RITA WULANDARI S900809016

(1)

commit to user

i

ANALISIS GEN 16S rRNA PADA BAKTERI PENGHASIL ENZIM FITASE

TESIS

Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan

Guna memperoleh gelar Magister Sains

Program Studi Biosains

Oleh

Rita Wulandari

S 900809016

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

ANALISIS GEN 16S rRNA PADA BAKTERI PENGHASIL ENZIM FITASE

TESIS

Oleh Rita Wulandari

S 900809016

Telah disetujui oleh pembimbing

Komisi

Pembimbing Nama Tanda tangan Tanggal

Pembimbing I Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si ……… ………..………

Pembimbing II Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D ……… ………..

Mengetahui

Ketua Program Studi Biosains Program Pasca Sarjana

Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 19670430199203 1 002


(3)

commit to user

iii

ANALISIS GEN 16S rRNA PADA BAKTERI PENGHASIL ENZIM FITASE

TESIS

Oleh

Rita Wulandari S900809016

Telah dipertahankan di depan penguji Dinyatakan telah memenuhi syarat Pada tanggal...2011

Telah disetujui oleh tim penguji

Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal

Ketua Prof. Dr Sugiyarto, M.Si

NIP. 19670430 199203 1 002 ...2011

Sekertaris Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si

NIP.19601025 199702 1 001 ...2011

Anggota Penguji

Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si NIP.19660415 199103 1 002

Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD NIP.19570820 198503 1 004

...2011

...2011

Mengesahkan Direktur Program Pasca Sarjana

Prof. Drs. Suranto, MSc., PhD NIP.19570820 198503 1 004

Ketua Program Studi Biosain

Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 19670430 199203 1 002


(4)

commit to user

iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI TESIS

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa :

1. Tesis yang berjudul : “Analisis gen 16s rRNA pada bakteri penghasil

enzim fitase” ini adalah karya penelitian saya sendiri dan tidak terdapat

karya ilmiah yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dikutip dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber kutipan dan daftar pustaka. Apabila ternyata di dalam naskah Tesis ini dapat dibuktikan terdapat unsure-unsur jiplakan, maka saya bersedia Tesis beserta gelar MAGISTER saya dibatalkan, serta diproses sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (UU No.20 Tahun 2003, pasal 25 ayat 2 dan pasal 70).

2. Tesis ini merupakan hak milik Prodi BIosains PPs-UNS. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah lain harus seijin Ketua Prodi Biosains PPS-UNS dan minimal satu kali publikasi menyertakan tim pembimbing sebagai author. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester (6 bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Biosains PPS-UNS berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi Biosains PPS-UNS dan atau media yang ditunjuk. Apabila saya melakukan pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan sanksi akademik yang berlaku.

Surakarta, 20 Desember 2011 Mahasiswa,

Rita Wulandari


(5)

commit to user

v

ANALISIS GEN 16s rRNA PADA BAKTERI PENGHASIL ENZIM FITASE

Rita Wulandari, Sajidan, Suranto

Program Studi Magister Biosains, Program Pasca Sarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta

Abstrak

Fitase merupakan enzim yang mampu melepaskan ikatan fosfat pada fitat, menghasilkan myo-inositol dan fosfat inorganik. Fitase mempunyai peran penting dalam ketersediaan nutrisi pada bahan pangan. Bakteri merupakan salah satu sumber penghasil fitase yang potensial sehingga perlu dilakukan penggalian galur bakteri penghasil fitase dari lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) Mengukur aktivitas fitase pada bakteri dari abu vulkanik Gunung Merapi, (2) Mengidentifikasi bakteri penghasil fitase berdasarkan gen 16S rRNA, (3) Mengkarakterisasi ekstrak fitase yang diperoleh dari bakteri penghasil fitase pada abu vulkanik Gunung Merapi.

Bakteri diisolasi dari Abu vulkanik gunung Merapi dalam media LB (Luria Bertani) dan media LB (Luria Bertani) + Na fitat 0,4%. Aktivitas fitase diukur dengan metode spektrofotometri. Sebanyak 3 isolat bakteri dengan aktivitas fitase tertinggi diidentikasi dengan marka gen 16s rRNA menggunakan primer universal. Karakterisasi ekstrak kasar fitase meliputi pH optimum, suhu optimum dan efektor logam.

Hasil penelitian diperoleh 3 isolat dengan aktivitas fitase terbesar, yaitu isolat RW Sm A, RW Sm C, dan RW Sl 5 masing-masing dengan aktivitas fitase sebesar 0,1071 U/mL, 0,1020 U/mL dan, 0,0874 U/mL. Berdasarkan analisis gen 16s rRNA ketiga isolat diketahui sebagai Bacilllus cereus RW Sm A, Bacillus aryabhattai RW Sm C dan Bacillus cereus RW Sl 5. Ekstrak kasar fitase dari ketiga isolat masing-masing mempunyai suhu optimum berturut turut; 40 oC, 60

o

C, 50 oC. pH optimum ketiga isolat berkisar antara 5-6. Aktivitas fitase isolat dihambat oleh penambahan ion Fe3+, dan Zn2+, tetapi meningkat dengan penambahan ion Ca2+.


(6)

commit to user

vi

16s rRNA GENE ANALYSIS ON PHYTASE-PRODUCING BACTERIA

Rita Wulandari, Sajidan and Suranto Biosience Program, School of Graduates

Sebelas Maret University of Surakarta

Abstract

Phytases is an enzyme that catalyzes the releasing of phosphomonoester bonds in phytate, thereby producing lower forms of myo-inositol phosphates and inorganic phosphate. Phytase has important role in animal and human nutrition availability. Bacteria is one of potential source of phytase,so more excavation for phytase-producing strains of bacteria from the environment is needed. The purposes of this study are (1) Analyzing the phytase activity bacteria from volcanic ash of Merapi mountain, (2) Identifying of phytase producing bacteria based on 16S rRNA gene, (3) Characterizing of extracted phytase from bacteria on volcanic ash of Merapi Mountain.

Bacteria were isolated from volcanic ash of Merapi Mountain in LB (Luria Bertani) medium and LB (Luria Bertani) + 0.4% Na phytate. Phytase activity measure by spectrophotometric methods. Three isolates of bacteria with the highest activity was identified with 16s rRNA gene markers using universal primer. Crude phytase extract characterization including optimum pH, optimum temperature and mineral efector.

The results should that for three isolates with the largest phytase activity, ie isolates RW Sm A, RW Sm C and RW Sl 5 with phytase activity 0.1071 U / mL, 0.1020 U / mL and, 0.0874 U / mL. Based on 16s rRNA gene analysis of three isolates known as Bacilllus cereus RW Sm A, Bacillus aryabhattai RW Sm C and Bacillus cereus RW Sl 5. Three isolated of crude phytase extractions have an optimum temperature 40 °C, 60 °C, 50 °C respectively, range of the optimum pH between 5-6.Phytase activity was inhibited by the addition of Fe3+ ions, and Zn2+, but increased with the addition of Ca2 + ion.


(7)

commit to user

vii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam.

Karya ilmiah ini penulis persembahkan kepada,

Ibu Darmini dan bapak Sarjono tercinta, Suamiku, Muhammad Irham Mahfud tercinta,

Mas Yus dan Dik Arum tersayang. ‘Jagoan kecilku’, yang sebentar lagi hadir.


(8)

commit to user

viii

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas limpahan rahmat dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: “Analisis gen

16s rRNA pada bakteri penghasil enzim fitase”. Tulisan ini menyajikan

bahasan tentang bakteri penghasil enzim fitase, identifikasi, dan karakteristik enzim yang dihasilkan.

Penelitian ini mempunyai nilai penting dalam penemuan sumber enzim fitase baru yang diisolasi dari lingkungan sehingga memperkaya sumber enzim fitase dari mikroorganisme yang berasal dari lingkungan dan wilayah berbeda. Adanya bakteri penghasil fitase yang diisolasi dari lingkungan vulkanik diharapkan menambah keberagaman jenis bakteri sumber enzim fitase. Identifikasi dan karakteristik enzim yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan dan dikembangkan untuk karakterisasi dalam aplikasi bioteknologi serta pengembangan teknik rekayasa genetika untuk mendapatkan enzim yang lebih optimal.

Kekurangan penulis dalam mengungkapkan ide, gagasan dan eksplorasi hasil merupakan keterbatasan yang penulis miliki. Berbagai saran yang membangun penulis harapkan untuk menambah kemanfaatan tulisan ini.

Desember 2011 Penulis


(9)

commit to user

ix

UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, atas segala rahmat dan karunia yang senantiasa tercurah, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul ” Analisis gen 16s rRNA pada bakteri penghasil enzim fitase”. Penyusunan tesis ini tidak lepas dari bantuan, kerjasama dan bimbingan berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Rektor Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin untuk mengadakan penelitian ini.

2. Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan kesempatan yang seluas-luasnya mengikuti pendidikan pascasarjana.

3. Prof. Dr. Sugiyarto, M.Si dan Dr. Edwi Mahajoeno, M.Si selaku Pengelola Program Studi BIOSAIN yang telah membimbing dan memotivasi dalam menyelesaikan program pembelajaran.

4. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si selaku pembimbing pertama dan Prof. Drs. Suranto, M.Sc, Ph.D selaku pembimbing kedua yang telah berkenan memberi bimbingan sepenuhnya sampai tesis ini dapat penulis selesaikan 5. Prof. Dr. rer. nat. Sajidan, M.Si selaku ketua Tim peneliti yang telah

mensupport dana untuk rangkaian penelitian ini

6. Bapak Adi Magna Patriadi Nuhriawangsa, S.Pt., M.P, bapak Dr. sc. agr. Adi Ratriyanto, S.Pt., M.P, dan Umi Fatmawati M.Si yang telah bekerjasama dan membantu penelitian ini

7. Semua dosen Program studi Biosain yang telah memberikan ilmu, bantuan dan pengarahan

8. Seluruh staff UPT sub Laboratorium BIOLOGI Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan mengijinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian

9. Seluruh staff UPT sub Laboratorium KIMIA Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan mengijinkan dan membantu penulis dalam melakukan penelitian.


(10)

commit to user

x

10. Seluruh staff Laboratorium Prodi P. Biologi FKIP Universitas Sebelas Maret yang telah berkenan memberi ijin penelitian bagi penulis.

11. Evi Novitasari, Suci, Lala dan mbak Tri, atas kerjasama serta bantuan selama penyelesaian penelitian, mas Rosyid dan dek Ivah, atas bantuan dalam berbagai urusan administrasi.

12. Teman-teman Biosain angkatan 2009 (Pipit, Ana, Ainun, Nina, Dodik, Zahra, Mbak Ifan, Pak Hamdin, Pak Supriyadi, Bu Yayuk, Bu Mamik, Bu Nony, Phyllis, Bundo Ria, Bundo Tiwuk, Bu Turweni, Pak Muryanto, Pak Inpurwanto, Pak Heru, Pak Amar, Pak Supono) yang telah memberikan bantuan, dukungan dan kerjasama.

13. Ibu Darmini, bapak Sarjono, yang selalu memberi restu, dan doa-doa disetiap langkah penulis, dek Arum, mas Yus, Ibu Tasmiyati, bapak Ahmad Sardi, mbak Laily, mbak Nana, mas Udin, dek Fitri, yang semakin membuat penulis bersyukur berada ditengah tengah keluarga ini.

14. Abi, Muhammad Irham Mahfud, sebagai partner sepanjang waktu yang selalu mendukung, memotivasi, mendoakan, dan juga telah membantu dalam akses berbagai jurnal selama penulisan tesis ini.

15. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah berkontribusi dalam penyelesaian tesis ini.

Semoga segala kebaikan dibalas dengan kebaikan yang lebih baik dari Allah SWT.

