Perbandingan konsumsi energi protokol destination sequenced distance vector dengan optimized link state routing pada mobile ad hoc network

(1)

i

PERBANDINGAN KONSUMSI ENERGI PROTOKOL

DESTINATION SEQUENCED DISTANCE VEKTOR

DENGAN

OPTIMIZED LINK STATED ROUTING

PADA

MOBILE AD HOC NETWORK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Informatika

Program Studi Teknik Informatika

Oleh :

Ignatius Aditya Ferdianto NIM : 075314040

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA


(2)

ii

COMPARATIVE OF ENERGY CONSUMPTION OF

DESTINATION SEQUENCED VECTOR PROTOCOL

WITH

OPTIMIZED ROUTING LINK STATED

ON

MOBILE AD HOC NETWORK

A THESIS

Presented as Partial Fulfillment of The Requirements to Obtain The Sarjana Komputer Degree

in Informatics Engineering Study Program

By :

Ignatius Aditya Ferdianto

NIM : 075314040

INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM

INFORMATICS ENGINEERING DEPARTMENT

FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY

SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA

2013


(3)

SKRIPSI

PERBANDINGAN KONSUMSI EI\IERGI

PROTOKOL

DESTINATION SEQUENCED DIS TANCE

WKTOR

DENGAFT

OPNMIZED LINK

STATED ROUTING

PADA MOBILE AD HOC NETWORK

Damar Widjaja S.T., M.T.

2t

-

as

-us1


(4)

(5)

PERNYATAAI\I

KEASLIAN

KARYA

Saya menyatakan dengan sungguh-sungguh bahwa skripsi yang saya tulis

ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftmpustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakart4 24Mei20l3


(6)

PT'BLIKASI KARYA

ILMIAII

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama :Ignatius Aditya Ferdianto

NIM:

075314040

Demi pengembangan ilmu kepada perpustakaan

Universitas Sanata

((

Yector

bersama

hak untuk dalam bentuk pangkalan

intemet atau memberikan

royalti penulis.

Demikian

Yogyakart4 24Mei2AB

Penulis

WW

Ignatius Aditya Ferd

vl

Distance Networh

"


(7)

vii

ABSTRAK

Mobile ad hoc network (MANET) merupakan sebuah jaringan wireless yang tidak membutuhkan infrastruktur dalam pembentukannya. Jaringan MANET bersifat dinamis dan spontan. Jaringan ini memiliki beberapa routing protocol, salah satunya adalah routing protocol Destination Sequenced Distance Vector (DSDV) dan Optimized Linkstate Routing (OLSR). Routing protocol DSDV dan OLSR termasuk table driven routing protocol (proactive routing protocol). Setiap node mengetahui semua rute ke node lain yang berada dalam jaringan tersebut dengan cara memperbaharui tabel routing yang dimilikinya secara periodik.

Penulis menguji kinerja dari routing protocol DSDV dan OLSR dengan menggunakan simulator Network Simulator 2 (NS2). Parameter yang akan diukur adalah rata-rata konsumsi energy dan rata-rata jumlah hop berbanding dengan penambahan jumlah node dan jumlah koneksi. Parameter jaringan bersifat konstan dan akan digunakan terus pada setiap pengujian, sementara parameter yang berubah seperti jumlah node dan jumlah koneksi akan dibentuk secara random.

Hasil pengujian menunjukkan routing protocol DSDV memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan routing protocol OLSR pada hasil penghitungan rata-rata konsumsi energy. Penambahan jumlah node berpengaruh terhadap penurunan nilai konsumsi energy. Pada penambahan jumlah koneksi berpengaruh terhadap peningkatan nilai konsumsi energy yang dihasilkan oleh routing protocol DSDV maupun OLSR. Penambahan jumlah koneksi maupun penambahan jumlah node tidak berpengaruh terhadap jumlah hop pada routing protocol DSDV dan OLSR.

Berdasar pengujian dan analisa, routing protocol DSDV lebih baik dibanding routing protocol OLSR pada parameter konsumsi energy.

Kata kunci : DSDV, OLSR, routing protocol, tabel routing, konsumsi energy, jumlah hop, Network Simulator 2.


(8)

viii

ABSTRACT

Mobile ad hoc network (MANET) is a wireless network that does not require the creation of infrastructure. MANET networks are dynamic and spontaneous. This network has a routing protocol, one of which is a routing protocol Destination Sequenced Distance Vector (DSDV) and Optimized Linkstate Routing (OLSR), routing protocol DSDV and OLSR including table driven routing protocol (proactive routing protocol). Each node knows all the routes to other nodes in the network is a way to update its routing table periodically.

The author tested the performance of the routing protocol DSDV and OLSR by using simulator Network Simulator 2. Parameters to be measured is the average energy consumption and the average number of hops compared to the addition of the number of nodes and the number of connections. Network parameters are constant and will continue to be used in each test, while changing parameters such as the number of nodes and the number of connections will be formed randomly.

The test results showed DSDV routing protocol has better performance compared with the OLSR routing protocol on the results of the calculation the average energy consumption. In addition the number of connections to an increase in the value of the consumption of energy generated by the routing protocol OLSR and DSDV. The addition of the number of connections and the addition of a number of nodes have no effect on the number of hops in the routing protocol OLSR and DSDV. Based on the testing and analysis, routing protocol DSDV is better than OLSR on parameters of energy consumption.

Keywords: DSDV, OLSR, routing protocol, routing table, energy consumption, number of hops, Network Simulator 2.


(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah melimpahkan berkat dan rahmatNya, sehingga penulis skripsi dengan judul “Perbandingan Konsumsi Energi Protokol Destination Sequence Distance Vector Dengan Optimized Link Stated Routing Pada Mobile Ad Hoc Network ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana komputer di Program Studi Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama penulisan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu dan membimbing penulis. Oleh sebab itu melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih atas selesainya penyusunan skripsi ini, kepada:

1. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.

2. Ibu Ridowati Gunawan S.Kom., M.T. selaku Kaprodi Teknik Informatika dan dosen pembimbing akademik.

3. Bapak Damar Widjaja, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberi saran, kritik, meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis.

4. Bapak St. Yudianto Asmoro, S.T., M.Kom. dan bapak Iwan Binanto, S.Si, M.Cs. selaku penguji tugas akhir ini.


(10)

x

5. Orang tua dan keluarga besar yang telah memberi dukungan baik doa dan materi, hingga penulis menyelesaikan karya ilmiah ini.

6. Teman-teman TI angkatan 2007 maupun 2008 yang telah meluangkan waktu untuk memberi saran dalam penyusunan tugas akhir ini.

7. Untuk pihak–pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Akhir kata, penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, 24 Mei 2013


(11)

xi

MOTTO

"

Cara terbaik untuk keluar dari suatu

persoalan adalah dengan memecahkannya

"


(12)

inspiring-xii

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

MOTTO ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Rumusan Masalah ... 2

I.3 Tujuan ... 3

I.4 Batasan Masalah... 3

I.5 Metodologi Penelitian ... 3


(13)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI ... 6

II.1 Mobile Ad Hoc Network (MANET) ... 6

II.2 IEEE 802.11 Wireless LAN Standard ... 7

II.3 Ad Hoc Routing Protocol ... 8

II.3.1. Destination Sequence Distance Vector (DSDV) ... 10

II.3.2. Optimize Link Sated Routing (OLSR) ... 17

II.3.3. Perbandingan antara Distance Vector dengan Link State. ... 22

II.4 Parameter Kinerja……….. 23

II.1 Energy Model……….. ... 23

II.2 Jumlah hop……….. ... 24

II.5 Internet Protocol (IP) ... 24

II.6 Transmission Control Protocol (TCP) ... 26

II.7 User Datagram Protocol (UDP) ... 28

II.8 Network Simulator (NS) ... 29

II.8.1. Arsitektur Dasar... 30

II.8.2. Fungsi NS ... 33

BAB III PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM ... 34

III.1. Parameter Simulasi... 34

III.2. Skenario Simulasi ... 39

III.3 Parameter Kinerja... 41


(14)

xiv

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 43

IV.1. Energy Model ... 44

IV.2. Jumlah hop ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

V.1. Kesimpulan ... 52

V.2. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53


(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Contoh perangkat MANET………. ... 6

Gambar 2.2 Contoh jaringan Ad Hoc 3 node….. ... 7

Gambar 2.3 IEEE 802.11 layer model ... 8

Gambar 2.4 Kategori Ad Hoc Routing Protocol ... 9

Gambar 2.5 Contoh jaringan ad hoc sebelum dan setelah terjadi pergerakan node... ... 13

Gambar 2.6 Node H4 mengirim paket ke node H6.. ... 14

Gambar 2.7 Node H6 mengecek tabel routing.... ... 14

Gambar 2.8 Node H6 meneruskan paket ke node H7... ... 15

Gambar 2.8 Pengiriman hello message tiap node.... ... 18

Gambar 2.10 Teknik flooding... 19

Gambar 2.11 Contoh skenario penggunaan algoritma MPR ... 20

Gambar 2.12 Datagram IP ... 25

Gambar 2.13 Format header TCP ... 27

Gambar 2.14 Format header UDP ... 29

Gambar 2.15 Arsitekstur Dasar NS ... 30

Gambar 2.16 Skema NS2 ... 31

Gambar 2.17 NAM Console ... 31


(16)

xvi

Gambar 2.19 NAM tool Description ... 32

Gambar 3.1 Skenario simulasi ... 40

Gambar 3.2 Posisi node awal. ... 42

Gambar 3.3 Posisi node mengalami perubahan. ... 42

Gambar 3.4 Terjadi koneksi UDP antara node 1 dengan node 7 ... 42

Gambar 4.1 Grafik pengaruh penambahan jumlah node terhadap konsumsi energy pada saat terdapat 1 koneksi pada protocol DSDV dan OLSR ... 46

Gambar 4.2 Grafik pengaruh penambahan jumlah node terhadap konsumsi energy pada saat terdapat 5 koneksi pada protocol DSDV dan OLSR ... 47

Gambar 4.3 Grafik pengaruh penambahan jumlah node terhadap konsumsi energy pada saat terdapat 7 koneksi pada protocol DSDV dan OLSR ... 47

Gambar 4.4 Grafik pengaruh penambahan jumlah node terhadap konsumsi energy pada saat terdapat 10 node pada protocol DSDV dan OLSR.. ... 48

Gambar 4.5 Grafik pengaruh penambahan jumlah node terhadap konsumsi energy pada saat terdapat 25 node pada protocol DSDV dan OLSR ... 49

