Deskripsi tingkat kesejahteraan psikologis remaja di balai pelayanan sosial asuhan anak ``Wiloso Muda-Mudi`` di Purworejo tahun 2016.

(1)

ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS REMAJA DI BALAI PELAYANAN ASUHAN ANAK “WILOSO MUDA-MUDI” DI

PURWOREJO

(Studi Deskriptif pada Remaja di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo Tahun 2016)

Ciputra Wangsa Universitas Sanata Dharma

2016

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan Kusioner Kesejahteraan Psikologis yang disusun oleh peneliti berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (koefisien reliabilitas 0,945). Subjek penelitian ini adalah remaja yang menjadi penerima manfaat berjumlah 100 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah perhitungan persentase dan frekuensi dengan klasifikasi tingkat kesejahteraan psikologis menjadi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Tujuan penelitian ini: (1) Mendeskripsikan tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff. (2) Mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis remaja putra dan remaja putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo sangat baik karena kebanyakan berada di kategori sangat tinggi dan tinggi. Hal tersebut dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan kesejahteraan psikologis remaja pada kategori sangat tinggi sebanyak 55 orang (55%), kategori tinggi sebanyak 41 orang (11%), kategori sedang sebanyak 4 orang (4%), dan tidak ada remaja yang berada di kategori rendah dan sangat rendah. Kesejahteraan psikologis remaja putra dan putri keduanya menunjukkan hasil yang sangat baik, dimana kesejahteraan psikologis remaja putra pada kategori sangat tinggi sebanyak 15 orang (50%), kategori tinggi sebanyak 14 orang (46,7%), kategori sedang sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan kesejahteraan psikologis remaja putri pada kategori tinggi sebanyak 14 orang (38,6%), kategori sedang sebanyak 3 orang (4,3%) , sedangkan pada kategori rendah dan sangat rendah tidak ada remaja putra dan putri yang berada didalam kategori tersebut.


(2)

ABSTRACT

THE DESCRIPTION OF JUVENILES’ PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LEVEL AT BALAI PELAYANAN ASUHAN ANAK “WILOSO

MUDA-MUDI” IN PURWOREJO

(A Descriptive study of Juveniles at BalaiPelayananAsuhanAnak “Wiloso Muda-Mudi” in Purworejo on 2016)

CiputraWangsa Sanata Dharma University

2016

This research is a quantitative research with a descriptive approach. The research data gathering method is Psychological Well-being questionnaire which is composed by researcher based on six psychological well-being dimensions from Ryff (reliability coefficient 0.945). The research subjects are 100 juveniles as benefit recipients The research data analysis technique is the calculation of the percentage and frequency by classifying the level of psychological well-being into very high, high, medium, low, and very low.

The research objectives: (1) To describe the juveniles’ psychological well-being level at Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi in Purworejo in 2016 based on six psychological well-being dimensions from Ryff. (2) To discover female and male juveniles’ psychological well-being level at Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi in Purworejo in 2016 based on six psychological well-being dimensions from Ryff.

The research results shows that juveniles’ psychological well-being level at Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo is excellent, most of them are in “very high” and “high” levels. It is shown from the research results that there are 55 juveniles (55%) in very high level, 41 juveniles (11%) in high level, four juveniles (4%) in medium level, and none of the juveniles in low and very low level. Female and male juveniles’ psychological well-being both show that excellent results, in which the psychological well-being of male juveniles shows 15 male juveniles (50%) are in very high level, 14 male juveniles (46.7%) are in high level, one male juvenile (3.3%) is in medium level, while the psychological well-being of female juveniles shows 14 female juveniles (38.6%) are in high level, three female juveniles (4.3%) are in medium level, and none of the male and female juveniles are in low level and very low level.


(3)

DESKRIPSI TINGKAT KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS REMAJA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL ASUHAN ANAK “WILOSO

MUDA-MUDI” DI PURWOREJO TAHUN 2016

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh:

Ciputra Wangsa NIM: 121114053

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2016


(4)

(5)

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Just do the little things first, and let the great things come to you.

Do not scare to try possitive things with different ways.

Succeed come from you not people’s judges.

The reason I stand here is my family and the sacrifices.


(7)

Wangsa-v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan bagi…

Tuhan Yesus dan Bunda Maria,

yang selalu memberikan petunjuk, berkat, rahmat, nikmat-Nya kepada saya

Orangtua Tercinta,

yang selalu memberikan motivasi, dukungan, masukan, dan solusi disetiap saat

Adik dan Abang Tersayang,

yang selalu memberikan masukan, dukungan, dan hiburan dikala peneliti sedang merasa risau


(8)

(9)

(10)

viii ABSTRAK

DESKRIPSI TINGKAT KESEJAHTERAAN PSIKOLOGIS REMAJA DI BALAI PELAYANAN ASUHAN ANAK “WILOSO MUDA-MUDI” DI

PURWOREJO

(Studi Deskriptif pada Remaja di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo Tahun 2016)

Ciputra Wangsa Universitas Sanata Dharma

2016

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan Kusioner Kesejahteraan Psikologis yang disusun oleh peneliti berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (koefisien reliabilitas 0,945). Subjek penelitian ini adalah remaja yang menjadi penerima manfaat berjumlah 100 orang. Teknik analisis data yang digunakan adalah perhitungan persentase dan frekuensi dengan klasifikasi tingkat kesejahteraan psikologis menjadi sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah.

Tujuan penelitian ini: (1) Mendeskripsikan tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff. (2) Mengetahui tingkat kesejahteraan psikologis remaja putra dan remaja putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo sangat baik karena kebanyakan berada di kategori sangat tinggi dan tinggi. Hal tersebut dilihat dari hasil penelitian yang menunjukkan kesejahteraan psikologis remaja pada kategori sangat tinggi sebanyak 55 orang (55%), kategori tinggi sebanyak 41 orang (11%), kategori sedang sebanyak 4 orang (4%), dan tidak ada remaja yang berada di kategori rendah dan sangat rendah. Kesejahteraan psikologis remaja putra dan putri keduanya menunjukkan hasil yang sangat baik, dimana kesejahteraan psikologis remaja putra pada kategori sangat tinggi sebanyak 15 orang (50%), kategori tinggi sebanyak 14 orang (46,7%), kategori sedang sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan kesejahteraan psikologis remaja putri pada kategori tinggi sebanyak 14 orang (38,6%), kategori sedang sebanyak 3 orang (4,3%) , sedangkan pada kategori rendah dan sangat rendah tidak ada remaja putra dan putri yang berada didalam kategori tersebut.


(11)

ix

ABSTRACT

THE DESCRIPTION OF JUVENILES’ PSYCHOLOGICAL WELL-BEING LEVEL AT BALAI PELAYANAN ASUHAN ANAK “WILOSO

MUDA-MUDI” IN PURWOREJO

(A Descriptive study of Juveniles at Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” in Purworejo on 2016)

Ciputra Wangsa Sanata Dharma University

2016

This research is a quantitative research with a descriptive approach. The research data gathering method is Psychological Well-being questionnaire which is composed by researcher based on six psychological well-being dimensions from Ryff (reliability coefficient 0.945). The research subjects are 100 juveniles as benefit recipients The research data analysis technique is the calculation of the percentage and frequency by classifying the level of psychological well-being into very high, high, medium, low, and very low.

The research objectives: (1) To describe the juveniles’ psychological well-being level at Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi in Purworejo in 2016 based on six psychological well-being dimensions from Ryff. (2) To discover female and male juveniles’ psychological well-being level at Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi in Purworejo in 2016 based on six psychological well-being dimensions from Ryff.

The research results shows that juveniles’ psychological well-being level at Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo is excellent, most of them are in “very high” and “high” levels. It is shown from the research results that there are 55 juveniles (55%) in very high level, 41 juveniles (11%) in high level, four juveniles (4%) in medium level, and none of the juveniles in low and very low level. Female and male juveniles’ psychological well-being both show that excellent results, in which the psychological well-being of male juveniles shows 15 male juveniles (50%) are in very high level, 14 male juveniles (46.7%) are in high level, one male juvenile (3.3%) is in medium level, while the psychological well-being of female juveniles shows 14 female juveniles (38.6%) are in high level, three female juveniles (4.3%) are in medium level, and none of the male and female juveniles are in low level and very low level.


(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Baik atas segala berkat dan bimbingan-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Deskripsi Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo Tahun 2016”

Selama penulisan tugas akhir ini, peneliti mendapatkan bantuan dari banyak pihak guna membimbing, mendampingi, dan mendukung setiap proses yang telah dijalani oleh peneliti. Untuk itu peneliti ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pihak-pihak yang telah membantu, yaitu kepada:

1. Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 2. Dr. Gendon Barus, M.Si. selaku ketua Program Studi Bimbingan dan

Konseling.

3. Juster Donal Sinaga, M.Pd. selaku Wakil Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling.

4. Dr. M.M. Sri Hastuti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang tak kenal lelah membimbing peneliti dengan penuh kesabaran dan ketelitian. Serta memberikan saran, masukan, dan petunjuk selama peneliti menyelesaikan skripsi ini.

5. Segenap Bapak/Ibu dosen Program Studi Bimbingan dan Konseling atas bimbingan dan dukungan selama peneliti menempuh studi.

6. Bapak Sugianto atas kesetiaan memberikan pelayanan sekretariat yang ramah kepada peneliti selama menempuh studi di Program Studi Bimbingan dan Konseling.

7. Orang tua Ciputra Wangsa, yakni Bapak Oey Gun Tjing dan Ibu Venti Yovita atas seluruh doa, dukungan, penguatan, serta pengorbanan yang diberikan kepada peneliti selama ini.


