Analisis unjuk kerja jaringan WLAN : studi kasus PT Kanisius.
ABSTRAK
Wireless LAN(WLAN) merupakan jaringan lokal yang menggunakan gelombang radio sebagai media penghubungnya, sehinga mempermudah mobilitas akses internet tanpa harus menggunakan kabel. Teknologi ini sangat dibutuhkan karyawan PT Kanisius untuk bekerja menggunakan device mereka, Maka dibutuhkan kualitas layanan jaringan yang baik untuk mendukung pekerjaan karyawan. Untuk mengetahui kualitas layanan jaringan WLAN perlu dilakukan pengukuran,yang meliputi Hotspot Environment, Site Coverage, dan Performa jaringan.
Dalam tugas akhir ini, dilakukan pengukuran dan penghitungan pada jaringan WLAN yang dimiliki oleh PT Kanisius. PT Kanisius menerapkan teknologi WDS (Wireless Distribution System) dengan satu Access point sebagai pemancar, dan tiga repeater sebagai penguat sinyal. Penelitian diawali dengan pengumpulan data berupa peta gedung dan jumlah access point yang telah terpasang. Setelah data tersebut diperoleh dilakukan site survey untuk mengetahui letak dan persebaran access point dan repeater. Kemudian melakukan pengukuran coverage setiap access point dan repeater. Selanjutnya menguji performa access point dan repeater serta jaringan dengan parameter throughput, jitter, packet loss menggunakan tools Iperf dengan cara mengirimkan paket TCP dan UDP berdasarkan degradasi kategori kualitas sinyal.
Hasil yang akan didapat dari analisis beberapa skenario pengujian adalah kesesuaian jaringan WLAN PT Kanisius dengan teori membangun jaringan hotspot, pemetaan coverage seluruh access point dan repeater berdasarkan kategori degradasi kualitas sinyal , channel overlapping dan performa perangkat WLAN dan jaringan WDS.
Kata Kunci: Wireless LAN(WLAN), Wireless Distribution System(WDS), Iperf, Coverage, Throughput, Jitter, Packet Loss.
(2)
ABSTRACT
Wireless LAN (WLAN) is a local network that uses radio waves as a connecting medium , so that it facilitates the mobility of internet access without using cables. This technology is needed by the employee of PT Kanisius for working by using their own device. The employees need a good quality network services to support their job. To determine the quality of WLAN network service, the measurement which includes Hotspot Environment, Site Coverage, and network performance are needed.
In this thesis, measurement and calculation of the WLAN network owned by PT Kanisius were done. PT Kanisius applied WDS technology (Wireless Distribution System) with one Access Point as the transmitter and three repeaters as the signal amplifier. This research was started by collecting the data such as map of the building and the number of access points that have been installed. After those data were collected, site survey was done to determine the location and distribution of the access point and repeater. The next step was testing the performance of the access point and repeater as well as network with parameter throughput, jitter, packet loss using Iperf tools by sending TCP and UDP packages based on the degradation of signal quality category.
The result to be obtained from the analysis of multiple test scenarios is the suitability of WLAN network of PT Kanisius with theory building hotspot network , mapping coverage of the entire access point and repeater based on the category of degradation of signal quality, overlapping channel, and WLAN device and WDS network performance.
Key words: Wireless LAN (WLAN), Wireless Distribution System (WDS), Iperf, Coverage, Throughput, Jitter, Packet Loss.
(3)
i
ANALISIS UNJUK KERJA JARINGAN WLAN
“Studi
Kasus PT
Kanisius”
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Program Studi Teknik Informatika
Oleh :
Yohanes Prasetya Jati 105314018
PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
ii
THE ANALYSIS OF PERFORMANCE WLAN
“Case
Study PT Kanisius
”
A THESIS
Presented as Partial Fulfillment of The Requirements to Obtain The Sarjana Komputer Degree
in Informatics Engineering Study Program
By :
Yohanes Prasetya Jati 105314018
INFORMATICS ENGINEERING STUDY PROGRAM FACULTY OF SCIENCE AND TECHNOLOGY
SANATA DHARMA UNIVERSITY YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
v
MOTTO
Saat kau jatuh dan tak berdaya, lakukan saja yang terbaik, dan
Tuhan akan mengurus sisanya
-Mat 6:25-34-
Apakah saya gagal atau sukses Bukanlah hasil perbuatan orang lain. Sayalah yang menjadi pendorong diri sendiri.
-Elaine Maxwell-
Sesuatu yang belum dikerjakan seringkali tampak mustahil, kita
baru yakin kalau kita telah berhasil melakukannya dengan baik
-Evelyn Underhill-
Skripsi ini dipersembahkan untuk : Tuhan Yesus Kristus, Dosen, Keluarga dan Teman-teman Terima Kasih
(8)
vi
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat dan menggunakan hasil karya atau sebagian dari hasil karya orang lain, kecuali yang tercantum dan disebutkan dalam kutipan serta daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 23 Januari 2015 Penulis
(9)
vii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertandatangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Yohanes Prasetya Jati
NIM : 105314018
Demi pengembanhan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:
“ANALISIS UNJUK KERJA JARINGAN WLAN Studi Kasus PT Kanisius”
Bersama perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu memberikan royalty kepada saya selama mencantumkan saya sebagai penulis.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 23 Januari 2015 Penulis
(10)
viii
ABSTRAK
Wireless LAN(WLAN) merupakan jaringan lokal yang menggunakan gelombang radio sebagai media penghubungnya, sehinga mempermudah mobilitas akses internet tanpa harus menggunakan kabel. Teknologi ini sangat dibutuhkan karyawan PT Kanisius untuk bekerja menggunakan device mereka, Maka dibutuhkan kualitas layanan jaringan yang baik untuk mendukung pekerjaan karyawan. Untuk mengetahui kualitas layanan jaringan WLAN perlu dilakukan pengukuran,yang meliputi Hotspot Environment, Site Coverage, dan Performa jaringan.
Dalam tugas akhir ini, dilakukan pengukuran dan penghitungan pada jaringan WLAN yang dimiliki oleh PT Kanisius. PT Kanisius menerapkan teknologi WDS (Wireless Distribution System) dengan satu Access point sebagai pemancar, dan tiga repeater sebagai penguat sinyal. Penelitian diawali dengan pengumpulan data berupa peta gedung dan jumlah access point yang telah terpasang. Setelah data tersebut diperoleh dilakukan site survey untuk mengetahui letak dan persebaran access point dan repeater. Kemudian melakukan pengukuran coverage setiap access point dan repeater. Selanjutnya menguji performa access point dan repeater serta jaringan dengan parameter throughput, jitter, packet loss menggunakan tools Iperf dengan cara mengirimkan paket TCP dan UDP berdasarkan degradasi kategori kualitas sinyal.
Hasil yang akan didapat dari analisis beberapa skenario pengujian adalah kesesuaian jaringan WLAN PT Kanisius dengan teori membangun jaringan hotspot, pemetaan coverage seluruh access point dan repeater berdasarkan kategori degradasi kualitas sinyal , channel overlapping dan performa perangkat WLAN dan jaringan WDS.
Kata Kunci: Wireless LAN(WLAN), Wireless Distribution System(WDS), Iperf, Coverage, Throughput, Jitter, Packet Loss.
(11)
ix
ABSTRACT
Wireless LAN (WLAN) is a local network that uses radio waves as a connecting medium , so that it facilitates the mobility of internet access without using cables. This technology is needed by the employee of PT Kanisius for working by using their own device. The employees need a good quality network services to support their job. To determine the quality of WLAN network service, the measurement which includes Hotspot Environment, Site Coverage, and network performance are needed.
In this thesis, measurement and calculation of the WLAN network owned by PT Kanisius were done. PT Kanisius applied WDS technology (Wireless Distribution System) with one Access Point as the transmitter and three repeaters as the signal amplifier. This research was started by collecting the data such as map of the building and the number of access points that have been installed. After those data were collected, site survey was done to determine the location and distribution of the access point and repeater. The next step was testing the performance of the access point and repeater as well as network with parameter throughput, jitter, packet loss using Iperf tools by sending TCP and UDP packages based on the degradation of signal quality category.
The result to be obtained from the analysis of multiple test scenarios is the suitability of WLAN network of PT Kanisius with theory building hotspot network , mapping coverage of the entire access point and repeater based on the category of degradation of signal quality, overlapping channel, and WLAN device and WDS network performance.
Key words: Wireless LAN (WLAN), Wireless Distribution System (WDS), Iperf, Coverage, Throughput, Jitter, Packet Loss.
(12)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur dan terima kasih penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ANALISIS UNJUK KERJA JARINGAN WLAN “Studi Kasus PT Kanisius”.
Tugas ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana komputer program studi Teknik Informatika, Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Sanata Dharma.
Penulis menyadari dalam penyusunan ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan yang baik ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang telah melimpahkan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Paulina Heruningsih Prima Rosa, S.Si., M.Sc. selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi.
3. Ibu Ridowati Gunawan, S.Kom., M.T. selaku Ketua Program Studi Teknik Informatika
4. Bapak B. Herry Suharto, S.T., M.T. selaku dosen pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran waktu, kebaikan, dan motivasi.
5. Bapak Puspaningtyas Sanjoyo Adi, S.T., M.T. dan Bapak St. Yudianto Asmoro, S.T., M.Kom selaku dosen penguji atas kritik dan saran yang telah diberikan.
6. Ibu Agnes Maria Polina S.Kom., M.Sc. selaku Dosen Pembimbing Akademik. 7. Seluruh dosen yang mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan berharga
selama penulis belajar di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
8. Pihak sekretariat dan laboran yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Kedua orang tua tercinta Ambrosius Purwantara dan C. Tutik Marwati. Terimakasih untuk setiap doa, kasih sayang, perhatian, dan dukungan yang selalu diberikan kepada saya.
(13)
xi
10.Adik saya William Dito yang telah memberikan doa dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
11.Mbah Karno dan Mbah Mariyam serta Mbah Senu kakung putri yang telah memberikan doa dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
12.Bulik, Om, Pakdhe, Budhe yang selalu memberikan dukungan dan doa.
13.Lucia Dian Rosita yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi ini.
14.Yohanes Adityas Putra, Terimakasih atas kerjasama dalam menyelesaikan skripsi ini.
15.Sahabat-sahabatku: Rendy, Bayox, Rendra, Kampret, Sibrox, Pendol, Terimakasih telah memberikan semangat kepada saya.
