Hubungan pengungkapan diri terhadap kepuasan hubungan romantis pada dewasa awal.

(1)

i

HUBUNGAN PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP KEPUASAN

HUBUNGAN ROMANTIS PADA DEWASA AWAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperloleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Program Studi Psikologi

Oleh :

Frans Wihadi Sihombing NIM : 089114079

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

(3)

(4)

iv HALAMAN MOTTO

“ Nama baik lebih ber harga dar i pada kekayaan besar, dikasihi or ang lebih baik dari pada per ak dan emas,(Ams 22: 1).”


(5)

v

…dan ku persembahkan untuk..

Yesus Kristus

Bapak dan Ibu yang tercinta, atas kasih sayang dan pengor banan, kesabar an yang tiada tara, ser ta doanya yang selalu menyer tai langkahku dalam mengarungi hidup ini.


(6)

(7)

vii

HUBUNGAN PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP KEPUASAN HUBUNGAN ROMANTIS PADA DEWASA AWAL

Frans Wihadi Sihombing

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengungkapan diri terhadap kepuasan hubungan romantis pada dewasa awal yang berpacaran. Subjek dalam penelitian ini adalah usia dewasa awal yaitu antara 18 hingga 40 tahun yang memiliki hubungan romantis berpacaran dan belum menikah. Alat pengumpul data terdiri dari dua alat ukur, Skala Pengungkapan Diri yang disusun berdasarkan dimensi pengungkapan diri (Devito, 1986) dan Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Koefisien reliabilitas pada skala pengungkapan diri sebesar α = 0,881. Sedangkan pada Relationship Assessment Scale sebesar α = 0,779. Dari hasil analisis data penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,275 dengan signifikansi sebesar 0,004. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengungkapan diri terhadap kepuasan hubungan romantis pada dewasa awal yang berpacaran.


(8)

viii

CORRELATION BETWEEN SELF DISCLOSURE TOWARDS SATISFACTION IN ROMANTIC RELATIONSHIP AMONG PEOPLE

IN EARLY ADOLESCENCE

Frans Wihadi Sihombing ABSTRACT

The purpose of the study was to examine correlation between self disclosure towards satisfaction in romantic relationship among people in early adolescence whom were dating. Participants of the study were people in early adolescence (18 to 40 years old) whom were in romantic relationship and were not married. Measurement instruments were consisted of two scales: Self Disclosure scale which was developed based on dimensions of self disclosure (Devito, 1986) and Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988). Reliability coefficient or α of Self Disclosure scale was 0,881 whereas reliability coefficient or α of Relationship Assessment Scale was 0,779. The result of data analysis showed correlation coefficient of 0,275 and significance level or p = 0,004. It showed that there was significant correlation between self disclosure and satisfaction in romantic relationship among people in early adolescence whom were dating.


(9)

(10)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji, hormat dan kemuliaan kepada sumber sukacita, sumber segala inspirasi, hikmat dan pengetahuan, Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih dan kebaikan-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik.

Berbagai pihak yang terlibat senantiasa memberikan bantuan yang sangat berarti bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik. Ucapan terima kasih sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada:

1. Dr. Ch. Siwi Handayani, Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma beserta seluruh staf akademik dan non-akademik yang telah mendukung kelancaran studi penulis selama ini.

2. Agnes Indar E., M. Psi., Psi, selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan banyak dukungan dan arahan selama penulis menjalani studi.

3. C. Siswa Widyatmoko, M. Psi, selaku Dosen Pembimbing skripsi yang dengan sabar membimbing dan memberi motivasi kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian ini.

4. C. Wijoyo Adi Nugroho, M.Psi dan Monica E. Madyaningrum, M.Psych selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan yang sangat berharga kepada penulis untuk memperbaiki skripsi ini.


(11)

xi

5. Mbak Haksi Mayawati, S. Psi, yang meluangkan waktu untuk membimbing dan memotivasi penulis untuk menyelesaikan penelitian ini. 6. Kedua orang tuaku yang tercinta, yang tak pernah lelah mendoakan serta

memberikan dukungan selama penulis menuntut ilmu. Terima kasih atas ketulusan dan cinta tanpa syarat yang diberikan sehingga penulis diberkati melalui tugas ini.

7. Sahabat program studi psikologi, sahabat di gereja GKI Gejayan, di Yogyakarta dan sahabat dimanapun berada yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih telah memberikan dukungan serta semangat di saat penulis mengalami rintangan selama mengerjakan skripsi ini.

Akhirnya penulis sampaikan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Semoga Tuhan YME membalas kebaikan teman-teman. Amin.


(12)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... ……... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING....………... ii

HALAMAN PENGESAHAN………. iii

HALAMAN MOTTO... ……... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN…...…….………..…...……….. v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK……….………... vii

ABSTRACT..………...……... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH……….. ix

KATA PENGANTAR...…..……… x

DAFTAR ISI...……….. xii

DAFTAR TABEL………..…….. xv

DAFTAR LAMPIRAN………... xvi

BAB I : PENDAHULUAN………..………. 1

A. Latar Belakang……….……….…… 1

B. Rumusan Masalah…..………... 6

C. Tujuan Penelitian………….………..………..….. 6

D. Manfaat Penelitian………….……….…………...…...…… 6

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA...… ………....……… 8


(13)

xiii

1. Definisi Kepuasan……….………... 8

2. Definisi Hubungan Romantis……..………. 8

3. Definisi Kepuasan Hubungan Romantis………...…... 13

4. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Hubungan Romantis….…. 13 5. Manfaat Kepuasan dalam Hubungan Romantis………... 14

B. Pengungkapan Diri……….………….….……... 15

1. Definisi Pengungkapan Diri………...……….. 15

2. Dimensi Pengungkapan Diri…….………...………… 16

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Diri..………… 18

4. Manfaat Pengungkapan Diri……….………..………. 21

5. Karakteristik Pengungkapan Diri dalam Perkembangan Relasional23 C. Dewasa Awal……….………..…….….... 23

1. Definisi Dewasa Awal……….……… 23

2. Masa Perkembangan Dewasa Awal………. 24

D. Pengungkapan Diri dan Kepuasan Hubungan Romantis Dewasa Awal... 27

E. Hipotesis Penelitian……..………... 30

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN……….……… 31

A. Jenis Penelitian……….. 31

B. Identifikasi Variabel………..……… 31


(14)

xiv

D. Subjek Penelitian………....………... 34

E. Metode Pengumpulan Data………... 35

1. Skala Pengungkapan Diri……… 35

2. Skala Relationship Assessment Scale……….. 38

F. Validitas dan Reliabilitas….………. 39

1. Validitas dan Reliabilitas Skala Pengungkapan Diri……….…... 39

a. Uji Validitas………...……….…… 39

b. Seleksi Aitem……….………. 40

c. Reliabilitas………...……….…... 41

d. Hasil Uji Coba Skala Pengungkapan Diri………..…. 41

2. Validitas dan Reliabilitas Relationship Assesment Scale………….43

G. Tehnik Analisis Data………...……… 44

1. Uji Asumsi……….……….. 44

2. Uji Hipotesis……….………..……. 45

BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…....……… 46

A. Pelaksanaan Penelitian……….……….……… 46

B. Data Demografi Subjek Penelitian……….……….………. 46

C. Uji Asumsi……..…………...……… 46

1. Uji Normalitas………..………..………. 46


(15)

xv

D. Hasil Penelitian……….……….…...………...…. 49

1. Uji Hipotesis………..……...…..………..…... 49

2. Uji Tambahan………..………....…… 50

E. Pembahasan…………..…..….…...……..………...………..… 52

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN……..……….……... 61

A. Kesimpulan……….………...………... 61

B. Saran……… 62

DAFTAR PUSTAKA………...……….……….. 62


(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue print Skala Pengungkapan Diri………...……….. 36 Tabel 2. Spesifikasi Aitem-aitem Skala Pengungkapan Diri……… 36 Tabel 3. Skor Jawaban Subjek pada Skala Pengungkapan Diri………... 37 Tabel 4. Skala Pengungkapan Diri Sebelum dan Sesudah Uji Coba………...……. 42 Tabel 5. Spesifikasi Aitem-aitem Skala Pengungkapan Diri Setelah Uji Coba…... 43 Tabel 6. Tabulasi data demografi subjek penelitian………. 47 Tabel 7. Hasil Uji Normalitas………..………. 48 Tabel 8. Uji Levene’s……….……... 51


(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A : Skala Pengungkapan Diri sebelum di uji coba………….……...…... 66

Lampiran B : Skala Pengungkapan Diri setelah di uji coba………...……...… 71

Lampiran C : Relationship Assesment Scale sebelum di adaptasi...……….…….. 75

Lampiran D : Relationship Assesment Scale setelah di adaptasi………... 77

Lampiran E : Hasil Analisis Aitem dan Reliabilitas………...….. 79

Lampiran F : Data Penelitian……… 85

Lampiran G : Uji Asumsi……….………...…..….………....…... 101


(18)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tren perceraian di Indonesia meningkat drastis. Berdasarkan data Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag), kasus perceraian meningkat hingga 70% dalam jenjang waktu 5 tahun. Terakhir pada tahun 2010, terdapat 285.184 kasus perceraian di Pengadilan Agama dari seluruh Indonesia. Perceraian yang terjadi ditandai dengan adanya pertengkaran di dalam keluarga. Menurut Scanzoi (dalam Dewi & Basti, 2008), salah satu penyebab terjadinya konflik dalam rumah tangga yaitu masalah komunikasi. Hal ini didukung pernyataan tokoh perempuan Indonesia, Prof. Dr Meutia Hatta yang menyatakan bahwa intensitas komunikasi yang rendah pada pasangan suami istri berpengaruh terhadap romantisme di dalam keluarga (Poskotanews, 2012).

Intensitas komunikasi yang rendah dapat dilihat dari salah satu hasil penelitian Dewi dan Basti (2008) yang menyatakan bahwa para istri yang tinggal bersama suami lebih banyak melakukan aksi diam atau menghindar dari pasangannya saat terjadi konflik dalam rumah tangga. Hal ini mengindikasikan bahwa kurang adanya komunikasi yang baik dalam suatu hubungan (Dewi & Basti, 2008).


