KAJIAN IMPLEMENTASI E-LEARNING BERDASARKAN TINGKAT KESIAPAN PESERTA E-LEARNING : Studi Kasus di Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

(1)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

KAJIAN IMPLEMENTASI E-LEARNING BERDASARKAN TINGKAT KESIAPAN PESERTA E-LEARNING

ABSTRAK

Implementasi sistem e-learning telah dilakukan di beberapa institusi termasuk FPMIPA UPI. Mengkaji implementasi learning dari segi kesiapan peserta e-learning diharapkan mampu memberikan informasi tersendiri bagi pengembang mengenai apakah implementasi e-learning telah siap dari segi peserta atau tidak. Penelitian ini bertujuan untuk membuat model pengukuran tingkat kesiapan peserta e-learning dengan studi kasus e-learning FPMIPA UPI yang diharapkan relevan menjadi bahan perbaikan dan pengembangan sistem. Model ini merupakan kombinasi empat variabel yang diambil dari model-model penelitian sebelumnya yaitu technology access, computer and online skills, motivation dan learning style yang kemudian dibuat ke dalam sebuah model struktural beserta 17 indikator penyusunnya. Indikator variabel merupakan setiap pernyataan pada instrumen yang diisi oleh responden dan dibuat dengan kajian teori serta validasi oleh tiga orang ahli. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner online yang telah dibangun berdampingan dengan model. Selanjutnya model dikonfirmasi menggunakan teknik analisis model persamaan struktural dengan jumlah responden yang terkumpul adalah 223 orang yang terdiri dari mahasiswa tingkat tiga dan empat. Dari hasil analisis dengan bantuan perangkat lunak analisis SEM yaitu AMOS, dihasilkan bahwa model berhasil dibuat dan keempat kategori memiliki hubungan dalam mengukur kesiapan peserta e-learning. Sedangkan untuk mengetahui derajat kesiapan, pada penelitian ini digunakan skala yang dikembangkan oleh Aydin dan Tasci (2005) yang mengelompokkan kesiapan menjadi empat tingkat. Dari hasil perhitungan diketahui bahwa derajat kesiapan peserta e-learning FPMIPA UPI berada pada rerata 3,369 dengan tingkat kesiapan yaitu ‘belum siap namun hanya memerlukan sedikit persiapan untuk pembelajaran online’.

Kata Kunci : E-Learning, Kesiapan E-Learning, Kesiapan Peserta E-Learning,


(2)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

STUDY BASED ON THE IMPLEMENTATION OF E-LEARNING BY ONLINE LEARNER READINESS

ABSTRACT

An e-learning system implementation is done at several institution include FPMIPA UPI. Assessing the implementation of e-learning in terms of online learner readiness are expected to provide separate information for developers about whether the implementation of e-learning has been ready or not in terms of online learner readiness. This study aims to create a new measurement model on the level of readiness of the online learner with e-learning case study FPMIPA UPI that expected will be relevant for repair and development system. This model is a combination of four variables were taken from model of previous researches is an access technology, computer & online skills, motivation and learning styles that will convert into structural model and its 17 constituent indicators. Indicator variable is any statement on the instrument that is filled by the respondents and made from the theory study and validation by three experts. The data was collected using an online questionnaire that has been built alongside the models. Then, this model was confirmed using analytical techniques structural equation modeling (SEM) with the number of respondents collected is 223 students consisting of three and four-year students. From the results of the analysis with the help of SEM analysis software AMOS , the models produced successfully created and fourth categories have a relationship in measuring e-learning learner readiness. As for knowing the degree of readiness, this study used the scale developed by Aydin and Tasci (2005) which classifies the readiness into four levels of readiness. From the calculation it is known that the degree of online learner readiness FPMIPA UPI is at 3.369 with a mean level of readiness

that is 'not ready needs some work’.

Keywords : E-Learning, E-Learning Readiness, Online Learner Readiness,


(3)

Alam Universitas Pendidikan Indonesia)

SKRIPSI

diajukan untuk memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Ilmu Komputer

oleh

SITI HASANAH 0905726

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA


(4)

Peserta

E-Learning

Oleh Siti Hasanah

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

© Siti Hasanah 2014 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2014

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhnya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(5)

KAJIAN IMPLEMENTASI E-LEARNING BERDASARKAN TINGKAT KESIAPAN PESERTA E-LEARNING

disetujui dan disahkan oleh pembimbing :

Pembimbing I

Dr. H. Enjang Ali Nurdin, M.Kom NIP. 196711211991011001

Pembimbing II

Herbert, M.T

NIP. 197005022008121001

Mengetahui

Ketua Program Studi Pendidikan Ilmu Komputer

Dr. H. Enjang Ali Nurdin, M.Kom NIP. 196711211991011001


(6)

(7)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Hidup di tengah hiruk pikuk persaingan global dunia membuat manusia mulai berpikir untuk membuat dan atau mengembangkan hal yang pada awalnya mustahil menjadi mungkin. Salah satunya teknologi informasi yang kini berkembang pesat seperti tidak ada habisnya. Para pengembang dan ahli teknologi selalu memiliki akal untuk memanjakan manusia dalam memenuhi kebutuhannya.

Internet merupakan salah satu teknologi informasi yang tidak asing lagi bagi dunia. Apalagi setelah banyak terdengar istilah internet masuk ke desa. Semakin hari pengguna internet di dunia bertambah termasuk pertumbuhannya yang pesat di Indonesia. Dikutip dari halaman berita situs Yahoo! yang berjudul “Akses Internet di Indonesia Melampaui Radio dan

Surat Kabar”, survei yang diselenggarakan oleh Yahoo dan TNS di kota-kota Indonesia menghasilkan bahwa penggunaan internet di Indonesia berada di peringkat kedua setelah televisi. Maka dengan demikian jumlah warga yang mengakses internet pun semakin banyak. Seperti yang dikatakan oleh situs Kompas, pada tahun 2011 pengguna internet di Indonesia naik sebanyak 13 juta menjadi 55 juta pengguna. Sekitar 50 – 80 persen pengguna internet merupakan kaum muda. Bahkan dalam halaman SOLOPOS.com pun dikatakan bahwa pengguna internet di Indonesia merupakan ketiga tertinggi di Asia.

Melihat intensitas penggunaan internet yang mungkin sudah menjadi kebutuhan sekunder bagi manusia, kalangan pendidik pun mulai berinovasi untuk kemudian ikut memadukan perkembangan teknologi informasi ke dalam proses pembelajaran. Kini sektor pendidikan pun mulai menggunakan


(8)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

teknologi informasi ke dalam lembaga pendidikannya. Mulai dari pengadaan infrastruktur TIK dengan dibuatnya laboratorium komputer, pemasangan jaringan internet hingga jaringan nirkabel. Tak hanya itu, pembelajaran di kelas pun semakin menarik dengan kehadiran LCD proyektor untuk menampilkan media pembelajaran yang menarik minat peserta didik.

Penggunaan internet yang marak ini menjadi alternatif bagi pengajar untuk memberikan pembelajaran yang inovatif bagi peserta didiknya. Kemudian muncul istilah e-learning sebagai salah satu kemajuan teknologi informasi dalam bidang pembelajaran. John Chambers, CEO of Cisco System

dalam Wahono (2003:1) mengungkapkan “The next big killer application for the Internet is going to be education”. Dapat diartikan bahwa menurutnya, aplikasi besar selanjutnya hadir dalam sektor pendidikan. Kemunculan e-learning ini menjadi alternatif yang semakin banyak dipergunakan dalam dunia pendidikan. Effendi dan Zhuang (2005:4) menulis bahwa di Amerika Serikat, 90 persen universitas dengan lebih dari 10.000 siswa telah menggunakan e-learning.

Istilah e-learning sendiri didefinisikan dengan luas oleh para ahli, seperti menurut Smaldino dalam Priyanto (2008:267) :

E-learning (electronic learning) adalah salah satu aspek penerapan TIK di institusi pendidikan. E-learning didefinisikan sebagai penyampaian konten pembelajaran atau pengalaman belajar secara elektronik menggunakan komputer dan media berbasis komputer. Sedangkan Darin E. Hartley (Turino dkk, 2009:727) mengemukakan

pandangannya bahwa “e-learning merupakan suatu jenis belajar mengajar yang memungkinkan tersampaikannya bahan ajar ke siswa dengan

menggunakan media internet, intranet atau media jaringan komputer lain”.

Melihat definisi di atas, kedua ahli sepakat bahwa e-learning memanfaatkan teknologi komputer, namun ada yang secara tegas mengatakan bahwa e-learning menggunakan intenet, intranet, atau jaringan komputer lainnya.


(9)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Dilansir dari halaman www.telkomsolution.com, belanja teknologi informasi di Indonesia diperkirakan oleh Business Monitor International (BMI) mencapai 10,2 miliar dolar Amerika pada tahun 2015 mendatang. Belanja ini cukup besar termasuk dari sektor pendidikan. Bahkan dari program e-learning ini pemerintah telah menghabiskan dana sekitar 10 triliun rupiah untuk dua tahun terakhir. Melihat data tersebut, secara tidak langsung pemerintah telah mendukung sepenuhnya bagi pemanfaatan teknologi informasi terutama e-learning dalam sektor pendidikan. Semua teknologi yang didukung oleh pemerintah ini memungkinkan migrasi besar-besaran pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran elektronik.

