EKSISTENSI MAHKAMAH PARTAI DALAM PENYELE

SKRIPSI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

SAPRIZAL HADI ANDRIAN

B10012182

JAMBI

ABSTRAK

Tujuan penelitian terhadap eksistensi Mahkamah Partai di Indonesia, ialah: 1) Untuk dapat mengetahui eksistensi mahkamah partai dalam penyelesaian sengketa internal partai politik di Indonesia; 2) Untuk dapat mengetahui akibat hukum dari sifat putusan Mahkamah Partai . Permasalahan yang diangkat adalah, adanya konflik norma diantara muatan Pasal 32 dan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, yang mengakibatkan multi tafsir dan ambiguitas, mengenai tumpang tindih kewenangan mengadili antara Mahkamah Partai dan Pengadilan Negeri dalam penyelesaian sengketa internal partai. Metode yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan konseptual ( conceptual approach ), pendekatan perundang-undangan ( statute approach ), dan pendekatan kasus hukum ( case law approach ). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyelesaian sengketa internal partai melalui Mahkamah Partai yang berdasarkan dari ketentuan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, ternyata turut diakui dengan perkembangan kaidah yurisprudensi hakim yaitu pada putusan kasasi Mahkamah Agung No. 269 K/Pdt.Sus-Parpol/2012 dan putusan kasasi Mahkamah Agung No. 101 K/Pdt.Sus- Parpol/2014. Kemudian sebaliknya, adanya larangan kepada Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan sengketa internal partai, yang dilandaskan dari SEMA No. 04 Tahun 2003 dan SEMA No. 11 Tahun 2008, yang isinya malah terkandung makna, lebih menegaskan eksistensi Mahkamah Partai dalam menjalankan kewenangannya. Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyarankan untuk memberikan kepercayaan terhadap masyarakat untuk menjadi anggota Mahkamah Partai, yang di wakilkan oleh para ahli hukum, akademisi, serta tokoh masyarakat. Agar eksistensi Mahkamah Partai kembali sesuai dengan semangat awal pendiriannya, yakni dalam bentuk perwujudan kedewasaan partai politik yang merupakan pilar demokrasi negara. Perlunya dilakukan revisi kembali Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, agar ada penegasan yang jelas mengenai kedudukan, peranan, dan mekanisme Mahkamah Partai dalam menjalankan kewenangannya. Sehingga Mahkamah Partai memiliki akibat hukum yang berkekuatan putusan dengan bersifat final dan mengikat secara hukum, melainkan tidak secara internal saja, maka sudah tentu putusan Mahkamah Partai akan dapat diakui keberadaannya oleh prinsip negara hukum.

Kata Kunci: eksistensi, mahkamah partai, sengketa internal partai

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM LEMBARAN PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama

: Saprizal Hadi Andrian

Nomor Induk Mahasiswa

: B10012182

Program Kekhususan

: Hukum Tata Negara

Judul Skripsi : Eksistensi

Partai Dalam Penyelesaian Sengketa Internal Partai Politik di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011

Mahkamah

Telah disetujui oleh Pembimbing pada tanggal seperti tertera di bawah ini untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum Universitas Jambi

Jambi, 17 Februari 2016 Mengetahui,

PembimbingUtama Pembimbing Pembantu

A. Zarkasi, S.H., M.H. Iswandi, S.H., M.H. NIP. 196804111994031001

NIP. 197906212005011003

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JAMBI FAKULTAS HUKUM PENGESAHAN SKRIPSI

Nama

: Saprizal Hadi Andrian

Nomor Induk Mahasiswa

: B10012182

Program Kekhususan

: Hukum Tata Negara

Judul Skripsi : Eksistensi

Partai Dalam Penyelesaian Sengketa Internal Partai Politik di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011

Mahkamah

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Fakultas Hukum Universitas Jambi, pada Tanggal 25 Februari 2016 dan dinyatakan LULUS TIM PENGUJI

NAMA

JABATAN

TANDA TANGAN

H. Irwandi, S.H.,M.H.

Ketua Tim Penguji

Arfa’i, S.H.,M.H.

Sekretaris

Dimar Simarmata, S.H.,M.H.

Penguji Utama

A. Zarkasi, S.H., M.H.

Anggota

Iswandi, S.H., M.H.

Anggota

Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi

Taufik Yahya, S.H., M.H. NIP. 19650107 199003 1 002

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Karya tulis saya, Skripsi ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik Sarjana, baik di Universitas Jambi maupun di perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Pembimbing Skripsi

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Jambi, 17 Februari 2016 Yang Membuat Pernyataan

Saprizal Hadi Andrian NIM B10012182

MOTTO

Sudah menjadi keyakinan dalam kehidupan kita bahwa segala yang ada permulaannya tentu akan ada penghabisannya, setiap yang punya awal mesti akan punya akhir, tidak ada keabadian dalam kehidupan dunia ini, semuanya datang dan pergi silih berganti, hanya masalah pergeseran massa

dan pertukaran waktu.

(K.H. Zainudin MZ)

Keadilan yang mutlak dapat membuat manusia menjadi seseorang yang gila.

(Echiro Oda)

Gunakanlah ideologimu dengan hati yang mampu melihat dengan perasaan, melainkan bukan dengan mata yang hanya melihat keadaan sesaat.

(Iswandi)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karuni-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Eksistensi Mahkamah Partai Dalam Penyelesaian Sengketa Internal Partai Politik di Indonesia Ditinjau Dari Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011”.

Skripsi ini disusun adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jambi. Penulis menyadari bahwa dalam proses penelitian dan penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan, karena sebagai manusia biasa, penulis tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, untuk itu penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan ini.

