, bermutu, dan berkualitas. Orang bisa saja berlatih keras sampai habis nafasnya dan tenaga, tetapi apabila latihan tidak efektif maka hasil yang diperoleh tidak bisa maksimal. Maksud dari latihan yang berkualitas adalah :

a) Apabila latihan dan drill - drill yang diberikan memang benar - benar bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan atlit.

b) Apabila koreksi - koreksi yang tepat dan kontruktif sering diberikan.

c) Apabila pengawasan dilakukan oleh pelatih sampai ke detail gerakan dan setiap kesalahan segera diperbaiki.

d) Apabila prinsip - prinsip overload diterapkan, baik dalam aspek fisik maupun mental.

Kekeliruan banyak pelatih atau atlit biasanya mereka lebih menekankan pada lamanya latihan bukan pada mutu dan penambahan beban latihannya. Latihan sebaiknya berlangsung singkat tetapi berisi dan padat dengan kegiatan yang bermanfaat. Jika latihan berlangsung lama dan melelahkan, maka atlit akan memandang setiap latihan sebagai siksaan dan malas berlatih esok harinya.

5) Prinsip Berpikir Positif

Banyak atlit yang tidak berani melakukan latihan yang berat yang melebihi ambang rangsangnya. Padahal tubuh manusia biasanya mampu untuk memikul beban yang berat dari pada yang diperkirakan.

Pada atlit biasanya terletak pada kata hatinya. Kalau kata hatinya negatif maka hasilnya juga negatif, tetapi kalau kata hatinya positif, maka hasilnya akan positif karena atlit akan merasa mampu untuk mencapai hasil yang maksimal.

Kalau mau berprestasi, atlit harus berani berusaha untuk mau merasa sakit dalam latihan. Pelatih harus mengerti kata hati para atlit, dan mempengaruhi kata hati atlit agar selalu berpikir positif dan optimis.

6) Variasi Dalam Latihan

Latihan yang dilakukan biasanya menuntut banyak waktu, pikiran, dan tenaga. Karena itu, bukan tidak mungkin kalau latihan intensif dan terus menerus kadang menimbulkan rasa bosan pada atlit. Kalau rasa bosan sudah ada pada atlit,


(37)

commit to user

maka gairah dan motivasinya untuk berlatih juga menurun. Hal ini akan menyebabkan turunnya prestasi.

Karena itu perlu direncanakannya suatu usaha untuk mencegah timbulnya kebosanan berlatih dengan variasi ² variasi latihan yang menyenangkan tetapi tetap melibatkan unsur fisik yang dibutuhkan atlit.

7) Prinsip Individualisasi

Anak adalah suatu pribadi yang unik, artinya mempunyai karakter yang berbeda satu sama lain. Begitu juga pada atlit, tidak ada dua atlit yang secara fisiologis dan psikologis sama persis. Demikian pula setiap atlit berbeda dalam kemampuan, potensi, semangat, dan karakteristik.

Oleh karena setiap individu berbeda dari segi fisik maupun mental, maka setiap individu akan memberikan reaksi yang berbeda ² beds terhadap suatu beban latihannya yang diberikan oleh pelatih. Ada yang merasa terlalu berat bebannya, ada yang merasa terlalu ringan, dan ada Pula yang merasa bebannya sudah cukup. Oleh karena itu, latihan akan selalu menjadi persoalan pribadi bagi atlit dan tidak bisa disamakan porsi latihannya antara atlit satu dengan yang lain agar mendapatkan prestasi yang paling baik bagi setiap individu.

8) Penerapan Sasaran

Kadang suatu tim atau atlit tidak berlatih dengan sungguh ² sungguh, atau kurang motivasi untuk berlatih. Hal ini disebabkan karena tidak ada tujuan atau sasaran yang jelas untuk apa tim itu berlatih.

Menurut H. M Yusuf Hadisasmita dan Aip Syarifudin (1996:139) menyatakan bahwa, Beberapa alasan penetapan sasaran sangat penting bagi atlit adalah :

a) Sasaran merupakan sumber motivasi dan sumber kegiatan untuk turut serta dapat membangkitkan kegairahan untuk berlatih.

b) Berlatih dengan tujuan tertentu dapat menambah konsentrasi, usaha, motivasi, dan semangat berlatih.

c) Atlit dapat mengatur rencana kegiatannya, siasat, serta usaha - usaha untuk mencapai sasaran tersebut.


