PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN DOLOMIT TER

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN DOLOMIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq. ) PRE NURSERY PADA MEDIA TANAH GAMBUT

Oleh ROHMANSYAH 01011300057 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUSI RAWAS LUBUKLINGGAU 2017

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN DOLOMIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq. ) PRE NURSERY PADA MEDIA TANAH GAMBUT

ii

PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN DOLOMIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq. ) PRE NURSERY PADA MEDIA TANAH GAMBUT

Oleh ROHMANSYAH 01011300057

SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mendapatkan gelar Sarjana Pertanian Pada PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUSI RAWAS LUBUKLINGGAU 2017

Skripsi berjudul PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN DOLOMIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq. ) PRE NURSERY PADA MEDIA TANAH GAMBUT

Oleh ROHMANSYAH 01011300057

Telah diterima untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pertanian

Pembimbing I Lubuklinggau, Agustus 2017 Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas

Ir. John Bimasri , M.Si

Dekan Pembimbing II

Sutejo , S.TP., M.Si Dr. Ir. H. Iqbal Effendy, MP

ii

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudul Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut ini telah di uji dan dipertahankan didepan Sidang Panitia Ujian Sarjana di :

Progam Studi

: Agroteknologi

Fakultas : Pertanian Universitas Musi Rawas Tanggal

: 01 Agustus 2017

Tim Penguji :

1. Ir. John Bimasri , M.Si

Ketua

2. Sutejo , S.TP., M.Si

Sekretaris

3. Ir. Holidi , M.Si

Anggota

4. Nely Murniati , SP., M.Si

Anggota

Disahkan Oleh

Fakultas Pertanian Prodi Agroteknologi Dekan

Ketua

Dr. Ir. H. Iqbal Effendy, MP Samsul Bahri, SP., M.Si

SURAT PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama

: Rohmansyah

Tempat / Tanggal Lahir

: Sukarami, 13 Februari 1993

Program Studi

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa :

1. Seluruh data dan informasi, interpretasi serta pernyataan dalam penulisan yang disajikan dalam karya ilmiah ini, kecuali yang disebutkan sumbernya adalah hasil pengamatan, penelitian, pengolahan, serta pemikiran saya dengan pengarahan dari pembimbing yang ditetapkan.

2. Karya ilmiah yang saya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan gelar akademik, baik Universitas Musi Rawas maupun di

Perguruan Tinggi lainya.

Demikianlah pernyataan ini dibuat dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari ditemukan adanya bukti ketidak benaran dalam pernyataan diatas, maka saya bersedia menerima sanksi akademis berupa pembatalan gelar yang saya peroleh melalui pengajuan karya ilmiah ini.

Lubuklinggau, 02 Agustus 2017 Yang Membuat Pernyataan

Rohmansyah

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Sukarami Kecamatan Sumber Harta Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatra Selatan pada tanggal 13 Februari 1993 merupakan anak keempat dari lima bersaudara pasangan Bapak Jamiludin dan Ibu Siti Fatimah.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri Muara Rengas Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2006, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri Semangus Kabupaten Musi Rawas pada tahun 2009 dan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial pada tahun 2012.

Pada tahun 2013 penulis melanjutkan kuliah jenjang S1 pada Universitas Musi Rawas Fakultas Pertanian dengan mengambil Program Studi Agroteknologi. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Praktek Lapang (K2PL) di PT. Mura Bibit Lestari Kecamatan Muara Kelingi Kabupaten Musi Rawas dari tanggal 10 Juni sampai dengan 10 Agustus 2016.

Pada tahun 2017 penulis melaksanakan penelitian dengan judul ‘’ Pengaruh Dosis Pupuk NPK dan Dolomit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut ” di Desa Semangus Baru Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas Provinsi Sumatera Selatan.

HALAMAN PERSEMBAHAN MOTTO

Perjuangan saat ini akan menentukan hidup di masa

depan. Tetap semangat, berdo a dan kerja keras

Bong Chandra

Ketahuilah bahwa orang sukses tidaklah sehebat yang kita bayangkan, mereka hanya sedikit lebih cepat dan sedikit

lebih berani

Ku persembahkan karya sederhana ini untuk : Teristimewa Bapakku Jamiludin dan Ibuku Siti

Fatimah yang selalu memberikan yang terbaik kepada ananda dalam keadaan apapun. Ananda bersyukur mempunyai orang tua hebat dan luar biasa seperti Bapak dan Ibuk .

Ketiga Kakakku Firmansyah, S. Pd, Nurdiansyah dan Siti Dzulaiha yang selalu membimbing dan memberikan semangat demi kesuksesan diriku.

Adikku Nur Rhomadhon yang telah membuat diriku selalu bersemangat.

Kekasihku Candra Lestari yang senantiasa memberikan dukungan, semangat dan do anya untuk keberhasilan ini.

Sahabat seperjuanganku yang hebat, terutama Agus Santoso dan seluruh sahabat terbaikku yang akan terkenang hingga akhir hayat nanti, semoga sukses selalu untuk kalian semua.

Almamaterku tercinta UNMURA

RINGKASAN PENGARUH DOSIS PUPUK NPK DAN DOLOMIT TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis Jacq. ) PRE NURSERY PADA MEDIA TANAH GAMBUT

ROHMANSYAH NPM. 01011300057

Dibimbing Oleh Ir. JOHN BIMASRI , M.Si SUTEJO , S.TP., M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk NPK dan Dolomit terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Semangus Baru Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas, dengan ketinggian tempat lebih kurang 85 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang dilaksanakan dari bulan Januari 2017 sampai bulan April 2017. Penilitian ini menggunakan metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial, yang terdiri dari dua faktor perlakuan yang diulang tiga kali. Perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut: 1. Dosis pupuk NPK (P) sebanyak 3 taraf, yaitu : P1 : 2,5 g / Polybag, P2 : 5,0 g / Polybag, P3 : 7,5 g / Polybag, 2. Dosis Dolomit (D) sebanyak 3 taraf, yaitu : D1 : 5,0 g / Polybag, D2 : 10 g / Polybag, D3 : 15 g / Polybag. Adapun peubah yang diamati dalam peneitian ini yaitu 1). Tinggi tanaman (cm), 2). Jumlah daun (helai), 3). Diameter bol (mm), 4). Luas daun (cm²), 5). Bobot basah bibit (g), 6). Bobot basah akar (g), 7). Bobot kering bibit (g), 8). Bobot kering akar (g). Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). Pemberian pupuk NPK dengan dosis 5 gr / polybag (P2) menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik pada pembibitan pre nursery dengan media tanah gambut 2). Pemberian dolomit dengan dosis 10 gr / polybag (D2) menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik pada pembibitan pre nursery dengan media tanah gambut. 3). Pemberian pupuk NPK dengan dosis 5 gr/polybag dan dolomit dengan dosis 10 g/polybag (P2D2) menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit yang terbaik pada pembibitan pre nursery dengan media tanah gambut.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Dosis Pupuk

NPK dan Dolomit terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq. ) Pre Nursery pada Media Tanah Gambut ”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. John Bimasri, M.Si selaku pembimbing Pertama dan Bapak Sutejo, S.TP., M.Si selaku pembimbing Kedua yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga skripsi ini dapat penulis selesaikan. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak dan Ibu dosen serta rekan-rekan mahasiswa program studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Musi Rawas Lubuklinggau yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan moral dalam proses penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna sebagaimana yang diharapkan, sehingga kritik, saran dan masukan akan sangat membantu penulis dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khusus dan pembaca pada umumnya. Amin...

