Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

(1)

ABSTRAK

Melati, Sofylia. 2015. Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam

Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa pada Acara Sentilan Sentilun Metro TV Periode Agustus dan September 2014 sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini mengkaji tentang jenis daya bahasa dan nilai rasa bahasa serta unsur intralingual dan ekstralingual yang dapat memunculkannya sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada acara Sentilan Sentilun Metro TV. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan daya bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi, (2) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan dalam acara Sentilan Sentilun Metro TV. Data diambil selama bulan Agustus dan September 2014 yang terdiri dari 9 episode. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi (simak dan catat). Selain itu, pencatatan observasi dilakukan untuk mengetahui konteks tuturan dan tanda-tanda ketubuhan yang mendukung. Peneliti juga memperoleh video dari youtube, kemudian disimak dan ditranskip untuk mempermudah dokumentasi audiovisual. Setelah itu, barulah data dianalisis baik dari segi verbal maupun non-verbal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) unsur intralingual dalam daya bahasa pada acara Sentilan Sentilun yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi hanya berupa klausa dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual daya bahasa berupa tanda-tanda ketubuhan dan fenomena konteks selalu beragam tergantung unsur intralingual yang digunakan, (2) unsur intralingual dalam nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi berupa diksi, frasa, klausa dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual nilai rasa bahasa berupa tanda-tanda ketubuhan dan fenomena konteks selalu beragam tergantung unsur intralingual yang digunakan


(2)

ABSTRACT

Melati, Sofylia. 2015. The Use of Intralingual and Extralingual of Language Power and Language Sense Value in Sentilan Sentilun Metro TV program on August and September 2014 as Communication unity Marker. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature

Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

The research analyzed intralingual and extralingual elements in language power and language sense value at Sentilan Sentilun Metro TV program as well-mannered communication marker. The goals of the research were (1) Describing the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear language power on Sentilan Sentilun Metro TV as well-mannered communication marker, (2) Describing the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear language sense value on Sentilan Sentilun Metro TV program as well-mannered communication marker.

This research was a qualitative descriptive research. The researcher used discourses in Sentilan Sentilun Metro TV program as the data of the research. The data was taken on August and September, 2014 which consisted of 9 episodes. The researcher used observation technique to gather the data (listening and writing). Besides, the researcher wrote the observation to know discourse contexts and gestures which supported the research. The researcher got the videos from Youtube to ease audiovisual documentation, and then the researcher listened and transcribed the videos. After that, the researcher analyzed the videos from verbal and non-verbal sides.

The result of the research were (1) Intralingual elements in language power in Sentilan Sentilun program as well-mannered communication were only clauses and sentences, whereas extra lingual language power elements were gestures and contexts phenomena were always multiple diverse depended on the use of intra lingual element, (2) Intralingual elements in language sense value in Sentilan Sentilun program as well-mannered communication were dictions, phrases, clauses, and sentences, whereas extralingual elements of language sense value were gestures and contexts phenomena were always depended on the use of intra lingual elements.


(3)

PENGGUNAAN UNSUR INTRALINGUAL DAN EKSTRALINGUAL DALAM DAYA BAHASA DAN NILAI RASA BAHASA

PADA ACARA SENTILAN SENTILUN METRO TV PERIODE AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2014 SEBAGAI PENANDA KESANTUNAN BERKOMUNIKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh: Sofylia Melati

111224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

PENGGUNAAN UNSUR INTRALINGUAL DAN EKSTRALINGUAL DALAM DAYA BAHASA DAN NILAI RASA BAHASA

PADA ACARA SENTILAN SENTILUN METRO TV PERIODE AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2014 SEBAGAI PENANDA KESANTUNAN BERKOMUNIKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh: Sofylia Melati

111224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada Allah SWT, Orang tuaku, Kakakku, Adikku, serta Keluarga Besarku tercinta


(8)

v

MOTO

Berdirilah sendiri di atas kakimu karena hanya dirimulah yang bisa

membuat keadaan berubah menjadi lebih baik.

Tiada yang tidak mungkin di dunia ini selama ada usaha dan

kemauan.


(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Sofylia Melati Nomor Mahasiswa : 111224066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

“PENGGUNAAN UNSUR INTRALINGUAL DAN EKSTRALINGUAL DALAM DAYA BAHASA DAN NILAI RASA BAHASA

PADA ACARA SENTILAN SENTILUN METRO TV PERIODE AGUSTUS DAN SEPTEMBER 2014

SEBAGAI PENANDA KESANTUNAN BERKOMUNIKASI”

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma baik untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mendistribusikan secara terbatas dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademik tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta Pada tanggal 27 Juli 2015 Yang menyatakan,


(10)

vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 Juni 2015 Penulis,


(11)

viii ABSTRAK

Melati, Sofylia. 2015. Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam

Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa pada Acara Sentilan Sentilun Metro TV Periode Agustus dan September 2014 sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi. Skripsi. Yogyakarta: Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini mengkaji tentang jenis daya bahasa dan nilai rasa bahasa serta unsur intralingual dan ekstralingual yang dapat memunculkannya sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada acara Sentilan Sentilun Metro TV. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan daya bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi, (2) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan dalam acara Sentilan Sentilun Metro TV. Data diambil selama bulan Agustus dan September 2014 yang terdiri dari 9 episode. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi (simak dan catat). Selain itu, pencatatan observasi dilakukan untuk mengetahui konteks tuturan dan tanda-tanda ketubuhan yang mendukung. Peneliti juga memperoleh video dari youtube, kemudian disimak dan ditranskip untuk mempermudah dokumentasi audiovisual. Setelah itu, barulah data dianalisis baik dari segi verbal maupun non-verbal.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) unsur intralingual dalam daya bahasa pada acara Sentilan Sentilun yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi hanya berupa klausa dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual daya bahasa berupa tanda-tanda ketubuhan dan fenomena konteks selalu beragam tergantung unsur intralingual yang digunakan, (2) unsur intralingual dalam nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi berupa diksi, frasa, klausa dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual nilai rasa bahasa berupa tanda-tanda ketubuhan dan fenomena konteks selalu beragam tergantung unsur intralingual yang digunakan


(12)

ix

ABSTRACT

Melati, Sofylia. 2015. The Use of Intralingual and Extralingual of Language Power and Language Sense Value in Sentilan Sentilun Metro TV program on August and September 2014 as Communication unity Marker. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language and Literature

Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

The research analyzed intralingual and extralingual elements in language power and language sense value at Sentilan Sentilun Metro TV program as well-mannered communication marker. The goals of the research were (1) Describing the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear language power on Sentilan Sentilun Metro TV as well-mannered communication marker, (2) Describing the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear language sense value on Sentilan Sentilun Metro TV program as well-mannered communication marker.

This research was a qualitative descriptive research. The researcher used discourses in Sentilan Sentilun Metro TV program as the data of the research. The data was taken on August and September, 2014 which consisted of 9 episodes. The researcher used observation technique to gather the data (listening and writing). Besides, the researcher wrote the observation to know discourse contexts and gestures which supported the research. The researcher got the videos from Youtube to ease audiovisual documentation, and then the researcher listened and transcribed the videos. After that, the researcher analyzed the videos from verbal and non-verbal sides.

The result of the research were (1) Intralingual elements in language power in Sentilan Sentilun program as well-mannered communication were only clauses and sentences, whereas extra lingual language power elements were gestures and contexts phenomena were always multiple diverse depended on the use of intra lingual element, (2) Intralingual elements in language sense value in Sentilan Sentilun program as well-mannered communication were dictions, phrases, clauses, and sentences, whereas extralingual elements of language sense value were gestures and contexts phenomena were always depended on the use of intra lingual elements.


(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Pada Acara Sentilan Sentilun Metro TV Periode Agustus dan September 2014 sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama ini memberikan bantuan, bimbingan, nasihat, motivasi, dorongan, dukungan doa, dan kerja sama yang tidak ternilai harganya dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan dengan hal tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Kaprodi PBSI yang telah memberikan

motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

3. Prof. Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengorbankan waktu, pikiran, kesabaran, tenaga dan motivasi selama membimbing penulis.

4. Seluruh dosen PBSI yang telah memberikan banyak ilmu pengetahuan serta wawasan kepada penulis selama belajar di Prodi PBSI sehingga penulis mempunyai bekal menjadi pengajar yang cerdas, humanis dan profesional. 5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan buku-buku

penunjang selama penulis menyelesaikan skripsi.

6. Karyawan sekertariat PBSI yang telah membantu penulis dalam hal menyelesaikan skripsi.


(14)

xi

7. Orang tua saya tercinta, Bimo Warsiyatno dan Supraptiningsih yang telah memberikan semangat, doa dan motivasi kepada penulis.

8. Orang tua kedua saya, Cipto Nugroho Hadi Hapsoro dan Veronica Triprihatmini yang telah memberikan semangat, motivasi serta dorongan selama penulis kuliah di PBSI.

9. Kakak dan adikku, Mbak Leony Sheila Tofani, Mas Yudi Prastyadi dan Arga Kartika Aji yang telah memberikan motivasi dan doanya.

10.Penyemangatku, Dwi Santoso yang selalu memberikan dukungan dan doa dari awal hingga akhir penyusunan skripsi.

11.Teman-teman kelompok payung hibah bersaing, Wahyu Nurasih, Maria Retno Purwandani, Agnes Devi Utami, Veranita Ragil Sagita, Antonia Andari, dan Sr. Elisabeth Desi F.D Radja yang telah memberikan semangat, motovasi serta kekompakan yang luar biasa selama menyelesaikan skripsi. 12.Teman-teman PBSI angkatan 2011 yang banyak memberikan informasi,

motivasi serta dukungan kepada penulis.

