Skripsi Peran BPD Dalam Mengoptimalkan P

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah-daerah Provinsi dan daerah Provinsi itu dibagi atas Kabupaten dan Kota yang tiap-tiap Provinsi, Kabupaten dan Kota mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dalam undang-undang (pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945). Dalam hal ini susunan Pemerintahan Daerah Negara Kesatuan Republik Indonesia selanjutnya diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 23 tahun 2014 Pasal 2 ayat (2 ) “daerah Kabupaten/ Kota dibagi atas kecamatan dan kecamatan dibagi atas kelurahan dan/atau Desa” selanjutnya pasal 371 ayat (2) “Desa sebagaimana dimaksud mempunyai

kewenangan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-Undangan mengenai Desa.

Demokrasi di desa bukanlah merupakan hal yang baru tetapi merupakan sesuatu yang memang sudah dikenal dalam masyarakat desa sebelum negara Indonesi diproklamasikan. Istilah demokrasi di desa ialah Demokrasi komunitarian pada prinsipnya bertumpu pada tiga substansi: demokrasi politik (pengambilan keputusan bersama melalui musyawarah dalam desa), demokrasi sosial (solidaritas bersama melalui gotong-royong) dan demokrasi ekonomi (kepemilikan tanah secara komunal). Demokrasi desa dibingkai dengan tiga tata yang dihasil kan dari “kontrak sosial” masyarakat setempat: tata krama, tata susila dan tata cara (aturan main). Tata krama dan Demokrasi di desa bukanlah merupakan hal yang baru tetapi merupakan sesuatu yang memang sudah dikenal dalam masyarakat desa sebelum negara Indonesi diproklamasikan. Istilah demokrasi di desa ialah Demokrasi komunitarian pada prinsipnya bertumpu pada tiga substansi: demokrasi politik (pengambilan keputusan bersama melalui musyawarah dalam desa), demokrasi sosial (solidaritas bersama melalui gotong-royong) dan demokrasi ekonomi (kepemilikan tanah secara komunal). Demokrasi desa dibingkai dengan tiga tata yang dihasil kan dari “kontrak sosial” masyarakat setempat: tata krama, tata susila dan tata cara (aturan main). Tata krama dan

Akan tetapi demokrasi desa telah mengalami defisit serius setelah kolonialisasi, negaranisasi, birokratisasi dan pembangunanisasi masuk desa. Wadah dan praktik demokrasi telah hilang sama sekali di zaman Orde Baru. Namun upaya-upaya untuk mengembalikan eksistensi demokrasi desa dengan adanya pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa dalam pengurusan dan pengaturan pemerintahan daerah bersifat otonom.

Prinsip Otonomi Daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan yang ditetapkan dalam Undang-Undang. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat.

Didalam Undang-Undang Desa No. 6 tahun 2014, pasal 1 ayat 1 “Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah Didalam Undang-Undang Desa No. 6 tahun 2014, pasal 1 ayat 1 “Desa adalah Desa dan Desa adat atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

Menurut Nurcholis, (2011:4) “Desa adalah suatu wilayah yang didiami oleh sejumlah oleh penduduk yang saling mengenal atas dasar hubungan kekerabatan dan/atau kepentingan politik, sosial, ekonomi dan keamanan yang dalam pertumbuhannya menjadi kesatuan masyarakat hukum berdasarkan adat sehinga tercipta ikatan lahir batin antara masing-masing warganya hidup dari pertanian, mempunyai hak mengatur rumah tangganya sendiri, dan secara administratif berada dibawah pemerintahan kabupaten/kota ”.

Desa dan kelurahan adalah dua satuan pemerintahan terendah dengan status berbeda. Desa adalah satuan pemerintahan yang diberi hak otonomi adat sehingga merupakan badan hukum sedangkan kelurahan adalah satuan pemerintahan adminitrasi yang hanya merupakan kepanjangan tangan dari kabupaten/kota diwilayah kelurahan setempat. Data terahir jumlah Desa di Indonesia adalah 72.944 Desa, sedangkan kelurahan berjumlah 8.309 kelurahan (Ditjen Adminitrasi Kependudukan Depdagri, 2013). Ini artinya bahwa wilayah negara kesatuan republik indonesia sekitas 89% berupah pemerintah Desa dan hanya sekitar 11% berupa pemerintahan kelurahan yang bersifat perkotaan. Berdasarkan data tersebut maka kedudukan Desa sangat penting sebagai alat untuk mencapai tujuan pembangunan nasional karena Desa merupakan agen pemerintah yang dapat menjangkau kelompok sasaran rill yang hendak disejahtrakan, (Nurcholis,2011:12)

