Pengaruh pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah (studi kasus di kota Yogyakarta tahun 2008-2013).

(1)

ABSTRAK

PENGARUH PAJAK HIBURAN DAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA

Lea Sad Dwi Winda Sari Mien Lukitorini NIM: 102114089

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2015

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2013.

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan menggunakan alat analisis uji-t dan uji-F dengan tingkat signifikansi sebesar 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh yang signifikan antara pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah, (2) tidak ada pengaruh signifikan antara pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah, dan (3) ada pengaruh signifikan antara pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah.


(2)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ENTERTAINMENT TAX AND HOTEL TAX ON REGIONAL ORIGINAL REVENUE

Case Study at Yogyakarta City from 2008-2013

Lea Sad Dwi Winda Sari Mien Lukitorini NIM : 102114089

Sanata Dharma University Yogyakarta 2015

The research is aimed to find out the influence of entertainment tax and hotel tax on the regional original revenue in the periode of 2008 until 2013.

The research was carried out in the local tax offices and financial management of Yogyakarta City. The type of the research was case study with interview and documentation as the data collecting techniques. The data analysis technique was multiple regression analysis using the analysis tools of t-test and F-test at 5% significance level.

The result of research showed that: (1) the simultaneous test showed a significant influence of entertainment tax and hotel tax on the regional original revenue, (2) there was no significant influence of entertainment tax on regional revenue, (3) there was a significant influence of hotel tax on regional revenue. Keyword: entertainment tax, hotel tax, regional original revenue


(3)

PENGARUH PAJAK HIBURAN DAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH Studi Kasus di Kota Yogyakarta Tahun 2008-2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Lea Sad Dwi Winda Sari Mien Lukitorini 102114089

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

i

PENGARUH PAJAK HIBURAN DAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH Studi Kasus di Kota Yogyakarta Tahun 2008-2013

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Program Studi Akuntansi

Oleh:

Lea Sad Dwi Winda Sari Mien Lukitorini 102114089

PROGRAM STUDI AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(5)

(6)

(7)

iv

Motto dan Persembahan

Serahkanlah segala kekuatiranmu kepada-Nya, sebab Ia yang memelihara kamu 1 Petrus 5:7

Apapun yang terjadi hari ini, ingatlah bahwa Tuhan tidak menguji Anda dengan kesulitan yang tidak bisa Anda selesaikan. Karena jika Anda bersabar, sesungguhnya Anda akan mengatasi kesulitan itu bersama Tuhan. Tersenyumlah. (Mario Teguh)

Skripsi ini ku persembahkan untuk: Tuhan Yesus dan Bunda Maria Bapak dan Ibu Bam’s Family Sahabatku Septri, Nopi, Mas Yan, Riaz


(8)

v

UNIVERSITAS SANATA DHARMA FAKULTAS EKONOMI

JURUSAN AKUNTANSI – PROGRAM STUDI AKUNTANSI

PERTANYAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul: PENGARUH PAJAK HIBURAN DAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Kasus di Kota Yogyakarta Tahun 2008-2013) dan dimajukan untuk diuji pada tanggal 29 September 2015 adalah hasil karya saya.

Dengan ini saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat keseluruhan atau sebagian tulisan orang lain yang saya ambil dengan cara menyalin, atau meniru dalam bentuk rangkaian kalimat atau simbol yang menunjukkan gagasan atau pendapat atau pemikiran dari penulis lain yang seolah-olah sebagai tulisan saya sendiri dan atau tidak terdapat bagian atau keseluruhan tulisan saya salin, tiru, atau yang saya ambil dari tulisan orang lain tanpa memberikan pengakuan pada penulis aslinya.

Apabila saya melakukan hal tersebut di atas, baik sengaja maupun tidak, dengan ini saya menyatakan menarik skripsi yang saya ajukan sebagai hasil tulisan saya sendiri ini. Bila kemudian terbukti bahwa saya ternyata melakukan tindakan menyalin dan meniru tulisan orang lain seolah-olah hasil pemikiran saya sendiri, berarti gelar dan ijasah yang telah diberikan oleh universitas batal saya terima.

Yogyakarta, 30 Oktober 2015 Yang membuat pernyataan,


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA TULIS UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Lea Sad Dwi Winda Sari Mien Lukitorini

NIM : 102114089

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas SanataDharma karya ilmiah saya yang berjudul:

PENGARUH PAJAK HIBURAN DAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH (Studi Kasus di Kota Yogyakarta Tahun 2008-2013),beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantunkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada Tanggal : 30 Oktober 2015 Yang Menyatakan,


(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat dan karunia yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Program Studi Akuntansi Universitas Sanata Dharma.

Skripsi ini dapat diselesaikan karena penulis mendapat bantuan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Drs. Johanes Eka Priyatma, M.Sc., Phd selaku Rektor Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan kesempatan untuk belajar dan mengembangkan kepribadian kepada penulis.

2. Dr. H. Herry Maridjo, M.Si selaku dekan Fakultas Ekonomi yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar ilmu ekonomi

3. M. Trisnawati Rahayu S.E., M.Si., Ak., QIA. C.A selaku dosen pembimbing yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ekonomi yang telah membimbing dan membantu penulis selama menjalani proses perkuliahan di Universitas Sanata Dharma.

5. Staf Sekretariat Fakultas Ekonomi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu dalam menyelesaikan urusan administrasi.


(11)

viii

6. Bu Eko, Pak Eko, Pak Kisbintoro, seluruh staff Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan serta Dinas Perizinan Kota Yogyakarta yang telah membantu penulis mendapatkan data untuk proses penyelesaian skripsi ini. 7. Bapak A.B Bambang Sulistyo dan Ibu M.M. Sumiyati yang telah menjadi

orangtua terbaik dengan memberikan segala motivasi dan doa yang tiada henti kepada penulis.

8. Bam’s Family: Mas Eko, Ce Dewi, Mas Wit, Mb Wulan, Mb Fitri, Ko Andre,

Mb sari, Mas Alex, Mas “Item” Ponco dan Nyonya Iie yang telah banyak memberikan dukungan dalam bentuk apapun. It’s a wonderful to have you guys ..!!!

9. Keluarga dan teman-teman di Seketi, Sawangan yang selama 4 tahun terakhir telah bersedia memberikan keceriaan ketika penulis merasa jenuh dan mengajarkan hidup bermasyarakat di Dusun Seketi.

10. D’Gembelers and my partner in crime: Mas Yan Krisna, Mas Boo Riaz, Mak

Septri Sitanggang, Saudari Nopita Sari dan Mb Maria Puput yang telah bersedia mendengarkan segala keluh kesah penulis selama proses penulisan skripsi ini.

11. Teman-teman MPT yang sudah lebih dahulu lulus yang telah bersedia dan masukan selama berada di kelas MPT.

12. Teman-teman AKT 2010 khususnya kelas C yang sudah membantu penulis dalam proses belajar dan berkembang bersama sewaktu masih kuliah dulu.


(12)

ix

13. Keluarga Kos Gatotkaca 3 Mas Riwi, Mb Titik, Mb Iin, Daddy, Bu Endang, Papi, Mas Andre, Ayu, Ocha, Abdi, Sandra, dan Christy yang telah menjadi keluarga kedua selama penulis berada di Yogyakarta.

14. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Yogyakarta, 30 Oktober 2015


(13)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

ABSTRAK ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Batasan Masalah ... 3

D. Tujuan Penelitian ... 4

E. Manfaat penelitian ... 4

F. Sistematika Penelitian ... 5

BAB II LANDASAN TEORI ... 7

A. Pendapatan Asli Daerah ... 7

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah ... 7

2. Sumber Pendapatan Asli Daerah ... 7

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah ... 8

B. Pajak ... 9

1. Pengertian Pajak ... 9

2. Penggolongan Pajak ... 11

3. Fungsi Pajak ... 12

4. Syarat Pemungutan Pajak ... 13

5. Teori Pendukung Pemungutan Pajak ... 15

6. Kedudukan Hukum Pajak ... 16

7. Hukum Pajak ... 16

8. Stelsel Pajak ... 17

9. Sistem Pemungutan Pajak ... 19

10. Asas Pemungutan Pajak ... 20

11. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak ... 20

12. Hambatan Pemungutan Pajak ... 22

13. Tarif Pajak ... 23

C. Pajak Hiburan ... 24

1. Pengertian Pajak Hiburan ... 24

2. Subjek dan Wajib Pajak Hiburan ... 25


(14)

