TINJAUAN YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA DALAM MEMBUKTIKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE BUKAN BEBAS MURNI SEBAGAI DASAR UNTUK

(1)

commit to user

TINJAUAN YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA DALAM MEMBUKTIKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE BUKAN BEBAS MURNI SEBAGAI

DASAR UNTUK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PERSETUBUHAN DENGAN ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2118

K/Pid/2004, TANGGAL 8 JANUARI 2008)

Penulisan Hukum ( Skripsi )

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna memperoleh Derajat Sarjana S1 Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universutas Sebelas Maret

Oleh

Ayu Kusumaningtyas NIM. E1107125

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011


(2)

(3)

(4)

(5)

commit to user ABSTRAK

Ayu Kusumaningtyas, E 1107125. 2011. TINJAUAN YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA DALAM MEMBUKTIKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE BUKAN BEBAS MURNI SEBAGAI DASAR UNTUK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PERSETUBUHAN DENGAN ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2118 K/Pid/2004, TANGGAL 8 JANUARI 2008). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Jenis penelitian yang digunakan oleh Penulis di dalam Penulisan Hukum ini adalah penelitian hukum normatif. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, yaitu berupa pengumpulan data sekunder yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti dan digolongkan sesuai dengan katalogisasi, setelah semua data terkumpul kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis data yang bersifat kualitatif.

Penelitian Hukum ini bertujuan untuk mengkaji mengenai konstruksi hukum penuntut umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam membuktikan bahwa putusan judex factie bukan bebas murnisebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak dibawah umur dan konstruksi hukum hakim Mahkamah Agung dalam mempertimbangkan alasan kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya delam perkara persetubuhan dengan anak dibawah umur.

Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, maka penulis menyimpulkan bahwa Dasar Permohonan Kasasi kepada Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor. 154/Pid.B/2004/PN.PL.R yang memutuskan Bebas terhadap Terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi adalah bahwa Pengadilan Negeri Palangka Raya yang telah menjatuhkan putusan bebas dalam memeriksa dan mengadili perkara “tidak menerapkan peraturan hukum atau menerapkan peraturan hukum tidak sebagaimana mestinya” berdasarkan Pasal 253 ayat (1) huruf a Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yakni Majelis Hakim keliru dalam menafsirkan tentang unsur “Membujuk” sebagaimana yang diatur dalam Pasal 81 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang didakwakan. Berdasarkan pertimbangan mengenai dimana letak sifat tidak murni dari putusan bebas tersebut, oleh karena itu permohonan Kasasi dinyatakan dapat diterima dan Terdakwa dijatuhkan pidana selama 2 (dua) tahun penjara dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp. 60.000.000,- (enam puluh juta rupiah) Subsidair 3 (tiga) bulan, maka biaya

perkara dalam semua tingkat peradilan dibebankan kepada Termohon

Kasasi/Terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi.

Kata kunci : konstruksi hukum, putusan bukan bebas murni, upaya hukum kasasi.


(6)

commit to user ABSTRACT

Ayu Kusumaningtyas, E 1107125. 2011. A Juridical Review on the Law Construction of Palangkaraya District Attorney Office’s Public Prosecutor in Authenticating that Judex factie is not pure freedom as the basis for appealing to the Supreme Court in the Sexual Intercourse with minor case (A Study Case in the Supreme Court’s Verdict Number 2118 K/Pid/2004, January 8, 2004). Law Faculty of Sebelas Maret University.

This study belongs to a normative law research. The data type used was secondary data with library study as the technique of collecting data, that is, to collect the secondary data relevant to the problem studied and categorized into cataloguing; all of data collected then was analyzed using a quantitative analysis method.

This law research aims to study the Law Construction of Palangkaraya District Attorney Office’s Public Prosecutor in authenticating that judex factie is not pure freedom as the basis for appealing to the supreme court in the sexual intercourse with minor case.

Considering the research the writer had conducted, the writer concludes that the basis of Appeal to Supreme Court against the Palangkaraya First Instance Court’s Verdict Number 154/Pid.B/2004/PN.PL.R deciding the freedom for the defendant Adi Sulityawan alias Dopeng Bin Sujadi is that the Palangkaraya First Instance Court has decided freedom in hearing and trialing the case “not applying the law rule or applying the law rule inappropriately” based on the Article 253 clause (1) letter a Criminal Procedural Code (KUHAP), meaning that the Chamber of Judges misinterprets the element “persuading” as regulated in the Article 81 of Act No. 23 of 2002 about Children Protection indicted. Based on the consideration about where the impure characteristic of such freedom verdict lies, the appeal to Supreme Court application can be accepted and the defendant is sentenced with 2 (two) years imprisonment subtracted with the detention duration and Rp.60,000,000 (sixty millions rupiahs) fine, subsidiary 3 (three) months, so that all of case expenses in the judiciary level is assumed by the defendant Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi. Keywords: Law construction, impure freedom verdict, appeal to Supreme Court


(7)

commit to user KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Wr. Wb

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) dengan judul “TINJAUAN YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA DALAM MEMBUKTIKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE BUKAN BEBAS MURNI SEBAGAI DASAR UNTUK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PERSETUBUHAN DENGAN ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2118 K/Pid/2004, TANGGAL 8 JANUARI 2008)”. Penulisan Hukum (skripsi) ini disusun guna melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga Penulisan Hukum (skripsi) ini dapat tersusun. Ucapan terima kasih penulis haturkan kepada :

1. Bapak Mohammad Yamin, S.H.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H selaku Ketua Bagian Hukum Acara.

3. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing Penulisan Hukum (skripsi) yang dengan arif dan bijaksana telah meluangkan waktu dan pikiran dalam memberikan bimbingan dan pengarahan.

4. Bapak Harjono, S.H.,M.H selaku Ketua Program Non Reguler Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Ibu Sunny Ummul Firdaus, S.H., M.H selaku Pembimbing Akademik Penulis.


(8)

commit to user

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta, semoga ilmu yang didapat penulis dapat menjadi berkah dan bermanfaat bagi masa depan.

7. Bapak, Ibu dan Adik Bintang Kusuma Putri yang selalu mencurahkan doa, semangat dan kasih sayangnya kepada penulis.

8. Om Teguh Santoso, S.H., M.H (Alm), Bulik Erni S.H, Eyang Mulyono, Dek Zulfikar, dan Dek Mutya, yang memberikan bimbingan, doa dan dukungan kepada penulis.

9. Fendy Arissa Surya yang memberikan doa dan semangat kepada penulis.

10.Sahabat Penulis, Henggar, Novaeny, Berlian, Kartika, Shinta, Tiara, Silvy Ayu, Riana dan Endah yang selalu bekerjasama dan membantu penulis.

11.Teman-teman Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

12.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini.

Semoga Allah SWT membalas jasa serta budi baik kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (skripsi) ini. Penulis menyadari bahwa dalam Penulisan Hukum (skripsi) ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan Penulisan Hukum (skripsi) ini.

Dengan demikian semoga Penulisan Hukum (skripsi) ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta pihak-pihak yang berkepentingan dengan Laporan ini. Amin.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Surakarta, Maret 2011 Penulis

Ayu Kusumaningtyas


(9)

commit to user

MOTTO

Rajin membawa keberhasilan, malas menimbulkan penyesalan, dan siapa melangkah ke depan niscaya bertambah dekat dengan tujuan

( Shalahuddin As-Syafdi )

Kemajuan dimulai saat kita mau menerima kelemahan diri untuk diperbaiki ( Jean Janier )

Kemajuan bukanlah karena memperbaiki apa yang telah kamu lakukan, tetapi untuk mencapai apa yang belum kamu lakukan

( Kahlil Gibran )

Yang lalu telah sirna, yang diharap masih belum pasti, yang kau miliki hanyalah waktu saat engkau hidup saat ini

( Van Der Kart )

PERSEMBAHAN

Ø ALLAH S.W.T, yang telah memberikan kesehatan, kemudahan dan kelancaran

Ø Nabi Muhammad SAW, yang menjadi suri tauladan bagi penulis


(10)

commit to user

Ø Ayah dan Bunda tercinta, yang senantiasa memberikan doa dan semangat Ø Adikku tersayang, yang memberikan doa, dukungan dan semangat

Ø Om Teguh Santoso, S.H., M.H (Alm), Bulik Erni, Eyang Mulyono, Dek Zulfikar dan Dek Muthia, yang memberikan doa, bantuan, dan semangat Ø Fendy Arissa Surya, yang memberikan doa, bantuan dan dukungan Ø Sahabat-sahabat tersayang

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii


(11)

commit to user

MOTTO ... ix

PERSEMBAHAN ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 9

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teori ... 11

1. Tinjauan Tentang Konstruksi Hukum ... 11

2. Tinjauan Tentang Kejaksaan ... 12

3. Tinjauan Tentang Putusan ... 14

4. Tinjauan Tentang Upaya Hukum Kasasi ... 20

5. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Persetubuhan Anak... 24

B. Kerangka Pemikiran ... 25


(12)

commit to user BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Konstruksi hukum Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam membuktikan bahwa putusan judex faxtie bukan bebas murni sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum kasasi

dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur. ... ... 27

B. Konstruksi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mempertimbangkan alasan kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur ... .... 51

BAB IV. PENUTUP A. Simpulan ... 58

B. Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 64

DAFTAR GAMBAR Gambar.1. Kerangka Pemikiran ... 25


(13)

commit to user BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan


(14)

commit to user

pengaruh kekuasaan lainnya (Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004).

Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana

(executive ambtenaar). Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi

wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 1 butir 1 dan butir 2 disebutkan pengertian jaksa dan penuntut umum. Bunyi Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.” Sedangkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia berbunyi: “Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”.