(13)

xi

8. Adik Ciputra Wangsa, yakni Irvan Arliansyah atas doa, dukungan, dan keceriaan yang telah diberikan kepada peneliti.

9. Abang Ciputra, yakni Christian Wangsa atas doa dan dukungan yang telah diberikan kepada peneliti.

10. Sanak Saudara Ciputra Wangsa, yakni Ce Alui, Ko Viktor, Ko Ahuat, Ce Afun, Ce Kien, Qhiume Sherly, Qhiuqhiu Nyongkhin, I Ani, I Afa dan Phopho yang telah mendukung baik dari motivasi, masukan, dukungan, hal financial dan yang lainnya.

11. Teman-teman dari angkatan 2012 yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

12. Seluruh kakak angkatan dari angkatan 2010 dan 2011 yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

13. Seluruh adik angkatan dari angkatan 2013, 2014, 2015, dan 2016 yang telah memberikan masukan dan dukungan kepada peneliti dalam menyusun skripsi ini.

14. Sahabat-sahabat peneliti, yakni Liliana Paulina, Yuni Cahaya Hati, Novia, Nia, Deddy, Kevin Theogantara, Nikodemus Wisnu Pradana, Ervin Aprilianti, Melisa Putri Oktaviani, Alvita Anjarsari Hamungpuni, dan Sella Sidesyana atas segala dukungan, masukan, informasi, dan keceriaan yang telah diberikan selama peneliti menyelesaikan skripsi ini.

15. Seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu peneliti baik secara langsung maupun tidak langsung selama proses penulisan skripsi ini.

Selama peneliti menyelesaikan tugas akhir ini, peneliti juga menyadari bahwa masih banyak kesalahan dan kekurangan yang terjadi. Baik dari kesalahan peneliti yang menyakitkan hati maupun kesalahan yang merugikan pihak lain. Oleh karena itu, peneliti meminta maaf kepada seluruh pihak atas segala kesalahan dan kerugian tersebut. Penulis juga sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu peneliti dengan rendah hati menerima segala kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak guna pembenahan diri,


(14)

(15)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...vii

ABSTRAK ...viii

ABSTRACT ...ix

KATA PENGANTAR...x

DAFTAR ISI ...xiii

DAFTAR TABEL ...xvi

DAFTAR GRAFIK ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ...xviii

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...7

C. Pembatasan Masalah ...7

D. Rumusan Masalah ...8

E. Tujuan Penelitian ...8

F. Manfaat Penelitian ...9

1. Manfaat Teoritis ...9

2. Manfaat Praktis ...9

G. Definisi Operasional Variabel ...10

1. Kesejahteraan Psikologis ...10

2. Remaja...11


(16)

xiv

BAB II KAJIAN PUSTAKA...12

A. Hakikat Kesejahteraan Psikologis...12

1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis ...12

2. Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis ...13

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis ...15

B. Hakikat Remaja ...17

1. Pengertian Remaja ...17

2. Ciri-ciri Masa Remaja ...18

3. Tugas Perkembangan Remaja ...22

4. Kebahagiaan dalam Masa Remaja ...23

C. Hakikat Balai Pelayanan Sosial ...25

1. Pengertian Balai Pelayanan Sosial ...25

2. Manfaat Balai Pelayanan Sosial...26

3. Sasaran Balai Pelayanan Sosial...26

4. Kriteria Anak yang Bisa Masuk ke Balai Pelayanan Sosial ...27

5. Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo ...28

D. Kerangka Berpikir...32

BAB III METODE PENELITIAN...34

A. Jenis Penelitian...34

B. Subjek Penelitian...34

C. Waktu dan Tempat Penelitian ...36

D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian...36

1. Teknik Pengumpulan Data...36

2. Instrumen Penelitian...36

E. Analisis Butir dan Reliabilitas Instrumen ...39

1. Analisis Butir ...39


(17)

xv

F. Teknik Analisis Data ...43

BAB IV DESKRIPSI DATA, HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....46

A. Hasil Penelitian ...46

1. Tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff. ...46

2. Tingkat kesejahteraan psikologis dari remaja putra dan remaja putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo tahun 2016 ...48

B. Pembahasan ...50

BAB V PENUTUP...57

A. Kesimpulan ...57

B. Keterbatasan ...58

C. Saran...58

a. Bagi para pengasuh ...58

b. Bagi balai ...58

c. Bagi peneliti lain ...59

DAFTAR PUSTAKA ...60


(18)

xvi

DAFTAR TABEL

TABEL 3.1 Jumlah Penerima Manfaat di Balai Berdasarkan Jenis Kelamin...35

TABEL 3.2 Jumlah Penerima Manfaat di Balai Berdasarkan Tingkatan Sekolah ...35

TABEL 3.3 Jumlah Penerima Manfaat Berdasarkan Status di Balai...36

TABEL 3.4 Skor Alternatif Jawaban Kuesioner Kesejahteraan Psikologis ...37

TABEL 3.5 Kisi-kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis ...38

TABEL 3.6 Daftar Jumlah Item Masing-masing Dimensi ...38

TABEL 3.7 Indeks Diskriminasi Item Kuesioner Kesejahteraan Psikologis ...40

TABEL 3.8 Jumlah Hasil Klasifikasi Diskriminasi Item Kuesioner Kesejahteraan Psikologis ...40

TABEL 3.9 Kisi-kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Diskriminasi Item...41

TABEL 3.10 Kriteria Reliabilitas Menurut Guilford ...43

TABEL 3.11 Kategorisasi Kesejahteraan Psikologis...44

TABEL 3.12Kategorisasi Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo ...45

TABEL 4.1 Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo ...46

TABEL 4.2 Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja Putra di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo...48

TABEL 4.3 Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja Putri di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo...49


(19)

xvii

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK 4.1 Diagram Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan

Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo ...47 GRAFIK 4.2 Diagram Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan

Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo ...48 GRAFIK 4.3 Diagram Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan


(20)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuesioner Kesejahteraan Psikologis ...62

Lampiran 2 Tabulasi Data Hasil Kuesioner Psikologis ...68

Lampiran 3 Tabulasi Data Hasil Korelasi Item-total Kuesioner ...78

Lampiran 4 Hasil Reliabilitas ...82

Lampiran 5 Tabulasi Hasil Kuesioner Kesejahteraan Psikologis Remaja...84

Lampiran 6 Frekuensi Kesejahteraan Psikologis Remaja ...91

Lampiran 7 Tabulasi Hasil Kuesioner Kesejahteraan Psikologis Remaja Putra ...94

Lampiran 8 Frekuensi Kesejahteraan Psikologis Remaja Putra ...98

Lampiran 9 Tabulasi Hasil Kuesioner Kesejahteraan Psikologis Remaja Putri....103

Lampiran 10 Frekuensi Kesejahteraan Psikologis Remaja Putri...107


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah peneltian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional variabel penelitian.

A. Latar Belakang

Setiap orang berhak memiliki kesejahteraan hidup. Manusia dipandang sebagai pribadi yang utuh, yang memiliki banyak aspek didalam dirinya seperti fisik, sosial, intelektual, emosional, spiritual dan estetis. Manusia memiliki aspek fisik dan aspek psikologis yang saling mempengaruhi satu sama lain. Maka kesejahteraan hidup penting untuk dimiliki setiap orang karena kesejahteraan hidup merupakan hasil dari fungsi aspek fisik dan psikologis yang berjalan baik dan optimal dalam diri manusia.

Menurut peneliti, kesejahteraan yang terpenting bagi setiap manusia adalah kesejahteraan psikologis dibandingkan dengan kesejahteraan fisik dan material. Kesejahateraan fisik dan material adalah kesejahteraan dimana seseorang memiliki dan mampu mendapatkan sesuatu yang berwujud misalnya barang-barang mewah, alat-alat elektronik yang mahal, kendaraan mewah dan lain sebagainya. Padahal hal yang terpenting adalah kesejahteraan psikologis. Kesejahteraan psikologis adalah kesejahteraan yang didapat ketika seseorang mampu menjalankan


(22)

fungsi-fungsi psikisnya secara optimal, misalnya memiliki pengelolaan emosi yang baik, kemampuan bersosialisasi yang baik, dan lain sebagainya.

Ryff mengatakan bahwa kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari kemampuan yang dimiliki oleh individu untuk dapat menerima diri apa adanya, menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, penguasaan lingkungan sekitar, menentukan tujuan hidup, dan mengembangkan potensi yang ada didalam diri. Sehingga menurut peneliti apabila seseorang tidak memiliki kesejahteraan secara psikologis, maka hal tersebut dapat mempengaruhi aspek-aspek diri yang mungkin akan berdampak pada kesehatan fisik, pikiran dan perilaku. Sebagai contoh misalnya seseorang yang memiliki kepercayaan diri yang rendah akan membuat seseorang menjadi gemetar ketika berada di depan orang banyak.

Setiap orang memiliki tingkat kesejahteraan psikologis yang berbeda-beda. Menurut asumsi peneliti, tinggi rendahnya kesejahteraan psikologis seseorang dapat dilihat dari kualitas seseorang dalam menjalani kehidupannya sendiri. Seseorang yang memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi, mampu memaknai hidupnya secara penuh dan mampu menjalankan fungsi-fungsinya sebagai pribadi secara utuh. Sebaliknya, seseorang memiliki kesejahteraan psikologis yang rendah hanya memandang hidupnya sebagai hal yang tidak berarti.


(23)

Kesejahteraan psikologis merupakan hal yang penting di dalam kehidupan manusia. Kesejahteraan psikologis menjadi sangat penting karena hal tersebut dapat membentuk pribadi seseorang menjadi lebih positif dalam menjalani hidupnya. Selain itu, seseorang yang sudah sejahtera secara psikologis, akan mampu mengatur lingkungan sekitar bukan sebaliknya, lebih-lebih individu tersebut juga dapat membawa dampak yang positif bagi lingkungan dan orang sekitarnya.

