Proses Produksi Kerupuk Kulit Pisang abstrak

(1)

commit to user

LAPORAN TUGAS AKHIR

PROSES PRODUKSI KERUPUK KULIT PISANG

Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian

Fakultas Pertanian

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh:

NAF’AN H3109036

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA


(2)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan tugas akhir ini dengan lancar.

Dalam kesempatan kali ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. Bambang Puji Asmanto, MS selaku Dekan Fakultas Pertanian UNS.

2. Ir. Choiroel Anam, M.P, M.T selaku Ketua Program diploma III Pertanian UNS.

3. Lia Umi Khasanah, ST, MT selaku Dosen Penguji I.

4. Ir. Windi Atmaka, M.P selaku Dosen Penguji II.

5. Bapak dan Ibu tercinta terimakasih atas pengorbanan dan doanya yang tiada henti,

semoga kebahagiaan selalu menyertai Bapak dan Ibu, terimakasih atas supportnya.

6. Teman-teman seperjuangan DIII Teknologi Hasil Pertanian, semoga Allah

mempermudah langkah kita .

7. Semua pihak yang telah membantu penulis, yang tidak mungkin penulis sebutkan

satu persatu. Semoga Allah SWT senantiasa membimbing langkah kita semua. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih sangat jauh dari sempurna, sehingga besar harapan penulis akan adanya saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhirnya penulis berharap semoga laporan praktek produksi ini dapat bermanfaat.

Surakarta, 2012 Penulis


(3)

commit to user

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 2

C. Tujuan ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. Kulit Pisang ... 4

B. Kerupuk ... 6

C. Bahan Pembuat Kerupuk ... 8

D. Analisa Sensoris ... 15

E. Analisa Ekonomi ... 16

BAB III METODE PELAKSANAAN ... 20

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 20

B. Bahan, Alat, dan Cara Kerja ... 20

C. Analisa Produk ... 22

D. Analisa Ekonomi Kerupuk Kulit Pisang... 22

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

A. Deskripsi Produk ... 25

a. Analisa Sensoris ... 32

b. Analisa Klasium ... 35

B. Desain Kemasan ... 35

a. Bahan ... 35


(4)

commit to user

c. Labeling ... 36

C. Analisis Ekonomi ... 37

BAB V PENUTUP ... 46

A. Kesimpulan ... 46

B. Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA ... 47


(5)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Komposisi Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan ... 5

Tabel 2.2 Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Ikan ... 8

Tabel 2.3 Kandungan Kimia Tepung Tapioka ... 9

Tabel 2.4 Komposisi zat Energi gizi per 100 g Tapioka ... 9

Tabel 2.5 Komposisi Kimia Dalam Tepung Terigu ... 11

Tabel 2.6 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram ... 12

Tabel 2.7 Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng ... 14

Tabel 3.1 Parameter Analisis Uji Organoleptik ... 22

Tabel 3.2 Parameter Analisis Uji Kalsio ... 22

Tabel 4.1 Takaran bahan baku kerupukkulit pisang ... 26

Tabel 4.2 Uji scoring ... 33

Tabel 4.3 Hasil Analisa Kadar Kalsium Pada Kulit Pisang dan Kerupuk Kulit Pisang ... 35

Tabel 4.4 Biaya Usaha ... 37

Tabel 4.5 Biaya Penyusutan / Depersiasi ... 37

Tabel 4.6 Biaya Amortisasi ... 38

Tabel 4.7 Total Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 38

Tabel 4.8 Bahan Baku dan Bahan Tambahan dalam Pengolahan Kerupuk Kulit Pisang ... 38

Tabel 4.9 Biaya Kemasan ... 39

Tabel 4.10 Biaya Bahan Bakar ... 39

Tabel 4.11 Biaya Perawatan dan Perbaikan ... 39


(6)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Kulit Pisang ... 21

Gambar 4.1 Kulit pisang tapioca dan terigu ... 25

Gambar 4.2 Bawang putih, garam, dan minyak goring ... 25

Gambar 4.3 Perebusan ... 27

Gamabr 4.4 Penghancuran ... 27

Gamabr 4.5 Pencampuran ... 28

Gambar 4.6 Pencetakan ... 28

Gambar 4.7 Pengukuran ... 29

Gambar 4.8 Pendinginan ... 29

Gambar 4.9 Pengirisan ... 30

Gamabr 4.10 Pengeringan ... 30

Gambar 4.11 Penggorengan ... 31

Gambar 4.12 Pengemasan ... 32


(7)

commit to user

1

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Buah pisang adalah salah satu jenis buah yang mudah ditemukan dimana saja dan kapan saja. Hal itu karena sifat buah pisang yang dapat berbuah setiap saat tanpa menunggu musim datang seperti buah lainnya, terutama di daerah tropis seperti negara Indonesia (Pandji, 2010).

Buah pisang adalah salah satu buah yang kaya akan kandungan vitamin C, B Kompleks, kalsium, B6 dan serotonin. Zat ini berfungsi sebagai neurotransmitter yang memperlancar fungsi otak, oleh karenanya jika otak mengalami keletihan maka ada baiknya mengkonsumsi buah pisang. Pisang memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan beberapa buah-buahan lain dan pisang memiliki cadangan energi yang cepat jika dibutuhkan. Pisang berdasarkan cara mengkonsumsi dikelompokkan dalam dua golongan yaitu banana dan plantain. Banana adalah pisang yang lebih sering dikonsumsi dalam bentuk segar setelah buah matang, contohnya pisang ambon, susu, raja, seribu, dan sunripe. Sedangkan Plantain adalah pisang yang dikonsumsi setelah digoreng, direbus, dibakar, atau dikolak, seperti pisang kepok, siam, kapas, tanduk, dan uli (Herwin, 2008).

Di dalam studi klinis yang dilakukan, para peneliti membandingkan efek ekstrak kulit pisang bagi retina mata pada dua kelompok. Pertama adalah kelompok kontrol dan kelompok kedua adalah responden yang diberi ekstrak kulit pisang dan kedua kelompok tersebut dipapari cahaya selama enam jam dalam dua hari. Hasilnya, kelompok yang tidak mendapat ekstrak kulit pisang sel retinanya menjadi mati, sedangkan kelompok lainnya retinanya tidak mengalami kerusakan. Sementara itu untuk mengatasi depresi, para peneliti menyarankan untuk meminum air rebusan kulit pisang atau membuatnya dalam bentuk jus segar selama beberapa kali dalam seminggu. Meski belum ada penjelasan ilmiahnya, para ahli meyakini rendahnya kadar serotonin di dalam otak akan menyebabkan timbulnya berbagai penyakit, salah satunya adalah


(8)

commit to user

depresi. Sedangkan serotonin yang cukup akan membuat seseorang tenang dan rileks (Kompas, 2003).

Ketersediaan bahan baku dan kandungan gizi didalamnya membuat prospek pengolahan kulit pisang mendapat respon yang baik dari masyarakat. Selain diolah menjadi tepung, kulit pisang juga dapat diolah menjadi makanan lain, misalnya kerupuk ataupun keripik (Suriawiria, 2000).

Prospek kerupuk kulit pisang di masyarakat cukup cerah dan pangsa pasar penerima hasil produksi juga terbuka lebar. Hal ini didukung juga pola konsumsi masyarakat yang mulai memperhatikan kandungan gizi makanan maka dilakukan kegiatan diversifikasi pengolahan kulit pisang tersebut sebagai alternatif makanan yang menyehatkan.

Kerupuk tapioka oleh sebagian masyarakat Indonesia dikenal sebagai makanan ringan dan praktis yang tidak memerlukan metode penyimpanan khusus dalam hal distribusi. Bahan utama pembuatan kerupuk berupa tepung tapioka dan bumbu rempah-rempah dengan pencampuran bahan tambahan makanan sintetis (BTM) untuk meningkatkan flavor yang relatif murah, membuat industri kerupuk dapat berproduksi secara massal dan kontinu. Kandungan gizi yang rendah dan cita rasa khas kerupuk yang biasa menjadi suatu peluang untuk membuat kerupuk yang lebih bernilai gizi dan memiliki flavor yang lezat. Penambahan bahan alami dan bergizi sebagai bahan pengisi pada kerupuk merupakan modifikasi dan improvisasi teknologi yang berpeluang menghasilkan teknologi produksi kerupuk. Teknologi pembuatan kerupuk dengan menambahkan atau mengubah sifat fungsionalnya sehingga bentuk, sifat dan penerimaan konsumen dapat lebih baik akan meningkatkan pangsa pasar kerupuk, baik nasional, maupun internasional.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana cara pengolahan kerupuk kulit pisang dan bahan baku yang digunakan?


(9)

commit to user

2. Bagaimana analisis sensori yang meliputi warna rasa kerenyahan dan overall untuk mendapatkan kerupuk kulit pisang formulasi terpilih?

3. Berapa kadar kalsium pada kerupuk kulit pisang formulasi terpilih? 4. Berapa analisis ekonomi pada produk kerupuk kulit pisang?

C. Tujuan Praktek Produksi

Tujuan pelaksanaan Praktek Produksi ini adalah :

1. Mengetahui proses pembuatan kerupuk kulit pisang dan bahan baku yang digunakan.

2. Mengetahui analisis sensoris yang meliputi warna, rasa, kerenyahan dan overall untuk mendapatkan kerupuk kulit pisang formulasi terpilih.