Pemeriksaan suatu perkara pidana di dalam suatu proses peradilan pada hakekatnya adalah bertujuan untuk mencari kebenaran materiil (materiile waarheid). Hal ini dapat dilihat dari adanya berbagai usaha yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk mengungkap suatu perkara baik pada tahap pemeriksaan pendahuluan seperti penyidikan dan penuntutan maupun pada tahap persidangan perkara tersebut.

Pembuktian tentang benar tidaknya terdakwa melakukan perbuatan yang didakwakan, merupakan bagian yang terpenting dalam acara pidana. Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri seseorang. Oleh karena itu, dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta

1


(15)

commit to user

mengenai perkara pidana yang ditangani dengan selengkap mungkin (Andi Hamzah, 1996 : 257).

Adapun mengenai alat-alat bukti yang sah, yang telah ditentukan menurut ketentuan perundang-undangan adalah sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada Pasal 184 ayat (1) yang menyebutkan :

“Alat bukti yang sah ialah : 1. Keterangan saksi;

2. Keterangan ahli; 3. Surat

4. Petunjuk;

5. Keterangan terdakwa”.

Apabila pemeriksaan sidang dinyatakan selesai, tahap proses persidangan selanjutnya ialah penuntutan, pembelaan, dan jawaban. Kemudian tibalah saatnya hakim ketua menyatakan “pemeriksaan dinyatakan ditutup”. Pernyataan inilah yang mengantar persidangan ke tahap musyawarah hakim, guna menyiapkan putusan yang akan dijatuhkan pengadilan pengadilan. Mengenai putusan apa yang akan dijatuhkan pengadilan, tergantung hasil mufakat musyawarah hakim berdasar penilaian yang mereka peroleh dari surat dakwaan dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang pengadilan. Beberapa jenis bentuk putusan yang dapat dijatuhkan adalah putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum dan putusan pemidanaan (Andi Hamzah, 1996 : 347).

Mengenai hak terdakwa yang tidak menerima putusan dapat mengajukan upaya hukum baik upaya hukum banding maupun upaya hukum kasasi. Namun terdapat pengecualian untuk mengajukan banding menurut Pasal 67 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), antara lain :

1. Putusan bebas (vrijspraak);

2. Lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut kurang tepatnya penerapan hukum;


(16)

commit to user

3. Putusan pengadilan dalam acara cepat (Andi Hamzah, 2000 : 286).

Menurut Pasal 28 d ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 yang menjelaskan bahwa “Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

Hak asasi adalah hak yang melekat pada setiap orang mulai dari ia lahir sampai meninggal dunia. Seorang anak, sebagai juga seorang manusia, tidak luput dari adanya hak asasi yang melekat padanya, namun demikian seringkali karena posisinya yang lemah sehingga menjadikan perlindungan dan penegakan terhadap hak asasi seorang anak harus dilakukan oleh orang lain. Hal ini dikarenakan, seorang anak belum sadar akan apa yang menjadi hak asasinya, ditambah lagi sekalipun ia sudah menyadari bahwa hak asasinya telah terancam, namun ia tidak mampu untuk mempertahankannya sendiri (Anastasia Ayu Paska, 2009 : 12).

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam rangka penulisan hukum (skripsi) dengan judul :

TINJAUAN YURIDIS KONSTRUKSI HUKUM PENUNTUT UMUM

KEJAKSAAN NEGERI PALANGKA RAYA DALAM MEMBUKTIKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE BUKAN BEBAS MURNI SEBAGAI DASAR UNTUK MENGAJUKAN UPAYA HUKUM KASASI DALAM PERKARA PERSETUBUHAN DENGAN ANAK DI BAWAH UMUR (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 2118 K/Pid/2004, TANGGAL 8 JANUARI 2004)”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang mengidentifikasikan mengenai ruang lingkup masalah yang akan diteliti, sehingga dapat menemukan pemecahan masalah dengan tepat dan sesuai dengan tujuan.


(17)

commit to user

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimana konstruksi hukum Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya

dalam membuktikan bahwa putusan judex faxtie bukan bebas murni sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur ?

2. Bagaimanakah konstruksi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam

mempertimbangkan alasan kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur ?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian merupakan suatu sasaran yang hendak dicapai atas jawaban dari permasalahan yang dihadapi (tujuan objektif) dan untuk memenuhi kebutuhan (tujuan subyektif). Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis adalah sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui konstruksi hukum Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam membuktikan bahwa putusan judex faxtie bukan bebas murni sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur.

b. Untuk mengetahui konstruksi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam

mempertimbangkan alasan kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur. 2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan dan

pemahaman penulis mengenai aspek hukum di dalam teori maupun praktek pada lapangan hukum.

b. Untuk memperolah data dan informasi sebagai bahan penyusunan penulisan hukum guna memenuhi persyaratan dalam meraih gelar kesarjanaan di 5


(18)

commit to user

bidang ilmu hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Suatu penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat dan berguna yang dapat diambil dari penelitian tersebut. Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis

a. Untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam perkembangan ilmu hukum

pada umumnya dan ilmu hukum Acara Pidana pada khususnya.

b. Untuk memberikan suatu tambahan informasi, referensi, maupun literatur yang berguna bagi penulisan hukum selanjutnya guna pengemban ilmu hukum.

2. Manfaat Praktis

a. Untuk memberikan pemecahan masalah yang diteliti oleh penulis yaitu mengenai konstruki hukum penuntut umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam membuktikan bahwa putusan judex factie bukan bebas murni sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak dibawah umur.

b. Dengan penulisan hukum (skripsi) ini diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

E. Metode Penelitian

Penelitian Hukum adalah suatu proses yang menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. Penelitian Hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori atau konsep baru 6


(19)

commit to user

sebagai deskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 35).

Dua syarat utama yang harus dipenuhi sebelum mengadakan penelitian dengan baik dan dapat dipertanggung jawabkan adalah penelitian harus terlebih dahulu memahami konsep dasar ilmunya dan metodologi penelitian disiplin ilmunya (Johny Ibrahim, 2006 : 26). Adapun metode penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Jenis Penulisan

Ditinjau dari sudut penelitian hukum, dalam penulisan hukum (skripsi) ini penulis menggunakan jenis penelitian hukum doktrinal atau penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan.

Penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatifnya (Johny Ibrahim, 2006 : 57).

2. Sifat Penelitian

Penelitian ini mempunyai sifat penelitian preskriptif. Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif. Artinya sebagai ilmu yang bersifat preskriptif. Ilmu Hukum mempelajari tujuan hukum, konsep hukum, dan norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 22).

3. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain pendekatan Undang-Undang (statute approach), pendekatan kasus (case

approach), pendekatan historis (historical approach), pendekatan komparatif

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

( Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 93).

Dari beberapa macam pendekatan tersebut, penulisan hukum ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). Pendekatan kasus dilakukan dengan telaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi, yang telah 7


(20)

commit to user

menjadi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Yang menjadi kajian pokok disebut ratio decidendi (reasoning) merupakan pertimbangan pengadilan untuk sampai pada suatu putusan dan sebagai referensi bagi penyusunan argumentasi dalam penelitian hukum isu hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005 : 94).

Pendekatan kasus (case approach) bertujuan mempelajari penerapan norma-norma atau kaidah hukum. Dalam penelitian norma-normatif perkara-perkara tersebut dipelajari untuk memperoleh gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum (Johny Ibrahim, 2006 : 321).

4. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Sumber data merupakan tempat dimana memperoleh data untuk penulisan penelitian ini. Sumber data yang digunakan adalah :

a. Bahan Hukum Primer

Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat

aotoritatif, artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri

dari Perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hukum. Penelitian hukum ini menggunakan bahan hukum primer, antara lain :

1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

3) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak;

4) Undang-Undang Nomor 16 tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik

Indonesia;

5) Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW. 07.03 Tahun 1983 tentang

Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP;

6) Putusan Mahkamah Agung No. 2118 K/ Pid/ 2004, tanggal 8 Januari 2004.


(21)

commit to user

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan Hukum Sekunder adalah yang memberikan penjelasan mengenai Bahan Hukum Sekunder yang digunakan oleh penulis dalam penulisan penelitian hukum ini antara lain buku-buku, literatur-literatur, dokumen resmi, karya ilmiah, artikel, makalah dan lainnya yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan Hukum Tersier merupakan bahan-bahan yang memberi petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder. Dalam bahan hukum tersier penulis menggunakan kamus hukum, Kamus Besar Bahasa Indonesia, bahan-bahan dari internet yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

5. Teknik Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Dari data tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai data penunjang dalam penelitian ini (Johny Ibrahim, 2006 : 393).

Pengumpulan data merupakan hal yang penting dalam penulisan penelitian hukum. Dalam penulisan penelitian hukum ini, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengumpulan peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen, artikel, data internet (cyber media), kemudian digunakan sebagai data penunjang dalam penulisan penelitian hukum.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Penulisan Penelitian Hukum ini menggunakan teknik analisis bahan hukum deduksi silogisme. Metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles penggunaan deduksi berpangkal dari pengajuan premis mayor (pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (pernyataan khusus) dari kedua premis itu ditarik suatu kesimpulan atau conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2006 : 47).


(22)

commit to user

Dalam penulisan penelitian hukum ini, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), Keputusan Menteri Kehakiman No. M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP, dan Putusan Mahkamah Agung No. 2118 K/Pid/2004 tanggal 8 Januari 2008 sebagai premis mayor, sedangkan yang menjadi premis minor adalah putusan Judex Factie bukan bebas murni sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak dibawah umur.

