PERAN PERUM BULOG SUBDIVRE KEDIRI DALAM MENJAGA STABILITAS HARGA BERAS MELALUI PENGADAAN BERAS.

(1)

MELALUI PENGADAAN BERAS

TESIS

Diajukan Oleh :

DHANNY NOVITA FIBRIANI

0364 020 105

Kepada

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “Veteran”

JAWA TIMUR


(2)

PERAN PERUM BULOG SUBDIVRE KEDIRI

DALAM MENJAGA STABILITAS HARGA BERAS

MELALUI PENGADAAN BERAS

Yang dipersiapkan dan disusun Oleh :

DHANNY NOVITA FIBRIANI

Telah dipertahankan didepan Dosen Penguji

Pada tanggal 20 Januari 2006

Dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima

SUSUNAN DEWAN PENGUJI :

Pembimbing Utama

Anggota Penguji

Dr. Ir. Zainal Abidin, MS

Prof. Dr. Soeparlan Pranoto, SE, Ak, MM

Pembimbing Pendamping

Prof. Dr. Ir. H. Marsadi Pawirosemadi

Drs. Ec. Prasetyohadi, MM

Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP

Surabaya, 20 Januari 2006

UPN “Veteran” Jawa Timur

Program Pascasarjana

Direktur


(3)

Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan

Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan TESIS dengan judul : PERAN PERUM BULOG

SUBDIVRE KEDIRI DALAM MENJAGA STABILITAS HARGA BERAS MELALUI

PENGADAAN BERAS.

Penulisan Tesis ini untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan kuliah

tingkat Pascasarjana Program Studi Magister Manajemen Agribisnis Universitas

Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam penulisan Tesis ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai

pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya atas bimbingan dan bantuan kepada :

1.

Dr. Ir. Zainal Abidin, MS., selaku dosen pembimbing utama dan Drs. Ec.

Prasetyohadi, MM., selaku dosen pembimbing pendamping.

2.

Dr. Ir. Teguh Soedarto, MP., selaku Ketua Program Studi MMA dan dosen Penguji.

3.

Prof. Dr. Soeprlan Pranoto, SE, Ak, MM., dan Prof. Dr. Ir. H. Marsadi Pawirosemadi,

selaku dosen penguji.

4.

Keluargaku tercinta (Ayah, mama, Mbak Dhinny, Abang Martha, Dik Ayu,

Keponakan Kecilku Mufid Javier, dan My Soulmate Deddy Agoes Susanto, SSos)

yang telah banyak memberikan kebahagiaan, Thanx 4 Everything.

5.

Sahabatku Fitasari Desi Arianti, SP., yang menemaniku Ujian Tesis dan revisi.

6.

Rekan-rekan mahasiswa angkatan IX program studi Magister Manajemen Agribisnis

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur yang selalu memberikan


(4)

menyelesaikan Tesis ini.

8.

Pihak-pihak lain yang telah membantu dalam penulisan Tesis sehingga dapat

terselesaikan dengan baik

Penulis menyadari bahwa penulisan Tesis ini masih jauh dari sempurna, meskipun

telah diusahakan sebaik-baiknya, namun tetap tidak terlepas dari kekurangan dan

kesalahan. Namun demikian penulis berharap semoga memberikan manfaat dalam

membangun keilmuan, masyarakat, bangsa dan negara.

Surabaya, Januari 2006


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.

Latar Belakang ... 1

1.2.

Perumusan Masalah ... 9

1.3.

Tujuan Penelitian ... 9

1.4.

Manfaat Penelitian ... 10

1.5.

Ruang Lingkup ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu ... 11

2.2. Landasan Teori ... 13

2.2.1. Arti Penting Beras ... 13

2.2.2. Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri ... 15

2.2.3. Fungsi Perum BULOG Divre Jatim ... 23

2.2.4.

Pengertian Harga ... 24


(6)

2.2.4.2.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

Tingkat Harga ... 25

2.2.5.

Pengertian Kebijaksanaan Harga ... 27

2.2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kebijaksanaan Harga ... 28

2.2.5.2. Kebijaksanaan Harga Dasar dan

Harga Tertinggi ... 29

2.2.6.

Pengertian Petani ... 31

2.2.7.

Penawaran ... 32

2.3. Kerangka Pemikiran ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 38

3.1. Definisi Operasional Variabel ... 38

3.2. Lokasi Penelitian ... 39

3.2.

Jenis dan Sumber Data ... 39

3.3.

Metode Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 42

4.1. Sejarah Singkat Tentang Bulog ... 42

4.1.1. Tugas ... 47


(7)

4.1.3. Kewenangan ... 47

4.2. Deskripsi Data Penelitian ... 48

4.2.1. Perkembangan Pengadaan Beras di Jawa Timur ... 49

4.2.2. Perkembangan Harga Beras di Jawa Timur ... 51

4.3.

Hubungan antara Jumlah Pengadaan Beras dengan

Harga Beras ... 54

4.3.1. Analisis Regresi Linier Sederhana ... 55

4.4. Pembahasan ... 55

4.4.1. Peranan Perum Bulog ... 59

4.4.2. Implementasi Penelitian ... 62

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

5.1. Kesimpulan ... 63

5.2. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65


(8)

Oleh : Dhanny Novita Fibriani

ABSTRAKSI

Kebutuhan pangan terutama beras bagi rakyat Indonesia merupakan

kebutuhan manusia sehari-hari yang sangat dibutuhkan untuk menunjang

kelangsungan hidup manusia. Kedudukan beras sebagai salah satu kebutuhan

pokok merupakan salah satu sektor yang strategis dapat dipahami karena

pengeluaran pemerintah untuk sector ini tiap tahunnya cukup besar. Pengadaan

beras sebagai salah satu kebutuhan pokok merupakan suatu kebijaksanaan yang

harus ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan dalam jangka panjang.

Peranan BULOG adalah menjaga stabilnya harga dan meratanya penyebaran

bahan pangan terutama beras sebagai komoditi sosial yang dapat mempengaruhi

keadaan perekonomian, politik, bahkan pertahanan keamanan. Dan tugas utama

BULOG adalah menjaga Harga Dasar Gabah, Menyalurkan beras untuk rakyat

miskin (Raskin), mengelola stock pangan pemerintah sebagai cadangan pangan

untuk bencana alam, konflik sosial, maupun cadangan karena keadaan darurat

lainnya.

Data yang digunakan merupakan data yang ada dalam kurun waktu

mulai tahun 1981 – 2005, yang terdiri dari data jumlah pengadaan beras, harga

beras, dan stock beras yang dikelola oleh kantor Perum BULOG Sub Divre

Kediri. Teknik analisis yangdipergunakan dalam penelitian ini adalah Analisis

deskriptif yang menggambarkan kejadian dengan cara mendeskripsikan dan

mengamati secara langsung maupun tidak langsung peranan Perum BULOG

Subdivre Kediri dalam menjaga stabilitas harga beras.

Dari hasil analisis dinyatakan bahwa trend atau ramalan harga beras

untuk 5 tahun mendatang, harga beras terus mengalami kenaikan yang signifikan,

bahkan saat ini harga beras sudah hampir menyamai harga bahan bakar minyak

yaitu premium. Ini berarti menunjukkan bahwa peranan BULOG dalam

menstabilkan harga tidak terwujud. Peranan Bulog dalam ketahanan pangan

dengan formatnya sebagai Perum juga masih membutuhkan waktu dan proses,

disamping sesuai dengan amanat dari PP 68/2002 dan PP 7/2003 serta Inpres

9/2002 diperlukan arahan pemerintah yang harus dilaksanakan Bulog yang juga

memerlukan proses. Pengembangan Bulog agar benar-benar menjadi lembaga

yang dapat menyeimbangkan peran sosial dan komersial dalam sistem

pengelolaan yang transparan dan

accountable

membutuhkan proses disertai

dengan pemantauan yang objektif.


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Komoditas pertanian khususnya komoditas pangan memiliki arti dan peranan yang sangat penting dan strategis baik ditinjau dari sisi ekonomi, sosial, politik, lingkungan hidup, maupun pertahanan dan keamanan suatu negara.

Pembangunan yang dilaksanakan secara berkesinambungan mempunyai arah dan tujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, merata materiil maupun spirituil berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Tujuan pembangunan itu tidak akan tercapai dalam beberapa tahun saja sehingga pelaksanaan pembangunan diupayakan melalui tahapan pembangunan lima tahun dimana setiap tahap titik berat dilaksanakan dibidang ekonomi (GBHN, 1993).

Sejalan dengan tujuan itu maka pemerintah telah melaksanakan kebijaksanaan pemerataan yang ditujukan demi tersedianya kebutuhan pokok yang cukup tersebar merata dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Diantara upaya pembangunan semua sektor maka sektor pangan mempunyai kedudukan dan peranan yang sangat penting, karena pangan tidak hanya mencakup kebutuhan dasar manusia untuk tumbuh dan berfungsi secara normal namun juga terkait dengan masalah kehidupan bangsa yang lebih luas seperti ekonomi, sosial, politik bahkan dengan pertahanan keamanan. Di negara sedang


(10)

berkembang seperti Indonesia ini kemantapan harga pangan sangat menentukan stabilitas nasional yang di perlukan demi berhasilnya pembangunan.

Kebutuhan pangan terutama beras merupakan kebutuhan manusia sehari-hari yang sangat dibutuhkan untuk menunjang kelangsungan hidup manusia, jadi dapat dikatakan selama masih ada kehidupan manusia maka disitu pangan sangat dibutuhkan. Kedudukan beras sebagai salah satu kebutuhan pokok merupakan salah satu sektor yang strategis dapat dipahami karena pengeluaran pemerintah untuk sector ini tiap tahunnya cukup besar. Meskipun sebagai bahan makanan, beras dapat digantikan atau disubstitusikan dengan bahan makanan lainnya namun beras memiliki nilai tersendiri bagi orang yang biasa mengkonsumsi nasi dan hal itu tidak mudah digantikan oleh makanan lain. Tingginya pengeluaran untuk beras dari waktu ke waktu akan terus meningkat. Pengadaan beras sebagai salah satu kebutuhan pokok merupakan suatu kebijaksanaan yang harus ditingkatkan sebagai landasan untuk pembangunan dalam jangka panjang.

Ini berarti pemerintah harus selalu berusaha untuk menyediakan kebutuhan pangan dengan jumlah yang memadai. Hal ini disebabkan :

a. Jumlah penduduk yang terus meningkat yang berarti konsumsi untuk kebutuhan pangan akan meningkat pula.

b. Pangan terutama beras harus tersebar merata di seluruh wilayah agar masyarakat bisa mendapatkannya dengan mudah.


(11)

Ketidakstabilan harga beras akan mempengaruhi produsen dalam hal ini petani dan konsumen. Ketidakstabilan harga beras bagi produsen akan mempengaruhi gairahnya dalam berproduksi sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen dengan baik. Jika harga beras berfluktuasi terlalu tajam dikhawatirkan gairah petani untuk menanam padi akan menurun, kalau hal itu terjadi dalam skala besar produksi padi dan ketahanan pangan bisa terancam, dan ini berarti konsumen akan kesulitan dalam memenuhi kebutuhan konsumsinya, karena produksi yang ada di dalam negeri tidak mencukupi untuk kebutuhan pangan. Upaya yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di dalam ngeri adalah dengan mengimport beras. Selain untuk menjaga ketahan pangan, import di lakukan untuk mengurangi laju inflasi. Ini dikarenakan publik menggunakan inflasi pangan sebagai acuan untuk memperkirakan inflasi agregat, artinya kenaikan harga pangan juga mempengaruhi atau mendorong kenaikan harga barang lainnya atau dijadikan sebagai dasar pembentukan harapan (expectacy) inflasi di masa mendatang. Perubahan harga pangan tersebut dapat menimbulkan dampak langsung dan tidak langsung.

