EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PERJUDIAN DIKAITKAN DENGAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA (Studi Kasus Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby.).

(1)

(Studi Kasus Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby.)

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Oleh :

SHAFAREZA ERVIANSYAH ADHINEGARA NPM. 0671010012

YAYASAN KESEJAHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM SURABAYA


(2)

PENERTIBAN PERJUDIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PERJUDIAN DIKAITKAN DENGAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG

HUKUM PIDANA

(Studi Kasus Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby)

Disusun Oleh :

SHAFAREZA ERVIANSYAH ADHINEGARA NPM. 0671010012

Telah Dipertahankan Dihadapan Dan Dietrima Oleh Tim Penguji Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur Pada tanggal : 27 Juni 2011

TIM PENGUJI TANDA TANGAN

Hariyo Sulistiyantoro, SH., MM. : ( ) NIP. 19620625 199103 1 001

Sutrisno, SH., M.Hum. : ( ) NIP. 19601212 198803 1 001

Subani, SH., M.Si. : ( ) NIP. 19510504 198303 1 001

Mengetahui, DEKAN

Hariyo Sulistiyantoro, SH., MM. NIP. 19620625 199103 1 001


(3)

TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DALAM MEMBERANTAS

TINDAK PIDANA PERJUDIAN

Studi Kasus Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby.

Disusun oleh :

SHAFAREZA ERVIANSYAH ADHINEGARA

NPM. 0671010012

Telah disetujui untuk mengikuti Ujian Skripsi

Menyetujui

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

H. Sutrisno, S.H., M.Hum. Wiwin Yulianingsih, S.H., M.Kn NIP. 19601212 198803 1 001 NPT. 3 7507 07 0226

Mengetahui DEKAN

Hariyo Sulistiyantoro, S.H., MM. NIP. 19620625 199103 1 001


(4)

telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Disini penyusun mengambil judul : Efektivitas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian Dalam Memberantas Tindak Pidana Perjudian Studi Kasus Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby.

Penyusunan skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan sesuai kurikulum yang ada di Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur. Di samping itu dapat memberikan bekal tentang hal-hal yang berkaitan dengan disiplin ilmu hukum dalam mengadakan penelitian guna penyusunan skripsi.

Penulisan skripsi ini dapat terselesaikan atas bantuan, bimbingan, dan dorongan oleh beberapa pihak. Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Teguh Sudarto, MP., selaku Rektor Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Hariyo Sulistiyantoro, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Sutrisno, S.H., M.Hum., selaku WADEK I Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan Dosen Pembimbing Utama


(5)

vi

terutama penulis.

4. Bapak Drs. Ec. Gendut Sukarno, MS. Selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

5. Bapak Subani S.H., M.Si., selaku Ketua Program Studi Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

6. Ibu Wiwin Yulianingsih, S.H., M.Kn, selaku Dosen Pembimbing Pendamping yang selalu memberikan dukungan, masukan, dan kesabaran dalam memberikan pengarahan terhadap penulis.

7. Bapak Eko Wahyudi, S.H., Bapak Fauzul Aliwarman, S.Hi., M.Hum., serta Ibu Yana Indawati, S.H., M.Kn. dan Ibu Mas Anienda F. S.H., MH. Yang selalu bersikap fleksibel dan tidak terkesan formil kepada mahasiswa/i sehingga menjadikan penulis lebih terbuka dalam berkomunikasi.

8. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen program studi Ilmu Hukum dan seluruh Staf Tata Usaha Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

9. Bapak Soetomo, SH., M.Hum. selaku Dosen Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur dan Ketua Kongres Advokat Indonesia yang telah meluangkan waktunya untuk membantu dan konsultasi. 10.Bapak Nelson Pasaribu, SH. MH. Selaku Hakim Pengadilan Negeri Surabaya


(6)

dukungan disetiap langkah yang penulis kerjakan.

12.Teman dan Sahabat seperjuangan Fakultas Hukum Angkatan 2006 dan 2007, Argo Krisinaranto (Jemblong), Ardi Nugrahanto (Mbote), Ari Handoko (Bori), Rey Kristiansyah (Rempong), Ricky Herdian (Blunter), Ressa Wahyu Widayat Jati (Punk), Dimas Rahmat Prastika (Apotek), Sigit Purnomo (Kelenk), Gede Nengah Tulus (Kuli), yang telah memberi semangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Mbak Dian dan Mbak Diah (Bunda) pemilik kantin Fakultas Hukum tempat penulis melakukan refreshing disaat gundah.

14.Spesial untuk Ditantia Ajeng Saraswati yang selalu memberi dukungan penuh dalam segala hal positif.

15.Serta teman-teman mahasiswa/i Universitas Pembangunan nasional “Veteran” Jawa Timur selain Fakultas Hukum yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih kurang sempurna, karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini selanjutnya.

Surabaya, Juni 2011


(7)

viii

HALAMAN JUDUL ……… i

HALAMAN PERSETUJUAN UJIAN SKRIPSI ………. ii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN SKRIPSI ………… iii

HALAMAN PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN REVISI SKRIPSI ……… iv

KATA PENGANTAR ………. v

DAFTAR ISI ……… viii

DAFTAR LAMPIRAN ………... xi

ABSTRAK ……… xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah ………... 1

1.2.Rumusan Masalah ……… 3

1.3.Tujuan Penelitian ……… 4

1.4.Manfaat Penelitian ……… 4

1.5.Kajian Pustaka ………. 5

1.6.Metodologi Penelitian Hukum ……… 11

BAB II EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN JIKA DIKAITKAN DENGAN PASAL 303 KUHP 2.1.Tindak Pidanan Perjudian ……… 17


(8)

2.3.Pengertian Perjudian Menurut Pasal 303 KUHP ………… 22 2.4.Latar Belakang Tindak Pidana Perjudian dan Tindak

Pidana Ringan Menjadi Kejahatan ………. 23 2.4.1.Faktor-faktor Yang Melatar Belakangi Tindak

Pidana Perjudian dan Akibat Yang Ditimbulkan …. 23 2.4.2.Pengaturan Hukum terhadap Perjudian ……… 28

BAB III PENERAPAN SANKSI HUKUM BAGI PELAKU TINDAK

PIDANA PERJUDIAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN

3.1.Penerapan Sanksi ……… 39 3.1.1.Penerapan Sanksi Berdasarkan Aturan Hukum .…… 39 3.2.Sanksi Pidana Oleh Aparat Penegak Hukum Terhadap

Tindak Pidana Perjudian ……… 43 3.2.1.Pertanggungjawaban Pidana ………. 43 3.2.2.Perbuatan Pidana ……….. 46 3.3.Usaha-usaha Yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum

Serta Hambatannya Dalam Menanggulangi

Perjudian ………... 47 3.2.1.Melaksanakan Operasi Rutin dan Operasi Khusus


(9)

x

No.323/Pid.B/2010/PN.Sby ……… 51 3.5.Analisa Kasus Tindak Pidana Perjudian Perkara

No.323/Pid.B/2010/PN.Sby ……… 56

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan ……….. 57 4.2. Saran ………. 58 DAFTAR PUSTAKA


(10)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Shafareza Erviansyah Adhinegara

Tempat/Tgl. Lahir : Surabaya/ 8 Oktober 1988

NPM : 0671010012

Konsentrasi : Pidana

Alamat : Pandugo Baru XII/27 Wisma Penjaringan Sari blok L.18 Rungkut, Surabaya

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi saya yang berjudul : “EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PERJUDIAN DIKAITKAN DENGAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA STUDI KASUS PERKARA No.323/Pid.B/2010/PN.Sby” dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur adalah benar-benar hasil karya ciptaan saya sendiri, yang saya buat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, bukan hasil jiplakan (plagiat).

Apabila dikemudian hari ternyata skripsi ini hasil jiplakan (plagiat) maka, saya bersedia dituntut di depan pengadilan dan dicabut gelar kesarjanaan (Sarjana Hukum) yang saya peroleh.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dengan penuh rasa tanggung jawab atas segala akibat hukumnya.

Mengetahui, Surabaya, Juni 2011 KAPROGDI PENULIS

Subani, SH., M.Si. Shafareza Erviansyah A. NIP. 19510504 198303 1 001 NPM. 0671010012


(11)

xii

Nama Mahasiswa : Shafareza Erviansyah Adhinegara

NIP : 0671010012

Tempat Tanggal Lahir : Surabaya, 8 Oktober 1988

Program Studi : Strata 1 (S1)

Judul Skripsi :

EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA

PERJUDIAN DIKAITKAN DENGAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

(Studi Kasus Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby)

ABSTRAKSI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis kasus Tindak Pidana Perjudian. Tindak Pidana Perjudian telah diatur jelas oleh Pemerintahan dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian dan dijelaskan dalam Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan tipe penelitian menggunakan penelitian hukum deskriptif.

Pembahasan dalam skripsi ini menganalisa tentang efektivitas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dalam memberantas tindak pidana perjudian yang mengkaji kaitannya dengan pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tindak Pidana Perjudian merupakan Tindak Pidana Ringan, tapi bisa menimbulkan Tindak Pidana Kejahatan yang dilatarbelakangi oleh faktor-faktor Tindak Pidana Perjudian.

Perlu adanya partisipasi dari masyarakat dalam membantu memberantas perjudian, selain dari Pemerintah ataupun Aparat Keamanan.

Kata Kunci : Penerapan sanksi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, Tindak Pidana Perjudian.


(12)

1.1. Latar Belakang Masalah.

Perjudian pada hakekatnya bertentangan dengan Agama, Kesusilaan, dan Moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, Bangsa, dan Negara. Oleh karenanya tidak salah jika aparat kepolisian bertekat untuk memberantas tindak pidana perjudian, selain itu dengan merubah ketentuan sanksi mengenai tindak pidana perjudian merupakan suatu bukti kesungguhan dari pemberantasan perjudian.

