Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali.
1
KEPARIWISATAAN BERDASARKAN UNDANG
-UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG
KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI
DI BALI
I NYOMAN AGUS TRISNADIASA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(2)
2
KEPARIWISATAAN BERDASARKAN UNDANG -
UNDANG NO. 10 TAHUN 2009 TENTANG
KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI
DI BALI
I NYOMAN AGUS TRISNADIASA
NIM : 1290561042
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
(3)
ii
INVESTASI DI BALI
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum
Program Pascasarjana Universitas Udayana
I NYOMAN AGUS TRISNADIASA
NIM:1290561042
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2016
(4)
iii
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 8 APRIL 2016
Mengetahui
Pembimbing I
Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M. Hum
NIP. 19640402 198911 2 001
Pembimbing II
Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum
NIP. 19580321 198602 1 001
Ketua Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum
Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LL.M
NIP. 19611101 198601 2 001
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K)
NIP. 195902151985102001
(5)
iv
Panitia Penguji Tesis
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
Nomor 1102/UN 14.4/HK/2016 Tanggal 11 Maret 2016
Ketua
: Dr. Desak Putu Dewi Kasih, SH., M.Hum
Sekretaris : Dr. Putu Tuni Cakabawa Landra, SH., M.Hum
Anggota
: 1. Dr. I Wayan Wiryawan, SH., MH
2. Dr. I Made Sarjana, SH., MH
3. Dr. I Made Udiana, SH., MH
(6)
v
Nama
: I Nyoman Agus Trisnadiasa
Program Studi
: Ilmu Hukum
Judul Tesis
:Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan
Berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah tesis ini bebas plagiat. Apabila
dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini maka saya bersedia menerima
sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan Mendiknas RI Nomor 17 Tahun 2010 dan
Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Denpasar, 10 April 2016
Yang menyatakan,
(7)
vi
Yang Maha Esa, karena atas asung kertha nugrahaNya, penulis dapat menyelesaikan
tesis ini. Tesis ini dengan judul “Implementasi Prinsip Penyelenggaraan
Kepariwisataan Berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali” yang disusun untuk memenuhi
salah satu persyaratan guna memperoleh gelar Magister Hukum pada Program Studi
Magister (S2) Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan rasa hormat, penghargaan dan
terimakasih yang sebesar – besarnya kepada:
Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD
beserta jajarannya atas kesempatan dan fasilitas yang telah diberikan kepada penulis
untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas
Udayana dan Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K) beserta
jajarannya atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa
Program Magister Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Dekan Fakultas Hukum
Universitas Udayana Prof. Dr. I Gusti Ngurah Wairocana, SH., MH., beserta Ketua
Program Studi Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Dr. Ni Ketut Supasti Dharmawan, SH., M.Hum., LLM, Penulis mengucapkan terima
(8)
vii
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Desak Putu Dewi Kasih,
SH., M.Hum, sebagai dosen pembimbing pertama serta Dr. Putu Tuni Cakabawa
Landra, SH., M.Hum sebagai dosen pembimbing kedua serta para dosen penguji Dr. I
Wayan Wiryawan, SH., MH, Dr. I Made Sarjana, SH., MH, Dr. I Made Udiana, SH.,
MH yang senantiansa memberikan banyak saran, masukan strategis kepada Penulis.
Tidak luput, Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada tenaga
administrasi pada program Magister Ilmu Hukum Program Pascasarjana Universitas
Udayana (Made Mustika, Mada Dandy Prananjaya, AA. Istri Agung Yuniana, Gusti
Ayu Raka Wiratni) atas berbagai dukungan administratif dan moral yang diberikan
kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan studi pada Program Magister Ilmu Hukum
Universitas Udayana.
Ucapan terima kasih juga ditunjukan terhadap para informan dan respoden
yang telah memberikan informasi dan pengalamannya dalam mendukung penulis
dalam meneliti dan menganalisa suatu penomena hukum di lapangan.
Selanjutnya, Penulis juga berterima kasih dan rasa bakti untuk kedua orang
tua penulis I Wayan Mandiasa, SH dan Ni Made Sirem, untuk seluruh kasih sayang,
dukungan moral dan materiil beserta doa yang tiada henti diberikan kepada Penulis.
Terima kasih dan rasa bangga yang tidak terhingga kepada kakak – kakak Penulis Ni
Wayan Eka Canistiari dan I Made Dwi Jaya Satriasa, S.ST.Par, serta kerabat Penulis
(9)
viii
Astara, Made Budi Keladian, Kadek Putra Ari Persona, Made Anggia Paramesthi,
Gusti Ayu Dita Nomia Sari, I Gede Pasek Pramana, Artanadana, Rizki Sitra Putra,
Made Tamar Martana Yasa, Wayan Eka Andi Santika yang telah membantu dan
mendukung Penulis, hingga Penulis dapat menyelesaikan tesis. Selanjutnya Penulis
mengucapkan rasa terima kasih kepada rekan-rekan mahasiswa mahasiswi Magister
Ilmu Hukum Universitas Udayana angkatan 2012 serta teman-teman lainnya yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang selalu memberikan motivasi kepada
penulis dalam menyelesaikan tesis ini, semoga Ida Hyang Widhi Wasa membalas hati
Bapak/Ibu/Saudara/i sekalian.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari
kesempurnaan, namun harapan penulis semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pembaca. Semoga
Ida Hyang Widhi Wasa
/ Tuhan Yang Maha Esa selalu
melimpahkan anugerah-Nya kepada kita semua.
Om Shanti Shanti Shanti Om
Denpasar, April 2016
(10)
ix
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui secara faktual prinsip
penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan ketentuan Undang – Undang No. 10
tahun 2009 tetang Kepariwisataan mengalami hambatan dalam penerapan kegiatan
investasi pariwisata di Bali, adanya pelanggaran dari pihak investor sehingga
eksistensi budaya yang selama ini menjadi ikon pariwisata Bali mengalami
pergeseran. Penelitian ini memuat penelitian hukum empiris. Data dan sumber data
yang digunakan yakni data primer, yang berasal dari dinas parwisata provinsi Bali
kemudian daerah daerah yang banyak kegiatan investasi diBali seperti Badung,
Denpasar dan Gianyar (Ubud), sedangkan data sekunder yang digunakan terdiri dari
bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Teknik pengumpulan data yang
dipergunakan adalah Teknik Studi Dokumen dan Teknik Wawancara, dengan Teknik
Pengambilan sampel atas populasi penelitian yang digunakan adalah
Teknik Non
Probability Sampling
. Adapun analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Analisis Data Kualitatif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prinsip penyelenggaraan kepariwisatan
menemui hambatan pada struktur hukumnya yang masih mengalami tumpang tindih,
ketidak konsistenan penerapan aturan hukum, dan pada tingkat budaya hukum, para
investor masih beranggapan tanggung jawab sosial hanya kewajiban moral, sehingga
penerapannya hanya bersifat sukarela. Kemudian ideal penyelenggaraan investasi
segala bentuk kegiatan yang berbentuk hukum, sehingga perlindungan bagi aset
budaya Bali dapat terlaksana bukan dikarenakan kewajiban moral tapi kewajiban
hukum.
(11)
x
tourism
on the provisions of the Act – No. 10 in 2009 about Tourism experience obstacles in the implementation of the investment activities of tourism in Bali, infringement of the investor so that the existence of a culture that had become an icon of Bali's tourism experienced a shift.The research method applied in this research is empirical legal research. Data
and sources of data used are primary data, which
originating from the province of Bali Tourism Office then the areas of investment activities in Bali like Badung, Denpasar and Gianyar (Ubud),while secondary data used consisted of primary legal materials,
secondary, and tertiary. Data collection techniques used are Documents Study
Techniques and Interview Techniques, with the sampling technique used on the
population is Non-Probability Sampling Techniques. The analysis used in this
research is the Qualitative Data Analysis.
The results of the research showed that the principle of organization tourism
encountered obstacles in its legal structure that is still experiencing conflict, an
inconsistent state the application of the rule of law, and at the level of legal culture,
investors still assume social responsibility is only a moral obligation, so that its
application is voluntary only. Then the ideal investment holding of any form of
activity that shaped the law, so that the protection of cultural assets of Bali
concluded, not because of a moral obligation but a legal obligation
(12)
xi
Kepariwisataan Berdasarkan Undang – undang No. 10 Tahun 2009 Tentang
Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi Di Bali terdiri dari 5 (lima) bab. Bab I
Pendahuluan yang diawali dengan latar belakang terhadap pentingnya tesis ini
menguak tabir isu hukum bahwa pada Pasal 5 Undang – Undang No. 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan menegaskan bahwa setiap kegiatan penyelenggaraan
kepariwisataan dilaksanakan berdasarkan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan
nampaknya tidak sejalan, dampak negatif dari kegiatan investasi pariwisata di Bali,
seperti maraknya alih fungsi tanah di Bali demi kepentingan pribadi mengakibatkan
pergeseran budaya Bali dan pengerusakkan ekosistem alam. Selanjutnya
mengemukakan dua rumusan permasalahan, tujuan, manfaat, orisinalitas, landasan
teori dan metode penelitian.
Bab II menguraikan tentang tinjauan kepariwisataan, pengertian dan konsep
kepariwisataan, dasar hukum kepariwisataan, prinsip – prinsip penyelenggaraan
kepariwisataan, tinjauan pariwisata budaya, kearifan lokal,
Tri Hita Karana
, tinjauan
investasi, pengertian dan konsep investasi, dasar hukum investasi, asas-asas dan
tujuan penyelenggaraan investasi, jenis – jenis investasi.