Surakarta, Desember 2011 Penulis


(11)

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

PERNYATAAN ORISINALITAS iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

HALAMAN PERSEMBAHAN vii

KATA PENGANTAR viii

UCAPAN TERIMAKASIH ix

DAFTAR ISI xi

DAFTAR TABEL xiii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Perumusan Masalah 4

C. Tujuan Penelitian 4

D. Manfaat Penelitian 4

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 5

1. Ribosomal RNA 5

1.1 Gen 16s rRNA 5 1.2 Analisis gen 16s rRNA 6

2. Asam Fitat 7

2.1 Struktur Asam fitat 7 2.2 Sumber Asam fitat 8 2.3 Ketersediaan nutrisi dan dampak lingkungan 10

3. Enzim Fitase 12

3.1 Enzim 12

3.1.1 Aktivitas Enzim 12


(12)

commit to user

xii

3.2.1 Klasifikasi Enzim Fitase 16 3.2.2 Aktifitas Enzim Fitase 19 3.2.3 Sumber Enzim Fitase 20 a. Fitase Asal Mikroba 21

b. Fitase Tanaman 23 c. Fitase pada jaringan tubuh hewan 24

B. Kerangka Penelitian 26

BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 27

B. Alat dan Bahan Penelitian 27

C. Rancangan Penelitian 28

D. Prosedur Penelitian 28

E. Teknik Analisis Data 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Isolasi Bakteri Fitase 35

B. Seleksi Bakteri Fitase 37

C. Karakteristik Bakteri Fitase 40

C.1. Morfologi Sel 40

C.2. Fisiologi Sel dan Ekspresi Fitase 42

D. Identifikasi Bakteri 44

E. Karakteristik Ekstrak Kasar Fitase 53

E.1. Suhu Optimum 53

E.2. pH Optimum 54

E.3. Efektor Logam 56

F. Fitase pada Bacillus 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN 61

B. SARAN 61

DAFTAR PUSTAKA 63


(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Ribosomal RNA 5

Tabel 2. Bahan pangan dan kandungan asam fitat 9

Tabel 3. 4 kelompok fitase 20

Tabel 4. Fitase Tanaman 23

Tabel 5. Tabel Homologi Isolat RW Sm A 49

Tabel 6. Tabel Homologi Isolat RW Sm C 50

Tabel 7. Tabel Homologi Isolat RW Sl 5

50

Tabel 8. Karakteristik Enzim Fitase pada Bacillus

59

Tabel L.A1. Pembuatan Kurva Standar Phosphat 69

Tabel L. A2. Aktivitas Relatif Fitase (%) 16 Isolat Bakteri 70

Tabel L. A3. Aktivitas Fitase 16 Isolat Bakteri (U/mL) 70

Tabel L. A4. Aktivitas Relatif Fitase (%) 5 Isolat Bakteri 71

Tabel L. A5. Aktivitas Fitase 5 Isolat Bakteri 71

Tabel L. A6. Absorbansi berdasarkan lama inkubasi Isolat RW Sm A 71

Tabel L. A7. Aktivitas Fitase berdasarkan lama inkubasi Isolat RW Sm A 71

Tabel L. A8. Absorbansi berdasarkan Lama Waktu Inkubasi Isolat RW Sm C 72

Tabel L. A9. Aktivitas Fitase berdasarkan Lama Waktu Inkubasi Isolat RW Sm C 72

Tabel L. A10. Absorbansi Berdasarkan Lama waktu Inkubasi Isolat RW Sl 5 72

Tabel L. A11. Aktivitas Fitase Berdasarkan Lama waktu Inkubasi Isolat RW Sl 5 73

Tabel L. A12. Absorbansi berdasarkan pH substrat pada Isolat RW Sm A 73

Tabel L. A13. Aktivitas Fitase berdasarkan pH substrat pada Isolat RW Sm A 73

Tabel L. A14. Absorbansi berdasarkan pH substrat pada Isolat RW Sm C 74

Tabel L. A15. Aktivitas Fitase berdasarkan pH substrat pada Isolat RW Sm C 74


(14)

commit to user

xiv

Tabel L. A16. Absorbansi berdasarkan pH Substrat pada Isolat

RW Sl 5 74

Tabel L. A17. Aktivitas Fitase berdasarkan pH Substrat pada Isolat

RW Sl 5 75

Tabel L. A18. Absorbansi berdasarkan Suhu Inkubasi Enzim-Substrat

pada Isolat RW Sm A 75

Tabel L. A19. Aktivitas Fitase berdasarkan Suhu Inkubasi Enzim-Substrat

pada Isolat RW Sm A 75

Tabel L. A20. Absorbansi berdasarkan Suhu Inkubasi Enzim-Substrat

pada Isolat RW Sm C 76

Tabel L. A21. Aktivitas Fitase berdasarkan Suhu Inkubasi Enzim-Substrat

pada Isolat RW Sm C 76

Tabel L. A22. Absorbansi berdasarkan Suhu Inkubasi Enzim-Substrat

pada Isolat RW Sl 5 76

Tabel L. A23. Aktivitas Fitase berdasarkan Suhu Inkubasi Enzim-Substrat

pada Isolat RW Sl 5 77

Tabel L. A24. Absorbansi Isolat RW Sm A pada pH dan Suhu optimum pada berbagai durasi pemanasan (Stabilitas Suhu) 77 Tabel L. A25. Aktivitas Fitase Isolat RW Sm A pada pH dan Suhu optimum

pada berbagai durasi pemanasan (Stabilitas Suhu) 77 Tabel L. A26. Absorbansi Isolat RW Sm C pada pH dan Suhu optimum

pada berbagai durasi pemanasan (Stabilitas Suhu) 78 Tabel L. A27. Aktivitas Fitase Isolat RW Sm C pada pH dan Suhu optimum

pada berbagai durasi pemanasan (Stabilitas Suhu) 78 Tabel L. A28. Aktivitas Fitase Isolat RW Sl 5 pada pH dan Suhu optimum

pada berbagai durasi pemanasan (Stabilitas Suhu) 78 Tabel L. A29. Aktivitas Fitase Isolat RW Sl 5 pada pH dan Suhu optimum

pada berbagai durasi pemanasan (Stabilitas Suhu) 79 Tabel L. A30. Absorbansi penambahan Efektor Logam RW Sm A 79 Tabel L. A31. Absorbansi penambahan Efektor Logam RW Sm C 79 Tabel L. A32. Absorbansi penambahan Efektor Logam RW Sl 5 80 Tabel L. A33. Aktivitas Fitase dengan penambahan Efektor Logam 80


(15)

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Struktur Aktif Enzim 8

Gambar 2. Ikatan Asam fitat dengan Fe2+ dan Protein 11

Gambar 3. Struktur aktif enzim 12

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi enzim pada aktivitas 13

Gambar 5. Pengaruh Konsentrasi substrat pada aktivitas enzim 13

Gambar 6. Pengaruh pH pada aktivitas enzim 14

Gambar 7. Pengaruh Suhu pada aktivitas enzim 14

Gambar 8. Hidrolisis Fitat 16

Gambar 9. 6 – fitase (EC 3.1.3.26), fitase 3 – fitase (EC 3.1.3.8) 17 Gambar 10.Defosforilasi asam fitat oleh 3-fitase Saccaromices cerevisae.. 17

Gambar 11. Kerangka Penelitian 26

Gambar 12. Isolasi Bakteri medium cair dan padat 36

Gambar 13. Warna kuning pada reaksi vanadomolibdofosforik 38

Gambar 14. Aktivitas fitase 16 isolat bakteri 39

Gambar 15. Koloni Bakteri 40

Gambar 16. Diagram pewarnaan gram bakteri 41

Gambar 17. Perbandingan dinding sel Bakteri gram positif dan gram

Negatif 42

Gambar 18. Perbandingan fase pertumbuhan bakteri 43

Gambar 19. Elektroforesis DNA 45

Gambar 20. Elektroforegram hasil amplifikasi gen 16s rRNA 48

Gambar 21. Perbandingan urutan basa DNA 49

Gambar 22. Pohon filogenetik 52

Gambar 23. Kurva aktifitas fitase pada berbagai suhu inkubasi 54

Gambar.24a. Kurva aktivitas fitase pada berbagai pH 55

Gambar.24b. Kurva aktivitas fitase pada berbagai waktu inkubasi 56 Gambar.25. Kurva aktivitas relatif fitase pada penambahan ion mineral 58


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran A. Pengukuran Aktifitas Fitase 69

Lampiran B. Pengenceran Primer 81

Lampiran C. Hasil Sekuensing isolat Bakteri 82

Lampiran D. Fasta Format sekuen DNA 83

Lampiran E. Hasil Alignment sekuen DNA 85

Lampiran F. Surat Pernyataan Kerjasama 88

Lampiran G. Jadwal kegiatan Penelitian 89


(17)

commit to user

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

Sumber pangan makhluk hidup di alam berasal dari tumbuhan. Bahan pangan yang berasal dari tumbuhan mengandung fosfat sebanyak 30% fosfat bebas dan sisanya 70% terdapat dalam bentuk Fitat (Kembhavi, 2005). Asam fitat adalah bentuk utama simpanan fosfat pada tanaman, merupakan sumber inositol dan fosfat dalam biji tumbuhan. Asam fitat terutama terdapat pada tanaman dari golongan serealia, biji-bijian dan polong-polongan, antara lain pada tanaman jagung, gandum, kedelai, kacang tanah, padi dan biji bunga matahari (Chu et al., 2000).

Asam fitat dapat menjadi sebuah komponen antinutrisi karena kemampuannya mengikat protein dan ion mineral seperti kalsium, besi, seng, magnesium, mangan dan copper (Chu et al, 2000). Ikatan yang kuat akan menurunkan kelarutan, daya cerna dan penyerapan protein serta mineral (Ca, Fe, Zn dan Mg). Komplek asam fitat bersama dengan protein enzim pencernaan menyebabkan penurunan aktivitas enzim pencernaan.

Hidrolisis asam fitat akan sangat bermanfaat untuk meningkatkan nilai nutrisi pada tanaman pangan. Enzim yang mengkatalis perubahan asam fitat menjadi inositol dan fosfat inorganik adalah fitase. Ternak monogastrik seperti babi, unggas, dan ikan tidak mampu mendegradasi asam fitat karena alat pencernaannya sedikit menghasilkan enzim fitase. Sehingga pada hewan monogastrik asam fitat tidak terhidrolisis dan menyebabkan ketersediaan unsur fosfor sangat rendah dan zat makanan lain tidak dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh ternak. Fosfor yang tidak dicerna akan dikeluarkan melalui feces sehingga menyebabkan terjadinya pencemaran tanah, air sungai, dan danau


(18)

commit to user

karena eutrofikasi yaitu terjadinya penyuburan perairan berlebihan yang akan menyuburkan alga beracun dan menganggu ekosistem perairan.

Fitase atau mio-inositol heksakisfosfat fosfohidrolase adalah enzim yang mengkatalis reaksi ikatan fosfodiester pada asam fitat (mio-inositol heksakisfosfat), menghasilkan fosfat anorganik dan ester ester fosfat dari mio-inositol yang lebih rendah. Fitase dihasilkan oleh tumbuh-tumbuhan, mikroorganisme (bakteri, jamur, yaest) dan jaringan tubuh ternak. Fitase dapat juga dihasilkan dari proses cloning gen Phy A dari fungi Aspergillus ficum (Ullah, 1998a), cloning gen Phy K dari bakteri Klebsiella sp. Strain ASR1 (Sajidan et al., 2004)

Penambahan fitase pada pakan ternak dapat meningkatkan ketersediaan fosfat, kalsium dan protein pada ternak. Beberapa penelitian tentang penggunaan fitase dalam bentuk probiotik pada ternak telah dilakukan dengan penggunaan bakteri penghasil fitase sebagai campuran wheat pollard pakan ternak unggas. Diketahui campuran probiotik tersebut dapat meningkatkan retensi protein dan mineral sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ayam (Sajidan et al., 2004). Selain dimanfaatkan dalam industri pakan ternak, industri pangan pada umumnya juga telah banyak memanfaatkan enzim fitase. Pembuatan tepung, susu kedelai, sereal bebas fitat, pembuatan roti dan produksi isolat protein dari tanaman menggunakan fitase dalam prosesnya.