Lubuklinggau, 02 Agustus 2017 Penulis

iii

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kelapa sawit didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848. Beberapa bijinya di tanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya di tanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada tahun 1870-an. Peningkatan permintaan minyak nabati dunia akibat Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19, memunculkan ide untuk membangun perkebunan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka di kenal sebagai jenis sawit “Deli Dura” (Okvianto, 2012).

Seiring dengan berkembangnya luas areal kebun kelapa sawit, produksi kelapa sawit dalam bentuk tandan buah segar (TBS) juga cenderung meningkat selama tahun 2013 sampai 2015. Jika tahun 2013 produksi kelapa sawit Indonesia hanya sebesar 27,79 juta ton TBS, maka tahun 2015 meningkat menjadi 30,94 juta ton TBS. Peningkatan produksi kelapa sawit terutama terjadi pada PBS (Perkebunan Besar Swasta) dan PR (Perkebunan Rakyat), sedangkan kelapa sawit yang di produksi oleh PBN (Perkebunan Besar Nasional) relatife konstan. Tahun 2015 produksi kelapa sawit dari PBS mencapai17,43juta ton TBS (56,34%) sedangkan PR dan PBN masing-masing menghasilkan kelapa sawit sebesar11,30 juta ton TBS (36,52%) dan 2,20 juta ton TBS (7,14%) (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2015).

Peningkatan produksi kelapa sawit yang tinggi akan mengakibatkan permintaan minyak nabati mengalami peningkatan secara global dan di perkirakan akan meningkatkan penanaman modal industri minyak sawit, yang menyebabkan pertumbuhan berkelanjutan dalam jangka menengah, karena konsumsi dunia di perkirakan meningkat lebih dari 30% pada dasa warsa mendatang. Menjelang tahun 2020, konsumsi dunia dan produksi minyak sawit di perkirakan sudah meningat menjadi hampir 60 juta ton (World Growth, 2011).

Masalah yang sering dihadapi oleh petani swadaya kelapa sawit adalah ketersedian bibit yang kurang berkualitas, yang ditunjukkan daya tumbuh yang rendah. Salah satu penyebabnya adalah ketersediaan unsur hara. Unsur hara merupakan hal yang sangat penting bagi tanaman. Bibit kelapa sawit sangat cepat pertumbuhannya dan membutuhkan banyak unsur hara, terutama pada masa pertumbuhan awal sampai berumur 1 bulan sejak kecambah di tanam (berdaun 2). Bibit yang telah berdaun dua telah memiliki kemampuan mengambil unsur hara baik melalui tanah maupun daun (Lubis, 2008). Umumnya pemenuhan unsur hara pada media tanam dilakukan dengan pemupukan (Khasanah, 2012).

Pembibitan awal (pre nursery) merupakan tempat kecambah tanaman kelapa sawit (Germinated seeds) ditanam dan dipelihara sebelum dipidahkan ke pembibitan utama (main nursery). Tahap ini dilakukan seleksi saat tanaman kelapa sawit berumur 2 sampai 4 minggu. Bibit kelapa sawit selanjutnya dipelihara sampai berumur 3 sampai 3,5 bulan. Tahap berikutnya adalah main nursery, dimana pada tahap ini tanaman kelapa sawit yang abnormal, mati atau Pembibitan awal (pre nursery) merupakan tempat kecambah tanaman kelapa sawit (Germinated seeds) ditanam dan dipelihara sebelum dipidahkan ke pembibitan utama (main nursery). Tahap ini dilakukan seleksi saat tanaman kelapa sawit berumur 2 sampai 4 minggu. Bibit kelapa sawit selanjutnya dipelihara sampai berumur 3 sampai 3,5 bulan. Tahap berikutnya adalah main nursery, dimana pada tahap ini tanaman kelapa sawit yang abnormal, mati atau

Usaha pembibitan kelapa sawit tidak terlepas dari peran media tanam. Media tanam yang baik akan menghasilkan pertumbuhan bibit yang baik. Salah satu media tanam yang dapat digunakan dalam pembibitan kelapa sawit yaitu tanah gambut.

Tanah gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik yang terbentuk secara alami dalam jangka waktu yang lama. Bahan organik tersebut berasal dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di sekitarnya dan tanah gambut berasal dari endapan bahan organik yang terbentuk karena pengaruh hujan yang tinggi dan genangan air. Proses dekomposisi tanah gambut belum terjadi secara sempurna karena keadaan gambut yang selalu jenuh air dan menyebabkan tanah gambut memiliki kesuburan serta pH yang rendah (Alwi, 2006).

Tanah gambut umumnya memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang tinggi, kejenuhan basa yang rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P yang rendah dan memiliki kandungan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn serta B) yang rendah (Sasli, 2011) .

Meskipun terdapat banyak kendala dalam pemanfaatannya sebagai lahan pertanian, namun karena gambut ini terbentuk dari bahan organik, maka di perkirakan disamping dapat dipergunakan untuk memperbaiki sifat tanah mineral, bahan ini juga dapat sebagai media tumbuh tanaman, terutama untuk pembibitan (Jamil et al, 1989).

Tanah gambut memiliki tingkat kemasaman yang tinggi sehingga dalam pemanfaatannya perlu dilakukan pengapuran. Dolomit adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk meningkatkan pH tanah. Dolomit mengandung senyawa Ca dan Mg yang mampu menetralkan pengaruh buruk dari aluminium dan pengaruh kurang menguntungkan dari kemasaman tanah. Jadi melakukan pengapuran pada tanah masam dapat menyebabkan perubahan reaksi kimia, keadaan fisik kimia dan kegiatan mikroba tanah yang menguntungkan bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Hasibuan, 2008).

Tanah gambut di Indonesia pada umunya mempunyai reaksi kemasaman tanah (pH) yang rendah, yaitu antara 3,0 sampai 5,0 (Noor, 2001). Kuswandi (1993) menyatakan bahwa untuk menetralkan tanah yang memiliki angka pH berkisar antara 3,0 sampai 5,0 diperlukan dosis pupuk dolomit 5 ton/ha.