Bab III merupakan pembahasan rumusan masalah yang pertama yakni
menguraikan praktik prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yang dituangkan pada
(13)
xii
Bab IV merupakan pembahasan permasalahan yang kedua yakni bentuk ideal
penyelengaraan investasi pariwisata di Bali yang pada intinya menjawab dengan
urgensi kearifan lokal terhadap kegiatan investasi di bali dan hukum sebagai bentuk
pranata ideal penyelenggaraan investasi di Bali berlandaskan kearifan lokal
Bab V merupakan bab terakhir yang berisikan bab penutup dari penelitian ini
yang memuat mengenai simpulan dan saran. Simpulan peneliti ini memuat jawaban
rumusan masalah pertama dan rumusan masalah kedua yang berdasarkan hasil
pembahasan dari bab III dan bab VI. Simpulan pertama, bahwa implementasi prinsip
penyelenggaraan kepariwisataan terhadap penyelenggaraan investasi di Bali tidak
terlaksana dengan efektif. Berdasarkan teori sistem hukum, faktor penghambat tidak
lain dari sisi struktur hukum dan kultur hukum. Kemudian simpulan permasalahan
kedua, bahwa bentuk ideal penyelenggaran investasi pariwisataan di Bali pada
dasarnya cukup sesuai mengingat nilai kearifan lokal telah digunakan sebagai
pedoman dalam prinsip penyelenggaraan investasi di Bali. Bahkan dimuat dalam
aturan hukum posiif, namun dalam perspektif teori kesadaran hukum, perlu adanya
suatu langkah evaluasi dibidang struktur hukum dan kultur hukum, guna menunjang
fungsi hukum sebagai sarana kontrol dan sarana rekayasa sosial yang diharapkan
mampu mewujudkan pola penyelenggaraan investasi yang ideal secara konsisten.
(14)
(15)
xiv
HALAMAN SAMPUL DALAM ... i
HALAMAN PERSYARATAN GELAR MAGISTER ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
HALAMAN SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
HALAMAN UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK……….. ... ix
ABSTRACT……… ...
x
RINGKASAN……….. ... xi
DAFTAR ISI ... xiv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 9
1.3. Ruang lingkup Masalah ... 9
1.4. Tujuan Penelitian ... 10
(16)
xv
1.5.1. Manfaat Teoritis ... 11
1.5.2. Manfaat Praktis ... 11
1.6. Orisinalitas Penelitian ... 11
1.7. Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir ... 14
1.7.1. Landasa Teoritis ... 14
1.7.1.1. Teori ... 15
1.7.1.2. Asas ... 23
1.7.1.3. Konsep ... 26
1.7.2. Kerangka Berpikir ... 29
1.8. Metode Penelitian ... 30
1.8.1. Jenis Penelitian ... 31
1.8.2. Sifat Penelitian ... 33
1.8.3. Data dan Sumber Data ... 33
(17)
xvi
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PRINSIP PENYELENGGARAAN
KEPARIWISATAAN PADA KEGIATAN INVESTASI DALAM
PERSPEKTIF
TRI HITA KARANA
2.1. Tinjauan umum tentang Kepariwisataan ... 40
2.1.1. Pengertian dan Konsep Kepariwisataan... 40
2.1.2. Dasar hukum Kepariwisataan ... 44
2.2. Tinjauan umum tentang Pariwisata Budaya Bali ... 48
2.2.1. Pariwisata Budaya Bali ... 48
2.2.2. Kearifan Lokal ... 51
2.2.3. Tri Hita Karana ... 53
2.3. Tinjauan umum tentang Investasi ... 56
2.3.1. Pengertian dan Konsep Investasi ... 56
2.3.2. Dasar Hukum Investasi ... 60
(18)
xvii
KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI DI BALI
3.1. Praktik Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan
Dalam Kegiatan Investasi di Bali ... 72
3.2. Faktor – faktor yang Menghambat Prinsip Penyelenggaraan
Kepariwisataan dalam kegiatan Investasi Pariwisata di Bali.. 97
BAB IV BENTUK IDEAL PENYELENGGARAAN INVESTASI
PARIWISATA DI BALI
4.1. Urgensi Kearifan Lokal terhadap Kegiatan Investasi Pariwisata
di Bali ... 108
4.2. Hukum Sebagai Pranata Penyelenggaraan Investasi Di Bali.. 126
BAB V
PENUTUP
5.1. SIMPULAN... 137
5.2. SARAN ... 137
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR INFORMAN
DAFTAR RESPONDEN
(19)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
Perkembangan investasi merupakan indikator pertumbuhan ekonomi suatu daerah maupun nasional. Investasi yang dilakukan secara tepat akan mendukung meningkatkan perkembangan ekonomi, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan. Tantangan pelaksanaan investasi di daerah didorong melalui kebijakan otonomi daerah. Kebijakan otonomi daerah diatur dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah pusat memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengelola urusan pemerintahannya sendiri. Salah satu implikasinya adalah setiap daerah dituntut untuk mampu mengelola keuangan daerahnya secara mandiri.
Pada perekonomian daerah, investasi dapat menjadi penggerak pengembangan produksi sehingga output yang dihasilkan semakin baik. Istilah
terminologi ekonomi there is no (economic) growth without investment.1
Pernyataan ini mengandung makna bahwa investasi mempunyai peranan penting untuk pembangunan ekonomi, walaupun investasi bukan satu – satunya komponen dalam pembangunan ekonomi. Investasi mempunyai dua peranan penting dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Pertama, pengaruhnya terhadap permintaan agregat jangka pendek, dalam hal ini akan dianggap sebagai
1 Nurjana Ladjin, 2008, “Analisis Kemandirian Fiskal di Eka Otonomi Daerah (studi
Kasus Di Propinsi Sulawesi Tengah),” (Tesis) Program Studi Magister (S2) Ilmu ekonomi dan Studi Pembangunan Pascasarjana Universitas Diponegoro, Semarang, h. 62
(20)
pendorong peningkatan output serta memberikan kesempatan kerja. Kedua, efeknya terhadap pembentukan kapital. Adanya investasi akan menambah berbagai peralatan, mesin, bangunan dan sebagainya. Tindakan ini akan meningkatkan potensi output dan mendorong pertumbuhan ekonomi secara
berkelanjutan dalam jangka panjang.2
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah dan negara. Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Provinsi Bali (selanjutnya disebut BPS Bali) pada bulan Desember 2015 menunjukkan bahwa kunjungan wisatawan mancannegara ke Bali mencapai 370, 640 kunjungan atau mengalami peningkatan sebesar 6, 70 persen dibandingkan jumlah kunjungan wisman pada bulan yang sama ditahun sebelumnya 2014 yang tercatat sebanyak 347,370 kunjungan. Begitu pula jika dibandingkan dengan November 2015, jumlah
kunjungan wisman pada bulan Desember 2015 naik sebesar 1, 85 persen.3
Bertambahnya tingkat kunjungan wisatawan, berdampak pada permintaan – permintaan berupa jasa pariwisata yang disediakan oleh masyarakat disekitar
tempat kunjungan wisata.4
Kondisi yang diuraikan diatas nantinya akan memberikan pengaruh cukup signifikan bagi perekonomian nasional atau dunia secara keseluruhan. Pendapat
2Marsuki, 2006, Masalah Dan Strategi Menarik Investasi Di Daerah, Makalah
disampaikan Pada Seminar Investasi PUKTI di Hotel Quality, Makasar, 15 Juni 2006
3Badan Pusat Statistik, 2015, Perkembangan Pariwisata Bali Desember 2015, http://bali.bps.go.id/webbeta/website/brs_ind/brsInd-20160201131345.pdf, diakses tanggal 3 Februari 2016.
4Muljadi A.J., 2012, Kepariwisataan dan Perjalanan, cetakan ke-3, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta, h. 6.
(21)
Parikesit Widiatedja juga mempertegas bahwa kontribusi sektor pariwisata
memberikan peningkatan kontribusi untuk roda perekonomian nasional.5 Beliau
menyebutkan didalam bukunya, bahwa sektor pariwisata memiliki potensi yang
bernilai ekonomi dengan daya saing yang tinggi, bahwa bahan baku pariwisata tidak akan habis – habis, sedangkan bahan baku usaha – usaha lainnya sangatlah
terbatas jumlahnya.6
Berdasarkan pada konsep ekonomi, perkembangan perusahaan yang khususnya bergerak dibidang pariwisata yaitu mencari keuntungan lebih menekan pengeluaran, mengabaikan aspek-aspek lain yang sebenarnya sangat vital bagi perusahaan terkadang diabaikan, misalnya upah karyawan yang murah dijadikan alasan untuk mendirikan perusahaan, hak – hak karyawan perusahaan, sumber daya alam diolah tanpa memperhatikan aspek – aspek lingkungan hidup. Sehingga tanggung jawab ekonomi akan dikatakan berhasil, bilamana perusahaan aspek – asepek diluar dari tanggung jawab ekonomi dan mengedepankan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan
Tanggung jawab perusahaan tidak hanya tanggung jawab ekonomi saja, dilain sisi tanggung jawab pada aspek sosial dan lingkungan yang berkaitan dengan segala aspek penunjang berhasilnya perusahaan tersebut. Pengaturan mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan secara eksplisit terdapat pada aturan hukum Indonesia, ketika pemerintah memberlakukan Undang – Undang
5IGN parikesit Widiatedja, 2011, Kebijakan Liberalisasi Pariwisata, kontruksi konsep
ragam masalah dan alternative solusi, Udayana University Press, Bali, (Selanjutnya disebut IGN Parikesit Widiatedja I), h. 38
6IGN Parikesit Widiatedja, 2010, Liberalisasi Jasa Dan Masa Depan Pariwisata Kita, Udayana University Press, Bali, (Selanjutnya disebut IGN Parikesit Widiatedja II), h. 69
(22)
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Selanjutnya disebut UU PM), Pasal 15 UUPM secara tegas menyebutkan bahwa setiap penanam modal (perseorangan atau perusahaan, berbadan hukum ataupun bukan badan hukum) berkewajiban untuk menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik, dan melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan
Ditegaskan tanggungjawab sosial perusahaan sebagai kewajiban penanaman modal, maka Pasal 15 UUPM telah meletakkan landasan yuridis perubahan paradigma sifat tanggung jawab sosial dari sukarela menjadi kewajiban. Tidak hanya UUPM yang mencantumkan arah tujuan pembangunan nasional dan tanggung jawab sosial. Setingkat dengan UUPM yang terkait dengan
bidang usaha jasa pariwisata yakni secara lex specialis, Undang – Undang No. 10
Tahun 2009 tentang Kepariwisataan (selanjutnya disebut UU Kepariwisataan) menyatakan dengan tegas adanya kewajiban terhadap pelaku usaha pariwisata melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan berdasarkan pada Pasal 26 UU kepariwisataan.
