Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik koran Kompas edisi September - Oktober 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

(1)

ABSTRAK

Sagita,Veranita Ragil. 2015. Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa pada Tuturan Berita Politik Koran Kompas Edisi September - Oktober 2014 sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi. Skirpsi.Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini mengkaji tentang unsur intralingual dan ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada berita politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan daya bahasa pada Berita Politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi, (2) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan nilai rasa bahasa pada Berita Politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

Jenis penelitian ini adalah deksriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan dalam berita politik Koran Kompas. Data diambil selama bulan September dan Oktober tahun 2014. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi (baca dan catat). Selain itu, pencatatan observasi dilakukan untuk mengetahui konteks tuturan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Unsur intralingual dalam daya bahasa pada tuturan berita politik Koran Kompas yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi hanya berupa diksi, klausa, dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual daya bahasa berupa fenomena konteks praanggapan selalu menyertai tuturan. (2) Unsur intralingual dalam nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik Koran Kompas yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi berupa diksi, klausa, dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual nilai rasa bahasa berupa fenomena konteks praanggapan selalu menyertai tujuan


(2)

ABSTRACT

Sagita, Veranita Ragil. 2015. The use of Intralingual and Extralingual elements of Language Power and Language Sense Value in Speech Politics News at Kompas Newspaper Edition September until November 2014 as Well-mannered Communication Unity Marker. Thesis. Indonesian Language and Literature Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

The research analyzed intralingual and extralingual elements of language power and language sense value in politics news at Kompas newspaper as well-mannered communication marker. The aims of the research were (1) described the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear the language power of politics news in Kompas newspaper as well-mannered communication marker. (2) Described the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear the language sense value of politics in Kompas newspaper.

The research was qualitative descriptive research. The research used discourses of politics news in Kompas newspaper as the data of the research. The data was taken during September until November 2014. The procedure of gathering the data in the research used observation technique (reading and writing). Besides, the researcher wrote the observation to know the discourse contexts.

The results of the research were (1) Intralingual elements of language power in politics news at Kompas newspaper as well-mannered communication marker was only diction, clauses, and sentences, meanwhile extralingual elements of language power were contexts phenomena which always espoused discourses. (2) Intralingual element of language sense value in politics news at Kompas newspaper were dictions, clauses, and sentences, whereas extralingual of language sense value were contexts phenomena which espoused the goals.


(3)

PENGGUNAAN UNSUR INTRALINGUAL DAN EKSTRALINGUAL DALAM DAYA BAHASA DAN NILAI RASA BAHASA

PADA TUTURAN BERITA POLITIK KORAN KOMPAS EDISI SEPTEMBER - OKTOBER 2014

SEBAGAI PENANDA KESANTUNAN BERKOMUNIKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Veranita Ragil Sagita 111224058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(4)

i

PENGGUNAAN UNSUR INTRALINGUAL DAN EKSTRALINGUAL DALAM DAYA BAHASA DAN NILAI RASA BAHASA

PADA TUTURAN BERITA POLITIK KORAN KOMPAS EDISI SEPTEMBER - OKTOBER 2014

SEBAGAI PENANDA KESANTUNAN BERKOMUNIKASI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh:

Veranita Ragil Sagita 111224058

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2015


(5)

(6)

iii .


(7)

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan kepada Allah S.W.T, orang tuaku, dan

saudara-saudaraku tercinta


(8)

v MOTO

Tak perlu berkeluh kesah karna busur panah tak selalu tepat sasaran, nikmatilah prosesnya seperti saat menjalin cinta

Maka,


(9)

(10)

(11)

ABSTRAK

Sagita,Veranita Ragil. 2015. Penggunaan Unsur Intralingual dan Ekstralingual Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa pada Tuturan Berita Politik Koran Kompas Edisi September-Oktober 2014 sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi. Skirpsi.Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penelitian ini mengkaji tentang unsur intralingual dan ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada berita politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi. Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan daya bahasa pada Berita Politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi, (2) mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan nilai rasa bahasa pada Berita Politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

Jenis penelitian ini adalah deksriptif kualitatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa tuturan dalam berita politik Koran Kompas. Data diambil selama bulan September dan Oktober tahun 2014. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik observasi (baca dan catat). Selain itu, pencatatan observasi dilakukan untuk mengetahui konteks tuturan.

Hasil penelitian menunjukan bahwa (1) Unsur intralingual dalam daya bahasa pada tuturan berita politik Koran Kompas yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi hanya berupa diksi, klausa, dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual daya bahasa berupa fenomena konteks praanggapan selalu menyertai tuturan. (2) Unsur intralingual dalam nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik Koran Kompas yang dijadikan sebagai penanda kesantunan berkomunikasi berupa diksi, klausa, dan kalimat, sedangkan unsur ekstralingual nilai rasa bahasa berupa fenomena konteks praanggapan selalu menyertai tujuan


(12)

ix ABSTRACT

Sagita, Veranita Ragil. 2015. The use of Intralingual and Extralingual elements of Language Power and Language Sense Value in Speech Politics News at Kompas Newspaper Edition September until November 2014 as Well-mannered Communication Unity Marker. Thesis. Indonesian Language and Literature Education Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University.

The research analyzed intralingual and extralingual elements of language power and language sense value in politics news at Kompas newspaper as well-mannered communication marker. The aims of the research were (1) described the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear the language power of politics news in Kompas newspaper as well-mannered communication marker. (2) Described the use of intralingual and extralingual elements which were able to appear the language sense value of politics in Kompas newspaper.

The research was qualitative descriptive research. The research used discourses of politics news in Kompas newspaper as the data of the research. The data was taken during September until November 2014. The procedure of gathering the data in the research used observation technique (reading and writing). Besides, the researcher wrote the observation to know the discourse contexts.

The results of the research were (1) Intralingual elements of language power in politics news at Kompas newspaper as well-mannered communication marker was only diction, clauses, and sentences, meanwhile extralingual elements of language power were contexts phenomena which always espoused discourses. (2) Intralingual element of language sense value in politics news at Kompas newspaper were dictions, clauses, and sentences, whereas extralingual of language sense value were contexts phenomena which espoused the goals.


(13)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Unsur Intralingual Dan Ekstralingual Daya Bahasa Dan Nilai Rasa

Bahasa Pada Berita Politik Koran Kompas Edisi September - Oktober 2014 Sebagai

Penanda Kesantunan Berkomunikasi”. Penyusunan skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari bahwa selama penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikannya dengan lancar. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang selama ini memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, doa, dan kerja sama yang tidak ternilai harganya dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan FKIP Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Kaprodi PBSI yang telah memberikan

motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

3. Prof Dr. Pranowo, M.Pd., selaku dosen pembimbing yang telah mengorbankan waktu, pikiran, tenaga, kesabaran, dan motivasi selama membimbing penulis.

4. Seluruh dosen PBSI yang telah memberikan banyak ilmu penegtahuan dan wawasan kepada penulis selama belajar di Prodi PBSI, sehingga penulis memiliki bekal menjadi pengajar yang cerdas, humanis, dan professional. 5. Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah menyediakan buku-buku


(14)

xi

6. Karyawan sekretariat PBSI yang telah membantu penulis dalam hal meneyelesaikan skripsi.

7. Orang tua saya tercinta, Bapak Slamet Suripto Adi S.Pd dan Ibu Purwaningdyah Retnaningsih yang telah memberikan doa, semangat, dan memotivasi penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi.

8. Kakak-Kakaku tersayang, Fandi Mega Purnama, Felan Adi Wibowo, Dinar Budi Utami, Aruna Falistiana Heronti yang telah memberikan motivasi, doa, dan partisipasinya.

9. Penyemangatku, Mr. Calais yang selalu memberikan motivasi dan partisipasinya hingga akhir penulisan skripsi.

10.Teman-teman kelompok payung hibah bersaing, Agnes Devi Utami, Antonia Andari, Wahyu Nurasih, Sofylia Melati, Maria Retno Purwandani, dan Elizabet Desi F.D Radja yang telah memberikan semangat serta kerjasamanya yang luar biasa selama menyelesaikan skripsi

11.Sahabat-sahabatku, Nency Putri Damayanti, Agnes Devi Utami, Antonia Andari, Risti Anggraeni yang telah memberikan motivasi, semangat, dan kerjasamanya.

12.Sahabat mengejar masa depan, Hana Nurfiani dan Roro Putri Kawuryan yang selalu memberikan motivasi dan menemaniku lembur skripsi.

13.Teman-teman PBSI angkatan 2011 yang banyak memberikan masukan, informasi, serta dukungan kepada penulis.

14.Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.


(15)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTO ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Ruang Lingkup ... 5

1.5 Manfaat penelitian ... 5

1.6 Batasan Istilah ... 6

1.7 Sistematika Penyajian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 9

2.1 Penelitian yang Relevan... 9


(16)

xiii

2.2.1 Kajian Bahasa secara Semantik ... 11

2.2.2 Kajian Bahasa secara Pragmatik ... 11

2.2.3 Unsur Intralingual ... 14

2.2.3.1 Pilihan Kata ... 16

2.2.3.2 Klausa ... 18

2.2.3.3 Kalimat ... 18

2.2.3.4 Ko-teks ... 20

2.2.4 Unsur Ekstralingual ... 21

2.2.5 Daya Bahasa ... 23

2.2.6 Nilai Rasa Bahasa ... 25

2.2.7 Konteks ... 31

2.2.8 Gaya Bahasa ... 31

2.2.9 Fungsi Komunikatif Bahasa... 33

2.2.10 Kesantunan Berkomunikasi ... 34

2.2.11 Berita Politik ... 37

2.3 Kerangka Berfikir ... 38

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 40

3.1 Jenis Penelitian ... 40

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian ... 41

3.3 Teknik Pengumpulan Data... 41

3.4 Instrumen Penelitian ... 42

3.5 Teknik Analisis Data ... 43

3.6 Trianggulasi Hasil Analisis Data ... 44

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN ... 45

4.1 Deskripsi Data... 45

4.2 Hasil Analisis Data ... 47 4.2.1 Analisis Penanda Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya


(17)

Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi ... 48

4.2.1.1 Daya Khabar ... 49

4.2.1.1.1 Daya Informasi ... 49

4.2.1.1.2 Daya Penegasan ... 56

4.2.1.2 Daya Ungkap ... . 61

4.2.1.3 Daya Ancam………... 68

4.2.1.3.1 Daya Kritik... 68

4.2.1.3.2 Daya Sindir…... 72

4.2.1.3.3 Daya Peringatan…….……….…... 77

4.2.1.4 Daya Paksa……… 80

4.2.1.4.1 Daya Saran ... ... 80

4.2.1.4.2 Daya Suruh ... ... 83

4.2.1.5 Daya Harap. ... 85

4.2.1.5.1 Daya Harapan ... .. 86

4.2.1.5.2 Daya Permohonan... .. 89

4.2.1.6 Daya Penolakan ... 90

4.2.1.6.1 Daya Bantah ... .. 90

4.2.1.6.2 Daya Protes ... .. 93

4.2.1.7 Daya Kelakar ... 94

4.2.1.7. 1 Daya Humor ... .. 94

4.2.1.8 Daya Banding ... .. 95

4.2.2 Analisis Penanda Intralingual dan Ekstralingual dalam Nilai Rasa Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi .... 98

4.2.2.1 Nilai Rasa Halus ... 100

4.2.2.1.1 Nilai Rasa Hormat ... 100

4.2.2.1.2 Nilai Rasa Terima Kasih... 103

4.2.2.1.3 Nilai Rasa Syukur ... 106


(18)

xv

4.2.2.2 Nilai Rasa Kasar ... 109

4.2.2.3 Nilai Rasa Takut……… 114

4.2.2.3.1 Nilai Rasa Khawatir... 114

4.2.2.3.2 Nilai Rasa Ragu-ragu ... 118

4.2.2.3.3Nilai Rasa Curiga ... 121

4.2.2.3.4 Nilai Rasa Bingung ... 122

4.2.2.4 Nilai Rasa Bahagia ... 124

4.2.2.4.1 Nilai Rasa Kagum ... 127

4.2.2.5 Nilai Rasa Sedih ... 130

4.2.2.5.1 Nilai Rasa Prihatin ... 131

4.2.2.5.2 Nilai Rasa Haru ... 133

4.2.2.6 Nilai Rasa Marah ... 135

4.2.2.6.1 Nilai Rasa Kecewa... 135

4.2.2.6.2 Nilai Rasa Kesal ... 140

4.2.2.7 Nilai Rasa Yakin ... 142

4.2.2.7.1 Nilai Rasa Optimis... 143

4.2.2.7.2 Nilai Rasa Penuh Harapan ... 145

4.2.2.8 Nilai Rasa Heran ... 148

4.2.2.9 Nilai Rasa Ikhlas ... 150

4.2.2.10 Nilai Rasa Cinta... 152

4.2.2.10.1 Nilai Rasa Peduli ... 152

4.2.2.11 Nilai Rasa Sombong ... 154

4.3 Pembahasan ………... 156

4.3.1 Analisis Intralingual dan Ekstralingual dalam Daya Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi ... 156

4.3.2 Analisis Intralingual dan Ekstralingual dalam Nilai Rasa Bahasa sebagai Penanda Kesantunan Berkomunikasi ... 162


(19)

5.1 Kesimpulan ... 170

5.2 Saran ... 171

DAFTAR PUSTAKA ... 172

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 174


(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Media cetak merupakan jenis media massa yang melibatkan adanya komunikasi antara penulis dan pembaca. Salah satu jenis media cetak adalah surat kabar. Surat kabar atau yang disebut Koran merupakan jenis media cetak yang menampilkan berita atau pendapat (opini). Berita biasanya disajikan kejadian-kejadian pendidikan, budaya, ekonomi, dan salah satunya adalah mengenai kejadian politik. Surat kabar memiliki fungsi umum yakni, memberikan informasi yang aktual, up to date, dan terpercaya.

Berita politik merupakan salah satu pengisi dalam Koran yang sangat ditunggu-tunggu untuk dibaca oleh khalayak ramai.Hal ini sesuai dengan Depdiknas (2005: 386) berita politik adalah sebuah laporan; pemberitahuan; kabar; dan cerita atau keterangan mengenai suatu kejadian atau berita yang hangat mengenai ketatanegaraan atau dasar pemerintahan.Kejadian-kejadian dalam pemerintahan mengenai politik itu selalu menjadi perbincangan kalayak ramai, karena masyarakat selalu mengawasi kinerja para tokoh yang ada dalam dunia politik itu sendiri.Hal ini yang membuat berita mengenai politik sangat menjadi berita yang disukai karena di dalamnya terdapat berbagai macam informasi dan ungkapan sekitar masalah politik.


(21)

Pemilihan bahasa dalam beritapolitik lebih sering menggunakan bahasa yang formal. Namun bahasa formal yang digunakan juga bisa menyinggung hati orang lain, terutama tokoh yang disebutkan dalam berita tersebut. Selain itu, para tokoh politik yang mengungkapkan pendapat atau opininya mengenai masalah politik juga terkadang masih ada yang kurang santun. Hal ini dikarenakan mengutarakan topik masalah dengan menyebutkan secara langsung apa yang dimaksud, bahkan ada pula yang menggunakan emosinya. Ada juga yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak santun dalam berututur, sehingga tingkat kesantunan dalam berkomunkasi menjadi berkurang.Untuk dapat mengefektifkan kesantunan dalam berkomunikasi, seorang penutur harus mampu memanfaatkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa. Pada berita politik dalam media massa berupa Koran, dapat kita lihat bagaimana tuturan dari para tokoh politik yang digunakan untuk memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa.

Daya bahasa adalah kadar kekuatan bahasa yang berada di balik kata dengan maksud meningkatkan fungsi bahasa dalam berkomunikasi, sedangkan nilai rasa bahasa merupakan kadar perasaan yang terkandung dalam suatu tuturan sehingga mitra tutur dapat menyerap kadar perasaan yang terdapat dalam tuturan. Daya bahasa dan nilai rasa bahasa dapat muncul melalui aspek yang terkandung dalam tuturan, yang bisa disebut unsur intralingual, dan aspek dari luar bahasa yang bisa disebut unsur ekstralingual.

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada berita politik memiliki peran yang sangat penting sebagai penanda kesantunan dalam berkomunikasi.Pemanfaatan berbagai aspek bahasa seperti


(22)

pemilihan kata (diksi), frasa, klausa, dan kalimat dapat dijadikan sebagai penanda penggunaan unsur intralingual untuk memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada berita politik sebagai kesantunan berkomunikasi.Akan tetapi, komunikasi yang baik tidak hanya mengandalkan unsur intralingual saja, melainkan juga unsur ekstralingual.Unsur ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada berita politik dapat dimunculkan melalui fenomena konteks praanggapan.

Dengan adanya unsur intralingual dan ekstralingual kita dapat menentukan daya bahasa dan nilai rasa bahasanya dengan menggunakan teori pragmatik dan atau semantik (pragmasemantik).Sebagai ilmu tentang makna, kajian semantik dimaksudkan untuk menerangjelaskan makna kata yang terkandung dalam ujaran yang disusun berdasarkan unsur intralingualnya.Sedangkan kajian pragmatik, digunakan untuk menerangjelaskan maksud ujaran yang terkandung dalam unsur ekstralingualnya.Keduanya dipakai untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan dalam berkomunikasi tentunya pada berita politik Kompas.

1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan utama dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politikKoran


(23)

2014” Berdasarkan rumusan masalah utama tersebut, disusun submasalah sebagai berikut.

1. Bagaimanakah penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual untuk memunculkan daya bahasa pada tuturan berita politik Koran Kompassebagai penanda kesantunan berkomunikasi?

2. Bagaimanakah penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual untuk memunculkan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik Koran kompassebagai penanda kesantunan berkomunikasi?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah ingin mendeskripsikan daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politikKoran kompassebagai penanda kesantunan dalam berkomunikasi edisi September-Oktober 2014.Sedangkan tujuan khususnya adalah sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan daya bahasa pada tuturan berita politikKoran kompassebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

2. Mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual yang mampu memunculkan nilai rasa bahasa pada tuturan berita politik Koran Kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.


(24)

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian ini adalah penelitian pragmatik yang mendeskripsikan daya bahasa dan nilai rasa bahasa dengan memperhatikan aspek intralingual dan ekstralingual bahasa.

Data penelitian difokuskan pada berita politik di Suara Harian Koran Kompas bulan September – Oktober 2014.

1.5 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca dalam memahami unsur intralingual dan unsur ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa, sehingga kekasaran dan ketidaksantunan dalam berkomunikasi akan semakin berkurang, dan secara perlahan akan terbentuk masyarakat yang santun. Selain itu, melalui penelitian ini, peneliti dapat belajar untuk lebih memahami unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa yang dapat dijadikan penanda santun tidaknya suatu tuturan.Pemahaman mengenai unsur intralingual dan ekstralingual dalam berkomunikasi ini dapat mengoptimalkan kata-kata agar tuturan lebih santun. Penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan inspirasi dan rujukan kepada peneliti lain yang ingin meneliti unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada objek lain, mengingat penelitian tentang hal tersebut masih sangat minim.


(25)

2. Teoretis

Penelitian ini akan mampu memberikan kontribusi terhadap teori kesantunan berbahasa, terutama yang berkaitan dengan penanda kesantunan dalam komunikasi dari perspektif pragmatik dan semantik, karena saat ini belum ada buku yang secara spesifik membahas tentang unsur intralingual dan ektralingual sebagai penanda kesantunan dalam berkomunikasi.

1.6 Batasan Istilah 1. Unsur Intralingual

Unsur intralingual adalah segala unsur kebahasaan baik berupa bunyi, kata, frasa, kalimat, dan wacana yang membentuk satu kesatuan makna maupun aspek pemakaian bahasa seperti implikatur, tindak tutur, praanggapan, dsb (Pranowo, 2013:45).

2. Unsur Ekstralingual

Unsur ekstralingual merupakan suatu unsur yang berada di luar bahasa atau di luar unsur internal, misalnya gerakan anggota tubuh, cara berbicara, siskap sinis, lirikan mata, peristiwa lain, tuturan katanya (implikatur), maupun fenomena konteks praanggapan yang menyertai tuturan. Penanda ekstralingual dapat berupa konteks tuturan yang selalu menyertai tuturan dan konteks situasi komunikasi (Pranowo, 2009:97:98).


(26)

3. Daya Bahasa

Daya bahasa dalam Pranowo (2012 : 128) merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur.

