PUISI SAWÉR TURUN TANAH DI KECAMATAN RAJADESA KABUPATEN CIAMIS: ANALISIS STRUKTUR, PROSES PENCIPTAAN, KONTEKS PENUTURAN, FUNGSI, DAN MAKNA.

(1)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

PUISI SAWÉR TURUN TANAH DI KECAMATAN RAJADESA KABUPATEN CIAMIS

(AnalisisStruktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi, danMakna)

SKRIPSI

diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratmemperolehgelarSarjanaSastra Program StudiBahasadanSastra Indonesia

oleh Hari Firmansyah

0906372

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG 2013


(2)

PUISI SAWÉR TURUN TANAH DI KECAMATAN

RAJADESA KABUPATEN CIAMIS

(AnalisisStruktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi,

danMakna)

Oleh HariFirmansyah

Sebuah skripsi yang

diajukanuntukmemenuhisalahsatusyaratmemperolehgelarSarjanaSastra Program StudiBahasadanSastra Indonesia

© HariFirmansyah 2013 Universitas Pendidikan Indonesia

Agustus 2013

Hak Cipta dilindungi undang-undang.

Skripsi ini tidak boleh diperbanyak seluruhya atau sebagian, dengan dicetak ulang, difoto kopi, atau cara lainnya tanpa ijin dari penulis.


(3)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis


(4)

ABSTRAK

PUISI SAWÉR TURUN TANAH DI KECAMATAN RAJADESA KABUPATEN CIAMIS

(ANALISIS STRUKTUR, PROSES PENCIPTAAN, KONTEKS PENUTURAN, FUNGSI, DAN MAKNA)

Hari Firmansyah

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kurang pahamnya masyarakat penutur terhadap fungsi yang terdapat pada upacara sawér dan mulai tidak adanya generasi penerus yang melanjutkan upacara sawér turun tanah, sehingga penulis memilih puisi sawér turun tanah (PSTT) sebagai objek penelitian ini. Rumusan masalah penelitian ini yaitu: bagaimana struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi, dan makna PSTT?

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif analisis, yaitu dengan cara mendeskripsikan hasil analisis yang meliputi analisis struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi, dan makna PSTT.

PSTT merupakan salah satu genre folklor lisan yang memiliki bentuk syair. PSTT terdiri dari 35 bait dan 142 larik, memiliki bentuk terikat dan puisi bebas. Analisis struktur terdiri dari formula sintaksis, formula bunyi, formuka irama, majas, dan isotopi. Pada teks ini tedapat 59 kalimat yang di dalamnya terdapat kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Asonansi yang dominan pada teks PSTT, yaitu vokal /a/, /u/, dan /i/, sedangkan aliterasi yang dominan, yaitu konsonan /n/, /ng/, /k/, /r/, dan /s/. Dalam teks PSTT terdapat asonansi dan aliterasi yang menimbulkan bunyi-bunyi ringan, serta ada beberapa bunyi yang terasa berat. Irama didominasi oleh nada-nada pendek dan diakhiri dengan nada sedang di tiap perpindahan bait, dengan dinamika yang menurun dan meliuk. Irama ini menimbulkan bunyi merdu, sehingga menciptakan suasana lembut, penuh kasih sayang,. PSTT ini terdapat majas hiperbola dan metafora. Pada analisis isotopi terdapat tiga motif yang nantinya menghasilkan tema dan makna bersama. Proses penciptaan PSTT dilakukan dengan cara terstruktur dan tidak terstruktur, karena terdapat sedikit perbedaan antara teks yang dituturkan saat upacara sawér dengan teks yang diingat penutur diluar pertunjukan. Hal ini karena adanya formula-formulaik dan usaha penutur menciptalan efek bunyi dan suasana. Fungsi PSTT di antaranya yaitu, sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pengesah pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan, sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya, dan sebagai hiburan. Dari analisis pembentukan motif-motif dari isotopi, akan diperoleh makna keseluruhan dari teks PSTT, yaitu sebuah permohonan yang dipanjatkan kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapan-harapan dan nasehat-nasehat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan anak yang diselamatkan, serta ungkapan-ungkpan rasa kebahagiaan orang tua.


(5)

v

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR BAGAN ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1

1.2Identifikasi masalah ... 5

1.3Batasan Masalah... 5

1.4Rumusan Masalah ... 5

1.5Tujuan Penelitian ... 6

1.6Manfaat Penelitian ... 6

1.7Deskripsi Lokasi Penelitian... 6

1.8Definisi Operasional... 7

BAB 2 LANDASAN TEORETIS 2.1 PSTT Sebagai Bagian Sastra lisan ... 8

2.2 PSTT Sebagai Bagian Folklor ... 9

2.3 Struktur Teks PSTT ... 11

2.3.1 Bentuk ... 11

2.3.2 Formula Sintaksis ... 12

2.3.3 Formula Bunyi ... 13

2.3.3.1 Rima ... 13

2.3.3.2 Aliterasi dan Asonansi ... 13

2.3.4 Formula Irama ... 14

2.3.5 Majas ... 14

2.3.5.1 Paralelisme ... 15

2.3.5.2 Metafora ... 15


(6)

vi

2.3.5.4 Perbandingan ... 15

2.3.5.5 Perumpamaan Epos ... 15

2.3.5.6 Personifikasi ... 16

2.3.5.7 Sinekdot ... 16

2.3.5.8 Alegori ... 16

2.3.6 Isotopi ... 17

2.4 Proses Penciptaan PSTT ... 17

2.5 Konteks Penuturan PSTT ... 18

2.6 Fungsi PSTT ... 19

2.7 Makna PSTT ... 19

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian... 21

3.2 Data dan Sumber Data ... 22

3.2.1 Data Penelitian ... 22

3.2.2 Sumber Data Penelitian ... 22

3.3 Teknik Penelitian ... 22

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.3.2 Teknik Pengolahan Data ... 23

3.4 Instrumen Penelitian... 25

3.4.1 Pedoman Wawancara ... 25

3.4.2 Pedoman Observasi ... 26

3.5 Prosedur Penelitian... 26

3.5.1 Tahap Persiapan ... 26

3.5.2 Tahap Pelaksanaan ... 26

3.5.3 Tahap Pelaporan ... 27

BAB 4 ANALISIS STRUKTUR, PROSES PENCIPTAAN, KONTEKS PENUTURAN, FUNGSI, DAN MAKNA PSTT 4.1 Analisis Struktur ... 28

4.1.1 Formula Sintaksis ... 28

4.1.2 Formula Bunyi ... 85


(7)

4.1.4 Majas ... 180

4.1.5 Isotopi ... 181

4.2 Proses Penciptaan ... 188

4.3 Konteks Penuturan ... 189

4.4 Fungsi PSTT ... 198

4.5 Makna PSTT ... 203

BAB 5 KESIMPULAN 5.1 Simpulan ... 204

5.2 Saran ... 208

DAFTAR PUSTAKA ... 209

RIWAYAT HIDUP ... 210


(8)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Puisi rakyat merupakan salah satu genre folklor lisan. Puisi rakyat memiliki arti sebagai kesusastraan rakyat yang sudah tertentu bentuknya, biasanya terdiri atas beberapa deret kalimat, ada yang berdasarkan mantra, panjang pendek suku kata, lemah tekanan suara, atau hanya berdasarkan irama (Danandjaja, 2007:46). Di Indonesia banyak suku yang memiliki puisi rakyat, seperti suku Jawa memiliki puisi rakyat yang harus dinyanyikan atau ditembangkan. Puisi itu dapat diklasifikasikan ke dalam golongan sinom, kinanti, pangkur, dan durma. Selain itu, ada suku Sunda yang sama-sama memiliki puisi rakyat yang harus dinyanyikan saat penuturannya, yaitu puisi sawér.