Mengingat pentingnya stabilitas pangan nasional maka disinilah peran BULOG diperlukan untuk menjaga stabilnya harga dan meratanya penyebaran bahan pangan terutama beras sebagai komoditi sosial yang dapat mempengaruhi keadaan perekonomian, politik, bahkan pertahanan keamanan (Amien, 1992).

Menjaga kestabilan harga bahan pangan terutama beras, BULOG harus melaksanakan beberapa kegiatan yang berhubungan atau bertujuan untuk menjaga kestabilan harga beras, diantaranya yaitu melakukan distribusi beras secara


(12)

langsung ke pasaran melalui Operasi Pasar apabila ada gejala kenaikan harga yang tidak sewajarnya atau melebihi harga atap, untuk melakukan distribusi beras ini tentu saja BULOG harus mempunyai stock beras yang cukup agar harga beras dapat dikendalikan.

Sebagai salah satu lembaga Pemerintah, inilah dilemma BULOG karena memiliki peran sentral dalam mengelola pangan nasional, secara Implisit, artinya BULOG diharuskan untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada konsumen, sekaligus tidak merugikan produsen, namun karena jumlah konsumen begitu banyak, ditambah lagi dengan karakteristik perbedaan yang cukup ekstrim dilihat dari segi penghasilan, tugas tersebut menjadi beban yang sarat dengan nuansa hate and love.

Di era Reformasi, beberapa lembaga pemerintah mengalami revitalisasi serta reformasi termasuk BULOG, mulai tahun 1997 tugas pokok BULOG dibatasi hanya menangani komoditi beras dan gula pasir, kemudian diciutkan lagi pada tahun 1998 hanya mengelola Beras.

Setelah sempat diubah dengan beberapa Keppres, BULOG yang terakhir berfungsi menangani management logistik ini diharapkan lebih berhasil dalam mengelola persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras serta usaha jasa logistik. Sesuai dengan ketentuan dalam Keppres No. 103 tahun 2001, BULOG harus berubah status menjadi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) paling lambat 31 Mei 2003, perubahan tugas dan fungsi Bulog sering terjadi di era Reformasi seiring dengan terjadi pergantian pemerintah.


(13)

Tuntutan perubahan itu telah terjawab. BULOG telah berubah dari Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) menjadi Perusahaan Umum (Perum) sejak pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 tahun 2003 yang berlaku sejak ditetapkan tanggal 20 Januari 2003 yang selanjutnya direvisi dengan PP No. 61 tahun 2003, peluncuran Perum dilaksanakan di Gedung Arsip Nasional Jakarta, pada tanggal 10 Mei 2003.

Banyak hal yang harus berubah dalam lembaga baru ini, terutama pola kerja yang lebih profesional, peningkatan efisien dan transparansi serta demokratisasi, namun ada pula yang tidak berubah yaitu tanggung jawab publik, khususnya pemantapan ketahanan pangan dan penguatan hak rakyat atas pangan, dalam waktu yang sama juga harus mampu menyelaraskan kegiatan komersial dengan tugas dan tanggung jawab publik secara akuntabel dan transparan, dalam lembaga yang baru ini, Perum BULOG harus mampu membuktikan bahwa memang lebih efisien dalam mengemban dua tugas sekaligus tanpa konflik diantaranya.

Tujuan dan tugas Perum BULOG dirancang mengacu pada konsep ketahanan pangan dan hak rakyat atas pangan sesuai UU No. 1 tahun 1996 tentang pangan, tujuan Perum BULOG adalah untuk turut serta membangun ekonomi nasional dengan berperan serta dalam melaksanakan program pembangunan nasional dibidang Pemantapan Ketahanan Pangan.

Maksud didirikannya Perum BULOG adalah agar penyelenggaraan Usaha Logistik pangan pokok menjadi bermutu dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak, serta melaksanakan tugas tertentu dari pemerintah,


(14)

khususnya dalam pengamanan harga pangan yang bersifat pokok, pengelolaan cadangan pangan pemerintah, dan distribusi masyarakat tertentu (targeted).

Sebagai lembaga yang mempunyai dua tugas dengan orientasi yang berbeda (pelayanan publik dan aktivitas komersial), maka Perum BULOG khususnya Divisi Regional (Divre) Jawa Timur harus merancang suatu strategi usaha komersial yang tidak berbenturan dengan pelayanan publik. Desain pola usaha komersial yang mendukung adanya kegiatan operasi publik, dengan adanya sinergi antara kegiatan komersial dan kegiatan pelayanan publik, diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan perusahaan sesuai penugasan pemerintah.

Wujud tugas publik adalah menjaga Harga Dasar Gabah, Menyalurkan beras untuk rakyat miskin (Raskin), mengelola stock pangan pemerintah sebagai cadangan pangan untuk bencana alam, konflik sosial, maupun cadangan karena keadaan darurat lainnya.

Wujud tugas komersial adalah usaha angkutan, usaha dibidang survei dan perawatan kualitas, usaha industri perberasan melalui 15 unit pengolahan gabah beras yang tersebar diseluruh Subdivre, usaha budi daya rumput laut, usaha perdagangan cengkeh, gula pasir, minyak goring, beras, dan usaha-usaha lainnya yang sifatnya situasional.

Produksi pertanian, khususnya padi, untuk Propinsi Jawa Timur setiap tahun mengalami peningkatan yang tidak signifikan, dimana daya dukung dari sisi luas lahan pertanian cenderung mengalami penurunan, sementara pengadaan gabah oleh Perum BULOG Divre Jatim dalam empat tahun terakhir mengalami naik turun. Pengadaan paling kecil terjadi pada tahun 2001 dengan jumlah


(15)

pengadaan mencapai 817 ribu ton, sedangkan pengadaan terbesar terjadi pada tahun 2000 di mana Perum BULOG Divre Jatim mampu membeli 1.052.727 ton gabah kering giling (GKG) dari petani. Selama ini, secara nasional Perum Bulog biasa menyerap 7 – 15% produksi gabah petani. Sementara BULOG Jatim justru mampu melebihi kemampuan serap nasional, yakni sekitar 25%. Secara keseluruhan, perbandingan pengadaan dan produksi padi di Jatim dalam lima tahun terakhir tergambar sebagai berikut :

Tabel 1. Perbandingan Pengadaan dan Produksi Padi di Jatim

No. Tahun

Pengadaan (Eqv. GKG)

Prod. Jatim (GKG) (Ton) Perbandingan Pengadaan Jatim Terhadap Nasional (Ton) Jatim

(Ton) Pengadaan

nasioanal (%)

Produksi Jatim

(%)

1. 2000 3.452.074 1.052.727 9.457.107 30,50 11,13

2. 2001 3.219.744 817.789 8.699.547 25,62 9,40

3. 2002 3.383.504 920.263 8.965.116 27,20 10,26

4. 2003 3.090.713 921.497 8.914.995 29,82 10,34

5. 2004 3.002.491 957.497 9.001.624 31,89 10,64

Sumber : Perum Bulog Divre Jatim

Setelah hak monopoli impor beras oleh BULOG dicabut pada tahun 1999, praktis Indonesia telah menganut kebijakan perdagangan bebas untuk komoditas beras, dalam kondisi Globalisasi perdagangan beras saat ini, secara teknis memang Indonesia sudah tidak dapat lagi melaksanakan kebijakan Harga Dasar Gabah (HDG) yang dikenal dengan nama Floor price policy. Salah satu cara untuk memberikan insentif harga kepada petani adalah dengan mengimplementasikan kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) atau yang dikenal dengan nama Procurement price policy.


(16)

Harga pembelian gabah oleh Mitra Kerja ADA DN dari petani/kelompok tani di tingkat petani/kelompok tani pada berbagai tingkat kualitas (GKP, GKS, dan GKG) ditetapkan minimal sesuai dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang ditetapkan pemerintah dikurangi ongkos angkut dan biaya pengolahannya.

Selama ketentuan harga pembelian gabah dan beras belum ada perubahan dari pemerintah maka ketentuan harga pembelian gabah dan beras masih berlaku ketentuan harga beli sebagaimana dimaksud dalam Inpres RI Nomor 2 Tahun 2005 tanggal 2 Maret 2005 tentang Kebijakan Perberasan (BULOG, 2005).

Dasar perhitungan HPP untuk gabah/beras dalam Inpres No. 2 Tahun 2005, adalah :

1. Menurut kajian Departemen Pertanian, akibat kenaikan harga BBM perlu penyesuaian harga GKP

2. Pemerintah telah menetapkan kenaikan harga GKP dari Rp. 1.230/kg menjadi Rp. 1.330/kg, atau naik sebesar 8,1 %.

3. Berdasarkan perhitungan bahwa ongkos angkut dari sawah petani ke gudang penggilingan adalah Rp. 35/kg, maka harga referensi GKP di tingkat petani adalah Rp. 1.295/kg.

4. Sebagai gambaran, rata-rata harga GKP pada musim panen raya (Februari-Juni) tahun 2003 adalah sebesar Rp. 1.253/kg dan tahun 2004 adalaah Rp. 1.215/kg di penggilingan.


(17)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat dirumuskan permasalahan adalah

1. Apakah peran Bulog Sub Divre Kediri dapat menjaga stabilitas harga beras melalui pengadaan beras?.

2. Bagaimana perkembangan beras yang dilakukan oleh Perum BULOG ?. 3. Bagaimana cara mencaga stabilitas harga melalui Perum Bulog dalam

menjaga stabilitas harga beras?.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fenomena dan pokok permasalahan di atas, dikemukakan tujuan penelitian adalah

1. Untuk mendeskripsikan peran Perum BULOG Subdivre Kediri dalam menjaga kestabilan Harga Beras melalui Pengadaan Beras.

2. Untuk mengetahui perkembangan pengadaan beras yang dilakukan oleh Perum BULOG Sub Divre Kediri.


(18)

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai :

1. Bahan pertimbangan bagi BULOG dan Lembaga-lembaga yang terkait dalam menentukan kebijaksanaan yang berkenaan dengan beras.

2. Acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup

Agar tidak terjadi perbedaan persepsi dan salah penafsiran maka penelitian ini diberikan batasan masalah sebagai berikut :

1. Komoditi yang diteliti adalah beras yang pengelolaannya dilakukan oleh BULOG SubDivre Kediri.

2. Pengadaan beras yang dimaksud adalah pengadaan beras yang dilakukan oleh BULOG SubDivre Kediri dan ditujukan untuk kelancaran distribusinya.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hasil Penelitian Terdahulu

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang terdiri dari antara lain : 1. Norma Esti Rahayu (2000)

Judul : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Harga Beras di Jawa Timur

Kesimpulan :

1. Jumlah penduduk, produksi beras dan import beras secara bersama-sama berpengaruh terhadap harga beras di Jawa Timur.

2. Jika jumlah penduduk bertambah maka harga beras juga mengalami kenaikan.

3. Jika ada peningkatan produksi beras maka terjadi penurunan harga beras.

4. Jika ada peningkatan import beras maka terjadi penurunan harga beras.

5. Jumlah penduduk berpengaruh secara dominan terhadap harga beras di Jawa Timur.

2. Dwindayatie (2001)

Judul : Pengaruh Pengadaan Beras dan Harga Pasar Terhadap Jumlah Beras pada Depot Logistik Jawa Timur.