(38)

commit to user

e) Mendidik sifat positif.

f) Merupakan umpan balik bagi atlit maupun pelatih.

g) Kalau sasaran berhasil dicapai, atlit akan memperoleh suatu kebanggaan tersendiri sehingga sukses tersebut akan mendorongnya untuk mencapai

VDVDUDQ\DQJOHELKWLQJJL´

9) Prinsip Perbaikan Kesalahan

Kalau atlet sering melakukan kesalahan gerak, maka pada waktu memperbaiki kesalahan tersebut, pelatih harus menekankan pada penyebab terjadinya kesalahan. Pelatih harus selalu berusaha untuk selalu cermat mencari dan menemukan sebab - sebab timbulnya kesalahan. Karena prinsip perbaikan kesalahan adalah latihlah sebab - sebab terjadinya kesalahan bukan gejalanya. e. Komponen-Komponen Latihan

Setiap pelatihan olahraga akan mengarah kepada sejumlah perubahan yang bersifat anatomis, fisiologis, biokimia, kejiwaan dan keterampilan. Efisiensi dari suatu kegiatan merupakan akibat dari waktu yang dipakai, jarak yang ditempuh dan jumlah pengulangan (volume), beban dan kecepatannya intensitas, serat frekuensi penampilan (densitas).

Semua komponen dibuat sedemikian rupa dalam berbagai model yang sesuai dengan karakteristik fungsional dan ciri kejiwaan dari cabang olahraga yang dipelajari. Sepanjang fase latihan, pelatih harus menentukan tujuan latihan secara pasti, komponen mana yang menjadi tekanan latihan dalam mencapai tujuan penampilannya yang telah direncanakn. Cabang olahraga yang banyak menentukan keterampilan yang tinggi termasuk tenis lapangan, maka kompleksitas merupakan hal yang sangat diutamakan. Menurut Andi Suhendro (1999:3-17 ) komponen-komponen penting yang harus diperhatikan dalam suatu

ODWLKDQ PHOLSXWL ³ YROXPH ODWLKDQ LQWHQVLWDV ODWLKDQ density atau

kekerapan latihan dan, (4) kompleksitas latihan³

Keempat komponen latihan tersebut sangatlah penting untuk pencapaian maksimal hasil latihan. Keempat komponen latihan diuraikan sebagai berikut :


(39)

commit to user

1) Volume Latihan

Volume latihan adalah ukuran yang menunjukkan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditujukan dengan jumlah repetisi, seri atau set, dan panjang jarak yang ditempuh. Sebagian komponen utama dalam latihan, volume latihan merupakan prasyarat utama yang vital untuk teknik, taktik dan khususnya prestasi penampilan fisik prima.

Volume latihan kadang-kadang disebut sebagaimana lama latihan, terdiri dari 3 bagian integral : (a) waktu atau lama latihan, (b) jarak atau daya angkat setiap unit per waktu, (c) jumlah ulangan latihan atau penampilan elemen teknik yang diberikan setiap waktu sehingga volume latihan merupakan penerapan jumlah total dari aktivitas penampilan selama mengikuti latihan. Volume juga mengacu kepada keseluruhan penampilan kerja selama melakukan latihan khusus. 2) Intensitas Latihan

Dua komponen penting yang harus ada berkaitan dengan intensitas latihan adalah volume latihan dan density. Menurut Harsono (1988) banyak pelatih yang gagal untuk memberikan latihan yang berat kepada atletnya dan juga banyak atlet yang enggan melakukan latihan berat yang melebihi ambang rangsangnya. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena (a) kekuatan bahwa latihan yang berat akan menimbulkan atau mengakibatkan kondisi fisiologis yang abnormal, (b) kurangnya motivasi, (c) karena tidak tahu prinsip-prinsip latihan yang sebenarnya. Atau ada kemungkinan pelatih kurang berani bertindak tegas sesuai dengan program yang telah disusun kepada atletnya.

Tingkat intensitas latihan dapat diukur berdasarkan tipe latihan. Menurut Harsono (1988) mengemukakan, pengukuran intensitas latihan untuk olahraga prestasi dan olahraga kesehatan dilakukan secara berbeda, perbedaan tersebut disebabkan karena kondisi dan tujuan antara atlet yang terlatih dan orang yang ingin menjaga kesehatannya berbeda.

3) Density atau Kekerapan Latihan

Frekuensi yang ditampilkan atlet pada setiap seri latihan dari stimulus per unit waktu disebut sebagai density latihan. Sehingga istilah density mengacu


(40)

commit to user

kepada hubungan antara waktu kerja dan istirahat yang digunakan atlet selama mengikuti tahap-tahap latihan.