16.Seluruh teman-teman kuliah Teknik Informatika 2010 (@_HMPS) Aan, Apen, Anonk, Bendot, CB, Duwek, Limpunk, Lutvi, Ndhupan, Very, Codot, Jacky, Kejut, Mendo, Agung Surono, Yulius, Lia, Tita, Ika, Festi dan lain-lain. Terimakasih untuk kebersamaan kita selama menjalani masa perkuliahan. 17.Keluarga besar Kos Antaxena: Mas Liyus, Ajik, Mas Budi, Irna, Lucky,
Hendra, Tepik, Mas Eko, Dondon.
18.PT Kanisius yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, Khususnya Pak Totok dan Pak Denny yang membantu dalam pengumpulan data.
19.Semua pihak dan teman-teman yang telah membantu penyusunan skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan demi pernaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya.
Yogyakarta, 23 Januari 2015 Penulis
(14)
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN HASIL KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR TABEL ... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 2
1.3Tujuan Penelitian ... 3
1.4Manfaat Penelitian ... 3
1.5Batasan Masalah ... 3
1.6Metodologi Penelitian ... 3
1.7Sistematika Penulisan ... 5
BAB 2 LANDASAN TEORI ... 6
2.1 Jaringan Wireless LAN ... 6
2.1.1 Wireless Distribution System (WDS) ... 6
2.1.2 Standar 802.11 a/b/g/n ... 10
2.2. Model TCP/IP ... 14
2.2.1 TCP (Transmision Control Protocol) ... 15
2.2.2 UDP (User Datagram Protocol) ... 17
2.2.3 IP (Internet Protocol) ... 19
(15)
xiii
2.3.1 Hotspot Environment ... 20
2.3.2 Site Coverage ... 22
2.3.3 Memilih Perangkat Wireless ... 24
2.3.4 Otentikasi ... 26
2.4 Antena WiFi ... 31
2.4.1 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) ... 32
2.4.2 Gain ... 33
2.4.3 Polarisasi ... 34
2.4.4 Beamwidth ... 37
2.4.5 Tipe Antena ... 38
2.5 Signal Strength ... 42
2.6 Satuan dB ... 43
2.7 Parameter Quality of Service... 45
2.8 Komponen Pengujian ... 49
BAB III METODOLOGI ... 52
3.1 Langkah Penelitian ... 52
3.2 Survey Lokasi ... 53
3.3 Rencana Pengujian ... 54
3.3.1 Langkah Pengukuran Coverage Access Point dan Repeater ... 54
3.3.2 Langkah Pengujian Performa Access Point dan Repeater ... 55
3.3.3 Langkah Pengujian Performa Jaringan WDS ... 57
3.3.4 Langkah Pengujian Kecepatan Internet ... 58
BAB IV DATA DAN ANALISIS KINERJA JARINGAN ... 59
4.1 Topologi Jaringan ... 59
4.1.1 Topologi Fisik ... 59
4.1.2 Pemetaan Wifi ... 60
4.1.3 Topologi Logik ... 61
4.2 Analisa Data ... 62
4.2.1 Hasil Pengukuran Coverage Area ... 62
4.2.1.1 Coverage Access Point Utama ... 63
(16)
xiv
4.2.1.3 Coverage Repeater 2 ... 65
4.2.1.4 Coverage Repeater 3 ... 66
4.2.1.5 Pemilihan Channel ... 67
4.2.2 Analisis Performa Jaringan dengan TCP dan UDP ... 68
4.2.2.1 Performa access point dan repeater ... 68
4.2.2.1.1 Access Point utama ... 69
4.2.2.1.2 Repeater 1 ... 73
4.2.2.1.3 Repeater 2 ... 77
4.2.2.1.4 Repeater 3 ... 80
4.2.2.2 Performa Jaringan WDS ... 83
4.2.2.2.1 Jaringan WDS 1 ... 84
4.2.2.2.2 Jaringan WDS 2 ... 87
4.2.2.2.3 Jaringan WDS 3 ... 91
4.2.3 Hasil Pengujian Kecepatan Internet ... 94
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 95
5.1 Kesimpulan ... 95
5.2 Saran ... 97
DAFTAR PUSTAKA ... 99
(17)
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Point to Point Wireless Bridge ... 8
Gambar 2.2 Point to Multi Point Wireless Bridge ... 8
Gambar 2.3 Wireless Repeater... 9
Gambar 2.4 Pembagian channel 802.11b/g/n ... 14
Gambar 2.5 Proses Pembuatan koneksi TCP (Three-way Handshake) ... 16
Gambar 2.6 Layout untuk tiga channel ... 23
Gambar 2.7 Polarisasi Antena ... 35
Gambar 2.8 Polarisasi Vertikal ... 35
Gambar 2.9 Polarisasi Horisontal ... 36
Gambar 2.10 Polarisasi Circular ... 36
Gambar 2.11 Polarisasi Cross ... 37
Gambar 2.12 BeamwidthAntena ... 38
Gambar 2.13 Antena Omnidirectional ... 38
Gambar 2.14 Pola radiasi antenna omni ... 39
Gambar 2.15 Antena Grid ... 39
Gambar 2.16 Pola radiasi antenna grid ... 40
Gambar 2.17 Antena parabolic ... 40
Gambar 2.18 Pola radiasi antenna parabolic ... 40
Gambar 2.19 Antena sectoral ... 41
Gambar 2.20 Pola radiasi antenna sectoral ... 42
Gambar 2.21 Screenshoot hasil pengukuran speedtest ... 49
Gambar 2.22 Screenshot Vistumbler ... 50
Gambar 2.23 output TCP ... 51
Gambar 2.24 output UDP ... 51
Gambar 3.1 Alur Pengujian ... 52
Gambar 3.2 Rencana pengukuran coverage pada setiap access point ... 54
Gambar 3.3 Rencana pengujian performa Access Point dan Repeater ... 55
Gambar 3.4 Rencana pengujian performa jaringan WDS... 57
(18)
xvi
Gambar 4.1 Topologi fisik WLAN PT Kanisius ... 59
Gambar 4.2 Peta lokasi peletakan Access Point ... 60
Gambar 4.3 Topologi logik WLAN PT Kanisius ... 61
Gambar 4.4 Coverage access point utama ... 63
Gambar 4.5 Coverage repeater 1 ... 64
Gambar 4.6 Coverage repeater 2 ... 65
Gambar 4.7 Coverage repeater 3 ... 66
Gambar 4.8 Hasil scanning channel ... 67
Gambar 4.9 Channel overlapping ... 67
Gambar 4.10 Grafik rata-rata throughput access point utama ... 71
Gambar 4.11 Grafik rata-rata jitter access point utama ... 72
Gambar 4.12 Grafik rata-rata packet loss access point utama ... 73
Gambar 4.13 Grafik rata-rata throughput repeater 1 ... 74
Gambar 4.14 Grafik rata-rata jitter repeater 1 ... 75
Gambar 4.15 Grafik rata-rata packet loss repeater 1 ... 76
Gambar 4.16 Grafik rata-rata throughput repeater 2 ... 78
Gambar 4.17 Grafik rata-rata jitter repeater 2 ... 79
Gambar 4.18 Grafik rata-rata packet loss repeater 2 ... 80
Gambar 4.19 Grafik rata-rata throughput repeater 3 ... 81
Gambar 4.20 Grafik rata-rata jitter repeater 3 ... 82
Gambar 4.21 Grafik rata-rata packet loss repeater 3 ... 83
Gambar 4.22 Grafik rata-rata throughput WDS 1 ... 85
Gambar 4.23 Grafik rata-rata jitter WDS 1 ... 86
Gambar 4.24 Grafik rata-rata packet loss WDS 1 ... 87
Gambar 4.25 Grafik rata-rata throughput WDS 2 ... 88
Gambar 4.26 Grafik rata-rata jitter WDS 2 ... 89
Gambar 4.27 Grafik rata-rata packet loss WDS 2 ... 90
Gambar 4.28 Grafik rata-rata throuhput WDS 3 ... 92
Gambar 4.29 Grafik rata-rata jitter WDS 3 ... 93
(19)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Standart Jaringan 802.11 ... 12
Tabel 2.2 Pembagian channel 2,4 GHz menurut ITU ... 13
Tabel 2.3 Kategori kekuatan sinyal WLAN menurut cisco ... 42
Tabel 2.4 Konversi dB ke Watt ... 43
Tabel 2.5 Konversi dB ke Watt ... 44
Tabel 2.6 Persentase packet loss ... 47
Tabel 2.7 Tabel Standar jitter ... 48
Tabel 4.1 Rata-rata Throughput access point utama... 70
Tabel 4.2 Rata-rata Jitter access point utama ... 71
Tabel 4.3 Rata-rata Packet Loss access point utama ... 72
Tabel 4.4 Rata-rata throughput repeater 1 ... 74
Tabel 4.5 Rata-rata jitter repeater 1 ... 75
Tabel 4.6 Rata-rata packet loss repeater 1 ... 76
Tabel 4.7 Rata-rata throughput repeater 2 ... 77
Tabel 4.8 Rata-rata jitter repeater 2 ... 78
Tabel 4.9 Rata-rata jitter repeater 2 ... 79
Tabel 4.10 Rata-rata throughput repeater 3 ... 80
Tabel 4.11 Rata-rata jitter repeater 3 ... 81
Tabel 4.12 Rata-rata packet loss repeater 3 ... 82
Tabel 4.13 Rata-rata throughput WDS 1 ... 84
Tabel 4.14 Rata-rata jitter WDS 1 ... 85
Tabel 4.15 Rata-rata packet loss WDS 1 ... 86
Tabel 4.16 Rata-rata throughput WDS 2 ... 88
Tabel 4.17 Rata-rata jitter WDS 2 ... 89
Tabel 4.18 Rata-rata packet loss WDS 2 ... 90
Tabel 4.19 Rata-rata throughput WDS 3 ... 91
Tabel 4.20 Rata-rata jitter WDS 3 ... 92
(20)
1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Perkembangan di bidang telekomunikasi berkembang dengan cepat
selaras dengan perkembangan masyarakat modern yang memiliki mobilitas
yang tinggi. Hal ini membuat manusia berinovasi melahirkan teknologi yang
mudah dan praktis. Dalam mengakses internet kini perkembangan dalam
bidang telekomunikasi telah mengarah pada penggunaan teknologi tanpa
kabel atau dikenal dengan istilah Wireless LAN(WLAN). WLAN merupakan
jaringan lokal yang menggunakan teknologi gelombang radio sebagai media
penghubungnya[1].
Kini teknologi wireless yang berkembang sangat membantu
masyarakat untuk terkoneksi pada jaringan internet dengan device mereka.
Sebagai perusahaan penerbitan dan percetakan, PT Kanisius sadar betul akan
kebutuhan teknologi tersebut. Teknologi ini sangat dibutuhkan karyawan PT
Kanisius untuk bekerja menggunakan device mereka. Sehinga fasilitas
tersebut mempermudah mobilitas akses internet tanpa harus menggunakan
kabel.