(20)

Kesimpulan :

1. Adanya pengaruh pengadaan beras terhadap persediaan beras pada Depot Logistik Jawa Timur sebesar 0,44% yang artinya setiap kenaikan satu satuan kilogram variabel pengadaan beras akan cenderung meningkat dengan asumsi variabel konstan.

2. Adanya pengaruh harga pasar terhadap persediaan beras pada Depot Logistik Jawa Timur ternyata variabel harga pasar berpengaruh terhadap persediaan beras sebesar 0,11% yang artinya setiap satu satuan rupiah pada variabel harga pasar akan cenderung meningkat dengan asumsi variabel konstan.

3. Sri Lestari Handayani (2003)

Judul : Analisis Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Harga Beras di Propinsi Jawa Timur.

Kesimpulan :

1. Hasil uji analisis dengan menggunakan model regresi linier berganda secara simultan terhadap hubungan yang bermakna antara variabel pendapatan perkapita, inflasi, harga dasar gabah dan jumlah penduduk terhadap harga beras di Jawa Timur.

2. Berdasarkan perkembangan harga beras di Jawa Timur dapat disimpulkan bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 1998 dan terendah tahun 1993.


(21)

3. Berdasarkan perkembangan pendapatan perkapita dapat disimpulkan bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 2000 dan terendah pada tahun 1998.

4. Berdasarkan perkembangan inflasi dapat disimpulkan bahwa perkembngan tertinggi terjadi pada tahun 2000 dan terendah pada tahun 1993.

5. Berdasarkan perkembangan harga dasar gabah dapat disimpulakn bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 1998 dan terendah pada tahun 1992.

6. Berdasarkan perkembangan jumlah penduduk dapat disimpulkan bahwa perkembangan tertinggi terjadi pada tahun 1996 dan terendah pada tahun 1993.

2.2. Landasan Teori 2.2.1. Arti Penting Beras

Masalah pangan memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia, gejolak harga pangan mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap stabilitas ekonomi, hal ini disebabkan karena saham pangan dalam hidup masyarakat sangat besar dan produsen pangan merupakan bagian penduduk terbesar di Indonesia, sehingga perubahan harga pangan juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat luas.

Kebijakan dalam rangka mempertinggi tingkat pendapatan, taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat, penyediaan pangan dan gizi yang cukup


(22)

memadai dan terjangkau oleh seluruh rakyat memegang peranan yang sangat penting. Gejolak harga pangan akan menimbulkan kerisauan pada masyarakat baik dikota maupun didesa, dan peningkatan harga yang tidak terkendali akan menimbulkan gangguan terhadap kelancaran pembangunan, jadi jelaslah bahwa pangan mempunyai peranan yang sangat penting dalam rangka usaha tercapainya sasaran pembangunan (Setiawan, 1997).

Membahas masalah pangan di Indonesia maka akan selalu identik dengan beras sebab mayoritas penduduk Indonesia bahan makanan pokoknya adalah beras. Beras telah dijadikan sasaran utama kebijaksanaan pemerintah di sektor pertanian khususnya dibidang pangan yaitu tujuan dicapainya swasembada beras.

Penduduk yang bertambah tiap tahunnya serta adanya peningkatan konsumsi perkapita akan membawa peningkatan dalam total kebutuhan konsumsi nasional, hal tersebut membuat semakin rumitnya permasalah dalam upaya pemenuhn kebutuhan konsumsi itu. Khusus dibidang produksi kebijksanaan telah banyak dirumuskan dan diterapkan dalam mencari alternatif bagi jalan keluar pemecahan masalah itu.

Penumpukan stock merupakan tugas yang paling utama, yang diamanatkan oleh pemerintah kepada Perum BULOG. Ketahanan stock tersebut merupakan usaha untuk menyediakan cadangan pangan guna mengatasi keadaan darurat seperti bencana alam maupun bencana yang terjadi akibat ulah manusia (konflik sosial).


(23)

Manajemen stock Perum BULOG merupakan manajemen yang tersentralisisir, dengan manajemen yang demikian akan mempermudah pengelolaan penyimpanan serta penyalurannya. Stock pangan yang tersedia disetiap daerah merupakan komponen stock pangan nasional dan merupakan bagian dari perekat bangsa bukan sebaliknya.

2.2.2. Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri

Pengadaan beras merupakan pembelian beras yang dilakukan BULOG Divre Jatim di 13 wilayah Subdivre Jatim melalui KUD, Non KUD dan Satgas Pengadaan. Non KUD adalah pihak swasta atau perorangan yang menyetorkan atau menjual berasnya ke BULOG Divre Jatim/Subdivre, sedangkan Satgas Pengadaan adalah karyawan BULOG yang khusus bertugas melakukan pembelian beras dalam kegiatan pengadaan beras.

Pengadaan Gabah dan Beras dalam negeri oleh Perum BULOG dilaksanakan melalui :

1. Mitra Kerja (Koperasi maupun Non Koperasi) 2. Probis Industri Beras (PIB)

3. Program Pengadaan Dalam Negeri melalui Pusat Pengolahan Padi Terpadu (P3T)

4. Satuan Tugas Operasional Pengadaan Gabah Dalam Negeri (SATGAS ADA DN)


(24)

Mitra Kerja Perum BULOG adalah perusahaan penggilingan (koperasi maupun non koperasi) yang telah lulus seleksi yang dilaksanakan oleh Tim seleksi yang dibentuk oleh Kadivre/Kasub-Divre. Perusahaan penggilingan padi di Indonesia berbagai macam jenis, kapasitas dan peralatan yang dimiliki. Pengelompokan penggilingan padi dapat dilakukan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Pengelompokan Perusahaan Penggilingan Padi dan Mutu Produksi

Mitra

Kerja NAMA

PROSES

MUTU Produksi Pengeringan Penggiling

an Penyimpanan

A Penggilingan Padi Terpadu

Pengering Mekanis > 50 Ton/cycle

P P T > 10 ton/jam

Silo

> 3.000 ton Mutu III+

B

Penggilingan Padi Besar

(PPB)

Lantai Jemur > 15 Ton/hari Pengering

Mekanis > 10 Ton/cycle

P P B 3–10 ton/jam

Gudang Permanen > 1.000 ton

Mutu III C Penggilingan Padi Kecil (PPK) Lantai Jemur > 10 Ton/hari

P P K 1-3 ton/jam Gudang semi permanen 500-1000 ton Mutu IV D Penggilingan Padi Sederhana (PPS) Lantai Jemur > 5 Ton/hari

P P S 0.5-1 ton/jam Gudang Sederhana 200-500 ton Mutu IV

Sumber : Perum BULOG

Penggilingan Gabah disebut juga penggilingan padi adalah rangkaian alat dan mesin yang berfungsi melakukan proses pengolahan gabah kering giling (GKG) sampai menjadi beras putih siap konsumsi. Dengan melihat sarana yang dimiliki, penggilingan padi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu sebagai berikut :

a. Penggilingan Padi Terpadu


(25)

kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras, dimana kapasitasnya lebih besar dari PPB serta terintegrasi dengan mesin pengeringan dan silo penyimpanan oleh elevtor dan conveyor.

b. Penggilingan Padi Besar (PPB)

Yang disebut dengan penggilingan padi besar atau yang disingkat PPB adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi satu kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas antara 3 ton – 10 ton per jam gabah kering giling. System pengolahan ini minimum harus melalui empat proses utama, yaitu : proses pembersihan gabah, proses pecah kulit, proses pemisahan gabah dengan beras pecah kulit, dan proses pemutihan beras pecah kulit secara berulang dua sampai empat kali.

c. Penggilingan Padi Kecil (PPK)

Yang disebut dengan penggilingan padi kecil (PPK) adalah unit peralatan teknik yang merupakan gabungan dari beberapa mesin menjadi satu kesatuan utuh yang berfungsi sebagai pengolah gabah menjadi beras dengan kapasitas lebih kecil dari 2 ton per jam gabah kering giling. System penggilingan padi kecil (PPK) dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : tipe sederhana dan tipe lengkap.

d. Penggilingan Padi Sederhana (PPS)

Yang disebut dengan penggilingan padi sederhana adalah unit peralatan teknik yang berfungsi sebagai mesin pengolah gabah menjadi beras, baik merupakan satu unit tersensiri maupun merupakan gabungan dari


(26)

beberapa mesin, dimana proses satu sama lain dihubungkan dengan tenaga manusia.

Makin tinggi dan lengkap teknologi penggilingan padi yang digunakan, maka mutu produk penggilingan padi tersebut juga makin meningkat. Komponen mutu produksi masing-masing dari proses penggilingan padi adalah seperti pada tabel 3.

Tabel 3. Mutu Produksi

No. Komponen Mutu Satuan Mutu

III+

Mutu III

Mutu IV

1 Derajat Sosoh (Min) % 100 95 95

2 Kadar Air (Max) % 14 14 14

3 Beras Kepala (Min) % 87 84 78

4 Butir Utuh (Min) % 44 40 35

5 Butir Patah (Max) % 10 15 20

6 Butir Menir (Max) % 1 1 2

7 Butir Merah (Max) % 1 1 3

8 Butir Kuning/Rusak (Max) % 1 1 3

9 Benda Mengapur (Max) % 1 1 3

10 Benda Asing (Max) % 0.02 0.02 0.02

11 Butir Gabah (Max) Butir/100 g 1 1 1

12 Campuran varietas lain (Max) % 5 5 5

Sumber : Perum BULOG

Mitra kerja Perum BULOG harus dapat memenuhi persyaratan Teknis dan Kinerja, yaitu :

A. Persyaratan Teknis

1. Memiliki sarana dan prasarana pengolahan padi berupa sarana pembersihan awal , pengeringan (lantai jemur/dryer), pembersihan lanjutan, penyimpanan, penggilingan padi (husker, polisher, blower, ayakan menir) sesuai dari masing-masing tipe perusahaan penggilingan


(27)

2. Sarana pengolahan padi dapat menghasilkan produk sesuai yang ditetapkan sebagai persyaratan kualitas gabah/beras dalam negeri

3. Memiliki operator yang menguasai operasi dari masing-masing mesin yang dipunyai dan dianjurkan pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan pasca panen yang dilaksanakan oleh Perum BULOG atau instansi lain yang berwenang

4. Dalam 1 (satu) Kabupaten setiap Mitra Kerja hanya diperbolehkan mengajukan 1 (satu) nama perusahaan penggilingan padi sebagai mitra pengadaan

B. Persyaratan Kinerja

1. Mitra Kerja memiliki kinerja yang baik di dalam kegiatan pengadaan gabah/beras dalam negeri

2. Telah mematuhi seluruh peraturan dan ketentuan Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri Perum BULOG yang berlaku dan Kebijakan Perberasan Nasional

3. Berhasil membina petani/kelompok tani dalam rangka peningkatan kualitas gabah dan pendapatan petani yang dibuktikan dengan daftar kelompok tani yang dibina

4. Berhasil menjaga Harga Pembelian Pemerintah ditingkat petani/kelompok tani

5. Diprioritaskan bagi Mitra Kerja yang berpengalaman pada bidang ini minimal 3 (tiga) tahun yang dibuktikan dengan dokumendokumen yang dapat diterima dan tidak bermasalah/wanprestasi


(28)

Kemitraan adalah hubungan pembeli dengan pemasok dalam suatu derajat kerja sama yang saling percaya mempercayai serta memanfaatkan keahlian/kelebihan setiap mitra usaha, untuk terciptanya keterpaduan. Dengan kata lain kemitraan adalah kerjasama yang saling menguntungkan satu sama lainnya.