Secara tidak langsung dapat dibayangkan beberapa tahun ke depan perkembangan teknologi dalam pendidikan ini. Akan tetapi, apa yang akan terjadi ketika investasi besar tersebut gagal di tengah jalan karena kegagalan implementasi e-learning itu sendiri? Baik dari segi sistem ataupun pesertanya sendiri. Pada tahun 2009, mahasiswa Universitas Indonesia melakukan survei terhadap mutu situs e-learning yang ada di sekolah Indonesia. Dari hasilnya Suhartanto (2012:76) mengatakan bahwa “Secara umum, kualitas situs secara kuantitas masih sangat minim. Jika ditelusuri lebih jauh kualitas isi situs

tersebut, maka banyak yang tak terpelihara dengan baik”. Lalu apakah dapat

dikatakan implementasi tersebut gagal? Apakah memang Indonesia telah berada dalam level siap untuk penerapan teknologi baru ini?

Untuk mengetahui sukses tidaknya e-learning itu sendiri, tentulah dibutuhkan pengukuran. Terdapat beberapa ahli dan sejumlah penelitian yang berupaya menemukan pengukuran ideal bagi inovasi pembelajaran ini. Pada dasarnya, e-learning merupakan sebuah perangkat lunak yang membutuhkan strategi penerapan. Effendi dan Zhuang mengungkapkan bahwa strategi sangat penting dalam penerapan e-learning. Effendi dan Zhuang (2005:25) menyatakan bahwa “strategi penerapan e-learning melibatkan empat tahap :

1. analisa; 2. perencanaan; 3. pelaksanaan; 4. evaluasi”. Penurunan atau kurang baiknya kualitas e-learning seharusnya dapat diminimalisir oleh


(10)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

evaluasi e-learning itu sendiri. Dalam Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Informasi di Yogyakarta, Prayudi (2009:62) mengatakan :

Adanya evaluasi yang komprehensif terhadap implementasi e-learning di sebuah institusi akan menjadi masukan pada banyak aspek dari e-learning itu sendiri, diantaranya sejauh mana penerapan e- learning telah sesuai dengan tujuan awalnya.

Adapun beberapa model evaluasi e-learning yang pernah dilakukan yaitu: 1. Model Donald Kirkpatrick (membagi evaluasi menjadi 4 level); 2. Model Readiness Index for Learning Online (RILO);

3. Model E-Learning Readiness (ELR) Chapnick;

4. Model Readiness for Education at a Distance Indicator (READI).

Dari model di atas, terdapat model evaluasi yang mengukur kesiapan sistem e-learning dan terfokus pada institusi yang diprakarsai oleh Samantha Chapnick yaitu E-Learning Readiness (ELR). Chapnick (2000) mengatakan bahwa :

My readiness model is designed to simplify the process of getting the basic information necessary to answer the questions. Grouping together a wide variety of factors into eight categories allows practitioners to use the same process to assess the vastly different stakeholders in the system.

Dapat disimpulkan dari keterangan Chapnick bahwa model e-learning readiness dirancang untuk menyederhanakan proses dalam mendapatkan informasi dasar untuk menjawab pertanyaan yang sebelumnya telah diajukan. Model ini terdiri dari beragam faktor yang dijadikan kedalam delapan kategori.

Selain mengukur kesiapan institusi, dapat dibayangkan ketika sebuah sistem telah rampung diterapkan, namun tidak memiliki peserta, atau tidak diminati peserta. Oleh karena itu, selain model di atas terdapat model serta penelitian lain yang terfokus mengukur peserta e-learning sebagai subyek utama penelitian. Pada dasarnya model serta penelitian tersebut terdiri dari beberapa aspek yang memiliki kesamaan di beberapa indikatornya, namun


(11)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

seringkali disajikan dengan bahasa yang berbeda. Adapun model-model tersebut yaitu:

1. Watkins dkk (2004), yaitu penelitian tentang Assessing Readiness for E-Learning yang menghasilkan enam faktor mendasar.

2. Hung dkk (2010), yaitu studi yang mengembangkan dan memvalidasi instrumen untuk kesiapan mahasiswa dalam pembelajaran online yang selanjutnya dikenal dengan Online Learning Readiness Scale (OLRS) yang memiliki 5 aspek.

3. Panuwatwanich dan Stewart (2012) menguji kembali OLRS versi Pilley dkk (2007) yang terdiri dari 4 faktor.

Berbagai universitas, termasuk Universitas Pendidikan Indonesia kini telah menerapkan e-learning. Salah satunya adalah Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FPMIPA), sebagai fakultas peneliti menimba ilmu. Tentu saja peserta e-learning dalam hal ini mahasiswa harus memiliki pengalaman berteknologi serta mau mencoba budaya belajar lain dan memiliki motivasi yang besar serta dalam orientasi yang benar. Melihat tingginya penggunaan teknologi informasi di Indonesia, seharusnya pengalaman berteknologi bukanlah menjadi halangan bagi peserta e-learning untuk bermigrasi ke pembelajaran berbasiskan teknologi informasi.

Tak sedikit mahasiswa yang memiliki kendala dalam melakukan pembelajaran online ini. Kendala yang ditemukan dalam lapangan mengindikasikan lemahnya motivasi peserta dalam melakukan pembelajaran online. Banyak peserta yang mengikuti pembelajaran berbasis e-learning karena tuntutan dari institusi, dalam kasus ini tuntutan perkuliahan di Universitas Pendidikan Indonesia, tanpa menaruh motivasi terhadap pembelajarannya. Peserta lebih memilih untuk berselancar di internet bukan untuk memanfaatkan fasilitas e-learning, namun untuk mengakses media sosial. Akses yang dilakukan peserta hanya sebatas perintah dari dosen yaitu mengambil materi, mengambil dan mengumpulkan tugas serta mengerjakan kuis atau ujian. Selebihnya forum diskusi atau fitur lain jarang dimanfaatkan.


(12)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tak sedikit peserta yang juga masih kurang pandai mengatur waktu serta jadwal dan memiliki gaya belajar yang kurang baik dan kurang cocok dengan pembelajaran ini.

Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengukur sejauh mana kesiapan mahasiswa memposisikan dirinya dalam pembelajaran e-learning, terutama memotivasi dirinya dalam belajar dengan cara yang berbeda. Dari model pengukuran yang pernah ada, masing-masing memiliki aspek penilaian yang berbeda. Maka dapat dikatakan bahwa belum adanya model ideal yang dapat dijadikan model pengukuran kesiapan peserta e-learning. Trammel (2009:60) menyatakan bahwa “First, there is a need to find which programs work with all students, and if there are specific strategies and programs that work better with different cultures”. Dapat diartikan bahwa kajian, pengembangan serta penelitian model evaluasi masih perlu ditingkatkan untuk menemukan model yang ideal, atau setidaknya mendekati ideal guna mencari program yang dapat bekerja di semua budaya dan pelajar.

Pengukuran kesiapan peserta e-learning tentu akan berbeda setiap tempatnya, karena sistem e-learningnya pun berbeda menyesuaikan dengan budaya serta gaya belajar pesertanya sendiri. Di lingkungan implementasi FPMIPA UPI, maka diperlukan sebuah model yang tepat guna mengukur kesiapan mahasiswa sebagai peserta e-learning. Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sebuah model yang sesuai dengan karakteristik dan budaya lingkungan FPMIPA UPI, yang mengadaptasi, mengkolaborasikan model-model yang sudah ada dengan menambahkan dari model satu dengan model lainnya, dan atau menghilangkan dari model satu dengan model lainnya. Melakukan penyesuaian model dengan budaya sangatlah penting, bahkan menurut Rosenberg (2006:279), ketika sekalipun pembelajaran yang baik berusaha melawan budaya organisasi, budaya akan selalu menang.

Seperti dikatakannya “When great learning comes up against an unsupportive organizational culture, the culture wins every time”.


(13)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Mengkaji implementasi learning dari segi kesiapan peserta e-learning diharapkan mampu memberikan informasi tersendiri bagi pengembang terutama dalam lingkungan studi kasus penelitian ini. Apakah implementasi e-learning sendiri dalam lingkungan kampus telah dikatakan siap dari segi peserta atau tidak. Dalam penelitian ini akan diteliti pula gejala-gejala antara setiap faktor pada model evaluasi untuk mengetahui ada tidaknya hubungan di antara setiap faktor yang selanjutnya disebut kategori kesiapan dengan kesiapan peserta e-learning secara keseluruhan, guna menghasilkan sebuah model yang tepat. Model ini selanjutnya akan divalidasi menggunakan analisis data statistika Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modelling) atau yang sering dikenal dengan SEM.