xi

4. Objek Pajak Hiburan ... 25

5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak ... 26

6. Kewajiban ... 27

7. Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak ... 28

D. Pajak Hotel ... 28

1. Pengertian Pajak Hotel ... 28

2. Subjek dan Wajib Pajak Hotel ... 28

3. Dasar Hukum Pajak Hotel ... 29

4. Objek Pajak Hotel ... 29

5. Pengecualian Pajak Hotel ... 29

6. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak ... 30

7. Kewajiban ... 30

8. Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak ... 31

E. Penelitian Terdahulu ... 31

F. Perumusan Hipotesa ... 32

BAB III METODE PENELITIAN... 34

A. Jenis Penelitian ... 34

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 34

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 35

E. Teknik Pengumpulan Data ... 35

F. Jenis dan Sumber Data ... 36

G. Variabel Penelitian ... 36

H. Teknik Analisis Data ... 37

BAB IV GAMBARAN UMUM ... 43

A. Sejarah Kota Yogyakarta ... 43

B. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta ... 45

1. Letak Wilayah ... 45

2. Batas Wilayah ... 46

3. Luas Wilayah... 46

4. Keadaan Alam ... 46

5. Tipe Tanah... 46

6. Iklim ... 47

C. Penduduk dan Tenaga Kerja ... 47

D. Pertanian ... 48

E. Perekonomian ... 49

F. Transportasi dan Pariwisata ... 50

G. Pendapatan Asli Daerah ... 52

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Deskripsi Data ... 57

B. Analisis Data ... 59

C. Pembahasan ... 67

BAB VI PENUTUP ... 77

A. Kesimpulan... 77

B. Keterbatasan Penelitian ... 78


(15)

xii

DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN ... 81


(16)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

A. Surat Ijin Penelitian DPDPK ... 82

B. Surat Ijin Penelitian Dinas Perizinan ... 83

C. Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2008-2009 ... 84

D. Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2010 ... 85

E. Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2011 ... 86

F. Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2012 ... 87

G. Laporan Realisasi Penerimaan Pajak Daerah Tahun 2013 ... 88

H. Laporan Realisasi Anggaran Tahun Anggaran 2008 ... 89

I. Laporan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2008-2009 ... 90

J. Laporan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2009-2010 ... 91

K. Laporan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2011-2012 ... 92

L. Laporan Realisasi APBD Tahun Anggaran 2012-2013 ... 93

M. Tabel Kontribusi Pajak Hiburan dan Pajak Hotel Terhadap PAD ... 94

N. Hasil Output SPSS ... 95

O. Tabel F ... 99

P. Tabel t... 100


(17)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.Realisasi Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta

Tahun Anggaran 2008-2013 ... 55

Tabel 2. Realisasi Penerimaan Pajak Hiburan Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2008-2013 ... 56

Tabel 3. Realisasi Penerimaan Pajak Hotel Kota Yogyakarta Tahun Anggaran 2008-2013 ... 57

Tabel 4. Uji Normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov Test ... 58

Tabel 5. Tabel Coefficients (Multikolinearitas) ... 59

Tabel 6. Model Summary (Durbin Watson) ... 61

Tabel 7. Tabel Rangkuman Pengujian ... 62

Tabel 8. Tabel Coeffisients (Regresi Berganda) ... 62

Tabel 9. Model Summary (R Square) ... 63

Tabel 10.ANOVA. ... 64


(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar I. Scatterplot ... 60

Gambar II. Daerah Penolakan Uji F ... 64

Gambar III. Daerah Penolakan Variabel Pajak Hiburan ... 66


(19)

xvi ABSTRAK

PENGARUH PAJAK HIBURAN DAN PAJAK HOTEL TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH KOTA YOGYAKARTA

Lea Sad Dwi Winda Sari Mien Lukitorini NIM: 102114089

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2015

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2013.

Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta. Jenis penelitian ini adalah studi kasus dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi berganda dengan menggunakan alat analisis uji-t dan uji-F dengan tingkat signifikansi sebesar 5%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) ada pengaruh yang signifikan antara pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah, (2) tidak ada pengaruh signifikan antara pajak hiburan terhadap pendapatan asli daerah, dan (3) ada pengaruh signifikan antara pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah.


(20)

xvii ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ENTERTAINMENT TAX AND HOTEL TAX ON REGIONAL ORIGINAL REVENUE

Case Study at Yogyakarta City from 2008-2013

Lea Sad Dwi Winda Sari Mien Lukitorini NIM : 102114089

Sanata Dharma University Yogyakarta 2015

The research is aimed to find out the influence of entertainment tax and hotel tax on the regional original revenue in the periode of 2008 until 2013.

The research was carried out in the local tax offices and financial management of Yogyakarta City. The type of the research was case study with interview and documentation as the data collecting techniques. The data analysis technique was multiple regression analysis using the analysis tools of t-test and F-test at 5% significance level.

The result of research showed that: (1) the simultaneous test showed a significant influence of entertainment tax and hotel tax on the regional original revenue, (2) there was no significant influence of entertainment tax on regional revenue, (3) there was a significant influence of hotel tax on regional revenue.


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Setiap negara pasti mewajibkan semua warga negaranya untuk taat membayar pajak. Hal ini dikarenakan pajak merupakan sumber penerimaan kas yang digunakan untuk membiayai pengeluaran negara. Bahkan bisa dikatakan pajak memiliki pengaruh yang sangat besar dalam penerimaan kas negara, khususnya di Indonesia semenjak Indonesia tidak lagi menjadi negara pengekspor minyak. Oleh karena itu, pemerintah saat ini sedang gencar-gencarnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk membayar pajak. Jika masyarakat tidak taat membayar pajak, maka penerimaan kas negara akan semakin sedikit dan pemerintah akan sulit untuk mengelola keuangan yang berhubungan dengan pengeluaran negara.

Seiring dengan perkembangan zaman, maka pemerintah pusat telah banyak memberikan kewenangan kepada daerah untuk mengelola daerahnya sendiri demi kesejahteraan masyarakatnya. Sistem desentralisasi ini dilaksanakan melalui kebijakan otonomi daerah. Salah satu hal yang sangat mempengaruhi jalannya pemerintahan pada otonomi daerah adalah masalah pendanaan, maka untuk mengatasi hal tersebut pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan desentralisasi fiskal dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah. Adanya kebijakan desentralisasi fiskal membuat pemerintahdaerah diberikan kewenangan untuk menggali dan mengoptimalkan sumber daya yang ada di daerahnya dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah.


(22)

Melihat kebijakan fiskal khususnya perpajakan sangat membantu bahkan sangat potensial dalam menopang jalannya otonomi daerah, maka pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD). Undang-Undang ini mengatur secara jelas komponen-komponen penerimaan pajak daerah baik pajak provinsi maupun pajak kabupaten/kota.

Salah satu komponen penerimaan pajak daerah khususnya pajak kabupaten/kota adalah pajak hiburan. Pajak hiburan pada tahun 2013 memberikan kontribusi sebesar 3,258% terhadap pajak daerah. Hal ini menunjukkan bahwa pajak hiburan memberikan kontribusi yang kecil terhadap pajak daerah. Komponen lain dari pajak daerah adalah pajak hotel. Berbeda dengan pajak hiburan, pajak hotel memberikan kontribusi yang tinggi terhadap pajak daerah Kota Yogyakarta. Pada tahun 2013 pajak hotel memberikan kontribusi sebesar 29,750% terhadap pajak daerah Kota Yogyakarta dan dari angka tersebut dapat dikatakan bahwa pajak hotel memberikan pengaruh dalam peningkatan pajak daerah dan pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta.

Kota Yogyakarta merupakan salah satu tempat tujuan wisata bagi para wisatawan lokal maupun asing. Selain tempat wisata, di kawasan tersebut juga banyak terdapat hotel yang dibangun untuk menunjang fasilitas bagi para wisatawan. Jika wisata di Kota Yogyakarta semakin berkembang maka secara tidak langsung perkembangan tersebut juga mempengaruhi sektor hotel. Hal


(23)

tersebut juga pasti akan berdampak pada penerimaan pajak hiburan serta pajak hotel.

Berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “Pengaruh Pajak Hiburan dan Pajak Hotel Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota” dengan studi kasus di Kota Yogyakarta dari tahun anggaran 2008-2013.

B. Rumusan Masalah

Dari topik yang dipilih, maka dapat dirumuskan masalah yaitu apakah ada pengaruh pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2013?

C. Batasan Masalah

Menurut Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah, ada delapan jenis pajak yang menjadi ruang lingkup yang diatur dalam peraturan daerah ini, antara lain: pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak parkir, pajak air tanah, pajak sarang burung walet. Penelitian ini hanya terbatas pada pajak hiburan dan pajak hotel.


(24)

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka dapat ditentukan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta periode tahun 2008 sampai dengan tahun 2013.

E. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain:

1. Bagi pemerintah

Sebagai sumbangan pemikiran dan masukan bagi pemerintah dalam hal pengaruh pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah sehingga nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dalam upaya meningkatkan penerimaan pajak hiburan dan pajak hotel.

2. Bagi Universitas

Sebagai bahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang tentunya masih berkaitan dengan penelitian ini.