(19)

Pada umumnya, setiap individu mengalami masa berpacaran terlebih dahulu sebelum masuk dalam suatu hubungan pernikahan. Levesqu (dalam Newman, 2006) menyebutkan bahwa berpacaran merupakan salah satu bentuk dari hubungan romantis. Hubungan romantis merupakan suatu hubungan yang melibatkan hubungan yang emosional, dimana di dalamnya terdapat unsur kesukarelaan dan pengorbanan dari kedua pasangan untuk saling menjaga suatu hubungan (Furman et al, 1999). Dalam hubungan berpacaran, individu juga akan mengalami masalah komunikasi sehingga terdapat suatu penelitian yang mencoba menemukan resolusi atau strategi mengatasi konflik dalam hubungan romantis (Sanderson & Karetsky, 2002). Oleh karena itu suatu komunikasi yang baik dan efektif diperlukan dalam suatu hubungan karena di dalamnya terdapat penyatuan dua individu dengan keunikan kepribadian, latar belakang budaya serta pengalaman yang berbeda satu dengan lainnya (Dewi & Basti, 2008).

Menurut Devito (2011), komunikasi yang efektif salah satunya ditandai dengan adanya keterbukaan (openness). Keterbukaan merupakan suatu tipe komunikasi tentang ide, informasi, perasaan, keinginan, motivasi, dan gagasan yang pada umumnya tersimpan dan hendaknya diungkapkan secara bebas dan terbuka kepada orang lain. Kualitas keterbukaan mengacu pada kesediaan untuk membuka diri dan mengungkapkan informasi yang biasanya disembunyikan. Kesediaan membuka diri atau yang sering disebut


(20)

pengungkapan diri, merupakan aspek yang penting dalam menjalin komunikasi yang efektif dan memuaskan (Devito, 2011).

Komunikasi yang memuaskan terjadi ketika harapan seseorang untuk dapat berinteraksi terpenuhi. Selain itu, individu akan mengalami kebahagiaan dan kepuasan dalam hubungannya ketika ia merasa dipahami oleh dirinya atau pasangannya (Cahn, dalam Anderson & Emmers-Sommer, 2006). Bersikap terbuka terhadap pasangan juga menjadikan kedua pasangan peka terhadap kritik, keputusan dan kemungkinan kekecewaan terhadap pencapaian harapan-harapannya (Dewi & Basti, 2008).

Kepuasan dalam hubungan adalah derajat dimana individu merasa puas dengan hubungannya dan merupakan indikator kuat dalam keberhasilan sebuah hubungan yang intim (Anderson & Emmer-Sommer, 2006). Kepuasan dalam hubungan juga dapat didefinisikan sebagai pemenuhan dari keinginan, kebutuhan, selera, kesenangan yang diperoleh dari sumber pemuas dalam suatu hubungan (Lurding, 2005). Salah satu cara untuk menjaga hubungan pada tingkat yang memuaskan adalah dengan pengungkapan diri (Lurding, 2005).

Devito (2011) mengartikan pengungkapan diri sebagai salah satu tipe komunikasi yang meliputi informasi tentang diri dan biasanya dirahasiakan dari orang lain. Individu yang mengalami kesulitan mengungkapkan informasi tentang diri mereka sendiri dapat mengalami kesulitan mencapai tingkat yang memuaskan dalam hubungan romantis. Melalui pengungkapan pikiran pribadi


(21)

dan perasaan, individu menjadi lebih mampu untuk berbagi dan memahami informasi secara timbal balik (Seamon, 2003).

Seni pengungkapan diri adalah memberikan informasi kepada orang lain dengan cara tepat dan dilakukan di saat yang tepat pula (Lurding, 2005). Individu yang tidak saling mengungkapkan, sering tidak dapat menyesuaikan diri dan tidak puas dengan hubungan mereka (Seamon, 2003). Demirtas dan Tezer (2012) menyebutkan beberapa studi (Argyle, 2001; Diener, Gohm, Suh, dan Oishi, 2000; Khaleque dan Rohner, 2004) menunjukkan bahwa kebahagiaan berhubungan erat dengan kepuasan yang bersumber dari kualitas hubungan romantis. Kualitas hubungan romantis dipengaruhi oleh pengungkapan diri yang pada gilirannya mempengaruhi isi, makna, dan dampak dari pengungkapan (Branje & Meeus, 2004).

Menurut Sadarjoen (dalam Dewi dan Basti, 2008), hubungan yang tidak berkualitas disebabkan karena tidak adanya keintiman. Sehingga hal ini menjadi salah satu sumber konflik dalam sebuah hubungan (Sadarjoen, dalam Dewi dan Basti, 2008). Keintiman merupakan faktor yang penting dalam perkembangan dan kepuasan dalam hubungan (Anderson & Emmer-Sommer, 2006). Keintiman bisa diperoleh melalui pengungkapan diri (Lurding, 2005). Lippert dan Prager (dalam Branje & Meeus, 2004) mengatakan bahwa pengungkapan diri dapat menciptakan suasana yang nyaman antara individu dan pasangan. Hal ini diperlukan dalam mengembangkan hubungan yang intim. Keintiman pun sebaliknya muncul sebagai suatu kondisi yang


(22)

dibutuhkan bagi pengungkapan diri dalam sebuah hubungan (Branje & Meeus, 2004).

Keintiman yang dapat diperoleh melalui pengungkapan diri tersebut, erat kaitannya dengan kepuasan. Terkait kepuasan dalam hubungan romantis, komunikasi yang terbuka dan pengungkapan diri dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengelola konflik secara lebih positif dengan saling meningkatkan kesadaran dan empati dalam hubungan (Sanderson & Karetsky, 2002).

Penelitian-penelitian terkait pengungkapan diri dan kepuasan dalam hubungan tersebut telah banyak dilakukan di luar negeri. Peneliti ingin melihat hubungan antara pengungkapan diri dengan kepuasan dalam hubungan romantis pada karakteristik budaya Indonesia. Hasil penelitian Draper, Pittard, dan Sterling (2008) mengungkapkan bahwa partisipan Asia memiliki keunikan dibandingkan ras lain yaitu lebih sulit terbuka dalam percakapan dengan topik yang mendalam. Kekhasan orang Asia yang lebih sulit terlibat dalam percakapan yang rawan dan mendalam tersebut menjadi sesuatu yang menarik untuk diteliti terkait dengan kepuasan dalam hubungan romantis.

Penelitian ini penting dilakukan karena orang selalu akan mencari kepuasan dalam hubungan mereka. Kepuasan menandakan seberapa baik hubungan tersebut dapat bertahan di masa depan (Anderson & Emmers-sommer, 2006; Billeter, 2002; Draper, Pittard & Sterling, 2008; Lurding,


(23)

2005). Hasil penelitian ini diharapkan dapat melihat hubungan antara pengungkapan diri dengan kepuasan dalam hubungan. Ada atau tidaknya hubungan pada variabel-variabel tersebut diharapkan dapat memberi informasi dan menjadi gambaran prediksi berhasil atau tidaknya sebuah hubungan romantis di masa depan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ apakah ada hubungan antara pengungkapan diri terhadap kepuasan dalam hubungan berpacaran?”

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara pengungkapan diri terhadap kepuasan dalam hubungan berpacaran.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Memperkaya referensi ilmiah dalam bidang psikologi sosial khususnya relationship interpersonal mengenai pengungkapan diri sebagai bentuk komunikasi dalam suatu hubungan romantis. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya yang tertarik dengan masalah komunikasi dalam hubungan romantis.


(24)

2. Manfaat Praktis

Memberikan informasi kepada pasangan atau orang yang sedang menjalin hubungan romantis mengenai keterkaitan antara pengungkapan diri sebagai bentuk komunikasi mereka dengan kepuasan dalam hubungan romantis mereka. Sehingga setiap pasangan perlu untuk melakukan pengungkapan diri untuk meningkatkan kepuasan dalam hubungan.


(25)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepuasan Hubungan Romantis 1. Definisi Kepuasan

Kepuasan berarti perihal (yang bersifat) puas; kesenangan; kelegaan dan sebagainya: dikejarnya untuk dirinya meskipun dengan segala pengorbanan; keinginan itu hanya ditujukan kepada kebutuhan jasmani (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

2. Definisi Hubungan Romantis

Furman dkk (1999) menjelaskan definisi hubungan romantis berdasarkan karakteristik-karakteristik dari hubungan tersebut, yaitu: a. Keromantisan melibatkan suatu hubungan, pola yang berlangsung

terus menerus dari asosiasi dan interaksi antara dua individu yang mengakui suatu hubungan dengan yang lainnya.

b. Terdapat unsur kesukarelaan dari kedua pasangan untuk mempertahankan suatu hubungan dan dibutuhkan pengorbanan dari setiap pasangan untuk keberhasilan hubungan romantis mereka. c. Merupakan beberapa bentuk dari ketertarikan yang khususnya


(26)

dalam beberapa bentuk perilaku seksual, tapi tidak selalu demikian. Perilaku tersebut dipengaruhi oleh pribadi, religiusitas, dan nilai-nilai budaya.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hubungan romantis merupakan suatu hubungan yang melibatkan kedekatan emosional, dimana didalamnya terdapat unsur sukarela dan pengorbanan dari kedua pasangan untuk saling menjaga hubungan. Pada hubungan romantis juga terdapat beberapa bentuk ketertarikan seksual terhadap pasangannya.

Sternberg (1997), menyebutkan tiga komponen hubungan romantis yang sering disebut triangular theory of love, yaitu:

1) Intimasi

Intimasi meliputi perasaan dekat, terhubung, dan keterikatan dalam hubungan romantis. Rands dan Talaber (dalam Sternberg, 1997) mengidentifikasi 10 komponen dalam intimasi:

a) Keinginan untuk memajukan kesejahteraan orang yang dicintai;

b) Mengalami kebahagiaan dengan orang yang dicintai; c) Penghargaan yang tinggi terhadap orang yang dicintai; d) Mampu mengandalkan orang yang dicintai pada saat


(27)

e) Saling pengertian dengan orang yang dicintai;

f) Berbagi tentang hal pribadi, rahasia, waktu, kepemilikan dengan orang yang dicintai;

g) Menerima dukungan emosional dari orang yang dicintai; h) Memberi dukungan emosional dari orang yang dicintai; i) Dapat berkomunikasi intim, medalam dan terbuka

mengenai perasaan terdalam dengan orang yang dicintai; j) Menilai dan menganggap penting orang yang dicintai. 2) Gairah (passion)

Dorongan ini mengarah pada romansa, ketertarikan fisik, kepuasan seksual dan fenomena yang terkait dalam hubungan percintaan. Meskipun kebutuhan seksual tampaknya mendominasi, sebenarnya ada kebutuhan lain yang berkontribusi pada pengalaman passion antara lain kebutuhan dihargai, kebutuhan memberi bantuan, kebutuhan memelihara, kebutuhan afiliasi, kebutuhan menguasai, kebutuhan untuk tunduk dan aktualisasi diri.