Selain pengapuran, pembibitan kelapa sawit juga harus memperhatikan ketersedian unsur hara dalam media tanam. Oleh karena itu perlu penambahan hara melalui penggunaan pupuk anorganik. Pupuk majemuk (NPK) merupakan salah satu pupuk anorganik yang dapat digunakan sangat efisien dalam meningkatkan ketersediaan unsur hara makro (N, P, dan K), menggantikan pupuk tunggal seperti Urea, SP-36, dan KCl yang kadang-kadang susah diperoleh di pasaran dan sangat mahal. Keuntungan menggunakan pupuk majemuk (NPK) adalah (1) Kandungan zat hara sama dengan pupuk tunggal, (2) Penggunaan pupuk majemuk sangat praktis (3) Biaya pengangkutan rendah dan (4) Menghemat ruang penyimpanan (Pirngadi dan Abdulrachman, 2005).

Lubis (1992) menyatakan bahwa kelapa sawit dalam fase pertumbuhan sangat membutuhkan adanya pemupukan. Pemupukan bertujuan menambah ketersediaan unsur hara dan memperbaiki lingkungan di dalam tanah demi kelancaran pertumbuhan tanaman. Jenis pupuk yang umum digunakan pada pembibitan kelapa sawit tahap pre nursery adalah pupuk majemuk NPKMg dengan komposisi N, P, K, dan Mg15:15:6:4 (PPKS, 2001).

Hasil penelitian PPKS, (2001) menyatakan bahwa dosis anjuran pupuk NPKMg (15:15:6:4) dalam tahap pembibitan awal kelapa sawit adalah 2,5 g/polybag. Dalam satu hektar tanah dapat ditanam sebanyak 252.000 bibit kelapa sawit dan jika dikonversikan maka akan membutuhkan sebanyak 630 kg/ha tanah pada pembibitan kelapa sawit di pembibitan awal. Pupuk NPKMg (15:15:6:4) terdiri dari unsur N,P, K, dan Mg. Nitrogen merupakan unsur hara utama bagi pertumbuhan tanaman, pada umumnya sangat diperlukan untuk pembentukan atau pertumbuhan bagian-bagian vegetatif tanaman seperti daun, batang dan akar. Nitrogen merupakan komponen penyusun dari banyak senyawa esensial bagi tanaman. Kalium berperan dalam aktivitas berbagai enzim yang esensial dalam reaksi-reaksi fotosintesis dan respirasi serta untuk enzim yang terkait dalam sintesis protein dan pati (Lakitan,1993).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh dosis pupuk NPK dan Dolomit terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut.

1.2. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk NPK dan Dolomit terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut.

1.3. Hipotesis

1. Diduga perbedaan dosis pupuk NPK berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut.

2. Diduga perbedaan dosis dolomit berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit

kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut

3. Diduga kombinasi dosis pupuk NPK dan Dolomit memberikan interaksi yang

nyata terhadap pertumbuhan bibit kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pre Nursery pada media tanah gambut.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Botani Kelapa Sawit

2.1.1. Kecambah

Kelapa sawit (Elaeis) termasuk golongan tumbuhan palma. Di Indonesia penyebarannya di daerah Aceh, pantai timur Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Sawit (Kamaruddin, 2004). Kelapa sawit berkembang biak dengan biji dan akan berkecambah untuk selanjutnya tumbuh menjadi tanaman. Susunan buah kelapa sawit dari lapisan luar terdiri dari : 1) Kulit buah yang licin dan keras (epicarp). 2) Daging buah (mesocarp) terdiri atas susunan serabut (fibre) dan mengandung minyak. 3) Kulit biji (cangkang atau tempurung), berwarna hitam dan keras (endocarp). 4) Daging biji (mesoperm), berwarna putih dan mengandung minyak.

5) Lembaga (embrio). Lembaga yang keluar dari kulit biji akan berkembang ke dua arah : 1) Arah tegak lurus ke atas (fototrophy), disebut plumula yang selanjutnya akan menjadi batang dan daun kelapa sawit. 2) Arah tegak lurus ke bawah (geotrophy), disebut radikula yang selanjutnya akan menjadi akar (Sunarko, 2009).

Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil, kemudian membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk berubah menjadi organisme Plumula akan muncul setelah radikula tumbuh sekitar satu sentimeter. Akar-akar adventif pertama muncul di sebuah ring di atas sambungan radikula-hipokotil, kemudian membentuk akar-akar sekunder sebelum daun pertama muncul. Bibit kelapa sawit memerlukan waktu tiga bulan untuk berubah menjadi organisme

2.1.2. Akar

Akar-akar kelapa sawit banyak berkembang di lapisan tanah atas sampai kedalaman sekitar 1 meter dan semakin ke bawah semakin sedikit (Setyamidjaja, 2006). Akar tanaman kelapa sawit berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman selain itu sebagai penyangga berdirinya tanaman sehingga mampu menyongkong tegaknya tanaman pada ketinggian yang mencapai puluhan meter hingga tanaman berumur 25 tahun. Akar tanaman kelapa sawit tidak berbuku, ujungnya runcing, dan berwarna putih atau kekuningan (Rizsa, 1994).

2.1.3. Batang dan Daun

Kelapa sawit memiliki batang yang tidak bercabang. Pada pertumbuhan awal setelah fase muda (seedling), terjadi pembentukan batang yang melebar tanpa terjadi pemanjangan internodia. Titik tumbuh terletak di pucuk batang dan terbenam di dalam tajuk daun. Bentuknya seperti kubis dan enak dimakan.

Di batang terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat dan sulit terlepas, meskipun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua, pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang kelapa sawit tampak berwarna hitam beruas (Sunarko, 2009)

Kelapa sawit memiliki daun yang menyerupai bulu burung atau ayam. Di bagian pangkal pelepah daun terbentuk dua baris duri yang sangat tajam dan keras di kedua sisinya. Anak-anak daun tersusun berbaris dua hingga ujung daun. Di tengah-tengah setiap anak daun terbentuk lidi sebagai tulang daun. Ujung pelapah daun sering tumbuh menyerupai buntut benang yang mencirikan kekurangan unsur boron. Ciri lainnya, ujung daun membentuk seperti ujung tombak. Boron merupakan unsur hara yang ada di dalam tanah, tetapi kadang jumlahnya tidak cukup untuk kebutuhan tanaman sehinggan perlu ditambah melalui pemupukan (Sunarko, 2009).

2.1.4. Bunga dan Buah

Kelapa sawit yang berumur tiga tahun sudah mulai dewasa dan mengeluarkan bunga jantan dan betina. Bunga jantan maupun betina tumbuh di ketiak daun, keduanya tumbuh dalam pohon yang sama, berumah satu, tetapi tidak lazim terdapat bunga majemuk jantan dan betina sekaligus dalam satu pohon. Bunga hermaprodit sering terdapat pada tanaman kelapa sawit, terutama pada masa awal pembungaan (Balai Penelitaian Perkebunan, 1988).