3. Bagi penulis

Penelitian ini merupakan kesempatan untuk menambah pengalaman dalam menerapkan ilmu perpajakan yang telah didapat selama penulis di bangku kuliah.


(25)

4. Bagi pembaca

Menambah pengetahuan atau informasi tentang pengaruh pajak hiburan dan pajak hotel terhadap pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta.

F. Sistematika Penulisan

Untuk mengetahui gambaran secara menyeluruh mengenai hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini maka dibuat sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Bab ini meliputi uraian tentang latar belakang masalah yang dipilih, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II: Landasan Teori

Pada bab ini berisi teori-teori dasar yang mendukung proses penelitian ini serta terdapat hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu yang dijadikan bahan acuan dalam penyusunan skripsi ini.

BAB III: Metode Penelitian

Bab ini menguraikan desain riset, jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.


(26)

BAB IV: Gambaran Umum

Bab ini menjelaskan secara garis besar objek yang diteliti yaitu gambaran umum Kota Yogyakarta.

BAB V: Analisis Data dan Pembahasan

Pada bab ini akan dibahas deskripsi data, bagaimana mengolah data yang telah diperoleh serta menguraikan hasil penelitian yang merupakan jawaban dari rumusan masalah yang telah dibuat. BAB VI: Penutup

Bagian ini terdiri dari kesimpulan, keterbatasan penelitian, dan saran.


(27)

7

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pendapatan Asli Daerah

1. Pengertian Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan penerimaan daerah yang bersumber dari dalam daerah sendiri yang pemungutannya berdasarkan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan kemampuan dalam menggali dan mengelola sumber-sumber yang dapat meningkatkan penerimaan daerah khususnya yang bersumber dari Pendapatan Asli Daerah. Peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) mutlak dilakukan oleh pemerintah daerah untuk mengurangi tingkat ketergantungan daerah kepada pemerintah pusat sehingga kemandirian daerah dapat terwujud.

2. Sumber Pendapatan Asli Daerah

Menurut Halim (2004:67) Pendapatan Asli Daerah dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan, yaitu:

a. Pajak Daerah b. Retribusi Daerah

c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan d. Lain-lain pendapatan asli daerah yang sah


(28)

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Asli Daerah

Menurut Santosa dan Rahayu (2005), Pendapatan Asli Daerah dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Pengeluaran Pemerintah

Pelaksanaan pembangunan daerah merupakan program yang memerlukan keterlibatan segenap unsur satu lapisan masyarakat. Peran pemerintah dalam pembangunan adalah sebagai katalisator dan fasilitator tentu membutuhkan berbagai saran dan fasilitas pendukung, termasuk anggaran belanja dalam rangka terlaksananya pembangunan yang berkesinambungan. Pengeluaran tersebut sebagian digunakan untuk administrasi pembangunan dan sebagian lain untuk kegiatan pembangunan di berbagai jenis infrastruktur yang penting. Pembelanjaan-pembelanjaan tersebut akan meningkatkan pengeluaran agregat dan meninggikan tingkat kegiatan ekonomi.

b. Jumlah Penduduk

Pertambahan penduduk yang tinggi diiringi dengan perubahan teknologi akan mendorong tabungan dan juga penggunaan skala ekonomi di dalam produksi. Pertambahan penduduk sebagai suatu unsur penting yang dapat memacu pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Besarnya pendapatan dapat mempengaruhi penduduk. Jika jumlah penduduk meningkat maka pendapatan yang dapat ditarik juga meningkat.


(29)

c. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Hubungan antara pendapatan asli daerah dan produk domestik regional bruto merupakan hubungan yang fungsional, karena produk domestik regional bruto merupakan fungsi dari pendapatan asli daerah. Dengan meningkatnya produk domestik regional bruto maka akan menambah penerimaan pemerintah daerah untuk membiayai program-program pembangunan. Selanjutnya akan mendorong peningkatan pelayanan pemerintah daerah kepada masyarakat yang diharapkan akan dapat meningkatkan produktivitasnya.

B. Pajak

1. Pengertian Pajak

a. Pajak menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 adalah:

Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan Negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Menurut Prof.Dr. Rochmat Soemitro, S.H. dalam bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan mendefinisikan pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal balik (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.


(30)

c. Menurut P.J.A Andriani ( pernah menjabat guru besar hukum pajak di Universitas Amsterdam dan pemimpin International Bureau of Fiscal Documentation), pajak merupakan iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh wajib pajak membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.

d. MenurutMJH Smeets dalam bukunya yang berjudul de Economische Betekenis der Belastingen tahun 1951, pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakan tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan secara individual: maksudnya adalah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

e. Dr. Soeparman Soemahamidjaja dalam disertasinya yang berjudul

“Pajak Berdasarkan Asas Gotong Royong”, Universitas Padjajaran,

Bandung, 1964, menyatakan bahwa pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang dan jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.


(31)

2. Penggolongan Pajak

Pajak dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok adalah sebagai berikut (Waluyo,2010:12):

a. Menurut golongan

a. Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan. Contoh: Pajak Penghasilan.

b. Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai. b. Menurut sifat

1) Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya yang selanjutnya dicari syarat objektifnya, dalam arti memperhatikan keadaan dari wajib pajak. Contoh: Pajak Penghasilan.

2) Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. c. Menurut lembaga pemungut dan pengelolanya

1) Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.


(32)

2) Pajak daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Contoh: Pajak Reklame, Pajak Hiburan.

3. Fungsi Pajak

The four R adalah istilah populer yang mengacu pada fungsi pajak yang dipungut oleh negara, yaitu (Purwono,2010:8-10):

a. Revenue (Penerimaan)

Fungsi penerimaaan atau dikenal pula dengan istilah fungsi budgetair (anggaran) adalah fungsi utama dari pemungutan pajak. Dewasa ini pajak telah menyumbang hampir lebih dari 70% total pendapatan negara kita. Hal ini menunjukkan bahwa pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.

b. Redistribution (Pemerataan)

Pajak yang dipungut oleh negara selanjutnya akan dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk penyediaan fasilitas publik di seluruh wilayah negara.

c. Repricing (Pengaturan Harga)

Fungsi ini sama pengertiannya dengan fungsi Regulerent (mengatur) yang lebih sering digunakan dalam literatur perpajakan. Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksabaab pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Contoh dari fungsi ini adalah pajak yang tinggi dikenakan


(33)

terhadap minuman keras dan barang-barang mewah dengan tujuan untuk mengurangi konsumsi minuman keras dan mengurangi gaya hidup konsumtif.

d. Representation (Legalitas Pemerintahan)

Pemerintah membebani pajakatas warga negara dan warga negara meminta akuntabilitas dari pemerintah sebagai bagian dari kesepakatan (pengenaan pajak tidak diputuskan secara sepihak oleh penguasa tetapi merupakan kesepakatan bersama dengan rakyat melalui perwakilannya di parlemen). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemungutan pajak langsung seperti Pajak Penghasilan memberikan tingkat akuntabilitas yang lebih tinggi dan perwujudan pemerintahan yang lebih baik dibandingkan dengan pemungutan pajak tidak langsung seperti Pajak Pertambahan Nilai.

4. Syarat Pemungutan Pajak

Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut (Mardiasmo,2013:2-3):

a. Pemungutan pajak harus adil (Syarat Keadilan)

Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umu dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan


(34)

masing-masing. Sedang adil dalam pelaksanannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis Pertimbangan Pajak.

b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (Syarat Yuridis)

Di Indonesia, pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun warganya.

c. Tidak mengganggu perekonomian (Syarat Ekonomis)

Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat.

d. Pemungutan pajak harus efisien (Syarat Finansiil)

Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemngutannya.

e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana

Sistem pemungutan yang sederhana akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.


(35)

5. Teori Pendukung Pemungutan Pajak

Ada beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara lain (Mardiasmo,2013:3-4):

a. Teori Asuransi

Negara melindungi keselamatan jiwa, harta benda, dan hak-hak rakyatnya. Oleh karena itu rakyat harus membayar pajak yang diibaratkan sebagai suatu premi asuransi karena memperoleh jaminan perlindungan tersebut.

b. Teori Kepentingan

Pembagian beban pajak kepada rakyat didasarkan pada kepentingan (misalnya perlindungan) masing-masing orang. Semakin besar kepentingan seseorang terhadap negara, maka semakin tinggi pula pajak yang harus dibayar.

c. Teori Daya Pikul

Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk menentukan daya pikul dapat digunakan dua pendekatan yaitu unsur objektif dan unsur objektif.

d. Teori Bakti

Dasar keadilan pemungutan pajak terletak pada hubungan rakyat dengan negaranya. Sebagai warga negara yang berbakti,


(36)

rakyat harus selalu menyadari bahwa pembayaran pajak adalah sebagai suatu kewajiban.

e. Teori Asas Daya Beli

Dasar keadilan terletak pada akibat pemungutan pajak. Maksudnya memungut pajak berarti menarik daya beli dari rumah tangga masyarakat untuk rumah tangga negara. Selanjutnya negara akan menyalurkannya kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih diutamakan.