13.Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Yogyakarta, 25 Juni 2015 Penulis,


(15)

xii DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian... 8

1.6 Batasan Istilah ... 8

1.7 Sistematika Penyajian ... 10

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 12

2.1 Penelitian yang Relevan ... 12

2.2 Kajian Teoretis ... 13

2.2.1 Kajian Bahasa Secara Semantik ... 14

2.2.2 Kajian Bahasa Secara Pragmatik ... 15

2.2.3 Unsur Intralingual ... 26


(16)

xiii

2.2.5 Daya Bahasa... 42

2.2.6 Nilai Rasa Bahasa ... 45

2.2.7 Fungsi Komunikatif Berbahasa... 49

2.2.8 Dialog Interaktif ... 55

2.2.9 Kesantunan Berbahasa ... 56

2.3 Kerangka Berfikir ... 61

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 63

3.1 Jenis Penelitian... 63

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ... 63

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 64

3.4 Instrumen Penelitian ... 65

3.5 Teknik Analisis Data... 66

3.6 Trianggulasi Hasil Analisis Data ... 66

BAB IV HASIL ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 68

4.1 Deskripsi Data ... 68

4.2 Hasil Analisis Data ... 70

4.2.1 Analisis Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi ... 71

4.2.1.1 Daya Permintaan ... 72

4.2.1.1.1 Daya Harap ... 72

4.2.1.1.2 Daya Permohonan ... 79

4.2.1.2 Daya Ancam... 81

4.2.1.2.1 Daya Peringatan ... 81

4.2.1.2.2 Daya Kritik Langsung ... 92

4.2.1.2.3 Daya Kritik Tidak Langsung ... 92

4.2.1.2.3.1 Daya Sindir... 99

4.2.1.3 Daya Perintah ... 105

4.2.1.3.1 Daya Suruh... 105


(17)

xiv

4.2.1.3.3 Daya Ajakan... 115

4.2.1.4 Daya Kelakar ... 124

4.2.1.5 Daya Kabar ... 129

4.2.1.5.1 Daya Informatif ... 129

4.2.1.5.2 Daya Ungkap ... 137

4.2.1.5.3 Daya Jelas ... 142

4.2.1.5.4 Daya Banding... 147

4.2.1.5.5 Daya Dukung ... 150

4.2.1.6 Daya Penolakan ... 152

4.2.1.6.1 Daya Protes ... 153

4.2.1.6.2 Daya Bantah ... 155

4.2.1.6.3 Daya Ketidaksetujuan ... 160

4.2.1.7 Daya Pikat ... 163

4.2.1.7. 1 Daya Nasihat ... 163

4.2.1.7.2 Daya Rayuan ... 167

4.2.1.7.3 Daya Saran ... 169

4.2.1.7.4 Daya Bujuk ... 174

4.2.1.8 Daya Dugaan ... 180

4.2.2 Analisis Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Nilai Rasa Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi ... 182

4.2.2.1 Nilai Rasa Takut ... 184

4.2.2.1.1 Nilai Rasa Khawatir ... 184

4.2.2.1.2 Nilai Rasa Ragu ... 189

4.2.2.1.3 Nilai Rasa Sia-sia ... 195

4.2.2.1.4 Nilai Rasa Curiga ... 197

4.2.2.2 Nilai Rasa Sedih ... 204

4.2.2.2.1 Nilai Rasa Prihatin ... 204

4.2.2.2.2 Nilai Rasa Iba ... 208


(18)

xv

4.2.2.3 Nilai Rasa Gembira ... 215

4.2.2.3.1 Nilai Rasa Berbahagia... 215

4.2.2.3.2 Nilai Rasa Bangga ... 220

4.2.2.3.3 Nilai Rasa Puas ... 222

4.2.2.4 Nilai Rasa Marah ... 224

4.2.2.4.1 Nilai Rasa Jengkel... 225

4.2.2.4.2 Nilai Rasa Tersinggung... 231

4.2.2.4.3 Nilai Rasa Kecewa ... 233

4.2.2.4.4 Nilai Rasa Cemburu ... 238

4.2.2.5 Nilai Rasa Halus ... 243

4.2.2.5.1 Nilai Rasa Hormat... 243

4.2.2.5.2 Nilai Rasa Sopan ... 252

4.2.2.5.3 Nilai Rasa Merasa Terima Kasih ... 259

4.2.2.5.4 Nilai Rasa Merasa Bersyukur ... 264

4.2.2.5.5 Nilai Rasa Sungkan ... 266

4.2.2.6 Nilai Rasa Yakin ... 269

4.2.2.6.1 Nilai Rasa Optimistis ... 270

4.2.2.6.2 Nilai Rasa Mantap... 275

4.2.2.7 Nilai Rasa Simpatik ... 281

4.2.2.7.1 Nilai Rasa Merasa Setuju ... 282

4.2.2.7.2 Nilai Rasa Kagum ... 288

4.2.2.7.3 Nilai Rasa Merasa Peduli ... 294

4.2.2.8 Nilai Rasa Cengang... 296

4.2.2.8.1 Nilai Rasa Kaget ... 296

4.2.2.8.2 Nilai Rasa Heran ... 301

4.2.2.9 Nilai Rasa Merasa Bersalah ... 305


(19)

xvi

4.2.2.11 Nilai Rasa Religius ... 309

4.2.2.12 Nilai Rasa Sombong ... 313

4.2.2.13 Nilai Rasa Serius ... 315

4.2.2.14 Nilai Rasa Kasar ... 317

4.2.2.15 Nilai Rasa Malu ... 321

4.3 Pembahasan ... 323

4.3.1 Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi ... 224

4.3.2 Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual dalam Nilai Rasa Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi .... 330

BAB V PENUTUP ... 340

5.1 Kesimpulan ... 340

5.2 Saran ... 341

DAFTAR PUSTAKA ... 343

LAMPIRAN - LAMPIRAN ... 345

Lampiran 1 Tabel Pengumpulan Data Daya Bahasa... 345

Lampiran 2 Tabel Pengumpulan Data Nilai Rasa Bahasa ... 358


(20)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemajuan teknologi yang terjadi dewasa ini memudahkan manusia untuk mengakses informasi dari berbagai media. Televisi merupakan salah satu media yang banyak diminati karena selalu menghadirkan acara-acara inovatif yang memberikan informasi sekaligus menghibur khalayak umum. Acara inovatif yang saat ini banyak diminati adalah dialog interaktif atau talk show. Dialog interaktif atau talk show adalah perbincangan dengan tukar-menukar pendapat, dimana pemimpin acara dapat mengatur dan bertindak mengambil peranan aktif tanpa menarik kesimpulan, terkadang acaranya diselingi hiburan oleh peserta atau pemimpin acara itu sendiri (Darmanto,1998:100).

Dialog interaktif atau talk show ini selalu menyuguhkan obrolan ringan seputar topik-topik terhangat. Acara ini dapat dijadikan sebagai ajang penyampaian pikiran, kritikan, maupun himbauan terhadap pihak-pihak terkait dengan topik yang sedang dibicarakan. Adapun senjata utama yang digunakan untuk menyampaikan hal-hal tersebut ialah bahasa. Bahasa yang digunakan dapat berupa bahasa verbal maupun non verbal. Melalui bahasa verbal dan non verbal yang digunakan oleh presenter dan bintang tamu dalam obrolan tersebut, maka akan muncul efek komunikatif yang dapat dirasakan oleh pendengar.

Acara Sentilan Sentilun Metro TV merupakan salah satu contoh dialog interaktif atau talk show yang banyak menyedot perhatian publik. Antusias publik dibuktikan melalui berbagai komentar dan tanggapan mengenai acara Sentilan


(21)

Sentilun Metro TV diberbagai media sosial seperti facebook (https://www.facebook.com/sentil4n.sentilun) dan tweeter (@Ssentilun). Publik merasa senang dengan acara Sentilan Sentilun karena memberikan informasi dan pemikiran-pemikiran baru dalam menyikapi permasalahan yang melanda Indonesia saat ini. Topik-topik yang diangkat dalam acara tersebut sangat up to date dan selalu menghadirkan bintang tamu dari kalangan profesional.

Acara Sentilan Sentilun menceritakan obrolan antara majikan, pembantu, dan bintang tamu dalam mengkritik kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Acara tersebut dikemas menarik, penuh canda, banyolan, dan mudah dicerna semua kalangan. Celotehan-celotehan presenter dan bintang tamu dalam acara tersebut sekilas memang terlihat biasa, namun sebenarnya mereka ingin menyampaikan suatu maksud tertentu. Misalnya pada saat presenter berbicara “Marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan, jangan hanya berlomba-lomba memperebutkan jabatan dan kekuasaan!”. Kalimat tersebut mengandung daya sindir yang ditujukan kepada pasangan Prabowo – Hatta. Mereka menjanjikan akan “bagi-bagi” kursi menteri bila mereka terpilih menjadi presiden dan wakil presiden 2014. Janji tersebut diberikan kepada partai yang mau bergabung dengan koalisinya (koalisi bersyarat). Selain daya sindir, kalimat tersebut juga mengandung nilai rasa halus, yaitu kadar perasaan yang digunakan untuk menyindir pasangan Prabowo-Hatta dengan menggunakan pengungkapan tidak langsung. Penutur tidak langsung mengungkapkan bahwa yang akan bagi-bagi kursi pemerintahan merupakan pasangan Prabowo-Hatta. Pendengar atau


(22)

penonton dapat menyimpulkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa dalam tuturan tersebut bila sebelumnya telah mengetahui konteks tuturannya.

Kata-kata yang dikeluarkan oleh presenter maupun bintang tamu tentu menggunakan unsur tertentu dalam berbahasa agar efek komunikatif berbahasa yang ditimbulkan dapat lebih kuat, disamping itu mereka juga mempertimbangkan nilai rasa dan kesantunan dalam setiap tuturan mereka. Unsur tersebut yang disebut dengan unsur intralingual (dalam kebahasaan) dan ekstralingual (luar kebahasaan). Unsur intralingual merupakan unsur di dalam bahasa meliputi bunyi, kata (diksi), frasa, klausa, kalimat, sedangkan unsur ekstralingual merupakan unsur di luar bahasa berupa tanda-tanda ketubuhan dan konteks tuturan (yang dapat dimunculkan melalui fenomena deiksis, tindak tutur, praanggapan, implikatur, latar belakang penutur dan lain sebagainya). Unsur intralingual dan ekstralingual ini saling berhubungan dan tidak dapat dipisahkan.

Tanpa kita sadari saat menyampaikan suatu gagasan, kita menggunakan rangkaian kata dan bahasa tubuh tertentu. Misalnya dalam tuturan berikut:

“Selamat ya, saya ikut berbahagia atas prestasi yang kamu raih”. (Konteks: Mitra tutur berhasil lulus dengan predikat cumlaud. Ekspresi wajah: bahagia).