Menurut Hadish (1986:2) puisi sawér, yaitu semacam puisi yang penyampaiannya dilakukan dengan cara ditembangkan atau dilagukan. Puisi sawér merupakan salah satu puisi rakyat yang masih dipakai hingga saat ini, khususnya di daerah Jawa Barat. Selain itu, puisi sawér merupakan bagian dari adat budaya Sunda yang diwariskan secara turun temurun, dari mulut ke mulut, dan sangat erat kaitannya dengan tata kehidupan masyarakat Sunda. Puisi sawér biasanya berbentuk pupuh, yang memiliki patokan tertentu dalam jumlah suku kata, jumlah kalimat dalam satu bait, dan bunyi akhir pada setiap baitnya. Mengikuti R.I Adiwidjaja (dalam Hadish, 1986:9-10) bahwa acuan pupuh terdiri atas guru wilangan, guru lagu, dan pedotan. Guru wilangan, yaitu jumlah kalimat dalam satu bait pupuh, dan jumlah kata dalam satu kalimat. Guru lagu, yaitu bunyi akhir tiap kalimat. Serta pedotan, yaitu pemenggalan kalimat sesuai penghentian suara waktu melagukannya.

Yus Rusyana (dalam Hadish, 1986:9) menyebutkan bahwa sawér ada yang berbentuk syair, yakni yang mempunyai empat larik, suku kata setiap larik berjumlah delapan, dengan sajak akhir a-a-a-a, a-a-a-b, atau a-b-b-b sehingga sawér merupakan puisi yang tidak bebas atau terikat. Puisi sawér memiliki beberapa jenis, diantaranya yaitu sawér kandungan, sawér anak, sawér turun tanah, sawér khitanan, sawér pengantin, sawér pelantikan, dan sawér ganti nama.


(9)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Dari jenis-jenis sawér tersebut, sebagian besar sudah jarang dilakukan. Namun, di Desa Tanjungjaya tradisi sawér masih dilakukan, terutama sawér untuk selamatan anak. Sawér selamatan anak merupakan sebuah upacara ritual masyarakat Desa Tanjungjaya yang dalam upacaranya terdapat upacara sawér turun tanah.

Dalam masyarakat Sunda, upacara sawér turun tanah dilaksanakan setelah lepas tali pusat, setelah empat puluh hari, atau setelah anak mulai bisa berdiri (Hadish, 1986:19). Menurut A. Prawirasuganda (1982:55) upacara sawér turun tanah ini ada yang memakai keramaian besar-besaran. Malam harinya anak dijaga oleh orang tua. Pagi-paginya anak dimandikan dan didandani, lalu digendong oleh dukun anak sambil menjinjing kanjut kundang, yakni kantung dari kain yang berisi berbagai rempah kelengkapan obat anak, membawa pisau dan lempuyang, kemudian turun ke halaman sambil dipayungi, setelah itu mengelilingi rumah, halaman, dan kebon alas. Selanjutnya, dukun anak membuat silang di tanah, tanahnya dicungkil sedikit, lalu dimasukan ke dalam kanjut kundang, kemudian anak diinjakan kakinya ke tanah. Upacara sawér turun tanah di Dusun Karang Anyar Desa Tanjungjaya Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis (DKADTKRKC) tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan A. Prawirasuganda. Hanya saja tidak semua masyarakat di Desa ini melakukan keramaian besar-besaran. Namun, walaupun begitu dalam upacara sawér turun tanah selalu ada upacara nyawér, biasanya dihadiri oleh sanak keluarga, kerabat dekat, dan tetangga.

Pada era ini sudah jarang sekali orang memahami apa fungsi sebenarnya dari puisi sawér turun tanah (PSTT) tersebut. Seperti pendapat Taxtor (dalam Hadish, 1986:15), bahwa kata-kata berupa syair yang diucapkan dalam suatu upacara dimaksudkan untuk memperoleh kekuatan tertentu dan didapatkan melalui kontak dengan roh-roh yang memegang peran dalam kosmos. Jadi, apabila dalam nyawér itu digunakan kata-kata yang dianggap mempunyai kekuatan magis, doa, mantra, atau puisi yang berwujud sebagai puisi sawér, puisi itu fungsinya sebagai alat penyampaian kehendak, yang dimaksudkan untuk memohon perlindungan, keselamatan, kebahagiaan, ketentraman, kesejahteraan bagi orang-orang yang datang ke upacara sawér tersebut; anak, orang tua anak,


(10)

3

dan masyarakat yang hadir. Masyarakat di Desa Tanjungjaya pada umumnya masih mengenal adat nyawér, tapi sayangnya sebagian besar dari mereka kurang tahu fungsi sawér yang sebenarnya. Mereka hanya tahu bahwa fungsi dari PSTT merupakan sebuah hiburan semata. Bahkan ada sebagian masyarakat yang tidak mengerti maksud dari puisi sawér tersebut, karena bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang sudah jarang dipakai oleh masyarakat penuturnya. Selain menganggap nyawér itu sebuah hiburan, masyarakat Desa Tanjungjaya biasanya senang mengikuti upacara nyawér, karena dalam proses upacaranya itu juru sawér atau keluarga anak yang diselamatkan, akan menaburkan beras, kunyit, uang, dan permen kepada peserta nyawér, sehingga peserta sawér yang biasanya dihadiri keluarga, sanak keluarga, dan tetangga dekat akan berebut memungut uang atau permen yang ditaburkan tersebut.

Dampak dari adanya perkembangan IPTEK dalam berbagai ranah kehidupan pun mempengaruhi keberlangsungan upacara sawér turun tanah di Desa Tanjungjaya. Indung beurang (dukun anak) yang ada di Desa ini hanya tersisa satu yaitu Mak Carsih. Masyarakat sekitar sudah jarang ada yang meneruskan profesi ini dan lebih memilih bekerja ke luar daerah. Kalaupun ada yang mempunyai keinginan menjadi seorang indung beurang, mereka memilih menjadi seorang Bidan. Biasanya mereka melanjutkan pendidikannya ke Kebidanan, sedangkan dalam upacara sawér turun tanah yang membacakan sawér biasanya seorang indung beurang. Tidak adanya generasi penerus atau yang akan meneruskan upacara sawér turun tanah menjadi sebuah masalah untuk kelangsungan upacara sawér ini kedepannya.

Beberapa penelitian mengenai sawér sudah banyak dilakukan diantaranya Yus Rusyana yang pernah menyusun Bagban Puisi Sawér Sunda yang dipublikasikan oleh Proyek Penelitian Pantun dan Folklor Sunda (1971). Penelitiannya mengemukakan tentang arti perkataan sawér, hubungan dengan upacara sawér dengan tindak magis, fungsi puisi sawér, macamnya, dan isinya serta aturan ikatan, dan contoh 26 buah teks sawér.

Selain itu, penelitian lain dilakukan oleh Yetty Kusmiaty Hadish, dkk berjudul puisi sawér bahasa sunda (1986) yang diterbitkan oleh pusat pembinaan


(11)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

dan pengembangan bahasa. Penelitiannya yakni berisi tentang latar sosial budaya puisi sawér, teks puisi sawér serta terjemahannya, dan teks puisi sawér tanpa terjemahan yang tidak dianalisis. Dalam penelitian yang dilakukan Hadist, dkk menurut jenisnya ditemukan puisi sawér tingkeban sebanyak satu data, puisi sawér ganti nama satu data, puisi sawér anak empat data, puisi sawér pelantikan lima data, puisi sawér khitan 14 data, dan data yang paling banyak adalah puisi sawér pengantin sebanyak 55 data. Dalam penelitian yang dilakukan Hadist, dkk penulis menemuka 4 puisi sawér anak dan yang paling mendekati yaitu dari Tasikmalaya, teks puisi sawér tersebut hampir sama dengan teks PSTT di Desa Tanjungjaya karena bentuknya berupa syair. Puisi sawér tersebut memiliki beberapa perbedaan, seperti dalam jumlah bait. Puisi sawér di Desa Tanjungjaya terdiri atas 35 bait, sedangkan puisi sawér dari Tasikmalaya terdiri atas 12 bait. Dalam segi bentuk puisi sawér yang ada di Tasikmalaya dan di Desa Tanjungjaya memiliki sedikit persamaan, terlihat dari bentuknya yang lebih teratur, yaitu terdiri atas empat larik setiap baitnya. Akan tetapi, dalam penelitian yang dilakukan oleh Yetty Kusmiaty Hadish, dkk hanya menganalisis dari segi bentuk, isi, bahasa dan penilaian terhadap teks sawér tersebut. Penelitian tersebut belum sampai pada analisis fungsi sawér pada masyarakat penuturnya dan makna yang terkandung dalam puisi sawér tersebut.