Berangkat dari uraian di atas, peneliti merasa perlu mengkaji implementasi e-learning berdasarkan tingkat kesiapan peserta e-learning, untuk bahan renungan serta perbaikan. Karena migrasi pembelajaran menuju e-learning memungkinkan peserta untuk merubah gaya serta budaya belajar

mereka. Maka peneliti menetapkan judul “KAJIAN IMPLEMENTASI LEARNING BERDASARKAN TINGKAT KESIAPAN PESERTA E-LEARNING” dengan studi kasus pada Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana cara dan proses mengkaji implementasi e-learning dengan pemodelan pengukuran kesiapan peserta e-learning?

2. Bagaimana pengaruh dan hubungan antara setiap kategori kesiapan terhadap kesiapan peserta e-learning dalam model yang diajukan serta sejauh mana tingkat keberhasilannya?

3. Bagaimana tingkat kesiapan peserta e-learning FPMIPA UPI berdasarkan model ini?


(14)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

C. Batasan Masalah

Agar menghindari terdapatnya kesalahpahaman dalam penelitian ini, maka penulis membatasi permasalahan ke dalam hal-hal berikut ini, yaitu: 1. Peneliti akan menguji sebuah model keterhubungan antar variabel serta

mengukur kesiapan peserta e-learning FPMIPA UPI dalam kajian implementasi e-learning menggunakan model yang dipakai pada penelitian kali ini.

2. E-learning dan peserta learning yang dijadikan subyek kali ini adalah e-learning dan mahasiswa FPMIPA UPI.

3. Penelitian ini berusaha memvalidasi model keterhubungan antar variabel hasil kolaborasi model-model lain, dan kategori kesiapan yang akan menjadi variabel penelitian dibatasi hanya empat kategori yaitu technology access (TA), computer and online skills (COS), motivation (Mot) dan learning style (LS).

D. Tujuan Penelitian

Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengkaji implementasi e-learning serta mengetahui proses pemodelan sebuah model pengukuran tingkat kesiapan peserta e-learning. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dan hubungan antara setiap kategori kesiapan dengan kesiapan secara keseluruhan serta tingkat keberhasilan model hasil pemodelan.

3. Untuk mengetahui tingkat kesiapan peserta e-learning FPMIPA UPI.

E. Manfaat Penelitian


(15)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

1. Bagi Peneliti

Mendapatkan hasil yang jelas dan akurat sesuai fakta dan data penelitian yang didapatkan dari lapangan mengenai penelitian yang diangkat dan menjadikannya pengalaman serta bahan pembelajaran.

2. Bagi Pendidik

Mendapatkan data dan fakta baru mengenai tingkat kesiapan peserta e-learning sehingga menjadikannya bahan renungan serta perbaikan sistem pembelajaran e-learning.

3. Bagi Peserta E-Learning

a. Mendapatkan aspek-aspek yang harus dicermati dalam pembelajaran e-learning.

b. Mendapatkan kesempatan untuk memperbaiki kesiapan mereka dalam pembelajaran e-learning.

c. Menjadi sadar mengenai pentingnya motivasi dalam belajar, budaya belajar serta bagaimana menerima budaya belajar yang baru.

4. Bagi Lembaga Pendidikan

Mendapatkan kontribusi yang cukup berarti mengenai cara mengukur penerapan e-learning serta mendapatkan data dan fakta baru mengenai tingkat kesiapan peserta pembelajaran e-learning sehingga menjadikannya bahan renungan serta perbaikan bagi implementasi sistem pembelajaran e-learning.

5. Bagi Mahasiswa

Mendapatkan pengalaman baru dan berarti dalam proses belajar menjadi mahasiswa yang lebih baik dan memberikan motivasi kepada mahasiswa lain untuk berkembang lebih dan melakukan penelitian yang lebih baik dari sebelumnya.


(16)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

F. Sistematika Penulisan

Sebagai usaha untuk menghasilkan sebuah tulisan yang baik dan sistematis, maka penulisan skripsi ini dibagi ke dalam beberapa bab yang membahas hal-hal sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan

Pada bagian ini berisi latar belakang, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian dan sistematikan penulisan.

BAB II Tinjauan Pustaka

Pada bagian ini berisi penjelasan mengenai teori-teori terkait dengan penelitian kali ini, yaitu mengenai e-learning (electronic learning), evaluasi e-learning, kesiapan e-learning, kesiapan peserta e-learning, technology access, computer and online skills, motivation, learning style, skala pengukuran tingkat kesiapan peserta e-learning, structural equation modeling, perangkat lunak analisis AMOS dan hipotesis penelitian.

BAB III Metodologi Penelitian

Pada bagian ini dipaparkan mengenai desain penelitian, variabel penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional, instrumen penelitian serta teknik analisis dan pengolahan data.

BAB IV Hasil dan Pembahasan

Bagian ini akan berisikan hasil dari penelitian kali ini, mulai dari tahap persiapan, tahap pelaksanaan, tahap pengolahan data, analisis dan uji hipotesis, serta pembahasan hasil penelitian.

BAB V Kesimpulan dan Rekomendasi

Bagian ini berisikan paparan mengenai kesimpulan dari kegiatan penelitian yang berkaitan erat dengan hipotesis dan rumusan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya pada bab I. Selain itu dijelaskan pula saran dari


(17)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

penelitian dengan harapan agar penelitian selanjutnya dapat menghasilkan model lain yang lebih relevan dalam pengukuran kesiapan peserta e-learning.


(18)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori mengenai pengukuran tingkat kesiapan peserta e-learning menggunakan model keterhubungan antar variabel yang merupakan hasil pengembangan dari penelitian-penelitian terdahulu serta teori yang ada. Penelitian eksplanatori atau disebut juga penelitian eksplanatif merupakan penelitian yang meneliti setiap variabelnya secara mendalam guna mendapatkan hasil mengenai ada tidaknya hubungan dari gejala-gejala yang didapatkan dari setiap variabel. Kategori kesiapan dalam model ini merupakan variabel-variabel yang akan diteliti secara mendalam hingga diharapkan menghasilkan sebuah hubungan terhadap kesiapan peserta secara keseluruhan.

Dalam penelitian ini, digunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survei. Metode survei merupakan metode yang menggunakan angket sebagai alat pengumpul datanya. Pendekatan kuantitatif adalah :

Metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivism, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrument penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/ statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono,2013a:14).

Selanjutnya data dan fakta dari angket yang terkumpul akan diuji dengan teknik analisis data SEM. Tahapan analisis SEM sendiri setidaknya harus melalui lima tahapan (Latan,2013:42), yaitu: 1. spesifikasi model; 2. identifikasi model; 3. estimasi model; 4. evaluasi model; 5. modifikasi atau respesifikasi model.


(19)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Latar Belakang Kajian Pustaka Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Hipotesis Rancangan Penelitian Pemilihan Jenis Instrumen Penentuan Variabel dan Sumber Data Pemilihan Metode SEM 1 Penyusunan Instrumen Judgement Pengumpulan Data Sebar Angket SEM 3

Tahap Persiapan Tahap Penelitian

Tahap Analisis SEM 4 SEM 5 Hasil Kesimpulan dan Saran Pengembangan Hipotesis SEM 2

Pada dasarnya penelitian ini terdiri dari tiga tahapan dan berjalan dengan mengacu pada langkah-langkah SEM di atas serta penambahan beberapa langkah dasar di luar SEM. Adapun secara skematis langkah-langkah tersebut disajikan dalam gambar di bawah ini :

Gambar 3.1 Skema Penelitian

Adapun penjelasan dari skema di atas adalah sebagai berikut :

1. Tahap Persiapan

Tahap ini merupakan persiapan yang dilakukan peneliti sebelum melakukan sebuah penelitian. Dapat dilihat dari skema di atas, bahwa tahapan ini terdiri dari :

a. Penentuan latar belakang.


(20)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

c. Menetapkan tujuan penelitian. d. Merumuskan hipotesis.

e. Menentukan rancangan penelitian.

1) Pemilihan metode.

2) Penentuan variabel dan sumber data. 3) Pemilihan jenis instrumen.

f. Penyusunan instrumen. g. Judgement instrumen.

h. Melakukan tahapan SEM pertama yaitu spesifikasi model berdasarkan kajian teori.

i. Melakukan tahapan SEM kedua yaitu identifikasi model.

2. Tahap Penelitian

Pada tahap ini peneliti memulai penelitian dengan tahapan : a. Penyebaran angket hasil judgement.

b. Proses pengumpulan data.

c. Mengembangkan hipotesis berdasarkan spesifikasi model.

3. Tahap Analisis

Setelah seluruh data diperoleh dan memenuhi syarat minimal sampel penelitian, maka data pun mulai dianalisis menggunakan SEM (melanjutkan tahapan SEM yaitu tahapan ketiga hingga kelima). Data yang terkumpul sebelum dianalisis, diperiksa terlebih dahulu telah memenuhi syarat atau belum, seperti tidak adanya data outliers. Selain data dianalisis menggunakan SEM, data pun diolah guna mengetahui kesiapan peserta e-learning. Setelah data berhasil diolah dan dianalisa, selanjutnya adalah penarikan kesimpulan yang mengacu pada rumusan masalah.


