Proses produksi kerupuk labu kuning parini
commit to user
LAPORAN TUGAS AKHIR
PROSES PRODUKSI
KERUPUK LABU KUNING
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mendapatkan Gelar Ahli Madya (A.Md) Program Studi Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh:
PARINI H3109044
PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
(2)
(3)
commit to user
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan Tugas Akhir ini dengan baik. Tugas Akhir Praktek Produksi ini disusun sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar Ahli Madya.
Dengan selesainya penyusunan Laporan ini, penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS, Dekan Fakultas Pertanian UNS.
2. Ir. Choirul Anam, M.P, M.T Ketua Program Studi Diploma III THP Fakultas
Pertanian UNS.
3. Ir. Basito, M.Si selaku Pembimbing dan Penguji I atas bantuan dan
pengarahannya selama penyusunan laporan tugas akhir.
4. Dimas Rahadian A.M, S.TP, M.Sc selaku Pembimbing dan Penguji II atas
bantuan dan pengarahannya selama penyusunan laporan tugas akhir.
5. Kedua orang tua yang selalu memberikan dukungan moril dan spiritual serta
nasehat-nasehatnya.
6. Kakak yang selalu memberikan semangatnya.
7. Rekan-rekan mahasiswa D III THP angkatan 2009.
8. Semua pihak yang telah ikut membantu terselesaikannya laporan Tugas Akhir
Praktek Produksi ini.
Penulis menyadari bahwa Laporan Tugas Akhir Praktek Produksi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan Tugas Akhir Praktek Produksi selanjutnya. Semoga Laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Surakarta, Juni 2012
(4)
commit to user
PERSEMBAHAN
Segala Puji bagi Allah SWT pencipta dan penguasa seluruh jagat raya yang telah memberikan kehidupan dan petunjuk-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Karya kecil ini penulis persembahkan untuk :
Bapak Pangi, Ibu Yati, Mas Yadi dan Keponakanku Danu beserta segenap keluarga besar penulis, terimakasih atas doa, dukungan,
kesabaran dan semangat serta nasehat-nasehatnya selama ini.
Bapak Ir. Basito, M.Si selaku pembimbing I penulis dan Bapak Dimas Rahadian A.M, S.TP, M.Sc selaku pembimbing II penulis, terimakasih
atas bimbingan, masukan, motivasi, dan dukungannya selama ini.
Teman-teman seperjuangan D3 THP 2009, untuk sahabat penulis Ika nur setiyawati dan Suci wulandari serta untuk seseorang terdekat penulis Didik sugianto, terimakasih atas bantuan dan dukungannya.
(5)
commit to user
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan RosulNya dan kepada cahaya (Al Quran) yang telah kami turunkan dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan -At Tagabun 8-
True knowledge not come from thinking but come from doing
Orang-orang yang berhenti belajar akan menjadi pemilik masa lalu. Orang-orang yang masih terus belajar, akan menjadi pemilik masa depan
Jangan hanya menghindari yang tidak mungkin. Dengan mencoba sesuatu yang tidak mungkin,anda akan bisa mencapai yang terbaik dari yang mungkin anda capai. -Mario Teguh-
Sebuah perjalanan hidup tak selalu lurus, ada kala kita senang dan tak luput pula kita mengalami susah -Abdul Aris S.B-
Banggalah pada dirimu sendiri meski ada yang tak menyukai, kadang mereka membenci karena mereka tak mampu menjadi sepertimu -Parini-
(6)
commit to user
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGESAHAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
ABSTRAK ... x
ABSTRACT ... xi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan ... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kerupuk ... 4
1. Deskripsi Kerupuk ... 4
2. Jenis-Jenis Kerupuk ... 5
3. Persyaratan Mutu Kerupuk ... 6
B. Bahan Baku Pembuatan Kerupuk ... 7
1. Labu Kuning ... 7
1.1 Tanaman Labu Kuning ... 7
1.2 Jenis- Jenis Labu Kuning ... 8
1.3 Biologi Tanaman Labu Kuning ... 9
1.4 Sifat Kimiawi Labu Kuning ... 11
1.5 Sifat Fisik Labu Kuning ... 12
(7)
commit to user
1. Bawang Putih ... 18
2. Garam ... 21
3. Penyedap Rasa ... 22
4. Minyak Goreng ... 24
D. Pengemas ... 25
E. Analisis Sensoris ... 27
F. Analisis Kimia ... 29
G. Analisis Kelayakan Usaha ... 30
BAB III METODE PELAKSANAAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 34
B. Alat, Bahan, dan Cara Kerja ... 34
C. Analisis Produk ... 38
D. Analisis Ekonomi ... 39
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Produk ... 41
1. Bahan Baku ... 41
2. Proses Produksi ... 48
3. Analisis Sensoris ... 58
4. Analisis Kimia ... 62
B. Desain Kemasan ... 64
1. Bahan ... 64
2. Bentuk ... 65
3. Labelling ... 65
C. Analisis Ekonomi ... 66
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 78
B. Saran…. ... 79
DAFTAR PUSTAKA ... 80 LAMPIRAN
(8)
commit to user
Halaman
Tabel 2.1 Syarat Mutu Kerupuk Ikan ... 6
Tabel 2.2 Hasil Analisis Kadar Gizi Daging Buah Labu Kuning per 100 gr ... 12
Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi per 100 gram Tapioka ... 14
Tabel 2.4 Kandungan Kimia Tepung Tapioka ... 14
Tabel 2.5 Syarat Mutu Tepung Tapioka ... 15
Tabel 2.6 Komposisi Kimia Dalam Tepung Terigu ... 16
Tabel 2.7 Standarisasi Tepung Terigu Dalam Bahan Pangan ... 17
Tabel 2.8 Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram ... 18
Tabel 2.9 Syarat Mutu Bawang Putih ... 19
Tabel 2.10 Standar Mutu Garam Konsumsi ... 22
Tabel 2.11 Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Ayam ... 23
Tabel 2.12. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng ... 24
Tabel 3.1 Formulasi Kerupuk Labu Kuning ... 38
Tabel 3.2 Metode Analisis Kimia ... 38
Tabel 4.1 Hasil Uji Organoleptik Kerupuk Labu Kuning ... 58
Tabel 4.2 Formulasi Kerupuk Dengan Labu Kuning 250 gram Kode 701 ... 61
Tabel 4.3 Karakteristik Kimia Kerupuk Labu Kuning... 62
Tabel 4.4 Biaya Usaha ... 66
Tabel 4.5 Biaya Penyusutan / Depresiasi ... 67
Tabel 4.6 Biaya Amortisasi ... 67
Tabel 4.7 Total Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 68
Tabel 4.8 Bahan baku dan bahan pembantu pengolahan kerupuk labu kuning ... 68
Tabel 4.9 Biaya Bahan Baku dan Bahan Pembantu ... 65
Tabel 4.10 Biaya Kemasan ... 69
Tabel 4.11 Total Biaya Bahan Baku, Pembantu dan Kemasan... 69
Tabel 4.12 Biaya Bahan Bakar dan Pembersih ... 69
Tabel 4.13 Biaya Perawatan dan Perbaikan ... 71
Tabel 4.14 Total Biaya Tidak Tetap (Variabel Cost) ... 71
(9)
commit to user
Halaman
Gambar 2.1 Tanaman Labu Kuning ... 10
Gambar 3.1 Diagram alir kuantitatif proses pembuatan kerupuk labu kuning ... 36
Gambar 3.1 Diagram alir kualitatif proses pembuatan kerupuk labu kuning ... 37
Gambar 4.1 Labu Kuning ... 42
Gambar 4.2 Tapioka ... 43
Gambar 4.3 Terigu ... 44
Gambar 4.4 Bawang Putih ... 45
Gambar 4.5 Garam ... 46
Gambar 4.6 Penyedap Rasa ... 46
Gambar 4.7 Minyak Goreng ... 47
Gambar 4.8 Pengupasan ... 48
Gambar 4.9 Pemisahan Biji... 49
Gambar 4.10 Pemotongan ... 49
Gambar 4.11Penimbangan ... 50
Gambar 4.12Pencucian ... 50
Gambar 4.13 Pengukusan I ... 51
Gambar 4.14 Penghancuran ... 51
Gambar 4.15 Pembuatan Adonan ... 52
Gambar 4.16 Pembungkusan Adonan Dalam Plastik ... 53
Gambar 4.17 Pengukusan II ... 54
Gambar 4.18 Pendinginan ... 54
Gambar 4.19 Pengirisan ... 55
Gambar 4.20 Kerupuk Mentah ... 57
Gambar 4.21 Penggorengan ... 57
Gambar 4.22 Kerupuk Labu Kuning ... 57
Gambar 4.23 Plastik PP ... 64
Gambar 4.24 Label Kerupuk Labu Kuning ... 65
(10)
Proses Produksi Kerupuk Labu Kuning PARINI1
H3109044
Ir. Basito, M.Si2 dan Dimas Rahadian A.M,S.TP,M.Sc3 ABSTRAK
Labu kuning (Cucurbita moschata Durch), termasuk komoditas pangan yang telah banyak dikenal masyarakat. Memiliki warna kuning orange sehingga menarik untuk dinikmati di samping rasa dan penampilannya yang menarik, labu kuning merupakan bahan pangan yang banyak mengandung beta karoten, kaya vitamin A dan vitamin C, serat, mineral, lemak, karbohidrat dan antioksidan yang bermanfaat sebagai anti kanker. Pembuatan kerupuk labu kuning merupakan salah satu upaya diversifikasi produk olahan dari labu kuning, dapat dikonsumsi sehari-hari sehingga memperpanjang umur simpan dan dapat meningkatkan nilai jual. Dalam pelaksanaan praktek produksi ini dilakukan analisis sensoris, analisis kimia, dan analisis ekonomi. Hasil dari uji kesukaan menyatakan bahwa produk kerupuk labu kuning yang disukai adalah dengan komposisi labu kuning 250 g, tepung tapioka 200 g, tepung terigu 50 g, bawang putih 25 g, garam 2 g dan penyedap rasa 7,5 g. Hasil analisis kimia yaitu kadar air 6,85% dan kadar beta karoten 0,011 µg/g. Hasil analisis ekonomi yaitu kapasitas produksi 6.250 kemasan /bulan dan harga jual Rp. 4.000 /kemasan diperoleh laba bersih Rp. 3.397.947,8 /bulan, Break Even Point (BEP) 4765 /kemasan, Return of Investment (ROI) sebelum pajak 16,32%, Return of Investment (ROI) setelah pajak 15,81%, Pay Out Time (POT) 7 bulan, Benefit Cost Ratio (Net B/C) 1,16 dan Internal Rate of Return (IRR) 16,71% dimana nilai itu ≥ 5% (bunga bank BCA) menyatakan bahwa perusahaan ini layak untuk dikembangkan karena nilai B/C lebih dari 1.