3. Mengetahui kadar kalsium pada kerupuk kulit pisang formulasi terpilih. 4. Mengetahui analisis ekonomi pada produk kerupuk kulit pisang.


(10)

commit to user

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kulit Pisang

Kulit pisang merupakan bahan buangan (limbah buah pisang) yang cukup banyak jumlahnya. Pada umumnya kulit pisang belum dimanfaatkan secara nyata, hanya dibuang sebagai limbah organik saja atau digunakan sebagai makanan ternak seperti kambing, sapi, dan kerbau. Jumlah kulit pisang yang cukup banyak akan memiliki nilai jual yang menguntungkan apabila bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan (Susanti, 2006).

Menurut Basse (2000), jumlah dari kulit pisang cukup banyak, yaitu kira- kira 1/3 dari buah pisang yang belum dikupas. Kandungan unsur gizi kulit pisang cukup lengkap, seperti karbohidrat, lemak, protein, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin B, vitamin C dan air.

Unsur-unsur gizi inilah yang dapat digunakan sebagai sumber energi dan antibodi bagi tubuh manusia. Buah pisang banyak mengandung karbohidrat baik isinya maupun kulitnya. Pisang mempunyai kandungan khrom yang berfungsi dalam metabolisme karbohidrat dan lipid. Khrom bersama dengan insulin memudahkan masuknya glukosa ke dalam sel-sel. Kekurangan khrom dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan toleransi glukosa. Umumnya masyarakat hanya memakan buahnya saja dan membuang kulit pisang begitu saja. Di dalam kulit pisang ternyata memiliki kandungan vitamin C, B, kalsium, protein, dan juga lemak yang cukup. Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa komposisi kulit pisang banyak mengandung air yaitu 68,90 % dan karbohidrat sebesar 18,50 % (Munadjim, 1988). Komposisi zat gizi kulit pisang dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Seluruh wilayah kepulauan di Indonesia memiliki potensi pengembangan dalam hal budidaya dan produksi buah pisang. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat dari Tabel 3. Mengenai total tanaman, luas panen, hasil per hektar, hasil per pohon dan produksi pisang menurut propinsi tahun 2006.


(11)

commit to user

Tabel 3. Tanaman Menghasilkan, Luas Panen, Hasil per Hektar, Hasil per Pohon dan Produksi Pisang menurut Propinsi Tahun 2006

Karbohidrat atau Hidrat Arang yang dikandung oleh kulit pisang adalah amilum. Amilum atau pati ialah jenis polisakarida karbohidrat (karbohidrat kompleks). Amilum (pati) tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar dan tidak berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis) dalam jangka panjang. Hewan dan manusia juga menjadikan pati sebagai sumber energi yang penting. Amilum merupakan sumber energi utama bagi orang dewasa di seluruh penduduk dunia, terutama di negara berkembang oleh karena di konsumsi sebagai bahan makanan pokok. Disamping bahan pangan kaya akan amilum juga mengandung protein, vitamin, serat dan beberapa zat gizi penting lainnya (Johari dan Rahmawati, 2006).

Tabel 2.1. Komposisi Zat Gizi Kulit Pisang per 100 gram bahan

No. Zat Gizi Kadar

1 2 3 4 5 6 7 8 9 Air (g) Karbohidrat (g) Lemak (g) Protein (g) Kalsium (mg) Fosfor (mg) Zat besi (mg) Vitamin B (mg) Vitamin C (mg)

68,90 18,50 2,11 0,32 715 117 1,60 0,12 17,50 Sumber: Balai Penelitian dan Pengembangan Industri, Surabaya (1982).

Umumnya buah pisang dapat dinikmati dalam keadaan segar atau dalam bentuk olahan. Hampir semua bagian dari tanaman pisang dapat dimanfaatkan, seperti daun, batang,bonggol pisang, bunga pisang, dan kulit buah pisang sekalipun. Begitu banyak makanan tradisional khas daerah yang memerlukan pengemasan dengan daun pisang, sehingga begitu besar ketergantungannya pada tanaman pisang. Bagian dari pisang yang selama ini masih jarang dimanfaatkan adalah kulit pisang. Melalui cara pengolahan yang


(12)

commit to user

cukup sederhana, kulit pisang dari jenis pisang raja dan pisang ambon dapat diolah menjadi bahan baku minuman anggur (wine) (Anonim, 2008).

Menurut Lina Susanti (2006), kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan nata. Hal ini dapat dibuktikan dengan penelitiannya tentang perbedaan penggunaan jenis kulit pisang terhadap kualitas nata. Hasil analisisnya terbukti bahwa ada perbedaan kualitas yang nyata pada nata kulit pisang yang dibuat dari jenis kulit pisang yang berbeda dilihat dari sifat organoleptiknya. Selain itu, kulit pisang juga dapat dimanfaatkan dalam pembuatan jelly, cuka, dan sebagainya.

Berdasarkan penelitian Leyla Noviagustin (2008), ternyata kulit pisang juga dapat dijadikan tepung. Hal ini dibuktikan dengan penelitiannya tentang pemanfaatan limbah kulit pisang sebagai substituen tepung terigu dalam pembuatan mie. Hasil analisisnya terbukti bahwa pati limbah kulit pisang dapat digunakan sebagai bahan substituen tepung terigu dalam pembuatan mie dengan konsentrasi sebesar 20%.

B. Kerupuk

Badan Standar Nasional Indonesia menggolongkan dan

mendefinisikan beberapa jenis kerupuk. Kerupuk udang adalah hasil olahan dari campuran yang terdiri dari udang segar, tepung tapioka dan bahan lain yang dicetak, dikukus, diiris dan dikeringkan. Kerupuk kulit adalah produk makanan ringan, dibuat dari kulit sapi (Bos Indicus), atau kerbau (Bos Bubalus) melalui tahap proses pembuangan bulu, pengembangan kulit, perebusan, pengeringan dan dilatur untuk kerupuk bulit mentah atau dilanjutkan penggorengan untuk kerupuk kulit siap dikonsumsi. Kerupuk beras (Oryza sativa LINN) produk makanan kering, yang dibuat dari beras

(Oryza sativa INN) yang telah dimasak (nasi) dengan penambahan garam dan

bahan tambahan makanan yang diizinkan, baik dalam bentuk mentah maupun sudah digoreng. Kerupuk ikan adalah produk hasil perikanan dengan bahan baku ikan yang mengalami perlakuan pengolahan, perebusan dan pengeringan.

Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan yang bahan utamanya adalah pati. Berbagai bahan berpati dapat


(13)

commit to user

diolah menjadi kerupuk, diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, beras, sagu, terigu, tapioka dan talas (BPP Teknologi, 2011).

Menurut Anonimc (2011) bahwa kerupuk atau krupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996), kerupuk diartikan sebagai makanan yang dibuat dari adonan tepung dicampur dengan lumatan udang atau ikan, setelah dikukus dan disayat-sayat tipis atau dibentuk dengan alat cetak, kemudian sebagai jenis makanan kecil yang mengalami pengembangan volume dan membentuk produk yang berongga setelah mengalami proses penggorengan.

Pada umumnya pembuatan kerupuk adalah sebagai berikut : bahan berpati dilumatkan bersama atau tanpa bumbu, kemudian dimasak (direbus atau dikukus) dan dicetak berupa lempengan tipis yang disebut kerupuk kering. Sebelum dikonsumsi, kerupuk kering digoreng atau dipanggang terlebih dahulu. Ikan, telur dan daging adalah bahan penyedap yang dapat digunakan pada pembuatan kerupuk. Merica, bawang putih, bawang merah dan garam merupakan bumbu utama (BPP Teknologi, 2011).

Kerupuk dibuat dengan mengukus adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk bertekstur garing dan sering dijadikan pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia. Kerupuk udang dan kerupuk ikan adalah jenis kerupuk yang paling umum dijumpai di Indonesia. Kerupuk berharga murah seperti kerupuk aci atau kerupuk mlarat hanya dibuat dari adonan sagu dicampur garam, bahan pewarna makanan, dan vetsin. Kerupuk biasanya dijual di dalam kemasan yang belum digoreng. Kerupuk ikan dari jenis yang sulit mengembang ketika digoreng biasanya dijual dalam bentuk sudah digoreng. Kerupuk kulit atau kerupuk ikan yang sulit mengembang perlu digoreng sebanyak dua kali. Kerupuk perlu digoreng lebih dulu dengan minyak goreng bersuhu rendah sebelum dipindahkan ke dalam wajan berisi minyak goreng panas. Kerupuk kulit (kerupuk jangek) adalah kerupuk yang tidak dibuat adonan tepung tapioka, melainkan dari kulit sapi atau kerbau yang


(14)

commit to user

dikeringkan. Jenis - jenis kerupuk antara lain kerupuk udang, kerupuk ikan, kerupuk aci, kemplang, kerupuk bawang putih, kerupuk bawang, kerupuk kulit, kerupuk mlarat, kerupuk gendar, kerupuk sanjai, rengginang, rempeyek dan rambak (Anonimc, 2011).