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara jelas dan menyeluruh mengenai keseluruhan isi penulisan hukum, maka penulis menggunakan sistematika sebagai berikut :

Pada Bab I Pendahuluan, penulis memberikan gambaran awal tentang penelitian, yang meliputi latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum yang digunakan untuk memberikan pemahaman terhadap isi dari penelitian ini secara garis besar.

Pada Bab II Tinjauan Pustaka, penulis menguraikan mengenai dua sub bab yaitu kerangka teori dan kerangkan pemikiran. Dalam kerangka teori, penulis akan menguraikan mengenai tinjauan tentang jaksa penuntut umum, tinjauan tentang kejaksaan, tinjauan tentang pembuktian, tinjauan tentang putusan Judex Factie bukan bebas murni dan tinjauan tentang upaya hukum kasasi.

Pada Bab III Hasil Penelitian Dan Pembahasan, penulis memberikan pembahasan hasil penelitian mengenai konstruksi Hukum Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangkaraya dalam membuktikan bahwa putusan Judex Factie bukan bebas murni sebagai dasar untuk mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur serta konstruksi Hukum Hakim Mahkamah 10


(23)

commit to user

Agung dalam mempertimbangkan alasan kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangkaraya dalam perkara persetubuhan dengan anak di bawah umur.

Pada Bab IV Penutup, penulis memberikan simpulan dari pembahasan atas rumusan masalah dan saran dalam penulisan penelitian hukum ini.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Konstruksi Hukum

Sistem hukum Indonesia menganut asas pengadilan tidak boleh menolak perkara. Apabila hakim belum dapat memutus perkara karena dasar hukumnya belum valid, ilmu hukum menyediakan perangkat upaya menemukan hukum yang disebut konstruksi hukum. Dengan demikian, kepentingan pelaku tindak pidana, korban kejahatan, dan masyarakat dapat diakomodasi. Hakim berfungsi melengkapi ketentuan- ketentuan hukum tertulis atau membuat hukum baru.


(24)

commit to user

Konstruksi hukum sering juga disebut dengan komposisi hukum

(rechtconstructie). Hakim membuat suatu pengertian hukum (rechtsbegrip) dan

menurut pendapatnya, pengertian hukum itu adalah asas hukum yang menjadi dasar lembaga yang bersangkutan. Cara kerja atau proses berpikir hakim demikian dalam menentukan hukum disebut dengan konstruksi hukum (Efendi, http://te-effendi-acara.blogspot.com/2009/03/urgensi-alat-bukti-pengamatan-hakim.html, diakses tanggal 22 Desember 2010 pukul 20.00).

Konstruksi hukum dibedakan menjadi tiga macam, antara lain : a.Konstruksi Analogi (argumentum per analogiam)

Analogi merupakan suatu proses konstruksi yang dilakukan dengan cara mencari rasio ledis (genus) dari suatu undang-undang dan kemudian menerapkannya kepada hal-hal lain yang sebenarnya tidak diatur oleh undang-undang itu. Dalam analogi, hakim memasukkan suatu perkara ke dalam lingkup pengaturan suatu peraturan perundang-undangan yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk menyelesaikan perkara yang bersangkutan.

b.Konstruksi Penghalusan Hukum (rechtsverfijning)

Seorang ahli hukum beranggapan bahwa dalam menyelesaikan suatu perkara, peraturan perundang-undangan yang ada dan yang seharusnya digunakan untuk menyelesaikan perkara, ternyata tidak dapat digunakan. Penghalusan hukum dilakukan apabila penerapan hukum tertulis sebagaimana adanya akan mengakibatkan ketidakadilan yang sangat sehingga ketentuan hukum tertulis itu sebaiknya tidak diterapkan atau diterapkan secara lain apabila hendak dicapai keadilan.

Jenis konstruksi ini merupakan bentuk kebalikan dari konstruksi analogi, sebab bila di satu pihak analogi memperluas lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan, maka di lain pihak Penghalusan Hukum mempersempit lingkup berlaku suatu peraturan perundang-undangan (bersifat restriktif).

11


(25)

commit to user

c.Konstruksi Argumentum a Contrario

Hakim akan memberlakukan peraturan perundang-undangan yang ada seperti pada kegiatan analogi, yaitu menerapkan suatu peraturan pada perkara yang sebenarnya tidak dimaksudkan untuk diselesaikan oleh peraturan itu. Perbedaannya adalah dalam analogi hakim akan menghasilkan suatu kesimpulan yang positif, dalam arti bahwa ia menerapkan suatu aturan pada masalah yang sedang dihadapinya. Sedangkan pada konstruksi

Argumentum a Contrario hakim sampai pada kesimpulan yang negatif,

artinya ia justru tidak mungkin menerapkan aturan tertentu dalam perkara

yang sedang dihadapinya (Mohammad Aldyan,

http://masyarakathukum.blogspot.com/2008/03/macam-macam-penemuan-hukum.html, diakses tanggal 23 Desember 2010 )

2. Tinjauan tentang Kejaksaan

Kejaksaan merupakan lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara, khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan Kejaksaan Negeri merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 yang menggantikan Undang-Undang No. 5 Tahun 1991 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan harus melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenangnya secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya yang diatur pada Pasal 2 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia.


(26)

commit to user

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia juga mengisyaratkan bahwa lembaga Kejaksaan berada pada posisi sentral dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan. Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara Pidana.

Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana

(executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana, Kejaksaan juga

memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara, yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan, dan

wewenang lain berdasarkan Undang-Undang (Zulakrial,

http://zulakrial.blogspot.com, diakses pada Tanggal 22 November 2010 pukul 19.00 WIB).

Dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia Pasal 1 butir 1 dan butir 2 disebutkan pengertian jaksa dan penuntut umum. Bunyi Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia adalah “Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap serta wewenang lain berdasarkan undang-undang.” Sedangkan Pasal 1 butir 2 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia berbunyi: “Penuntut Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh Undang-Undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim”.


(27)

commit to user

Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang dalam bidang pidana yang diatur dalam Pasal 30 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia, antara lain

a.Melakukan penuntutan;

b.Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah

memperoleh kekuatan hukum tetap;

c.Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d.Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang- undang;

e.Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam

pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik (Kejaksaan R.I,

http://www.kejaksaan.go.id/tentang_kejaksaan.php?id=7, diakses tanggal 22 Desember 2010 pukul 20.00)

3. Tinjauan tentang Putusan

Pengertian Putusan pengadilan diatur dalam Pasal 1 Butir 11 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang dirumuskan sebagai berikut: “Putusan Pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

Suatu proses peradilan berakhir dengan putusan akhir (vonnis), dimana hakim menyatakan pendapatnya tentang apa yang telah dipertimbangkan dan putusannya. Keputusan Hakim haruslah berdasarkan surat pelimpahan perkara yang memuat dakwaan atas kesalahan terdakwa, serta keputusannya itu haruslah berdasarkan hasil pemeriksaan persidangan dalam ruang lingkup surat dakwaan tersebut (Andi Hamzah & Irdan Dahlan. 1987: 9).


(28)

commit to user

Syarat sahnya putusan pengadilan untuk dapat dilaksanakan diatur pada Pasal 195 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa, “Semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan di sidang terbuka untuk umum”.

Materi putusan merupakan hal-hal yang harus dimuat dalam suatu putusan, yang apabila tidak dimuat, akan menimbulkan akibat hukum tertentu bagi putusan yang bersangkutan (Harun. M. Husein. 1992: 27). Hal-hal yang harus dimuat dalam suatu putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 197 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan bahwa :

Ayat (1) Surat putusanpemidanaan memuat :

a. Kepala putusan yang dituliskan berbunyi: “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”

b. Nama lengkap, tempat tanggal lahir, umur, atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan terdakwa;

c. Dakwaan, sebgaimanaterdapat dalam surat dakwaan;

d. Pertimbangan yang disusun secara ringkas mengenai fakta dan keadaan beserta alatpembuktian yang diperoleh dari pemeriksaan di sidang yang menjadi dasar penentuan kesalahan terdakwa; e. Tuntutan pidana, sebagaimana terdapat dalam surat tuntutan;

f. Pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

pemidanaan atau tindakan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar hukum dari putusan disertai keadaan yang memberatkan dan yang meringankan terdakwa; g. Hari dan tanggal diadakannya musywarah majelis hakim kecuali

perkara diperiksa oleh hakim tunggal;

h. Pernyataan kesalahan terdakwa, pernyataan telah terpenuhi semua unsur dalam rumusan tindak pidana disertai dengan kualifikasinya dan pemidanaan atau tindakan yang ditujukan;

i. Ketentuan kepada siapa biaya perkara dibebankan dengan

menyebutkan jumlahnya yang pasti dan ketentuan mengenai barang bukti;

j. Keterangan bahwa seluruh surat ternyata palsu atau keterangan dimana letaknya kepalsuan itu, jika terdapat surat otentik dianggap palsu;

k. Perintah supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan;


(29)

commit to user

l. Hari dan tanggal putusan, nama penuntut umum, nama penuntut umum, nama hakim yang memutus dan nama panitera.

Sedangkan suatu putusan bukan pemidanaan diatur dalam Pasal 199 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang menyatakan bahwa :

Ayat (1) Surat putusan bukan pemidanaan memuat :

a. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (1) kecuali huruf e, f, dan h;

b. Pernyataan bahwa terdakwa diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, dengan menyebutkan alasan dan pasal peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar putusan;

c. Perintah supaya terdakwa segera dibebaskan jika ia ditahan. Setiap keputusan hakim merupakan salah satu dari tiga kemungkinan, yaitu:

a. Putusan bebas

Pengertian mengenai Putusan bebas (vrijspraak) diatur dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yaitu “Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan maka terdakwa diputus bebas”.