3) Keputusan/ Komitmen (Commitment)

Komitmen merujuk pada keputusan individu untuk mencintai individu lainnya dan dalam jangka panjang memiliki keinginan untuk terus menjaga cinta itu. Komitmen memiliki dua aspek yaitu short-term (keputusan) yaitu keputusan untuk


(28)

mencintai orang tertentu dan long-term (komitmen) yaitu komitmen untuk mempertahankan cinta tersebut. Kedua aspek ini tidak harus terjadi secara bersamaan, namun hendaknya keputusan mendahului komitmen.

Ketiga komponen cinta saling berinteraksi satu dengan yang lain, misal intimasi yang besar dapat menyebabkan gairah atau komitmen yang besar pula dan sebaliknya. Secara umum, komponen-komponen ini terpisah, namun berinteraksi satu sama lain (Sternberg, 1997).

Kombinasi yang berbeda dari ketiga komponen menghasilkan berbagai jenis cinta yaitu kombinasi keintiman dan komitmen dalam hubungan yang penuh cinta kasih sayang disebut compassionate love, kombinasi gairah dan keintiman dalam hubungan penuh gairah cinta disebut passionate love dan kombinasi antara keintiman, gairah dan komitmen dalam hubungan dengan cinta sempurna disebut

consummate love (Sternberg, 1997).

Lee (dalam Tung, 2007) menyebutkan 6 gaya cinta sebagai berikut:

a. Eros, gaya cinta yang ditandai dengan mencari kekasih yang secara fisik merupakan presentasi diri dan merupakan perwujudan dari gambar yang sudah disimpan di dalam pikiran


(29)

individu terhadap kekasihnya. Eros juga ditandai dengan atraksi emosional, fisik yang intens dan adanya komitmen. b. Ludus, gaya cinta yang menganggap cinta sebagai permainan.

Ditandai dengan tidak adanya komitmen.

c. Storge, gaya berdasarkan afeksi yang perlahan berkembang dan ada persahabatan.

d. Mania, gaya cinta yang ditandai dengan adanya obsesi dan cinta yang intensif, kecemburuan, dan intansitas emosional yang besar. Mania merupakan gaya cinta yang obsesif, gabungan antara eros dan ludus.

e. Agape, gaya cinta yang altruistik, di mana sang kekasih mencintai tanpa berharap mendapat balasan. Cinta ini melibatkan cinta persahabatan yang intens dan pengorbanan diri. Agape disebut juga cinta tanpa pamrih, gabungan antara eros dan storge.

f. Pragma, gaya praktis yang meliputi pertimbangan secara sadar dari karakter demografi pasangan. Cinta dipandang sebagai hal praktis untuk mendapatkan pasangan yang pas. Pragma merupakan cinta yang realistis dan praktis, gabungan antara ludos dan storge.


(30)

3. Definisi Kepuasan Hubungan Romantis

Kepuasan hubungan romantis secara umum, mengacu pada perasaan, pikiran, atau perilaku dalam hubungan seksual terkait dengan sikap, perasaan cinta, komitmen, membuka diri, dan investasi hubungan (Hendrick,1988). Definisi lain menyebutkan kepuasan hubungan romantis yaitu sejauh mana seorang individu merasa puas dengan pasangan atau hubungannya (Anderson & Emmers-Sommer, 2006).

Dari definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepuasan hubungan romantis adalah sejauh mana individu puas dengan pasangan dan hubungannya yang melibatkan sikap, perasaan cinta, komitmen, membuka diri, dan investasi hubungan.

4. Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Hubungan Romantis

Dalam teori pertukaran sosial Thibaut dan Kelley disebutkan ada tiga faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam hubungan romantis, yaitu hal imbalan (rewards), biaya (costs), dan tingkat perbandingan (level

comparison) (Aronson, Wilson & Akert, 2005).

a. Reward

Reward adalah elemen positif yang memuaskan dalam

hubungan, yang memberikan manfaat dan memperkuat hubungan tersebut.


(31)

b. Cost

Costadalah elemen negatif yang bisa jadi dapat meretakkan hubungan.

c. Comparison level

Comparison level (standar pembanding), yaitu harapan individu

mengenai tingkat rewards dan costs yang mereka inginkan dalam hubungan tertentu. Banyak orang memiliki standar pembanding yang tinggi dengan banyak rewards dan sedikit costs. Jika apa yang diterima dalam hubungan tidak sesuai dengan standar pembanding, maka individu akan kecewa dalam hubungan. Sebaliknya bila standar pembanding rendah, maka individu cenderung bahagia dengan berbagai hubungan yang dijalin.

5. Manfaat kepuasan dalam sebuah hubungan romantis

a. Menurut Thibaut dan Kelley (dalam Aronson, Wilson & Akert, 2005), kepuasan sebuah hubungan romantis merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan komitmen dan kestabilan hubungan. b. Demirtas dan Tezer (2012) menemukan bahwa kepuasan hidup


(32)

B. Pengungkapan Diri

1. Definisi Pengungkapan Diri

Cozby (dalam Seamon, 2003) menyatakan bahwa pengungkapan diri adalah pengungkapan informasi yang secara verbal dikomunikasikan kepada orang lain. Dindia dan Allen (dalam Seamon, 2003) mendeskripsikan pengungkapan diri sebagai variabel kepribadian yang stabil yang secara langsung mempengaruhi hubungan. Jourard (dalam branje & meeus, 2004) menyatakan bahwa pengungkapan diri mengarah pada komunikasi verbal tentang diri, meliputi hal pribadi, peristiwa di masa lalu dan rencana di masa depan. Definisi lain menyebutkan bahwa pengungkapan diri adalah suatu tipe komunikasi yang khusus karena individu saling berbagi tentang informasi dan perasaan yang intim dengan orang lain (Sears, Peplau & Taylor, 1991). Menurut Johnson, pengungkapan diri adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau berguna untuk memahami tanggapan itu di masa kini (Supratiknya, 1995). Holmes & Rempel (dalam Myers, 1999) juga menjelaskan tentang pengertian dari pengungkapan diri yaitu aspek kedekatan yang memungkinkan seseorang menyingkap diri dan pikirannya bagi orang lain. Devito (2011) mengartikan pengungkapan diri sebagai salah satu tipe komunikasi tentang informasi diri yang biasanya dirahasiakan dari orang lain. Dalam pengungkapan diri, informasi yang


(33)

diutarakan tersebut merupakan informasi baru yang belum pernah didengar orang tersebut sebelumnya dan biasanya disimpan/ dirahasiakan untuk diceritakan kepada orang lain baik secara tertulis dan lisan.

Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri adalah tipe komunikasi khusus yang ditandai dengan adanya pengungkapan informasi tentang diri, biasanya dirahasiakan/ tidak diketahui orang lain dan meliputi hal pribadi yang secara verbal dikomunikasikan kepada orang lain dengan perasaan yang intim.

2. Dimensi Pengungkapan Diri

Pengungkapan diri berbeda-beda bagi setiap individu dalam lima dimensi pengungkapan diri sebagai berikut (Devito, 1986):

a. Jumlah

Kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri dan durasi dari pesan pengungkapan diri atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan pernyataan pengungkapan diri individu tersebut terhadap orang lain. Hal ini berkaitan dengan seberapa banyak jumlah informasi diri yang diungkapkan. Jumlah tersebut dilihat berdasarkan frekuensi penyampaian pesan pengungkapan diri atau dengan menggunakan ukuran waktu, yakni berapa lama pesan-pesan yang mengandung pengungkapan diri


(34)

disampaikan pada keseluruhan komunikasi dengan lawan komunikasnya

b. Valensi

Valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari pengungkapan diri. Individu dapat mengungkapkan diri mengenai hal-hal yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai dirinya, memuji hal-hal yang ada dalam dirinya atau menjelek-jelekkan dirinya sendiri. Faktor nilai juga mempengaruhi sifat dasar dan tingkat pengungkapan diri. Dampak dari pengungkapan diri yang berbeda itu (positif/negatif) akan berbeda pula, baik pada orang yang mengungkapkan dirinya maupun pada lawan komunikasinya.

c. Ketepatan dan Kejujuran

Hal ini terkait dengan ketepatan/kecermatan dan kejujuran individu dalam mengungkapkan diri. Ketepatan dari pengungkapan diri dibatasi oleh tingkat atau kemampuan individu dalam mengetahui/mengenal dirinya sendiri. Pengungkapan diri dapat berbeda dalam hal kejujuran. Individu dapat jujur atau terlalu melebih-lebihkan, melewatkan bagian penting atau berbohong. d. Maksud dan Tujuan

Hal ini terkait dengan seluas apa individu mengungkapkan tentang apa yang ingin diungkapkan dan seberapa besar kesadaran


(35)

individu untuk mengontrol informasi-informasi yang akan dikatakan pada orang lain. Individu cenderung menyatakan dirinya dengan maksud dan tujuan tertentu.

e. Kedalaman

Individu dapat mengungkapkan detil yang paling intim dari hidupnya. Dimensi pengungkapan diri ini mengacu pada Struktur Kepribadian Pete dengan Teori Penetrasi Sosial. Dalam Struktur Kepribadian ini, digambarkan kepribadian manusia seperti bawang, yang memiliki lapisan-lapisan yang menunjukkan derajat kedalaman orang yang menjalin relasi atau berkomunikasi. Tidak seluruh informasi yang individu sampaikan berisikan informasi yang sifatnya pribadi karena bisa bercampur dengan informasi yang bersifat umum. Hal ini terkait dengan kedalaman (depth) dan keluasan (breadth) pengungkapan diri. Sejauh mana kedalaman dalam pengungkapan diri itu akan ditentukan oleh derajat kedalaman individu dengan lawan komunikasi.