Syarat mutu dan keamanan produk dari kerupuk dengan menggunakan SNI 2713.1:2009 kerupuk ikan dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Ikan

Jenis Uji Satuan Persyaratan Uji

Sensori Angka (1-9) Minimal 7

Cemaran mikroba* - ALT

- Escherichia coli

Koloni/g APM/g

Maksimal 5,0 x104 < 3

Kimia

-Kadar air

-Abu tak larut dalam asam*

- Protein

% fraksi massa % fraksi massa % fraksi massa

Maksimal 12 Maksimal 0,2 Minimal 5

Sumber : SNI 2713.1:2009.

C. Bahan Pembuat Kerupuk.

1. Tepung tapioka

Tepung tapioka merupakan hasil ekstraksi pati ubi kayu (Ma nihot

utilisima) yang telah mengalami proses pencucian dan dilanjutkan dengan

pengeringan dan penggilingan. Tepung tapioka digunakan sebagai bahan pembuatan kerupuk karena harga yang relatif murah (Suhardi dkk, 2006). Penambahan tepung tapioka pada industri pangan berfungsi memperbaiki tekstur misalnya industri roti. Tepung tapioka memiliki bentuk granula yang unik, hal ini merupakan sifat khas yang membedakan tepung tapioka dengan yang lain (Winarno, 1992).

Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis kerupuk, seperti kerupuk udang dan kerupuk ikan. Alasan penggunaan tepung tapioka sebagai bahan baku selain harganya murah dan mudah didapat, tepung tapioka juga mempunyai daya ikat yang tinggi dan mempunyai struktur yang kuat (Widowati, 1987).


(15)

commit to user

Pati mempunyai dua komponen utama, yaitu amilosa (fraksi terlarut) dan amilopektin (fraksi tidak terlarut). Menurut Tahir (1985), amilopektin merupakan salah satu komponen pati yang dapat mempengaruhi daya kembang kerupuk. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memberikan kecenderungan pengembangan kerupuk yang lebih besar dibanding dengan kandungan amilosa tinggi. Dalam proses pembuatan kerupuk dinyatakan berhasil adalah apabila kerupuk ketika digoreng dapat mengembang dengan baik. Kandungan Kimia Tepung Tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Kandungan Kimia Tepung Tapioka

Parameter Komposisi (%)

Kadar Air 12,00

Kadar Lemak 0,30

Kadar Abu 0,30

Kadar Protein 0,50

Karbohidrat 86,90

Sumber: Departemen Kesehatan RI (1992).

Dilihat dari nilai gizinya, tapioka merupakan sumber karbohidrat dan energi yang sangat baik. Di lain pihak, tapioka mengandung sangat sedikit protein dan lemak. Kandungan gizi tapioka per 100 gram dapat di lihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Komposisi zat gizi per 100 g Tapioka

No Kandungan gizi Satuan

1 Energi 358 kkal

2 Protein 0,19 g

3 Lemak total 0,02 g 4 Karbohidrat 88,69 g 5 Serat pangan 0,9 g 6 Kalsium (mg) 20 mg

7 Besi 1,58 mg

8 Magnesium 1 mg

9 Fosfor 7 mg

10 Kalium 11 mg

11 Natrium 1 mg

12 Seng 0,12 mg

13 Tembaga 0,02 mg

14 Mangan 0,11 mg

15 Selenium 0,8 mg 16 Asam folat 4 µg Sumber: Widowati (1987).


(16)

commit to user

Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Warna tepung; tepung tapioca yang baik berwarna putih.

b. Kandungan air; tepung harus dijemur hingga kering sehingga

kandungan air rendah.

c. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.

d. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi

(Radiyati, 1990). 2. Tepung Terigu

Tepung terigu adalah tepung yang berasal dari gandum dan digunakan sebagai bahan pembuatan makanan (Anonime, 2011). Tepung terigu merupakan bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk. Presentase tepung terigu yang digunakan adalah 10 % dari berat total bahan yang digunakan. Tepung terigu ini ditambahkan dalam pembuatan kerupuk yang bertujuan supaya kerupuk tidak lengket (Cahyo, 2006).

Protein dalam gandum yang berupa gliadin dan glutenin membantu proses pengikatan air dalam adonan kerupuk. Dengan demikian

penambahan tepung gandum dalam pembuatan kerupuk akan

meningkatkan kadar air adonan, sehingga akan mempengaruhi proses glatinisasi dan lama pemasakan adonan (Indraswari, 2003).

Di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan. Jenis tepung terigu yaitu:

a. Ha rd Whea t (Terigu Protein Tinggi).

Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat).

Kandungan proteinnya 11-13%, sifatnya mudah dicampur,

difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling.

b. Medium Whea t (Terigu Protein Sedang).

Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11%. Dibuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut.


(17)

commit to user

c. Soft Whea t (Terigu Protein Rendah).

Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah.

d. Self Ra ising Flour

Jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih stabil dan tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan.

e. Enriched Flour

Adalah tepung terigu yang disubstitusi dengan beragam vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki nilai gizi terkandung. Biasanya harganya relatif lebih mahal.

f. Whole Mea l Flour

Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap/cream.

Secara umum komposisi kimia yang terkandung dalam tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.6.

Tabel 2.5. Komposisi Kimia Dalam Tepung Terigu

Zat gizi Kadar

Energi 330 kal

Protein 11 g

Lemak 2 g

Karbohidrat 72,4 g

Zat kapur (Ca) 15 mg

Phosporus (P) 130 mg

Zat besi (Fe) 2 mg

Vitamin A -

Thiamin (B1) 170 mg

Vitamin C -

Sumber : Food Composition Tables, FAO 1949 dalam Sediaoetama, 1989. 3. Bawang putih

Bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam kegunaan. Manfaat utama bawang putih


(18)

commit to user

adalah sebagai bumbu penyedap makanan yang membuat masakan menjadi beraroma dan mengundang selera. Meskipun kebutuhan untuk bumbu masak hanya sedikit, namun tanpa kehadirannya masakan akan terasa hambar (Palungkun, 2000).

Bawang putih merupakan salah satu komoditi pertanian yang banyak dibutuhkan penduduk di dunia, terutama dimanfaatkan sebagai bahan penambah penyedap beberapa jenis makanan. Sekarang banyak yang memanfaatkan bawang putih dalam bentuk olahan. Umbi bawang putih mengandung sejenis minyak atsiri (methyl-allyl disulfida) yang berbau menyengat (Santoso, 1988). Komposisi kimia bawang putih per 100 gram yangdapat dimakan dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.6 Komposisi kimia bawang putih per 100 gram yang dapat dimakan

Kandungan Jumlah

Air Energi Protein Lemak Karbohidrat Ca

P K

66,2 – 71,0 gr 95,0 – 122 kal 4,5 – 7,0 gr 0,2 – 0,3 gr 23,1 – 24,6 gr 26,0 – 42,0 mg 15,0 – 42,0 mg 346,0 mg Sumber : Palungkun (2000)

4. Garam

Garam sebagai bahan tambahan makanan berperan untuk menambah cita rasa produk akhir. Garam mempengaruhi aktivitas air dari bahan dengan menyerap air sehingga aktivitas air menurun dengan menurunnya kadar air. Konsentrasi rendah (1% - 3%) garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme, tetapi hanya sebagai bumbu yang dapat memberi cita rasa gurih pada bahan pangan (Buckle et a l., 1987).

Garam merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam proses pembuatan kerupuk. Fungsi penambahan garam dalam adonan yang adalah sebagai penambah cita rasa dan mempertahankan struktur adonan yang akan menentukan kualitas produk. Penambahan garam pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai penambah cita rasa pada pangan.


(19)

commit to user

pemberian garam sangat penting karena garam berperan terutama untuk efek rasa, di samping itu juga untuk meningkatkan kekuatan adonan (Soeparno, 1992).

Menurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam industri makanan, fungsi utama dari garam adalah sebagai pemberi rasa. Kualifikasi mutu garam adalah :

a) Bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut) b) Bebas dari zat kimia

c) Halus dan tidak bergumpal-gumpal d) Cepat larut

5. Air

Air (H2O) merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, tingkat kerenyahan produk akhir serta cita rasa makanan. Reaksi pembentukan gel memerlukan air sebagai penentu tingkat keberhasilan produk yang diinginkan (Winarno, 1992). Air yang digunakan dalam industri pangan harus mempunyai syarat-syarat tidak berwarna, tidak berbau, jernih, tidak mengandung besi dan mangaan, serta dapat diterima secara bakteriologis, yaitu tidak menganggu kesehatan dan tidak menyebabkan kebusukan bahan pangan yang diolah (Djumali dkk., 1982). Jumlah air yang digunakan dalam adonan kerupuk dapat mempengaruhi tingkat adonan kerupuk, penyerapan minyak dan kerenyahan produk akhir (Wiriano, 1984).

D. Minyak Goreng

Di Indonesia Standar mutu minyak goreng diatur dalam SNI 01-3741-1995 seperti pada tabel 2.7.

Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan oleh penjual makanan gorengan. Secara ilmiah minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali, lebih-lebih dengan pemanasan tinggi sangatlah tidak sehat, karena minyak tersebut


(20)

commit to user

asam lemaknya lepas dari trigliserida sehingga jika asam lemak bebas mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid maupun keton yang menyebabkan bau tengik. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan (Ketaren,1986).