Menurut Sukardiyanto (1995) dikutip Andi Suhendro (1999) density merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kepadatan suatu latihan yang dilakukan. Densitas berhubungan dengan waktu recovery, makin lama waktu recovery yang dibutuhkan dalam setiap latihan, maka densitasnya makin kecil. Sebaliknya makin cepat waktu recovery yang dibutuhkan maka makin tinggi densitasnya.

4) Kompleksitas Latihan

Kompleksitas latihan dapat dilihat dari dua hal: (a) kompleksitas komponen-komponen penting yang menunjang pencapaian prestasi atlet, dan (b) kompleksitas gerakan ketrampilan yang harus dikuasai seorang atlet. Kompleksitas keterampilan ini salah satunya ditentukan oleh tingkat pengalaman atlet dalam menjalani suatu latihan. Koordinasi merupakan komponen penting untuk dapat meningkatkan intensitas latihan.

Komponen-komponen latihan tersebut sangat penting dalam latihan olahraga prestasi. Komponen-komponen latihan tersebut saling berkaitan satu dengan lainya. Oleh karena itu, komponen-komponen latihan tersebut harus diterapkan dengan baik dan benar agar tujuan latihan dapat tercapai.

3. Latihan Acceleration Sprint

a. Pelaksanaan Latihan Acceleration Sprint

Metodeacceleration sprint merupakan suatu bentuk latihan yang dimulai dari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya. Untuk mencapai kecepatan maksimum seorang pelari harus mampu mengembangkan kecepatan startnya secepat mungkin. Akselerasi mempertahankan kecepatan maksimum dan deselerasi (perlambatan) untuk setiap pelari berbeda-beda. Menurut Fox (1984:208) EDKZD ³$NVHOHUDVL DGDODK SHUWDPEDKDQ VHFDUD JUDGXDO GDODP kecepatan lari, mulai dari pelan-pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya dalam jarak 50-\DUG´3HODUL-pelari yang berkualitas akan mencapai kecepatan yang


(41)

commit to user

maksimum lebih cepat mempertahankan kecepatan maksimum pada jarak yang lebih panjang dan kecepatan maksimum menurun lebih lambat dari pada rata-rata pelari cepat yang lain atau pelari cepat yang tidak terkondisi atau tidak terlatih. Dalam kecepatan maksimum ini terjadi proses akselerasi pik up (pik up

ecceleration) yaitu jarak yang diperlukan pelari sesudah tahap akselerasi start

untuk mencapai kecepatan maksimal.

Latihan acceleration sprint sebenarnya cocok diberikan pada atlet pemula karena ada penyesuaian lari dari jogging, langkah panjang sampai ke lari cepat disamping menghindari terjadinya cidera, latihan juga merupakan cara yang paling baik untuk meningkatkan kecepatan. Pada periode latihan acceleration

sprint pelaksanaannya dapat dikontrol dengan waktu atau jarak. Dianjurkan agar

atlet sedikit demi sedikit meningkatkan percepatannya sampai mencapai kecepatan penuh. Kecepatan harus dipertahankan selama 5 sampai 15 detik atau kalau jarak yang dikontrol kira-kira 50 sampai 100 meter. Kemudian berangsur-angsur mengurangi kecepatannya sampai menjadi langkah yang ringan. Pada periode pemulihan harus dilakukan dengan cukup, namun dapat dilakukan dengan pemulihan aktif (jalan). Seperti yang dianjurkan, bahwa pada periode pemulihan harus terdiri dari jalan sepanjang 50 sampai 110 meter.

Metode acceleration sprint dilakukan secara berurutan. Membutuhkan peningkatan sedikit demi sedikit dari lari pelan (jogging) ke langkah panjang

(striding) dan akhirnya lari cepat (sprint). Dengan demikian cara ini akan

mengurangi kemungkinan cedera otot. Acceleration sprint sangat diperlukan untuk peningkatkan sprint dan untuk olahraga yang memerlukan kecepatan mendadak seperti sepak bola, hoki, bola basket dan lain-lain.

b. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Acceleration Sprint

Metode acceleration sprint merupakan bentuk latihan yang pelaksanaannya dimulai dari pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya yang pelaksaannya diselinggi dengan istirahat diantara waktu latihan. Waktu istirahat sangat penting diantara waktu latihan. Waktu istirahat memberikan kesempatan kesempatan untuk mengadakan pemulihan diantara perulangan gerakan.