Pusat Pengolahan Padi Terpadu (P3T) adalah suatu unit usaha pengolahan gabah/beras yang memiliki sarana pasca panen padi secara terpadu. Penggilingan padi tipe A dan tipe B yang bekerjasama dengan penggilingan padi sekitarnya, petani dan kelompok tani dapat digolongkan sebagai P3T.

Mitra kerja adalah suatu unit usaha baik berupa Koperasi maupun Non Koperasi atau perusahaan yang berbadan hukum serta memenuhi syarat sebagai Pusat Pengolahan Padi Terpadu yang melakukan kerjasama dengan Perum BULOG di dalam pengadaan gabah petani dan selanjutnya diolah menjadi beras berkualitas.

Pengadaan Dalam Negeri melalui mitra kerja Pusat Pengolahan Padi Terpadu (P3T) adalah kontrak pengadaan gabah dalam jumlah tertentu antara mitra kerja dengan Divre/Subdivre dengan persyaratan yang disepakati bersama dalam jangka waktu tertentu.

Perum BULOG membeli gabah/beras selama harga beli gabah sama atau di bawah harga pembelian yang ditetapkan oleh Pemerintah. Pembelian tersebut dalam bentuk Gabah Kering Giling (GKG). Perum BULOG membeli gabah dan beras dari Mitra Kerja ADA DN dalam bentuk Gabah Kering Giling


(29)

Sedangkan Probis Industri Beras dan Satgas ADA DN membeli gabah dari petani/kelompok tani dalam bentuk Gabah Kering Panen (GKP) dan atau Gabah Kering Simpan (GKS) (BULOG, 2005).

Tujuan pengadaan adalah melaksanakan pembelian gabah agar petani produsen dalam negeri mendapat harga beli gabah minimal sama dengan harga pembelian pemerintah (HPP) yang berlaku sehingga mendorong peningkatan pendapatan petani dan peningkatan produksi pangan dalam negeri. Pengadaan yang di lakukan oleh Perum BULOG juga mempunyai tujuan untuk menyediakan stock pangan bagi pemerintah untuk keperluan (BULOG, 2005):

a. Program beras untuk Keluarga Miskin (RASKIN) dan rawan pangan b. Golongan Anggaran dan Perusahaan Milik negara/swasta

c. Operasi Pasar Murni

d. Kebutuhan bahan baku industri

e. Cadangan Pangan Nasional untuk kebutuhan Bencana Alam/Sosial dan lainnya.

Perum BULOG menyediakan dana pengadaan dengan cara membuka L/C Induk di kantor Bank Pelaksana Kredit Perum BULOG Jakarta yang telah ditetapkan, kemudian akan diteruskan ke Divre melalui Bank Pelaksana Kredit Perum BULOG setempat. Dana pengadaan tersebut meliputi :

a. Harga pembelian gabah dan beras b. Biaya Opslag gabah dan beras

c. Biaya pemeriksaan kualitas gabah dan beras


(30)

Gambar 1. Bagan Prosedur Anggaran & Pembiayaan Pengadaan Dalam Negeri melalui Mitra Kerja ADA DN (BULOG, 2005)

Keterangan : 1 & 2. Prognosa

3. Pengajuan Master Budget ke Meneg BUMN

4. Pembahasan oleh Tim 5. Rekomendasi Tim

6.a. SK. Meneg BUMN ttg persetujuan Master Budget

6.b. Tembusan SK Meneg BUMN ke Bank Pelaksana

7. Akseptasi Kredit (penyediaan Dana)

8.c. Pembukaan L/C Induk 9. Pemberitahuan L/C Induk

10.a. Penarikan di Tk Divre dan atau aplikasi Back to Back L/C ke Subdivre

10.b. Dropping Back to Back L/C 10.c. Pembukaan Back to Back L/C 11. Pemberitahuan Back to Back L/C 12.a. Penarikan SPP (transaksi) A. Permohonan dan Kontrak

MENKEU

TSOB

BULOG

DIVRE

BANK PELAKSANA TK. PUSAT

BANK PELAKSANA TK. DIVRE

SUBDIVRE

BANK PELAKSANA TK. SUBDIVRE

MITRA KERJA

ADA DN

GUDANG


(31)

Impor beras boleh dilakukan jika dikuatirkan stock beras yang dikuasai pemerintah (BULOG) tidak mencukupi kebutuhan masyarakat pada masa atau waktu tertentu, yang diakibatkan oleh pengaruh iklim seperti gejala El Nino sehingga dikuatirkan panen dibeberapa daerah sentra produksi mengalami penurunan dan kegagalan. Tentunya alasan iklim ini harus didukung oleh data yang kuat dari suatu badan atau lembaga yang berkompeten dengan hal tersebut, baik itu dari dalam negeri maupun luar negeri misalnya laporan dari BMG dan (LAPAN) (Ramlan, 2002)

2.2.3. Fungsi Perum BULOG Divre Jatim

Berdasarkan definisi-definisi di atas maka BULOG Divre Jatim yang kini sudah menjadi Perum juga merupakan lembaga pemasaran atau badan perantara yang menggerakkan barang-barang khususnya bahan kebutuhan pokok dari titik produksi ke titik konsumsi.

Instansi vertikal Perum BULOG di wilayah terdiri dari Divisi Regional dan Sub Divisi Regional. Perum BULOG Divisi Regional berada di tingkat Propinsi sedangkan Sub Divisi Regional ada di tingkat Kabupaten/Kotamadya yang disesuaikan dengan kebutuhan.

Perum BULOG mempunyai tugas menyelenggarakan usaha logistik pangan pokok yang bermutu dan memadai bagi pemenuhn hajat hidup orang banyak dan dalam hal tertentu menyelenggarakan tugas-tugas tertentu yang diberikan pemerintah dalam pengamanan harga pangan pokok, pengelolaan cadangan pangan pemerintah dan distribusi pangan pokok kepada golongan masyarakat tertentu, khususnya pangan pokok beras dan pangan pokok lainnya yang ditetapkan oleh Pemerintah dalam rangka ketahanan pangan.


(32)

Penyelenggaraan tugas tersebut Perum BULOG mempunyai fungsi pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang manajemen logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi beras, serta pengendalian harga beras, koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BULOG.

2.2.4. Pengertian Harga

Dalam suatu kegiatan pemasaran atau aktivitas suatu perusahaan, maka harga merupakan suatu masalah yang sangat penting. Dalam menetapkan harga, perusahaan perlu memperhatikan berbagai hal yang harus dipertimbangkan, antara lain pengeluaran untuk biaya produksi, biaya operasi dan lain sebagainya. Secara umum pengertian harga biasanya digambarkan dengan sejumlah barang yang digunakan sebagai nilai tukar produk yang ditawarkan.

Maka dapat disimpulkan bahwa harga adalah nilai dari suatu barang dimana dengan sejumlah uang yang akan digunakan untuk memperoleh sejumlah kombinasi produk atau jasa yang diharapkan bersama pelayanannya.

2.2.4.1. Tujuan Penetapan Harga

Tujuan penetapan harga menurut Dh Swastha (1984) bahwa pada umumnya penjualan mempunyai beberapa tujuan dalam penetapan harga produknya. Tujuan tersebut antara lain :

a. Mendapatkan laba maksimal

Perolehan laba yang tinggi menjadi sasaran atau tujuan terakhir setiap perusahaan dalam prakteknya harga ditentukan oleh penjual atau produsen yang didasarkan pada daya beli konsumen dimana semakin besar daya beli atau kemampuan konsumen, maka akan semakin besar pula kemungkinan


(33)

b. Mendapatkan pengembalian inventaris yang ditargetkan atau pengembalian pada penjualan bersih yaitu penentuan harga jual dengan ketentuan bahwa harga tersebut nantinya akan dapat mengembalikan investasi atau biaya-biaya yang dikeluarkan secara berangsur-angsur. c. Mencegah atau mengurangi persaingan

Kebijaksanaan penetapan harga jual dapat mencegah atau mengurangi persaingan jenis produk atau jasa sejenis, yaitu seperti menentukan harga jual yang sesuai dengan harga pesaing, sehingga persaingan harga dikurangi bahkan mungkin dengan menentukan harga jual dibawah harga pesaing.

d. Mempertahankan atau memperbaiki market-share (pangsa pasar)

Tidak hanya kemampuan produksi serta kemampuan penjualan saja yang dapat mempertahankan market-share tetapi harga mempunyai peranan yang penting seperti bagi perusahaan-perusahaan kecil. Penentuan harga jual produknya hanya untuk mempertahankan market-share saja.

2.2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Harga

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat harga terdiri dari beberapa faktor antara lain :

a. Kondisi perekonomian

Keadaan perekonomian sangat mempengaruhi tingkat harga yang berlaku. Dalam keadaan perekonomian yang stabil, tingkat harga umumnya tidak banyak mengalami pemulihan, sedangkan pada keadaan resesi ekonomi, dimana harga berada di tingkat yang rendah dan nilai tukar dolar menjadi


(34)

naik, sehingga dalam keadaan yang demikian ini akan menimbulkan kenaikan harga yang tidak menentu.

b. Penawaran dan permintaan

Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli oleh pembeli pada tingkat harga tertentu pada umumnya tingkat harga yang lebih rendah akan mengakibatkan jumlah yang diminta lebih besar. Penawaran merupakan kebalikan dari permintaan, yaitu suatu jumlah yang ditawarkan oleh penjual pada suatu tingkat harga yang tertentu. Pada umumnya, harga yang lebih tinggi mendorong jumlah yang ditawarkan lebih besar.

c. Elastisitas

Faktor lain yang dapat mempengaruhi penentuan harga adalah sifat permintaan pasar. Sebenarnya sifat permintaan pasar ini tidak hanya mempengaruhi penentuan harganya tetapi juga mempengaruhi volume penjualan.

d. Persaingan

Harga jual bermacam-macam barang dipengaruhi oleh keadaan persaingan yang ada. Dalam persaingan seperti ini penjual yang berjualan banyak aktif menghadapi pembeli yang banyak pula. Banyaknya penjual dan pembeli ini akan mempersulit penjualan perseorangan untuk menjual dengan harga yang lebih tinggi kepada pembeli yang lain.

e. Biaya

Biaya merupakan dasar dalam menentukan harga, sebab suatu tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian, sebaliknya


(35)

apabila suatu tingkat harga yang melebihi semua biaya, baik biaya produksi, biaya operasi maupun biaya non operasi akan menghasilkan keuntungan. f. Tujuan perusahaan

Penetapan harga suatu barang sering sering dikaitkan dengan tujuan-tujuan yang akan dicapai. Setiap perusahaan tidak selalu mempunyai tujuan yang sama dengan perusahaan lainnya. Tujuan-tujuan yang akan dicapai antara lain : laba maksimal, volume penjualan tertentu, penguasaan pasar, kembalinya modal yang tertanam pada jangka waktu tertentu.

g. Pengawasan pemerintah

Pengawasan pemerintah juga merupakan faktor yang penting dalam penentuan harga. Pengawasan pemerintah tersebut dapat diwujudkan dalam bentuk penentuan harga maksimal dan minimal, diskriminasi harga yaitu penetapan harga yang didasarkan atas keadaan pembeli, barang, tempat dan waktu serta praktek-praktek lain yang mendorong atau mencegah usaha-usaha ke arah monopoli.