Penelitian lain dilakukan oleh Nenden Rizky Amelia, mahasiswa Universitas Pedidikan Indonesia angkatan 2006 yang menganalisis puisi sawér sunatan di Desa Cangkorah Batujajar. Dalam penelitiannya analisis yang dilakukan hanya sampai pada analisis fungsi. Teks sawér sunatan terdiri atas 19 bait dan 75 larik yang di dalamnya terdiri atas tiga bagian, yaitu pembuka, isi, dan penutup. Dalam teks sawér sunatan selain ada bentuk yang bercorak syair, ada juga beberapa penyimpangan pada larik dan baitnya. Hasil analisis sintaksis sawér sunatan dari 19 bait menjadi 29 kalimat. Pada analisis formula bunyi terdapat rima akhir, rima anapora, rima dalam, dan rima mutlak. Dalam proses penciptaan teks sawér sunatan dituturkan dengan cara terstruktur, sedangkan dalam konteks penuturan teks puisi sawér sunatan dituturkan ketika upacara sawér sunatan berlangsung.


(12)

5

1.2 Identifikasi Masalah

Sebelum merumuskan masalah, terlebih dahulu harus mengidentifikasi masalah-masalah yang ada pada upacara sawér turun tanah. Identifikasi masalah tersebut meliputi:

- Penutur atau juru sawér;

- Profesi indung beurang saat ini;

- Kesadaran masyarakat dalam melestarikan upacara sawér turun tanah; - Proses penciptaan PSTT pada saat upacara berlangsung;

- Konteks pertunjukan PSTT yang sudah jarang dilakukan;

- Fungsi PSTT terhadap anak yang diselamatkan, keluarga, dan peserta sawér; dan

- Makna yang terkandung dalam teks PSTT.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka pembahasan penelitian ini perlu membuat batasan masalah. Pembatasan masalah tersebut meliputi:

- Upacara sawér turun tanah; - Teks PSTT;

- Data teks yang berasal dari Dusun Karang Anyar Desa Tanjungjaya Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis; dan

- Penelitian ini juga hanya akan menganalisi struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi dan makna teks PSTT.

1.4 Rumusan Masalah

Sehubungan dengan latar belakang yang dikemukakan, penulis menemukan beberapa masalah yang ada dalam upacara sawér turun tanah tersebut antara lain:

1. Bagaimana struktur teks PSTT di DKADTKRKC?

2. Bagaimana proses penciptaan teks PSTT di DKADTKRKC? 3. Bagaimana konteks penuturan PSTT di DKADTKRKC? 4. Apa fungsi PSTT di DKADTKRKC?


(13)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan pada masalah yang diangkat, pembahasan penelitian bertujuan untuk mendeskripsikan:

1. Struktur teks PSTT di DKADTKRKC; 2. Proses penciptaan PSTT di DKADTKRKC; 3. Konteks penuturan PSTT di DKADTKRKC; 4. Fungsi PSTT di DKADTKRKC; dan

5. Makna PSTT di DKADTKRKC.

1.6 Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat manfaat teoritis dan manfaat praktis. Manfaat teoritis meliputi:

1. menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai puisi sawér sebagai salah satu sastra lisan;

2. menambah kekayaan penelitian karya sastra lisan; dan

3. mempermudah dalam pemahaman informasi, untuk dimanfaatkan kembali sebagai penelitian selanjutnya.

Selain manfaat teoritis, penelitian ini juga mempunyai manfaat praktis meliputi: 1. menambah wawasan tentang sastra lisan bagi peneliti khususnya dan

pembaca pada umumnya;

2. melestarikan puisi dan upacara sawér sebagai kebudayaan lama; dan 3. memperkenalkan puisi dan upacara sawér sebagai sastra lisan kepada

masyarakat sunda khususnya, dan masyarakat luas pada umumnya.

1.7 Deskripsi Lokasi Penelitian

Teks PSTT yang penulis teliti diambil dari sebuah Desa di daerah Ciamis. Tepatnya di Desa Tanjungjaya yang berada di wilayah kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis. Desa yang berdiri tanggal 24 April 1979 ini merupakan Desa yang memiliki topografi secara umum adalah perbukitan. Sehingga masyarakatnya pun banyak yang mengelola lahan pertanian dan perkebunan. Desa Tanjungjaya merupakan tempat tinggal Paman peneliti, sehingga mempermudah memahami dan mengetahui kondisi masyarakat di Desa tersebut.


(14)

7

1.8 Definisi Operasional

Agar tidak menimbulkan kesalahpahaman tentang istilah yang digunakan dalam judul penelitian ini, maka istilah-istilah tersebut perlu dijelaskan terlebih dahulu. Adapun istilah-istilah yang harus diketahui dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. PSTT adalah puisi yang penyampaiannya dilakukan dengan cara ditembangkan atau dilagukan, pada saat upacara selamatan anak setelah lepas tali pusat, setelah empat puluh hari, atau setelah anak mulai bisa berdiri.

2. Analisis strukstur adalah analisis unsur-unsur intrinsik teks PSTT. Analisis stuktur meliputi analisis formula sintaksis, analisis formula bunyi, analisis formula irama, analisis majas, dan analisis isotopi.

3. Proses penciptaan adalah proses menciptakan PSTT sebelum dan pada saat dututurkan atau dinyanyikan.

4. Konteks penuturan adalah situasi dan kondisi pada saat PSTT dituturkan atau dinyanyikan. Konteks penuturan meliputi waktu penuturan, orang yang terlibat pada saat teks dituturkan, struktur pertunjukan, dan tempat penuturan.

5. Fungsi PSTT adalah fungsi atau manfaat dari puisi sawér tersebut bagi masyarakat penuturnya.

6. Makna PSTT adalah makna yang terkandung dalam puisi sawér pada saat penutur menuturkannya. Karena puisi merupakan struktur tanda-tanda yang bermakna.


(15)

21

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif-analisis. Metode kualitatif secara keseluruhan memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikan dalam bentuk deskriptif (Kutha Ratna, 2007:46). Metode ini memberikan perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks sebenarnya (Kutha Ratna, 2007:46). Landasan metode kualitatif adalah paradigm positivism (Weber dkk dalam Kutha Ratna, 2007:47). Objek penelitian bukan gejala sosial sebagai bentuk substantive, melainkan makna-makna yang terkandung di balik tindakannya, yang justru mendorong timbulnya gejala sosial tersebut.

Dalam ilmu sastra, sumber data metode kualitatif adalah karya, data penelitiannya, dan sebagai data formal adalah kata, kalimat, dan wacana (Khuta Ratna, 2007:47). Metode kualitatif merupakan metode yang cocok digunakan dalam penelitian ini, karena dalam penelitian ini memberikan perhatian terhadap data ilmiah dengan konteks keberadaannya, misalnya akan melibatkan suatu karya dengan lingkungan sosial dimana karya itu berada.

Langkah-langkah dalam penelitian ini yaitu, pertama merekam puisi sawér secara langsung pada saat upacara sawér turun tanah di Desa Tanjungjaya yang dilakukan pada 8 November 2010.