4. Nilai Rasa Bahasa

Poerwadarminta (1967: 34-35) mengatakan bahwa nilai rasa adalah kadar rasa yang tercantum dalam isi kata itu. Rasa disini maksudnya adalah gerakan hati atau segala yang terasa dalam batin; seperti sedih, senang, suka, duka, benci, menghina, mengejek, hormat, dan sebagainya.

5. Berita Politik

Depdiknas (2005: 386) berita politik adalah sebuah laporan; pemberitahuan; kabar; dan cerita atau keterangan mengenai suatu kejadian atau berita yang hangat mengenai ketatanegaraan atau dasar pemerintahan. 6. Kesantunan Berkomunikasi

Pranowo (2012:4) mengungkapkan bahwa struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca.

1.7 Sistematika Penyajian

Sistematika penyajian ini terdiri dari Bab I, Bab II, Bab III, Bab IV, Bab V, dan Daftar Pustaka.


(27)

Bab I dalam penelitian ini mengenai pendahuluan yang menguaraikan latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

Bab II dalam penelitian ini berisi kajian pustaka yang menguraikan mengenai pnelitian yang relevan, kajian teoritis dan kerangka berpikir.

Bab III dalam penelitian ini berisi metodologi penelitian.Bab tersebut akan menguraikan tentang jenis penelitian, sumber data dan data penelitian, teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, teknik analisis data, dan trianggulasi hasil analisis data.

Bab IV dalam penelitian ini berisi hasil penelitian dan pembahasan.Pada bab tersebut akan diuraikan mengenai deskripsi data, hasil analisis data penelitian dan pembahasan hasil penelitian.

Bab V dalam penelitian ini berisi penutup. Pada bab tersebut akan diuraikan mengenai kesimpulan dan saran.


(28)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Penelitian yang relevan

Penelitian yang relevan dengan topik ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Qonita Yuni Fitri (2009) yang berjudul Pemanfaatan Daya Bahasa dan Diksi Pidato Politik. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif.Dalam penelitian ini Qonita mendeskripsikan jenis-jenis, manfaat dan ciri-ciri daya bahasa yang digunakan dalam pidato politik para tokoh-tokoh politik.Persamaannya terletak pada pengkajian daya bahasa, sedangkan perbedaannya terletak di obyek penelitiannya. Penelitian dari Qonita ini bersumber pada kalimat atau tuturan dalam pidato para tokoh-tokoh politik, sedangkan penelitian saya bersumber pada berita Politik yang ada di Koran Kompas. Dari uraian di atas membuktikan bahwa penelitian ini belum pernah dikaji.Penelitian tersebut layak untuk diangkat sebagai penelitian.

Penelitian relevan yang lain adalah penelitian Dini Suryani (2013)yang berjudul Nilai Rasa Bahasa pada Diksi dalam Dialog Interaktif di Mata Najwa, Mtro TV Bulan Oktober dan November 2012. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini Dini mendeskripsikan jenis-jenis nilai rasa dan ciri-ciri diksi yang mengandung nilai rasa bahasa yang digunakan dalam dialog interaktif. Persamaannya adalah terletak pada pengkajian nilai rasa bahasanya, sedangkan perbedaannya terletak pada objek


(29)

penelitiannya.Peneitian dari Dini ini bersumber pada tuturan pada dialog interaktif, sedangkan penelitian saya bersumber dari tuturan yang ada pada berita politik di Koran Kompas.

Penelitian relevan yang lain juga adalah penelitian Veronica Tuwin Rahayu yang berjudul Implikatur dan Penanda Kesantunan Tuturan pada Berita Politik di Surat Kabar Tribun Jogja Edisi Juni-Agustus 2011. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Dalam penelitian ini peneliti lebih mendeskripsikan kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati (tuturan di surat kabar) tentang berita politik pada Surat Kabar Tribun Jogja 2011. Persamaannya adalah terletak pada obyek yang ditelitik yaitu mengenai berita politik.Veronica mengamati Berita Politik pada Tribun Jogja Edisi Juni-Agustus 2011, sedangkan saya mengamati Berita Politik pada Koran Kompas edisi September – Oktober 2014. Keduanya sama-sama bersumber pada tuturan yang ada pada surat kabar.

2.2 Kajian Teoretis

Penelitian unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada berita politik Koran Kompas merupakan penelitian bidang linguistikdengan kajian bahasa dari sudut pandang pragmatik dan semantik.Kedua teori tersebut dipakai untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan unsur intralingual dan ekstralingual.Teori semantik digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat intralingual.Teori pragmatik digunakan untuk memecahkan masalah yang bersifat ekstralingual.Kedua teori tersebut dipakai sebagai ancangan untuk mengidentifikasi serta mendeskripsikan penggunaan unsur intralingual dan


(30)

ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunkasi.Kajian teoritis yang digunakan adalah sebagai berikut.

2.2.1 Kajian Bahasa secara Semantik

Semantik adalah ilmu yang mempelajari tentang makna sebuah kata.Seperti yang diungkapkan oleh Abdul Chaer (2013:2) bahwa semantik merupakan ilmu dalam bidang linguistik yang mempelajari makna suatu tanda-tanda linguistik.Teori ini didukung oleh I Dewa Putu dan Rohmadi (2011:2) yang mengungkapkan bahwa semantik merupakan ilmu yang mempelajari makna unsur kebahasaan meliputi bunyi, suku kata, morfem (pada umunya), kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.Suatu tuturan baik lisan maupun tulisan mengandung makna tertentu yang dapat berdiri sendiri.

Kajian bahasa secara semantik menempatkan bahasa dalam pemakaian yang bebas dari konteks.Makna dan maksud bahasa diinterpretasi dari unsur-unsur lingual yang membentuk wacana.Makna dan maksud dapat dipahami dari unsur-unsur bahasa yang digunakan untuk menyusun satuan makna.Makna yang terdapat dalam suatu tuturan dapat memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa.Hal ini dikarenakan makna merupakan substansi paling penting dalam kajian intralingual. Suatu bunyi, kata, frasa, klausa, dan kalimat tanpa dimaknai, maka tidak akan menjadi unsur intralingual yang mampu memunculkan daya bahasa dan nilai rasa bahasa.

2.2.2 Kajian Bahasa secara Pragmatik

Pragmatik merupakan ilmu bahasa yang membahas mengenai maksud yang ingin disampaikan penutur kepada mitra tutur. Ilmu ini lebih banyak berhubungan


(31)

dengan analisis tentang apa yang dimaksudkan orang dengan tuturan-tuturannya. Menurut Yule (2006:5), pragmatik adalah studi tentang hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakai bentuk-bentuk-bentuk-bentuk itu. Pragmatik juga banyak kita temukan dalam setiap percakapan.Pendapat ini sejalan dengan Nadar (2009:2) yang mengungkpakan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi dalam situasi tertentu.

Jadi dapat dikatakan bahwa pragmatik adalah suatu kajian ilmu linguistik yang membahas mengenai hubungan antara bentuk-bentuk linguistik dan pemakainnya dalam percakapan yang memiliki tujuan menyampaikan maksud tertentu dan melibatkan situasi/konteks tertentu.

Konteks merupakan kajian yang memiliki peranan penting dalam pragmatik. Seperti dalam pendapat Nadar (2009:4) berpendapat bahwa konteks merupakan situasi lingkungan yang memungkinkan penutur dan mitra tutur untuk dapat berinteraksi, dan membuat ujaran mereka dapat dipahami.

Jadi dapat disimpulkan bahwa konteks merupakan hal yang menyertai sebuah tuturan agar dapat diketahui maksudnya oleh penutur maupun mitra tutur. Tanpa konteks yang menyertai tuturan, kita tidak akan mengetahui maksud tuturannya. Hal ini dikarenakan, letak konteks itu sangat penting untuk mengetahui maksud dibalik suatu tuturan.

Yule (2006:13-81) serta Brown dan Yule (1996:38), mengungkapkan bahwa konteks dapat diketahui melalui berbagai aspek pragmatik yang meliputi (1) praanggapan dan (2) latar belakang penutur. Secara terperinci, kedua aspek


(32)

pragmatik yang digunakan untuk memunculkan konteks akan diuraikan sebagai berikut.

1) Praanggapan

Pada saat berkomunikasi, untuk dapat menangkap maksud tuturan yang diungkapkan oleh mitra tutur, terlebih dahulu kita harus memiliki pengetahuan awal mengenai hal yang dibicarakan. Menurut Yule (2006: 43), praanggapan adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. jadi dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah anggapan penutur mengenai kejadian sebelum menghasilkan tuturan.

2) Latar Belakang Penutur

Latar belakang penutur pengetahuan sebelumnya yang dimiliki oleh mitra tutur mengenai seorang penutur. Brown dan Yule (1997:38) mengungkapkan bahwa pengetahuan tentang penutur pada peristiwa komunikatif tertentu memungkinkan mitra tutur membayangkan apa yang mungkin dikatakan oleh penutur.

Jika seorang mengetahui latar belakang penutur, maka mitra tutur dapat memprediksi apa yang akan dikatakan oleh penutur baik dari segi bentuk maupun isi. Latar belakang penutur ini juga dapat memengaruhi kepercayaan mitra tutur terhadap apa yang diucapkan oleh penutur.

Berbagai aspek pragmatik yang dipaparkan diatas digunakan untuk mengetahui maksud penutur yang diungkapkan melalui suatu


(33)

tuturan.Maksud tuturan dapat dilihat melalui konteks yang diketahui melalui fenomena praanggapan, implikatur, tidak tutur, deiksis, dan latar belakang penutur.Suatu tuturan selalu diikuti dengan konteks tertentu.Keberadaan maksud menjadi sangat penting saat kita hendak mengetahui daya bahasa dan nilai rasa bahasa yang muncul dalam suatu tuturan.

2.2.3 Unsur Intralingual

Penelitian unsur intralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa merupakan penelitian bidang lingusitik dengan kajian bahasa dari sudut pandang semantik (pragmasemantik).Unsur intralingual itu merupakan suatu unsur untuk bahasa tertulis yang menjadi suatu tuturan. Misalnya dalam pilihan kata, ungkapan khas, kata seru, kata tutur, kata asing, kata basa-basi, kata honorifik, sapaan mesra “ayang, papi, bunda, diajeng”, umpatan, pujian, dan lain sebagainya.