Kata Kunci : Proses Produksi, Labu Kuning, Kerupuk Labu Kuning. Keterangan
1. Mahasiswa Program Studi D-III Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Nama : Parini. NIM : H3109044
2. Dosen Pembimbing / Penguji 1 3. Dosen Pembimbing / Penguji 2
(11)
xi
Yellow Pumpkin Cracker Production Process PARINI1
H3109044
Ir. Basito, M.Si2 and Dimas Rahadian A.M, S.TP, M.Sc3
ABSTRACT
Yellow pumpkin (Cucurbita moschata durch), including food commodities which have been widely known to the public. Orange yellow in color so exciting to be enjoyed in addition to flavor and attractive appearance, pumpkin is a food that contains lots of beta carotene, rich in vitamin A and vitamin C, fiber, minerals, fat, carbohydrate and antioxidants that are beneficial as anti-cancer. Making crackers pumpkin is one effort to diversify the products processed from yellow squash, can be consumed daily to prolong shelf life and can increase the sale value. In the implementation of production practices was conducted sensory analysis, chemical analysis, and economic analysis. Results of preference test that pumpkin cracker product is preferably a composition of pumpkin 250 g, 200 g tapioca flour, wheat flour 50 g, 25 g garlic, salt, 2 g and 7.5 g flavor. The results of chemical analysis is 6.85% water content and beta-carotene content of 0.011 µg / g. The results of the economic analysis of production capacity of 6250 packs / month and the selling price of Rp. 4000 / packaging the net profit of Rp. 3397947.8 / month, Break Even Point (BEP) 4765 / packaging, Return on Investment (ROI) before taxes 16.32%, Return on Investment (ROI) after taxes 15.81%, Pay Out Time (POT) 7 months, Benefit Cost Ratio (Net B / C) 1.16 and the Internal Rate of Return
(IRR) 16.71% where the value was ≥ 5% (bank rate BCA) stated that the company is
eligible to be developed because of the value of B / C more than 1.
Keywords: Production Process, Yellow Pumpkin, Yellow Pumpkin Cracker. Information
1. Student D-III Study Program of Agricultural Technology, Faculty of Agriculture, Sebelas Maret University, Name : Parini. NIM :H3109044
2. Supervisor / Examiner 1 3. Supervisor / Examiner 2
(12)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Labu kuning atau waluh (Cucurbita moschata Durch), yang dalam
bahasa Inggris dikenal sebagai pumpkin, termasuk komoditas pangan yang
telah banyak dikenal masyarakat. Memiliki warna kuning orange sehingga menarik untuk dinikmati di samping rasa dan penampilannya yang menarik, labu kuning merupakan bahan pangan yang banyak mengandung karotenoid (betakaroten), kaya vitamin A dan vitamin C, serat, mineral, lemak, karbohidrat dan daging buahnya pun mengandung antioksidan yang bermanfaat sebagai anti kanker (Sudarto, 1990).
Di Indonesia labu, terutama labu kuning banyak dimanfaatkan untuk membuat berbagai macam hidangan seperti kolak, sup, cake hingga kue-kue basah lainnya. Bijinya juga banyak dimanfaatkan sebagai camilan atau makanan ringan (kuaci). Selain itu labu memiliki sederet manfaat untuk kesehatan, dapat menjadi obat tradisional, untuk kecantikan dll. Air buah labu mampu sebagai penawar racun binatang berbisa dan biji labu dapat dipergunakan untuk mengobati cacing pita. Selain itu daging buah labu mampu menjadi penangkal kanker lantaran diyakini mengandung antioksidan. Labu kuning juga dipercaya dapat membantu menyembuhkan penyakit diabetes mellitus (kencing manis), penyempitan pembuluh darah, jantung koroner, dan darah tinggi. Selain itu, dapat mengobati tekanan darah tinggi, labu juga dapat menurunkan panas, mengobati diabetes, dan memperlancar proses pencernaan.
Labu kuning memiliki potensi gizi, kaya betakaroten dapat menjadi bahan biofortifikasi pada produk pangan olahan dan belum termanfaatkan secara optimum. Salah satu penyebabnya adalah keterbatasan pengetahuan masyarakat akan manfaat komoditas pangan tersebut. Pemanfaatan labu kuning sampai saat ini masih terbatas pada produk makanan yang tidak
(13)
commit to user
bahan baku labu kuning, di perkirakan dalam satu bulannya dihasilkan
labu kuning 2–3 ton, namun dikarenakan permintaan pasar dan juga harga
jual yang sangat rendah sehingga sering sekali labu kuning yang ada di biarkan begitu saja dan di jual dengan harga yang sangat murah tanpa adanya pemanfataan menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Agar labu kuning dapat dikonsumsi sehari-hari, labu kuning diolah dalam sebuah produk yang disebut kerupuk labu kuning. Pembuatan kerupuk labu kuning merupakan salah satu upaya diversifikasi produk olahan dari labu kuning (Setijo, 2009).
Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering, ringan, dan porus, mudah cara pembuatannya, beragam warna dan rasa, disukai oleh segala lapisan usia. Dengan adanya pemanfataan labu kuning menjadi kerupuk secara tidak langsung dapat membantu masyarakat
khususnya petani untuk meningkatkan penghasilan dan juga
pembudidayaan labu kuning dapat ditingkatkan secara intensif, selain itu kandungan gizi yang terdapat di labu kuning dapat menambah asupan gizi dari labu kuning. Diharapakan dengan adanya pembuatan kerupuk labu kuning ini dapat menjadi salah satu wirausaha baik bagi mahasiswa ataupun masyarakat untuk mendapatkan keuntungan sehingga dapat meningkatkan taraf hidup (Hermianti, 2010).
Kerupuk labu kuning adalah produk makanan kering yang dibuat dari daging buah labu kuning, tepung tapioka, tepung terigu, bawang putih, garam dan penyedap rasa. Pembuatan kerupuk labu kuning yaitu labu kuning dikukus lalu dihancurkan dicampur dengan tapioka, terigu, bawang putih, garam dan penyedap rasa, diaduk dan diuleni kemudian adonan dibungkus dengan plastik lalu dikukus, setelah adonan matang
kemudian didinginkan dan dimasukkan dalam freezer kemudian diiris
tipis, lalu dikeringkan dan di goreng dulu sebelum dikonsumsi.
Adapun jenis-jenis kerupuk yang beredar dipasaran berdasarkan bahan baku yang digunakan selain tepung tapioka, adalah sebagai berikut: kerupuk udang, kerupuk kulit, kerupuk aci, kemplang, kerupuk bawang
(14)
putih, kerupuk bawang, kerupuk mlarat, kerupuk ikan, kerupuk sanjai, kerupuk gendar, rengginang dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa segala jenis kerupuk diterima masyarakat dengan baik. Dengan pembuatan labu kuning menjadi kerupuk diharapkan masyarakat menerima dan menyukai produk ini karena kerupuk disukai oleh segala lapisan usia yang bisa untuk camilan atau pelengkap saat makan. Karena kerupuk secara umum sudah banyak dipasaran, maka dengan adanya inovasi kerupuk labu kuning yang baru ini mampu diterima dipasaran dan dapat bersaing dengan berbagai macam kerupuk yang ada dipasaran.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana cara pengolahan labu kuning menjadi kerupuk?
2. Bagaimana penerimaan konsumen terhadap kerupuk labu kuning yang
meliputi warna, rasa, kerenyahan dan overall?
3. Berapa besar kadar air dan kadar beta karoten pada kerupuk labu
kuning?
4. Bagaimana analisis biaya pada proses produksi kerupuk labu kuning?
C. Tujuan
1. Mengetahui proses pengolahan kerupuk labu kuning.
2. Mengetahui kesukaan panelis terhadap produk kerupuk labu kuning.
3. Mengidentifikasi kadar air dan kadar beta karoten yang terdapat pada
kerupuk labu kuning.
4. Mengetahui analisis biaya pada pembuatan produk kerupuk labu
(15)
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerupuk
1. Deskripsi Kerupuk
Kerupuk adalah bahan kering berupa lempengan tipis yang terbuat dari adonan yang bahan utamanya adalah pati. Kerupuk merupakan makanan kudapan yang bersifat kering, ringan, dan porous, mudah cara pembuatannya, beragam warna dan rasa, disukai oleh segala lapisan usia. Berbagai bahan berpati dapat diolah menjadi kerupuk, diantaranya adalah ubi kayu, ubi jalar, beras, sagu, terigu, tapioka dan talas. Pada umumnya pembuatan kerupuk adalah sebagai berikut: bahan berpati dilumatkan bersama atau tanpa bumbu, kemudian dimasak dan dicetak berupa lempengan tipis yang disebut kerupuk kering. Sebelum dikonsumsi, kerupuk kering digoreng terlebih dahulu (Kemal, 2001).
Menurut Muliawan (1991) kerupuk merupakan jenis makanan ringan yang mengalami pengembangan volume, membentuk produk yang berongga dan mempunyai densitas rendah. Proses pembuatan kerupuk meliputi pencampuran bahan baku, pembuatan adonan, pencetakan, pengukusan, pendinginan, pengirisan, pengeringan dan
penggorengan. Proses pengolahan kerupuk tersebut dapat
menyebabkan peningkatan kadar pati resisiten akibat perlakuan pengolahan (pengukusan, pendinginan dan pengeringan).
Kerupuk labu kuning adalah produk makanan kering yang dibuat dari daging buah labu kuning ditambah tepung tapioka, tepung terigu, garam dan bahan tambahan, diaduk, diuleni, dibentuk, dikukus, diiris tipis, dikeringkan dan di goreng sebelum dikonsumsi. Pembuatan kerupuk labu kuning merupakan salah satu upaya diversifikasi produk olahan dari labu kuning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembuatan kerupuk labu kuning dapat dilakukan dengan penggunaan
(16)
labu kuning 50%, hal ini sesuai dengan pra penelitian yang dilakukan dimana jika melebihi maka adonan tidak dapat dibentuk karena labu memiliki kandungan air yang tinggi yakni 93,32% sedangkan bila dikurangi perlu penambahan air dan setelah diadon juga tidak bisa di bentuk. Kerupuk labu kuning yang dihasilkan berwarna kuning khas labu, dengan kadar air 11,80% dan setelah digoreng kadar air kerupuk labu berkurang menjadi 5,15% serta mempunyai daya kembang 1,35 kali. Produk kerupuk labu kuning ini cukup disukai, dengan daya simpan lebih dari 4 bulan (Hermianti, 2010).
Kerupuk labu kuning tidak ditambahkan bahan pengawet karena akan mempengaruhi citarasa dan kualitas kerupuk labu kuning itu sendiri. Salah satu tahapan proses produksi yang menjadi titik kritis untuk bisa menghasilkan kerupuk labu kuning yang berkualitas adalah pada proses pencetakan yang selama ini dilakukan secara manual (Siti dkk, 2011).
2. Jenis-Jenis Kerupuk
Jenis kerupuk sangat beragam yang dibedakan dari penggunaan bahan bakunya. Seperti namanya, kerupuk ikan merupakan kerupuk yang berbahan baku ikan, kerupuk udang merupakan kerupuk yang berbahan baku udang, kerupuk beras merupakan kerupuk yang berbahan baku beras, kerupuk kulit merupakan kerupuk yang berbahan baku kulit, dan kerupuk rambak merupakan kerupuk yang terbuat dari bahan dasar tepung tapioka, tepung terigu, dan bumbu-bumbu. Jenis kerupuk rambak ada dua, yaitu kerupuk rambak tapioka dan kerupuk rambak kulit. Kerupuk rambak kulit adalah kerupuk yang tidak dibuat dari adonan tapioka, melainkan dari kulit sapi atau kerbau yang dikeringkan. Adapun jenis-jenis kerupuk yang beredar dipasaran berdasarkan bahan baku yang digunakan selain tepung tapioka, adalah sebagai berikut: Kerupuk udang, Kerupuk kulit, Kerupuk aci,
(17)
commit to user
Kerupuk ikan, Kerupuk sanjai, Kerupuk gendar, Rengginang dan
lain-lain (Anonima, 2012).