Gambar 4.6 Grafik pengaruh penambahan jumlah node terhadap konsumsi energy pada saat terdapat 50 node pada protocol DSDV dan OLSR ... 49


(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tabel routing node H6 sebelum terjadi perpindahan node ... 13

Tabel 2.2 Tabel routing node H7 (update packet).. ... 15

Tabel 2.3 Tabel routing node H6.. ... 15

Tabel 2.4 Tabel routing node H6 setelah dilakukan update table routing. ... 16

Tabel 2.5 Tabel routing node H7 (update packet).. ... 16

Tabel 2.6 Tabel routing node H6.. ... 17

Tabel 2.7 Tabel routing node H6 (update packet)… ... 18

Tabel 2.8 Contoh tabel routing dari node 0… ... 21

Tabel 2.9 Perbandingan Distance Vector dengan Link State….. ... 22

Tabel 2.10 Susunan Type of Service…. ... 26

Tabel 3.1 Parameter-parameter simulasi untuk routing protocol DSDV.. ... 34

Tabel 3.2 Parameter-parameter simulasi untuk routing protocol OLSR.. ... 35

Tabel 3.3 Wireless trace file.. ... 36

Tabel 3.4 Trace file untuk energy model.. ... 38

Tabel 4.1 Perbandingan rata-rata hasil konsumsi energy pada routing protocol DSDV dan OLSR (joule). ... 45


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Mobile Ad Hoc Network (MANET) adalah jaringan wireless multihop yang bersifat dinamis dan spontan [1]. Di dalam jaringan ini terdapat mobile host yang dapat bergerak ke segala arah, dan dengan kecepatan tertentu. Topologi jaringan yang bersifat dinamis membuat jaringan ini tidak dapat diramalkan. Jaringan ini bersifat sementara, sehingga dapat diaplikasikan di mana saja tanpa perlu adanya suatu infrastruktur jaringan.

Jaringan ad hoc memiliki keunggulan dibandingan jaringan lain misalnya , tidak memerlukan dukungan backbone infrastruktur, node yang bergerak dapat mengakses informasi secara real time ketika berhubungan, fleksibel terhadap suatu keperluan tertentu, dan dapat direkonfigurasi dalam beragam topologi. Namun jaringan ini mempunyai berbagai masalah seperti gangguan pada topologi yang tak terduga, kemacetan traffic, dan keterbatasan sumber daya, seperti bandwidth, dan energy.

Dalam suatu jaringan MANET, suatu aturan diperlukan untuk mengatur node agar dapat saling berkomunikasi. Aturan tersebut adalah routing protocol [1]. Fungsi dari jaringan MANET sangat tergantung pada routing protocol yang menentukan jalur atau rute di antara node. Pada jaringan MANET, ada beberapa macam routing protocol seperti Destination Sequence Distance Vector (DSDV), Temporally-Ordered Routing Algorithm (TORA), Dynamic Source Routing (DSR), Ad-hoc On Demand Distance Vector (AODV), dan Optimized Link State Routing (OLSR), dan lain-lain.

Protocol yang akan diuji pada penelitian ini adalah Destination Sequence Distance Vector (DSDV) dan Optimized Link Stated Routing (OLSR). DSDV merupakan algoritma routing protocol ad hoc proaktif yang didasari pada penentuan route Bellman – Ford berdasarkan nilai pembobotan setiap link [2]. Setiap node akan memelihara tabel routing ke node tetangganya yang berisi alamat tujuan node, jumlah hop yang diperlukan untuk mencapai tujuan, serta


(19)

sequenced number. Proses update tabel routing dilakukan secara periodik. Tabel routing disebut sebagai Forwarding database yang berisi the lowest cost untuk mencapai jaringan lainnya. Setiap routing protocol mempunyai tabel routing yang berbeda-beda.

Optimized Link Stated Routing (OLSR) adalah routing protocol proaktif dengan menggunakan “Hello” message dan topologi control link state (TC) untuk menemukan dan menyebarkan informasi link state seluruh jaringan MANET [1]. Masing-masing node menggunakan topologi informasi ini untuk menentukan tujuan hop berikutnya untuk semua dalam jaringan dengan menggunakan path forwarding hop terpendek.

Pengukuran yang dilakukan menggunakan Network Simulator2 (NS2). Network Simulator2 (NS2) adalah sebuah perangkat lunak even-driven simulator yang didesain secara spesifik untuk penelitian dalam bidang jaringan komunikasi komputer [3]. NS bersifat open-source di bawah GPL (Gnu Public License) sehingga pengembangannya lebih dinamis.

Penelitian sebelumnya tentang energy consumption sudah pernah dilakukan oleh Geraud Allard, Pascale Minet, Dang-Quan Nguyen, & Nirisha Shresta, pada tahun 2006 di INRIA (Institut National de Recherche en Informatique et en Automatique) Rocquencort, Perancis, dan Macquarie Unversity, Australia pada tahun 2006 [4]. Penelitian yang dilakukan adalah evaluasi konsumsi energy pada MANET. Berdasar penelitian ini, penulis akan melakukan penelitian tentang perbandingan konsumsi energy pada protocol DSDV, dan OLSR pada MANET. Parameter yang dijadikan bahan pertimbangan adalah average energy. Pada jaringan ad hoc, energy ini sangat bervariasi dan tidak dapat diramalkan. Penelitian ini memperlihatkan perbandingan parameter tersebut pada routiing protocol DSDV dan OLSR berdasar jumlah koneksi dan penambahan jumlah node.

I.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang diperoleh adalah sebagai berikut :


(20)

Bagaimana perbandingan konsumsi energy pada protocol DSDV dan OLSR pada MANET di lingkungan NS 2 setelah dipengaruhi oleh penambahan jumlah koneksi, dan penambahan jumlah node pada suatu jaringan?

I.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

Memberikan hasil perbandingan besarnya rata-rata konsumsi energy pada routing protocol DSDV, dan OLSR dengan menggunakan program Network Simulator 2 (NS 2).

I.4 Batasan Masalah

Batasan masalah yang ada pada penelitian ini adalah :

1. Mensimulasikan dengan menggunakan program Network Simulator2 (NS2). 2. Protokol yang digunakan pada penelitian ini adalah DSDV dan OLSR. 3. Physical layer diasumsikan dalam keadaan normal.

4. Jumlah koneksi yang terjadi 1, 5, dan 7 koneksi UDP. 5. Jumlah node yang digunakan 10 , 25 , dan 50 node.

6. Trafik yang digunakan dalam penelitian menggunakan protokol User Datagram Protocol (UDP), dan layer aplikasi yang digunakan adalah Constant Bit Rate (CBR).

7. Diameter jaringan tidak berubah pada setiap penjumlahan koneksi dan penambahan jumlah node.

8. Menghitung total jumlah hop yang terjadi.

9. Pengambilan data dilakukan sebanyak 30 kali pada setiap skenario.

I.5 Metodologi Penelitian

Adapun metodologi dan langkah-langkah yang digunakan dalam pelaksanaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Studi literatur mengenai : a. Teori MANET.


(21)

c. Teori User Datagram Protocol. d. Teori protocol OLSR dan DSDV. e. Teori energy model.

f. Tahap – tahap dalam membangun simulasi. 2. Perencanaan dan pembangunan simulasi.

Pada tahap ini penulis merancang, menentukan routing protocol dan menentukan parameter simulasi jaringan MANET yang akan digunakan, yaitu average energy, dan menghitung jumlah hop.

3. Pengukuran data simulasi.

Simulasi jaringan MANET pada tugas ahkir ini menggunakan NS2. Proses simulasi diawali dengan menggunakan script yang berekstensi “.tcl” untuk simulasi jaringan dan script berekstesi “.txt”, program “.awk” untuk menghitung average energy, dan program perl “.pl” untuk menhitung jumlah hop. Proses simulasi akan menghasilkan data yang akan ditampilkan pada file trace berekstensi “.tr” dan animasi dalam bentuk NAM.

4. Analisis data dan pembahasan.

Dalam tahap ini penulis menganalisa hasil pengukuran yang diperoleh pada proses simulasi. Analisa dihasilkan dengan melakukan pengamatan dari beberapa kali pengukuran yang menggunakan parameter simulasi yang berbeda. Sehingga dapat ditarik kesimpulan tentang perbandingan konsumsi energi antara routing protocol OLSR, dan DSDV pada MANET.

I.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.


(22)

BAB II LANDASAN TEORI

Bab ini berisi teori-teori mengenai : MANET, Aplikasi Jaringan Ad-hoc, IEEE 802.11 Wireless LAN Standard, Ad-hoc Routing Protocol, Destination Sequence Distance Vector (DSDV), Optimized Link State Routing (OLSR), Internet Protocol, TCP, UDP dan Network Simulator 2 (NS-2).

BAB III PERENCANAAN DAN PEMBUATAN SISTEM

Bab ini berisi tentang perencanaan dan pembuatan sistem, seperti : pemodelan topologi simulasi, pembuatan simulasi, dan pengambilan data unjuk kerja dari sistem.

BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisikan tentang analisa dari data unjuk kerja dari sistem yang dirancang, yaitu : average energy, dan menghitung jumlah hop routing yang terjadi.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang diperoleh berdasarkan analisis terhadap simulasi yang dibuat, dan saran-saran bagi pengembangan penelitian ini.


(23)

6

BAB II

LANDASAN TEORI

II.1 Mobile Ad Hoc Network

Mobile Ad Hoc Network (MANET) adalah sebuah jaringan wireless yang memiliki sifat dinamis dan juga spontan [1]. Setiap mobile host dalam MANET bebas untuk bergerak ke segala arah. Di dalam jaringan MANET terdapat dua node (mobile host) atau lebih yang dapat berkomunikasi dengan node lainnya namun masih berada dalam jangkauan node tersebut. Selain itu, node juga dapat berfungsi sebagai penghubung antara node yang satu dengan node yang lainnya. Jaringan MANET berkomunikasi secara peer to peer menggunakan routing dengan cara multihop. Informasi dari node awal yang akan dikirimkan terlebih dahulu disimpan, dan selanjutnya diteruskan ke node tujuan melalui perantara.

Beberapa karakteristik topologi dari jaringan ini adalah:

1. Dinamis, artinya setiap node dapat bergerak bebas, dan tidak dapat diprediksi.

2. Scalability, artinya MANET bersifat tidak tetap atau jumlah node berbeda di tiap daerah, dan MANET juga memiliki tingkat keamanan fisik yang terbatas jika dibandingkan dengan jaringan kabel.