Tuturan tersebut bermaksud mengucapkan selamat pada mitra tutur perihal keberhasilannya menyelesaikan studi dengan hasil yang sangat baik. Penutur manggunakan kata “selamat” untuk menyatakan perasaan ikut berbahagia. Tuturan tersebut baru dapat diketahui maksudnya setelah diberikan konteks. Selain konteks, maksud tuturan tersebut dapat diketahui lewat ekspresi wajah


(23)

penutur. Ekspresi bahagia yang diperlihatkan oleh penutur mengindikasikan perasaan ikut berbahagia.

Penggunaan suatu kata tertentu dalam sebuah tuturan belum tentu mengindikasikan maksud yang sebenarnya. Pada contoh diatas, penggunaan kata “selamat” sesuai dengan maksud yang disampaikan. Namun, kata “selamat” juga mampu mengungkapkan maksud yang berbeda. Perhatikan contoh tuturan berikut:

“Selamat ya, kamu sudah berhasil mengacaukan pesta ulang tahunku”.

(Konteks: meja dan kursi berantakan serta banyak sampah berceceran. Ekspresi wajah: sedih).

Tuturan tersebut bermaksud mengungkapkan rasa kecewa penutur karena pesta ulang tahunnya telah dikacaukan oleh mitra tutur. Walaupun tuturan tersebut juga menggunakan kata “selamat”, namun maksud yang ingin disampaikan berbeda dengan contoh sebelumnya. Kata “selamat” digunakan untuk mengungkapkan rasa kecewa. Tuturan tersebut dapat diketahui maksudnya setelah ada konteks yang menyertainya. Berdasarkan dua contoh diatas, dapat dilihat bahwa konteks sangat berpengaruh terhadap makna dan maksud yang ingin disampaikan oleh penutur. Walaupun kata yang digunakan sama, namun karena berbeda konteksnya maka makna dan maksud yang disampaikan pun menjadi berbeda.

Secara ringkas, dapat dikatakan bahwa unsur intralingual dan ekstralingual yang digunakan penutur dalam sebuah tuturan mampu memunculkan efek komunikatif tertentu. Tidak terkecuali tuturan presenter maupun bintang tamu dalam acara Sentilan Sentilun. Unsur intralingual dan ekstralingual yang digunakan dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.


(24)

Daya bahasa merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur (Pranowo, 2012:128), sedangkan nilai rasa bahasa merupakan kadar perasaan yang terkandung dalam suatu tuturan karena penutur mengungkapkan domain afektifnya menggunakan bahasa dalam berkomunikasi sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar perasaan yang terdapat dalam tuturan (Pranowo, 2011:8). Melalui pemilihan aspek kebahasaan dan non-kebahasaan yang tepat, mitra tutur akan lebih memahami maksud tuturan dan tidak akan tersinggung dengan apa yang kita tuturkan. Misalnya pada tuturan berikut:

“Para pendemo itu harus segera amankan”.

(Konteks: Pasukan pengamanan berjaga di pusat kota karena ada demo besar-besaran menolak pemerintahan Pak Harto).

Tuturan tersebut mengandung nilai rasa halus. Penggunaan diksi “diamankan” terasa lebih halus dibandingkan kata “ditangkap”. Sebenarnya makna kedua kata tersebut sama, namun nilai rasa yang melekat pada kedua kata tersebut berbeda. Penggunaan kata “diamankan” membuat mitra tutur mengira bahwa pendemo tidak akan disakiti. Namun, kita ketahui bersama di era pemerintahan Pak Harto, beliau sangat diktator dan kejam.

Unsur Intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada acara Sentilan Sentilun Metro TV kadang-kadang sulit dikenali oleh pendengar. Oleh karena itu, identifikasi dan deskripsi daya bahasa dan nilai rasa bahasa perlu dilakukan. Beberapa teori digunakan untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan data adalah teori semantik, pragmatik, dan kesantunan. Teori semantik digunakan


(25)

untuk mengidentifikasi unsur intralingual yang mengandung daya bahasa dan nilai rasa bahasa, teori pragmatik digunakan untuk mengidentifikasikan unsur ekstralingual yang mengandung daya bahasa dan nilai rasa bahasa, sedangkan teori kesantunan digunakan untuk menganalisis unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa yang dapat dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual untuk memunculkan daya bahasa pada acara Sentilan Sentilun TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi?

2. Bagaimanakah penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual untuk memunculkan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan daya bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.


(26)

2. Mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dalam memahami unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Pembaca dapat mengefektifkan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual saat berkomunikasi serta dapat menghindari kesalah-pahaman akibat kurang santun saat menyampaikan suatu hal yang mungkin tidak sepaham dengan mitra tutur. Selain itu, peneliti dapat belajar untuk lebih memahami unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa yang dapat dijadikan penanda santun tidaknya suatu tuturan. Pemahaman mengenai unsur intralingual dan ekstralingual dalam berkomunikasi ini dapat mengoptimalkan kata-kata dan ekspresi yang digunakan agar tuturan lebih santun. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan inspirasi dan rujukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa mengingat penelitian tentang hal tersebut masih sangat minim.


(27)

2. Teoretis

Penelitian ini dapat dijadikan sumbangan untuk menghasilkan kajian teori dalam bidang pragmatik dan semantik, khususnya mengenai unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi, mengingat saat ini belum ada buku yang secara spesifik membahas tentang unsur intralingual dan ektralingual sebagai penanda kesantunan dalam berkomunikasi.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini memiliki lima ruang lingkup diantaranya:

1. Penelitian ini hanya akan mendeskripsikan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa dalam acara Sentilan Sentilun Metro TV sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

2. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif.

3. Dialog interaktif yang diteliti hanya acara “Sentilan Sentilun” (Metro TV) 4. Waktu penelitian dilaksanakan selama dua bulan, yaitu bulan Agustus sampai

September 2014

1.6 Batasan Istilah

Batasan istilah ini bertujuan untuk menghindari perbedaaan tanggapan terhadap istilah dalam penelitian. Batasan istilah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.


(28)

1. Unsur Intralingual

Merupakan segala unsur kebahasaan yang dapat berupa bunyi, kata, frasa, klausa, dan kalimat (Pranowo, 2013).

2. Unsur Ekstralingual

Unsur ekstralingual merupakan faktor tambahan di luar bahasa verbal yang mendukung maksud suatu tuturan (Sobur, 2004:257). Unsur ekstralingual mencakup konteks tuturan (yang diketahui lewat fenomena implikatur, tindak tutur, praanggapan, deiksis dan latar belakang penutur) dan tanda-tanda ketubuhan (meliputi ekspresi wajah, kontak mata, bahasa tubuh, dan sentuhan).

3. Daya Bahasa

Daya bahasa adalah kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur (Pranowo, 2012:128).

4. Nilai Rasa Bahasa

Nilai rasa bahasa adalah kadar perasaan yang terkandung dalam suatu tuturan karena penutur mengungkapkan domain afektifnya menggunakan bahasa dalam berkomunikasi sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar perasaan yang terdapat dalam tuturan (Pranowo, 2013).

5. Dialog Interaktif atau Talk Show

Program talk show adalah perbincangan dengan tukar menukar pendapat, dimana pemimpin acara dapat mengatur dan bertindak mengambil peranan


(29)

aktif tanpa menarik kesimpulan, terkadang acaranya diselingi hiburan oleh peserta atau pemimpin acara itu sendiri (Darmanto, 1998:100).

6. Acara Sentilan Sentilun

Sentilan Sentilun merupakan acara dialog interaktif atau talk show di Metro TV yang disajikan dalam bentuk parodi. Meski topik yang dibahasnya adalah topik-topik berat, namun acara Sentilan Sentilun bisa dinikmati siapa saja karena obrolannya terkesan santai. Acara Sentilan Sentilun senantiasa dibumbui dengan humor-humor segar yang menjadikannya unik dan menarik. Acara tersebut tayang setiap hari Senin Pukul 22.30-23.30 WIB. 7. Kesantunan Berkomunikasi

Pengungkapan komunikasi menggunakan tutur kata secara halus dan isi tuturannya memiliki maksud yang ingin diungkapkan dengan mempertimbangkan perasaan mitra tutur. Indikator kesantunan berkomunikasi yang digunakan dalam penelitian ini hanya berdasarkan teori kesantunan Leech (1983) dan Pranowo (2012).

1.7 Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri dari lima Bab. Bab I dalam penelitian ini berisi pendahuluan. Pada bab tersebut akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab II dalam penelitian ini berisi kajian pustaka. Pada bab tersebut akan diuraikan mengenai penelitian yang relevan, kajian teoritis, dan kerangka berpikir.


(30)

Bab III dalam penelitian ini berisi metodologi penelitian. Bab tersebut akan menguraikan tentang jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan trianggulasi hasil analisis data.

Bab IV dalam penelitian ini berisi hasil penelitian dan pembahasan. Pada bab tersebut akan diuraikan mengenai deskripsi data, hasil analisis data penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V dalam penelitian ini berisi penutup. Pada bab tersebut akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran.


(31)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang Relevan

Terdapat dua penelitian yang relevan dengan penelitian ini. Penelitian pertama adalah milik Qonita Fitra Yuni (2009) dan penelitian kedua milik Dini Suryani (2013).

Penelitian Qonita Fitra Yuni (2009) berjudul Pemanfaatan Daya Bahasa pada Diksi Pidato Politik. Di dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa ditemukan beberapa jenis daya bahasa yang ada dalam pidato politik (K.H Abdurrahman Wahid, Amien Rais, dan Megawati Soekarnoputri). Kemampuan menggunakan bahasa Indonesia dan segala kekuatannya dapat digunakan untuk berbagai kepentingan oleh siapa saja, diantaranya para tokoh politik. Mereka memanfaatkan daya bahasa pada diksi untuk berbagai keperluan, seperti membujuk, mempengaruhi, mengkritik, membangkitkan semangat, atau bahkan memprovokasi. Hal itu membuktikan bahwa sebuah kata mempunyai kekuatan yang tinggi dalam komunikasi (Yuni,2006: 150). Peneliti menemukan beberapa daya bahasa pada pidato politik, yaitu daya bujuk, daya egosentrisme, daya „jelas‟ informatif, daya perintah, dan daya provokatif. Selain jenis daya bahasa, peneliti juga menemukan ciri-ciri yang menandai berbagai jenis daya bahasa yang ditemukan.