3. Persyaratan Mutu Kerupuk
Walaupun jenis-jenis kerupuk banyak beredar dipasaran, akan tetapi tidak semuanya telah memiliki SNI. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia yang dibuat oleh Badan Standardisasi Nasional, 1999. Syarat mutu gizi kerupuk dapat mengacu pada kerupuk ikan yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1 Syarat Mutu Kerupuk Ikan
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Rasa dan aroma Khas kerupuk ikan
2. Serangga dalam bentuk stadia
dan potongan-potongan serta benda-benda asing
Tidak ternyata
3. Kapang Tidak ternyata
4. Air % Maks. 11
5. Abu tanpa garam % Maks. 1
6. Protein % Min. 6
7. Lemak % Maks. 0,5
8. Serat kasar % Maks. 1
9. Bahan tambahan makanan Tidak ternyata atau
sesuai peraturan yang berlaku
10. Cemaran logam Timbal (Pb),Tembaga (Cu), Raksa (Hg)
Sesuai peraturan yang berlaku Atau tidak ternyata
11. Cemaran arsen (As) Sesuai peraturan yang
berlaku Atau tidak ternyata
(18)
B. Bahan Baku Pembuatan Kerupuk 1. Labu kuning
1.1 Tanaman Labu kuning
Waluh (Cucurbita) mencakup sekelompok tumbuhan
merambat anggota suku labu-labuan (Cucurbitaceae) penghasil
buah konsumsi berukuran besar bernama sama. Tumbuhan ini berasal dari benua Amerika, tetapi sekarang menyebar di banyak tempat yang memiliki iklim hangat. Waluh mencakup beberapa
spesies anggota genus Cucurbita, yaitu C. argyrosperma, C.
maxima, C. moschata, dan C. pepo. Dalam beberapa pengertian setempat di Indonesia, waluh disebut sebagai "labu" saja, meskipun sebenarnya labu mencakup kelompok tanaman yang lebih luas, seperti labu air, labu ular, labu siam, dan beligo. Waluh dibedakan dari labu lainnya karena buahnya dimakan yang telah masak. Sesuai namanya, labu kuning mempunyai warna kuning atau jingga akibat kandungan karotenoidnya yang sangat tinggi, di samping kaya akan karoten. Karoten (betakaroten) merupakan sumber vitamin A. Di dalam tubuh karoten diubah menjadi vitamin A yang penting untuk tubuh terutama pada masa pertumbuhan. Labu kuning yang kaya betakaroten dapat menjadi bahan biofortifikasi pada produk pangan olahan (Tim penyusun PS, 1995).
Klasifikasi ilmiah labu kuning :
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cucurbitales
Familia : Cucurbitaceae
Genus : Cucurbita
(19)
commit to user
Nama umum atau nama dagangnya adalah Waluh. Kalau nama dagang didaerah Sumatera adalah Labu Kuning (Melayu) atau lebih di kenal dengan nama buah Perenggi, orang di Pulau Jawa menyebutnya Waluh. Kalau di Negara Eropa menyebutnya
Pumpkin (Anonimb, 2012).
Waluh, salah satu tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pewarna pangan. Daging waluh mengandung zat pewarna alami terutama kuning atau merah. Kandungan pewarna pada daging waluh yang berumur tua lebih banyak dibanding pada daging waluh yang masih muda. Daging waluh merupakan bagian tanaman yang berguna sebagai sumber pewarna alami. Pewarna waluh sangat nyata pada waluh yang berdaging kuning atau kemerahan. Namun, tidak umum waluh diekstrak untuk memperoleh warna tersebut. Pemanfaatan pewarna makanan dari waluh ditempuh dengan cara mencampurkan daging waluh kedalam bahan panagan yang akan diwarnai (Setijo, 2009).
1.2 Jenis- Jenis Labu kuning
Tanaman labu kuning berasal dari Ambon (Indonesia). Ada
lima spesies labu yang umum dikenal, yaitu Cucurbita maxima
Duchenes, Cucurbita ficifolia Bouche, Cucurbita mixta, Cucurbita moschata Duchenes, dan Cucurbita pipo L. Kelima spesies cucurbita tersebut di Indonesia disebut labu kuning (waluh), karena mempunyai ciri-ciri yang hampir sama.
Di Indonesia sudah terdapat beberapa jenis dan varietas waluh antara lain varietas lokal dan beberapa varietas introduksi dari berbagai negara seperti Taiwan, Jepang, dan lain-lain. Varietas lokal yang sering ditanam oleh para petani adalah sebagai berikut:
a. Jenis bokor atau creme
Ciri-ciri buahnya adalah sebagai berikut: terdapat alur, berbentuk bulat pipih, batang bersulur panjang (3-5 m); warna
(20)
daging buah kuning, tebal, rasanya gurih, manis, berdaging halus dan padat, beratnya dapat mencapai 4-5 kg atau lebih.
b. Jenis kelenting
Jenis waluh ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: buah berbentuk lonjong oval, memanjang, kulitnya berwarna kuning, daging buah juga berwarna kuning, beratnya dapat mencapai 2-5 kg/buah; sulurnya panjang (3-5 m), masa panen antara 4,5-6 bulan.
c. Jenis ular
Waluh jenis ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: buahnya panjang ramping, warna daging buah kuning, beratnya 1-3 kg/buah; beberapa jenis waluh ular tertentu kadang-kadang buahnya kasar dan rasanya tidak enak.
d. Jenis introduksi
Jenis waluh Taiwan, jenis waluh Hai Je Pi atau Vegetable Speghetty Squashh, jenis waluh Australia dan jepang, dan jenis waluh Amerika (Sudarto, 1990).
1.3 Biologi Tanaman Labu kuning
Secara biologi tanaman labu kuning dapat dijelaskan sebagai berikut (Sudarto,1990) :
(21)
commit to user
a. Batang waluh
Batang waluh merambat atau menjalar, cukup kuat, bercabang banyak, berbulu agak tajam, panjang batang dapat mencapai 5-10 meter, bahkan di Amerika waluh musim dingin jenis butternut dapat merambat sampai 500 meter.
b. Daun
Bentuk daun waluh menyirih, ujungnya agak runcing, tulang daun tampak jelas, berbulu halus dan agak lembek sehingga bila terkena sinar matahari agak layu. Waluh termasuk berdaun lebar, garis tengahnya dapat mencapai 20 cm, berwarna hijau atau agak abu-abu. Letak daun berselang-seling diantara batang; panjang tangkai daun 15-20 cm.
c. Bunga
Bunga waluh berbentuk lonceng dan berwarna kuning. Bunga waluh bersifat uniseksual-monoesius, yakni dalam satu rumpun bunga terdapat bunga jantan dan bunga betina. Bakal buah terdapat pada pangkal bunga betina, sedangkan pada bunga jantan tidak terdapat bakal buah. bunga jantan mempunyai tangkai tipis tetapi panjang. Bunga jantan biasanya muncul pertama kali sewaktu tanaman berumur 1-1,5 bulan; kemudian disusul oleh bunga betina. Jumlah bunga jantan lebih banyak daripada bunga bunga betina. Penyerbukan bunga waluh dapat terjadi karena angin atau serangga. Beberapa jenis waluh tertentu bunganya berumah satu, yakni dalam satu bunga terdapat bunga jantan dan bunga betina.
d. Buah
Buah waluh terdiri dari lapisan kulit luar yang keras dan lapisan daging buah yang merupakan tempat timbunan makanan. Dalam daging buah inilah terkandung beberapa vitamin antaralain : Vitamin C, Vitamin A dan Vitamin B. Buah waluh berwarna kuning, keputih-putihan atau kuning kemerah-merahan; buah waluh yang masih muda berwarna hijau. Bentuknya bermacam-macam
(22)
tergantung dari jenisnya: ada yang berbentuk bokor (bulat pipih dan beralur), berbentuk oval,berbentuk panjang dan berbentuk piala.
e. Akar
Setelah biji waluh berkecambah akan keluar akar pertama dan daun tunas, kemudian disusul dengan keluarnya akar-akar rambut yang makin lama makin banyak. Panjang akar waluh dapat mencapai 40 cm atau radius 30-30cm.
1.4Sifat Kimiawi Labu kuning
Kandungan Kimia dalam tanaman buah labu kuning ini adalah: Saponin, Flavanoida dan Tanin.
a. Saponin: menjadi sumber anti-bakteri dan anti-virus,
meningkatkan sistem kekebalan tubuh, meningkatkan vitalitas,
mengurangi kadar gula dalam darah, mengurangi
penggumpalan darah.
b. Flavanoid: melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan
mencegah terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah,
mengurangi kandungan kolesterol serta mengurangi
penumbunan lemak pada dinding pembuluh darah, mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner, mengandung anti-inflamasi (anti-radang), berfungsi sebagai anti-oksidan, membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan.
c. Tanin: sebagai pengikat protein dan sebagai pelindung protein
dari degradasi mikroba rumen (Anonimc, 2012).
Salah satu faktor penting dari suatu tanaman pangan adalah kandungan gizinya. Labu kuning termasuk salah satu jenis tanaman makanan yang memiliki kandungan gizi cukup dan cukup lengkap. Hal tersebut dapat di lihat pada Tabel 2.2.
(23)
commit to user
Tabel 2.2 Hasil Analisis Kadar Gizi Daging Buah Labu Kuning per 100 gr.
No Kandungan gizi Satuan
1. Kalori 29,00 kal
2. Protein 1,10 gram
3. Lemak 0,30 gram
4. Hidrat Arang 6,60 gram
5. Kalsium 45,00 Mg
6. Posfor 64,00 Mg
7. Besi 1,40 Mg
8. Vitamin A 180,00 SI
9. Vitamin B1 0,08 mg
10. Vitamin C 52,00 mg
11. Air 91,20 gram
12. BDD 77,00%
(Sudarto, 1990).
1.5Sifat Fisik Labu kuning
Adapun deskripsi Tanaman Labu kuning ini adalah:
a. Habtius : Semak, merambat, panjang ± 25 m
b. Batang : Berkayu, lunak, segi lima, berambut, berbuku-buku,
panjang ± 25 cm, hijau muda
c. Daun : Tunggal, bulal, bertangkai, tangkai berlubang, ujung
runcing, tepi berombak, pangkal membulat, berbulu, panjang 7-35 cm, lebar 6-30 cm, beralur, pertulangan menyirip, hijau
d. Bunga : Tunggal, di ketiak daun, bentuk corong, panjang + 15
cm, kuning, kelopak bentuk lonceng, pangkal berlekatan, bertaju empat sampai enam, berambut, hijau pucat, mahkota bentuk corong, bercangap lima, berbulu, beralur, kuning, benang sari bentuk tabung, panjang 5-12,5 mm, kuning, putik bersegi, panjang 1,5-2 cm, kepala putik terbagi dua sampai tiga, tebal, putih kekuningan, kuning
e. Buah : Bulat, berdaging, diameter 25-35 cm, gundul, kuning
(24)
f. Biji : Keras, pipih, panjang ± 1,5 cm, lebar ± 5 mm, coktat muda
g. Akar : Tunggang, bulat, berbintil-bintil, putih kotor
(Setijo, 2009).