Indonesia sebagai negara tropis mempunyai potensi keanekaragaman bakteri yang tinggi. Karakteristik wilayah Indonesia yang mempunyai banyak area vulkanik menambah potensi diversitas bakteri. Aktifitas bakteri fitase telah berhasil diidentifikasi pada beberapa daerah dengan karakteristik yang berbeda, antara lain; pada suhu tinggi dari sumber air panas di Sumatera Barat


(19)

commit to user

(Guzmanizar et al., 2009), pada ekosistem sawah, pada ladang gandum (Shobirin, 2009), lapisan rizhosfer tanah vulkanik (Jorsquera et al., 2009).

Bakteri sebagai salah satu penghasil enzim yang potensial menjadi faktor penting dalam produksi enzim. Oleh karena itu diperlukan usaha penggalian galur galur bakteri penghasil fitase dari lingkungan. Pada penelitian ini dilakukan screening mikroorganisme yang mampu menghasilkan fitase dari abu vulkanik Gunung Merapi. Abu vulkanik yang menutup tanah dan lahan pertanian akibat letusan Gunung Merapi pada tanggal 26 November 2010 mempunyai potensi untuk diperoleh isolat bakteri baru sebagai penghasil enzim yang mempunyai rentang suhu dan pH lebih lebar. Suriadikarta dkk (2010) menyebutkan adanya kandungan fosfat pada abu vulkanik mulai dari rendah sampai tinggi. Sementara pH abu vulkanik berkisar antara 4 – netral. Lapisan tanah vulkanik mempunyai kandungan fosfat yang tinggi, tetapi fosfat yang tersedia sangat rendah, pada lapisan tersebut dapat ditemukan adanya bakteri fosfat (Jorsquera., et al 2008). Isolat bakteri yang mampu menghasilkan fitase dengan aktifitas terbesar akan diidentifikasi berdasarkan karakter morfologi dan analisis gen 16s rRNA. Ekstrak kasar fitase dari bakteri terpilih dikarakterisasi meliputi suhu optimum, pH optimum, kestabilan termal dan kestabilan pH. Karakterisasi ekstrak kasar enzim dilakukan dengan harapan akan diperoleh bakteri penghasil fitase yang dapat dimanfaatkan dalam industri pangan dengan optimal.


(20)

commit to user

B. RUMUSAN MASALAH

Penelitian ini mempunyai rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana aktivitas fitase pada bakteri yang berasal dari abu vulkanik Gunung Merapi?

2. Bagaimana identitas bakteri penghasil fitase tersebut berdasarkan metode 16S rRNA?

3. Bagaimana karakteristik ekstrak fitase yang diperoleh dari bakteri penghasil fitase tersebut?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Mengukur aktivitas fitase pada bakteri yang berasal dari abu vulkanik Gunung Merapi

2. Mengidentifikasi bakteri penghasil fitase berdasarkan gen 16S rRNA 3. Mengkarakterisasi ekstrak fitase yang diperoleh dari bakteri penghasil

fitase pada abu vulkanik Gunung Merapi

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. Menambah keanekaragaman bakteri penghasil fitase yang berasal dari karakteristik area yang berbeda

2. Memberi sumbangan pengetahuan terhadap biodiversitas

mikroorganisme lokal Indonesia


(21)

commit to user

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Ribosomal RNA

Gen rRNA mempunyai area konservatif didalam sel. Urutan basa rDNA pada beberapa organisme sangat mirip. Gen rRNA biasa digunakan untuk determinasi taxonomi, untuk mengetahui hubungan evolusi (filogenetik) dan mengestimasi keberagaman bakteri. Ribosom organisme prokariotik merupakan organ sel berukuran 70S dan terdiri dari 2 subunit besar dan kecil berukuran 30S dan 50S, dimana huruf S menyatakan konstanta Svedberg, yaitu satuan koefisien sentrifugasi (Tabel 1). Subunit 30S mengandung rRNA berukuran 16S dan protein sebanyak 21 buah, sedangkan subunit 50S mengandung rRNA berukuran 5S dan 23S, serta protein sebanyak 34 buah (Madigan dan Martinko, 2006).

Tabel 1. Ribosomal RNA

Nama Ukuran Lokasi

5s 120 Sub Unit Besar Ribosom 16s 1500 Sub Unit Kecil Ribosom 23s 2900 Sub Unit Besar Ribosom

(Stephanie, 2007)

1.2 Gen 16S rRNA

Gen 16S rRNA terletak pada DNA kromosom organisme prokariotik yang mengkode komponen ribosom 16S rRNA yang dapat digunakan sebagai daerah sidik jari antar spesies. Penggunaan 16s rRNA untuk klasifikasi mikroorganisme dilakukan pertamakali oleh Carl woese, yang mengelompokkan mikroorganisme menjadi 3 sistem utama; Archaea, Bacteria, Eucarya (Stephanie, 2007).


(22)

commit to user

Gen 16S rDNA digunakan untuk mempelajari identitas organisme prokariotik dan dapat digunakan untuk mengukur perubahan evolusi dan keterkaitan filogenetiknya (Madigan dan Martinko, 2006). Selain 16S terdapat komponen nukleotida lain yang menyusun ribosom yaitu 5S dan 23S, namun karena ukuran 5S yang terlalu kecil dan 23S yang terlalu besar maka dipilih 16S sebagai alat penanda sidik jari.

16S rDNA mempunyai beberapa kelebihan sebagai area sidik jari, yaitu antara lain; gen 16S rDNA berukuran cukup besar untuk dapat digunakan sebagai pembeda antar spesies, 16S rDNA mempunyai fungsi konstan dalam sel, terdistribusi secara universal pada seluruh organism prokariotik dan memiliki beberapa daerah lestari yang dapat digunakan sebagai pembeda antar spesies. Daerah lestari pada 16S rDNA adalah daerah yang diapit oleh dua daerah universal yang merupakan daerah yang sama pada seluruh organism prokaroitik. Sehingga melalui daerah tersebut dapat dirancanag sepasang primer untuk mengamplifikasi gen 16S rDNA yang berasal dari berbagai spesies (Madigan dan Martinko, 2006).

1.3 Analisis gen 16s rRNA

Analisis gen penyandi 16S rRNA telah menjadi prosedur baku untuk menentukan hubungan filogenetik dan menganalisis suatu ekosistem. 16S rRNA dapat digunakan sebagai penanda molekuler karena molekul ini bersifat ubikuitus dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme. Molekul ini juga dapat berubah sesuai jarak evolusinya, sehingga dapat digunakan sebagai kronometer evolusi yang baik. Molekul 16S rRNA memiliki beberapa daerah yang memiliki urutan basa yang relatif konservatif dan beberapa daerah urutan basanya variatif. Analisis gen penyandi 16S rRNA praktis untuk definisi spesies, karena molekul ini bersifat ubikuitus,


(23)

commit to user

sehingga dapat dirancang suatu primer yang universal untuk seluruh kelompok.

Indentifikasi bakteri dengan 16s rRNA dilakukan berdasarkan perbandingan urutan basa yang konservatif. Jika urutan basa memiliki persamaan yang tinggi maka strain dapat dimasukkan dalam satu spesies yang sama. Sebaliknya jika derajat kesamaan urutan basa gen penyandi 16S rRNA kurang dari 97% dapat dianggap sebagai spesies baru. Data urutan basa dari berbagai spesies mikrobia telah dikumpulkan dalam sebuah database yang dapat diakses. Kumpulan data spesies tersebut memuat data klasifikasi, diagnose labolatorium dan urutan basa suatu spesies. Melalui data tersebut dapat dilakukan analisis berdasarkan persamaan urutan basa menggunakan jarak matrik. Metode yang sering digunakan adalah Multiple sequence Alignment (MSA), sebuah metode yang akan mengelompokkan suatu strain berdasarkan derajat kesamaan urutan basa antar spesies (Helal et al., 2011).

2. Asam Fitat

Asam fitat adalah bentuk simpanan fosfor dalam biji-bijian. Merupakan garam mio-inositol asam heksafosfat, mampu membentuk kompleks dengan bermacam-macam kation atau protein dan mempengaruhi derajat kelarutan komponen tersebut (Piliang, 1997).

2.1 Struktur Asam fitat

Asam fitat atau disebut sebagai Myo-inositol (1,2,3,4,5,6) hexakisfosfate (C6H18O24P6 dan IP6). Inositol fosfat terdiri dari cincin

inositol dan sebuah kelompok fosfat (Gambar 1). Prefik Myo- menunjukkan adanya bentuk hidroksil pada cincin inositol (Posternak,


(24)

commit to user

1965 cit. Bohn et al., 2008). Asam fitat dalam bentuk fosforilase cincin mio-inositol merupakan struktur yang kuat (Johnson, 1969). Satu molekul fosfat mengandung dua belas proton dengan letak terpisah. Enam proton merupakan asam sangat kuat dengan nilai pKa 5.7, 6.8 dan 7.6 dan sisanya asam sangat lemah dengan pKa lebih besar dari 10 (Costelo et al., 1976). Asam fitat adalah mio-inositol, mengikat fosfor pada enam hidroksil group. Fitat membentuk garam asam fitat dengan kalsium dan magnesium (Irving, 1980). Pada pH netral atau pH umum dalam makanan, asam fitat memiliki sifat negatif, dimana dalam keadaan ini sangat aktif membentuk ikatan dengan kation atau protein. Kation akan berikatan dengan satu atau lebih fosfat group dari molekul asam fitat, akan tetapi interaksi antara protein dengan asam fitat tergantung pada pH (Weaver and Kannan, 2002).

Gambar 1. Struktur Asam Fitat (Graf, 1983)

2.2 Sumber Asam Fitat

Kandungan asam fitat sangat banyak terdapat dalam tumbuhan, sel mikroorganisme dan ternak. Biji-bijian tumbuhan mengandung 60 – 90% fosfor terikat fitat dalam bentuk garam asam fitat. Asam Fitat terdapat pada tanaman pangan seperti; jagung, gandum, kedelai, kacang tanah, padi dan juga terkandung dalam biji bunga matahari. Asam fitat


(25)

commit to user

berperan dalam proses dormansi tanaman dan perkecambahan biji sebagai sumber ATP, berperan pada fungsi biologis penyimpanan fosfor dan kation yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bibit tanaman. (Chu et al., 2000). Kebanyakan tanaman yang mengandung asam fitat merupakan sumber pangan pada ternak maupun manusia (Tabel 2). Barriento et al., (1994) menyatakan bahwa asam fitat dalam sereal bukan merupakan bentuk distribusi dalam biji, akan tetapi merupakan penghubung dalam komponen morfologi spesifik dalam biji. Dalam biji-bijian dikotil, biji-biji-bijian yang mengandung minyak dan biji-biji-bijian legume seperti pir, fitat tersebar didalam seluruh biji termasuk di dalam sub selluler, dan membentuk ikatan dengan protein. Dalam tanaman komplek fitat bersama dengan kation (K+ dan Mg2+) membentuk phityn. Phytin tersimpan dalam protein bodi sebagai Kristal globoid. Pada padi, Kristal globoid mengandung 67% asam fitat, 19% K, 11% Mg dan 1% Ca (Ogawa et al., 1975 cit. Maenz et al., 2000).