(42)

commit to user

Ditinjau dari pelaksanaan latihan acceleration sprint dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahannya. Kelebihan latihan dengan metode

acceleration sprint antara lain : (1). Waktu latihan lebih efisien, karena latihan

acceleration sprint dilakukan secara berkelanjutan dalam satu set. (2). Penguasaan

teknik lebih cepat tercapai, karena dalam latihan acceleration sprint terdapat session latihan dengan intensitas rendah yang mungkin untuk memperbaik teknik yang salah. Sesuai pendapat Frank S.Pyke(1EDKZD³SHQLQJNDWDQWHNQLN terjadi pada kecepatan rendah dengan memperbaiki kesalahan yang memerlukan

SHUKDWLDQ´

Disamping kelebihan diatas latihan acceleration sprint juga memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan latihan acceleration sprint diantarannya: Kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal karena dalam pelaksanaan hanya sekitar sepertiga dari jarak yang ditempuh yang merupakan kecepatan denagn intensitas maksimal.

Latihan acceleration sprint jika dilakukan secara berulang ulang dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Perkembangan kondisi fisik latihan

acceleration sprint juga berpengaruh terhadap sistem energi. Menurut Mulyono

B(1998:4) adalah ATP-PC bila 98% dan LA-O2 sebesar 2%, hal ini menandakan bahwa system energi yang baik pada lari 100 meter adalah ATP-PC LA atau

DQDHURE´

.

4. Latihan Repetition Sprint

a. Pelaksanaan Latihan Repetition Sprint

Repetition Sprint merupakan program latihan yang dilakukan dengan

intensitas atau kecepatan penuh yang diselingi waktu istirahat pada setiap sesi latihannya. Menurut Mulyono B (1998:8EDKZD³Repetition Sprint adalah suatu aktifitas yang dilakukan berulang-ulang dan setiap kali diselingi dengan aktifitas yang lebih ringaQ´%HQWXNODWLKDQGDODPrepetition sprint dapat berupa lari cepat atau ringan dengan bentuk latihan lari cepat, yang dilakukan dengan lari kecepatan maksimal, kemudian istirahat, lari lagi, istirahat lagi dan seterusnya.


(43)

commit to user

Istirahat tersebut dilakukan dengan jogging atau jalan-jalan saja. Seperti dikatakan Harsono (1988 ´MRJJLQJ VHFDUD ULOHNV DGDODK FDUD \DQJ SDOLQJ

EDLN XQWXN SHPXOLKDQ DWDX UHFRYHU\ \DQJ FHSDW GDQ HIHNWLI´ Jogging ini akan

memasase darah kita lebih cepat ke jantung daripada istirahat yang pasif atau passive rest. Yang dimaksud dengan istirahat pasif adalah misalnya duduk-duduk atau tiduran di lapangan. Passive rest setelah setiap repetisi adalah rest yang paling kurang efektif.

Metode latihan repetition sprint biasanya digunakan untuk mengembangkan sistem ATP-PC. Menurut Sharkey (1986) dikutip Andi Suhendro dkk (2004: 27) menyatakan bahwa metode latihan lari cepat melibatkan periode maksimal dan periode istirahat. Hal ini dimaksudkan agar dapat meningkatkan tingkat ATP-PC. Pelaksanaan repetition sprint dilakukan dengan berulang-ulang pada kecepatan maksimal, dan periode pemulihan dilakukan secara sempurna, agar pelaksanaan periode latihan berikutnya dapat dilakukan dengan baik, dan bukan pada kondisi yang lelah.

Pelari harus berlari pada kecepatan maksimal, waktu yang diperlukan untuk lari percepatan pada kecepatan maksimal sepanjang 60 meter kira-kira 6,7 detik. Sedangkan pada periode pemulihan harus dilakukan dengan istirahat sempurna. Untuk mengetahui seorang pelari sudah mencapai istirahat sempurna, dapat dilihat dari denyut nadi istirahat, kira-kira 70-80 kali per menit.

Menurut Smith (1983) dikutip Andi Suhendro (2004: 27) latihan repetition sprint adalah lari cepat berulang-ulang menempuh jarak 50-60 meter dengan kecepatan maksimal diselingi dengan istirahat sempurna diantara ulangan yang dilakukan. Latihan repetition sprint bertujuan untuk mengembangkan kecepatan, kekuatan otot dan daya tahan anaerobik.

b. Kelebihan dan Kelemahan Latihan Repetition Sprint

Metode repetition sprint merupakan bentuk latihan yang pelaksanaanya dari awal hingga akhir lari dengan menggunakan intensitas atau kekuatan maksimal yang pelaksanaanya diselingi istirahat disetiap sesi latihannya


(44)

commit to user

Ditinjau dari pelaksanaan repetition sprint dapat diidentifikasikan kelebihan dan kelemahan. Kelebihan lari dengan metode repetition sprint antara lain :

1. Frekuensi latihan kecepatan lebih efektif, karena jarak yang ditempuh harus dengan intensitas maksimal.

2. Terdapat pemulihan sempurna, karena pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas maksimal beban latihan.

Disamping kelebihan diatas, metode repetition sprint juga memiliki kelemahan yaitu:

1. Penguasaan teknik sulit tercapai, karena gerakan yang dilakukan secara terus menerus dengan intensitas maksimal akan menyebabkan kelelahan sehingga akan berpengaruh pada kesempurnaan gerak.