Kedua, mentranskripsikan puisi sawér dari bentuk rekaman ke dalam bentuk tulisan. Setelah itu, puisi sawér di transliterasikan ke dalam bahasa Indonesia, untuk mempermudah pemahaman tentang puisi sawér tersebut.

Ketiga, menganalisis struktur puisi sawér. Analisis struktur meliputi analisis formula sintaksis, formula bunyi, formula irama, majas, dan isotopi. Analisis struktur dilakukan untuk mengetahui pola-pola teks puisi sawér yang berkaitan.

Keempat, analisis proses penciptaan pada teks sawér. Analisis proses penciptaan dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses penciptaan teks sawér pada saat teks sawér dituturkan dan sebelum teks sawér dituturkan.


(16)

22

Kelima, analisis konteks penuturan pada saat teks sawér dituturkan. Analisis konteks penuturan dilakukan untuk mengetahui bagaimana situasi dan kondisi pada saat teks sawér dituturkan. Analisis konteks penuturan meliputi waktu penuturan, orang-orang yang terlibat pada saat teks dituturkan, struktur penuturan, dan tempat penuturan teks.

Keenam, analisis fungsi puisi sawér. Analisis fungsi dilakukan untuk mengetahui fungsi apa saja yang terdapat pada teks sawér.

Ketujuh, analisis makna puisi sawér. Analisis makna dilakukan untuk mengetahui makna yang terkandung dalam teks sawér tersebut pada saat penutur menuturkannya.

3.2 Data dan Sumber Data Penelitian 3.2.1 Data Penelitian

Objek penelitian ini yaitu, teks PSTT di Dusun Karang Anyar Desa Tanjungjaya Kecamatan Raja Desa Kabupaten Ciamis. Teks PSTT ini terdiri atas 35 bait, dengan 4 larik disetiap baitnya, serta terdiri atas delapan suku kata pada setiap lariknya. Teks PSTT ini berbentuk syair, karena dituturkan dengan cara dinyanyikan atau ditembangkan pada saat upacara sawér turun tanah berlangsung. Pada tanggal 11 agustus 2010 di Desa Tanjungjaya, teks PSTT ini diperoleh dari sebuah upacara selamatan anak dengan juru sawér yang bernama Mak Carsih. Puisi Sawér ini direkam menggunakan HP dalam bentuk 3GP dengan durasi 7 menit 5 detik.

3.2.2 Sumber Data Penelitian

Dalam penelitian ini sumber data diperoleh langsung dari informan yang berprofesi sebagai indung beurang bernama Mak Carsih yang kini berusia 52 tahun. Beliau satu-satunya indung berang yang tersisa di Desa Tanjungjaya. Menjadi juru sawér merupakan sampingan Mak Carsih yang profesi kesehariannya adalah sebagai indung beurang.

3.3 Teknik Penelitian

3.3.1 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik yang digunakan untuk pengumpulan data yaitu teknik wawancara, perekaman, observasi, dan studi pustaka. Teknik


(17)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

wawancara dilakukan kepada sumber data dan orang-orang yang kompeten terhadap teks yang diteliti. Wawancara dilakukan kepada juru sawér yang berada di Desa Tanjungjaya, serta orang-orang yang paham terhadap teks, misalnya keluarga yang akan melaksanakan upacara sawér turun tanah, tokoh masyarakat, dan lain-lain. Teknik perekaman dilakukan pada saat upacara sawér turun tanah berlangsung. Perekaman dilakukan dari awal hingga akhir pada tanggal 8 November 2010 selama tujuh menit lima detik. Teknik observasi dilakukan untuk memahami konteks budaya masyarakat pemilik teks. Sedangkan, teknik studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan data yang tidak didapat dalam wawancara dan observasi. Studi pustaka dilakukan dengan cara mengumpulkan buku-buku sumber yang relevan dengan penelitian.

3.3.2 Teknik Pengolahan Data

Ketika data-data dilapangan sudah didapatkan, selanjutnya data-data tersebut diolah. Analisis data teks sawér dapat dilihat dari alur analisis berikut.

Bagan 3.1 Alur Pengolahan Penelitian

Sebelum dilakukan analisis, teks yang sudah didapatkan melalui perekaman video ditranskripsikan, lalu ditransliterasikan ke dalam Bahasa Indonesia agar mudah dipahami dan mempermudah proses analisis. Teks puisi sawér terlebih dahulu dianalisis strukturnya. Analisis struktur ini meliputi: analisis formula sintaksis, analisis formula bunyi, analisis formula irama, majas, dan isotopi.

Teks Puisi Sawér Turun

Tanah

Analisis Struktur

Proses Penciptaan

Konteks Penuturan

Fungsi

Makna

- Formula Sintaksis

- Formula Bunyi

- Formula Irama

- Majas


(18)

24

Tahap pertama dalam analisis struktur adalah analisis formula sintaksis. Analisis formula sintaksis meliputi unsur fungsi, kategori, dan peran kalimat-kalimat dalam teks. Analisis formula sintaksis dilakukan untuk mengetahui pola-pola kalimat yang terdapat dalam teks PSTT.

Tahap kedua adalah analisis formula bunyi. Analisis formula bunyi meliputi rima, asonansi, dan aliterasi. Teks dianalisis berdasarkan bunyi-bunyi fonem yang dominan dalam teks, baik vokal maupun konsonan. Dari hasil analisis bunyi ini, dapat diketahui efek-efek bunyi yang dihasilkan, sehingga kita dapat mengetahui makna pada teks melalui bunyi-bunyi tersebut.

Tahap ketiga adalah analisis formula irama. Analisis formula irama meliputi panjang-pendek nada, naik-turun nada, serta liukan nada pada saat teks dituturkan. Dari hasil analisis formula ini, akan diketahui efek-efek yang terjadi ketika teks dituturkan, dan akan diketahui pula makna dari efek-efek tersebut.

Tahap keempat adalah analisis majas. Analisis majas dilakukan berdasarkan majas-majas yang terdapat di dalam teks. Pada analisis ini, dijelaskan maksud dari majas-majas yang terdapat pada teks.

Tahap kelima adalah analisis isotopi. Analisis isotopi dilakukan berdasarkan isotopi-isotopi yang muncul pada teks PSTT. Setelah isotopi-isotopi diketahui, isotopi-isotopi tersebut dikelompokan berdasarkan persamaan motif, dan dari motif-motif tersebut, akan muncul sebuah tema yang terkandung di dalam teks.

Setelah menganalisis struktur, tahap selanjutnya adalah analisis proses penciptaan. Analisis proses penciptaan dilakukan dengan cara membandingkan teks yang dituturkan saat upacara berlangsung dengan penuturan dalam keadaan formal atau saat penulis meminta penutur menuturkannya lagi namun bukan dalam upacara nyawér. Karena proses penciptaan pada upacara sawér turun tanah dilakukan dengan cara tidak terstruktur dan terstruktur. Artinya, penutur tidak mempersiapkan teks sebelum upacara berlangsung, penutur hanya menalar teks ketika saat menuturkannya. Namun ketika penutur mengingat-ngingat teks, secara tidak langsung itu mengingat struktur teks yang pernah ditulis ataupun


(19)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

didengarkan sebelumnya. Selain itu, proses penciptaan dapat diketahui dari hal-hal yang dideskripsikan oleh penutur.

Tahap selanjutnya adalah analisis konteks penuturan. Analisis ini dilakukan berdasarkan konteks ketika teks dituturkan. Analisis konteks penuturan meliputi waktu penuturan, orang-orang yang terlibat pada saat teks dituturkan, struktur penuturan, dan tempat penuturan.

Tahap berikutnya adalah analisis fungsi. Analisis fungsi ini dianalisis berdasarkan fungsi-fungsi yang terkandung di dalam teks, serta konteks PSTT.

Tahap yang terakhir adalah analisis makna. Analisis makna ini dianalisis berdasarkan deskripsi-deskripsi yang diberikan penutur dan masyarakat penutur yang mengetahui tentang upacara sawér tersebut. Selain itu, dari hasil analisis isotopi yang menghasilkan motif-motif yang membentuk tema dapat menjadikannya sebuah makna.