Terwujudnya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta petunjuk dan arahan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada kesempatan kali ini sudah selayaknya penulis menghaturkan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada, Bapak A. Zarkasi, S.H., M.H., selaku pembimbing pertama, dan untuk Bapak Iswandi, S.H., M.H., selaku pembimbing kedua, yang telah banyak memberikan bimbingan, nasihat, petunjuk, semangat, motivasi dan arahan kepada penulis serta yang selalu terbuka menerima usulan dan ide dari penulis dalam penyusunan skripsi ini. Kemudian, secara khusus ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Johni Najwan, S.H., M.H., Ph.D.,selaku Rektor Universitas Jambi, yang telah banyak memberikan berbagai pelayanan dan kemudahan kepada penulis selama mengikuti pendidikan di Universitas Jambi.

2. Bapak Taufik Yahya, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jambi, yang telah memberikan kemudahan serta bekal ilmu pengetahuan untuk mempelajari dan mendalami ilmu hukum selama penulis mengikuti pendidikan.

3. Bapak Dr. Helmi, S.H., M.H., selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Kerja Sama dan Sistem Informasi Fakultas Hukum Universitas Jambi, yang turut membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak H. Irwandi, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memberikan kemudahan serta arahan kepada penulis selama mempelajari dan mendalami ilmu Hukum Tata Negara di Fakultas Hukum Universitas Jambi.

5. Bapak Arfai, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah memberikan bekal ilmu berupa informasi, inovasi, dan petunjuk kepada penulis guna memberikan dorongan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Haryadi, S.H., M.H., selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, yang selama ini telah memberikan petunjuk, pedoman serta menjadi seorang motivasi bagi penulis, untuk dapat melaksanakan hak dan kewajiban sebagai mahasiswa Fakultas Hukum yang memiliki etika dan moral dengan berpihak pada kebenaran dan keadilan hukum.

7. Ibu Ratna Dewi, S.H., M.H., selaku dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi, yang telah membimbing serta memberikan dukungan berupa bantuan moril dan spiritual kepada penulis.

8. Bapak Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah mendidik dan membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan.

9. Seluruh staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Jambi yang telah banyak memberikan kemudahan di bidang administrasi selama penulis mengikuti pendidikan.

10. Selain itu pada kesempatan ini, Penulis ingin juga menyampaikan rasa wujud syukur yang sedalam-dalamnya dengan mempersembahkan skripsi ini kepada keluarga besar, khususnya yang tercinta Ayahanda Almarhum Hasan Basri RA, B.A., dan Ibunda Hindun, S. Pd., serta untuk Kakak penulis Zul Azmi Apriadi, S.Pd.,

Atas segala bimbingan dan bantuan yang telah diberikan, semoga Allah Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan rahmat-Nya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang relevan hendaknya.

Jambi, 17 Februari 2016 Penulis

Saprizal Hadi Andrian NIM B10012182

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia adalah Negara hukum ( rechtsstaat ), sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “di dalamnya terkandung pengertian adanya prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan

wewenang oleh pihak yang berkuasa. 1 ” Maka segala sesuatu perbuatan, tindakan atau kebijakan harus berlandaskan oleh hukum yakni seperangkat peraturan yang

menjadi pedoman dalam hidup bermasyarakat, bersifat mengikat, berfungsi mengatur dan bertujuan agar terciptanya kesejahteraan serta mentertibkan masyarakat untuk mewujudkan keadilan. Meskipun dalam penerapannya belum sesuai dengan yang diharapkan, begitu banyak permasalahan timbul akibat unsur kesengajaan maupun tidak kesengajaan, sehingga terlihat menjadi polemik yang tak kunjung usai.

Dengan kehidupan bernegara dan wawasan kebangsaan semata-mata hanya bertujuan untuk kemaslahatan rakyat, memberikan mandat kepada pemimpin melalui mekanisme yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan guna menjalankan fungsi kewenangannya untuk mencapai harapan tersebut. Oleh

1 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia , Cet. 1, Sinar Grafika, 1 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Dan Konstitusionalisme Indonesia , Cet. 1, Sinar Grafika,

yang demokratis. 2 ” Demokratis erat kaitannya dengan prinsip kedaulatan rakyat ( democratie )

dan kedaulatan hukum ( nomocratie ) 3 , yang perwujudan gagasannya “memerlukan instrument hukum, efektivitas dan keteladanan kepimpinan, dukungan sistem pendidikan masyarakat, serta basis kesejahteraan sosial ekonomi yang berkembang

makin merata dan berkeadilan. 4 ” Oleh karena itu sebagai upaya menjunjung tinggi prinsip kedaulatan rakyat ( democratie ), diamanatkan dalam Pasal 28E ayat (3)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, secara tegas menyatakan bahwa “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat. ” Artinya tidak ada pembatasan dan pengekangan kepada siapapun untuk mengekspresikan ide dan pandangan atau pendapat serta upaya mewujudkan aspirasi masing-masing.

“Hukum juga salah satu diantara sekian banyak alat-alat politik ( politik instrument ) dengan alat mana penguasa masyarakat dan negara dapat mewujudkan

kebijaksanaannya. 5 ” Perlu diingat hal demikian memang saling berkorelasi satu sama lainnya, suatu kekuasaan tanpa hukum akan terjadi suatu tindakan

pemerintahan yang sewenang-wenang dan hukum tanpa kekuasaan akan terjadi

2 Jimly Asshiddiqie, Kemerdekaan Berserikat Pembubaran Partai P olitik Dan Mahkamah Konsttusi , Cet. 1, Konstitusi Press, Jakarta, 2005, hal. 9.