Penelitian Kedua, yaitu milik Dini Suryani (2013) yang berjudul Nilai Rasa Bahasa pada Diksi dalam Dialog Interaktif di Mata Najwa, Metro TV Bulan


(32)

Oktober dan November 2012. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat nilai rasa bahasa pada Acara Mata Najwa, Metro TV. Ada 18 jenis nilai rasa yang ditemukan dalam dialog interaktif tersebut, yaitu nilai rasa halus, nilai rasa kasar, nilai rasa sehat, nilai rasa takut, nilai rasa yakin, nilai rasa heran, nilai rasa merasa bersalah, nilai rasa sedih, nilai rasa bahagia, nilai rasa marah, nilai rasa menerima, nilai rasa cinta, nilai rasa benci, nilai rasa tertekan, nilai rasa pesimis, nilai rasa bebas, nilai rasa malu, dan nilai rasa bosan (Suryani, 2013:100). Selain jenis nilai rasa bahasa, peneliti juga menemukan ciri-ciri diksi yang menandai berbagai jenis nilai rasa bahasa yang ditemukan. Peneliti juga mengambil kesimpulan bahwa bahasa yang digunakan dalam dialog interaktif di televisi banyak menggunakan tuturan yang mengandung nilai rasa dan jenis nilai rasa yang paling banyak adalah nilai rasa halus.

Perbedaan kedua penelitian di atas dengan penelitian ini terletak pada bidang kajian dan objek yang akan dikaji. Penelitian ini akan mengkaji tentang unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa yang ada dalam tuturan-tuturan presenter dan bintang tamu sebagai penanda kesantunan berkomunikasi. Objek yang digunakan dalam penelitian ini juga berbeda, yaitu acara Sentilan Sentilun periode Agustus sampai September 2014. Penelitian yang membahas mengenai kajian dan objek tersebut secara spesifik belum pernah dilakukan sebelumnya.

2.2 Kajian Teoretis

Penelitian unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV merupakan penelitian bidang


(33)

linguistik dengan kajian bahasa dari sudut pandang semantik dan pragmatik. Kedua teori tersebut dipakai untuk memecahkan masalah yang bekaitan dengan unsur intralingual dan ekstralingual. Teori semantik digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat intralingual, sedangkan teori pragmatik digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat ekstralingual. Kedua teori tersebut dipakai sebagai ancangan untuk mengidentifikasi serta mendeskripsikan unsur intralingual dan ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Setelah unsur intralingual dan ekstralingual tersebut ditemukan, kemudian dianalisis menggunakan teori kesantunan untuk menentukan santun tidaknya tuturan tersebut dalam suatu tindak komunikasi. Kajian teoritis yang digunakan adalah sebagai berikut.

2.2.1 Kajian Bahasa secara Semantik

Semantik merupakan ilmu dalam bidang linguistik yang mempelajari makna suatu tanda-tanda linguistik (Chaer,2013:2). Pendapat tersebut didukung oleh I Dewa Putu dan Rohmadi (2011:2) yang mengungkapkan bahwa semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna unsur kebahasaan meliputi bunyi, suku kata, morfem (pada umunya), kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Suatu tuturan baik lisan maupun tulisan mengandung makna tertentu yang dapat berdiri sendiri. Kajian bahasa secara semantik menempatkan bahasa dalam pemakaian yang terbebas dari konteks. Makna dan maksud bahasa diinterpretasi dari unsur-unsur lingual yang membentuk wacana. Makna dan maksud dapat dipahami dari unsur-unsur bahasa yang digunakan untuk menyusun satuan makna.


(34)

Makna yang terdapat dalam suatu tuturan dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Perlu diingat bahwa makna merupakan substansi paling penting dalam kajian intralingual. Suatu bunyi, kata, frasa, klausa, dan kalimat tanpa dimaknai, maka tidak akan menjadi unsur intralingual yang mampu memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Misalnya pada tuturan berikut:

“Saya sudah hidup sebatangkara sejak kecil”.

Tuturan tersebut memiliki makna bahwa penutur sudah terbiasa hidup sendiri karena sudah tidak mempunyai orang tua dan sanak saudara. Tuturan tersebut menimbulkan rasa kasihan dan iba yang dirasakan oleh mitra tutur.

2.2.2 Kajian Bahasa secara Pragmatik

Pragmatik merupakan ilmu tentang bahasa yang membahas tentang maksud yang ingin disampaikan penutur kepada mitra tutur. Menurut Yule (2006:5), pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk itu. Pragmatik banyak kita temukan dalam setiap percakapan. Pendapat Yule tersebut didukung oleh Nadar (2009:2) yang mengungkapkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan pragmatik merupakan kajian ilmu linguistik yang membahas hubungan antara bentuk-bentuk lingusitik dan pemakainya dalam percakapan dengan tujuan menyampaikan maksud tertentu dan melibatkan situasi/ konteks tertentu.

Konteks merupakan kajian yang paling penting dalam pragmatik. Nadar (2009:4) berpendapat bahwa konteks merupakan situasi lingkungan yang


(35)

memungkinkan penutur dan mitra tutur untuk dapat berinteraksi, dan membuat ujaran mereka dapat dipahami. Pendapat ini didukung oleh Halliday dan Hassan (dalam Rani, 2006:188) yang menyebutkan bahwa yang dimaksud konteks adalah teks yang menyertai teks lain.

Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut, dapat disimpulkan konteks adalah suatu hal yang menyertai sebuah tuturan agar dapat diketahui maksudnya oleh penutur maupun mitra tutur. Hal tersebut tidak hanya yang dilisankan dan dituliskan, tetapi termasuk pula kejadian-kejadian yang bukan kata-kata lainnya dalam keseluruhan lingkungan teks maupun tuturan tersebut. Tanpa konteks yang menyertai tuturan tersebut, kita tidak dapat mengetahui maksud penutur. Letak konteks disini sangat penting untuk mengetahui maksud dibalik suatu tuturan. Apabila maksud suatu tuturan ini dapat tersampaikan dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa efek komunikatif yang dihasilkan oleh tuturan tersebut berhasil.

Yule (2006:13-81) serta Brown dan Yule (1996:38), mengungkapkan bahwa konteks dapat diketahui melalui berbagai aspek pragmatik yang meliputi (1) praanggapan, (2) tindak tutur, (3) implikatur, (4) deiksis, (5) referensi, (6) inferensi dan (7) latar belakang penutur. Secara terperinci, ketujuh aspek pragmatik yang digunakan untuk memunculkan konteks akan diuraikan sebagai berikut.

1) Praanggapan

Saat berkomunikasi, untuk dapat menangkap maksud tuturan yang diungkapkan oleh mitra tutur terlebih dahulu kita harus memiliki pengetahuan awal tentang hal yang dibicarakan. Menurut Yule (2006: 43), praanggapan


(36)

adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Bila penutur memiliki pranggapan yang sama dengan mitra tutur, maka tidak mungkin terjadi miskomunikasi. Misalnya saat penutur mengatakan:

“SBY mengunjungi korban jatuhnya pesawat Hercules”.

Praanggapan yang terkandung dalam tuturan diatas adalah presiden ikut bersimpati pada korban jatuhnya pesawat Hercules. Untuk memahami tuturan diatas, mitra tutur harus memiliki pengetahuan yang sama bahwa SBY adalah nama presiden yang merupakan akronim Susilo Bambang Yudhoyono. Pengetahuan yang sama antara penutur dan mitra tutur ini diperlukan agar maksud dari tuturan diatas tepat penginterpretasiannya.

2) Tindak Tutur

Suatu tuturan yang dihasilkan oleh seseorang selalu mengandung 3 tindak yang saling berhubungan, yaitu lokusi, ilokusi, dan perlokusi (Yule, 2006:83). Hal tersebut senada dengan pendapat Searle dalam Nadar (2009:14) yang membagi tindak tutur kedalam tiga macam tindakan, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner.

Tindak lokusioner adalah tindak tutur yang semata-mata menyatakan sesuatu, biasanya dipandang kurang penting dalam kajian tindak tutur. Berbeda dengan tindak lokusi, tindak ilokusi adalah apa yang ingin dicapai oleh penuturnya pada waktu menuturkan sesuatu dan dapat merupakan tindakan menyatakan, berjanji, minta maaf, mengancam, meramalkan, memerintah, meminta, dan lain sebagainya. Tindak ilokusioner dapat


(37)

dikatakan sebagai tindak terpenting dalam kajian dan pemahaman tindak tutur. Jenis tindak tutur yang lain adalah tindak perlokusioner, yaitu tidakan untuk memengaruhi lawan tutur seperti memalukan, mengintimidasi, membujuk, dan lain-lain (Nadar, 2009:14).

Secara ringkas dapat dikatakan bahwa tindak tutur mengandung tiga hal penting, yaitu apa yang kita tuturkan (lokusi), makna yang ada di dalam tuturan tersebut (ilokusi), dan efek yang muncul dari tuturan tersebut (perlokusi). Misalnya saat udara panas, dosen mengatakan:

“Panas sekali ya siang ini?”.

Tuturan tersebut merupakan tindak tutur tidak langsung yang dinyatakan dengan bentuk interogatif. Tuturan ini dikeluarkan dosen ketika konteksnya udara siang itu sangat panas dan menyebabkan tubuh menjadi gerah. Dibalik tuturan interogatif tersebut mengandung maksud lain, yaitu mahasiswa diminta untuk membuka jendela yang ada di ruangan tersebut agar angin bisa masuk ke dalam ruangan.

3) Implikatur

Implikatur berarti sesuatu yang diimplikasikan dalam suatu percakapan antara penutur dan mitra tutur. Di dalam tuturan yang sesungguhnya, penutur dan mitra tutur dapat secara lancar berkomunikasi karena mereka berdua memiliki kesamaan latar belakang pengetahuan tentang sesuatu yang dipertuturkan (Rahardi, 2006:43). Pendapat tersebut senada dengan Yule (2008:61) yang mengungkapkan bahwa implikatur merupakan makna tambahan yang tersirat dalam suatu tuturan diluar makna yang sebenarnya.


(38)

Penutur berharap pendengar akan mampu menentukan implikatur yang dimaksud dalam konteks berdasarkan apa yang sudah diketahui.