Desa merupakan lapisan pemerintahan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat. Hampir segala aspek menunjukkan betapa lemahnya kedudukan dan keberadaan Desa dalam konstalasi pemerintahan, padahal Desalah yang merupakan kaki pemerintahan di Negara ini, maka dengan demikian berjalan baik atau tidaknya prosesi kebijakan pemerintahan di suatu Negara itu sangat ditentukan oleh Desa itu sendiri sebagai evaluasi dari tingkat kemajuan kesejahteraan masyarakat yang akan membawanya ketujuan akhir yang telah digariskan dalam UUD 1945 dan karena dari Desalah awal terbentuknya masyarakat politik di Indonesia.

Setelah di undangkannya Undang-Undang No. 6 tahun 2014 Tentang Desa, Desa sebagai kawasan yang otonom diberikan hak-hak istimewa, diantaranya adalah terkait pengelolaan keuangan dan alokasi dana Desa, pemilihan Kepala Desa serta proses pembangunan Desa otonomi. Desa meruapakn otonomi asli, bulat dan utuh serta pemerintah berkewajiban menghormati otonomi asli yang dimiliki oleh Desa tersebut sebagai mana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pasal 18B ayat 1 “Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa yang diatur dengan undang- undang”.

Kewenangan Desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintah Desa, pelaksanan pembangunan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa (pasal 19 UU N0. 6 tahun 2014). Konsep perencanaan pembangunan Desa yang diatur dalam UU Desa mengalami kemajuan dan Kewenangan Desa meliputi kewenangan dibidang penyelenggaraan pemerintah Desa, pelaksanan pembangunan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa (pasal 19 UU N0. 6 tahun 2014). Konsep perencanaan pembangunan Desa yang diatur dalam UU Desa mengalami kemajuan dan

UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa mengandung asas rekognisi dan subsdiaritas (pasal 3 (a) dan (b) UU No. Tahun 2014) untuk menegasakan kedudukan desa sama halnya dengan konsep desentralisasi. Desentralisasi merupakan konsep untuk memahami dan menjabarkan asas otonomi yang terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 terutama untuk mendudukan daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan rekognisi merupakan konsep pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat, yang tidak lain adalah Desa. Penerpan asas rekognisi harus harus juga disertai asas subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa (Purnomo, 2016: 3-4). Dengan UU No 6 tahun 2014, desa memiliki empat domain dan kewenangan; pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa. Inilah yang melahirkan persfektif bahwa desa adalah entitas yang menyelenggarakan pemerintahan (mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat). Dengan demikian dimana Desa sebagai pemerintahan masyarakat (self goferning commonity), yaitu Desa merupakan organisasi pemerintahan lokal dan komunitas mandiri yang mengelola dirinya sendiri, maka pemerintahan Desa haruslah melibatkan masyaratak sebagai unsur strategis pengelolaan dan UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa mengandung asas rekognisi dan subsdiaritas (pasal 3 (a) dan (b) UU No. Tahun 2014) untuk menegasakan kedudukan desa sama halnya dengan konsep desentralisasi. Desentralisasi merupakan konsep untuk memahami dan menjabarkan asas otonomi yang terdapat dalam pasal 18 UUD 1945 terutama untuk mendudukan daerah otonom provinsi dan kabupaten/kota. Sedangkan rekognisi merupakan konsep pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan masyarakat hukum adat, yang tidak lain adalah Desa. Penerpan asas rekognisi harus harus juga disertai asas subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa (Purnomo, 2016: 3-4). Dengan UU No 6 tahun 2014, desa memiliki empat domain dan kewenangan; pemerintahan desa, pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan dan pemberdayaan masyarakat desa. Inilah yang melahirkan persfektif bahwa desa adalah entitas yang menyelenggarakan pemerintahan (mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat). Dengan demikian dimana Desa sebagai pemerintahan masyarakat (self goferning commonity), yaitu Desa merupakan organisasi pemerintahan lokal dan komunitas mandiri yang mengelola dirinya sendiri, maka pemerintahan Desa haruslah melibatkan masyaratak sebagai unsur strategis pengelolaan dan