2.2.5. Pengertian Kebijaksanaan Harga

Sebelum membahas masalah kebijaksanaan harga, terlebih dulu disebutkan beberapa definisi tentang kebijaksanaan harga. Bahwa penetapan harga merupakan masalah dalam 4 tipe :

1. Apabila perusahaan untuk pertama kali menentukn harga jual 2. Apabila persaingan mengadakan perubahan harga

3. Apabila perusahaan harus mengubah harga jualnya karena dipaksakan oleh perusahaan


(36)

4. Apabila perusahaan menghasilkan beberapa jenis barang yang mempunyai permintaan biaya yang saling berhubungan

Dari keterangan tersebut diatas menyebutkan kebijaksanaan harga bersifat sementara berarti pengusaha harus mengikuti perkembangan pasar dan posisi usaha dalam situasi pasar secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa kebijaksanaan harga adalah suatu cara yang digunakan produsen dalam nenetapkan harga untuk jangka waktu tertentu untuk mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian terhadap produk yang ditawarkan.

2.2.5.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijaksanaan Harga

1. Sifat pasar yang meliputi motif pembelian, frekuensi pembelian, permintaan pasar dan distribusi pendapatan perkapita.

2. Biaya meliputi biaya produksi, biaya penjulan, biaya Break Even Point. 3. Persaingan pada kondisi yang bersaing penetapan harga produk perusahaan

akan dipengaruhi pula para pesaing lainnya.

4. Saluran distribusi semakin panjang maka harga akan semakin tinggi, karena biaya akan semakin besar untuk membayar jasa kepada penyalur tersebut. 5. Keuntungan merk yaitu perusahaan mempunyai merk yang lebih terkenal

biasanya lebih leluasa untuk menetapkan harga daripada merk lain.

6. Kondisi perekonomian, sering kali perubahan-perubahan kebijaksanaan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian nasional.

7. Norma-norma hukum meliputi peraturan-peraturan atau norma-norma hukum yang menjadi ketentuan merupakan hal yang harus diperhatikan dalam melakukan kebijaksanaan harga ini.


(37)

2.2.5.2. Kebijaksanaan Harga Dasar dan Harga Tertinggi

Pemerintah memainkan peranan sangat penting dalam menetapkan harga jual suatu barang. Peranan Pemerintahini akan sangat terasa pada saat tertentu misalnya pada saat inflasi bergejolak, timbul kenaikan harga yang tidak terkendali, dalam keadaan seperti ini pemerintah turun tangan dengan melepaskan persediaan stock nasional yang ada pada pemerintah ke pasar agar kenaikan harga dapat di kendalikan atau sebaliknya Pemerintah menaikkan harga untuk menolong suatu kelompok seperti menaikkan harga gabah untuk membantu petani dari kemerosotan harga beras (Alma, 1992).

Kebijaksanaan harga mengandung pengertian berupa pemberian penyangga (support) atas harga hasil-hasil pertanian supaya tidak terlalu merugikan petani sebagai produsen dan pembeli sebagai konsumen.

Secara teoritis kebijaksanaan harga dapat dipakai untuk mencapai tujuan :

1. Stabilisasi harga hasil-hasil pertanian pada tingkat petani.

2. Meningkatkan pendapatan petani/produsen melalui perbaikan penukaran (term of trade)

3. Memberikan arah dan petunjuk pada jumlah produksi

4. Agar tidak memberatkan konsumen dengan tingginya harga di pasaran. Kebijaksanaan harga yang ditetapkan pemerintah adalah berupa harga dasar (floor price) dan harga atap (ceiling price), harga dasar diberlakukan untuk menjaga agar harga pasar pada saat panen raya tidak menurun jauh dibawah harga dasar, minimal sama dengan harga dasar.


(38)

Sebaliknya harga atap tetap diperlukan untuk masa paceklik, kebijaksanaan harga disebut efektif apabila harga pasar berada diantara harga dasar dan harga atap (Soekartawi, 1989).

Situasi paceklik adalah situasi disaat jumlah produksi yang tersedia sangat terbatas, sementara jumlah konsumen tetap atau bahkan terus bertambah, dalam keadaan seperti ini harga pasar cenderung lebih tinggi atau lebih tinggi dari harga keseimbangan bila saja tidak diberlakukan harga atap. Keadaan diwaktu paceklik merupakan kebalikan dari situasi panen raya. Bila saat panen raya Pemerintah harus membeli sejumlah kelebihan produksi tetapi saat paceklik pemerintah harus menjual sejumlah stock (cadangan) pada konsumen.

Harga pembelian gabah sesuai dengan Inpres RI Nomor 2 tahun 2005 tanggal 2 Maret 2005 tentang Kebijakan Perberasan meliputi beberapa tingkat kualitas, antara lain :

1. Harga pembelian Gabah Kering Giling (GKG) di depan pintu gudang penyimpanan Perum BULOG dari Mitra Kerja Pengadaan Dalam Negeri ditetapkan sebesar Rp. 1765,-/kg (seribu tujuh ratus enam puluh lima rupiah per kilogram)

2. Harga pembelian Gabah Kering Giling GKG) di tingkat penggilingan ditetapkan sebesar Rp. 1740,-/kg (seribu tujuh ratus empat puluh rupiah per kilogram).

3. Harga pembelian Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan oleh Mitra kerja Pengadaan Dalam Negeri kepada Petani/kelompok tani ditetapkan sebesar Rp. 1330,-/kg (seribu tiga ratus tiga puluh rupiah per


(39)

4. Harga pembelian beras dalam negeri di tingkat penggilingan ditetapkan sebesar Rp. 2790,-/kg (dua ribu tujuh ratus sembilan puluh rupiah per kilogram).

Apabila Inpres RI tentang Kebijakan Perberasan yang baru telah diterbitkan maka ketentuan harga pembelian gabah dan beras berlaku ketentuan harga pembelian sebagaimana dimaksud dalam Inpres RI yang baru (BULOG, 2005).

Tabel 4. Perbandingan HPP Inpres No. 2 Tahun 2005 dengan HPP sebelumnya

No. Jenis Gabah

Harga di Tingkat

Inpres No. 9 Tahun 2002

(Rp/kg)

Inpres No. 2 Tahun 2005

(Rp/kg)

Selisih (%)

1 GKP Penggilingan 1.230 1.330 8,13

2 GKG Penggilingan 1.700 1.740 2,35

3 GKG Gudang Penyimpanan (BULOG)

1.725 1.765 2,32

4 Beras Gudang BULOG/ Penggilingan

2.790 2.790 *) ---

*) Di penggilingan

Sumber : Departemen Pertanian

2.2.6. Pengertian Petani

Mengenai definisi formal dari istilah petani tampaknya tak bisa dibantah lagi bahwa ada perbedaan tertentu tidak saja antara pengarang menyusun cara hidup yang lebih progresif sangat dibutuhkan oleh para petani untuk memperbesar kemampuannya untuk mempertahankan usahanya (Simanjuntak, 1985).

Tingkat pendapatan perkapita rumah tangga mempunyai pengertian pendapatan total rumah tangga petani dalam satu tahun dibagi dengan jumlah


(40)

anggota rumah tangga. Pendapatan ini dikonversikan ke dalam ukuran pendapatan setara beras dihitung dalam satuan kilogram dengan tujuan melihat kemiskinan menurut kriteria Sajogyo. Dengan memiliki klasifikasi Sajogyo, petani miskin dikelompokkan ke dalam tiga golongan pendapatan, masing-masing:

Paling Miskin : pendapatan per anggota rumah tangga kurang dari 180 kg setara beras.

Miskin Sekali : antara 180 – 240 kg setara beras Miskin : antara 240 – 320 kg setara beras

2.2.7. Penawaran

Di balik permintaan (demand), terdapatlah penawaran (supply), kedua-duanya yaitu penawaran dan permintaan bersama-sama menentukan harga. Ketentuannya adalah bahwa harga terjadi di suatu tingkat dimana penawaran sama dengan permintaan. Pengadaan gabah atau beras dari petani anggota KTNA yang dilakukan oleh Perum BULOG Subdivre Kediri merupakan bentuk dari penawaran.

Menurut Winardi (1988) menyebutkan bahwa penawaran adalah berbagai macam jumlah jumlah barang (termasuk jasa) yang ingin di jual orang dengan berbagai harga.

Menurut Michael B. Smith (1999) menyebutkan bahwa penawaran adalah jumlah barang ekonomi yang akan disediakan penjual pada harga tertentu, diwaktu tertentu, dan di pasar tertentu.


(41)

Menurut Rosyidi (2002) penawaran adalah suatu daftar yang menunjukkan jumlah-jumlah barang itu yang ditawarkan untuk dijual pada pelbagai tingkat harga dalam suatu pasar pada suatu waktu tertentu.

Jumlah total komoditas yang ingin dijual oleh penjual (produsen) disebut Quantity Supplied dari suatu komoditas, dengan demikian Qoantity Supplied bukan berarti jumlah barang yang telah berhasil dijual. Quantity Supplied juga harus dinyatakan dalam jumlah per satuan waktu. Beberapa faktor yang mempengaruhi Quantity Supplied antara lain adalah (Ridwan, dkk., 1997) a. Tujuan dan preferensi produsen (perusahaan)

b. Harga komoditas yang bersangkutan dan harga komoditas substitusinya c. Faktor teknologi

d. Biaya faktor-faktor produksi

Samuelson dan Nordhaus (1993) penawaran diartikan sebagai jumlah barang yang akan diproduksi dan dijual oleh perusahaan. Lebih tepatnya, menghubungkan jumlah barang yang ditawarkan dengan harga pasarnya, dengan menganggap hal-hal lain seperti biaya produksi, harga barang yang berkaitan dan organisasi pasar tetap tidak berubah.

Pengujian berbagai kekuatan yang menentukan penawaran, hal yang paling mendasar untuk memahami perilaku penawaran bisnis adalah bahwa produsen menawarkan komoditi untuk memperoleh keuntungan, bukan untuk mencari kesenangan atau amal, dengan demikian, kunci utama yang mendasari keputusan penawaran adalah biaya produksi.

Biaya produksi suatu barang relatif lebih rendah disbanding harga pasar, maka hal ini akan memberikan keuntungan kepada produsen dengan


(42)

menawarkan barang dalam jumlah besar. Jika biaya produksi relatif lebih tinggi disbanding harga, maka perusahaan akan memproduksi dalam jumlah kecil, atau mungkin menghindari bisnis tersebut.