3 Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., hal. 58. 4 Ibid .

pula hambatan- hambatan. “Seperti yang sering dikemukakan oleh Mochtar Kusumaatmadja, bahwa politik dan hukum itu interdeminan, sebab politik tanpa

hukum itu zalim, sedangkan hukum tanpa politik itu lumpuh. 6 ” Sebagaimana dijelaskan secara signifikan oleh Jimly Asshiddiqie bahwa:

“Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan, dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka ( machtsstaat ). Prinsip Negara Hukum tidak boleh ditegakkan dengan mengabaikan prinsip-prinsip demokrasi yang diatur dalam Undang-Undang Dasar. Oleh karena itu, perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar ( constitutional democracy ) yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum

yang berkedaulatan rakyat atau demokratis ( democratische rechtsstaat 7 ). ”

Sehubungan dengan itu, sudah seyogianya perwujudan demokrasi haruslah diatur berdasarkan hukum, seperti tujuan dari Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang menganut pengertian bahwa “Negara Republik Indonesia adalah Negara Hukum yang demokratis ( democratische rechtsstaat ) dan sekaligus adalah Negara Demokrasi yang berdasar atas hukum ( constitutional democracy ) yang tak

terpisahkan satu sama lain. 8 ” Agar dapat terlaksana paham negara hukum tatanan demokratis demikian,

partai politik mempunyai tanggung jawab sebagai peranan dan posisi strategis yang sangat penting dalam setiap menyelenggarakan fungsi pemerintahan.

Mengingat “pakar hukum Von Kirchmann pernah mengatakan bahwa bergudang- gudang buku tentang Undang-Undang yang ada di perpustakaan bisa dibuang

6 Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia, Cet. 3, Rajawali Pers, Jakarta, 2010, hal. 5.

7 Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., hal. 57.

sebagai sampah yang tak bernilai ketika ada keputusan politik di parlemen yang mengubah isi Undang-Undang tersebut. 9 ”

Maka tak heran jika partai politik menjadi sorotan utama dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara dengan berwawasan kebangsaan, karena dari partai politiklah dapat menghasilkan kader-kadernya yang sebagian besar bertugas untu k menjalankan roda pemerintahan, “bertindak sebagai perantara dalam proses-proses pengambilan keputusan bernegara, yang menghubungkan

antara warga negara dengan institusi-institusi kenegaraan. 10 ” Menurut Miriam Budiardjo sebagaimana dikutip Jimly Asshiddiqie, fungsi

partai politik secara komprehensif , yakni; “sarana komunikasi politik, sosialisasi politik ( political socialization ), sarana rekruitmen politik ( political recruitment ),

dan pengatur konflik ( conflict management 11 ). ” Menyatakan fungsi partai politik dengan jelas dan tegas bahwa saling keterkaitan satu sama lain, yaitu bagaimana suatu partai politik tersebut berperan penting terhadap komunikasi saat di dalam proses berpolitik, contohnya dapat mengaplikasikan tujuan-tujuan partai politik tersebut kepada masyarakat, dengan cara melaksanakan sosialisasi politik berupa pendidikan politik guna menumbuhkan kecerdasan serta kesadaran rakyat untuk memahami arti penting politik dalam kehidupan bernegara, sehingga terwujud sarana rekruitmen politik yaitu menghasilkan kader-kader partai politik yang

9 Moh. Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi, Cet. 2, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 47.

10 Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., hal. 54.

bermutu untuk menjadi calon pemimpin dalam bidang-bidang jabatan politik tertentu, kemudian partai politik dapat menjadi pengatur konflik seperti memiliki strategi politik untuk mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul berkaitan dengan kenegaraan melalui kebijakan politik. “Karena itu, partai politik merupakan pilar demokrasi yang sangat penting untuk diperkuat derajat

pelembagaannya ( 12 the degree of institutionalization ). ” Kesempatan untuk memperkuat partai politik tersebut akan sulit terwujud

jika pola pikir ( mainstream mindset ) anggota partai politik atau kader-kader dari anggota partai politik hanya sebatas untuk memperoleh kekuasaan , “mengingat kekuasaan sebagaimana yang diungkapkan oleh Lord Acton, bahwa kekuasaan itu cenderung untuk menjadi korup ( power tends to corrupt ) dan kekuasaan mutlak

menjadi korup secara mutlak pula. 13 ” Untuk itu, diperlukan perubahan paradigma dalam cara memahami partai dan kegiatan berpartai, bahwa menjadi pengurus

partai politik bukanlah segalanya, yang lebih penting adalah menjadi wakil rakyat. 14 Dengan segala bentuk upaya akan ditempuh demi membaiknya fungsi partai politik ini, sebagaimana DPR atas persetujuan Presiden menetapkan secara sah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik, yakni suatu bentuk

12 Ibid ., hal. 52. 13 Nuruddin Hady, Wewenang Mahkamah Konstitusi, Cet. 1, Prestasi Pustakarya, Jakarta,

2007, hal. 28.

perwujudan untuk penguatan kelembagaan dalam peningkatan fungsi dan peran partai politik terhadap negara maupun terhadap masyarakat serta membangun integritas partai politik di Indonesia menjadi lebih efektif dan efesien. Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, yang menjelaskan dan menentukan regulasi partai politik, bahwa: Pasal 1

(1) Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

(2) Anggaran Dasar Partai Politik, selanjutnya disingkat AD, adalah peraturan dasar Partai Politik. (3) Anggaran Rumah Tangga Partai Politik, selanjutnya disingkat ART, adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD. (4) Pendidikan Politik adalah proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

(5) Keuangan Partai Politik adalah semua hak dan kewajiban Partai Politik yang dapat dinilai dengan uang, berupa uang, atau barang serta segala bentuk kekayaan yang dimiliki dan menjadi tanggung jawab Partai Politik.