Berbagai macam dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan sebagian masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolah-olah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar dan sebagian masyarakat juga menganggap sebagian perjudian adalah suatu seni budaya, dan tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang begitu serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebih memperihatinkan, disinyalir tempat perjudian mempunyai pengawalan dari oknum aparat keamanan. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai pengaruh yang negatif dan


(13)

merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda.1

Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi ke generasi ternyata tidak mudah diberantas. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya dan terhindarnya pengaruh-pengaruh negatif yang lebih parah untuk akhirnya dapat berhenti melakukan perjudian.

Dengan demikian perjudian menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek material-spiritual. Karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak pemalas. Sedangkan pembangunan membutuhkan individu yang giat bekerja keras dan bermental kuat.2

Sangat beralasan kemudian judi harus segera dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatu pemecahannya. Karena sudah jelas judi merupakan problema sosial yang dapat mengganggu fungsi sosial dari masyarakat.3 Salah satu usaha rasional yang digunakan untuk menanggulangi perjudian adalah dengan pendekatan kebijakan hukum pidana.

Dalam perspektif hukum, perjudian merupakan salah satu tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Perihal perjudian diatur dalam pasal 303 dan pasal 303 bis Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP), yang kemudian dengan diundangkannya Undang-undang

1

Bambang Sut iyoso, “ Perjudian Dalam Perspekt if Hukum” , w w w .google.com, 10 November 2010. 2B. Simandjunt ak,

Pengant ar Kriminologi dan Pat ologi Sosial, Tarsit o, Bandung, 1980, hal. 352-353 3


(14)

nomor 7 tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian (selanjutnya disingkat UU Penertiban Perjudian). Menurut Pasal 1 UU Penertiban Perjudian menyatakan bahwa semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Mengingat masalah perjudian sudah menjadi penyakit akut masyarakat, maka perlu upaya yang sungguh-sungguh dan sistematis, tidak hanya dari pemerintah dan aparat penegak hukum saja, tetapi juga dari kesadaran hukum dan partisipasi masyarakat untuk bersama-sama dan bahu membahu menanggulangi dan memberantas semua bentuk perjudian.

Berkaitan dengan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah tersebut dan menuliskannya dalam penulisan skripsi yang diberi judul ”EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PERJUDIAN DIKAITKAN DENGAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ”.

1.2. Rumusan Masalah.

Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut di atas, maka dapat dirumuskan masalah yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

a. Bagaimana efektivitas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian ?

b. Bagaimana penerapan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana perjudian dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian dikaitkan dengan pasal 303 KUHP ?


(15)

Untuk mengetahui dan menganalisis UU No. 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian masih efektif atau tidak dalam memberantas tindak pidana pejudian. Dan bagaimana penerapan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana perjudian dalam UU No.7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian dikaitkan dengan pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disingkat KUHP).

1.4. Manfaat Penelitian.

a. Manfaat Teoritis :

Secara teoritis diharapkan dapat menambah informasi atau wawasan yang lebih konkrit bagi aparat penegak hukum dan pemerintah, khususnya dalam menangani perjudian yang terjadi di Indonesia dan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran ilmiah bagi pengembangan ilmu pengetahuan hukum pada umumnya, dan pengkajian hukum khususnya yang berkaitan dengan kebijakan kriminal dalam menanggulangi perjudian.

b. Manfaat Praktis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pemikiran dan pertimbangan dalam menangani perjudian dan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi aparat penegak hukum dan pemerintah khususnya dalam menangani perjudian.

1.5. Kajian Pustaka.


(16)

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan.4

b. Pengertian Penertiban.

Penertiban dalam kamus besar bahasa Indonesia mempunyai arti proses, cara, atau untuk melakukan menertibkan. Yang bisa diartikan dengan merubah sesuatu untuk menjadi lebih tertib.5

c. Tindak Pidana.

Tindak pidana itu ialah perbuatan, yang melanggar peraturan-peraturan pidana, diancam dengan hukuman oleh Undang-undang dan dilakukan oleh seseorang dengan bersalah, orang mana harus dapat dipertanggung jawabkan.6

Peristiwa Pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang, sehingga siapa

4

Poerw adarmint a, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pust aka, Jakart a, 1995, hal. 112 5

Ibid. hal. 274 6


(17)

yang menimbulkan peristiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman).7

d. Penegakan Hukum Pidana.

Menurut Soerjono Soekanto, arti penegakan hukum adalah, keserasian hubungan antara nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap dan berwujud dan berperilaku sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup. Lebih lanjut dikatakan bahwa penegakan hukum bukanlah semata-mata berarti pelaksanaan Perundang-undangan walaupun kenyataan di Indonesia kecenderungannya adalah demikian.8

Menurut Satjipto Rahardjo, menjelaskan bahwa hakekat dari penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan atau ide-ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum adalah pikiran badan pembentuk Undang-undang yang berupa ide tau konsep-konsep tentang keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan dalam peraturan hukum.9

Dari beberapa pendapat diatas dapat diasumsikan bahwa penegakan hukum pidana adalah proses perwujudan norma-norma hukum, untuk dapat menjadi pribadi berperilaku sesuai hukum yang berlaku.

e. Tindak Pidana Perjudian.

Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi siapa melanggar larangan tersebut. Dapat dikatakan juga perbuatan pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana, namun perlu diingat bahwa larangan ditujukan kepada perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang

7

Yulies Tiena M asriani, Pengant ar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakart a, h. 62. 8

Soerjono Soekant o, Fakt or-fakt or Yang M empengaruhi Penegakan Hukum, Rajaw ali, Jakart a, 1986, h. 3

9


(18)

ditimbulkan oleh kelakuan orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.10

Pada hakekatnya setiap perbuatan pidana harus terdiri atas unsur-unsur yang lahir karena perbuatan, yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan karenanya. Yang merupakan unsur atau elemen perbuatan pidana, yakni antara lain11 :

1. Kelakuan atau akibat (perbuatan).

2. Hal ikhwal atau keadaan yang menyertai perbuatan. 3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana 4. Unsur melawan hukum yang obyektif.

5. Unsur melawan hukum yang subyektif.

Judi ataupun perjudian dalam Pasal 1 Undang-undang Nomor 7 tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian disebut “Sebagai tindak pidana perjudian dan identik dengan kejahatan, tetapi pengertian dari tindak pidana perjudian pada dasarnya tidak disebutkan secara jelas dan terinci baik dalam KUHP maupun dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian”.12

Ketentuan tentang perjudian dalam KUHP diatur dalam pasal 303 dan 303 bis, yaitu:

Pasal 303 adalah:

(1) Diancam dengan pidana paling lama delapan bulan atau denda paling banyak enam ribu rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin;

10

M oeljat no, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipt a, Jakart a, 1993, h. 54 11

Ibid. h. 63 12

Want jik Saleh, Perlengkapan Kit ab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakart a, 1976, hal. 69.


(19)

[berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, jumlah pidana penjara telah diubah menjadi sepuluh tahun dan denda menjadi 25 juta rupiah]

a. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan untuk permainan judi dan menjadikan sebagai pencarian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk itu;

b. dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk permainan judi atau dengan sengaja turut serta dalam perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat ataun dipenuhinya sesuatu tata cara;

c. menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencarian.

(2) Kalau yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencariannya itu.

(3) Yang disebut permainan judi, adalah tiap-tiap permainan, dimana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung pada peruntungan belaka, juga karena permainannya lebih terlatih atau lebih mahir. Disitu termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.13

Pasal 303 bis adalah:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah;

a. barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan, dengan melanggar ketentuan-ketentuan tersebut pasal 303;

b. barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun ditempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang.

(2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak lima belas juta rupiah.14

f. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban

Perjudian. Pasal 1:

Menyatakan semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.

13

R. Sugandhi, KUHP dan penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasional, h. 322 14


(20)

Pasal 2:

(1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari Hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah.

(2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak-banyaknya empatribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah.

(3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah.

(4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis.

Pasal 3

(1) Pemerintah mengatur penertiban perjudian sesuai dengan jiwa dan maksud Undang-undang ini.

(2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Perundang- undangan.

Pasal 4

Terhitung mulai berlakunya peraturan Perundang-undangan dalam rangka penertiban perjudian dimaksud pada Pasal 3 Undang-undang ini, mencabut Ordonansi tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblad Tahun 1912 Nomor 230) sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonansi tanggal 31 Oktober 1935 (Staatsblad Tahun 1935 Nomor 526).

Pasal 5

Undang-undang ini berlaku berlaku pada tanggal diundangkan.

g. Pengertian Perjudian.

1. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 303. Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk segala pertaruhan tentang keputusan


(21)

perlombaan atau permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhan lainnya.15

2. Menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian.

Perjudian adalah salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi ke generasi ternyata tidak mudah diberantas. Oleh karena itu pada tingkat dewasa ini perlu diusahakan agar masyarakat menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya, dan terhindarnya ekses-ekses negatif yang lebih parah. untuk akhirnya dapat berhenti melakukan perjudian.