PT Kanisius menerapkan teknologi Wireless Distribution System
(WDS) dengan Access Point utama sebagai pemancar sinyal dan tiga
repeater di beberapa titik sebagai alat yang berfungsi untuk memperluas
jangkauan sinyal, sehingga diharapkan internet dapat diakses di titik
(21)
internet yang lambat dan sinyal WLAN tidak stabil sehingga pengguna
merasa kesulitan karena tiba-tiba koneksi internet terputus saat sedang
bekerja. Upaya yang sudah dilakukan antara lain dengan menggunakan
manajemen sehingga hanya karyawan yang bekerja di kantor yang memiliki
hak akses dan bisa terhubung dengan internet sedangkan karyawan bagian
gudang dan produksi tidak disediakan hak akses dan membatasi akses
pengguna ke beberapa situs seperti youtube dan situs jejaring sosial.
Pada penelitian ini akan dilakukan analisis jaringan WLAN di PT
Kanisius. Analisis berkaitan dengan seberapa baik kualitas jaringan WLAN
di PT Kanisius. Penulis akan menganalisa skenario yang berkaitan dengan
kecepatan internet yang didapat PT Kanisius dari ISP, jangkauan sinyal dari
access point dan repeater untuk mengetahui kesesuaian dengan panduan
membangun Hotspot yang baik, meliputi Hotspot Environment, Site
Coverage, Pemilihan perangkat dan Kualitas layanan jaringan..Hasil dari
Analisis diharapkan memberikan data yang dapat menjadi acuan untuk
perbaikan jaringan WLAN di PT Kanisius.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dituliskan permasalahan yang
akan dibahas pada penelitian ini yaitu:
1. Apa penyebab internet pada jaringan WLAN PT Kanisius lambat?
2. Bagaimana kualitas layanan jaringan WLAN PT Kanisius?
3. Bagaimana solusi untuk perkembangan performansi kinerja jaringan
(22)
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian tugas akhir ini adalah:
1. Mencari sumber dari masalah WLAN PT Kanisius.
2. Mengetahui kualitas layanan jaringan WLAN PT Kanisius.
3. Memberikan rekomendasi atau acuan untuk perbaikan jaringan WLAN
di PT Kanisius, sehingga kualitas internet dapat tercapai.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah agar PT Kanisius dapat mengetahui
informasi tentang kualitas unjuk kerja jaringan WLAN, untuk
mengoptimalkan menjadi lebih baik dalam pelayanan terhadap karyawan.
1.5 Batasan Masalah
Untuk menghindari pembahasan yang terlalu luas, penulis akan
membatasi dalam penulisan dengan hal-hal berikut:
1. Jaringan yang dibahas hanya jaringan WLAN PT Kanisius.
2. Parameter yang diuji hanya mencakup kecepatan internet, Coverage, dan
kualitas jaringan WLAN PT Kanisius.
3. Tidak membahas algoritma routing pada jaringan WLAN.
4. Pengujian menggunakan Speedtest, Vistumbler, dan software Iperf.
5. Kondisi cuaca saat penelitian tidak diperhitungkan. 1.6 Metodologi Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah
(23)
1. Studi Kasus
Mewawancarai karyawan PT Kanisius tentang permasalahan pada
jaringan WLAN dan mewawancarai staff teknik untuk mengetahui
topologi jaringan WLAN PT Kanisius.
2. Studi literatur
Mempelajari tentang arsitektur WLAN dan parameter performansi
jaringan dengan mengumpulkan jurnal, buku, dan referensi lainnya yang
dapat mendukung topik ini.
3. Model Sistem
Penelitian dilakukan berdasarkan arsitektur jaringan WLAN yang
telah berjalan pada PT Kanisius.
4. Metode pengumpulan data
Data yang diambil dalam penelitian ini adalah berupa coverage
WiFi pada setiap access point dan repeater, kecepatan internet, dan
pengukuran throughput, packet loss,dan jitter pada jaringan WLAN.
5. Metode Analisis Data
Penulis menganalisis hasil penelitian yang telah didapat dengan
melakukan perbandingan terhadap data dari beberapa pengambilan data
dan dicari penyebab terjadinya perbedaan pada data tersebut. Dari hal-hal
tersebut dapat ditarik kesimpulan tentang kinerja jaringan WLAN tersebut
sudah baik atau belum dan memberikan saran jika ingin memperbaiki
(24)
1.7 Sistematika Penulisan
Sistematika yang digunakan adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang penulisan tugas akhir, rumusan
masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi penelitian, dan
sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Bab ini menjelaskan tentang teori yang berkaitan dengan judul/rumusan
masalah di tugas akhir.
BAB III METODOLOGI
Bab ini menjelaskan tentang topologi jaringan serta spesifikasi perangkat
WLAN dan metode pengambilan data.
BAB IV DATA DAN ANALISIS KINERJA JARINGAN
Bab ini berisi tentang pelaksanaan pengujian dan hasil pengujian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan atas analisa dan saran berdasarkan hasil yang
(25)
6 BAB II
LANDASAN TEORI 2.1
Jaringan Wireless LAN
Jaringan Wireless LAN adalah jaringan yang mengkoneksikan dua
komputer atau lebih menggunakan frekuensi radio sebagai media transmisi
data[1]. Proses komunikasi tanpa kabel ini dimulai dengan munculnya
alat-alat berbasis gelombang radio seperti, walkie talkie, remote control, dan
perangkat radio lainnya. Hal ini muncul pengembangan teknologi wireless
untuk jaringan komputer. Sehingga pengguna dapat langsung terhubung pada
jaringan di area WLAN tanpa menggunakan kabel.
Dengan WLAN ini siapapun yang berada pada area WLAN dapat
dengan mudah terhubung pada jaringan tanpa harus terhubung secara fisik ke
dalam jaringan. WLAN mempunyai fleksibilitas, mendukung mobilitas,
menawarkan efisiensi dalam waktu dan biaya penginstalan karena apabila
ingin memperluas atau memindah jaringan tidak merlu menarik kabel atau
memindahkan kabel yang sudah ada.
2.1.1 Wireless Distribution System(WDS)
Wireless Distribution System (WDS) memungkinkan jaringan
wireless dikembangkan menggunakan beberapa access point tanpa harus
memerlukan backbone kabel jaringan untuk menghubungkan mereka, seperti
cara tradisional[5]. Keuntungan yang bisa kelihatan dari WDS dibanding
solusi lainnya adalah bahwa dengan WDS, header MAC address dari paket
(26)
enkapsulasi misalnya pada komunikasi antar router yang selalu menggunakan
MAC address pada hop berikutnya.Suatu access point bisa menjadi sebuah
station utama, relay, atau remote base station. Suatu base station utama pada
umumnya dihubungkan dengan system Ethernet.
Semua base station dalam WDS harus dikonfigurasi menggunakan
channel radio yang sama, methoda inkripsi (tanpa inkripsi, WEP, atau WAP)
dan juga kunci inkripsi yang sama. Mereka bisa dikonfigure dengan
menggunakan SSID (service set identifiers)yang berbeda sebagai identitas.
WDS juga mengharuskan setiap base station untuk bisa melewatkan kepada
lainnya didalam system.
. WDS memungkinkan membuat jaringan dua wireless yang besar dengan
cara membuat link beberapa wireless access point dengan WDS links. WDS
pada dasarnya digunakan untuk membangun jaringan yang besar dimana
tidak memungkinkan untuk menarik kabel, bisa disebabkan karena mahal
atau kondisi fisik yang tidak memungkinkan. WDS bisa digunakan dalam
dua jenis mode konektivitas antar access point
1. Wireless Bridging dimana komunikasi access points WDS hanya satu
dengan lainnya (antar AP) dan tidak membolehkan wireless clients
lainnya atau Station(STA) untuk mengaksesnya.
2. Wireless repeater dimana access point berkomunikasi satu sama lain
(27)
AP1 AP2
WDS Link
AP2 AP1
AP3
WD S Li
nk
WD S Link
Gambar 2.1 Point to Point Wireless Bridge
(28)
AP2 AP1
AP3
WD S Li
nk
WD S L
ink
Gambar 2.3 Wireless Repeater
WDS bisa direferensikan sebagai mode repeater karena dia bisa
tampak sebagai bridge dan juga menerima wireless clients pada saat
bersamaan (tidak seperti sistem bridge tradisional). Tetapi perlu juga
diperhatikan bahwa throughput dalam metoda ini adalah menjadi
setengahnya untuk semua clients yang terhubung secara wireless pada
repeater.
Salah satu alasan WDS bekerja dengan baik karena menggunakan
MAC untuk membangun link WDS. WDS hanya dapat mendistribusikan
paket menggunakan alamat MAC, oleh karenanya hanya perlu
mengimplementasikan lapisan layer satu dan dua saja, yaitu physical layer
dan Data link layer. Untuk berkomunikasi pada layer physical, perangkat
(29)
akan berkomunikasi dengan 802.11a, 802.11b berkomunikasi pada 802.11b.
Ketika kedua perangkat wireless dikonfigurasi dengan protocol yang sama
pada channel yang sama, maka perangkat wireless siap berkomunikasi pada
Data link layer.
2.1.2 Standar 802.11 a/b/g/n
Pada tahun 1997, sebuah lembaga independen bernama IEEE
membuat spesifikasi/standar WLAN pertama yang diberi kode 802.11.
Peralatan yang sesuai standar 802.11 dapat bekerja pada frekuensi 2,4GHz,
dan kecepatan transfer data (throughput) teoritis maksimal 2Mbps. Pada
bulan Juli 1999, IEEE kembali mengeluarkan spesifikasi baru bernama
802.11b. Kecepatan transfer data teoritis maksimal yang dapat dicapai adalah
11 Mbps. Kecepatan data sebesar ini sebanding dengan Ethernet tradisional
(IEEE 802.3 10Mbps atau 10Base-T). Peralatan yang menggunakan standar
802.11b juga bekerja pada frekuensi 2,4Ghz. Salah satu kekurangan peralatan
wireless yang bekerja pada frekuensi ini adalah kemungkinan terjadinya
interferensi dengan cordless phone, microwave oven, atau peralatan lain yang
menggunakan gelombang radio pada frekuensi sama.
Pada saat hampir bersamaan, IEEE membuat spesifikasi 802.11a
yang menggunakan teknik berbeda. Frekuensi yang digunakan 5Ghz, dan
mendukung kecepatan transfer data teoritis maksimal sampai 54Mbps.
Gelombang radio yang dipancarkan oleh peralatan 802.11a sukar menembus
dinding atau penghalang lainnya. Jarak jangkau gelombang radio lebih
(30)
dengan 802.11a. Namun saat ini cukup banyak pabrik hardware yang
membuat peralatan yang mendukung kedua standar tersebut.