3.4 Instrumen Penelitian 3.4.1 Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara yang ditanyakan kepada informan meliputi beberapa pertanyaan:

1. Apakah upacara sawér turun tanah masih dilaksanakan di Desa ini? 2. Mengapa upacara sawér turun tanah ini dilaksanakan?

3. Bagaimana proses penciptaan teks puisi sawér turun tanah? 4. Bagaimana cara menuturkan teks puisi sawér turun tanah? 5. Bagaimana pelaksanaan upacara sawér turun tanah? 6. Kapan teks puisi sawér turun tanah ini dituturkan?

7. Kapan upacara sawér turun tanah berlangsung di Desa ini?

8. Adakah perbedaan pelaksanaan upacara sawér turun tanah ini pada saat dahulu dan sekarang?

9. Fungsi apa saja yang terkandung dalam upacara sawér turun tanah bagi masyarakat penuturnya?


(20)

26

3.4.2 Pedoman Observasi

Berikut ini merupakan pedoman observasi yang digunakan dalam penelitian ini.

No Hal yang diamati Kemungkinan jawaban keterangan

I II II IV

1 Penutur 2 Peserta

3 Waktu penuturan 4 Tempat penuturan 5 Suasana penuturan 6 Media penuturan 7 Tata cara penuturan

Tabel 3.1 Pedoman Observasi 3.5 Prosedur Penelitian

3.5.1 Tahap Persiapan

Tahap persiapan merupakan tahap pertama dalam prosedur penelitian. Tahap ini adalah menentukan objek penelitian terlebih dahulu. Setelah objek penelitian ditentukan, penulis selanjutnya mencari informasi mengenai objek penelitian. Setelah itu, penulis melakukan kajian pustaka untuk menentukan pendekatan apakah yang paling sesuai dengan objek penelitian.

3.5.2 Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan setelah objek penelitian ditentukan, penulis mencari informasi terlebih dahulu mengenai kapan dilaksanakannya upacara sawér turun tanah di Desa Tanjungjaya. Selain itu, penulis mencari informasi mengenai objek penelitian dengan cara mewawancara indung berang yang merupakan sumber data dalam penelitian ini. Setelah diketahui kapan pelaksanaan upacara sawér turun tanah, penulis melakukan perekaaman pada saat PSTT dituturkan. Selanjutnya, penulis melakukan perekaman ulang kepada juru sawér di luar pertunjukan upacara sawér turun tanah, karena pada perekaman sebelumnya ada beberapa bagian suara yang kurang jelas. Setelah itu, hasil perekaman tersebut ditranskripsikan. Kemudian, untuk memudahkan pemahaman mengenai objek


(21)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penelitian, penulis mentransliterasikan rekaman yang sudah ditranskripsikan ke dalam bahasa Indonesia. Setelah itu, penulis melakukan analisis terhadap data-data yang sudah diperoleh. Analisis tersebut meliputi: analisis struktur, analisis proses penciptaan, analisis konteks penuturan, analisis fungsi, dan analisis makna. Tahap terakhir adalah penulis menarik kesimpulan dari hasil-hasil analisis tersebut.

3.5.3 Tahap Pelaporan

Dalam tahap ini, objek penelitian yang sudah dianalisis hingga mencapai suatu kesimpulan, oleh penulis hasil analisis tersebut dilaporkan ke dalam bentuk skripsi. Isi skripsi tersebut meliputi pendahuluan, landasan teoretis, metode penelitian, analisis, dan kesimpulan.


(22)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

5.1.1 Struktur

Strutur teks PSTT terdiri atas 35 bait dan 142 larik. Puisi sawér ini terbagi ke dalam tiga bagian, yaitu pembuka, isi, dan penutup. Dalam teks puisi sawér ini sebagian besar merupakan bagian inti, sedangkan bagian pembuka dan penutup hanya dinyatakan dalam beberapa bait saja. Bentuk teks PSTT merupakan teks yang terikat oleh pola-pola tertentu sehingga membentuk syair, yaitu disetiap baitnya terdiri atas empat larik dan setiap lariknya terdiri atas delapan suku kata. Namun, dalam teks sawér ini terdapat juga beberapa puisi bebas yang disebabkan adanya penyimpangan-penyimpangan bentuk.

Dari hasil analisis formula sintaksis, teks PSTT ini terdiri atas 59 kalimat. Pada teks PSTT terdapat kalimat majemuk setara dan kalimat majemuk bertingkat. Pada teks ini fungsi subjek ada beberapa yang terlesapkan, karena kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya saling berkaitan. Fungsi yang paling menonjol adalah fungsi predikat. Kategori yang paling muncul, yaitu kata kerja (verja). Peran yang paling menonjol dalam teks ini adalah perbuatan.

Dari analisis bunyi, asonansi yang dominan pada teks PSTT, yaitu vokal /a/, /u/, dan /i/, sedangkan aliterasi yang dominan, yaitu konsonan /n/, /ng/, /k/, /r/, dan /s/. Berdasarkan hasil analisis asonansi dan aliterasi di atas, menunjukan bahwa PSTT adalah puisi yang menggambarkan suasana kegembiraan dan penuh kasih sayang, tetapi di dalamnya terdapat pengharapan dan ketegasan.

Dalam analisis formula irama PSTT, nada yang dominan muncul atau bahkan keseluruhan nada adalah nada pendek (∩). Dominasi ini memberikan efek kebahagiaan dan menciptakan suasana gembira. Nada panjang (˗˗) lebih banyak digunakan di akhir larik, sebagai tanda untuk membedakan antar larik dan antar bait. Selain itu, sebagai tanda untuk keluarga yang diselamatkan agar segera menaburkan sawérannya.

Irama pendek dengan tempo cepat pada awal larik dituturkan dalam satu nafas hingga akhir larik setiap bait, irama diakhiri dengan nada panjang sebagai


(23)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

penanda jeda antar bait. Namun, ada juga pengambilan nafas dipertengahan larik, sebagai tanda jeda pendek antar larik. Jeda pendek juga terjadi ketiga terjadi pengulangan kata yang sama atau kata ganda.

Irama meliuk serta lembut membuat irama sawér turun tanah terdengar sangat merdu. Irama merdu ini disesuaikan dengan isi teks serta konteks peuturan, karena sebagian besar teks PSTT berisi tentang nasihat-nasihat dan harapan bagi anak yang diselamatkan. Nada-nada yang lembut menimbulkan rasa kasih sayang penutur kepada anak yang diselamatkan, karena nasihat-nasihat dan harapan tersebut diberikan atas dasar kasih sayang orang tua kepada anak yang diselamatkan yang diwakili oleh penutur.

Dari analisis majas ditemukan dua majas, yaitu Majas hiperbola dan majas metafora. Majas hiperbola lebih dominan, sedangkan majas metafora pada teks PSTT tidak terlalu dominan, hanya terdapat satu larik. Hal ini terjadi karena Teks PSTT merupakan teks yang berisi nasehat-nasehat serta harapan-harapan, sehingga kata-kata yang digunakan merupakan kata yang memiliki makna yang jelas.

Dari analisis isotopi-isotopi yang telah dipaparkan, akan muncul motif-motif yang nantinya akan membentuk tema teks PSTT. Isotopi-isotopi yang terdapat dalam teks PSTT meliputi isotopi Tuhan, isotopi manusia, isotopi harapan, isotopi nasehat, isotopi tujuan, dan isotopi kebahagiaan. Isotopi-isotopi tersebut akan menghasilkan tiga motif, diperoleh tema: teks PSTT merupakan puisi yang di dalamnya berisi permohonan yang dipanjatkan kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapan-harapan dan nasehat-nasehat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan anak yang diselamatkan, serta ungkapan-ungkpan rasa kebahagiaan orang tua.