Maka untuk maksud tersebut perlu mengklasifikasikan segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya, karena ancaman hukuman yang sekarang berlaku ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak membuat pelakunya jera.16

3. Definisi Perjudian Menurut Pakar Hukum.

§ Perjudian menurut Kartini Kartonoadalah:

“Pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadari adanya resiko dan harapan-harapan tertentu pada peristiwa-peristiwa,

15

Ibid. h. 323

16


(22)

permainan pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang tidak/belum pasti hasilnya”.17

§ Dali Mutiara,dalam tafsiran KUHP menyatakan sebagai berikut: “Permainan judi berarti harus diartikan dengan artian yang luas juga termasuk segala pertaruhan tentang kalah menangnya suatu pacuan kuda atau lain-lain pertandingan, atau segala pertaruhan, dalam perlombaanperlombaan yang diadakan antara dua orang yang tidak ikut sendiri dalam perlombaan-perlombaan itu, misalnya totalisator dan lain-lain”.18

1.6. Metodologi Penelitian Hukum. A. Pendekatan Masalah.

Jenis penelitian yang digunakan di dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif, yaitu mengkaji hukum yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang berlaku dalam masyarakat, dan menjadi acuan perilaku setiap orang.19

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum deskriptif bersifat pemaparan dan bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum di tempat tertentu dan pada saat tertentu yang terjadi dalam masyarakat.20 Jadi dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan tipe penelitian menggunakan penelitian hukum deskriptif.

B. Sumber Data Hukum.

17

Kart ini Kart ono, Pat ologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakart a, 2005. hal. 56 18

Dali M ut iara, Tafsiran Kit ab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakart a, 1962, hal. 220.

19

Abdulkadir M uhammad, Hukum dan Penelit ian Hukum, PT. Cit ra Adiya Bakt i, Bandung, 2004, h.52. 20


(23)

Sumber data hukum yang digunakan untuk penelitian ini adalah data sekunder. “Data sekunder meliputi data hukum primer, data hukum sekunder, bila perlu data hukum tersier. Data sekunder pada dasarnya adalah data normatif terutama yang bersumber dari perundang-undangan”.21

a. Sumber Data Hukum Primer.

Data hukum primer yaitu data hukum yang mempunyai kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak-pihak berkepentingan (kontrak, konvensi, dokumen hukum, dan putusan hakim).22

Data penelitian ini terdiri dari beberapa perundang-undangan : 1. Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

2. Peraturan Perundang-undangan, yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974.

b. Sumber Data Hukum Sekunder.

Data hukum sekunder, yaitu data yang memberikan penjelasan terhadap data hukum primer (buku ilmu hukum, jurnal hukum, laporan hukum, dan media cetak atau elektronik).23

c. Sumber Data Hukum Tersier.

Data hukum tersier, yaitu data hukum yang memberikan penjelasan lebih mendalam mengenai data hukum primer maupun

21

Ibid. h. 151. 22

Ibid. h. 82 23


(24)

data hukum sekunder. (contoh : Rancangan Undang-undang, kamus hukum, dan ensiklopedia).24

C. Metode Pengumpulan Data.

Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah dengan melakukan studi kepustakaan yaitu penelitian yang diperoleh dengan membaca literatur yang ada kaitannya dengan tema skripsi “EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PERJUDIAN DIKAITKAN DENGAN PASAL 303 KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA”. Dalam penelitian ilmu hukum Normatif untuk mengumpulkan fakta-fakta sosial atau permasalahan hukum dalam struktur dan materi hukum positif dapat diperoleh dari kegiatan mempelajari bahan-bahan hukum terkait.

D. Metode Analisis Data.

Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah metode kualitatif yaitu menguraikan data secara bermutu dalam bentuk kalimat yang teratur, runtun, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, sehingga memudahkan interpretasi data dan pemahaman hasil analisis, kemudian hasilnya akan dimanfaatkan untuk membahas permasalahan yang diajukan dalam skripsi ini25

E. Sistematika Penulisan.

25


(25)

Skripsi dengan judul ”Efektivitas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian Dalam Memberantas Tindak Pidana Perjudian Studi Kasus Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby.”,dalam pembahasannya dibagi menjadi IV (empat) bab, sebagaimana diuraikan di bawah ini :

Bab I, adalah merupakan pendahuluan dan di dalamnya menguraikan tentang latar belakang masalah dan berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka dirumuskan permasalahan. Selanjutnya disajikan tujuan dan manfaat penelitian sebagai sasaran yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pada kajian pustaka yang merupakan landasan dari penulisan skripsi, yang kemudian diuraikan definisi yang berkaitan dengan judul di atas. Selanjutnya diuraikan tentang metode penelitian yang merupakan salah satu syarat mutlak dalam setiap penelitian, yang intinya mengemukakan tentang jenis dan tipe penelitian, sumber data, metode pengumpulan data, serta metode analisis data, dengan pertanggungjawaban sistematika.

Bab II, merupakan pembahasan mengenai rumusan masalah yang ada pada Bab I, yaitu: Efektivitas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian jika dikaitkan dengan pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dimulai dari pengertian tindak pidana perjudian , pengertian tindak pidana perjudian menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, pengertian tindak pidana perjudian menurut pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, serta latar belakang tindak pidana perjudian yang awalnya tindak pidana ringan bisa mengakibatkan


(26)

tindak pidana kejahatan yang meliputi faktor-faktor yang melatarbelakangi tindak pidana perjudian dan akibat yang ditimbulkan, dan pengaturan hukum terhadap tindak pidana perjudian beserta macam-macam kejahatan dalam hal perjudian.

Bab III, berisi tentang pembahasan rumusan masalah yang kedua, yaitu: penerapan sanksi hukum pidana bagi pelaku tindak pidana perjudian dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 dan pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Bab IV, mengakhiri semua pembahasan dan analisa dari keseluruhan bab sebelumnya (Bab I, II, dan III), maka pada bab ini dapat dibuat beberapa kesimpulan. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka disarankan beberapa hal sebagai masukan tentang hal-hal mengenai efektivitas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 jika dikaitkan dengan pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan sanksi hukum bagi pelaku tindak pidana perjudian yang diangkatdalam penelitian ini.


(27)

2.1. Tindak Pidana Perjudian.

Pada hakekatnya, perjudian adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai pengaruh yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda.26

Berbagai macam dan bentuk perjudian sudah demikian merebak dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik yang bersifat terang-terangan maupun secara sembunyi-sembunyi. Bahkan sebagian masyarakat sudah cenderung terbiasa dan seolah-olah memandang perjudian sebagai sesuatu hal wajar dan sebagian masyarakat juga menganggap sebagian perjudian adalah suatu seni budaya, dan tidak perlu lagi dipermasalahkan. Sementara itu di sisi lain, memang ada kesan aparat penegak hukum kurang begitu serius dalam menangani masalah perjudian ini. Bahkan yang lebih memperihatinkan, disinyalir tempat perjudian mempunyai pengawalan dari oknum aparat keamanan.

Secara Sosiologis, pengertian perjudian tergantung dari pandangan masing-masing kelompok masyarakat yang satu mempunyai pandangan yang berbeda dengan kelompok masyarakat yang lain. Pengertian judi sendiri

26


(28)

sebenarnya merupakan pengertian yang selalu berkembang dan berubah. Apa yang suatu ketika dipandang sebagai perbuatan judi, pada waktu dan tempat yang lain mungkin dipandang sebagai bukan perbuatan judi.27

Perjudian merupakan salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi ke generasi ternyata tidak mudah diberantas. Oleh karena itu perlu diupayakan agar masyarakat menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya dan terhindarnya pengaruh-pengaruh negatif yang lebih parah untuk akhirnya dapat berhenti melakukan perjudian.

Dengan demikian perjudian menjadi penghambat pembangunan nasional yang beraspek material-spiritual. Karena perjudian mendidik orang untuk mencari nafkah dengan tidak sewajarnya dan membentuk watak pemalas. Sedangkan pembangunan membutuhkan individu yang giat bekerja keras dan bermental kuat.28

Perjudian adalah pertaruhan sesuatu yang berharga dengan kesadaran resiko dan harapan pada suatu permainan atau suatu peristiwa yang tidak pasti yang hasilnya mungkin ditentukan oleh perubahan/kecelakaan atau mempunyai hasil yang tidak terduga.29

Adapun perjudian menurut pandangan masyarakat tidak lain adalah suatu kondisi dimana terdapat potensi kehilangan sesuatu yang berharga atau segala hal yang mengandung resiko. Namun demikian, perbuatan mengambil

27

Sadjipt o Rahardjo, Hukum dalam Perspekt if Sosial, Bandung, Alumni Bandung, 1981, hl. 99 28

B. Simandjunt ak, Pengant ar Kriminologi dan Pat ologi Sosial, Tarsit o, Bandung, 1980, hal. 352-353

29


(29)

resiko dalam pelaku berjudi, perlu dibedakan pengertiannya dari perbuatan lain yang mengandung resiko. Ketiga unsur di bawah ini dapat menjadi faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang mengandung resiko :30

1. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari yang kalah.

2. Resiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui, dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan atau keberuntungan.

3. Resiko yang diambil bukanlah sesuatu yang harus dilaksanakan, kekalahan atau kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dari permainan judi.

Perjudian merupakan kejahatan yang terorganisir. Kejahatan terorganisir adalah kejahatan yang dalam kegiatannya agar dapat berhasil melibatkan berbagai orang atau kelompok orang yang beraneka ragam. Kejahatan terorganisir merupakan usaha-usaha yang melanggar hukum yang berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan resiko yang kecil yaitu dengan cara mempengaruhi para pejabat pemerintah khususnya para penegak hukum.31

Pengertian perjudian adalah mempertimbangkan uang atau benda berharga, mengharapkan keuntungan dengan jalan atau spekulasi belaka.