Pada tahun 2002, IEEE membuat spesifikasi baru yang dapat
menggabungkan kelebihan 802.11b dan 802.11a. Spesifikasi yang diberi
kode 802.11g ini bekerja pada frekuensi 2,4Ghz dengan kecepatan transfer
data teoritis maksimal 54Mbps. Peralatan 802.11g kompatibel dengan
802.11b, sehingga dapat saling dipertukarkan. Misalkan saja sebuah yang
menggunakan kartu jaringan 802.11g dapat memanfaatkan access point
802.11b, dan sebaliknya.
Pada tahun 2006, 802.11n dikembangkan dengan menggabungkan
teknologi 802.11b, 802.11g. Teknologi yang diusung dikenal dengan istilah
MIMO (Multiple Input Multiple Output) merupakan teknologi Wi-Fi terbaru.
MIMO dibuat berdasarkan spesifikasi Pre-802.11n. Kata ”Pre-” menyatakan
“Prestandard versions of 802.11n”. MIMO menawarkan peningkatan
throughput, keunggulan reabilitas, dan peningkatan jumlah klien yang
terkoneksi. Daya tembus MIMO terhadap penghalang lebih baik, selain itu
jangkauannya lebih luas sehingga Anda dapat menempatkan laptop atau klien
Wi-Fi sesuka hati. Access Point MIMO dapat menjangkau berbagai perlatan
Wi-Fi yang ada disetiap sudut ruangan. Secara teknis MIMO lebih unggul
dibandingkan saudara tuanya 802.11a/b/g. Access Point MIMO dapat
mengenali gelombang radio yang dipancarkan oleh adapter Wi-Fi
802.11a/b/g. MIMO mendukung kompatibilitas mundur dengan 802.11 a/b/g.
(31)
108Mbps. Hingga saat ini tipe 802.11n telah mampu mencapai kecepatan
300Mbps.
Tabel 2.1. Standart Jaringan 802.11
Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS) adalah teknik yang
memodulasi sinyal informasi secara langsung dengan kode-kode tertentu
(deretan kode Pseudonoise/PN dengan satuan chip). Menggunakan carrier
yang fix pada pita freq tertentu. Transmisi dengan DSSS lebih kebal terhadap
interferensi karena saat mengirim dan merangkai ulang dengan benar hanya
ada 1 dari 10 sinyal redundan yang dibutuhkan. Membagi satu saluran untuk
banyak multiple user. DSSS memiliki keunggulan pada kapasitas tetapi
sangat sensitif terhadap lingkungan apakah itu noise, pantulan dan lain-lain.
Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) adalah
teknik transmisi dengan banyak frekuensi (multicarrier). mengandung makna
hubungan matematis antara frekuensi-frekuensi yang digunakan. Pemakaian
802.11 Protocol Freq (GHz) Bandwidth (Mhz)
Data rate per stream (Mbit/s) Allowable MIMO streams Modulation Approximate Indoor range Approximate outdoor range
(m) (ft) (m) (ft)
--- 2,4 20 1,2 1 DSSS,
FHSS 20 66 100 330
a 5 20 6,9,12,18,24,3 6, 48,54
1 OFDM
35 115 120 390
3,7 -- -- 5,00
0
16,00 0
b 2,4 20 5.5,11 1 DSSS 38 125 140 460
g 2,4 20
6,9,12,18,24,3 6, 48,54
1 OFDM,
DSSS 38 125 140 460
n 2,4/5
20
7.2, 14.4, 21.7, 28.9, 43.3,
57.8, 65, 72.2 4 OFDM
70 230 250 820
(32)
frekuensi yang saling orthogonal pada OFDM memungkinkan overlap antar
frekuensi tanpa menimbulkan interferensi satu sama lain.
802.11b/g/n menggunakan frekuensi 2,4GHz atau memiliki range mulai
dari 2,4 GHz – 2,5 GHz. Frekuensi tersebut dibagi menjadi 13 channel mulai dari channel 1 yaitu 2,412GHZ sampai dengan channel 13 yaitu 2,472 GHz.
Channel ke-14 sebelumnya digunakan di Jepang namun sudah tidak terpakai
lagi.
Tabel 2.2 Pembagian channel 2,4 GHz menurut ITU
Channel Frekuensi (GHz)
1 2,412
2 2,417
3 2,422
4 2,427
5 2,432
6 2,437
7 2,442
8 2,447
9 2,452
10 2,457
11 2,462
12 2,467
13 2,472
14 2,484
Setiap channel memiliki lebar 22MHz, ini mengakibatkan sinyal dari
sebuah channel masih akan dirasakan oleh channel lainnya yang bertetangga.
Misalnya pada channel 1 masih akan terasa di channel 2,3,4, dan 5. Karena
rentang frekuensi yang saling overlapping (tumpang tindih) maka
penggunaan channel yang berdekatan akan mengakibatkan gangguan
interference. Secara lengkap gambaran interfensi yang akan terjadi dapat
(33)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
2,412 2,417 2,422 2,427 2,432 2,437 2,442 2,447 2,452 2,457 2,462 2,467 2,472
Gambar 2.4 Pembagian channel 802.11b/g/n
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa interferensi
channel akan terhindar jiga menggunakan aturan +5 atau -5 dengan frekuensi
yang sudah digunakan. Sebagai contoh, channel 1 tidak akan overlapping
dengan channel 5 dan 11.
2.2 Model TCP/IP
Arsitektur protocol Transmission Control Protocol/Internet
Protocol(TCP/IP) merupakan hasil dari penelitian protocol dan
pengembangan dilakukan pada jaringan percobaan packet-switched,
ARPANET, yang didanai DARPA, dan secara umum ditujukan sebagai satu
set protokol TCP/IP[9]. Set protocol ini terdiri atas sekumpulan besar
protocol yang telah diajukan sebagai standart internet oleh Internet
Architectur Board(IAB).
Model TCP/IP terdiri atas lima layer yaitu:
1. Application Layer, merupakan layer program aplikasi yang
menggunakan protokol TCP/IP. Beberapa diantaranya adalah:
Telnet, FTP (File Transfer Protocol), SMTP (Simple Mail
(34)
Protocol), HTTP (Hypertext Transfer Protocol), DHCP (Dynamic
Host Configuration Protocol) dan DNS(Domian Name System) .
2. Transport Layer, berisi protokol yang bertanggung jawab untuk
mengadakan komunikasi antar dua komputer. Pada layer ini
terdiri atas dua protokol, yaitu: TCP (Transport Control Protocol)
dan UDP (User Datagram Protocol).
3. Internet Layer, berfungsi untuk menangani pergerakan paket data
dalam jaringan dari komputer pengirim ke komputer tujuan.
Protokol yang berada dalam fungsi ini antara lain: IP(Internet
Protocol),ICMP(Internet Control Message Protocol),dan IGMP
(Internet Group Management Protocol).
4. Network Layer, merupakan layer paling bawah yang bertanggung jawab mengirim dan menerima data dari dan ke media fisik
2.2.1 TCP (Transmision Control Protocol)
TCP merupakan protokol yang berada pada layer transport dari
layer TCP/IP[10]. TCP adalah protokol yang bersifat byte stream,
connection-oriented dan reliable dalam pengiriman data. TCP
menggunakan komunikasi byte-stream, yang berarti bahwa data
dinyatakan sebagai suatu urutan-urutan byte. Connecton-oriented berarti
sebelum terjadi proses pertukaran data antar komputer terlebih dahulu
harus dibentuk suatu hubungan. Hal ini dapat doanalogikan dengan proses
(35)
`
Komputer Klien
Server SYN
SYN, ACK
ACK
Kehandalan TCP dalam mengirimkan data didukung oleh
mekanisme yang disebut Positive Acknowledgement with Re-transmission
(PAR). Data yang dikirim dari layer aplikasi akan dipecah-pecah dalam
bagian-bagian yang lebih kecil dan diberi nomor urut sebelum dikirim ke
layer berikutnya. Unit data yang sudah dipecah-pecah tadi disebut
segment. TCP selalu meminta konfirmasi setiap kali selesai mengirimkan
data, apakah data tersebut sampai pada komputer tujuan dan tidak rusak.
Jika data berhasil sampai tujuan, TCP akan mengirimkan data urutan
berikutnya. Jika tidak berhasil, maka TCP akan melakukan pengiriman
ulang urutan data yang hilang atau rusak tersebut. Dalam kenyataannya
TCP menggunakan sebuah acknowledgement (ACK) sebagai suatu
pemberitahuan antara komputer pengirim dan penerima.
Proses pembuatan koneksi TCP disebut juga dengan Three-way
Handshake . Tujuan metode ini adalah agar dapat melakukan sinkronisasi
terhadap nomor urut dan nomor acknowledgement yang dikirimkan oleh
kedua pihak dan saling bertukar ukuran TCP Window. Prosesnya dapat
digambarkan sebagai berikut:
(36)
Keterangan dari gambar 2.5 adalah sebagai berikut:
1. Host pertama (yang ingin membuat koneksi) akan mengirimkan sebuah
segmen TCP dengan flag SYN diaktifkan kepada host kedua (yang hendak
diajak untuk berkomunikasi).
2. Host kedua akan meresponsnya dengan mengirimkan segmen dengan
acknowledgment dan juga SYN kepada host pertama.
3. Host pertama selanjutnya akan mulai saling bertukar data dengan host
kedua. TCP menggunakan proses handshake yang sama untuk mengakhiri
koneksi yang dibuat. Hal ini menjamin dua host yang sedang terkoneksi
tersebut telah menyelesaikan proses transmisi data dan semua data yang
ditransmisikan telah diterima dengan baik. Itulah sebabnya, mengapa TCP
disebut dengan koneksi yang reliable.
2.2.2 UDP (User Datagram Protocol)
UDP merupakan protokol yang juga berada pada layer transport
selain TCP[10]. Protokol ini bersifat connectionless dan unreliable dalam
pengiriman data. Connectionless berarti tidak diperlukannya suatu bentuk
hubungan terlebih dahulu untuk mengirimkan data. Unreliable berarti
pada protokol ini tidak dijamin akan sampai pada tujuan yang benar dan
dalam kondisi yang benar pula. Kehandalan pengiriman data pada protokol
ini menjadi tanggung jawab dari program aplikasi pada layer atasnya. Jika
dibandingkan dengan TCP, UDP adalah protokol yang lebih sederhana
dikarenakan proses yang ada didalamnya lebih sedikit. Dengan demikian
(37)
mengirimkan data tanpa melalui proses pembentukan koneksi terlebih
dahulu. Hal ini pun terjadi pada saat mengakhiri suatu koneksi, sehingga
dalam banyak hal proses yang terjadi sagatlah sederhana dibanding jika
mengirimkan data melalui protokol TCP.