(a) Perangkat heterogen (b) Perangkat homogen Gambar 2.1 Contoh perangkat MANET [5]


(24)

Jenis MANET (ditunjukkan pada Gambar 2.1) dibagi menjadi 2 jenis berdasar topologi pada peralatan yang bisa digunakan, yaitu [5]:

1. Perangkat Heterogen, yaitu topologi jaringan MANET dengan perangkat yang berbeda-beda.

2. Perangkat Homogen yang terdiri dari 1 jenis perangkat pada topologi jaringannya.

Karakteristik jaringan ad hoc yang dinamis membuat jaringan ini dapat diaplikasikan di berbagai tempat [2]. Selain itu tidak diperlukan adanya infrastruktur, sehingga membuat jaringan ini dapat dibentuk dalam situasi apapun. Beberapa contoh aplikasi jaringan ad hoc adalah untuk operasi militer, keperluan komersial, dan untuk membuat personal area network.

Pada operasi militer, jaringan ad hoc digunakan untuk mempermudah akses informasi antar personil militer. Jaringan ini juga dapat digunakan pada situasi yang sifatnya darurat misalnya banjir atau gempa bumi, atau dapat juga digunakan untuk sebuah acara seperti konser musik. Untuk jarak yang pendek atau kurang dari 10 meter, komunikasi secara ad hoc dapat terjalin pada berbagai macam perangkat seperti telepon seluler dan laptop. Contoh jaringan ad hoc ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2 Contoh jaringan ad-hoc 3 node [6]

II.2 IEEE 802.11 Wireless LAN Standard

Institute of Electrical and Electronics Engineers (IEEE) 802.11 merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa perangkat untuk berkomunikasi secara wireless [1]. Frekuensi kerja IEEE ini pada 2.4 GHz dan


(25)

maksimum data rate sebesar 11 Mbit/s. IEEE 802.11 adalah standar yang digunakan dalam komunikasi wireless, dan merupakan standar yang digunakan pada konfigurasi point-to-multi point. Salah satu kekurangan wireless LAN adalah tidak mempunyai kemampuan untuk sensing ketika sedang mengirim data, sehingga kemungkinan untuk terjadi collision atau tabrakan sangat besar.

Gambar 2.3 IEEE 802.11 Layer model [1].

Struktur IEEE 802.11 yang ditunjukkan pada Gambar 2.3 terdapat 7 Layer. Layer 1 adalah physical. Layer 2 dibagi menjadi 2 bagian yaitu Media Access Control (MAC), dan Link Layer Control (LLC) [1]. Kedua bagian ini menjalankan fungsi layer 2 yaitu melakukan proses error control dan flow control. Layer 3 sampai 7 terdapat Upper Layer Protocol.

II.3 Ad hoc Routing Protocol

Jaringan Mobile ad hoc merupakan suatu jaringan wireless yang memiliki karakteristik yang dinamis [6]. Node dalam jaringan tersebut dapat saling berkomunikasi satu sama lain, dikarenakan masing-masing node memiliki kemampuan routing sehingga dapat mengirim data ke tujuan melalui node lain. Dengan demikian masing-masing node bertindak sebagai router. Oleh karena


(26)

setiap node bertindak sebagai router maka diperlukan suatu protokol untuk keperluan routing.

Kualitas dasar protokol routing pada jaringan ad hoc adalah bahwa protokol tersebut harus mampu beradaptasi secara dinamis terhadap perubahan topologi jaringan. Hal ini diimplementasikan dengan terknik perencanaan untuk menelusuri perubahan topologi jaringan dan menemukan rute yang baru ketika rute yang lama telah expired atau hilang.

Berdasarkan konsep routing dan beberapa pertimbangan untuk kondisi jaringan MANET, routing protocol dibagi menjadi tiga kategori seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 [6], yaitu :

1. Table Driven Routing Protocol (Proactive Routing Protocol) 2. On Demand Routing Protocol (Reactive Routing Protocol) 3. Hybrid Routing Protocol

Gambar 2.4 Kategori Ad hoc Routing Protocol [6]

Pada kategori on demand routing protocol (reactive routing protocol), proses pencarian rute hanya akan dilakukan ketika komunikasi dibutuhkan antara node sumber dengan node tujuan. Jadi routing table yang dimiliki oleh sebuah node berisi informasi rute ke node tujuan saja. Contohnya adalah Dynamic Source Routing (DSR), Ad hoc On-demand Distance Vector (AODV), Temporally Ordered Routing Algorithm (TORA), Associativy Based Routing (ABR), dan Signal Stability Routing (SSR).


(27)

Sedangkan pada kategori table driven routing protocol (proactive routing protocol), masing-masing node akan memiliki routing table yang lengkap dalam artian sebuah node akan mengetahui semua rute ke node lain yang berada dalam jaringan tersebut. Setiap node akan melakukan update routing table yang dimilikinya secara periodik, sehingga perubahan topologi jaringan dapat diketahui setiap interval waktu tersebut. Hal ini bertujuan untuk menjaga konsistensi, dan informasi perutean setiap pasangan node dalam jaringan MANET. Propagasi rute diperbaharui setiap interval waktu yang tetap. Contoh : Destination Sequenced Distance Vector (DSDV), Cluster Switch Gateway Routing (CSGR), Wireless Routing Protocol (WRP), Optimized Link State Routing (OLSR).

Kategori ketiga yaitu, hybrid routing protocol yang mengkombinasikan antara kedua tipe routingprotocol (proaktif dan reaktif), contoh dari routing protocol ini adalah Zone Routing Protocol (ZRP) . Konsep jaringan hybrid adalah gabungan dari jaringan infrastruktur dan MANET . Disatu sisi ada jaringan dengan infrastruktur dan disisi lain terdapat node yang dapat bergerak bebas (mobile node) dengan fasilitas routing. Hal ini memungkinkan rute multi-hop antara mobile node dengan base station, dan menyebabkan ruang lingkup area dari base station menjadi lebih luas. Ide jaringan hybrid adalah untuk efisiensi dari jaringan infrastruktur yang ada, untuk memperluas area dari base station dan mengurangi konsumsi daya listrik.

II.3.1 Destination Sequence Distance Vector

Destination Sequence Distance Vector (DSDV) termasuk dalam kategori table driven routing protocol dalam jaringan Mobile Ad hoc [2]. DSDV menggunakan metode routing distance vector yang dilengkapi dengan adanya sequence number. Dengan metode distance vector, memungkinkan setiap node dalam jaringan untuk dapat bertukar tabel routing melalui node tetangganya, namun salah satu kekurangan dari metode ini adalah dapat mengakibatkan terjadinya looping dalam jaringan sehingga digunakanlah suatu sequenced number tertentu untuk mencegah terjadinya looping.


(28)

setiap node dalam jaringan tersebut. Sequence number akan dihasilkan ssetiap kali akan mengirim pesan, dengan demikian maka sequence number akan dihasilkan jika terjadi perubahan dalam jaringan. Hal ini dapat disebabkan karena :

1. Update secara periodik oleh masing-masing node di mana setiap node akan mengirimkan pesan secara periodik.

2. Jika terdapat triggered update seperti ada node datang atau pergi sehingga node tetangga akan mengirimkan pesan ditandai dengan nilai sequnce number yang baru.

Dengan metode routing DSDV, setiap node memelihara sebuah tabel forwarding dan menyebarkan tabel routing ke node tetangganya. Tabel routing tersebut memuat informasi sebagai berikut :

1. Alamat node tujuan (berupa MAC Address)

2. Jumlah hop yang diperlukan untuk mencapai node tujuan

3. Sequence number dari informasi yang diterima. Sequence number tersebut berasal dari node tujuan.

Tabel routing akan diperbaharui secara periodik dengan tujuan untuk menyesuaikan jika terjadi perubahan topologi jaringan (ada node yang bergerak atau berpindah tempat), dan untuk memelihara konsistensi dari tabel routing yang sudah ada. Sequence number yang baru akan dihasilkan oleh setiap node jika terjadi pembaharuan tabel routing.

Jika tabel routing sudah diperbaharui maka akan dipilih rute untuk mencapai node tujuan dengan kriteria sebagai berikut :

1. Tabel routing dengan nilai sequence number yang terbaru akan terpilih. Sequence number terbaru ditandai dengan nilai sequence number yang lebih besar dari yang sebelumnya

2. Jika dihasilkan sequence number yang sama maka dilihat nilai metric-nya, dan nilai metric yang paling kecil akan dipilih.

Setiap node akan mempunyai sebuah forwarding table yang berisi informasi pada table routing dan informasi lain seperti install time. Install time akan berisi interval waktu yang diperlukan untuk mendapatkan tabel routing dari node tujuan. Jika install time bernilai besar, maka hal tersebut mengindikasikan adanya link


(29)

yang terputus antara node asal dan node tujuan. Install time dijadikan dasar keputusan untuk menghapus rute tertentu yang terputus dengan node asal. Dengan penggunaan DSDV maka penghapusan suatu rute tersebut akan jarang sekali dilakukan namun install time tetap digunakan untuk memonitor rute-rute yang terputus dengan node asal, dan mengambil langkah yang diperlukan bila hal tersebut terjadi.

Link yang terputus akan ditandai dengan nilai metric yang tak berhingga, dan node asal akan mengeluarkan sequenced number ganjil untuk node tujuan tersebut. Sequenced number yang ganjil tersebut akan disebarkan ke node-node lain sehingga semua node dalam jaringan tersebut mengetahui bahwa ada link yang terputus untuk node tujuan dengan sequenced number ganjil tersebut.

Looping dalam jaringan DSDV dapat dihindari dengan penggunaan sequence number, di mana setiap node untuk setiap perubahan dalam jaringan akan menghasilkan sequenced number baru. Jadi node lain akan mengetahui kejadian yang baru terjadi melalui nilai sequence number. Makin besar nilai sequence number maka pesan yang diterima semakin baru. Sequence number yang lebih kecil menandakan bahwa kejadian tersebut sudah tidak up to date sehingga akan diganti.

Gambar 2.5 merupakan contoh jaringan MANET sebelum dan setelah terjadi pergerakan node. Tabel 2.1 merupakan tabel routing yang dihasilkan oleh node H6 sebelum terjadi pergerakan node. Metode routing DSDV memiliki sifat setiap node yang berada dalam jaringan akan memelihara sebuah tabel forwarding dan menyebarkan tabel routing ke node tetangganya [7]. Tabel routing tersebut memuat informasi sebagai berikut :

1. Alamat node tujuan (berupa MAC address).

2. Jumlah hop yang diperlukan untuk mencapai node tujuan. 3. Sequenced number.


(30)

Gambar 2.5 Contoh jaringan ad hoc sebelum dan setelah terjadi pergerakan node [2].