30Johanes Papu,

Perilaku Berjudi, w w w .google.com, 1 Juni 2011. 31


(30)

Mengharapkan kemenangan atau keuntungan untuk menang. Dan itu merupakan daya tarik utama perjudian. Namun adapula permainan tertentu yang didasarkan pada ketangkasan dan keahlian sehingga unsur spekulasi tadi agak menipis tipis karena harapan untuk menang diletakkan pada kepintaran. Akan tetapi yang menjadi pendorong utama adalah harapan untuk menang.32

Sangat beralasan kemudian judi harus segera dicarikan cara dan solusi yang rasional untuk suatu pemecahannya. Karena sudah jelas judi merupakan problema sosial yang dapat mengganggu fungsi sosial dari masyarakat. Salah satu usaha rasional yang digunakan untuk menanggulangi perjudian adalah dengan pendekatan kebijakan hukum pidana.

2.2. Penerapan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian.

Penerapan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian :

Pasal 1 :

Menyatakan semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan. Pasal 2 :

(1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari Hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah.

(2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak-banyaknya empatribu

32G.W. Baw engan,

M asalah Kejahat an dan Sebab Akibat nya, PT. Pradya Paramit ha, Jakart a, 1977, hal. 81


(31)

lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. (3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (2) Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah.

(4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis. Pasal 3 :

(1) Pemerintah mengatur penertiban perjudian sesuai dengan jiwa dan maksud Undang-undang ini.

(2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Perundang- undangan.

Pasal 4 :

Terhitung mulai berlakunya peraturan Perundang-undangan dalam rangka penertiban perjudian dimaksud pada Pasal 3 Undang-undang ini, mencabut Ordonantie tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblad Tahun 1912 Nomor 230) sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonantie tanggal 31 Oktober 1935 (Staatsblad Tahun 1935 Nomor 526).

Pasal 5 :

Undang-undang ini berlaku berlaku pada tanggal diundangkan.

Penjelasan umum Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban perjudian :

Bahwa pada hakekatnya perjudian adalah bertentangan dengan Agama, Kesusilaan, dan Moral Pancasila, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, Bangsa, dan Negara.

Namun melihat kenyataan dewasa ini, perjudian dengan segala macam bentuknya masih banyak dilakukan dalam masyarakat, sedangkan


(32)

ketentuan-ketentuan dalam ordonantie tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblaad Tahun 1912 Nomor 230) dengan segala perubahan dan tambahannya, tidak sesuai lagi dengan perkembangan keadaan.

Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai ekses yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda. Meskipun kenyataan juga menunjukkan, bahwa hasil perjudian yang diperoleh Pemerintah, baik Pemerintahan Pusat maunpun Daerah, dapat digunakan untuk usaha-usaha pembangunan, namun ekses negatifnya lebih besar dari pada ekses positifnya.

Apabila Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakya Nomor IV/MPR/1973 BAB II huruf C angka 5 menyimpulkan, bahwa usaha pembangunan dalam bidang materiil tidak boleh menelantarkan usaha dalam bidang spiritual, malahan kedua bidang tersebut harus dibangun secara simultan, maka adanya dua kepentingan yang berada tersebut perlu segera diselesaikan.

Pemerintah harus mengambil langkah dan usaha untuk menertibkan dan mengatur kembali perjudian, membatasinya sampai lingkungan sekecil-kecilnya, untuk akhirnya menuju ke penghapusannya sama sekali dari seluruh wilayah Republik Indonesia.

Penjudian adalah salah satu penyakit masyarakat yang manunggal dengan kejahatan, yang dalam proses sejarah dari generasi ke generasi ternyata tidak mudah diberantas. Oleh karena itu pada tingkat dewasa ini perlu


(33)

diusahakan agar masyarakat menjauhi melakukan perjudian, perjudian terbatas pada lingkungan sekecil-kecilnya, dan terhindarnya ekses-ekses negatif yang lebih parah. untuk akhirnya dapat berhenti melakukan perjudian.

Maka untuk maksud tersebut perlu mengklasifikasikan segala macam bentuk tindak pidana perjudian sebagai kejahatan, dan memberatkan ancaman hukumannya, karena ancaman hukuman yang sekarang berlaku ternyata sudah tidak sesuai lagi dan tidak membuat pelakunya jera.

Selanjutnya kepada Pemerintah ditugaskan untuk menertibkan perjudian sesuai dengan jiwa dan maksud Undang-undang ini, antara lain dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang diperlukan untuk itu.

Efektivitas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian jika dikaitkan dengan pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana saling berkesinambungan. Tetapi pada Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana lebih menegaskan tentang kejahatan perjudiannya, jika dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, biasanya pasal 303 KUHP dikaitkan dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974, yang ternyata sebenarnya lebih efektif dibandingkan pasal 303 KUHP, akan tetapi jarang dipergunakan oleh Hakim dalam memutuskan perkara tindak pidana perjudian.33

33Waw ancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nelson Pasaribu, SH., M H., pada t anggal 20 M ei 2011.


(34)

2.3. Pengertian Perjudian Menurut Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa dengan tidak berhak:

a. dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencahariannya, atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan main judi;

b. dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu;

c. turut main judi sebagai mata pencaharian.

(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

(3) Main judi berarti tiap-tiap permainan, yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau kemungkinan itu bertambah besar karena pemain lebih pandai atau lebih cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, demikian juga segala pertaruhan lain.

Dengan penjelasan pasal 303 KUHP sebagai berikut: Yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah:

1. Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencaharian; yang dimaksud di sini misalnya seorang bandar atau orang lain yang membuka perusahaan judi tanpa izin dari yang berwajib.

2. Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan judi itu, dengan atau tanpa syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu, tanpa izin;

3. Orang yang turut main judi sebagai mata pencaharian.

Sebagaimana diterangkan dalam ayat (3) ditentukan, bahwa yang dapat diartikan judi ialah tiap-tiap permainan, yang harapan untuk menang tergantung pada nasib; juga termasuk itu kalau kemungkinan untuk menang menjadi bertambah besar karena lebih padainya si pemain. Selain itu termasuk juga segala pertaruhan mengenai keputusan perlombaan atau permainan lain,


(35)

yang diadakan oleh orang-orang yang bukan orang yang turut berlomba atau bermain, dan segala pertaruhan yang lain.

Orang-orang yang mengadakan permainan judi seperti diterangkan diatas ini, dihukum menurut pasal ini, sedang orang yang turut berjudi (bukan sebagai mata pencaharian), dihukum menurut pasal 303 bis.

Permainan dengan kartu yang tidak dapat digolongkan dengan judi ialah: bridge, domino dan sebagainya. Sedang yang dapat digolongkan dengan judi ialah: dadu, dua puluh satu, roulette, tombola, totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepak bola dan sebagainya.34

2.4. Latar Belakang Tindak Pidana Perjudian Dan Tindak Pidana Ringan Menjadi Kejahatan.

2.4.1. Faktor-faktor Yang Melatarbelakangi Tindak Pidana Perjudian Dan Akibat Yang Ditimbulkan.

Perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi si penjudi maupun keluarganya mungkin sudah sangat banyak disadari oleh para penjudi. Anehnya tetap saja mereka menjadi sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya. Dari berbagai hasil penelitian lintas budaya yang telah dilakukan para ahli diperoleh 5 (lima) faktor yang amat berpengaruh dalam memberikan kontribusi pada perilaku berjudi. Kelima faktor tersebut adalah:35

a. Faktor Sosial & Ekonomi

Bagi masyarakat dengan status sosial dan ekonomi yang rendah perjudian seringkali dianggap sebagai suatu sarana untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Tidaklah mengherankan jika pada masa undian SDSB di Indonesia zaman orde baru yang lalu,

34R. Sugandhi,

KUHP dan penjelasannya, Surabaya, Usaha Nasional,h. 323 35


(36)

peminatnya justru lebih banyak dari kalangan masyarakat ekonomi rendah seperti tukang becak, buruh, atau pedagang kaki lima. Dengan modal yang sangat kecil mereka berharap mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya atau menjadi kaya dalam sekejab tanpa usaha yang besar. Selain itu kondisi sosial masyarakat yang menerima perilaku berjudi juga berperan besar terhadap tumbuhnya perilaku tersebut dalam komunitas.

b. Faktor Situasional

Situasi yang bisa dikategorikan sebagai pemicu perilaku berjudi, diantaranya adalah tekanan dari teman-teman atau kelompok atau lingkungan untuk berpartisipasi dalam perjudian dan metode-metode pemasaran yang dilakukan oleh pengelola perjudian. Tekanan kelompok membuat sang calon penjudi merasa tidak enak jika tidak menuruti apa yang diinginkan oleh kelompoknya. Sementara metode pemasaran yang dilakukan oleh para pengelola perjudian dengan selalu mengekspose para penjudi yang berhasil menang memberikan kesan kepada calon penjudi bahwa kemenangan dalam perjudian adalah suatu yang biasa, mudah dan dapat terjadi pada siapa saja (padahal kenyataannya kemungkinan menang sangatlah kecil). Peran media massa seperti televisi dan film yang menonjolkan keahlian para penjudi yang "seolah-olah" dapat mengubah setiap peluang menjadi kemenangan


(37)

atau mengagung-agungkan sosok sang penjudi, telah ikut pula mendorong individu untuk mencoba permainan judi.

c. Faktor Belajar

Sangatlah masuk akal jika faktor belajar memiliki efek yang besar terhadap perilaku berjudi, terutama menyangkut keinginan untuk terus berjudi. Apa yang pernah dipelajari dan menghasilkan sesuatu yang menyenangkan akan terus tersimpan dalam pikiran seseorang dan sewaktu-waktu ingin diulangi lagi. Inilah yang dalam teori belajar disebut sebagai Reinforcement Theory yang mengatakan bahwa perilaku tertentu akan cenderung diperkuat/diulangi bilamana diikuti oleh pemberian hadiah atau sesuatu yang menyenangkan.