Adapun bagi pelaku usaha pariwisata yang tidak melakukannya, akan mendapatkan penjatuhan sanksi berupa administratif mulai dari teguran hingga penghentian sementara kegiatan usaha pada ketentuan Pasal 63 UU Kepariwisataan. Ketentuan mewajibkan pelaku usaha pariwisata untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan didasari atas prinsip penyelenggaraan kepariwisataan pada kententuan Pasal 5 huruf (a) UU kepariwisataan: Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai pengejawantahan dari konsep hidup
(23)
dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan.
Kebijakan Pemerintah dalam membina pengembangan kepariwisataan nasional yang merupakan faktor potensial dalam usaha pembangunan dan masyarakat Indonesia agar segala kegiatan yang menunjangnya dapat diatur secara menyeluruh dan terkoordinasikan dengan UU Kepariwisataan. Pemerintah Provinsi Bali (selanjutnya disebut Pemprov Bali) di tingkat daerah membuat Peraturan Daerah No. 2 tahun 2012 tentang Kepariwisataan Budaya Bali (selanjutnya disebut Perda Kepariwisataan Budaya Bali) yang menjadi landasan yuridis utama pembangunan kepariwisataan Bali. Berkenaan dengan asas dan tujuan penyelenggaraan kepariwisataan di Bali pada ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3 Perda Kepariwisataan Budaya Bali yang juga mengarah pelestariaan kebudayaan Bali, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melestarikan alam, lingkungan dan sumber daya, telah sesuai dengan kebijakan UU Kepariwisataan.
Tingginya investasi yang masuk belum dibarengi regulasi yang kuat, sehingga investor hitam leluasa melenggang di Pulau Dewata ini. Pada forum diskusi Bali Post Viraguna Bagoes Oka berpendapat, investasi yang terjadi di Bali
mulai bergeser.7 Sebab, investor yang masuk ke Pulau Dewata ini tidak lagi
semata-mata berorientasi pada sektor pariwisata, tetapi sudah menjadi kegiatan bisnis segala macam. Pada awalnya Bali merupakan tujuan pariwisata, tetapi tampaknya ada tiga tujuan pariwisata yang terkenal, sebagai tempat perhelatan
7Anonim, 2013. Investasi Hitam di Bali (1) aturan lemah, investor hitam leluasa
(24)
Meeting, Incentive, Convention, Exhibition (MICE), dan sebagai tempat bisnis properti, keuangan, spekulasi hingga bisnis-bisnis kuliner.
Hadirnya perkembangan investasi di Bali khususnya investasi pariwisata memberikan dampak positif terhadap perekonomian masyarakat Bali, terciptanya lapangan kerja, serta pengurangan angka penggangguran di Bali. Namun di sisi lain, investasi pariwisata juga memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup dan sosial budaya masyarakat Bali. Dampak negatif pada lingkungan hidup nampak pada lahan peruntukan pertanian, setiap tahun mengalami penurunan yang diakibat permintaan lahan non pertanian meningkat, terbukti pada tahun 2014 total lahan sawah di Bali tercata seluas 80.542 Ha, dibandingkan pada tahun 2010 total lahan sawah tercatat 81.908 Ha. Hal ini dimaksudkan bahwa selama kurun waktu 5 (lima) tahun dari 2010 sampai dengan 2014 tercatat alih fungsi
lahan sawah sebesar 1.366 Ha. 8
Banyaknya permintaan investor terhadap lahan untuk membuat gedung-gedung, hotel-hotel, restaurant, villa bahkan lapangan golf di Bali membuat lahan pertanian semakin habis, tentunya untuk kedepan kebudayaan tradisional Bali yang berkaitan dengan unsur tanah, seperti pura-pura subak yang terdapat disetiap sawah, tanah yang dikeramatkan oleh masyarakat Bali menjadi hilang, dan akibatnya investor-investor akan mulai beralih ke tempat lain.
Dampak negatif investasi pariwisata yang telah dipaparkan tersebut harus segera ditanggulangi melalui pengaturan hukum yang mengakomodasi nilai-nilai budaya lokal yang dianut masyarakat dalam usaha pengembangan pariwisata
8 Badan Pusat Statistik Provinsi Bali, 2014, Luas Lahan Menurut Penggunaannya Di
(25)
berkelanjutan. Usaha ini salah satunya dengan melakukan pengembangan pariwisata berkelanjutan yang berwawasan budaya. Pariwisata budaya adalah suatu pola pengembangan pariwisata dalam keterkaitan fungsional dengan kebudayaan dan lingkungan secara serasi, selaras, seimbang, sehingga pariwisata dan kebudayaan dapat berkembang secara berkelanjutan. Pengertian tersebut menjelaskan bahwa pariwisata haruslah mampu mengakomodir kebudayaan setempat, begitu juga sebaliknya, budaya harus dipertahankan untuk kelanjutan perkembangan dan pengembangan pariwisata.
Konsep tanggungjawab sosial pada ketentuan UUPM dan UU Kepariwisataan serta Perda Kepariwisataan Budaya Bali, pada dasarnya tercernin dalam perilaku masyarakat, seperti halnya gotong royong, kegiatan yang tumbuh dari nilai-nilai luhur masyarakat Bali dan patut dipertahankan. Keseimbangan dan
keserasian hubungan yang harmonis di Pulau Bali dikenal dengan konsep Tri Hita
Karana (Tiga hal untuk mencapai kesejahteraan hidup). Konsep Tri Hita Karana mengandung nilai-nilai universal yang mengekspresikan pola-pola hubungan
seimbang dan harmonis.9 Tampaknya, jika dielaborasi dengan prinsip
penyelenggaraan kepariwisataan sejalan dengan nilai – nilai luhur yang
terkandung dalam Tri Hita Karana seperti nilai keseimbangan hubungan antara
manusia dengan Tuhan (unsur Parahyangan), antara manusia dengan sesama
(unsur Pawongan) dan antara manusia dengan alam lingkungannya (unsur
Palemahan).
9Wayan Windia dan Ratna Komala Dewi, 2011, Analisis Bisnis Berlandaskan Tri Hita
(26)
Nilai kearifan lokal yang akrab dianut masyarakat ini dapat dipergunakan sebagai filterisasi dalam menjaga budaya masyarakat. Konsep ini merupakan sebuah konsep yang didasarkan atas prinsip keselarasan atau keharmonisan hidup yang terdiri atas tiga unsur yang saling terkait satu sama lain. Walaupun didasari
atas konsep keagamaan (agama Hindu di Bali), konsep Tri Hita Karana ini telah
mendapatkan pengakuan dunia sebagai konsep yang universal. Konsep Tri Hita
Karana tampaknya sesuai dengan Kode Etik Pariwisata Dunia yang
dikembangkan oleh World Tourism Organization (WTO).
Kode Etik Pariwisata Dunia diharapkan dapat mengembangkan konsep pariwisata berkelanjutan, dalam hal ini manfaat kegiatan pariwisata terbagi secara merata antara semua sektor masyarakat, dalam ruang lingkup ekonomi
internasional yang bebas dan terbuka. Disisi lainnya konsep Tri Hita Karana
diharapkan dapat dipadukan dengan penerapan Pasal 5 UU Kepariwisataan tentang Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan khususnya pada aspek menjunjung tinggi norma agama dan nilai kebudayaan maupun pada ketentuan Pasal 15 UUPM yang berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial dengan demikian investasi disektor pariwisata selain dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan perekonomian masyarakat lokal, dan dapat pula memperhatikan aspek lingkungan dan budaya serta menjaga kelestariannya. Hal ini merupakan sebuah koridor ideal penyelenggaraan investasi yang sangat tepat untuk mengantisipasi dampak arus global saat ini yang mengagungkan efesiensi dan produktivitas sebagai dampak dari pemikiran yang dilandaskan pada kegiatan
(27)
bisnis dengan paradigma kompetitif. Sehingga Prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yang berbudaya relevan diterapkan dikalangan dunia bisnis.
Berdasarkan pemaparan latar belakang, maka peneliti menyajikan satu karya tulis yang berjudul: Implementasi Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan Berdasarkan Undang – Undang No. 10 tahun 2009 tentang Kepariwisataan Dalam Kegiatan Investasi di Bali
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi prinsip penyelenggaraan kepariwisataan dalam
kegiatan investasi di Bali?
2. Bagaimana bentuk ideal penyelenggaraan investasi pariwisata di Bali?
1.3. Ruang Lingkup Masalah
Adapun setiap karya ilmiah diperlukan adanya suatu pembahasan yang terfokus pada materi yang diuraikan, dalam hal ini menghindari pembahasan yang
jauh menyimpang dari pokok permasalahan.10 Adapun ruang lingkup masalah
yang ingin dikemukakan adalah sebatas penerapan praktik prinsip-prinsip penyelenggaraan kepariwisataan pada UU Kepariwisataan pada kegiatan investasi di Bali dan hambatan - hambatan yang mendasari praktik tersebut tidak berjalan
berdasarkan peraturan yang telah mengatur prinsip penyelenggaraan
kepariwisataan
10 M. Iqbal Hasan, 2002, Pokok-Pokok Materi Metode Penelitian Dan Aplikasinya, cetakan ke-1, Ghalia Indonesia, Jakarta, h. 43
(28)
Selanjutnya, mengenai bentuk ideal penyelenggaraan investasi di bidang usaha pariwisata tersebut, pada prakteknya dihubungkan dengan konsep yang
telah menjadi nilai kearifan lokal di Pulau Bali yakni konsep Tri Hita Karana
yang menjadi pedoman kehidupan masyarakat adat Bali dikaitkan dengan
pelaksanaan investasi pariwisata, sehingga terjadi harmonisasi dengan konsep Tri
Hita Karana yang terdapat di Bali, serta faktor yang menjadi hambatan dalam pengimplementasikan di masyarakat.