2. Pengontrolan dan perbaikan gerakan sulit dilakukan karena selalu cepat.

Repetition sprint yang dilakukan secara berulang-ulang dapat

meningkatkan kemampuan kondisi fisik sesuai dengan tipe kerja dan sistemenergi yang dikembangkan. Tipe kerja repetition sprint adalah kerja anaerobic yaitu latihan yang dilakukan denagn jangka waktu yang singkat dan memerlukan kerja maksimal, yang bertujuan mengembangkan kondisi fisik, kecepatan dengan sistem energi menurut Fox (1984:20) mengembangkan sistem energi ATP-PC dan LA sebesar 10-80%, LA dan O2 sebesar 10-80% dan oksigen sebesar 10-80%. Dengan demikian peningkatan kecepatan lari ini maka pelari dalam melakukan kerja dapat meningkat pula. Jadi repetition sprint dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah dikemukakan di atas dapat diajukan kerangka pemikiran sebagai berikut :


(45)

commit to user

1. Pengaruh Latihan Acceleration sprint Dan Repetition Sprint Terhadap Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter

Latihan acceleration sprint dan repetition sprint merupakan suatu latihan untuk meningkatkan kecepatan reaksi pelari. Latihan ini diberikan kepada pelajar SMP didasarkan pada belum adanya pola latihan yang tepat untuk diberikan pada anak usia SMP di Indonesia. Kebanyakan guru atau pelatih masih berpedoman pada jarak ± jarak latihan dari ilmuwan olahraga negara asing yang sebenarnya lebih tepat diberikan kepada atlit senior. Hal ini akan menyebabkan beban yang terlalu berat untuk atlit sehingga prestasi lari 100 meter yang diraih tidak bisa maksimal.

Pelaksanaan latihan acceleration sprint dilakukan dengan jogging(lari pelan-pelan), sprint penuh, kemudian diselingi dengan jalan. Cara ini diulangi lagi dengan selingan istirahat penuh. Acceleration sprint adalah ³pertambahan secara gradual dalam kecepatan lari, mulai dari pelan-pelan, semakin cepat, dan lari secepatnya dalam jarak 50- \DUG´ 3HODUL-pelari yang berkualitas akan mencapai kecepatan yang maksimum lebih cepat mempertahankan kecepatan maksimum pada jarak yang lebih panjang dan kecepatan maksimum menurun lebih lambat dari pada rata-rata pelari cepat yang lain atau pelari cepat yang tidak terkondisi atau tidak terlatih. Dalam Latihan acceleration sprint jika dilakukan secara berulang ulang dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

Sedangkan latihan repetition sprint dilakukan dari lari cepat berulang ± ulang dengan kecepatan maksimal dengan diselingi istirahat sempurna sebelum pelaksanaan lari cepat berikutnya. Selama mengikuti latihan repetition sprint, siswa melibatkan dirinya dalam latihan fisik dan psikis. Latihan repetition sprint

adalah metode latihan yang dapat meningkatkan prestasi lari dengan latihan ± latihan yang telah terprogram secara baik. Dengan latihan ± latihan fisik yang dilakukan dengan metode repetition sprint, juga mengembangkan sistim energi ATP ± PC dan LA.


(46)

commit to user

2. Perbedaan Pengaruh Latihan Acceleration sprint Dan Repetition Sprint Terhadap Kecepatan Lari 100 Meter

Dalam pelaksanaan kedua macam metode latihan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dan memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan latihan acceleration sprint antara lain: Waktu latihan lebih efisien, karena latihan

acceleration sprint dilakukan secara berkelanjutan dalam satu set. Penguasaan

teknik lebih cepat tercapai, karena dalam latihan acceleration sprint terdapat session latihan dengan intensitas rendah yang mungkin untuk memperbaik teknik yang salah. Kelemahan dari latihan ini antara lain: Kurangnya frekuensi latihan kecepatan dengan intensitas maksimal karena dalam pelaksanaan hanya sekitar sepertiga dari jarak yang ditempuh yang merupakan kecepatan denagn intensitas maksimal.