Menurut peneliti ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan psikologis seseorang. Faktor tersebut adalah faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal misalnya penerimaan diri, penghargaan diri, pemaknaan hidup, kemampuan seseorang dalam menanggapi dan merefleksikan segala peristiwa yang pernah dialami. Sedangkan faktor eksternal bisa berupa kondisi lingkungan sekitar dan lingkungan keluarga.

Merebaknya berbagai kasus perlindungan anak tentu saja memprihatinkan kita semua. Keluarga sebagai institusi utama dalam perlindungan anak ternyata belum sepenuhnya mampu menjalankan perannya dengan baik. Kasus perceraian, disharmoni keluarga, keluarga miskin, perilaku ayah atau ibu yang salah, pernikahan siri, pernikahan dini, dan berbagai permasalahan lainnya menjadi salah satu pemicu terabaikannya hak-hak anak dalam keluarga.

Berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perlindungan anak telah diterbitkan. Undang-Undang Nomor 23 Tahun


(24)

2002 tentang Perlindungan Anak telah diatur dengan jelas tentang perlindungan anak sampai kepada aturan sanksi pidana bagi yang melanggar hak anak. Dalam Undang-Undang tersebut juga dijelaskan bahwa penyelenggaraan perlindungan anak adalah orang tua, keluarga, pemerintah dan negara.

Mayoritas remaja yang menjadi anak terlantar adalah laki-laki. Berdasarkan pendekatan kebutuhan minimum, baik kebutuhan jasmani, rohani, dan sosial, jumlah anak usia 5-17 tahun berjumlah 58,17 juta anak. Dilihat dari kategori keterlantaran jumlah anak dengan kategori terlantar sebanyak 3,1 juta anak (5,36 persen) dan hampir terlantar 7,2 juta anak (12,23 persen). Bila dilihat dari jenis kelamin, proporsi anak terlantar laki-laki lebih besar dibanding anak terlantar perempuan (5,82 persen dibanding 4,85 persen). Tempat tinggalnya lebih banyak di perdesaan dibanding perkotaan 7,62 persen berbanding 2,69 persen (BPS RI-Susenas Modul 2009, dalam Mulia). Selain itu data lain berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur pada tahun 2012, didapat data bahwa dari jumlah total remaja yang berada pada usia 5-17 tahun sebanyak 7.926.081 jiwa terdapat 248.665 jiwa yang merupakan anak terlantar dimana ada sebanyak 128.050 anak laki-laki dan 120.615 anak perempuan. Dalam penelitian ini peneliti memilih responden yang berada di usia remaja. Peneliti memilih remaja sebagai sasaran penelitian dikarenakan usia remaja sedang berada dimasa transisi dimana aspek kognitif, sosial dan emosionalnya juga sedang berkembang. Sehingga usia


(25)

remaja lebih mepunyai kepekaan terhadap dirinya dibandingkan usia anak-anak. Selain itu, mayoritas penghuni balai pelayanan sosial asuhan anak yang menjadi tempat penelitian peneliti adalah anak asuh yang berada pada usia remaja.

Adapun informasi mengenai Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo. Informasi didapat dari analisis situasi dari program IbM ( Ipteks bagi Masyarakat) dari Dosen Bimbingan dan Konseling di Universitas Sanata Dharma. Ditinjau dari kompetensi komunikasi pengasuhan tampak bahwa keterampilan komunikasi pengasuhan yang efektif para tenaga pengasuh di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi Purworejo lemah. Komunikasi tenaga pengasuh cenderung agresif, dan otoriter. Komunikasi yang seperti ini mengakibatkan konsep pengasuhan tidak terjadi. Tenaga pengasuh yang berperan menggantikan orangtua berubah menjadi pengawas yang cenderung dijauhi dan ditakuti anak. Akibatnya anak kurang dapat berkembang secara positif.

Informasi lain juga didapat ketika peneliti melakukan program kuliah kerja nyata di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo. Informasi ini didapatkan dari wawancara singkat dengan beberapa anak. Wawancara ini dilakukan kepada tiga orang remaja yang juga menjadi penerima manfaat di balai tersebut. Responden tersebut diantaranya satu perempuan dan dua laki-laki, dimana responden perempuan yang berinisial RS adalah pribadi yang memang memiliki


(26)

pemikiran yang kritis dalam menghadapi suatu permasalahan, kemudian responden laki-laki yang berinisial AG merupakan pemimpin organisasi yang ada di balai, dan AR yang merupakan anak paling tua dari seluruh remaja. Peneliti melakukan wawancara kepada ketiga orang tesebut karena responden tersebut sudah memiliki kriteria yang diharapkan peneliti, diantaranya memiliki sikap yang netral dan tidak memihak antara pengasuh dan penerima manfaat, memiliki sikap keterbukaan untuk dimintai informasi dan pemikiran yang luwes. Peneliti melakukan wawancara untuk mengetahui kondisi yang ada di balai dan apakah kebutuhan mereka semua terpenuhi dengan baik atau tidak. Dari wawancara yang dilakukan ada informasi yang sama dari responden, yakni perhatian dari beberapa pengasuh yang masih sangat kurang, tetapi untuk kebutuhan sehari-hari bisa terpenuhi dengan baik.

Berdasarkan pengamatan peneliti selama kegiatan KKN, peneliti menemukan beberapa permasalahan yang masih sering muncul. Permasalahan tersebut muncul pada penerima manfaat yang tinggal di balai. Permasalahan yang muncul adalah kebiasaan penerima manfaat laki-laki yang selalu malas untuk mencuci baju setelah pualng sekolah dan sering dilakukan ketika malam hari. Kemudian, masih banyak penerima manfaat yang sering melanggar peraturan yang sudah ditetapkan balai, seperti makan di kamar, membawa handphone, dan berpacaran dengan anak sesama balai. Selain itu, masih ada penerima manfaat yang cara berbicaranya tidak sopan dengan orang yang lebih tua.


(27)

Adapun alasan peneliti melakukan penelitian terkait kesejahteraan psikologis remaja di balai pelayanan sosial, yaitu untuk mengetahui seberapa tinggi kesejahteraan psikologis remaja yang menjadi penerima

manfaat di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di

Purworejo.

B. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang masalah diatas, terkait dengan permasalahan yang dialami remaja Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo., diidentifikasi masalah sebagai berikut: 1. Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi”

di Purworejo memiliki hubungan komunikasi yang kurang efektif dengan pengasuh.

2. Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” masih ada yang merasa tidak nyaman dengan keadaan di balai sehingga masih melakukan pelanggaran peraturan.

3. Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo belum mampu mengontrol dirinya sehingga melakukan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang ada disekitarnya.

4. Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi”

di Purworejo masih belum mandiri. C. Pembatasan Masalah

Melihat berbagai bentuk permasalahan yang telah diidentifikasi pada latar belakang di atas, menjadi penting bahwa kesejahteraan


(28)

psikologis remaja di balai untuk dikaji lebih mendalam. Oleh karena itu, peneliti ikut mengambil andil dalam melakukan sebuah penelitian terkait “Deskripsi Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo”. D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah tersebut maka perumusan masalah penelitian ini diformulasikan secara spesifik menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Seberapa tinggi tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff?

2. Seberapa tinggi tingkat kesejahteraan psikologis dari remaja putra dan remaja putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang didasarkan pada masalah yang ingin dipecahkan oleh peneliti yaitu:

1. Mendeskripsikan tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff.


(29)

2. Mendeskripsikan tingkat kesejahteraan psikologis remaja putra dan remaja putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak Wiloso Muda-Mudi di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff.

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, peneliti diharapkan bisa memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi tentang kesejahteraan psikologis di bidang studi bimbingan dan konseling.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pengasuh di balai pelayanan sosial asuhan anak wiloso muda-mudi di Purworejo

Hasil penelitian ini menjadi tolok ukur yang dapat digunakan oleh pengasuh untuk mengetahui dan memahami gambaran nyata apakah remaja di balai sosial sudah merasa nyaman dan bisa memiliki kesejahteraan psikologis secara optimal atau belum. Selain itu, hasil penelitian ini juga dapat digunakan untuk membantu para pengasuh balai sosial dalam menentukan langkah-langkah tepat guna meningkatkan kesejahteraan psikologis remaja di balai yang kemudian dapat berpengaruh pula untuk kebermaknaan hidupnya.


(30)

b. Bagi remaja di balai pelayanan sosial asuhan anak wiloso muda-mudi di Purworejo

Para remaja putra dan putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo dapat menggunakan hasil penelitian ini untuk melihat seberapa tinggi tingkat kesejahteraan psikologis mereka. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada para remaja putra dan putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo mengenai manfaat, pengetahuan, dan bimbingan dalam meningkatkan kesejahteraan psikologis diri mereka.

c. Bagi peneliti lain

Hasil penelitian ini menjadi tolok ukur yang dapat digunakan sebagai dasar atau referensi bagi peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian dengan topik kesejahteraan psikologis secara lebih mendalam.

G. Definisi Operasional Variabel

Adapun definisi operasional variabel dalam penelitian ini:

1. Kesejahteraan psikologis adalah keadaan bahagia atau sejahtera yang mampu dirasakan oleh setiap orang dengan mengevaluasi dirinya di sepanjang hidupnya yang kemudian memberikan dampak yang positif bagi dirinya dan orang lain.


(31)

2. Remaja adalah masa peralihan atau transisi dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimana remaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak lagi memiliki status anak-anak.