Levinson 1983 dalam Nababan (1987:28-30) melihat kegunaan konsep implikatur terdiri dari empat hal, yaitu (i) konsep implikatur memungkinkan penjelasan fungsional yang bermakna atas fakta-fakta kebahasaan yang tidak terjangkau oleh teori linguistik, (ii) konsep implikatur memberikan suatu penjelasan yang tegas atau eksplisit tentang bagaimana mungkinnya bahwa apa yang diucapkannya secara lahiriah berbeda dari apa yang dimaksud dan bahwa pemakai bahasa itu mengerti pesan yang dimaksud, (iii) konsep implikatur ini kelihatannya dapat meneyederhanakan pemerian semantik dari perbedaan hubungan antar klausa, (iv) hanya beberapa butir saja dasar-dasar implikatur dapat menerangkan berbagai macam fakta atau gejala yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan dan berlawanan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa implikatur merupakan maksud yang ingin disampaikan melalui suatu tuturan. Implikatur ini hanya dapat berjalan karena adanya kesepahaman antara penutur dan mitra turur. Misalnya pada tuturan yang berikut:

“Segera bersihkan kamarmu, Ibu sudah pulang!”.

Tuturan tersebut tidak semata-mata memberitahukan bahwa ibu sudah datang. Si penutur berusaha memperingatkan mitra tutur untuk segera membersihkan kamarnya, bila tidak maka ibunya tersebut akan marah-marah. Tuturan tersebut mengimplikasikan bahwa ibu mempunyai karakter yang cerewet dan tidak suka melihat kamar yang berantakan. Jadi, dengan adanya


(39)

implikatur yang membentuk konteks tuturan antara penutur dan mitra tutur akan mempunyai kesepahaman dalam menginterpretasikan maksud tuturan tertentu.

4) Deiksis

Menurut Suryani (2013:29) deiksis adalah kata, frasa, atau ungkapan yang referensinya dapat berubah atau berganti-ganti. pendapat tersebut dilengkapi oleh Yule (2006: 13) mengungkapkan bahwa deiksis adalah istilah teknis (dari bahasa Yunani) untuk salah satu hal mendasar yang kita lakukan dengan tuturan. Deiksis berarti “penunjukkan” melalui bahasa. Jenis deiksis ada empat, yaitu deiksis persona dan deiksis sosial, deiksis tempat, deiksis sosial, dan deiksis wacana (Cummings, 2007:32-42). Jenis deiksis tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

a. Deiksis persona dan deiksis sosial

Deiksis persona dan deiksis sosial sangat erat hubungannya. Deiksis persona merupakan kata ganti orang seperti ia, dia, beliau, dan sebagainya, sedangkan deiksis sosial harus mencakup penyebutan deiksis orang tertentu. Fungsi deiktik ungkapan-ungkapan vokatif amat sangat jelas, yaitu bahasa yang digunakan untuk menyapa, memanggil, atau menunjuk seseorang dan menempatkannya pada referen tertentu dalam konteks ruang-waktu ujaran. Perhatikan tuturan berikut:

“Kasihan sekali beliau, diujung usia senjanya harus hidup sebatangkara”.

Tuturan tersebut mengandung dua deiksis, yaitu deiksis persona dan deiksis sosial. Deiksis persona ditunjukkan dengan penggunaan kata


(40)

“beliau” sebagai ganti orang, sedangkan deiksis personanya, penggunaan kata “beliau” menunjukkan status sosial yaitu penyebutan untuk orang yang lebih tua. Penggunaan kata “beliau” dalam tuturan diatas dianggap lebih santun dari pada tuturannya menjadi:

“Kasihan sekali dia, diujung usia senjanya harus hidup sebatangkara”.

Deiksis persona dan sosial ini dapat digunakan untuk mengetahui konteks yang digunakan untuk menginterpretasikan maksud tuturan.

b. Deiksis waktu

Deiksis waktu merupakan kata ganti yang menunjuk referennya adalah waktu seperti kata kemarin, minggu lalu, besok, lusa, dan sebagainya. Melalui dieksis waktu, kita dapat mengetahui konteks suatu tuturan yang digunakan untuk menginterpretasi maksud. Perhatikan contoh tuturan berikut berikut:

“Jangan seperti pemerintahan kemarin yang hobinya prihatin-prihatin mulu”.

Tuturan tersebut mengandung deiksis waktu, yaitu pada kata “kemarin”. Melalu deiksis waktu tersebut, kita dapat memahami konteks tuturan. Deiksis “kemarin” ingin mengungkapkan era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono. Konteks tuturan tersebut adalah menyindir pemerintahan SBY terkesan diam. Dahulu, saat berpidato presiden Susilo Bambang Yudhoyono banyak menggunakan kata „prihatin‟ pada saat pidatonya. Sebagai contoh saat masalah DPR mengajukan RUU pilkada melalui DPR, SBY terkesan diam saja. Begitu mendekati pengesahan


(41)

RUU pilkada tersebut, SBY baru bertindak dengan mengeluarkan Perpu pilkada.

c. Deiksis tempat

Deiksis waktu merupakan kata ganti yang menunjuk referennya adalah tempat seperti kata disini, disitu, tempat tertentu,dan sebagainya. Perhatikan tuturan berikut:

“Hakim harus berada di tengah dalam setiap kasus”.

Tuturan tersebut menggunakan deiksis tempat, yaitu pada kata “di tengah”. Melalui penggunaan deiksis tersebut, konteks tuturan dapat diketahui, yaitu protes terhadap hakim yang sering tidak adil.

d. Deiksis wacana

Deiksis wacana menggunakan ungkapan linguistik untuk mengacu pada suatu bagian tertentu dari wacana yang lebih luas (baik teks tertulis maupun lisan) tempat terjadinya ungkapan-ungkapan tersebut. Perhatikan contoh tuturan berikut:

“Kami harap Pak Jokowi dapat membawa Indonesia menjadi lebih baik, seperti saat kinerjanya mengatasi masalah di Jakarta”.

Tuturan tersebut mengandung mengandung deiksis wacana, yaitu dikaitkan dengan kinerja Pak Jokowi saat menjadi gubernur Jakarta. Masyarakat memandang bahwa kinerja Pak Jokowi saat itu sudah cukup baik. Deiksis wacana yang digunakan dapat memunculkan konteks dalam tuturan tersebut. Konteks tuturan tersebut adalah Harapan rakyat kepada pak Jokowi yang terpilih sebagai presiden saat ini.


(42)

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa bentuk bahasa yang digunakan untuk menunjuk sesuatu berdasarkan referen tertentu (persona/ orang, tempat, sosial, dan wacana) merupakan deiksis. Melalui contoh-contoh yang dipaparkan di atas, keempat jenis deiksis tersebut dapat memunculkan konteks yang digunakan untuk menginterpretasikan maksud suatu tuturan.

5) Referensi

Lynons (1977) dan Strawson (1950) dalam Brown dan Yule (1996:28) mengungkapkan referensi adalah ungkapan seorang penutur yang didasarkan pada acuan suatu bentuk linguistik tertentu. Pendapat tersebut didukung oleh Yule (2008:28) yang mengungkapkan bahwa referensi dalam jangkauan yang luas didasarkan pada asumsi penutur terhadap apa yang sudah diketahui pendengar.

Berdasarkan pendapat kedua ahli di atas dapat disimpulkan bahwa referensi adalah suatu tuturan yang didasarkan pada rujukan bentuk linguistik tertentu yang sebelumnya juga sudah diketahui oleh mitra tutur. Rujukan tersebut dapat berupa tuturan atau perilaku mitra tutur sebelumnya yang menimbulkan tanggapan dari penutur. Referensi ini juga dapat digunakan untuk mengetahui konteks suatu tuturan, misalnya pada contoh tuturan berikut.

“Seharusnya kamu tidak berbuat seperti itu. Sekarang kamu tahu kan hukuman yang harus kamu terima”

(Seorang penutur merasa simpati karena temannya dihukum oleh guru karena ketahuan membolos saat pelajaran berlangsung).


(43)

Konteks tuturan tersebut diketahui melalui fenomena referensi, yaitu rujukan perilaku mitra tutur sebelumnya yang membolos saat pelajaran berlangung. Penutur dam mitra tutur sebelumnya sudah sama-sama mengetahui kesalahan apa yang dimaksud dalam tuturan.

6) Inferensi

Inferensi merupakan penyimpulan penutur mengenai kejadian tertentu (Yule,2006:28). Pendapat tersebut dilengkapi oleh Brown dan Yule (1996:33) yang mengungkapkan bahwa referensi merupakan usaha menarik kesimpulan untuk dapat menafsirkan ujaran-ujaran atau hubungan antra ujaran. Penarikan kesimpulan tersebut berdasarkan pada banya fakta mengenai suatu hal sebelumnya sehingga penutur berbicara berdasarkan penarikan kesimpulan atas fakta-fakta yang ia miliki sebelumnya mengenai suatu hal. Inferensi tersebut dapat memunculkan sebuah konteks, misalnya dalam contoh tuturan berikut.

“Sepertinya saat ini sudah memasuki musim kemarau”

(Cuaca siang itu sangat cerah dan tidak ada awan. Disamping itu, udara di pagi hari sangat dingin).

Konteks tuturan tersebut dimunculkan melalui fenomena referensi karena sebelumnya penutur mempunyai beberapa fakta mengenai ciri-ciri musim kemarau sehingga penutur dapat menyimpulkan bahwa saat ini sudah memasuki musim kemarau.

7) Latar Belakang Penutur

Latar belakang penutur pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh mitra tutur mengenai seorang penutur. Brown dan Yule (1997:38)


(44)

mengungkapkan bahwa pengetahuan tentang penutur pada peristiwa komunikatif tertentu memungkinkan mitra tutur membayangkan apa yang mungkin dikatakan oleh penutur.

Jika seorang mengetahui latar belakang penutur, maka mitra tutur dapat memprediksi apa yang akan dikatakan oleh penutur baik dari segi bentuk maupun isi. Latar belakang penutur ini juga dapat memengaruhi kepercayaan mitra tutur terhadap apa yang diucapkan oleh penutur, misalnya pada contoh tuturan berikut.

“Saat ini terdapat banyak mafia migas yang meraup keuntungan”.

(Tuturan tersebut dikatakan oleh seorang pengamat migas yang mengetahui seluk beluk migas termasuk praktik kecurangan mafia migas).