Sedangkan kelebihan dari latihan repetition sprint antara lain: Frekuensi latihan kecepatan lebih efektif, karena jarak yang ditempuh harus dengan intensitas maksimal.Terdapat pemulihan sempurna, karena pemulihan diperlukan setelah melakukan kerja dengan intensitas maksimal beban latihan. Kelemahan dari latihan repetition sprint antara lain: Penguasaan teknik sulit tercapai, karena gerakan yang dilakukan secara terus menerus dengan intensitas maksimal akan menyebabkan kelelahan sehingga akan berpengaruh pada kesempurnaan gerak Pengontrolan dan perbaikan gerakan sulit dilakukan karena selalu cepat.

Berdasarkan kelebihan dan kelemahan antara latihan acceleration sprint dan repetition sprint tersebut maka akan menimbulkan pangaruh yang berbeda. Perlakuan yang berbeda akan menimbulkan respon yang berbeda pula pada diri palaku. Ditinjau dari segi tujuan menggunakan metode latihan mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk mencapai kecepatan lari yang maksimal dan diharapkan dapat meningkatkan kecepatan lari 100 meter yang lebih baik. Dtinjau dari segi pelaksanan, latihan repetition sprint untuk siswa atau atlet pamula memiliki efektifitas yang lebih baik, hal ini dikarenakan perkembangan daya tahan dan kecepatan yang banyak digunakan dalam lari 100 meter lebih cepat meningkat dibandingkan dengan latihan acceleration sprint.


(1)

kelompok. Adapun hasil t-test untuk mengetahui peningkatan prestasi tes awal ke tes akhir kelompok 1 dan kelompok 2 dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut ini.

a. Hasil Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 1

Tabel 11. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 1

Tes N Mean Md tO tt5%

Awal 17 16,889

0,664 8,336 2,120

Akhir 17 16,225

Dari rangkuman hasil t-test di atas, pada kelompok 1 dapat diketahui bahwa pada tes awal memiliki nilai rata-rata sebesar 16,889 dan tes akhir sebesar 16,225 untuk Mean deviasi sebesar 0,664. Dengan derajat kebebasan 16 (N ± 1 = 17 ± 1) pada taraf signifikansi 5% ternyata nilai ttabel sebesar 2,120. Sedangkan

nilai thitung sebesar 8,336, berarti thitung lebih besar dari ttabel. Dengan demikian

antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 ada perbedaan yang signifikan.

b. Hasil Uji Perbedaan Tes Awal dan Tes Akhir pada Kelompok 2

Tabel 12. Rangkuman Hasil t-test Untuk Tes Awal dan Tes Akhir Kelompok 2

Tes N Mean Md tO tt5%

Awal 17 16,912

1,036 10,126 2,120

Akhir 17 15,875

Dari rangkuman hasil t-test di atas, pada kelompok 2 dapat diketahui bahwa pada tes awal memiliki nilai rata-rata sebesar 16,912 dan tes akhir sebesar 15,875 untuk Mean deviasi sebesar 1,036. Dengan derajat kebebasan 16 (N ± 1 = 17 ± 1) pada taraf signifikansi 5% ternyata nilai ttabel sebesar 2,120. Sedangkan

nilai thitung sebesar 10,126, berarti thitung lebih besar dari ttabel. Dengan demikian

antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 ada perbedaan yang signifikan.


(2)

commit to user

kelompok 1 dan kelompok 2 setelah diberi perlakuan, dapat dilihat pada hasil t-test untuk tes akhir dari kedua kelompok dalam tabel 13 berikut ini.

Tabel 13. Rangkuman Hasil t-test untuk Tes Akhir Antar Kelompok

Kelompok N Mean Md tO tt5%

Kelompok 1 17 16,225

0,350 2,430 2,120 Kelompok 2 17 15,875

Berdasarkan rangkuman diatas, pada tes akhir kelompok 1 diketahui memiliki rata sebesar 16,225 dan untuk kelompok 2 diketahui memiliki rata-rata sebesar 15,875. Mean deviasi sebesar 0,350 dengan derajat kebebasan 16 (N ± 1 = 17 ± 1) pada taraf signifikansi 5% ternyata nilai ttabel sebesar 2,120 sedangkan

nilai thitung sebesar 2,430 berarti thitung lebih besar dari ttabel. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa pada tes akhir antara kelompok 1 dan kelompok 2 ada perbedaan yang signifikan.

d. Perbedaan Presentase Peningkatan

Setelah diberikan perlakuan latihan dengan latihan acceleration sprint pada kelompok 1 dan latihan repetition sprint pada kelompok 2 kemudian dilakukan perhitungan presentase peningkatan latihan. Untuk mengetahui kelompok mana yang memiliki presentase peningkatan latihan yang lebih baik, diadakan perhitungan perbedaan presentase peningkatan masing-masing kelompok. Adapun nilai perbedaan peningkatan latihan, kecepatan lari 100 meter kelompok 1 dan kelompok 2 adalah sebagai berikut.