Menurut Samuelson dan Nordhaus (1993) terdapat unsure-unsur yang menentukan penawaran, antara lain :

a. Harga barang itu sendiri b. Teknologi

c. Harga input

d. Harga barang yang berkaitan e. Organisasi pasar

f. Factor khusus

Penawaran berubah karena pengaruh perubahan faktor lain selain perubahan harga komoditi itu sendiri, dalam istilah kurva ini, dikatakan penawaran meningkat (menurun) jika jumlah yang ditawarkan di pasar meningkat (menurun) pada setiap harga pasar. Grafik yang menyatakan hubungan antara jumlah produk yang ingin ditawarkan (dijual) oleh penjual dan harganya disebut kurva penawaran, seperti digambarkan pada Gambar 6.


(43)

P (harga) S A

B C

D E

S

Q (jumlah)

Gambar 2. Kurva Penawaran Menghubungkan Harga Dengan Jumlah Yang ditawarkan (Samuelson dan Nordhaus, 1993)

Kurva penawaran menempatkan angka pasangan P dan Q garis yang menghubungkan titik-titik disebut kurva penawaran SS dengan kemiringn yang menanjak.

Menurut Rosyidi (2001) kurva penawaran sama halnya dengan kurva permintaan, dalam kurva penawaran ini pun sumbu tegak (sumbu harga) merupakan variabel yang independ (tidak tergantung atau bebas), sedangkan sumbu datar (sumbu jumlah) merupakan variabel depend (tergantung atau tak bebas), hal ini memberi arti bahwa jumlah yang ditawarkan (Q) adalah tergantung pada atau merupakan fungsi daripada (P) ; atau secara teknis dituliskan:

Q = f(P)

Suatu formulasi perumusan yang persis sama dengan apa yang dijumpai dalam masalah permintaan, dengan demikian, pembacaan kurva penawaran itu haruslah : kalau harga naik, maka jumlah yang ditawarkan pun


(44)

akan naik pula, sedangkan jika harga turun, maka jumlah yang ditawarkan pun akan turun pula.

Hukum penawaran yang dinyatakan bahwa harga dan jumlah barang yang ditawarkan memiliki hubungan searah. Kurva penawaran menunjukkan arah ke kanan atas, bentuk kurva penawaran tidaklah hanya berupa sebuah garis lurus seperti (Gambar 6) itu saja, melainkan ada yang cembung dan ada yang cekung., tetapi bentuk umumnya adalah sama, yaitu bahwa kurva penawaran selalu condong ke kanan atas.

2.3. Kerangka Pemikiran

Perkembangan ekonomi yang terjadi di Indonesia sangat berfluktuasi sehingga sangat berdampak terhadap segala sektor kehidupan termasuk sektor pertanian. Produksi padi yang dihasilkan oleh petani jug tidak luput dari terjadinya fluktuasi harga sehingga sangat mengganggu pendapatan petani dan daya beli konsumen. Harga beras yang dipasaran sangat dipengaruhi oleh biaya produksi yang antara lain adalah saprodi yang meliputi harga pupuk, tenaga kerja, bibit, obat hama serta biaya transportasi. Disinilah peran Perum BULOG sangat diperlukan untuk menjaga stabilitas harga beras di pasaran melalui pengadaan dalam negeri.

Stabilnya harga beras di pasaran juga sangat dipengaruhi oleh eksternal environmental yaitu situasi negara yang kondusif dapat menjaga harga beras untuk tetap stabil. Sehingga dapat menyebabkan kesejahteraan ekonomi.


(45)

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Stabilitas Harga Beras Melalui Perum Bulog

Produksi

Padi

BULOG

Non BULOG

Fungsi Penjualan

Fungsi Pembelian

Stabilitas

Harga


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Definisi Operasional Variabel

Agar terjadi kesamaan persepsi dalam penelitin ini maka berikut diberikan penjelasan pengertian variabel yang digunakan dalam penelitian :

1) Pengadaan beras adalah pembelian beras dalam negeri dan luar negeri yang di lakukan Perum BULOG Subdivre Kediri.

2) Permintaan beras adalah jumlah beras Perum BULOG Subdivre Kediri yang diminta atau dibeli masyarakat.

3) Stock beras adalah jumlah persediaan beras yang ada di gudang-gudang Perum BULOG Subdivre Kediri.

4) Harga pasar adalah rata-rata harga beras yang berlaku di pasaran.

5) Bulog Divre Jatim adalah instansi vertikal Perum Bulog di Propinsi Jawa Timur yang bertugas untuk mengelola persediaan pangan pemerintah dan menjaga Harga Dasar Gabah

6) Sub Divre adalah instansi vertikal Bulog Divre Jatim yang wilayah kerjanya meliputi satu atau beberapa Kabupaten/Kotamadya Dati II yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Divre.

7) Harga dasar adalah harga gabah/beras terendah yang ditetapkan untuk menolong Petani di saat musim panen atau saat produksi melimpah agar harga tidak turun terlampau rendah sehingga petani tidak dirugikan.


(47)

8) Harga atap adalah Harga gabah/beras tertinggi yang ditetapkan Pemerintah untuk menolong konsumen di waktu paceklik atau saat produksi berkurang agar harga tidak terlampau tinggi sehingga konsumen tidak dirugikan.

3.2. Lokasi Penelitian

Daerah/lokasi penelitian ditentukan dengan sengaja (purposive) yaitu di Perum Bulog Subdivre Kediri yang terletak di JL. Ir. Sutami No. 8 Kediri. Kantor Subdivre Kediri tersebut mempunyai wilayah kerja Kodya Kediri, Kab. Kediri dan Kab. Nganjuk, hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa Subdivre Kediri merupakan wilayah kerja Perum Bulog Divre Jatim yang merupakan kantor Divre bertipe A artinya beban kerjanya sangat kompleks jika dibandingkan dengan Divre di daerah lain yang bertipe B.

Pertimbangan lainnya adalah wilayah kerja Divre Jatim merupakan salah satu penghasil beras terbesar di Indonesia sehingga Jawa Timur memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap pemenuhan kebutuhan pangan khususnya kebutuhan beras nasional

3.3. Jenis dan Sumber data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari instansi terkait yaiitu Kantor Perum BULOG Sub Divre Kediri, Departemen Pertanian, dan Balai Pusat Statistik.

Data yang digunakan merupakan data yang ada dalam kurun waktu mulai tahun 1981 – 2005, yang terdiri dari data jumlah pengadaan beras, harga beras, dan stock beras yang dikelola oleh kantor Perum BULOG Sub Divre Kediri.


(48)

3.4. Metode Analisis Data

Menurut Sanapiah Faisal (1990) dalam tahap ini adalah yang paling penting dan menentukan. Sebab pada tahap ini data dikerjakan dan diolah sedemikian rupa sampai berhasil menunjukkan kebenaran-kebenaran yang dapat dipahami untuk menjawab persoalan-persoalan yang diajukan dalam penelitian. Penelitian kualitatif lebih banyak mementingkan segi proses dari pada hasil-hasil ini disebabkan oleh hubungan bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila diamati dalam proses penelitian.

Selanjutnya prosedur kerja analisis data dalam penelitian kualitatif ini dapat dibagi menjadi dua tahapan besar yaitu : (1) dilakukan penelitian waktu berada di lapangan untuk mengumpulkan data atau setelah peneliti meninggalkan latar penelitian; (2) pemrosesan dan kategorisasi data.

Metode analisis deskriptif mengarah pada prosedur penelitian yang menghasilkan data kualitatif. Dengan teknik analisis deskriptif ini peneliti berusaha menggambarkan suatu kejadian dengan jalan mendeskripsikan dan mengamati secara langsung maupun tidak langsung peranan Perum BULOG Subdivre Kediri dalam menjaga stabiltas harga beras.

Jenis penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu kenyataan sosial, dengan demikian analisis deskriptif ini tidak sampai mempersoalkan jalinan hubungan antar variabel yang ada, dengan tidak dimaksudkan menarik kesimpulan generalisasi yang menyebabkan suatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya pada analisis deskriptif ini tidak menggunakan dan tidak melakukan


(49)

pengujian hipotesis dan juga tidak membangun dan mengembangkan perbendaharaan teori.

Metode kuantitatif juga digunakan dalam penelitian ini, menggunakan analisis time series atau Trend dengan metode least square. Analisis deret berkala atau time series merupakan suatu metode analisis yang ditujukan untuk melakukan suatu estimasi maupun peramalan pada masa mendatang. Dalam analisis ini akan diketahui bagaimana proses suatu estimasi maupun peramalan dapat diperoleh dengan baik. Untuk itu dalam analisis ini dibutuhkan berbagai macam Informasi (data-data) yang cukup banyak dan diamati dalam periode waktu yang relatif cukup panjang, sehingga dari hasil analisis tersebut dapat diketahui sampai berapa besar fluktuasi nilai data yang terjadi dan faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perubahan tersebut.

Metode least square ditujukan agar jumlah kuadrat dari semua deviasi antara variabel X dan Y yang masing-masing memiliki koordinat sendiri-sendiri akan berjumlah seminim mungkin, sehingga akan diperoleh suatu persamaan garis trend yang lebih akurat dibandingkan dengan metode lainnya (Saleh, 2004).


(50)

4.1. Sejarah Singkat Tentang BULOG

Dalam perjalanan sejarah bangsa, kehadiran lembaga Pangan tidak

dapat dipungkiri keberadaannya. Sejak zaman kerajaan Majapahit dan Mataram

telah dikenal adanya lumbung-lumbung pangan yang berfungsi sebagai penyedia

pangan pada saat langka. Secara formal pemerintah mulai ikut menangani pangan

pada zaman Belanda, ketika berdiri Voedings Middelen Fonds (VMF) yang

bertugas membeli, menjual, dan menyediakan bahan makanan. Dalam masa

Jepang VMF dibekukan dan muncul lembaga baru bernama Nanyo Kohatsu

Kaisha.

Pada masa peralihan sesudah kemerdekaan RI terdapat dualisme

penanganan masalah pangan. Di daerah Kekuasaan Republik Indonesia,

pemasaran beras dilakukan oleh Kementrian Pengawasan Makanan Rakyat (PMR)

c/q Jawatan Persediaan dan Pembagian Bahan Makanan (PPBM) sedangkan

daerah-daerah yang diduduki Belanda, VMF dihidupkan kembali. Keadaan ini

berjalan terus sampai VMF dibubarkan dan dibentuk Yayasan Bahan Makanan

(Bama).

Perkembangan selanjutnya terjadi perubahan kebijaksanaan yang

ditempuh oleh pemerintah. Bama yang berada di bawah Kementrian Pertanian

masuk kedalam Kementrian Perekonomian dan diubah menjadi Yayasan Urusan


(51)

Yayasan Badan Pembelian Padi (YBPP) yang dibentuk di daerah-daerah dan

diketuai oleh Gubernur. Adanya YUBM dan YBPP ternyata masih menimbulkan

dualisme baru dalam pembinaan.

Berdasarkan Peraturan Presiden No.3 Tahun 1964 dibentuk Dewan

Bahan Makanan (DBM). Sejalan dengan itu dibentuklah Badan Pelaksana Urusan

Pangan (BPUP) peleburan dari YUBM dan YBPP-YBPP. Yayasan BPUP ini

bertujuan : mengurus bahan pangan, pengangkutan dan pengolahannya,

menyimpan dan menyalurkannya menurut ketentuan dari Dewan Bahan Makanan

(DBM). Dengan terbentuknya BPUP, maka penanganan bahan pangan kembali

berada dalam satu tangan.