Tabel 2. Bahan pangan dan kandungan Asam fitat

Tanaman Struktur % Asam fitat

Wijen Biji kering 4.71

Labu Embrio 4.08

Canola Biji kering 2.50

Bunga matahari Embrio 2.10

Mustard Biji kering 2.00

Kacang mete Embrio 1.97

Kacang-kacangan Embrio 1.80

Kacang tanah Biji 1.70

Tomat Biji 1.66

Kedelai Biji kering 1.55

Almond Embrio kering 1.42

Terung Biji 1.42

Kapri Biji kering 1.41

Pistachio Embrio 1.38


(26)

commit to user

Lanjutan

Tanaman Struktur % Asam Fitat

Kiwi Buah segar 1.34

Kacang panjang Biji kering 1.11

Mentimun Biji tua 1.07

Sorghum Biji kering 1.06

Coklat Biji kering 1.04

Barley Biji kering 1.02

Oat Biji kering 1.02

Gandum Biji kering 1.02

Kacang polong Biji kering 1.00

(Lott et al., 2002 cit. Afinah et al., 2010)

2.3 Ketersediaan nutrisi dan dampak lingkungan

Pada tumbuhan, asam fitat berperan dalam proses dormansi dan perkecambahan biji tanaman (Chu et al., 2000). Asam fitat juga merupakan antioksidan dan agen anti kanker (Raboy et al., 2002). Namun demikian, pada hewan dan manusia, asam fitat dapat menjadi komponen antinutrisi. Asam Fitat sangat potensial mengikat protein, asam amino dan multivalent kation atau mineral pada makanan. Ikatan tersebut merupakan komplek yang tidak larut sehingga sulit dihidrolisis dalam pencernakan, sukar di serap dan mempengaruhi ketersediaan nutrisi. Asam fitat juga mengikat serat sehingga mempengaruhi kecernaan dan kelarutannya. Asam fitat berikatan dengan mineral penting seperti kalsium, magnesium, cuper, besi (Fe2+, Fe3+), seng, cobalt dan mangan (Gambar 2).

Potensi asam fitat mengikat ion mineral penting mengurangi ketersediaan mineral dalam makanan yang mengandung asam fitat. Ikatan asam fitat dengan divalent kation (Zn2+, Ca2+, Mg2+) membentuk


(27)

commit to user

komplek garam mineral-fitat penta-, hexa- yang tidak larut (Weaver and kannan, 2002).

Gambar 2. Ikatan asam fitat dengan Fe2+ dan protein (Weaver and kannan, 2002).

Tanaman membutuhkan fosfat inorganik dan mempunyai timbunan asam fitat terutama dalam biji. Asam fitat tersebut harus dihidrolisis menjadi fosfat inorganik dalam tanah untuk kembali memenuhi kebutuhan fosfat inorganik tanaman. Adanya fosfat inorganik pada lingkungan terutama pada perairan menyebabkan terjadinya eutrofikasi, yaitu pertumbuhan alga atau tanaman air secara berlebihan menutup permukaan perairan, sehingga menurunkan kadar oksigen perairan dan keseimbangan lingkungan perairan terganggu.

Pencernaan pada hewan monogastrik tidak dapat menghidrolisis asam fitat. Asam fitat yang tidak tercerna dengan baik akan disekresikan melalui kotoran ternak. Kotoran ternak tersebut dapat dihidrolisis oleh mikrobia tanah dan air, sehingga ikatan fosfat pada asam fitat terlepas ke lingkungan, mencemari sungai, danau (perairan). Menyebabkan blooming alga, menurunkan kadar oksigen perairan, dan kematian hewan air (Shin et al., 2001).


(28)

commit to user

3. Enzim Fitase 3.1. Enzim

Enzim merupakan katalis yang dapat mengubah laju reaksi tanpa ikut bereaksi. Enzim bersifat khas dan bekerja secara spesifik sehingga aktifitasnya dapat diatur. Dalam sitem biologis kecepatan kerja enzim dapat dipengaruhi oleh kehadiran molekul lain yang dapat berperan sebagai pemicu (aktifator) atau penghambat (inhibitor), keduanya disebut sebagai efektor (Gambar 3) (Suhara, 2000).

Gambar 3. Struktur aktif enzim (Suhara, 2000).

3.1.1 Aktifitas Enzim

Enzim merupakan protein yang berperan penting dalam aktivitas biologis. Enzim sebagai katalisator reaksi mempunyai sifat yang khas. Enzim dapat kehilangan aktivitasnya karena panas, asam atau basa kuat, pelarut organik, dan keadaan lain yang menyebabkan protein terdenaturasi (Girindra, 1989:91).

Selanjutnya diungkapkan oleh Suharsono (1990:124), bahwa enzim yang aktif merupakan enzim yang mampu melakukan aktivitas katalitiknya. Aktivitas enzim didefinisikan sebagai suatu jumlah yang


(29)

commit to user

dapat menyebabkan perubahan atau transformasi substrat sebanyak 1 mikromol per menit pada suhu dan lingkungan yang optimal selama pengukuran aktivitas berlangsung. Satu unit aktivitas enzim (1U) merupakan perubahan substrat 1µmol/menit.

Enzim bersifat khas dan aktif pada kondisi optimum tertentu, sehingga aktivitasnya dipengaruhi oleh hal-hal berikut:

a. Konsentrasi Enzim

Enzim dengan derajat kemurnian yang tinggi dalam batas-batas tertentu, menunjukkan hubungan linier antara jumlah enzim dan taraf aktivitasnya (Gambar 4).

Gambar 4. Pengaruh konsentrasi enzim pada laju aktivitas enzim

b. Konsentrasi Substrat

Konsentrasi substrat pada taraf tertentu dapat mempengaruhi laju aktivitas enzim dan selanjutnya laju aktivitas tidak tergantung pada konsentrasi substrat yang ada (Gambar 5).


(30)

commit to user

c. pH

Aktivitas maksimum dicapai pada pH tertentu saja (Gambar 6).

Gambar 6. Pengaruh pH pada Aktivitas enzim

d. Suhu

Aktivitas suhu akan meningkat pada kenaikan suhu sampai batas tertentu dan pada kenaikan suhu selanjutnya, aktivitas enzim berkurang (Gambar 7).

Gambar 7. Pengaruh Suhu pada aktivitas enzim

Aplikasi enzim dalam industri pakan ternak telah banyak dilakukan dan efektifitas penggunaan enzim tersebut dipengaruhi oleh aktifitas enzim. Enzim yang ditambahkan dalam pakan ternak berpengaruh terhadap kecernaan pakan sehingga berdampak pada pencernaan ternak.

Beberapa keuntungan penambahan enzim pada pakan ternak antara lain;


(31)

commit to user

a. Mendegradasi antinutrisi dalam makanan yang mengganggu proses pencernakan

b. Meningkatkan ketersediaan nutrisi dari suatu bahan pakan yang tidak dapat terdegradasi oleh enzim pencernakan hewan ternak c. Sebagai suplemen terhadap aktifitas pencernakan pada hewan

dalam masa pertumbuhan dan pada hewan dalam masa penyembuhan

d. Membantu efektifitas penyerapan nutrisi sehingga mengurangi dampak polusi kotoran ternak (Boyce et al., 2004).

3.2. Fitase

Fitase atau myo-inositol heksaisfosfat hidrolase merupakan enzim fosfatase yang mampu mengkatalis hidrolisis pelepasan fosfat pada fitat. Hidrolisis asam fitat sangat bermanfaat untuk meningkatkan nilai nutrisi pada beberapa tanaman pangan (Gambar 8) (Shin et al., 2001).

Fitase adalah enzim yang dapat memutuskan ikatan phospat pada fitat, yaitu suatu bentuk timbunan fosfat organik yang ada di alam (Jorquera et al., 2008). Fitase aktif asal mikroba banyak ditemukan pada spesies fungi dan aspergillus. Shieh dan Ware (1968), menyatakan bahwa hasil penyaringan pada isolat tanah terdapat lebih dari dua ribu (2000) mikroorganisme yang mampu menghasilkan enzim fitase. Dari isolat tersebut kebanyakan memproduksi fitase intraselluler, sedangkan 30 isolat adalah fitase ekstraselluler.


(32)

commit to user

(Lei et al., 2003)

3.2.1 Klasifikasi Fitase

“The Enzym Nomenclature of The International Union of Biochemistry” menggolongkan fitase ke dalam dua tipe yaitu 6–fitase (EC 3.1.3.26) dan 3–fitase (EC 3.1.3.8). Pengelompokan tersebut didasarkan pada posisi gugus fosfat pertama yang dihidrolisis oleh enzim. Enzim 6-fitase memulai reaksi hidrolisis fitat dari gugus fosfat posisi L-6 atau D-4, menghasilkan produk awal L-inositol (1,2,3,4,5)P5. Enzim 3-fitase memulai hidrolisis fitat pada gugus fosfat posisi D-3,

menghasilkan produk awal D-inositol (1,2,4,5,6)P5 (Gambar 9). Enzim 6–fitase

biasanya terdapat pada tumbuhan dan 3–fitase dijumpai pada fungi (Dvorakova, 1998).

Hidrolisis asam fitat terjadi secara berurutan mulai dari ester fosfor mio-inositol yang lebih rendah (gambar 9), kemudian menurun sesuai dengan nomor asam fosfat (IP5 – IP1). Enzim dalam bentuk tunggal tidak mampu melakukan

Gambar 8. Fitat dihidrolisis oleh Fitase menjadi inositol, fosfat dan ion mineral Fitat mengikat element besi (Fe) dan seng (Zn) diantara group fosfat pada satu molekul fitat maupun antar molekul fitat. Fitase memulai hidrolisis fitat dari karbon no 1, 3 atau 6 pada cincin inositol, sehingga fosfat terlepas dari ikatan dan melepaskan kalsium (Ca), besi (Fe), seng (Zn) ataupun mineral lain yang terikat sebelumnya.


(33)

commit to user

defosfolirase asam fitat secara penuh. Kombinasi fitase dan fosfatase non spesifik akan meningkatkan aktivitas defosforilasi asam fitat (Maenz, 2001).

Degradasi fitat dalam saluran pencernaan unggas berhubungan dengan aksi fitase dari satu atau tiga sumber enzim. Fitase dalam saluran pencernaan berasal dari :1). Fitase usus yang terdapat dalam saluran pencernaan, 2) fitase asal tumbuhan dan 3) fitase asal mikroba.

Gambar 9. 6 – fitase (EC 3.1.3.26), 3 – fitase (EC 3.1.3.8)


(34)

commit to user

Berdasarkan mekanisme hidrolisis fitat terdapat 4 pengelompokkan Fitase, yaitu; histidine acid phosphatase (HAP), cysteine phytase (CPhy), purple acid phosphatase (PAP) dan -propeller phytase (BPP) (Tabel 3).

a. Histidine Acid Phophatase (HAP)

Merupakan kelompok enzim yang banyak digunakan dan dipelajari. Enzim kelompok ini terdapat pada hewan, tumbuhan maupun mikro organisme. Enzim ini tetap mempunyai aktivitas dalam kondisi asam. Salah satu prokariotik yang menghasilkan HAPhy (Histidine Acid Phophatase) adalah Escherichia coli, dari kelompok kapang antara lain Aspergillus niger PhyA and PhyB. Aktivitas katalitik enzim terjadi melalui 2 tahap reaksi yang menghidrolisis asam fitat menjadi monoester fosfat. HAPhy (Histidine Acid Phophatase) banyak digunakan dalam hidrolisis asam fitat dalam sereal dan biji-bijian untuk pakan ternak.

b. Cysteine Phytase (CPhy)

Merupakan kelompok fitase yang ditemukan pada bakteri anaerob dalam rumen yaitu Selomonas ruminantium (Chu et.al., 2004). Mempunyai suhu optimum 50-55 0C dan pH optimum antara 4-5. CPhy (Cysteine Phytase) mengkatalis reaksi defosforilasi asam fitat menjadi myo-inositol monophosphat, aktivitas katalitiknya dihambat

oleh Fe2+, Fe3+, Hg2+, dan Zn2+. c. Purple Acid Phosphatase (PAP)

PAP (Purple Acid Phosphatase) merupakan kelompok fitase yang terdapat pada Burkholderia cepacia

,

dan padakedelai (Glycine max L. Merr) GmPhy (Lim et al., 2007). GmPhy (Glycine max Phytase)


(35)

commit to user

ditemukan pada perkecambahan biji kedelai. GmPhy (Glycine max phytase) mempunyai aktivitas spesifik terhadap asam fitat yang lebih rendah dibanding aktivitas fitase dari kapang. Rendahnya aktivitas spesifik fitase GmPhy (Glycine max Phytase) menguntungkan bagi biji tanaman selama proses perkecambahan, dimana defosforilasi terjadi dengan lambat dan seimbang selama perkecambahan biji. Dalam tahap perkecambahan biji asam fitat mempunyai peran penting sebagai sumber fosfat (Mullaney and Ullah, 2003).

d. β-Propeller Phytase (BPP)

Fitase kelompok β-Propeller Phytase (BPP) mempunyai 2 situs pelekatan, yaitu situs untuk hidrolisis substrat dan situs untuk mengikat substrat yang akan dihidrolisis. β-Propeller Phytase (BPP) memutuskan ikatan 3-fosfat pada asam fitat menghasilkan inositol 3fosfat, aktivitas katalitik meningkat dengan adanya Ca (kalsium). Adanya ikatan fitat dengan Ca (kalsium) akan membentuk penghubung yang mendekatkan fitase dengan substrat (Shin et al., 2001). BPP (β-Propeller Phytase) dapat digunakan sebagai tambahan pada pakan ternak dan bermanfaat pada pertumbuhan tanaman yang hidup pada kondisi fosfat terbatas. BPP (β-Propeller Phytase) terdapat pada Bacillus subtilis 168PhyA, Shewanella oneidensis PhyS, ; Xanthomonas oryzae PhyA (Lim et al., 2007).