3. Balai pelayanan sosial adalah tempat pengasuhan, perawatan dan perlindungan untuk memungkinkan seorang penyandang masalah kesejahteraan sosial mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya dan terjamin kelangsungan hidupnya.


(32)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini mempaparkan hakikat kesejahteraan psikologis, remaja, balai pelayanan sosialdan kerangka berpikir.

A. Hakikat Kesejahteraan Psikologis 1. Pengertian Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis adalah pencapaian penuh dari potensi psikologis seseorang, dimana individu tersebut mampu menerima dirinya, mampu menciptakan hubungan yang positif dengan orang lain, memiliki kemandirian, memiliki kemampuan dalam penguasaan lingkungan, memiliki kemampuan untuk terus tumbuh dan memiliki tujuan hidup.

Konsep Ryff berawal dari adanya keyakinan bahwa kesehatan yang positif tidak sekedar tidak adanya penyakit fisik saja. Kesejahteraan psikologis terdiri dari adanya kebutuhan untuk merasa baik secara psikologis. Ia menambahkan bahwa kesejahteraan psikologis merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarah pada pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil dari pengalaman hidupnya (Ryff & Keyes, 1995).


(33)

Kesejahteraan psikologis dapat ditandai dengan diperolehnya kebahagiaan, kepuasan hidup dan tidak adanya gejala-gejala depresi (Ryff, 1995). Menurut Ryff (1989) kebahagian (happiness) merupakan hasil dari dari kesejahteraan psikologis dan merupakan tujuan tertinggi yang ingin dicapai oleh setiap manusia. Synder dan Lopez (2002), menjelaskan bahwa kesejahteraan psikologis bukan hanya sekedar ketiadaan penderitaan namun juga meliputi keterikatan aktif di dalam dunia, memahami arti dan tujuan hidup serta hubungan seseorang pada subjek ataupun orang lain.

Dari beberapa pengertian kesejahteraan psikologis yang telah dikemukakan peneliti dapat menyimpulkan definisi kesejahteraan psikologis. Peneliti menyimpulkan bahwa kesejahteraan psikologis adalah suatu kondisi dimana seseorang dapat berfungsi secara optimal dari segi psikis yang diperoleh melalui evaluasi terhadap segala sesuatu yang terjadi dikehidupan seseorang.

2. Dimensi-dimensi Kesejahteraan Psikologis

Ryff (1989) mengemukakan ada enam dimensi kesejahteraan psikologis, yakni :

a. Penerimaan diri (self-accaptance)

Seseorang dikatakan memiliki penerimaan diri yang baik apabila individu tersebut memiliki sikap yang positif terhadap dirinya, mengakui dan menerima aspek-aspek diri termasuk hal-hal


(34)

yang baik dan buruk dalam dirinya dan tetap positif terhadap kejadian masa lalunya.

b. Hubungan yang positif dengan orang lain (positive relations with others)

Seseorang yang mampu menjalin hubungan yang positif dengan orang lain ditandai dengan adanya sikap hangat, puas, dan percaya terhadap hubungannya dengan orang lain, mempunyai sikap empati, afeksi dan keakraban terhadap orang lain, dan paham akan arti memberi dan menerima dalam hubungannya dengan orang lain.

c. Otonomi (autonomy)

Seseorang yang memiliki sikap otonomi dalam dirinya ditandai dengan adanya kemampuan dalam mengatur perilakunya sendiri, mandiri, mampu melawan tekanan sosial yang diterima dan bertindak dengan cara-cara tertentu, memiliki prinsip diri, dan mampu mengevaluasi diri dengan standar-standar pribadi.

d. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)

Seseorang yang memiliki kemampuan dalam penguasaan lingkungan ditandai dengan adanya kesadaran dan kemampuan dalam pengelolaan lingkungan, mampu mengontrol susunan yang kompleks yang ada diluar diri, memanfaatkan segala kemungkinan yang ada dilingkungan sekitar secara efektif, mampu untuk


(35)

menciptakan dan mengelola keadaan yang cocok bagi kebutuhan dan nilai-nilai pribadi.

e. Tujuan hidup (purpose of life)

Seseorang yang memiliki tujuan dalam hidup ditandai dengan adanya tujuan hidup yang terarah, merasa bahwa segala kejadian baik yang akan datang maupun yang telah terjadi memiliki makna penting dalam dirinya, memegang keyakinan yang memberikan tujuan hidup, memiliki tujuan dan sasaran untuk hidup.

f. Pertumbuhan pribadi (personal growth)

Seseorang yang tumbuh sebagai pribadi ditandai dengan adanya keinginan untuk terus berkembang, melihat dirinya sebagai pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman yang baru, melihat peningkatan dalam diri dan perilakunya setiap saat dan mengubah sikap-sikap dengan cara berefleksi dari pengalaman.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis

Pada Tahun 1989 Ryff melakukan penelitian untuk mengukur skala konstruk dan evaluasi dari aspek kesejahteran psikologis. Ryff (1996) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, yakni:


(36)

Hasil menunjukan bahwa masa dewasa awal hingga masa dewasa madya memiliki hasil yang baik pada dimensi penguasaan lingkungan dan kemandirian, tetapi ada penurunan pada dimensi pertumbuhan pribadi dan dimensi tujuan hidup pada masa dewasa madya hingga masa lanjut usia.

Perbedaan tersebut juga ada penyebabnya. Hal tersebut dikarenakan kelompok pada masa usia tersebut sudah pernah mengalami pengalaman-pengalaman yang berharga dalam hidupnya dimana orang muda belum pernah mengalami hal tersebut. Tetapi, dalam dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dan dimensi penerimaan diri tidak ada perbedaan yang signifikan dari segala kelompok usia.

b. Perbedaan gender (sex differences)

Dari hasil penelitian Ryff pada tahun 1989 didapatkan hasil bahwa wanita memiliki dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi yang lebih baik daripada pria. Sementara dalam empat dimensi lainnya pria memiliki beberapa dimensi yang lebih baik dari wanita walaupun tidak ada perbedaan yang signifikan diantara pria dan wanita. Selain itu, dalam penelitian lain ditemukan hasil bahwa wanita lebih rentan mengalami masalah psikologis seperti depresi daripada pria.


(37)

c. Perbedaan kelas (class differences)

Kelas yang dimaksud adalah jenjang pendidikan, jabatan pekerjaan, penghasilan dan status sosial. Jenjang pendidikan mempengaruhi kesejahteraan psikologis karena mempengaruhi dimensi pertumbuhan pribadi dan dimensi tujuan dalam hidup. Selain itu, kesejahteraan psikologis juga dipengaruhi oleh suatu jabatan, penghasilan dan status sosial seseorang dimana ketiga hal tersebut dapat mempengaruhi enam dimensi kesejahteraan psikologis (The Naional Survey of Families and Households). Semakin tinggi ketiga hal tersebut, semakin tinggi pula kesejahteraan psikologis yang diperoleh, begitu pula sebaliknya. d. Perbedaan budaya (cultural differences)

Hasil penelitian menyebutkan bahwa dimensi kesejahteraan psikologis juga dipengaruhi oleh nilai individualisme-kolektivisme. Dimensi penerimaan diri dan kemandirian pada budaya barat yang nilai individualismenya tinggi akan memiliki hasil yang lebih baik, sedangkan pada budaya timur yang memiliki nilai kolektivisme yang tinggi akan memiliki dimensi hubungan yang positif dengan orang lain yang lebih menonjol.

B. Hakikat Remaja 1. Pengertian Remaja

Hurlock (1980:206) mengatakan istilah adolesence atau remaja berasal dari kata Latin (adolesence) (kata bendanya,


(38)

adolescentia yang berarti remaja) yang berarti “tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”.

Istilah adolesence , seperti yang dipergunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik. Pandangan ini diungkapkan oleh Piaget (dalam Hurlock) dengan mengatakan:

“Secara psikologis, masa remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakatdewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak . . . Integrasi dalam masyrakat (dewasa) mempunyai banyak aspek afektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber . . . Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok . . .Transformasi intelektual yang khas dari cara berpikir remaja ini memungkinkannya untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial yang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan ini”.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi.web.id/remaja) remaja berarti mulai dewasa; muda; pemuda.

Dari beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja adalah individu yang sedang tumbuh menjadi dewasa.

2. Ciri-ciri Masa Remaja

Ciri-ciri masa remaja menurut Hurlock (1980) yaitu: a. Masa remaja sebagai periode yang penting

Kendatipun semua periode dalam rentang kehidupan adalah penting, namun kadar kepentingannya berbeda-beda. Ada beberapa


(39)

periode yang lebih penting daripada beberapa periode lainnya, karena akibatnya yang langsung terhadap sikap dan perilaku, dan ada lagi yang penting karena akibat-akibat jangka panjangnya.

Pada periode remaja, baik akibat langsung maupun akibat jangka panjang tetap penting. Ada periode yang penting karena akibat fisik dan ada lagi karena akibat psikologis. Pada periode remaja kedua-duanya sama-sama penting.

Perkembangan fisik yang cepat dan penting disertai dengan cepatnya perkembangan mental yang cepat, terutama pada awal masa remaja. Semua perkembangan itu menimbulkan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru (1980:207).

b. Masa remaja sebagai periode peralihan

Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya, melainkan lebih-lebih sebuah peralihan dari satu tahap perkembangan ke tahap berikutnya. Artinya, apa yang telah terjadi akan meninggalkan bekasnya dan akan mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru (1980:207). c. Masa remaja sebagai periode perubahan

Ada lima perubahan dalam masa remaja yang sama yang hampir bersifat universal (1980:207). Pertama, meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Kedua, perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan,


(40)

masalah baru yang timbul lebih banyak dan lebih sulit diselesaikan dibandingkan masalah yang dihadapi sebelumnya. Keempat, dengan berubahnya minat dan pola perilaku, maka nilai-nilai juga berubah. Kelima, sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Ada dua alasan yang membuat masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Pertama, sepanjang masa kanak-kanak, masalah anak-anak sebagian diselesaikan oleh orang tua dan guru-guru, sehingga kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah. Kedua, karena para remaja merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru (1980:208)

e. Masa remaja sebagai masa pencari identitas

Pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-teman dalam segala hal, seperti sebelumnya.