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri

Menurut Devito (2011) ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri yaitu :

a. Pengungkapan yang dilakukan orang lain

Pengungkapan diri adalah hubungan timbal balik. Artinya, secara tidak langsung dalam proses ini terdapat efek spiral (saling


(36)

berhubungan), dimana setiap pengungkapan diri individu diterima sebagai stimulus untuk penambahan pengungkapan diri dari yang lain. Pengungkapan diri antar kedua individu akan semakin baik jika pendengar bersikap positif dan menguatkan. Individu cenderung menyukai orang lain yang mengungkapkan cerita rahasianya pada jumlah yang kira-kira sama.

b. Jumlah pendengar

Pengungkapan diri, lebih sering terjadi dalam kelompok yang kecil daripada kelompok yang besar. Dengan pendengar lebih dari satu sulit untuk mengungkapkan diri karena respon yang bisa bervariasi antara pendengar. Selain itu, jika kelompoknya lebih besar dari dua, pengungkapan diri akan menjadi pemberitaan publik sehingga bisa dianggap hal umum karena sudah banyak orang tahu. c. Topik

Topik mempengaruhi jumlah dan tipe pengungkapan diri. Ditemukan bahwa pengungkapan diri mengenai uang, fisik dan kepribadian lebih jarang dibicarakan daripada hal terkait rasa dan minat, sikap dan opini, serta pekerjaan. Hal ini terjadi karena tiga topik pertama lebih sering dihubungkan dengan self-concept

seseorang, dan berpotensi melukai orang tersebut. d. Nilai


(37)

Nilai (kualitas positif dan negatif) pengungkapan diri juga berpengaruh secara signifikan. Pengungkapan diri yang positif lebih disukai daripada pengungkapan diri yang negatif.

e. Jenis kelamin

Berbagai penelitian mengemukakan bahwa wanita lebih terbuka daripada pria tapi keduanya membuat pengungkapan negatif yang hampir sama dari segi jumlah dan tingkatannya.

f. Ras, kewarganegaraan, dan umur

Individu kulit hitam lebih jarang mengungkapkan diri mereka dibandingkan individu kulit putih. Terdapat juga perbedaan frekuensi pengungkapan diri dalam grup usia yang berbeda. Pengungkapan diri pada teman dengan gender berbeda meningkat dari usia 17-50 tahun dan menurun kembali.

g. Penerimaan hubungan

Hubungan yang dijalin dengan orang lain akan mempengaruhi kemungkinan dan frekuensi pengungkapan diri yang dilakukan. Individu cenderung mengungkapkan diri pada individu yang hangat, penuh pemahaman, memberi dukungan dan mampu menerima individu apa adanya.


(38)

4. Manfaat Pengungkapan Diri

Devito (2011) mengemukakan enam manfaat pengungkapan diri, yaitu:

a. Pengetahuan diri

Pengungkapan diri membuat individu mendapatkan perspektif baru tentang dirinya dan pemahaman yang lebih baik tentang perilakunya.

b. Kemampuan mengatasi kesulitan

Melalui pengungkapan diri individu akan lebih mampu menanggulangi masalah atau kesulitan, khususnya perasaan bersalah. Salah satu ketakutan pada individu adalah tidak diterima lingkungan karena sesuatu yang pernah individu lakukan, perasaan dan/atau sikap tertentu yang dimiliki. Individu percaya hal itu menjadi dasar penolakan sehingga individu membangun rasa bersalah. Dengan mengungkapkan perasaan sebenarnya dan menerima dukungan, individu menjadi lebih siap untuk mengatasi perasaan bersalahnya. Penerimaan diri akan sulit tanpa pengungkapan diri. Jika individu merasa ditolak, maka individu cenderung menolak dirinya juga. Melalui pengungkapan dukungan yang didapat, individu akan menempatkan dirinya pada posisi yang lebih baik dan lebih mungkin mengembangkan konsep diri yang positif.


(39)

c. Pelepasan energi

Menyimpan suatu rahasia dan tidak mengungkapkannya membutuhkan energi yang lebih banyak untuk hidup. Dalam kondisi rahasia, individu selalu berjaga-jaga agar rahasia tersebut tidak terbongkar. Dengan mengungkapkan diri, individu membebaskan diri dari topeng yang dipakainya.

d. Komunikasi yang efektif

Pengungkapan diri dapat memperbaiki komunikasi. Individu dapat memahami pesan orang lain ketika individu memahami orang tersebut secara individual sehingga individu tahu apakah orang itu sedang serius atau sedang bercanda. Pengungkapan diri adalah kondisi yang penting untuk mengenal orang lain. Individu dapat hidup bersama seseorang selama bertahun-tahun, tetapi jika orang itu tidak pernah mengungkapkan dirinya, individu tidak akan memahami orang itu sebagai pribadi yang utuh.

e. Kedalaman hubungan

Pengungkapan diri penting untuk membina hubungan yang bermakna diantara dua orang. Melalui pengungkapan diri, individu memberitahu orang lain bahwa individu mempercayai orang tersebut, menghargainya, serta peduli terhadap orang dan hubungan tersebut. Kondisi ini akan membuat orang lain mau membuka diri dan terbentuklah awal dari suatu hubungan yang bermakna yaitu


(40)

suatu hubungan yang jujur dan terbuka bukan sekadar hubungan seadanya.

5. Karakteristik Pengungkapan diri dalam perkembangan relasional a. pengungkapan diri biasanya terjadi dari sedikit demi sedikit.

b. pengungkapan diri bergerak dari informasi yang kurang pribadi ke informasi yang lebih pribadi.

c. Pengungkapan diri bersifat saling timbal balik. d. Pengungkapan diri melibatkan resiko.

e. Pengungkapan diri melibatkan kepercayaan.

f. Pengungkapan diri dari waktu ke waktu: meningkatkan keintiman. g. Pengungkapan diri mencerminkan persepsi tentang hubungan itu

yang sebenarnya.

C. Dewasa Awal

1. Definisi Dewasa Awal

Santrock (2002) mengatakan masa dewasa awal adalah masa untuk bekerja dan menjalin hubungan dengan lawan jenis, terkadang menyisakan sedikit waktu untuk hal lainnya. Dua kriteria yang diajukan untuk menunjukkan akhir masa muda dan permulaan dari masa dewasa awal adalah kemandirian ekonomi dan kemandirian dalam membuat keputusan (Santrock, 2002). Sedangkan menurut Hurlock (1980) dewasa


(41)

awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun (Hurlock, 1980).

Individu dewasa awal diharapkan memainkan peran baru, seperti suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, keinginan-keingan baru, mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini. Pada masa dewasa awal individu juga dituntut untuk bertanggung jawab dan menjalin hubungan romantis yang serius (Dariyo, 2003).

2. Masa Perkembangan Dewasa Awal

Masa dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru. Orang dewasa awal diharapkan memaikan peran baru, seperti suami/istri, orang tua, dan pencari nafkah, keinginan-keingan baru, mengembangkan sikap-sikap baru, dan nilai-nilai baru sesuai tugas baru ini (Hurlock, 1980). Masa dewasa awal dimulai pada umur 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun. Saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif (Hurlock, 1980)

a. Tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Hurlock (1980) meliputi :

1) Mulai bekerja, 2) Memilih pasangan,


(42)

3) Mulai membina keluarga, 4) Mengasuh anak,

5) Mengelola rumah tangga,

6) Mengambil tanggung jawab sebagai warga Negara, 7) Mencari kelompok sosial yang menyenangkan. b. Ciri – ciri masa dewasa awal

Hurlock (1980), menguraikan secara ringkas ciri-ciri dewasa yang menonjol dalam masa – masa dewasa awal sebagi berikut : 1) Masa dewasa dini sebagai masa pengaturan. Masa dewasa awal

merupakan masa pengaturan. Pada masa ini individu menerima tanggung jawab sebagai orang dewasa. Yang berarti seorang pria mulai membentuk bidang pekerjaan yang akan ditangani sebagai kariernya, dan wanita diharapkan mulai menerima tanggungjawab sebagai ibu dan pengurus rumah tangga.

2) Masa dewasa dini sebagai usia repoduktif. Orang tua merupakan salah satu peran yang paling penting dalam hidup orang dewasa. Orang yang kawin berperan sebagai orang tua pada waktu saat ia berusia duapuluhan atau pada awal tigapuluhan.

3) Masa dewasa dini sebagai masa bermasalah. Dalam tahun-tahun awal masa dewasa banyak masalah baru yang harus dihadapi seseorang. Masalah-masalah baru ini dari segi


(43)

utamanya berbeda dengan dari masalah-masalah yang sudah dialami sebelumnya.

4) Masa dewasa dini sebagai masa ketegangan emosional. Pada usia ini kebanyakan individu sudah mampu memecahkan masalah – masalah yang mereka hadapi secara baik sehingga menjadi stabil dan lebih tenang.

5) Masa dewasa dini sebagai masa keterasingan sosial. Keterasingan diintensifkan dengan adanya semangat bersaing dan hasrat kuat untuk maju dalam karir, sehingga keramahtamahan masa remaja diganti dengan persaingan dalam masyarakat dewasa.

6) Masa dewasa dini sebagai masa komitmen. Setelah menjadi orang dewasa, individu akan mengalami perubahan, dimana mereka akan memiliki tanggung jawab sendiri dan memiliki komitmen-komitmen sendiri.

7) Masa dewasa dini sering merupakan masa ketergantungan. Meskipun telah mencapai status dewasa, banyak individu yang masih tergantung pada orang-orang tertentu dalam jangka waktu yang berbeda-beda. Ketergantungan ini mungkin pada orang tua yang membiayai pendidikan.


(44)

8) Masa dewasa dini sebagai masa perubahan nilai. Perubahan karena adanya pengalaman dan hubungan sosial yang lebih luas dan nilai-nilai itu dapat dilihat dri kacamata orang dewasa. Perubahan nilai ini disebabka karena beberapa alasan yaitu individu ingin diterima olh anggota kelompok orang dewasa, individu menyadari bahwa kebanyakan kelompok sosial berpedoman pada nilai-nilai konvensional dalam hal keyakinan dan perilaku.

9) Masa dewasa dini masa penyesuaian diri dengan cara hidup baru. Masa ini individu banyak mengalami perubahan dimana gaya hidup baru paling menonjol dibidang perkawinan dan peran orangtua.

10) Masa dewasa dini sebagai masa kreatif. Orang yang dewasa tidak terikat lagi oleh ketentuan dan aturan orangtua maupun guru-gurunya sehingga terlebas dari belenggu ini dan bebas untuk berbuat apa yang mereka inginkan. Bentuk kreatifitas ini tergantung dengan minat dan kemampuan individual.

D. Pengungkapan Diri dan Kepuasan dalam Hubungan Romantis pada Dewasa Awal

Kepuasan hubungan, secara umum, mengacu pada perasaan, pikiran, perilaku dalam hubungan terkait dengan sikap, perasaan cinta, komitmen,


(45)

membuka diri, dan investasi hubungan (Hendrick, 1988). Kepuasan dalam hubungan adalah derajat dimana individu merasa puas dengan hubungannya dan merupakan indikator kuat dalam keberhasilan sebuah hubungan yang intim (Anderson & Emmer-Sommer, 2006).