3.2.2 Aktivitas fitase

Kebanyakan aktivitas fitase diketahui melalui warna fitat atau fosfat inorganik yang terbentuk dari reagent setelah terjadi reaksi enzim-substrat. Metode untuk mengetahui kuantitas fitat meliputi tahap yang kompleks; beberapa tahap ekstraksi, presipitasi dengan FeCl3, sentrifugasi dan


(36)

commit to user

pencucian (Thomson, 1982 dalam Lim et al., 2007). Beberapa metode analisis HPLC atau infrared spektrocopy merupakan teknik lain yang digunakan (Chen, 2003). Metode yang paling mudah digunakan untuk mengetahui aktivitas fitase adalah dengan cara menentukan fosfat inorganik yang dilepaskan setelah terjadi reaksi enzim-substrat. Penentuan tersebut didasarkan pada terbentuknya komplek warna antara fosfat inorganik dengan ammonium molybdate vanadat (Sajidan, 2000).

Tabel 3. 4 kelompok Fitase

Kelompok Enzim Struktur Khas Mekanisme Katalitik Contoh Histidine Acid

Phophatase

N-terminal RHGXRXP

C-terminal HD motif konsensus

N-terminal H membentuk intermediet phosphohistidin,

C-terminal bertindak sebagai donor proton/ sebagai tempat spesifik untuk substrat bermuatan positif

A. Niger, P. lycii, E. coli, Zea mays β Propeller Phytase Molekul yang

berbentuk 6 bilah baling baling

Mekanisme katalitik terdiri dari 2 situs yaitu situs pelekatan dan situs pemecahan.

Situs pelekatan mengikat grup phosphat sementara situs yang lain memecah ikatan

phosphat pada grup phosphat yang berdampingan.

Adanya situs ganda tersebut menguntungkan IP6, IP5 atau IP4 sebagai substrat

Bacillus sp, X. oryzae

Cysteine Phosphatase

Struktur P loop terdiri dari motif konsensus HCXXGXXR(T/S)

Protein tirosin phosphat memecah grup phosphat S. ruminantium Purple Acid Phosphat Motif konsensus: DXG/GDXXY /GNH(E,D) /VXXH/GHXH

Metalloenzim, terdapat pada tanaman

Glycine max, M. truncatula

(Lei et al., 2007)

3.2.3 Sumber Fitase

Fitase terdapat di dalam tumbuh-tumbuhan mikroorganisme dan jaringan tubuh ternak.


(37)

commit to user

a. Fitase Mikrobia

Mikroorganisme penghasil fitase berasal dari bakteri misalnya spesies pseudomonas (Irving dan Cosgrove, 1971), yeast seperti Saccharomyces cereviceae, dan spesies aspergillus seperti Aspergillus niger dan Aspergillus ficuum. Dvorakova (1998) mendaftarkan 29 spesies fungi, bakteri dan yeast yang memproduksi enzim fitase aktif. Dari 29 spesies yang terdaftar 21 memproduksi fitase ekstraselluler dengan aktivitas paling tinggi (Volfova. et al., 1994). Nielsen et al., (1997) menyatakan bahwa hidrolisis fitat pada induk sapi perah dan anak terjadi di dalam saluran pencernaan. Keadaan ini memungkinkan fitase asal mikroba akan aktif dalam saluran pencernaan monogastrik dengan kondisi tertentu, walaupun di dalam unggas kelihatannya hidrolisis fitat kurang penting. Selanjutnya dinyatakan bahwa fitase asal mikroba aktif di dalam saluran pencernaan. Mereka mengadakan penelitian dengan memberikan penambahan alkali Esceria coli cellular, akibat perlakuan tersebut terjadi difisiensi fosfor di dalam usus halus, selanjutnya menambahkan campuran tepung jagung dan kacang kedelei pada ransum dan terjadi perbaikan pada pertumbuhan dan kalsifikasi unggas, respon ini mambuktikan akan adanya fitase atau enzim yang serupa asal bakteri.

Enzim fitase ekstraselluler yang berasal dari mikroba stabil pada suhu tinggi. Peningkatan suhu pada medium pereaksi dari suhu ruang menjadi 58oC, terjadi peningkatan hidrolisis fitat oleh fitase asal Aspergillus ficuum (Ullah et al.,1991). Peningkatan suhu dari suhu medium secara sinergis terjadi penurunan aktifitas enzim dan tidak


(38)

commit to user

terdeteksi pada suhu 68oC (Ullah dan Dischinger, 1995). Suhu optimum perlu diperhatikan untuk menjaga stabilitas enzim terutama pada saat proses pembuatan ransum. Enzim fitase asal Asphergilus fumigatus aktif pada kisaran pH yang luas dan suhu ekstrim 100oC selama 20 menit atau 90oC selama 120 menit (Pasamontes et al., 1997). Fitase Aspergillus fumigatus memiliki potensi untuk dikembangkan secara komersial sebab pada lingkungan tersebut akan mampu mempertahankan aktivitasnya dalam proses pelleting.

Enzim fitase yang diproduksi secara komersial adalah hasil encoding gen pada Aspergillus niger. Produksi enzim berasal dari Aspergillus niger var. vacuum perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap aktivitasnya. Enzim fitase komersial asal Aspergillus niger itu sudah digunakan sebagai pakan aditif pada hewan monogastrik di Eropa (Wodzinski dan Ullah, 1996)

Secara umum fitase aktif pada suhu 45฀ sampai 60฀ dan stabil pada pH tertentu. Sementara Asphergilus fumigates dapat stabil sampai suhu 100฀, selama 20 menit dengan hanya kehilangan 10% aktivitas enzim (Pasamontes et al., 1997). Fitase dari mikroba yang berasal dari fungi, umumnya mempunyai pH optimum berkisar antara 4.5-6.0, dan aktivitas enzimnya menurun pada pH kurang dari 3.0 atau pada pH yang lebih tinggi dari 7.5. Fitase dari Enterobacter,mempunyai pH optimum 7,5.


(39)

commit to user

b. Fitase Tanaman

Beberapa Fitase yang ditemukan pada tanaman merupakan jenis Histidin Acid phytase (HAP). Umumnya bahan pangan yang mengandung fitat juga mempunyai kandungan enzim fitase (Tabel 4). Tabel 4. Fitase Tanaman

Sumber Fitase pH Temp

(0C) Km (mmol/L) M (kD) Reference

Labu 4.8 48 67 Goel and Sharma, 1979

Biji canola 4.5 - 5 50 0.36; 0.25 70 Kim and Eskin, 1987

Kacang Faba 5 0.148 65 Greiner et al., 2001b

Biji Hazel 5 0.162 72 Andriotis and Ross, 2003

Biji Legum 8 Scott, 1991

Pollen bunga Lily 8 55 0.081 88 Jog et al., 2005 Biji Lupin 5 50 0.08; 0.3; 0.13 57 - 64 Greiner, 2002 Kacang Mung 7.5 57 0.65 160 Mandal et al., 1972

Kacang Navy 5.3 50 0.018 Lolas and Markakis, 1977

Kacang tanah 5 55 22 Gonnety et al., 2007

Biji lobak 5.2 50 Mahajan and Dua, 1997

Daun Bawang daun 5.5 51 0.2 Phillippy, 1998

Biji kedelai 4.5 – 4.8; 55; 0.05; 119; Gibson and Ullah, 1988; 4.5 – 5 58 0.061 72 – 130 Hegeman and Grabau, 2001 Bunga matahari 5.2 55 0.29 Agostini and Ida, 2006

Akar tomat 4.3 45 0.038 164 Li et al., 1997

Serbuk sari Typha

latifolia 8 0.017 Hara et al., 1985

Barley 5; 6 45; 55 0.072; 0.19 67 Greiner et al., 2000 Jagung 5 55 0.02; 0.03 71; 76 Hubel and Beck, 1996

0.04; 0.117 Laboure et al., 1993

Oat 5 38 0.030 67 Greiner and Alminger, 1999

Beras 4.4; 4.6 40 0.17; 0.09 66;61 Hayakawa et al., 1989

Rye 6 45 0.3 67 Greiner et al., 1998

Spelt 6 45 0.4 68 Konietzny et al., 1994

Gandum murni 5.15 55 0.3 Peers, 1953

Dedak gandum 5 0.49 Nagai and Funahashi, 1962

Dedak gandum 5.6; 72 0.02; 0.2 47 Lim and Tate, 1973 Dedak gandum 6 45; 50 0.0005;

0.0008 68; 66 Nakano et al., 1999 Ekstrak kasar gandum 6 45 0.83 65 Bohn et al., 2007 (Bohn et al., 2008).


(40)

commit to user

c. Fitase pada jaringan tubuh Hewan

Beberapa fitase yang berasal dari jaringan tubuh hewan memiliki pH optimal antara netral sampai basa. Fitase yang terdapat pada jaringan membran intestinal vesikel unggas mempunyai pH optimal antara 5,5-6,0. Meskipun di dalam jaringan tubuh unggas terdapat fitase, namun tetap membutuhkan supplement fitase dari luar tubuh untuk memenuhi kebutuhan diet unggas (Maenz, 1998). Aktifitas fitase yang ditemukan pada rumen sapi berasal dari mikrobia yang terdapat melimpah pada rumen (Yanke et al., 1998).

3.2.4 Prospek dan Aplikasi Enzim Fitase

Fitase biasanya digunakan sebagai supplement pada makanan untuk meningkatkan ketersediaan P (fofat), melaui hidrolisis fitat yang terdapat pada bahan pangan dari tumbuhan. Peningkatan ketersediaan fosfat pada makanan dapat mengurangi kandungan fosfat pada kotoran ternak, sehingga mengurangi melimpahnya fosfat pada lingkungan peternakan. Fosfat inorganik (Pi) merupakan sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui, diperkirakan ketersediaan fosfat di bumi akan habis dalam kurun 50 tahun. Sehingga Fitase sangat efektif digunakan sebagai sumber natural fosfat dalam skala global (Lei et al., 2007).

Fitase telah banyak digunakan sebagai supplement tambahan pada makanan ternak. Diantaranya sebagai campuran wheat pollard pakan ternak unggas. campuran probiotik tersebut dapat meningkatkan retensi protein dan mineral sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan ayam (Sajidan et al., 2004). Prospek aplikasi fitase selanjutnya adalah sebagai tambahan nutrisi pada manusia.