Salah satu cara untuk mencoba mengangkat diri sendiri sebagai individu adalah dengam menggunakan simbol status dalam bentuk barang-barang yang mudah terlihat seperti kendaraan,


(41)

pakaian, dan yang lainnya. Dengan cara ini, remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang sebagai individu, sementara pada saat yang sama ia mempertahankan identitas dirinya terhadap kelompok sebaya (1980:208).

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Seperti ditunjukkan oleh Majeres, “Banyak anggapan populer tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai, dan sayangnya, banyak diantaranya yang bersifat negatif” (101). Anggapan stereotip budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapih, yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal.

Stereotip populer juga mempengaruhi konsep diri dan sikap remaja terhadap dirinya sendiri. Menerima stereotip ini dan adanya keyakinan bahwa orang dewasa mempunyai pandangan yang buruk tentang remaja, membuat peralihan ke masa dewasa menjadi sulit. Hal ini menimbulkan banyak pertentangan dengan orang tua dan antara orang tua dan anak terjadi jarak yang menghalangi anak unruk meminta bantuan orang tua untuk mengatasi pelbagai masalahnya (1980:208).


(42)

g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja cenderung memandang dirinya sendiri dan orang lain sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya. Remaja akan sakit hari dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri (1980:208).

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Dengan semakin mendekatnya usia kematangan yang sah, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip yang melekat selama belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Berpakaian dan bertindak seperti orang dewasa ternyata belumlah cukup. Oleh karena itu, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa, yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberikan citra yang mereka inginkan (1980:209).

3. Tugas Perkembangan Masa Remaja

Menurut Hurlock (1980:209) tugas perkembangan pada masa remaja adalah:


(43)

b. Menerima peran seks dewasa yang diakui oleh masyarakat baik bagi pria maupun wanita

c. Mempelajari hubungan baru yang lebih matang dengan lawan jenis d. Mempersiapkan diri untuk memilih bidang pekerjaan atau karir

agar bisa mandiri secara ekonomi di masa yang akan datang e. Memiliki keterampilan intelektual dan kecakapan sosial f. Membentuk nilai-nilai yang sesuai dengan lingkungan g. Mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab

h. Mempersiapkan perkawinan dan memahami tugas-tugas yang ada di dalamnya serta tanggung jawab kehidupan berkeluarga

4. Kebahagiaan dalam Masa Remaja

Menurut Hurlock (1980:239), remaja yang kurang mampu menyesuaikan diri sejak masa kanak-kanak, cenderung paling tidak berbahagia dan tetap tidak berbahagia sepanjang tahun-tahun awal masa remaja. Ketidakbahagiaan remaja lebih-lebih karena masalah-masalah pribadi daripada masalah-masalah-masalah-masalah lingkungan. Ia mempunyai tingkat aspirasi tinggi, yang tidak realistik bagi dirinya sendiri, dan bila prestasinya tidak memenuhi harapan, akan timbul rasa tidak puas dengan diri sendiri dan bersikap bahwa dirinya tidak mampu.

Bilamana remaja cukup berhasil mengatasi masalah yang dihadapi dan kepercayaan pada kemampuannya mengatasi masalah-masalah tanpa bantuan orang dewasa semakin meningkat, maka periode tidak bahagia lambat laun berkurang. Pada saat pandangan dan


(44)

perbuatannya lebih seperti orang dewasa, berangsur-angsur rasa bahagia timbul menggantikan rasa tidak bahagia, dan tekanan serta ketidakpuasan yang menandai awal masa remaja sebagian besar menghilang.

Kebahagiaan yang lebih besar, yang merupakan ciri akhir masa remaja, sebagian disebabkan karena remaja yang lebih tua diberi status yang lebih banyak dalam usaha mempertahankan tingkat perkembangannya dibandingkan ketika pada awal masa remaja. Hal yang lebih penting lagi, ia lebih realistik akan kemampuannya dan meletakkan tujuan sesuai dengan apa yang bisa dicapai, ia terus menerus berusaha dan mengarahkan usahanya untuk mencapai tujuannya dan ia menambah kepercayaan diri berdasarkan pengetahuan mengenai keberhasilan di masa-masa lalu yang melawan perasaan-perasaan tidak mampu yang mengganggu pada saat ia lebih muda.

Kalau remaja realistik tentang derajat penerimaan yang dapat mereka capai, dan merasa puas pada orang-orang yang menerima mereka dan menunjukkan kasih sayang pada orang-orang tersebut, kemungkinan untuk merasa bahagia pada masa remaja akan meningkat. Kebutuhan remaja akan dukungan atau penerimaan, kasih sayang dan prestasi menjadi ketiga unsur kebahagiaan yang bergantung pada lingkungan atau pada dirinya sendiri. Hal ini berlaku untuk semua usia, tetapi terutama bagi masa kanak-kanak dan masa remaja, pada saat individu bergantung pada keluarganya dan tidak


(45)

dapat mengendalikan lingkungan seperti yang akan dapat dilakukan bila mencapai masa dewasa.

Kalau pengendalian yang diberikan oleh lingkungan sedemikian rupa sehingga memperbolehkan remaja memuaskan kebutuhannya, ia akan bahagia sepanjang kebutuhannya bersifat realistik dalam arti sesuai dengan kemampuannya untuk memenuhi hal tersebut. Sebagian besar remaja menjadi lebih realistik dengan berjalannya masa remaja, hal ini dapat menjelaskan mengapa ia cenderung bahagia dan merasa lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan ketika masih berada dalam periode tidak realistik dalam awal masa remaja.

C. Hakikat Balai Pelayanan Sosial 1. Pengertian Balai Pelayanan Sosial

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, balai berarti gedung;rumah. Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 tentang penyelenggaraan kesejahteraan sosial, rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat. Menurut Pedoman Pelaksanaan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 53 Tahun 2013, balai pelayanan sosial adalahtempat pengasuhan, perawatan dan perlindungan untuk memungkinkan seorang


(46)

penyandang masalah kesejahteraan sosial mendapatkan pemenuhan kebutuhan dasarnya dan terjamin kelangsungan hidupnya.

Dari pengertian tersebut, balai pelayanan sosial dapat diartikan sebagai gedung atau rumah atau tempat yang digunakan untuk proses refungsionalisasi dan pengembangan agar seseorang mampu untuk melaksanakan fungsi sosialnya secara normal dalam kehidupan masyarakat.

2. Manfaat Balai Pelayanan Sosial

Pelayanan sosial dimaksudkan untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar. Pemulihan dan pengembangan sebagaimana dimaksud ditujukan untuk mengembalikan keberfungsian secara fisik, mental, dan sosial, serta memberikan dan meningkatkan keterampilan (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial).

3. Sasaran Balai Pelayanan Sosial

Menurut Pedoman Pelaksanaan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 53 Tahun 2013, ada tiga sasaran yang bisa masuk ke dalam balai pelayanan sosial, yaitu anak balita terlantar, anak terlantar dan lanjut usia terlantar. Dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso


(47)

Muda-Mudi” di Purworejo. Balai pelayanan sosial ini adalah balai khusus anak terlantar.

4. Kriteria Anak yang Bisa Masuk ke Balai Pelayanan Sosial

Menurut Pedoman Pelaksanaan Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 53 Tahun 2013, seorang anak yang mengalami perlakuan salah dan ditelantarkan oleh orang tua atau keluarga karena faktpr-faktor tertentu tidak dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasmani, rohani maupun sosialnya.

a. Kriteria:

1) usia 7 sampai dengan 18 tahun

2) berasal dari keluarga miskin atau sangat miskin 3) anak yatim, piatu, yatim piatu terlantar

4) diterlantarkan atau mengalami perlakuan salah atau tidak diasuh dengan layak oleh orangtua atau keluarganya

5) tidak diketahui orangtua atau keluarganya 6) kebutuhan dasarnya tidak terpenuhi secara layak b. Jangka waktu pelayanan:

1) jangka waktu pelayanan yang dberikan bagi penerima manfaat anak terlantar pada balai pelayanan sosial maksimal enam tahun. pada tingkat pendidikan slta diprioritaskan pada sekolah kejuruan atau smk.


(48)

2) pada proses penanganan dan pelayanan, dilaksanakan kegiatan orientasi pada keluarga penerima manfaat dengan maksud untuk mengetahui perkembangan kondisi kemampuan sosial ekonomi. Apabila keluarga penerima manfaat yang bersangkutan dipandang telah mampu sosial ekonominya, maka penerima manfaat dikembalikan kepada keluarga untuk melaksanakan fungsi pengasuhan secara mandiri.

5. Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi”

Purworejo

a. Sejarah singkat

Pada tanggal 8 Mei Tahun 1949 oleh Social Zaken didirikan Rumah Perawatan atau Balai Sosial Negara dengan nama Rumah Pendidikan Sosial “Wisma Joga” Kabupaten Purworejo dengan sasaran penanganan multi layanan (Bayi, Anak Terlantar, PGOT, dan Lansia). Pada tahun 1968 Rumah Pendidikan Sosial “Wisma Joga” Purworejo oleh Kantor Sosial (Kanso) Purworejo dikhususkan untuk menangani anak terlantar dengan nama Panti

Asuhan “Wiloso Muda Mudi” Purworejo. Pada tahun 2008

berdasar Peraturan Gubernur Jawa Tengah Nomor 50 tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah menjadi Satuan Kerja (Satker)

UPT Panti Asuhan “Kumuda Putra Putri” Magelang dengan nomen


(49)

Terhitung mulai 1 Januari tahun 2011, berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor : III tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah ditetapkan menjadi Balai Rehabilitasi Sosial (Balai Resos) “Wiloso Muda Mudi” Purworejo dengan Unit Rehabilitasi Sosial (Unit Resos) “Mardi Guno” Kebumen. Sejak tahun 2015 Balai Rehabilitasi Sosial “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo berganti nama menjadi Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda -Mudi” Purworejo.

b. Visi dan misi 1) Visi

Terwujudnya Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di Jawa Tengah yang Semakin Mandiri dan Sejahtera. 2) Misi

(a) Menyelenggarakan opersasional pelayanan Rehabilitasi Sosial system kelembagaan/institusi dan multi layanan sesuai standar pelayanan dan tahapan proses pertolongan pekerjaan sosial

(b) Membentuk karakter anak balai resos yang : sehat jasmani dan rohani, bertaqwa, jujur, bertanggung jawab, toleran, cerdas, terampil.

(c) Meningkatkan kualitas pelaksanaan pelayanan rehabilitasi sosial agar lebih efektif, inovatif dan akuntabel


(50)

(1) Meningkatkan partisipasi sosial masyarakat dalam usaha penyelenggaraan pelayanan kesejahteraan sosial bagi anak asuh/anak terlantar dan Pengemis Gelandangan dan Orang Terlantar (PGOT)

(2) Menjadikan Balai Resos “Wiloso Muda Mudi” Purworejo dan Unit Resos “Mardiguno” Kebumen sebagai pusat rujukan dan informasi pelayanan rehabilitasi sosial asuhan anak/anak terlantar dan PGOT serta tempat pengkajian pengembangan usaha kesejahteraan sosial.

c. Susunan organisasi dan tugasnya

Di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda -Mudi” Purworejo ini terdapat lima susunan organisasi yang ditugaskan untuk mengurus balai, yakni:

1) Kepala balai

Kepala balai mempunyai tugas memimpin pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dari balai.

2) Sub bagian tata usaha

Sub bagian tata usaha mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan program, kepegawaian, keuangan, ketatausahaan, rumah tangga dan perlengkapan balai.


(51)

Seksi penyantunan mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan dan pelaksanaan kegiatan penyantunan untuk memenuhi kebutuhan dasar seseorang agar dapat hidup secara layak bagi kemanusiaan.

4) Seksi bimbingan sosial

Seksi bimbingan sosial mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan dan pelaksanaan berbagai bentuk kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh pekerja sosial untuk membantu klien baik individu, kelompok maupun masyarakat dalam meningkatkan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah, serta menjalin dan mengendalikan hubungan-hubungan sosial mereka dalam lingkungan sosialnya.

5) Kelompok jabatan fungsional

Kelompok jabatan fungsional khusus mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Lingkungan fisik Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso

Muda-Mudi” Purworejo

Di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda -Mudi” Purworejo terdapat keseluruhan bangunan terdiri dari satu lantai termasuk bangunan yang baru, karena dua tahun yang lalu mengalami pemugaran. Fasilitas yang ada di balai yaitu, asrama


(52)

untuk penerima manfaat yang terdiri atas tiga asrama putra dan tujuh asrama putri dimana tiap asrama berkapasitas sepuluh orang, kamar mandi dan toilet untuk penerima manfaat yang jumlahnya banyak namun agak kurang terawat, kantor sekretariat balai, rumah dinas bagi kepala balai dan pengasuh, ruang tata usaha, ruang bimbingan sosial, ruang penyantunan, ruang logistik, lapangan serbaguna untuk kegiatan luar ruangan, ruang makan, mushola, aula, ruang belajar, satu unit komputer, jaringan internet, kipas angin, dan printer.

D. Kerangka Berpikir

Pada bagian ini akan dipaparkan mengenai kerangka berpikir peneliti.

Kesejahteraan psikologis mempunyai enam dimensi. Keenam dimensi tersebut harus berkembang dengan baik dalam diri seseorang agar bisa dikatakan sejahtera secara psikologis. Tetapi ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang, ada faktor internal maupun faktor eksternal.


(53)

1. Penerimaan Diri

2. Hubungan yang Positif dengan Orang Lain 3. Otonomi

4. Penguasaan Terhadap Lingkungan 5. Tujuan Hidup

6. Pertumbuhan Pribadi

Individu Memiliki Tingkat Kesejahteraan Psikologis yang Tinggi

Individu Memiliki Tingkat Kesejahteraan Psikologis yang Rendah

Faktor Internal Faktor Eksternal Faktor Internal


(54)

34 BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini, memuat jenis penelitian, subjek penelitian, variabel atau objek penelitian, waktu dan tempat penelitian, teknik pengumpulan data, analisis butir, instrumen penelitian, analisis butir, reliabilitas instrumen dan teknik analisis data.

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Menurut Borg dan Gall (dalam Sugiyono, 2012: 7), metode kuantitatif disebut sebagai metode positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini sebagai metode ilmiah atau scientific karena telah memenuhi kaidah-kaidah ilmiah yaitu konkrit atau empiris, obyektif, terukur, rasional, dan sistematis. Metode ini juga disebut metode discovery, karena dengan metode ini dapat ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis menggunakan statistik.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian populasi. Populasi penelitian ini adalah 100 orang remaja Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo dengan rentang usia 12-17 tahun yang menjadi penerima manfaat di balai tersebut.


(55)

Data dalam penelitian ini didapat melalui pemberian kuesioner kepada 100 responden yang menjadi penerima manfaat di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak ”Wiloso Muda-Mudi” Purworejo. Berikut dipaparkan jenis kelamin dari responden penelitian:

Tabel 3.1

Jumlah Penerima Manfaat di Balai Berdasarkan Jenis Kelamin No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase

1. Laki-laki 30 30%

2. Perempuan 70 70%

Jumlah 100 100%

Penerima manfaat ini berasal dari dua tingkatan sekolah yang berbeda, yaitu SMP dan SMK, berikut dipaparkan tingkatan sekolah responden:

Tabel 3.2

Jumlah Penerima Manfaat Berdasarkan Tingkatan Sekolah No. Jenis Kelamin Jumlah

Responden di Tingkat SMP Jumlah Responden di Tingkat SMK Jumlah Keseluruhan

1. Laki-laki 5 25 30

2. Perempuan 6 64 70

Jumlah 11 89 100

Penerima manfaat yang ada di balai ini pada dasarnya adalah anak terlantar. Anak-anak tersebut ada yang menjadi korban pengabaian di keluarga, keluarga yang broken home dan ada pula yang memang keluarganya tidak mampu secara ekonomi sehingga anaknya dimasukkan ke balai. Ada tiga macam status penerima manfaat di balai yaitu yatim, yatim piatu dan terlantar. Berikut dipaparkan data status penerima manfaat:


(56)

Tabel 3.3

Jumlah Penerima Manfaat Berdasarkan Status Di Balai No. Jenis

Kelamin

Yatim Yatim Piatu

Terlantar Jumlah Keseluruhan

1. Laki-laki 4 0 26 30

2. Perempuan 18 1 51 70

Jumlah 22 1 77 100

C. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama periode KKN dan pengumpulan data dilakukan pada tanggal 14 April sampai dengan 17 April 2016 di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo yang beralamatkan di Jl.Urip Sumoharjo No. 76 Purworejo.

D. Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara menyebarkan kuesioner. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya (Sugiyono, 2012).

2. Instrumen Penelitan

Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kuesioner Kesejahteraan Psikologis. Kuesioner yang disusun oleh peneliti berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff (1989), yaitu penerimaan diri, hubungan yang positif dengan


(57)

orang lain, otonomi, penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan pertumbuhan pribadi.

Dalam kuesioner disediakan empat alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Masing-masing alternatif jawaban juga mempunyai skor berbeda sesuai dengan masing-masing jenis item. Jenis item kuesioner ada dua, yaitu favorable dan unfavorable. Berikut akan dipaparkan skor alternatif jawaban berdasarkan jenis item kuesioner:

Tabel 3.4

Skor Alternatif Jawaban Kuesioner Kesejahteraan Psikologis No. Alternatif Jawaban

Skor

Item Favorable Item Unfavorable

1. Sangat Setuju (SS) 4 1

2. Setuju (S) 3 2

3. Tidak Setuju (TS) 2 3

4. Sangat Tidak Setuju (STS) 1 4

Berikut ini juga dipaparkan kisi-kisi kuesioner Kesejahteraan Psikologis yang digunakan dalam penelitian ini:


(58)

Tabel 3.5

Kisi-kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis

Aspek Indikator Item Jumlah

+ -

Penerimaan diri

a. Memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya

b. Mengakui dan menerima aspek-aspek diri termasuk hal-hal yang baik dan buruk dalam dirinya

c. Memandang positif pengalaman di masa lalunya

1,2 5,6,7 10,11 8,4 3,9 12,13 13 Hubungan yang positif dengan orang lain

a. Adanya sikap hangat, puas, dan percaya terhadap hubungannya dengan orang lain

b. Mempunyai sikap empati, afeksi dan keakraban terhadap orang lain

c. Memahami akan arti memberi dan menerima dalam hubungannya dengan orang lain

14,15 19,20 23 17,18 21,22 24,25,26 12

Otonomi a. Mampu dalam mengatur perilakunya sendiri b. Mandiri

c. Mampu melawan tekanan sosial yang diterima dan bertindak dengan cara-cara tertentu

d. Memiliki prinsip diri e. Mampu mengevaluasi diri

27 30,31,36 33,16 36,61 38 28,29 32 34,35 37 39 16 Penguasaan lingkungan

a. Mampu mengelola lingkungan

b. Mampu mengontrol susunan yang kompleks yang ada diluar diri

c. Mampu memanfaatkan segala kemungkinan yang ada dilingkungan sekitar secara efektif

d. Mampu untuk menciptakan dan mengelola keadaan yang cocok bagi kebutuhan dan nilai-nilai pribadi