(21)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2013a:60). Adapun variabel dalam penelitian kali ini yaitu:

1. Variabel laten

Merupakan variabel yang tidak dapat diukur secara langsung melainkan hanya dapat diukur dengan satu atau lebih variabel manifes. Variabel ini juga disebut sebagai unobserved variables. Dalam penelitian ini, setiap variabel endogen dan eksogen merupakan variabel laten, yaitu TA, COS, MOT, LS dan kesiapan peserta e-learning.

2. Variabel manifes

Sedangkan manifes, merupakan variabel yang dapat diukur secara langsung dan mengukur variabel laten. Variabel ini disebut juga observed variables. Dalam penelitian ini, setiap indikator yang menjelaskan variabel endogen dan eksogen, merupakan variabel manifes, yaitu indikator TA1, TA2, TA3, COS1, COS2, COS3, COS4, COS5, MOT1, MOT2, MOT3, MOT4,MOT5, LS1, LS2, LS3 dan LS4.

3. Variabel eksogen

Variabel eksogen atau sering juga dikenal dengan variabel independen, merupakan variabel yang tidak dipengaruhi variabel lain dan mempengaruhi variabel dependen. Dalam SEM, variabel ini ditunjukkan dengan adanya anak panah yang berasal dari variabel ini menuju variabel endogen. Pada penelitian kali ini yang termasuk variabel ini adalah TA. 4. Variabel endogen

Variabel endogen atau sering juga dikenal dengan variabel dependen, merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel independen (eksogen). Dalam SEM, variabel ini ditunjukkan dengan adanya anak panah menuju variabel ini. Pada penelitian kali ini yang termasuk variabel ini adalah COS, MOT, LS dan kesiapan peserta e-learning.


(22)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

C. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program sarjana tingkat tiga dan empat di Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.Sampel yang diambil dari populasi penelitian ini menggunakan teknik stratified cluster random sampling, karena populasi terdiri dari 2 tingkat yaitu tingkat tiga dan empat, serta menaungi beberapa jurusan dengan beberapa program studi yang akan dibagi menjadi beberapa rumpun. Subjeknya adalah mahasiswa tingkat tiga dan empat, karena asumsinya mahasiswa tingkat tiga dan empat telah memiliki lebih banyak pengalaman dan juga telah melakukan pembelajaran menggunakan e-learning dibandingkan dengan mahasiswa tingkat satu dan dua.

Selanjutnya analisis statistik yang akan digunakan adalah SEM, maka untuk pengambilan sampel akan memperhatikan proporsi dari Joreskog dan Sorbom (Riduwan dan Kuncoro, 2012:56) serta proporsi menurut Bentler dan Chou (Latan,2013:44). Menurut Joreskog dan Sorbom, penentuan sampel minimal dapat dilihat pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Ukuran sampel minimal dan jumlah variabel Joreskog dan Sorbom (Riduwan dan Kuncoro, 2012:56)

Jumlah variabel Ukuran sampel minimal

3 200

5 200

10 200

15 360

20 630

25 975


(23)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Sedangkan menurut Bentler dan Chou, jumlah sampel yang harus dipenuhi untuk proses estimasi adalah 5 kali (5:1) parameter yang akan di estimasi. Dari hasil identifikasi model (dijelaskan pada bab IV), penelitian ini memiliki 38 parameter. Melihat jumlah parameter tersebut maka sampel yang dibutuhkan sebanyak 190 orang dengan perhitungan berikut :

Jika melihat tabel 3.1 maka jumlah sampel pada penelitian ini adalah 200 responden karena menguji 5 variabel. Menimbang proporsi kedua ahli, peneliti menetapkan sampel minimal penelitian ini adalah 210 responden dikarenakan untuk mengantisipasi adanya data outliers atau data pencilan. Setelah menentukan jumlah sampel yang dibutuhkan, kemudian jumlah sampel tadi akan dihitung kembali berdasarkan tingkat (strata) dan rumpun (kluster) yang ada dengan persamaan (Riduwan dan Kuncoro, 2012:57):

dimana:

ni = jumlah sampel menurut rumpun/tingkat; n = jumlah sampel seluruhnya;

Ni = jumlah populasi menurut rumpun/tingkat; N = jumlah populasi seluruhnya.

Berdasarkan data rekapitulasi mahasiswa kontrak kuliah semester genap tahun ajaran 2013/2014 FPMIPA UPI yang terlampir pada lampiran 1, total mahasiswa FPMIPA UPI angkatan 2011 (tingkat tiga) adalah 525 orang, sedangkan total mahasiswa FPMIPA UPI angkatan 2010 (tingkat empat) adalah 582 orang. Maka populasinya adalah 1107 orang. Karena teknik pengambilan jumlah sampelnya berdasarkan tingkat dan rumpun, maka langkah pertama pengambilan sampel adalah penentuan jumlah sampel untuk masing-masing tingkat. Adapun perhitungan jumlah masing-masing sampel untuk setiap tingkat adalah:


(24)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.2

Perhitungan pengambilan sampel masing-masing tingkat (strata) Tingkat Pupulasi

tingkatan Perhitungan sampel Sampel Tingkat 3

(angkatan 2011) 525 orang

100 orang

Tingkat 4

(angkatan 2010) 582 orang

110 orang

Selanjutnya setelah menemukan angka sampel masing-masing tingkatan, langkah berikutnya adalah menghitung jumlah sampel sesuai daerah rumpun. Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam menaungi 11 program studi yang selanjutnya dijadikan rumpun. Adapun pengambilan sampel untuk tingkat tiga disajikan pada tabel 3.3.

Tabel 3.3

Perhitungan pengambilan sampel tingkat (strata) tiga

No Program Studi

Populasi program studi

Perhitungan sampel Sampel

1 IPSE (International Program on Science Education)

19

4 orang

2 Pendidikan Ilmu

Komputer 66

13 orang

3 Ilmu Komputer 38

7 orang

4 Pendidikan Matematika 72

14 orang

5 Matematika 28


(25)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.3

Perhitungan pengambilan sampel tingkat (strata) tiga

No Program Studi

Populasi program studi

Perhitungan sampel Sampel

6 Pendidikan Biologi 70

13 orang

7 Biologi 28

5 orang

8 Pendidikan Kimia 76

15 orang

9 Kimia 34

6 orang

10 Pendidikan Fisika 66

13 orang

11 Fisika 28

5 orang

Adapun pengambilan sampel untuk tingkat empat disajikan pada tabel 3.4.

Tabel 3.4

Perhitungan pengambilan sampel tingkat (strata) empat

No Program Studi

Populasi program studi

Perhitungan sampel Sampel

1 IPSE (International Program on Science Education)

17

3 orang

2 Pendidikan Ilmu

Komputer 50


(26)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Tabel 3.4

Perhitungan pengambilan sampel tingkat (strata) empat

No Program Studi

Populasi program studi

Perhitungan sampel Sampel

3 Ilmu Komputer 56

11 orang 4 Pendidikan Matematika 76

14 orang

5 Matematika 31

6 orang

6 Pendidikan Biologi 72

14 orang

7 Biologi 32

6 orang

8 Pendidikan Kimia 98

19 orang

9 Kimia 39

7 orang

10 Pendidikan Fisika 80

15 orang

11 Fisika 31

6 orang

D. Definisi Operasional

Agar tidak terjadi perbedaan persepsi, maka berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa istilah dalam penelitian kali ini, yaitu:


(27)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

1. E-Learning (electronic learning)

E-learning adalah sebuah inovasi pembelajaran masa kini yang merupakan kesatuan instruksi dan informasi yang ditransmisikan dari pengajar dan atau peserta di tempat dan waktu yang berbeda melalui teknologi komputer menggunakan media internet, intranet, dan atau jaringan komputer lainnya.

2. Kesiapan e-learning

Kesiapan e-learning atau populer dengan e-learning readiness merupakan sebuah model yang diprakarsai oleh Samantha Chapnick. Model ini dirancang untuk mengetahui sejauh mana kesiapan sistem e-learning sebagai informasi mendasar dalam mengimplementasikan dan mengembangkan e-learning berdasarkan 8 kategori kesiapan. Sebagaimana dikatakan Chapnick (2000) :

My readiness model is designed to simplify the process of getting the basic information necessary to answerthe questions. Grouping together a wide variety of factors into eight categories allows practitioners to use thesame process to assess the vastly different stakeholders in the system.

Borotis & Poulymenakou dalam Priyanto (2008) mendefinisikan e-learning readiness (ELR) sebagai “kesiapan mental atau fisik suatu organisasi untuk suatu pengalaman pembelajaran”.

3. Kesiapan peserta e-learning

Kesiapan peserta e-learning merupakan kesiapan secara mental atau fisik sebuah implementasi sistem yang terfokus kepada peserta dalam pengalaman pembelajaran online. Pengukuran terhadap kesiapan peserta e-learning ini telah dilakukan oleh berbagai peneliti dengan berbagai macam modelnya, diantaranya dilakukan oleh University of Georgia, Hung et al.,, Watkins et al.,, dan Kriengsak.