Chaer (2012:15) memaparkan bahwa linguistik mikro mengarahkan kajiannya pada stuktur internal bahasa pada umumnya atau pun bahasa tertentu. Dalam linguistik mikro ada berbagai macam subdisiplin ilmu linguistik, yaitu: (1) fonologi, menyelidiki ciri-ciri bunyi bahasa, cara terjadinya, dan fungsinya dalam sistem kebahasaan secara keseluruhan; (2) morfologi, menyelidiki struktur kata, bagian-bagiannya, serta cara pembentukannya; (3)sintaksis, menyelidiki satuan-satuan kata dan satuan-satuan-satuan-satuan lain di atas kata, hubungan satu dengan lainnya, serta cara penyusunannya sehingga menjadi satuan ujaran; (4) semantik,


(34)

menyelidiki makna bahasa baik yang bersifat leksikal, gramatikal, maupun kontekstual; (5) leksikologi, menyelidiki leksikon atau kosa kata suatu bahasa dari berbagai aspeknya. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa studi linguistik mikro ini merupakan studi dasar linguistik, sebab yang dipelajari di dalamnya ialah struktur internal bahasa itu sendiri.Secara kebahasaan, bentuk merupakan wujud fisik tuturan, sedangkan makna merupakan wujud nonfisik tuturan.Keduanya merupakan unsur internal bahasa.Struktur internal bahasa mendapat pengaruh dari dalam bahasa itu sendiri, tanpa mendapat pengaruh sedikit pun dari aspek luar bahasa.

Dalam hubungannya dengan kajian daya bahasa dan nilai rasa bahasa, bahasa verbal digunakan untuk menganalisis unsur intralingual. Menurut Pranowo (2012:3), bahasa verbal adalah bahasa yang diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan.

Daya bahasa dan nilai rasa bahasa dalam bahasa verbal (unsur intralingual) biasanya akan memiliki efek yang sangat kuat apabila didukung oleh bahasa non verbal. Pemakaian bahasa verbal memiliki unsur utama berupa kata, kalimat, paragraf (paratone: bahasa lisan), dan wacana. Jika bahasa verbal yang dimaksud adalah bahasa tulis, penanda jeda pendek, sedang, panjang, dan panjang sekali diwujudkan berupa pemisahan kata, tanda koma, tanda titik, pergantian paragraf, dan pergantian wacana.Sementara itu, jika bahasa verbal yang dimaksud adalah bahasa lisan, penanda jeda diwujudkan berupa intonasi, tekanan, dan irama. Di samping itu, bahasa verbal lisan juga memanfaatkan permainan bunyi, permainan kata, gaya bahasa, idiom dapat memberi efek komunikatif bagi mitra tutur. Jadi,


(35)

daya bahasa dan nilai rasa bahasa dapat terjadi dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis tetapi cara memasukkannya berbeda-beda.

Untuk dapat mengkaji lebih dalam unsur intralingual dapat dikaji melalui: (1) pilihan kata atau diksi, (2) klausa, (3) kalimat, dan (4) ko-teks.

2.2.3.1 Pilihan kata atau diksi

Dalam mendeskripsi banyak bahasa di dunia diperlukan sebuah unit yang disebut kata. Kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (entah fonologis entah morfologis) dan secara relative memiliki distribusi yang bebas (Keraf, 1981:21). Selain itu kata dapat juga dikatakan satuan gramatikal bebas terkecil.Kata adalah deretan huruf yang diapit oleh dua buah spasi, dan mempunyai satu arti (Chaer, 2012: 162).Hal ini dapat dikatakan bahwa ketika berbicara kita perlu memiliki kata-kata yang tepat.Tepat maksudnya sesuai dengan arti dan tempatnya.

Mendefinisikan kata sebagian besar dibatasi secara morfologis dan dibatasi secara fonologis.Dalam kegiatan komunikasi, kata-kata disatukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis yang ada dalam suatu bahasa.Akan tetapi yang paling penting dari rangkaian kata adalah pengertian yang tersirat di balik kata yang digunakan itu.Pengertian yang tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna bahwa tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Dengan kata lain kata-kata merupakan suatu alat penyalur gagasan yang akan disampaikan kepada orang lain. Untuk itu semakin


(36)

banyak kata yang dimiliki dan dikuasai, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan diungkapkannya.

Pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu (Keraf, 1984:22). Sedangkan pilihan kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia pusat bahasa Departemen Pendidikan Indonesia adalah pilihan kata yang tepat dan selaras (dalam penggunaannya) untuk mengungkapkan gagasan sehingga dapat diperoleh efek tertentu sperti yang diharapkan.

Diksi atau pilihan kata dapat pula diartikan sebagai kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan istilah dan nilai rasa yang dimiliki oleh pendengar.

Fungsi dari diksi atau pilihan kata antara lain.

a Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham terhadap apa yang disampaikan oleh pembaca atau penulis.

bUntuk mencapai target komunikasi yang efektif.

c Melambangkan gagasan yang diekspresikan secara verbal.

dMembentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, dan tidak resmi) sehingga menyenangkan pendengar dan pembaca.

Pilihan kata atau diksi mencakup pengertian kata-kata yang dapat dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, membentuk pengelompokan kata yang tepat, dan gaya mana yang paling sesuai dalam suatu situasi. Pilihan kata atau diksi adalah suatu kemampuan dalam membedakan secara tepat makna dari gagasan yang disampaikan.


(37)

2.2.3.2 Klausa

Klausa merupakan suatu tataran dalam sintaksis yang berada satu tingkat di atas frasa dan dibawah satu tingkat kalimat.Dalam Chaer (2012: 231) klausa merupakan satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif. Maksudnya adalah dalam konstruksi itu ada komponen berupa kata dan frase, yang berfungsi sebagai predikat dan yang lain berfungsi sebagai subjek, objek, dan sebagai keterangan. Fungsi subjek dalam klausa bersifat wajib, sedangkan yang lain bersifat tidak wajib. Jika kita lihat konstruksi kamar tidur dan adik

tidur, maka dapat dikatakan konstruksi kamar tidur bukanlah sebuah klausa

karena hubungan komponen kamar tidur dan komponen tidur tidaklah bersifat predikatif.Sebaliknya konstruksi ibu tidur adalah sebuah klausa karena hubungan komponen ibu dan komponen tidur bersifat predikatif, ibu adalah pengisi fungsi subjek dan tidur adalah pengisi fungsi predikat.

Dari contoh di atas dapat disimpulkan bahwa klausa memang berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sudah ada funsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat.

2.2.3.3 Kalimat

Alwi, dkk (2010:317) Kalimat adalah satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh.Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dank eras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir. Sedangkan dalam wujud tulisan berhuruf latin, kalimat diawali huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Kalimat merupakan


(38)

satuan dasar wacana. Wacana hanya akan terbentuk jika ada dua kalimat, atau lebih yang letaknya berurutan dan berdasarkan kaidah kewacanaan. Jadi setiap tuturan, berupa kata atau untaian kata, yang memiliki ciri-ciri yang disebutkan di atas pada suatu wacana atau teks yang dinakamakan suatu kalimat.

Dilihat dari segi bentuknya, kalimat dapat dirumuskan sebagai konstruksi sintaksis terbesar yang terdiri atas dua kata atau lebih.Dalam Ramlam (2005: 23) kalimat di sini ialah satuan gramatik yang dibatasi oleh adanya jeda panjang yang disertai nada akhir turun atau naik.

Chaer (2012:240) kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yaitu biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, dan tidak lupa disertai dengan intonasi final.Jadi dapat dikatakan bahwa unsur terpenting atau yang menjadi dasar dalam suatu kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final. Apaabila intonasi final yang terdiri dari tanda titik, tanda tanya, dan tanda seru, maka dapat dikatakan sebagai kalimat.

Ramlan (2005:26) membedakan jenis kalimat berdasarkan fungsi dan hubungan situasinya menjadi kalimat berita, kalimat Tanya, dan kalimat perintah.

a. Kalimat berita

Kalimat berita berfungsi untuk memberitahukan informasi kepada orang lain, sehingga menimbulkan tanggapan atau respon dari orang lain. Kalimat berita selalu diakhiri dengan tanda titik (.). Misalnya:

hewan itu sangat buas. Kalimat tersebut termasuk dalam kalimat

berita, karena tidak terdapat kata Tanya, ajakan, maupun larangan. b. Kalimat tanya


(39)

Fungsi dari kata Tanya adalah untuk menanyakan sesuatu.Kalimat Tanya selalu diakhiri dengan tanda Tanya (?). Misalnya: kapan kamu pulang?.Kalimat tersebut merupakan kalimat Tanya, karena menanyakan sesuatu dan diakhiri dengan tanda Tanya. Kata-kata Tanya meliputi: apa, siapa, kapan, mengapa, kenapa, mana bika,

berapa, dan bagaimana.

c. Kalimat suruh

Kalimat suruh berfungsi untuk mengharapkan tanggapan yang berupa tindakan dari orang yang diajak berbicara.

2.2.3.4 Ko-teks

Ujaran apa pun pada dasarnya bisa dipandang sebagai teks dalam sebuah konteks tertentu. Menurut Van Dijk (1980: 41) deifinisi teks mirip dengan definisi yang dikemukakan oleh Beaugrande & Dressler (1981) yang mengajukan gagasan bahwa rangkaian-rangkaian kalimat yang memiliki struktur makro bisa ditetapkan sebagai teks.Struktur makro sebagai kerangka proposisi dan tematik dasar yang memungkinkan teks bisa menyatu.Definisi teks yang fungsional lebih dikemukakan oleh Halliday (1978:137) teks merupakan segala sesuatu yang bermakna dalam suatu situasi tertentu. Berkaitan dengan teks, didapati pula istilah koteks (co-text), yaitu teks yang bersifat sejajar, koordinatif, dan memiliki hubungan dengan teks lainnya (Mulyana: 2005:8).Maksudnya adalah teks yang satu memiliki hubungan dengan teks lainnya. Teks lain tersebut bisa berada di depan (mendahului) atau di belakang (mengiringi). Contohnya Junot tampak


(40)

lusuh.Jalannya sempoyongan.Tetapi wajahnya menunjukan keceriaan.Dia baru

pulang dari Jakarta. Bentuk “dia” pada kalimat terakhir, mengacu pada nama

Junot yang sudah disebutkan sebelumnya. Penafsiran ini jelas benar karena didasarkan pada teks lain yang menjadi penjelas kata “dia”. Maka dalam hal ini “Junot” adalah koteks bagi bentuk :dia”.

Keberadaan koteks dalam suatu struktur wacana menunjukan bahwa teks tersebut memiliki struktur yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Dengan demikian koteks dalam suatu wacana berfungsi sebagai alat bantu dalam memahami dan menganalisis wacana.