2. Tepung Tapioka
Tepung tapioka adalah tepung yang diperoleh dari ubi kayu segar (Manihot utilissima) setelah melalui cara pengolahan tertentu, dibersihkan dan dikeringkan. Pati merupakan komponen tapioka dan merupakan senyawa yang tidak mempunyai rasa dan bau sehingga modifikasi tepung tapioka mudah dilakukan. Tepung tapioka banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan berbagai jenis kerupuk, seperti kerupuk udang dan kerupuk ikan. Alasan penggunaan tepung tapioka sebagai bahan baku selain harganya murah dan mudah didapat, tepung tapioka juga mempunyai daya ikat yang tinggi dan mempunyai struktur yang kuat (Rusmono, 1983).
Pati mempunyai dua komponen utama, yaitu amilosa (fraksi terlarut) dan amilopektin (fraksi tidak terlarut). Menurut Tahir (1985), amilopektin merupakan salah satu komponen pati yang dapat mempengaruhi daya kembang kerupuk. Kandungan amilopektin yang lebih tinggi akan memberikan kecenderungan pengembangan kerupuk yang lebih besar dibanding dengan kandungan amilosa tinggi. Dalam proses pembuatan kerupuk dinyatakan berhasil adalah apabila kerupuk ketika digoreng dapat mengembang dengan baik.
Dilihat dari nilai gizinya, tapioka merupakan sumber karbohidrat dan energi yang sangat baik. Di lain pihak, tapioka mengandung sangat sedikit protein dan lemak. Kandungan gizi tapioka per 100 gram dapat dilihat pada Tabel 2.3.
(25)
commit to user
Tabel 2.3 Komposisi Zat Gizi per 100 g Tapioka
No Kandungan gizi Satuan
1 Energi 358 kkal
2 Protein 0,19 g
3 Lemak total 0,02 g
4 Karbohidrat 88,69 g
5 Serat pangan 0,9 g
6 Kalsium (mg) 20 mg
7 Besi 1,58 mg
8 Magnesium 1 mg
9 Fosfor 7 mg
10 Kalium 11 mg
11 Natrium 1 mg
12 Seng 0,12 mg
13 Tembaga 0,02 mg
14 Mangan 0,11 mg
15 Selenium 0,8 mg
16 Asam folat 4 µg
(Widowati, 1987).
Menurut Setiawan (1988), daya kembang dan tekstur akhir dari produk dipengaruhi oleh ratio amilosa dan amilopektin dari pati. Amilosa cenderung mengurangi daya kembang dan meningkatkan densitas kerupuk, sedangkan amilopektin berfungsi sebaliknya, yaitu meningkatkan daya kembang dan menurunkan densitas kerupuk. Kandungan kimia tepung tapioka dapat dilihat pada tabel 2.4
Tabel 2.4 Kandungan Kimia Tepung Tapioka
Parameter Komposisi (%)
Kadar Air 12,00
Kadar Lemak 0,30
Kadar Abu 0,30
Kadar Protein 0,50
Karbohidrat 86,90
Sumber: Departemen Kesehatan RI (1992)
Kualitas tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
a. Warna tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.
b. Kandungan air; tepung harus dijemur hingga kering sehingga
(26)
c. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
d. Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi. Untuk
ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi (Radiyati, 1990).
Syarat mutu tepung tapioka dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Syarat Mutu Tepung Tapioka Berdasarkan SNI 01-2905-1992
Kriteria Mutu Satuan Persyaratan
Warna - Putih (khas tepung tapioka)
Bentuk - Serbuk
Bau - Normal
Benda asing - Tidak ada
Kadar Air % 17,5
Kadar lemak dan
kotoran maksimum % 0,7
Sumber : SNI 01-2905-1992
3. Tepung Terigu
Tepung terigu merupakan bahan tambahan dalam pembuatan kerupuk. Presentase tepung terigu yang digunakan adalah 10% dari berat total bahan yang digunakan. Tepung terigu ini ditambahkan dalam pembuatan kerupuk yang bertujuan supaya kerupuk tidak lengket. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu (Cahyo, 2006).
Protein dalam gandum yang berupa gliadin dan glutenin membantu proses pengikatan air dalam adonan kerupuk. Dengan demikian
penambahan tepung gandum dalam pembuatan kerupuk akan
meningkatkan kadar air adonan, sehingga akan mempengaruhi proses glatinisasi dan lama pemasakan adonan (Indraswari, 2003).
(27)
commit to user
Secara umum komposisi kimia yang terkandung dalam tepung terigu dapat dilihat pada Tabel 2.6
Tabel 2.6 Komposisi Kimia Dalam Tepung Terigu
Zat gizi Kadar
Energi 330 kal
Protein 11 g
Lemak 2 g
Karbohidrat 72,4 g
Zat kapur (Ca) 15 mg
Phosporus (P) 130 mg
Zat besi (Fe) 2 mg
Vitamin A -
Thiamin (B1) 170 mg
Vitamin C -
Sumber : Food Composition Tables, FAO 1949 dalam Sediaoetama, 1989. Di pasaran banyak beredar jenis tepung terigu yang masing-masing memiliki karakteristik dan fungsi berlainan. Jenis tepung terigu yaitu: a. Hard Wheat (Terigu Protein Tinggi).
Tepung ini diperoleh dari gandum keras (hard wheat).
Kandungan proteinnya 11-13%, sifatnya mudah dicampur,
difermentasikan, daya serap airnya tinggi, elastis dan mudah digiling. b. Medium Wheat (Terigu Protein Sedang).
Jenis terigu medium wheat mengandung 10%-11%. Dibuat dari campuran tepung terigu hard wheat dan soft wheat sehingga karakteristiknya diantara kedua jenis tepung tersebut.
c. Soft Wheat (Terigu Protein Rendah).
Tepung ini dibuat dari gandum lunak dengan kandungan protein gluten 8%-9%. Sifatnya, memiliki daya serap air yang rendah sehingga akan menghasilkan adonan yang sukar diuleni, tidak elastis, lengket dan daya pengembangannya rendah.
d. Self Raising Flour
Jenis tepung terigu yang sudah ditambahkan bahan pengembang dan garam. Penambahan ini menjadikan sifat tepung lebih
(28)
stabil dan tidak perlu menambahkan pengembang lagi ke dalam adonan.
e. Enriched Flour
Adalah tepung terigu yang disubstitusi dengan beragam vitamin atau mineral dengan tujuan memperbaiki nilai gizi terkandung. Biasanya harganya relatif lebih mahal.
f. Whole Meal Flour
Tepung ini biasanya dibuat dari biji gandum utuh termasuk dedak dan lembaganya sehingga warna tepung lebih gelap/cream
(Anonime, 2012).
Syarat mutu Tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan bahan pangan memiliki beberapa persyaratan sesuai SNI 01-2974-1992 yang dapat dilihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2.7. Standarisasi Tepung Terigu Dalam Bahan Pangan
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Keadaan : Bentuk Bau Rasa Warna - - - - Serbuk
Normal (bebas dari bau asing) Normal (bebas dari bau asing)
Putih khas terigu
Benda asing - Tidak boleh ada
Serangga - Tidak boleh ada
Air %, b/b Maksimal 14,5%
Abu %, b/b Maksimal 0,6%
Protein %, b/b Minimal 7,0%
Keasaman mgKOH/100 gr Maksimal 50/100 gr
Besi (Fe) mg/kg Minimal 50
Zeng (Zn) mg/kg Minimal 30
Vitamin B1
(Thiamin) mg/kg Minimal 2,5
Vitamin B2
(Riboflavin) mg/kg Minimal 4
Asam folat mg/kg Minimal 2
Cemaran logam : Timbale (Pb) Raksa (Hg) Tembaga (Cu) mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 1,10 Maksimal 0,05 Maksimal 10
(29)
commit to user C. Bahan Tambahan Pembuatan Kerupuk
1. Bawang Putih
Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan ke dalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Pangkulun dan Budhiarti, 1992).
Menurut Djumali dkk. (1982), bumbu yang digunakan dalam pembuatan kerupuk berfungsi untuk memperbaiki dan menambah cita rasa kerupuk. Bumbu yang digunakan antara lain bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya tergantung dari cita rasa yang diinginkan.
Menurut Sugito (1992) bawang putih termasuk tanaman rempah yang bernilai ekonomi tinggi karena memiliki beragam manfaat. Manfaat utama bawang putih adalah sebagai bumbu penyedap masakan sehingga menimbulkan aroma dan mengundang selera. Di dalam bawang putih terkandung banyak zat kimia yang bermanfaat. Komposisi yang terkandung pada bawang putih dapat dilihat pada Tabel 2.8.
Tabel 2.8. Komposisi Kimia Bawang Putih per 100 gram
Kandungan Jumlah
Air 66-71 gr
Energi 95-122 kal
Protein 4-7 gr
Lemak 0,2-0,3 gr
Karbohidrat 23-24 gr
Ca 26-42 mg
P 15-109 mg
K 346 mg
(30)
Syarat mutu bawang putih dapat dilihat pada tabel 2.9. Tabel 2.9. Syarat Mutu Bawang Putih (SNI 01-3160-1992)
Karakteristik Syarat Cara pengujian
Mutu I Mutu II
Kesamaan sifat varietas seragam seragam organoleptik
Tingkat ketuaan tua tua organoleptik
Kekompakan siung kompak kurang kompak organoleptik
Kebernasan siung bernas kurang bernas organoleptik
Kekeringan kering
simpan
kering simpan organoleptik
Kulit luar pembungkus umbi
sempurna menutup
umbi
kurang sempurna menutup umbi
organoleptik
Kerusakan, % (bobot-bobot) maks
5 8
SP-SMP-310-1981 Busuk, %
(bobot/bobot) maks.
1 2
SP-SMP-311-1981
Diameter minimum, cm 3,0 2,5
SP-SMP-309-1981
Kotoran tidak ada tidak ada organoleptik
Sumber : SNI 01-3160-1992
Keterangan :
Kesamaan sifat varietas : kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila terdapat keseragaman bentuk umum umbi (bulat, bulat pipih)
Tingkat ketuaan : bawang putih dinyatakan tua apabila telah
mencapai kematangan fisiologis, dimana bawang putih padat, tidak lunak dan tidak keriput.
Kekompakan siung : bawang putih dinyatakan kompak apabila
siung-siung tidak menyebar, akan tetapi saling menempel rapat satu sama lain pada seluruh panjang siung. Bawang putih dinyatakan kurang kompak apabila siung-siung dalam umbi agak menyebar dan menempel kurang rapat satu sama lain pada
(31)
commit to user
Kebernasan siung : bawang putih dinyatakan bernas apabila
tiap siung berisi cukup padat dan tidak keriput. Bawang putih dinyatakan kurang bernas apabila siung berisi kurang padat, tidak keriput.
Kekeringan : bawang putih dinyatakan kering simpan
apabila telah cukup kering adalah mudah terkelupasnya kulit luar.