Protokol UDP akan melakukan fungsi ultiplexing/demultiplexing
seperti yang dilakukan protokol TCP, bila suatu program aplikasi akan
memanfaatkan protokol DP untuk mengirimkan informasi dengan
menentukan nomor port pengirim (source port) dan nomor port penerima
(destination port), kemudian menambahkan sedikit fungsi koreksi
kesalahan lalu meneruskan segmen yang terbentuk ke protokol layer
internet. Pada layer Internet segmen tersebut ditambahi informasi dalam
bentuk datagram IP dan keudian ditentukan cara terbaik untuk
mengantarkan segmen tersebut ke sisi penerima. Jika segmen tersebut tiba
pada sisi penerima, protokol UDP menggunakan nomor port informasi IP
pengirim dan penerima untuk mengantarkan data dalam segmen ke proses
program aplikasi yang sesuai. Beberapa hal yang harus diperhatikan jika
suatu program aplikasi akan menggunakan protokol UDP sebagai protokol
transport:
1) Tidak ada pembentukan koneksi. Protokol UDP hanya mengirim
informasi begitu saja tanpa melakukan proses awal sebelumnya.
2) Tidak ada pengkondisian koneksi. Protokol UDP tidak melakukan
(38)
buffer kirim dan terima, kontrol kemacetan, nomor urutan segmen,
dan acknowledgement.
3) Memiliki header kecil. Protokol UDP meiliki 8 byte header dibanding
20 header byte pada TCP.
4) Tidak ada pengaturan laju pengiriman. Protokol UDP hanya
menekankan kecepatan kirim pada laju program aplikasi dalam
menghasilkan data, kemampuan sumber kirim (berdasarkan CPU, laju
pewaktuan, dan lain-lain) dan bandwidth akses menuju Internet. Jika
terjadi kemacetan jaringan, sisi penerima tidak perlu menerima
seluruh data yang dikirim. Dengan demikian laju penerimaan data
dibatasi oleh faktor kemacetan jaringan yang terjadi, walaupun pada
sisi kirim tidak memperhatikannya.
2.2.3 IP (Internet Protocol)
IP merupakan protokol yang paling penting yang berada pada layer
Internet TCP/IP. Semua protokol TCP/IP yang berasal dari layer atasnya
mengirimkan data melalui protokol IP ini. Seluruh data harus dilewatkan,
diolah oleh protokol IP dan dikirimkan sebagai datagram IP untuk sampai
ke sisi penerima. Dalam melakukan pengiriman data, protokol IP ini
bersifat unreliable, connectionless dan datagram delivery service.
Unreliable berarti protokol IP tidak menjamin datagram yang
dikirim pasti sampai ke tujuan. Protokol IP hanya melakukan cara terbaik
untuk menyampaikan datagram yang dikirim ke tujuan. Jika pada
(39)
(putusnya jalur, kemacetan, atau sisi penerima yang dituju sedang mati),
protokol IP hanya memberikan pemberitahuan pada sisi kirim kalau telah
terjadi permasalahan pengiriman data ke tujuan melalui protokol ICMP.
Connectionless berarti tidak melakukan pertukaran kontrol informasi
(handshake) untuk membentuk koneksi sebelum mengirimkan data.
Datagram delivery service berarti setiap datagram yang dikirim
tidak tergantung pada datagram yang lainnya. Dengan demikian
kedatangan datagram pun bisa jadi tidak berurutan. Metode ini dipakai
untuk menjamin sampainya datagram ketujuannya, walaupun salah satu
jalur menuju tujuan mengalami masalah.
2.3 Membangun Wireless Hotspot 2.3.1 Hotspot Environment
1. Ukuran Fisik
Ukuran fisik lokasi adalah faktor kunci pertama untuk
dipertimbangkan. Hal ini merupakan salah satu unsur (bersama dengan
kepadatan pengguna) yang akan menentukan berapa banyak access point
(AP) harus dipasang. Sebuah AP dapat menjangkau area melingkar sekitar
300 meter ke segala arah. Beberapa AP diharapkan dapat mencakup untuk
area yang luas.
2. Jumlah Pengguna
Faktor kunci berikutnya dalam menentukan tata letak HotSpot
adalah jumlah pengguna dan kepadatan pengguna: jumlah pengguna per
(40)
menentukan bandwidth yang dibutuhkan untuk memberikan kepuasan
pengguna. Target minimum untuk bandwidth 100Kbps per pengguna aktif.
Anda akan perlu untuk menentukan dari model penggunaan berapa banyak
pengguna yang terhubung akan aktif bersamaan. Sebagai contoh, sebuah
area dengan 5 pengguna aktif akan membutuhkan 500Kbps atau
konektivitas internet yang lebih baik.
Jumlah pengguna di daerah tertentu dapat mempengaruhi jumlah
AP diperlukan karena keterbatasan kemampuan dari AP. Pada area dengan
banyak pengguna, seperti convention hall, mungkin diperlukan lebih
banyak AP untuk menangani beban, meskipun AP tunggal dapat
menyediakan cakupan untuk daerah fisik: pengguna 20-25 per AP adalah
pedoman yang baik.
3. Model penggunaan
Faktor kunci ketiga adalah jenis aplikasi pengguna yang akan
berjalan saat terhubung ke HotSpot. Penggunaan yang diharapkan akan
berbeda di lokasi yang berbeda. Sebagai contoh, sebuah kedai kopi yang
pengguna biasa mungkin pemilik usaha kecil dan rumah dan mahasiswa,
sementara hotel mungkin akan memiliki lebih banyak kelas enterprise
pelancong bisnis. Siswa akan lebih mungkin untuk menjalankan aplikasi
seperti on-line chat, game internet dan audio streaming sementara
pelancong bisnis lebih mungkin untuk terhubung ke intranet perusahaan
(41)
Yang perlu ditentukan adalah bandwidth minimum yang
diperlukan untuk menyediakan pengguna menjalankan aplikasi di lokasi,
dengan kapasitas yang cukup untuk mendapatkan kualitas yang baik.
Jumlah ini, dikalikan dengan jumlah pengguna secara simultan,
menentukan bandwidth internet minimum yang diperlukan. Sebagai
contoh, jika Anda menentukan penggunaan di situs Anda memerlukan
200Kbps bandwidth untuk kinerja yang memadai dan Anda berharap ada
pengguna lebih dari 5 secara aktif menggunakan bandwidth yang ini pada
satu waktu (dari populasi yang berpotensi besar pengguna terhubung),
akan diperlukan koneksi internet 1Mbps.
2.3.2 Site Coverage
1. Ukuran AP cell, tata letak, dan penempatan
Banyak yang memecahkan masalah cakupan situs dengan
menambahkan lebih banyak access points, perawatan harus selalu
dilakukan sebelum membuat keputusan tersebut. Dalam banyak kasus,
jaringan nirkabel yang digunakan untuk menarik orang ke tempat usaha.
Jika ini adalah strategi, menempatkan access point di dekat dinding
eksterior atau jendela dapat menyebabkan pengguna tidak diinginkan
duduk di luar dan menggunakan, atau lebih buruk lagi, hacker
(42)
1
11
6 1
6
6 11
1 11
Gambar 2.6 Layout untuk tiga channel
Penempatan access point perlu dipertimbangkan dengan cermat
dengan menggunakan data dari survei RF ditambah dengan pertimbangan
keamanan untuk menempatkan access points di tempat yang paling tepat.
Ketika menerapkan access points, harus mempertimbangkan tata letak
saluran dan ukuran cell. Karena sifat membatasi band ISM hanya ada 3
non-interfering (non-overlapping) saluran yang tersedia untuk penggunaan
di 802.1b. Pola yang dihasilkan perlu menyerupai gambar ada saluran
yang sama AP tumpang tindih. Dalam rangka menerapkan tata letak
saluran yang sesuai Anda harus terbiasa dengan bidang RF yang
dipancarkan oleh access point yang diberikan.
2. AP density
Dalam lingkungan kecil seperti rumah, ukuran cell tidak menjadi
perhatian utama, daerah penggunaan biasanya tercakup dengan baik dan
backhaul yang paling sering menjadi faktor pembatas, bukan throughput
AP. Dalam lingkungan instalasi besar seperti hotel, bandara, dan kantor,
kepadatan AP mungkin perlu ditingkatkan untuk memungkinkan lebih
(43)
dua kali dalam survei situs dan implementasi. Dalam banyak kasus
menurunkan output daya access point akan memungkinkan peningkatan
jumlah AP di daerah tertentu, memungkinkan untuk lebih banyak
pengguna untuk dilayani dengan throughput yang lebih tinggi[14].
2.3.3 Memilih Perangkat Wireless
Secara umum berikut ini fitur access point yang ideal diterapkan
pada sebuah jaringan WLAN[14].
1. RF Power
Dalam banyak access points fitur ini tidak tersedia. Kurangnya
fitur ini menyebabkan masalah dalam menerapkan lingkungan multi-AP.
Biasanya, sebuah AP Enterprise akan mendukung berbagai kekuatan
5-100 milliWatts.
2. Antena
Access point harus mempunyai konektor antenna eksternal,
sehingga bisa dipasang berbagai tipe antenna agar sesuai dengan
kebutuhan. Beberapa AP bahkan memiliki antena tertanam, sehingga
mustahil untuk beralih ke antena model lain.
3. Power over Ethernet(PoE)
PoE dapat menjadi perbedaan antara biaya yang efektif
implementasi HotSpot dan satu tidak efektif. PoE memungkinkan
menyalurkan power secara langsung ke perangkat remote melalui kabel
(44)
mana sulit untuk mendapatkan listrik (langit-langit dan lorong-lorong
panjang).
PoE menjadi pilihan karena dengan memasang kabel power
tambahan akan menyebabkan biaya tinggi di sebabkan pemborosan kabel,
karena tiap perangkat membutuhkan dua kabel yaitu kabel UTP untuk data
dan kabel listrik untuk powernya, lalu dengan adanya PoE cukup
menggunakan satu kabel yaitu kabel UTP dimana transfer data dan aliran
listrik terjadi dalam satu kabel. Umumnya PoE yang di gunakan mengacu
ke standar IEEE 802.3af dimana maksimum power per port adalah 15.4W,
kemudian standar ini di perbaharui oleh IEEE 802.3at dimana maximum
power per port adalah 34.2W, ini disebabkan banyak perangkat baru yang
membutuhkan supplay power lebih tinggi,
4. Long and Short Preamble Support
Generasi pertama dari 802,11 menunjukkan penggunaan 144-bit
preamble yang digunakan untuk membantu wireless receiver
mempersiapkan akuisisi wireless sinyal. Sebagai 802.11 ditujukan tingkat
transmisi yang lebih tinggi dan model penggunaan baru seperti VoIP,
pendek, lebih efisien 56-bit preamble juga diperkenalkan. Setelah
pengenalan preambles pendek, AP pertama dan NIC di pasar termasuk
pilihan konfigurasi untuk menggunakan long dan short preambles. Hal ini
menyebabkan masalah interoperabilitas untuk pengguna Mobile
Station(MS) yang tidak menawarkan pilihan tersebut. Jika AP diaktifkan
(45)
keduanya tidak bisa terhubung. Maka dari itu diciptakan pilihan long atau
short preamble, produsen hardware mengembangkan sistem yang secara
otomatis bisa mendukung baik pengaturan. Dalam proses ini, option untuk
user menghilang dari interface konfigurasi perangkat. Saat ini masih ada
hardware yang dapat dikonfigurasi menggunakan long atau short
preamble.