Tabel 2.1 Tabel routing node H6 sebelum terjadi perpindahan node [2].

Gambar 2.6 sampai Gambar 2.8 menunjukkan prosedur pengiriman paket routing pada DSDV [2]. Gambar 2.5 memperlihatkan node H4 ingin mengirim paket ke node H5. Node H4 mengecek tabel routing untuk menentukan node H6 merupakan node berikutnya untuk routing paket ke node H5. Node H4 kemudian mengirim paket ke node H6.


(31)

Gambar 2.6 Node H4 mengirim paket ke node H6 [2].

Gambar 2.7 memperlihatkan node H6 mengecek tabel routing yang dimilikinya untuk menentukan node H7 merupakan node berikutnya untuk pengiriman paket dari node H4 ke node H5.

Gambar 2.7 Node H6 mengecek tabel routing [2].

Gambar 2.8 memperlihatkan node H6 meneruskan paket ke node H7. Prosedur rute paket tersebut diulang sepanjang jalan sampai paket node H4 ahkirnya tiba ke node tujuan H5.


(32)

Gambar 2.8 Node H6 meneruskan paket ke node H7 [2].

Pada Tabel 2.2 menunjukkan tabel routing yang dimiliki node H7. Node H7 kemudian melakukan update packet ke node tetangganya, karena beberapa node dalam topologi jaringan melakukan pergerakan atau berpindah tempat seperti node H1, node H3, dan node H5 (lihat Gambar 2.6) [2].

Tabel 2.2 Tabel routing node H7 (update packet) [2].

Tabel 2.3 memperlihatkan tabel routing yang dimiliki oleh node H6

sebelum node H7 mengirimkan update packet ke tetangganya.


(33)

Ketika node H6 menerima update packet dari node H7, node H6 akan memeriksa informasi tabel routing yang dimilikinya. Jika ada nilai sequence number yang lebih besar nomer urutannya maka akan dimasukkan dalam tabel routing [2]. Sequence number S516_H1 pada dest H1 Tabel 2.2 nilainya lebih besar dibandingkan dengan di Tabel 2.3, maka nilai sequence number tersebut dimasukkan dalam tabel routing node H6. Hal ini terlepas nilai metric lebih besar ataupun kecil. Jika ada rute dengan nilai sequence number sama, maka rute dengan nilai metric yang lebih kecil dimasukkan dalam tabel routing. Dest H5 pada Tabel 2.2 dengan Tabel 2.3 yang memiliki sequence number yang sama yaitu S502_H5, namun pada Tabel 2.3 nilai metric lebih kecil. Tabel 2.4 merupakan tabel routing yang dimiliki node H6 setelah menerima update packet dari node H7.

Tabel 2.4 Tabel routing node H6 setelah dilakukan update tabel routing [2].

Tabel 2.5 merupakan tabel routing yang dimiliki node H7 setelah mendeteksi jalur dengan node H1 putus. (Diasumsikan pada Gambar 2.2 jalur antara node H1 dan H7 putus) [3]. Node H7 mendeteksi jalur dengana node H1 putus, kemudian menyiarkan update packet ke node tetangga (node H6).

Tabel 2.5 Tabel routing node H7 (update packet) [2].

Tabel 2.6 merupakan tabel routing yang dimiliki oleh node H6 sebelum


(34)

Tabel 2.6 Tabel routing node H6 [2].

Ketika node H6 menerima update packet dari node H7, node H6 kemudian melakukan update tabel routing yang dimilikinya dengan informasi update packet dari node H7. Node H6 melakukan update dest H1 Sequence number S517_H1 dan nilai metric ∞. Nilai metric ∞ menjelaskan link dari H1 putus. Tabel routing node H6 setelah dilakukan update dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Tabel routing node H6 (update packet) [2].

Looping dalam jaringan DSDV dapat dihindari dengan penggunaan sequence number, jika terjadi perubahan dalam jaringan setiap node akan menghasilkan sequenced number baru [2]. Node lainnya akan mengetahui kejadian yang baru terjadi melalui nilai sequence number. Makin besar nilai sequence number maka pesan yang diterima semakin baru. Sequence number yang lebih kecil menandakan bahwa kejadian tersebut sudah tidak up to date sehingga akan diganti.

II.3.2 Optimized Link Stated Routing

Optimized Link Stated Routing (OLSR) adalah routing protocol proaktif, yang mewarisi kestabilan algoritma link state dan rute segera tersedia ketika


(35)

diperlukan. OLSR merupakan optimalisasi dari link state klasik, optimalisasi ini berdasarkan pada konsep multipoint relays (MPR) [8]. OLSR menyediakan dua fungsi utama yaitu :

1. Neighbor Discovery

Neighbor Discovery berfungsi untuk mendeteksi node tetangga yang memiliki hubungan langsung. Setiap node pada protokol OLSR selalu tukar-menukar informasi topologi dengan node tetangga dalam MANET [9]. Pada awalnya, setiap node mengirimkan hello message secara broadcast untuk mengetahui keberadaan node tetangganya yang berada dalam jangkauan node yang mengirimkan hello message tersebut.

0

3

2 1

4 Hello Massage

Hello Massage

Hello Massage Hello Massage

Hello Massage Hello Massage

Hello Massage (0,100)

(50,160)

(120,280)

(200,420)

(280,450)

Gambar 2.9 Pengiriman hello message tiap node [1].

Pengiriman hello message dikrim setiap tenggang waktu yang telah ditetapkan yang disebut dengan HELLO_INTERVAL. Hello messsage berfungsi agar setiap node dapat memperoleh informasi mengenai node tetangga yang berada dalam wilayah cakupan yang berjarak 1 hingga 2 hop [1]. Fungsi lain dari hello mesasge adalah memilih node tetangga sebagai Multipoint Relay (MPR). Gambar 2.9 memperlihatkan setiap node mengirim paket hello message.

Perubahan topologi mengakibatkan luapan informasi (flooding) terhadap seluruh node yang berada di dalam jaringan. Gambar 2.10 A memperlihatkan


(36)

flooding biasa, seluruh node dapat meneruskan pesan yang diterimanya. Hal ini dapat menyebabkan sebuah node menerima pesan yang sama secara berulang- ulang sehingga node dapat menerima 2 pesan yang sama dari 2 node tetangganya [1]. Pada Gambar 2.10 B flooding MPR, sebuah node hanya akan menerima 1 pesan dari node tetangganya.

Gambar 2.10 Teknik flooding, (A) flooding biasa (B) flooding MPR [1]

MPR adalah teknik untuk mengurangi jumlah overhead dalam jaringan [12]. Tujuan utama dari MPR yaitu mengurangi luapan atau flooding pada broadcast message dengan cara memilih beberapa node untuk bertindak sebagai MPR, sehingga hanya node yang bertindak sebagai MPR saja yang dapat meneruskan paket kontrol yang diterima. Teknik ini juga dapat digunakan protokol untuk menyediakan rute terpendek. Pemilihan MPR dapat menggunakan algoritma MPR yang memiliki 4 tahap, yaitu [1] :

1. Menentukan node awal yang akan memilih MPR yang berjarak 1 hop dan yang berjarak 2 hop.

2. Melakukan perhitungan dengan rumus D(x,y), dimana y adalah seluruh anggota dari N(x).

MPR : D (x,y) = N(y) – (x) – N(x) (2.1)

dengan D(x,y) adalah node tetangga yang berjarak 1 hop dari node x (node y adalah bagian dari N(x)). N(y) adalah node tetangga yang berjarak 1 hop dari node N(x). (x) adalah node yang memilih MPR. N(x) adalah node tetangga yang berjarak 1 hop dari node x (hanya berisi tetangga yang bersifat symmetric).

3. Memilih MPR sementara yang terdapat didalam N(x) yang dapat mencapai node yang berjarak 2 hop yang hanya memiliki 1 jalur untuk mencapainya.


(37)

4. Jika masih ada node lain di dalam N2(x) yang masih dapat dijangkau oleh MPR(x), maka jumlah node yang belum terjangkau langsung oleh MPR(x) dan terjangkau langsung oleh N(x) dihitung. Apabila jumlah angkanya ada yang sama, maka dipilih salah satu yang memiliki jumlah terbanyak dipilih. MPR(x) adalah multipoint relay set dari node x yang menggunakan algoritma ini. N2(x) adalah node tetangga yang berjarak 2 hop dari node x (hanya berisi tetangga yang bersifat symmetric).

0

3

2 1

4 (0,100)

(50,160)

(120,280)

(200,420)

(280,450)

Gambar 2.11 Contoh skenario penggunaan algoritma MPR [1]

Gambar 2.11 merupakan contoh skenario penggunaan algoritma MPR. Hal pertama yang dilakukan dalam algoritma MPR adalah memilih N(x) dan N2(x). Node 0 dipilih sebagai node acuan maka N(0) = {1,3} dan N2(0)= {2,4}. Pada tahap kedua dapat dilakukan perhitungan D(x,y), dengan y merupakan tetangga dari node 0, maka

D(0,1) = N(1) – {0} – N(0)

= {0,2,3,4} – {0} – {1,3} = {2,4} D(0,3) = N(3) – {0} – N(0)

= {0,1,4} – {0} – {1,3} = {4}

Langkah berikutnya, memilih MPR(0) yang hanya dapat menjangkau tetangganya yang berjarak 2 hop dengan ditempuh oleh 1 jalur saja. Dari Gambar 2.7 yang memenuhi adalah node 1 dan 3, karena node 2 hanya dapat dijangkau oleh node 1 dan node 4 hanya dapat dijangkau oleh node 1 dan node 3. Nilai


(38)

MPR(0) sementara adalah {1,3}. Pada tahap keempat dilakukan lagi pengecekan pada pemilihan MPR(0), mungkin masih ada yang dapat dipilih sebagai MPR. Node 1 yang paling banyak menjangkau tetangganya yang berjarak 2 hop jika dibandingkan dengan node 3, sehingga yang dipilih menjadi MPR hanya node 1.

Setelah melakukan pengiriman hello message dan pemilihan MPR langkah selanjutnya melakukan perhitungan jarak terpendek dari jumlah hop pada setiap tabel routing yang didapat [1]. Tabel 2.8 memperlihatkan contoh tabel routing yang dimiliki node 0.

Tabel 2.8 Contoh tabel routing dari node 0 [1].

Destination Next Distance

1 1 1

2 1 2

3 3 1

4 3 2

Kolom pertama pada Tabel 2.8 contoh tabel routing node 0 diisi dengan node tetangga yang berjarak 1 hingga 2 hop dari node asal (node 0), kolom dua diisi dengan node tetangga yang berjarak 1 hop yang akan dilalui oleh node sumber menuju node tujuan, dan kolom ketiga diisi dengan jumlah hop yang dilalui dari node asal ke node tujuan.