(6) Menteri adalah Menteri yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia. (7) Kementerian adalah Kementerian yang membidangi urusan hukum dan hak asasi manusia.

Pasal 5 (1) AD dan ART dapat diubah sesuai dengan dinamika dan kebutuhan Partai

Politik. (2) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan hasil forum tertinggi pengambilan keputusan Partai Politik. (3) Perubahan AD dan ART sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didaftarkan ke Kementerian paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan tersebut.

(4) Pendaftaran perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menyertakan akta notaris mengenai perubahan AD dan ART.

Pasal 16

(1) Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotaannya dari Partai Politik apabila:

a. meninggal dunia;

b. mengundurkan diri secara tertulis;

c. menjadi anggota Partai Politik lain; atau

d. melanggar AD dan ART. (2) Tata cara pemberhentian keanggotaan Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur di dalam AD dan ART. (3) Dalam hal anggota Partai Politik yang diberhentikan adalah anggota lembaga perwakilan rakyat, pemberhentian dari keanggotaan Partai Politik diikuti dengan pemberhentian dari keanggotaan di lembaga perwakilan rakyat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Pasal 23 (1) Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai

dengan AD dan ART. (2) Susunan kepengurusan hasil pergantian kepengurusan Partai Politik tingkat pusat didaftarkan ke Kementerian paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terbentuknya kepengurusan yang baru.

(3) Susunan kepengurusan baru Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak diterimanya persyaratan.

Pasal 32

(1) Perselisihan Partai Politik diselesaikan oleh internal Partai Politik sebagaimana diatur di dalam AD dan ART. (2) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suatu Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain yang dibentuk oleh Partai Politik.

(3) Susunan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan Partai Politik kepada Kementerian. (4) Penyelesaian perselisihan internal Partai Politik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus diselesaikan paling lambat 60 (enam puluh) hari. (5) Putusan Mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan.

Pasal 33

(1) Dalam hal penyelesaian perselisihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 tidak tercapai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan negeri. (2) Putusan pengadilan negeri adalah putusan tingkat pertama dan terakhir, dan hanya dapat diajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. (3) Perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan oleh pengadilan negeri paling lama 60 (enam puluh) hari sejak gugatan perkara terdaftar di kepaniteraan pengadilan negeri dan oleh Mahkamah Agung paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak memori kasasi terdaftar di kepaniteraan Mahkamah Agung.

Secara norma hukum pengertian partai politik dari fungsi, dan tugas serta kewenangannya, telah jelas tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik. Sebagaimana “Hans Kalsen menyatakan bahwa

norma hukum adalah aturan, pola, atau standar yang perlu diikuti. 15 ” Maka dengan norma hukum yang baik harus disertai juga asas hukum yang baik untuk merumuskan norma hukum yang konkret dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan. 16 Sebagaimana “A. Hamid S. Attamimi berpendapat, bahwa asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut, khususnya

dalam ranah keindonesiaan, terdiri atas; Cita Hukum Indonesia; Asas Negara Berdasar Hukum dan Asas-asas lainnya. 17 ” Namun demikian, ternyata Undang-

Undang Partai Politik tersebut masih memiliki kekurangan-kekurangan yang harus segera diperbaiki, karena dapat menimbulkan potensi ketidakpastian hukum.

15 Yuliandri, Asas-Asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang Baik, Cet. 3, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 21.

16 Ibid ., hal. 22.

Seperti halnya akhir-akhir ini terjadi permasalahan terhadap 2 (dua) partai politik besar di Indonesia, yakni Partai Golkar dan PPP (Partai Persatuan Pembangunan) yang menghadapi permasalahan sengketa internal partai politik, contohnya dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan. Permasalahan tersebut telah berujung hingga tahap kasasi, Mahkamah Agung secara bersamaan telah memberikan putusan kasasi untuk kasus Partai Golkar Nomor 490K/TUN/2015 dan demikian juga putusan kasasi untuk kasus PPP (Partai Persatuan Pembangunan) Nomor 504K/TUN/2015, yang menyatakan secara jelas bahwa sengketa internal masing-masing partai politik tersebut telah selesai.

Akan tetapi perlu ditegaskan kembali, bahwa permasalahan perselisihan sengketa internal partai politik ini mesti diluruskan, agar kedepan tidak terulang kembali demi mewujudkan amanat dari Pasal 28D ayat (1) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.”

Permasalahan dimulai dari perebutan kekuasaan internal partai politik, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Partai Politik bahwa apabila terjadi perselisihan sengketa internal partai politik maka diselesaikan oleh internal partai politik yang telah diatur di dalam AD dan ART, penjelasan pada ayat (2) nya bahwa yang berwenang menyelesaikan perselisihan sengketa internal partai politik dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau Permasalahan dimulai dari perebutan kekuasaan internal partai politik, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Partai Politik bahwa apabila terjadi perselisihan sengketa internal partai politik maka diselesaikan oleh internal partai politik yang telah diatur di dalam AD dan ART, penjelasan pada ayat (2) nya bahwa yang berwenang menyelesaikan perselisihan sengketa internal partai politik dilakukan oleh suatu mahkamah partai politik atau