Tabel 2.7. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng

No Kriteria Uji Persyaratan

1 Bau Normal

2 Rasa Normal

3 Warna Muda jernih

4 Kadar Air Max.0,3%

5 Berat Jenis 0,9 gram/L

6 Asam Lemak bebas Max.0,3%

7 Angka Peroksida Max. 2 meg/Kg

8 Angka Iodium 45 -46

9 Angka Penyabunan 196- 206

10 Titik Asap min 200oC

11 Indeks Bias 1,448 – 1,450

12 Cemaran Logam

Besi Max 1,5 mg/Kg

Timbal Max 0,1 mg/Kg

Tembaga Max. 40 mg/Kg

Seng Max. 0,05 mg/Kg

Raksa Max. 0,1 mg/Kg

Timah Max. 0,1 mg/Kg

Arsen Max. 0,1 mg/Kg

Sumber : SNI 01-3741-1995

Penggunaan minyak goreng dengan suhu tinggi akan mengalami kerusakan yaitu makanan menjadi gosong, sehingga rasanya pahit dan minyak yang digunakan untuk menggoreng menjadi berwarna hitam, akibatnya makanan yang digoreng dengan minyak tersebut di tenggorokan terasa gatal (Buckle, et a l, 1987).

E. Analisis Sensoris

Uji organoleptik adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan panca


(21)

commit to user

indra. Panelis adalah kelompok yang memberikan penilaian terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak terlatih (25 orang). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melaksanakan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon kemampuan mengembang (Kume, 2002).

Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih. Panelis

diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa

membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji sebelumnya. Dalam tipe uji scoring panelis diminta untuk menilai penampilan sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai. Panelis harus paham mengurutkan intensitas sifat yang dinilai.oleh karena itu dalam pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan terlatih. Tipe pengujian ini sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu, misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna (Kartika, 1988).

Metode uji kesukaan atau uji penerimaan juga disebut a ccepta nce

test ata u preference test. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan

suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Jika pada uji pembedaan panelis mengemukakan kesan akan adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada uji pemilihan panelis mengemukakan tanggapan pribadi adalah kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensori atau kualitas yang dinilai. Misalnya, kesan gurih dan renyah pada kerupuk, kesan


(22)

commit to user

halus pada permukaan kertas adalah berhubungan dengan sifat-sifat yang disenangi. Sebaliknya rasa hambar, terlalu asin dan liat pada daging berkaitan dengan sifat-sifat yang tidak disukai (Soekarto, 1985).

Waktu pengujian sebaiknya dilakukan pada saat calon-calon panelis tersebut dalam kondisi tidak lapar dan tidak kenyang, karena dalam kondisi demikian calon-calon tersebut kepekaannya terhadap sifat inderawi menurun. Jumlah penilai untuk uji kesukaan sekurang-kurangnya adalah 30 orang. Makin banyak penilainnya, makin cermat pula hasil penilainnya (Utami, 1999).

Uji scoring atau uji skor berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik, selain itu uji scoring dapat juga digunakan untuk menilai sifat hedoni atau sifat mutu hedonic. Pada uji scoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ii adalaah pemberian suatu nilai atau scor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala hedonic yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki (Rahayu, 2001).

F. Analsis Ekonomi

Analisis ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitik beratkan kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (ca sh flow) yang terjadi selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, harga penjualan, perkiraan pendapatan (rugi atau laba), serta kriteria kelayakan usaha. Kegiatan untuk menilai sejauh mana manfaat yang dapat diperoleh dalam melaksanakan suatu usaha disebut dengan studi kelayakan bisnis. Pengertian layak dalam penilaian ini adalah kemungkinan dari usaha yang akan dilaksanakan memberikan manfaat

(benefit) baik dalam arti financia l benefit maupun dalam arti socia l benefit.

Proyek yang dinilai dari segi financia l benefit pada umumnya proyek yang dilaksanakan oleh pengusaha secara individu yang menanamkan modalnya langsung dalam proyek (Ibrahim, 1998).


(23)

commit to user 1. Biaya Produksi

Menurut Astawan (1999) biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.

a) Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan dana sosial.

b) Biaya Tidak Tetap/Variabel (Va ria bel Cost)

Biaya tidak tetap adalah biaya produksi yang dikeluarkan pada saat alat dan mesin beroperasi. Besarnya biaya ini tergantung pada jumlah jam kerja dan jumlah produk yang dihasilkan. Perhitungan biaya tidak tetap dilakukan terhadap biaya bahan baku, bahan penunjang, dan upah pekerja

2. Analisis Rugi / Laba

Analisis laba rugi adalah suatu analisa keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi. Jadi merupakan suatu analisis yang menunjukan hasil-hasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan - pengeluaran (Astawan, 1999).

3. Kriteria Kelayakan Usaha

Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah brea k event

point (BEP), Return On Investment (ROI), net benefit cost (Net B/C), dan

pa y ba ck period (PBP).

a. Brea k event point (BEP)

Break even point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total cost. Dilihat dari jangka waktu pelaksanaan sebuah proyek terjadinya titik pulang pokok atau TR=TC tergantung lama arus


(24)

commit to user

penerimaan sebuah proyek dapat menutupi segala biaya operasi dan pemeliharaan beserta biaya modal lainnya (Ibrahim,1998).

Perhitungan rumus QBEP digunakan untuk menentukan jumlah produksi minimum agar tercapai BEP adalah sebagai berikut:

QBEP (unit) =

÷÷ ø ö çç è æ -bln Kapasitas/ Tetap Tidak Biaya jual Harga Tetap Biaya

Perhitungan rumus PBEP digunakan untuk menentukan harga jual minimum agar tercapai BEP adalah sebagai berikut:

PBEP = Tota lFixCost +Bia yaTida kTeta pperunit

kapasitas

b. Return On Investment (ROI)

Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara

besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan prosen (%) per tahun.

x100% Produksi Biaya Total laba ROI=

ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap + modal kerja (Sutanto, 1994).

c. Net Benefit Cost Net B/C

Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara

pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 2006).


(25)

commit to user B/C Ratio

produksi Biaya

Keuntungan =

d. Pa y Ba ck Periode (PBP)

Pa y Ba ck Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan

untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek. Nilai tersebut dapat berupa prosentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Pa y

Ba ck Periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek.

Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun. Rumus penentuannya adalah sebagai berikut :

Ab I Periode Back

Pay =

Dimana I : Jumlah modal

Ab : Penerimaan bersih per tahun

(Sutanto, 1994).

e. IRR

IRR merupakan suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol.

IRR = ( 2 1)

2 1

1

1 x DF DF

NPV NPV

NPV

DF êëé úûù


(26)

-commit to user

20

BAB III

METODE PELAKSANAAN

A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek Produksi “Pembuatan Kerupuk Kulit Pisang” dilaksanakan di Laboratorium Pangan Gizi Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Pelaksanaan praktek produksi ini dilakukan pada bulan April-Juli 2012.

B. Bahan, Alat dan Cara Kerja

1. Bahan

a. Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan kerupuk kulit pisang adalah kulit pisang, tepung tapioka,tepung terigu, bawang putih, garam, air dan minyak goreng.

b. Bahan yang digunakan untuk uji organoleptik adalah kerupuk kulit pisang dengan tiga formulasi, yaitu kerupuk dengan kulit pisang 25 gram (333), kerupuk dengan kulit pisang 50 gram (666), dan kerupuk dengan kulit pisang 75 gram (999). Penetral (aqua).

2. Alat

Dalam sebuah kegiatan praktek produksi pembuatan kerupuk kulit pisang diperlukan beberapa alat, bahan, dan cara kerja. Berikut ini merupakan alat, bahan, dan cara kerja yang digunakan dan dilakukan dalam praktek produksi ini :

a. Alat yang di gunakan dalam Proses Produksi Pembuataan Kerupuk Kulit Pisang adalah : kompor gas, panci, wajan, timbangan, baskom, talenan, pisau, sendok, Loyang.

b. Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah alat tulis dan borang.

c. Alat yang digunakan untuk uji kadar kalsium adalah buret 50 ml,pipet 5 ml,labu ukur 1000 ml,gelas ukur 250 ml,labu Erlenmeyer 250 ml,ph meter


(27)

commit to user 3. Cara Kerja

Cara kerja pembuatan kerupuk kulit pisang dapat dilihat dalam

Gambar 3.1

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Pembuatan Kerupuk Kulit Pisang

Perebusan ( 30menit)

Penggorengan Kulit Pisang

· Formulasi I 25 g · Formulasi II 50 g · Formulasi III 75 g

Pencampuran Penghancuran kulit pisang

Pengukusan (40 menit) Pendinginan (5 jam)

Kerupuk kulit pisang

· Formulasi I 350 g · Formulasi II 375 g · Formulasi III 400 g

Pencetakan

Pengirisan Pengeringan (8jam) · Garam 10 g

· Bawang putih 115 g

· Tepung tapioka 110g

· Tepung terigu 50 g

Air 110 ml

Kerupuk kulit pisang

· I 400 g

· II 425 g

· III 450 g

Pengemasan Minyak Goreng


(28)

commit to user

C. Analisa Produk

1. Analisa Sensori Kerupuk kulit pisang

Praktek produksi ini dibuat Kerupuk Kulit Pisang dengan tiga formulasi, Dilakukan analisis sensoris dengan menggunakan uji kesukaan dengan parameter warna, rasa, kerenyahan dan overall. Uji Organoleptik dengan membuat 3 formulasi yang berbeda ini bertujuan untuk memilih yang terbaik atau menghilangkan yang terjelek. Oleh karena itu formulasi penambahan ini merupakan formulasi yang paling baik diantara kedua formulasi yang lain.