Putusan bebas dapat diartikan bahwa terdakwa dibebaskan dari pemidanaan , lebih tegasnya terdakwa tidak dipidana. Ditinjau dari segi yuridis, putusan bebas adalah putusan yang dinilai oleh majelis hakim yang bersangkutan :

1) Tidak memenuhi asas pembuktian menurut Undang-Undang secara

negatif.

Pembuktian yang diperoleh di persidangan , tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa, tidak diyakini oleh hakim.

2) Tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian

Kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa hanya didukung oleh satu alat bukti saja.


(30)

commit to user

Mengacu pada Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menjelaskan bahwa “Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap putusan bebas”.

Berdasarkan rumusan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut, yakni pada bagian kalimat terakhir tampak bahwa secara yuridis Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak menutup kesempatan bagi Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan upaya hukum kasasi terhadap putusan bebas (vrijspraak)

tersebut.

Bertolak dari Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), putusan bebas memang tidak mungkin dimintakan kasasi. Tetapi dalam praktek peradilan, larangan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tersebut ternyata telah dikesampingkan dan diterobos oleh Mahkamah Agung. Sejarah penerobosan Pasal 244 Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana (KUHAP) itu berasal dari Departemen Kehakiman sekarang Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia(Supriyadi,http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=195159&actmen u=42,diakses tanggal 6 Maret 2011 pukul 21.00 WIB).

Penerobosan terhadap larangan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dimaksud adalah Keputusan Menteri Kehakiman No. M. 14-PW.07.03 Tahun 1983 pada tanggal 10 Desember 1983, tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Pada butir 19 Lampiran dimaksud sebagai penegasan yang berupa pedoman: 1) Terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding;


(31)

commit to user

2) Tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini akan didasarkan pada yurisprudensi;

3) Yurisprudensi dalam Putusan Mahkamah Agung Reg. No. 275

K/Pid/1983 dimana Mahkamah Agung menerima permohonan Kasasi jaksa atas putusan bebas dalam perkara korupsi perbankan Natalegawa yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (M. Yahya Harahap, 2006 : 544).

Berdasarkan yurisprudensi itulah muncul istilah bebas murni dan bebas tidak murni. Suatu putusan ditafsirkan bebas murni jika kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa sama sekali tidak didukung alat bukti yang sah atau sama sekali tidak terbukti tindak pidananya. Sebaliknya, suatu putusan dikatakan bebas tidak murni lazim juga disebut pembebasan terselubung (verkapte vrispraak) apabila suatu putusan bebas didasarkan pada penafsiran yang keliru terhadap sebutan tindak pidana dalam dakwaan atau dalam menjatuhkan putusan pengadilan terbukti melampui wewenangnya(Nasrullah,http://202.153.129.35/berita/baca/hol21009/Kasasi

+atas+Vonis+Bebas,+Yurisprudensi+yang+Menerobos+KUHAP, diakses

tanggal 6 Maret 2011 pukul 21.00 WIB)

Dalam putusan Mahkamah Agung Reg. No. 275 K/Pid/1983 berpendapat bahwa hanya putusan bebas tidak murni saja yang bisa dimintakan kasasi sesuai pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Van Bemmelen memberi rumusan yang lain tentang kapan terjadi bebas tidak murni (niet zuivere vrijspraak) itu, yaitu bebas tidak murni (niet

zuivere vrijspraak) jika hakim menjalankan putusan bebas yang didasarkan

atas kenyataan bahwa yang tersebut dalam surat dakwaan lebih banyak daripada yang ada dan lebih banyak daripada yang perlu dimuat di dalamnya (Andi Hamzah, 2002 : 290).


(32)

commit to user

Terdapat dua parameter yang bisa digunakan untuk menilai putusan bebas itu bersifat tidak murni, yakni :

1) Jika putusan bebas itu didasarkan pada kekeliruan penafsiran terhadap sebutan tindak pidana yang disebut dalam surat dakwaan dan bukan didasarkan pada tidak terbuktinya unsur-unsur perbuatan yang didakwakan;

2) Jika putusan bebas dijatuhkan pengadilan dengan melampaui

wewenangnya. Hal ini bisa dikarenakan pengadilan telah melampaui kompetensi absolut dan relatifnya. Atau bisa juga karena pengadilan telah memasukkan unsur-unsur non-yuridis sebagai dasar pertimbangan

dalam putusan bebas yang dijatuhkannya (Supriyadi,

http://www.kr.co.id/web/detail.php?sid=195159&actmenu=42, diakses tanggal 6 Maret 2011 pukul 21.00 WIB).

b. Putusan Pemidanaan

Putusan pemidanaan atau putusan pidana berdasarkan Pasal 193 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dapat dijatuhkan, “Jika pengadilan berpendapat bahwa terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya maka pengadilan menjatuhkan pidana”.

Putusan yang menjatuhkan hukuman pemidanaan kepada seorang terdakwa tiada lain daripada putusan yang berisi perintah untuk menghukum terdakwa sesuai dengan ancaman pidana yang disebut dalam pasal pidana yang didakwakan.

Jenis Putusan pemidanaan diatur dalam Pasal 10 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menyatakan bahwa :

Pidana terdiri atas : 1) Pidana pokok :

a) Pidana mati; b) Pidana penjara;

c) Pidana kurungan;


(33)

commit to user d) Pidana denda;

e) Pidana tutupan; 2) Pidana tambahan :

a) Pencabutan hak-hak tertentu; b) Perampasan barang-barang tertentu;

c) Pengumuman putusan hakim.

c. Putusan lepas dari segala tuntutan hukum

Putusan lepas dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang berbunyi “Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

4. Tinjauan tentang Upaya Hukum Kasasi

Pengertian Upaya Hukum menurut Pasal 1 butir 12 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menjelaskan bahwa : “Upaya Hukum adalah hak terdakwa atau penuntut umum untuk tidak menerima putusan pengadilan yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi atau hak terpidana untuk mengajukan permohonan peninjauan kembali dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam Undang-Undang ini”.

Kasasi sebagai upaya hukum dikarenakan kasasi merupakan salah satu bentuk daripada upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terdakwa atau penuntut umum apabila ia tidak dapat menerima putusan pengadilan pada tingkat terakhir (Harun. M. Husein. 1992: 48).

Undang-undang menyediakan upaya hukum bagi terdakwa maupun Penuntut Umum, yakni apabila pihak-pihak tersebut merasa tidak puas akan kualitas putusan yang dijatuhkan oleh pengadilan atau putusan tersebut dirasakan tidak

mencerminkan nilai-nilai keadilan (Ni Nengah Adiyaryani,

http://eprints.undip.ac.id/24015/1/Ni_Nengah_Adiyaryani-01.pdf, diakses

tanggal 22 Desember 2010 pukul 20.00).


(34)

commit to user

Upaya hukum kasasi adalah hak yang diberikan kepada terdakwa maupun penuntut umum untuk mempergunakan hak tersebut apabila keberatan atas putusan yang dijatuhkan dan dapat mengesampingkan hak itu apabila menerima putusan yang dijatuhkan.

Berdasarkan ketentuan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung, dengan demikian, hanya terdakwa dan/atau penuntut umum sajalah sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonan kasasi.

a. Bentuk Upaya Hukum Kasasi

Upaya hukum kasasi dapat berbentuk : 1) Kasasi biasa

Merupakan upaya hukum yang diajukan oleh terdakwa atau penuntut umum dan diajukan terhadap putusan yang belum memperoleh kekuatan hukum tetap.

2) Kasasi demi kepentingan hukum

Merupakan upaya hukum yang diajukan oleh Jaksa Agung dan diajukan terhadap putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Tujuan Upaya Hukum Kasasi

Tujuan upaya hukum kasasi antara lain :

1) Koreksi terhadap kesalahan putusan pengadilan bawahan;

2) Menciptakan dan membentuk hukum baru;

3) Pengawasan terciptanya Keseragaman penerapan hukum.

Putusan yang dapat dikasasi adalah terhadap semua putusan Pengadilan Negeri dalam tingkat Pertama dan terakhir, terhadap semua putusan Pengadilan Tinggi yang diambilnya pada tingkat banding, dan tentang putusan bebas (M. Yahya Harahap, 2006: 539).


(35)

commit to user

c. Pengajuan Permohonan Upaya Hukum Kasasi

1) Memori Kasasi

Memori Kasasi merupakan uraian tentang alasan-alasan yang diajukan oleh pemohon kasasi, guna meminta supaya Mahkamah Agung melakukan pemeriksaan atas putusan pengadilan bawahan.

Pengajuan memori kasasi diatur dalam Pasal 248 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa “ Pemohon Kasasi wajib mengajukan memori kasasi yang memuat alasan permohonan kasasinya dan dalam waktu empat belas hari setelah mengajukan permohonan tersebut, harus sudah menyerahkan kepada panitera yang untuk itu ia memberikan surat tanda terima”.

2) Tata Cara Pengajuan Permohonan Kasasi

Tata cara pengajuan permohonan kasasi diatur dalam Pasal 245 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu :

Ayat(1) Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.

Ayat(2) Permintaan tersebut oleh panitera ditulis dalam sebuah keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan pada berkas perkara. Ayat(3) Dalam hal pengadilan negeri menerima permohonan kasasi, baik

yang diajukan oleh penuntut umum atas terdakwa maupun yang diajukan oleh penuntut umum dan terdakwa sekaligus, maka panitera wajib memberitahukan permintaan dari pihak yang satu kepada pihak yang lain.

d. Alasan Pengajuan Upaya Hukum Kasasi

Alasan Pengajuan Kasasi diatur dalam Pasal 253 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menjelaskan bahwa :

Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 244 dan Pasal 248 guna menentukan :


(36)

commit to user

a. Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya;

b. Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut

ketentuan Undang-Undang;

c. Apakah benar pengadilan telah melampaui batas wewenangnya.