Namun jika kita perhatikan secara seksama pada Pasal 33 ayat (1) Undang- Undang Partai Politik, ada suatu penjelasan yang mana apabila penyelesaian perselisihan sengketa internal partai politik tersebut tidak dapat tercapai sebagaimana yang dijelaskan pada Pasal 32, maka dapat diselesaikan melalui Pengadilan Negeri, kemudian pada Pasal 33 ayat (2) menjelaskan bahwa, mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. Sehingga pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra angkat bicara, bahwa:

“Terkait pemberian otoritas pada mekanisme penyelesaian internal partai masih setengah hati. Di satu sisi rumusan Pasal 32 menyebut putusan penyelesaian sengketa kepengurusan partai bersifat final-mengikat. Di sisi lain, justru Pasal 33 ayat (1) UU Partai Politik justru menarik kembali otoritas tersebut karena keputusan Mahkamah Partai bisa digugat ke Pengadilan jika penyelesaian tidak tercapai. Otoritas penuh partai politik untuk menyelesaikan kepengurusan partai di Mahkamah Partai justru dipangkas oleh rumusan Pasal 33 ayat (1) UU Partai Politik. Inkonsistensi ini baik prinsip kedaulatan partai politik maupun sesama norma UU Partai

Politik potensi berujung pada ketidakpastian hukum yang merugikan warga negara. 18 ”

Sedangkan mahkamah partai, adalah bentuk dari perwujudan kedewasaan partai politik yang merupakan pilar demokrasi negara. Keberadaannya pun diakui dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, dengan menyatakan secara tegas yurisdiksi mahkamah partai adalah menyelesaikan sengketa internal partai politik, sebagaimana rumusan bagian penjelasan norma pada Pasal 32 ayat (1) menyatakan y ang dimaksud dengan “perselisihan Partai Politik” meliputi antara lain;

(1) perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan; (2) pelanggaran terhadap hak anggota Partai Politik; (3) pemecatan tanpa alasan yang jelas; (4) penyalahgunaan kewenangan; (5) pertanggungjawaban keuangan; dan/atau (6) keberatan terhadap keputusan Partai Politik.

Maka dengan kewenangan tersebut, seharusnya tidak ada lagi menempatkan mekanisme penyelesaian sengketa internal partai politik melalui jalur pengadilan dan memandang sebelah mata putusan mahkamah partai sebagai pelengkap dari sistem penyelesaian permasalahan internal partai politik saja. Karena seyogianya, mahkamah partai itu dibentuk untuk memperkuat semangat pelembagaan partai politik dengan asas hukum yang demokratis dan akuntabel, sehingga dapat mewujudkan penataan dan penyempurnaan partai politik di Indonesia sebagaimana tujuan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik itu dibentuk.

18 www.hukumonline.com, Aturan Mahkamah Partai Dinilai Inkonsisten, 10 September

Mencermati hal itulah yang menimbulkan pertanyaan penulis, bagaimana eksistensi keputusan mahkamah partai dalam menyelesaikan permasalahan sengketa internal partai politik di Indonesia? Kemudian turut pula menanyakan apa akibat hukum dari sifat putusan mahkamah partai tersebut? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang menjadi latar belakang bagi penulis untuk menelaah permasalahan lebih dalam, terkait dengan kewenangan mahkamah partai yang telah diakui oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011.

Dengan pemaparan dari pemahaman penulis di atas, maka penulis bertujuan untuk mengkajinya dalam sebuah penelitian hukum guna penulisan

skripsi yang berjudul “Eksistensi Mahkamah Partai Dalam Penyelesaian Sengketa Internal Partai Politik Di Indonesia Ditinjau Dari Undang-Undang

Nomor 2 Tahun 2011”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, dan agar tidak terjadi kerancuan nantinya dalam hal penulisan skripsi ini, maka penulis akan membatasi permasalahannya dalam dua pokok perumusan masalah untuk dapat dibahas, yakni:

1. Bagaimana eksistensi mahkamah partai dalam penyelesaian sengketa internal partai politik di Indonesia?

2. Apa akibat hukum dari sifat putusan mahkamah partai tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Dalam suatu penelitian pada hakikatnya memiliki suatu tujuan yang mana tujuan tersebut dapat terlaksana sebagaimana mestinya. Berdasarkan pokok permasalahan yang diuraikan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk dapat mengetahui eksistensi mahkamah partai dalam penyelesaian sengketa internal partai politik di Indonesia.

2. Untuk dapat mengetahui akibat hukum dari sifat putusan mahkamah partai tersebut.

D. Manfaat Penelitian

Harapan penulis yakni, dalam kegiatan penelitian hukum guna dalam penulisan skripsi ini, agar kedepan dapat bermanfaat bagi siapapun, khususnya untuk penulis sendiri. Adapun manfaat, yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, penelitian ini memberikan kontribusi pemikiran, serta pemahaman yang komprehensif (menyeluruh), agar dapat berguna bagi perkembangan disiplin ilmu hukum, khususnya pada bidang ilmu Hukum Tata Negara, yang mengkaji khusus tentang, eksistensi mahkamah partai dalam penyelesaian sengketa internal partai politik di Indonesia.

b. Bertujuan untuk memperkaya referensi, dan literatur kepustakaan tentang disiplin ilmu hukum, khususnya Hukum Tata Negara. Sehingga berguna, untuk perkembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang, dalam bentuk suatu penelitian.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan penalaran hukum, guna membentuk pola pikir yang strategis, sehingga penulis pun juga dapat mengetahui kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu-ilmu yang diperoleh selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Jambi.

b. Hasil penelitian ini juga diharapkan berguna kepada pembaca, khususnya para pihak yang pada kesempatan lain memiliki minat untuk mengkaji permasalahan yang sama, sehingga dengan hadirnya penelitian ini, akan dapat membantu dan memberi masukan serta tambahan pengetahuan bagi para pihak yang terkait dengan penelitian yang sama.