4. Technology access (TA)

Merupakan variabel dalam model yang diasumsikan dapat mengukur kesiapan peserta e-learning berdasarkan ketersediaan akses teknologi peserta.


(28)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

5. Computer and online skills (COS)

Merupakan variabel dalam model yang diasumsikan dapat mengukur kesiapan peserta e-learning berdasarkan kemampuan computer serta internet peserta.

6. Motivation (MOT)

Merupakan variabel dalam model yang diasumsikan dapat mengukur kesiapan peserta e-learning berdasarkan tinggi rendahnya motivasi peserta.

7. Learning style (LS)

Merupakan variabel dalam model yang diasumsikan dapat mengukur kesiapan peserta e-learning berdasarkan gaya belajar peserta.

8. Structural equation modelling (SEM)

Model persamaan struktural ini merupakan model untuk menganalisis hubungan sebab akibat antara variabel dimana setiap variabel terikat/ endogen secara unik keadaannya ditentukan oleh seperangkat variabel bebas/ eksogen (Riduwan dan Kuncoro,2012:5). SEM (Structural Equation Modelling) merupakan alat analisis statistik multivariat yang menggabungkan antara analisis faktor dengan analisis jalur, serta tepat untuk menguji hubungan yang rumit antar variabel.

9. AMOS

Merupakan salah satu dari sekian perangkat lunak analisis SEM yang akan dipakai pada penelitian ini. Adapun versi yang dipakai pada penelitian ini adalah AMOS 21.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan sesuatu metode (Arikunto, 1998:137). Terdapat 2 instrumen yang akan dipakai dalam penelitian ini yaitu instrumen pengumpulan data serta instrumen validasi dan verifikasi ahli. Instrumen untuk pengumpulan data yang digunakan adalah angket atau kuesioner. Arikunto (1998:140) mengungkapkan bahwa


(29)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

“kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui”. Sedangkan untuk validasi dan verifikasi ahli digunakan untuk judgement instrumen angket.

1. Instrumen Angket Penelitian

Angket pada penelitian ini menggunakan skala Likert yang biasa digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan ataupun persepsi responden (Sugiyono,2013a:134). Angket ini diberi 5 pilihan jawaban yaitu untuk pernyataan positif adalah 1 (sangat tidak setuju), 2 (tidak setuju), 3 (kurang setuju), 4 (setuju) dan 5 (sangat setuju). Sedangkan untuk pernyataan negatif adalah 5 (sangat tidak setuju), 4 (tidak setuju), 3 (kurang setuju), 2 (setuju) dan 1 (sangat setuju). Skala tersebut dijadikan jawaban bagi instrumen pernyataan. Penelitian ini akan menggunakan angket dengan penyebaran secara online. Tujuannya agar data dapat langsung terkumpul dan lebih mudah untuk diolah.

2. Instrumen Judgement Angket oleh Ahli

Skala yang digunakan pada instrumen ini adalah rating scale. Skala tersebut memungkinkan data mentah berupa angka yang ditafsirkan menjadi kategori atau kriteria. Angket untuk responden akan dinilai oleh ahli dengan jawaban penilaian yg berbeda. Akan diberikan 4 jawaban pilihan yaitu 1 (tidak sesuai), 2 (kurang sesuai), 3 (cukup sesuai) dan 4 (sangat sesuai).

F. Teknik Analisis dan Pengolahan Data 1. Analisis Data Angket

Adapun skala yang akan dipakai mengacu pada pengukuran kesiapan e-learning oleh Aydin dan Tasci (2005) yaitu penskoran dengan skala Likert. Setiap pertanyaan yaitu setiap variabel manifes dalam variabel


(30)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

laten akan diberi skor dengan rentang nilai 1 – 5. Jika direntangkan garis lurus mulai angka 1 hingga 5, akan menghasilkan 4 interval. Aydin dan Tasci telah memberikan nilai indeks untuk menilai kategori tingkat kesiapan. Adapun skala indeks Aydin dan Tasci telah disajikan dalam Gambar 2.2.

Adapun maksud skala Aydin dan Tasci yaitu:

a. Interval pertama yaitu indeks 1 – 2,59 berarti belum siap dan membutuhkan lebih banyak lagi persiapan untuk pembelajaran online. b. Interval kedua yaitu indeks 2,6 – 3,39 berarti belum siap namun hanya

memerlukan sedikit persiapan untuk pembelajaran online.

c. Interval ketiga yaitu indeks 3,4 - 4,19 berarti sudah siap namun masih membutuhkan sedikit peningkatan dalam pembelajaran online.

d. Interval keempat yaitu indeks 4,2 – 5 berarti sudah siap menjadi peserta e-learning.

Nilai indeks tersebut didapat dengan mencari mean (rerata) dari data yang terkumpul. Adapun mean atau rerata didapatkan dari hasil penjumlahan seluruh data lalu dibagi dengan banyaknya data. Adapun jika dirumuskan menjadi (Sugiyono, 2013b:49):

dimana:

Me = mean (rerata);

Xi = jumlah data; n = banyaknya data.

Nilai indeks di atas dicari untuk mengetahui tingkat kesiapan peserta e-learning dimana hasilnya akan langsung dihitung pada angket online yang digunakan. Sehingga setiap responden akan langsung mendapatkan derajat kesiapannya setelah mengisi seluruh rangkaian angket.


(31)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

2. Analisis Data Instrumen Judgement Ahli

Menurut Sugiyono (2013a:143) untuk mencari nilai dari rating scale maka dapat digunakan persamaan 3.3.

dimana:

P = persentase;

Skor ideal = skor tertinggi tiap butir x jumlah butir x jumlah responden.

Maka melihat rentang nilai 1 hingga 4, persentase dapat dikelompokkan menjadi :

Tabel 3.5 Persentase rating scale Persentase Kriteria 0 – 25 % Tidak sesuai 26 – 50 % Kurang sesuai 51 – 75 % Cukup sesuai 76 – 100 % Sangat sesuai

Proses penilaian dilakukan oleh 3 orang ahli dan dapat dilihat penilaiannya pada lampiran 2. Adapun hasil dari penilaian tersebut didapatkan skor hasil pengumpulan data sejumlah 171. Sedangkan skor ideal adalah 204, didapat dari perkalian antara skor tertinggi tiap butir, jumlah butir dan jumlah ahli. Skor tertinggi adalah 4, jumlah butir adalah 17 dan jumlah ahli adalah 3. Maka menentukan persentase sesuai rumus di atas adalah sebagai berikut :

Dari nilai yang didapatkan dan melihat tabel persentase rating scale, maka dapat didapatkan instrumen ini sangat sesuai. Melihat hasil tersebut,


(32)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dapat dikatakan instrumen layak dipakai, tentu dengan perbaikan yang dianjurkan oleh para ahli.

3. Structural Equation Modelling (SEM)

Sedangkan pengolahan statistik pada penelitian kali ini menggunakan SEM. Tahapan analisis SEM sendiri setidaknya harus melalui lima tahapan (Latan,2013:42-69) yaitu:

a. Spesifikasi model

Kegiatan pada langkah ini adalah mengembangkan suatu model berdasarkan kajian-kajian teoritik untuk mendukung penelitian terhadap masalah yang dikaji. Selanjutnya mendefinisikan model tersebut secara konseptual konstruk yang akan diteliti serta menentukan dimensionalitasnya. Arah hubungan yang dihipotesiskan pun haruslah jelas dan memiliki landasan teori.

b. Identifikasi model

Tahap ini merupakan tahap yang penting dalam SEM, karena model yang tidak dapat diidentifikasi, akan menjadi tidak dapat diestimasi atau dihitung. Penting bagi peneliti melakukan tahap ini guna mengetahui apakah model tersebut memiliki nilai unik atau tidak.Identifikasi ini dengan menghitung derajat kebebasan, dan nilai derajat kebebasan harus positif.Idealnya, setelah spesifikasi dan identifikasi model, tahap selanjutnya adalah penetuan jumlah sampel. c. Estimasi model

Setelah data terkumpul, model diestimasi, setelah sebelumnya ditentukan metode estimasinya. Umumnya metode estimasi yang dipakai adalah maximum likelihood (ML).

d. Evaluasi model

Kegiatan pada langkah ini adalah mengevaluasi dan interpretasi hasil analisis. Tahap ini bertujuan untuk mengevaluasi model secara keseluruhan. Proses ini diawali dengan uji normalitas data selanjutnya dilanjutkan dengan menguji model pengukuran (measurement model)


(33)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dengan menganalisis faktor konfirmasi untuk menguji validitas serta reliabilitas variabel laten, dilanjutkan dengan menguji struktural model serta terakhir menilai overall fit model dengan mengacu pada goodness of fit (GoF).

e. Modifikasi model

Kegiatan ini berkenaan dengan hasil evaluasi dan interpretasi model. Jika dari nilai GoF model tersebut tidak atau belum fit, maka perlu dilakukan modifikasi atau respesifikasi model.