Alasan Jaksa atau Penuntut Umum yang tetap mengajukan kasasi

terhadap putusan bebas murni selalu mengambil berdalih, antara lain :

1) Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tinggi (Judex factie) telah salah menerapkan hukum pembuktian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (3) dan ayat (6) KUHAP ;

2) Cara mengadili yang dilakukan Judex factie tidak dilaksanakan menurut ketentuan Undang-undang ;

3) Putusan Judex factie bukan merupakan putusan bebas murni (vrijspraak), melainkan putusan “bebas tidak murni”.

Sedangkan dalil hukum yang digunakan Jaksa atau Penuntut Umum dalam memajukan kasasi terhadap putusan bebas adalah selalu sama yaitu mengacu pada Keputusan Menteri Kehakiman RI No.M.14-PW.07.03 tahun 1983 tanggal 10 Desember 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (TPP KUHAP). (SofyanLubis, http://infohukum.co.cc/kasasi-terhadap-putusan-bebas-murni/#more-186, diakses tanggal 30 November 2010 pukul 19.00).

5. Tinjauan tentang Tindak Pidana Persetubuhan Dengan Anak Di Bawah Umur.

Pengertian anak diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak, yang memberikan pengertian anak adalah “seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan”.

Pengertian persetubuhan diatur dalam Pasal 285 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang menjelaskan bahwa, “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan 24


(37)

commit to user

dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan pemerkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Sedangkan persetubuhan dengan anak di bawah umur diatur dalam Pasal 287 ayat (1) dan ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang berbunyi :

Ayat (1) Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidak jelas, bahwa belum waktunya untuk dikawin, diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun; Ayat (2) Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal berdasarkan Pasal 291 dan Pasal 294.

B. Kerangka Pemikiran

Putusan Pemidanaan

Putusan Bebas Murni

(Vrijspraak)

Putusan Judex Factie

Putusan Lepas dari segala tuntutan hukum

Putusan Bebas Tak Murni

(niet zuivere vrijspraak)

Penerobosan Pasal 244

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

Upaya Hukum Kasasi Putusan Bebas


(38)

commit to user

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Keterangan :

Putusan Judex Factie merupakan putusan dari pengadilan baik pengadilan tingkat pertama maupun pada tingkat banding. Dalam memberikan putusan yang akan diajukan pengadilan, bergantung pada Hasil Mufakat Musyawarah Hakim berdasarkan penilaian yang diperoleh dari surat dakwaan yang kemudian dihubungkan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di siding pengadilan.

Putusan Pengadilan mempunyai tiga (3) jenis bentuk putusan yang dapat dijatuhkan yaitu putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum dan putusan pemidanaan.

Putusan bebas dapat dijatuhkan yang diatur dalam pasal 191 ayat (1) KUHAP yang menyatakan “Jika Pengadilan berpendapat bahwa dari Hasil Pemeriksaan Sidang, kesalahan terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”. Dalam putusan pengadilan dengan jenis putusan bebas terbagi menjadi putusan bebas murni

(vrijsraak) dan putusan tidak murni (niet zuivere vrijsraak).

Menurut Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), menyatakan “Terdapat putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap pemeriksaan putusan bebas”.

Seiring kemajuan Hukum di Indonesia, terdapat penerobosan terhadap larangan Pasal 244 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yaitu Keputusan 26


(39)

commit to user

Menteri Kehakiman No.M.14-PW.07.3 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman Pelaksanaan KUHAP pada angka 19 lampiran, yang berpedoman terhadap putusan bebas tidak dapat dimintakan banding, tetapi berdasarkan situasi dan kondisi, demi hukum, keadilan dan kebenaran, terhadap putusan bebas dapat dimintakan kasasi. Hal ini didasarkan pada yurisprudensi.

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Konstruksi Hukum Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangkaraya

Dalam Membuktikan Bahwa Putusan Judex Factie Bukan Bebas Murni Sebagai Dasar Untuk Mengajukan Upaya Hukum Kasasi Dalam Perkara

Persetubuhan Dengan Anak Di Bawah Umur

1. Kasus Posisi

Pada hari Rabu tanggal Rabu tanggal 12 Mei 2004 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei 2004 sekiranya pukul 01.00 WIB bertempat di Jalan Damang Pijar No.26 Palangka Raya atau setidak-tidaknya disuatu tempat dalam Daerah Hukum Pangadilan Negeri Palangka Raya telah terjadi


(40)

commit to user

persetubuhan oleh Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi, umur 23 Tahun dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak yaitu saksi korban Neni Widia Sari yang masih berumur 16 tahun.

Persetubuhan terjadi pada saat saksi Neni Widia Sari Alias Oneng sedang tidur didalam kamar, kemudian pintu kamar saksi diketuk oleh terdakwa selanjutnya terdakwa masuk kedalam kamar dan langsung mengunci pintu kamar lalu saksi mengatakan kepada terdakwa agar keluar tetapi terdakwa menjawab tidak mau. Kemudian terdakwa bersama dengan saksi mengobrol masalah terdakwa yang jarang pulang ke rumah dan tidur dirumah kawannya, lalu terdakwa merayu saksi dengan mengatakan " Aku sayang sama kamu " lalu terdakwa menyuruh saksi melepas celana yang dipakai dan saksi mengatakan kepada terdakwa " Kamu nanti mau bertanggung jawab lah "dan terdakwa menjawab " "Ya nanti saya mau bertanggung jawab " kemudian saksi melepaskan celana yang dipakainya dan terdakwa juga melepaskan celananya kemudian terdakwa mencium bibir saksi dan meraba-raba payudara saksi dan saksi pun membalasnya lalu terdakwa merebahkan tubuh ke tempat tidur dan menindih tubuh saksi sambil memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan saksi secara berulang ulang sehingga terdakwa mengeluarkan sperma diatas paha saksi. Setengah jam kemudian saksi JEMMI datang dan terdakwa keluar untuk menemui JEMMI kemudian saksi JEMMI pergi dan terdakwa kembali mengetuk pintu kamar saksi NENI WIDIA SARI dan pintu dibuka oleh saksi selanjutnya terdakwa bersetubuh lagi dengan saksi dengan cara kemaluan terdakwa

dimasukkan kedalam kemaluan saksi secara berulang-ulang sampai

mengeluarkan sperma. Lima belas menit kemudian saksi JIMMI datang kembali masuk kerumah dan mengetuk pintu kamar saksi NENI WIDIA SARI karena mencari-cari terdakwa tidak ada. Sewaktu saksi JIMMI mengetuk dan mendorong kamar tidur terdakwa menahan dan mengunci pintu kamar kemudian saksi JIMMY mengetuk pintu kamar lagi lalu dibuka oleh saksi NENI WIDIA


(41)

commit to user

SARI dan terdakwa bersembunyi disamping ranjang karena gelap sehingga saksi JIMMI tidak bisa melihat terdakwa. Selanjutnya saksi JEMMI menyalakan lampu dan melihat terdakwa berebah disamping ranjang kemudian saksi JEMMI bertengkar dan memarahi terdakwa.

2. Identitas Terdakwa

Nama : ADI SULISTYAWAN

Tempat Lahir : Palangka Raya

Umur/Tanggal Lahir : 23 Tahun/14 April 1981

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Jalan Temanggung Jaya Karti II/7 Palangkaraya

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

3. Dakwaan

Jaksa Penuntut Umum mengajukan dakwaan dimuka persidangan Pengadilan Negeri Palangka Raya kepada terdakwa sebagai berikut :

PERTAMA

Bahwa ia terdakwa ADI SULISTYAWAN Als DOPENG Bin SUJADI pada hari Rabu tanggal 12 Mei 2004 sekira pukul 01.00 WIB atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam bulan Mei 2004 bertempat di JI Damang Pijar No.26 Palangka Raya atau setidak-tidaknya disuatu tempat dalam Daerah Hukum Pangadilan Negeri Palangkaraya dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau membujuk anak yaitu saksi korban NENI WIDIA 29


(42)

commit to user

SARI Als ONENG melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pada mulanya saksi NENI WIDIA SARI Als ONENG sedang tidur didalam kamar kemudian pintu kamar saksi diketuk oleh terdakwa selanjutnya terdakwa masuk kedalam kamar dan langsung mengunci pintu kamar lalu saksi mengatakan kepada terdakwa agar keluar tetapi terdakwa menjawab tidak mau kemudian terdakwa bersama dengan saksi mengobrol masalah terdakwa yang jarang pulang ke rumah dan tidur dirumah kawannya, lalu terdakwa merayu saksi dengan mengatakan " Aku sayang sama kamu " lalu terdakwa menyuruh saksi melepas celana yang dipakai dan saksi mengatakan kepada terdakwa " Kamu nanti mau bertanggung jawab lah "dan terdakwa menjawab " "Ya nanti saya mau bertanggung jawab " kemudian saksi melepaskan celana yang dipakainya dan terdakwa juga melepaskan celananya kemudian terdakwa mencium bibir saksi dan meraba-raba payudara saksi dan saksi pun membalasnya lalu terdakwa merebahkan tubuh ke tempat tidur dan menindih tubuh saksi sambil memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan saksi secara berulang ulang sehingga terdakwa mengeluarkan sperma diatas paha saksi. Setengah jam kemudian saksi JEMMI datang dan terdakwa keluar untuk menemui JEMMI kemudian saksi JEMMI pergi dan terdakwa kembali mengetuk pintu kamar saksi NENI WIDIA SARI dan pintu dibuka oleh saksi selanjutnya terdakwa bersetubuh lagi dengan saksi dengan cara kemaluan terdakwa dimasukkan kedalam kemaluan saksi secara berulang-ulang sampai mengeluarkan sperma. Lima belas menit kemudian saksi JIMMI datang kembali masuk kerumah dan mengetuk pintu kamar saksi NENI WIDIA SARI karena mencari-cari terdakwa tidak ada. Sewaktu saksi JIMMI mengetuk dan mendorong kamar tidur terdakwa menahan dan mengunci pintu kamar kemudian saksi JIMMY mengetuk pintu kamar lagi lalu dibuka oleh saksi NENI WIDIA SARI dan terdakwa bersembunyi disamping ranjang karena gelap sehingga saksi JIMMI tidak bisa melihat terdakwa. Selanjutnya saksi JEMMI menyalakan lampu dan melihat terdakwa berebah disamping ranjang kemudian