2.2.4 Unsur Ekstralingual

Unsur ekstralingual merupakan suatu unsur yang berada dalam luar bahasa atau diluar unsur internal, misalnya gerakan anggota tubuh, cara berbicara, sikap sinis, lirikan mata, peristiwa lain, tuturan katanya (implikatur), dan praanggapan. Dapat dikatakan bahwa unsur ekstralingual ini dapat kita lihat dalam konteks tuturan berupa fenomena praanggapan dalam suatu wacana atau tulisan, termasuk dalam berita politik dalam Koran Kompas.

Chaer (2012:16) menyebutkan bahwa ilmu bahasa yang menyelidiki bahasa dalam kaitannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, lebih banyak membahas faktor luar bahasanya itu daripada struktur internal bahasa disebut sebagai linguistik makro. Menurut hipotesis Edward Sapir dan Benjamin Lee Whorf menyatakan bahwa bahasa mempengaruhi kebudayaan. Jadi, bahasa itu mempengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia itu sendiri. Dapat disimpulkan


(41)

bahwa studi atau objek dasar linguistik makro ini merupakan bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di luar bahasa, karena pengaruh yang didapatkan hanyalah pengaruh dari luar bahasa.

Sebagai cermin kepribadian bangsa, kita harus mampu menerapkan tindak bahasa itu dalam kehidupan sehari-harinya, bukan hanya tindak bahasa yang bersifat verbal, tetapi juga tindak bahasa yang bersifat nonverbal. Dalam hubungannya dengan kajian daya bahasa dan nilai rasa bahasa, bahasa nonverbal digunakan untuk menganalisis unsur ekstralingual.

Kajian unsur ekstralingual pada berita politik Koran kompas dapat dimunculkan melalui daya bahasa dan nilai rasa bahasa.Kajian ekstralingual yang paling sering dimunculkan ialah fenomena konteks berupa praanggapan atau pengetahuan umum.

Aspek non kebahasaan yang lainnya ialah konteks situasi komunikasi.Konteks situasi komunikasi ialah segala keadaan yang melingkupi terjadinya komunikasi.Hal ini dapat berhubungan dengan tempat, waktu, kondisi psikologis penutur, respons lingkungan terhadap tuturan, dan sebagainya.

Konteks situasi komunikasi dapat mempengaruhi tingkat kesantunan pemakaian bahasa.Sebab, konteks situasi komunikasi yang melingkupi terjadinya berbagai peristiwa dapat memancing emosi penutur sehingga tuturannya terkesan keras dan tidak santun.

Bahasa non verbal ini memiliki peranan penting dalam tindakan komunikasi.Hal ini dikarenakan seseorang berkomunikasi tidak hanya berupa


(42)

bahasa lisan.Banyak seseorang yang memanfaatkan media sebagai alat komunikasi, seperti pada berita politik dalam Koran kompas.

2.2.5 Daya Bahasa

Alat komunikasi yang paling efektif adalah bahasa.Dalam berbahasa tentunya harus memperhatikan tingkat kesopanannya. Seperti berbahasa yang baik tentu akan mewujudkan hasil pemikiran yang baik pula. Semua orang dapat berbahasa, namun tidak semua orang dapat berbahasa secara baik dalam berkomunikasi.Tidak setiap orang mampu memanfaatkan daya bahasa untuk mengefektifkan komunikasi.Seperti dalam penggunaan bahasa secara efektif dan sesuai dengan konteks, dapat memungkinkan terjadinya daya pada suatu bahasa.

Daya bahasa dalam Pranowo (2012 : 128) merupakan kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur.Selain itu daya bahasa juga dapat dikatakan sebagai kekuatan yang dimiliki oleh bahasa untuk mengefektifkan pesan yang disampaikan kepada mitra tutur.Menyampaikan pesan dengan menggunakan daya bahasa dapat meningkatkan efektifitas komunikasi (Pranowo, 2012:129).Efektifitas komunikasi ini bersifat positif dan negatif.Jika daya bahasa dimanfaatkan secara positif, maka komunikasi dapat berjalan secara santun dan efektif. Namun, apabila daya bahasa digunakan secara negatif, maka komunikasi dapat menimbulkan ketidaksantunan.

Sudaryanto (1989, dalam Pranowo, 2012:138) menggali daya bahasa dari aspek linguistik.Hasilnya, hampir seluruh tataran bahasa mampu memunculkan


(43)

daya bahasa. Daya bahasa akan terlihat dari tataran bunyi, bentuk kata, struktur, leksikon (terutama pilihan kata), dan wacana.

Daya bahasa dapat digali melalui sinonim kata. Kata satu dengan kata yang lain tentunya memiliki daya bahasa yang berbeda-beda. Misalnya kata „mati‟ atau „meninggal‟ memiliki daya bahasa yang bersifat netral.Beda halnya dengan kata

mampus, gugur, wafat, dan sebagainya memiliki daya bahasa yang

berbeda-beda.Kata „mampus‟ memiliki daya bahasa negatif yang di daalamnya mengandung rasa dendam dan penuh kepuasan karena orang yang dibencinya tidak lagi dapat berbuat apa-apa seperti ketika masih berdaya atau hidup.Kata „gugur‟ memiliki daya bahasa yang hormat terhadap subjek karena kematiannya terjadi untuk membela kebenaran sehingga perlu mendapat penghargaan/penghormatan.Kata „wafat‟memiliki daya bahasa yang hormat terhadap subjek karena yang meninggal dunia biasanya orang-orang besar ternama.

Daya bahasa dalam suatu wacana atau tulisan dapat muncul ketika kesatuan makna itu mengungkapkan kesatuan pesan yang terkandung didalamnya.Pesan yang terungkap dari kesatuan makna tersebut muncul dalam bentuk wacana atau tulisan. Seperti dikatakan Yuni, daya bahasa merupakan suatu kadar kekuatan bahasa untuk menyampaikan makna, informasi, atau maksud melalui fungsi komunikatif sehingga pendengar mampu memahami dan menangkap segala makna, informasi, atau maksud penutur/penulis (Qonita Fitria Yuni, 2009). Selain itu daya bahasa dapat digali melalui sinonim kata. Kata satu dengan kata yang lain


(44)

tentunya akan memiliki daya bahasa yang berbeda-beda sesuai dengan pemakaian konteks tuturannya.

2.2.6 Nilai Rasa Bahasa

Nilai rasa bahasa adalah kadar perasaan yang terdapat dalam suatu makna, informasi, atau maksud yang diungkapkan oleh penutur atau penulis agar sesuai dengan yang diinginkan penulis atau penutur. Menurut Poerwadarminta (1967: 34-35) nilai rasa adalah kadar rasa yang tercantum dalam isi kata itu. Rasa disini maksudnya adalah gerakan hati atau segala yang terasa dalam batin; seperti sedih, senang, suka, duka, benci, menghina, mngejek, hormat, dan sebagainya.Nilai rasa dalam tuturan itu sendiri dapat diketahui dengan memperhatikan pilihan kata atau diksinya, karena kata-kata emosi merupakan manifestasi perasaan penutur. Nilai rasa bahasa dapat muncul melalui unsur intralingual seperti permainan bunyi, kata, gaya bahasa, ungkapan, dan konteks bahasa. Dalam berbagai tindak komunikasi brbeda-beda nilai rasa bahasanya.Nilai rasa dalam tuturan dapat menyatakan, sindiran, pujian, rasa empati, melebih-lebihkan, dan sebagainya.

Jadi dapat dikatakan bahwa untuk mengetahui atau memunculkan nilai rasa bahasa seseorang kita bisa lihat dari bahasa verbal dapat terlihat dari diksi atau pilihan katanya, bahasa non verbal dapat terlihat dari fenomena konteks praanggapan, sedangkan konteksnya dapat terlihat setelah kita mengetahui maksud suatu tuturan dengan memperhatikan berbagai aspek pragmatik seperti praanggapan, tindak tutur, dan implikatur.

Menurut Poerwadarminta (1967 : 35-36), ciri-ciri kata yang memiliki nilai rasa yaitu menggunakan :


(45)

1. Kata rasa (perasaan)

Kata rasa mencakup kata-kata yang berisi kadar rasa seperti rasa senang, sedih, benci, menghina, mencemooh, belas kasihan, dan sebagainya.

2. Kata pelembut

Kata-kata yang bernilai rasa halus dikelompokan menjadi tiga : a) Nilai rasa hormat

Kata-kata yang bernilai rasa hormat memiliki ciri menggunakan kata-kata hormat, misalnya : anda, beliau, dan lain sebagainya.

b) Nilai rasa menghargai

Kata-kata yang bernilai rasa menghargai memiliki cirri menggunakan kata-kata halus, misalnya : istri, mengandung, jenazah, dan lain sebagainya.

c) Nilai rasa khawatir

Kata-kata yang bernilai rasa khawatir terjadi sesuatu memiliki cirri menggunakan kata pantang, misalnya: akar untuk menyebutkan ular di malam hari.

3. Nilai rasa kasar

Kata-kata yang bernilai rasa kasar adalah kata-kata yang pada umumnya dianggap kasar.Kata-kata ini umumnya adalah sebagai ungkapan perasaan marah, benci, sakit hati, mendongkol, dan sebagainya.Misalnya kata tolol.Kata tolol memiliki makna dan


(46)

maksud.Makna yaitu arti kata tersebut, sedangkan maksud terdapat pada isi kata tersebut. Maksud dan nilai rasa (kadar perasaan) dapat ditemukan dalam isi kata.

4. Kata Bunyi

Kata ini hanya berkadar bunyi seperti: desis, dentang, sir, dan sebagainya.

Jenis-jenis nilai rasa dalam poerwadarminta (1967: 35-36) mengelompokan kata-kata yang bernilai rasa menjadi dua, yaitu kata yang umum dianggap bernilai rasa dan kata yang sengaja diberi nilai rasa untuk menggantikan kata yang dianggap kurang baik nilai rasanya. Kata- kata yang umum bernilai rasa, misalnya : konyol, tolol, mampus, dan lain sebagainya. Kata - kata yang diberi nilai rasa adalah untuk menggantikan kata-kata yang dianggap kurang pantas diucapkan, misalnya gugur untuk mati dalam peperangan, mengandung untuk bunting, dan lain sebagainya.