Dalam suatu hubungan romantis, kerap timbul ketidakpuasan terhadap pasangan. Munculnya ketidakpuasan disebabkan adanya harapan yang besar terhadap hubungan romantis (Santrock, 2002). Hasil penelitian Epstein dan Eidelson (dalam Santrock, 2002) mengatakan pasangan yang tidak bahagia menunjukkan harapan yang tidak realistik tentang hubungan mereka. Intensitas komunikasi yang rendah menjadi salah satu pemicu munculnya ketidakpuasan dalam hubungan romantis (Dewi dan Basti, 2008).

Komunikasi yang baik dan efektif diperlukan dalam suatu hubungan romantis (Dewi & Basti, 2008). komunikasi yang efektif salah satunya ditandai dengan adanya keterbukaan (openness). Keterbukaan merupakan segala ide, gagasan maupun permasalahan yang hendaknya diungkapkan secara bebas dan terbuka (Devito, 2002). Komunikasi yang terbuka dan pengungkapan diri dapat meningkatkan kemampuan individu dalam mengelola konflik secara lebih positif dengan saling meningkatkan kesadaran dan empati dalam hubungan (Sanderson & Karetsky, 2002).

Lippert dan Prager (dalam Branje & Meeus, 2004) menyatakan bahwa dalam sebuah hubungan romantis, pengungkapan diri dapat membantu pasangan dalam menciptakan hubungan yang nyaman sehingga terbangun


(46)

keintiman. Keintiman merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan dalam hubungan romantis (Tung, 2007). Kepuasan dalam hubungan romantis dapat menjadi prediksi kepuasan hidup dan kestabilan hubungan (Aronson, Wilson & Akert, 2005). Itulah sebabnya dalam hubungan romantis diperlukan pengungkapan diri agar kepuasan dalam hubungan dapat tercipta dan dapat menjadi prediksi bagi hubungan di msa mendatang. Pada usia dewasa awal, memiliki hubungan romantis yang stabil merupakan salah satu tugas perkembangan.

Memilih pasangan merupakan salah satu tugas perkembangan masa dewasa awal menurut Murlock (1980). Dariyo (2003) juga mengatakan bahwa pada usia dewasa awal individu diharapkan dapat memulai menjalin hubungan romantis yang serius. Dalam menjalin hubungan romantis (berpacaran), orang selalu akan mencari kepuasan dalam hubungan mereka. Kepuasan hubungan berpacaran menandakan seberapa baik hubungan dapat bertahan di masa depan (Anderson & Emmers-sommer, 2006; Billeter, 2002; Draper, Pittard & Sterling, 2008; Lurding, 2005). Hal ini menjadi tolak ukur bagaimana hubungan pengungkapan diri terhadap kepuasan relasional romantis pada dewasa awal. Dapat dikatakan juga apabila individu memiliki pengungkapan diri yang tinggi, maka individu tersebut memiliki derajat kepuasan dalam hubungan romantis yang tinggi. Begitu juga sebaliknya, individu memiliki pengungkapan diri yang rendah, maka individu tersebut memiliki derajat kepuasan dalam hubungan romantis yang rendah juga.


(47)

E. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif antara pengungkapan diri terhadap kepuasan dalam hubungan berpacaran. Semakin tinggi pengungkapan diri individu terhadap pasangan romantisnya, maka semakin tinggi pula kepuasan dalam hubungan romantis mereka.


(48)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat korelasional. Penelitian korelasional bertujuan menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2009).

B. Identifikasi Variabel

Variabel penelitian ini terdiri dari: 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pengungkapan diri 2. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah kepuasan dalam relasi romantis

C. Definisi Operasional

Definisi oprasional variabel penelitian:

1. Pengungkapan diri adalah suatu tipe komunikasi yang khusus meliputi saling berbagi tentang informasi dan perasaan yang intim dengan orang


(49)

lain (Sears, Peplau & Taylor, 1991). Pengungkapan diri berupa informasi pribadi mungkin deskriptif, evaluatif atau afektif. Orang dapat mengungkapkan fakta tentang diri mereka sendiri, pendapat, atau sikap yang mereka miliki, atau informasi tentang suasana hati dan emosi (Omarzu, 2000). Definisi lain menyatakan bahwa pengungkapan diri adalah jenis komunikasi yang mengungkapkan informasi diri yang biasanya disembunyikan atau tidak diketahui orang lain. Pengungkapan diri berisi informasi tentang diri, pikiran, perasaan dan perilaku yang disampaikan kepada orang lain secara sadar serta melibatkan lebih dari satu orang (Devito, 2011).

Pengungkapan diri diukur menggunakan skala pengungkapan diri yang disusun berdasarkan 5 aspek (Devito, 1986) yaitu:

a. Ukuran atau jumlah

Kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahui frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri dan durasi dari pesan pengungkapan diri atau waktu yang diperlukan untuk mengutarakan pernyataan pengungkapan diri individu tersebut terhadap orang lain.

b. Valensi

Valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari penyingkapan diri.


(50)

c. Kecermatan atau kejujuran

Hal ini terkait dengan ketepatan/kecermatan dan kejujuran individu dalam mengungkapkan diri. Ketepatan dari pengungkapan diri dibatasi oleh tingkat atau kemampuan individu dalam mengetahui/mengenal dirinya sendiri.

d. Maksud dan tujuan

Hal ini terkait dengan seluas apa individu mengungkapkan tentang apa yang ingin diungkapkan dan seberapa besar kesadaran individu untuk mengontrol informasi-informasi yang akan dikatakan pada orang lain. Individu cenderung menyatakan dirinya dengan maksud dan tujuan tertentu.

e. Kelekatan

Individu dapat mengungkapkan detail yang paling intim dari hidupnya, hal-hal yang dirasa sebagai periperal atau impersonal atau hal yang tidak benar.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, diperoleh definisi operasional pengungkapan diri yaitu merupakan suatu tipe komunikasi khusus meliputi saling berbagi informasi tentang diri/ pribadi, pendapat, sikap, perilaku dan perasaan yang intim kepada orang lain secara sadar dan biasanya informasi tersebut disembunyikan. Seseorang dinyatakan memiliki pengungkapan diri yang tinggi apabila seseorang tersebut memiliki skor yang tinggi pada aitem-aitem ukuran


(51)

atau jumlah, valensi, kecermatan atau kejujuran, maksud dan tujuan, serta kelekatan.

2. Kepuasan hubungan romantis

Kepuasan hubungan romantis yaitu sejauh mana seorang individu merasa puas dengan pasangan atau hubungannya (Emmers & Sommer, 2006). Definisi lain menyebutkan bahwa kepuasan dalam hubungan merupakan evaluasi individual yang subjektif mengenai kualitas hubungan romantis (Seas, Taylor, & Peplau, 1991). Dari definisi-definisi tersebut diperoleh definisi operasional kepuasan hubungan romantis yaitu merupakan evaluasi subjektif individu mengenai sejauh mana individu merasa puas dengan pasangan atau hubungannya. Kepuasan hubungan romantis akan diukur menggunakan 7 aitem Relationship Assessment Scale (RAS) Skala ini dibuat oleh Susan S . Hendrick (1988), Profesor psikologi dari Texas Tech University. Semakin tinggi nilai RAS menunjukkan semakin tinggi kepuasan hubungan romantis seseorang.

D. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah sumber utama penelitian yaitu yang memiliki data mengenai variabel-variabel yang akan diteliti. Subjek penelitian pada dasarnya yang akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 1998).

Subjek pada penelitian ini yaitu sebagian kecil populasi mahasiswa pada Universitas di Yogyakarta dengan kriteria:


(52)

1. Memiliki relasi romantis dengan pasangan (berpacaran) Fokus penelitian ini yaitu pada pasangan berpacaran. 2. Usia antara 18-40 tahun yang belum menikah.

Keberhasilan relasi romantis pada usia ini dapat menjadi prediktor hubungan romantis kedepannya (Lurding, 2005). Pada rentang usia ini seorang individu sudah memulai untuk memikirkan untuk menjalin hubungan romantis dengan orang lain (Santrock, 2002). Selain itu, alasan pemilihan batasan usia 18-40 tahun karena secara psikologis tergolong dewasa awal, pada usia itu mereka dituntut bertanggung jawab dan hubungan romantis yang terjalin sudah serius (Dariyo, 2003).

E. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian ini adalah dengan metode kuantitatif. Metode kuantitatif yang digunakan yaitu dengan metode skala. Skala merupakan alat ukur psikologis dalam bentuk kumpulan penyataan-pernyataan sikap yang disusun sedemikian rupa sehingga respon seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi skor dan diinterpretasikan (Azwar, 1998).

1. Skala Pengungkapan Diri

Aitem pada skala pengungkapan diri disusun berdasarkan pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable 20 aitem dan unfavorable


(53)

20 aitem. Setiap aitem menyediakan 4 pilihan jawaban yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Tabel 1. Blue Print Skala Pengungkapan Diri.

No Dimensi

Pengungkapan Diri

Nomor item Jumlah

Fav Unfav

1 Jumlah 4 4 8

2 Valensi 4 4 8

3 Ketepatan dan kejujuran 4 4 8

4 Maksud dan tujuan 4 4 8

5 Kedalaman 4 4 8

Jumlah item 20 20 40

Tabel 2. Spesifikasi Aitem-aitem Skala Pengungkapan Diri.

No Dimensi

Pengungkapan Diri

Nomor aitem Jumlah

Fav Unfav

1 Jumlah 1, 11, 21, 31 6, 16, 26, 36 8

2 Valensi 2, 12, 22, 32 7, 17, 27, 37 8

3 Ketepatan dan kejujuran 3, 13, 23, 33 8, 18, 28, 38 8

4 Maksud dan tujuan 4, 14, 34, 24 9, 19, 39, 29 8

5 Kedalaman 5, 15, 25, 35 10, 20, 30, 40 8


(54)

Pada setiap aitem favorable untuk jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 4, Setuju (S) diberi skor 3, Tidak Setuju (TS) diberi skor 2, dan Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 1. Sedangkan aitem-aitem yang bersifat unfavorable berlaku sebaliknya, yaitu untuk jawaban Sangat Setuju (SS) diberi skor 1, Setuju (S) diberi skor 2, Tidak Setuju (TS) diberi skor 3, Sangat Tidak Setuju (STS) diberi skor 4.