1.4. Tujuan penelitian 1.4.1. Tujuan Umum
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk pengembangan serta menambah khasanah keilmuan dibidang Hukum Kepariwisataan yang di era global, perkembangan pariwisata di Bali sudah mulai mendapat perhatian khusus di dunia globalisasi.
1.4.2. Tujuan Khusus.
Tujuan khusus yang ingin dicapai peneliti, berhubungan dengan tujuan umum diatas seperti:
1. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan praktik prinsip
penyelenggaraan kepariwisataan Bali yang dikaitkan dengan pelaksanaan investasi pariwisata, serta faktor – faktor yang menghambat.
2. Untuk mengetahui dan mendeskripsikan bentuk ideal investasi yang
(29)
1.5. Manfaat Penelitian
Mengenai manfaat yang diberikan peneliti melalui penelitian terhadap kedua pokok permasalahan di atas, yaitu:
1.5.1. Manfaat Teoritis.
Penelilti mengharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang implementasi prinsip penyelenggaraan pariwisata yang terkait dengan pengaturan kegiatan investasi sehingga terjadi hubungan yang harmonis dengan
konsep Tri Hita Karana
1.5.2. Manfaat Praktis.
1. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan memberi kesadaran
bagi masyarakat khususnya para pengusaha untuk tetap menjaga dan memperhatikan lingkungan serta budaya Bali sehingga terjalin keharmonisan antara pihak pemangku pariwisata;
2. Bagi Pemerintah, penelitian ini diharapkan memberikan masukan
untuk lebih mengintensifkan pelaksanaan investasi pariwisata khususnya pada peraturan-peraturan yang masih belum jelas tafsiran pengaturan investasi pariwisata tentang menjunjung tinggi nilai nilai agama dan nilai budaya
1.6. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan hasil kepustakaan yang telah ditelusuri oleh peneliti terkait
dengan antiplagiatism penelitian, peneliti memberikan perbedaan pengkajian dari
segi substansi maupun permasalahan pokok yang dikaji dalam penelitian terdahulu.
(30)
Adapun sumber referensi pada penelitian tesis ini, peneliti menampilkan tesis terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, sehingga dikemudian harinya hasil penelitian tesis ini dapat dipertanggung jawabkan pada tingkat keasliannya seperti:
1. Tahun 2015, tesis karya Ida Ayu Shintyani Brahmisiwi (Mahasiswi
program studi Magister Kenotariatan Udayana) yang berjudul “Pengaturan Investasi Semi Kelola Di Bidang Perdagangan Jasa Akomodasi Wisata.” Pada tesis ini dikemukakan dua rumusan masalah yaitu:
a. Bagaimanakah penyelenggaraan bentuk pengembalian investasi
(return on investment) dalam investasi semi kelola dibidang perdagangan jasa akomodasi wisata yang sesuai dengan amanat Undang – undang Nomor 25 Tahun 2007?
b. Bagaimana bentuk pengaturan yang diperlukan dalam
penyelenggaraan investasi semi kelola bidang perdagangan jasa akomodasi wisata?
2. Tahun 2010, tesis karya Nyoman Ayu Kemala Putri (Mahasiswi program
studi Magister Ilmu Ekonomi Udayana) yang berjudul Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Dan Kesenjangan Pendapatan Kabupaten/Kota Di Provinsi Bali. Pada tesis ini dikemukan tiga rumusan masalah yaitu:
a. Bagaimanakah tingkat kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota
(31)
b. Apakah pengeluaran pemerintah, investasi dan otonomi daerah berpengaruh secara simultan terhadap kesenjangan pendapatan antar kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 1988 - 2008?
c. Bagaimanakah pengaruh pengeluaran pemerintah, investasi dan
otonomi daerah secara parsial terhadap kesenjangan pendapatan antar kebupaten/kota di provinsi Bali tahun 1988 – 2008?
3. Tesis 2012, tesis karya Ni Putu Yogi Paramitha Dewi (mahasiswa Program
studi Magister Ilmu hukum Udayana) yang berjudul Penerarapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Terhadap PT Yang Bergerak Dalam Bidang Usaha Perhotelan (Studi Pada Hotel Berbentuk PT Di Bali), pada tesis ini dikemukan dua rumusan masalah
a. Bagaimana standarisasi pelaksanaan CSR terhadap perusahaan (PT)
yang kegiatan usahanya berkaitan dengan sumber daya alam, khususnya yang bergerak dibidang usaha perhotelan?
b. Apa Akibat hukum yang timbul apabila badan usaha perhotelan (PT)
tersebut tidak melaksanakan CSR?
Menurut pengamatan peneliti, tulisan dan penelitian di atas menampilkan perbedaan pada aspek judul dan rumusan masalah serta menganalisasi dalam membahas rumusan masalah, dalam hal mencegah duplikasi, pertama – tama penulis membatasi objek peneliti yang sebagai mana disebutkan judul dan cakupan permasalahan yang belum pernah dilakukan sebelumnya, mengenai prinsip penyelenggaraan kepariwisataan dalam kegiatan investasi di Bali.
(32)
1.7. Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir. 1.7.1. Landasan Teoritis
Seperti yang diketahui untuk membahas permasalahan penelitian maka diperlukan suatu landasan teoritis yang dapat dipergunakan untuk membahas, dan menerangkan suatu gejala secara sistematis. Landasan teoritis adalah upaya untuk mengindentifikasi teori hukum umum / teori khusus, konsep – konsep hukum, asas – asas hukum, aturan hukum norma – norma dan lain – lain yang akan dipakai sebagai landasan untuk membahas dan menganalisa permasalahan penelitian.
Menurut Sudikso Mertokusumo, istilah teori berasal dari kata theoria yang
diartikan pandangan atau wawasan.11 Selanjutnya, pendapat Gijssels di dalam
bukunya Sudikno Mertokusumo tentang Teori Hukum, Gijssels mengemukakan istilah teori dalam teori hukum diartikan sebagai kesatuan pandang, pendapat, dan pengertian – pengertian yang berkaitan dengan kenyataan dirumuskan sedemikian, sehingga memungkinkan untuk deskripsikan hipotesis – hipotesis yang dapat
dikaji.12 Senada dengan pendapat Gijssels, Otje Salman menguraikan istilah teori
terdiri dari serangkaian pemahaman – pemahaman dari suatu kenyataan yang tersusun sistematis, logik, dan konkrit melalui serangkaian pengujian yang telah diterima kebenarannya (walaupun sementara) dan masih membutuhkan serangkaian pengujian lagi agar pemahaman yang terkait permasalahan diperoleh
11 Sudikno Mertokusumo, 2012, Teori Hukum, cetakan ke-6, Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta, h. 4
(33)
suatu kebulatan.13 Berdasarkan pemahaman istilah teori di atas dapat dikemukan bahwa, landasan teori adalah uraian sistematis tentang teori yang berhubungan dengan penelitian yang akan dilakukan dan sekaligus menjadi pisau analisis
terhadap permasalahan hukum yang diteliti.14
Konsep (concept) berartikan kata yang merupakan abstraksi yang
digeneralisasikan dan gejala – gejala tertentu.15 Selanjutnya, J.J. H Bruggink
dalam terjemahan Arief Sidartha yang menguraikan bahwa, “Asas hukum adalah
kaidah yang memuat ukuran (kriteria) nilai.”16 Berdasarkan uraian tersebut,
peneliti menggunakan beberapa teori, konsep, asas/prinsip yang relevan sebagai pisau analisis membahas permasalahan yang terkait dengan prinsip penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan UU Kepariwisataan dalam penyelenggaraan investasi di Bali, sebagai berikut:
1.7.1.1. Teori
a. Teori Sistem Hukum
Sistem hukum sangat mempengaruhi efektifitas hukum dalam tiap - tiap Negara. Pandangan teori sistem hukum dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yang didasari atas 3 (tiga) elemen yaitu:
13 Otje Salman, 2008, Teori Hukum – Mengingat, Mengumpulkan dan Membuka Kembali, Refika Aditama, Jakarta, h. 19
14 Johnny Ibrahim, 2007, Teori & Metodelogi Penelitian Hukum Normatif, cetakan ke-3, Bayumedia Publishing, Malang, h. 293-294.
15 Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, cetakan Ke-4, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 47.
16 J. J. H Bruggink, 1999, Refleksi Tentang Hukum, terjemahan Arief Sidhartha, cetakan ke-2, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 123.
(34)
1. Substansi hukum (Legal Substance)
Substansi mencakup isi norma-norma hukum beserta perumusannnya maupun acara untuk menegakkannya yang berlaku bagi pelaksana hukum maupun pencari keadilan;
2. Struktur hukum (Legal Stucture)
Struktur mencakup wadah ataupun bentuk dari sistem tersebut yang mencakup tahanan lembaga-lemabaga hukum fomal, hubungan antara lembaga-lembaga, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya;
3. Budaya hukum (Legal Culture)
Budaya pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi abstrak mengenai
apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk.17
Selanjutnya Achmad Ali menambahkan unsur profesionalisme, dan kepemimpinan dalam sistem hukum yang telah dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman yakni:
a. Profesionalisme, yang merupakan unsur kemampuan dan keterampilan
secara person dari sosok – sosok penegakan hukum
b. Kepemimpinan, juga merupakan unsur kemampuan dan keterampilan
secara person dari sosok – sosok penegak hukum, utamanya kalangan
petinggi hukum18
Pada penelitian ini teori sistem hukum sebagaimana yang diuraikan diatas sangat relevan guna menganalisis dan menjawab rumusan masalah pertama. Berdasarkan elemen substansi hukum, diketahui bahwa pengaturan prinsip – prinsip penyelenggaraan kepariwisataan secara tegas telah diatur didalam ketentuan UU Kepariwisataan dan Perda Kebudayaan Bali, namun dalam kenyataan masih ada menyalahartikan. Elemen struktur hukum mengacu pada
17Wisnu Basuki, 2001, alih bahasa Lawrence M. Friedman, 2001, American Law: an
Introduction, 2nd edition, Tatanusa, Bandung, h. 6
18Ahcmad Ali, 2009, Menguak Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan
(Judicialprudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana Prenada Media Group, jakarta, h. 204 (Selanjutnyan disebut Ahcmad Ali I)
(35)
bentuk dan kedudukan pranata hukum yang terdapat dalam sistem hukum.19 Elemen struktur hukum mencakup berbagai macam institusi (lembaga) yang diciptakan oleh sistem hukum tersebut dengan berbagai fungsi untuk mendukung bekerjanya sistem hukum. Instansi pemerintah yang terkait dalam penelitian ini seperti Dinas Kepariwisataan Prov. Bali.