4. Identifikasi Model

Identifikasi model dilakukan dengan cara menghitung degree of freedom (df) atau derajat kebebasan. Adapun rumusnya menurut Santoso (2012:60) adalah sebagai berikut:

[ ]

dimana:

p = jumlah variabel manifes (observed variables) pada sebuah model; k = jumlah parameter yang akan diestimasi.

Menggunakan program analisis data AMOS telah menyajikan pula hasi perhitungan derajat kebebasan. Adapun untuk mengetahui model dapat diestimasi ataupun tidak, terdapat 3 jenis identifikasi (Santoso,2012;Latan,2013), yaitu:

a. Just Identified model atau saturated model

Jika hasil perhitungan df menghasilkan nilai 0, maka model tersebut termasuk just identified. Maka model sudah teridentifikasi sehingga estimasi dan penilaian model tidak perlu dilakukan.

b. Under Identified atau unidentified

Jika hasil df menghasilkan nilai negatif, maka model tersebut termasuk unidentified. Maka model tersebut tidak teridentifikasi, sehingga model juga tidak dapat diestimasi. Namun untuk


(34)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

mengatasinya dapat dilakukan dengan menambah jumlah variabel manifes atau mengurangi parameter yang akan diestimasi.

c. Overidentified

Pada jenis ini nilai df akan menghasilkan bilangan positif, dan jika terjadi maka model ini dapat langsung diestimasi.

5. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data dilakukan dengan menghitung distribusi data secara keseluruhan (multivariat). Adapun pengujian dilakukan dengan menghitung critical ratio (c.r) multivariat. Program AMOS telah menyajikan hasil penrhitungan normalitas data serta rincian sebaran data. Adapun untuk mencari nilai c.r dilakukan dengan 2 tahap, yaitu (Santoso,2012:86):

a. Menghitung standar error (s.e) multivariat.

dimana:

s.e = standar error; N

= jumlah sampel;

p = jumlah indikator (variabel manifes). b. Menghitung c.r multivariat.

Data dikatakan normal ketika tidak menceng ke kiri atau ke kanan serta memiliki keruncingan ideal. Nilai cut-off yang umumnya dipakai untuk menilai normalitas menurut Schumaker dan Lomax dalam Latan (2013:103) adalah nilai kemencengan (skewness) dan keruncingan (kurtosis) berkisar antara 1.0 hingga 1.5 atau nilai critical ratio (c.r) harus memenuhi syarat -2,58 < c.r < 2,58.


(35)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

Jika didapatkan bahwa data belum terdistribusi normal, maka dapat dilakukan pendeteksian serta penghapusan data pencilan (outliers). Data pencilan dapat diketahui setidaknya dengan dua cara yaitu:

a. Melihat nilai probabilitas 1 (p1) atau probabilitas 2 (p2)

Nilai cut-off yang umumnya dipakai untuk mendeteksi data pencilan adalah melihat nilai p1 dan p2. Nilai tersebut disajikan pada tabel Mahalanobis Distance oleh AMOS. Nilai p1 atau p2 harus lebih besar dari 0,05 (Latan,2013:106).

b. Melihat nilai Mahalanobis Distance

Dikatakan oleh Santoso (2012:88) bahwa angka-angka pada tabel Mahalanobis Distance kolom Mahalanobis d-square menunjukkan seberapa jauh jarak data dengan titik pusat tertentu, jarak tersebut didapat dari perhitungan metode Mahalanobis. Semakin jauh jarak data dengan titik pusat data (centroid) maka semakin ada kemungkinan data tersebut adalah outliers.

Penelitian ini akan menggunakan cara pertama yaitu melihat nilai p1 atau p2.

6. Uji Model Pengukuran (Measurement Model)

Model pengukuran menunjukkan bagaimana variabel manifes (indikator) merepresentasikan variabel laten untuk diukur yaitu dengan menguji validitas dan reliabilitas variabel laten melalui analisis faktor konfirmatori. Penelitian ini akan menguji validitas konstruk dengan melihat validitas konvergen.

Validitas konvergen akan didapat dalam pengolahan SEM pada AMOS dengan melihat nilai factor loading atau disebut juga parameter lambda (λ). Nilai factor loading yang tinggi menunjukkan bahwa indikator konvergen pada satu titik. Selanjutnya dalam SEM, terdapat nilai squared multiple correlations yaitu kuadrat nilai korelasi antar variabel dengan indikatornya. Selanjutnya nilai tersebut dikalikan dengan 100%, hasil


(36)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

persentase tersebut menunjukkan apakah indikator dapat menjelaskan konstruk atau tidak, sedangkan sisa persentase dijelaskan oleh unique factor, dalam hal ini adalah kesalahan pengukuran. Selanjutnya menurut Ferdinand dalam Wijaya (2009:138), ketika sebuah indikator memiliki nilai c.r pada tabel regression weights lebih besar dari dua kali standar kesalahan (s.e), maka indikator tersebut dapat dikatakan sahih mengukur variabel yang diukurnya.

Selain melihat nilai c.r, Santoso (2012:145) mengatakan bahwa kolom estimate pada tabel regression weights menunjukkan nilai kovarians antara variabel laten dengan indikatornya. Untuk mengetahui apakah indikator menjelaskan variabel laten atau tidak, selanjutnya dapat dilakukan uji hipotesis. Jika nilai probabilitas indikator lebih kecil dari 0,05, maka hipotesis nol ditolak. Adapun ringkasan acuan penentuan validitas dapat dilihat pada tabel 3.6.

Tabel 3.6

Ringkasan acuan validitas

Validitas Parameter Nilai Acuan

Validitas konvergen

Factor loading (λ) Lebih besar dari 0,5

c.r Lebih besar dari 2 kali s.e Probabilitas Lebih kecil dari 0,05

Selain menguji validitas konstruk, dilakukan juga uji reliabilitas konstruk. Uji ini berupaya untuk membuktkan akurasi, konsistensi dan ketepatan instrumen. Pada penelitian ini mencari reliabilitas dengan menggunakan teknik Alfa Cronbach. Nilai reliabilitas yang umumnya diterima dan menunjukkan ketepatan haruslah lebih besar dari 0,7. AMOS tidak menyajikan nilai untuk perhitungan ini, adapun untuk menghitungnya dengan persamaan 3.7 (Sugiyono,2013b:365).

{ ∑ }


(37)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

ri = reliabilitas instrumen; k = banyaknya butir pernyataan;

si2 = jumlah varians butir; st2 = varians total;

Adapun untuk mencari varians butir dengan persamaan 3.8.

dimana:

si2 = varians butir;

JKi = jumlah kuadrat seluruh skor butir; JKs = jumlah kuadrat subyek;

n = jumlah responden.

Adapun untuk mencari varians total dengan persamaan 3.9.

dimana:

st2 = varians total;

Xt2 = jumlah kuadrat X total; (Xt)2 = jumlah X total dikuadratkan; n = jumlah responden.

7. Uji Struktural Model (Structural Model)

Menguji model struktural bertujuan untuk mengetahui besarnya persentase variance setiap variabel endogen dalam model yang dijelaskan oleh variabel eksogen dengan melihat R-squares yang tidak lain adalah nilai squared multiple correlation. Selanjutnya selain nilai R-squares, evaluasi model struktural juga dapat dilakukan dengan melihat signifikansi nilai probabilitas sebagai dasar menerima atau menolak hipotesis nol. Nilai signifikansi yang digunakan yaitu 5% atau P < 0,05 serta nilai c.r > 1,96 (Latan,2013:208).


(38)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

8. Kriteria Goodness of Fit (GoF)

Setelah menguji model pengukuran dan model struktural, selanjutnya adalah menguji model secara keseluruhan atau overall fit model berdasarkan nilai goodness of fit (GoF). GoF merupakan indikasi dari perbandingan antara model yang dispesifikasi dengan matrik kovarian antar indikator atau observed variables. Jika GoF yang dihasilkan baik, maka model tersebut dapat diterima dan sebaliknya jika GoF yang dihasilkan buruk, maka model tersebut harus ditolak atau dilakukan modifikasi model (Latan,2013:49). Kembali menurut Latan, seorang peneliti tidak harus memenuhi dan atau melaporkan semua kriteria GoF.Adapun kriteria GoF yang dilaporkan mengambil rekomendasi dari Garson dalam Latan (2013:49) yang tercantum pada tabel 3.7. Adapun program AMOS akan menampilkan hampir seluruh kriteria GoF.

Tabel 3.7

Kriteria goodness of fit (GoF)

Kriteria Indeks Ukuran Nilai Acuan Chi-Square (2) Probabilitas (P) > 0,05

CMIN/df  2,00

Root mean square error of approximation (RMSEA)

< 0,08

Comparative fit index (CFI) > 0,9 (mendekati 1) Parsimonious comparative fit

index (PCFI)

> 0,6

Akaike information criteria (AIC) AIC<AIC saturated model & independence model

Penjelasan dari kriteria di atas adalah sebagai berikut :

a. Chi-Squares (2)

Chi-Squares atau sering disebut juga -2 log likelihood merupakan kriteria fit indices yang menunjukkan adanya penyimpangan antara


(39)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

sample covariance matrix dan model (fitted) covariance matrix. Fungsi chi-square dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

2

= chi-square; N = besarnya sampel; F = discrepancy.