E. Kerangka Konseptual

Untuk menghindari kesalahpahaman atas pengertian terhadap isi dari skripsi ini, agar tidak bersifat ambiguitas dan multitafsir, maka penulis akan memberikan batasan-batasan yang diuraikan, sebagai bentuk tujuan dan maksud pemahaman dari penulis, yakni sebagai berikut:

1. Eksistensi Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan eksistensi

adalah 19 adanya; keberadaan .

2. Mahkamah Partai Menurut Kamus Hukum, yang dimaksud dengan mahkamah adalah

pengadilan 20 . Menurut Kamus Hukum, Partai/Partai Politik adalah: organisasi politik yang dibentuk oleh sekelompok warga negara

secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pemilihan umum; perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi tertentu, sesuai dengan ketentuan Undang-

Undang yang berlaku pada waktu itu 21 .

Dalam Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, yang dimaksud dengan mahkamah partai adalah sebutan suatu badan yang dibentuk oleh partai politik berwenang menyelesaikan perselisihan sengketa internal partai politik berdasarkan AD dan ART masing- masing partai politik.

3. Penyelesaian Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan

penyelesaian adalah memutuskan atau membereskan perkara . 22

19 Kepustakaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia , Edisi Keempat, PT Media Pustaka Phoenix, Jakarta Barat, 2009, hal. 208.

20 M. Marwan dan Jimmy P, Kamus Hukum Dictionary Of Law Complete Edition, Cet. 1, Reality Publisher, Surabaya, 2009, hal. 417.

21 Ibid ., hal. 482.

4. Sengketa Menurut Kamus Hukum, yang dimaksud dengan sengketa adalah:

pertikaian; perselisihan; sesuatu yang menyebabkan perbedaan pendapat; sebuah konflik yang berkembang atau berubah menjadi sebuah sengketa apabila pihak yang merasa dirugikan telah menyatakan rasa tidak puas atau keprihatinannya baik secara tidak langsung kepada pihak yang dianggap sebagai penyebab kerugian atau kepada pihak lain; pernyataan publik mengenai tuntutan yang

tidak selaras atau inkonsisten claim terhadap sesuatu yang bernilai 23 .

5. Internal Menurut Kamus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan internal adalah

menyangkut bagian dalam 24 .

6. Partai Politik Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, yang dimaksud dengan partai politik adalah,

organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan pemenggalan definisi tersebut maka yang dimaksud dari partai politik tersebut adalah, salah satu sumber terpenting dari proses penyelenggaraan negara, berbentuk organisasi resmi yang anggotanya memiliki wawasan kebangsaan, bertujuan untuk turut andil dalam menjalankan roda pemerintahan, dengan menggunakan kedaulatan dari rakyat,

23 M. Marwan dan Jimmy P, Op. Cit., hal. 560.

untuk menegakan kedaulatan rakyat, yang tentunya berdasarkan kedaulatan hukum, dan/atau tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

F. Kerangka Teoritis

Istilah negara hukum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rechsstaat dan the rule of law , namun dalam kepustakaan Indonesia, istilah negara hukum merupakan terjemahan langsung dari 25 rechsstaat . Istilah rechsstaat mulai populer

di Eropa sejak abad XIX meskipun pemikiran itu sudah ada sejak lama. “Kemudian istilah the rule of law juga mulai populer dengan terbitnya buku dari

Albert Venn Dicey tahun 1885 dengan judul Introduction to the Study of Law of The Constitution. 26 ” Meskipun dalam perkembangannya saat ini tidak

dipermasalahkan lagi perbedaan antara keduanya, karena pada dasarnya kedua konsep itu mengarahkan pada satu sasaran utama, yaitu pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia. 27 Hanya saja keduanya berjalan

dengan sistem sendiri yaitu sistem hukum sendiri-sendiri, seperti halnya konsep rechtsstaat bertumpu atas sistem hukum kontinental yang disebut civil law , sedangkan konsep the rule of law bertumpu atas sistem hukum yang disebut

common law 28 .

25 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia Edisi Revisi, Cet. 6. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011, hal. 73.

26 Ibid . 27 Ibid.

Konsep negara hukum modern di Eropa Kontinental ( rechtsstaat ) dikembangkan oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, dan Fichte dan

konsep negara hukum 29 common law dikembangkan oleh A.V. Dicey. Adapun ciri-ciri rechtsstaat

adalah: 30

a. adanya Undang-Undang Dasar atau konstitusi yang memuat ketentuan tertulis tentang hubungan antara penguasa dan rakyat;

b. adanya pembagian kekuasaan negara;

c. diakui dan dilindunginya hak-hak kebebasan rakyat.

A.V Dicey mengetengahkan tiga arti dari the rule of law sebagai berikut: 31

a. Supremasi absolut atau predominasi dari regular law untuk menentang pengaruh dari arbitrary power dan meniadakan kesewenang-wenangan, prerogatif atau discretionary authority yang luas dari pemerintah.

b. Persamaan di hadapan hukum atau penundukan yang sama dari semua golongan kepada ordinary law of the land yang dilaksanakan oleh ordinary court ; ini berarti bahwa tidak ada orang yang berada di atas hukum; tidak ada peradilan administrasi negara.

c. Konstitusi adalah hasil dari the ordinary law of the land , bahwa hukum konstitusi bukanlah sumber, tetapi merupakan konsekuensi dari hak-hak individu yang dirumuskan dan ditegaskan oleh peradilan.