Tabel 14. Rangkuman Hasil Perhitungan Nilai Perbedaan Prosentase Peningkatan Kecepatan Lari 100 Meter pada Kelompok 1 dan Kelompok 2

Kelompok N Mean M.

post-test Md

Presentase Peningkatan Kelompok 1 17 16,889 16,225 0,664 3,932 % Kelompok 2 17 16,912 15,875 1,036 6,129 %


(3)

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa kelompok 1 memiliki peningkatan kecepatan lari 100 meter sebesar 3,932%, sedangkan kelompok 2 memiliki peningkatan kecepatan lari 100 meter sebesar 6,129%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok 2 memiliki presentase peningkatan kecepatan lari 100 meter lebih besar daripada kelompok 1.

D. Pembahasan Hasil Analisis Data

Dari hasil analisis data yang dilakukan sebelum diberi perlakuan diperoleh nilai t antara tes awal pada kelompok 1 dan kelompok 2 sebesar 0,608, sedangkan

ttabel sebesar 2,120. Ternyata thitung yang diperoleh lebih kecil dari ttabel yang berarti

hipotesis nol diterima. Dengan demikian kelompok 1 dan kelompok 2 sebelum diberi perlakuan dalam keadaan seimbang. Berarti antara kelompok 1 dan kelompok 2 berangkat dari titik tolak kecepatan lari 100 meter yang sama.

Nilai t antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 1 adalah sebesar 8,336, sedangkan ttabel sebesar 2,120. Ternyata thitung yang diperoleh lebih besar dari ttabel, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir pada kelompok 1, yang berarti bahwa kelompok 1 memiliki peningkatan kecepatan lari 100 meter yang disebabkan latihan (treatment) yang diberikan yaitu dengan latihan acceleration sprint.

Nilai t antara tes awal dan tes akhir pada kelompok 2 adalah sebesar 10,126, sedangkan ttabel sebesar 2,120. Ternyata thitung yang diperoleh lebih besar

dari ttabel, yang berarti hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tes awal dan tes akhir pada kelompok 2, yang berarti bahwa kelompok 2 memiliki peningkatan kecepatan lari 100 meter yang disebabkan latihan (treatment) yang diberikan yaitu dengan latihan repetition sprint.


(4)

commit to user

sebesar 2,120. Ternyata thitung yang diperoleh lebih besar dari ttabel yang berarti

hipotesis nol ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa setelah diberikan perlakuan latihan selama 6 minggu, terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil akhir kelompok 1 dan kelompok 2, karena sebelum diberi perlakuan kedua kelompok berangkat dari titik tolak yang sama, maka perbedaan tersebut adalah karena perbedaan pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa ada perbedaan pengaruh latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, dapat diterima kebenarannya.

Kelompok 1 memiliki nilai presentase peningkatan kecepatan lari 100 meter sebesar 3,932%. Sedangkan kelompok 2 memiliki nilai presentase peningkatan kecepatan lari 100 meter sebesar 6,129%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kelompok 2 memiliki peningkatan kecepatan lari 100 meter yang lebih baik daripada kelompok 1.

Latihan repetition sprint ternyata dapat memberikan rangsangan yang lebih baik dan efektif dalam peningkatan kecepatan lari 100 meter. Latihan repetition sprint meningkatkan kemampuan gerakan tubuh yang menunjang gerakan lari sprint 100 meter dengan lebih baik dibandingkan dengan gerakan latihan acceleration sprint. Oleh karena itulah, maka kelompok 2 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan repetition sprint) memiliki kecepatan lari 100 meter yang lebih baik dari pada kelmopok 1 (kelompok yang mendapat perlakuan latihan acceleration sprint). Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa pengaruh latihan repetition sprint lebih baik pengaruhnya daripada latihan acceleration sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, dapat diterima kebenarannya.


(5)

commit to user

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan pada BAB VI, maka diperoleh simpulan sebagai berikut :

1. Ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara latihan acceleration sprint dan repetition sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, dengan thitung =

2,430 > ttabel = 2,120.