Sedangkan nilai discrepancy didapat dari nilai fo (observed frequency) dikurangi dengan nilai fe (frekuensi harapan) (Latan,2013:50).

b. CMIN/df

Adalah ukuran yang didapat dari pembagian nilai chi-squares (2 ) dengan degree of freedom (df). Nilai yang diajukan untuk mengetahui fit model adalah jika nilai CMIN/DF ≤ 2.

c. Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA)

RMSEA mengukur penyimpangan nilai parameter model dengan matriks kovarians populasinya. Nilai RMSEA yang lebih kecil atau sama dengan 0,05 menunjukkan bahwa fit model sangat baik. Namun menurut Sugiyono (2013b:346), RMSEA dengan nilai lebih kecil dari 0.08 sudah dikatakan bahwa model fit. Adapun cara mencari RMSEA menurut Latan (2013:53) yaitu:

√̂

d. Comparative Fit Index (CFI)

CFI merupakan ukuran perbandingan antara model yang dihipotesiskan dengan null model. Pengukuran ini tidak dipengaruhi jumlah sampel dan merupakan ukuran fit yang sangat baik untuk


(40)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

mengukur kesesuaian model. Nilai yang direkomendasikan adalah > 0,90. Adapun secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Latan,2013:58):

( ̂ )

̂

dimana:

̂ = discrepancy;

d = degree of freedom untuk model yang diuji; ̂ = discrepancy untuk baseline model;

db =degree of freedom untuk baselinemodel; NCP = nonconcentrality parameter model yang diuji; NCPb = nonconcentrality parameter untuk baseline model.

e. Parsimonious Comparative Fit Index (PCFI)

PCFI merupakan ukuran perbandingan antara df propose model / df null model. Angka yang disarankan untuk PCFI berkisar dari 0 hingga 1, namun menurut Latan (2013:64) jika PCFI > 0,60 sudah menunjukkan model mempunyai parsimony fit yang baik. Semakin tinggi nilai PCFI suatu model, maka semakin parsimony model tersebut. Adapun secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

d = degree of freedom untuk model yang diuji; db = degree of freedom untuk baselinemodel; CFI = nilai CFI.

f. Akaike Information Criteria (AIC)

AIC dipergunakan untuk membandingkan model dimana nilai AIC default model akan dibandingkan dengan AIC saturated model dan


(41)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

independence model dengan nilai default model harus lebih kecil. Adapun secara matematis menurut Santoso (2012:125) dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

AIC = nilai akaike information criteria; 2

= chi-square hitung;

q = jumlah parameter estimasi.

9. Uji Hipotesis

Untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang dilakukan menggunakan kaidah pengujian signifikansi secara manual. Dilakukan dua tahap yaitu untuk menguji hipotesis keseluruhan model, dan hipotesis individual. Adapun hipotesis keseluruhan yaitu:

Ha = Keempat kategori kesiapan dari model ini berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapan peserta e-learning

H0 = Keempat kategori kesiapan dari model ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kesiapan peserta e-learning

Atau secara statistiknya adalah : H0 :  = 0

Ha :  0

Sedangkan pengembangan hipotesis secara individu disampaikan pada bab 4 sesuai dengan spesifikasi model. Menurut Riduwan dan Kuncoro (2012:117), pengujian hipotesis secara keseluruhan dilakukan dengan membandingkan nilai F tabel (Ft) dengan F hitung (Fh). Jika Fh lebih besar atau sama dengan Ft, maka H0 ditolak, dan sebaliknya jika Fh kurang dari atau sama dengan Ft maka H0 diterima. Adapun menghitung nilai Fh dapat digunakan persamaan 3.17.


(42)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dimana:

n = jumlah sampel;

k = jumlah variabel eksogen; R2yxk = nilai R-square.

Selanjutnya untuk menguji signifikansi hubungan antar variabel laten dapat dilihat dari pengujian model pengukuran dan model struktural yang telah disampaikan sebelumnya. Untuk mengetahui besar tidaknya pengaruh hubungan variabel terhadap variabel lain, AMOS menyajikan pengaruh setiap variabel yang dirangkum dalam efek langsung (direct effect), efek tidak langsung (indirect effect) dan efek total (total effect). Adapun SEM sendiri yang terdiri dari analisis jalur memiliki beberapa simbol untuk mewakili pengaruh tersebut yaitu (Sugiyono,2013b:328): a. ξ (ksi) = mewakili variabel laten eksogen;

b. (eta) = mewakili variabel laten endogen; c. λ (lambda) = nilai factor loading;

d. (beta) = koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen;

e. (gamma) = koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen;

f. φ (phi) = koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel eksogen;

g. (zeta) = peluang galat model;

h. ε (epsilon) = kesalahan pengukuran variabel manifes untuk variabel laten endogen;

i. δ (delta) = kesalahan pengukuran variabel manifes untuk


(43)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan proses panjang penelitian, terdapat beberapa hal penting yang dapat disimpulkan yaitu:

1. Kajian implementasi e-learning dapat dilakukan dengan menemukan atau mengkonstruk sebuah model baru dengan tujuan menjadi salah satu model yang relevan dalam mengevaluasi implementasi sistem e-learning dari sudut peserta e-learning. Adapun prosesnya dimulai dengan menentukan variabel-variabel yang dianggap berpengaruh dan dapat mengukur kesiapan peserta dan selanjutnya dikonfirmasi dengan teknik analisis structural equation modeling (SEM).

2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keempat kategori kesiapan dapat dikatakan berpengaruh terhadap kesiapan peserta e-learning walaupun tidak semua memiliki hubungan yang erat dikarenakan faktor lain seperti kesalahan pengukuran dan aspek lain di luar model. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kategori kesiapan technology access dengan computer and online skills, lalu antara kategori kesiapan motivation terhadap learning style. Sedangkan hubungan akses teknologi serta keterampilan komputer dan internet terhadap motivasi terindikasi tidak terjalin, namun masih memiliki angka hubungan walaupun sangat kecil. Dari hasil proses pemodelan, model hasil pemodelan dianggap telah berhasil dikonstruk dengan lima langkah modifikasi dari model awal. 3. Kesiapan peserta e-learning FPMIPA berada pada rerata indeks 3,369

dengan tingkat kesiapan yaitu ‘belum siap namun hanya memerlukan sedikit persiapan untuk pembelajaran online’. Dari empat kategori, kategori kesiapan paling rendah yang dimiliki oleh peserta adalah kategori motivasi dengan rerata di bawah 3,0. Disusul selanjutnya


(44)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kategori kesiapan gaya belajar adalah yang terendah kedua. Sedangkan yang memiliki kategori kesiapan paling baik adalah keterampilan komputer dan internet.

B.

Rekomendasi

Setelah melihat hasil penelitian serta mengambil kesimpulan, peneliti memberikan beberapa rekomendasi yaitu:

1. Masih diperlukan kajian lebih lanjut untuk menemukan kategori kesiapan lain guna menemukan model pengukuran kesiapan peserta e-learning yang ideal.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mempertimbangkan hal-hal seperti kebijakan institusi untuk dikaji menjadi pemodelan yang baru.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan mengkaji kembali instrumen yang ada dan melakukan penelitian dengan model ini namun dengan subjek yang berbeda.

4. Bagi pendidik, semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan renungan dan perbaikan guna menciptakan suasana belajar online yang lebih baik. 5. Bagi peserta e-learning untuk dapat meningkatkan keterampilannya pada

kategori yang terindikasi belum siap dan mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan peserta.

6. Bagi peserta e-learning untuk menyadari betapa pentingnya motivasi dalam belajar, baik konvensional ataupun online serta pentingnya menyesuaikan gaya belajar yang sesuai dalam setiap pembelajaran.

7. Bagi lembaga pendidikan untuk mengkaji kategori-kategori kesiapan guna mempersiapkan peserta yang lebih siap menghadapi pembelajaran selanjutnya.


(45)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

8. Bagi lembaga pendidikan untuk secara berkala mengevaluasi sistem e-learning baik dari segi institusi, isi, perancangan, serta orang-orang yang terlibat di dalamnya.

9. Bagi lembaga pendidikan untuk merenungkan kategori kesiapan yang belum siap pada penelitian ini untuk selanjutnya dilakukan usaha perbaikan dan peningkatan atau bahkan merencanakan kembali sistem dengan strategi yang lebih baik.