Untuk mengetahui perasaan seseorang, kita perlu menganalisis emosi yang dikeluarkan melalui tingkah laku maupun kata-katanya.Suprapti,dkk dalam Kaswanti Purwo (1992:110-112), mengelompokkan kata emosi pada manusia ke dalam 28 macam, yaitu malas, kelelahan, kesedihan, pesimis, takut, heran, tertekan, marah, benci, bersalah, malu, muak, bosan, sunyi, kekosongan, kedamaian-kebahagiaan, bebas, cinta, kangen, terasing, dipaksa-dibohongi, dicintai, yakin-optimis, sehat, perasaan terhadap makanan, keinginan, menerima, dan rasa kecil.


(47)

1. Malas-acuh:

acuh, ogah, ogah-ogahan, segan, wegah, males, enggan. 2. Kelelahan:

Letih, cape, penat, lemes, pegal, pusing, pucat, sakit, perih, kessemutan, gatal, ngantuk, lesu, pening, nyeri, dan getir.

3. Kesedihan:

Pilu, sedih, haru, terharu, trenyuh, kasihan, ngenes, tergugah, prihatin,syahdu, susah, pedih, sendu, duka, iba, dan masygul.

4. Perasaan pesimis depresif:

Nelangsa, merana, malang, sial, sia-sia, putus asa, pesimis, kehilangan pegangan, hina, kalah, apes, putus harapan, dan patah semangat.

5. Takut-cemas:

Kacau, bingung, gugup, gemetaran, tegang, cemas, gelisah, risau, was-was, kuatir, bimbang, ragu-ragu, sangsi, panik, takut, ngeri, gentar, curiga, ruwet, sewen, berdebar-debar, resah, ragu, seram, dan nanar. 6. Heran:

Kaget, heran, tercengang, terpukau, takjub, kagum, seperti mimpi, terkejut, dan terpaku.

7. Tertekan:

Terdorong, terdesak, terpaksa, terkekang, terhambat, tertindas, terinjak, terpukul, tersinggung, tersindir, tersudut, teramcam, terikat, terbanting, dan terhina.


(48)

8. Marah:

Sakit hati, jengkel, keki, kesal, dongkol, gedeg, geram, sebal, cape hati, kecewa, marah, pitam, darah pendidih, kelap, sengit, panas, mangkel, gondok, naik darah, dan amarah.

9. Benci:

Dendam, cemburu, iri, benci, antipati, sentimen, dan tidak menghargai. 10.Bersalah:

Bersalah, salah, dosa, menyesal, dan sesal. 11.Malu:

Malu, sungkan, kikuk, kaku,risi, dan jengah. 12.Muak:

Gilo, jijik, enak, mual, muak, dan senep.

13.Bosan:

Jeleh, jenuh, jemu, dan bosan. 14.Sunyi:

Kesepian, sepi, dan kehilangan. 15.Kekosongan:

Hampa, kosong, hambar, dan dingin. 16.Kedamaian-kebahagiaan:

Adhem, nyaman, aman, tentram,selamat, terlindungi, enak, nikmat,

asyik, betah, rileks, santai, gembira, riang, senang, besar hati, bangga, bahagia, ayem, tenang, damai, dan girang.


(49)

Lega, plong, lapang, puas, untung, ringan, dan terlepas.

18.Cinta:

Suka, simpati, tertarik, cinta, sayang, dhemen, dan kasih. 19.Kangen:

rindu, kangen, dan terkenang. 20.Terasing:

Terasing, terkucil, tak dihiraukan, diabaikan, dan asing. 21.Dipaksa-dibohongi:

Dipaksa, diburu-buru, diadu domba, ditipu, dikibuli, dininabobokan, dan diboodohi,

22.Dicintai:

Terbelai, tersanjung, diperhatikan, disayangi, dibutuhkan, dipercaya, dan dicintai.

23.Yakin optimis:

Yakin, optimis, kuat, cukup, dan mantep. 24.Sehat:

Segar, sehat, dan sadar. 25.Perasaan terhadap makanan:

Kenyang, lapar, dan haus. 26.Keinginan:

Bernafas, ngantuk, dan ingin. 27.Menerima


(50)

28.Rasa kecil: Sempit dan kecil.

2.2.7 Konteks

Pragmatik adalah salah satu cabang linguistik yang menonjolkan konteks dalam analisisnya.Dalam bukunya, Levison (1997) membuat beberapa definisi tentang pragmatik yang berhubungan dengan konteks.

a. Pragmatik adalah kajian ihwal hubungan antara bahasa dan konteks yang digramatikalisasikan atau dikodekan di dalam unsur bahasa.

b. Pragmatik adalah kajian ihwal hubungan antara bahasa dan konteks yang merupakan dasar bagii penjelasan tentang pemahaman bahasa.

Berdasarkan definisi pragmatik di atas, dapat disimpulkan bahwa konteks diperlukan oleh pragmatik. Tanpa konteks, analisis pragmatik tidak akan berjalan, karena daya pragmatik itu bergantung pada konteks yang berlangsung pada waktu tuturan diujarkan dalam sebuah peristiwa tutur.

Konteks ialah situasi atau latar terjadinya suatu komunikasi (Mulyana:2005). Konteks dapat dianggap sebagai sebab dan alasan terjadinya suatu pembicaraan atau dialog.Segala sesuatu yang berhubungan dengan tuturan, sangat bergantung pada konteks yang melatarbelakangi peristiwa.

2.2.8 Gaya Bahasa

Gaya atau khususnya bahasa dikenal dalam retorika dengan style.Style merupakan suatu kemampuan untuk menulis atau mempergunakan kata-kata


(51)

secara indah. Hal ini sependapat dengan Tarigan (1985:5) bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta memperbandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Gaya bahasa atau style disini menjadi masalah atau bagian dari diksi atau pilihan kata yang mempersoalkan cocok tidaknya pemakaian kata, frasa atau klausa. Oleh sebab itu, prsoalan gaya bahasa meliputi semua hierarki kebahasaan seperti, pilihan kata, farasa, klausa, dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan.

Bila kita melihat gaya secara umum, tentu kita dapat mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, atau pun cara berpakaian. Untuk itu gaya bahasa dapat dikatakan sebagai cara menggunakan bahasa (Keraf, 1984: 113). Cara menggunakan bahasa yang baik juga harus mengandung tiga unsur seperti: kejujuran, sopan-santun, dan menarik. Dengan gaya bahasa, memungkinkan kita dapat menilai bagaimana kepribadian seseorang. Watak, dan kemampuan seseorang dalam mempergunakan bahasa itu sendiri. Semakin baik gaya bahasa yang digunakan, semakin baik pula penilaian orang lain terhadapnya. Sebaliknya, semakin buruk gaya bahasa seseorang, maka semakin buruk pula penilaian yang diberikan padanya. Jadi dapat dikatakan bahwa gaya bahasa itu merupakan cara mengungkapkan pikirian melalui bahasa secara khas sesuai dengan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

Berdasarkan pilihan katanya, gaya bahasa mempersoalkan kata mana yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta tepat tidaknya penggunaan kata-kata yang dilihat dari lapisan pemakaian bahasa dalam


(52)

masyarakat. Dengan kata lain, gaya bahasa ini mempersoalkan ketepatan dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.

2.2.9 Fungsi Komunikatif Bahasa

Fungsi komunikatif bahasa terungkap melalui tindak tutur.Menurut Searle (1969) mengemukakan bahwa setiap tindak tutur (speech acts) selalu mengacu pada tiga tindakan yaitu tindakan lokusi, tindakan ilokusi, dan tindakan perlokusi.Dalam lokusi selalu terkandung makna tuturan namun didalamnya juga terkandung maksud penutur (tindak ilokusi) dan setiap lokusi selalu menimbulkan efek dari tuturan (perlokusi).Fungsi komunikatif dalam tindak tutur selalu tersrat daya bahasa dan nilai rasa bahasa.

Leech (2003:63) memaparkan ada lima fungsi bahasa dalam komunikasi, meliputi (a) fungsi informasional, (b) fungsi ekspresif, (c) fungsi direktif, (d) fungsi phatik, (e) fungsi estetik.

(a) Fungsi informasional biasa digunakan untuk menginformasikan sesuatu, misalnya melaporkan, mendeskripsikan, dan menjelaskan sesuatu. Fungsi ini dianggap sebagai fungsi yang sangat penting. (b) Fungsi ekspresif biasa digunakan untuk mengungkapkan perasaan

penuturnya, dan mengekspresikan emosi, keinginan, atau perasaan penyampaian pesan. Kata seru adalah contoh yang paling jelas dalam hal ini, misalnya :Aduh...perutku sakit! Contoh tersebut menggunakan fungsi ekspresif yang mengungkapkan keluhan rasa sakit.

(c) Fungsi direktif biasa digunakan untuk mempengaruhi orang lain, baik emosinya, maupun tingkah lakunya. Selain itu, juga dapat digunakan


(53)

untuk memberi keterangan, mengundang, memerintah, memesan, mengingatkan, mengancam, dan lain sebagainya. Contoh fungsi direktif adalah: Masuk, duduklah! Contoh tersebut menggunakan fungsi direktif pada kata kerja yang memiliki makna perintah.

(d) Fungsi phatik digunakan untuk menjaga agar garis komunikasi tetap terbuka, dan untuk terus menjaga hubungan sosial secara baik.

(e) Fungsi estetik, yang paling penting adalah bahwa seseorang mengatakan sesuatu, bukan apa yang dikatakan.

Semua tindak komunikasi tentunya harus memperhatikan tingkat kesantunannya, agar komunikasi itu sendiri dapat berjalan dengan baik.

2.2.10 Kesantunan Berkomunikasi

Bahasa yang santun ialah bahasa yang dapat mencerminkan perilaku penutur sebagai manusia yang mempunyai harkat dan martabat.Bahasa merupakan cermin kepribadian seseorang juga cermin kepribadian bangsa.Melalui bahasa, seseorang atau suatu bangsa dapat diketahui kepribadiannya.Leech (1983) melihat kesantunan bahasa dari parameter keuntungan(benefit) dan kerugian (loss). Semakin memaksimalkan keuntungan pada pihak penutur dan semakin memaksimalkan kerugian pada pihak mitra tutur akan semakin tidak santunlah tuturan itu. Begitu juga sebaliknya, apabila semakin meminimalkan kesantunan kerugian pada pihak mitra tutur, dan semakin mengoptimalkan kerugian pada pihak penutur maka akan menjadi semakin santunlah tuturan tersebut

Ungkapan seseorang yang perlu dikembangkan adalah ungkapan kepribadian yang baik, benar, dan santun sehingga mencerminkan budi pekerti


(54)

luhur seseorang.Budi pekerti merupakan tolok ukur kepribadian baik seseorang.Pemakaian bahasa secara santun belum banyak mendapat perhatian, sehingga banyak ditemukan pemakaian bahasa yang digunakan oleh penutur terkadang menyakiti hati mitra tutur.Hal ini terjadi karena pemakai bahasa (penutur) belum mengetahui bahwa di dalam suatu struktur bahasa terdapat struktur kesantunan.Pranowo (2012:4) mengungkapkan bahwa struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulisagar tidak menyinggung perasaan pendengar atau pembaca.