Kulit luar pembungkus umbi : kulit luar pembungkus umbi dinyatakan sempurna menutup umbi apabila sebagian besar umbi terlihat terbungkus kulit luar secara sempurna. Kulit luar pembungkus
umbi dinyatakan kurang sempurna
menutupi umbi apabila sebagian besar umbi terlihat terbungkus kulit luar secara tidak sempurna.
Kerusakan : bawang putih dinyatakan rusak apabila
mengalami kerusakan atau cacat oleh sebab fisiologis, mekanis dan lain-lain yang terlihat pada permukaan umbi.
Busuk : bawang putih dinyatakan busuk apabila
mengalami pembusukan akibat kerusakan biologis.
Diameter : yang dimaksud diameter adalah dimensi
terbesar diukur tegak lurus pada garis lurus sepanjang batang sampai akar.
Kotoran : kotoran dinyatakan tidak ada apabila tidak
terdapat kotoran atau benda asing lainnya yang menempel pada bawang putih atau
berada dalam kemasan, yang
(32)
penyekat/ pembungkus tidak dianggap sebagai kotoran.
2. Garam
Garam merupakan salah satu bahan yang paling penting dalam proses pembuatan kerupuk. Fungsi penambahan garam dalam adonan adalah sebagai penambah cita rasa dan mempertahankan struktur adonan yang akan menentukan kualitas produk. Penambahan garam pada konsentrasi tertentu berfungsi sebagai penambah cita rasa pada pangan. Pemberian garam sangat penting karena garam berperan terutama untuk efek rasa, disamping itu juga untuk meningkatkan adonan (Soeparno, 1992).
Menurut Hudaya dan Daradjat (1980) dalam industri makanan, fungsi utama dari garam adalah sebagai pemberi rasa. Kualifikasi mutu garam adalah :
a) Bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut)
b) Bebas dari zat kimia
c) Halus dan tidak bergumpal-gumpal
d) Cepat larut
Garam sebagai bahan tambahan makanan berperan untuk menambah cita rasa produk akhir. Garam mempengaruhi aktivitas air dari bahan dengan menyerap air sehingga aktivitas air menurun dengan menurunnya kadar air. Konsentrasi rendah (1-3%) garam tidak bersifat membunuh mikroorganisme, tetapi hanya sebagai bumbu yang dapat memberi cita rasa gurih pada bahan pangan. Pertama-tama garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme pencemar tertentu. Mikroorganisme pembusuk atau proteolitik dan juga pembentuk spora adalah yang paling mudah terpengaruh walau dengan kadar garam rendah sekalipun yaitu sampai 6%. Mikroorganisme
(33)
commit to user
Streptococcus aureus dapat dihambat dengan konsentrasi garam 10-12% (Buckle, et al, 1987).
Syarat mutu garam konsumsi dapat dilihat pada Tabel 2.10 Tabel 2.10. Syarat Mutu Garam Konsumsi (SNI 01-4076-1999)
No. Jenis Uji Syarat
Mutu I Mutu II
1 Natrium chlorida (NaCl) Min. 94,7 % Min 94,4 %
2 Air Max. 5 % Max 10%
3 Iodium sebagai KIO3 40 ppm ± 25 % Negatif
4 Oksida besi (Fe2O3) 100 ppm 100 ppm
5 Kalsium dan magnesium
sebagai Ca
Max 1 % Max 2 %
6 Sulfat (SO4) Max 2 % Max 2 %
7 Bagian yang tak larut
dalam air
Max 0,5 % Max 1 %
8 Logam-logam berbahaya
(Pb, Hg, Cu, dan As)
NegatiF Negatif
9 Warna Putih Putih
10 Rasa Asin Asin
11 Bau Tidak berbau Tidak berbau
Sumber: SNI 01-4076-1999
Mutu I : Garam konsumsi yang beryodium Mutu II : Garam konsumsi yang tidak beryodium
3. Penyedap Rasa
Bumbu penyedap rasa telah banyak digunakan pada proses pemasakan, telah menjadi bagian dari gaya hidup saat ini yang menuntut kepraktisan dalam memasak. Bumbu penyedap rasa adalah produk bubuk atau blok atau kubus yang mengandung ekstrak tertentu, daging sapi (SNI 01-4273-1996) atau ayam, dengan penambahan bahan makanan lain dan atau tanpa bahan tambahan makanan lain yang diizinkan. Bumbu penyedap rasa ini dapat memperkaya rasa suatu makanan sehingga nilai penerimaan makanan dapat menjadi lebih baik. Syarat mutu bumbu penyedap rasa menurut SNI 01-4273-1996 dapat dilihat pada Tabel 2.11.
(34)
Tabel 2.11. Syarat Mutu Bumbu Penyedap Rasa Ayam (SNI 01-4273-1996).
No. Jenis Uji Satuan Persyaratan Bumbu
Penyedap Rasa
1 . Air % Max 4
2 Protein % Min 7
3 NaCl % Max 65
4 Angka Lempeng
Total
Kol / g Max 104
5 Coliform APM / g Max < 3
6 Kapang & khamir Kol / g Max 103
Sumber: SNI 01-4273-1996.
Karakteristik bahan baku bumbu penyedap rasa, bahan baku yang terdapat pada bumbu penyedap rasa ayam dan sapi secara umum adalah garam, gula, lemak nabati, MSG, flavour, lada, bawang, seledri, kunyit, penguat rasa, zat pewarna (ayam) dan anti-gumpal (sapi).
Menurut Cahyadi (2006), tujuan penggunaan penyedap rasa dalam pengolahan pangan adalah sebagai berikut:
a) Mengubah aroma hasil olahan dengan penambahan aroma tertentu
selama pengolahan.
b) Modifikasi, pelengkap atau penguat aroma.
c) Menutupi atau menyembunyikan aroma bahan pangan yang tidak
disukai.
d) Membentuk aroma baru atau menetralisir bila bergabung dengan
komponen dalam bahan pangan.
Penyedap rasa digunakan untuk menambah rasa nikmat pada masakan yang diolah. Bahan ini juga bisa menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan. Penyedap rasa dan aroma serta penguat rasa adalah bahan tambahan makanan yang dapat memberikan, menambah atau mempertegas rasa dan aroma. Penyedap rasa dan aroma digolongkan sebagai bahan alam dan sintetik (Winarno, 1994).
(35)
commit to user 4. Minyak Goreng
Di Indonesia standar mutu minyak goreng diatur dalam SNI 01-3741-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12. Standar Nasional Indonesia Minyak Goreng
No Kriteria Uji Persyaratan
1 Bau Normal
2 Rasa Normal
3 Warna Muda jernih
4 Kadar Air Max.0,3%
5 Berat Jenis 0,9 gram/L
6 Asam Lemak bebas Max.0,3%
7 Angka Peroksida Max. 2 meg/Kg
8 Angka Iodium 45 -46
9 Angka Penyabunan 196- 206
10 Titik Asap min 200oC
11 Indeks Bias 1,448 – 1,450
12 Cemaran Logam
Besi Max 1,5 mg/Kg
Timbal Max 0,1 mg/Kg
Tembaga Max. 40 mg/Kg
Seng Max. 0,05 mg/Kg
Raksa Max. 0,1 mg/Kg
Timah Max. 0,1 mg/Kg
Arsen Max. 0,1 mg/Kg
Sumber : SNI 01-3741-1995
Minyak goreng merupakan kebutuhan masyarakat yang saat ini harganya masih cukup mahal, akibatnya minyak goreng digunakan berkali-kali untuk menggoreng, terutama dilakukan oleh penjual makanan gorengan. Secara ilmiah minyak goreng yang telah digunakan berkali-kali, lebih-lebih dengan pemanasan tinggi sangatlah tidak sehat, karena minyak tersebut asam lemaknya lepas dari trigliserida sehingga jika asam lemak bebas mengandung ikatan rangkap mudah sekali teroksidasi menjadi aldehid maupun keton yang menyebabkan bau tengik. Minyak goreng selain berfungsi sebagai medium penghantar panas juga dapat menambah rasa gurih, menambah nilai gizi dan kalori bahan pangan. Kecukupan suhu dan
(36)
waktu penggorengan berbeda untuk setiap bahan, kondisi dan perlakuan (Ketaren,1986).
Penggunaan minyak goreng dengan suhu tinggi akan mengalami kerusakan yaitu makanan menjadi gosong, sehingga rasanya pahit dan minyak yang digunakan untuk menggoreng menjadi berwarna hitam, akibatnya makanan yang digoreng dengan minyak
tersebut di tenggorokan terasa gatal (Buckle, et al, 1987).
D. Pengemas
Pengemas disebut juga pembungkus, pewadahan atau pengepakan. Adanya wadah atau pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi, melindungi bahan pangan atau produk yang ada didalamnya, dan melindungi bahaya pencemaran serta bahaya fisik (gesekan benturan, dan getaran). Pengemasan juga berfungsi untuk menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri supaya mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi. Kemasan juga sebagai alat promosi dan media informasi (Syarif dkk, 1993).
Fungsi-fungsi suatu kemasan. Pengemasan bahan pangan harus memperlihatkan lima fungsi-fungsi utama :
a. Harus dapat mempertahankan produk agar bersih dan memberikan
perlindungan terhadap kotoran dan pencemaran lainnya.
b. Harus memberi perlindungan pada bahan pangan terhadap kerusakan
fisik, air, oksigen dan sinar.
c. Harus berfungsi secara benar, efisien dan ekonomis dalam proses
pengepakan yaitu selama pemasukan bahan pangan kedalam kemasan.
d. Harus mempunyai suatu tingkat kemudahan untuk dibentuk menurut
rancangan, dimana bukan saja memberi kemudahan pada konsumen misalnya kemudahan dalam membuka dan menutup kembali wadah tersebut.
(37)
commit to user
e. Harus memberi pengenalan, keterangan dan daya tarik penjualan.
Unit-unit pengepakan yang dijual harus dapat menjual apa yang dilindungi
nya dan melindungi yang dijual (Buckle et.al., 1987).
Jenis pengemas pada umumnya dapat dibagi menjadi dua macam, antara lain yaitu (Suyitno,1990):
1. Pengemas primer
Pengemas primer merupakan pengemas yang paling sederhana jika dibandingkan dengan pengemas lainya dan tidak memakan banyak biaya. Pada umumnya pengemas primer ini akan langsung berhubungan dengan bahan atau produknya. Oleh karena itu pengemas primer haruslah terjaga kebersihanya. Oleh karena itu pencemaran mikroorganisme dapat dikurangi. Untuk pengemasan manisan biasanya menggunakan plastik Polyetilen dengan jenis LDPE (Low Density Polyethylene) dengan ketebalan plastik 0,025-0,06 mm dan dilakukan pengemasan secara vakum sehingga udara dalam kemasan berkurang, dan aktivitas mikroorganisme dapat terhambat.
2. Pengemas sekunder
Pengemas sekunder merupakan pengemasan yang terdiri dari dua lapisan atau dua kemasan. Biasanya pengemas sekunder ini tidak langsung berhubungan dengan bahan baku atau produk, sehingga tingkat kontaminasi yang ditimbulkan pun juga ikut berkurang. Untuk produk manisan kering biasanya menggunakan kardus yang sebelumnya telah dibungkus plastik sebagai kemasan primer yang dapat melindungi produk dari kerusakan fisik.