40,41 43,44 46,47 50,51 42 45 48,49 52 13

Tujuan hidup a. Memiliki tujuan hidup yang terarah

b. Merasa bahwa segala kejadian baik yang akan datang maupun yang telah terjadi memiliki makna penting dalam dirinya

c. Memegang keyakinan yang memberikan tujuan hidup

d. Memiliki tujuan dan sasaran untuk hidup

53,54 57 60 64 55 59 62,63 56 10 Pertumbuhan pribadi

a. Adanya keinginan untuk terus berkembang

b. Melihat dirinya sebagai pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang

c. Terbuka terhadap pengalaman-pengalaman yang baru

d. Melihat peningkatan dalam diri dan perilakunya setiap saat

e. Mengubah sikap-sikap dengan cara berefleksi dari pengalaman

66 69 71,72 74 76,77 67,68 70 73,58 75 78 14

Berikut dipaparkan jumlah masing-masing item berdasarkan enam dimensi tersebut:

Tabel 3.6

Daftar Jumlah Item Masing-masing Dimensi

No. Dimensi Jumlah item

1. Penerimaan diri 13 item

2. Hubungan yang positif dengan orang lain 12 item

3. Otonomi 16 item

4. Penguasaan lingkungan 13 item

5. Tujuan hidup 10 item

6. Pertumbuhan pribadi 14 item


(59)

E. Analisis Butir dan Reliabilitas Instrumen 1. Analisis butir

Dalam penelitian ini uji analisis butir dilakukan guna mengetahui daya diskriminasi item. Pengujian daya diskriminasi item dilakukan dengan cara menghitung koefisien korelasi antara distribusi skor item dengan distribusi skor skala item itu sendiri, komputasi ini akan menghasilkan koefisien korelasi item-total.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan data empirik dan menganalisis butir item secara kuantitatif dengan perhitungan korelasi item dengan skor total dan menggunakan teknik analisis korelasi

Pearson Product Moment.

Formula:

r

XY =

 

 

 2 2 2 2 Y Y N X X N Y X XY N Keterangan : XY

r

= korelasi skor-skor total kuesioner dan total butir-butir

N = jumlah subyek

X = skor sub total kuesioner

Y = skor total butir-butir kuesioner

XY = hasil perkalian antara skor X dan skor Y

Skor korelasi item dengan skor total bergerak antara 0,00-1. Semakin tinggi nilai korelasi item dengan skor total skala, maka semakin bagus daya item tersebut. Sebaliknya, semakin rendah nilai korelasi item-skor total, semakin rendah daya beda item tersebut.


(60)

Apabila daya beda bernilai - (minus), maka item tersebut tidak bisa membedakan antara individu yang memiliki atribut atau tidak, malah item tersebut memberikan informasi yang salah (Jelpa: 93). Maka nilai indeks diskriminasi item dapat dilihat sebagai berikut:

Tabel 3.7

Indeks Diskriminasi Item Kuesioner Kesejahteraan Psikologis

Nilai Klasifikasi

≥ 0,300 Diterima

0,250 – 0,299 Dipertimbangkan

≤ 0,249 Tidak Disarankan

- (minus) Ditolak

Apabila item tersebut memiliki nilai 0,250-0,299, maka item tersebut dapat dipertimbangkan. Item tersebut tetap dipakai jika item yang memiliki nilai ≥ 0,300 terbatas (Jelpa: 94). Dikarenakan keterbatasan item dibeberapa indikator maka item yang masuk dalam klasifikasi dipertimbangkan juga digunakan. Berdasarkan hasil dari tabel data di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah item berdasarkan indeks diskriminasi item sebagai berikut:

Tabel 3.8

Jumlah Hasil Klasifikasi Diskriminasi Item Kuesioner Kesejahteraan Psikologis

Klasifikasi Jumlah Item

Diterima 64

Dipertimbangkan 4 Tidak Disarankan 10

Ditolak 0

Berikut disajikan rincian kisi-kisi kuesioner setelah uji diskriminasi item:


(61)

Tabel 3.9

Kisi-Kisi Kuesioner Kesejahteraan Psikologis Setelah Uji Diskriminasi Item

Aspek Indikator Item Jumlah

+ -

Penerimaan diri

a. Memiliki pandangan yang positif terhadap dirinya b. Mengakui dan menerima aspek-aspek diri termasuk

hal-hal yang baik dan buruk dalam dirinya

c. Memandang positif pengalaman di masa lalunya

1,2 6,7 10,11 8,4 3,9 12,13 12 Hubungan yang positif dengan orang lain

a. Adanya sikap hangat, puas, dan percaya terhadap hubungannya dengan orang lain

b. Mempunyai sikap empati, afeksi dan keakraban terhadap orang lain

c. Memahami akan arti memberi dan menerima dalam hubungannya dengan orang lain

14,15 19,20 23 17,18 21,22 24,25,26 12

Otonomi a. Mampu dalam mengatur perilakunya sendiri b. Mandiri

c. Mampu melawan tekanan sosial yang diterima dan bertindak dengan cara-cara tertentu

d. Memiliki prinsip diri e. Mampu mengevaluasi diri

27 36,31 33,16 61 38 28 32 35 37 39 12 Penguasaan lingkungan

a. Mampu mengelola lingkungan

b. Mampu mengontrol susunan yang kompleks yang ada diluar diri

c. Mampu memanfaatkan segala kemungkinan yang ada dilingkungan sekitar secara efektif

d. Mampu untuk menciptakan dan mengelola keadaan yang cocok bagi kebutuhan dan nilai-nilai pribadi

40,41 43,44 46 50,51 42 45 48 - 10 Tujuan hidup

e. Memiliki tujuan hidup yang terarah

f. Merasa bahwa segala kejadian baik yang akan datang maupun yang telah terjadi memiliki makna penting dalam dirinya

g. Memegang keyakinan yang memberikan tujuan hidup h. Memiliki tujuan dan sasaran untuk hidup

53,54 57 60 64 55 59 62,63 56 10 Pertumbuhan pribadi

a. Adanya keinginan untuk terus berkembang

b. Melihat dirinya sebagai pribadi yang sedang bertumbuh dan berkembang

c. Terbuka terhadap pengalaman-pengalaman yang baru d. Melihat peningkatan dalam diri dan perilakunya setiap saat e. Mengubah sikap-sikap dengan cara berefleksi dari

pengalaman 66 69 71 74 76,77 67,68 70 58 75 78 12

2. Reliabilitas instrumen.

Hasil penelitian dikatakan reliabel apabila terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda (Sugiyono, 2014: 172). Jadi kata kunci


(62)

untuk syarat kualifikasi suatu instrumen pengukur adalah konsistensi, keajegan atau tidak berubah-ubah.

Reliabilitas merupakan terjemahan dari kata reliability yang mempunyai asal kata rely dan ability. Pengukuran yang memiliki reliabilitas tinggi disebut sebagai pengukuran yang reliabel. Walaupun reliabilitas mempunyai berbagai nama lain seperti keterpercayaan, keterandalan, keajegan, kestabilan, konsistensi, dan sebagainya, namun ide pokok yang terkandung dalam konsep reliabilitas adalah sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997).

Pengujian reliabilitas instrumen penelitian ini dilakukan dengan teknik atau pendekatan konsistensi internal dengan perhitungan menggunakan formula Cronbach Alpha Pengujian reliabilitas instrumen menggunakan rumus:

XX

rα = 2 [1 -

]

Keterangan :

S = varians skor belahan 1

S = varians skor belahan 2 2

Sx = varians skor tes

Setelah hasil pengujian reliabilitas didapat, selanjutnya dilihat ke kriteria koefisien reliabilitas menurut Guilford (Masidjo,1995) dimana kriterianya seperti berikut:


(63)

Tabel 3.10

Kriteria Reliabilitas Menurut Guilford Koefisien Korelasi Kualifikasi

0,91 – 1,00 Sangat Tinggi 0,71 - 0,90 Tinggi 0,41 – 0,70 Sedang

0,21 - 0,40 Rendah Negatif – 0,20 Sangat Rendah

Hasil uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan SPSS. Hasil uji reliabilitas yang didapat adalah 0.945, sehingga koefisien reliabilitas kuesioner termasuk dalam kategori sangat tinggi.

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini teknik analisis data yang digunakan adalah statistik deskriptif. Statistik deskriptif adalah statistik yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi (Sugiyono, 2014: 208).