Tabel 3.1 Parameter Analisa Uji Organoleptik

Uji Sensori Organoleptik (Soekarto, 1985).

2. Analisa kimia

Hasil dari uji organoleptik kemudian dilakukan uji kimiawi untuk mengetahui mutu produk. Uji kimiawi kerupuk kulit pisang menggunakan uji kadar kalsium

Tabel 3.2 Parameter Analisa Uji Kalsio

Jenis Uji Metode

Uji Kadar Kalsium Gravimetri

D. Analisis Ekonomi Kerupuk Kulit Pisang

Analisa dalam bidang ekonomi dan keuangan meliputi biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kegiatan usaha, terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variabel cost), BEP dan analisa profit (Ibrahim, 1998).

1. Biaya produksi

Total biaya produksi = total fixed cost + total variable cost 2. Biaya Perawatan Dan Perbaikan (Bpp)

ja m ja perha rix ja m ja perbula nxumura la t

perbula n ja ja m x perha ri ja ja m x FPP Px BPP ker ker ker ker % =


(29)

commit to user

FPP = faktor perawatan dan perbaikan

3. Penyusutan/Depresiasi

N

NS P

Depresia si=

-Keterangan:

P : Harga peralatan awal NS : Biaya penyusutan N: Jumlah bulan 4. Pajak Usaha

Pajak Usaha = 10% x laba kotor 5. Harga Pokok Penjualan

HPP=

produksi ka pa sita s

produksi Bia ya

6. Perhitungan Penjualan

Penjualan = Harga/unit x jumlah unit 7. Perhitungan Rugi Laba

Laba kotor = Penjualan-Biaya Pokok Produksi

Laba bersih = Laba Operasi – Pajak Usaha 8. BEP unit

QBEP=

) /

(VC ka pa sita sproduksi

HrgJua l

FC

FC : Fixed Cost (Biaya Tetap)

VC : Variabel Cost (biaya tidak tetap) 9. ROI (Return on Investment)

ROI sebelum pajak = Tota lbia ya produksix100%

kotor la ba

ROI sesudah pajak = x100%

produksi bia ya

Tota l

bersih La ba


(30)

commit to user 10. POT

POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih.

La ba kotor

produksi Bia ya

POT =

11. B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)

Bia ya produksi

Penda pa CRa tio

B/ = tan

12. IRR

IRR merupakan suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol.

IRR = ( 2 1)

2 1

1

1 x DF DF

NPV NPV

NPV

DF êëé úûù


(31)

-commit to user

25

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Produk

Kerupuk kulit pisang merupakan makanan yang berasal dari bahan utama yaitu kulit pisang. Kulit pisang yang digunakan yaitu kulit jenis pisang raja. Kulit pisang jenis raja mempunyai tekstur kulit yang tebal serta kandungan kalsium.

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi kerupuk kulit pisang yaitu kulit pisang raja, tepung tapioka dan tepung terigu

Gambar 4.1. Kulit pisang, tapioka dan terigu

Bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi kerupuk kulit pisang adalah bawang putih, garam, dan minyak goreng.

Gambar 4.2. Bawang putih, garam, dan minyak goreng

Kerupuk adalah salah satu produk olahan tradisional yang banyak dikonsumsi di Indonesia. Kerupuk dikenal baik disegala usia maupun tingkat sosial masyarakat. Pengolahan bahan pangan merupakan salah satu fungsi untuk memperbaiki mutu bahan pangan, baik dari nilai gizi maupun


(32)

commit to user

daya cerna, memberikan kemudahan dalam penanganan, efisiensi biaya produksi, memperbaiki cita rasa dan aroma, menganekaragamkan produk dan memperpanjang masa simpan.

Dibawah ini akan dijelaskan tahapan pembuatan kerupuk kulit pisang tersebut.

1. Persiapan bahan baku

Pemilihan bahan baku dilakukan untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Bahan baku yang digunakan harus bahan baku yang berkualitas baik. Pemilihan baku baku dapat dilakukan berdasarkan beberapa kreteria bahan baku itu sendiri.

Setelah didapatkan bahan baku yang berkualitas baik maka dilakukan penimbangan bahan baku. Bahan baku ditimbang sesuai dengan resep yang telah ditentukan. Takaran bahan baku dalam pembuatan kerupuk kulit pisang dapat dilihat dalam Tabel 4.1

Tabel 4.1 Takaran Bahan Baku Kerpuk Kulit Pisang

Bahan Formulasi I Formulasi II Formulasi III

Kulit Pisang 25 gram 50 gram 75 gram

Tepung tapioka 110 gram 110 gram 110 gram

Tepung terigu 50 gram 50 gram 50 gram

Bawang putih 15 gram 15 gram 15 gram

Garam 10 gram 10 gram 10 gram

Air 110 ml 110 ml 110 ml

Bahan baku utama dalam pembuatan kerupuk kulit pisang yaitu kulit pisang raja. Kulit pisang sebelum dilakukan pencampuran dengan bahan bahan baku lainya dilakukan perebusan. Perebusan ini bertujuan supaya memudahkan proses penghancuran kulit pisang.

Perebusan kulit pisang menggunakan air mendidih dengan suhu 1000

C sampai kulit pisang menjadi kecoklatan. Proses perebusan kulit pisang dapat dilihat dalam Gambar 4.3.


(33)

commit to user

Gambar 4.3. Perebusan

2. Penghancuran

Setelah proses perebusan dilakukan maka tahap selanjuntnya adalah proses penghancuran kulit pisang. Penghancuran ini dimaksudkan agar kulit pisang menjadi halus sehingga mudah untuk bercampur dengan bahan lain. Proses penghancuran kulit pisang dapat dilihat dalam Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Penghancuran

3. Pencampuran bahan baku

Pencampuran adonan kerupuk kulit pisang dilakukan dengan

menggunakan mixer. Pengadukan dilakukan sampai mendapatkan

adonan yang kalis. Adonan yang kalis didapatkan bila adonan tidak putus bila direntangkan. Pengadukan dilakukan selama 10-20 menit menggunakan kecepatan sedang.


(34)

commit to user

Gambar 4.5. Pencampuran Bahan

4. Pencetakan

Bahan baku dalam pembuatan kerupuk kulit pisang yang sudah dilakukan pencampuran hingga kalis kemudian dilakukan pencetakan. Pencetakan adonan kerupuk kulit pisang menggunakan Loyang jenis almunium dengan ukuran 30x30 cm.

Gambar 4.6. Pencetakan

5. Pengukusan

Semua adonan yang sudah diletakan dalam wadah pencentakan kemudian dilakukan pengukusan. Selama proses pengukusan panas dipindahkan ke produk melalui konveksi. Pengukusan merupakan tahap penting karena pada tahap ini terjadi proses gelatinisasi pati yang berkaitan erat dengan pengembangan kerupuk saat digoreng. Pengukusan ini dilakukan pada suhu 100oCselama ± 30 menit. Adonan yang telah masak ditandai dengan seluruh bagian berwarna kuning merata serta teksturnya kenyal. Pengukusan yang terlalu lama akan menyebabkan air yang terperangkap oleh gel pati terlalu banyak, sehingga proses pegeringan dan penggorengan menjadi tidak sempurna. Adonan yang setengah matang menyebabkan pati tidak


(35)

commit to user

tergelatinisasi dengan sempurna dan akan menghambat pengembangan kerupuk (Djumali dkk, 1982)

Gambar 4.7. Pengukusan

6. Pendinginan

Adonan yang sudah dikukus kemudian dilakukan pendinginan sebelum dilakukan pemotongan. Pendinginan dilakukan sampai adoanan benar-benar sudah dingin. Pendinginan bertujuan supaya kerupuk mudah untuk dipotong. Dengan kerupuk didinginkan ini teksturnya lebih keras dan tidak lembek sehingga mudah untuk pengirisan tipis-tipis dan proses pengeringan lebih cepat.

Gambar 4.8. Pendinginan

7. Pengirisan

Setelah adonan dikukus dan didinginkan kemudian dilakukan pengirisan tipis-tipis dengan menggunakan pisau. Pengirisan ini bertujuan untuk untuk memperkecil ukuran bahan sehingga dapat mempercepat pengeringan, karena permukaan yang diperkecil akan mempercepat penurunan kadar air.

Menurut Wiriano (1984) pengirisan adonan dapat dilakukan dengan bantuan pisau atau alat pemotong khusus (slicer) dengan


(36)

commit to user

ketebalan 2-3 mm. pengirisan adonan dengan dengan ketebalan tersebut dapat memudahkan proses pengeringan. Proses pengirisan

menggunakan slicer kerupuk dapat menghasilkan produk dengan

ketebalan irisan yang sama sehingga efisiensi proses pengeringan yang seragam dapat tercapai. Hal ini berpengaruh terhadap kuantitas dan kualitas mutu kerupuk setelah penggorengan.