6. Kedudukan Hukum Pajak

Pajak mempunyai kedudukan di antara hukum-hukum sebagai berikut (Mardiasmo,2013:4):

a. Hukum Perdata, mengatur hubungan antara satu individu dengan individu lainnya.

b. Hukum Publik, mengatur hubungan antara pemerintah dengan rakyatnya.

7. Hukum Pajak

Hukum pajak mengatur hubungan antara pemerintah (fiscus) selaku pemungut pajak dengan rakyat sebagai Wajib Pajak. Ada 2 macam hukum pajak yakni (Mardiasmo,2013:5):


(37)

a. Hukum pajak materiil, memuat norma-norma yang menerangkan antara lain keadaan, perbuatan, peristiwa hukum yang dikenai pajak (objek pajak), siapa yang dikenakan pajak (subjek), berapa besar pajak yang dikenakan (tarif), segala sesuatu tentang timbul dan hapusnya utang pajak, dan hubungan hukum antara pemerintah dan Wajib Pajak. Contoh: Undang-Undang Pajak Penghasilan.

b. Hukum pajak formil, memuat bentuk/tata cara untuk mewujudkan hukum materiil menjadi kenyataan (cara melaksanakan hukum pajak materiil). Hukum ini memuat antara lain:

1) Tata cara penyelenggaraan (prosedur) penetapan suatu utang pajak.

2) Hak-hak fiskus untuk mengadakan pengawasan terhadap para Wajib Pajak mengenai keadaan, perbuatan dan peristiwa yang menimbulkan utang pajak.

3) Kewajiban Wajib Pajak misalnya menyelenggarakan pembukuan/pencatatan, dan hak-hak Wajib Pajak misalnya mengajukan keberatan dan banding.

8. Stelsel Pajak

Cara pemungutan pajak dilakukan berdasarkan 3 (tiga) stelsel, yaitu sebagai berikut (Waluyo,2010:16-17):


(38)

Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak , yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).

b. Stelsel anggapan (fictive stelsel)

Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang, sebagai contoh; penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan.

Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang sebenarnya.

c. Stelsel campuran

Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada


(39)

pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurangannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali.

9. Sistem Pemungutan Pajak

Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi (Waluyo,2010:17): a. Official Assesssment system

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut:

1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus.

2) Wajib pajak bersifat pasif.

3) Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.

b. Self Assessment System

Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk mengitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar.


(40)

Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yang terrutang oleh Wajib Pajak. 10.Asas Pemungutan Pajak

Ada beberapa asas pemungutan pajak yaitu (Mardiasmo,2013:7): a. Asas domisili (tempat tinggal)

Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan Wajib Pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk Wajib Pajak dalam negeri.

b. Asas sumber

Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal Wajib Pajak.

c. Asas kebangsaan

Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara.

11.Timbul dan Hapusnya Utang Pajak

Ada dua ajaran yang mengatur timbulnya utang pajak (Waluyo,2010:19):


(41)

a. Ajaran Formil

Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat ketetapan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan oleh official assessment system.

b. Ajaran Materiil

Utang pajak timbul karena undang-undang. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system.

Adapun hapusnya utang pajak disebabkan oleh hal-hal berikut: a. Pembayaran

Utang pajak yang melekat pada Wajib Pajak akan dihapus karena pembayaran pajak yang dilakukan ke kas negara.

b. Kompensasi

Kompensasi terjadi apabila Wajib Pajak mempunyai tagihan berupa kelebihan pembayaran pajak.

c. Daluwarsa

Daluwarsa diartikan sebagai daluwarsa penagihan. Hak untuk melakukan penagihan pajak, daluwarsa telah lampau waktu sepuluh tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak yang bersangkutan. Hal ini untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tidak dapat ditagih lagi. Namun daluwarsa penagihan pajak tertangguhkan, antara lain dapat terjadi apabila diterbitkan surat teguran dan surat paksa.


(42)

d. Pembebasan

Utang pajak tidak berakhir dalam arti yang semestinya, tetapi karena ditiadakan. Pembebasan umumnya tidak diberikan terhadap pokok pajaknya, tetapi terhadap sanksi administrasi. e. Penghapusan

Penghapusan utang pajak ini sama sifatnya dengan pembebasan, tetapi diberikannya karena keadaan Wajib Pajak, misalnya: keadaan keuangan Wajib Pajak.

12.Hambatan Pemungutan Pajak

Hambatan terhadap pemungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi (Mardiasmo,2013:8-9):

a. Perlawanan pasif

Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang disebabkan antara lain:

1) Perkembangan intelektual dan moral masyarakat.

2) Sistem perpajakan yang yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat.

3) Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.


(43)

b. Perlawanan aktif

Perlawanan aktif meliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain:

1) Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.

2) Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).

13.Tarif Pajak

Ada 4 macam tarif pajak (Mardiasmo,2013:9-10): a. Tarif sebanding/proporsional

Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Contoh: Untuk penyerahan Barang Kena Pajak di dalam daerah pabean akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10%.

b. Tarif tetap

Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.

Contoh: Besarnya tarif Bea Materai untuk cek dan bilyet giro dengan nilai nominal berapapun adalah Rp 3.000,00.


(44)

c. Tarif progresif

Persentase tarif yang digunakan semakin besar apabila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

Menurut kenaikan persentase tarifnya, tarif progresif dibagi: 1) Tarif progresif progresif : kenaikan persentase semakin

besar

2) Tarif progresif tetap : kenaikan persentase tetap

3) Tarif progresif degresif : kenaikan persentase semakin kecil

d. Tarif degresif

Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

C. Pajak Hiburan

Pasal 21 dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah menyatakan bahwa setiap penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran, maka dipungut pajak dengan nama Pajak Hiburan.

1. Pengertian Pajak Hiburan

Menurut Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, pajak hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Hiburan yang dimaksud adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran.


(45)

2. Subjek dan Wajib Pajak Hiburan

Subjek pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menikmati hiburan.

Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan hiburan.

3. Dasar Hukum Pajak Hiburan

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

b. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

4. Objek Pajak Hiburan

Objek pajak hiburan adalah jasa penyelenggaraan hiburan dengan dipungut bayaran.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011, hiburan yang dimaksud meliputi:

a. Tontonan film.

b. Pagelaran kesenian non tradisional, musik, tari dan/atau busana. c. Pagelaran kesenian tradisional.

d. Kontes kecantikan,binaraga dan sejenisnya. e. Pameran.

f. Diskotik, klab malam dan sejenisnya. g. Karaoke.


(46)

i. Permainan bilyar, golf dan bowling. j. Pacuan kuda dan kendaraan bermotor k. Permainan ketangkasan.

l. Panti pijat/massage, refleksi, dan mandi uap/spa. m. Pertandingan olahraga.

n. Pusat kebugaran (fitness center).

Dikecualikan dari objek pajak hiburan adalah kesenian rakyat/tradisional non komersial.

5. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak

Dasar pengenaan pajak hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara hiburan.

Jumlah uang yang seharusnya diterima termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa hiburan. Tarif pajak hiburan yang ditetapkan di Kota Yogyakarta berdasarkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 sebagai berikut:

a. Tontonan film sebesar 10% (sepuluh persen).

b. Pagelaran kesenian non tradisional, musik, tari dan/atau busana sebesar 15% (lima belas persen).

c. Pagelaran kesenian tradisional sebesar 7,5% (tujuh koma lima persen).

d. Kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya sebesar 30% (tiga puluh persen).


(47)

e. Pameran sebesar 10% (sepuluh persen).

f. Diskotik, klab malam dan sejenisnya sebesar 40% (empat puluh persen).

g. Karaoke sebesar 30% (tiga puluh persen).

h. Sirkus, akrobat dan sulap sebesar 20% (dua puluh persen).

i. Permainan bilyar, golf dan bowling sebesar 20% (dua puluh persen). j. Pacuan kuda dan kendaraan bermotor sebesar 20% (dua puluh

persen).

k. Permainan ketangkasan sebesar 20% (dua puluh persen).

l. Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa sebesar 20% (dua puluh persen). m. Pertandingan olahraga sebesar 5% (sepuluh persen).

n. Pusat kebugaran (fitness center) sebesar 10% (sepuluh persen). Besaran pokok pajak hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif diatas dengan dasar pengenaan pajak.

6. Kewajiban

a. Setiap pengusaha hiburan wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWPD.

b. Apabila pengusaha hiburan tidak melaksanakan kewajiban di atas maka walikota atau pejabat yang ditunjuk menetapkan NPWPD secara jabatan.

c. Wajib pajak hiburan wajib memasang pengukuhan sebagai wajib pajak pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh umum di tempat usahanya kecuali wajib pajak yang bersifat insidental.