Ketika berkomunikasi, penggunaan bahasa yang baik dan benar saja tidak cukup. Namun, kaidah lain yang perlu dan penting untuk diperhatikan ialah kesantunan. Kaidah kesantunan dipakai dalam setiap tindak bahasa.Seseorang yang sedang bercanda pun hendaknya menggunakan bahasa yang santun. Agar pemakaian bahasa terasa semakin santun, penutur dapat berbahasa menggunakan bentuk-bentuk tertentu (Pranowo, 2012:6), seperti (1) menggunakan tuturan tidak langsung, (2) pemakaian bahasa dengan bahasa kias, (3) ungkapan memakai gaya bahasa penghalus, (4) tuturan yang dikatakan berbeda dengan yang dimaksudkan, dan (5) tuturan dikatakan secara implisit.

Berbahasa yang baik, benar, dan santun dapat menjadi kebiasaan dan dapat membentuk perilaku seseorang menjadi lebih baik.Terlepas dari tuturan santun atau tidak santun, keduanya merupakan tindak komunikasi. Komunikasi akan berhasil apabila didukung oleh beberapa faktor, seperti: (1) ada kesepahaman topik yang dibicarakan antara penutur dengan mitra tutur, (2) ada kesepakatan bahasa yang digunakan oleh penutur kepada mitra tutur, (3) mitra tutur tertarik


(55)

dengan pesan yang disampaikan oleh penutur, (4) penutur dan mitra tutur sama-sama dalam konteks dan situasi yang sama-sama, (5) praanggapan penutur terhadap mitra tutur benar, dan (6) penutur mahir memanfaatkan daya bahasa yang menjadikan komunikasi lebih efektif.

Kesantunan dalam berbahasa sangat diperlukan ketika seseorang hendak berkomnuikasi. Leech (1983) dalam Pranowo, (2012:103) mengemukakan ada tujuh indikator kesantunan yang dikenal dengan sebutan maksim, meliputi (1) maksim kebijaksanaan (memberi keuntungan bagi mitra tutur), (2) maksim kedermawanan (memaksimalkan kerugian bagi diri sendiri, dan lebih meminimalkan kerugian orang lain), (3) maksim pujian (memaksimalkan pujian bagi orang lain), (4) maksim kerendahan hati (meminimalkan pujian terhadap diri sendiri), (5) maksim kesetujuan (memaksimalkan kesetujuan terhadap orang lain), (6) maksim simpati (memaksimalkan ungkapan simpati kepada mitra tutur), (7) maksim pertimbangan (meminimalkan rasa tidak senang pada mitra tutur dan memaksimalkan rasa senang pada mitra tutur).

Pranowo (2005) juga mengemukakan bahwa komunikasi dapat terasa santun apabila ditandai hal-hal berikut, (1) Perhatikan suasana perasaan hati mitra tutur sehingga tuturan dapat membuat hati mitra tutur berkenan (angon rasa), (2) Pertemukan perasaan penutur dengn mitra tutur sehingga isis komunikasi sama-sama dikehendaki (adu rasa), (3) Jagalah agar tuturan dapat diterima oleh mitra tutur karena mitra tutur sedang berkenan di hati (empan papan), (4) Jagalah agar tuturan memperlihatkan rasa ketidakmampuan penutur di hadapan mitra tutur (sifat rendah hati), (5) Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa mitra


(56)

tutur diposisikan pada tempat yang lebih tinggi (sikap hormat), (6) Jagalah agar tuturan selalu memperlihatkan bahwa apa yang dikatakan kepada mitra tutur juga dirasakan oleh penutur (sikap tepa). Selain indikator tersebut, penanda kesantunan juga dapat dilihat melalui pemakaian pilihan kata (diksi), seperti “maaf”, “tolong”, “bapak”, “ibu”.

2.2.11 Berita Politik

Komunikasi adalah suatu tindakan yang memungkinkan terjadinya interaksi antar manusia. Komunikasi itu sendiri adalah salah satu kegiatan dasar manusia dan proses sosial yang dijalaninya (William, dkk, 2004:26). Melalui komunikasi seseorang dapat mempengaruhi orang lain, baik itu secara langsung seperti orang tua kepada anaknya, atau tidak langsung seperti Koran yang berisi pesan-pesan atau informasi kepada pembacanya. Dalam Koran biasanya memuat suatu berita dari berbagai kejadian yang terjadi secara up to date.Berita memuat berbagai macam kasusdan problematika kehidupan sosial.Salah satunya berita politik yang sering acap kali muncul tiada henti.

Berita merupakan suatu informasi yang berbicara seputar masalah atau peristiwa yang terjadi di sekitar kita.Menurut Syamsul (2006) berita merupakan suatu sajian sebuah media massa di samping opini.Masalah atau informasi yang ada dapat berupa berbagai macam. Salah satunya berita mengenai politik.Kardiyat (2005: 28) mengungkapkan pengertian politik disini adalah sebagai ilmu pemerintahan negara, jadi tidak terbatas kepada pengertian partai dan kegiatannya.Depdiknas (2005: 386) berita politik adalah sebuah laporan; pemberitahuan; kabar; dan cerita atau keterangan mengenai suatu kejadian atau


(57)

berita yang hangat mengenai ketatanegaraan atau dasar pemerintahan.Kasus atau berita politik tentunya tidak asing lagi ditelinga kita.Dalam kesehariannya ada saja masalah politik yang bermunculan yang menjadi suatu masalah yang sudah tidak mengherankan bagi khalayak ramai.Berbagai masalah politik itu dapat kita lihat dengan melihat berita.Berita itu dapat dilihat secara media visual/audio maupun media cetak.Dalam media cetak salah satunya berita politik yang terdapat dalam Koran. Dalam Koran, terdapat berbagai macam berita politik yang jika kita lihat, ternyata memiliki bahasa yang berbeda dengan yang lain. Berita politik ini lebih menggunakan bahasa yang menggelitik, mengencam, bahkan menarik pembaca untuk ikut andil di dalamnya.Bahasa yang digunakan dalam berita politik lebih menggugah pembaca.

2.3 Kerangka Berpikir

Unsur intralingual dan ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasapada Berita Politik kompas sebagai penanda kesantunan berkomunikasi diteliti menggunakan teori semantik dan semantik.Ujaran-ujaran yang ada dianalisis kemudian dideskripsikan penggunaan unsure intralingual dan ekstralingual daya bahasa dan nilai rasa bahasanya.


(58)

Kajian Pragmasemantik

Unsur Intralingual dan

Ekstralingual Daya

Bahasa

Unsur Intralingual dan

Ekstralingual Nilai

Rasa Bahasa

Santun

Indikator Kesantunan

Berkomunikasi Leech 1983 dan

Pranowo 2005

Tuturan yang Diduga Mengandung Daya

Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa pada Tuturan

Berita Politik Koran Kompas sebagai Penanda

Kesantunan


(59)

BAB III

Metodologi Penelitian

Dalam metode penelitian ini akan dibahas mengenai lima hal, (1) Jenis penelitian, (2) Sumber data dan Data penelitian, (3) Teknik pengumpulan data, (4) Instrumen penelitian, (5) Teknik analisis data, (6) Triangulasi Hasil Ananlisis Data. Keenam hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada berita politik Kompas sebagai penanda kesantunan dalam berkomunikasi ini dilaksanakan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif menurut Moeleong (2006:6) adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, tindakan, dll secara holistic dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa. Pendekatan deskriptif kualitatif yang dimaksud adalah penelitian akan memerikan berbagai daya bahasa dan nilai rasa bahasa, serta mengidentifikasi berbagai faktor yang menjadi alasan pemakaian daya bahasa dan nilai rasa bahasa tertentu dalam berbagai peristiwa komunikasi pada berita politik Kompas. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, karena data yang diambil atau digunakan sebagai objek dalam penelitian yaitu berupa tuturan atau bahasa verbal kesantunan bahasa yang digunakan didalamnya.


(60)

3.2 Sumber Data dan Data Penelitian

Menurut Lofland dalam Moleong (2006:157) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya ialah data tambahan seperti dokumen dan lain-lainnya.Sumber data penelitian yang digunakan adalah berbagai register pemakaian bahasa tertulis (register jurnalistik) yang terdapat dalam berbagai pemakaian bahasa. Data penelitian berupa kalimat atau tulisan yang terdapat dalam berita politik yang dicurigai mengandung daya bahasa dan nilai rasa bahasanya.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik merupakan penjabaran metode dalam sebuah penelitian, yang disesuaikan dengan alat dan sifat (Sudaryanto, 1993:9). Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik baca dan teknik catat. Dalam teknik catat digunakan untuk mencatat kalimat atau tulisan yang diduga mengandung daya bahasa dan nilai rasa bahasanya pada sebuah berita politik Kompas. Sedangkan teknik baca disini dapat digunakan untuk menemukan data-data yang terdapat dalam berita politik Kompas tersebut. Data dikumpulkan dengan berbagai teknik, yaitu teknik baca dan catat. Untuk data bahasa tulis dikumpulkan dengan teknik baca-catat. Data pemakaian bahasa dicatat, diidentifikasi, dan diklasifikasi berdasarkan kesamaan ciri penanda khas yang terdapat dalam kalimat atau tuturan. Hasilnya kemudian dianalisis dimana daya bahasa dan nila rasa bahasanya dalam setiak kata atau kalimat di dalam tulisan tersebut.


(61)

3.4 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri yang berbekal pengetahuan Pragmatik dan Semantik. Peneliti sebagai penutur bahasa Indonesia dan ahli dalam bidang pragmatik dan semantik memiliki bekal intelektual maupun intuitif yang cukup memadai untuk mendapatkan data penelitian yang sesuai dengan yang dibutuhkan.

Sebagai bekal pengumpulan data, peneliti melengkapi diri dengan format pengumpulan data sebagai berikut.