Pada umumnya tanaman kelapa sawit menghasilkan buah siap dipanen pertama pada umur sekitar 3,5 tahun. Buah muda berwarna hijau pucat. Semakin tua berubah menjadi hijau hitam hingga kuning. Buah sawit yang masih mentah berwarna hitam (nigrescens), beberapa diantaranya berwarna hijau (virescens). Sementara itu, buah matang berwarna merah kuning (oranye). Selanjutnya, buah matang akan rontok (buah leles atau brondol). Keadaan ini menandakan bahwa

kelapa sawit sudah layak panen. Biasanya perintah panen diberikan berdasarkan jumlah jatuhnya brondolan, yakni 1 sampai 2 buah per kg tandan (Sunarko, 2007).

2.2. Sistematika Tanaman Kelapa Sawit

Upaya klasifikasi kelapa sawit sudah dimulai abad ke-16 dimana para ahli berbeda pendapat mengenai klasifikasi kelapa sawit. Hal ini disebabkan pada masa lampau Ilmu Taksonomi maupun ilmu yang berkaitan dengan kelapa sawit belum berkembang seperti sekarang, dan peralatan yang tersedia masih sederhana. Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan oleh Carolus Linaeus (Pahan, 2008).

Menurut Kamaruddin (2004), bahwa tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis) termasuk famili Arecacease dengan sistematika (taksonomi) sebagai berikut: Divisi

: Magnoliophyta Subdivisi

: Spermatophyta Kelas

: Angiospermae, Ordo

: Palmales, Famili

: Palmae, Sub-famili

: Cocoideae, Genus

: Elaeis, Species

: Elaeis guineensis Jacq.

2.3. Jenis Kelapa Sawit

Berdasarkan ketebalan cangkang dan daging buah, kelapa sawit dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut : 1. Dura, memiliki cangkang tebal (3 sampai 5 mm), daging buah tipis, dan rendemen minyak 15 sampai 17 %,

2. Tenera, memiliki cangkang agak tipis (2 sampai 3 mm), daging buah tebal, dan rendemen minyak 21 sampai 23%, 3. Pesifera, memiliki cangkang sangat tipis, daging buah tebal, biji kecil dan rendemen minyak tinggi 23 sampai 25%, tandan buah hampir selalu gugur sebelum masak, sehingga jumlah minyak yang dihasilkan sedikit (Sastrosayono, 2007).

2.4. Pembibitan

Bibit merupakan produk dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Bahan tanaman yang berkualitas merupakan kebutuhan pokok suatu industri perkebunan (Poeloengan et al, 1996). Sistem yang banyak digunakan dalam pembibitan kelapa sawit saat ini adalah sistem pembibitan dua tahap (double stage). Sistem pembibitan dua tahap terdiri dari pembibitan awal (pre nursery) dan pembibitan utama (main nursery).

Pembibitan awal (pre nursery) pada tahap ini bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan bibit yang merata sebelum dipindahkan ke pembibitan utama. Pembibitan dua tahap (double stage) lebih banyak digunakan dan memiliki keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan pembibitan satu tahap. Jika

menggunakan pembibitan dua tahap, luasan pembibitan menjadi lebih kecil dan memungkinkan untuk dibuat naungan. Keuntungan lainnya, penyiraman menjadi mudah, jadwal pemupukan menjadi mudah, dan bibit terhindar dari penyinaran matahari secara langsung sehingga risiko kematian tanaman menjadi kecil. Jika menggunakan pembibitan satu tahap (langsung menggunakan polibag besar), luas areal yang dibutuhkan cukup besar dan penggunaan naungan tidak efektif. Selain itu, proses penyiraman dan pengawasan menjadi lebih sulit karena tidak semua tanaman dapat dipantau (Dalimunthe, 2009).

2.4.1. Pembibitan Awal (Prenursery)

Pembibitan awal (prenursery) merupakan tempat kecambah kelapa sawit ditanam dan dipelihara hingga berumur tiga bulan. Selanjutnya, bibit tersebut dilakukan pemeliharaan selama 2 sampai 3 bulan, sedangkan pembibitan main nursery selama 10 sampai 12 bulan. Bibit akan siap tanam pada umur 12 sampai 14 bulan (3 bulan di prenursery dan 9 sampai 11 bulan di main nursery) (Sunarko, 2009).

Kecambah yang dipindahkan ke pembibitan awal adalah kecambah yang normal. Ciri-ciri kecambah yang normal adalah : radikula (bakal akar) berwarna kekuning- kuningan dan plumula (bakal batang) keputih-putihan, radikula lebih tinggi dari plumula, radikula dan plumula tumbuh lurus serta berlawanan arah, panjang maksimum radikula adalah 5 cm dan plumula 3 cm (Chairani, 1991)

Lokasi untuk pembibitan awal sebaiknya datar atau kemiringan tanah 3 0 sehingga pembuatan bedengan prenursery nantinya akan rata. Bagian atas bedengan

sebaiknya memiliki naungan, berupa atap buatan atau pohon. Pagar prenursery untuk mencegah hewan pengganggu masuk dan merusak pembibitan. Lokasi sebaiknya dekat dengan sumber air. Kondisi debit air harus tetap dan tidak mengandung kapur (pH netral). Lokasi harus dekat sumber media dengan topsoil yang cukup untuk mengisi babybag (polybag kecil), tanah tidak bercadas atau tidak berkapur, dan akses jalan yang mudah dijangkau (Fauzi, 2007).

Kecambah diletakkan pada tempat yang teduh, kemudian ditanam ke dalam babybag. Kecambah hanya dapat bertahan 3 sampai 5 hari di tempat penghasil kecambah. Dua hari menjelang penanaman kecambah, media tanam yang berada di dalam babybag disiram setiap pagi. Permukaan media digemburkan dengan jari telunjuk atau dengan ibu jari, kemudian buat lubang untuk meletakkan kecambah. Kecambah ditaman sedalam 1,5 sampai 2 cm di bawah permukaan tanah, kecambah ditutup dengan tanah secara merata. Bagian bakal akar (radikula) yang berbentuk agak tumpul dan berwarna lebih kuning harus ditanam mengarah ke bawah dan bakal daun (plumula) yang bentuknya agak tajam dan berwarna kuning muda mengarah ke atas (Subiantoro, 2009).

Naungan atau pelindung dapat berupa pohon hidup atau naungan buatan yang terbuat dari daun kelapa sawit. Ukuran tingggi tiang dua meter (depan belakang sama) dan jarak antar tiang tiga meter. Naungan dipertahankan hingga kecambah berdaun 2 sampai 3 helai. Setelah itu, naungan berangsur-angsur dikurangi dari arah timur agar sinar matahari pagi bisa lebih banyak masuk ke bedengan.

Pengurangan naungan dilakukan secara bertahap dan jangan sampai terlambat karena dapat mengahambat pertumbuhan tanaman. Sebaliknya, jika pengurangan terlalu cepat maka akan menyebabkan tanaman stress. Pengurangan naungan dilakukan setelah bibit berumur 6 minggu (Sunarko, 2009).