d. Faktor Persepsi terhadap Kemenangan

Persepsi yang dimaksudkan disini adalah persepsi pelaku dalam membuat evaluasi terhadap peluang menang yang akan diperolehnya jika ia melakukan perjudian. Para penjudi yang sulit meninggalkan perjudian biasanya cenderung memiliki persepsi yang keliru tentang kemungkinan untuk menang. Mereka pada umumnya merasa sangat yakin akan kemenangan yang akan diperolehnya, meski pada kenyataannya peluan tersebut amatlah kecil karena keyakinan yang ada hanyalah suatu ilusi yang diperoleh dari evaluasi peluang berdasarkan sesuatu situasi atau kejadian yang tidak menentu dan sangat subyektif. Dalam benak


(38)

mereka selalu tertanam pikiran: "kalau sekarang belum menang pasti di kesempatan berikutnya akan menang, begitu seterusnya". e. Faktor Persepsi terhadap Keterampilan

Penjudi yang merasa dirinya sangat trampil dalam salah satu atau beberapa jenis permainan judi akan cenderung menganggap bahwa keberhasilan atau kemenangan dalam permainan judi adalah karena adanya ketrampilan yang dimilikinya. Mereka menilai ketrampilan yang dimiliki akan membuat mereka mampu mengendalikan berbagai situasi untuk mencapai kemenangan (illusion of control). Mereka seringkali tidak dapat membedakan mana kemenangan yang diperoleh karena ketrampilan dan mana yang hanya kebetulan semata. Bagi mereka kekalahan dalam perjudian tidak pernah dihitung sebagai kekalahan tetapi dianggap sebagai “hampir menang”, sehingga mereka terus memburu kemenangan yang menurut mereka pasti akan didapatkan.

Kebiasaan berjudi mengkondisikan mental individu menjadi ceroboh, malas, mudah berspekulasi dan cepat mengambil resiko tanpa pertimbangan. Ekses lebih lanjut antara lain sebagai berikut :36

1. Mendorong orang untuk melakukan penggelapan uang kantor/dinas dan melakukan tindak korupsi.

2. Energi dan pikiran jadi berkurang, karena sehari-harinya didera oleh nafsu judi dan kerakusan ingin menang dalam waktu pendek.

36


(39)

3. Badan menjadi lesu dan sakit-sakitan, karena kurang tidur, serta selalu dalam keadaan tegang tidak imbang.

4. Pikiran menjadi kacau, sebab selalu digoda oleh harapan-harapan menentu.

5. Pekerjaan jadi terlantar, karena segenap minatnya tercurah pada keasyikan berjudi.

6. Anak istri dan rumah tangga tidak lagi diperhatikan.

7. Hatinya jadi sangat rapuh, mudah tersinggung dan cepat marah bahkan sering eksplosif meledak-ledak secara membabi buta.

8. Mentalnya terganggu dan menjadi sakit, sedangkan kepribadiannya menjadi sangat labil.

9. Orang lalu mendorong melakukan perbuatan kriminal, guna mencari modal untuk pemuas nafsu judinya yang tidak terkendali. Orang mulai berani mencuri, berbohong, menipu, mencopet, menjambret, menodong, merampok, menggelapkan, memperkosa dan membunuh untuk mendapatkan tambahan modal guna berjudi. Akibatnya, angka kriminalitas naik dengan drastic dan keamanan kota serta daerah-daerah pinggiran jadi sangat rawan dan tidak aman.


(40)

10.Ekonomi rakyat mengalami kegoncangan-kegoncangan, karena orang bersikap spekulatif dan untung-untungan, serta kurang serius dalam usaha kerjanya.

11.Diseret oleh nafsu judi yang berlarut-larut, kurang iman kepada Tuhan, sehingga mudah tergoda melakukan tindak a-susila. Jelas bahwa rakyat kecillah yang paling menderita ditimpa oleh ekses-ekses judi itu.

2.4.2. Pengaturan Hukum Terhadap Perjudian.

Larangan perjudian terdapat dalam KUHP Bab XIV buku ke II pasal 303 dan pasal 303 bis yang mengkategorikan perjudian termasuk dalam kejahatan. Awalnya sebelum tanggal 6 November 1974, ketentuan tentang perjudian diatur dalam Bab XIV, buku II, pasal 303 KUHP tentang kejahatan dan Bab VI buku III pasal 543, tentang pelanggaran.

Tetapi kemudian pada tanggal 6 November 1974 Pemerintah telah mengesahkan Undang-undang No. 7 Tahun 1974 tentang penertiban perjudian, yang diundangkan dalam lembaran Negara Tahun 1974 No. 54 dan tambahan lembaran Negara Tahun 1974 No. 3040, dimana dalam pasal 1 Undang-undang No. 7 Tahun 1974 dinyatakan bahwa semua tindak pidan perjudian merupakan kejahatan.

Selanjutnya dalam pasal 2 ayat (4) Undang-undang No. 7 Tahun 1974, menyatakan merubah pasal 542 KUHP, menjadi pasal 303


(41)

bis KUHP. Dengan demikian semua bentuk perjudian adalah dilarang dan diancam dengan pidana. Kejahatan yang dimaksudkan di atas dirumuskan dalam Pasal 303 KUHP, yang intinya dalam pasal tersebut yaitu kejahatan menawarkan atau memberi kesempatan untuk bermain judi yang selengkapnya adalah sebagai berikut :

1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah, barang siapa tanpa mendapat izin :

a. Dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi dan menjadikannya sebagai pencaharaian, atau dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha itu;

b. Dengan sengaja menawarkan atau memberi kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain judi atau dengan sengaja turut serta dalam kegiatan usaha itu, dengan tidak peduli apakah untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara;

c. Menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai pencaharian.

2) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya untuk menjalankan pencahariannya itu.

3) Yang disebut dengan permianan judi adalah tiap-tiap permainan, di mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung bergantung pada keberuntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Disitu termasuk segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainna lainnya yang tidak diadakan antara mereka yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala pertaruhannya.

Dalam rumusan kejahatan Pasal 303 tersebut di atas, ada lima macam kejahatan mengenai hal perjudian, dimuat dalam ayat (1) :


(42)

1. Butir 1 ada dua macam kejahatan; 2. Butir 2 ada dua macam kejahatan;dan 3. Butir 3 ada satu macam kejahatan.

Sedangkan ayat (2) memuat tentang dasar pemberatan pidana, dan ayat (3) menerangkan tentang pengertian permainan judi yang dimaksudkan oleh ayat (1). Lima macam kejahatan mengenai perjudian tersebut di atas mengandung unsur tanpa ijin. Pada unsur tanpa ijin inilah melekat sifat melawan hukum dari semua perbuatan dalam lima macam kejahatan mengenai perjudian itu. Artinya tidak adanya unsur tanpa ijin, atau jika telah ada izin dari pejabat atau instansi yang berhak memberi ijin, semua perbuatan dalam rumusan tersebut tidak lagi atau hapus sifat melawan hukumnya dan oleh karena itu tidak dapat dipidana. Di dalam hal perjudian terkandung suatu maksud agar pemerintah atau pejabat pemerintah tertentu tetap dapat melakukan pengawasan dan pengaturan tentang permainan judi.37

Lima macam kejahatan mengenai hal perjudian dalam rumusan pasal 303 KUHP :

1. Kejahatan Bentuk Pertama.

Kejahatan bentuk yang pertama dimuat dalam butir 1 adalah kejahatan yang melarang orang yang tanpa ijin dengan sengaja menawarkan atau memberikan kesempatan untuk permainan judi

37Adami Chazaw i,

Tindak Pidana M engenai Kesopanan, Raja Grafindo Persada, Jakart a, 2005, Hal. 159.


(43)

dan menjadikanya sebagai mata pencaharian. Dengan demikian jenis kejahatan ini, terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut :

• Unsur Obyektif :

a. Perbuatannya : menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan;

b. Objek : untuk bermain judi tanpa ijin; c. dijadikannya sebagai mata pencaharian.

• Unsur Subyektif : d. Dengan sengaja.

Dalam kejahatan yang pertama ini, si pembuat tidak melakukan permainan judi. Disini tidak ada laranganmain judi, tetapi perbuatan yang dilarang adalah menawarkan kesempatan bermain judi dan memberikan kesempatan bermain judi. Sementara itu, orang yang bermain judi dapat dipidana berdasarkan kejahatan yang dirumuskan pada pasal 303 bis.38

Arti “menawarkan kesempatan “ bermain judi ialah si pembuat melakukan perbuatan dengan cara apa pun untuk mengundang atau mengajak orang-orang untuk bermain judi dengan menyediakan tempat dan waktu tertentu. Dalam perbuatan ini mengadung pengertian belum ada orang yang bermain judi, hanya sekedar perbuatan permulaan pelaksanaa dari perbuatan memberikan kesempatan untuk bermain judi (perbuatan kedua).