(48)

d. Wajib pajak hiburan wajib memasang atau menyediakan informasi daftar harga di tempat usahanya yang diketahui umum.

7. Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak

a. Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender.

b. Dikecualikan dari ketentuan di atas yaitu masa pajak hiburan insidentil adalah selama penyelenggaraan hiburan berlangsung.

D. Pajak Hotel

1. Pengertian Pajak Hotel

Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).

2. Subjek dan Wajib Pajak Hotel

Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.

Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.


(49)

3. Dasar Hukum

a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

b. Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah.

4. Objek Pajak Hotel

Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan.

Jasa penunjang yang dimaksud di atas adalah fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika, transportasi dan fasilitas sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.

5. Pengecualian Objek Pajak Hotel Tidak termasuk objek pajak hotel adalah:

a. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.

b. Jasa sewa apartemen, kondominum, dan sejenisnya.

c. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan. d. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo,


(50)

e. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.

6. Dasar Pengenaan, Tarif dan Cara Penghitungan Pajak

Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.

Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10%.

Besaran pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak hotel yaitu 10% dengan dasar pengenaan pajak. 7. Kewajiban

a. Setiap pengusaha hotel wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak untuk mendapatkan NPWPD.

b. Apabila pengusaha hotel tidak melaksanakan kewajiban di atas maka walikota atau pejabat yang ditunjuk menetapkan NPWPD secara jabatan.

c. Wajib pajak hotel wajib memasang pengukuhan sebagai wajib pajak pada tempat yang mudah dilihat dan dibaca oleh umum di tempat usahanya.

d. Wajib pajak wajib memasang atau menyediakan informasi daftar harga ditempat usahanya yang diketahui umum.

e. Setiap transaksi pembayaran atas pelayanan di hotel wajib disertai tanda bukti pembayaran yang diberi nomor urut dan tanggal.

f. Tanda bukti pembayaran wajib dimintakan pengesahan terlebih dahulu kepada walikota atau pejabat yang ditunjuk.


(51)

g. Dikecualikan dari ketentuan kewajiban di atas bagi wajib pajak yang menggunakan tanda bukti pembayaran berupa dokumen cetak dari peralatan elektronik.

h. Tanda bukti pembayaran dibuat 3 (tiga) rangkap, lembar pertama untuk konsumen, lembar kedua untuk wajib pajak dan lembar ketiga untuk walikota atau pejabat yang ditunjuk.

i. Wajib pajak hotel wajib menambahkan pajak hotel atas pembayaran pelayanan di hotel dengan mengenakan tarif pajak sesuai dengan peraturan yang diatur dalam peraturan daerah.

j. Apabila wajib pajak hotel tidak menambahkan pajak sebagaimana dimaksud di atas, maka jumlah pembayaran telah termasuk pajak hotel.

8. Masa Pajak dan Saat Terutangnya Pajak

Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender.

E. Penelitian Terdahulu

Penelitian pertama dilakukan oleh Dwi Tiyasari Komala (2010)

dengan judul “Analisis Kontribusi Pajak Hotel dan Restoran terhadap Penerimaan Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Tegal”. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui besarnya kontribusi pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan pendapatan asli daerah, pengaruh jumlah hotel dan restoran, tingkat inflasi dan jumlah wisatawan nusantara terhadap realisasi pajak hotel dan restoran serta upaya peningkatan penerimaan pendapatan asli


(52)

daerah. Hasil dari penelitian ini adalah adanya hubungan yang sangat kuat antara pajak hotel dan restoran, tingkat inflasi dan jumlah wisatawan nusantara secara bersama-sama terhadap realisasi penerimaan pajak hotel dan restoran. Sementara rata-rata besarnya kontribusi realisasi pajak hotel dan restoran terhadap penerimaan Pendapatan Asli Daerah masih dibilang sangat kecil.

Penelitian kedua Suci Wulandari (2014), dengan judul penelitian

“Pengaruh Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan

Pajak Parkir Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Tanjung Pinang Periode 2009-2013”. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Pajak Hotel, Pajak Restoran, Pajak Hiburan, Pajak Reklame dan Pajak Parkir secara simultan berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah. Sedangkan jika diuji secara terpisah maka masing-masing variabel tidak berpengaruh signifikan terhadap Pendapatan Asli Daerah.

F. Perumusan Hipotesa

Pajak hiburan dan pajak hotel merupakan komponen dari pajak daerah, sedangkan pajak daerah merupakan komponen dari pendapatan asli daerah. Penerimaan pajak hiburan dan pajak hotel tentunya akan memberi pengaruh yang signifikan maupun yang tidak signifikan. Bentuk dari pengaruh tersebut adalah jika jumlah penerimaan pajak hiburan dan pajak hotel meningkat maka akan menyebabkan peningkatan pada pendapatan asli


(53)

daerah dan sebaliknya jika jumlah penerimaan pajak hiburan dan pajak hotel turun maka jumlah penerimaan pendapatan asli daerah juga menurun.

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis yang peneliti rumuskan adalah:

Ho: Tidak ada pengaruh signifikan antara Pajak Hiburan dan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah.

Ha: Ada pengaruh signifikan antara Pajak Hiburan dan Pajak Hotel terhadap Pendapatan Asli Daerah.


(54)

34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus pada Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta. Studi kasus adalah suatu metode untuk memahami individu yang dilakukan secara integratif dan komprehensif agar diperoleh pemahaman yang mendalam tentang individu tersebut beserta masalah yang dihadapinya dengan tujuan masalahnya dapat terselesaikan dan memperoleh perkembangan diri yang baik (Susilo Rahardjo & Gudnanto, 2011:250).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian dilaksanakan di Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta.

2. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juni 2015.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah Dinas Pajak Daerah dan Pengelolaan Keuangan Kota Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Objek dalam penelitian ini adalah pajak hiburan, pajak hotel dan pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta.


(55)

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasiadalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2007:55). Populasi dalam penelitian ini adalah data pajak hiburan, pajak hotel dan pendapatan asli daerah.

2. Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2007: 56). Sampel dalam penelitian ini adalah data pajak hiburan, pajak hotel dan pendapatan asli daerah Kota Yogyakartadari tahun 2008 sampai tahun 2013.

E. Teknik Pengumpulan Data 1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab langsung kepada subjek penelitian (Jogiyanto,2010:93). Metode ini dilakukan untuk mendapatkan informasi berupa data-data atau laporan realisasi yang berhubungan dengan pajak hiburan, pajak hotel dan pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta.

2. Dokumentasi

Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mencatat data dari laporan yang dimiliki. Metode ini dilakukan untuk memperoleh data laporan realisasi pajak hiburan, pajak hotel, pendapatan asli daerah dan gambaran umum Kota Yogyakarta.


(56)

F. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data-data yang berasal dari laporan-laporan yang sesuai dengan masalah yang diteliti. Data-data yang diperlukan adalah:

1. Gambaran Umum Kota Yogyakarta

2. Realisasi penerimaan pajak hiburan dan pajak hotel Kota Yogyakarta dari tahun 2008 sampai tahun 2013.

3. Total realisasi pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta dari tahun 2008 sampai tahun 2013.

G. Variabel Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka dapat diidentifikasi variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel dependen atau variabel terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (Sugiyono, 2007:3). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta.

2. Variabel independen atau variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependen (Sugiyono,2007:3). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pajak hiburan dan pajak hotel.


(57)

H. Teknik Analisis Data

Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah melakukan analisis data. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis data adalah sebagai berikut:

1. Uji Normalitas Data

Menurut Nugroho (2005:18), “Uji normalitas bertujuan untuk

mengetahui distribusi data dalam variabel yang akan digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam penelitian

adalah data yang memiliki distribusi normal.”Uji normalitas dalam

penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Data dikatakan berdistribusi normal jika output SPSS Kolmogorov-Smirnovmenunjukkan nilai Asimp. Sig(2-tailed) lebih besar dari nilai level of significant yaitu 0,05.