Penyiraman bibit dilakukan dua kali sehari, kecuali jika jatuh hujan lebih dari 7 sampai 8 mm pada hari yang bersangkutan maka tidak dilakukan penyiraman. Air untuk menyiram bibit harus bersih dan cara penyiraman harus dengan semprotan halus agar bibit dalam polybag tidak rusak dan tanah tempat tumbuhnya tidak padat (Wijaya, 1991). Kebutuhan air pada tanaman kelapa sawit pada fase awal pembibitan (pre nursery), rata-rata jumlah air yang diperlukan untuk penyiraman rutin setiap hari sekitar 0.2 sampai 0.3 liter per bibit (Hikmah, 2010).

Respon tanaman terhadap pemberian pupuk tergantung pada keadaan tanaman dan ketersediaan hara di dalam tanah. Semakin besar respon tanaman, semakin banyak unsur hara dalam tanah (pupuk) yang dapat diserap oleh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi (Arsyad,2012). Penggunaan pupuk anorganik di pembibitan sangat dianjurkan pada pembibitan tanaman tahunan seperti kelapa sawit, dan sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan mutu bibit kelapa sawit (Jannah et al, 2012). Selama tiga bulan di prenursery biasanya bibit tidak dipupuk. Namun, jika tampak gejala kekurangan hara dengan gejala seperti daun menguning, bibit perlu dipupuk menggunakan pupuk N dalam bentuk cair. Konsentrasi pupuk urea atau pupuk majemuk sekitar 0,2% atau 2 gram per liter air untuk 100 bibit (Dewi, 2009).

Serangan hama dan penyakit selama di prenursery biasanya belum ada. Jika ada, dapat diberantas dengan diambil menggunakan tangan (hand picking). Serangan penyakit yang berasal dari sejenis jamur dapat dikendalikan dengan fungisida dengan dosis sesuai yang dianjurkan. Penyakit saat ini yang paling lazim dan menghancurkan penyakit dalam budidaya kelapa sawit (Kasno, 2011).

2.4.2. Pembibitan Utama (Main Nursery)

Pemilihan lokasi main nursery merupakan faktor yang sangat penting. Lokasi yang tepat akan memudahkan pekerjaan di pembibitan dalam menghasilkan bibit yang memenuhi syarat kualitas dan kuantitas. Kriteria lokasi pembibitan main nursey yaitu letak pre nursery dekat dengan main nursery, areal harus rata, dekat dengan sumber air dan bebas dari hama penyakit (Mukherjee,2009).

Satu hektar pembibitan main nursery dapat menyediakan bibit untuk sekitar 50 sampai 60 hektar lahan penanaman. Setelah area diratakan menggunakan alat berat, sekaligus untuk mengambil topsoil, lalu dibuat jaringan jalan, parit, dan saluran pembuangan air (drainase). Lay out petak atau bedengan memanjang dengan arah timur ke barat. Ukuran panjang dam lebarnya disesuaikan dengan kondisi lapangan dan jaringan irigasinya (Sunarko, 2009).

Polybag yang digunakan berwarna hitam (100% carbon black) dengan ukuran 45 x 50 cm dan tebal 0,2 mm disediakan dan dilubangi sebanyak 60 sampai 80 lubang. Polybag diisi dengan tanah sampai setengah polybag, dipadatkan dan setelah itu diisi hingga penuh dan sisakan + 2 cm dari bibir polybag.

Setelah itu, areal sebelumnya harus telah dipancang menggunakan jarak tanam 90 x 90 x 90 cm atau segitiga sama sisi. Jarak antar barisan 0.867 x 90 cm = 77,9 cm (78 cm) atau menyesuaikan dengan luas areal. Pancang lurus ke semua arah, bertujuan untuk keseimbangan pertumbuhan dan kemudahan pemeliharaan. Tiap petak disusun 5 baris polybag dan per barisnya 40 atau 50 bibit. Antara 2 petak dipisah dengan membuang barisan ke 6 dan kelipatannya (Maryani, 2012)

Sehari sebelum penanaman, media tanam dalam polibag harus disiram. Bibit dipindahkan dari prenursery setelah berdaun 2 sampai 3 helai dan berumur maksimum tiga bulan. Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang di polibag seukuran dengan diameter babybag. Babybag disayat dengan menggunakan pisau secara hati-hati dari bawah ke atas agar mudah dilepas dan media tidak sampai terikut. Bibit dimasukkan beserta tanahnya ke dalam lubang, lalu atur agar posisinya tegak seperti semula. Tanah disekeliling lubang ditekan agar lebih padat merata. Jika dirasa kurang, tambahkan tanah hingga sedikit melewati leher akar. Bagian atas polibag yang tidak diisi tanah setinggi 2 sampai

3 cm. Bagian ini memungkinkan sebagai tempat meletakkan pupuk, air, atau mulsa. Naungan sudah tidak diperlukan lagi di main nursery (Sunarko, 2009).

Penyiraman dilakukan setiap hari secara teratur dengan jumlah yang cukup. Jika musim kemarau, siram bibit dua kali sehari, yakni pada pagi dan sore hari. Kebutuhan air penyiramann sebanyak 2 liter air/bibit/hari. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma yang tumbuh dalam polibag, sekaligus menggemburkan tanah dengan cara menusukkan sepotong kayu. Penyiangan lahan pembibitan(diluar polibag) dilaksanakan secaraclean weeding, yakni

menggunakan garuk. Rotasi penyiangan 20 sampai 30 hari, tergantung dari pertumbuhan gulma (Sastrosayono, 2010).

Dosis dan jadwal pemupukan sangat tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Di main nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk N- P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk yang mengandung unsur Ca dan Mg). Dosis dan jadwal pemupukan sangat tergantung pada umur dan pertumbuhan bibit. Dimain nursery, lebih dianjurkan untuk menggunakan pupuk mejemuk N-P-K-Mg dengan komposisi 15-15-6-4 atau 12-12-17-2, serta ditambah Kieserite (pupuk yang mengandung unsur Ca dan Mg) (Kasno, 2011).

2.5. Syarat Tumbuh

2.5.1. Iklim

Kelapa sawit adalah tanaman tropis yang tumbuh baik antara garis lintang 13° Lintang Utara dan 12° Lintang Selatan, terutama di kawasan Afrika, Asia, dan Amerika Latin. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik di daerah tropis, dataran rendah yang panas dan lembab. Curah hujan yang baik adalah 2.500 mm sampai 3000 mm per tahun yang turun merata sepanjang tahun. Penting untuk pertumbuhan tanaman kelapa sawit adalah distribusi hujan yang merata (Soehardiyono, 1998).

Tanaman kelapa sawit memerlukan suhu optimum sekitar 24 sampai 28° C, untuk tumbuh dengan baik. Meskipun demikian, tanaman masih dapat tumbuh pada suhu terendah 18° C dan tertinggi 32°C. Beberapa faktor yang mempengaruhi

tinggi rendahnya suhu adalah lama penyinaran dan ketinggian tempat (Fauzi et al, 2004).