Pencarian rute tersebut dilakukan untuk pengiriman data dengan jarak terpendek [9]. Perhitungan jarak terpendek tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan algoritma Dijkstra. Pencarian jarak terpendek dapat menghasilkan tabel routing yang berisi tentang informasi jalur terpendek setiap node, informasi tersebut akan disimpan oleh setiap node dan akan langsung di perbarui jika terjadi perubahan topologi.

2. Topology Dissemination

Setiap node dalam jaringan mempertahankan informasi topologi jarigan yang diperoleh melalui messages TC (topology control) [10]. Messages TC dikirim secara broadcast ke seluruh jaringan. Kegunaan pesan TC yaitu untuk


(39)

menyebarkan informasi tentang node tetangga yang telah ditetapkan sebagai MPR. Pesan TC disebarkan secara periodik dan hanya node yang bertindak sebagai MPR yang dapat meneruskan pesan TC. Dengan demikian, sebuah node dapat dijangkau baik secara langsung atau melalui node MPR [1]. Hello message dan message TC diperbarui secara periodik, dan memungkinkan setiap node unruk menghitung jalur ke semua node dalam jaringan. Jalur-jalur ini dihitung dengan algoritma jalur terpendek Djikstra.

II.3.3 Perbandingan antara Distance Vector dengan Link State

Perbandingan antar distance vector dengan link state ditunjukkan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9 Perbandingan Distance Vector dengan Link State

Distance Vector Link State

- Tabel routing distance vector berisi informasi Destination dan next hop. - Informasi tabel routing ini hanya

dimiliki oleh node tetangganya. - Menggunakan algoritma

Bellman-Ford

o Pembentukan tabel routing dengan cara pertukaran informasi hanya oleh masing-masing node yang

- Tabel routing link state adalah interface dan daftar rute yang berisi informasi Destination, next hop, dan Distance.

- Setiap node memiliki informasi tabel routing. - Menggunakan algoritma

Dijkstra atau SPF.

o Pembentukan tabel routing dimulai dengan pengiriman paket link state advertisement (LSA)


(40)

terhubung.

- Melakukan update secara berkala atau periodik.

- Mengirimkan salinan dari tabel routing kepada node tetangganya.

dari masing-masing node, dan dikumpulkan dalam suatu database.

o Langkah selanjutnya informasi yang terkumpul akan diolah dengan algoritma SPF (short path first).

o Algoritma SPF ini menghasilkan short path first tree, untuk kemudian dibentuk menjadi daftar isi tabel routing.

- Update tabel routing bila ada perubahan saja.

- Mengirimkan update tabel routing ke semua node.

Berdasarkan Tabel 2.9, protocol link-state membutuhkan proses data dan memori yang lebih banyak daripada protocol distance vector. Hal tersebut dapat dilihat dari proses pembentukan tabel routing dan isi dari tabel routing. Link-state membutuhkan memori dan proses data yang lebih banyak untuk menangani semua informasi dari database, pohon topologi, dan table routing, daripada distance vector. Komputasi pada proses pembentukan tabel routing link state berpengaruh pada kebutuhan memori , konsumsi bandwidth, dan membutuhkan konsumsi energy yang lebih besar dibandingkan dengan distance vector.

II.4 Parameter Kinerja 1. Energy Model

Energy model di dalam NS2 merupakan sebuah attribut pada sebuah node, yang mewakili tingkat energi pada sejumlah mobile host [4]. Pada awal simulasi,


(41)

energy dalam sebuah node memiliki nilai awal yang merupakan tingkat energy pada node itu sendiri yang dikenal sebagai initialEnergy_. Node juga menggunakan energy pada saat mengirimkan paket (txPower_), dan saat menerima paket (rxPower_). Energy model dapat digunakan untuk menghitung nilai energy pada waktu yang berbeda. Konsumsi energy node setelah waktu t dihitung sebagai berikut[8]:

E c(t) = Nt * α * Nr *β [4]

E c(t) adalah energy yang dikonsumsi oleh sebuah node; Nt adalah jumlah

paket yang dikirimkan oleh node setelah waktu I; Nr adalah jumlah paket diterima

oleh node setelah waktu t; α dan β adalah konstan faktor memiliki nilai antara 0 dan 1. Maka dengan menggunakan rumus tersebut, penggunaan konsumsi energy dapat diketahui.

2. Jumlahhop

Jumlah hop routing adalah jumlah perangkat perantara jaringan antara node asal ke node tujuan. Menghitung hop routing mengacu pada efisiensi dalam pengiriman paket data ke node tujuan.

II.5 Internet Protocol

Internet Protocol (IP) adalah protocol lapisan jaringan atau protocol lapisan internetwork yang digunakan oleh protocol TCP/IP untuk melakukan pengalamatan, dan routing paket data antar host-host di jaringan komputer berbasis TCP/IP [2].

Sebuah paket IP akan membawa data aktual yang dikirimkan melalui jaringan dari satu titik ke titik lainnya. IP menggunakan metode connectionless yang berarti tidak perlu membuat dan memelihara sebuah sesi koneksi. Selain itu, protocol ini juga tidak menjamin penyampaian data, tapi hal ini diserahkan kepada protocol pada lapisan yang lebih tinggi, yakni protocol (TCP). Gambar 2.12 menunjukan datagram IP.


(42)

Gambar 2.12 Datagram IP [2] 1. Version (VER)

Menunjukkan versi IP. 2. IHL (Internet Header Length)

Digunakan untuk mengindikasikan ukuran header IP. 3. Type of Service

Field ini digunakan untuk menentukan kualitas transmisi dari sebuah datagram IP.

4. Total Length

Merupakan panjang total dari datagram IP, yang mencakup header IP dan muatannya.

5. Identification

Digunakan untuk mengidentifikasikan sebuah paket IP tertentu yang dikirimkan antara node sumber dan node tujuan.

6. Flags

Berisi dua buah flag yang berisi apakah sebuah datagram IP mengalami fragmentasi atau tidak.

7. Fragmentation offset

Digunakan untuk mengidentifikasikan offset di mana fragmen yang bersangkutan dimulai, dihitung dari permulaan muatan IP yang belum dipecah.


(43)

8. Time to Live

Digunakan untuk mengidentifikasikan berapa banyak saluran jaringan di mana sebuah datagram IP dapat berjalan-jalan sebelum sebuah router mengabaikan datagram tersebut.

9. Protocol

Digunakan untuk mengidentifikasikan jenis protokol lapisan yang lebih tinggi yang dikandung oleh muatan IP.

10.Header Checksum

Digunakan untuk proses error connection. 11.Source address

Menunjukkan alamat IP dari pengirim. 12.Destination address

Menunjukkan alamat IP dari penerima.

Tabel 2.10 Susunan Type of Service [4]

Bit ke 0-2 indikasi prioritas 000 = normal, 111 = prioritas tinggi

Bit ke 3 Indikasi delay 0 = normal,

1 = low

Bit ke 4 Indikasi throughput 0 = normal,

1 = high

Bit ke 5 Indikasi reliability 0 = normal, 1 = high

Bit ke 6-7 Reserved 0

II.6 Transmission Control Protocol

Transmission Control Protocol (TCP) merupakan protocol host to host yang sangat reliable dalam jaringan komunikasi yang menggunakan paket swicthing [2]. TCP bertanggungjawab terhadap reliable, flow control,dan error correction. TCP adalah protocol yang bersifat connection-oriented. TCP


(44)

digunakan pada saat ingin mengirimkan data sampai ke tujuan sesuai dengan data yang dikirimkan oleh sumber. Data yang dikirim ditambah dengan header TCP yang berisi alamat sumber dan tujuan. Format header TCP ditunjukkan pada Gambar 2.13.

Gambar 2.13 Format header TCP [2]

Field pada Gambar 2.13 dapat dijelaskan melalui uraian-uraian berikut ini: 1. Source Port (16 bit)

Nomor port terminal asal 2. Destination Port (16 bit)

Nomor port terminal tujuan 3. Sequence Number (32 bit)

Menunjukkan posisi data byte pertama di dalam segmen. 4. Acknowledge Number (32 bit)

ACK akan dikirimkan oleh penerima bila telah menerima data yang dikirimkan oleh pengirim.

5. Data Offset (4 bit)

Data offset menunjukkan di mana data dimulai. 6. Reserved (6 bit)


(45)

7. Controls Bits (6 bit)

Fungsi kontrol, digunakan untuk set up dan memutuskan session. Dari kiri ke kanan :

a) URG : Urgent pointer b) ACK : Acknowledment c) PSH : Push function d) RST : Reset the connection

e) SYN : Synchronize sequence number f) FIN : No more data from sender 8. Window (16 bit)

Menunjukkan pada pengirim berapa besar data yang bisa diterima oleh penerima.

9. Checksum (16 bit)

Cyclic Redundancy Check (CRC) memeriksa field header dan data. 10. Urgent Pointer (16 bit)

Menunjukkan pada penerima bahwa data yang dikirim telah selesai. 11. Options (variabel)

Options yang paling sering digunakan adalah maximum segment size (MSS) options, various flow control dan congestion control techniques. 12. Padding (variabel)

13. Data (variabel)

II.7 User Datagram Protocol

User Datagram Protocol (UDP) adalah salah satu protocol pada lapisan transport TCP/IP yang mendukung komunikasi unreliable, dan connectionless antara host dalam jaringan yang menggunakan TCP/IP [3].

Karakteristik UDP yaitu:

1. Connectionless: pesan UDP akan dikirimkan tanpa proses negosiasi antara dua host yang hendak bertukar informasi.

2. Unreliable: pesan UDP akan dikirimkan sebagai datagram tanpa adanya nomor urut.


(46)

3. UDP menyediakan mekanisme untuk mengirim pesan-pesan ke sebuah protocol lapisan aplikasi atau proses tertentu di dalam sebuah host dalam jaringan yang menggunakan TCP/IP.

4. UDP menyediakan penghitungan checksum berukuran 16-bit terhadap keseluruhan pesan UDP.

Gambar 2.14 Format header UDP [3]

Field pada Gambar 2.14 dapat dijelaskan melalui uraian – uraian sebagai berikut : a. Source Port (16 bit)

Digunakan untuk mengidentifikasi sumber protocol lapisan aplikasi yang mengirim pesan UDP yang bersangkutan.

b. Destination Port (16 bit)

Digunakan untuk mengidentifikasi tujuan protocol lapisan aplikasi yang menjadi tujuan UDP yang bersangkutan.

c. Length (16 bit)

Digunakan untuk mengindikasi panjang pesan UDP (pesan UDP ditambah dengan header UDP) dalam satu byte.

d. Checksum (16 bit)

Berisi informasi pengecekan intergritas dari pesan UDP yang dikirimkan (header UDP dan pesan UDP).