(41)

commit to user

Kebanyakan sumber pangan berasal dari sereal dan biji bijian. Tanaman tersebut mempunyai kandungan fitat yang tersimpan dalam biji yaitu pada aleuron dan pada titik germinasi yang merupakan tempat penyimpanan utama mineral dalam tanaman. Adanya fitase yang menhidrolisis fitat, akan memperbaiki ketersediaan mineral, protein dan nutrisi penting dalam konsumsi makanan manusia (Raboy et al., 2002). Fitat yang berikatan dengan beberapa mineral, misalnya besi dapat berperan sebagai antioksidan dan anti kanker. Sehingga penggunaan fitase sebagai enzim yang bermanfaat pada ketersediaan mineral, protein dan nutrisi dalam tubuh melalui hidrolisis fitat dengan tetap mempertimbangkan efek positif fitat, merupakan bagian menarik yang perlu diketahui lebih lanjut. Beberapa industri pembuatan gandum, roti atau makanan dari bahan sereal dan biji-bijian telah menggunakan fitase untuk mengurangi adanya fitat dalam bahan makanan, sehingga bahan makanan menjadi lebih mudah dicerna (Brune et al., 1992 cit. Lei et al., 2007).


(42)

commit to user

B. KERANGKA PENELITIAN

Gambar 11. Diagram Kerangka Penelitian

Abu Vulkanik

Koloni dengan aktifitas Fitase tertinggi

Platting Method (Isolasi Bakteri)

Sub Kultur

Koloni Koloni Tunggal

Inokulasi pada media Screening cair

Morfologi

Molekuler (16S rRNA)

Isolasi DNA

Amplifikasi

gen 16S rRNA

Penentuan Urutan

Nukleotida

Analisis Filogenetik

Pengamatan

Koloni

Pewarnaan

Gram

Uji aktifitas Enzim

Identifikasi Bakteri Fitase

Ekstrak kasar Fitase

Karakterisasi

pH

Suhu

Efektor Logam

Stabilitas pH & Suhu


(43)

commit to user

BAB III METODOLOGI

A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN 1. Waktu

Penelitian dilaksanakan bulan Desember sampai Mei 2010. Jadwal kegiatan penelitian terlampir (Table L. G1, lampiran G).

2. Tempat

Sampel Abu vulkanik gunung Merapi Jawa Tengah diambil dari 2 tempat yaitu; Desa Lencoh Kecamatan Selo Kabupaten Boyolali dan Cangkringan Sleman Yogyakarta. Abu merupakan lapisan di atas tanah setebal 5 cm. Isolasi bakteri dari sampel abu Selo Boyolali dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta. Isolasi bakteri dari sampel abu Cangkringan Sleman Yogyakarta dilaksanakan di LPPT Universitas Gajah Mada. Identifikasi bakteri dilaksanakan di sub laboratorium Mikrobiologi FKIP UNS dan sub Lab. Biologi laboratorium pusat Universitas Sebelas Maret. Karakterisasi ekstrak kasar enzim fitase dilaksanakan di sub Lab. Biologi dan sub Lab. Kimia laboratorium pusat Universitas Sebelas Maret. Sekuensing DNA dilaksanakan dengan jasa komersial Laboratorium 1st base Singapura.

B. ALAT DAN BAHAN PENELITIAN

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:

1. Alat

Bunsen, cawan petri, tabung reaksi, gelas beker, gelas ukur, ose, pinset, pipet, pipet mikro, tip, tabung mikro 1500 ml (eppendorf), neraca timbang, inkubator, vortex, stirer, elektroforesis DNA, laminar air flow, autoklaf, lampu ultraviolet, refrigerator, freezer, sentrifuge, PCR, microwave, incubator, ice maker, sarung tangan.


(44)

commit to user

2. Bahan

Aquades, dH2O filter, Master mix PCR (goTaq green Promega),

agarosa, DNA kit (Promega), etidium bromide, kristal violet, safranin. primer forward Bact F1 (5'-GAGAGTTTGATCCTGGCCAG-3’), primer reverse Uni B1 (5‘-CTGTTTGCTCCCCACGCTTTC-3‘). Marka DNA 1 kb (Fermentas). Media Luria Bertani (LB), terdiri dari; 1% tripton, 1% NaCl, 0,5% yeast extract, 2% bacto agar untuk media LB padat, 0,4% Na Fitat (Natrium Fitat) untuk media screening, Ammonium molibdate, Ammonium metavanadate, HNO3 (asam nitrat), HCL (asam klorida).

C. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif. Abu vulkanik gunung Merapi diambil dari Desa Kepuh Harjo Cangkringan Sleman Yogyakarta dan Lencoh Selo Boyolali. Sampel Abu diambil dari lahan pertanian penduduk.

D. PROSEDUR PENELITIAN

1. Isolasi Bakteri dari sampel Abu Vulkanik

Bakteri fitase diisolasi dari abu vulkanik gunung Merapi dengan menggunakan metode seri pengenceran (Platting Method). 1 gram abu dilarutkan ke dalam 10 ml aquades ditambah larutan NaCl fisiologis 1%. Diambil sebanyak 1 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis sehingga didapat pengenceran 10-2. Pengenceran dilanjutkan sampai 10-6, 10-7 dan 10-8. Masing-masing seri pengenceran diambil 10 µl dimasukkan kedalam cawan Petri yang telah berisi media LB (Luria bertani). Kemudian diinkubasi selama 16 jam pada suhu 37oC. Subkultur dilakukan terhadap hasil kultur sebelumnya sehingga diperoleh koloni tunggal.

2. Seleksi bakteri Fitase

Masing masing koloni tunggal ditumbuhkan pada media LB (Luria bertani) yang mengandung 0,4% Na fitat, dengan komposisi media LB (Luria bertani); 1


(45)

commit to user

Tripton : 1 yeast ekstrak : 2 NaCl. Koloni bakteri diinokulasi pada 10 mL media cair. Diinkubasi pada suhu 37 oC selama 16 jam. Produksi ekstrak kasar enzim fitase dilakukan dengan sentrifugasi kultur cair 4000 rpm selama 5 menit pada suhu 4 oC. Supernatan yang dihasilkan merupakan ekstrak kasar enzim fitase. Kemudian dilanjutkan dengan pengukuran aktivitas fitase.

3. Pengukuran Aktivitas Fitase

Pengukuran aktivitas bakteri penghasil fitase dengan metode dari Sajidan (2002): 25 µl enzim, 125 µl susbtrat 0,4 % natrium fitat dalam 100 mM Natrium asetat diinkubasi pada suhu 37°C selama 60 menit. Reak si dihentikan dengan penambahan larutan STOP yang terdiri dari 2,352 g Ammonium molibdate/100 ml Aquadest sebagai larutan A, 10 g Ammonium metavanadate/100 ml Aquadest sebagai larutan B. Larutan STOP dibuat dengan perbandingan : 1,5 volume larutan A + 1,5 volume larutan B + 1 volume HNO3 pekat + 2 volume aquades.

Warna kuning dari fosfomolibdovanadat diukur dengan spektrofotometer pada ʎ=415 nm

4. Tahap Identifikasi

Bakteri penghasil fitase dengan aktivitas tertinggi selanjutnya dilakukan identifikasi berdasarkan karakter morfologi dan analisis gen 16s rRNA.

a. Pewarnaan Gram dan pengamatan Koloni

Kaca objek ditetesi dengan aquades, kemudian jarum ose steril diusapkan dalam biakan bakteri, dihomogenkan dan difiksasi diatas nyala bunsen (± 30 cm). Usapan yang telah kering ditetesi satu tetes kristal violet dan didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya diteteskan satu tetes lugol dan dibiarkan selama 30 detik. Bercak Lugol dibilas sampai warna bilasan bening menggunakan etanol 95%. Kemudian diteteskan larutan safranin, dibiarkan 30 detik dan dibilas dengan aquades. Warna koloni diamati dengan


(46)

commit to user

mikroskop. Warna ungu pada sel menunjukkan Gram positif dan warna merah menunjukkan Gram negatif.

b. Isolasi DNA Bakteri

Isolat bakteri ditumbuhkan dalam medium LB (Luria bertani), sebanyak 1 ml kultur disentrifugasi pada 12.000 rpm. Kemudian DNA diekstrak dengan DNA kit (Promega USA) dengan langkah kerja sebagai berikut:

i. Pellet sel yang diperoleh ditambah 480 µL 50 mM EDTA dicampur sehingga tersuspensi, kemudian ditambahkan 120 µL Lisozim 10mg/ml dan diinkubasi pada suhu 370C selama 60 menit, kemudian di sentrifuge 12.000 rpm selama 2 menit. (Untuk bakteri gram Positif)

ii. Pellet sel ditambah 600 µL Nuclei Lysis Solution (Promega) dicampur sehingga sel tersuspensi kembali.

iii. Inkubasi 800C selama 5 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. iv. Ditambahkan 3 µL RNAse Solution (Promega) mikro tube dibolak balik

sampai tercampur.

v. Inkubasi 370C selama 60 menit, kemudian didinginkan pada suhu ruang. vi. Ditambahkan 200 µL Protein precipitation Solution, vortex dengan

kecepatan tinggi selama 20 detik

vii. Inkubasi dalam es selama 5 menit, kemudian sentrifuge 12.000 rpm selama 3 menit.

viii. Supernatan dipindahkan ke dalam mikro tube baru yang telah berisi 600 µL isopropanol (mikro tube dibolak balik sehingga tercampur dan benang-benang DNA terlihat)

ix. Sentrifuge 12.000 rpm selama 2 menit, kemudian supernatant dibuang dan tube dikeringkan


(47)

commit to user

x. Ditambahkan 600 µL 70% etanol, kemudian sentrifuge 12.000 rpm selama 2 menit

xi. Mikro tube dikering-anginkan selama 10 sampai 15 menit

xii. Ditambahkan 100 µL DNA Rehidration Solution (Promega), inkubasi pada suhu 650C selama 60 menit.

xiii. Disimpan pada suhu 40C

Kualitas DNA diketahui melalui spektrofotometer (A260) dan kemurnian DNA yang telah berhasil diisolasi di cek melalui elektroforesis pada agaros gel 1%.

c. Amplifikasi DNA

Amplifikasi DNA dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) menggunakan universal primer (Shobirin et al., 2009) Primer Forward :

(5'GAGAGTTTGATCCTGGCCAG-3'), Primer Reverse:

(5‘CTGTTTGCTCCCCACGCTTTC-3‘). 1 mikrotube reaksi PCR berisi 25 µl yang terdiri dari; 6, 5 µl master mix PCR go-Taq Green Promega, 2 DNA µl, 2 µl primer forward, 2 µl primer reverse, 12,5 µl dH2O filter. Siklus PCR

(Polymerase Chain Reaction) meliputi 3 tahap yaitu; denaturasi, annealing dan ekstention. Denaturasi awal pada 94°C selama 2 menit dilanjutkan dengan 30 siklus, denaturasi pada suhu 94°C selama 1 menit, 45 detik annealing pada 50° C dan 1.5 menit primer ekstension pada 72°C. Kemudian 72°C ektra ektension selama 5 menit dan terakh ir 4°C selama 1 menit.

Pita DNA dari reaksi PCR diamati dengan 1% agarosa, dengan DNA marker 1 Kb. Setelah itu dilakukan sekuensing pada hasil PCR di laboratorium 1st base Singapura.


(48)

commit to user

5. Karakterisasi Ekstrak Kasar Fitase dari Isolat Terpilih

Isolate bakteri yang mempunyai aktivitas fitase paling tinggi ditumbuhkan dalam 5 ml medium screening cair pada suhu 370C selama 16 jam. Kemudian disentrifus dengan kecepatan 4000 rpm selama 5 menit pada suhu 40C. Supernatan yang diperoleh merupakan ekstrak kasar fitase.