“Selain itu, konsep negara hukum juga terkait dengan istilah nomokrasi ( nomocratie ) yang berarti penentu dalam penyelenggaraan kekuasaan negara

adalah hukum. 32 ” Sebagaimana yang diutarakan oleh Wirjono Prodjodikoro, negara hukum berarti suatu negara yang di dalam wilayahnya adalah: 33

a. semua alat-alat perlengkapan dari negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam tindakannya baik terhadap para warga negara maupun dalam saling berhubungan masing-masing, tidak boleh sewenang-

29 Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Dan Pilar-Pilar Demokrasi, Cet. 2, Sinar Grafika, Jakarta Timur, 2012, hal. 130.

30 Ni’Matul Huda, Op. Cit. 31 Ibid ., hal. 75. 32 Jimly Asshiddiqie, Op. Cit. 33 Ni’matul Huda, Op. Cit.

wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan yang berlaku;

b. semua orang (penduduk) dalam hubungan kemasyarakatan harus tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.

Berdasarkan berbagai prinsip negara hukum yang telah dikemukakan tersebut, maka Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa terdapat dua belas prinsip pokok

sebagai pilar-pilar utama yang menyangga berdirinya negara hukum, yakni: 34

1. Supremasi Hukum ( Supremacy of Law ).

2. Persamaan dalam Hukum ( Equality before the Law ).

3. Asas Legalitas ( Due Process of Law ).

4. Pembatasan Kekuasaan.

5. Organ-Organ Penunjang yang Independen.

6. Peradilan Bebas dan Tidak Memihak.

7. Peradilan Tata Usaha Negara.

8. Mahkamah Konstitusi ( Constitutional Court )

9. Perlindungan Hak Asasi Manusia.

10. Bersifat Demokratis ( Democratishe Rechtsstaat ).

11. Berfungsi sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara ( Welfare Rechtsstaat ).

12. Transparansi dan Kontrol Sosial.

Dalam negara hukum, hukumlah yang memegang komando tertinggi dalam penyelenggaraan negara. Sesungguhnya yang memimpin dalam penyelenggaraan negara adalah hukum itu sendiri, sesuai dengan prinsip the Rule of Law, And not of Man , yang sejalan dengan pengertian nomocratie , yaitu kekuasaan yang dijalankan

oleh hukum nomos. 35 Dengan paham negara hukum yang demikian, sudah semestinya dibuat jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun dan ditegakkan

menurut prinsip-prinsip demokrasi. 36 Sebagaimana yang dikemukakan oleh S.W.

34 Jimly Asshiddiqie, Op. Cit., hal. 132. 35 Ni’Matul Huda, Op. Cit., hal. 80.

Couwenberg asas-asas demokratis yang melandasi rechtsstaat meliputi lima asas, yaitu: 37 (a) asas hak-hak politik ( het beginsel van de politieke groundrechten ); (b)

asas mayoritas; (c) asas perwakilan; (d) asas pertanggungjawaban; dan (e) asas publik ( open baarheidsbeginsel ).

Pertama salah satu jaminan dari prinsip-prinsip demokrasi tersebut adalah adanya ciri pembatasan kekuasaan dalam penyelenggaraan kekuasaan. “Oleh

karena itu, konsep negara hukum juga disebut sebagai negara konstitusional atau constitutional state 38 , yaitu negara yang dibatasi oleh konstitusi. ”

Menurut Montesquieu, dalam bukunya L’Espirit des Lois, yang mengikuti jalan pikiran John Locke, membagi kekuasaan negara dalam tiga cabang, yaitu: 39

i. kekuasaan legislatif sebagai pembentuk Undang-Undang;

ii. kekuasaan eksekutif yang melaksanakan; dan

iii. kekuasaan yudikatif untuk menghakimi/mengawasi Undang-Undang. Sebagaimana sistem yang di anut oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca amandemen keempat adalah sistem pemisahan

kekuasaan ( 40 separation of power ) berdasarkan prinsip check and balances . Artinya dengan pemisahan kekuasaan ini, masing-masing organ tidak boleh turut

campur atau melakukan intervensi terhadap kegiatan organ lain. Dengan demikian,

37 Ibid ., hal. 268. 38 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Cet. 4, PT RajaGrafindo

Persada, Jakarta, 2012, hal. 281. 39 Ibid ., hal. 283.

indepedensi masing-masing cabang kekuasaan dapat terjamin dengan sebaik- baiknya, seperti yang diharapkan dalam pemahaman negara hukum. 41

Berikutnya yang kedua jaminan dari prinsip-prinsip demokrasi itu adalah Partai politik yang memiliki peran penghubung sangat strategis antara proses pemerintahan dengan warga negara. “Bahkan, banyak yang berpendapat bahwa partai politiklah yang sebetulnya menentukan demokrasi, seperti dikatakan oleh

Schattscheider 42 Political parties created democracy .” Proses pelembagaan demokrasi itu pada pokoknya sangat ditentukan oleh pelembagaan organisasi

partai politik sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem demokrasi itu sendiri. 43 “Oleh karena itu menurut Yves Meny and Andrew Knapp,

A democratic system without political parties or with a single party is impossible or at any rate hard to imagine. 44 ” Artinya sistem politik dengan hanya satu partai politik, sulit sekali dibayangkan untuk disebut demokratis, apalagi jika tanpa partai politik sama sekali. 45 Sehingga dengan demikian praktik penyelenggaraan pemerintahan

negara dapat mencapai efektivitas kehidupan demokrasi. 46

Akan tetapi pasca reformasi politik, terjadi kesalahan paradigma yang lebih mendasar, yaitu moral politik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 47