II.8 Network Simulator

Network Simulator (NS) adalah suatu program perangkat lunak interpreter yang object-oriented, dan discrete event-drivent yang dikembangkan oleh University of Californoa Berkeley, dan USC ISI sebagai bagian dari projek Virtual Internet Testbed (VINT) [11]. NS menjadi salah satu tool yang sangat berguna untuk menunjukan simulasi jaringan melibatkan Local Area Network (LAN) dan


(47)

Wide Area Network (WAN). Fungsi dari tool ini juga telah dikembangkan untuk jaringan nirkabel (wireless), dan jaringan ad hoc.

Ada beberapa keuntungan menggunakan NS sebagai perangkat lunak simulasi pembantu analisi dalam riset, antara lain adalah NS dilengkapi dengan tool validasi yang digunakan untuk menguji kebenaran pemodelan yang ada pada NS. Pemodelan media, protocol, dan komponen jaringan yang lengkap dengan perilaku trafiknya sudah disediakan pada library NS.

NS juga bersifat open source di bawah Gnu Public License (GPL), sehingga NS dapat dengan cara download, dan digunakan secara gratis. Sifat open source juga mengakibatkan pengembangan NS menjadi lebih dinamis.

II.8.1 Arsitektur Dasar

NS terdiri dari 2 bahasa utama yaitu C++ dan Object Oriented Tool Command Language (Otcl) [11]. Apabila C++ mendefinisikan mekanisme internal dari objek simulasi, maka Otcl menyusun simulasi dengan mengumpulkan, dan mengatur objek. C++ dan Otcl terhubung oleh TclCl. Arsitektur dasar dari NS dapat diperlihatkan seperti Gambar 2.15.

Gambar 2.15 Arsitekstur Dasar NS [11]

Gambar 2.15 menunjukkan bahwa NS 2 menginterpretasikan script simulasi yang ditulis dengan Tcl. Seorang user harus mengeset komponen-komponen (seperti objek penjadwalan event, library komponen jaringan, dan library modul setup) pada lingkungan simulasi.

User menuliskan simulasinya dengan script OTcl, dan menggunakan komponen jaringan untuk melengkapi simulasinya. Jika user memerlukan


(48)

komponen jaringan baru, maka user dengan bebas untuk menambahkan dan mengintegrasikan pada simulasinya atau pada NS 2. Sebagian dari NS 2 ditulis dalam Bahasa C++ dengan alasan bahasa pemrograman tersebut lebih efisien karena sudah banyak di kenal [11]. Jalur data (data path), ditulis dalam Bahasa C++, dipisahkan dari jalur kontrol (control path), ditulis dalam Bahasa OTcl. Objek jalur data dikompilasi dan kemudian interpreter OTcl melalui OTcl linkage (tclcl) yang memetakan metode dan variabel pada C++ menjadi objek dan variabel pada OTcl. Objek C++ dikontrol oleh objek OTcl. Hal ini memungkinkan untuk menambahkan metode dan variabel kepada C++ yang dihubungkan dengan objek OTcl. Hirarki linked class pada C++ memiliki korespondansi dengan OTcl, hal ini dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Skema NS2 [11]

Gambar 2.17 Tampilan NAM Console [7]

Setelah dilakukan percobaan simulasi, output dari simulasi NS2 berupa text-based dan animation-based. Untuk menginterpretasi hasil output secara grafis dan interaktif, dapat menggunakan sebuah tool seperti Network Animation (NAM) yang ditunjukkan pada Gambar 2.19 dan Xgraph ditunjukkan pada Gambar 2.18. Untuk melakukan analisa tingkah laku dari jaringan, user dapat mengekstrak


(49)

bagian yang relevan dari hasil yang text-based dan mengubahnya ke bentuk yang dapat dipahami.

Gambar 2.18 Tampilan Xgraph [11]


(50)

II.8.2 Fungsi NS

Beberapa fungsi yang tersedia pada NS-2 adalah untuk jaringan kabel, tanpa kabel, tracing dan visualisasi. Untuk lebih jelasnya berikut ini merupakan fungsi dari NS [11]:

 Mendukung jaringan dengan kabel

- Routing protocol Distance Vector, Link State - Protocol Transport : TCP, UDP

- Sumber trafik : web, ftp, telnet, cbr, real audio - Tipe antrian yang berbeda : drop tail, RED

- Quality of Service (QoS) : Integrated Services dan Differentiated Services.

- Emulation

 Mendukung jaringan tanpa kabel (wireless)

- Routing protocol ad hoc : AODV, DSR, DSDV, TORA ; Jaringan hybrid; mobile IP; Satelit; Senso-MAC; Model propagansi; two-raay ground, free space.

Tracing  Visualisasi

- Network Animation (NAM) - TraceGraph


(51)

34

BAB III

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN SISTEM

III.1. Parameter Simulasi

Pada penelitian ini, penulis menentukan parameter-parameter jaringan yang akan digunakan. Parameter-parameter ini bersifat konstan dan akan digunakan pada setiap pengujian yang dilakukan. Pada Tabel 3.1 dicantumkan parameter simulasi untuk routing protocol DSDV, dan Tabel 3.2 menunjukkan parameter simulasi untuk routing protocol OLSR.

Tabel 3.1 Parameter-parameter simulasi untuk routing protocol DSDV.

Parameter Nilai

Tipe Kanal Wireless Channel

Model Propagasi Two Ray Ground

Tipe Network Interface Wireless

Tipe MAC IEEE 802.11

Tipe Antrian Drop Tail

Model Antena Omni Directional

Maks. Paket dalam Antrian 50

Protokol Routing DSDV

Dimensi Topografi X 500 Dimensi Topografi Y 500 Waktu Simulasi Berhenti 200

Energy Model “Energy Model”

Dalam simulasi ini, pembuatan jaringan pertama dengan tingkat kepadatan jaringan rendah dengan 10 node dengan posisi random, kemudian 25 node, dan 50 node, dengan perintah : ./setdest –v (versi) –n (jumlah node) –p (waktu

pause) –s (kecepatan) –t (waktu simulasi) –x (panjang area) > (File output). Cbrgen

merupakan sebuah tool yang telah disediakan oleh NS 2 untuk membuat sebuah koneksi secara otomatis, dan node dapat terkoneksi secara random.


(52)

Tabel 3.2 Parameter-parameter simulasi untuk routing protocol OLSR.

Parameter Nilai

Tipe Kanal Wireless Channel

Model Propagasi Two Ray Ground

Tipe Network Interface Wireless

Tipe MAC IEEE 802.11

Tipe Antrian Drop Tail

Model Antena Omni Directional

Maks. Paket dalam Antrian 50

Protokol Routing OLSR

Dimensi Topografi X 500 Dimensi Topografi Y 500 Waktu Simulasi Berhenti 200

Energy Model “Energy Model”

Langkah selanjutnya adalah menjalankan simulasi pada network simulator 2. Simulasi pada NS dapat dilakukan dengan mengetik perintah ns run pada cygwin. Simulasi ini akan menghasilkan output berupa trace file dan NAM file. Trace file merupakan pencatatan seluruh event yang terjadi pada sebuah simulasi yang dibangun. NAM file merupakan sebuah gambaran animasi dari sebuah jaringan yang dibentuk. NAM file dapat digunakan untuk mempermudah dalam melihat topologi jaringan yang dihasilkan beserta pergerakan node. Format wireless trace file dapat dilihat pada Tabel 3.3 dan contoh hasil trace file untuk energy model pada Tabel 3.4.

Berikut merupakan penjelasan dari masing-masing field pada tabel 3.3 : 1. Wireless trace file

a. Event type

Field ini berisikan kejadian yang sedang berlangsung, dimana terdapat empat tipe kejadian yaitu :

- r : Suatu paket diterima oleh node - s : Suatu paket dikirim oleh node - d : Suatu paket dibuang dari antrian


(53)

b. Event type

Field ini berisikan kejadian yang sedang berlangsung, dimana terdapat empat tipe kejadian yaitu :

- r : Suatu paket diterima oleh node - s : Suatu paket dikirim oleh node - d : Suatu paket dibuang dari antrian

- f : Suatu paket diteruskan menuju node berikutnya

Tabel 3.3 Wireless trace file

Event Abbreviation Flag Type Value

Wireless Event

S : Send R : Receive

D : Drop F : Foward

-t double Time (* For Global Setting) -Hs int Hop source node ID -Hd int Hop destination Node ID, -1, -2

-Ni int Node ID

-Nx double Node X Coordinate -Ny double Node Y Coordinate -Nz double Node Z Coordinate -Ne double Node Energy Level -Nl string Network trace Level (AGT, RTR,

MAC, etc.) -Nw string Drop Reason -Ma hexadecimal Duration

-Md hexadecimal Destination Ethernet Address -Ms hexadecimal Source Ethernet Address -Mt hexadecimal Ethernet Type

-P string Packet Type (arp, dsr, imep, tora, etc.) -Pn string Packet Type (cbr, tcp)


(54)

c. Event type

Field ini berisikan kejadian yang sedang berlangsung, dimana terdapat empat tipe kejadian yaitu :

- r : Suatu paket diterima oleh node - s : Suatu paket dikirim oleh node - d : Suatu paket dibuang dari antrian

- f : Suatu paket diteruskan menuju node berikutnya d. Time (-i)

Merupakan detik di mana event tersebut dilakukan. e. Next hop information

Berisikan informasi tentang node berikutnya (next hop), dan flag diawali oleh –H, dan terdapat dua jenis :

- Hs : merupakan hop pengirim

- Hd : merupakan keterangan hop berikutnya, -1 dan -2 (-1 = broadcast dan -2 = jalur ke tujuan belum tersedia).

f. Node property

Merupakan informasi tentang node, flag diawali dengan –N, dan terdapat beberapa jenis informasi :

- Ni : Nama node

- Nx : Koordinat absis dari node tersebut - Ny : Kooridnat subordinat dari node tersebut - Nz : Koordinat Z dari node tersebut

- Ne : Energi dari node tersebut

- Nl : Network trace level, seperti AGT, RTR dan MAC - Nw : Alasan suatu paket di drop

g. MAC level property

Merupakan informasi mengenai MAC dan flag yang diawali dengan –M, terdapat beberapa informasi :

- Ma : Durasi


(55)

- Ms : Ethernet address dari node pengirim - Mt : Tipe ethernet

h. Informasi paket

Merupakan informasi mengenai paket, flag yang diawali dengan –P, dan terdapat beberapa informasi :

- P : Tipe paket dengan contoh aodv, imep, dan dsr.