5.1.2 Proses Penciptaan

Dari analisis proses penciptaan PSTT yang di dalamnya merupakan ucapan-ucapan simbolik dan puitis umumnya merupakan ucapan-ucapan sebagai bagian dari satu gubahan puisi sawér. PSTT merupakan puisi yang berisi tentang memohon perlindungan, mengucapkan syukur kepada Tuhan, ungkaphan rasa kebahagiaan, serta memberikan nasehat-nasehat. Dalam penurunan teks PSTT ini,


(24)

206

pada saat penutur mendapatkan teks PSTT dari nenek penutur yang juga sama seorang indung beurang. Penurunan yang diberikan dari penutur kecalon penutur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung karena penutur diajarkan dengan lisan karena berupa syair, selain itu, secara tidak langsungnya dahulu penutur sering melihat neneknya saat melakukan upacara selamatan anak yang di dalamnya terdapat upacara sawér turun tanah proses. Pada saat penuturan pun penutur melakukannya dengan spontan (tidak terstruktur), karena penutur tidak membacakan teks sawér sebelum penutur menuturkannya pada saat upacara sawér turun tanah. Penutur tidak memiliki teks secara tertulis, penutur hanya mengingat-ingat teks sawér tersebut yang diturunkan dari keluarganya terdahulu. Artinya, proses penciptaan PSTT terjadi disaat pertunjukan. Penutur secara spontan mengingat dan menuturkan teks PSTT tersebut pada saat upacara sawér berlangsung. Namun, adanya ingatan membuat teks ini menjadi terstruktur, karena secara tidak langsung penutur telah mengingat struktur teks yang pernah didengar atau pun ditulisnya dahulu.

5.1.3 Konteks Penuturan

PSTT dituturkan oleh indung beurang pada saat upacara nyawér berlangsung di Desa Tanjungjaya. Biasanya dilaksanakan pada saat selamatan anak yang sudah lepas tali pusat, setelah empat puluh hari, atau setelah anak bisa merangkak. Upacara sawér ini biasanya dilaksanakan pagi hari atau menjelang siang hari antara pukul 09.00 pagi hingga pukul 12.00 siang. Di Desa Tanjungjaya sendiri, upacara ini dilaksanakan jam 10 pagi. Lamanya waktu penuturan tidak dapat ditentukan dengan pasti, karena hal tersebut sangat ditentukan oleh penuturnya. Seperti pada PSTT di Desa Tanjungjaya, penutur menuturkannya hanya dalam waktu 7 menit. Namun, secara umum sebuah pertunjukan khususnya nyawér tidak akan lebih dari satu jam.

PSTT biasa dituturkan oleh indung beurang sesudah melakukan beberapa urutan ritual terhadap anak yang diselamatkan. Indung beurang terlebih dahulu memandikan dan mendandani anak yang diselamatkan pada pagi harinya. Setelah itu, anak yang diselamatkan digendong mengelilingi rumah oleh indung beurang sambil dipayungi, serta membaca salawat-salawat dan ayat-ayat Al-quran.


(25)

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

Kemudian, indung beurang ke halaman depan rumah, berjongkok di tanah dan membuat tanda silang dengan menggunakan dua buah uang logam lima ratus rupiah. Kemudian anak yang diselamatkan diinjakkan kakinya ke tanah yang telah di beri tanda, sambil mengucapkan doa-doa kepada Tuhan.

Dalam upacara sawér turun tanah ini suasananya sangat ramai, karena keluarga, kerabat dekat, dan masyarakat yang mengikuti upacara ini tidak sabar menunggu untuk memungut perlengkapan sawéran yang ditaburkan. Sebelum teks sawér dituturkan, indung beurang menyampaikan bubuka terlebih dahulu. Dalam upacara sawér turun tanah banyak orang yang terlibat saat teks dituturkan. Orang-orang itu terdiri atas indung beurang sebagai penutur, anak sebagai anak yang diselamatkan, orang yang menaburkan perlengkapan sawéran, keluarga anak yang diselamatkan, serta tetangga dan masyarakat setempat sebagai peserta upacara sawér.

Sawér turun tanah di Desa Tanjungjaya merupaka sebuah tradisi yang biasa dilaksanakan dari dulu hingga sekarang. Akan tetapi, dalam perjalanannya upacaca pada aspek sosial adat budaya mengalami pergeseran mengikuti arus zaman serta wawasan masyarakat penuturnya sendiri. Secara budaya, Sawér turun tanah menambah wawasan pengetahuan tentang arti selamatan atau rasa syukur kepada Tuhan bagi anak yang diselamatkan, keluarga anak yang diselamatkan, dan umumnya bagi peserta yang hadir di dalam upacara tersebut.

5.1.4 Fungsi

Dalam penelitian ini terdapat lima fungsi PSTT bagi masyarakat pemiliknya, yaitu 1) sebagai sistem proyeksi (proyeksi system), 2) alat pengesah pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, 3) sebagai alat pendidikan anak, 4) sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat, dan 5) sebagai hiburan. Dalam teks PSTT, secara jelas disebutkan bahwa teks tersebut ditujukan kepada anak yang diselamatkan. Akan tetapi, secara implisit tujuan pencipta menciptakan teks tersebut, yaitu untuk semua orang yang mendengarkan, yang hadir dalam acara tersebut, jadi secara tidak langsung puisi sawér tersebut ditujukan untuk masyarakat penuturnya. Fungsi pendidikan merupakan fungsi yang paling dominan pada upacara sawér turun tanah ini, karena isinya


(26)

208

merupakan nasehat-nasehat kepada anak yang diselamatkan maupun peserta yang mengikuti upacara nyawér. Nasehat-nasehat tersebut berupa agar dapat berpegang teguh kepada Tuhan, pasrah kepada Tuhan, banyak bersyukur kepada Tuhan, harus bisa menjaga diri, serta jangan melakukan hal yang bukan haknya.

5.1.5 Makna

Dalam analisis makna dari PSTT ini ditinjau dari analisis isotopi yang menghasilakn beberapa motif yang akan membentuk makna teks PSTT. Dari analisis isotopi-isotopi teks PSTT ditemukan enam isotopi, yaitu: isotopi Tuhan, isotopi harapan, isotopi tujuan, isotopi nasehat, isotopi manusia, dan isotopi kebahagiaan. Dari keenam isotopi tersebut muncul tiga motif makna bersama. Pertama, motif permohonan kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapan-harapan yang dipanjatkan untuk mencapai sebuah tujuan yang diharapkan. Kedua, motif nasehat-nasehat penutur kepada anak yang diselamatkan agar mencapai sebuah tujuan yang diharapkan. Ketiga, motif ungkapan-ungkapan kebahagiaan orang tua dan keluarga kepada anak yang diselamatkan

Dari analisis pembentukan motif-motif tersebut, akan diperoleh makna keseluruhan dari teks PSTT, yaitu sebuah permohonan yang dipanjatkan kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapan-harapan dan nasehat-nasehat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan anak yang diselamatkan, serta ungkapan-ungkpan rasa kebahagiaan orang tua.

5.2 Saran

Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan oleh penulis cukup terbatas, yaitu hanya sampai pada analisis struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi, dan makna dari PSTT. Tidak menutup kemungkinan bila PSTT ini dikaji lebih jauh dengan menggunakan pendekatan lain. Misalnya, menggunakan pendekatan kajian antropologi, yang menganalisis objek dari segi pertunjukan dan budaya di masyarakat penuturnya. Psikoanalisis, yang memfokuskan pada keadaan masyarakat pemilik teks dan bagaimana kaitannya dengan teks PSTT. Selain itu, teks PSTT dapat dikaji dengan teknik bandingan, yaitu dengan membandingkan teks PSTT di Desa Tanjungjaya dengan teks PSTT di Desa lain.