Karakterisasi ekstrak kasar fitase meliputi penentuan pH optimum, suhu optimum, efektor logam (MgCl2, ZnCl2, CaCl2, FeCl3 pada 10-3 dan 10-4

M), stabilitas pH dan stabilitas suhu. 5.1. pH optimum

pH optimum ditentukan dengan cara mengukur aktivitas enzim pada berbagai pH substrat yaitu pada rentang 3 – 9. 0,4% Na-fitat dalam 100 mM Na-asetat digunakan sebagai substrat di atur tingkat keasamannya sehingga mempunyai pH 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.

5.2. Suhu optimum

Suhu optimum ditentukan dengan cara mengukur aktifitas enzim pada berbagai suhu inkubasi enzim-substrat. Mulai dari suhu diruang, 370C, 400C, 500C, 600C, 700C, 800C. Ekstrak kasar enzim fitase sebanyak 25 µL ditambahkan substrat 125 µL dan diinkubasi selama 60 menit pada berbagai suhu yang telah ditentukan tersebut. Setelah itu ditambahkan 400 µL larutan STOP, kemudian diukur absorbansi larutan pada ʎ = 415 nm.

Stabilitas termal enzim diketahui dengan memanaskan enzim pada suhu optimum selama rentang waktu tertentu dan diukur aktivitasnya sampai enzim tidak memperlihatkan aktivitas yang signifikan. Pada pengukuran stabilitas pH dilakukan dengan cara melarutkan enzim dalam larutan buffer dengan berbagai pH. Masing masing campuran diinkubasi pada suhu


(49)

commit to user

optimum selama 1 jam kemudian diukur aktifitas fitase pada tiap-tiap pH tersebut.

5.3. Efektor Logam

Kedalam setiap larutan enzim-substrat ditambahkan 10 µL FeCl3,

MgCl2, CaCl2, dan ZnCl2 dengan konsentrasi 10-3 dan 10-4 M. Kemudian

diinkubasi pada pH dan suhu optimum selama 60 menit.

E. ANALISIS DATA

Data yang telah diperoleh kemudian dianalisis meliputi; 1. Data Pengukuran aktivitas Fitase

Nilai absorbansi yang diperoleh pada pengukuran ekstrak kasar Fitase dianalisis jumlah kandungan fosfat anorganik (PO43-) yang terbentuk Unit/ml

dengan menggunakan persamaan regresi linier dari kurva standar P (KH2PO4). Kurva standar fosfat dibuat dengan mengukur nilai absorbansi

larutan KH2PO4 pada berbagai konsentrasi.

Larutan KH2PO4 untuk membuat kurva standar fosfat dibuat dengan

cara melarutkan 0,38334 g KH2PO4 dalam 100 mL aquades. Kemudian

larutan tersebut diencerkan 100 kali sehingga setiap larutan mengandung 0,03834 mg KH2PO4. Seri standar dibuat dengan mengambil 0.025, 0.5,

0.075, 1, 2, 3, 4 larutan standar ditambah 6.25 mL molibdo-vanadat, dan diencerkan sampai 25 mL. Larutan tersebut diukur absorbansinya pada ʎ = 415 nm. Nilai absorbansi larutan pada berbagai konsentrasi tersebut dihitung korelasinya dan dibuat persamaan regresi.

2. Analisis gen 16s rRNA

Data urutan nukleotida dari hasil sekuensing gen 16s rRNA diolah dengan program Bioedit untuk menggabungkan nukleotida menjadi satu untai utuh. Kemudian dilakukan analisis BLAST yaitu, penjajaran urutan DNA


(50)

commit to user

sampel dengan urutan DNA data genbank. Analisis BLAST dilakukan secara online di http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/blast. Melalui analisis BLAST akan diperoleh data homologi dari isolat bakteri terhadap data urutan nukleotida spesies-spesies dalam genebank. Data urutan nukleotida spesies spesies yang memiliki homologi dengan isolat dikumpulkan dalam satu file dengan format fasta. Data-data urutan nukleotida tersebut kemudian dianalisis Multiple sequence Alignment dengan program ClustalW2 secara online di http://www.ebi.ac.uk/tool/msa/clustalW. Setelah kumpulan data urutan nukleotida disejajarkan, dilanjutkan dengan analisis filogenetik dengan menggunakan program ClustalW2. Dari analisis filogenetik diperoleh jarak matrik berdasarkan urutan DNA isolat dengan DNA spesies spesies yang telah dikumpulkan dari data homologi sebelumnya. Matrik jarak tersebut digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogenetik dengan program treeview yang diunduh dari http://darwin.zoology.gla.ac.uk.


(51)

commit to user

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Isolasi Kultur Bakteri Fitase

Fitase merupakan kelompok enzim yang mampu membebaskan fosfat dari fitat, yaitu bentuk penimbunan fosfat organik di alam. Enzim fitase dapat ditemukan pada beberapa organisme, salah satunya adalah bakteri (Jorquera et al., 2008). Bakteri fitase diisolasi dari abu vulkanik gunung Merapi Jawa Tengah yang berada diatas tanah, diambil dari 2 lokasi yaitu Selo Boyolali dan Cangkringan Sleman Yogyakarta. Lapisan tanah paling atas dan lapisan tanah yang berdekatan dengan akar tanaman merupakan tempat tumbuh berbagai spesies bakteri, antara lain bakteri fosfat (Rengel, 2008).

Lokasi Selo Boyolali dan Cangkringan Sleman merupakan daerah yang ikut terkena dampak letusan gunung Merapi pada tanggal 26 November 2010. Pada jarak 2,92 km dari puncak merapi di daerah Selo, abu menutupi lahan mencapai ketebalan 2-3 cm. pH abu dan tanah yang tertutup abu berkisar 5,4-netral. Sementara di daerah Cangkringan ketebalan abu yang menutupi tanah mencapai ketebalan 10-29 cm dengan kisaran pH 5,5-netral. Kandungan P (fosfat) pada abu vulkanik berkisar antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). Abu vulkanik mempengaruhi mikroorganisme tanah, pada

ketebalan Abu sampai 5 cm, total bakteri abu vulkanik mencapai 7,2 x 107 – 1,4 x 109 , terdiri dari Azotobacter spp (0 - 3,1 x 105), Azospirillum spp (0 - 1,1 x 106), bakteri pelarut P (0 – 6,0 x 104) (Suriadikarta dkk., 2010).

Kultivasi bakteri dilakukan pada medium LB (Luria Bertany) padat maupun cair (Gambar 12). Kultivasi pada media padat dilakukan dengan teknik pengenceran untuk memisahkan bakteri menjadi koloni koloni tunggal. Masing-masing isolat yang diperoleh dibedakan berdasarkan penampakan


(52)

commit to user

bentuk fisik koloni yang tumbuh sehingga belum dapat dipastikan apakah isolat-isolat yang diperoleh merupakan spesies yang berbeda atau sama. Isolat yang tampak berbeda diambil sehingga mewakili seleksi untuk mendapatkan bakteri yang memiliki aktivitas fitase.

Semua koloni tunggal yang telah diperoleh selanjutnya ditumbuhkan pada medium LB (Luria bertani) yang mengandung 0,4% Na-fitat dalam 100 mM Na-asetat pH 5 (Nuhriawangsa dkk., 2004). Koloni bakteri yang tumbuh pada medium yang mengandung Na-fitat dan membentuk zona bening merupakan bakteri fitase. Fitat yang terdapat pada medium akan terdegradasi menjadi fosfat anorganik. Sehingga kebutuhan fosfat anorganik yang tidak terdapat pada medium terpenuhi karena kerja enzimatis. Dari 20 strain yang dapat diisolasi hanya 16 strain bakteri dapat tumbuh pada medium dengan Na-Fitat namun tidak semua isolat bakteri membentuk zona bening. Park (2001) mengungkapkan bahwa tidak semua bakteri fitase membentuk zona bening pada medium skrining. Isolat-isolat yang tidak dapat tumbuh atau tidak membentuk zona bening dalam medium skrining memiliki 2 kemungkinan, yaitu isolat tersebut bukan merupakan bakteri fitase, tidak memiliki gen fitase atau isolat tersebut bisa jadi termasuk bakteri fitase dengan gen fitase yang tidak berhasil diekspresikan. Induksi fitase tergantung pada 2 hal, yaitu ketersediaan Na-Fitat dan tidak adanya fosfat anorganik dalam media (Kusumadjaja., 2009).

Gambar 12. Isolat bakteri dalam (a) medium cair Luria bertany, (b) medium Luria Bertany padat


(53)

commit to user

B. Seleksi Bakteri Fitase

Dalam berbagai usaha menemukan sumber-sumber enzim baru ataupun usaha peningkatan sifat-sifat enzim sesuai dengan kebutuhan, terdapat berbagai metode skrining yang digunakan sehingga diperoleh sifat spesifik yang diharapkan. Suatu sistem seleksi atau skrining yang efisien diperlukan untuk mengidentifikasi spesies-spesies dengan aktifitas fitase. Pengukuran aktivitas fitase pada penelitian ini menggunakan metode Sajidan (2000) yaitu dengan menentukan kadar fosfat melalui spektrofotometri. Aktifitas fitase diartikan sebagai jumlah enzim yang mengkatalis reaksi yang menghasilkan 1,0 µmol fosfat anorganik per menit pada kondisi optimum. Penentuan konsentrasi fosfat anorganik dilakukan dengan persamaan regresi dari kurva standar fosfat.

Aktivitas fitase ditentukan dengan mengukur kadar fosfat yang dihasilkan selama proses enzimatik berlangsung. Filtrat kultur cair bakteri yang mengandung ekstrak kasar enzim direaksikan dengan Na-Fitat, diinkubasi selama 1 jam. Kemudian ditambahkan komplek asam vanadomolibdofosforik sebagai larutan stop. Senyawa fosfat anorganik dalam filtrat akan bereaksi dengan reagen ammonium molibdat membentuk kompleks asam molibdofosforik, selanjutnya bersama ammonium vanadat membentuk komplek asam vanadomolibdofosforik yang berwarna kuning (Kusumadjaja, 2009). Vanadat merupakan senyawa yang menghambat aktivitas fosforilasi enzim fitase dengan cara membentuk komplek bangun trigonal bipiramid (Kerovuo et al., 2000). Warna kuning yang terbentuk diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 415 nm. Digunakan kontrol yaitu filtrat kultur bakteri tanpa substrat, untuk membedakan warna kuning


(54)

commit to user

yang terbentuk karena adanya asam komplek vanadomolibdofosforik (Gambar 13).

Gambar 13. Perbandingan Warna kuning dari Reaksi vanadomolibdofosforik yang terbentuk dari ikatan fosfat dengan vanadat-molibdat antara (a) control; enzim Fitase tanpa Fitat, tidak menghasilkan fosfat anorganik, (b) sampel; enzim fitase dengan Fitat, menghasilkan Fosfat anorganik ditunjukkan dengan warna yang lebih terang.

Nilai absorbansi (lampiran 1) yang terbaca pada spektrofotometer dikonversikan dalam aktivitas fitase U/mL dengan persamaan linier yang diperoleh dari kurva standar KH2PO4 pada beberapa tingkat konsentrasi yang

berbeda (Lampiran 1). Aktivitas fitase dinyatakan dalam unit/mL, yaitu jumlah enzim yang diperlukan untuk melepaskan 1 mikromol fosfat anorganik permenit pada kondisi pengukuran. Dari aktivitas fitase 16 isolat bakteri (Gambar 14) dipilih 3 isolat bakteri dengan aktivitas fitase tertinggi, yaitu RW Sm A, RW Sm C, RW Sl 5, masing masing berturut-turut memiliki aktivitas sebesar; 0,1071 U/mL, 0,1020 U/mL, 0,0874 U/mL.