Memasuki Era Orde Baru setelah ditumpasnya pemberontakan

G.30.S/PKI penanganan pengendalian operasional bahan pokok kebutuhan hidup

dilaksanakan oleh Komando Logistik Nasional (Kolognas) yang dibentuk dengan

Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 87 Tahun 1966. Namun

peranannya tidak berjalan lama karena pada tanggal 10 Mei 1967 dibubarkan dan

dibentuk Badan Urusan Logistik (Bulog) berdasarkan Keputusan Presidium

Kabinet Nomor 114/Kep/1967.

Kehadiran Bulog sebagai lembaga stabilisasi harga pangan memiliki

arti khusus dalam menunjang keberhasilan Orde Baru sampai tercapainya

swasembada beras tahun 1984. Menjelang Repelita I (1 April 1969), struktur

organisasi Bulog diubah dengan Keppres RI No.11/1969 tanggal 22 Januari 1969

disesuaikan dengan misi barunya yang berubah dari penunjang peningkatan

produksi pangan menjadi Buffer stock holder dan distribusi untuk golongan


(52)

anggaran. Kemudian dengan Keppres No.39/1978 tanggal 5 Nopember 1978

Bulog mempunyai tugas pokok melaksanakan pengendalian harga beras, gabah,

gandum dan bahan pokok lainnya guna menjaga kestabilan harga, baik bagi

produsen maupun konsumen sesuai dengan kebijaksanaan umum Pemerintah.

Dalam Kabinet Pembangunan VI Bulog sempat disatukan dengan

lembaga baru yaitu Menteri Negara Urusan Pangan. Organisasinyapun

disesuaikan dengan keluarnya Keppres RI No.103/1993. Namun tidak terlalu

lama, karena dengan Keppres No.61/M tahun 1995, Kantor Menteri Negara

Urusan Pangan dipisahkan dengan Bulog dan Wakabulog pada saat itu diangkat

menjadi Kabulog.

Pemisahan Menteri Negara Urusan Pangan dan Bulog mengharuskan

Bulog menyesuaikan organisasinya dengan Keppres No.50 tahun 1995 tanggal 12

Juli 1995. Status pegawainyapun terhitung mulai tanggal 1 April 1995 berubah

menjadi Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan Keppres No.51 tahun 1995 tanggal

12 Juli 1995.

Memasuki Era Reformasi, beberapa lembaga Pemerintah mengalami

revitalisasi serta reformasi termasuk Bulog. Melalui Keppres RI No.45 tahun 1997

tugas pokok Bulog hanya dibatasi untuk komoditi beras dan gula pasir. Tugas ini

lebih diciutkan lagi dengan Keppres RI No.19 tahun 1998 dimana peran Bulog

hanya mengelola komoditi beras saja.

Mengawali Milenium III, sesuai Keppres No.29 tahun 2000 tanggal

26 Pebruari 2000, Bulog diharapkan lebih mandiri dalam usahanya. Bulog baru


(53)

mengelola persediaan, distribusi dan pengendalian harga beras serta usaha jasa

logistik.

Setelah sempat diberlakukan Keppres RI No.106 tahun 2000 dan

Keppres RI No.178/2000, Bulog saat ini beroperasi berdasarkan Keppres

No.103/2001 tanggal 13 September 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,

Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND sebagaimana telah

diubah dengan Keppres RI No.3/2002 tanggal 7 Januari 2002 serta Keppres RI

No.110/2001 tanggal 10 Oktober 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon

I LPND sebagaimana telah diubah dengan Keppres RI No.5 /2002 tanggal 7

Januari 2002. Sesuai dengan ketentuan dalam Keppres No.103/2001 bahwa Bulog

diharapkan paling lambat 31 Mei 2003 harus telah berubah status menjadi suatu

Badan Usaha Milik Negara (BUMN), maka persiapan-persiapan ke arah itu telah

dilakukan oleh suatu Tim dengan menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah

(RPP) tentang Pembentukan Perusahaan Umum Logistik Pangan Nasional (

Perum Pangan), yang diharapkan akan mulai berlaku 1 Januari 2003 yad.

L

umbung pangan telah lama dikenal sebagai cadangan pangan di

pedesaan dan sebagai penolong pada masa paceklik. Hal tersebut selain

disebabkan karena terbatasnya kemampuan masyarakat pedesaan terutama petani

berlahan sempit, dan anjloknya harga gabah pada saat panen, serta langkanya dan

relatif tingginya harga pupuk dan saprodi lainnya, yang menyebabkan petani harus

berhutang.

Dengan fungsi konvensionalnya, LPMD telah membantu

meningkatkan ketahanan pangan masyarakat dalam skala yang kecil. Selanjutnya


(54)

dengan menumbuhkembangkan kemampuannya diharapkan fungsi lumbung dapat

meningkat, tidak hanya membantu ketahanan pangan masyarakat dalam skala

terbatas, namun dalam jangka panjang dapat ditingkatkan lagi menjadi lembaga

ekonomi yang berkembang di pedesaan.

Pada skala yang lebih luas, gabah yang dijual petani secara bersamaan

pada musim panen menyebabkan marketable surplus yang cukup besar.

Rendahnya daya tawar petani untuk menunggu saat penjualan yang baik dan

berkurangnya kemampuan BULOG dalam menyerap sebagian marketable surplus

tersebut telah berdampak pada menurunnya harga gabah di bawah harga dasar

pada musim panen. Kondisi ini sangat tidak menguntungkan bagi petani,

khususnya para petani kecil.

Dalam rangka mengatasi kondisi tersebut tumbuh pemikiran untuk

memanfaatkan Lumbung Pangan Masyarakat Desa (LPMD), yang selama ini

sudah ada, untuk mengambil sebagian peran BULOG di tingkat pedesaan.

Pertanyaan selanjutnya adalah sejauh mana lumbung-lumbung tersebut siap dan

mampu menyerap marketable surplus yang begitu besar pada saat panen raya.

Untuk mengembangkannya menjadi lembaga ekonomi yang mampu

memperkuat daya tawar petani, akan dikembangkan suatu model pemberdayaan

kelembagaan pengelolaan LPMD dengan pendekatan partisipatif. Sebagai langkah

persiapan telah dilakukan proses identifikasi kondisi LPMD di dua propinsi, yaitu

Jawa Barat (kabupaten Tasikmalaya, Cirebon, dan Cianjur) dan Jawa Tengah

(Kabupaten Banyumas, Purworejo dan Boyolali).


(55)

4.1.1. Tugas

Sesuai dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 Tentang Penyelenggaraan

Tugas dan Fungsi LPND, Pasal 40: BULOG mempunyai tugas melaksanakan

tugas pemerintahan di bidang manajemen logistik sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang berlaku

4.1.2. Fungsi

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40,

Bulog menyelenggarakan

fungsi :

1.

Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang manajemen

logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi beras, serta

pengendalian harga beras;

2.

Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BULOG;

3.

Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang

manajemen logistik pengadaan, pengelolaan persediaan, dan distribusi

beras serta pengendalian harga beras;

4.

Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang

perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana,

kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan, dan

rumah tangga.

4.1.3. Kewenangan

Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 41, Bulog mempunyai kewenangan:


(56)

1.

Penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya;

2.

Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan

secara makro;

3.

Kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

yang berlaku yaitu:

1.

Perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang

manajemen logistik, pengadaan, pengelolaan persediaan, dan

distribusi beras, serta pengendalian harga beras.

2.

Perumusan norma dan pengadaan, pengelolaan dan distribusi

beras.

4.2. Deskripsi Data Penelitian

BULOG adalah lembaga Pemerintah BULOG memiliki peran sentral

dalam mengelola pangan nasional. Secara Implisit, artinya BULOG diharuskan

untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada konsumen, sekaligus tidak

merugikan produsen.

BULOG adalah suatu badan yang bertugas mengendalikan jumlah atau

stok pangan nasional. Salah satu tugas BULOG adalah menjaga kestabilan harga

bahan pangan terutama beras. Untuk itu, BULOG harus melaksanakan beberapa

kegiatan yang berhubungan atau bertujuan untuk menjaga kestabilan harga beras,

diantaranya yaitu melakukan distribusi beras secara langsung ke pasaran melalui

Operasi Pasar apabila ada gejala kenaikan harga yang tidak sewajarnya atau


(57)

melebihi harga atap, untuk melakukan distribusi beras ini tentu saja BULOG

harus mempunyai stock beras yang cukup agar harga beras dapat dikendalikan.

4.2.1. Perkembangan Pengadaan Beras di Jawa Timur

Jumlah pengadaan dan penyaluran beras dan perkembanganya di Jawa

Timur dari tahun 1981 sampai tahun 2005 tersaji pada tabel 5 berikut ini :

Tabel 5. Jumlah Pengadaan Beras dan Perkembangan di Jawa Timur tahun

1981- 2005

Tahun

Beras (kg)

Perkembangan

(kg)

(%)

1981

925,723.00

1982

834,286.00

- 91,437.00

- 9.88

1983

401,822.00 - 432,464.00

- 51.84

1984

970,027.00 568,205.00

141.41

1985

877,183.00

- 92,844.00

- 9.57

1986

491,261.00 - 385,922.00

- 44.00

1987

409,306.00

- 81,955.00

-16.68

1988

395,298.00

- 14,008.00

-3.42

1989

937,193.00 541,895.00

137.09

1990

446,856.00 - 490,337.00

-52.32

1991

479,326.00 32,470.00

7.27

1992

831,355.00 352,029.00

73.44

1993

812,259.00

- 19,096.00

- 2.30

1994

298,828.00 - 513,431.00

- 63.21

1995

250,792.00

- 48,036.00

- 16.07

1996

531,587.00 280,795.00

111.96

1997

796,848.00 265,261.00

49.90

1998

54,503.00

-742,345.00

- 93.16

1999

862,482.00 807,979.00

1,482.45

2000

663,218.00

-199,264.00

- 23.10

2001

515,206.83

-148,011.17

- 22.32

2002

579,765.48 64,558.65

12.53

2003

598,973.02 19,207.54

3.31

2004

622,373.00 23,399.98

3.91

2005

521,728.00

-100,645.00

- 16.17


(58)

Perkembangan Pengadaan dan penyaluran beras di Jawa Timur dari

tahun 1981 sampai dengan tahun 2005 mengalami fluktuasi, Fluktuasi yang paling

tinggi terjadi pada tahun 1999 mengalami peningkatan dari 54,503.00 pada tahun

1998 menjadi 862,482.00 pada tahun 1999.

Sedangkan grafik perkembangan jumlah pengadaan beras dan trend

adalah sebagai berikut :

Gambar 4. Jumlah Pengadaan Beras dan Trend

Berdasarkan pada trend pada gambar 4, Jumlah pengadaan beras

yang dilakukan oleh Bulog di Jawa Timur akan mengalami penurunan dan

diperkirakan jumlah pengadaan beras 5 tahun mendatang akan terus mengalami

penurunan.