Konteks dalam tuturan diatas diketahui berdasarkan latar belakang penutur, yaitu berupa pekerjaan. Mitra tutur dapat memercayai perkataan penutur karena dari segi pekerjaan ia telah lama menggeluti dunia migas sehingga kebenaran tuturannya dapat dipertanggungjawabkan.

Berbagai aspek pragmatik yang dipaparkan diatas digunakan untuk mengetahui maksud penutur yang diungkapkan melalui suatu tuturan. Maksud tuturan dapat dilihat melalui konteks yang diketahui melalui fenomena praanggapan, implikatur, tidak tutur, deiksis, referensi, inferensi, dan latar belakang penutur. Suatu tuturan selalu diikuti dengan konteks tertentu. Keberadaan maksud menjadi sangat penting saat kita hendak mengetahui daya bahasa dan nilai rasa bahasa yang muncul dalam suatu tuturan.


(45)

2.2.3 Unsur Intralingual

Unsur intralingual merupakan segala unsur didalam bahasa yang dapat berupa bunyi, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Unsur intralingual sering disebut juga dengan bahasa verbal. Menurut Liliweri (1994:2) bahasa verbal merupakan penggunaan tanda-tanda atau simbol-simbol untuk menjelaskan suatu konsep tertentu. Pemakaian bahasa verbal memiliki unsur utama berupa kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana. Pendapat tersebut sejalan dengan Pranowo (2013), yang mengungkapkan bahwa kajian intraingual meliputi bunyi, kata, frasa, klausa, dan kalimat. Kajian intralingual tersebut tidak hanya sebatas pada aspek kebahasaan saja, melainkan sampai pada makna. Aspek-aspek bahasa tersebut tanpa dimaknai tidak akan ada artinya.

Unsur intralingual ini dapat digunakan dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis. Unsur intralingual yang digunakan dalam bahasa tulis ditandai dengan penggunaan jeda pendek, sedang, panjang, dan panjang sekali dapat juga berupa pemisahan kata, tanda koma, tanda titik, pergantian paragraf, dan pergantian wacana, sedangkan unsur intralingual yang digunakan dalam bahasa lisan ditandai dengan jeda berupa intonasi, tekanan, dan irama. Di samping itu, bahasa lisan juga memanfaatkan permainan bunyi, permainan kata, gaya bahasa, dan idiom yang dapat memberi efek komunikatif bagi mitra tutur. Dengan kata lain, nilai rasa bahasa dapat terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis tetapi cara memasukkan nilai rasa bahasa berbeda-beda. Secara ringkas, macam-macam unsur intralingual tersebut akan dijabarkan sebagai berikut.


(46)

1) Bunyi

Ilmu yang mempelajari tentang bunyi disebut dengan fonologi. Menurut KBBI (2008:396), fonologi merupakan bidang linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya. Pendapat tersebut didukung oleh Muslich (2008:1), fonologi merupakan ilmu yang mengkaji bunyi-bunyi ujaran secara mendalam. Ilmu fonologi ini tidak terbatas pada bunyi saja, melainkan berkaitan dengan fungsi dari rentetan bunyi tersebut. Aspek paling penting dalam kajian bunyi sebagai unsur intralingual ini adalah makna yang dihasilkan dari rentetan bunyi tersebut. Bunyi tidak akan ada artinya bila bunyi tersebut tidak mempunyai makna.

Sudaryanto (1989) mengidentifikasikan bahwa bunyi memiliki makna tertentu. Pada tataran bunyi, bunyi /i/ memiliki makna yang dapat menggambarkan keadaan yang dipersepsi sebagai sesuatu yang kecil pada suatu benda seperti pada kata “kerikil, kutil, kerdil, dan sebagainya. Namun, sebelum kata-kata yang mengandung bunyi /i/ dipakai dalam suatu konteks tuturan tertentu, daya bahasanya belum muncul. Misalnya saat orang mengatakan:

“Masalah ini hanya merupakan kerikil kehidupan”.

Tuturan tersebut mempunyai makna bahwa „masalah‟ yang sedang dihadapi saat ini merupakan masalah yang kecil. Kata “kerikil” bermakna „batu kecil‟ sebagai pengungkapan masalah yang kecil. Pada tuturan tersebut terdapat daya bahasa yang meyakinkan mitra tutur bahwa masalah yang sedang


(47)

dihadapinya bukanlah masalah yang berat sehingga menimbulkan keyakinan di benak mitra tutur bahwa ia mampu menyelesaikan masalah tersebut.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa bunyi merupakan unsur paling dasar sebelum membentuk suatu kata. Aspek bunyi yang sangat kecil pun dapat menjadi pembeda makna pada suatu kata. Bunyi tidak akan ada apa-apanya tanpa dimaknai. Dengan kata lain, aspek bunyi sangat berhubungan dengan makna. Aspek bunyi ini dapat dikatakan sebagai unsur intralingual yang dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. 2) Kata dan Pilihan Kata (Diksi)

Kata ialah satuan bebas yang paling kecil. Kata terdiri dari dua macam satuan, yaitu satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa morfem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku kata, yaitu be, la, dan jar, sedangkan sebagai satuan gramatik, kata belajar terdiri dari dua morfem yaitu ber- dan ajar (Ramlan, 2009:33).

Setiap kata pasti mengandung makna tertentu yang ingin mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Kata-kata adalah alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Kata-kata ibarat „pakaian‟ yang dipakai oleh pikiran kita. Tiap kata memiliki jiwa. Setiap anggota masyarakat harus mengetahui „jiwa‟ setiap kata, agar ia dapat menggerakkan orang lain dengan „jiwa‟ dari kata-kata yang dipergunakannya (Keraf, 1987:21). Namun perlu diingat juga, kata merupakan bagian dari


(48)

kalimat. Kata tidak dapat menjadi ekspresi yang lengkap dan penuh jika ia tidak menjadi kalimat sendiri (Parera, 1988:3).

Kata sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek, yaitu aspek bentuk atau ekspresi dan aspek isi makna. Bentuk atau ekspresi adalah segi yang dapat diserap melalu pancaindra, yaitu dengan mendengar atau dengan melihat. Sebaliknya, segi isi atau makna adalah segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar atau pembaca karena rangsangan aspek bentuk tadi. Dengan kata lain, pengertian yang tersirat dalam suatu kata mengungkapkan sebuah gagasan atau ide penutur dengsn maksud dan tujuan tertentu terhadap mitra tutur.

Semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau atau gagasan yang dikuasainya dan diungkapkannya (Keraf, 1987:21). Dengan menggunakan pilihan kata atau diksi yang tepat, maka pesan yang akan kita sampaikan kepada mitra tutur akan lebih mengena. Diksi juga dapat digunakan untuk mengungkapkan hal-hal yang lebih santun (berhubungan dengan nilai rasa bahasa). Misalnya pada tuturan berikut:

“Orang buta itu lewat di depan rumah”

Ungkapan tersebut terasa lebih kasar karena menggunakan kata „orang buta‟. Tuturan tersebut sebenarnya dapat diperhalus dengan diksi „tuna netra‟ untuk menggantikan kata „orang buta‟. Dari contoh di tersebut, dapat disimpulkan bahwa pilihan kata atau diksi mencakup pemilihan kata yang dipakai untuk mengungkapkan suatu hal dengan mempertimbangakan situasi


(49)

yang tepat. Selain itu, diksi yang digunakan juga dapat menentukan nuansa-nuansa makna dan bentuk yang sesuai dengan apa yang hendak dituturkan.

Kata dan pilihan kata ini juga dapat digunakan untuk memunculkan daya bahasa. Misalnya pada tuturan:

“Para tikus kantor itu harus segera kita basmi!”.

(Konteks: pimpinan KPK sedang menginstruksikan kepada para anggotanya untuk segera membasmi para koruptor).

Penggunaan kata “tikus” dan “basmi” dalam tuturan tersebut mengandung perintah. Koruptor diibaratkan dengan kata “tikus” yang merupakan hama yang merugikan. Kata „basmi‟ lebih menekankan bahwa semua koruptor benar -benar harus ditangkap seluruhnya. Kata “tikus” dan “basmi” lebih berdaya bahasa dari pada tuturan tersebut menjadi:

“Para koruptor kantor itu harus segera kita tangkap!”

Bila tuturan diubah menjadi seperti itu, maka daya bahasa yang dihasilkan kurang kuat. Daya perintah tuturan kedua ini kurang kuat sehingga mungkin pesan yang ingin disampaikan kepada mitra tutur kurang mengena. Disini juga dapat dilihat bahwa terdapat nilai rasa dalam tuturan tersebut. Penutur merasa kesal dengan ulah para koruptor yang telah banyak merugikan negara.

Berdasarkan beberapa pengertian dan contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa kata dan pilihan kata merupakan satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna tertentu. Di dalam memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa, penggunaan kata menjadi sangat penting. Penggunaan pilihan kata atau diksi yang tepat akan mampu memperkuat daya bahasa maupun nilai rasa dalam benak mitra tutur.


(50)

3) Frasa

Frasa merupakan tataran yang lebih kompleks dari pada kata. Frasa dapat terbentuk dari beberapa kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi unsur klausa. Ramlan (2005: 138) mengungkapkan bahwa klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa. Pendapat tersebut sejalan dengan Samsuri dalam Arifin (2008:18) yang menyatakan bahwa frasa adalah satuan gramatikal berupa gabungan satu kata atau lebih yang sifatnya predikatif atau nonpredikatif. Frasa dapat berupa subjek, predikat, objek, keterangan, dan pelengkap.

Melalui dua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa frasa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari beberapa kata dan tidak melampaui batas fungsi klausa, frasa ini mewakili suatu fungsi tertentu seperti predikat, objek, keterangan, dan pelengkap. Frasa ini juga dapat dipergunakan untuk memunculkan nilai rasa bahasa seperti pada tuturan berikut:

“Beliau gugur di medan perang”.

Frasa “beliau” merupakan subjek dari kalimat tersebut. Frasa “beliau” merupakan kata ganti orang yang mengungkapkan rasa lebih halus yaitu untuk bentuk julukan bagi orang yang lebih tua. Pada tuturan tersebut, frasa “beliau” digunakan untuk menyebut pahlawan yang telah meninggal karena melawan penjajah saat zaman sebelum kemerdekaan. Frasa “beliau” terasa lebih sopan dari pada frasa “dia”. Secara semantis, baik frasa “beliau” maupun “dia” mempunyai makna yang sama dan sama-sama merupakan kata ganti orang.