Tabel 3. Skor jawaban subjek pada Skala Pengungkapan Diri

Favorable Unfavorable

Jawaban Nilai Jawaban Nilai

SS 4 SS 1

S 3 S 2

TS 2 TS 3

STS 1 STS 4

Skor total diperoleh dengan cara menjumlahkan skor subjek pada masing-masing aitem yang akan digunakan dalam analisis statistik. Semakin tinggi skor yang diperoleh subjek maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan dalam relasi romantis. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh subjek maka semakin rendah pula tingkat kepuasan dalam relasi romantisnya. Tidak disertakan alternatif jawaban netral/ tengah


(55)

pada skala ini dimaksudkan agar subjek tidak memiliki kecenderungan untuk memilih jawaban netral/ tengah.

2. Skala Relationship Assessment Scale

Relationship Assessment Scale (RAS; Hendrick, 1988) adalah

skala yang secara umum digunakan untuk mengukur kepuasan dalam hubungan. Skala ini dibuat oleh Susan S . Hendrick (1988), profesor psikologi dari Texas Tech University dalam. RAS memuat 7 aitem yang harus dijawab oleh setiap subjek dan disajikan dalam bentuk skala likert. Tujuh aitem Relationship Assessment Scale (RAS) yaitu:

a. Seberapa baikkah pasangan Anda memenuhi kebutuhan Anda? b. Secara umum, seberapa puaskah Anda dengan hubungan anda c. Seberapa baikkah hubungan Anda dengan pasangan dibandingkan

hubugan pasangan-pasangan lainnya?

d. Seberapa sering Anda berharap untuk tidak berada dalam hubungan seperti ini?

e. Sejauh mana hubungan Anda dengan pasangan telah memenuhi harapan Anda di awal?

f. Seberapa besar Anda mencintai pasangan Anda?

g. Berapa banyak masalah yang terjadi dalam hubungan Anda?

Peneliti mengadaptasi skala dalam bahasa Indonesia dengan menerjemahkan aitem-aitem skala RAS yang berbahasa Inggris kedalam


(56)

bahasa Indonesia. Penerjemah terdiri dari lima orang, yaitu: 3 orang yang memiliki latar belakang pendidikan sastra Inggris, seorang yang pernah tinggal di Seattle USA selama 4 tahun, dan seorang memiliki latar belakang Psikologi dan memiliki kemampuan bahasa Inggris yang baik. Peneliti meminta juga seorang professional judgement yaitu dosen pembimbing peneliti untuk melihat kesesuaian penggunaan bahasa dengan faktor yang akan diukur melalui skala.

Pemilihan Relationship Assessment Scale sebagai alat ukur pada penelitian ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertimbangan yang pertama yaitu reliabilitas skala cukup tinggi yaitu 0,85 (Hendrick, 1998). Selain itu RAS dipilih karena dapat mengukur kepuasan secara umum dan lebih singkat dibandingkan dengan skala kepuasan hubungan lainnya.

F. Validitas dan Reliabilitas

Dalam suatu penelitian, validitas dan reliabilitas berperan penting. Tepat atau tidaknya suatu alat ukur dalam gejala yang sebenarnya tergantung dari dua faktor tersebut. Sebelum digunakan dalam penelitian, suatu alat ukur harus diuji validitas dan reliabilitasnya.

1. Validitas dan Reliabilitas Skala Pengungkapan Diri a. Uji validitas

Agar suatu penelitian dikatakan memiliki keakuratan dalam pengungkuran, maka harus memiliki validitas yang tinggi. Azwar


(57)

(2008) mengatakan bahwa validitas berarti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Validitas suatu alat ukur dikatakan tinggi apabila dapat menjalankan fungsi ukurnya dan memberikan hasil yang sesuai dengan maksud pengukuran yang dilakukan.

Validitas yang digunakan pada skala Pengungkapan Diri adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau

professional judgement (Azwar, 2008). Hasil uji validitas

menyatakan bahwa alat ukur tersebut telah sesuai dengan teori yang diacu, bahasa dan tampilan penyajian sesuai latar belakang partisipan. Aitem-aitem dalam tes dianggap sudah mencakup keseluruhan kawasan isi dan tidak keluar dari batasan tujuan ukur. b. Seleksi Aitem

Seleksi aitem dengan cara menguji karakteristik masing-masing aitem menjadi bagian tes. Apabila terdapat aitem yang tidak memenuhi syarat kualitas, maka tidak dapat diikut sertakan dalam bagian tes.

Peneliti melakukan uji coba Skala Pengungkapan Diri dengan melibatkan 50 subjek dengan kriteria usia 18-26 tahun, memiliki pasangan, dan belum menikah. Setelah data terkumpul, Skala


(58)

Pengungkapan Diri kemudian diproses dengan menggunakan program SPSS versi 16,00 for Windows.

c. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada pengertian sejauhmana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. reliabilitas (Rxy) dinyatakan dengan angka atau koefisien korelasi berkisar antara 0 sampai 1,00. Metode perhitungan yang akan dipakai pada penelitian ini adalah metode koefisien Alpha Cronbach dengan menggunakan program SPSS versi 16,00 for Windows. Semakin tinggi koefisien korelasi berarti skala semakin reliabel.

d. Hasil Uji Coba Skala Pengungkapan Diri

Skala Pengungkapan DIri dihitung menggunakan Program

SPSS versi 16.00 for windows. Seleksi aitem menggunakan koefisien

korelasi aitem total. Kriteria aitem yang dapat diterima jika korelasinya positif dan sama dengan atau lebih besar dari 0,273 (Clark-Carter, 2004). Uji reliabilitas Skala Pengungkapan Diri pada

40 aitem dengan α = 0,883 dan pada perhitungan statistik ini terdapat

4 aitem gugur. Hasil uji coba Skala Pengungkapan Diri dapat dilihat dari tabel 4.


(59)

Tabel 4. Skala Pengungkapan Diri Sebelum dan Sesudah Uji Coba

No Dimensi

Pengungkapan Diri

Nomor aitem Jumlah

Fav Unfav

1 Jumlah 1, 11*, 21, 31 6, 16*, 26, 36 8

2 Valensi 2, 12, 22, 32 7, 17, 27, 37 8

3 Ketepatan dan kejujuran 3, 13, 23, 33 8, 18, 28, 38 8

4 Maksud dan tujuan 4, 14, 34, 24 9, 19, 39, 29 8

5 Kedalaman 5*, 15, 25, 35 10, 20*, 30,40 8

Jumlah item 20 20 40

Pada tabel 4, nomor aitem yang diberi tanda bintang yaitu nomor aitem yang gugur. Adanya aitem yang gugur membuat proporsi pada setiap aspek menjadi berbeda, sehingga peneliti memutuskan untuk menyamakan proporsi tiap aspek dengan cara memilih 6 aitem dengan reliabilitas terbaik pada tiap aspek. Uji

reliabilitas Skala Pengungkapan Diri pada 30 aitem yaitu α = 0,881.

Tabel 5 berikut menunjukkan spesifikasi aitem Skala Pengungkapan Diri setelah dilakukan uji coba :


(60)

Tabel 5. Spesifikasi Aitem Skala Pengungkapan Diri Setelah Uji Coba

No Dimensi

Pengungkapan Diri

Nomor aitem Jumlah

Fav Unfav

1 Jumlah 1, 11, 21 6, 16, 26 6

2 Valensi 2, 12, 22 7, 17, 27 6

3 Ketepatan dan kejujuran 3, 13, 23 8, 18, 28 6

4 Maksud dan tujuan 4, 14, 24 9, 19, 29 6

5 Kedalaman 5, 15, 25 10, 20, 30 6

Jumlah item 15 15 30

2. Validitas dan Reliabilitas Relationship Assessment Scale (RAS)

Validitas yang digunakan pada RAS adalah validitas konkuren. Validitas konkuren merupakan derajat dimana skor dalam suatu tes dihubungkan dengan skor lain yang telah dibuat (Azwar, 2008). Skala ini memiliki korelasi positif yang tinggi dengan skala lain dalam hal mengukur variabel kepuasan relasional. Hasil penelitian menunjukkan koefisien korelasi RAS dengan DAS (Dyadic Adjustment Scale: Spanier, 1976) sebesar 0,80 dan 0,88 pada penelitian lain (Hendrick, 1998). Dalam penelitian ini ditemukan koefisien konsistensi internal RAS sebesar 0,779. Perbedaan yang tidak signifikan dengan koefisien konsistensi internal yang pernah dilakukan sebelumnya yaitu sebesar 0.85 (Hendrick,


(61)

1998). RAS sudah memenuhi kriteria dan memiliki kelayakan untuk digunakan mengukur variabel kepuasan hubungan romantis dalam penelitian ini.

G. Teknik Analisis Data 1. Uji Asumsi

Uji asumsi merupakan salah satu syarat dalam penggunaan tehnik korelasi untuk memperoleh kesimpulan yang benar berdasarkan data yang ada. Adapun uji asumsi yang dilakukan adalah sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas yaitu untuk mengetahui apakah hubungan antara distribusi sebaran variabel prediktor dan variabel kriterium dalam penelitian ini bersifat normal atau tidak. Data dinyatakan berdistribusi normal apabila signifikasi lebih besar dari 5 % atau 0,05. Sebaliknya, apabila nilai signifikasi yang diperoleh lebih kecil dari 5 % atau 0,05, maka sebaran data tersebut tidak berdistribusi normal. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan Kolmogorov-Smirnov pada SPSS versi 16.00 for windows.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas yaitu untuk mengetahui apakah hubungan antara skor variabel prediktor dan variabel kriterium merupakan bergaris lurus atau tidak. Jika hubungan antara dua variabel tersebut


(62)

menunjukkan garis lurus maka dapat dinyatakan terdapat korelasi linear antara kedua variabel. Data dinyatakan linear apabila dua variabel mempunya signifikasi kurang dari 0,05 (Azwar, 1998).

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan untuk melihat apakah terdapat hubungan positif antara pengungkapan diri dengan kepuasan dalam hubungan pacaran. Tehnik korelasi Pearson Product Moment dengan program SPSS


(63)

46

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada sabtu 22 Desember 2012 Sampai dengan senin 11 Januari 2013 Pada penelitian ini, jumlah partisipan yang dilibatkan adalah 90 subjek. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan dengan cara meminta subjek untuk mengisi angket yang berisi dua skala, yaitu Skala Pengungkapan diri dan Skala Relationship Assessment Scale. Peneliti menyebarkan angket pada 100 subjek dan kembali dengan jumlah 90 angket pada peneliti.