Gambar 4.9. Pengirisan

8. Pengeringan

Kerupuk kulit pisang yang sudah dilakukan pengirisan kemudian dijemur. Penjemuran (Sun Drying) merupakan metode pengeringan menggunakan radiasi sinar matahari. Penjemuran merupakan pengeringan tradisional yang tidak memerlukan peralatan khusus dan biaya operasional murah. Masalah lainnya adalah sering terjadi kontaminasi selama penjemuran, yaitu berupa debu, kotoran, atau serangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pindah panas dan massa tersebut adalah luas permukaan, suhu, kecepatan pergerakan udara, kelembaban udara, tekanan atmosfer, penguapan air, dan lama pengeringan (Estiasi dkk, 2009).


(37)

commit to user

9. Penggorengan

Kerupuk kulit pisang yang sudah kering kemudian siap untuk digoreng. Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan dengan menggunakan lemak atau minyak pangan. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan suhu dan waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan (Ketaren, 1986).

Secara umum penggorengan kerupuk dilakukan dengan menggoreng kerupuk langsung didalam minyak yang banyak sehingga kerupuk terendam. Pada proses penggorengan kerupuk mentah, kerupuk akan mengalami pemanasan pada suhu tinggi sehingga molekul air yang masih terikat pada struktur kerupuk menguap dan menghasilkan tekanan uap yang mengembangkan struktur kerupuk (Lavlinesia, 1995).

Gambar 4.11 Penggorengan

10. Pengemasan

Kerupuk yang sudah dingin kemudian siap untuk dilakukan pengemasan. Pengemasan kerupuk menggunakan plastik PP berbentuk segi empat. Kemasan yang siap dipasarkan disealer terlebih dahulu supaya kerupuk lebih tahan lama dan menarik.

Pengemasan merupakan sistem yang terkoordinasi untuk

menyiapkan barang menjadi siap untuk ditransportasikan,

didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan,


(38)

commit to user

melindungi produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu pengemasan berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Dari segi promosi wadah atau pembungkus berfungsi sebagai perangsang atau daya tarik pembeli. Karena itu bentuk, warna dan dekorasi dari kemasan perlu diperhatikan dalam perencanaannya (Anwar, 2005).

Gambar 4.12 Pengemasan

a. Analisa Sensori

Uji organoleptik membantu menentukan selera konsumen terhadap produk kerupuk kulit pisang yang akan dipasarkan. Oleh karena itu pemasaran kerupuk kulit pisang kedepannya sudah memiliki gambaran tentang selera konsumen terhadap produk ini. Karena kerupuk secara umum sudah banyak dipasaran, maka dengan adanya kombinasi kerupuk kulit pisang yang baru ini mampu diterima dipasaran. Untuk uji organoleptik ini tidak dilakukan ke banyak orang melainkan hanya diwakili oleh 30 orang panelis.

Dalam proses produksi pembuatan kerupuk kulit pisang dilakukan uji organoleptik dengan membuat 3 formulasi yang berbeda, yaitu formulasi pertama menggunakan kulit pisang 25g dengan kode 333, selanjutnya formulasi kedua dengan menggunakan kulit pisang 50g dengan kode 666, dan formulasi ketiga dengan menggunkan kulit pisang


(39)

commit to user

75g dengan kode 999. Berdasarkan ketiga formulasi tersebut dilakukan uji organoleptik dengan menggunakan uji kesukaan supaya mendapatkan komposisi kerupuk kulit pisang yang paling disukai panelis, baik dari segi warna, rasa, kerenyahan, dan over all.

Table 4.2. Uji scoring

Formulasi Warna Rasa Kerenyahan Overall

Penambahan kulit pisang 25g 2.23a 2.47a 2.60a 2.37a

Penambahan kulit pisang 50g 3.60b 3.93b 4.17b 3.70b

Penambahan kulit pisang 75g 2.47a 2.13a 2.57a 2.37a

Keterangan kisaran nilai : 1 = tidak suka

2 = kurang suka 3 = agak suka 4 = suka 5 = sangat suka 1. Warna

Dari uji scoring dari kerupuk kulit pisang diketahui bahwa kerupuk yang mempunyai nilai tertinggi yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 50g dan nilai yang terendah yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 25g. Produk kerupuk dengan penambahan kulit pisang 25g tidak beda nyata dengan kerupuk dengan penambahan kulit pisang 75g, tetapi beda nyata dengan kerupuk menggunkan penambahan kulit pisang 50g. Dari uji tersebut dapat disimpulkan bahwa warna kerupuk dengan penambahan kulit pisang50g lebih disukai konsumen dibandingkan dengan warna kerupuk yang menggunakan penambahan 25 dan 75 gram.warna kerupuk dengan penambahan kulit pisang 25g berwarna kuning keemasan dan lebih cerah dibandingkan dengan warna kerupuk yang menggunakan penambahan 25g dan 75g.

2. Rasa

Dari uji scoring dari kerupuk kulit pisang diketahui bahwa kerupuk yang mempunyai nilai tertinggi yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 50g dan nilai yang terendah yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 75g. Produk kerupuk dengan


(40)

commit to user

penambahan kulit pisang 25g tidak beda nyata dengan kerupuk dengan penambahan kulit pisang 75g, tetapi beda nyata dengan kerupuk menggunkan penambahan kulit pisang 50g. Dari uji tersebut dapat disimpulkan bahwa rasa kerupuk dengan penambahan kulit pisang 50g lebih disukai konsumen dibandingkan dengan rasa kerupuk yang menggunakan penambahan 25 dan 75 gram.Rasa kerupuk kulit pisang dengan penambahan kulit pisang 50g lebih disukai karena rasanya lebih gurih.

3. Kerenyahan

Dari uji scoring dari kerupuk kulit pisang diketahui bahwa kerupuk yang mempunyai nilai tertinggi yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 50g dan nilai yang terendah yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 25g. Produk kerupuk dengan penambahan kulit pisang 25g tidak beda nyata dengan kerupuk dengan penambahan kulit pisang 75g, tetapi beda nyata dengan kerupuk menggunkan penambahan kulit pisang 50g. Dari uji tersebut dapat disimpulkan bahwa kerenyahan kerupuk dengan penambahan kulit pisang lebih disukai konsumen dibandingkan dengan kerenyahan kerupuk yang menggunakan penambahan 25 dan 75 gram.Kerenyahan kulit pisang dengan penambahan kulit pisang 50g lebih disukai karena teksturnya yang renyah dan sesuai dengan selera konsumen pada umumnya.

4. Overall

Dari uji scoring dari kerupuk kulit pisang diketahui bahwa kerupuk yang mempunyai nilai tertinggi yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 50g dan nilai yang terendah yaitu kerupuk dengan penambahan kulit pisang 25g dan 75g. Produk kerupuk dengan penambahan kulit pisang 25g tidak beda nyata dengan kerupuk dengan penambahan kulit pisang 75g, tetapi beda nyata dengan kerupuk menggunkan penambahan kulit pisang 50g. Dari uji tersebut dapat disimpulkan bahwa overall kerupuk dengan penambahan kulit pisang


(41)

commit to user

lebih disukai konsumen dibandingkan dengan overall kerupuk yang menggunakan penambahan 25 dan 75 gram.

dari uji kesukaan yang menggunakan uji scoring dapat diketahui bahwa produk yang paling disukai oleh konsumen yaitu yaitu formula dengan penambahan kulit pisang 50g.

b. Analisa Kalsium

Pada produk kerupuk kulit pisang selain dilakukan pengujian sensori tetapi dilakukan juga uji terhadap kandungan gizinya. Uji kandungan gizi yang dilakukan yaitu dengan menguji kadar kandungan kalsium. Analisis kandungan kalsium pada produk kerupuk kulit pisang yang didapat dalam pengujian yaitu sebesar

Tabel 4.3 Hasil Analisa Kadar Kalsium Pada Kulit Pisang dan Kerupuk

Kulit Pisang

Sampel Hasil

Kulit pisang 0,053%

Kerupuk kulit pisang 0,0039%

Dari hasil uji yang didapatkan bahwa kandungan kalsium pada kulit pisang yaitu sebesar 0,053% bahan sampel, sedangkan kandungan kalsium yang didapat dari kerupuk kulit pisang yaitu sebesar 0,0039%. Jadi dapat disimpulkan bahwa selama proses pembuatan kerupuk kulit pisang terjadi proses penurunan kadar kalsium.

B. Desain Kemasan

a. Bahan

Pengemasan pada kerupuk kulit pisang menggunakan plastik PP

(Poly Propylene). Plastik PP (Poly Propylene) merupakan polimer

kristalin yang dihasilkan dari proses polimerisasi gas propilena, yang berciri-ciri jernih, elastis dan tahan panas.