(27)

209

Hari Firmansyah, 2013

Puisi Sawer Turun Tanah Di Kecamatan Rajadesa Kabupaten Ciamis

Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

DAFTAR PUSTAKA

Badrun, Ahmad. 2003. “Patu Mbojo: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, dan Fungsi”. Jakarta: Universitas Indonesia (Disertasi). Damaianti, V. S dan Nunung Sitaresmi. 2006. Sintaksis Bahasa Indonesia.

Bandung: Pusat Studi Literasi.

Danadjaja, James. 2007. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pt Pustaka Utama Grafiti.

Hadish, Y.K dkk. 1986. Puisi Sawer Bahasa Sunda. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa.

Hutomo, S.S. 1991.Mutiara yang terlupakan Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI.

Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. P.T. Dian Rakyat Luxemburg, Jan Van dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia. Keraf, Gorys. Diksi dan gaya bahasa. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, H. 2001. Kamus Linguistik (Edisi Ketiga). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama .

Pradopo, Rachmat Djoko .2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Prawira Soeganda, A. 1982. Upacara Adat di Pasundan. Bandung: Sumur Bandung

Pudenta MPSS. ed. 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ramlan. M. 1998. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV.Karyono. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rozak Zaidan, Abdul. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Rusyana, Yus. 1970. Bagbagan Puisi Mantra Sunda. Bandung: Projek Penelitian Pantun dan Folklore Sunda.


(28)

210

Rusyana, Yus dan Ami Raksanagara. 1978. Sastra Lisan Sunda: Cerita karuhun, Kajajaden, dan Dedemit. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Samarin, J. William. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius

Teeuw. A. 1994. Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaan. Jakarta: Pustaka Jaya


(1)

penanda jeda antar bait. Namun, ada juga pengambilan nafas dipertengahan larik, sebagai tanda jeda pendek antar larik. Jeda pendek juga terjadi ketiga terjadi pengulangan kata yang sama atau kata ganda.

Irama meliuk serta lembut membuat irama sawér turun tanah terdengar sangat merdu. Irama merdu ini disesuaikan dengan isi teks serta konteks peuturan, karena sebagian besar teks PSTT berisi tentang nasihat-nasihat dan harapan bagi anak yang diselamatkan. Nada-nada yang lembut menimbulkan rasa kasih sayang penutur kepada anak yang diselamatkan, karena nasihat-nasihat dan harapan tersebut diberikan atas dasar kasih sayang orang tua kepada anak yang diselamatkan yang diwakili oleh penutur.

Dari analisis majas ditemukan dua majas, yaitu Majas hiperbola dan majas metafora. Majas hiperbola lebih dominan, sedangkan majas metafora pada teks PSTT tidak terlalu dominan, hanya terdapat satu larik. Hal ini terjadi karena Teks PSTT merupakan teks yang berisi nasehat-nasehat serta harapan-harapan, sehingga kata-kata yang digunakan merupakan kata yang memiliki makna yang jelas.

Dari analisis isotopi-isotopi yang telah dipaparkan, akan muncul motif-motif yang nantinya akan membentuk tema teks PSTT. Isotopi-isotopi yang terdapat dalam teks PSTT meliputi isotopi Tuhan, isotopi manusia, isotopi harapan, isotopi nasehat, isotopi tujuan, dan isotopi kebahagiaan. Isotopi-isotopi tersebut akan menghasilkan tiga motif, diperoleh tema: teks PSTT merupakan puisi yang di dalamnya berisi permohonan yang dipanjatkan kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapan-harapan dan nasehat-nasehat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan anak yang diselamatkan, serta ungkapan-ungkpan rasa kebahagiaan orang tua.

5.1.2 Proses Penciptaan

Dari analisis proses penciptaan PSTT yang di dalamnya merupakan ucapan-ucapan simbolik dan puitis umumnya merupakan ucapan-ucapan sebagai bagian dari satu gubahan puisi sawér. PSTT merupakan puisi yang berisi tentang memohon perlindungan, mengucapkan syukur kepada Tuhan, ungkaphan rasa kebahagiaan, serta memberikan nasehat-nasehat. Dalam penurunan teks PSTT ini,


(2)

206

pada saat penutur mendapatkan teks PSTT dari nenek penutur yang juga sama seorang indung beurang. Penurunan yang diberikan dari penutur kecalon penutur secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung karena penutur diajarkan dengan lisan karena berupa syair, selain itu, secara tidak langsungnya dahulu penutur sering melihat neneknya saat melakukan upacara selamatan anak yang di dalamnya terdapat upacara sawér turun tanah proses. Pada saat penuturan pun penutur melakukannya dengan spontan (tidak terstruktur), karena penutur tidak membacakan teks sawér sebelum penutur menuturkannya pada saat upacara sawér turun tanah. Penutur tidak memiliki teks secara tertulis, penutur hanya mengingat-ingat teks sawér tersebut yang diturunkan dari keluarganya terdahulu. Artinya, proses penciptaan PSTT terjadi disaat pertunjukan. Penutur secara spontan mengingat dan menuturkan teks PSTT tersebut pada saat upacara sawér berlangsung. Namun, adanya ingatan membuat teks ini menjadi terstruktur, karena secara tidak langsung penutur telah mengingat struktur teks yang pernah didengar atau pun ditulisnya dahulu.

5.1.3 Konteks Penuturan

PSTT dituturkan oleh indung beurang pada saat upacara nyawér berlangsung di Desa Tanjungjaya. Biasanya dilaksanakan pada saat selamatan anak yang sudah lepas tali pusat, setelah empat puluh hari, atau setelah anak bisa merangkak. Upacara sawér ini biasanya dilaksanakan pagi hari atau menjelang siang hari antara pukul 09.00 pagi hingga pukul 12.00 siang. Di Desa Tanjungjaya sendiri, upacara ini dilaksanakan jam 10 pagi. Lamanya waktu penuturan tidak dapat ditentukan dengan pasti, karena hal tersebut sangat ditentukan oleh penuturnya. Seperti pada PSTT di Desa Tanjungjaya, penutur menuturkannya hanya dalam waktu 7 menit. Namun, secara umum sebuah pertunjukan khususnya nyawér tidak akan lebih dari satu jam.

PSTT biasa dituturkan oleh indung beurang sesudah melakukan beberapa urutan ritual terhadap anak yang diselamatkan. Indung beurang terlebih dahulu memandikan dan mendandani anak yang diselamatkan pada pagi harinya. Setelah itu, anak yang diselamatkan digendong mengelilingi rumah oleh indung beurang sambil dipayungi, serta membaca salawat-salawat dan ayat-ayat Al-quran.


(3)

Kemudian, indung beurang ke halaman depan rumah, berjongkok di tanah dan membuat tanda silang dengan menggunakan dua buah uang logam lima ratus rupiah. Kemudian anak yang diselamatkan diinjakkan kakinya ke tanah yang telah di beri tanda, sambil mengucapkan doa-doa kepada Tuhan.

Dalam upacara sawér turun tanah ini suasananya sangat ramai, karena keluarga, kerabat dekat, dan masyarakat yang mengikuti upacara ini tidak sabar menunggu untuk memungut perlengkapan sawéran yang ditaburkan. Sebelum teks sawér dituturkan, indung beurang menyampaikan bubuka terlebih dahulu. Dalam upacara sawér turun tanah banyak orang yang terlibat saat teks dituturkan. Orang-orang itu terdiri atas indung beurang sebagai penutur, anak sebagai anak yang diselamatkan, orang yang menaburkan perlengkapan sawéran, keluarga anak yang diselamatkan, serta tetangga dan masyarakat setempat sebagai peserta upacara sawér.

Sawér turun tanah di Desa Tanjungjaya merupaka sebuah tradisi yang biasa dilaksanakan dari dulu hingga sekarang. Akan tetapi, dalam perjalanannya upacaca pada aspek sosial adat budaya mengalami pergeseran mengikuti arus zaman serta wawasan masyarakat penuturnya sendiri. Secara budaya, Sawér turun tanah menambah wawasan pengetahuan tentang arti selamatan atau rasa syukur kepada Tuhan bagi anak yang diselamatkan, keluarga anak yang diselamatkan, dan umumnya bagi peserta yang hadir di dalam upacara tersebut.