Sinar matahari di perlukan untuk memproduksi karbohidrat (proses asimilasi) juga untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah. Karenanya, intensitas, kualitas dan lamanya penyinaran sangat berpengaruh dalam proses fotosintesis (Setyawibawa dan Widyastuti, 1992).

Kelembaban udara dan angin adalah faktor yang penting untuk menunjang pertumbuhan kelapa sawit. Kelembaban udara dapat mengurangi penguapan, sedangkan kecepatan antara 5 sampai 6 km per jam akan membantu proses penyerbukan secara ilmiah. Angin yang kering akan menyebabkan penguapan lebih besar, mengurangi kelembaban dan dalam waktu yang lama akan menyebabkan tanaman menjadi layu. Kelembaban optimum bagi pertumbuhan kelapa sawit antara 80% sampai 90% ( PTPN III, 1997).

2.5.2. Tanah

Dalam hal tanah, tanaman kelapa sawit tidak menuntut terlalu banyak persyaratan karena dapat tumbuh di berbagai jenis tanah misalnya Podsolik, Latosol, Hidromifik Kelabu, Alluvial atau Regosol. Sifat fisik tanah yang baik untuk taaman kelapa sawit adalah :

a. Solum tebal 80 cm, solum yag tebal merupakan media yang baik untuk

perkembangan akar sehingga efisiensi penyerapan unsur hara tanaman akan semakin baik.

b. Tekstur ringan, di kehendaki memiliki pasir 20 sampai 60%, debu 10 sampai

40%, dan liat 20 sampai 50%.

Kelapa sawit dapat tumbuh pada pH 4,0 sampai 6,0 namun yang terbaik adalah 5,0 sampai 5,5. Tekstur tanah yang baik untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah kandungan pasir dengan komposisi 20 sampai 60%, fraksi liat 20 sampai 50%, debu 10 sampai 20%. Tanah yang kurang cocok adalah tanah pantai berpasir dan tanah gambut tebal. Sifat kimia tanah dapat dilihat dari tingkat keasaman dan komposisi kandungan har mineralnya. Sifat kimia tanah merupakan arti penting dalam menentukan dosis pemupukan dan kelas kesuburan tanah. Tanaman kelapa sawit tumbuh baik pada tanah yang memiliki kandungan unsur hara yang tinggi, dengan C/N mendekati 10 dimana C 1% dan N 0,1%, daya tukar Mg = 1,2me/100g, daya tukar K = 0,15 sampai 0,20me/100g (Sianutri, 2001).

2.6. Tanah Gambut

Menurut Andriese (1992), gambut adalah tanah organik (organik soil) tetapi tidak berarti bahwa tanah organik adalah tanah gambut. Istilah lain untuk lahan gambut juga sering digunakan yaitu rawa gambut yang diartikan kadang- kadang sebagai lahan basah. Dalam klasifikasi tanah, tanah gambut dikelompokan kedalam ordo Histosol atau sebelumnya dinamakan Organosol yang mempunyai ciri dan sifat yang berbeda dengan jenis tanah mineral umumnya. Tanah gambut mempunyai sifat beragam karena perbedaan bahan asal, proses pembentukan, dan lingkungannya (Noor, 2001).

Lahan gambut dalam keadaan alami selalu tergenang air sepanjang tahun sehingga tidak memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan budidaya, kecuali terlebih dahulu diadakan reklamasi. Dengan kondisi alami yang selalu basah maka proses perombakan atau pematangan tanah gambut menjadi terhambat. Oleh karena itu diperlukan perbaikan tata air dengan tujuan memberikan suasana yang kondusif bagi proses perombakan atau pematangan tanah gambut dengan masuknya oksigen. Proses perombakan atau pematangan tanah penting untuk meningkatkan kesuburan tanah (Indranada, 1989).

Nurida et al. (2011) menerangkan gambut merupakan tanah hasil akumulasi timbunan bahan organik. Tanah gambut terbentuk secara alami dalam jangka waktu ratusan tahun dari pelapukan vegetasi yang tumbuh di atasnya. Proses dekomposisi tanah gambut belum terjadi secara sempurna karena keadaan gambut yang dominan selalu jenuh sehingga, tanah gambut memiliki tingkat kesuburan dan pH yang rendah. Indranada (1989) menerangkan lahan gambut adalah lahan yang memiliki lapisan tanah kaya bahan organik (C-organik lebih dari 12%) pada ketebalan 50 cm.

Indonesia mempunyai lahan gambut terbesar keempat di dunia setelah Canada (170 juta ha), Rusia (150 juta ha), dan Amerika Serikat (40 juta ha). Indonesia sendiri memiliki luas lahan gambut yaitu 17 sampai27 juta ha (Wibowo, 2009). Lahan gambut Indonesia saat ini berupa lahan pertanian dan perkebunan, hutan campuran, hutan sekunder bekas tebangan, semak belukar dan padang rumput rawa (Istomo, 2008). Sumatera memiliki sekitar 7,2 juta hektar lahan gambut. Lahan gambut terluas terdapat di Riau 56,1% dengan luas 4,044 juta ha, Sumatera

Selatan 20,6% dengan luas 1,848 juta ha, Jambi 9,95% dengan luas 0,717 juta ha, Sumatera Utara 4,5% dengan luas 0,325 juta ha, Aceh 3,8% dengan luas 0,274 juta ha, Sumatera Barat 2,9 % dengan luas 0,210 juta ha, Lampung 1,2% dengan luas 0,088 juta ha, dan Bengkulu 0,88% dengan luas 0,063 juta ha (Wahyunto dan Heryanto, 2005).

Masganti (2003) menulis bahwa sifat kimia tanah gambut seperti tingkat keasaman tinggi merupakan kendala yang harus dihadapi dalam usaha menjadikan tanah tersebut sebagai sumber pangan nasional baru. Hasil penelitian yang dilakukan Masganti menunjukkan efisensi dan efektivitas pemupukan P tanaman jagung lebih tinggi pada tanah gambut saprik dibandingkan tanah gambut fibrik. Hal itu disebabkan oleh daya penyimpanan dan daya penyediaan P dalam tanah gambut saprik lebih tinggi daripada fibrik.

2.7. Pupuk NPK

Berdasarkan kandungan unsur haranya, pupuk terdiri dari pupuk tunggal dan pupuk majemuk (Sabiham et al., 1989). Pupuk tunggal adalah pupuk yang mengandung satu jenis unsur hara tanaman seperti N atau P atau K saja, sedangkan pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara tanaman. Contoh pupuk majemuk antara lain NP, NK dan NPK. Pupuk majemuk yang paling banyak di gunakan adalah pupuk NPK yang mengandung unsur hara makro yang penting bagi tanaman. Menurut Imran (2005), pupuk NPK mengandung tiga senyawa penting bagi tanaman antara lain ammonium nitrat

(NH 4 NO ₃), ammonium dihidrogen fosfat (NH 4 H ₂PO 4 ) dan kalium klorida (KCl).