(43)

commit to user

saksi JEMMI bertengkar dan memarahi terdakwa. Berdasarkan Visum et repertum Perkosaan No.152/VE-RSUD/V/2004 tanggal 17 Mei 2004 yang dibuat oleh dr.RUSNI .D.MAHAR dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya atas nama, saksi korban ONENG berkesimpulan :

- Liang senggama robekan lama pukul tiga dan pukul enam, dan pada pukul sembilan luka lecet oleh karena benda tumpul ;

- Tampak Liang senggama dari seorang perempuan yang sudah sering bersetubuh tapi belum punya anak ;

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 81 Ayat (2) Undang-undang RI No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak ;

Atau : KEDUA :

Bahwa ia terdakwa ADI SULISTYAWAN Als DOPENG Bin SUJADI pada waktu dan tempat sebagaimana diatur dalam Dakwaan Pertama dengan sengaja memberi atau menjanjikan uang atau barang menyalahgunakan perbawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaannya, diketahui atau selayaknya harus diduganya yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Pada mulanya saksi NENI WIDIA SARI Als ONENG sedang tidur didalam kamar kemudian pintu kamar saksi diketuk oleh terdakwa selanjutnya terdakwa masuk kedalam kamar dan langsung mengunci pintu kamar lalu saksi mengatakan kepada terdakwa agar keluar tetapi terdakwa menjawab tidak mau kemudian terdakwa bersama dengan saksi mengobrol masalah terdakwa yang jarang pulang ke rumah dan tidur dirumah kawannya, lalu terdakwa merayu saksi dengan mengatakan " Aku sayang sama kamu " lalu terdakwa menyuruh saksi melepas celana yang dipakai dan saksi mengatakan kepada terdakwa " Kamu nanti mau bertanggung jawab lah " dan terdakwa menjawab " "Ya nanti saya mau 31


(44)

commit to user

bertanggung jawab " kemudian saksi melepaskan celana yang dipakainya dan terdakwa juga melepaskan celananya kemudian terdakwa, mencium bibir saksi dan meraba-raba payudara saksi dan saksi pun membalasnya lalu terdakwa merebahkan tubuh ke tempat tidur dan menindih tubuh saksi sambil memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan saksi secara berulang ulang sehingga terdakwa mengeluarkan sperma diatas paha saksi. Setengah jam kemudian saksi JIMMI datang dan terdakwa keluar untuk menemui JIMMI kemudian saksi JIMMI pergi dan terdakwa kembali mengetuk pintu kamar saksi NENI WIDIA SARI dan pintu dibuka oleh saksi selanjutnya terdakwa bersetubuh lagi dengan saksi dengan cara kemaluan terdakwa dimasukkan kedalam kemaluan saksi secara berulang-ulang sampai mengeluarkan sperma. Lima belas menit kemudian saksi JIMMI datang kembali masuk kerumah dan mengetuk pintu kamar saksi NENI WIDIA SARI karena mencari-cari terdakwa tidak ada. Sewaktu saksi JIMMI mengetuk dan mendorong kamar tidur terdakwa menahan dan mengunci pintu kamar kemudian saksi JIMMI mengetuk pintu kamar lagi lalu dibuka oleh saksi NENI WIDIA SARI dan terdakwa bersembunyi disamping ranjang karena gelap sehingga saksi JIMMI tidak bisa melihat terdakwa. Selanjutnya saksi JIMMI menyalakan lampu dan melihat terdakwa berebah disamping ranjang kemudian saksi JIMMI bertengkar dan memarahi terdakwa. Berdasarkan Visum et repertum Perkosaan No. 152/VE-RSUD/V/2004 tanggal 17 Mei 2004 yang dibuat oleh dr.RUSNI D.MAHAR dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya atas nama saksi korban ONENG berkesimpulan :

- Liang senggama robekan lama pukul tiga dan pukul enam, dan pada pukul sembilan luka, lecet oleh karena benda, tumpul ;

- Tampak liang senggama dari seorang perempuan yang sudah sering bersetubuh tapi belum punya anak ;

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana pada Pasal 293 ayat (1) KUHP .


(45)

commit to user

Untuk mendukung pembuktian Dakwaan, Jaksa Penuntut Umum mengajukan alat-alat bukti yang berupa :

a. Saksi NENI WIDYA SARI (korban)

1) Bahwa benar apa yang saksi terangkan dalam berkas acara pemeriksaan saksi adalah benar semua ;

2) Bahwa benar saksi diperiksa sehubungan dengan perkara persetubuhan antara saksi dengan terdakwa ;

3) Bahwa benar kejadiannya adalah hari Rabu tanggal 12 Mei 2004 sekitar jam 01.00 WIB bertempat di Jalan Damang Pijar No.26 Palangka Raya ; 4) Bahwa benar saksi kenal terdakwa karena terdakwa temannya JEMMI

majikan saksi ;

5) Bahwa benar sebelumnya waktu itu saksi sedang tidur ;

6) Bahwa benar kejadiannya adalah bahwa ketika saksi sedang tidur ada orang yang mengetuk pintu kamar saksi dan ketika dibuka ternyata Sdr.terdakwa kemudian terdakwa masuk dan mengunci pintu kamar saksi lalu saksi bilang "Pergi keluar" tetapi terdakwa tidak mau keluar kemudian saksi dengan terdakwa ngobrol-ngobrol masalah terdakwa yang jarang pulang kerumah dan tidur dirumah kawannya, lalu terdakwa merayu saksi dan mengatakan " Aku sayang kamu " lalu meyuruh saksi melepas celananya lalu saksi Tanya "Kamu nanti mau bertanggung jawablah " dan dijawab oleh terdakwa " Ya nanti saya bertanggung jawab dan saksi melepaskan celana yang dipakainya kemudian terdakwa juga melepas celana yang dipakainya kemudian terdakwa mencium bibir saksi dan meraba-raba payudara saksi dan saksipun membalasnya lalu merebahkan tubuh ke tempat tidur dan menindih tubuh saksi sambil memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan saksi secara berulang-ulang sehingga mengeluarkan sperma diatas paha saksi ;

7) Bahwa benar setengah jam kemudian saksi JIMMI datang dan terdakwa keluar menemui JIMMI ;


(46)

commit to user

8) Bahwa benar 5 (Lima) menit kemudian terdakwa masuk lagi kekamar saksi dan melakukan persetubuhan untuk kedua kalinya dengan saksi dengan cara yaitu terdakwa mencium saksi dan saksi membalasnya lalu saksi melepas celana yang saksi pakai dan terdakwa melepas celana yang dipakainya kemudian menindih tubuh saksi sambil memasukkan kemaluannya kedalam kemaluan saksi secara berulang-ulang sampai mengeluarkan sperma ;

9) Bahwa benar kemudian saksi JIMMI datang lagi dan mengetuk pintu kamar saksi lalu terdakwa bersembunyi di kolong tempat tidur saksi. Bahwa benar selanjutnya saksi JIMMI menanyakan dimana terdakwa kemudian dijawab saksi "Tuh ada" lalu saksi JIMMI menyuruh keluar dari kamar saksi dan selanjutnya mereka bertengkar ;

10)Bahwa benar kata ibu terdakwa adalah untuk membebaskan terdakwa. Bahwa benar belum ada penentuan hari perkawinan ;

11)Bahwa benar saksi mau dikawinkan dengan terdakwa karena terpaksa sudah melakukan persetubuhan dengan terdakwa ;

12)Bahwa benar kemudian disuruh pulang oleh tante karena tante tidak setuju ;

13)Atas keterangan saksi tersebut diatas terdakwa membenarkannya ;

b. Saksi dr. RUSNI D. MAHAR

1) Bahwa benar saksi diperiksa sehubungan dengan permintaan Visum Et Repertum perkosaan atas nama ONENG ;

2) Bahwa benar saksi melakukan pemeriksaan Visum tersebut adalah dengan cara menggunakan alat berupa Rectal Toucher, yang mana kegunaan alat tersebut untuk melihat keadaan selaput dara dari seorang perempuan yang belum pernah melahirkan anak ;

3) Bahwa benar caranya adalah pertama-tama saksi memasukkan jari tengah tangan kanan/kiri kedalam anus pasien, kemudian dinaikkan/ditekan 34


(47)

commit to user

keatas (kearah vagina) kemudian salah satu tangan saksi membuka vagina untuk melihat keadaan selaput dara/ keadaan vagina pasien ;

4) Bahwa benar hasil yang saksi temukan adalah tampak liang senggama robekkan pukul tiga dan pukul enam, dan pukul sembilan luka lecet oleh karena benda tumpul serta tampak liang senggama dari seorang perempuan yang sudah sering bersetubuh tapi belum punya anak ;