Umumnya aktivitas fitase dari bakteri masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan fitase yang dihasilkan oleh kapang, Candida diddensiae mempunyai aktifitas sebesar 676,02 U/mL (Makhode, 2006). Aktifitas fitase ketiga isolate juga masih lebih rendah dibandingkan dengan Bacillus cereus ASUIA260 sebesar 1,160 U/mL (Sobirin et al., 2009), namun lebih tinggi dibanding Bacillus subtilis AP-17 sebesar 0,0296 U/mL (Kusumadjaja, 2009).

a

b


(55)

commit to user

Gambar 14. Aktivitas fitase dari 16 isolat bakteri (RW Sm merupakan isolat dari sampel abu yang diambil di daerah Sleman Yogyakarta , RW Sl merupakan isolat dari sampel abu yang diambil dari daerah Selo Boyolali)


(56)

commit to user

C. Karakteristik Bakteri Fitase C.1. Morfologi Sel

Identifikasi mikroorganisme dilakukan dengan mengamati ciri-ciri morfologi, meliputi; bentuk, ukuran dan reaksi pewarnaan. Identifikasi mikroorganisme yang didasarkan pada morfologi tidak mampu memberikan informasi filogenetik suatu mikroorganisme namun pengamatan morfologi sel tetap diperlukan sebagai tahap awal identifikasi Iebih lanjut.

Isolat bakteri terpilih; RW Sm A, RW Sm C dan RW Sl 5 diidentifikasi berdasarkan bentuk koloni dan pewarnaan gram. Isolate RW Sm A memiliki karakteristik koloni berwarna putih, agak mukoid, tepi tidak rata (Gambar 15a). Pewarnaan gram terhadap isolate RW sm A, menunjukkan bakteri bentuk batang, gram positif. Isolat RW Sl 5 memiliki koloni berwarna putih, berbentuk bulat kecil, tepi rata, tidak tembus cahaya (Gambar 15b). Hasil pewarnaan gram menunjukkan isolate RW Sl 5 merupakan bakteri gram positif, bentuk batang. Isolat RW Sm C memiliki koloni berwarna putih, tepi rata (Gambar 15c), merupakan bakteri gram positif berbentuk batang.

Gambar 15. Koloni 3 isolat Bakteri yang mempunyai aktivitas fitase tertinggi, masing-masing (a) isolat RW Sm A, (b) isolat RW Sl 5, (c) Isolat RW Sm C

Pada pewarnaan bakteri, Kristal violet akan membentuk senyawa komplek dengan lugol memberi warna ungu. Pada beberapa jenis bakteri, zat warna tersebut dengan mudah dilepaskan dengan pencucian menggunakan larutan alkohol 95%, sementara pada jenis bakteri yang lain, zat warna


(57)

commit to user

tersebut dapat tetap melekat setelah dicuci dengan alkohol 95%. Bakteri yang zat warnanya tidak terlepas setelah pencucian dengan alkohol 95% akan berwarna ungu dan tidak terwarnai oleh pewarna safranin merupakan bakteri gram positif. Bakteri yang tidak terwarnai oleh Kristal violet setelah pencucian dengan alkohol 95%, kemudian terwarnai oleh safranin sehingga berwarna merah, merupakan bakteri gram negatif (Gambar 16) (Mark, 2000).

Gambar 16. Diagram pewarnaan Gram pada Bakteri (Mark, 2000).

Pada pewarnaan gram terjadi perbedaan kemampuan terhapusnya zat warna tertentu ketika proses berlangsung. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan struktur dinding sel bakteri, antara bakteri gram positif dan gram negative (Gambar 17). Bakteri gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan yang lebih tebal dibanding pada bakteri gram negatif sehingga warna dari Kristal violet melekat kuat pada bakteri gram positif.


(1)

commit to user

menghambat aktivitas enzim pada ketiga isolat adalah Zn2+ dan Fe3+ (Gambar 25 a,b,c).

Aktivitas fitase dihambat oleh Zn2+, Ba2+, Cu2+ dan Al3+ (Sun Yoon, 1998), NaF dan Fe2+ jg merupakan ion logam yang berperan sebagai inhibitor pada enzim fitase (Jareonkitmongkol, 1998). Aktivitas ketiga isolat dihambat dengan penambahan ion mineral Zn2+ dan Fe3+. Mineral Fe merupakan inhibitor enzim fitase. Ikatan asam fitat dengan Fe menyebabkan pengendapan garam fitat sehingga ikatan fosfat pada fosfat cincin inositol sulit dihidrolisis oleh fitase.

Aktivitas fitase akan meningkat dengan penambahan EDTA atau N-ethymalemide (Jareonkitmongkol, 1998), serta penambahan Ca2+ dan Mg2+ (Maenz, 2005). Adanya ikatan Ca2+ dengan fosfat pada fitat menyebabkan salah satu rantai fosfat yang terikat lepas sehingga menghasilkan Inositol trifosfat (Oh et al., 2006). Ikatan kalsium pada fitase meningkatkan stabilitas struktur dan meningkatkan aktivitas enzim fitase (Ha et al., 2000). Bacillus cereus RW Sm A mengalami peningkatan aktivitas fitase dengan penambahan mineral Mg2+. Bacillus subtilis N-77 (natto) mempunyai aktivitas relatif sebesar 55,8% pada penambahan 5 mM MgCl2 (Shimizu, 1992).

Bacillus subtilis TS16-111 mengalami peningkatan aktivitas pada penambahan 1 mM dan 5 mM MgCl2 (Park, 2001). Enzim fitase menjadi

relatif stabil dengan kehadiran bivalen kation seperti, kalsium dan magnesium. Fitase lebih stabil pada suhu tinggi dengan keberadaan bivalen kation (Ha et al., 2000).


(2)

commit to user

Gambar 25. Kurva Aktivitas Relatif Fitase Isolat RW Sm A, RW Sm C, RW Sl 5

dengan penambahan ion mineral 10-4 M

F. Fitase pada Bacillus

Dalam penelitian ini aktivitas fitase tertinggi terdapat pada Bacillus cereus strain RW Sm A dengan suhu optimum 40 0C, pH optimum 5. Diikuti oleh Bacillus cereus strain RW Sl 5, pada suhu optimum 50 0C, pH optimum 5 dan Bacillus aryabhatttai strain RW Sm C pada suhu optimum 60 0C, pH optimum 6. Aktivitas fitase pada ketiga Bacillus tersebut meningkat dengan penambahan Ca (kalsium) pada substrat.

Fitase Bacillus (table 8) diketahui mempunyai aktivitas pada pH dibawah netral, stabil pada suhu yang tinggi dan mempunyai substrat spesifik komplek kalsium-fitat (Fu et al., 2008). Fitase yang stabil pada suhu tinggi merupakan kriteria penting dan sangat potensial digunakan sebagai supplement pakan. Dalam proses industri, enzim akan mendapat perlakuan panas dan dalam saluran pencernakan terdapat suasana asam. Fitase dari bacillus merupakan kandidat yang sesuai untuk aplikasi tersebut.


(3)

commit to user

Tabel 8. Karakteristik Enzim fitase pada Bacillus

Spesies pH

optimum

Suhu optimum (0C)

Berat Molekul (kDa)

Aktivator Pustaka

Bacillus cereus strain RW Sm A 5,0 50 - Mg2+, Ca2+ Penelitian ini

Bacillus aryabhattai strain RW Sm C 6,0 60 - Ca2+ Penelitian ini

Bacillus cereus strain RW Sl 5 5,0 50 - Ca2+ Penelitian ini

a

Bacillus substilis 7,0-7,5 60 36,5 Power dan

Jagannatan, 1982

b

Bacillus substillis 6,0-6,5 60 36; 38 Ca2+ Shimizu, 1992

c

Bacillus substilis VTT F-68013 7,0 55 - Ca2+ Kerovuo et al., 1998

d

Bacillus sp KHU-10 6,5-8,5 40 44 Ca2+ Choi et al., 2001

e

Bacillus laevolacticus 7,0-8,0 70 - Gulati et al., 2007

f

Bacillus megaterium 6,0 70 - Dechavez et al., 2011

g

Bacillus substilis TS16-IIIc 7,0 70 - Mg2+, Ca2+ Park, 2001

h

Bacillus substilis AP-17d 6,0 75 - Ca2+ Kusumadjaja, 2009

i

Bacillus subtilis CF92 7,0 60 46 EDTA Hong et al., 2010

Karakteristik fitase pada Bacillus adalah β-propeller Phytase (Gambar 26). Kelompok β-propeller Phytase (BPP) mempunyai 2 situs aktif yaitu situs afinitas (affinity site) dan situs pemecahan (cleavage site), cleavage site berperan dalam menghidrolisis substrat dan affinity site berperan dalam meningkatkan afinitas terhadap substrat yang mengandung grup fosfat. Aktivitas katalitik BPP (β-propeller Phytase) tergantung pada keberadaan ion metal terutama kalsium. Enzim yang aktif berikatan dengan 6 ion kalsium, sedangkan enzim yang tidak aktif hanya mempunyai 3 kalsium yang hilang dari situs aktif enzim, sehingga hanya berikatan dengan 3 kalsium (Shin et al., 2001). Pada BPP (β-propeller Phytase) ion Ca2+ bukan hanya sebagai activator enzim


(4)

commit to user

enzim merupakan hasil interaksi antara enzim, ion Ca2+, dan substrat. Pada enzim yang aktif minimal membutuhkan 5 ikatan Ca2+ (Kim et al., 2010)

Gambar 26. Mekanisme katalitik β-propeller Phytase pada Fitat yang mengikat Ca2+

Bakteri dari genus bacillus penghasil fitase berhasil diisolasi dari abu vulkanik gunung Merapi, dalam studi sebelumnya beberapa Bacillus sp yang mampu melarutkan fosfat telah diisolasi untuk meningkatkan ketersediaan fosfat telah diisolasi dari lapisan rhizosfer tanah vulkanik (Jorsquera et al., 2011).


(5)

commit to user

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Sebanyak 16 isolat bakteri telah berhasil diisolasi dari abu vulkanik gunung Merapi. Terdapat 3 isolat dengan aktifitas fitase terbesar, yaitu isolate RW Sm A dengan aktifitas fitase 0,1071 U/mL, RW Sm C dengan aktifitas fitase 0,1020 U/mL dan RW Sl 5, memiliki aktifitas sebesar 0,0874 U/mL. Berdasarkan uji morfologi dan analisis gen 16s rRNA ketiga isolat merupakan kelompok Bacillus, masing-masing adalah Bacilllus cereus RW Sm A, Bacillus aryabhattai RW Sm C dan Bacillus cereus RW Sl 5.

Ekstrak kasar fitase dari ketiga isolate RW Sm A, RW Sm C dan RW Sl 5 masing-masing mempunyai suhu optimum berturut turut; 40oC, 60oC, 50oC. pH optimum ketiga isolate berkisar antara 5-6. Aktifitas fitase isolate dihambat oleh penambahan ion Fe3+, dan Zn2+, tetapi meningkat dengan penambahan ion Mg2+ dan Ca2+.

B. Saran

Penelitian ini merupakan penelitian awal untuk mengisolasi dan mengkarakterisasi enzim fitase dari bakteri galur lokal yang berasal dari lingkungan ekstrim (abu vulkanik Gunung Merapi). Penelitian ini selanjutnya masih menyediakan banyak aspek yang perlu dikaji untuk menemukan sumber-sumber bakteri baru penghasil Fitase dengan karakteristik yang beragam. Diperlukan penelitian lanjutan untuk mengetahui enzim yang telah dihasilkan meliputi kajian tentang struktur, fungsi, aktifitas dan termostabilitas untuk aplikasi dalam bioteknologi. Lebih lanjut, diperlukan studi dengan pendekatan molekuler untuk DNA rekombinan, mutagenesis acak,


(6)

commit to user

mutagenesis terarah ataupun rekayasa protein, sehingga produksi enzim lebih efektif, stabil, dan optimal.