Budaya hukum (legal culture) mencakup nilai – nilai dalam masyarakat
yang mendasari hukum yang berlaku.20 Mengenai sistem pada kultur hukum juga
dapat mempengaruhi tingkat kesadaran kalangan masyarakat terhadap penyelenggaraan investasi bahkan sangat mempengaruhi kinerja sistem hukum. Selanjutnya dipergunakan teori kesadaran hukum dikarenakan ketaatan dan ketidaktaatan hukum sangat ditentukan dari keberadaan dan keberhasilan suatu aturan yang diterapkan di lingkungan masyarakat
b. Teori Kesadaran Hukum (Legal awareness)
Teori selanjutnya yang dipergunakan peneliti untuk menganalisis rumusan masalah pertama dan rumusan masalah kedua yaitu menggunakan teori kesadaran hukum. Adapun beberapa pandangan para sarjana yang dikutip oleh peneliti terkait dengan teori kesadaran hukum yaitu pandangan Achmad Ali terhadap teori kesadaran hukum dibagi menjadi dua macam seperti; kesadaran hukum positif, identik dengan ketaatan hukum dan kesadaran hukum negatif, identik dengan
19 Lawrence M.Friedman, 2009, Sistem Hukum Perspektif Ilmu Sosial (The Legal System
: A Social Science Perspektive), M. Khozim, Pentj, Nusa Media, Bandung, h. 15 20 Ibid, h. 18
(36)
‘ketidaktaatan’.21 Selanjutnya didalam bukunya Achamd Ali tentang Menguak
Teori Hukum (Legal Theory) Dan Teori Peradilan (Judicialprudence) Termasuk
Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence) menurut pandangan Ali Ewick dan
Silbey tentang kesadaran hukum yakni “the term ‘legal consciousness’ is used
scientists to refer to the ways in which people make sense of law and legal institutions, that is, the understandings which give meaning to people’s experiences and action”22
Terjemahan bebas peneliti dalam pendapat Ali Ewick dan Silbey diatas menjelaskan bahwa kesadaran hukum, adalah istilah yang digunakan para ilmuwan untuk merujuk pada cara-cara orang memahami lembaga-lembaga hukum dan hukum, yaitu pemahaman yang memberi makna pada pengalaman orang-orang dan tindakan. Kesadaran hukum merupakan suatu proses psikhis yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin tidak timbul. Akan tetapi, tentang asas kesadaran hukum, ada pada setiap manusia, oleh karena setiap manusia mempunyai rasa keadilan.
Salah satu kontribusi pandangan Ewick dan Silbey dikutip oleh Achamd Ali terdapat tiga skema utama yang mengenai hubungan dengan hukum, yaitu:
1. Before the law (dalam makna bahwa individu berdiri sebagai objek dimana hukum beroperasi);
2. Against the law (dalam makna bahwa individu menolak hukum, baik secara formal atau secara informal)
21Ibid, h. 298
(37)
3. With the law (dengan makna bahwa individu berhubungan dengan hukum secara instrumental, mengikuti aturan main sistem hukum dan
menggunakan hukum untuk memperoleh apa yang dibutuhkannya).23
Selengkapnya Paul Scholten mengatakan:
Met den term rechtsbewustzijn meent men niet het rechtsoordeel over eenig concreet geval, doch het in ieder mensch levend bewustzijn van wat recht is of behoort te zijn, een bepaalde categorie van ons geestesleven, waardoor wij met onmiddellijke evidentie los van positieve instellingen scheiding maken tusschen recht en onrecht, gelijk we dat doen tusschen waar en onwaar, goed en kwaad, schoon en leelijk. 24
Pandangan Scholten di atas pada intinya menguraikan bahwa istilah kesadaran hukum, tidak dipandangnya sebagai penilaian hukum mengenai suatu kejadian konkrit, melainkan suatu kesadaran yang hidup pada manusia mengenai apa yang hukum, atau apa yang seharusnya hukum. Kesadaran hukum masuk kategori tertentu dari kehidupan kejiwaan, yang menyebabkan kita dengan evidensi melepaskan diri dari lembaga-lembaga hukum positif, dalam membedakan antara hukum dan bukan hukum, seperti kita membedakan antara benar dan tidak benar, baik dan buruk, cantik dan jelek.
Pandangan dari pendapat ahli hukum yang telah diuraikan diatas mengenai kesadaran hukum, memberikan pengertian - pengertian suatu rumusan bahwa sumber satu-satunya hukum dan kekuatan mengikatnya adalah kesadaran
hukum.25 Sehingga teori kesadaran hukum sangat relevan dipergunakan dalam
23Ibid, h.340
24Andi Nuzul, 2009, “Kesadaran Hukum: Landasan Memperbaiki Sistem Hukum”, http://andinuzul.wordpress.com, diakses pada tanggal 20 mei 2015
25Soerjono Soekanto, 2009, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 167, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto I).
(38)
rumusan masalah pertama dan rumusan masalah kedua dalam penelitian ini, kesadaran hukum sangat diperlukan untuk mengoptimalisasikan penegakan hukum terhadap penyelenggaraan investasi pariwisata.
c. Teori law as a tool of social engineering
Pada konteks keseimbangan penerapan di masyarakat, hukum pada dasarnya dapat melakukan dua fungsi, pertama sebagai sarana kontrol sosial, yang bertugas menjaga masyarakat agar tetap dapat berada di dalam pola-pola tingkah
laku yang telah diterima olehnya.26 Menurut fungsi ini, hukum hanya
mempertahankan saja apa yang telah menjadi sesuatu yang tetap dan diterima di
dalam masyarakat atau hukum sebagai penjaga status quo. Kedua, hukum sebagai
sarana “rekayasa sosial”, yang berfungsi untuk mengadakan perubahan-perubahan di dalam masyarakat. Jadi hukum digunakan untuk menimbulkan suatu perubahan
sosial yang nyata.27
Fungsi hukum sebagai law as a tool of social engineering (rekayasa sosial)
seperti dikemukakan oleh Roscoe Pound yang terkenal sebagai salah satu
pendukung aliran Sociological Jurisprudence.28 Hukum dijadikan instrumen
untuk mengarahkan masyarakat menuju kepada tujuan yang diinginkan sebagaimana amanat dalam undang-undang, bahkan kalau perlu, menghilangkan
26 Soerjono Soekanto, 1973, Pengantar Sosiologi Hukum, Bhatara, Jakarta (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto II), h. 58
27Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Angkasa, Bandung, (selanjutnya disebut Satjipto Rahardjo I), h. 117.
28Darji Darmodiharjo, Sidarta, 2002, Pokok-Pokok Filsafat Hukum, Apa dan Bagaimana
(39)
kebiasaan masyarakat yang dipandang negatif. Jadi dalam teorinya ini, hukum dipergunakan sebagai alat untuk memperbaharui (merekayasa) masyarakat.
Hari Chand mengutip pendapatnya Roscoe Pound di dalam buku beliau
Modern Jurisprudence yakni “A Lawyer should be able to mould the clay of law
to duit the porpose in hand. In the process of interpretation, a lawyer has to make adjustments in the law to suit the need of the society. The purpose of social engineering is to enable the lawyer to think in terms of changing or moulding the law.”29
Konsep Social engineering yang dikutip oleh Hari Chand, menurut
terjemahan bebas peneliti, bahwa Pound menyarankan para praktisi hukum (khususnya pengacara) hendaknya mampu mencampur kekakuan hukum untuk menyesuaikan pada tujuannya. Pada proses penafsirannya, pengacara harus membuat penyesuaian-penyesuaian aturan agar sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Tujuan social engineering yaitu untuk mengupayakan pengacara
berfikir berpedoman pada perubahan atau penyesuaian hukum.
Titik tolak utama Pound pada konsep social engineering adalah interest
balancing, dan karenanya yang terpent/ing adalah tujuan akhir dari hukum yang diaplikasikan dan mengarahkan masyarakat ke arah yang lebih maju. Hukum dan
masyarakat terdapat hubungan yang fungsional.30 Doktrin ini disebutkan bahwa
hukum harus dikembangkan sesuai dengan perubahan-perubahan nilai sosial,
29Hari Chand, 1994, Modern Jurisprudence, Percetakan Turbo, Kuala Lumpur, h. 198 30 Bernard L. Tanya, dkk, 2010, Teori Hukum, Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan
(40)
untuk itu sebaiknya diadakan rumusan-rumusan kepentingan yang ada dalam
masyarakat yaitu kepentingan pribadi, masyarakat dan umum.31
“Personal liberty is an individual interest but it is also a social interest because society is also interested in giving liberty to the individual. In other words, Pound wants us to look at every interest from the point of view of the society. In case of conflict, we look at the conflicting interest from the point of view of the individual, of the state and of the society. Thus, Pound says, we can balance them”32
Terjemahan bebas peneliti pada pendapat Pound di atas yakni kemerdekaan seseorang merupakan kepentingan individu, tetapi juga kepentingan sosial karena masyarakat juga tertarik memberikan kebebasan bagi suatu individu. Pound ingin melihat setiap kepentingan dari sudut pandang sosial. Pada kasus konflik, kita melihat pada konflik kepentingan dari sudut pandang individu, negara dan masyarakat. Karenanya Pound menyatakan harus dapat menyeimbangkan masyarakat.