Label makanan adalah informasi identitas/ “jati diri” dari produk
yang menjadi hak milik perusahaan sebagai alat komunikasi tertulis pihak produsen dengan pihak konsumen dalam melakukan pelayanan jaminan persyaratan mutu produk dan kesehatan. Dengan adanya pelabelan
(38)
konsumen mempunyai sarana untuk memberi penilaian sekaligus menjatuhkan sanksi bagi produk-produk yang tidak memenuhi syarat.
Dengan pelabelan, baik produsen maupun konsumen dilatih untuk masuk dalam system yang secara langsung atau tidak langsung akan melibatkan adanya pengendalian mutu sekaligus penjagaan terhadap keamanan pangan. Pada masyarakat kita masih masih tumbuh subur
budaya “malas baca” sehingga jarang kita lihat konsumen dari
masayarakat kebanyakan menaruh perhatian pada label-label dari produk yang dibeli. Pada label mengandung informasi tentang : logo perusahaan , nama produk, daftar nama bahan yang digunakan dalam produk, nilai gizi ,
jumlah “neto” berat benda yang ada di dalam kemasan, nomor daftar di
Departemen terkait, misalnya sertifikat halal, tanggal kadaluarsa, petunjuk penggunaan, cara penyimpanan, alamat layanan konsumen dan alamat
perusahaan dicantumkan dengan jelas dan benar (Anonimf, 2012).
E. Analisis Sensoris
Uji organoleptik adalah pengujian yang dilakukan untuk memberikan penilaian terhadap suatu produk, dengan mengandalkan
panca indra. Panelis adalah kelompok yang memberikan penilaian
terhadap suatu produk, dibedakan menjadi lima yaitu panelis perorangan, panelis terbatas, panelis terlatih (7-15 orang), panelis setengah terlatih (15-25 orang) dan panelis tidak terlatih ((15-25 orang). Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam melaksanakan uji organoleptik adalah fisiologi (keadaan fisik panelis), psikologi (perasaan panelis) dan kondisi lingkungan saat pengujian. Dalam pelaksanaannya, digunakan uji hedonik dimana panelis tidak terlatih diminta memberikan penilaian dalam skala yang menunjukkan tingkat dari sangat tidak suka sekali sampai sangat suka sekali untuk respon rasa. Sedangkan panelis setengah terlatih memberikan penilaian dari tingkat sangat tidak mengembang sekali sampai sangat mengembang sekali untuk respon kemampuan mengembang
(39)
commit to user
Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang diuji. Pada pengujian ini digunakan panelis yang belum terlatih. Panelis diminta untuk mengemukakan pendapatnya secara spontan, tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang diuji sebelumnya. Dalam tipe uji scoring panelis diminta untuk menilai penampilan sampel berdasarkan intensitas atribut atau sifat yang dinilai. Panelis harus paham mengurutkan intensitas sifat yang dinilai.oleh karena itu dalam pengujian ini digunakan panelis yang terpilih dan terlatih. Tipe pengujian ini sering digunakan untuk menilai mutu bahan dan intensitas sifat tertentu, misalnya kemanisan, kekerasan, dan warna (Kartika, 1988).
Metode uji kesukaan atau uji penerimaan juga disebut acceptance
test atau preference test. Uji penerimaan menyangkut penilaian seseorang akan suatu sifat atau kualitas suatu bahan yang menyebabkan orang menyenangi. Jika pada uji pembedaan panelis mengemukakan kesan akan adanya perbedaan tanpa disertai kesan senang atau tidak maka pada uji pemilihan panelis mengemukakan tanggapan pribadi adalah kesan yang berhubungan dengan kesukaan atau tanggapan senang atau tidaknya terhadap sifat sensori atau kualitas yang dinilai. Misalnya, kesan gurih dan renyah pada kerupuk, kesan halus pada permukaan kertas adalah berhubungan dengan sifat-sifat yang disenangi. Sebaliknya rasa hambar, terlalu asin dan liat pada daging berkaitan dengan sifat-sifat yang tidak disukai (Soekarto, 1985).
Waktu pengujian sebaiknya dilakukan pada saat calon-calon panelis tersebut dalam kondisi tidak lapar dan tidak kenyang, karena dalam kondisi demikian calon-calon tersebut kepekaannya terhadap sifat inderawi menurun. Jumlah penilai untuk uji kesukaan sekurang-kurangnya adalah 30 orang. Makin banyak penilainnya, makin cermat pula hasil penilainnya (Utami, 1999).
(40)
Uji scoring atau uji skor berfungsi untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik, selain itu uji scoring dapat juga digunakan untuk menilai sifat hedoni atau sifat mutu hedonic. Pada uji scoring diberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu. Tujuan uji ii adalaah pemberian suatu nilai atau scor tertentu terhadap suatu karakteristik mutu. Pemberian skor dapat dikaitkan dengan skala hedonic yang jumlah skalanya tergantung pada tingkat kelas yang dikehendaki (Rahayu, 2001).
F. Analisis kimia
1. Kadar Air
Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan rasa bahan pangan. Kadar air dalam bahan pangan ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir untuk berkembangbiak, sehingga akan terjadi perubahan pada bahan pangan. Makin rendah kadar air, makin lambat pertumbuhan mikroorganisme dan bahan pangan tersebut dapat tahan lama. Sebaliknya makin tinggi kadar air dalam bahan, makin
cepat mikroorganisme berkembangbiak sehingga proses
pembusukanakan berlangsung lebih cepat (Winarno, 2002).
2. Kadar Beta karoten
Betakaroten merupakan senyawa pigmen berwarna kuning atau oranye yang bersifat larut dalam lemak, tidak larut dalam air, mudah rusak karena teroksidasi pada suhu tinggi, dan menjadi penyusun vitamin A. Betakaroten berfungsi sebagai antioksidan, penting dalam pembentukan vitamin A, untuk pertumbuhan sel-sel epitel tubuh, mengatur rangsang sinar pada saraf mata, dan membantu pembentukan
(41)
commit to user
buah berwarna kuning atau oranye seperti wortel, ubi, labu kuning, jagung, dan sayuran berwarna kuning yang tertutup warna hijau klorofil (AOAC, 1992).
G. Analisis Kelayakan Usaha
Analisis kelayakan usaha bertujuan untuk menentukan kalayakan suatu usaha, baik dari segi teknik, ekonomi, maupun finansial. Analisis ekonomi bertujuan mengetahui apakah usaha yang dijalankan dapat memberikan keuntungan atau tidak. Analisis finansial menitikberatkan
kepada aspek keuangan berupa lalu lintas uang (cash flow) yang terjadi
selama usaha dijalankan. Analisis ekonomi yang dilakukan meliputi perhitungan biaya produksi, harga pokok penjualan, serta kriteria kelayakan usaha.
1. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, biaya penyusutan alat, amortisasi, pajak dan asuransi dan dana sosial.
b. Biaya Tidak Tetap/Variabel (Variabel Cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya, biaya bahan baku dan bahan pembantu, biaya kemasan, biaya bahan bakar/energi, biaya perawatan dan perbaikan.
2. Harga Pokok Penjualan
Harga pokok penjualan adalah harga terendah dari produk yang tidak mengakibatkan kerugian bagi produsen. Harga pokok penjualan dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(42)
Harga Pokok Penjualan (HPP) = ulan produksi/b jumlah ulan produksi/b biaya Total
3. Analisis Rugi/ Laba
Analisis laba rugi adalah suatu analisa keuangan yang meringkas penerimaan dan pengeluaran suatu perusahaan selama periode akutansi. Jadi merupakan suatu analisis yang menunjukkan hasil-hasil operasi perusahaan selain periode tersebut. Pendapatan, netto atau laba adalah apa yang tersisa setelah dikurangkan dengan pengurangan-pengurangan yang timbul didalam memproduksi barang dan jasa atau dari penerimaan yang diperoleh dengan penerimaan menjual barang dan jasa tersebut. Dengan kata lain, laba = penerimaan
– pengeluaran.
4. Kriteria Kelayakan Usaha
Kriteria kelayakan investasi yang digunakan adalah break event point (BEP), Return On Investment (ROI), net benefit cost (Net B/C), dan pay back period (PBP).
a. Break event point (BEP)
BEP digunakan untuk menentukan besarnya volume penjualan yaitu perusahaan tersebut sudah dapat menutup semua biaya-biaya tanpa mengalami kerugian maupun keuntungan. BEP adalah suatu titik kesinambungan pada titik tersebut jumlah hasil penjualan sama dengan jumlah biaya yang dikeluarkan atau perusahaan tersebut tidak mengalami laba atau rugi. Jika penjualan berjumlah kurang daripada jumlah yang ditunjukkan oleh titik ini, maka akan diperoleh kerugian bersih (Astawan, 1999).
Untuk menentukan nilai BEP atas dasar unit produksi adalah sebagai berikut:
BEP (unit) =
bulan / produksi kapasitas ap tidak tet Biaya @ jual Harga (FC) Tetap Biaya
(43)
commit to user
b. Return On Investment (ROI)
Return On Investment (ROI) adalah perbandingan antara besarnya laba per tahun dengan besarnya modal, yang dinyatakan persen (%) per tahun.
% 100 Produksi Biaya
Total
Laba
ROI x
ROI dapat dihitung berdasarkan laba kotor yaitu selisih antara hasil penjualan dengan biaya produksi keseluruhan (belum dikurangi pajak pendapatan) atau berdasarkan laba bersih yaitu laba dikurangi pajak pendapatan. Demikian juga dengan besarnya modal dapat dinyatakan sebagai modal tetap atau modal keseluruhan modal tetap ditambah modal kerja (Sutanto, 1994). c. Net Benefit Cost Net B/C
Untuk mengkaji kelayakan proyek sering digunakan pula kriteria yang disebut benefit cost ratio-BCR. Penggunaannya dikenal dalam mengevaluasi proyek-proyek untuk kepentingan umum atau sektor publik. Meskipun penekanannya ditujukan kepada manfaat bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan, namun bukan berarti perusahaan swasta mengabaikan kriteria ini (Gittinger, 1986).
Benefit Cost Ratio (BCR) adalah nilai perbandingan antara pendapatan dan biaya. Jika nilai B/C lebih besar dari 1 maka perusahaan memenuhi salah satu kriteria untuk dikatakan layak. Jika nilai B/C lebih kecil dari 1 maka perusahaan tidak layak berdiri (rugi). Jika nilai B/C = 1 maka perusahaan berada dalam keadaan impas (Astawan, 2006).
B/C Ratio
Produksi Biaya
Keuntungan
d. Pay back period (PBP)
Pay Back Periode merupakan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pengembalian modal yang ditanam pada proyek.
(44)
Nilai tersebut dapat berupa persentase maupun waktu (baik tahun maupun bulan). Pay back periode tersebut harus lebih (<) dari nilai ekonomis proyek. Untuk industri pertanian diharapkan nilai tersebut lebih kecil 10 tahun atau sedapat mungkin kurang dari lima tahun. Rumus PBP adalah sebagai berikut (Sutanto, 1994).
Ab I Per iode Back
Pay
Keterangan I : Jumlah modal
Ab : Penerimaan bersih per tahun
e. Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) adalah suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol. Dengan demikian IRR ini menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai oleh proyek tersebut. IRR akan selalu mendekati besarnya (i) sehingga sering dijadikan pedoman tingkat bunga yang berlaku (i).