1. Data penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa untuk mengefektifkan kesantunan

Data tuturan:

……… …………...

Konteks tuturan:

……… ………

Penanda tuturan:

……… ………


(62)

1. Data penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam nilai rasa bahasa bahasa untuk mengefektifkan kesantunan.

Data tuturan:

……… …………...

Konteks tuturan:

……… ………

Penanda tuturan:

……… ………

3.5 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen, teknik analisis data kualitatif adalah suatu upaya yang dapat dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasi data, memilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Bogdan dan Biklen 1982, melalui Moeloeng 2006:248). Data yang sudah terkumpul kemudian dianalisis dengan langkah sebagai berikut:

1. Peneliti menganalisis unsur intralingual yang meliputi diksi, klausa, dan kalimat yang diduga mempunyai daya bahasa dan nilai rasa bahasa.


(1)

mampu mengentalkan kekhusyukan. Shalawat nabi membuat tamu ikut larut dan memejamkan mata sambil menengadahkan tangan.

Penanda tuturan

Penanda intralingual ditandai oleh klausa“ air mata bercucuran” untuk memunculkan nilai rasa haru dlam berita politik. Klausa tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa haru karena menggambarkan suasana pada saat Muktamar banyak pejabat yang menteskan air mata. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa dengan shalawat Nabi yang dilantunkan oleh penyanyi religi Haddad Alwi bersama anak-anak asuhnya yang mampu mengentalkan kekhusyukan. Shalawat nabi membuat tamu ikut larut dan memejamkan mata sambil menengadahkan tangan.

76.Data tuturan

“ Mbah Moen menerima hasil muktamar dan mengatakanbahwa itu adalah takdir Allah SWT.” (BPKK, 19/10/2014 Topik : Kelola Ekspektasi Rakyat Hal.2)

Konteks tuturan

Tuturan diucapkan oleh Emron Pangkapi salah seorang farmatur yang menanggapi keputusan hasil Muktamar VIII di Surabaya yang menghasilkan keputusan bahwa PPP bergabung dengan mendukung pemerintah.

Penanda tuturan

Penanda intralingual ditandai oleh diksi “Mbah” untuk memunculkan nilai rasa hormat dalam berita politik. Diksi tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa hormat karena penutur menganggap orang yang disebutkan usianya lebih tua darinya. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa Ketua Majelis Syariah PPP KH Maimun Zubair sekarang sudah berusia 86 tahun. Beliau merupakan seorang ulama dan politikus.

77.Data tuturan

“ Sopan santun di ruang nyata seharusnya berlaku di ruang maya.”(BPKK, 31/10/2014 Topik : Tuntaskan Pelanggaran HAM Berat Hal.5)

Konteks tuturan

Tuturan diucapkan oleh anggota dewan pers Imam Wahyudi yang menanggapi kasus yang terjadi dalam dunia maya. Banyaknya kasus pencemaran nama baik dan pornografi di media sosial yang melibatkan


(2)

Jokowi saat kampanye pilpres 2014. Penutur memiliki pengetahuan lama bahwa kasus yang terjadi di dunia maya bukan kewenangan Dewan Pers untuk menyelesaikan, namun agar insan pers tidak kehilangan fokus saat meliput berbagai masalah.

Penanda tuturan

Penanda intralingual ditandai oleh kalimat“ Sopan santun di ruang nyata

seharusnya berlaku di ruang maya” untuk memunculkan nilai rasa halus dalam berita politik. Kalimat tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa merasa setuju karena mengandung rasa setuju atas sopan santun yang dilakukan di ruang maya. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa banyaknya kasus pencemaran nama baik dan pornografi di media sosial yang melibatkan Jokowi saat kampanye pilpres 2014. Penutur memiliki pengetahuan lama bahwa kasus yang terjadi di dunia maya bukan kewenangan Dewan Pers untuk menyelesaikan, namun agar insan pers tidak kehilangan fokus saat meliput berbagai masalah.

78.Data tuturan

“ ES ini diduga tidak melakukan aksinya sendirian.”(BPKK, 31/10/2014 Topik : ES Peras Korban Lain di Twitter Hal.5)

Konteks tuturan

Tuturan diucapkan oleh Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Rikwanto yang menanggapi pemerasan yang dilakukan melalui media sosial, yaitu Twitter. Sebelumnya, polisi tengah mendalami hubungan ES dengan akun @triomacan2000. Saat polisi menggeledah, uang hasil pemerasan ditemukan di laci meja milik RN yang pernah diperiksa polisi untuk kasus terkait akun @triomacan2000.

Penanda tuturan

Penanda intralingual ditandai oleh kalimat“ ES ini diduga tidak melakukan aksinya sendirian.” untuk memunculkannilai rasa ragu dalam berita politik. kalimat tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa ragu karena mengutarakan keraguan bahwa es ini tidak melakukan aksinya sendirian. Ada beberapa teman yang ikut juga terlibat, namun belum ditemukan jejaknya. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa ES memiliki hubungan dengan akun @triomacan2000. Saat polisi menggeledah, uang hasil pemerasan ditemukan di laci meja milik RN yang pernah diperiksa polisi untuk kasus terkait akun @triomacan2000. Selain ES ada juga RN yang ikut terlibat dalam kasus itu.


(3)

79.Data tuturan

“ Penetapan jaksa agung yang tergolong lambat dikhawatirkan

menghambat kinerja penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh

kejaksaan Agung.” (BPKK, 31/10/2014 Topik : Segera Tetapkan JAksa Agung Hal.5)

Konteks tuturan

Tuturan diucapkan oleh penutur untuk menanggapi penetapan jaksa agung yang harus segera ditetapkana agar pemerintah bisa segera menjalankan tugasnya. penutur memiliki pengetahuan lama bahwa tanpa jaksa agung definitif, agenda hukum dan anti korupsi yang dicanangkan Jokowi tidak akan berjalan.

Penanda tuturan

Penanda intralingual ditandai oleh kalimat “ Penetapan jaksa agung yang

tergolong lambat dikhawatirkan menghambat kinerja penegakan hukum

dan pemberantasan korupsi oleh kejaksaan Agung.” untuk memunculkan nilai rasa khawatir dalam berita politik. Kalimat tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa khawatir karena mengutarakan kekhawatiran penutur apabila pentepan jaksa agung yang lambat akan menghambat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa tanpa jaksa agung definitif, agenda hukum dan anti korupsi yang dicanangkan Jokowi tidak akan berjalan. Selain itu diperlukannya percepatan penetapan untuk menghindari spekulasi masih adanya tarik-menarik kepentingan atau bagi-bagi kursi untuk partai pendukung Jokowi.

80.Data tuturan

“ memberantas korupsi tidak bisa ditunda karena koruptor juga tak pernah menunda pekerjaannya merampok uang negara.” (BPKK, 31/10/2014 Topik : Segera Tetapkan Jaksa Agung Hal.5)

Konteks tuturan

Tuturan diucapkan oleh Emerson Yuntho yang menanggapi lambatnya penetapan jaksa agung yang menghambat pemberantasan korupsi. Penutur memiliki pengetahuan lama bahwa korupsi di Indonesia sulit untuk diberantas. Hal ini dikarenakan banayaknya orang, bahkan pejabat negara yang terjerat kasus korupsi. Para koruptor tidak memandang kapan dan dimanapun merka berkorupsi, melainkan setiap ada kesempatan mereka langsung melakukanya.

Penanda tuturan

Penanda intralingual ditandai oleh kalimat memberantas korupsi tidak bisa ditundakarena koruptor juga tak pernah menunda pekerjaannya


(4)

merampok uang negara.”untuk memunculkan nilai rasa kasar dalam berita politik. Kalimat tersebut dipersepsi sebagai nilai rasa kasar karena mengandung pernyataan langsung yang menyebutkan bahwa koruptor tidak pernah menunda pekerjaannya merampok uang negara. Penanda ekstralingual dimunculkan melalui konteks berupa fenomena praanggapan bahwa korupsi di Indonesia sulit untuk diberantas. Hal ini dikarenakan banayaknya orang, bahkan pejabat negara yang terjerat kasus korupsi. Para koruptor tidak memandang kapan dan dimanapun mereka berkorupsi, melainkan setiap ada kesempatan mereka langsung melakukanya.


(5)

BIODATA PENELITI

Veranita Ragil Sagita lahir di Purbalingga, pada tanggal 16 Desember 1993. Penulis menempuh pendidikan Sekolah Dasar di SDN 1 Cipaku dari tahun 1999-2005, Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 3 Purbalingga dari tahun 2005-2008, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Purbalingga selama tiga tahun dari tahun 2008-2011. Selain itu, penulis menempuh pendidikan S1 program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.


(6)

Dokumen yang terkait

KAJIAN SEMANTIK PENGGUNAAN HIPONIM DAN HIPERNIM PADAJUDUL WACANA DALAM KORAN KOMPAS EDISI SEPTEMBER- Kajian Semantik Penggunaan Hiponim Dan Hipernim Pada Judul Wacana Dalam Koran Kompas Edisi September-Oktober 2013.

2 5 11

KAJIAN SEMANTIK PENGGUNAAN HIPONIM DAN HIPERNIM PADAJUDUL WACANA DALAM KORAN KOMPAS EDISI SEPTEMBER- Kajian Semantik Penggunaan Hiponim Dan Hipernim Pada Judul Wacana Dalam Koran Kompas Edisi September-Oktober 2013.

4 13 17

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada ``Catatan Pinggir`` Majalah Tempo Edisi Januari - September 2013 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 2 2

Unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa sebagai penanda kesantunan berkomunikasi pada top news di Metro TV bulan November-Desember 2014.

3 49 352

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada acara Sentilan Sentilun Metro TV periode Agustus dan September 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 391

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada dialog interaktif Indonesia Lawyers Club Tv One periode November 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 1 317

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada prosa lirik Pengakuan Pariyem sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 0 315

Penggunaan unsur intralingual dan ekstralingual dalam daya bahasa dan nilai rasa bahasa pada karikatur koran tempo edisi September - Desember 2014 sebagai penanda kesantunan berkomunikasi.

0 4 298

Implikatur dan penanda kesantunan tuturan pada berita politik di surat kabar Tribun Jogja edisi Juni-Agustus 2011.

0 1 117

B 02 Daya Bahasa dan Nilai Rasa Bahasa Sebagai Penanda Kesantunan Dalam Berkomunikasi

0 0 20