Berkaitan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, penerapan dari ketentuan prinsip – prinsip penyelenggaraan kepariwisataan dalam UU Kepariwisataan terhadap kegiatan investasi di Bali, tidak selamanya pelaksanaannya berjalan sesuai dengan yang telah ditentukan dalam undang-undang tersebut. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap ketentuan hukum yang sudah berlaku juga merupakan faktor penyebab bagaimana hukum yang ada dapat berfungsi dengan baik. Seorang investor menanam modal di bidang usaha pariwisata seringkali tidak memperdulikan ketentuan hukum yang sudah berlaku,
31 Mas Soebagio dan Slamet Supriatna, 1992, Dasar-Dasar Filsafat, Suatu Pengantar ke
Filsafat Hukum, Akademika Presindo, Jakarta, h. 68. 32Hari Chand, loc.cit.
(41)
terutama penanam modal asing, mereka beranggapan bahwa mereka sudah menanamkan modalnya tentu harus ada timbal balik, terlebih keuntungan yang diperolehnya haruslah lebih besar. Hal tersebut mencerminkan kurangnya kesadaran dan kepatuhan masyarakat terutama pengusaha pariwisata terhadap
hukum sehingga penerapan hukum tidak terlaksana dengan baik. Teori law as a
tool of social engineering yang dikemukakan oleh Roscoe Pound sangat relevan dipergunakan untuk membedah rumusan masalah kedua tentang menentukan bentuk ideal penyelenggaraan investasi di Bali. Fungsi hukum dijadikan suatu instrumen untuk mengontrol dan merekayasa masyarakat ke arah yang lebih baik kedepan dan setiap kegiatan yang dilaksanakan diwajibkan berpedoman dengan kearifan lokal.
Disamping teori hukum yang dipergunakan peneliti, adapun asas/prinsip yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a) Prinsip – prinsip penyelenggaraan kepariwisataan; b) investasi
1.7.1.2. Asas
a) Prinsip Penyelenggaraan Kepariwisataan
Pada umumnya, pandangan masyarakat mengenai kepariwisataan berkaitan dengan orang-orang yang sedang mengunjungi tempat-tempat tertentu untuk keperluan hiburan dan rekreasi. Padahal, pariwisata tidak hanya berkaitan dengan hal tersebut. Namun, lebih dari itu pariwisata merupakan suatu fenomena kompleks yang memerlukan penetapan pemahaman yang jelas. Adapun ketentuan prinsip penyelenggaraan pariwisata yang telah dituangkan pada UU Kepariwisataan yang mengharapkan terciptanya iklim yang kondusif dalam
(42)
pembangunan kepariwisataan yang bersifat menyeluruh demi kesejahteraan umum.
Prinsip penyelenggaraan kepariwisataan itu sendiri diatur dalam Pasal 5 UU Kepariwisataan yang menyebutkan bahwa Kepariwisataan diselenggarakan dengan prinsip:
a. menjunjung tinggi norma agama dan nilai budaya sebagai
pengejawantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan antara manusia dan Tuhan Yang Maha Esa, hubungan antara manusia dan sesama manusia, dan hubungan antara manusia dan lingkungan;
b. menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya, dan kearifan
lokal;
c. memberi manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan, kesetaraan, dan
proporsionalitas;
d. memelihara kelestarian alam dan lingkungan hidup;
e. memberdayakan masyarakat setempat;
f. menjamin keterpaduan antarsektor, antardaerah, antara pusat dan daerah
yang merupakan satu kesatuan sistemik dalam kerangka otonomi daerah, serta keterpaduan antarpemangku kepentingan;
g. mematuhi kode etik kepariwisataan dunia dan kesepakatan internasional
dalam bidang pariwisata; dan memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
b) Investasi
Asas mempunyai dua pengertian, yakni sebagai dasar, alas, pondamen disatu pihak, dan dipihak lain juga dimaksudkan sebagai kebenaran yang menjadi pokok dasar untuk tumpuan berpikir atau berpendapat.
UU PM ternyata mencantumkan sejumlah asas dalam undang-undang penanaman modal. Pendapat Hendrik Budi Untung didalam karya tulis Lusiana yakni Usaha Penanaman Modal di Indonesia, menguraikan bahwa tampaknya pembentuk undang-undang berupaya untuk menangkap nilai-nilai yang hidup dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional atau di tingkat internasional, berbagai nilai yang dianggap telah menjadi universal
(43)
diakomodasikan ke dalam hukum nasional. Di era globalisasi ini peranan tata kelola pemerintahan yang bersih dan baik dalam memberikan pelayanan yang baik sudah menjadi acuan berbagai pihak dalam member pelayanan publik atau dalam menjalankan aktivitas bisnis. Prinsip yang terkandung dalam tatanan pemerintah dan tata kelola perusahaan yang baik salah satu diantaranya adalah kepastian hukum; demikian juga halnya dalam undang-undang penanaman modal
pun dicantumkan sejumlah asas.33
Asas penanaman modal ‘menginspirasi’ pembentukan pasal-pasal sehingga pasal-pasal mencerminkan keberadaan asas hukum yang bersifat abstrak normative. Lebih lanjut, asas penanaman modal yang terdapat dalam Pasal 3 ayat (1) UUPM adalah: Asas kepastian hukum, asas terbukaan, asas akuntabilitas, asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara, asas kebersamaan, asas efisiensi berkeadialan, asas berkelanjutan, asas berwawasan lingkungan, asas kemandirian, asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
Disamping peneliti menggunakan teori hukum, dan asas – asas hukum, Penelitian ini juga mempergunakan konsep – konsep yang relevan dalam
membahas permasalahan, seperti: konsep kepastian hukum, konsep Tri Hita
Karana, konsep investasi.
33 Lusiana, 2012, Usaha Penanaman Modal Di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, h. 43
(44)
1.7.1.3. Konsep
a) Kepastian Hukum
Kepastian hukum merupakan syarat yang wajib dipenuhi dalam penegakan hukum, dalam hal kepastian hukum yang dimaksud adalah perlindungan hukum terhadap tindak sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang akan dapat
memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan tertentu.34 Kepastian hukum
itu sendiri tidak hanya mempersoalkan hubungan hukum antara warga negara dan negara, karena sebagai sebuah nilai, esensi dari kepastian hukum adalah masalah perlindungan terhadap warga negara dari tindakan kesewenang-wenangan.
Pendapat mengenai kepastian hukum dikemukakan pula oleh Jan M. otto sebagaimana dikutip oleh Sidharta, yaitu bahwa kepastian hukum dalam situasi tertentu mensyaratkan sebagai berikut:
1)Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas atau jernih, konsisten dan mudah
diperoleh (accessible), yang diterbitkan oleh kekuasaan negara;
2)Bahwa instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan
hukum tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat kepadanya;
3)Bahwa mayoritas warga pada prinsipnya menyetujui muatan isi dan arena
itu menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan tersebut;
4)Bahwa hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak
menerapkan aturan-aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu mereka menyelesaikan sengketa hukum; dan
5)Bahwa keputusan peradilan secara konkrit dilaksanakan. 35
Kelima syarat yang dikemukakan Jan M. Otto tersebut menunjukkan bahwa kepastian hukum akan tercapai jika substansi hukumnya sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Aturan hukum yang mampu menciptakan kepastian
34E. Fernando M. Manullang. 2007, Menggapai Hukum Berkeadilan; Tinjauan Hukum
Kodrat Dan Antinomi Nilai, Buku Kompas, Jakarta, h. 92
35Sidharta, 2006, Moralitas Profesi Hukum: Suatu Tawaran Kerangka Berpikir, Regka Aditama, Bandung, h. 85
(45)
hukum adalah hukum yang lahir dari dan mencerminkan budaya masyarakat.36 Kepastian hukum yang seperti inilah dimaksud dengan kepastian hukum yang
sebenarnya (realistic legal certainty) yaitu mensyaratkan adanya keharmonisan
antara negara dengan rakyat dalam berorientasi dan memahami sistem hukum.
b) Investasi
Pengertian investasi perlu lebih dipahami dan diberikan batasan yang jelas terhadap pengertian investasi. Hal tersebut bertujuan agar persepsi dan pemahaman tentang investasi menjadi lebih jernih guna menghindari adanya arti negatif terhadap keberadaan investasi khususnya modal asing.
Adapun jenis kegiatan investasi pada dasarnya dapat diklarifikasi atas dua
kategori besar yaitu, investasi langsung (direct investment) atau penanaman modal
jangka panjang, dan investasi tidak langsung (indirect investment atau penanaman
modal tidak langsung (protofolio investment).37 Masing-masing jenis investasi ini
akan dijelaskan pada bab selanjutnya.
Pada konstitusional, Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 telah menentukan bahwa perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial adalah untuk mewujudkan kesejahteraan umum. Berkaitan dengan mencapai sasaran tersebut, pemerintah memberikan prioritas dan arah kebijakan pembangunan salah satunya adalah peningkatan investasi dan ekspor nonmigas. Arah kebijakan investasi selayaknya mendasari ekonomi kerakyatan berdasarkan asas kekeluargaan dan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai kemakmuran dan kesejahteraan
36 Ibid
(46)
rakyat sebagaimana ketentuan Pasal 33 UUD 1945 dengan prinsip kebersamaan, efisien berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Tujuan investasi tersebut ialah mempercepat laju pembangunan di negara tersebut.
c) Tri Hita Karana
Konsep ini merupakan sebuah konsep yang didasarkan atas prinsip keselarasan atau keharmonisan hidup yang terdiri atas tiga unsur yang saling
terkait satu sama lain. Ketiga unsur itu adalah, parhyangan yang mengacu pada
keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang
Hyang Widhi), pawongan yaitu keharmonisan hubungan dengan sesama manusia,
palemahan yaitu keharmonisan hubungan dengan lingkungan, alam sekitar. Makna keseimbangan dalam konteks budaya Bali dapat dipahami dari beberapa konsep, yaitu
1. Konsep sekala niskala (nyata-tidak nyata). Niskala, berhubungan dengan
kenyakinan (srada) dan kesetian kepada Tuhan Yang Maha Esa, sekala
berkaitan dengan semangat saling menyayangi dan melayani antara sesama manusia dan lingkungan alamnya
2. Konsep rwa-bhineda (penghargaan terhadap setiap perbedaan). Kehidupan
adanya pengakuan, penghargaan dan perhormatan terhadap perbedaan dalam dinamika kehidupan masyarakat.