Keuntungan dari pemakaian pupuk majemuk adalah bahwa dengan satu kali pemberian pemupukan telah selesai dan tidak ada persoalan. Jadi dapat di katakan bahwa dengan menggunakan pupuk majemuk dapat menghemat tenaga kerja serta ongkos pengangkutan dan pemakaiannya (Sastrosoedirdjo, 1992).

Pupuk NPK 15-15-15 merupakan pupuk majemuk yang sangat cocok untuk pemupukan dasar dan pemupukan susulan dalam pertumbuhan dan produksi tanaman. Pupuk ini memberikan keseimbangan hara yang baik untuk pertumbuhan tanaman, mudah di aplikasikan dan mudah di serap oleh tanaman, lebih efisien pemakaian, menghemat waktu dan lebih ekonomis (Anonimous, 2009).

Menurut Mujiyati et al. (2009), pemberian pupuk NPK mampu meningkatkan nitrogen total 41%, kapasitas tukar kation 21,63%, dan karbon organik 2,43% di daerah perakaran pada pertanaman cabai. Selain itu, pupuk NPK juga turut meningkatkan hasil cabai sebesar 37%. Berdasarkan Penelitian Jonatan Ginting et al. (2015). Pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi bibit tanaman kelapa sawit pada 10 MST dan jumlah daun pada 6 MST dan 8 MST.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jannah et al. (2012), menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK Phonska (15:15:15) menghasilkan pertumbuhan bibit kelapa sawit (tinggi, jumlah daun, dan diameter batang) yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk NPK Mutiara (16:16:16). Hal ini disebabkan dalam pupuk majemuk NPK Phonska tidak hanya mengandung unsur N, P, dan K tetapi juga mengandung unsur sulfur (S). Komposisi kandungan

N, P, dan K dalam pupuk Phonska sudah seimbang sehingga baik untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit.

2.8. Dolomit

Dolomit berasal dari batu kapur dolimitik dengan rumus [CaMg (CO3)2] (Buckman and Brady, 1982). Pupuk dolomit sebenarnya tergolong mineral primer yang mengandung unsur Ca dan Mg. Pupuk ini sebenarnya banyak digunakan sebagai bahan pengapur pada tanah-tanah masam untuk menaikkan pH tanah (Hasibuan, 2008).

Selain itu dolomit banyak digunakan karena relatif murah dan mudah didapat. Disamping itu bahan tersebut dapat memperbaiki sifat fisik tanah dan kimia dengan tidak meninggalkan residu yang merugikan tanah. Apabila pH tanah telah meningkat, maka kation Aluminium akan mengendap sebagai gibsit sehingga tidak lagi merugikan tanaman (Safuan, 2002).

Dolomit terbentuk dari hasil reaksi antara unsur Mg dengan batu gamping (limestone). Pembentukan dolomit berlangsung dalam air laut dan unsur Mg yang diperlukan berasal dari hasil disosiasi (penguraian) garam MgCO3 yang terdapat dalam air laut. Sebagai mana diketahui bahwa air laut mengandung berbagai jenis garam-garaman, antara lain MgCO3 dan CaCO3. Proses pembentukannya berlangsung ratusan sampai ribuan tahun (Mediapura et al, 1987).

Kemasaman tanah dapat diperbaiki dengan pengapuran. Dolomit salah satun kapur yang banyak digunakan di Indonesia. Karena dolomit banyak mengandung Mg dan Ca yang merupakan bahan pengapur tanah, maka pemberian kapur pada tanah masam berpengaruh baik terhadap sifat-sifat tanah (Foth, 1994).

Dengan pangapuran pH tanah akan meningkat, suplai hara Mg dan Ca yang dapat menggeser kedudukan H+ di permukaan koloid sehingga menetralisir kemasaman tanah. Pengapuran juga bertujuan untuk mengurangi resiko keracunan aliminium, menambah ketersediaan unsur P tanah sebagai hasil pembebasan P dari ikatan Al- P dan Fe-P, meningkatkan fiksasi N dan mineralisasi N meningkatkan KTK, dan membantu penyempurnaan perombakan dengan disertai pelepasan hara dari bahan-bahan organik dan tubuh mikroba (Kuswandi, 1993).

III. PELAKSANAAN PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Semangus Baru Kecamatan Muara Lakitan Kabupaten Musi Rawas, dengan ketinggian tempat lebih kurang 85 meter di atas permukaan laut (mdpl). Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2017 sampai April 2017.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, 1) Benih kelapa sawit varietas Costarika DxP, 2) pupuk NPK, 3) dolomit, 4) tanah gambut, 5) insektisida berbahan aktif Deltametrin,6) fungisida berbahan aktif Propineb, 7) polybag hitam berukuran 1 kg (15 cm x 22 cm), 8) paku, 9) tali plastik, 10) kayu,

11) jaring pagar dan12) bahan – bahan lain yang mendukung. Sedangkan Alat – alat yang dipakai adalah 1) cangkul,2) parang, 3) gergaji,4) palu,

5) ember, 6) handsprayer,7) meteran,8) timbangan digital, 9) oven, 10) alat tulis,11) kamera, 12) gembor, 13) jangka sorong,14) ayakan pasir,15) pH meter tanah.

3.3. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini metode eksperimental dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK)faktorial, yang terdiri dari dua faktor

perlakuan yang diulang tiga kali. Perlakuan yang dicobakan adalah sebagai berikut :

1. Dosis pupuk NPK (P) sebanyak 3 taraf, yaitu : P1 : 2,5 g / Polybag P2 : 5,0 g / Polybag P3 : 7,5 g / Polybag

2. Dosis Dolomit (D) sebanyak 3 taraf, yaitu : D1 : 5,0 g / Polybag D2 : 10 g / Polybag D3 : 15 g / Polybag

Berdasarkan kedua faktor perlakuan di atas didapatkan 9 kombinasi perlakuan dengan ulangan sebanyak 3 kali, sehingga didapatkan 27 unit percobaan dengan sampel pengamatan masing – masing 3 tanaman dan ditambah 3 polybag sebagai kontrol, sehingga akan didapatkan 84 sampel tanaman. Kombinasi perlakuan tertera pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kombinasi Perlakuan Dosis Pupuk NPK dan Dolomit.