2.3.4 Otentikasi
Jenis otentikasi terikat dengan Service Set Identifier (SSID) yang
dikonfigurasi untuk access point. Jika Anda ingin melayani berbagai jenis
perangkat klien dengan access point yang sama, mengkonfigurasi beberapa
SSID.
Sebelum perangkat wireless client dapat berkomunikasi pada jaringan
Anda melalui access point, harus terotentikasi ke access point dengan
menggunakan otentikasi terbuka atau shared-key authentication. Untuk
keamanan maksimum, perangkat klien juga harus otentikasi ke jaringan
menggunakan MAC-address atau Extensible Authentication Protocol
(EAP)[14]. Kedua jenis otentikasi ini bergantung pada server otentikasi pada
jaringan
1. Open System Authentication
Pada open sistem otentikasi ini, bisa dikatakan tidak ada
”otentikasi”yang terjadi karena client bisa langsung terkoneksi dengan AP (access point). Setelah client melalui proses open system authentication
(46)
namun data yang dikirim tidak akan dilanjutkan oleh AP kedalam
jaringannya bila keamanan WEP diaktifkan, maka data-data yang dikirim
oleh client haruslah dienkripsi dengan WEP Key. Bila ternyata seting
WEP Key di client berbeda dengan setting WEP Key di AP (Access Point)
maka AP tidak akan menggenal data yang dikirim oleh client yang
mengakibatkan data tersebut akan di buang (hilang). Jadi walaupun client
diijinkan untuk mengirim data, namun data tersebut tetap tidak akan bisa
melalui jaringan AP bila WEP Key antara Client dan AP ternyata tidak
sama.
2. Shared Key Authentication (WEP)
Lain halnya open system authentication, Shared Key
Authentication mengharuskan client untuk mengetahui lebih dahulu kode
rahasia (passphare key) sebelum mengijinkan terkoneksi dengan AP. Jadi
apabila client tidak mengetahui ”Key” tersebut maka client tidak akan bisa terkoneksi dengan AP. Pada Shared Key Authentication, digunakan juga
metode keamanan WEP.
Pada proses otentikasi, Shared Key akan ”meminjamkan” WEP Key yang digunakan oleh level keamanan WEP, client juga harus
mengaktifkan WEP untuk menggunakan Shared Key Authentication. WEP
menggunakan algoritma enkripsi RC4 yang juga digunakan oleh protokol
https. Algoritma ini terkenal sederhana dan mudah diimplementasikan
karena tidak membutuhkan perhitungan yang berat sehingga tidak
(47)
proses shared key authentication dilakukan dengan metode challenge and
response sehingga tidak ada proses transfer password WEP Key. Metode
yang dinamakan Challenge and Response ini menggantikan pengiriman
password dengan pertanyaan yang harus dijawab berdasarkan password
yang diketahui.
Prosesnya adalah client meminta ijin kepada server untuk
melakukan koneksi. Server akan mengirim sebuah string yang dibuat
secara acak dan mengirimkanya kepada client. Client akan melakukan
enkripsi antara string/nilai yang diberikan oleh server dengan password
yang diketahuinya. Hasil enkripsi ini kemudian dikirimkan kembali ke
server. Server akan melakukan proses dekripsi dan membandingkan
hasilnya. Bila hasil dekripsi dari client menghasilkan string/nilai yang
sama dengan string/nilai yang dikirimkan oleh server, berarti client
mengetahui password yang benar.
3. WPA Pre-Shared Key (WPA Personal)
Metode Keamanan WEP memiliki banyak kelemahan sehingga
badan IEEE meyadari permasalahan tersebut dan membentuk gugus tugas
802.11i untuk menciptakan keamanan yang lebih baik dari WEP.Sebelum
hasil kerja dari 802.11i selesai, aliansi Wi-Fi membuat metode keamanan
baru yang bisa bekerja dengan hardware yang terbatas kemampuannya,
maka muncullah Wi-Fi Protected Access (WPA) pada bulan April 2003.
(48)
Teknologi ini di desain untuk bekerja pada produk Wi-Fi eksisting yang
telah memiliki WEP (semacam software upgrade).
Kelebihan WPA adalah meningkatkan enkripsi data dengan teknik
Temporal Key Integrity Protocol (TKIP). enkripsi yang digunakan masih
sama dengan WEP yaitu RC4, karena pada dasarnya WPA ini merupakan
perbaikan dari WEP dan bukan suatu level keamanan yang benar – benar baru, walaupun beberapa device ada yang sudah mendukung enkripsi AES
yaitu enkripsi dengan keamanan yang paling tinggi. TKIP mengacak kata
kunci menggunakan ”hashing algorithm” dan menambah Integrity Checking Feature, untuk memastikan kunci belum pernah digunakan
secara tidak sah.
4. WPA2 Pre-Shared Key (WPA2 Personal)
Group 802.11i akhirnya menyelesaikan metode keamanan yang
awalnya ditugaskan dari IEEE. Level keamanan ini kemudian dinamakan
sebagai WPA2. WPA2 merupakan Level keamanan yang paling tinggi.
Enkripsi utama yang digunakan pada WPA2 ini yaitu enkripsi AES. AES
mempunyai kerumitan yang lebih tinggi daripada RC4 pada WEP
sehingga para vendor tidak sekedar upgrade firmware seperti dari WEP ke
WPA. Untuk menggunakan WPA2 diperlukan hardware baru yang mampu
bekerja dengan lebih cepat dan mendukung perhitungan yang dilakukan
oleh WPA2. Sehingga tidak semua adapter mendukung level keamanan
(49)
5. WPA Enterprise / RADIUS ( 802.1X / EAP )
Metode keamanan dan algoritma enkripsi pada WPA Radius ini
sama saja dengan WPA Pre-Shared Key, tetapi authentikasi yang
digunakan berbeda.Pada WPA Enterprise ini menggunakan authentikasi
802.1X atau EAP (Extensible Authentication Protocol ). EAP merupakan
protokol layer 2 yang menggantikan PAP dan CHAP. Spesifikasi yang
dibuat oleh IEEE 802.1X untuk keamanan terpusat pada jaringan hotspot
Wi-fi. Tujuan standar 8021x IEEE adalah untuk menghasilkan kontrol
akses, otentikasi, dan manajemen kunci untuk WLAN. Spesifikasi ini
secara umum sebenarnya ditunjukan untuk jaringan kabel yang
menentukan bahwa setiap kabel yang dihubungkan ke dalam switch harus
melalui proses auntetikasi terlebih dahulu dan tidak boleh langsung
memperbolehkan terhubung kedalam jaringan.
Pada spesifikasi keamanan 802.1X, ketika login ke jaringan
wireless maka server yang akan meminta username dan password dimana
”Network Key” yang digunakan oleh client dan AP akan diberikan secara otomatis sehingga Key tersebut tidak perlu dimasukkan lagi secara
manual. Setting security WPA enterprise/corporate ini membutuhkan
sebuah server khusus yang berfungsi sebagai pusat auntentikasi seperti
Server RADIUS (Remote Authentication Dial-In Service) . Dengan adanya
Radius server ini, auntentikasi akan dilakukan per-client sehingga tidak
(50)
setiap client. “Network key” di sini diperoleh dan diproses oleh server Radius tersebut.
Fungsi Radius server adalah menyimpan user name dan password
secara terpusat yang akan melakukan autentikasi client yang hendak login
kedalam jaringan.Sehingga pada proses authentikasi client menggunakan
username dan password. Jadi sebelum terhubung ke wireless LAN atau
internet, pengguna harus melakukan autentikasi telebih dahulu ke server
tersebut. proses Authentikasi 802.1X / EAP ini relatif lebih aman dan
tidak tersedia di WEP.
2.4Antena WiFi
Pada sistem komunikasi radio diperlukan adanya antena sebagai
pelepas energi elektromagnetik ke udara atau ruang bebas, atau sebaliknya
sebagai penerima energi itu dari ruang bebas. Antena merupakan bagian
yang penting dalam sistem komunikasi sehari-hari. Antena kita jumpai
pada pesawat televisi, telepon genggam, radio, dan lain-lain.
Antena adalah suatu alat yang mengubah gelombang terbimbing dari
saluran transmisi menjadi gelombang bebas di udara, dan sebaliknya.
Saluran transmisi adalah alat yang berfungsi sebagai penghantar atau
penyalur energi gelombang elektromagnetik. Suatu sumber yang
dihubungkan dengan saluran transmisi yang tak berhingga panjangnya
menimbulkan gelombang berjalan yang uniform sepanjang saluran itu.
Jika saluran ini dihubungsingkat maka akan muncul gelombang berdiri
(51)
yang dipantulkan. Jika gelombang datang sama besar dengan gelombang
yang dipantulkan akan dihasilkan gelombang berdiri murni. Konsentrasi -
konsentrasi energi pada gelombang berdiri ini berosilasi dari energi listrik
seluruhnya ke energi maknet total dua kali setiap periode gelombang itu.
2.4.1 Voltage Standing Wave Ratio(VSWR)
VSWR adalah perbandingan antara amplitudo gelombang berdiri
(standing wave) maksimum (|V|max) dengan minimum (|V|min). Pada
saluran transmisi ada dua komponen gelombang tegangan, yaitu tegangan
yang dikirimkan (V0+) dan tegangan yang direfleksikan (V0-).
Perbandingan antara tegangan yang direfleksikan dengan yang dikirimkan
disebut sebagai koefisien refleksi tegangan (г)[15], yaitu :
Γ=
=
ZL adalah impedansi beban ( load ) dan Z0 adalah impedansi
saluran lossless. Koefisien refleksi tegangan (г) memiliki nilai kompleks, yang merepresentasikan besarnya magnitudo dan fasa dari refleksi. Untuk
beberapa kasus yang sederhana, ketika bagian imajiner dari г adalah nol,
maka :
a. : г = -1 refleksi negatif maksimum, ketika saluran terhubung singkat.
b. : г = 0 tidak ada refleksi, ketika saluran dalam keadaan matched
sempurna.
c. : г = -1 refleksi positif maksimum, ketika saluran dalam rangkaian terbuka.