3. Konsep tatwam asi. Konsep yang mencirikan adanya pengakuan bahwa
adanya empati, rasa kasih sayang, dan saling menghargai antara sesama manusia
4. Konsep Luan teben (sacral-peofan) Konsep ini berkaitan dengan cara
mencari harmoni dalam tata ruang (palemahan)
5. Desa Kala Patra, Desa Mawacara dan adat mawacara mengisyaratkan pengakuan adanya keragaman yang ada dan berlaku di dalam kehidupan
masyarakat Bali. Desa, kala dan adat bersifat amat dinamis, fleksibel, dan
otonomi sesuai ruang dan waktu, sehingga kepadanya mendapat keleluasaan dalam bertindak dan mengambil keputusan.
6. Konsep tri semaya (tiga dimensi cermin kehidupan). Konsep yang
(47)
manusia, yakni adanya atita (masa lampau), anagata (masa depan) dan wartawana (masa kini)
7. Konsep catur purusa arta (empat tujuan hidup), panca serada (lima
keyakinan) dan sad kertih (enam upaya penunjang kesejahteraan). 38
Semua konsep ini adalah untuk mencari keseimbangan, dan keberlanjutan, karena menyangkut keyakinan tentang tujuan hidup yang tidak semata-mata untuk
mencari keuntungan (benefit).
1.7.2. Kerangka Berpikir
Pada tesis ini, teoritical framework dapat disajikan dalam gambar berikut
ini:
Gambar 1 Kerangka Berpikir
38 Wayan Windia dan Ratna Komala Dewi, op.cit, h. 8
INVESTASI BISNIS PARIWISATA BALI PARIWISATA IMPLEMENTASI PRINSIP PENYELENGGARAAN KEPARIWISATAAN DALAM KEGIATAN INVESTASI DI BALI
BENTUK IDEAL PENYELENGGARAAN
INVESTASI PARIWISATA DI BALI
Teori Sistem
Hukum
Teori Kesadaran
Hukum
Konsep Kepastian
Hukum
Teori law as a t ool of social
engineering
Teori Kesadaran
Hukum
Konsep Tri Hita
Karana
(48)
1.8. Metode Penelitian
Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologi dan sistematis. Metodologi berarti menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah sedangkan sistematis berarti sesuai pedoman/aturan penelitian yang berlaku untuk karya ilmiah.39
Terry Hutchinson mengemukakan pendapatnya tentang pengertian
penelitian hukum dalam bukunya yang berjudul Researching and Writing in Law
yakni “legal research is a relatively new phenomenon. It has become more
important as the number of University Law Schools has increased, and a new breed of career academic has replaced the practitioners who previously taught those entering the profession.”40
Secara bebas dapat diterjemahkan bahwa pendapat Terry Hutchinson, penelitian hukum merupakan penomena yang relatif baru. Penelitian hukum menjadi penting sejak sejumlah jurusan bidang hukum semakin intensif dan bermunculan karir akademis yang baru telah menggantikan para praktisi yang sebelumnya mendidik mereka memasuki profesi tersebut.
Pemahaman selanjutnya dapat dilihat dari uraian pendapat Morris L.
Choen dan Kent C. Olsen yaitu: “legal research is an essential component of
legal practice. It is process of finding the law that governs an activity and
39 Sutrisno Hadi, 2002, Metodologi Research, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, h. 4 40 Terry Hutchinson, 2002, Researching and Writing In Law , Law Book CO Pyrmon NSW, h. 7
(49)
materials that explain or analyze that law.”41
Terjemahan bebas peneliti, pada intinya penelitian ialah komponen penting dari praktik hukum. Proses ini dari menemukan hukum yang mengatur aktivitas dan bahan – bahan yang menguraikan atau menganalisa hukum tersebut.
Oleh karena itu mengadakan penelitian terlebih dahulu harus dipahami tentang metode. Metode adalah alat untuk mencari jawaban dari suatu permasalahan, oleh karena itu suatu metode atau alat harus jelas dahulu apa yang
dicari.42 Kepercayaan dan kebenaran suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan
menggunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
1.8.1. Jenis Penelitian
Soetandyo Wignyosoebroto mengemukakan ada lima konsep hukum, sebagaimana yang dikutip oleh Setiono, konsep hukum tersebut yaitu:
1. Hukum adalah asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan
berlaku universal.
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto dan
tersistematis sebagai judge made law.
4. Hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai
variabel sosial yang empirik.
5. Hukum adalah manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial
sebagaimana tampak dalam interaksi antar mereka.43
41Morris L. Chen and Kent C. Olsen, 2000, Legal Research in a Nutshell, West Group, Amerika, h. 1
42 Setiono, 2001, Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum, Penerbit Mandar Maju, Bandung, h. 1
(50)
Penelitian dalam penulisan tesis ini dilakukan dengan mengikuti pendapat Soetandyo Wignyosoebroto tentang 5 (lima) konsep hukum yang berlaku pada saat ini dan sesuai dengan konsep hukum keempat yaitu hukum adalah pola-pola perilaku sosial yang terlembagakan, eksis sebagai variabel sosial yang empirik. Ada dua jenis penelitian yang dikemukaan oleh Soerjono Soekanto, yaitu
penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris atau sosiologis.44
Penelitian mengenai implementasi prinsip penyelenggaraan kepariwisataan berdasarkan Undang-undang No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan terkait penyelenggaraan investasi di Bali adalah penelitian hukum emperis dengan jenis yuridis sosiologis yang berbasis pada ilmu hukum normatif (peraturan perundangan) menggunakan data sekunder sebagai data awal untuk kemudian dilanjutkan dengan data lapangan. Ini berarti penelitian yuridis tetap bertumpu premis normatif dalam hal ini definisi operasionalnya dapat diambil dari peraturan perundang-undangan, tetapi bukan mengkaji sistem norma yang ada dalam suatu peraturan, melainkan mengamati reaksi dan interaksi yang terjadi ketika norma
tersebut bekerja di masyarakat (law in action).45 Dalam konsep emperis hukum
adalah fakta yang dapat dikonstatasi atau diamati dan bebas nilai.46
44Soerjono Soekanto, 1985, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali, Jakarta, (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III), h. 147
45Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif
dan Emperis, Pustaka Belajar, Yogyakarta, h.47
46Bahder Johan Nasution, 2008, Metode Penelitian Ilmu Hukum, Mandar Maju, Bandung, h. 81
(51)
1.8.1. Sifat Penelitian.
Sifat Penelitian hukum emperis dapat dibedakan menjadi penelitian bersifat eksploratif, penelitian bersifat deskriptif, dan penelitian bersifat eksplanatoris. Adapun Penelitian ini akan digunakan penelitian yang bersifat deskriptif, penelitian ini bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara gejala dengan gejala
lain dalam masyarakat.47
1.8.2. Data dan Sumber Data
Data yang diteliti dalam penelitian hukum empiris dapat dibedakan antara data yang diperoleh langsung dari mayarakat dan dari bahan pustaka, selanjutn
ada dua jenis data, yaitu: data primer (primary data atau basic data) dan data
sekunder (secundary data).48 Data Primer adalah data yang diperoleh dari
penelitian di lapangan, yaitu baik dari responden maupun informan di lingkungan
masyakarat.49 Pada penelitian ini, data primer yang digunakan adalah data yang
didapat dari instansi Dinas Pariwisata Provinsi Bali, Badan Penanaman Modal dan Perizinan Propinsi Bali, Perhimpunan Hotel dan Restaurant Indonesia wilayah prov. Bali. Disamping itu, peneliti juga mengambil data lapangan di dua Kabupaten (Badung, dan Gianyar) serta satu Kotamadya yakni Denpasar. Data
47 Amiruddin dan Zainal Asikin, ibid, h. 25
48Soerjono Soekanto, 2008, Pengantar Penelitian Hukum, UI Press, Jakarta, (selanjutnya disebut Soerjono Soekanto III) h. 12
49Mukti Fajar dan Yulianto Achamd, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan
(52)
Sekunder adalah data yang bersumber dari penelitian kepustakaan, yaitu data yang diperoleh dari data-data yang telah terdokumentasikan dalam bentuk bahan – bahan hukum. Bahan hukum tersebut terdiri dari:
1. Bahan Hukum Primer, yakni bahan hukum yang mempunyai kekuatan
mengikat umum, terdiri atas peraturan perundang-undangan,
yurisprudensi, peraturan dasar yang mempunyai hukum mengikat, perjanjian internasional. Menurut Pandangan Peter Mahmud Marzuki, bahan hukum primer ini bersifat otoritatif artinya mempunyai otoritas, yaitu merupakan hasil tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga yang berwenang untuk itu.50 Adapun bahan hukum primer
berasal dari peraturan perundang – undangan yang dipergunakan dalam penelitian ini antara lain :
a. Undang – undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
b. Undang – undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
c. Undang – undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
d. Undang – undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
e. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor :
PM.85/HK.501/MKP/2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Perjalanan
f. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 2 Tahun 2012 tentang
Kepariwisataan Budaya Bali
50Peter Mahmud Marzuki, 2008, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta, h. 144 - 154.