(51)

Selain untuk memunculkan nilai rasa bahasa, frasa juga dapat memunculkan daya bahasa, seperti pada tuturan berikut:

“Mafia migas itu harus kita babat habis”.

(Konteks: Menteri ESDM menginstruksikan kepada tim pembasmi mafia migas untuk segera menangkap seluruh mafia migas).

Frasa “mafia migas” dan “babat habis” merupakan objek dan predikat pada tuturan tersebut. Frasa “mafia migas” mempunyai makna perkumpulan rahasia yg bergerak di bidang kejahatan tentang penyelundupan migas. Frasa “babat habis” mempunyai makna harus ditangkap seluruhnya. Kedua frasa tersebut mempunyai daya perintah, yaitu perintah menteri ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) kepada anggota tim pembasmi mafia migas untuk segera menangkap seluruh penjahat migas. Tuturan diatas lebih berdaya bahasa dari pada tuturannya diubah menjadi:

“Pencuri migas harus segera ditangkap seluruhnya”

Secara semantis, kedua tuturan tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu untuk mengangkap seluruh pencuri migas, namun dengan memanfaatkan frasa-frasa tertentu, tuturan tersebut dapat menjadi menimbulkan efek komunikatif yang lebih pada mitra tutur.

4) Klausa

Klausa merupakan tataran setingkat lebih tinggi dibandingkan frasa. Menurut KBBI (2008:706), klausa adalah satuan gramatikal yang mengandung predikat dan berpotensi menjadi kalimat. Pendapat tersebut dilengkapi oleh Ramlan (2005:79) yang menyatakan bahwa klausa merupakan satuan gramatik yang terdiri dari subjek dan predikat, baik disertai objek, pelengkap, dan


(52)

keterangan maupun tidak. Unsur wajib dalam suatu klausa adalah predikat, unsur lainnya boleh ada ataupun tidak. Klausa ini juga dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Misalnya pada tuturan di bawah ini:

“Setiap hari kita membakar uang”.

(Konteks: Masyarakat saat ini cenderung boros dalam penggunaan BBM sehingga diibaratkan dengan membakar uang karena saat kita membeli BBM dan menggunakannya untuk perjalanan yang kurang penting sesungguhnya kita hanya membakar BBM itu dengan percuma).

Klausa “kita membakar uang” terdiri dari unsur subjek dan predikat. Klausa tersebut mengandung daya sindir bagi masyarakat yang selama ini hanya menggunakan kendaraan bermotor untuk hal-hal yang kurang penting. Maksud yang ingin disampaikan oleh penutur adalah himbauan agar kita lebih bijak dalam menggunakan BBM untuk kebaikan bersama.

5) Kalimat

Menurut KBBI (2008:267), kalimat adalah kesatuan ujar yang mengungkapkan suatu konsep pikiran dan perasaan. Kalimat dapat terdiri dari satu kata maupun beberapa kata. Sesungguhnya yang menentukan satuan kalimat bukan banyaknya kata yang menjadi unsurnya, melainkan intonasinya. Menurut Ramlan (2005:21).setiap satuan kalimat dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik. Pendapat tersebut dilengkapi oleh Sukini (2010:54), kalimat adalah konstruksi sintaksis yang berupa klausa, dapat berdiri sendiri atau bebas, dan mempunyai pola intonasi final. Kalimat merupakan satuan bahasa yang dirangkai dan mempunyai makna tertentu. Makna yang ada dalam suatu kalimat dapat bersifat tersirat maupun tersurat.


(53)

Kalimat dapat berwujud lisan maupun tulisan (Alwi dkk, 2003:311). Kalimat berwujud lisan diucapkan dengan unsur suprasegmental seperti titinada, tekanan, tempo, jeda, dan intonasi akhir. Kalimat berwujud tulisan mengandung unsur segmental berupa kata, frasa, dan klausa (Sukini,2010:55).

Berdasarkan pengertian beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kalimat merupakan satuan gramatikal dalam wujud lisan maupun tulisan, yang dibatasi jeda panjang naik atau turun. Kalimat selalu disertai dengan unsur segmental dan suprasegmental. Dengan kata lain, kalimat yang berupa tuturan langsung konstruksinya berupa unsur segmental, namun disertai dengan unsur suprasegmental seperti titinada, tekanan, tempo, jeda, dan intonasi akhir. Misalnya pada tuturan “Jangan sentuh benda itu!”. Kalimat tersebut terbentuk melalui beberapa kata dan frasa. Kalimat tersebut merupakan larangan yang dituturkan menggunakan nada yang keras (unsur suprasegmental). Selain itu, kalimat juga dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Misalnya contoh kalimat berikut:

“Jokowi-JK adalah kita”.

(Konteks: kalimat tersebut merupakan kalimat yang digunakan dalam spanduk-spanduk saat kampanye pilpres 2014 kemarin).

Kalimat tersebut mengindikasikan daya bujuk bagi masyarakat yang membacanya. Penulisan kalimat tersebut berusaha memengaruhi pembaca untuk memilih pasangan Jokowi-JK pada pilpres 2014. Kalimat tersebut mempunyai makna bahwa Pak Joko Widodo dan Pak Jusuf Kalla merupakan pasangan yang cocok untuk memimpin Indonesia lima tahun ke depan. Pasangan tersebut pasti akan memahami dan mengatasi masalah yang ada di


(54)

masyarakat karena mereka berasal dari kalangan masyarakat biasa. Selama ini, yang menjadi presiden Indonesia identik dari kalangan yang sebelumnya sudah mempunyai posisi di Republik Indoneisa. Misalnya saja Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang sebelum terpilih menjadi presiden merupakan Jenderal TNI.

2.2.4 Unsur Ekstralingual

Unsur ekstralingual merupakan faktor tambahan di luar bahasa verbal yang mendukung makna dan maksud suatu tuturan. Sobur (2004:257) mengungkapkan bahwa setiap tanda linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada suatu referen yang merupakan unsur luar bahasa (ekstralingual). Pendapat tersebut dilengkapi oleh Pranowo (2012:90) yang mengungkapkan unsur kebahasaan mencakup bahasa verbal dan non verbal, sedangkan unsur non kebahasaan meliputi topik pembicaraan dan konteks situasi komunikasi.

Berdasarkan kedua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa unsur ekstralingual ini mencakup konteks tuturan serta bahasa non verbal (tanda-tanda ketubuhan) yang merupakan rujukan dari bahasa verbal penutur. Konteks tuturan beserta fenomena yang dapat memunculkannya telah dibahas sebelumnya (lihat sub bab kajian bahasa secara pragmatik), sedangkan bahasa non-verbal belum pernah dibahasa sebelumnya. Bahasa non-verbal adalah unsur ekstralingual yang paling kompleks. Bahasa non-verbal mencakup tanda-tanda ketubuhan serta gesture yang digunakan oleh penutur saat berkomunikasi. Unsur ekstralingual ini


(55)

pada umumnya selalu menyertai tuturan. Peran unsur ekstralingual ini adalah untuk memberikan efek komunikatif yang lebih kuat kepada mitra tutur.

Brown (2004:117) berpendapat bahwa peran bahasa non-verbal akan nampak jelas ketika seseorang berkomunikasi menggunakan bahasa lisan. Bahasa non-verbal dapat berupa gesture yang meliputi gerakan tubuh atau bagian tubuh yang dapat berfungsi penting dalam berkomunikasi. Gesture ini dapat berupa kinesik, kontak mata (kerlingan mata), dan kinestetik. Pendapat tersebut sejalan dengan Pateda (2001:48) yang mengungkapkan bahwa bahasa non verbal dapat berupa tanda yang menggunakan anggota badan, lalu diikuti dengan lambang (verbal yang diucapkan). Bahasa non verbal ini, biasanya digunakan penutur untuk memperkuat maksud yang diucapkan melalui bahasa verbal.

Liliweri (1994:89) mengungkapkan bahwa komunikasi non verbal acapkali dipergunakan untuk menggambarkan perasaan dan emosi. Saat pesan yang disampaikan melalui bahasa verbal kurang kuat efeknya, penutur dapat menggunakan tanda-tanda non-verbal sebagai pendukung. Di dalam suatu situasi komunikasi verbal, komunikasi non-verbal merupakan pelengkap dan penegas unsur-unsur intralingual yang digunakan. Misalnya dalam tuturan berikut:

“Maaf, kami sudah melakukan yang terbaik. Namun ternyata Tuhan bekehendak lain”.

(Konteks: Dokter baru selesai menangani seorang pasien Ekspresi wajah: sedih).

Tuturan tersebut mengandung nilai rasa merasa bersalah seorang dokter kepada keluarga pasien. Tuturan tersebut menggunakan kata „maaf‟ untuk mengungkapkan rasa bersalahnya. Selain itu, saat bertutur dokter tersebut


(1)

5 SS/NRB/08-09-2014/5

Frasa - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 6

SS/NRB/08-09-2014/6

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 7

SS/NRB/08-09-2014/7

Klausa - Praanggapan Nilai Rasa

Sakit Hati 8

SS/NRB/08-09-2014/8

Kalimat - Referensi Nilai Rasa

Merasa Setuju 9

SS/NRB/08-09-2014/9

Klausa Lirikan mata ke arah Cak Lontong dan nada penuh penekanan

Praanggapan Nilai Rasa Kecewa

10 SS/NRB/08-09-2014/10

Kalimat Tangan kanan menunjuk ke arah Cak Lontong

Referensi Nilai Rasa Kasar 11

SS/NRB/08-09-2014/11

Kalimat Tangan kanan diangkat Praanggapan Nilai Rasa Jengkel 12

SS/NRB/08-09-2014/12

Kalimat Tangan kanan yang diangkat ke depan

Referensi Nilai Rasa Jengkel 13

SS/NRB/08-09-2014/13

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa Iba

14 SS/NRB/08-09-2014/14

Klausa Kedua tangan yang menggebrak kursi sambil memperlihatkan ekspresi wajah kesal