Sebelum mengolah data, peneliti memberikan skor disetiap kuesioner kemudian menghitung total skor tiap aitem, setelah itu peneliti menggunakan teknik frekuensi untuk mengetahui skor yang diperoleh setiap responden. Teknik analisis data yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah tentang deskripsi tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis


(64)

menurut Ryff adalah dengan menggunakan kategorisasi berdasarkan model distribusi normal. Peneliti membagi pengkategorisasian tersebut menjadi lima kategorisasi, yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Dari tabel frekuensi sebelumnya selanjutnya diolah dengan memasukkan norma kategorisasi yang telah ditetapkan dan kemudian dilihat berapa jumlah responden yang berada disetiap kategorisasi. Norma kategorisasi ditentukan berdasarkan formula berikut:

Tabel 3.11

Kategorisasi Tingkat Kesejahteraan Psikologis

Norma/Kriteria Skor Kategori

µ + 1,5 SD < x Sangat Tinggi

µ + 0,5 SD < x ≤ µ + 1,5 SD Tinggi

µ - 0,5 SD < x ≤ µ + 0,5 SD Sedang

µ - 1,5 SD < x ≤ µ - 0,5 SD Rendah

x ≤ µ - 1,5 SD Sangat Rendah

Keterangan:

Skor maksimum teoritik : Skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian berdasarkan perhitungan skala Skor minimum teoritik : Skor terendah yang diperoleh subjek

penelitian berdasarkan perhitungan skala Standar deviasi : Luas jarak rentangan yang dibagi dalam 6

satuan deviasi sebaran

µ (mean teoritik) : Rata-rata teoritik skor maksimum dan minimum


(65)

Kategori diatas digunakan untuk pengelompokan kategorisasi tingkat kesejahteraan psikologis dengan jumlah item kuesioner sebanyak 68 item maka diperoleh perhitungan capaian skor subjek sebagai berikut: Skor maksimum teoritik : 4 x 68 = 272

Skor minimum teoritik : 1 x 68 = 68 Luas jarak : 272 – 68 = 204 Standar deviasi : 204 : 6 = 34

µ (mean teoritik) : (272 + 68) : 2 = 170

Hasil perhitungan analisis data skor subjek penelitian disajikan dalam norma kategorisasi tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo tahun 2016 sebagai berikut:

Tabel 3.12

Kategorisasi Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Norma/Kriteria Skor Rentang Skor Kategori µ + 1,5 SD < x 221 < x Sangat Tinggi

µ + 0,5 SD < x ≤ µ + 1,5 SD 187 < x ≤ 221 Tinggi

µ - 0,5 SD < x ≤ µ + 0,5 SD 153 < x ≤ 187 Sedang

µ - 1,5 SD < x ≤ µ - 0,5 SD 119 < x ≤ 153 Rendah


(66)

46 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini dibahas tentang hasil penelitian dan pembahasan.

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian akan menjawab rumusan masalah penelitian, yaitu: 1. Tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo tahun 2016 berdasarkan enam dimensi kesejahteraan psikologis menurut Ryff.

Tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial

Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo dapat digambarkan

sebagai berikut:

Tabel 4.1

Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Rentang Skor Kategori Frekuensi %

221 < x Sangat Tinggi 53 53%

187 < x ≤ 221 Tinggi 44 44%

153 < x ≤ 187 Sedang 3 3%

119 < x ≤ 153 Rendah - -

x ≤ 119 Sangat Rendah - -

Data pada tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti berikut:


(67)

Grafik 4.1

Diagram Kesejahteraan Psikologis Remaja di Balai Pelayanan

Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Data di atas menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis remaja di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo pada kategori sangat tinggi sebanyak 53 orang (53%), pada kategori tinggi sebanyak 44 orang (44%), pada kategori sedang sebanyak 3 orang (3%), sedangkan pada kategori rendah dan sangat rendah tidak ada remaja yang berada didalam kategori tersebut. Artinya, hampir seluruh penerima manfaat yang berada di balai ini sudah memiliki kesejahteraan psikologis yang baik tetapi masih ada beberapa penerima manfaat yang masih belum merasa sejahtera secara psikis.

0 10 20 30 40 50 60


(68)

2. Tingkat kesejahteraan psikologis dari remaja putra dan remaja putri di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo tahun 2016.

Tingkat kesejahteraan psikologis remaja putra di Balai Pelayanan Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo dapat digambarkan sebagai berikut:

Tabel 4.2

Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja Putra di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Rentang Skor Kategori Frekuensi %

221 < x Sangat Tinggi 14 46,7%

187 < x ≤ 221 Tinggi 15 50%

153 < x ≤ 187 Sedang 1 3,3%

119 < x ≤ 153 Rendah - -

x ≤ 119 Sangat Rendah - -

Data pada tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti berikut:

Grafik 4.2

Diagram Kesejahteraan Psikologis Remaja Putra di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo 0

2 4 6 8 10 12 14 16

sangat tinggi tinggi sedang rendah sangat rendah


(69)

Data di atas menunjukkan bahwa tingkat kesejahteraan psikologis

remaja putra di Balai Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda

-Mudi” di Purworejo pada kategori sangat tinggi sebanyak 14 orang (46,7%), pada kategori tinggi sebanyak 15 orang (50%), pada kategori sedang sebanyak 1 orang (3,3%), sedangkan pada kategori rendah dan sangat rendah tidak ada remaja putra yang berada didalam kategori tersebut. Artinya, hampir seluruh laki-laki yang ada di balai sudah memiliki kesejahteraan psikologis yang baik.

Tingkat kesejahteraan psikologis remaja putri di Balai Pelayanan

Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” di Purworejo dapat digambarkan

sebagai berikut:

Tabel 4.3

Tingkat Kesejahteraan Psikologis Remaja Putri di Balai

Pelayanan Sosial Asuhan Anak “Wiloso Muda-Mudi” Purworejo

Rentang Skor Kategori Frekuensi %

221 < x Sangat Tinggi 39 55,7%

187 < x ≤ 221 Tinggi 29 41,4%

153 < x ≤ 187 Sedang 2 2,9%

119 < x ≤ 153 Rendah - -

x ≤ 119 Sangat Rendah - -

Data pada tabel di atas dapat digambarkan dalam bentuk diagram batang seperti berikut:


(1)

107


(2)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 171 1 1.4 1.4 1.4

172 1 1.4 1.4 2.9

188 1 1.4 1.4 4.3

196 2 2.9 2.9 7.1

200 2 2.9 2.9 10.0

201 2 2.9 2.9 12.9

203 1 1.4 1.4 14.3

204 1 1.4 1.4 15.7

205 1 1.4 1.4 17.1

207 3 4.3 4.3 21.4

209 1 1.4 1.4 22.9

210 1 1.4 1.4 24.3

211 1 1.4 1.4 25.7

212 1 1.4 1.4 27.1

213 2 2.9 2.9 30.0

215 2 2.9 2.9 32.9

216 1 1.4 1.4 34.3

217 2 2.9 2.9 37.1

218 2 2.9 2.9 40.0

219 1 1.4 1.4 41.4

220 2 2.9 2.9 44.3

223 2 2.9 2.9 47.1

224 1 1.4 1.4 48.6

225 3 4.3 4.3 52.9

230 3 4.3 4.3 57.1

231 2 2.9 2.9 60.0

233 1 1.4 1.4 61.4


(3)

235 2 2.9 2.9 67.1

236 1 1.4 1.4 68.6

237 1 1.4 1.4 70.0

238 1 1.4 1.4 71.4

240 1 1.4 1.4 72.9

241 2 2.9 2.9 75.7

242 3 4.3 4.3 80.0

243 3 4.3 4.3 84.3

245 1 1.4 1.4 85.7

249 1 1.4 1.4 87.1

250 2 2.9 2.9 90.0

251 1 1.4 1.4 91.4

252 1 1.4 1.4 92.9

254 1 1.4 1.4 94.3

255 1 1.4 1.4 95.7

260 1 1.4 1.4 97.1

262 2 2.9 2.9 100.0


(4)

110


(5)

Nomor Item r hitung Keterangan 1 0.490 Diterima 2 0.336 Diterima 3 0.568 Diterima 4 0.641 Diterima 5 0.195 Tidak disarankan 6 0.455 Diterima 7 0.253 Dipertimbangkan 8 0.420 Diterima 9 0.373 Diterima 10 0.409 Diterima 11 0.404 Diterima 12 0.354 Diterima 13 0.361 Diterima 14 0.507 Diterima 15 0.444 Diterima 16 0.289 Diterima 17 0.432 Diterima 18 0.326 Diterima 19 0.579 Diterima 20 0.436 Diterima 21 0.469 Diterima 22 0.257 Dipertimbangkan 23 0.300 Diterima 24 0.647 Diterima 25 0.487 Diterima 26 0.500 Diterima 27 0.515 Diterima 28 0.259 Dipertimbangkan 29 0.156 Tidak disarankan 30 0.165 Tidak disarankan 31 0.542 Diterima 32 0.538 Diterima 33 0.265 Dipertimbangkan 34 0.237 Tidak disarankan 35 0.493 Diterima 36 0.370 Diterima 37 0.381 Diterima 38 0.625 Diterima 39 0.468 Diterima 40 0.509 Diterima 41 0.421 Diterima 42 0.501 Diterima


(6)

43 0.603 Diterima 44 0.469 Diterima 45 0.333 Diterima 46 0.363 Diterima 47 0.215 Tidak disarankan 48 0.555 Diterima 49 0.009 Tidak disarankan 50 0.521 Diterima 51 0.520 Diterima 52 0.236 Tidak disarankan 53 0.535 Diterima 54 0.509 Diterima 55 0.402 Diterima 56 0.407 Diterima 57 0.452 Diterima 58 0.493 Diterima 59 0.398 Diterima 60 0.393 Diterima 61 0.427 Diterima 62 0.540 Diterima 63 0.404 Diterima 64 0.480 Diterima 65 0.229 Tidak disarankan 66 0.457 Diterima 67 0.562 Diterima 68 0.468 Diterima 69 0.383 Diterima 70 0.355 Diterima 71 0.480 Diterima 72 0.033 Tidak disarankan 73 0.175 Tidak disarankan 74 0.455 Diterima 75 0.345 Diterima 76 0.459 Diterima 77 0.340 Diterima 78 0.566 Diterima