(53)
g. Peraturan Daerah Provinsi Bali No. 1 Tahun 2010 tentang Usaha Perjalanan Wisata
2. Bahan Hukum Sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer,51 dapat berupa hasil penelitian,
buku – buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran), brosur, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang dimuat dalam media massa dan di internet. Terkait penelitian ini, digunakan sumber dari kepustakaan seperti buku, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media cetak atau internet yang berkaitan dengan permasalahan peneliti, yaitu mengenai prinsip penyelenggaraan kepariwisataan yang berkaitan dengan penyelenggaraann investasi pariwisata.
3. Bahan Hukum Tersier menurut Peter Mahmud Marzuki adalah berupa
bahan non hukum, yang digunakan untuk menjelaskan bahan hukum
primer ataupun bahan hukum sekunder. 52 Misalnya kamus, ensiklopedi,
dan lain – lain
1.8.3. Teknik Pengumpulan Data.
Pada penelitian hukum empiris dikenal teknik-teknik untuk
mengumpulkan data, yaitu studi dokumen, wawancara, observasi, dan penyebaran quisioner/angket. Teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah Teknik Studi Dokumen dan Teknik Wawancara.
51Soerjono Soekanto III, op.cit, h. 251-262
52Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 202.
(54)
Teknik Studi Dokumen, yaitu mengumpulkan dokumen dan data – data yang diperlukan dalam permasalahan penelitian lalu ditelaah secara intens sehingga dapat mendukung dan menambah kepercayaan dan pembuktiaan suatu
kejadian.53 Studi dokumen merupakan langkah awal untuk penelitian hukum baik
dari kajian normatif maupun kajian empiris, dikarenakan penelitian hukum
bertolak dari ketentuan premis normatif.54 Untuk menunjang penulisan penelitian
ini pengumpulan bahan-bahan hukum diperoleh melalui :
1. Pengumpulan bahan hukum primer dilakukan dengan cara mengumpulkan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang dibahas.
2. Pengumpulan bahan hukum sekunder dilakukan dengan cara penelitian
kepustakaan yang bertujuan untuk mendapatkan bahan hukum yang bersumber dari buku-buku, rancangan undang-undang, jurnal nasional maupun asing, karya tulis hukum atau pandangan ahli hukum yang termuat dalam media massa maupun berita di internet yang terkait dengan permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini
Wawancara merupakan teknik pengumpulan data yang sering digunakan dalam penelitian empiris kualitatif. Melaksanakan teknik wawancara berarti melakukan interaksi komunikasi atau percakapan antara pewawancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee) dengan maksud menghimpun
53 Djam’an Satori dan Aan Komariah, 2014, Metodologi Penelitian Kualitatif, Alfabeta, Bandung, h. 149
54 Amiruddin dan HAL. Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, ed. 1-4, PT Raja grafindo Persada, Jakarta, h. 68
(1)
b. Asas terbukaan c. Asas akuntabilitas
d. Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;. e. Asas kebersamaan
f. Asas efisiensi berkeadialan g. Asas berkelanjutan
h. Asas berwawasan lingkungan i. Asas kemandirian
j. Asas keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.91 2.3.4. Jenis-Jenis investasi
Pada studi ekonomi dikenal berbagai jenis investasi, antara lain dapat dibedakan dasar aspek pelakunyameliputi: autonomous investment dan induced investment. 92
Autonomous investment atau investasi otonom merupakan investasi yang dilakukan oleh pemerintah. Biasanya investasi jenis ini dilokasikan dalam pengadaan fasilitas umum, seperti jalan raya, jembatan, bendungan, saluran irigasi, fasilitas pertahanan, dan lain – lain, sehingga sering disebut public investment.
Induced investment atau investasi dorongan merupakan investasi yang timbul akibat adanya pertambahan permintaan efektif yang nyata di pasar. Kenaikan tersebut disebabkan adanya peningkatan pendapatan masyakarat. Dapat dikemukan investasi ini timbul sebagai respon terhadap pasar.
Pada umumnya kegiatan investasi dalam ekonomi dibedakan juga menjadi dua, yaitu investasi pada financial asset dan investasi pada real asset. Investasi pada financial asset dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito,
91 Lusiana, op.cit, h. 44-45
(2)
commercial paper, surat berharga pasar uang (sbpu), dan lainnya. Investasi juga dapat dilakukan di pasar modal, misalnya berupa saham, obligasi, warranty, opsi, dan lainnya. Sedangkan invesatsi pada real asset dapat dilakukan dengan pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, perkebunan, dan yang lainnya93
Selain itu, jenis kegiatan penanaman modal juga dapat dilihat pada penjelasan UUPM, kegiatan penanaman modal diklasifikasikan atas dua kategori besar yaitu investasi langsung (direct investment) atau penanaman modal jangka panjang dan investasi tidak langsung (inderct investment) atau portofolio investment.
Ketentuan kegiatan penanaman modal lebih lanjut ditentukan pada UU PM, menurut Lusiana pengertian penanaman modal hanya mencakup penanaman modal secara langsung dalam kaitan dengan pengelolaan modal. Pengertian penanaman modal langsung ini seringkali dikaitkan dengan keterlibatan pemilik modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal.94
Pada ketetuan Pasal 1 Catagena Agreement, investasi asing (foreign direct investment) diartikan :
Direct foreign investment: contribution from aboard, owned by foreign individuals or concerns to the capital of an enterprise must be in freely convertible curries, industrial plants, machinery or equipment with the right to re-export their value and to remit profit aboard. Also considered as direct foreign investment are those investments in local currency originating from resources which have the right to be remitted aboard.95
93 Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, 2007, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, cetakan ke-1, Kencana, Jakarta, h. 81
94 Lusiana, op.cit, h. 4 95Ibid, h. 39
(3)
Penanaman modal yang melibatkan investor secara langsung dapat dilakukan melalui beberapa cara penanaman modal, seperti investasi – investasi dalam bentuk:
1. Modal sendiri (equity)
2. Modal dari dana pinjaman (loan)
3. Modal bersifat nyata (tangible) dan tidak nyata (intangible) 4. Modal dari keuntungan usaha (reinvesment)
5. Modal langsung (straight investement)
6. Modal patungan (join venture, joint enterprise)
7. Partisipasi modal melalui berbagai bentuk kerja sama dalam hubungan-hubungan kontaktual
Investasi langsung ini dapat dilakukan dengan mendirikan perusahaan patung (joint venture company) dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasi (joint operation scheme) tanpa membentuk perusahaan baru, mengkonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan local, memberikan bantuan teknis dan manajerial maupun memberikan lisensi dan lain-lain96
Investasi tidak langsung umumnya merupakan pananaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang. Penanam modal ini disebut penanaman modal jangka pendek karena pada umumnya mereka melakukan jual beli dan/atau mata uang yang hendak mereka perjualbelikan.
Begitupula dengan pendapat Panji Anoraga, yang membedakan investasi berdasarkan bentuknya, yaitu merupan investasi yang berdasarkan pada tata cara menanamkan investasinya. Tata cara investasi ini dibagi menjadi dua macam, yaitu:
(4)
a. Fortopolio
b. Investasi langsung
Mengenai investasi portofolio dilakukan pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi. Sedangkan langsung merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisi perusahaan.
Berdasarkan penjelasan pembagian jenis investasi di atas, dapat disimpulan yaitu
a. Invetasi langsung (direct investment) atau yang disebut juga penanaman jangka panjang adalah menempatkan uan secara langsung pada perusahaan, proyek, atau bisnis dengan harapan dapat memperoleh tingkat imbalan hasil yang menarik, dengan ciri sebagai berikut
1) Adanya keterlibatan pemilik modal secara langsung dalam kegiatan pengelolaan modal
2) Dilakukan dengan mendirikan perusahaan patungan (joint venture company) dengan mitra lokal, melakukan kerja sama operasi (joint
operation scheme) tanpa membentuk perusahan baru,
mengkonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal, memberikan bantuan teknis dan manajarial (tehnical and management assistance) maupun dengan memberikan lisensi, dan lain – lain.
3) Pemegang saham memiliki kontrol pada pengelolaan perseroan sehari-hari, baik sebagai komisaris, direksi, ataupun pemilik, namun
(5)
konsekuensinya keberhasilan ataupun kegagalan perusahaan menjadi tanggung jawab pemegang saham
4) Biasanya resiko tidak ditanggung sendiri oleh pemegang saham 5) Kerugian pada umumnya dilindungi oleh kebiasan internasional
(international customary law)
6) Dilakukan dengan jalan membangun, membeli total, atau mengakuisi perusahaan
7) Dana yang anda tempatkan dapat ditukar dengan saham pada perusahaan tersebut hingga menjadi equity
b. Sedangkan invetasi tidak langsung (inderct investment) atau yang disebut juga invetasi portofolio atau penanaman modal jangka pendek adalah pada umumnya merupakan penanaman modal jangka pendek yang mencakup kegiatan transaksi di pasar modal dan di pasar uang, dengan ciri sebagai berikut:
1. Melakukan jual beli saham dan atau mata uang dalam jangka waktu yang relative singkat, tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan atau mata uang
2. Dilakukan melalui pasar modal dengan instrumen surat berharga, seperti saham dan obligasi.
3. Saham di pasar modal dengan mudah bisa diperjualbelikan dan harganya bisa naik turun.
4. Pemegang saham tidak memiliki control pada pengelolaan perseroan sehari-hari.
(6)
5. Biasanya risiko ditanggung sendiri oleh pemegang saham sehingga pada dasarnya tidak dapat menggugat perusahaan yang menjalankannya
6. Kerugian pada umumnya tidak dilindungi oleh hukum kebiasaan internasional (international customary law).
Berdasarkan uraian jenis – jenis investasi diatas, jenis jenis investasi di Indonesia terdapat pada penjelasan Pasal 2 UUPM yang menyebutkan bahwa ada 2 jenis investasi secara langsung dan tidak langsung (portofolio).