38


(44)

Perbuatan “memberi kesempatan” bermain judi, ialah si pembuat menyediakan peluang yang sebaik-baiknya dengan menyediakan tempat tertentu untuk bermain judi. Jadi disini telah ada orang yang bermain judi. Misalnya menyediakan atau menyewakan rumah atau kamar untuk orang-orang yang bermain judi. Perbuatan menawarkan kesempatan bermain judi dan atau memberi kesempatan bermain judi haruslah dijadikannya sebagai mata pencaharian. Artinya perbuatan itu dilakukan tidak seketika melainkan berlangsung lama dan dari perbuatan si pembuat demikian dia mendapatkan uang yang dijadikannya sebagai pendapatan untuk kehidupannya.39

Pola perbuatan itu baru bersifat melawan hukum apabila tidak mendapatkan ijin terlebih dulu dari instansi atau Pejabat Pemerintah yang berwenang atau perbuatan yang oleh aturan hukum pidana yang dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang (perbuatan pidana) dan dapat juga dikatakan sebagai delik. Menurut wujud dan sifatnya, perbuatan-perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang sifatnya melawan hukum. Perbuatan-perbuatan ini juga mengakibatkan kerugian bagi masyarakat, dalam arti bertentangan dengan atau menghambat akan terlaksananya tatanan atau aturan dalam pergaulan masyarakat yang dianggap baik

39


(45)

dan adil. Dapat dikatakan pula perbuatan pidana ini adalah perbuatan yang anti sosial.40

2. Kejahatan Bentuk Kedua.

Kejahatan kedua yang juga dimuat dalam butir 1, ialah melarang orang yang tanpa ijin dengan sengaja turut serta dalam suatu kegiatan usaha permainan judi. Dengan demikian tterdiri dari unsur-unsur sebagai berikut.

• Unsur Obyektif :

a. Perbuatannya turut serta.

b. Obyek dalam suatu kegiatan usaha permainan judi tanpa ijin.

• Unsur Subyektif : c. Dengan sengaja.

Pada kejahatan jenis kedua ini, perbuatannya adalah turut serta . Artinya dia ikut terlibat bersama orang lain dalam usaha permainan judi yang disebutkan pada bentuk pertama yang diterangkan diatas. Apabila dihubungkan dengan bentuk-bentuk penyertaan yang ditentukan menurut Pasal 55 dan 56 KUHP, pengertian turut serta menurut pasal ini lebih luas dari pada sekadar turut serta pada bentuk pembuat peserta.

Pengertian dari perbuatan turut serta atau menyertai disini selain orang yang melakukan perbuatan seperti yang dilakukan

40Roeslan Saleh, Perbuat an Pidana dan Pert anggung Jaw aban Pidana, Aksara Baru, Jakart a, 1981, Hal 13.


(46)

pembuat peserta menurut Pasal 55, juga termasuk pembuat pembantu dalam Pasal 56, dan tidak mungkin sebagai pembuat penyuruh atau pembuat penganjur, karena kedua bentuk yang disebutkan terakhir ini tidak terlibat secara fisik dalam orang lain melakukan perbuatan yang terlarang itu.41

Keterlibatan secara fisik disini dimaksudkan terdiri dari menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan pada orang untuk bermain judi sehingga orang tersebut mendapatkan penghasilan atau uang. Pada kejahatan jenis kedua ini terdapat unsur kesengajaan.

3. Kejahatan bentuk Ketiga.

Bentuk kejahatan yang ketiga adalah melarang orang yang tanpa ijin dengan sengaja menawarkan atau memberi ksempatan kepada khalayak umum untuk bermainjudi yang terdiri dari beberapa unsur yaitu :

• Unsur Obyektif :

a. Pebuatan : 1) menawarkan;

2) memberi kesempatan; b. Obyeknya kepada khalayak umum; c. Untuk bermain judi tanpa ijin.

• Unsur Subyektif : d. Dengan sengaja.

41


(47)

Pada bentuk ketiga, terdapat pula unsur kesengajaan, yang ditujukan pada melakukan perbuatan menawarkan kesempatan dan perbuatan memberi kesempatan kepada khalayak umum dan bermain judi. Artinya, si pembuat menghendaki untuk mewujudkan kedua perbuatan itu, dan ia sadar bahwa perbuatan dilakukannya di depan khalayak umum adalah untuk bermain judi.42

4. Kejahatan Bentuk Keempat.

Kejahatan perjudian bentuk keempat dalam ayat (1) Pasal 303, adalah larangan dengan sengaja turut serta dalam menjalankan kegiatan usaha perjudian tanpa ijin. Unsur-unsurnya adalah :

• Unsur Obyektif :

a. Perbuatannya turut serta;

b. Obyeknya yaitu dalam kegiatan usaha permainan judi tanpa ijin;

• Unsur Subyektif : c. Dengan sengaja.

Perbedaan bentuk keempat dengan bentuk kedua adalah hanya pada bentuk perbuatan surut sertanya yaitu pada kegiatan usaha pada perjudian yang dijadikan sebagai mata pencaharian, sehingga kesengajaannya ditujukan pada mata pencahariannya itu.43 5. Kejahatan Bentuk Kelima.

42

Ibid., Hal 163-164. 43


(48)

Bentuk kelima kejahatan mengenai perjudian ialah “melarang orang yang melakukan perbuatan turut serta dalam permainan judi tanpa ijin yang dijadikannya sebagai mata pencaharian”. Dengan demikian, dalam kejahatan bentuk kelima ini terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

a. Perbuatannya turut serta;

b. Obyeknya yaitu dalam permainan perjudian tanpa ijin; c. Sebagai mata pencaharian.

Perbuatan materiil turut serta (deelnemen) terdapat pada kejahatan bentuk kedua, keempat dan kelima. Pada bentuk kelima ini, unsur dalam “menjalankan kegiatan usaha” tidak dimuat lagi. Artinya si pembuat disini tidak ikut seta dalam menjalankan usaha permainan judi. Menjalankan usaha adalah berupa perbuatan menawarkan kesempatan dan memberikan kesempatan bermain judi. Pada bentuk kelima ini, si pembuat ikut terlibat bermain judi bersama orang lain yang bermai, dan bukan terlibat bersama pembuat yang melakukan kegiatan usaha perjudian yang orang ini tidak ikut bermain judi.44

Penjelasan di atas tentang latar belakang perjudian yang awalnya Tindak Pidana Ringan menjadi kejahatan yang meliputi faktor-faktor sosial ekonomi, budaya, situasional, belajar, persepsi-persepsi. Dan adapun bentuk-bentuk perjudian yang menjadikan judi menjadi suatu kejahatan dalam

44


(49)

rumusan pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyatakan bahwa Tindak Pidana Perjudian merupakan kejahatan.

Berdasarkan hal di atas maka seharusnya untuk penanganan perkara Tindak Pidana Perjudian lebih efektif jika memakai Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 junto pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, bukan sebaliknya. Pada UU Penertiban Perjudian dan Pasal 303 KUHP telah dijelaskan tentang sanksi hukumannya denda sebanyak dua puluh lima juta rupiah dan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun.


(50)

BAB III

PENERAPAN SANKSI HUKUM BAGI PELAKU TINDAK PIDANA PERJUDIAN DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DIKAITKAN PASAL 303 KITAB

UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA

3.1. Penerapan Sanksi.

3.1.1. Penerapan Sanksi Berdasarkan Aturan Hukum.

Penerapan sanksi Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian, sebagai berikut:

Pasal 1 :

Menyatakan semua tindak pidana perjudian sebagai kejahatan.

Pasal 2 :

(1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari Hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah.

(2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak-banyaknya empatribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah. (3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (2) Kitab

Undang-undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah.

(4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis.


(51)

(1) Pemerintah mengatur penertiban perjudian sesuai dengan jiwa dan maksud Undang-undang ini.

(2) Pelaksanaan ayat (1) pasal ini diatur dengan Peraturan Perundang- undangan.

Pasal 4 :

Terhitung mulai berlakunya peraturan Perundang-undangan dalam rangka penertiban perjudian dimaksud pada Pasal 3 Undang-undang ini, mencabut Ordonantie tanggal 7 Maret 1912 (Staatsblad Tahun 1912 Nomor 230) sebagaimana telah beberapa kali dirubah dan ditambah, terakhir dengan Ordonantie tanggal 31 Oktober 1935 (Staatsblad Tahun 1935 Nomor 526).

Pasal 5 :

Undang-undang ini berlaku berlaku pada tanggal diundangkan. Penerapan Sanksi Berdasarkan Pasal 303 dan 303 bis KUHP

Tindak Pidana Perjudian terdapat pada pasal 303 dan pasal 303 bis Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dengan sanksi hukum sebagai berikut :

Pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah, barangsiapa dengan tidak berhak:

a. dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi sebagai mata pencahariannya, atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan main judi;

b. dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan perjudian itu, biarpun diadakan atau tidak diadakan suatu syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu;

c. turut main judi sebagai mata pencaharian.

(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan itu dalam pekerjaannya, maka dapat dicabut haknya melakukan pekerjaan itu.

(3) Main judi berarti tiap-tiap permainan, yang kemungkinannya akan menang pada umumnya tergantung pada untung-untungan saja, juga kalau kemungkinan itu bertambah besar karena pemain


(52)

lebih pandai atau lebih cakap. Main judi mengandung juga segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau main itu, demikian juga segala pertaruhan lain..

Dengan Penjelasan, yang diancam hukuman dalam pasal ini ialah : 1. Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan

berjudi sebagai mata pencaharian; yang dimaksud di sini misalnya seorang bandar atau orang lain yang membuka perusahaan judi tanpa izin dari yang berwajib.

2. Orang yang dengan sengaja mengadakan atau memberi kesempatan berjudi kepada umum atau dengan sengaja turut campur dalam perusahaan judi itu, dengan atau tanpa syarat atau cara dalam hal memakai kesempatan itu tanpa izin.

3. Orang yang turut main judi sebagai mata pencaharian.

Sebagaimana diterangkan dalam ayat (3) ditentukan, bahwa yang dapat diartikan judi ialah tiap-tiap permainan, yang harapan untuk menang tergantung pada nasib; juga termasuk itu kalau kemungkinan untuk menang menjadi bertambah besar karena lebih pandainya si pemain. Selain itu termasuk juga segala pertaruhan mengenai keputusan perlombaan atau permainan lain, yang diadakan oleh orang-orang yang bukan ornag yang turut berlomba atau bermain, dan segala pertaruhan yang lain.

Orang-orang yang mengadakan permainan judi seperti diterangkan diatas ini, dihukum menurut pasal ini, sedang orang yang


(53)

turut berjudi (bukan sebagai mata pencaharian), dihukum menurut pasal 303 bis.

Permainan dengan arti yang tidak dapat digolongkan dengan judi ialah: bridge, domino, dan sebagainya. Sedang yang dapat digolongkan dengan judi ialah: dadu, dua puluh satu, roulette, tombola, totalisator pada pacuan kuda, pertandingan sepak bola, main buntut dan sebagainya.

Pasal 303 bis Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak sepuluh juta rupiah;

a. barangsiapa menggunakan kesempatan untuk main judi, yang diadakan, dengan melanggar ketentuan-ketentuan tersebut pasal 303;

b. barangsiapa ikut serta permainan judi yang diadakan di jalan umum atau dipinggirnya maupun ditempat yang dapat dimasuki oleh khalayak umum, kecuali jika untuk mengadakan itu, ada izin dari penguasa yang berwenang. (2) Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak

adanya pemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran-pelanggaran ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau denda paling banyak lima belas juta rupiah.

Dengan penjelasan, Sebelum adanya Undang-undang Penertiban Perjudian tanggal 6 November 1974, orang yang mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar pasal 303, dikenakan pasal 542 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Tetapi sejak adanya Undang-undang Penertiban Perjudian ini, maka orang yang mempergunakan kesempatan main judi yang diadakan dengan melanggar pasal 303 KUHP tersebut dikenakan pasal 303 bis KUHP.


(54)

Sednag orang yang membuka perusahaan perjudian diancam pidana dalam pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Menurut Nelson Pasaribu, SH., MH. salah seorang Hakim Pengadilan Negeri Surabaya beliau berpendapat bahwa penerapan sanksi hukum bagi Tindak Pidana Perjudian menurut Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 maupun pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana sama-sama ancaman hukumannya akan lebih ditingkatkan, dan atau diperberat. Kegunaannya agar pelaku Tindak Pidana Perjudian menjadi jera dan tidak melakukan perjudian lagi.1

3.2. Sanksi Pidana Oleh Aparat Penegak Hukum Terhadap Tindak Pidana Perjudian.

3.2.1. Pertanggungjawaban Pidana.

Pertanyaan yang timbul ialah kapan orang mempunyai kesalahan. Kesalahan merupakan masalah pertanggungjawaban pidana, seseorang melakukan kesalahan jika pada waktu melakukan delik dilihat dari segi masyarakat patut dicela. Dengan demikian, seseorang mendapatkan pidana tergantung pada 2 (dua) hal :

a. Harus ada perbuatan yang bertentangan dengan Undang-Undang atau dengan kata lain harus ada unsur melawan hukum.

b. Terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan kealpaan, sehingga perbuatan yang melawan hukum tersebut dapat dipertanggungjawabkan kepadanya.

1

Waw ancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nelson Pasaribu, SH., M H., pada t anggal 20 M ei 2011.


(55)

Suatu perbuatan melawan hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan pidana di samping perbuatan yang melawan hukum harus ada seorang pembuat yang bertanggung jawab atas perbuatannya yaitu unsur kesalahan ada dalam arti kata bertanggung jawab.47

Pertanggungjawaban menurut ilmu hukum pidana kemampuan bertanggung jawab seseorang terhadap kesalahannya telah melakukan yang dilarang Undang-Undang atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang ditetapkan Undang-undang.

Melawan hukum dan kesalahan adalah unsur-unsur peristiwa pidana atau perbuatan pidana dan antara keduanya terdapat hubungan yang erat. Dalam hukum pidana adalah mengenai perbuatan pidana, pertanggungjawaban pidana dan pemidanaan. Perbuatan pidana berkaitan dengan dasar untuk menjatuhkan pidana. Sedangkan pidana merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada orang yang melakukan perbuatan pidana atas perbuatan tersebut untuk mampu bertanggung jawab.

Dalam hal kemampuan bertanggungjawab ada 2 (dua) faktor, yaitu : akal dan kehendak. Akal atau daya pikir, orang dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan dan perbuatan yang tidak diperbolehkan. Dan dengan kehendak atau dengan kemauan, atau keinginan orang dapat menyesuaikan tingkahlaku mana yang diperbolehkan dan mana yang tidak diperbolehkan. Lebih lanjut Roeslan

47

M art iman Prodjohamidjojo, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Pradnya paramit a, Jakart a, 1997, hal. 31


(56)

Saleh menjelaskan, bahwa adanya kemampuan bertanggungjawab ditentukan oleh dua faktor. Akal dapat membedakan antara perbuatan yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, sedangkan faktor kehendak bukan faktor yang menentukan mampu bertanggungjawab melainkan salah satu faktor dalam menentukan kesalahan. Karena faktor kehendak adalah tergantung dan kelanjutan dari faktor akal, lagipula bahwa kemampuan bertanggung jawab hanya salah satu faktor dari kesalahan.48

Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti luas yaitu: a. Kemampuan pertanggungjawaban orang yang melakukan perbuatan. b. Hubungan batin (sikap psikis) orang yang melakukan perbuatan

dengan perbuatannya.

c. Tidak ada kesalahan menghapus pertanggung jawaban pidana pembuat.

Pertanggungjawaban pidana atau kesalahan dalam arti sempit yaitu:

Kesengajaan atau sengaja berarti menghendaki dan mengetahui apa yang dilakukan. Orang yang melakukan perbuatan dengan sengaja menghendaki perbuatan itu, disamping itu mengetahui atau menyadari tentang apa yang dilakukannya. Hukum pidana terdapat teori kesengajaan, yaitu :

a. Teori kehendak. Inti dari kesengajaan adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan Undang-Undang.

48


(57)

b. Teori pengetahuan atau membayangkan sengaja berarti membayangkan akan timbulnya akibat perbuatannya, orang tidak bisa menghendaki akibat, inkan dapat membayangkan.

Kemampuan bertanggung jawab seorang secara sadar dalam melakukan tindak pidana dalam keadaan jiwa yang sehat dan dalam keadaan normal sehingga dalam hal ini dinyatakan mampu bertanggung jawab.

3.2.2. Perbuatan Pidana.

Perbuatan pidana diartikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.49

Perbuatan pidana merupakan salah satu bagian yang dipelajari dalam hukum pidana, karena hukum pidana tidak hanya saja memberikan pengertian tentang perbuatan yang dilarang dan larangan tersebut disertai dengan ancaman pidana oleh suatu aturan hukum, namun juga dapat mencakup hal-hal yang berkaitan dengan pengenaan pidana dan bagaimana cara pemidanaan tersebut dilaksanakan atau dijalankan.

49


(58)

3.3. Usaha-usaha Yang Dilakukan Aparat Penegak Hukum Serta Hambatannya Dalam Menanggulangi Perjudian.

Dalam melakukan upaya pencegahan terhadap perjudian Aparat Penagak Hukum menjalankan beberapa kegiatan antara lain : patroli, pemantauan, penyuluhan, penangkapan serta memberikan sanksi yang berat bagi pelaku perjudian.

3.3.1. Melaksanakan operasi rutin dan operasi khusus yang dilakukan oleh Pihak Kepolisian.

Operasi atau razia kepolisian yang berkesinambungan oleh Aparat Keamanan/Aparat Penegak Hukum terhadap penyakit masyarakat (pekat) besar artinya. Berkesinambungan dimaksudkan selain menghilangkan harapan para oknum untuk memperoleh untung dari permainan judi tersebut juga untuk menunjukkan kepada masyarakat bahwa akan memberantas penyakit masyarakat tersebut.

Tampaknya Aparat Penyidik dalam menangani masalah hasil-hasil razia tersebut masih lamban, karena terpengaruh terhadap hal-hal formil yang dikhawatirkannya. Jika tidak demikian, akan tidak diterima penuntut umum atau pengadilan akan membebaskan tersangka. Permasalahan dalam hal ini terletak pada pemahaman terhadap alat bukti yang memadai. dengan barang-barang hasil razia dan Berita Acara Pelaksanaan Razia/Berita Acara.

Pasal 13 Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia Tugas Pokok Kepolisan Negara Republik Indonesia :


(59)

1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat 2. Menegakkan hukum.

3. Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada

masyarakat.

Pasal 14 (1) melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 13 Undang-Undang No. 2 tahun 2002 :

1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan. 2. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan,

ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.

3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan.

4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

6. Melakukan koordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk arsa.

7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.


(60)

3.3.2. Penanggulangan Terhadap Perjudian.

Penanggulangan adalah upaya yang dilakukan secara bertahap unuk mencegah terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan.

Penanggulangan melalui konsep pemberantasan, artinya membasmi, melenyapkan, dan memusnakan perjudian. seperti menghadapi musuh dalam peperangan, dengan melakukan pengintaian, mengamati dari jarak jauh atau tempat tersembunyi, pengurungan atau pengepungan, lalu penggerebekan, mendatangai perjudian secara tiba-tiba untuk menangkap (mengeledah, menyergap, dan sebagainya)

Langkah-langkah ini dimaksudkan untuk menangkap basah pelaku, mencari barang bukti untuk bisa diajukan kelembaga pengadilan. Cara-cara ini bisa dibenarkan secara hukum, karena tanpa bukti otentik penegakan hukum tidak bisa dilakukan. Tujuannya untuk mencari efek jera, agar orang tidak mau atau tidak berani lagi berjudi. Padahal yang dibutuhkan bukan hanya sekedar mencari efek jera, tetapi juga menumbuhkan kesadaran para individunya bahwa tindakan mereka keliru jika dikaitkan dengan kepentingan umum, keluarga, bangsa dan negara. Strategi alternatif penanggulangan berangkat dari ajakan bukan paksaan. Mengajak orang berhenti berjudi jauh lebih manusiawi dari pada memaksa mereka untuk berhenti seketika.