(1)

65

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

mengukur kesesuaian model. Nilai yang direkomendasikan adalah > 0,90. Adapun secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Latan,2013:58):

( ̂ )

̂

dimana:

̂ = discrepancy;

d = degree of freedom untuk model yang diuji; ̂ = discrepancy untuk baseline model;

db =degree of freedom untuk baselinemodel; NCP = nonconcentrality parameter model yang diuji; NCPb = nonconcentrality parameter untuk baseline model.

e. Parsimonious Comparative Fit Index (PCFI)

PCFI merupakan ukuran perbandingan antara df propose model / df null model. Angka yang disarankan untuk PCFI berkisar dari 0 hingga 1, namun menurut Latan (2013:64) jika PCFI > 0,60 sudah menunjukkan model mempunyai parsimony fit yang baik. Semakin tinggi nilai PCFI suatu model, maka semakin parsimony model tersebut. Adapun secara matematis dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

d = degree of freedom untuk model yang diuji; db = degree of freedom untuk baselinemodel; CFI = nilai CFI.

f. Akaike Information Criteria (AIC)

AIC dipergunakan untuk membandingkan model dimana nilai AIC default model akan dibandingkan dengan AIC saturated model dan


(2)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

independence model dengan nilai default model harus lebih kecil. Adapun secara matematis menurut Santoso (2012:125) dapat dirumuskan sebagai berikut:

dimana:

AIC = nilai akaike information criteria; 2

= chi-square hitung;

q = jumlah parameter estimasi.

9. Uji Hipotesis

Untuk mengetahui apakah hipotesis penelitian diterima atau ditolak, maka selanjutnya dilakukan uji hipotesis. Uji hipotesis yang dilakukan menggunakan kaidah pengujian signifikansi secara manual. Dilakukan dua tahap yaitu untuk menguji hipotesis keseluruhan model, dan hipotesis individual. Adapun hipotesis keseluruhan yaitu:

Ha = Keempat kategori kesiapan dari model ini berpengaruh secara

signifikan terhadap kesiapan peserta e-learning

H0 = Keempat kategori kesiapan dari model ini tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap kesiapan peserta e-learning Atau secara statistiknya adalah :

H0 :  = 0

Ha :  0

Sedangkan pengembangan hipotesis secara individu disampaikan pada bab 4 sesuai dengan spesifikasi model. Menurut Riduwan dan Kuncoro (2012:117), pengujian hipotesis secara keseluruhan dilakukan dengan membandingkan nilai F tabel (Ft) dengan F hitung (Fh). Jika Fh lebih besar atau sama dengan Ft, maka H0 ditolak, dan sebaliknya jika Fh kurang dari atau sama dengan Ft maka H0 diterima. Adapun menghitung

nilai Fh dapat digunakan persamaan 3.17.


(3)

67

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

dimana:

n = jumlah sampel;

k = jumlah variabel eksogen; R2yxk = nilai R-square.

Selanjutnya untuk menguji signifikansi hubungan antar variabel laten dapat dilihat dari pengujian model pengukuran dan model struktural yang telah disampaikan sebelumnya. Untuk mengetahui besar tidaknya pengaruh hubungan variabel terhadap variabel lain, AMOS menyajikan pengaruh setiap variabel yang dirangkum dalam efek langsung (direct effect), efek tidak langsung (indirect effect) dan efek total (total effect). Adapun SEM sendiri yang terdiri dari analisis jalur memiliki beberapa simbol untuk mewakili pengaruh tersebut yaitu (Sugiyono,2013b:328): a. ξ (ksi) = mewakili variabel laten eksogen;

b. (eta) = mewakili variabel laten endogen; c. λ (lambda) = nilai factor loading;

d. (beta) = koefisien pengaruh variabel endogen terhadap variabel endogen;

e. (gamma) = koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen;

f. φ (phi) = koefisien pengaruh variabel eksogen terhadap variabel eksogen;

g. (zeta) = peluang galat model;

h. ε (epsilon) = kesalahan pengukuran variabel manifes untuk variabel laten endogen;

i. δ (delta) = kesalahan pengukuran variabel manifes untuk variabel laten eksogen.


(4)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Berdasarkan proses panjang penelitian, terdapat beberapa hal penting yang dapat disimpulkan yaitu:

1. Kajian implementasi e-learning dapat dilakukan dengan menemukan atau mengkonstruk sebuah model baru dengan tujuan menjadi salah satu model yang relevan dalam mengevaluasi implementasi sistem e-learning dari sudut peserta e-learning. Adapun prosesnya dimulai dengan menentukan variabel-variabel yang dianggap berpengaruh dan dapat mengukur kesiapan peserta dan selanjutnya dikonfirmasi dengan teknik analisis structural equation modeling (SEM).

2. Dari hasil penelitian diketahui bahwa keempat kategori kesiapan dapat dikatakan berpengaruh terhadap kesiapan peserta e-learning walaupun tidak semua memiliki hubungan yang erat dikarenakan faktor lain seperti kesalahan pengukuran dan aspek lain di luar model. Terdapat pengaruh yang signifikan antara kategori kesiapan technology access dengan computer and online skills, lalu antara kategori kesiapan motivation terhadap learning style. Sedangkan hubungan akses teknologi serta keterampilan komputer dan internet terhadap motivasi terindikasi tidak terjalin, namun masih memiliki angka hubungan walaupun sangat kecil. Dari hasil proses pemodelan, model hasil pemodelan dianggap telah berhasil dikonstruk dengan lima langkah modifikasi dari model awal.

3. Kesiapan peserta e-learning FPMIPA berada pada rerata indeks 3,369 dengan tingkat kesiapan yaitu ‘belum siap namun hanya memerlukan sedikit persiapan untuk pembelajaran online’. Dari empat kategori, kategori kesiapan paling rendah yang dimiliki oleh peserta adalah kategori motivasi dengan rerata di bawah 3,0. Disusul selanjutnya


(5)

127

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

kategori kesiapan gaya belajar adalah yang terendah kedua. Sedangkan yang memiliki kategori kesiapan paling baik adalah keterampilan komputer dan internet.

B.

Rekomendasi

Setelah melihat hasil penelitian serta mengambil kesimpulan, peneliti memberikan beberapa rekomendasi yaitu:

1. Masih diperlukan kajian lebih lanjut untuk menemukan kategori kesiapan lain guna menemukan model pengukuran kesiapan peserta e-learning yang ideal.

2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan mempertimbangkan hal-hal seperti kebijakan institusi untuk dikaji menjadi pemodelan yang baru.

3. Bagi peneliti selanjutnya disarankan mengkaji kembali instrumen yang ada dan melakukan penelitian dengan model ini namun dengan subjek yang berbeda.

4. Bagi pendidik, semoga hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan renungan dan perbaikan guna menciptakan suasana belajar online yang lebih baik. 5. Bagi peserta e-learning untuk dapat meningkatkan keterampilannya pada

kategori yang terindikasi belum siap dan mencermati faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapan peserta.

6. Bagi peserta e-learning untuk menyadari betapa pentingnya motivasi dalam belajar, baik konvensional ataupun online serta pentingnya menyesuaikan gaya belajar yang sesuai dalam setiap pembelajaran.

7. Bagi lembaga pendidikan untuk mengkaji kategori-kategori kesiapan guna mempersiapkan peserta yang lebih siap menghadapi pembelajaran selanjutnya.


(6)

Siti Hasanah, 2014

Kajian Implementasi E-Learning Berdasarkan Tingkat Kesiapan Peserta E-Learning Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |perpustakaan.upi.edu

8. Bagi lembaga pendidikan untuk secara berkala mengevaluasi sistem e-learning baik dari segi institusi, isi, perancangan, serta orang-orang yang terlibat di dalamnya.

9. Bagi lembaga pendidikan untuk merenungkan kategori kesiapan yang belum siap pada penelitian ini untuk selanjutnya dilakukan usaha perbaikan dan peningkatan atau bahkan merencanakan kembali sistem dengan strategi yang lebih baik.


Dokumen yang terkait

JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2015

0 17 71

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI AUGMENTED REALITY PADA GEDUNG-GEDUNG DI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

0 11 8

ANALISIS KESIAPAN MAHASISWA TENTANG IMPLEMENTASI E-LEARNING DI DEPARTEMEN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.

1 1 27

ANALISIS KORELASI PENERIMAAN SISTEM INFORMASI ORGANISASI PERGURUAN TINGGI : Studi Kasus : Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia.

0 0 13

ANALISIS KESIAPAN MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI MATEMATIKA DALAM MENGHADAPI Analisis Kesiapan Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Program Studi Matematika Dalam Menghadapi Microteaching Di Universitas Muhammadi

0 0 13

ANALISIS KESIAPAN MAHASISWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI MATEMATIKA DALAM Analisis Kesiapan Mahasiswa Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Program Studi Matematika Dalam Menghadapi Microteaching Di Universitas Muhammadiyah Surakar

0 2 15

KESIAPAN SEKOLAH MENENGAH ATAS DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN DI KOTA YOGYAKARTA ipi6752

0 0 16

Pengajaran Bahasa Inggris Di Jurusan Pendidikan Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Sriwijaya

0 0 8

PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PGRI SEMARANG 2015 DAFTAR ISI - DESAIN PEMBELAJARAN MATEMATIKA

0 0 37

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DAN ILMU PENDIDIKAN

0 0 345