Berdasarkan kriteria investasi IRR, suatu proyek akan
dipilih apabila IRR ≥ social discount rate, sedangkan IRR kurang
dari social discount rate maka proyek tersebut akan ditolak.
IRR 0
IRR) (i
Ct -Bt
t 1
n
t
Bt = penerimaan pada tahun t
Ct = biaya pada tahun t
n = umur ekonomi proyek
(45)
commit to user BAB III
METODE PELAKSANAAN
A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Pelaksanaan Praktek Produksi Kerupuk Labu Kuning ini dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. Pelaksanaan praktek produksi ini dilakukan pada Bulan April 2012.
B. Alat, Bahan dan Cara Kerja
Dalam sebuah kegiatan praktek produksi pembuatan kerupuk labu kuning diperlukan beberapa alat, bahan, dan cara kerja. Berikut ini merupakan alat, bahan, dan cara kerja yang digunakan dan dilakukan dalam praktek produksi ini :
1. Alat
a. Alat yang di gunakan dalam Proses Produksi Pembuataan Kerupuk
Labu Kuning adalah kompor gas, panci, wajan, serok, pengaduk,
freezer, timbangan, cabinet dryer, baskom, solet, talenan, pisau, sendok, parut, plastik, karet gelang.
b. Alat yang digunakan untuk uji organoleptik adalah alat tulis dan
borang.
c. Alat yang digunakan untuk uji kadar beta karoten adalah tabung reaksi,
pipet, timbangan, vortex, sentrifugasi, kuvet, absorbansi.
d. Alat yang digunakan untuk uji kadar air adalah timbangan, labu
destilasi, alat destilasi khusus dengan penampung air yang menguap.
2. Bahan
a. Bahan yang digunakan dalam Proses Produksi Pembuataan Kerupuk
Labu Kuning adalah labu kuning, tepung tapioka, tepung terigu, bawang putih, garam dan penyedap rasa (masako).
(46)
b. Bahan yang digunakan untuk uji organoleptik adalah kerupuk labu kuning dengan tiga formulasi, yaitu kerupuk dengan labu kuning 250 gram (701), kerupuk dengan labu kuning 300 gram (802), dan kerupuk dengan labu kuning 350 gram (903). Penetral (aqua).
c. Bahan yang digunakan untuk kadar uji beta karoten adalah sampel
kerupuk labu kuning goreng yang sudah dihaluskan, 5 ml etanol 95%, 5 ml petroleum eter, 5 ml lapisan jernih.
d. Bahan yang digunakan untuk uji kadar air adalah sampel kerupuk labu
kuning goreng yang sudah dihaluskan, xylene.
3. Cara Kerja
Proses pembuatan kerupuk labu kuning dapat dilihat pada Gambar 3.1 dan 3.2.
(47)
commit to user
Gambar 3.1 Diagram Alir Kuantitatif Proses Pembuatan Kerupuk Labu Kuning. Labu kuning
Pengupasan
Pemisahan biji
Pemotongan 2cm x 2cm
Penimbangan labu kuning 250 gr
Pencucian
Kulit
Biji
Pengukusan I (± 5 menit)
Penghancuran
Pembuatan adonan Pencampuran bahan
Tapioka 200 gr
Terigu 50 gr
Bawang putih 50 gr
Garam 2,5 gr
Penyedap rasa 7,5 gr
Pembungkusan adonan (plastik ukuran 80cm x 20cm)
Pengukusan II (± 30 menit)
Pendinginan (freezer ± 12 jam)
Pengirisan (ketebalan 1,5 mm)
Pengeringan
Penggorengan
(48)
300 gr
Pengupasan
Pemisahan biji
Pemotongan 2cm x 2cm
Penimbangan labu kuning 250 gr
Pencucian
Kulit 40 gr
Biji 10 gr
Pengukusan I (± 5 menit, 100oC )
Penghancuran
Pembuatan adonan Pencampuran bahan
Tapioka 200 gr
Terigu 50 gr
Bawang putih 50 gr
Garam 2,5 gr
Penyedap rasa 7,5 gr Pembungkusan adonan (plastik
ukuran 80cm x 20cm)
Pengukusan II (± 30 menit, 100oC)
Pendinginan (freezer ± 12 jam)
Pengirisan (ketebalan 1,5 mm)
Pengeringan (24 jam, 50oC)
Penggorengan ( 20 detik, 85oC)
Kerupuk labu kuning Air 1 liter
(49)
commit to user C. Analisis Produk
1. Analisis sensoris
Praktek produksi ini dibuat Kerupuk Labu Kuning dengan tiga formulasi, berdasarkan komposisi penambahan labu kuning dapat dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Formulasi Kerupuk Labu Kuning
Bahan Formulasi I Formulasi II Formulasi III
Labu kuning 250 gram 300 gram 250 gram
Tepung tapioka 200 gram 200 gram 200 gram
Tepung terigu 50 gram 50 gram 50 gram
Bawang putih 40 gram 40 gram 40 gram
Garam 2 gram 2 gram 2 gram
Penyedap rasa 7,5 gram 7,5 gram 7,5 gram
Keterangan :
Formulasi I: Kerupuk labu kuning dengan penambahan labu kuning 250 gr pada kode 701 Formulasi II: Kerupuk labu kuning dengan penambahan labu kuning 300 gr pada kode 802 Formulasi III: Kerupuk labu kuning dengan penambahan labu kuning 350 gr pada kode 903
Dilakukan analisis sensoris dengan menggunakan uji kesukaan dengan parameter warna, rasa, kerenyahan dan overall. Uji Organoleptik dengan membuat 3 formulasi yang berbeda ini bertujuan untuk memilih yang terbaik berdasarkan penerimaan konsumen.
2. Analisis kimia
Pada kerupuk labu kuning ini dilakukan analisis kimia untuk mengetahui kadar air dan kadar beta karoten dapat dilihat pada Tabel 3.2 Tabel 3.2 Metode Analisis Kimia
No Macam Uji Metode
1. Uji Kadar Air Destilasi (AOAC,1970)
2. Uji Kadar Beta Karoten Carr-Price (AOAC,1992)
(50)
D. Analisis Ekonomi
1. Biaya produksi
Total biaya produksi = total fixed cost + total variable cost
2. Biaya Perawatan Dan Perbaikan (Bpp)
alat umur x perbulan ja jam x perhari ja jam perbulan ja jam x perhari ja jam x FPP Px BPP ker ker ker ker %
= harga awal
FPP = faktor perawatan dan perbaikan
3. Penyusutan/Depresiasi
N NS P Depresiasi
Keterangan:
P : Harga peralatan awal NS : Biaya penyusutan N : Jumlah bulan
4. Pajak Usaha
Pajak Usaha = 10% x laba kotor
5. Harga Pokok Penjualan
HPP=
produksi kapasitas
produksi Biaya
6. Perhitungan Penjualan
Penjualan = Harga/unit x jumlah unit
7. Perhitungan Rugi Laba
Laba kotor = Penjualan-Biaya Pokok Produksi
Laba bersih = Laba Operasi – Pajak Usaha
8. BEP unit
QBEP=
) /
(VC kapasitasproduksi HrgJual
FC
FC : Fixed Cost (Biaya Tetap)
(51)
commit to user
9. ROI (Return on Investment)
ROI sebelum pajak = x100% produksi
biaya Total
kotor laba
ROI sesudah pajak = x100% produksi
biaya Total
bersih Laba
10.POT
POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih.
kotor Laba
produksi Biaya
POT
11.B/C Ratio (Benefit Cost Ratio)
produksi Biaya
Pendapa CRatio
B/ tan
12.IRR
IRR merupakan suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa
antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol.
IRR 0
IRR) (i
Ct -Bt
t 1
n
(52)
commit to user BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Produk
Pembuatan kerupuk labu kuning merupakan salah satu upaya diversifikasi produk olahan dari labu kuning. Kerupuk Labu Kuning adalah produk makanan kering yang dibuat dari daging buah labu kuning, tepung tapioka, tepung terigu, bawang putih, garam dan penyedap rasa. Pembuatan kerupuk labu kuning yaitu labu kuning dikukus lalu dihancurkan dicampur dengan tapioka, terigu, bawang putih, garam dan penyedap rasa, diaduk dan diuleni kemudian adonan dibungkus dengan plastik lalu dikukus, setelah adonan matang kemudian didinginkan dan
dimasukkan dalam freezer kemudian diiris tipis, lalu dikeringkan dan di
goreng dulu sebelum dikonsumsi. Dengan pembuatan labu kuning menjadi kerupuk diharapkan masyarakat menerima dan menyukai produk ini karena kerupuk disukai oleh segala lapisan usia yang bisa untuk camilan atau pelengkap saat makan.
1. Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi kerupuk labu kuning adalah sebagai berikut:
a. Labu kuning
Pada pembuatan kerupuk labu kuning menggunakan labu kuning sebagai bahan bakunnya. Labu kuning yang digunakan sebaiknya warna daging buah kuning, tebal, rasanya gurih, manis, berdaging halus dan padat, tangkainya yang besar, lapisan kulit luar yang keras, kulit buah kuning kecoklatan, bentuk buahnya terdapat alur, berbentuk bulat pipih, beratnya dapat mencapai 2-3 kg dan labu kuning yang digunakan yang sudah tua yaitu dari bunga sampai menjadi buah yang tua dan siap dipanen memerlukan waktu antara 3-4 bulan, labu kuning dipilih yang sudah tua karena
(53)
commit to user
masih muda yang biasanya hanya dipakai untuk tambahan membuat sayur. Dengan daging buah berwarna kuning, sehingga dalam pembuatan kerupuk tidak perlu menggunakan pewarna buatan, karena daging labu kuning mengandung zat pewarna alami terutama kuning. Kandungan pewarna pada daging labu kuning yang berumur tua lebih banyak dibanding pada daging labu kuning yang masih muda. Labu kuning dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Labu Kuning
b. Tepung Tapioka
Pada pembuatan kerupuk labu kuning menggunakan tepung tapioka Rose Brand karena merupakan kualitas tepung tapioka yang bagus untuk membuat kerupuk, dengan menggunakan tepung tapioka yang sudah ber-SNI maka hasil akhir kerupuk juga akan lebih bagus. Tapioka digunakan sebagai bahan pengental, bahan pengisi, dan bahan pengikat dalam industri pangan. Penambahan tepung tapioka pada pembuatan kerupuk sangat penting karena akan berpengaruh pada kerenyahan dan daya kembang kerupuk. Apabila hanya menggunakan labu kuning saja maka tidak ada bahan pengikat dan pengental juga akan berpengaruh pada tekstur dan daya kembang kerupuk.
Kualitas tepung tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
(54)
commit to user
2) Kandungan air; tepung harus dijemur hingga kering sehingga
kandungan air rendah.
3) Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya serat
dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1 tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya masih banyak.
4) Tingkat kekentalan; usahakan daya rekat tapioka tetap tinggi.
Untuk ini hindari penggunaan air yang berlebih dalam proses produksi.