2. Uji Asumsi Klasik

Model regresi linier berganda dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi asumsi normalitas data dan terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik, baik itu multikolinearitas, autokorelasidan heteroskedastisitas (Nugroho,2005:57).

a. Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah keadaan di mana antara dua variabel independen atau lebih pada model regresi terjadi hubungan linear yang sempurna atau mendekati sempurna. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah


(58)

multikolinearitas. Salah satu cara mendeteksi ada tidaknya multikolinearitas yaitu dengan melihat nilai Tolerance dan VIF (Variance inflation factor). Dalam kebanyakan penelitian menyebutkan jika Tolerance lebih dari 0,1 dan VIF kurang dari 10 maka tidak terjadi multikolinearitas. (Priyatno,2012:61)

b. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah keadaan di mana terjadinya ketidaksamaan varian dari residual pada model regresi. Model regresi yang baik mensyaratkan tidak adanya masalah heteroskedastisitas. Salah satu cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas adalah dengan melihat pola titik-titik pada scatterplots regresi. Jika titik-titik menyebar dengan pola yang tidak jelas di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heteroskedastisitas pada model regresi. (Priyatno,2012:62).

c. Uji Autokorelasi

Alat uji ini digunakan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linier ada korelasi antara kesalahan penganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Secara praktis, bisa dikatakan bahwa nilai residu yang ada tidak berkorelasi satu dengan yang lain. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi. Tentu saja


(59)

model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi. (Santoso,2010:213)

Mendeteksi ada atau tidak autokorelasi adalah dengan melihat angka Durbin-Watson. Penelitian ini menggunakan asumsi umum untuk mendeteksi autokorelasi dengan patokan (Santoso,2010:215) :

1) Angka D-W di bawah -2 berarti ada autokorelasi positif. 2) Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak ada

autokorelasi.

3) Angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. 3. Uji Hipotesis

a. Analisis Regresi Linier Berganda

Teknik analisis linier berganda bertujuan untuk mengetahui hubungan fungsional antara beberapa variabel bebas secara bersama-sama terhadap variabel terikat. (Nugroho,2011:92)

Model regresi berganda yang memiliki dua variabel independen dan satu variabel dependen adalah sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X2 + e

Keterangan:

Y : variabel terikat (pendapatan asli daerah) a : konstanta


(60)

b1: koefisien regresi berganda yang mengukur besarnya perubahan Y (pendapatan asli daerah) akibat perubahan X1 (pajak hiburan) sebesar satu satuan dengan asumsi X2 (pajak hotel) tetap.

X2 : pajak hotel

b2 :koefisien regresi berganda yang mengukur besarnya perubahan variabel Y (pendapatan asli daerah) akibat perubahan X2 (pajak hotel) sebesar satu satuan dengan asumsi X1 (pajak hiburan) tetap. e : error

b. Uji R2 (Koefisien Determinasi)

Koefisien determinasi (R2) bertujuan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel independen menjelaskan variabel dependen. Nilai R2 dikatakan baik jika di atas 0,5 karena nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (Nugroho, 2005:50). Formula dari uji ini adalah:

Keterangan:

R2 : Koefisien Determinasi X1 : Variabel Pajak Hiburan X2 : Variabel Pajak Hotel b1,b2 : Koefisien regresi


(61)

c. Uji F (Uji hipotesis Koefisien Regresi Secara Menyeluruh)

Tujuan uji F adalah untuk mengetahui pengaruh bersama-sama variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil F-test ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel ANOVA (Nugroho,2005:53). Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai F hitung dengan F tabel pada derajat bebas tertentu yaitu n-k-1 dengan taraf nyata atau signifikan α= 5%.

Ho ditolak dan Ha diterima atau sebaliknya apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Fhitung > F tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara variabel-variabel bebas terhadap variabel independen.

2) F hitung < F tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan secara simultan antara variabel-variabel bebas terhadap variabel independen.

d. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)

Uji t dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Hasil uji ini pada output SPSS dapat dilihat pada tabel Coeffiisientsa. (Nugroho,2005:54)


(62)

Keterangan:

t : t hitung yang diperoleh b1 : koefisien regresi se : standard error n : jumlah data

k : jumlah variabel bebas.

Ho diterima dan Ha ditolak atau sebaliknya apabila memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) t hitung>t tabel dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05 maka hipotesa Ho ditolak dan Ha diterima.

2) thitung< t tabel dengan taraf signifikan sebesar α = 0,05 maka hipotesa Ho diterima dan Ha ditolak.


(63)

43 BAB IV

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah Kota Yogyakarta

Kota Yogyakarta didirikan pada tahun 1755, bersamaan dengan dibangunnya Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I di bekas Hutan Bering, suatu kawasan diantara Sungai Winongo dan Sungai Code di mana lokasi tersebut terlihat strategis menurut segi pertahanan dan keamanan pada waktu itu. Pemerintah Kotamadya Yogyakarta baru dibentuk sejak tanggal 7 Juni 1947 di mana saat berdirinya disebut sebagai Kota Praja. Berbeda dengan kota lainnya, di zaman penjajahan Belanda Kota Yogyakarta memang belum pernah menjadi kota otonom sehingga Kota Yogyakarta belum memiliki pemerintahan sendiri. Kota Praja Yogyakarta yang lahir dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947 yang membentuk Kota Yogyakarta sebagai kota haminte atau kota otonom. Undang-Undang tersebut merupakan produk perundang-undangan di zaman kemerdekaan tertanggal 7 Juni 1947. Kotamadya yang dikenal sebagai kota perjuangan itu tidak dibentuk pada masa penjajahan melainkan dibentuk pada masa kemerdekaan.

Sesudah proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII menerima piagam pengangkatan menjadi gubernur dan wakil gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dari presiden Republik Indonesia. Oleh karena itu pada tanggal 5 September 1945 Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengeluarkan


(64)

amanatnya yang pertama yang menyatakan bahwa daerah Kasultanan dan daerah Pakualaman merupakan Daerah Istimewa dan menjadi bagian dari Republik Indonesia menurut pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dan atas keadaan Daerah Istimewa Yogyakarta beliau bertanggungjawab langsung kepada presiden Republik Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 30 Oktober 1945 beliau mengeluarkan amanatnya yang kedua yang menyatakan bahwa pelaksanaan pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta akan dilakukan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII bersama-sama dengan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia.

Kota Yogyakarta baik yang menjadi bagian dari Kasultanan maupun Pakualaman telah membentuk satu DPR kota dan dewan pemerintahan kota yang dipimpin oleh kedua bupati Kasultanan dan Pakualaman. Akan tetapi Kota Yogyakarta belum menjadi kota praja atau kota otonom karena kekuasaan otonom yang meliputi bidang pemerintahan masih tetap di bawah pemerintahan Daerah Istimewa Yogyakarta. Otonomi baru diserahkan dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947 di mana pasal 1 menyatakan bahwa kabupaten/kota Yogyakarta yang meliputi wilayah Kasultanan dan Pakualaman serta beberapa daerah Kabupaten Bantul (yang sekarang menjadi Kecamatan Kota Gede dan Umbulharjo) ditetapkan sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Daerah itu dinamakan Haminte Kota Yogyakarta.

Secara yuridis formal Kota Yogyakarta telah sah menjadi kota otonom pada tanggal 7 Juni 1947 dan bahkan telah dibentuk pemerintahan. Hanya


(65)

saja penyerahan wewenang dari Daerah Istimewa Yogyakarta kepada Kota Praja Yogyakarta yang menjadi haknya menurut Undang-Undang belum dilaksanakan karena bermasalah dengan pengaturan Undang-Undang di pusat. Tetapi hal ini teratasi dengan pembentukan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 yang mengatur tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah di seluruh wilayah dan berdasarkan Undang-Undang tersebut dikeluarkan Undang-Undang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 3 jo.19 tanggal 15 Agustus 1950 dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1950 sebagai ganti dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1947.

Maka dengan berlakunya Undang-Undang tersebut, baik Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Kota Praja Yogyakarta sama-sama ditetapkan sebagai daerah otonom. Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai daerah tingkat I dan Kota Praja Yogyakarta sebagai daerah tingkat II.

B. Kondisi Geografis Kota Yogyakarta 1. Letak Wilayah

Kota Yogyakarta berkedudukan sebagai ibukota Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan merupakan satu-satunya daerah tingkat II yang berstatus kota di samping daerah tingkat II lainnya yang berstatus Kabupaten. Secara geografis wilayah Kota Yogyakarta terbentang antara

110° 24 19 sampai 110° 28 53 Bujur Timur dan 7° 15 26 Lintang Selatan dengan ketinggian rata-rata 114 m di atas permukaan laut.


(66)

2. Batas Wilayah

Kota Yogyakarta terletak di tengah-tengah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, dengan batas-batas wilayah sebagai berikut:

Sebelah utara : Kabupaten Sleman

Sebelah timur : Kabupaten Bantul dan Sleman Sebelah Selatan : Kabupaten Bantul

Sebelah Barat : Kabupaten Bantul dan Sleman 3. Luas Wilayah

Kota Yogyakarta memiliki luas wilayah paling sempit jika dibandingkan dengan daerah tingkat II lainnya, yaitu 32,5 Km2 yang berarti 1,025 % dari luas wilayah Provinsi DIY. Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS tahun 2014, dengan luas 3.250 hektar tersebut Kota Yogyakarta terbagi menjadi 14 Kecamatan, 45 Kelurahan, 614 Rukun Warga, dan 2.524 Rukun Tetangga.