- Pn : Sama seperti –P, tetapi flag ini hanya ada jika flag yang dikirim adalah paket dari transport layer seperti CBR dan TCP.

Tabel 3.4 Trace file untuk energy model

r 3,052590420 _75_ RTR - 14 SPAN 40 [0 ffffffff 5e 0] [energi

999,989886 ei es 0,000 0,000 0,001 et er 0,009] --- [94: -1 -1: -1 32 0]

Format Keterangan

r event

3.052590420 Waktu

_75_ Jumlah simpul

RTR Jenis jejak

-

14 identifikasi event

SPAN Jenis paket

40 ukuran header

[0 waktu yang diharapkan untuk mengirim data

ffffffff alamat mac tujuan

5e mac alamat pengirim

0] jenis protokol

[Energi 999.989 sisa simpul energy

Ei 0,000 idle power (energi saat menganggur) Es 0,000 sleep power (energi saat tidur) Et 0,001 Energi saat mengirimkan (transmit) Eh 0,009 energi saat menerima (receiver)


(56)

:-1 src port

-1 alamat tujuan

:-1 dest port

32 TTL

0] jumlah hop berikutnya

III.2. Skenario Simulasi

Skenario simulasi untuk penelitian ini dibentuk secara random. Hal ini dikarenakan MANET merupakan jaringan wireless yang bersifat dinamis sehingga skenario dibuat random. Skenario perancangan yang digunakan oleh peneliti adalah sebagai berikut :

1. Luas area yang dipergunakan sebesar 500 x 500 meter2. 2. Waktu simulasi selama 200 detik.

3. Jumlah node yang akan digunakan adalah 10, 25, dan 50 node. 4. Jumlah koneksi yang dibentuk sebanyak 1, 5 dan 7 koneksi UDP. 5. Maksimal antrian paket adalah 50.

Gambar 3.1 menunjukkan skenario simulasi yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini.

Simulasi routing protocol DSDV dan OLSR awalnya membentuk simulasi jaringan dengan 10 node. Jaringan 10 node ini akan bergerak semua. Pada simulasi jaringan 25 node terdiri dari 10 node bergerak, dan 15 node diam. Pada simulasi jaringan 50 node ini terdiri dari 10 node bergerak, dan 40 node diam.

Alasan pemilihan 10 node, 25 node, dan 50 node karena jarak maksimal jangkauan antara satu node dengan node lain dalam simulasi adalah 250 m, sedangkan luas area yang akan digunakan di simulasi 500 x 500 m2. Oleh karena itu, pemilihan 10 node diawal skenario sangat baik agar dapat menciptakan routing antar node dalam simulasi [2]. Skenario pertambahan jumlah node dari 10 node menjadi 25 node dan 50 node dipilih karena pertambahan jumlah node akan menjadikan waktu tempuh satu paket semakin bertambah. Tujuan terjadi pertambahan node dari 10 node menjadi 25 node, dan 50 node adalah untuk mengetahui apakah dengan kepadatan jaringan (dari 10 node menjadi 25 node dan


(57)

50 node) memberikan pengaruh terhadap konsumsi energy routing protocol DSDV, dan OLSR.

Pemilihan 1, 5, dan 7 koneksi dipilih atas dasar percobaan-percobaan yang sebelumya dilakukan oleh penulis. Simulasi dengan 1 koneksi bertambah menjadi 5 koneksi dan 7 koneksi dapat menghasilkan perbedaan data yang siknifikan. Alasan lain pemilihan 7 koneksi karena 7 koneksi merupakan koneksi maksimal yang dapat dibentuk untuk 10 node dengan menggunakan cbgen.tcl yang dimiliki oleh NS2.


(58)

Dalam pembentukan koneksi, simulasi ini menggunakan cbrgen, yaitu sebuah tool yang disediakan oleh NS2 untuk membuat koneksi secara otomatis. Setelah jaringan terbentuk dan jumlah koneksi sudah dibuat dengan cbrgen sehingga node dapat terkoneksi secara random.

Langkah selanjutnya menjalankan simulasi pada network simulator 2. Simulasi pada NS dapat dilakukan dengan mengetik perintah ns run pada cygwin. Simulasi ini akan menghasilkan output berupa trace file, dan NAM file. File trace merupakan pencatatan seluruh event yang terjadi pada sebuah simulasi yang dibangun. Untuk NAM file merupakan sebuah gambaran animasi dari sebuah jaringan yang dibentuk. NAM file dapat digunakan untuk mempermudah dalam melihat topologi jaringan yang dihasilkan beserta pergerakan node.

Kemudian trace file ini diolah untuk mendapatkan average energy, dan jumlah hop routing dengan bantuan program awk, dan Perl. Hasil dari average energy, dan jumlah hop routing akan diperlihatkan dalam bentuk tabel dan grafik, baik pada simulasi DSDV, dan OLSR [2].

III.3. Parameter Kinerja

Parameter yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah average energy dan jumlah hop.

III.4. Topologi Jaringan

Bentuk topologi jaringan ad hoc tidak dapat diramalkan karena merupakan karakteristik dari jaringan ad hoc tersebut, sehingga topologi jaringan ini dibuat secara random. Dalam simulasi baik posisi node, pergerakan node, dan koneksi yang terjadi tidak akan sama seperti yang direncanakan.

Gambar 3.2, 3.3, dan 3.4 menunjukkan perkiraan bentuk dari topologi jaringan yang akan dibuat dengan 10 node dan 1 koneksi UDP.


(59)

Gambar 3.2 Posisi node awal.

Gambar 3.3 Posisi node mengalami perubahan


(60)

43

BAB IV

ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Skenario simulasi jaringan dilakukan oleh penulis pada pengujian konsumsi energy routing protocol DSDV dan OLSR. Proses pengujian akan dilakukan seperti pada tahap perencanaan dan pembangunan simulasi jaringan. Konfigurasi jaringan yang dibangun dapat dilihat pada file keluaran yang berekstensi .nam. Pengujian ini menghasilkan output berupa trace file. Program awk (*.awk) digunakan untuk menghitung nilai konsumsi energy dan program perl (*.pl) digunakan untuk menghitung jumlah hop yang dihasilkan dari proses simulasi.

Berikut ini potongan listing program yang menunjukkan parameter yang telah ditetapkan pada routing protocol DSDV dan OLSR.

Berikut ini potongan listing program yang menunjukan parameter yang telah ditetapkan pada protokol Ad hoc On Demand Distance Vector (AOD.

set val(chan) Channel/WirelessChannel

set val(prop) Propagation/TwoRayGround

set val(netif) Phy/WirelessPhy

set val(mac) Mac/802_11

set opt(mac) Mac/SMAC

set val(ifq) Queue/DropTail/CMUPriQueue

set val(ll) LL

set val(ant) Antenna/OmniAntenna

set val(ifqlen) 50

set val(nn) 50

set val(rp) DSDV

set val(x) 500

set val(y) 500

set val(stop) 200


(61)

Potongan listing program tersebut menunjukkan parameter yang telah ditentukan, diantaranya adalah routing protocol DSDV dan OLSR, ukuran area simulasi x dan y, jumlah node, jumlah maksimal antrian, tipe antrian, dan standar IEEE yang digunakan. Setiap skenario dilakukan sebanyak 30 kali. Hasil pengujian ini kemudian diambil rata-rata pengujian dan ditampilkan ke dalam sebuah tabel dan grafik.

IV.1 Energy Model

Energy model di dalam NS2 merupakan sebuah attribut pada sebuah node, yang mewakili tingkat energy pada sejumlah mobile host [8]. Pada awal simulasi, energy dalam sebuah node memiliki nilai awal yang merupakan tingkat energy pada node itu sendiri yang dikenal sebagai initialEnergy_. Node juga menggunakan energy pada saat mengirimkan paket (txPower_) dan saat menerima paket (rxPower_). Energy yang diukur adalah rata-rata energy yang dihabiskan oleh node setiap detik, dapat bernilai lebih rendah jika node tidak dapat mengirimkan beberapa paket selama simulasi. Hal ini dapat disebabkan oleh penundaan pengiriman paket yang lama, pengiriman pesan yang berulang-ulang, dan terjadinya tabrakan (collision) antar paket pada saat dikirim. Energy pada penelitian ini diukur dengan satuan joule per second (watt).

set val(chan) Channel/WirelessChannel

set val(prop) Propagation/TwoRayGround

set val(netif) Phy/WirelessPhy

set val(mac) Mac/802_11

set opt(mac) Mac/SMAC

set val(ifq) Queue/DropTail/CMUPriQueue

set val(ll) LL

set val(ant) Antenna/OmniAntenna

set val(ifqlen) 50

set val(nn) 50

set val(rp) OLSR

set val(x) 500

set val(y) 500

set val(stop) 200


(62)

Pengujian konsumsi energy dilakukan oleh penulis sebanyak 30 kali, karena untuk memenuhi standar ilmu statistika dalam pengambilan data minimal. Hasil dari pengujian berupa trace file dan disortir dengan program awk untuk mengetahui nilai konsumsi energy dan nilai sisa energy.

Tabel 4.1 Perbandingan rata-rata hasil konsumsi energy pada routing protocol DSDV dan OLSR (joule).

Tabel 4.1 menunjukkan rata-rata hasil pengujian konsumsi energy antara routing protocol DSDV dan OLSR. Berdasar Tabel 4.1, nilai rata-rata konsumsi energy menunjukkan bahwa masing-masing routing protocol mengalami kenaikan ketika terjadi penambahan koneksi dan mengalami penurunan pada penambahan jumlah node. Pada skenario 10 node 7 koneksi, routing protocol OLSR mempunyai nilai konsumsi energy tertinggi, yaitu 105,65 joule dan mempunyai nilai terendah 31,07 joule pada skenario 50 node 1 koneksi. Sedangkan routing protocol DSDV pada skenario 10node 7 koneksi mencapai nilai tertinggi yaitu 91,45 joule dan pada 50 node 1 koneksi nilai terendah yaitu 25,48. Total nilai rata-rata routing protocol DSDV berdasar Tabel 4.1 mencapai 416,85 joule dan

10 node DSDV OLSR

1 koneksi 65,32 66,89 5 koneksi 71,80 94,20 7 koneksi 91,45 105,65

25 node DSDV OLSR

1 koneksi 28,45 32,70 5 koneksi 32,23 35,79 7 koneksi 34,80 38,82

50 node DSDV OLSR

1 koneksi 25,48 31,07 5 koneksi 28,24 35,00 7 koneksi 39,07 43,48


(1)

Gambar Simulasi saat terdapat 50 node

5.