(52)
Rumus untuk mencari nilai VSWR adalah:
S=
Kondisi yang paling baik adalah ketika VSWR bernilai 1 (S=1)
yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching
sempurna. Namun kondisi ini pada praktiknya sulit untuk didapatkan.
Oleh karena itu, nilai standar VSWR yang diijinkan untuk fabrikasi antena
adalah VSWR ≤2
2.4.2 Gain
Gain(directive gain) adalah karakter antena yang terkait dengan
kemampuan antena mengarahkan radiasi sinyalnya, atau penerimaan
sinyal dari arah tertentu. Gain bukanlah kuantitas yang dapat diukur dalam
satuan fisis pada umumnya seperti watt,ohm, atau lainnya, melainkan
suatu bentuk perbandingan. Oleh karena itu, satuan yang digunakan untuk
gain adalah decibel [12].
Gain dari sebuah antenna adalah kualitas nyala yang besarnya lebih
kecil daripada penguatan tersebut yang dapat dinyatakan dengan:
Gain=G=k.D
Dimana:
k=efisiensi antenna, 0 ≤k ≤ 1
Gain antena dapat diperoleh dengan mengukur power pada main
lobe dan membandingkan powernya dengan power pada antena referensi.
Gain antena diukur dalam desibel, bisa dalam dBi ataupun dBd. Jika
(53)
sini mewakili dipole, jadi gain antena diukur relative terhadap sebuah
antena dipole. Jika antena referensi adalah sebuah isotropic, jadi gain
antena diukur relatif terhadap sebuah antena isotropic.
Gain dapat dihitung dengan membandingkan kerapatan daya
maksimum antena yang diukur dengan antena referensi yang diketahui
gainnya.Maka dapat dituliskan pada Persamaan
G=
Decibel (dB) merupakan satuan gain antena. Decibeladalah
perbandingan dua hal. Decibel ditetapkan dengan dua cara, yaitu :
a.Ketika mengacu pada pengukuran daya.
XdB=10log10( )
b.Ketika mengacu pada pengukuran tegangan.
XdB=20log10( )
2.4.3 Polarisasi
Polarisasi antena merupakan orientasi perambatan radiasi
gelombang elektromagnetik yang dipancarkan oleh suatu antena dimana
arah elemen antena terhadap permukaan bumi sebagai referensi lain.
Energi yang berasal dari antena yang dipancarkan dalam bentuk sphere,
dimana bagian kecil dari sphere disebut dengan wave front. Pada
umumnya semua titik pada gelombang depan sama dengan jarak antara
antena. Selanjutnya dari antenna tersebut, gelombang akan membentuk
(54)
angle ke arah dimana gelombang tersebut dipancarkan, maka
polarisasidapat digambarkan sebagaimana gambar 2.7:
(https://www.academia.edu/6571522/Sis_Kom_Ber)
Gambar 2.7 Polarisasi Antena
Ada empat macam polarisasi antena yaitu polarisasi vertikal,
polarisasi horizontal, polarisasi circular, dan polarisasi cross [15].
1. Polarisasi Vertikal
Radiasi gelombang elektromagnetik dibangkitkan olehmedan
magnetik dan gaya listrik yang selalu berada di sudut kanan.
Kebanyakan gelombang elektromagnetik dalam ruang bebas dapat
dikatakan berpolarisasi linier. Arah dari polarisasi searah dengan
vektor listrik. Bahwa polarisasi tersebut adalah vertikal jika garis
medan listrik yangdisebut dengan garis E berupa garis vertikal maka
gelombang dapat dikatakan sebagai polarisasi vertikal.
(https://www.academia.edu/6571522/Sis_Kom_Ber)
(55)
2. Polarisasi Horisontal
Antena dikatakan berpolarisasi horisontal jika elemen antena
horisontal terhadap permukaan tanah. Polarisasi horizontal digunakan
pada beberapa jaringan wireless.
(https://www.academia.edu/6571522/Sis_Kom_Ber)
Gambar 2.9 Polarisasi Horisontal
3. Polarisasi Circular
Polarisasi circular pernah digunakan pada beberapa jaringan
wireless. Dengan antena berpolarisasi circular, medan electromagnet
berputar secara konstan terhadap antena.
(https://www.academia.edu/6571522/Sis_Kom_Ber)
(56)
4. Polarisasi Cross
Polarisasi cross terjadi ketika antena pemancar mempunyai
polarisasi horizontal, sedangkan antena penerima mempunyai
polarisasi vertikal atau sebaliknya.
(https://www.academia.edu/6571522/Sis_Kom_Ber)
Gambar 2.11 Polarisasi Cross
2.4.4 Beamwidth
Beamwidth Adalah besarnya sudut berkas pancaran gelombang
frekuensi radio utama (main lobe) yang dihitung pada titik 3 dB menurun
dari puncak lobeutama [12]. Besarnya beamwidth adalah sebagai berikut :
B=
Dimana:
B= 3dB beamwidth(derajat)
f= frekuensi(GHz)
d=diameter antenna(m)
Apabila beamwidth mengacu kepada perolehan pola radiasi, maka
(57)
β = θ2-θ1
Gambar dibawah ini menunjukkan tiga daerah pancaran yaitu lobe
utama (main lobe,nomor 1), lobe sisi samping (side lobe, nomor dua), dan
lobe sisi belakang (back lobe, nomor 3). Half Power Beamwidth (HPBW)
adalah daerah sudut yang dibatasi oleh titiktitik ½ daya atau -3 dB atau
0.707 dari medan maksimum pada lobe utama. First Null beamwidth
(FNBW) adalah besar sudut bidang diantara dua arah pada main lobe yang
intensitas radiasinya nol.
(https://www.academia.edu/6571522/Sis_Kom_Ber)
Gambar 2.12 BeamwidthAntena
2.4.5 Tipe Antena
1. Antena Omnidirectional
(teknologi.kompasiana.com/internet/2010/08/20/macam-macam-antena-233481.html)
(58)
Antena omni mempunyai sifat umum radiasi atau pancaran sinyal
360º yang tegak lurus ke atas. Omnidirectional antena secara normal
Mempunyai gain sekitar 3-12 dBi. Antena ini akan melayani atau
hanya memberi pancaran sinyal pada sekelilingnya atau 360 derjat,
sedamgkan pada bagian atas antena tidak memiliki sinyal radiasi[13].
(http://www.scribd.com/doc/248115590/Teori-Macam-Antena-Media-Transmisi#scribd)
Gambar 2.14 Pola radiasi antenna omni
2. Antena Grid
(teknologi.kompasiana.com/internet/2010/08/20/macam-macam-antena-233481.html)
Gambar 2.15 Antena Grid
Antenna Grid Wifi 2,4 GHz dengan Gain 21 Db, sangat cocok
digunakan untuk Antena Wifi. Bisa digunakan untuk Point to Point,
atau Point to multi point. Antena grid memiliki kekuatan sinyal
hingga 24 dB. Menambah gain antena, namun akan membuat pola
(59)
(http://www.scribd.com/doc/248115590/Teori-Macam-Antena-Media-Transmisi#scribd)
Gambar 2.16 Pola radiasi antenna grid
3. Antena Parabolik
Antena Parabolik Dipakai untuk jarak menengah atau jarak jauh
dan Gain-nya bisa antara 18 sampai 28 dBi.
(teknologi.kompasiana.com/internet/2010/08/20/macam-macam-antena-233481.html)
Gambar 2.17 Antena parabolik
(http://www.scribd.com/doc/248115590/Teori-Macam-Antena-Media-Transmisi#scribd)
(60)
4. Antena Sektoral
(teknologi.kompasiana.com/internet/2010/08/20/macam-macam-antena-233481.html)
Gambar 2.19 Antena sectoral
Antena sektoral hampir mirip dengan antenna omnidirectional.
Antena ini digunakan untuk access point to serve a
Pont-to-Multi-Point(P2MP). Antena sektoral mempunyai gain jauh lebih tinggi
dibanding omnidirectional antena di sekitar 10-19 dBi. Yang bekerja
pada jarak atau area 6-8 km. Sudut pancaran antenna ini adalah 45-180
derajat[13]. Tingkat ketinggian pemasangannya harus diperhatikan
agar tidak terdapat kerugian dalam penangkapan sinyal.
Pola pancaran yang horisontal kebanyakan memancar ke arah
mana antenna ini di arahkan sesuai dengan jangkauan dari derajat
pancarannya, sedangkan pada bagian belakang antenna tidak memiliki
sinyal pancaran.Antenna sectoral ini jika di pasang lebih tinggi akan
menguntungkan penerimaan yang baik pada suatu sector atau wilayah
(61)
(http://www.scribd.com/doc/248115590/Teori-Macam-Antena-Media-Transmisi#scribd)
Gambar 2.20 Pola radiasi antenna sectoral
2.5 Signal Strength
Semakin kuat sinyal maka semakin baik dan handal
konektivitasnya. Satuan kekuatan sinyal WiFi ditunjukkan dengan satuan
dBm. Rentang kuat sinyal WiFi di antara 10 dBm sampai kurang lebih
-99 dBm. Sinyal yang nilainya mendekati angka positif maka semakin kuat
sinyal tersebut.
Pada buku “Cisco Aironet 802.11a/b/g Wireless LAN Client Adapters (CB21AG and PI21AG) Installation and Configuration Guide” disebutkan pengkategorian sinyal sebagai berikut[7]:
Tabel 2.3 Kategori kekuatan sinyal WLAN menurut cisco
Category Signal Strength
Colour Range Percentage
Excellent Green -57 to -10 dBm 75 – 100% Good Green -75 to -58 dBm 40 – 74% Fair Yellow -85 to -76 dBm 20 – 39% Poor Red -95 to -86 dBm 0 – 19%
(62)
2.6
Satuan dB
1. dB (Decibel)
Merupakan satuan perbedaan (atau Rasio) antara kekuatan daya
pancar signal. Penamaannya juga untuk mengenang Alexander Graham
Bell (makanya huruf "B" merupakan huruf besar). Satuan ini digunakan
untuk menunjukkan efek dari sebuah perangkat terhadap kekuatan atau
daya pancar suatu signal.
2. dBm (dB milliWatt)
Merupakan satuan kekuatan signal atau daya pancar (Signal
Strengh or Power Level). 0 dbm didefinisikan sebagai 1 mW (milliWatt)
beban daya pancar, contohnya bisa dari sebuah Antenna ataupun Radio.