B. Data Demografi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini berusia antara 19 sampai 29 tahun. Seluruh subjek memiliki hubungan romantis dengan pasangannya dan belum menikah. Jumlah subjek keseluruhan berjumlah 90 orang. Subjek laki-laki berjumlah 26 orang dan subjek perempuan berjumlah 47 orang. 17 subjek lainnya ditemukan tidak mengisikan jenis kelamin mereka pada angket penelitian ini, namun subjek penelitian yang tidak mengisikan jenis kelamin tetap dimasukkan kedalam analisis perhitungan untuk menjawab hipotesis penelitian. Sebagian subjek masih duduk dibangku kuliah dan beberapa sudah bekerja.


(64)

Tabel 6. Tabulasi Data Demografi Subjek Penelitian

Pria Wanita Tidak diketahui

Usia Jumlah Usia Jumlah Usia Jumlah

19 tahun 1 19 tahun 2 19 tahun 1

20 tahun 2 20 tahun 4 20 tahun 1

21 tahun 5 21 tahun 11 21 tahun 3

22 tahun 2 22 tahun 7 22 tahun 2

23 tahun 5 23 tahun 12 23 tahun 3

24 tahun 3 24 tahun 5 24 tahun 5

25 tahun 4 25 tahun - 25 tahun 2

26 tahun 1 26 tahun 3 26 tahun -

27 tahun 1 27 tahun 2 27 tahun -

28 tahun - 28 tahun 1 28 tahun -

29 tahun 2 29 tahun - 29 tahun -

Jumlah 26

(28,9%)

Jumlah 47

(52,2%)

jumlah 17

(18,9%)

C. Uji Asumsi

1. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran variabel dalam penelitian ini normal atau tidak. Apabila sebaran variabel


(65)

tidak normal maka data tidak dapat dianalisis. Peneliti melakukan uji normalitas dengan menggunakan program SPSS versi 16.00 for windows. Tabel 7. Hasil Uji Normalitas

Variabel Kolmogorov- Smirnov

Signifikansi Keterangan

Pengungkapan Diri

0,977 0,296 Normal

Kepuasan dalam hubungan

1,107 0,172 Normal

Kolmogorov-Smirnov untuk variabel pengungkapan diri diperoleh

sebesar 0,977 dengan signifikansi 0,296. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 5% atau 0,05 pada variabel pengungkapan diri. Oleh karena itu sebaran data adalah normal.

Data variabel kepuasan dalam hubungan pacaran Kolmogorov-

Smirnov sebesar 1,107 dengan signifikansi 0,172. Nilai signifikansi

tersebut lebih dari 5 % atau 0,05 pada variabel kepuasan dalam hubungan pacaran. Oleh karena itu sebaran data adalah normal.

2. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui apakah data antara kedua variabel berupa garis lurus atau tidak. Uji linearitas dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for windows. Dari hasil


(66)

pengolahan data ditunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0,013. Nilai ini menunjukkan bahwa data antara variabel pengungkapan diri dan kepuasan dalam hubungan pacaran adalah linear karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 (0,013 < 0,05).

D. Hasil Penelitian 1. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi

Pearson Product Moment pada taraf signifikansi 5 % atau 0,05. Uji

hipotesis dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 16.00 for windows. Uji Hipotesis satu ekor (one-tailed) dilakukan dalam penelitian ini karena hipotesis penelitian ini sudah mengarah yaitu berarah positif.

Dari hasil analisis data diketahui bahwa koefisien korelasi antara variabel pengungkapan diri dan kepuasan dalam hubungan sebesar 0,275 dengan signifikansi sebesar 0,004. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara pengungkapan diri dan kepuasan dalam hubungan pacaran. Hal ini berarti semakin tinggi pengungkapan diri seseorang maka semakin tinggi pula kepuasan yang dirasakan dalam hubungan pacaran orang tersebut. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah pengungkapan diri seseorang maka semakin rendah juga kepuasan yang dirasakan dalam hubungan pacaran orang tersebut.


(67)

Dari penelitian ini, diketahui bahwa r = 0,275 dan koefisien determinan (r2) sebesar 0,075 atau 7,5%. Hal ini berarti pengungkapan diri memiliki sumbangan efektif sebesar 7,5% terhadap kepuasan dalam hubungan pacaran, sedangkan 92,5% lainnya dipengaruhi oleh variabel lain.

2. Uji tambahan

Uji perbedaan jenis kelamin ini diperlukan untuk memperoleh informasi yang lebih banyak mengenai perbedaan pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan. Peneliti ingin mengetahui apakah ada perbedaan pengungkapan diri antara jenis kelamin yang berbeda. Uji tambahan ini dirasa perlu untuk menjawab isu gender terkait pengungkapan diri.

a. Uji Asumsi Varian (uji Levene’s) 1) Hipotesis

H0 : Pengungkapan diri antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki varian yang sama

H1 : Pengungkapan diri antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki varian yang berbeda.

2) Pengambilan keputusan

Dapat diketahui nilai signifikansi dari uji Levene’s adalah 0,861. Karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05


(68)

maka H0 diterima. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengungkapan diri terhadap pasangan antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan memiliki varian yang sama, dengan ini

independent Sampel T-Test menggunakan nilai yang Equal

variance assumed.

Tabel 8: Uji Levene’s

Uji Levene’s untuk persamaan varian

F Signifikansi

0.031 0.861

b. Uji Independent Sample t-test

Uji Independent Sample t-test dimaksudkan untuk

mengetahui apakah terdapat perbedaan pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan terhadap kepuasan hubungan berpacaran. a) Hipotesis

H0 : tidak ada perbedaan rata-rata pengungkapan diri antara subjek laki-laki dan subjek perempuan.

H1 : Ada perbedaan rata-rata pengungkapan diri antara subjek laki-laki dan subjek perempuan.

Taraf signifikansi yang digunakan dalam uji ini adalah 0,05 (confidence interval 95%). Hasil pengujian ini dapat dilihat pada tabel berikut :


(69)

b) Pengambilan keputusan

Dalam pengujian ini, diketahui bahwa - t hitung > - t tabel (-1,229 > -1,993943) dan P value (0,861 > 0,05) maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pengungkapan diri yang dilakukan oleh laki-laki dan pengungkapan diri yang dilakukan oleh perempuan. Nilai pengungkapan diri yang dilakukan oleh laki-laki lebih rendah (Mean = 84,42) dibandingkan dengan pengungkapan diri yang dilakukan oleh perempuan (Mean = 86,04).

E. Pembahasan

Beberapa penelitian menunjukkan peran pengungkapan diri dalam berbagai area seperti persahabatan (Baiocco, Laghi, Pomponio, & Nigito, 2012; Barry, Madsen, Nelson, Carroll, & Badger 2009; Draper, Pittard, & Sterling, 2008), dan mentoring/pengajaran (Wanberg, Welsh, & Kammeyer-Mueller, 2007). Hasil penelitian ini memperkaya penelitian pengungkapan diri pada area hubungan romantis (Daddis dan Randolph, 2010; Sparrevohn dan Rapee, 2009).

Dalam penelitian ini, hasil yang diperoleh dari pengujian hipotesis menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pengungkapan diri terhadap kepuasan dalam hubungan berpacaran. Hasil tersebut ditunjukkan dengan angka koefisien korelasi 0,275, dengan p=0,004


(70)

(p<0,05). Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi pengungkapan diri seseorang, maka semakin tinggi pula kepuasan dalam hubungan berpacaran. Hasil ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh beberapa peneliti yang menyatakan bahwa pengungkapan diri memiliki hubungan dengan kepuasan dalam relasional romantis. Salah satu penelitian menyatakan bahwa kepuasan bersumber dari kualitas hubungan romantis yang dipengaruhi oleh pengungkapan diri (Branje & Meeus, 2004; Lurding, 2005).

Devito (2011) menyatakan bahwa kesediaan seseorang dalam mengungkapkan diri merupakan aspek yang penting dalam menjalin komunikasi yang efektif dan memuaskan dalam sebuah hubungan. Penelitian ini menunjukkan bahwa melalui pengungkapan diri, seseorang dapat memiliki kepuasan dalam hubungan romantis. Hal ini mendukung penelitian yang telah ada antara lain penelitian Vera and Betz (dalam Billeter, 2002) yang menemukan bahwa partisipan yang secara emosional mengungkapkan diri merasa lebih puas dalam hubungan mereka dibanding yang tidak membuka diri.

Dalam penelitian ini pengungkapan diri memiliki sumbangan efektif sebesar 7,5% terhadap kepuasan dalam hubungan berpacaran, sedangkan 92,5% dipengaruhi oleh variabel lain. Variabel lain yang diduga memberi sumbangan kepada kepuasan dalam hubungan berpacaran antara lain intimasi, gairah dan komitmen (Sternberg, 1997). Tiga hal ini merupakan komponen cinta atau lebih dikenal dengan teori triangular (Sternberg, 1997). Hasil


(71)

penelitian Tung (2007) menunjukkan bahwa komponen cinta yaitu intimasi, gairah dan komitmen memiliki hubungan positif dengan kepuasan dalam hubungan romantis.

Ada kaitan antara pengungkapan diri dengan intimasi. Intimasi bisa diperoleh melalui pengungkapan diri (Lurding, 2005). Intimasi sebaliknya muncul sebagai suatu kondisi yang dibutuhkan bagi pengungkapan diri dalam sebuah hubungan (Branje & Meeus, 2004). Intimasi itu sendiri mengarah pada perasaan dekat, terhubung dan rasa terikat dalam hubungan percintaan. Intimasi meliputi pengalaman akan rasa kehangatan dalam hubungan (Sternberg, 1997).

Rands dan Talaber (dalam Sternberg, 1997) menyebutkan 10 komponen intimasi, di antaranya adalah berbagi/ mengungkapkan diri, waktu, kepemilikan bersama dan rahasia pada orang yang dicintai. Selain itu, intimasi ditandai juga dengan adanya komunikasi yang intim, mendalam dan terbuka mengenai perasaan terdalam dengan orang yang dicintai. Kedua hal ini terkait dengan definisi pengungkapan diri. Pengungkapan diri adalah suatu tipe komunikasi yang khusus dimana individu saling berbagi informasi dan perasaan yang intim dengan orang lain (Sears, Peplau & Taylor, 1991). Holmes & Rempel (dalam Myers, 1999)juga menjelaskan tentang pengertian dari pengungkapan diri yaitu aspek kedekatan yang memungkinkan seseorang menyingkap diri dan pikirannya bagi orang lain. Devito (2002) mengartikan pengungkapan diri sebagai salah satu tipe komunikasi tentang informasi diri


(72)

yang biasanya dirahasiakan dari orang lain. Dari beberapa hal di atas dapat dilihat bahwa intimasi dan pengungkapan diri memiliki keterkaitan yang timbal balik.