“Reformasi yang dicitakan adalah reformasi untuk menggerakkan perubahan yang

41 Ibid ., hal. 290. 42 Ibid ., hal. 401. 43 Ibid ., hal. 403. 44 Ibid . 45 Ibid ., hal. 404 46 Ni ’Matul Huda, Op. Cit., hal. 270.

secara strategis mendekonstruksi format lama dalam kehidupan bernegara yang cenderung autokratis ke wujud rekonstruktifnya yang baru, yang lebih

demokratis. 48 ” Artinya kesediaan dan tindakan untuk mengoreksi kesalahan dalam rangka memformat ulang tatanan dalam struktur kehidupan bermasyarakat dan

bernegara. 49 Namun kenyataannya banyak hal yang membawa kembali pandangan rezim lama dalam penyelenggaraan berpartai, seperti halnya beragam cara demi memperebutkan kekuasaan politik tertentu, khususnya kekuasaan internal partai politik. Untuk itu dibentuk Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 yang bertujuan untuk mewujudkan penataan dan penguatan partai politik sebagai pilar demokrasi negara.

Dalam perihal ini permasalahan-permasalahan yang timbul dari internal partai politik akan dapat terselesaikan dengan merujuk dari Undang-Undang Partai Politik tersebut, sebagaimana secara tegas dalam Pasal 32 ayat (2) Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, dijelaskan bahwa dengan hadirnya mahkamah partai dari setiap masing-masing tubuh partai politik dapat menyelesaikan konflik internal tanpa melalui pengadilan dan melibatkan pemerintahan, dengan lebih mengusungkan sifat musyawarah untuk mufakat.

Kehadiran mahkamah partai sejalan dengan amanat dari Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan

48 Ibid .

bahwa: Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Berdasarkan ketentuan tersebut, penulis berpendapat hadirnya mahkamah partai adalah bentuk wujud dari kekuasaan kehakiman itu sendiri karena bertujuan untuk menegakkan hukum sehingga tercapainya keadilan.

Mahkamah Partai juga sebagai salah satu tekad kedewasaan partai politik di Indonesia dalam menghadapi perkembangan wawasan kehidupan bernegara dan wawasan kebangsaan, yang berwenang mengadili permasalahan sengketa internal partai politik, dengan bersifat final dan mengikat secara internal. Maka dari itu, pada pokoknya proses penyelenggaraan eksistensi mahkamah partai perlu dipertegaskan dalam aturan hukumnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011, sesuai dengan prinsip-prinsip kedaulatan negara hukum.

G. Metode Penelitian

Menurut Peter R. Senn dalam Bahder Johan mengatakan pendapatnya bahwa: “Metode merupakan suatu prosedur/cara mengetahui sesuatu dengan

menggunakan langkah-langkah yang sistematis, dan penelitian adalah sebagai suatu aktivitas mengandung prosedur tertentu, berupa serangkaian cara/langkah

yang disusun secara terarah, sistematis dan teratur. 50 ” Artinya kegiatan mempelajari sesuatu mempergunakan pikiran secara aktif, untuk mengejar,

50 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cet. 1, Mandar Maju, Bandung, 50 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Cet. 1, Mandar Maju, Bandung,

memperoleh pemahaman, dan dapat menjelaskan atau meramalkan. 51 Penelitian yang dimaksud dalam penulisan ini adalah penelitian hukum,

yang tentu berlandaskan dari disiplin hukum yang merupakan suatu sistem ajaran tentang hukum sebagai norma dan kenyataan guna mencari penyelesaian masalah ( problem solving ) dari isu hukum yang berkembang dan dihadapi pada masa ini. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan penulis dalam skripsi ini yakni penelitian hukum normatif atau penelitian hukum kepustakaan. Dengan membaca dan mempelajari buku-buku atau literatur dan peraturan perundang-undangan yang ada kaitannya dengan masalah yang diteliti. Dalam hal ini, penulis akan melakukan penelitian terhadap asas, norma, dan prinsip hukum tentang eksistensi mahkamah partai di Indonesia.

2. Pendekatan Penelitian Ada berberapa pendekatan yang digunakan dalam penelitian normatif, sebagai berikut;

a. pendekatan konseptual ( conceptual approach );

b. pendekatan perundang-undangan ( statuta approach );

c. pendekatan sejarah ( historical approach );

d. pendekatan perbandingan ( comparative approach ); dan

e. 52 pendekatan kasus hukum ( case law approach ).

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual ( conceptual approach ), pendekatan perundang-undangan ( statuta approach ) dan pendekatan kasus hukum ( case law approach ). “Pendekatan

konseptual ( conceptual approach ) bertujuan meneliti terhadap konsep-konsep hukum seperti; sumber hukum, fungsi hukum, lembaga hukum, dan

sebagainya. 53 ” Dalam penelitian ini pendekatan konseptual tertuju kepada konsep dibentuknya mahkamah partai di Indonesia. “Pendekatan perundang-

undangan ( statuta approach ) bertujuan untuk penelitian tehadap produk- produk hukum. 54 ” Dalam penelitian ini pendekatan perundang-undangan

tertuju kepada implikasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 Tentang Partai Politik, yang melahirkan istilah mahkamah partai. Kemudian pendekatan kasus hukum ( case law approach ) bertujuan untuk penelitian dari aspek asas, norma, dan kaidah hukum dalam wujud penegakan hukum. Dalam penelitian ini pendekatan kasus hukum ( case law approach ) tertuju kepada akibat hukum dari sifat putusan mahkamah partai.