Praanggapan Nilai Rasa Jengkel

15 SS/NRB/08-09-2014/15

Kalimat Perpindahan tempat yang tadinya disebelah Ndoro menjadi berada diantara Chacha dan Sentilun sambil mengayun-ngayunkan kain serbet yang dibawa agar ke arah tangan Cak Lontong dan Chacha

Referensi Nilai Rasa Cemburu

16 SS/NRB/08-09-2014/16

Klausa - Referensi Nilai Rasa

Merasa Setuju 17

SS/NRB/08-09-2014/17

Kalimat - Referensi Nilai Rasa

Merasa Terima Kasih

18 SS/NRB/08-09-2014/18

Kalimat Lirikan mata ke arah Cak Lontong

Referensi Nilai Rasa Ragu 19

SS/NRB/08-09-2014/19

Diksi - Inferensi Nilai Rasa

Kasar 20

SS/NRB/08-09-2014/20

Kalimat Tatapan mata ke arah Cak Lontong dan

senyum sinis sambil dahi mengernyit

Referensi Nilai Rasa Ragu

21 SS/NRB/08-09-2014/21

Kalimat Ekspresi wajah bahagia sambil mengangkat

Referensi Nilai rasa Berbahagia


(2)

kedua kaki dan tangan 22

SS/NRB/08-09-2014/22

Kalimat Tangan kanan yang mengayun-ayunkan lap ke atas meja (seperti gerakan menggebrak)

Referensi Nilai Rasa Jengkel

23 SS/NRB/08-09-2014/23

Kalimat Kedua tangan diangkat ke depan dada sambil memunculkan ekspresi wajah khawatir

Referensi Nilai Rasa Khawatir

24 SS/NRB/08-09-2014/24

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Curiga

7. Episode 7

No Kode Data Unsur Intralingual

Unsur Ekstralingual

Jenis Nilai Rasa Bahasa Tanda-Tanda Ketubuhan Fenomena

Konteks 1

SS/NRB/15-09-2014/1

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Prihatin 2

SS/NRB/15-09-2014/2

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 3

SS/NRB/15-09-2014/3

Klausa Tangan kanan Ndoro yang disembunyikan di belakang pinggang

Praanggapan Nilai Rasa Heran

4 SS/NRB/15-09-2014/4

Diksi - Praanggapan Nilai Rasa

Hormat 5

SS/NRB/15-09-2014/5

Kalimat Tangan kanan Ndoro yang menggaruk-garuk kepala

Referensi Nilai Rasa Heran

6 SS/NRB/15-09-2014/6

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 7

SS/NRB/15-09-2014/7

Kalimat Tangan kiri Sentilun yang menunjuk-nunjuk ke arah Cak Lontong sambil beranjak berdiri dari duduknya (awalnya Sentilun duduk)

Referensi Nilai Rasa Ragu

8 SS/NRB/15-09-2014/8

Diksi Gerakan berjabat tangan Latar Belakang Budaya

Nilai Rasa Sopan 9

SS/NRB/15-09-2014/9

Klausa - Praanggapan Nilai Rasa

Kagum 10

SS/NRB/15-09-2014/10

Kalimat Tangan diulurkan kanan untuk bersalaman

Latar Belakang Budaya

Nilai Rasa Sopan 11

SS/NRB/15-09-2014/11

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Sopan 12

SS/NRB/15-09-2014/12

Diksi Gerakan tangan menunjuk pada salah

Praanggapan Nilai Rasa Sopan


(3)

satu kursi 13

SS/NRB/15-09-2014/13

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Sungkan 14

SS/NRB/15-09-2014/14

Klausa Tangan kanan yang menunjuk-nunjuk ke arah Cak Lontong sambil memunculkan ekspresi marah

Referensi Nilai Rasa Jengkel

15 SS/NRB/15-09-2014/15

Kalimat - Referensi Nilai Rasa

Kagum 16

SS/NRB/15-09-2014/16

Kalimat Tangan kanan yang dihentakkan ke atas paha

Praanggapan Nilai Rasa Jengkel 17

SS/NRB/15-09-2014/17

Klausa - Praanggapan Nilai Rasa

Sia-sia 18

SS/NRB/15-09-2014/18

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Heran 19

SS/NRB/15-09-2014/19

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Kagum 20

SS/NRB/15-09-2014/20

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Optimistis

8. Episode 8

No Kode Data Unsur Intralingual

Unsur Ekstralingual

Jenis Nilai Rasa Bahasa Tanda-Tanda Ketubuhan Fenomena

Konteks 1

SS/NRB/22-09-2014/1

Kalimat - Topik

Pembicaraan

Nilai Rasa Curiga 2

SS/NRB/22-09-2014/2

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 3

SS/NRB/22-09-2014/3

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 4

SS/NRB/22-09-2014/4

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Curiga 5

SS/NRB/22-09-2014/5

Kalimat Ekspresi wajah marah, lirikan mata ke arah Ndoro dan nada penuh penekanan

Referensi Nilai Rasa Jengkel

6 SS/NRB/22-09-2014/6

Klausa Kedua tangan bersedekap dan pandangan mata

mengarah pada Sentilun

Praanggapan Nilai Rasa Kecewa

7 SS/NRB/22-09-2014/7

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 8

SS/NRB/22-09-2014/8

Kalimat Tangan kanan yang diulurkan kepada Asri Welas

Praanggapan Nilai Rasa Sopan


(4)

9 SS/NRB/22-09-2014/9

Kalimat Berupa tangan kanan diulurkan untuk bersalaman

Latar Belakang Budaya

Nilai Rasa Sopan

10 SS/NRB/22-09-2014/10

Kalimat Tangan bersedekap Praanggapan Nilai Rasa Curiga 11

SS/NRB/22-09-2014/11

Kalimat Gerakan tangan seperti berenang dan mulut yang menganga

Referensi Nilai Rasa Iba

12 SS/NRB/22-09-2014/12

Kalimat Tangan kanan menunjuk ke samping (ke aras Sentilun)

Referensi Nilai Rasa Curiga

13 SS/NRB/22-09-2014/13

Kalimat Gerakan tangan kanan diangkat sambil

disilangkan ke arah kiri dan tatapan mata Ndoro ke arah tangan kanan

Praanggapan Nilai Rasa Curiga

14 SS/NRB/22-09-2014/14

Kalimat Tangan kanan Sentilun yang menunjuk-nunjuk ke arah penonton sambil kontak mata yang saling menatap dengan Ndoro

Praanggapan Nilai Rasa Curiga

15 SS/NRB/22-09-2014/15

Klausa Alis kanan diagkat dan mata yang membelalak

Praanggapan Nilai Rasa Mantap 16

SS/NRB/22-09-2014/16

Kalimat - Referensi Nilai Rasa

Heran 17

SS/NRB/22-09-2014/17

Kalimat Tangan menunjuk-nunjuk ke atas

Praanggapan Nilai Rasa Curiga 18

SS/NRB/22-09-2014/18

Kalimat - Inferensi Nilai Rasa

Curiga 19

SS/NRB/22-09-2014/19

Kalimat Tangan kanan

mengacungkan jempol sambil badan

menghadap ke arah Refy Harun

Praanggapan Nilai Rasa Kagum

20 SS/NRB/22-09-2014/20

Kalimat - Praanggapan Nilai Rasa

Mantap 21

SS/NRB/22-09-2014/21

Kalimat Bibir yang nyemir Inferensi Nilai Rasa Curiga

9. Episode 9

No Kode Data Unsur Intralingual

Unsur Ekstralingual

Jenis Nilai Rasa Bahasa Tanda-Tanda Ketubuhan Fenomena

Konteks 1

SS/NRB/29-09-2014/1

Kalimat Gerakan kedua tangan mengepal, diangkat kemudian dihempaskan sambil kaki menghentak

Referensi Nilai Rasa Jengkel


(5)

lantai 2

SS/NRB/29-09-2014/2

Frasa - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 3

SS/NRB/29-09-2014/3

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 4

SS/NRB/29-09-2014/4

Kalimat Gerakan tangan kanan menunjuk-nunjuk

Referensi Nilai Rasa Sombong 5

SS/NRB/29-09-2014/5

Kalimat Gerakan kedua tangan bersedekap sambil memandang Chacha

Praanggapan Nilai Rasa Heran

6 SS/NRB/29-09-2014/6

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 7

SS/NRB/29-09-2014/7

Diksi - Deiksis Persona Nilai Rasa

Hormat 8

SS/NRB/29-09-2014/8

Kalimat - Latar Belakang

Budaya

Nilai Rasa Sopan 9

SS/NRB/29-09-2014/9

Kalimat Kedua tangan

ditangkupkan ke depan dada

Praanggapan Nilai Rasa Religius

10 SS/NRB/29-09-2014/10

Kalimat - Referensi Nilai Rasa

Religius 11

SS/NRB/29-09-2014/11

Kalimat Gerakan tangan

menunjuk-nunjuk sambil menggunakan nada penekanan yang tinggi

Referensi Nilai Rasa Heran

12 SS/NRB/29-09-2014/12

Kalimat Gerakan tangan menunjuk-nunjuk

Referensi Nilai Rasa Heran 13

SS/NRB/29-09-2014/13

Klausa - Praanggapan Nilai Rasa

Hormat 14

SS/NRB/29-09-2014/14

Klausa - Referensi Nilai Rasa

Merasa Setuju 15

SS/NRB/29-09-2014/15

Diksi - Praanggapan Nilai Rasa


(6)

BIODATA PENULIS

Sofylia Melati lahir di Wonogiri, pada tanggal 13 Maret 1993. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN Semin II dari tahun 1999-2005, Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Semin dari tahun 2005-2008, Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Semin selama tiga tahun dari tahun 2008-2011. Selain itu, penulis menempuh pendidikan S1 program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma.


Dokumen yang terkait

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 7 307

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP ACARA SENTILAN SENTILUN DI METRO TV (Studi Deskriptif Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Acara Sentilan Sentilun di METRO TV).

0 1 82

SIKAP MASYARAKAT SURABAYA TERHADAP ACARA SENTILAN SENTILUN DI METRO TV (Studi Deskriptif Sikap Masyarakat Surabaya Terhadap Acara Sentilan Sentilun di METRO TV)

0 0 25

GAYA BAHASA SINDIRAN DALAM ACARA “SENTILAN SENTILUN” DI METRO TV EPISODE SEPTEMBER 2015 - repository perpustakaan

0 0 14

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20