Hal kedua yang mempengaruhi kepuasan adalah gairah. Gairah mengarah pada daya tarik fisik dan seksual dalam hubungan cinta (Stenberg, 1997). Kebutuhan lainnya, seperti harga diri, kebutuhan menguasai, tunduk, pemeliharaan, afiliasi, dominasi, penyerahan, dan aktualisasi diri juga dapat berkontribusi pada pengalaman gairah (Sternberg, 1997).

Hal ketiga yang diduga mempengaruhi kepuasan adalah komitmen. Komitmen merujuk pada keputusan individu untuk mencintai individu lainnya dan dalam jangka panjang memiliki keinginan untuk terus menjaga cinta itu (Sternberg, 1997).

Selain komponen cinta, penelitian Tung (2007) menunjukkan bahwa gaya cinta juga memiliki hubungan positif dengan kepuasan. Gaya cinta Eros menjadi prediktor positif terhadap kepuasan pada laki-laki dan perempuan sedangkan gaya cinta Agape menjadi prediktor positif terhadap kepuasan pada laki-laki saja. Lee (dalam Sternberg, 1997) mengungkapkan bahwa gaya cinta eros ditandai dengan mencari kekasih yang secara fisik merupakan presentasi diri dan merupakan perwujudan dari gambar yang sudah disimpan di dalam pikiran individu terhadap kekasihnya. Dengan kata lain, cinta eros melibatkan perasan cinta kepada seseorang dan dianggap paling ideal. Sering disebut juga sebagai cinta romantik yang melibatkan daya tarik fisik. Cinta Agape adalah


(73)

cinta yang altruistik, di mana sang kekasih mencintai tanpa berharap mendapat balasan (Lee dalam Sternberg, 1997).

Selain beberapa hal yang telah disebutkan tersebut, teori pertukaran sosial Thibaut dan Kelley juga mengungkapkan bahwa kepuasan dalam hubungan juga dipengaruhi oleh faktor imbalan (rewards), biaya (costs), dan tingkat perbandingan (level comparison) (Aronson, Wilson & Akert, 2005).

Dalam penelitian ini dilakukan uji tambahan untuk melihat perbedaan pengungkapan diri laki-laki dan perempuan. Hal ini diperlukan terkait dengan isu gender mengenai pengungkapan diri. Sears,Taylor dan Peplau (1991) mengatakan bahwa laki-laki tidak banyak melakukan pengungkapan diri dibandingkan perempuan. Stereotif ini seringkali menyebabkan kesalahpahaman pada banyak pasangan saat terjadi ketidakharmonisan dalam hubungan romantis. Misalnya, pada wanita yang merasa tidak puas dengan hubungannya dapat mengatakan bahwa pasangannya (laki-laki) tidak biasa terbuka/ mengungkapkan diri padanya. Dirinya sebagai wanita, lebih mampu terbuka daripada laki-laki.

Dari uji tambahan tersebut diketahui bahwa tidak ada perbedaan signifikan antara pengungkapan diri yang dilakukan oleh laki-laki dan pengungkapan diri yang dilakukan oleh perempuan. Hasil tersebut ditunjukkan dengan p=0,861 (p>0,05). Meskipun tidak ada perbedaan signifikan antara pengungkapan diri laki-laki dan perempuan, uji t menunjukkan nilai mean pengungkapan diri yang dilakukan oleh laki-laki


(74)

lebih rendah (Mean = 84,42) dibandingkan dengan nilai mean pengungkapan diri yang dilakukan oleh perempuan (Mean = 86,04).

Jenis kelamin diketahui sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi pengungkapan diri selain besar kelompok, perasaan menyukai, efek diadik, kompetensi, kepribadian dan topik (Devito, 2011). Jenis kelamin disebutkan sebagai faktor terpenting yang mempengaruhi pengungkapan diri. Disebutkan bahwa umumnya pria lebih kurang terbuka daripada wanita, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengungkapan diri antara laki-laki dan perempuan tidak berbeda (Rubin et al dalam Billeter).

Judy Pearson (dalam Devito, 2011) mengatakan bahwa peran jenis kelamin lah (sex role) dan bukan jenis kelamin dalam arti biologis yang menyebabkan ada atau tidaknya perbedaan dalam hal pengungkapan diri. Misalnya, wanita yang nilai maskulinitasnya tinggi, akan kurang membuka diri kepada wanita yang nilai maskulinitasnya berskala rendah. Demikian juga pada pria yang nilai skala feminitasnya tinggi akan cenderung membuka diri lebih besar daripada pria yang nilai skala feminitasnya lebih rendah (Sears, Taylor & Peplau, 1991).

Selain dipengaruhi oleh peran seks, pengungkapan diri wanita dan laki-laki dipengaruhi juga oleh ketertarikan akan area topik yang ingin dibuka (Rubin et al dalam Billeter, 2002). Contohnya, laki-laki lebih membuka diri terkait pandangan politik dan area maskulin lainnya, sedangkan wanita akan lebih banyak membuka diri terkait hal-hal detil mengenai perasaan mereka


(75)

terhadap orang lain yang merupakan fokus feminin (Sears, Taylor & Peplau, 1991).

Uniknya, saat laporan total mengenai pengungkapan diri antara wanita dan pria dibandingkan, secara keseluruhan ditemukan tidak ada perbedaan. Penelitian Sprecher (dalam Billeter, 2002) melaporkan bahwa kedua jenis kelamin yaitu pria dan wanita mengungkapkan diri kepada pasangan dengan jumlah yang sama besar. Penelitian serupa, Meeks (dalam Billeter, 2002) menemukan bahwa wanita secara signifikan lebih terbuka dibanding pria, tetapi tidak ada perbedaan dalam pola keseluruhan pada pria dan wanita dalam hubungannya pengungkapan diri dan kepuasan dalam hubungan. Pengungkapan diri dan kepuasan dalam hubungan memiliki hubungan pada keduanya (pria dan wanita).

Untuk menjaga sebuah hubungan tetap baik, individu perlu meningkatkan komunikasi yang lebih personal (Seamon, 2003). Derlega, Metts, Petrino, dan Margulis dalam jurnal yang sama juga menyatakan bahwa pengungkapan diri adalah faktor utama dalam menjaga sebuah hubungan. Melalui pengungkapan pikiran dan perasaan, individu mampu membagikan dan memahami informasi yang penting. Parks (dalam Seamon, 2003) menyebutkan bahwa sebagaimana sebuah hubungan dibangun, mengungkapkan diri dan informasi pribadi akan menjadi bernilai bagi kelangsungan sebuah hubungan.


(1)

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Self_disclosure Rel_satisfaction

N 90 90

Normal Parametersa Mean 85.56 27.29 Std. Deviation 5.393 4.150 Most Extreme Differences Absolute .103 .117 Positive .103 .050 Negative -.064 -.117 Kolmogorov-Smirnov Z .977 1.107 Asymp. Sig. (2-tailed) .296 .172 a. Test distribution is Normal.

Uji Linearitas

ANOVA Table

Sum of

Squares df

Mean

Square F Sig. RAS

PD

Between Groups (Combined) 311.119 21 14.815 .825 .681 Linearity 115.839 1 115.839 6.449 .013 Deviation from

Linearity 195.280 20 9.764 .544 .936 Within Groups 1221.370 68 17.961


(2)

103

LAMPIRAN H

Hasil Uji Hipotesis dan Uji Tambahan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

Correlations

Self_disclosure Rel_satisfaction Self_disclosure Pearson Correlation 1 .275** Sig. (2-tailed) .009

N 90 90

Rel_satisfaction Pearson Correlation .275** 1 Sig. (2-tailed) .009

N 90 90

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Data group statistik

Group Statistics

Jenis_kelamin N Mean Std. Deviation

Std. Error Mean self_disclosure laki-laki 26 84.42 5.420 1.063

perempuan 47 86.04 5.377 .784

Uji

Levene’s

Levene's Test for Equality of Variances

F Sig.


(4)

105

Uji T

Independent Samples Test

t-test for Equality of Means

t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference Lower Upper PD EVA -1.229 71 .223 -1.619 1.318 -4.247 1.008

EVNA -1.226 51.360 .226 -1.619 1.321 -4.271 1.032

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

vii

HUBUNGAN PENGUNGKAPAN DIRI TERHADAP KEPUASAN

HUBUNGAN ROMANTIS PADA DEWASA AWAL

Frans Wihadi Sihombing

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan pengungkapan diri terhadap kepuasan

hubungan romantis pada dewasa awal yang berpacaran. Subjek dalam penelitian ini adalah usia

dewasa awal yaitu antara 18 hingga 40 tahun yang memiliki hubungan romantis berpacaran dan

belum menikah. Alat pengumpul data terdiri dari dua alat ukur, Skala Pengungkapan Diri yang

disusun berdasarkan dimensi pengungkapan diri (Devito, 1986) dan

Relationship Assessment

Scale

(Hendrick, 1988). Koefisien reliabilitas pada skala pengun

gkapan diri sebesar α = 0,881.

Sedangkan pada

Relationship Assessment Scale

sebesar α = 0,779. Dari hasil analisis data

penelitian diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,275 dengan signifikansi sebesar 0,004. Hal ini

menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pengungkapan diri terhadap kepuasan hubungan

romantis pada dewasa awal yang berpacaran.


(6)

viii

CORRELATION BETWEEN SELF DISCLOSURE TOWARDS

SATISFACTION IN ROMANTIC RELATIONSHIP AMONG PEOPLE

IN EARLY ADOLESCENCE

Frans Wihadi Sihombing

ABSTRACT

The purpose of the study was to examine correlation between self disclosure towards

satisfaction in romantic relationship among people in early adolescence whom were dating.

Participants of the study were people in early adolescence (18 to 40 years old) whom were in

romantic relationship and were not married. Measurement instruments were consisted of two

scales: Self Disclosure scale which was developed based on dimensions of self disclosure

(Devito, 1986) and Relationship Assessment Scale (Hendrick, 1988).

Reliability coefficient or α

of Self Disclosure scale was 0,881

whereas reliability coefficient or α of

Relationship Assessment

Scale was 0,779. The result of data analysis showed correlation coefficient of 0,275 and

significance level or p = 0,004. It showed that there was significant correlation between self

disclosure and satisfaction in romantic relationship among people in early adolescence whom

were dating.

Key words: Self disclosure, Satisfaction in romantic relationship

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI