POLIMORFISME GEN PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL | Setyawati | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 7931 26047 1 PB

(1)

36

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... POLIMORFISME GEN PADA PENDERITA ASMA BRONKIAL

Oleh drg. Tri Setyawati

Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Tadulako

Abstrak

Latar belakang. Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronis yang paling banyak terjadi pada anak-anak terutama di negara berkembang. Namun, kini asma menjadi masalah serius karena bisa terjadi pada semua umur. Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan terhadap peningkatan prevalensi asma. Beberapa regio pada kromosom yang mengandung gen-gen terkait asma telah diidentifikasi dan beberapa gen perannya telah diketahui.

Identifikasi genetik pada penderita asma sangat penting untuk memahami patogenesis penyakit asma,

Mereview berbagai penelitian ilmiah dan artikel mengenai penyakit asma bronkial pada anak-anak dan polimorfismenya. Pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci spesifik melalui pubmed NCBI, dan google scholar.

Beberapa gen yang telah berhasil diidentifikasi antara lain kromosom 17Q21, kromosom 5, kromosom 6, kromosom 7, kromosom 11q, kromosom 12, dan kromosom 13q14. Hal ini menjadi kajian baru dalam hal penanganan dengan pendekatan genetika dan biomolekuler dengan memperhatikan skrining genom polimorfisme asma bronkial pada anak.


(2)

37

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... A. PENDAHULUAN

Asma merupakan penyakit saluran pernafasan kronis yang paling banyak terjadi pada anak-anak terutama di negara berkembang. Namun, kini asma menjadi masalah serius karena bisa terjadi pada semua umur. Asma termasuk penyakit epidemik, karena menyerang lebih dari 155 juta orang di dunia. 1:7 anak di United Kingdom menderita asma. Prevalensinya meningkat sejak pertengahan abad ke 20. Asma merupakan kombinasi antara faktor genetik dan lingkungan. penelitian beberapa kandidat gen telah dilakukan. Namun meskipun perkembangan penelitian genetika penyakit asma sangat pesat, namun tidak semua gen teridentifikasi dan diketahui mekanismenya secara pasti.

Patofisiologi Asma diawali ketika ada suatu alergen seperti HDM yang merangsang pelepasan mediator inflamasi yang kemudian mengaktifasi sel imun di sel target di saluran nafas, yang kemudian menimbulkan bermacam-macam efek seperti bronkokonstriksi, hipersekresi mukus, dan stimulasi refleks saraf. Pada asma terjadi mekanisme hiperresponsif bronkus dan inflamasi, kerusakan sel epitel, kebocoran mikrovaskuler dan kerusakan saraf. Hiperresponsif bronkus merupakan respon bronkus yang berlebihan berupa penyempitan bronkus akibat suatu rangsangan. Limfosit t memiliki peran penting dalam patogenesis asma, karena adanya suatu alergen akan

melalui dendrit kemudian dipresentesaikan ke sel T berikatan dengan reseptor sel T (TCR) CD4 dan CD8 yang kemudian melepaskan mediator inflamasi seperti 2, 3, 4, IL-13, TNF-α, dan TGF- .

Aspek genetik berperan dalam patofisiologi alergi dan asma. Identifikasi genetik pada penderita asma sangat penting untuk memahami patogenesis penyakit asma, menentukan diagnosis dan terapi. Sejumlah regio pada kromosom yang mengandung gen-gen terkait asma telah diidentifikasi dan beberapa gen perannya telah diketahui. Menurut Li, dkk dikutip dari Ober and Hoffjan, 2006, terdapat lebih dari 100 gen terkait dengan asma, namun hanya beberapa saja yang berhasil diidentifikasi dan jelas patofisiologinya. Beberapa lokus gen kandidat terkait asma dengan fenotipnya masing-masing dapat dijelaskan lebih terperinci pada skrining genom beberapa kromosom terutama kromosom 4,5, 6, 7, 11, 12, 13, 16 dan 17 terutama pada lengan panjang (q), meskipun ada beberapa pada lengan pendek seperti kromosom 6.

B. Bahan dan Metode

Berbagai literatur tentang gen yang mengalami polimorfisme terkait asma bronkial pada anak-anak. Tinjauan dilakukan secara sistematis dengan mereview berbagai penelitian ilmiah dan artikel tentang skrining genom terkait asma bronkial, apa saja yang dipengaruhi dan tanda-tanda untuk setiap


(3)

38

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme gen asma bronkial tersebut.

Pencarian dilakukan dengan menggunakan kata kunci spesifik polimorfisme asma-bronkial, melalui pencarian elektronik PubMed, NCBI, dan googler scholar.

C. Hasil

Skrining genom pertama merupakan rangkaian kuantitatif untuk mendeteksi faktor resiko asma yang secara signifikan diidentifikasi pada kromosom-kromosom: 4q, 6 (dekat major histocompability complex (MHC)), 7, 11q (mengandung FcRI- ), 1γq, 16 dan 17. Jadi, polimorfisme pada kromosom tersebut berhubungan dengan resiko asma dimana bisa terjadi peningkatan resiko asma, atau tidak berhubungan dan bahkan polimorfisme beberapa kromosom seperti kromosom 17 yang sebagian SNP justru menyebabkan penurunan resiko asma.

Beberapa Skrining ini dilakukan pada famili Huttirite, US, ditemukan ada keterkaitan gen pada lokus kromosom 5q, 12q, 19q dan 21q dengan asma. Skrining famili di Jerman juga mengidentifikasi adanya keterkaitan asma pada kromosom 2q (dekat interleukin-1), 6p (dekat MHC), 9 dan 12q. Sebuah skrining genom yang bertanggung jawab untuk alergen HDM (house dust mite/tungau debu rumah) yang diduga ditemukan pada kromosom 2q, 6p (dekat MHC) dan 13 q.

Skrining genom pada keluarga di Amerika pada 3 kelompok ras ditemukan adanya hubungan yang lemah antara asma dengan lokus gen pada kromosom 2q, 5q, 6p ,

12q, 13q, dan 14q. Skrining genom dua tahap pada keluarga Prancis ditemukan adanya keterkaitan antara lokus gen pada kromosom 1p,12q, dan 17q dengan resiko asma. Li,dkk meneliti pada populasi China, meenemukan bahwa gen-gen yang berlokus pada kromosom 17q21 seperti Orosomucoid-1(ORM1), ORM1-like 3 (ORMDL3) dan gasdermin like (GDSML) berhubungan dengan penyakit asma.

Berikut ini skrining pada beberapa kromosom yang berhubungan dengan asma dan polimorfismenya:

1. KROMOSOM 17Q21

Li, dkk (2012), melakukan penelitian pada populasi Cina, untuk menjelaskan hubungan polimrofisme pada lokus gen pada kromosom 17q21 dengan risiko penyakit asma. Ditemukan bahwa ada 6 lokus SNP pada kromosom 17q21. Dari 6 marker SNP tersebut, ada 2 polimorfisme yang berhubungan dengan resiko penyakit asma yaitu rs8067738 dan rs2305480. 1 lokus, rs8069176 menunjukkan hubungan yang lemah dengan penyakit asma. dan ketiga SNP (single nukleotide polymorphism) yang lain yaitu rs4795400, rs12603332, dan rs11650680 tidak menunjukkan hubungan dengan asma. Pada SNP rs2305480, genotip CT dan TT memiliki faktor resiko terkena penyakit asma lebih tinggi dibanding genotip CC. Kemudian untuk SNP rs8067738, genotip GG (carier asma) memiliki resiko terkena asma lebih tinggi dibanding genotip AA dan AG. SNP


(4)

39

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... rs8069176 dengan genotip AA ternyata dapat

menurunkan resiko terkena asma secara signifikan. Sedangkan 3 SNP lain yaitu rs4795400, rs12603332, dan rs11650680 tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan resiko terkena asma.

2. KROMOSOM 5

Kromosom 5q31 diteliti pada beberapa kelompok yang dilanjutkan dengan observasi original pada linkage genetic (hubungan genetik) pada total IgE serum pada keturunan suku Amish dan konformasi terkait regio yang sama. Regio ini memiliki hubungan dengan kadar eosinofil dan resistensi schistosomiasis. Regio pada kromosom ini mengandung beberapa gen yang memodulasi respon atopik, termasuk IL-4. IL-13, IL-5, CD4 dan faktor stimulasi koloni makrofag granulosit (Granulocyte macrofag-colony stimulating factor).

Makrofag banyak terdapat di saluran nafas diaktifasi oleh antigen yang masuk dan juga oleh IgE. Makrofag melepaskan mediator inflamasi seperti tromboksan A2, Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF). Pelepasan mediator inflamasi makrofag dapat dihentikan dengan pemberian terapi steroid tapi tidak dengan beta-2-agonis.

Manusia memperlihatkan adanya respon imun seluler dan humoral, yang dihubungkan dengan peran sitokin pada sel T-helper (Ths). Ths diklasifikasikan menjadi Th1 dan Th2. Th2 ditandai dengan sekresi 4,

IL-13, dan IL-5 dalam jumlah tinggi sebagai respon imun terhadap antigen yang masuk.

Sejumlah polimorfisme telah diidentifikasi pada IL-13 dan secara meyakinkan dihubungkan dengan variasi pada kadar IgE pada sampel populasi yang cukup besar. IL-13 meningkatkan sekresi mukus bronkial dan meningkatkan produksi IgE. Variasi kadar IgE dihubungkan dengan polimorfisme kromosom 5 sekitar 1%-2% .

Penelitian menunjukkan bahwa polimorfisme pada IL-4 lebih berat fenotipnya dibanding IL-13. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Yang,dkk (2011) tentang polimorfisme TGF1- , IL-4 dan IL-13 dengan resiko asma pada populasi Cina.

Tumor Growth Factor 1 (TGF1- ) merupakan sitokin multifungsional yang mempengaruhi asma dengan memodulasi alergi inflamasi jalan nafas dan perbaikan jaringan jalan nafas. IL-4 dan IL-13 seperti dijelaskan merupakan sitokin regulator imun yang diproduksi melalui aktivasi sel T helper yang kemudian mengaktifkan sel B dan produk yang dihasilkan adalah imunoglobulin E.

Penelitian Yang (2011), ditemukan bahwa polimorfisme pada gen TGF- 1, genotip CT rs1800469 menurunkan resiko asma secara signifikan (OR=0,56, CI 95%=0,35-0,9, P=0,016). Dan SNP TGF- 1 pada genotip GA rs2241712 menunjukkan resiko tinggi terhadap asma. Kemudian


(5)

40

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme gen IL-13, genotip TT

menunjukkan peningkatan resiko terhadap asma. Alel T rs20541 berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan resiko asma. hasil ini sama dengan yang ditemukan di India dan Meksiko. Polimorfisme gen IL-4 menunjukkan bahwa SNP pada rs2070874 tidak ditemukan adanya hubungan dengan resiko asma. Ini berarti bahwa polimorfisme pada iL-4 tidak meningkatkan resiko penyakit asma pada seseorang.

CD14 ditemukan pada pemukaan monosit dan makrofag sebagai bentuk yang larut. CD14 berperan sebagai ligan berafinitas tinggi untuk LPS bakteri dan memulai respon imun innate nonspesifik terhadap infeksi bakteri. Polimorfisme pada daerah hulu (upstream) dari daerah awal transkripsi untuk CD14 dihubungkan dengan tingginya kadar CD14 dan rendahnya kadar IgE. Prevalensi asma berkorelasi terbalik dengan gaya hidup dan lingkungan yang tinggi LPS sehingga disarankan bahwa interaksi CD14 dan LPS dapat melindungi dari serangan alergi.

3. KROMOSOM 6 dan KROMOSOM 7 Regio MHC pada kromosom 6 menunjukkan adanya keterkaitan dengan fenotip asma pada beberapa penelitian. Kemungkinan perlunya pertimbangan bahwa lokus utama mempengaruhi penyakit-penyakit alergi. Dimana MHC mengandung beberapa molekul yang terlibat dalam respon imun innate (bawaan) dan spesifik (didapat). Pada waktu yang sama, fenotip asma sangat

kompleks, mengadung komponen-komponen alergi dan inflamatori. Sebuah investigasi pada efek MHC terhadap asma dan fenotip yang muncul, mulai banyak dilakukan. Gen MHC klas II dapat mempengaruhi pengenalan terutama respon terhadap alergen. Peran IgE pada kromosm 7 sangat besar dan relevansinya dengan penyakit klinis. Selain pada kromosom 7, IgE dengan melibatkan sel T reseptor juga ditemukan pada kromosom 14q.

MHC klas I berperan penting pada respon atopik, tapi belum diinvestigasi secara pasti. Sama dengan komplemen klas III, yang mengandung polimorfisme berhubungan dengan inflamasi atau penyakit umun tetap juga belum diujikan pada penderita asma. Gen MHC nonklas juga berdampak pada asma melalui jalur non alergik. Polimorfisme sebgai kontrol elemen sitokin inflamasi dan reseptornya penting dalam mekanisme fleksibilitas imunoregulatori. Tumor nekrosis faktor sebagai sitokin inflamasi poten ditemukan berlebihan pada jalan nafas. Polimorfisme kompleks TNF dihubungkan dengan variasi pada ekspresi TNF-alfa dan dengan adanya asma.

Penelitian terkait peran kromosom 7 terhadap resiko asma dilakukan oleh Wei, dkk (2012), untuk melihat hubungan antara polimorfisme gen PAI (plasminogen activator inhibitor) yang berlokasi di kromosom 7 dengan peningkatan resiko asma. Hasilnya menunjukkan bahwa genotip 4G/5G menunjukkan resiko asma lebih tinggi. Jadi


(6)

41

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme pada promoter gen PAI -657

4G/5G meningkatkan resiko penyakit asma pada seseorang. Cho, dkk menemukan bahwa polimorfisme gen PAI ini meningkatkan resiko asma pada anak-anak.

4. KROMOSOM 11q

Hubungan Atopi pada polimorfisme VNTR (variable number tandem repeat) pada kromosom 11q13 pertama dilaporkan pada tahun 1989 dan pertamakali diperdebatkan. Ranta beta dari reseptor berafinitas tinggi untuk IgE (FceRI-beta) berlokasi pada kromosom ini. reseptor FceRI-B berperan sebagai pemicu alergi pada sel mast dan sel tipe yang lain, dan berperan sentral pada respon alergi. Rantai beta tidak esesnsial untuk fungsi FceRI tapi keduanya eksresi permukaan stabil dari reseptor dan sebagai amplifikasi elemen didalamnya. Beberapa variasi pada tingkat ekspresi rantai beta dapat memodifikasi fungsi reseptor.

Polimorfisme FceRI-beta dihubungkan dengan atopi, asma, hiperresponsif bronkial dan dermatitis atopi yang parah. Polimorfisme pada gen ini juga dihubungkan dengan kadar IgE pada infeski parasit berat suku Aborigin Australia, untuk melindungi dari cacing.

Perubahan pada regio pengkode (coding region) telah diidentifikasi pada FCER-1beta, namun belum terlihat adanya kemampuan mengubah fungsi gen. Polimorfisme pada gen FCER -1beta pada nukleotida 109 dengan genotip CT memiliki

resiko penyakit asma yang parah pasien dewasa di populasi Uzbekistan. Polimorfisme Ile 181 Leu diidentifikasi oleh Shirakawa,et al, ditemukan ada hubungannnya dengan asma di kuawait Arab dan kulit hitam Afrika Selatan. Variasi pada gen ini menyebabkan efek gen ini pada pasien dengan asma namun belum sepenuhnya diidentifikasi.

5. KROMOSOM 12

Telah Diijelaskan sebelumnya bahwa keterkaitan genetik dari asma dengan kromosom 12q dilanjutkan dengan penelitian pada lokus tunggalnya dan mellalui beberapa skrining genom keseluruhan. Sebagai tambahan, skrining genom pada model tikus yang asma ditemukan keterkaitan hiperresponsif bronkial pada kromosom 10 tikus homolog dan pada kromosom 12q manusia. Interferon gama tidak berhubungan dengan kromosm ini.

6. KROMOSOM 13q14

Selain kromosom 7, keterkaitan total IgE serum pada polimorfisme protein esterase D juga ditemukan pada kromosm 13q14. Ini dilaporkan pada tahun 1985. Keterkaitan kromosom 13q dengan atopi dijelaskan melalui scaning genom dan melalui penelitian lokus tunggal pada keluarga jepang. Beberapa penelitian potensial mengidentifikasi keterkaitan tidak seimbang (LD) antara penyakit dan D13S153. Dua tahap skrining pada Suku Hutterite dari US ditemukan adanya keterkaitan antara asma pada kromosm 13q21.3 pada keluarga tahap pertama tapi


(7)

42

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... tidak pada keluarga tahap kedua. Keterkaitan

kromosom 13q14 pada alergi HDM pada anak-anak dengan asma juga diobservasi pada anak dengan dermatitis atopik.

Hasilnya menunjukkan bahwa kromosom 13q14 juga mengandung lokus atopi mayor. Rendahnya kadar IgA serum terjadi dengan frekuensi lebih banyak pada anak atopi dibanding pada anak yang sehat. Dan defisiensi IgA saliva juga lebih banyak terjadi pada bayi dengan orang tua atopi. Produksi imunoglobulin A ini terjadi dibawah pengaruh gen yang dipetakan pada kromosom 13q14. Gen ini mengkode komponen regulatori sistem imun humoraldan mempengaruhi kadar IgA serta status atopi dengan mempengaruhi kemampuan mukosa merespon adanya alergen. Kromosom 4, 16, 19, belum diungkapkan secara rinci namun dari literatur dikatakan kromosom tersebut berhubungan dengan asma karena juga bertanggungjawab terhadap respon imun, karena mempengaruhi fungsi MHC dan FCER1B yang terkait dengan inflamasi. D. Diskusi dan Pembahasan

Penelitian menunjukkan bahwa polimorfisme gen tertentu pada orang obesitas meningkatkan resiko asma lebih tinggi dibanding orang obes yang tidak memiliki polimorfisme tersebut. Beberapa penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara kondisi tertentu pada seseorang misalnya obesitas dengan asma.Hal ini disebabkan bahwa ternyata adipokin yang

disekresi oleh jaringan adiposa mempunyai efek proinflamator dan dapat memodulasi respon imun sel T berupa sel T helper 2. Orang dengan polimorfisme pada gen INSIG2 (inflamasi induced gene 2) rs7566605 memiliki BMI yang lebih tinggi dibanding orang tanpa polimorfisme gen ini. Ternyata bahwa orang dengan BMI yang lebih dari normal dan orang dengan resistensi insulin memiliki resiko asma secara signifikan dibanding orang normal.4

Polimorfisme berbagai Variasi

genetik terkait obseitas seperti gen β

-adrenergik Receptor (ADRBβ), γ-adrenergik

receptor (ADRB3), dan proliferator peroksisom activator gamma (PPAR ) berperan penting sebagai faktor resiko asma. Dari penelitian yang dilakukan Su Ming, dkk (2012), menunjukkan bahwa polimorfisme

INSIGβ, ADRBβ, ADRBγ, PPAR ,

meningkatkan resiko penyakit asma.

Polimorfisme gen ppar rs1801β8β pada

kromosom 3p25 genotip C/G, polimorfisme ADRB2 rs10427135 kromosom 5q31-q32 genotip A/G, polimorfisme ADRB3 rs4994 kromosom 8p21 genotip C/T, memiliki resiko terkena penyakit asma. Namun yang paling signifikan adalah resiko penyakit asma pada polimorfisme gen ADRB2.

Selain kegemukan, peningkatan reaktan oksidasi (ROS) juga meningkatkan resiko asma. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa peningkatn ROS berhubungan dengan peningkatan resiko asma.


(8)

43

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... untuk menangkal radikal bebas ini maka peran

enzim Gluthatione Transferase (GsTs) sangat penting. enzim ini diatur oleh gen GSTP1. Polimorfisme terkait gen ini belum ditemukan, namun peran enzim ini sangat penting untuk menurunkan resiko asma.

Mekanisme adrenergik meliputi sistem saraf simpatis, katekolamin yang beredar dalam darah, reseptor alfa adrenergik, dan reseptor beta adrenergik. Pemberian obat agonis adrenergik memperlihatkan gejala perbaikan penderita asma. saraf adrenergik tidak mengendalikan otot polos saluran nafas secara langsung, tapi melalui katekolamin yang beredar dalam darah. Berbagai variasi pada sekuens poly-C γ’-UTR (Untranslated Region) pada gen ADRB2 memberkan respon yang berbeda-beda terhadap β-agonist seperti dengan pemberian terapi kombinasi Inhalated Corticosteroids/Long-Acting Beta-Adrenergic Agonist (ICS/LABA).

Ambrosse,dkk (2012) melakukan penelitian apakah ada hubungan polimorfisme pada gen ADRB2 dengan tingkat keparahan

asma dan responnya terhadap terapi β -agonist. pasien dengan poli C memiliki resiko mengalami serangan asma yang parah sekitar 5% sampai 9%. Sehingga perlu diberikan terapi kombinasi agonist B2 (LABA) dengan ICS. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Ambrosse, tidak ditemukan efek yang signifikan pemberian terapi kombinasi ICS/LABA pada pasien dengan polimorfisme gen ADRB2.

Keterkaitan genetik dan hubungan dengan atopi pada kedua lokus ditentukan oleh efek maternal yang kuat dengan keterkaitan awal dan transmisi alel maternal pada anak-anak yang terserang. efek maternal dikenali pada gangguan alergi dan asma, eksim, peningkatan konsentrasi IgE serum, tes kulit dengan jarum (skin prick test) positif pada anak-anak dengan peningkatan prevalensi asma atau atopi pada ibu. Transmisi awal atau linkage ke alel dari sisi paternal atau maternal diobservasi pada lokus lain yang mempengaruhi penyakit alergi termasuk identifikasi kromosom 13 dan 16.

E. Kesimpulan dan Saran

Beberapa gen pada lokus tertentu kromosom memiliki resiko tinggi terhadap asma. Gen Kromosom yang memiliki gen dengan polimorfisme adalah kromosom 5, 6, 7, 11, 12, 13, 17. Obesitas juga diketahui memiliki hubungan dengan tingkat kejadian asma pada anak-anak. Gen maternal juga berperan penting dalam mewariskan kelainan ini pada anak-anak mereka. Oleh karena itu perlu kajian lebih lanjut tentang apakah polimorfisme gen yang terkait obesitas juga berkaitan dengan adanya polimorfisme gen terkait asma bronkial.


(9)

44

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... F. DAFTAR PUSTAKA

1. Ambrosse HJ, et al. β01β. Effect of β -Adrenergik Receptor Gene (ADRB2) γ’-Untranslated Region Polymorphism on Inhaled Corticosteroids/Long-acting Beta2-Adrenergik Agonist Response. Respiratory Research. Vol. 13 (37): 1-20.

2. Cookson WOC. 2002. Asthma Genetics. American College of Chest Physicians. Vol. 121: 7-13.

3. Lee SH, Park JS, and Park CS. 2011. The Search for Genetic Variants and Epigenetics related to Asthma. The Korean Academy of Pediatric Allergi Asthma immunol Res. Volume 3 (4): 236-244.

4. Li FX, Tan SY, Yang XX, Wu YS, Wu D, and Li M. 2012. Genetic Variants on 17q21 are Associated with Asthma in Han Chinese Population. Genetic and Molecular Research. Volume 11 (1): 340-347.

5. Nie W, Li B, and Xiu Q. 2012. The -675 4G/5G Polymorphism in Plasminogen Activator Inhibitor-1 gene is Associated with Risk of

Aasthma: A Meta-analysis. PlosOne. volume 7 (3): 1-5.

6. Yang XX, Li FX, Wu YS, Wu D, Tan YJ, and Lim. 2011. Association of TGF- 1, il-4, and IL-13 gene Polymorphism With Asthma in A Chinese Population. Asian Pac. J. Allergy Immunol. Vol. 29 : 273-7.

7. Wei, S.M., et al. 2012. Gene-gene and Gene Environmental Interaction of Chilhood Asthma: A Multifactor Dimension Reduction Approach. PlosOne. Volume 7 (2): 1-9.


(1)

39

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... rs8069176 dengan genotip AA ternyata dapat

menurunkan resiko terkena asma secara signifikan. Sedangkan 3 SNP lain yaitu rs4795400, rs12603332, dan rs11650680 tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan resiko terkena asma.

2. KROMOSOM 5

Kromosom 5q31 diteliti pada beberapa kelompok yang dilanjutkan dengan observasi original pada linkage genetic (hubungan genetik) pada total IgE serum pada keturunan suku Amish dan konformasi terkait regio yang sama. Regio ini memiliki hubungan dengan kadar eosinofil dan resistensi schistosomiasis. Regio pada kromosom ini mengandung beberapa gen yang memodulasi respon atopik, termasuk IL-4. IL-13, IL-5, CD4 dan faktor stimulasi koloni makrofag granulosit (Granulocyte macrofag-colony stimulating factor).

Makrofag banyak terdapat di saluran nafas diaktifasi oleh antigen yang masuk dan juga oleh IgE. Makrofag melepaskan mediator inflamasi seperti tromboksan A2, Interleukin-1 (IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF). Pelepasan mediator inflamasi makrofag dapat dihentikan dengan pemberian terapi steroid tapi tidak dengan beta-2-agonis.

Manusia memperlihatkan adanya respon imun seluler dan humoral, yang dihubungkan dengan peran sitokin pada sel T-helper (Ths). Ths diklasifikasikan menjadi Th1 dan Th2. Th2 ditandai dengan sekresi 4,

IL-13, dan IL-5 dalam jumlah tinggi sebagai respon imun terhadap antigen yang masuk.

Sejumlah polimorfisme telah diidentifikasi pada IL-13 dan secara meyakinkan dihubungkan dengan variasi pada kadar IgE pada sampel populasi yang cukup besar. IL-13 meningkatkan sekresi mukus bronkial dan meningkatkan produksi IgE. Variasi kadar IgE dihubungkan dengan polimorfisme kromosom 5 sekitar 1%-2% .

Penelitian menunjukkan bahwa polimorfisme pada IL-4 lebih berat fenotipnya dibanding IL-13. Hal ini didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Yang,dkk (2011) tentang polimorfisme TGF1- , IL-4 dan IL-13 dengan resiko asma pada populasi Cina.

Tumor Growth Factor 1 (TGF1- )

merupakan sitokin multifungsional yang mempengaruhi asma dengan memodulasi alergi inflamasi jalan nafas dan perbaikan jaringan jalan nafas. IL-4 dan IL-13 seperti dijelaskan merupakan sitokin regulator imun yang diproduksi melalui aktivasi sel T helper yang kemudian mengaktifkan sel B dan produk yang dihasilkan adalah imunoglobulin E.

Penelitian Yang (2011), ditemukan bahwa polimorfisme pada gen TGF- 1, genotip CT rs1800469 menurunkan resiko asma secara signifikan (OR=0,56, CI 95%=0,35-0,9, P=0,016). Dan SNP TGF- 1 pada genotip GA rs2241712 menunjukkan resiko tinggi terhadap asma. Kemudian


(2)

40

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme gen IL-13, genotip TT

menunjukkan peningkatan resiko terhadap asma. Alel T rs20541 berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan resiko asma. hasil ini sama dengan yang ditemukan di India dan Meksiko. Polimorfisme gen IL-4 menunjukkan bahwa SNP pada rs2070874 tidak ditemukan adanya hubungan dengan resiko asma. Ini berarti bahwa polimorfisme pada iL-4 tidak meningkatkan resiko penyakit asma pada seseorang.

CD14 ditemukan pada pemukaan monosit dan makrofag sebagai bentuk yang larut. CD14 berperan sebagai ligan berafinitas tinggi untuk LPS bakteri dan memulai respon imun innate nonspesifik terhadap infeksi bakteri. Polimorfisme pada daerah hulu (upstream) dari daerah awal transkripsi untuk CD14 dihubungkan dengan tingginya kadar CD14 dan rendahnya kadar IgE. Prevalensi asma berkorelasi terbalik dengan gaya hidup dan lingkungan yang tinggi LPS sehingga disarankan bahwa interaksi CD14 dan LPS dapat melindungi dari serangan alergi.

3. KROMOSOM 6 dan KROMOSOM 7 Regio MHC pada kromosom 6 menunjukkan adanya keterkaitan dengan fenotip asma pada beberapa penelitian. Kemungkinan perlunya pertimbangan bahwa lokus utama mempengaruhi penyakit-penyakit alergi. Dimana MHC mengandung beberapa molekul yang terlibat dalam respon imun innate (bawaan) dan spesifik (didapat). Pada waktu yang sama, fenotip asma sangat

kompleks, mengadung komponen-komponen alergi dan inflamatori. Sebuah investigasi pada efek MHC terhadap asma dan fenotip yang muncul, mulai banyak dilakukan. Gen MHC klas II dapat mempengaruhi pengenalan terutama respon terhadap alergen. Peran IgE pada kromosm 7 sangat besar dan relevansinya dengan penyakit klinis. Selain pada kromosom 7, IgE dengan melibatkan sel T reseptor juga ditemukan pada kromosom 14q.

MHC klas I berperan penting pada respon atopik, tapi belum diinvestigasi secara pasti. Sama dengan komplemen klas III, yang mengandung polimorfisme berhubungan dengan inflamasi atau penyakit umun tetap juga belum diujikan pada penderita asma. Gen MHC nonklas juga berdampak pada asma melalui jalur non alergik. Polimorfisme sebgai kontrol elemen sitokin inflamasi dan reseptornya penting dalam mekanisme fleksibilitas imunoregulatori. Tumor nekrosis faktor sebagai sitokin inflamasi poten ditemukan berlebihan pada jalan nafas. Polimorfisme kompleks TNF dihubungkan dengan variasi pada ekspresi TNF-alfa dan dengan adanya asma.

Penelitian terkait peran kromosom 7 terhadap resiko asma dilakukan oleh Wei, dkk (2012), untuk melihat hubungan antara polimorfisme gen PAI (plasminogen activator inhibitor) yang berlokasi di kromosom 7 dengan peningkatan resiko asma. Hasilnya menunjukkan bahwa genotip 4G/5G menunjukkan resiko asma lebih tinggi. Jadi


(3)

41

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... polimorfisme pada promoter gen PAI -657

4G/5G meningkatkan resiko penyakit asma pada seseorang. Cho, dkk menemukan bahwa polimorfisme gen PAI ini meningkatkan resiko asma pada anak-anak.

4. KROMOSOM 11q

Hubungan Atopi pada polimorfisme VNTR (variable number tandem repeat) pada kromosom 11q13 pertama dilaporkan pada tahun 1989 dan pertamakali diperdebatkan. Ranta beta dari reseptor berafinitas tinggi untuk IgE (FceRI-beta) berlokasi pada kromosom ini. reseptor FceRI-B berperan sebagai pemicu alergi pada sel mast dan sel tipe yang lain, dan berperan sentral pada respon alergi. Rantai beta tidak esesnsial untuk fungsi FceRI tapi keduanya eksresi permukaan stabil dari reseptor dan sebagai amplifikasi elemen didalamnya. Beberapa variasi pada tingkat ekspresi rantai beta dapat memodifikasi fungsi reseptor.

Polimorfisme FceRI-beta dihubungkan dengan atopi, asma, hiperresponsif bronkial dan dermatitis atopi yang parah. Polimorfisme pada gen ini juga dihubungkan dengan kadar IgE pada infeski parasit berat suku Aborigin Australia, untuk melindungi dari cacing.

Perubahan pada regio pengkode (coding region) telah diidentifikasi pada FCER-1beta, namun belum terlihat adanya kemampuan mengubah fungsi gen. Polimorfisme pada gen FCER -1beta pada nukleotida 109 dengan genotip CT memiliki

resiko penyakit asma yang parah pasien dewasa di populasi Uzbekistan. Polimorfisme Ile 181 Leu diidentifikasi oleh Shirakawa,et al, ditemukan ada hubungannnya dengan asma di kuawait Arab dan kulit hitam Afrika Selatan. Variasi pada gen ini menyebabkan efek gen ini pada pasien dengan asma namun belum sepenuhnya diidentifikasi.

5. KROMOSOM 12

Telah Diijelaskan sebelumnya bahwa keterkaitan genetik dari asma dengan kromosom 12q dilanjutkan dengan penelitian pada lokus tunggalnya dan mellalui beberapa skrining genom keseluruhan. Sebagai tambahan, skrining genom pada model tikus yang asma ditemukan keterkaitan hiperresponsif bronkial pada kromosom 10 tikus homolog dan pada kromosom 12q manusia. Interferon gama tidak berhubungan dengan kromosm ini.

6. KROMOSOM 13q14

Selain kromosom 7, keterkaitan total IgE serum pada polimorfisme protein esterase D juga ditemukan pada kromosm 13q14. Ini dilaporkan pada tahun 1985. Keterkaitan kromosom 13q dengan atopi dijelaskan melalui scaning genom dan melalui penelitian lokus tunggal pada keluarga jepang. Beberapa penelitian potensial mengidentifikasi keterkaitan tidak seimbang (LD) antara penyakit dan D13S153. Dua tahap skrining pada Suku Hutterite dari US ditemukan adanya keterkaitan antara asma pada kromosm 13q21.3 pada keluarga tahap pertama tapi


(4)

42

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... tidak pada keluarga tahap kedua. Keterkaitan

kromosom 13q14 pada alergi HDM pada anak-anak dengan asma juga diobservasi pada anak dengan dermatitis atopik.

Hasilnya menunjukkan bahwa kromosom 13q14 juga mengandung lokus atopi mayor. Rendahnya kadar IgA serum terjadi dengan frekuensi lebih banyak pada anak atopi dibanding pada anak yang sehat. Dan defisiensi IgA saliva juga lebih banyak terjadi pada bayi dengan orang tua atopi. Produksi imunoglobulin A ini terjadi dibawah pengaruh gen yang dipetakan pada kromosom 13q14. Gen ini mengkode komponen regulatori sistem imun humoraldan mempengaruhi kadar IgA serta status atopi dengan mempengaruhi kemampuan mukosa merespon adanya alergen. Kromosom 4, 16, 19, belum diungkapkan secara rinci namun dari literatur dikatakan kromosom tersebut berhubungan dengan asma karena juga bertanggungjawab terhadap respon imun, karena mempengaruhi fungsi MHC dan FCER1B yang terkait dengan inflamasi. D. Diskusi dan Pembahasan

Penelitian menunjukkan bahwa polimorfisme gen tertentu pada orang obesitas meningkatkan resiko asma lebih tinggi dibanding orang obes yang tidak memiliki polimorfisme tersebut. Beberapa penelitian dilakukan untuk melihat bagaimana hubungan antara kondisi tertentu pada seseorang misalnya obesitas dengan asma.Hal ini disebabkan bahwa ternyata adipokin yang

disekresi oleh jaringan adiposa mempunyai efek proinflamator dan dapat memodulasi respon imun sel T berupa sel T helper 2. Orang dengan polimorfisme pada gen INSIG2 (inflamasi induced gene 2) rs7566605 memiliki BMI yang lebih tinggi dibanding orang tanpa polimorfisme gen ini. Ternyata bahwa orang dengan BMI yang lebih dari normal dan orang dengan resistensi insulin memiliki resiko asma secara signifikan dibanding orang normal.4

Polimorfisme berbagai Variasi

genetik terkait obseitas seperti gen β

-adrenergik Receptor (ADRBβ), γ-adrenergik

receptor (ADRB3), dan proliferator

peroksisom activator gamma (PPAR ) berperan penting sebagai faktor resiko asma. Dari penelitian yang dilakukan Su Ming, dkk (2012), menunjukkan bahwa polimorfisme

INSIGβ, ADRBβ, ADRBγ, PPAR ,

meningkatkan resiko penyakit asma.

Polimorfisme gen ppar rs1801β8β pada

kromosom 3p25 genotip C/G, polimorfisme ADRB2 rs10427135 kromosom 5q31-q32 genotip A/G, polimorfisme ADRB3 rs4994 kromosom 8p21 genotip C/T, memiliki resiko terkena penyakit asma. Namun yang paling signifikan adalah resiko penyakit asma pada polimorfisme gen ADRB2.

Selain kegemukan, peningkatan reaktan oksidasi (ROS) juga meningkatkan resiko asma. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa peningkatn ROS berhubungan dengan peningkatan resiko asma.


(5)

43

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... untuk menangkal radikal bebas ini maka peran

enzim Gluthatione Transferase (GsTs) sangat penting. enzim ini diatur oleh gen GSTP1. Polimorfisme terkait gen ini belum ditemukan, namun peran enzim ini sangat penting untuk menurunkan resiko asma.

Mekanisme adrenergik meliputi sistem saraf simpatis, katekolamin yang beredar dalam darah, reseptor alfa adrenergik, dan reseptor beta adrenergik. Pemberian obat agonis adrenergik memperlihatkan gejala perbaikan penderita asma. saraf adrenergik tidak mengendalikan otot polos saluran nafas secara langsung, tapi melalui katekolamin yang beredar dalam darah. Berbagai variasi pada sekuens poly-C γ’-UTR (Untranslated Region) pada gen ADRB2 memberkan respon yang berbeda-beda terhadap β-agonist seperti dengan pemberian terapi kombinasi Inhalated Corticosteroids/Long-Acting Beta-Adrenergic Agonist (ICS/LABA).

Ambrosse,dkk (2012) melakukan penelitian apakah ada hubungan polimorfisme pada gen ADRB2 dengan tingkat keparahan

asma dan responnya terhadap terapi β -agonist. pasien dengan poli C memiliki resiko mengalami serangan asma yang parah sekitar 5% sampai 9%. Sehingga perlu diberikan terapi kombinasi agonist B2 (LABA) dengan ICS. Namun dari penelitian yang dilakukan oleh Ambrosse, tidak ditemukan efek yang signifikan pemberian terapi kombinasi ICS/LABA pada pasien dengan polimorfisme gen ADRB2.

Keterkaitan genetik dan hubungan dengan atopi pada kedua lokus ditentukan oleh efek maternal yang kuat dengan keterkaitan awal dan transmisi alel maternal pada anak-anak yang terserang. efek maternal dikenali pada gangguan alergi dan asma, eksim, peningkatan konsentrasi IgE serum, tes kulit dengan jarum (skin prick test) positif pada anak-anak dengan peningkatan prevalensi asma atau atopi pada ibu. Transmisi awal atau linkage ke alel dari sisi paternal atau maternal diobservasi pada lokus lain yang mempengaruhi penyakit alergi termasuk identifikasi kromosom 13 dan 16.

E. Kesimpulan dan Saran

Beberapa gen pada lokus tertentu kromosom memiliki resiko tinggi terhadap asma. Gen Kromosom yang memiliki gen dengan polimorfisme adalah kromosom 5, 6, 7, 11, 12, 13, 17. Obesitas juga diketahui memiliki hubungan dengan tingkat kejadian asma pada anak-anak. Gen maternal juga berperan penting dalam mewariskan kelainan ini pada anak-anak mereka. Oleh karena itu perlu kajian lebih lanjut tentang apakah polimorfisme gen yang terkait obesitas juga berkaitan dengan adanya polimorfisme gen terkait asma bronkial.


(6)

44

Tri Setyawati, Polimorfisme Gen pada Penderita Asma Bronkial ... F. DAFTAR PUSTAKA

1. Ambrosse HJ, et al. β01β. Effect of β -Adrenergik Receptor Gene (ADRB2) γ’-Untranslated Region Polymorphism on Inhaled Corticosteroids/Long-acting Beta2-Adrenergik Agonist Response. Respiratory Research. Vol. 13 (37): 1-20.

2. Cookson WOC. 2002. Asthma Genetics. American College of Chest Physicians. Vol. 121: 7-13.

3. Lee SH, Park JS, and Park CS. 2011. The Search for Genetic Variants and Epigenetics related to Asthma. The Korean Academy of Pediatric Allergi Asthma immunol Res. Volume 3 (4): 236-244.

4. Li FX, Tan SY, Yang XX, Wu YS, Wu D, and Li M. 2012. Genetic Variants on 17q21 are Associated with Asthma in Han Chinese Population. Genetic and Molecular Research. Volume 11 (1): 340-347.

5. Nie W, Li B, and Xiu Q. 2012. The -675 4G/5G Polymorphism in Plasminogen Activator Inhibitor-1 gene is Associated with Risk of

Aasthma: A Meta-analysis. PlosOne. volume 7 (3): 1-5.

6. Yang XX, Li FX, Wu YS, Wu D, Tan YJ, and Lim. 2011. Association of TGF- 1, il-4, and IL-13 gene Polymorphism With Asthma in A Chinese Population. Asian Pac. J. Allergy Immunol. Vol. 29 : 273-7.

7. Wei, S.M., et al. 2012. Gene-gene and Gene Environmental Interaction of Chilhood Asthma: A Multifactor Dimension Reduction Approach. PlosOne. Volume 7 (2): 1-9.


Dokumen yang terkait

PERANAN VITAMIN C PADA KULIT | Pakaya | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 7932 26051 1 PB

2 7 10

EKSPRESI GEN TNF-α INDIVIDU DENGAN HIPERTENSI | Sabir | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 7937 26071 1 PB

1 3 13

CUBITAL TUNNEL SYNDROME | Munir | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 8003 26301 1 PB

0 1 26

Obstructive Sleep Apnea (OSA) | Rasjid HS | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 8015 26343 1 PB

0 2 16

PENGELOLAAN PENINGKATAN TEKANAN INTRAKRANIAL | Amri | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 9288 30346 1 PB

0 1 17

GAMBARAN VARIASI GEN SEX HORMONE BINDING PROTEIN GLOBULIN (SHBG) MENGGUNAKAN PCR-RFLP | Pakaya | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 9294 30369 1 PB

0 0 7

ASPEK IMUNOLOGI CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASES (COPD) | Wahyuni | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 9281 30317 1 PB

1 2 19

PARAMETER PROGNOSIS PERBAIKAN FUNGSI GINJAL PADA PASIEN OBSTRUKSI UROPATI. | Aristo | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 9271 30283 1 PB

0 1 11

MANFAAT EKSTRAK DAUN SIRSAK (annona muricata) SEBAGAI ANTIHIPERGLIKEMIA PADA TIKUS WISTAR DIABETIK YANG DIINDUKSI ALOKSAN | Setyawati | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 7943 26091 1 PB

0 0 12

PENINGKATAN HDL PLASMA PADA DIABETES MELITUS TIPE 2 MELALUI TERAPI SINBIO EUBACTERIUM RECTALE DAN PATI GEMBILI (DIOSCOREA ESCULENTA) | Setyawati | Medika Tadulako: Jurnal Ilmiah Kedokteran Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan 7936 26067 1 PB

0 0 13