Karakteristik plastik PP (Poly Propylene) yaitu:

1) Kuat, ulet, ringan dan transparan (tidak sebening PVC)


(42)

commit to user

3) Tidak beracun dan ramah lingkungan dan stabil pada suhu tinggi Polypropylene mempunyai titik leleh yang cukup tinggi (190-200oC), sedangkan titik kristalisasinya antara 130–135oC. Polypropylene mempunyai ketahanan terhadap bahan kimia ( chemical Resistance) yang tinggi, tetapi ketahanan pukul (impact strength) nya rendah.

b. Bentuk

Pengemasan pada kerupuk kulit pisang menggunakan plastik PP (Poly Propylene) yang berbentuk persegi panjang. Dengan kemasan menggunakan plastik PP (Poly Propylene), penutupan kemasan dengan menggunakan sealer agar tertutup rapat dan rapi (lebih menarik) dan menghindari kebocoran, sehingga produk yang dikemas memiliki umur simpan lama dan tetap mempertahankan kualitas produk dari segi rasa, warna dan kerenyahan kerupuk.

c. Labeling

Labelling pada pengemasan kerupuk kulit pisang terdiri dari judul produk, komposisi, netto, kadaluarsa dan produsen produk. Labelling ini bertujuan untuk mempromosikan produk yang sudah siap dipasarkan. Labelling pada kerupuk kulit pisang ini menggunakan stiker Chromo (bahan kertas).


(43)

commit to user

C. Analisa Ekonomi

Setelah diketahui formulasi kerupuk kulit pisang yang disukai dari hasil uji organoleptik menggunakan metode kesukaan selanjutnya dapat dilakukan perhitungan analisa ekonomi untuk mengetahui harga jual dari produk kerupuk kulit pisang ini. Analisa ekonomi digunakan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan dalam pembuatan produk kerupuk kulit pisang sebagai berikut.

1. Biaya Tetap (Fixed Cost)

Biaya tetap adalah biaya produksi yang selama satu periode kerja tetap jumlahnya. Biaya ini tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dan jumlah kerja suatu alat atau mesin.

a. Biaya Usaha

Tabel 4.4. Biaya Usaha

No Uraian Rp/bln

1 Gaji manager 1500000

2 Gaji karyawan 5orang @Rp.800.000 4000000

3 Biaya promosi 100000

4 Sewa tempat 200000

5 Biaya administrasi 100000

jumlah 5900000

Sumber : Data Primer

b. Biaya Penyusutan/Depersiasi (P-S)

Tabel 4. 5. Biaya Penyusutan/Depersiasi

Sumber : Da ta Primer

No Uraian Jumlah Nilai awal Nilai awal P Nilai sisa 2% Umur Dep/tahun Dep/blan

1 Kompor gas 1 400000 400000 8000 4 98000 8166.67

2 Panci 2 125000 250000 5000 1 245000 20416.67

3 Wajan 1 75000 75000 1500 1 73500 6125.00

4 Timbangan 1 50000 50000 1000 5 9800 816.67

5 Baskom 2 7500 15000 300 1 14700 1225.00

6 Telenan 1 10000 10000 200 1 9800 816.67

7 Pisau 3 10000 30000 600 1 29400 2450.00

8 Loyang 3 15000 45000 900 1 44100 3675.00

9 Mixer 1 1000000 1000000 20000 5 196000 16333.33

10 Blender 1 200000 200000 4000 4 49000 4083.33

11 Sealer 1 150000 150000 3000 5 29400 2450.00


(44)

commit to user c. Biaya Amortisasi

Tabel 4. 6. Biaya Amortisasi

No Uraian Rp/blan

1 Pajak reklame 30000

2 Trial n eror 50000

jumlah 80000

Sumber : Data Primer

d. Dana sosial = Rp.5.000/bulan

Tabel 4. 7. Total Biaya Tetap (Fixed Cost)

No Uraian Rp/bulan

1 Biaya usaha 5900000

2 Amortisasi 80000

3 Penyusutan 66558.33

4 Dana sosial 5.000

Jumlah 6051558.33

Sumber : Data Primer

Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, dan dana sosial. Biaya tetap produksi kerupuk kulit pisang setiap bulan sebesar Rp 6.051.558.3

2. Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

Biaya Bahan baku dan Bahan Pembantu

Tabel 4.8. Bahan Baku dan Bahan Tambahan dalam Penggolahan

Kerupuk Kulit Pisang

No Uraian Jumlah Harga Rp/hari Rp/blan

1 Tepung terigu 10 7.500 75.000 1.875.000

2 Tepung tapoka 22 5.000 110.000 2.750.000

3 Garam 2 500 1.000 25.000

4 Bawang putih 3 10.000 30.000 750.000

5 Kulit pisang 10 1.000 10.000 250.000

6 Minyak goreng 2 12.000 24.000 600.000


(45)

commit to user

Tabel 4.9. Biaya Kemasan

Sumber : Data Primer

Biaya Bahan Bakar dan(Energi dan Pembersih) Tabel 4.10. Biaya Bahan Bakar

No Uraian Rp/ bln

1 Gas 150.000

2 Air dan listrik 150.000

Jumlah 300.000

Sumber : Data Primer

Biaya Perawatan dan Perbaikan (% FPP x P x Jam/1000) Tabel 4.11. Biaya Perawatan dan Perbaikan

No Uraian Harga % FPP Jam/hari Hari/blan BPP

1 Kompor gas 400000 2% 6 25 1200

2 Panci 250000 1% 3 25 187.5

3 Wajan 75000 1% 3 25 56.25

4 Timbangan 50000 2% 1 25 25

5 Baskom 15000 1% 2 25 7.5

6 Telenan 10000 1% 2 25 5

7 Pisau 30000 1% 2 25 15

8 Loyang 45000 1% 2 25 22.5

9 Mixer 1000000 2% 1 25 500

10 Blender 200000 2% 1 25 100

11 Sealer 150000 1% 1 25 37.5

Jumlah 2225000 2156.25

Sumber : Da ta Primer

No Uraian Jumlah Harga Rp/hari Rp/bln

1 Plastik pp 850 70 59.500 1.487.500

2 Paper bag 850 850 722.500 18.062.500

3 Label 850 250 212.500 5.312.500


(46)

commit to user

Tabel 4.12. Total Biaya Tidak Tetap (Variable Cost)

No Uraian Rp/bulan

1 Bahan baku 6.250.000

2 Kemasan 24.862.500

3 Bahan bakar 300.000

4 Perawatan 2156.25

Jumlah 31.414.656,25

Sumber : Da ta Primer

Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya bahan bakar atau energi, biaya perawatan dan perbaikan. Biaya variabel produksi kerupuk kulit pisang setiap bulan sebesar Rp 31.414.656,25

Total Biaya Produksi / Total Cost Per Bulan

Total Biaya Produksi = Total biaya tetap + total biaya tidak tetap = Rp 6.051.558.33+ 31.414.656,25

= Rp 37.466.214,58 Kapasitas Produksi

= 850 bungkus x 25 hari = 21250 bungkus/bulan.

Kapasitas produksi merupakan jumlah/besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi kerupuk kulit pisang setiap bulan adalah 21250 bungkus dengan berat netto 100 gram.

Harga Pokok Produksi = Biaya Produksi Kapasitas Produksi = Rp 37.466.214,58 21250 bungkus

= Rp 1.763,12/bungkus » Rp 1.800/bungkus

Harga pokok produksi merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya varibel) dibagi


(47)

commit to user

dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga pokok kerupuk kulit pisang setiap bungkus adalah Rp. 1.800.

Harga Jual

= Harga Pokok Produksi + (Harga Pokok Produksi x 20%) = Rp 2.160

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok produksi. Harga jual kerupuk kulit pisang Rp 2.500/bungkus.

ü PENJUALAN

= Harga Jual x Kapasitas Produksi = Rp 2.500 x 21250 bungkus = Rp 53.125.000/ bln

Laba Kotor/Bulan

= Hasil Penjualan – Biaya Produksi = Rp53.125.000 – Rp 37.466.214,58 = Rp 15.658.785,42/ bln

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor produksi kerupuk kulit pisang ini sebesar Rp 15.658.785,42

f. Laba Bersih/Bulan

= Laba Kotor – Pajak Kepemilikan Usaha = Laba Kotor – (5% x laba kotor)

= Rp 15.658.785,42 – (5% x Rp15.658.785,42) = Rp 15.658.785,42 – Rp 782.939,27

= Rp 14.875.846,15 / bln

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih produksi kerupuk kulit pisang setiap bulannya adalah Rp 14.875.846,15


(48)

commit to user g. BEP (Break Even Point) Unit

= FC _ Price – (VC / Kapasitas produksi perbulan) = Rp 6.051.558.33

(Rp 2.500 – (31.414.656,25) 21250

= 5924 bungkus/bln

Artinya, titik impas akan tercapai pada tingkat produksi sebanyak 5924 bungkus.

Break Even Point merupakan titik keseimbangan dimana

pada titik tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi kerupuk kulit pisang mencapai titik impas pada tingkat produksi 5924 bungkus dari kapasitas produksi 21250 bungkus setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi kerupuk kulit pisang ini akan tetap dapat berjalan.