4. Keadaan Alam

Secara garis besar Kota Yogyakarta merupakan dataran rendah di mana dari barat ke timur relatif datar dan dari utara ke selatan memiliki kemiringan ± 1 derajat, serta terdapat 3 (tiga) sungai yang melintas Kota Yogyakarta, yaitu sebelah timur adalah Sungai Gajah Wong, bagian tengah adalah Sungai Code, dan sebelah barat adalah Sungai Winongo. 5. Tipe Tanah

Kondisi tanah Kota Yogyakarta yang cukup subur dan memungkinkan ditanami berbagai tanaman pertanian maupun


(67)

perdagangan. Hal ini disebabkan karena letak Kota Yogyakarta berada di dataran lereng Gunung Merapi (fluvia vulcanic foot plain) yang sebagian besar tanahnya adalah tanah regosol atau tanahh vulkanis muda.

6. Iklim

Tipe iklim tropical monsoon climate (AM) dan tropical savanna climate (AW), curah hujan rata-rata 2.012 mm/tahun dengan 119 hari hujan, suhu rata-rata 27,2°C dan kelembaban rata-rata 24,7%. Angin yang pada umumnya bertiup adalah angin muson dan pada musim hujan bertiup angin barat daya dengan arah 220° besifat basah dan mendatangkan hujan, pada musim kemarau bertiup angin muson tenggara yang agak kering dengan arah ±90° - 140° dengan rata-rata kecepatan 5-16knot/jam.

C. Penduduk dan Tenaga Kerja 1. Penduduk

Jumlah penduduk Kota Yogyakarta pada tahun 2013 sebanyak 402.679 jiwa dengan rincian 195.712 jiwa penduduk laki-laki dan 206.967 jiwa penduduk perempuan. Dengan luas wilayah 32,50 Km2 maka kepadatan penduduk Kota Yogyakarta tahun 2013 sebesar 12.390 jiwa per km2.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang paling menentukan dalam proses pembangunan di suatu wilayah. Tingkat partisipasi angkatan kerja sedikit menurun pada tahun 2013 menjadi 64,07 persen dari 66,97


(68)

persen pada tahun 2012. Bila diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin, maka tingkat TPAK perempuan hanya 57,31 persen lebih kecil dibandingkan TPAK laki-laki yang mencapai 71,41 persen. Sementara untuk jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi tahun 2013 sebanyak 4.949 jiwa yang terdiri dari 2.178 laki-laki dan 2.771 perempuan. Sebagian besar dari para pencari kerja tersebut berpendidikan sarjana yaitu 64,13 persen, diikuti oleh SMU (26,89 persen), berpendidikan diploma (5,05 persen), dan sisanya (3,92 persen) berpendidikan S2, SD dan SMP

D. Pertanian

1. Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan dibedakan menjadi lahan sawah dan lahan bukan sawah. Lahan bukan sawah meliputi lahan untuk bangunan dan sekitarnya, tegal/kebun, ladang/huma, tambak, kolam/tebat/empang, lahan yang sementara tidak diusahakan. Pada tahun 2013, luas lahan di Kota Yogyakarta tercatat seluas 3.250 hektar yang terdiri dari 71 hektar lahan sawah dan 3.179 hektar lahan bukan sawah.

2. Tanaman Pangan

Data tanaman pangan meliputi tanaman padi dan buah-buahan. Luas panen tanaman padi sawah pada tahun 2013 mencapai 166 hektar dengan produksi 1.101 ton gabah kering giling. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi padi sawah mengalami penurunan sekitar 1,78 persen dan palawija tidak berproduksi pada tahun 2013. Tanaman


(69)

buah-buahan yang paling banyak berproduksi di Kota Yogyakarta adalah mangga. Populasi pohon mangga sebanyak 10.296 pohon dengan produksi 2.526 ton.

3. Perikanan

Produksi perikanan pada tahun 2013 hanya berasal dari perikanan kolam yang berproduksi sebesar 626,02 kuintal. Ikan yang paling banyak dibudidaya di Kota Yogyakarta adalah ikan lele dan ikan nila.

4. Peternakan

Populasi ternak besar yang terdiri dari kerbau, sapi potong, sapi perah dan kuda pada tahun 2013 secara berturut-turut adalah 3 ekor, 255 ekor, 17 ekor dan 20 ekor. Populasi unggas yang terdiri dari burung puyuh, ayam buras dan itik pada tahun 2013 berturut-turut adalah 5.108 ekor, 64.937 ekor, dan 1.626 ekor. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya. E.Perekenomian

1. Ekspor

Nilai ekspor komoditas di Kota Yogyakarta pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup drastis dari tahun sebelumnya hingga mencapai 85,74 persen. Hal itu dipengaruhi terjadinya krisis ekonomi di negara-negara Eropa. Komoditas mebel kayu yang biasanya memiliki kontribusi terbesar mengalami penurunan tertinggi yaitu 99,45 persen. Walaupun secara umum nilai ekspor turun namun untuk komoditas batik painting yang merupakan produk unggulan Kota Yogyakarta mengalami


(70)

peningkatan bahkan hingga 226,87 persen. Komoditas ekspor yang juga mengalami kenaikan adalah kerajinan kulit.

2. Pasar

Pasar merupakan salah satu tempat kegiatan perekonomian masyarakat yang dapat menunjukkan tingkat kesejahteraan dari suatu wilayah/daerah. Jumlah pasar yang terdapat di Kota Yogyakarta pada tahun 2013 mencapai 31 pasar yang menempati lahan seluas 152.285 meter2 dan luas bangunan 141.163,59 meter2 dengan 15.822 pedagang. 3. Koperasi

Koperasi yang merupakan soko guru dari perekonomian, menjadi tumpuan kehidupan sebagian besar masyarakat Kota Yogyakarta. Jumlah koperasi yang terdapat di Kota Yogyakarta pada tahun 2013 sebanyak 567 koperasi dengan 55.235 anggota.

4. Industri

Industri dibedakan menjadi industri besar, sedang kecil dan rumah tangga. Industri yang terdapat di Kota Yogyakarta adalah industri kulit, pengolahan logam, makanan, minuman, tembakau, furniture, pengolahan hasil pertanian dan kehutanan.

F. Transportasi dan Pariwisata 1. Transportasi

Tersedianya prasarana/infrastruktur yang memadai merupakan salah satu modal dasar untuk meningkatkan kegiatan masyarakat suatu daerah, baik untuk kegiatan yang sifatnya sosial maupun kegiatan perekonomian.


(71)

Salah satu sarana/infrastruktur yang pokok adalah jalan. Untuk memenuhi transportasi darat tersedia dua jenis kendaraan angkutan darat utama yaitu kendaraan bermotor dan kereta api. Angkutan kereta api yang ada di Kota Yogyakarta meliputi angkutan untuk penumpang dan barang, yang terdiri dari dua stasiun yaitu stasiun Tugu yang khusus diperuntukkan bagi pemberangkatan penumpang kereta bisnis dan eksekutif dan stasiun Lempuyangan yang diperuntukkan bagi pemberangkatan penumpang kereta ekonomi serta barang.

2. Pariwisata

Yogyakarta selain dikenal sebagai kota pelajar juga dikenal sebagai kota budaya dan kota pariwisata. Banyak potensi wisata yang dimiliki kota ini antara lain wisata belanja, wisata kuliner, wisata alam juga wisata budaya. Predikat Kota Yogyakarta sebagai kota wisata pariwisata menjadi magnet yang sangat besar untuk menarik pengunjung dari seluruh nusantara. Wisata yang terdapat di Kota Yogyakarta diantaranya adalah Pasar Beringharjo, kawasan Malioboro, Museum Sono Budaya, Benteng Vredeburgdan Museum Sasmita Loka.


(72)

G.Pendapatan Asli Daerah

Pendapatan Asli Daerah Kota Yogyakarta diperoleh dari beberapa pos penerimaan yaitu:

1. Pajak Daerah a. Pajak Hotel b. Pajak Restoran c. Pajak Hiburan d. Pajak Reklame

e. Pajak Penerangan Jalan f. Pajak Parkir

g. Pajak Air Tanah

h. Pajak Sarang Burung Walet

i. Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 2. Retribusi Daerah

a. Retribusi Pelayanan Kesehatan

b. Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan

c. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk d. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk e. Retribusi Penggantian Biaya Cetak Akte Catatan Sipil f. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Pengabuan Mayat g. Retribusi Parkir di Tepi Jalan Umum

h. Retribusi Pasar


(73)

j. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah k. Retribusi Terminal

l. Retribusi Tempat Khusus Parkir

m. Retribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa n. Retribusi Rumah Potong Hewan

o. Retribusi Pengolahan Limbah Cair

p. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah q. Retribusi Izin Mendirikan Bangunan

r. Retribusi Ijin Gangguan s. Retribusi Perijinan Angkutan

t. Retribusi Pelayanan Kesehatan di RSUD u. Retribusi Perijinan Usaha di Bidang Pariwisata

3. Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan (bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD)

a. PDAM Tirtamarta b. PD.BPR Bank Jogja

c. Bank Pembangunan Daerah

d. Penerimaan Bagi Hasil Laba BUKP 4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah

a. Hasil Penjualan Aset Daerah yang Tidak Dipisahkan b. Jasa Giro

c. Pendapatan Bunga Deposito d. Tuntutan Ganti Kerugian Daerah


(1)

Hasil Wawancara

Nama : Kisbiantoro

Jabatan : Kepala Bagian Pendaftaran dan Pendataan Tanggal : 18 Agustus 2015

1. Komponen-komponen apa saja yang mempengaruhi pajak hiburan?

Komponen-komponen yang mempengaruhi pajak hiburan terdapat di dasar

hukum pajak daerah yaitu Peraturan Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011.