Sebelum tahun 1998 peranan Perum Bulog sangat banyak, tetapi

setelah tahun 1998 peranan Perum Bulog terbatas pada menjaga kestabilan harga

-200,000.00 400,000.00 600,000.00 800,000.00 1,000,000.00 1,200,000.00

1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

Tahun

J

um

lah (

k

g)

Beras Linear (Beras)


(59)

Berdasarkan pada hasil perhitungan trend diperoleh persamaan untuk

pengadaaan beras adalah Y = 604327,97 – 8225,88 X. Adapun prediksi jumlah

pengadaan beras selama 5 tahun mendatang adalah sebagai berikut :

Tabel 6. Prediksi Jumlah Pengadaan Beras selama 5 Tahun Mendatang

Tahun

Jumlah pengadaan beras

(kg)

2006

497,391.59

2007

489,165.72

2008

480,939.84

2009

472,713.97

2010

464,488.09

2011

456,262.22

Sumber : Data diolah

Berdasarkan pada hasil prediksi pada tabel 6 diatas, diperkirakan

setiap tahun jumlah pengadaan beras di Jawa Timur akan mengalami penurunan

sebesar 8225,88 kg. Penurunan ini lebih disebabkan karena keberhasilan panen

gabah dari petani yang sukses dan tercukupinya kebutuhan beras dari Jawa Timur

itu sendiri.

4.2.2. Perkembangan Harga Beras di Jawa Timur

Harga beras dan perkembanganya di Jawa Timur dari tahun 1981 sampai

tahun 2005 tersaji pada tabel 7. Berdasarkan pada tabel 7 dibawah ini,

perkembangan harga beras di Jawa Timur mengalami fluktuasi, pada tahun 1998

harga beras mengalami kenaikan hingga mencapai 180,37% atau naik dari 856.0

Rp/kg menjadi 2400.0 Rp/kg dan pada tahun 2004 – 2005 harga beras tidak

mengalami kenaikan.


(60)

Tabel 7. Harga beras dan perkembangannya di Jawa Timur

Tahun

Harga

(Rp / kg)

Perkembangan

Selisih

(%)

1981

195.0

1982

214.0

19.0

9.74

1983

238.0

24.0

11.21

1984

270.0

32.0

13.45

1985

285.0

15.0

5.56

1986

285.0

0.0

0.00

1987

313.0

28.0

9.82

1988

344.0

31.0

9.90

1989

420.0

76.0

22.09

1990

436.0

16.0

3.81

1991

480.0

44.0

10.09

1992

536.0

56.0

11.67

1993

551.0

15.0

2.80

1994

592.0

41.0

7.44

1995

657.0

65.0

10.98

1996

738.0

81.0

12.33

1997

856.0

118.0

15.99

1998

2400.0

1544.0

180.37

1999

2310.0

-90.0

-3.75

2000

2310.0

0.0

0.00

2001

2470.0

160.0

6.93

2002

2470.0

0.0

0.00

2003

2790.0

320.0

12.96

2004

2790.0

0.0

0.00

2005

2790.0

0.0

0.00

Sumber : Depot Logistik Jawa Timur, 2005

Berdasarkan pada tabel 7 diatas, perkembangan harga beras mengalami

kenaikan hingga mencapai 180,37% terjadi pada tahun 1998, atau harga beras

mengalami kenaikan dari Rp. 856,0 menjadi Rp. 2400. Kenaikan ini disebabkan

karena beras di Jawa Timur lebih digunakan untuk memenuhi daerah lain yang

mengalami minus beras.

Sedangkan grafik perkembangan dan trend harga beras adalah sebagai

berikut :


(61)

Gambar 5. Harga Beras dan Trend

Berdasarkan pada grafik trend harga beras diatas, harga beras

diperkirakan akan mengalami kenaikan, dan sebagai prediksi untuk periode 5

tahun mendatang adalah tersaji pada tabel 8 berikut ini.

Tabel 8. Prediksi Harga Beras selama 5 tahun Mendatang

Tahun

Harga

(Rp /kg)

2006

2,727.33

2007

2,851.77

2008

2,976.21

2009

3,100.65

2010

3,225.09

2011

3,349.53

Sumber : Tabel 7

Perhitungan prediksi harga beras diatas menggunakan rumus prediksi

harga Y = 1109,60 + 124,44 X. Dari tabel 8 diatas, diperkirakan harga beras tiap

tahun akan mengalami kenaikan sebesar 124,44 Rp / kg.

-1000.0 -500.0 0.0 500.0 1000.0 1500.0 2000.0 2500.0 3000.0

1975 1980 1985 1990 1995 2000 2005 2010

Tahun H ar ga ( R p/ kg ) Harga Linear (Harga)


(1)

pemerintah perlu menyusun tugas-tugas operasional yang harus dilakukan oleh Bulog menyangkut pengelolaan cadangan dan distribusi beras, dalam kerangka kebijakan operasional cadangan dan distribusi pangan, dalam rangka membangun ketahanan pangan.

Perum Bulog yang diresmikan 10 Mei 2003 telah mengambil langkah-langkah untuk mendefinisikan jati-dirinya. Bulog mencangkan akan menjalani masa transisi selama dua tahun mulai 1 Januari 2003. Dalam masa transisi tersebut, tahun pertama akan menjadi permulaan kegiatan produksi dan pemasaran komoditas pangan beras dan non-beras; tahun kedua menjadi tahap pemantapan untuk mencapai kemandirian, dan selanjutnya dilaksanakan korporatisasi BUMN sesuai inti bisnis mencari keuntungan. Dalam jangka pendek 80 % pendapatan Bulog diproyeksikan dari operasi publik (penugasan pemerintah) dan 20 % dari usaha komersial. Komoditas yang akan ‘diurus’ Bulog mencakup beras, gula, kedele, dan jagung. Sedangkan lingkup kegiatan Bulog mencakup :

1. Industri perberasan. 2. Usaha pergudangan.

3. Survei dan pemberantasan hama. 4. Penyediaan karung plastik. 5. Usaha angkutan.

6. Perdagangan gula pasir. 7. Usaha eceran.


(2)

62

4.4.2. Implementasi Penelitian

Badan penyangga utama pangan / beras yakni Bulog di masa reformasi ini pun diubah menjadi Perum. Konsekuensinya, badan ini harus memprioritaskan keuntungan, padahal misi sosialnya untuk membeli beras petani dan penyaluranya terhambat baik oleh struktur Bulog sendiri maupun keuangannya. Sumber keuangan dari Pemerintah melalui perbankan, disamakan dengan kredit pada pihak swasta, akibatnya Bulog pun tidak sepenuh hati untuk membeli beras dan gabah petani. Muncullah alasan beras petani mahal. Belakangan ini Bulog, Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian tidak sama dalam memberi data stok beras. Akibat perbedaan data stok inilah yang membuka peluang impor beras diteruskan, atau memang sengaja data itu dibuat tidak sama? Pilihan sulit memang harus diambil Pemerintah. Tapi, rupanya Pemerintah sangat percaya dengan konsep Orde Baru, beras adalah alat politik dan harus diamankan. Pemerintah tetap ngotot untuk memimpor beras sebanyak 110.000 ton hanya untuk keamanan stok, meski sejumlah daerah menolak dan politik beras tengah dimainkan di DPR.

Berdasarkan pada komentar/pendapat atau opini petani, mereka menyatakan bahwa peranan Bulog sebagai stabilitasator terhadap harga beras belum tercapai atau belum sepenuhnya dirasakan oleh para petani, dan bahkan peranan Bulog saat ini cenderung untuk menyesengsarakan petani dengan cara Bulog mengimpor beras dari negara lain.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil analisis dan pembahasan pada bab IV sebelumnya, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

a. Berdasarkan pada hasil trend atau ramalan harga beras untuk 5 tahun mendatang, harga beras terus mengalami kenaikan yang signifikan, bahkan saat ini harga beras sudah hampir menyamai harga bahan bakar minyak yaitu premium. Ini berarti menunjukkan bahwa peranan BULOG dalam menstabilkan harga tidak terwujud.

b. Perkembangan Jumlah Pengadaan dan penyaluran beras di Jawa Timur oleh Bulog dari tahun 1981 – 2005. Jumlah pengadaan beras terbanyak terjadi pada tahun 1989 dengan nilai sebesar 937.193 kg. Sedangkan jumlah pengadaan beras terendah terjadi pada tahun 1998 yaitu sebesar 54.503 kg, nilai terendah ini disebabkan karena di Jawa Timur sudah menjadi Swasembada beras sendiri.

c. Pengembangan Bulog agar benar-benar menjadi lembaga yang dapat menyeimbangkan peran sosial dan komersial dalam sistem pengelolaan yang transparan dan ‘accountable’ membutuhkan proses disertai dengan pemantauan yang objektif. Peranan Bulog dalam ketahanan pangan dengan


(4)

64

9/2002 diperlukan arahan pemerintah yang harus dilaksanakan Bulog yang juga memerlukan proses.

5.2. Saran

Dari kesimpulan diatas maka saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah :

a. Perlu adanya suatu lembaga yang dapat menjalankan fungsi koordinasi-pelaksanaan, pemantauan, serta terus mengembangkan strategi dan kebijakan ketahanan pangan ditengah dinamika berbagai komponen ketahanan pangan


(5)

Alma, B., 1992, Manajemen Pemasaran dan Pemasaran Jasa, Alphabeta, Bandung.

Amien, M., Marmo, S.A., Rubiantoro, B., 1992, Peranan Dolog Jatim Dalam Memenuhi Kebutuhan Pangan Nasional, Warta Intra Dolog, Surabaya. Anonimous, 1993, GBHN, Penerbit Apollo, Surabaya

BULOG, 2005, Pedoman Umum Pengadaan Gabah dan Beras Dalam Negeri

Tahun 2005 Di Lingkungan Perum BULOG, Jakarta. Dianjung, 1989, Pengantar Ekonomi Mikro, PT. Bina Aksara, Jakarta

Djarwanto, Drs., 1996, Statistik Induktif, Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Dwindayatie, 2001, Pengaruh Pengadaan Beras dan Harga Beras Terhadap

Jumlah Beras Pada Depot Logistik Jawa Timur, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Handayani, SL., 2003, Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Harga

Beras di Propinsi Jawa Timur, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Rahayu, Norma Esti, 2000, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kestabilan Harga Beras di Jawa Timur, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur

Ramlan, 2002, Mempersoalkan Beras Impor, Warta Intra Bulog Edisi Mei 2002, Jakarta

Ridwan, Soeharsono, dan Ali, 1997, Teknologi Ekonomi, Program Pasca Sarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung


(6)

_______________, 2002, Pengantar Teori Ekonomi Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro dan Makro, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta

Saleh, S., 2004, Statistik Deskriptif, Penerbit UPP AMP YKPN, Yogyakarta

Samuelson dan Nordhaus, 1993, Mikro Ekonomi, Edisi Ke Empatbelas, Erlangga,

Jakarta

Sanapiah Faisal, 1990, Penelitian Kualitatif – Dasar-dasar dan Aplikasinya, Penerbit Yayasan A3, Jakarta.

Setiawan, B., 1997, Analisis Perkembangan Produksi dan Pengadaan Beras di Jawa Timur, Fakultas Pertanian Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur, Surabaya.

Simanjuntak, 1985, Ekonomi Sumber Daya Manusia, Universitas Indonesia,

Jakarta

Swastha, DH., 1984, Azas-Azas Marketing, Edisi Ketiga, Penerbit Liberty,

Yogyakarta