2. Latihan repetition sprint lebih baik pengaruhnya daripada latihan acceleration sprint terhadap kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, dengan persentase peningkatannya adalah kelompok 2 (repetition sprint) sebesar 6,129% lebih besar daripada kelompok I (acceleration sprint) sebesar 3,932%.

B. Implikasi

Simpulan dari hasil penelitian ini dapat mengandung pengembangan ide yang lebih luas jika dikaji tentang implikasi yang ditimbulkan. Atas dasar simpulan yang telah diambil, dapat dikemukakan implikasinya sebagai berikut :

Latihan acceleration sprint dan repetition sprint merupakan metode latihan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Namun demikian, dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa latihan repetition sprint memiliki pengaruh lebih baik daripada latihan acceleration sprint dalam meningkatkan kecepatan lari 100 meter. Implikasi praktis dari hasil penelitian ini adalah bahwa terjadi peningkatan kecepatan lari 100 meter pada siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011, dan siswa yang diberi perlakuan dengan latihan repetition sprint memiliki peningkatan kecepatan lari


(6)

commit to user

100 meter lebih baik daripada siswa yang diberi latihan acceleration sprint. Hal tersebut dapat menjadi dasar pemikiran bagi para pembina dan pelatih tentang metode yang tepat untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter pada anak didiknya atau murid-muridnya.

C. Saran

Sehubungan dengan simpulan yang telah diambil dan implikasi yang ditimbulkan, maka kepada para pembina dan pelatih atletik khususnya di SMP Negeri 25 Surakarta, disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Latihan acceleration sprint maupun latihan repetition sprint dapat digunakan sebagai variasi latihan untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter.

2. Untuk meningkatkan kecepatan lari 100 meter lebih baik menggunakan latihan repetition sprint karena pengaruhnya lebih baik daripada latihan acceleration sprint bagi siswa putra kelas VIII SMP Negeri 25 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.


Dokumen yang terkait

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN PARACHUTE RUNNING DENGAN LATIHAN LIGHT SLED TERHADAP HASIL LARI SPRINT 100 METER ATLET PUTRA PENGCAB PASI KOTA TANJUNGBALAI TAHUN 2016.

6 26 30

PERBEDAAN PENGARUH LATIHAN ACCELARATION SPRINT DENGAN IN AND OUT 100 METER TERHADAP HASIL KECEPATAN LARI 100 METER PUTRA EKSTRAKURIKULER SMA NEGERI 2 KISARAN TAHUN 2014 / 2015.

0 2 12

HUBUNGAN KEKUATAN DAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING TERHADAP KECEPATAN LARI HUBUNGAN KEKUATAN DAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING TERHADAP KECEPATAN LARI SPRINT 100 METER.

0 2 15

PENDAHULUAN HUBUNGAN KEKUATAN DAN FLEKSIBILITAS OTOT HAMSTRING TERHADAP KECEPATAN LARI SPRINT 100 METER.

1 4 11

HUBUNGAN ANTARA WAKTU REAKSI, POWER TUNGKAI, DAN DAYA TAHAN KECEPATAN DENGAN KECEPATAN LARI SPRINT 100 METER.

2 8 93

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN UP HILL SPRINT DAN DOWN HILL SPRINT TERHADAP PENINGKATAN PRESTASI LARI 100 METER DITINJAU DARI RASIO PANJANG TUNGKAI DAN TINGGI BADAN (Studi Eksperimen pada siswa putra ekstrakurikuler SMP N 1 Cepu).

0 0 5

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN ACCELERATION SPRINT DAN REPETITIN SPRINT TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER PADA SISWA PUTRA KELAS XI SMA N 1 TAWANGSARI TAHUN AJARAN 2014/2015.

0 0 10

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN LARI CEPAT DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN LARI (Eksperimen Perbedaan Pengaruh Latihan Hollow Sprint Dan Sprint Training Pada Siswa Putri Kelas V Sekolah Dasar Se-Dabin V Kecamatan Mojolaban Tahun Ajaran 2010/2011)

0 0 15

HUBUNGAN PANJANG LANGKAH LARI 25 METER DAN FREKUENSI LANGKAH PER DETIK LARI 20 METER TERHADAP KEMAMPUAN LARI SPRINT 100 METER SISWA SMK KRISTEN 2 KLATEN.

0 1 199

PERBEDAAN PENGARUH METODE LATIHAN DAN PANJANG TUNGKAI TERHADAP KECEPATAN LARI 100 METER

1 1 75