Tepung tapioka merk Rose Brand dapat dilihat pada Gambar 4.2
Gambar 4.2 Tepung Tapioka
c. Tepung Terigu
Pada pembuatan kerupuk labu kuning menggunakan
tepung terigu. Tepung terigu yang digunakan Soft Wheat (terigu
protein rendah) terbuat dari gandum lunak. Tepung ini melewati proses bleaching untuk menguraikan kandungan glutennya. Tekstur tepungnya lembut, tepung terigu protein rendah diperlukan untuk membuat adonan yg bersifat renyah dan mudah hancur. Tepung terigu dengan kandungan protein 8% - 9% merupakan produk Bogasari yaitu Kunci Biru. Tepung terigu merk Kunci Biru dengan
(55)
commit to user
cemilan-cemilan tetap renyah. Dengan penggunaan tepung terigu yang sudah ber-SNI maka akhir kerupuk juga akan lebih bagus. Tepung terigu ini ditambahkan dalam pembuatan kerupuk yang bertujuan supaya kerupuk tidak lengket. Tepung terigu mengandung banyak zat pati, yaitu karbohidrat kompleks yang tidak larut dalam air. Tepung terigu juga mengandung protein dalam bentuk gluten, yang berperan dalam menentukan kekenyalan makanan yang terbuat dari bahan terigu. Tepung terigu merk Kunci Biru dapat dilihat pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Tepung Terigu
Bahan tambahan yang digunakan dalam proses produksi kerupuk labu kuning adalah sebagai berikut:
a. Bawang Putih
Pada pembuatan kerupuk labu kuning menggunakan bahan tambahan bawang putih. Bawang putih berfungsi sebagai penambah aroma dan untuk meningkatkan cita rasa produk yang dihasilkan. Bawang putih yang digunakan harus berwarna putih, bentuk umbi seragam, bawang putih yang tua yaitu apabila telah mencapai kematangan fisiologis, dimana bawang putih padat, tidak lunak dan tidak keriput, siung-siung bawang putih tidak menyebar akan tetapi saling menempel rapat satu sama lain pada seluruh panjang suing,
(56)
commit to user
dalam keadaan kering yaitu mudah terkelupasnya kulit luar, bungkulnya agak besar dan kenampakan bagus yaitu tidak busuk. Bawang putih dapat dilihat pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Bawang Putih
b. Garam
Pada pembuatan kerupuk labu kuning menggunakan bahan tambahan garam beryodium. Garam beryodium adalah garam yang telah diperkaya dengan yodium yang dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan dan kecerdasan. Fungsi penambahan garam dalam adonan adalah sebagai penambah cita rasa dan mempertahankan struktur adonan yang akan menentukan kualitas produk. Kualifikasi mutu garam adalah :
1) Bersih (bebas dari bahan-bahan yang tidak dapat larut)
2) Bebas dari zat kimia
3) Halus dan tidak bergumpal-gumpal
(1)
commit to user h. Internal Rate of Return (IRR)
IRR 0
IRR) (i Ct -Bt t 1
n t = 500 . 988 . 20 Rp ,7 21.492.339 -25.000.000 Rp = 500 . 988 . 20 Rp 3 3.507.660, Rp= 0,1671 x 100% = 16,71 %
Nilai IRR sebesar 16,71% dimana nilai itu ≥ 5% (bunga Bank BCA) IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.
4. Analisis Ekonomi
Dari hasil perhitungan di atas dapat diketahui bahwa analisis ekonomi usaha kerupuk labu kuning adalah :
a. Biaya Produksi
Biaya produksi merupakan biaya yang dikeluarkan selama usaha dijalankan, yang dibedakan atas biaya tetap dan biaya tidak tetap.
b. Biaya Tetap (Fixed Cost)
Biaya tetap adalah biaya yang tetap dikeluarkan meskipun perusahaan tidak melakukan proses produksi. Biaya tetap terdiri atas biaya usaha, amortisasi, biaya penyusutan alat, pajak usaha dan asuransi serta dana sosial. Biaya tetap produksi kerupuk labu kuning setiap bulan sebesar Rp 2.673.880,83
c. Biaya Tidak Tetap/ (Variabel Cost)
Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan hanya jika melakukan proses produksi. Biaya variabel terdiri dari biaya
(2)
commit to user
bahan baku, bahan pembantu, dan kemasan, biaya energi dan pembersih, serta biaya perawatan dan perbaikan. Biaya tidak tetap produksi kerupuk labu kuning setiap bulan sebesar Rp 18.818.458,9
d. Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi merupakan jumlah/besarnya produk yang dapat dihasilkan oleh perusahaan selama kurun waktu tertentu. Kapasitas produksi kerupuk labu kuning setiap bulan adalah 6250 kemasan.
e. Harga Pokok Produksi
Harga pokok produksi merupakan harga minimal yang harus diberikan pada produk untuk menghindari kerugian. Harga pokok berasal dari biaya produksi (biaya tetap dan biaya variabel) dibagi dengan jumlah produk yang dihasilkan (kapasitas produksi). Harga pokok kerupuk labu kuning sebesar Rp 3.438,77 /kemasan. f. Harga Jual
Harga jual adalah harga yang diberikan pada produk setelah ditambah keuntungan sesuai yang diinginkan oleh perusahaan mengacu/berdasarkan harga pokok, sehingga untuk memperoleh keuntungan maka harga jual harus lebih tinggi dari harga pokok produksi. Harga jual kerupuk labu kuning sebesar Rp 4.000/kemasan.
g. Laba (Keuntungan)
Laba (keuntungan) merupakan selisih antara pendapatan dan pengeluaran atau selisih antara harga jual dengan harga pokok. Laba perusahaan meliputi laba kotor dan laba bersih.
1. Laba Kotor
Laba kotor merupakan laba yang diperoleh dari selisih hasil penjualan dengan biaya produksi sebelum dikurangi pajak usaha. Laba kotor produksi kerupuk labu kuning sebesar Rp 3.507.660,3 dari 6250 kemasan kerupuk labu kuning.
(3)
commit to user 2. Laba Bersih
Laba bersih merupakan laba yang diperoleh dari selisih laba kotor dengan pajak kepemilikan usaha. Laba bersih produksi kerupuk labu kuning setiap bulannya adalah Rp 3.397.947,8
h. BEP (Break Even Point)
Break Even Point merupakan titik keseimbangan dimana pada titik tersebut pendapatan sama dengan biaya yang dikeluarkan, artinya titik impas dimana perusahaan tidak mengalami kerugian dan tidak mendapatkan keuntungan. Produksi kerupuk labu kuning mencapai titik impas pada tingkat produksi 4765 kemasan dari kapasitas produksi 6250 kemaan setiap bulannya. Jadi selisih antara kapasitas produksi dan titik impas merupakan keuntungan yang diperoleh perusahaan. Oleh karena itu usaha atau produksi kerupuk labu kuning akan tetap dapat berjalan. i. ROI (Return of Investment)
Return of Investment merupakan kemampuan modal untuk mendapatkan keuntungan atau persentase keuntungan yang diperoleh dari besarnya modal yang dikeluarkan. Return of Investment produksi kerupuk labu kuning sebelum pajak adalah 16,32 %, artinya dengan modal sebesar Rp 21.492.339,7/bulan dan pajak usaha Rp 109.712,5 /bln akan diperoleh keuntungan sebesar 16,32 %% dan Return of Investment produksi kerupuk labu kuning setelah pajak adalah 15,81 %%, artinya dengan modal Rp Rp 21.492.339,7 /bulan dan pajak usaha Rp 109.712,5 /bln, akan diperoleh keuntungan sebesar 15,81 %% setiap bulannya.
j. POT (Pay Out Time)
POT merupakan waktu yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk mendapatkan pengembalian modal dan mendapatkan keuntungan bersih. Produksi kerupuk labu kuning akan kembali
(4)
commit to user
modal dan mendapatkan keuntungan bersih setelah proses produksi berlangsung selama 7 bulan.
k. Net B/C (Benefit Cost Ratio)
Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara pendapatan yang diperoleh dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Jika niali B/C lebih kecil dari 1, maka proses produksi tidak layak untuk dilakukan karena perusahaan mengalami kerugian. Sebaliknya jika B/C lebih dari 1, maka proses produksi (usaha) tetap dapat dijalankan karena perusahaan mendapatkan keuntungan. Jika B/C sama dengan 1 maka perusahaan mengalami titik impas (tidak untung dan tidak rugi), artinya perlu mempertimbangkan beberapa faktor untuk tetap menjalankan usaha. Pada produksi kerupuk labu kuning nilai B/C adalah 1,16 bulan sehingga usaha ini layak untuk dilakukan.
l. IRR (Internal Rate of Return)
Internal Rate of Return adalah suatu tingkat bunga yang menggambarkan bahwa antara benefit (penerimaan) yang telah dipresent valuekan dan cost (pengeluaran) yang telah dipresent valuekan sama dengan nol.
Nilai IRR sebesar 16,71 % dimana nilai itu ≥ 5% (bunga Bank BCA) IRR tersebut menyatakan bahwa perusahaan ini mampu untuk menghasilkan suatu returns, atau tingkat keuntungan yang akan dicapai, sehingga perusahaan ini layak untuk tetap dijalankan.
(5)
commit to user
78 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pelaksanaan praktek produksi kerupuk labu kuning dapat disimpulkan bahwa :
1. Urutan proses produksi kerupuk labu kuning yaitu labu kuning dikukus, dihancurkan dicampur dengan tapioka, terigu, bawang putih, garam dan penyedap rasa diaduk dan diuleni lalu adonan dibungkus dengan plastik dikukus setelah adonan matang kemudian didinginkan, dimasukkan dalam freezer kemudian diiris tipis, dikeringkan di goreng 2. Hasil dari uji organoleptik ditinjau dari penilaian segi warna, rasa, kerenyahan, dan overall, menunjukkan bahwa formula kerupuk labu kuning yang paling disukai adalah kerupuk dengan labu kuning 250 gram.
3. Kadar air kerupuk labu kuning sebesar 6,85%, ini sesuai dengan syarat mutu kerupuk SNI 01-2713-1999 dan kadar beta karoten kerupuk labu kuning 0,011 µg/g.
4. Kapasitas produksi kerupuk labu kuning 6250 kemasan/bulan dengan harga pokoknya sebesar Rp 3.438,77/kemasan, harga jual Rp 4.000,00/kemasan sehingga diperoleh laba bersih Rp 3.397.974,8/bulan. Usaha akan mencapai titik impas pada tingkat produksi 4765 kemasan /bulan, serta B/C sebesar 1,16 artinya usaha kerupuk labu kuning layak dikembangkan karena nilai B/C lebih besar dari 1. Sedangkan IRR sebesar 16,71% dimana nilai itu ≥ 5% (bunga Bank BCA) jadi usaha kerupuk labu kuning layak untuk tetap dijalankan.
(6)
commit to user B. Saran
Pada tahap-tahap praktek produksi hal-hal lebih lanjut yang perlu dilakukan adalah :
1. Perlu adanya pemasaran dan promosi yang lebih kreatif supaya produk ini laku dipasaran.
2. Untuk menjaga kelangsungan produksi dengan biaya yang relatif rendah perlu menjalin kerjasama dengan pemasok bahan baku.
3. Untuk menarik minat konsumen perlu adanya inovasi dari segi rasa dan bentuk dari kerupuk labu kuning.
4. Perlu dicari alternatif proses produksi kerupuk labu kuning untuk mempertahankan kadar beta karoten.