Dosis pupuk NPK (P) Dosis Dolomit (D)

D1 D2 D3 P1

P1D2 P1D3 P2

P1D1

P2D2 P2D3 P3

P2D1

P3D1

P3D2 P3D3

Untuk mengetahui nilai pengamatan hasil percobaan dari kedua faktor perlakuan digunakan model matematis sebagai berikut :

Y = µ + K + (α + β + α β ) + ε

Dimana: Y = Nilai Pengamatan µ = Nilai rata – rata harapan K = Pengaruh Kelompok α = Pengaruh perlakuan dosis Pupuk NPK β = Pengaruh perlakuan dosis Dolomit

α β = Pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk NPK dan Dolomit

ε = Pengaruh galat

Untuk melihat pengaruh dari masing – masing perlakuan dan interaksinya digunakan analisis keragaman yang tersaji pada Tabel 3.2. Tabel 3.2. Teladan Analisis Keragaman RAK Faktorial

F. Tabel Keragaman (SK) Bebas

Sumber

Derajat

Jumlah Kuadrat

F- Hitung

Kuadrat Tengah

5% 1% Kelompok (r)

JKK/v1 KTK/KTG Perlakuan (t)

r-1= v1

JKK

JKP/v2 KTP/KTG Dosis Pupuk (p)

t-1= v2

JKP

JKP/v3 KTP/KTG Dosis Dolomit (d) d-1= v4

p-1= v3

JKP

JKD/v4 KTD/KTG Interaksi (i)

JKD

p-1.d-1=

JKI

JKI/v5 KTI/KTG

v5

Galat (g)

r-1.t-1= v6 JKG

JKG/v6

Total

(r.p.d)-1 =

vT

Sumber : Gomez dan Gomez. (1995).

Sedangkan untuk melihat tingkat ketelitian dari proses penelitian yang dilakukan perlu dilakukan uji koefisien keragaman (KK) dengan rumus sebagai berikut :

Dimana

KK = Koefisien Keragaman KTG = Kuadrat Tengah Galat Y

= Nilai Rata-Rata Total Perlakuan atau Rerata Umum

Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan terhadap peubah yang diamati dilakukan dengan cara membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel, yaitu:

a. Perlakuan berpengaruh tidak nyata, apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel 5%

b. Perlakuan berpengaruh nyata, apabila F-hitung lebih besar dari F-tabel 5% tetapi lebih kecil dari F-tabel 1%

c. Perlakuan berpengaruh sangat nyata, apabila F-hitung lebih besar dari F-tabel 1%

Apabila perlakuan menunjukan pengaruh yang nyata atau sangat nyata, maka akan dilakukan uji lanjutan dengan menggunakan Beda Nyata Jujur (BNJ), dengan rumus sebagai berikut:

1. Pengaruh terhadap dosis pupuk NPK (P)

BNJp = (.)

2. Pengaruh terhadap dosis Dolomit (D)

.p

3. Pengaruh terhadap Interaksi perlakuan (I)

= (.) Dimana:

= Tabel

pada taraf 5% dan 1%

P = jumlah perlakuan

V = derajat bebas galat p

= Jumlah taraf dosis pupuk NPK

d = Jumlah taraf dosis Dolomit

I = Interaksi KTG

= Kuadrat tengah galat r

= jumlah ulangan

3.4. Cara Kerja

3.4.1. Persiapan Lahan

Lahan yang digunakan untuk penelitian dipilih yang bertopografi datar, dekat dengan sumber air, bersih dari gulma dan sampah lainnya. Lahan di bagi menjadi tiga kelompok, dan masing-masing kelompok dibagi menjadi 9 petak yang berukuran 10 x 20 cm. Jarak antar kelompok 100 cm dan jarak antar petak 20 cm.

3.4.2. Persiapan Media Tanam

Media tanam yang digunakan untuk pengisian polybag adalah tanah gambut yang diambil dari perkebunan kelapa sawit PT. Mura Bibit Lestari di Kecamatan Muara Kelingi. Pengisian media tanam dilakukan 3 minggu sebelum tanam. Sebelum dimasukkan kedalam polybag tanah terlebih dahulu dikering anginkan selama 2 hari, selanjutnya diayak dengan ayakan pasir. Polybag yang digunakan berukuran

1 kg (15 cm x 22 cm) dan diisi dengan media tanah gambut dengan berat 800 g. Pengisisan media ke polybag dilakukan sedikit demi sedikit dengan mengguncangkan tanah. Setelah itu tanah disiram dengan air dan tanah di usahakan tidak terlalu padat.

3.4.3. Aplikasi Pupuk NPK

Pupuk NPK diaplikasikan setelah tanaman berumur 3 minggu dan selanjutnya dengan interval 3 minggu sekali hingga tanaman berumur 3 bulan sesuai dosis perlakuan. Pemberian pupuk dilakukan dengan cara dibenamkan di sekitar bibit, dan pemberian pupuk tidak mengenai pokok tanaman. Dosis masing-masing perlakuan tertera pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Dosis dan Jadwal Pemberian Pupuk NPK

Perlakuan Pupuk NPK (g/Polybag) Pengaplikasian

3 minggu setelah tanam

6 minggu setelah tanam

9 minggu setelah tanam

7,5 Sumber : PPKS. (2001)

3.4.4. Aplikasi Dolomit

Dolomit di aplikasikan 2 minggu sebelum penanaman bibit kedalam polybag. Pemberian dolomit dilakukan dengan cara di taburkan di atas permukaan polybag kemudian disiram sedikit demi sedikit dengan air. Pemberian dolomit dilakukan hanya satu kali selama penelitian sesuai dosis perlakuan.

3.4.5. Pemeliharaan

3.4.5.1. Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan di dalam dan di luar polybag secara fisik yaitu dengan mencabut gulma pada sekitar tanaman. Interval penyiangan tergantung pada pertumbuhan gulma tersebut. Saat penyiangan sekaligus dilakukan penggemburan tanah untuk menghindari pemadatan tanah yang dapat menganggu pertumbuhan akar tanaman.

3.4.5.2. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pagi dan sore hari tergantung dengan kondisi kelembapan permukaan media tanam. Penyiraman di lakukan dengan gembor dan air bersih sampai media jenuh.

3.4.5.3. Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida dilakukan secara selektif dan bergantung pada intensitas serangan. Penyemprotan menggunakan insektisida berbahan aktif Deltametrin dengan dosis 5 g/l air dan fungisida berbahan aktif Propineb dengan dosis 3 g/l air.

3.4.5.4. Seleksi bibit

Seleksi dilakukan pada bibit yang memiliki pucuk bengkok, daun berputar, daun sempit, daun menggulung, bibit kerdil dan daun melipat akibat penanaman kecambah yang terbalik atau faktor genetik.

3.4.5.5. Penggantian polybag

Polybag yang sobek atau rusak diganti dengan polybag yang baru agar volume tanah dalam polybag tetap dan perakaran tanaman tidak rusak.

3.5. Parameter yang Diamati

3.5.1. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar sampai dengan daun tertinggi menggunakan meteran. Tinggi tanaman diukur pada akhir penelitian.

3.5.2. Jumlah Pelepah Daun

Jumlah pelepah daun yang dihitung adalah pelepah daun yang telah membuka lebih dari 75% pada semua tanaman. Perhitungan jumlah pelepah daun dilakukan pada akhir penelitian.

3.5.3. Diameter Bol (cm)

Diameter bol diukur dengan menggunakan jangka sorong, pengukuran dilakukan pada posisi bol yang paling besar. Pengamatan dilakukan pada akhir penelitian.

3.5.4. Luas Daun (cm²)