5) Bahwa benar dikatakan robekan lama berarti luka robekkan yang ditemukan pada saat dilakukan pemeriksaan jarak waktu kejadian dengan saat dilakukan pemeriksaan sudah lebih dari 5 hari serta sudah tidak ada tanda-tanda kemerahan/bercak pendarahan ataupun luka sampai dasar/tidak ;

6) Bahwa benar selaput dara tersebut sudah tidak utuh lagi dan robekkan tersebut bisa diakibatkan oleh masuknya benda tumpul ataupun dikarenakan persetubuhan yang dilakukan atas dasar suka sama suka maupun persetubuhan perkosaan, tetapi biasanya luka robekkan selaput dara pada pukul tiga, enam dan sembilan adalah akibat persetubuhan suka sama suka namun hal itu tidak merupakan jaminan karena bisa saja seseorang yang diperkosa dibawah ancaman sehingga seseorang tersebut takut dan tidak berdaya, bisa juga mengakibatkan luka robekkan pada jam- jam tersebut ;

7) Bahwa benar 5 hari setelah kejadian baru diperiksakan maka dapat dikatakan robekkan lama ;

8) Bahwa benar pada perkara ini diperiksakan lebih dari ima hari jadi dikatakan robekan lama ;

9) Bahwa benar arti dari kata sering bersetubuh adalah bahwa liang senggama pasien tersebut sudah longgar dan elastisnya sudah berkurang serta apabila kita masukkan 2 jari kedalam liang vagina pasien bisa masuk langsung ;


(48)

commit to user

10)Bahwa benar hal tersebut bisa terjadi karena beberapa factor yaitu misalnya seseorang yang baru sekali bersetubuh tapi dilakukan berulang kali lebih dari sekali dalam satu waktu atau seseorang yang baru sekali bersetubuh tapi ukuran benda tumpul yang dimasukkan lebih besar dari ukuran vagina atau bisa juga seseorang memang benar-benar sudah sering bersetubuh ;

11)Bahwa benar sebelumnya saksi telah melakukan semacam wawancara dengan korban dan dia mengatakan sudah 4 kali melakukan persetubuhan dengan orang yang sama maksudnya dalam hal ini adalah terdakwa ; 12)Bahwa atas keterangan saksi tersebut diatas terdakwa membenarkannya ;

c. Saksi JIMMI FRANS HEROE

1) Bahwa benar saksi mengetahui kejadian tersebut pada hari Rabu tanggal 12 Mei 2004 sekitar jam 01.00 WIB di rumah saksi yaitu di Jalan Damang Pijar No.26 Palangka Raya ;

2) Bahwa benar saksi mengetahui kejadian tersebut karena men-curigai kalau kamar tidur ONENG ada terdakwa kemudian saksi mengetuk pintu kamar namun malah ditahan oleh terdakwa dari dalam kemudian saksi mengetuk pintu kamar lagi dan dibuka oleh ONENG kemudian saksi tanya dimana terdakwa lalu dijawab mungkin dikamar om lalu saksi masuk kedalam kamar ONENG dan saksi melihat terdakwa ada disamping ranjang lalu saksi bangunkan pura-pura tidur setelah bangun langsung marah-marah kemudian keluar rumah pada saat terdakwa keluar rumah saksi ada menanyakan kepada ONENG apa yang dilakukan terdakwa dan ONENG menjawab bahwa terdakwa telah menyetubuhinya; 3) Bahwa benar tidak lama kemudian terdakwa kembali lagi dan langsung memukul saksi dengan tangan kosong saat saksi berada dipintu depan namun saksi tangkis selanjutnya saksi mundur kebelakang masuk kedalam rumah dan terdakwa mengambil tombak yang berada diatas 36


(49)

commit to user

lemari lalu dipukulkan kearah saksi kemudian saksi lari keluar rumah untuk menyelamatkan diri ;

4) Bahwa atas keterangan saksi tersebut diatas terdakwa membenarkannya.

d. Saksi FIRMINUS PALIL Bin PALIL.

1) Bahwa benar sewaktu kejadian saksi sedang berada di Samarinda kemudian diberitahu lewat telpon oleh saksi JIMMI bahwa telah memergoki saksi ONENG sedang dikamar bersama terdakwa ADI sedang melakukan persetubuhan ;

2) Bahwa benar setelah mendengar kejadian tersebut saksi langsung pulang ke Palangkaraya selanjutnya bersama dengan ONENG serta JIMMI melaporkan ke Polresta Palangka Raya ;

3) Bahwa benar menurut pengakuan ONENG terdakwa menyetubuhi saksi sebanyak 2 kali ;

4) Bahwa benar menurut keterangan saksi ONENG sewaktu disetubuhi terdakwa tidak melakukan perlawanan dikarenakan merasa takut karena sendirian dirumah tidak ada orang ;

5) Bahwa benar yang saksi ketahui saksi ONENG masih berumur 16 tahun ;

6) Bahwa benar sepengetahuan saksi bahwa ONENG belum pernah

menikah;

7) Atas keterangan terebut diatas terdakwa membenarkannya.

e. Surat

Adanya Visum et Repertum Perkosaan No.152/VE-RSUD/V/2004 tanggal 17 Mei 2004 yang dibuat oleh dr. Rusni D.Mahar Dokter pada Rumah Sakit Umum Daerah dr.Doris Sylvanus Palangka Raya atas nama ONENG alamat Jalan Damang Pijar No.26 Palangka Raya yang isi kesimpulan :

1) Liang senggama robekkan lama pukul tiga dan pukul enam, dan pada pukul sembilan luka lecet oleh karena benda tumpul ;


(1)

commit to user

bebas terhadap terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi dapat ditarik

kesimpulan bahwa :

a.

Permohonan kasasi yang diajukan Pemohon Kasasi/Jaksa Penuntut

Umum atas Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor.

154/Pid.B/2004/PN.PL.R. tanggal 7 Oktober 2004 yang menjatuhkan

putusan bebas terhadap terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin

Sujadi, secara formal dikabulkan oleh Mahkamah Agung, karena

permohonan kasasi beserta risalah kasasinya dimasukkan dalam tenggang

waktu dan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang dalam tenggang

waktu lima hari yakni tanggal 12 Oktober 2004.

b.

Pemohon Kasasi/Jaksa Penuntut Umum dapat mengemukakan uraian

alasan permohonan kasasi dalam memori atau risalah kasasi dengan jelas

dan lengkap sesuai dengan fakta-fakta yang terjadi di muka persidangan.

Uraian alasan permohonan kasasi Jaksa Penuntut Umum adalah Majelis

Hakim Pengadilan Negeri Palangka Raya telah salah atau keliru dalam

menafsirkan suatu istilah hukum dalam surat dakwaan yaitu istilah

MEMBUJUK, dimana berdasarkan alat-alat bukti yang diajukan

jaksa/penuntut umum untuk mengungkap fakta-fakta di muka

persidangan telah memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 183 dan Pasal

184 Kitab Undang-Undang hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa

terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi terbukti membujuk

saksi korban Neni Widia Sari alias Oneng dengan merayu kepada saksi

korban Neni Widia Sari alias Oneng untuk melakukan persetubuhan

dengan terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi.

c.

Apabila alasan Pemohon Kasasi/Jaksa Penuntut Umum dapat

membuktikan bahwa Putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor.

154/Pid.B/2004/PN.PL.R. yang menjatuhkan putusan bebas terhadap

terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi adalah bukan putusan

bebas murni, maka Mahkamah Agung menyatakan dapat diterima.


(2)

commit to user

Pertimbangan Mahkamah Agung dalam menjatuhkan putusan permohonan

kasasi Pemohon Kasasi/Jaksa Penuntut Umum Putusan Pengadilan Negeri

Palangka Raya Nomor. 154/Pid.B/2004/PN.PL.R. yang menjatuhkan putusan

bebas terhadap terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi antara lain :

a.

Pertimbangan atas uraian alasan permohonan kasasi yang tertuang di

dalam memori atau risalah kasasi secara jelas dan lengkap membuktikan

bahwa

Putusan

Pengadilan

Negeri

Palangka

Raya

Nomor.

154/Pid.B/2004/PN.PL.R. yang menjatuhkan putusan bebas terhadap

terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng Bin Sujadi merupakan putusan

bukan bebas murni.

b.

Pertimbangan atas :

1)

Hal-hal yang memberatkan :

a)

Bahwa korban perbuatannya masih anak dibawah umur ;

b)

Bahwa perbuatan Terdakwa meresahkan masyarakat.

2)

Hal-hal yang meringankan :

a)

Terdakwa bersikap sopan dan berterus terang di persidangan ;

b)

Terdakwa masih muda sehingga masih ada kesempatan untuk

memperbaiki perbuatannya.

Pertimbangan tersebut diatas sangat menentukan bagi Mahkamah Agung

dalam menjatuhkan putusan, berdasarkan pertimbangan tersebut Mahkamah

Agung menyatakan permohonan upaya hukum kasasi atas Putusan Pengadilan

Negeri Palangka Raya Nomor. 2118 K/Pid/2004 dapat diterima dan

membatalkan

Putusan

Pengadilan

Negeri

Palangka

Raya

Nomor.

154/Pid.B/2004/PN.PL.R. tanggal 7 Oktober 2004.