ROI (Return of Investment) Sebelum Pajak = Laba kotor____ ___ x 100 % Total Biaya Produksi

= Rp 15.658.785,42 x 100 %

Rp 37.466.214,58

= 41,8 %

ROI (Return of Investment) Setelah Pajak = Laba Bersih _____ x 100 % Total Biaya Produksi

= Rp 14.875.846,15 x 100 % Rp 37.466.214,58

= 39,7 %

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi kerupuk kulit pisang sebelum pajak adalah


(49)

commit to user

41,8%, artinya dengan modal sebesar Rp37.466.214,58 /bulan akan diperoleh keuntungan sebesar dan Return of Investment produksi kerupuk kulit pisang setelah pajak adalah 39,7%, artinya dengan modal Rp37.466.214,58 pajak usaha Rp782.939,27 akan diperoleh keuntungan sebesar setiap bulannya.

POT

= Biaya Produksi Laba Kotor = Rp 37.466.214,58 Rp 15.658.785,42 = 2,4 ≈ 2 bulan

POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi kerupuk kulit pisang kembali modal dan mendapatkan keuntungan bersih setelah proses produksi berlangsung selama 2 bulan.

k. B/C (Benefit Cost Ratio) = Pendapatan

Biaya Produksi = Rp 53.125.000 Rp 37.466.214,58 = 1,41» 1,4

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara

pendapatan yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika niali B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak

untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian.

Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap menjalankan usaha. Pada produksi kerupuk kulit pisang ini nilai B/C adalah 1,4 sehingga usaha ini layak untuk dilakukan.


(50)

commit to user l. IRR

) 1 2 ( 2 1 1

1 x DF DF

NPV NPV NPV DF -úû ù êë é

-(

5670812,964

)

(34 33)

94 , 382754 94 , 382754 %

33 ú

-û ù ê ë é -- x = 15,074236 %

Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga yang

menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol. Nilai IRR sebesar 15, 074236 % dimana nilai itu ≥ 5% (bunga Bank BCA) IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.


(51)

commit to user

46

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktek produksi pembuatan kerupuk kulit pisang dapat diambil kesimpulan,

1. Proses pembuatan kerupuk kulit pisang menggunkan beberapa bahan baku,

yaitu tepung terigu, bawang putih, garam, kulit pisang, tepung tapioka dan minyak goreng. Dalam pembuatan kerupuk kulit pisang terdapat beberapa proses dalam pembuatanya yaitu, persiapan bahan baku, pengadukan, pencetakan, pengukusan dan pemotongan, pendinginan, penggorengan dan pengemasan

2. Praktek produksi kerupuk kulit pisang menggunakan 3 sampel kerupuk kulit pisang. Dari uji kesukaan maka kerupuk kulit pisang yang paling di sukai konsumen yaitu kerupuk kulit pisang dengan menggunakan formulasi kulit pisang 25%.

3. kerupuk kulit pisang banyak mengandung gizi, diantranya adalahkalsium. Kadar kalsium pada kerupuk kulit pisang cukup tinggi, yaitu 0,0039%/100g bahan.

4. Dalam produksi kerupuk kulit pisang dalam sebulan mampu menghasilkan

21.250 kemasan dengan harga jual Rp 2.500 per kemasan. Keuntungan bersih perbulan dalam penjualan kerupuk kulit pisang mencapai Rp. 14.875.846,15/bulan, B/C produksi kerupuk kulit pisang yaitu 1,4 yang berarti proses produksi kerupuk kulit pisang dapat dijalankan dengan baik. Nilai IRR sebesar 15,074236 % dimana nilai itu ≥ 5% (bunga Bank BCA) IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.


(52)

commit to user

47

B. Saran

1. Jenis kerupuk yang ada di Indonesia sebaiknya lebih ditingkatakan akan inovasi-inovasinya.

2. Kerupuk kulit pisang perlu ditingkatan akan produksinya, sebab prospek di pasaran sangat bagus.


(1)

commit to user

dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga pokok kerupuk kulit pisang setiap bungkus adalah Rp. 1.800.

Harga Jual

= Harga Pokok Produksi + (Harga Pokok Produksi x 20%) = Rp 2.160

Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok produksi. Harga jual kerupuk kulit pisang Rp 2.500/bungkus.

ü PENJUALAN

= Harga Jual x Kapasitas Produksi = Rp 2.500 x 21250 bungkus = Rp 53.125.000/ bln

Laba Kotor/Bulan

= Hasil Penjualan – Biaya Produksi = Rp53.125.000 – Rp 37.466.214,58 = Rp 15.658.785,42/ bln

Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor produksi kerupuk kulit pisang ini sebesar Rp 15.658.785,42

f. Laba Bersih/Bulan

= Laba Kotor – Pajak Kepemilikan Usaha = Laba Kotor – (5% x laba kotor)

= Rp 15.658.785,42 – (5% x Rp15.658.785,42) = Rp 15.658.785,42 – Rp 782.939,27

= Rp 14.875.846,15 / bln

Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih produksi kerupuk kulit pisang setiap bulannya adalah Rp 14.875.846,15


(2)

commit to user g. BEP (Break Even Point) Unit

= FC _ Price – (VC / Kapasitas produksi perbulan) = Rp 6.051.558.33

(Rp 2.500 – (31.414.656,25) 21250

= 5924 bungkus/bln

Artinya, titik impas akan tercapai pada tingkat produksi sebanyak 5924 bungkus.

Break Even Point merupakan titik keseimbangan dimana pada titik tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi kerupuk kulit pisang mencapai titik impas pada tingkat produksi 5924 bungkus dari kapasitas produksi 21250 bungkus setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha/produksi kerupuk kulit pisang ini akan tetap dapat berjalan.

ROI (Return of Investment) Sebelum Pajak = Laba kotor____ ___ x 100 % Total Biaya Produksi

= Rp 15.658.785,42 x 100 % Rp 37.466.214,58

= 41,8 %

ROI (Return of Investment) Setelah Pajak = Laba Bersih _____ x 100 % Total Biaya Produksi

= Rp 14.875.846,15 x 100 % Rp 37.466.214,58

= 39,7 %

Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi kerupuk kulit pisang sebelum pajak adalah


(3)

commit to user

41,8%, artinya dengan modal sebesar Rp37.466.214,58 /bulan akan diperoleh keuntungan sebesar dan Return of Investment produksi kerupuk kulit pisang setelah pajak adalah 39,7%, artinya dengan modal Rp37.466.214,58 pajak usaha Rp782.939,27 akan diperoleh keuntungan sebesar setiap bulannya.

POT

= Biaya Produksi Laba Kotor = Rp 37.466.214,58 Rp 15.658.785,42 = 2,4 ≈ 2 bulan

POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi kerupuk kulit pisang kembali modal dan mendapatkan keuntungan bersih setelah proses produksi berlangsung selama 2 bulan.

k. B/C (Benefit Cost Ratio) = Pendapatan

Biaya Produksi = Rp 53.125.000 Rp 37.466.214,58 = 1,41» 1,4

Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika niali B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap menjalankan usaha. Pada produksi kerupuk kulit pisang ini nilai B/C adalah 1,4 sehingga usaha ini layak untuk dilakukan.


(4)

commit to user l. IRR

) 1 2 ( 2 1 1

1 x DF DF

NPV NPV NPV DF -úû ù êë é

-(

5670812,964

)

(34 33)

94 , 382754 94 , 382754 %

33 ú

-û ù ê ë é -- x = 15,074236 %

Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol. Nilai IRR sebesar 15, 074236 % dimana nilai itu ≥ 5% (bunga Bank BCA) IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.


(5)

commit to user

46 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan praktek produksi pembuatan kerupuk kulit pisang dapat diambil kesimpulan,

1. Proses pembuatan kerupuk kulit pisang menggunkan beberapa bahan baku, yaitu tepung terigu, bawang putih, garam, kulit pisang, tepung tapioka dan minyak goreng. Dalam pembuatan kerupuk kulit pisang terdapat beberapa proses dalam pembuatanya yaitu, persiapan bahan baku, pengadukan, pencetakan, pengukusan dan pemotongan, pendinginan, penggorengan dan pengemasan

2. Praktek produksi kerupuk kulit pisang menggunakan 3 sampel kerupuk kulit pisang. Dari uji kesukaan maka kerupuk kulit pisang yang paling di sukai konsumen yaitu kerupuk kulit pisang dengan menggunakan formulasi kulit pisang 25%.

3. kerupuk kulit pisang banyak mengandung gizi, diantranya adalahkalsium. Kadar kalsium pada kerupuk kulit pisang cukup tinggi, yaitu 0,0039%/100g bahan.

4. Dalam produksi kerupuk kulit pisang dalam sebulan mampu menghasilkan 21.250 kemasan dengan harga jual Rp 2.500 per kemasan. Keuntungan bersih perbulan dalam penjualan kerupuk kulit pisang mencapai Rp. 14.875.846,15/bulan, B/C produksi kerupuk kulit pisang yaitu 1,4 yang berarti proses produksi kerupuk kulit pisang dapat dijalankan dengan baik. Nilai IRR sebesar 15,074236 % dimana nilai itu ≥ 5% (bunga Bank BCA) IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.


(6)

commit to user

47 B. Saran

1. Jenis kerupuk yang ada di Indonesia sebaiknya lebih ditingkatakan akan inovasi-inovasinya.

2. Kerupuk kulit pisang perlu ditingkatan akan produksinya, sebab prospek di pasaran sangat bagus.