Daya pancar yang kecil merupakan angka negatif (contoh: -90
dBm).Formula perhitungan dari mW ke dBM adalah sebagai berikut:
mW = 10dBm/10
milliwatt (mW) adalah satu per seribu watt (W), atau 1000 milliwatts
= 1 watt. watt adalah Standar Unit International dari daya (power). 1 watt
= 1 joule energi per detik.
Rumus untuk menghitung dari dBm ke mWatt : dBm = log10 (mW)*10
Tabel 2.4 Konversi dB ke Watt
dBm Watts dBm Watts dBm Watts
0 1.0 mW 16 40 mW 32 1.6 W
1 1.3 mW 17 50 mW 33 2.0 W
2 1.6 mW 18 63 mW 34 2.5 W
3 2.0 mW 19 79 mW 35 3.2 W
4 2.5 mW 20 100 mW 36 4.0 W
5 3.2 mW 21 126 mW 37 5.0 W
6 4 mW 22 158 mW 38 6.3 W
(63)
dBm Watts dBm Watts dBm Watts
8 6 mW 24 250 mW 40 10 W
9 8 mW 25 316 mW 41 13 W
10 10 mW 26 398 mW 42 16 W
11 13 mW 27 500 mW 43 20 W
12 16 mW 28 630 mW 44 25 W
13 20 mW 29 800 mW 45 32 W
14 25 mW 30 1.0 W 46 40 W
15 32 mW 31 1.3 W 47 50 W
36 dBm 4.00 watts ( Batas Maximum ERP yang diperbolehkan FCC di Amerika)
23 dBm 200 milliwatts (Daya keluaran yang umum pada WLAN 915MHz)
20 dBm 100 milliwatts ( Batas Maximum ERP yang diperbolehkan E.T.S.I. di Europe)
Daya kurang dari 0 dBm:
Tabel 2.5 Konversi dB ke Watt
dBm Watts dBm Watts
-1 0,79 mW -40 0,0001 mW
-5 0,32 mW -50 0,00001 mW
-10 0,1 mW -60 0,000001 mW
-20 0,01 mW -70 0,0000001 mW
-30 0,001 mW -80 0,00000001mW
80- dBm 0.00000001 milliwatts {Batas kemampuan penerimaan WLAN secara umum)
3. dBi
Satuan ini merupakan penguatan dari sebuah antenna terhadap
suatu antenna standard imaginari (isotropic antenna) adalah teori
(1)
Kondisi Normal
WDS 1 (Normal)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 2.52 2.94 2.68 2.41 2.1 2.2 2.475
Good 2.28 2.8 2.62 2.25 1.96 2.19 2.35 Fair 0.571 0.745 0.653 0.426 0.384 0.402 0.530 Poor 0.185 0.291 0.224 0.148 0.104 0.124 0.179
WDS 1(Normal)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 6.628 4.208 4.681 6.889 8.309 7.209 6.321
Good 14.049 12.047 13.493 15.096 17.859 16.809 14.892 Fair 32.265 31.173 33.709 41.886 45.602 42.697 37.889 Poor 68.414 62.044 68.629 71.94 84.81 74.352 71.698
WDS 1(Normal)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.12 0.11 0.15 0.21 0.17 0.25 0.168
Good 0.17 0.45 0.67 0.22 0.79 0.54 0.473 Fair 1.3 1.2 2.4 1.4 2.2 1.7 1.700 Poor 3.6 2.3 1.4 2.6 3.5 4.3 2.950
Kondisi Sibuk
WDS 1 (Sibuk)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 1.83 2.28 1.89 1.79 1.47 1.68 1.823
Good 0.86 0.993 0.916 0.801 0.748 0.766 0.847 Fair 0.41 0.576 0.475 0.392 0.288 0.323 0.411 Poor 0.124 0.148 0.128 0.113 0.096 0.106 0.119
(2)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 8.449 7.499 8.348 9.146 10.161 9.506 8.852
Good 31.587 24.823 28.021 33.466 39.027 34.309 31.872 Fair 54.815 52.85 53.846 62.203 72.744 70.827 61.214 Poor 93.429 86.623 92.252 94.548 107.597 104.043 96.415
WDS 1(Sibuk)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.18 0.11 0.14 0.22 0.48 0.34 0.245
Good 1.5 0.72 1.3 2 1.6 2.3 1.57 Fair 1.7 2.7 2.4 1.8 3.1 2.9 2.433 Poor 3.5 2.8 3.1 4.6 7.5 5.2 4.450
Data Mentah WDS 2
Kondisi Sepi
WDS 2 (Sepi)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 2.62 3.15 2.83 2.52 2.31 2.41 2.64
Good 1.96 2.31 2.1 1.78 1.73 1.76 1.94 Fair 0.843 0.96 0.855 0.748 0.621 0.629 0.776 Poor 0.273 0.396 0.359 0.259 0.201 0.221 0.285
WDS 2(Sepi)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 3.478 1.84 2.342 3.702 6.911 5.797 4.012
Good 10.148 9.078 9.731 11.422 13.845 12.442 11.111 Fair 21.266 18.455 18.693 22.111 23.709 24.335 21.428 Poor 35.718 29.945 32.742 44.19 52.919 46.607 40.354
(3)
WDS 2(Sepi)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.13 0.12 0.22 0.18 0.17 0.33 0.192
Good 0.3 0.18 0.38 0.21 0.65 0.27 0.332 Fair 0.56 1.2 0.38 0.67 1.7 1.6 1.018 Poor 1.2 2.8 1.1 1.5 2.4 2.2 1.867
Kondisi Normal
WDS 2 (Normal)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 2.65 2.83 2.73 2.75 1.99 2.31 2.543
Good 2.39 2.7 2.67 2.14 1.89 2.06 2.308 Fair 0.565 0.76 0.63 0.463 0.327 0.429 0.529 Poor 0.194 0.275 0.221 0.172 0.119 0.135 0.186
WDS 2(Normal)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 6.756 4.054 5.701 7.297 9.105 7.372 6.714
Good 14.338 12.674 13.929 15.165 17.46 16.258 14.971 Fair 35.096 33.091 34.823 41.587 46.032 33.466 37.349 Poor 70.827 66.593 68.316 72.744 87.189 76.644 73.719
WDS 2(Normal)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.14 0.13 0.23 0.11 0.22 0.21 0.173
Good 0.25 0.86 0.59 0.49 0.79 0.53 0.585 Fair 1.5 1.3 1.6 1.5 2.4 2.2 1.750 Poor 4.2 2.4 1.8 2.4 3.6 3.8 3.033
(4)
WDS 2 (Sibuk)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 1.81 2.18 1.83 1.76 1.25 1.64 1.745
Good 0.838 0.962 0.913 0.796 0.712 0.759 0.83 Fair 0.457 0.53 0.476 0.341 0.237 0.271 0.385 Poor 0.115 0.146 0.126 0.121 0.096 0.104 0.118
WDS 2(Sibuk)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 8.998 7.633 8.645 9.13 10.52 9.444 9.062
Good 32.954 27.973 28.629 33.173 39.753 34.422 32.817 Fair 58.448 52.2 56.782 69.128 74.81 72.644 64.002 Poor 93.017 87.201 92.086 93.873 113.31 101.583 96.845
WDS 2(Sibuk)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.14 0.12 0.17 0.27 0.45 0.22 0.228
Good 1.3 0.23 0.34 1.8 0.56 2.1 1.055 Fair 2.2 2.3 3.1 2.1 2.8 2.5 2.500 Poor 3.6 3.2 3.4 4.8 7.7 6.4 4.850
Data Mentah WDS 3
Kondisi Sepi
WDS 3 (Sepi)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 2.62 2.94 2.73 2.5 2.33 2.41 2.588
Good 1.89 2.2 1.99 1.86 1.57 1.68 1.865 Fair 0.81 0.944 0.835 0.775 0.602 0.752 0.786 Poor 0.313 0.33 0.321 0.259 0.219 0.252 0.282
(5)
WDS 3(Sepi)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 3.736 2.083 2.511 4.233 6.861 5.58 4.167
Good 10.719 9.104 9.778 11.759 13.36 12.465 11.198 Fair 22.456 18.414 19.662 22.993 24.823 23.687 22.006 Poor 36.964 30.498 32.842 41.267 51.23 46.268 39.845
WDS 3(Sepi)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.21 0.18 0.12 0.11 0.21 0.17 0.167
Good 0.21 0.32 0.23 0.47 0.49 0.37 0.348 Fair 1.3 0.22 1.2 0.78 1.6 1.5 1.1 Poor 1.1 2.7 1.1 1.5 2.7 2.2 1.883
Kondisi Normal
WDS 3 (Normal)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 2.62 2.81 2.76 2.52 2.2 2.1 2.502
Good 2.34 2.63 2.59 1.94 1.82 1.88 2.2 Fair 0.557 0.676 0.634 0.437 0.329 0.421 0.509 Poor 0.199 0.252 0.203 0.151 0.11 0.127 0.174
WDS 3(Normal)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 6.805 4.28 5.225 7.774 9.444 8.763 7.049
Good 14.36 12.531 13.621 15.152 17.729 16.857 15.042 Fair 36.417 34.449 34.91 48.119 44.309 43.828 40.339 Poor 71.339 70.205 72.106 72.631 89.599 76.644 75.421
(6)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.15 0.11 0.18 0.12 0.23 0.2 0.165
Good 0.76 0.49 0.66 0.57 0.89 0.46 0.638 Fair 1 1.4 1.6 1.5 2.3 2 1.633 Poor 4.2 2.6 1.7 2.7 3.4 3.9 3.083
Kondisi Sibuk
WDS 3 (Sibuk)
Kualitas Sinyal Throughput(Mbps)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 1.82 2.1 1.86 1.73 1.31 1.53 1.725
Good 0.83 0.933 0.839 0.794 0.692 0.751 0.807 Fair 0.368 0.518 0.464 0.334 0.252 0.33 0.378 Poor 0.101 0.141 0.127 0.106 0.093 0.095 0.111
WDS 3(Sibuk)
Kualitas Sinyal Jitter(ms)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 9.332 7.808 9.105 9.545 11.423 10.539 9.625
Good 32.842 27.829 28.207 35.718 38.437 37.746 33.463 Fair 55.038 46.607 52.922 66.009 76.644 71.94 61.527 Poor 93.418 86.768 92.466 92.499 109.161 98.193 95.418
WDS 3(Sibuk)
Kualitas Sinyal Packet Loss(%)
1 2 3 4 5 6 rata-rata Excellent 0.16 0.11 0.13 0.25 0.42 0.33 0.233
Good 1.4 0.38 0.65 1.6 0.75 2 1.130 Fair 2.1 2.2 1.6 2.3 3 2.7 2.317 Poor 4.1 3.3 3.6 5.9 7.6 6.9 5.233