Berdasarkan Pasal 255 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang menyatakan bahwa “Dalam hal suatu putusan dibatalkan karena

peraturan hukum tidak diterapkan atau ditetapkan tidak sebagaimana mestinya,

56


(3)

commit to user

Mahkamah Agung mengadili sendiri perkara tersebut”, sehingga Putusan

Mahkamah Agung Nomor. 2118 K/Pid/2004 mengadili sendiri permohonan

Kasasi atas Putusan Pengadilan Palangka Raya Nomor. 154/Pid.B/2004/PN.PL.R

tanggal 7 Oktober 2004 dengan mengabulkan permohonan kasasi Jaksa/Penuntut

Umum pada Kejaksaan Negeri Palangka Raya dan membatalkan putusan

Pengadilan Negeri Palangka Raya Nomor. 154/Pid.B/2004/PN.PL.R tanggal 7

Oktober 2004, yang menyatakan bahwa terdakwa Adi Sulistyawan alias Dopeng

Bin Sujadi terbukti bersalah melakukan tindak pidana melakukan kebohongan

atau membujuk anak melakukan persetubuhan dengannya sebagaimana diatur

dan diancam pidana pada Pasal 81 ayat (2) Undang-Undang No.23 Tahun 2002

tentang Perlindungan Anak.

Berdasarkan Pasal 253 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) yang menyatakan bahwa :

Pemeriksaan sebagaimana tersebut pada ayat (1) dilakukan dengan

sekurang-kurangnya tiga orang hakim atas dasar berkas perkara yang diterima dari

pengadilan lain daripada Mahkamah Agung, yang terdiri dari berita acara

pemeriksaan dari penyidik, berita acara pemeriksaan di sidang, semua surat

yang timbul di sidang yang berhubungan dengan perkara itu beserta putusan

pengadilan tingkat pertama dan/atau tingkat terakhir.

Dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor. 2118 K/Pid/2004 tanggal 8 Januari

2004 diputuskan oleh Titi Nurmala Siagian, SH. MH., Hakim Agung yang

ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebagai Ketua Majelis, H. Imam

Soebechi, SH. MH dan Prof. DR. H. Ahmad Sukardja, SH., Hakim-Hakim

Agung sebagai anggota.

Menurut hemat penulis, Hakim Mahkamah Agung dalam menjatuhkan

putusan permohonan kasasi berdasarkan pertimbangan apakah benar suatu

peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan sebagaimana mestinya sesuai

dengan Pasal 253 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP) bukan lagi menilai fakta-fakta pengadilan.


(4)

commit to user

BAB IV. PENUTUP

A.

Simpulan

Berdasarkan analisis penulisan hukum diatas, dapat ditarik simpulan mengenai

tinjauan yuridis konstruksi hukum penuntut umum Kejaksaan Negeri Palangka raya

dalam membuktikan bahwa putusan

judex factie

bukan bebas murni sebagai dasar

untuk mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak di

bawah umur (studi kasus dalam putusan Mahkamah Agung No. 2118 K/Pid/2004,

tanggal 8 januari 2004), sebagai berikut :

1.

Konstruksi hukum penuntut umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam

membuktikan bahwa putusan

judex factie

bukan bebas murni sebagai dasar untuk

mengajukan upaya hukum kasasi dalam perkara persetubuhan dengan anak di

bawah umur adalah

judex factie

telah salah dalam penerapan hukum.

Judex factie

tidak menerapkan Pasal 185 ayat (6) Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP), sebab hanya mendasarkan kepada terdakwa dan keterangan

saksi korban secara tidak lengkap sehingga menguntungkan pihak terdakwa dan

tidak mempertimbangkan secara keseluruhan alat bukti maupun fakta-fakta yang

terungkap di persidangan, sehingga Jaksa/Penuntut Umum mengajukan upaya

hukum kasasi kepada Mahkamah Agung terhadap putusan Pengadilan Negeri

Palangka Raya No.154/Pid.B/2004/PN.PL.R. tanggal 7 Oktober 2004, dengan

argumen

bahwa

putusan

Pengadilan

Negeri

Palangka

Raya

No.154/Pid.B/2004/PN.PL.R. tanggal 7 Oktober 2004 adalah putusan bukan

bebas murni.

2.

Konstruksi hukum Hakim Mahkamah Agung dalam mempertimbangkan alasan

kasasi Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Palangka Raya dalam perkara

persetubuhan dengan anak di bawah umur adalah berdasarkan dengan Pasal 253

ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bahwa Hakim

Mahkamah Agung mempertimbangkan apakah benar suatu peraturan Hukum

tidak diterapkan / ditetapkan sebagaimana mestinya, bukan lagi menilai dari


(5)

commit to user

fakta–fakta yang terungkap di pengadilan. Berdasarkan alasan – alasan

permohonan kasasi yang diuraikan dalam memori kasasi dengan jelas dan

lengkap mengenai letak sifat tidak murni dalam putusan bebas, maka Hakim

Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Penuntut Umum Kejaksaan

Negeri Palangka Raya dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Palangka

Raya dan membatalkan putusan Pengadilan Negeri Palangka Raya No. 154 / Pid.

B / 2004 / PN. PL. R Tanggal 7 Oktober 2004.

B.

Saran

Berdasarkan permasalahan yang diteliti, maka penulis memberikan saran sebagai

berikut :

1.

Sebaiknya dalam memberikan putusan pengadilan,

judex factie

harus

berdasarkan pada fakta – fakta yang terungkap dimuka persidangan secara

keseluruhan yang diperoleh dari bukti yang sah, sehingga putusan yang

dijatuhkan dapat memberikan keadilan bagi semua pihak sesuai dengan hukum

yang berlaku serta menghindari adanya kekeliruan dalam penerapan hukum.

Putusan hakim mempunyai peranan yang menentukan dalam menegakkan hak

dan keadilan, sehingga dalam menjatuhkan putusannya Hakim diharapkan agar

selalu berhati–hati. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak terjadi suatu

putusan dengan kekeliruan yang berakibat akan menimbulkan rasa tidak puas,

ketidakadilan dan dapat menjatuhkan kewibawaan pengadilan.

2.

Dalam mengajukan permohonan upaya Hukum Kasasi atas putusan bebas yang

dijatuhkan

judex factie

, jaksa atau penuntut umum harus menguraikan

argumentasi yang kuat dan syarat permohonan kasasi harus lengkap sehingga

permohonan upaya hukum kasasi dapat diterima, karena atas uraian alasan–

alasan yang jelas dan kuat mengenai letak sifat tidak murni dari suatu putusan

bebas tersebutlah yang dapat dijadikan dasar pertimbangan bagi Mahkamah


(6)

commit to user

Agung dalam memeriksa dan menjatuhkan putusan untuk mendapatkan kekuatan

Hukum tetap.


Dokumen yang terkait

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS MURNI (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA MEMBUAT KETERANGAN PALSU AKTA KEPEMILIKAN RUMAH

0 2 69

TINJAUAN YURIDIS PENGAJUAN KASASI OLEH PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI SEMARANG ATAS DASAR JUDEX FACTIE KURANG CUKUP MEMPERTIMBANGKAN HAL–HAL YANG MEMBERATKAN DARI TERDAKWA DALAM PERKARA PEMALSUAN SURAT DEPOSITO

0 3 81

PUTUSAN BEBAS TIDAK MURNI SEBAGAI DASAR UPAYA HUKUM KASASI OLEH JAKSA PENUNTUT UMUM (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI KELAS IA PADANG).

0 0 6

PENGABAIAN FAKTA-FAKTA PERSIDANGAN OLEH JUDEX FACTIE SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS PERKARA PENGGELAPAN DALAM JABATAN (Studi Putusan Mahkamah Agung No. 1455 K / Pid / 2013).

0 0 12

KAJIAN ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM DALAM MENDALILKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE ADALAH BEBAS TIDAK MURNI SEBAGAI ALAS HAK MENGAJUKAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA KEKERASAN TERHADAP BARANG SECARA BERSAMA-SAMA (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN M

0 1 13

TINJAUAN YURIDIS KESALAHAN PENERAPAN HUKUM PEMBUKTIAN OLEH JUDEX FACTIE SEBAGAI ALASAN HUKUM PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI TARUTUNG DALAM PERKARA PEMBUNUHAN BERENCANA (Studi Kasus dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor :1989 K/Pid/2010).

0 0 14

ANALISIS YURIDIS ARGUMENTASI HUKUM PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI MASOHI DALAM MEMBUKTIKAN BAHWA PUTUSAN JUDEX FACTIE BUKAN PUTUSAN BEBAS MURNI SEBAGAI ALASAN KASASI TERHADAP PUTUSAN BEBAS (VRIJSPRAAK) DALAM PERKARA KORUPSI (Studi Kasus dalam Putusan Mahk

0 0 14

ANALISIS YURIDIS KESALAHAN KONSTRUKSI HUKUM JUDEX FACTIE DALAM MEMBUKTIKAN SURAT DAKWAAN BERBENTUK ALTERNATIF SEBAGAI ALASAN PENGAJUAN KASASI OLEH PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI JAKARTA PUSAT DALAM PERKARA PENCUCIAN UANG (Studi Kasus dalam Putusan Makamah

0 0 13

TELAAH YURIDIS PENGESAMPINGAN HUKUM PEMBUKTIAN OLEH JUDEX FACTIE SEBAGAI DASAR PENGAJUAN KASASI PENUNTUT UMUM KEJAKSAAN NEGERI SURABAYA TERHADAP PUTUSAN BEBAS DALAM PERKARA PENGGADAIAN TANAH SECARA MELAWAN HUKUM (STUDI KASUS DALAM PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG N

0 0 11

ALASAN KASASI PENUNTUT UMUM TERHADAP PUTUSAN BEBAS JUDEX FACTIE DAN PERTIMBANGAN JUDEX JURIS DALAM MEMUTUS TINDAK PIDANA PERTAMBANGAN TANPA IZIN (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 237 KPID.SUS2015)

0 0 13