Tetapi karena ada beberapa yang sudah tidak beroperasi lagi maka komponen

penerimaan pajak hiburan Kota Yogyakarta adalah:

Tontonan film/ bioskop

Pagelaran kesenian non tradisional, musik, tari dan/atau busana.

Pagelaran kesenian tradisional.

Kontes kecantikan, binaraga dan sejenisnya.

Pameran.

Karoke.

Sirkus, akrobat, dan sulap.

Bilyard.

Pacuan kendaraan bermotor.

Permainan ketangkasan.

Panti pijat/massage, refleksi dan mandi uap/spa.

Pertandingan olahraga (volly dan basket).


(2)

2. Dari semua komponen tersebut, komponen manakah yang memberikan pengaruh paling besar terhadap pajak hiburan?

Komponen yang paling berpengaruh terhadap pajak hiburan yaitu tontonan

film/bioskop dan pameran di mana pameran terdiri dari kebun raya dan

museum.

3. Dari data yang diolah mengapa pajak hiburan tidak berpengaruh terhadap pajak daerah dan pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta?

Pajak hiburan tidak berpengaruh terhadap pajak daerah dan pendapatan asli

daerah karena Kota Yogyakarta sendiri merupakan kota kecil. Wilayah Kota

Yogyakarta cukup kecil bila dibandingkan dengan Kabupaten Sleman. Hal ini

berdampak terhadap pembangunan fasilitas hiburan. Faktor kedua adalah ada

beberapa fasilitas hiburan yang tutup seperti klab malam dan diskotik. Faktor

ketiga adalah pembekuan pertandingan sepakbola di seluruh Indonesia oleh

Menpora, karena sebelum adanya peraturan tersebut pertandingan sepakbola

menjadi sumber penghasilan terbesar ketiga untuk pajak hiburan setelah

tontonan film dan pameran.

4. Apakah ada kendala atau kesulitan dalam pemungutan pajak hiburan?

Ada, kendala utama yang dihadapi oleh pemerintah dalam memungut pajak

hiburan adalah kurangnya kesadaran wajib pajak dalam membayar pajak dan

adanya pajak tambahan. Contohnya adalah fitness centeryang dikenai pajak hiburan dan pajak pertambahan nilai (PPN) sehingga wajib pajak fitness center keberatan membayar dua macam pajak. Faktor lain adalah perbedaan tarif pajak hiburan di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Sebagai


(3)

contoh tarif karaoke di Kota Yogyakarta 30% sedangkan di Kabupaten

Sleman hanya 10% sehingga wajib pajak karaoke di Kota Yogyakarta

keberatan membayar pajak.

5. Kontribusi pajak hiburan untuk tahun 2013 hanya sebesar 3% saja. Hal ini sangat jauh bila dibandingkan dengan dengan kontribusi pajak hotel yaitu sebesar 29%. Bagaimana langkah atau kebijakan dari pemerintah sendiri agar pendapatan dari pajak hiburan bisa meningkat setiap tahun dan memberi kontribusi yang besar terhadap pajak daerah dan pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta?

Memang benar kontribusi pajak hiburan sangat kecil. Pajak daerah yang

memberikan kontribusi besar adalah pajak hotel, bea perolehan hak atas tanah

dan bangunan, pajak restoran, dan pajak penerangan jalan. Pajak hiburan

yang sebagian besar berasal dari kegiatan insidentil berpengaruh terhadap

penerimaan pajak hiburan. Oleh karena itu langkah-langkah yang dilakukan

pemerintah untuk meningkatkan pendapatan pajak hiburan adalah:

Memonitoring ke media cetak, hotel-hotel, maupun ke tempat-tempat

umum lainnya untuk mengecek apakah benar kegiatan tersebut diadakan,

kemudian melakukan koordinasi dengan dinas perizinan apakah kegiatan

tersebut benar memiliki izin atau tidak.

Melakukan pemeriksaan secara sederhana dan lengkap ke tempat kegiatan

untuk mengetahui apakah kegiatan tersebut benar-benar dilakukan sesuai


(4)

6. Apa alasan pembangunan hotel di daerah Kota Yogyakarta? Bukankah di kawasan Kota Yogyakarta sudah banyak sekali terdapat hotel dan apakah hotel-hotel tersebut dikenai pajak hotel?

Pembangunan hotel di Kota Yogyakarta harus dibedakan antara izin dan

pajak. Tetapi sebenarnya banyak juga hotel-hotel seperti di kawasan pasar

kembang dan kecamatan kraton yang tidak memiliki izin. Pemungutan pajak

hotel tidak ada pembedaan antara hotel yang mempunyai izin atau tidak

sehingga hotel yang berizin atau tidak tetap dikenai pajak hotel.

7. Kawasan malioboro dan sekitarnya banyak terdapat hotel baik yang besar maupun kecil. Apakah semua hotel tersebut dikenai pajak hotel atau hanya hotel yang mempunyai jumlah kamar tertentu yang dikenakan pajak?

Semua bangunan yang melakukan aktivitas perhotelan, tetap dikenai pajak

hotel. Jadi, tidak ada pembedaan dalam pemungutan pajak hotel.

8. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, objek pajak hotel termasuk jasa penunjang seperti fasilitas telepon internet, pelayanan cuci setrika, dan lain-lain. Bagaimana penghitungan ke pajak hotel?

Untuk kasus ini maka dicari jumlah penerimaan dari sewa kamar ditambah

fasilitas-fasilitas penunjang kemudian dikenakan pajak service dan terkahir


(5)

9. Bagaimana pemungutan pajak hotel jika ada restoran di dalam hotel?

Pemungutan tergantung pengelola restoran. Jika pengelola restoran adalah

manajemen hotel sendiri maka pembayaran pajak digabung dengan pajak

hotel sebaliknya jika pengelola restoran adalah pihak ketiga atau dengan kata

lain pihak luar menyewa tempat di hotel tersebut untuk membuka restoran

maka pemungutan pajak dibedakan antara pajak hotel dan pajak restoran.

Contohnya adalah Duck King Restaurant yang berada di Hotel Tentrem di

mana pengelolanya adalah pihak ketiga sehingga pembayaran pajak

dibedakan antara pajak hotel Tentrem dan pajak restoran Duck King.

10.Apakah ada kendala yang dihadapi oleh pemerintah dalam pemungutan pajak hotel?

Wajib pajak tidak menarik langsung pajak dari konsumen sehingga wajib

pajak sendiri yang menanggung pajak hotel.

Perang tarif antara hotel kelas bintang dan hotel kelas melati di mana hotel

kelas bintang memasang tarif setara dengan hotel kelas melati sehingga

pihak hotel kelas melati kesulitan untuk mendapatkan konsumen dan

mereka harus mengurangi biaya operasional dan tidak bisa untuk

membayar pajak.

Kesadaran konsumen yang biasanya datang berombongan dan meminta

potongan harga tanpa memikirkan pajak hotel sehingga pada akhirnya


(6)

11.Bagaimana kebijakan yang sebaiknya diambil oleh pemerintah supaya pajak hotel tetap mampu memberikan kontribusi terhadap pajak daerah dan pendapatan asli daerah Kota Yogyakarta?

Mengadakan penyuluhan setiap tahun ke kelurahan-kelurahan di Kota

Yogyakarta tentang arti pentingnya pembayaran pajak terhadap

pembangunan daerah.

Melakukan pembinaan kepada setiap wajib pajak dan memberikan dana

atau kompensasi jumlah pajak yang mereka bayarkan agar mereka lebih

patuh dalam membayar pajak hotel.

Memberikan kemudahan pelayanan kepada wajib pajak hotel dalam

bentuk pengoperasian Electronic Tax ((E-Tax).

Memberikan penghargaan kepada wajib pajak yang melakukan

pembukuan dan pencatatan yang baik serta taat membayar pajak.

Meningkatkan penyediaan infrastruktur untuk mendukung peningkatan