Listing Program

Listing program tcl untuk konsumsi energy :

set opt(chan) Channel/WirelessChannel

set opt(prop) Propagation/TwoRayGround

set opt(netif) Phy/WirelessPhy

set opt(mac) Mac/802_11 ;# MAC type

set opt(mac) Mac/SMAC ;# MAC type for energy

set opt(ifq) Queue/DropTail/PriQueue

set opt(ll) LL ;#tipe link layer

set opt(ant) Antenna/OmniAntenna

set opt(x) 500 ;# X dimension of the topography

set opt(y) 500 ;# Y dimension of the topography

set opt(ifqlen) 50 ;# max packet in ifq

set opt(nn) 50 ;# number of nodes

set opt(stop) 200.0 ;# simulation time

set opt(tr) 50trace30.tr;# trace file

set opt(rp) DSDV ;# routing protocol script set opt(agent) Agent/DSDV

set opt(energymodel) EnergyModel ;#parameter yang diukur set opt(initialenergy) 1000 ;# Initial energy in Joules Mac/SMAC set syncFlag_ 1

Mac/SMAC set dutyCycle_ 10

set val(nod) "./50node/50node30.txt" set val(con) "./1koneksi.txt"

set ns_ [new Simulator]

set topo [new Topography]


(2)

set namtrace [open $opt(nam) w]

set prop [new $opt(prop)]

$topo load_flatgrid $opt(x) $opt(y) ns-random 1.0

$ns_ trace-all $tracefd proc create-god { nodes } {

global ns_ god_ tracefd set god_ [new God] $god_ num_nodes $nodes }

# Create god

create-god $opt(nn) #global node setting

$ns_ node-config -adhocRouting DSDV \ -llType $opt(ll) \

-macType $opt(mac) \ -ifqType $opt(ifq) \ -ifqLen $opt(ifqlen) \ -antType $opt(ant) \ -propType $opt(prop) \ -phyType $opt(netif) \ -channelType $opt(chan) \ -topoInstance $topo \ -agentTrace ON \ -routerTrace ON \ -macTrace ON \

-energyModel $opt(energymodel) \ -idlePower 1.0 \

-rxPower 1.0 \ -txPower 1.0 \ -sleepPower 0.001 \ -transitionPower 0.2 \ -transitionTime 0.005 \

-initialEnergy $opt(initialenergy) $ns_ set WirelessNewTrace_ ON

for {set i 0} {$i < $opt(nn) } {incr i} { set node_($i) [$ns_ node]

$node_($i) random-motion 1 ;# disable random motion

}

# Tell all the nodes when the simulation ends source $val(nod)

source $val(con)

for {set i 0} {$i < $opt(nn)} {incr i} { $ns_ initial_node_pos $node_($i) 30 }

for {set i 0} {$i < $opt(nn) } {incr i} { $ns_ at $opt(stop) "$node_($i) reset"; }


(3)

$ns_ at $opt(stop) "puts \"NS EXITING...\" ; $ns_ halt" set b [$node_(0) set mac_(0)]

set d [Mac/SMAC set syncFlag_] set c [Mac/SMAC set dutyCycle_] puts "Starting Simulation..." proc stop {} {

global ns_ namtrace $ns_ flush-trace close $namtrace

#exec xgraph trace25_1conn_1st.tr exec nam MyTest.nam &

#exit 0 }

$ns_ run

Listing program tcl untuk menghitung jumlah hop :

# Definisi variabel yang digunakan

set val(chan) Channel/WirelessChannel ;# tipe channel

set val(prop) Propagation/TwoRayGround ;# model radio propagasi

set val(netif) Phy/WirelessPhy ;# tipe network interface

set val(mac) Mac/802_11 ;# tipe MAC

set val(ifq) Queue/DropTail/PriQueue ;# tipe antrian interface

set val(ll) LL ;# tipe link layer

set val(ant) Antenna/OmniAntenna ;# model antena

set val(ifqlen) 50 ;# maks paket di antrian

set val(nn) 50 ;# jumlah node

set val(rp) DSDV ;# protokol routing

set val(x) 500 ;# dimensi topografi X

set val(y) 500 ;# dimensi topografi Y

set val(stop) 200 ;# lamanya simulasi

#inisialisai pemanggilan skenario dari cbrgen dan RW-mobility set val(nod) "./50node/50node24.txt"

set val(con) "./1koneksi.txt" set ns_ [new Simulator]

set tracefd [open "./trace_50node/dsdv24.tr" w] set namtrace [open "./NAM/dsdv.nam" w]

$ns_ use-newtrace

$ns_ trace-all $tracefd

$ns_ namtrace-all-wireless $namtrace $val(x) $val(y) # Set up objek topografi

set topo [new Topography]

$topo load_flatgrid $val(x) $val(y) proc create-god { nodes } {

global ns_ god_ tracefd set god_ [new God]

$god_ num_nodes $nodes } create-god $val(nn) # Konfigurasi node


(4)

-llType $val(ll) \ -macType $val(mac) \ -ifqType $val(ifq) \ -ifqLen $val(ifqlen) \ -antType $val(ant) \ -propType $val(prop) \ -phyType $val(netif) \ -topoInstance $topo \ -agentTrace ON \ -routerTrace ON \ -macTrace OFF \ -movementTrace ON \ -channelType $val(chan)\ for {set i 0} {$i < $val(nn) } {incr i} {

set node_($i) [$ns_ node] #$node_($i) random-motion 1; }

#Pemanggilan skenario mobile node source $val(nod)

#Pemanggilan skenario koneksi source $val(con)

#menginisialisasi posisi node dalam NAM for {set i 0} {$i < $val(nn)} { incr i } { #ukuran node dalam NAM

$ns_ initial_node_pos $node_($i) 30 }

#Memberitahu node bahwa simulasi telah berakhir for {set i 0 } {$i < $val(nn) } { incr i } { $ns_ at $val(stop) "$node_($i) reset";

}

#Mengakhiri simulasi NAM

$ns_ at $val(stop) "$ns_ nam-end-wireless $val(stop)" $ns_ at $val(stop) "stop"

$ns_ at 200.0 "puts \"end simulation\"; $ns_ halt" proc stop {} {

global ns_ namtrace $ns_ flush-trace close $namtrace #exec nam dsdv.nam & }

$ns_ run

Listing program awk untuk menghitung konsumsi energy:

BEGIN { sends1=0; recvs1=0; }

{

action = $1; time = $2; node_id = $3;


(5)

layer = $4; flags = $5;

#sorting data dari trace file

if (($1 == "s") && ($3 == "_1_") ) { sisa1 = $13; } {

if (($1 == "s") && ($3 == "_4_") ) { sisa2 = $13; } }

{

if (($1 == "s") && ($3 == "_6_") ) { sisa3 = $13; } }

{

if (($1 == "s") && ($3 == "_7_") ) { sisa4 = $13; } }

{

if (($1 == "s") && ($3 == "_8_") ) { sisa5 = $13; } }

} END {

#menghitung energy ENG1 = (1000-sisa1); ENG2 = (1000-sisa2); ENG3 = (1000-sisa3); ENG4 = (1000-sisa4); ENG5 = (1000-sisa5);

printf("\nenergy awal = %.2f\n",1000);

printf("sisa energy = %.2f\n",(sisa1+sisa2+sisa3+sisa4+sisa5)/5); printf("energy yang dipakai = %.2f\n",(ENG1+ENG2+ENG3+ENG4+ENG5)/5); printf("\n================================================ \n"); }

Listing program perl untuk menghitung jumlah hop :

$infile = $ARGV[0];

$highest_packet_id[0] =0; $action = 0;

$time = 2;

$node_type = 18; $src = 44;

$packet_id = 40;

$PacketWasForwarded = 48;

open (data, "<$infile") || die "cant open infile $ !"; while (<data>)

{

@x = split(' ');

if ($x[$src] eq 'cbr'){

if ($x[$action] eq 'r'and $x[$node_type] eq 'AGT'){ $highest_packet_id=$x[$packet_id];

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '2'){

$num_PacketWasForwarded1[$x[$packet_id]] = 1; }

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '3'){

$num_PacketWasForwarded2[$x[$packet_id]] = 1; }


(6)

$num_PacketWasForwarded3[$x[$packet_id]] = 1; }

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '5'){

$num_PacketWasForwarded4[$x[$packet_id]] = 1; }

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '6'){

$num_PacketWasForwarded5[$x[$packet_id]] = 1; }

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '7'){

$num_PacketWasForwarded6[$x[$packet_id]] = 1; }

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '8'){

$num_PacketWasForwarded7[$x[$packet_id]] = 1; }

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '9'){

$num_PacketWasForwarded8[$x[$packet_id]] = 1; }

if ($x[$PacketWasForwarded] eq '10'){

$num_PacketWasForwarded9[$x[$packet_id]] = 1; }

} } }

for ($x[$packet_id] = 0 ; $x[$packet_id]<=$highest_packet_id ; $x[$packet_id]++){

$hop1=$hop1 + $num_PacketWasForwarded1[$x[$packet_id]]; $hop2=$hop2 + $num_PacketWasForwarded2[$x[$packet_id]]; $hop3=$hop3 + $num_PacketWasForwarded3[$x[$packet_id]]; $hop4=$hop4 + $num_PacketWasForwarded4[$x[$packet_id]]; $hop5=$hop5 + $num_PacketWasForwarded5[$x[$packet_id]]; $hop6=$hop6 + $num_PacketWasForwarded6[$x[$packet_id]]; $hop7=$hop7 + $num_PacketWasForwarded7[$x[$packet_id]]; $hop8=$hop8 + $num_PacketWasForwarded8[$x[$packet_id]]; $hop9=$hop9 + $num_PacketWasForwarded9[$x[$packet_id]]; }

print STDOUT "hop 1 = $hop1 paket data\n"; print STDOUT "hop 2 = $hop2 paket data\n"; print STDOUT "hop 3 = $hop3 paket data\n"; print STDOUT "hop 4 = $hop4 paket data\n"; print STDOUT "hop 5 = $hop5 paket data\n"; print STDOUT "hop 6 = $hop6 paket data\n"; print STDOUT "hop 7 = $hop7 paket data\n"; print STDOUT "hop 8 = $hop8 paket data\n"; print STDOUT "hop 9 = $hop9 paket data\n"; close data;