5.1.4 Fungsi

Dalam penelitian ini terdapat lima fungsi PSTT bagi masyarakat pemiliknya, yaitu 1) sebagai sistem proyeksi (proyeksi system), 2) alat pengesah pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan, 3) sebagai alat pendidikan anak, 4) sebagai alat pemaksa dan pengawas norma-norma masyarakat, dan 5) sebagai hiburan. Dalam teks PSTT, secara jelas disebutkan bahwa teks tersebut ditujukan kepada anak yang diselamatkan. Akan tetapi, secara implisit tujuan pencipta menciptakan teks tersebut, yaitu untuk semua orang yang mendengarkan, yang hadir dalam acara tersebut, jadi secara tidak langsung puisi sawér tersebut ditujukan untuk masyarakat penuturnya. Fungsi pendidikan merupakan fungsi yang paling dominan pada upacara sawér turun tanah ini, karena isinya


(4)

208

merupakan nasehat-nasehat kepada anak yang diselamatkan maupun peserta yang mengikuti upacara nyawér. Nasehat-nasehat tersebut berupa agar dapat berpegang teguh kepada Tuhan, pasrah kepada Tuhan, banyak bersyukur kepada Tuhan, harus bisa menjaga diri, serta jangan melakukan hal yang bukan haknya.

5.1.5 Makna

Dalam analisis makna dari PSTT ini ditinjau dari analisis isotopi yang menghasilakn beberapa motif yang akan membentuk makna teks PSTT. Dari analisis isotopi-isotopi teks PSTT ditemukan enam isotopi, yaitu: isotopi Tuhan, isotopi harapan, isotopi tujuan, isotopi nasehat, isotopi manusia, dan isotopi kebahagiaan. Dari keenam isotopi tersebut muncul tiga motif makna bersama. Pertama, motif permohonan kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapan-harapan yang dipanjatkan untuk mencapai sebuah tujuan yang diharapkan. Kedua, motif nasehat-nasehat penutur kepada anak yang diselamatkan agar mencapai sebuah tujuan yang diharapkan. Ketiga, motif ungkapan-ungkapan kebahagiaan orang tua dan keluarga kepada anak yang diselamatkan

Dari analisis pembentukan motif-motif tersebut, akan diperoleh makna keseluruhan dari teks PSTT, yaitu sebuah permohonan yang dipanjatkan kepada Tuhan agar dapat mengabulkan harapan-harapan dan nasehat-nasehat sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan anak yang diselamatkan, serta ungkapan-ungkpan rasa kebahagiaan orang tua.

5.2 Saran

Dalam penelitian ini, analisis yang dilakukan oleh penulis cukup terbatas, yaitu hanya sampai pada analisis struktur, proses penciptaan, konteks penuturan, fungsi, dan makna dari PSTT. Tidak menutup kemungkinan bila PSTT ini dikaji lebih jauh dengan menggunakan pendekatan lain. Misalnya, menggunakan pendekatan kajian antropologi, yang menganalisis objek dari segi pertunjukan dan budaya di masyarakat penuturnya. Psikoanalisis, yang memfokuskan pada keadaan masyarakat pemilik teks dan bagaimana kaitannya dengan teks PSTT. Selain itu, teks PSTT dapat dikaji dengan teknik bandingan, yaitu dengan membandingkan teks PSTT di Desa Tanjungjaya dengan teks PSTT di Desa lain.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Badrun, Ahmad. 2003. “Patu Mbojo: Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, dan Fungsi”. Jakarta: Universitas Indonesia (Disertasi). Damaianti, V. S dan Nunung Sitaresmi. 2006. Sintaksis Bahasa Indonesia.

Bandung: Pusat Studi Literasi.

Danadjaja, James. 2007. Folklor Indonesia Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: Pt Pustaka Utama Grafiti.

Hadish, Y.K dkk. 1986. Puisi Sawer Bahasa Sunda. Jakarta. Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa.

Hutomo, S.S. 1991.Mutiara yang terlupakan Pengantar Studi Sastra Lisan. Surabaya: HISKI.

Koentjaraningrat. 1981. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. P.T. Dian Rakyat Luxemburg, Jan Van dkk. 1992. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia. Keraf, Gorys. Diksi dan gaya bahasa. Jakarta: Gramedia.

Kridalaksana, H. 2001. Kamus Linguistik (Edisi Ketiga). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama .

Pradopo, Rachmat Djoko .2009. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Prawira Soeganda, A. 1982. Upacara Adat di Pasundan. Bandung: Sumur Bandung

Pudenta MPSS. ed. 1998. Metodologi Kajian Tradisi Lisan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Ramlan. M. 1998. Ilmu Bahasa Indonesia Sintaksis. Yogyakarta: CV.Karyono. Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rozak Zaidan, Abdul. 2007. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.

Rusyana, Yus. 1970. Bagbagan Puisi Mantra Sunda. Bandung: Projek Penelitian Pantun dan Folklore Sunda.


(6)

210

Rusyana, Yus dan Ami Raksanagara. 1978. Sastra Lisan Sunda: Cerita karuhun, Kajajaden, dan Dedemit. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Samarin, J. William. 1988. Ilmu Bahasa Lapangan. Yogyakarta: Kanisius

Teeuw. A. 1994. Indonesia Antara Kelisanan dan Keberaksaan. Jakarta: Pustaka Jaya


Dokumen yang terkait

STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, SIMBOL, MAKNA, DAN FUNGSI MANTRA PERKAWINAN PADA MASYARAKAT ADAT RANCAKALONG KABUPATEN SUMEDANG SERTA UPAYA PELESTARIANNYA.

6 8 38

Kajian Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, Fungsi, Dan Nilai Dalam Puisi Pupujian Di Kecamatan Cilamaya Wetan Kabupaten Karawang Serta Pelestariannya.

0 3 35

ANALISIS STRUKTUR, PROSES PENCIPTAAN, KONTEKS PENUTURAN,FUNGSI, DAN MAKNA TEKS MITE PELET MARONGGE SERTA PEMANFAATANNYA DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA.

12 37 62

CARITA MAUNG PADJAJARAN DI KECAMATAN SURADE: Struktur, Proses Penciptaan, Konteks Penuturan, Fungsi, dan Makna.

1 5 40

TRADISI BERTANI JAGUNG MASYARAKAT MUNA: Kajian Struktur Kegiatan, Struktur Teks, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan dan Fungsi Mantra serta Model Pembelajarannya di SMA.

7 77 62

TEMBANG CIANJURAN PANGAPUNGAN (WANDA PAPANTUNAN) DALAM TRADISI MAMAOS DI LEMBAGA KEBUDAYAAN CIANJUR (LKC): Analisis Struktur, Konteks Pertunjukan, Proses Penciptaan, Fungsi dan Makna.

11 92 46

ANALISIS LEGENDA DEWI BUNGUR SARI, OPAT JAWARA PALEDANG, DAN BUYUT KUNTA MANGLAYANG JEUNG BUYUT KUNTA PALASARA DI MASYARAKAT UJUNGBERUNG BANDUNG : Struktur, Konteks Penuturan, Proses Penciptaan, dan Fungsi.

1 2 34

LAGU DOLANAN DI HEGARMANAH: STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI.

0 7 31

MANTRA DALAM UPACARA PESONDO: KAJIAN STRUKTUR TEKS, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN DAN FUNGSI SERTA KEMUNGKINAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA LISAN DI SMA.

7 34 59

MANTRA RITUAL BABARIT: NILAI BUDAYA, STRUKTUR, KONTEKS PENUTURAN, PROSES PENCIPTAAN, DAN FUNGSI SERTA PELESTARIANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR APRESIASI SASTRA DI SMA.

5 53 75