Partisipasi masyarakat dalam menanggulangi perjudian dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:


(61)

1. Langkah pertama, dapat dilakukan dengan membuat tim pelanggulangan judi terpadu aparat keamanan.

2. Memasang sepanduk-sepanduk menentang perjudian, membuat informasi kerusakan akibat judi, dan bekerjasama dengan media massa untuk lebih menonjolkan gaya hidup iman dan takwa.

3. Membentuk pos keamanan lingkungan dimana masyarakat dapat melaporkan perjudian.

4. Memberikan pengaduan kepada polisi terhadap praktek perjudian.50 Melihat fenomena perjudian ini, mengharuskan pihak kepolisian sebagai pihak yang diberi wewenang untuk melakukan penanggulangan terhadap praktek perjudian. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menanggulangi perjudian yang ada dalam lingkungan masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Dilakukan melalui usaha yang ditujukan untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat seperti, penyuluhan hukum.

2. Dilakukan melalui peningkatkan intensitas patroli dan peningkatan partisipasi masyarakat melalui pemberian informasi telah terjadinya tindak pidana perjudian.

3. Dilakukan dengan melaksanakan kegiatan operasi rutin yang dimaksukan untuk menangkap dan selanjutnya memproses para pelaku perjudian sesuai dengan presedur hukum yang berlaku.

50

Bali Post Online, w w w .balipost .co.id/ balipost cet ak/ 2005/ 11/ 19/ f1.ht m, diakses pada 9 Juni 2011


(62)

Dari pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa penanggulangan berupa melaporkan tindak pidana perjudian yang meresahkan dan merugikan masyarakat kepada pihak yang berwajib, membantu pemerintah menerapkan larangan judi dilingkungan masyarakat, memasang sepanduk-sepanduk menentang perjudian, pemberian informasi telah terjadinya tindak pidana perjudian kepada pihak kepolisian, membentuk pos keamanan lingkungan.

3.4. Kasus Tindak Pidana Perjudian Perkara No.323/Pid.B/2010/PN.Sby.

Berdasarkan Surat Dakwaan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Surabaya tertanggal 28 Januari 2010, Nomor: REG.PERK,PDM: 14/Tg.Perak/01/2010. Maka Pengadilan Negeri Surabaya mengadili perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat pertama yang bersidang dengan Hakim Majelis menjatuhkan putusan atas Terdakwa Sali. Setelah membaca penetapan Ketua Pengadilan Negeri Surabaya No.323/Pid.B/2010/PN.Sby tertanggal 28 Januari 2010 tentang penunjukan Majelis Hakim untuk mengadili perkara ini.

Setelah membaca surat-surat dalam berks perkara yang bersangkutan; Setelah membaca dan mendengarkan pembacaan surat dakwaan Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Surabaya tertanggal 21 januari 2010, Nomor: REG.PERK.PDM: 14/Tg.Perak/01/2010;

Setelah mendengar keterangan saksi-saksi di bawah sumpah dan keterangan Terdakwa dipersidangan;


(1)

56

3.5. Analisa Kasus Tindak Pidana Pejudian Perkara

No.323/Pid.B/2010/PN.Sby.

Bahwa benar pada hari sabtu, tanggal 21 November 2009, pukul 13.00 WIB, bertempat di Jalan Lasem No. 43 Surabaya. Terdakwa Sali telah dengan sengaja atau member kesempatan untuk permainan judi dan menjadikan permainan judi sebagai mata pencahariannya.

Pada saat itu Terdakwa Sali telah ditangkap oleh Farechul dan Trio Siswantoro selaku anggota Polsek Krembangan Surabaya. Bersamaan dengan hasil penyidikan, ditemukan barang bukti berupa sebuah handphone merk Nokia type 1255, selembar kertas yang bertuliskan nomor tombokan yang dirampas untuk dimusnahkan, dan uang tunai sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu) dirampas untuk Negara.

Kasus tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh Terdakwa Sali terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan tindak pidana perjudian, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 303 ayat (1) ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana.

Majelis Hakim telah menjatuhkan sanksi pidana kepada Terdakwa Sali dengan pidana penjara selama empat (4) bulan. Menetapkan masa penangkapan dan atau penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan.

Jadi penerapan sanksi bagi Pelaku Tindak Pidana Perjudian menurut Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana kurang bisa memberi


(2)

57

efek jera. Penerapan sanksi Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 lebih tepat digunakan karena ancaman hukumannya yang lebih berat yaitu

(1) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari Hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan puluh ribu rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya sepuluh tahun atau denda sebanyak-banyaknya dua puluh lima juta rupiah.

(2) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (1) Kitab Undang- undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya satu bulan atau denda sebanyak-banyaknya empatribu lima ratus rupiah, menjadi hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya sepuluh juta rupiah.

(3) Merubah ancaman hukuman dalam Pasal 542 ayat (2) Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dari hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak-banyaknya tujuh ribu lima ratus rupiah menjadi hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya lima belas juta rupiah.

(4) Merubah sebutan Pasal 542 menjadi Pasal 303 bis.

Dalam setiap putusan Hakim untuk perkara Tindak Pidana Perjudian lebih tepat menggunakan Pasal 2 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Junto Pasal 303 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana.


(3)

BAB IV PENUTUP

4.1. Kesimpulan

a. Tindak Pidana Perjudian merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan, maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Ditinjau dari kepentingan nasional, penyelenggaraan perjudian mempunyai pengaruh yang negatif dan merugikan terhadap moral dan mental masyarakat, terutama terhadap generasi muda.

b. Perilaku berjudi memiliki banyak efek samping yang merugikan bagi si penjudi maupun keluarganya mungkin sudah sangat banyak disadari oleh para penjudi. Anehnya tetap saja mereka menjadi sulit untuk meninggalkan perilaku berjudi jika sudah terlanjur mencobanya.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi orang melakukan tindak pidana perjudian yaitu : faktor sosial dan ekonomi, faktor situasional, faktor belajar, faktor persepsi terhadap kemenangan, dan faktor persepsi terhadap keterampilan. Dan adapun bentuk-bentuk perjudian yang menjadikan judi menjadi suatu kejahatan dalam rumusan pasal 303 Kitab Undang-undang Hukum Pidana menyatakan bahwa Tindak Pidana Perjudian merupakan kejahatan.


(4)

59

4.2. Saran.

Berdasarkan dari kesimpulan diatas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian maka penulis memberikan saran, sebagai berikut :

1. Peran Aparat Keamanan dalam upaya penegakan hukum untuk memberantas tindak pidana perjudian, diperlukan kebijakan-kebijakan yang meliputi :

a. Tindakan pencegahan atau preventif. Tugas Aparat Keamanan yang bersifat preventif yaitu mengatur atau melakukan tindakan-tindakan yang berupa usaha-usaha, kegiatan, pekerjaan untuk tidak terganggunya ketertiban, ketenangan, dan ketentraman masyarakat. b. Tindakan represif. Tugas yang bersifat represif yaitu tugas-tugas

Aparat Keamanan yang berupa menindak terhadap pelanggar hukum untuk diproses peradilan sesuai dengan hukum yang berlaku.

2. Bukan hanya peran Aparat Keamanan dan Pemerintah saja yang memberantas tindak pidana perjudian, tetapi diharapkan kepada seluruh masyarakat untuk ikut serta dalam memberantas tindak pidana perjudian khususnya di Indonesia.

3. Diharapkan kepada kita sebagai lapisan masyarakat khususnya mahasiswa sebagai generasi muda untuk masa depan, lebih dapat menjunjung tinggi norma agama, moral, kesusilaan, dan hukum untuk kepentingan kesejahteraan Bangsa dan Negara.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Literatur :

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Adiya Bakti, Bandung, 2004

Adami Chazawi, Tindak Pidana Mengenai Kesopanan, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005

B. Simandjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, Tarsito, Bandung, 1980

Dali Mutiara, Tafsiran Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1962

G.W. Bawengan, Masalah Kejahatan dan Sebab Akibatnya, PT. Pradya Paramitha, Jakarta, 1977

I.C.T Simorangkir, Peladjaran Hukum Indonesia, Jakarta, Penerbit Gunung agung

Kartini Kartono, Patologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005 Martiman Prodjohamidjojo, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Pradnya

Paramita, Jakarta, 1997

Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka Cipta, Jakarta, 1993

Mulyana W. Kusumah, Kejahatan, Penjahat, dan reaksi sosial, Alumni, Bandung, 1983

Roeslan Saleh, Perbuatan Pidana dan Pertanggung Jawaban Pidana, Aksara Baru, Jakarta, 1981

Satjipto Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Sinar Baru, Bandung

Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali, Jakarta, 1986


(6)

Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta

Peraturan Perundang-undangan :

KUHAP, Penerbit Asa Mandiri, Jakarta, 2006

R. Sugandhi, KUHP dan penjelasannya, Usaha Nasional, Surabaya Undang-undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian

Lain-lain :

Bambang Sutiyoso, “Perjudian Dalam Perspektif Hukum”, www.google.com, 10 November 2010.

Himawan Dwiatmodjo, Upaya Hukum pidana, diakses dari www.google.com, pada 5 Juni 2011

Johanes Papu, Perilaku Berjudi, ht t p:/ / w w w .e-spikologi.com/ sosial/ 280602 , 1 Juni 2011.

Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995

Wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya Nelson Pasaribu, pada tanggal 20 Mei 2011.