Secara konstitusional Sebagai perwujudan demokrasi dan sebagaimana prinsip cek and blance dalam sistem pemerintahan negara republik Indonesia, di Desa dibentuk Badan Desa yang dulunya Lembaga Musyawarah Desa (LMD) seperti dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 1979 tentang pemerintahan daerah Yang berubah nama menjadi Badan Perwakilan Desa (BPD) sebagai mana dimuat dalam UU No. 22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah lalu disempurnakan lagi menjadi Badan permusyawaratan Desa (BPD) yang terdapat dalam UU No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. yang berfungsi: membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa. Dan melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa. (pasal 55 UU No 6 tahun 2014 tentang Desa), Anggota Badan Permusyawaratan Desa merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. BPD merupakan mitra perangkat Desa dalam memberdayakan masyarakat Desa yang anggotanya terdiri dari tokoh masyarakat, yang dipilih oleh rakyat. Kepala Desa dan Perangkat Desa tidak boleh menjadi anggota maupun ketua

BPD, sehingga Kepala Desa tidak mempunyai peran penting bahkan Kepala Desa diawasi oleh BPD.

Hal ini dipertegas dalam UU Desa bahwa Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemerintah Desa. Jelas terjawab siapakah yang dimaksud pemerintah desa, maka dikembalikan pada pasal 1 ayat 3 dan 4 UU No 6 Tahun 2014, yakni Pemerintah Desa adalah Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat Desa sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Desa. sedangkan BPD hanya lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Berdasarkan konstruksi hukum yang demikian, jelas Kepala Desa memiliki kedudukan yang strategis sebagai Penyelenggara Pemerintahan Desa. Namun ketika melaksanakan Kewenangan Desa dua lembaga tersebut mempunyai kedudukan yang sama (Fachturahman,2016). Dalam Pasal 18 UU no 6 Tahun 2014, Kewenangan Desa meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat istiadat Desa.

Maka dengan demikian dibutuhkan peran Badan Permusyarawatan Desa (BPD) untuk mengawal, mengawasi dan mensukseskan pembangunan desa sebagaimana peran dan fungsinya sebagai mitra pemerintah desa dalam melaksanakan kewenangan desa. Di sebutkan dalam pasal 55 UU No.6 tahun 2014 “Badan permusyawaratan Desa mempunyai fungsi : membahas dan

menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa; menampung dan menyepakati rancangan peraturan desa bersama kepala desa; menampung dan

a. Widiyawati, 2005. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di Kecamatan Limpung Kabupaten Batang (Studi Kasus Di Desa Babadan Dan Desa Plumbon) : Universitas Negeri semarang

b. Putra Dani Dirgantara, 2009. Hubungan dan peran serta badan permusyawaratan desa (BPD) dan pemerintah desa dalam penyelenggaraan Pemerintahan desa : Universitas Sebelas Maret Surakarta.

c. Widiyanti Rati, 2011. Kinerja Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Dalam Menyelenggarakan Pemerintahan Desa Yang Demokratis (Studi Kasus Di Desa Wedelan Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara) : Universitas Negeri Semarang.

Dari tiga hasil penelitian tersebut tentang BPD, dalam Skripsi Widiyanti memberi kesimpulan dalam hasil penelitiannya mengatakan “peran BPD dalam membuat perarturan desa dan menyalurkan aspirasi masyarakat sudah cukup optimal ”. Sedangkan dalam Skripsi Widiyawati dan Putra memberi kesimpulan bahwa “peran BPD dalam menjalankan tugas dan fungsinya masih belum optimal ”. Namun ketiga peneliti tersebut melakukan penelitian sebelum diundangkan UU No 6 tahun 2014. Dalam UU tersebut mengembalikan fungsi BPD sebagai lembaga pengawasan dan menjelaskan secara tegas kedudukan dan peran BPD dalam mengoptimalkan pembangunan di desa, untuk jelasnya diuraidakan dalam Bab II.

Dengan adanya kebijakan pemerintah dengan pengalokasian dana desa yang begitu besar disesuaikan dengan angka kemiskinan, jumlah penduduk dan keadaan geografis suatu Desa. ditahun ini yaitu dua kali lipat lebih besar dari tahun sebelumnya (Rp20,7) triliun. Artinya, setiap Desa akan mengelola uang secara mandiri sebesar (Rp500-800) juta. Bahkan, pemerintah sudah membuat rancangan, tahun 2017 dana Desa dinaik kan lagi menjadi (Rp81,1) triliun sehingga masyarakat Desa sudah bisa mengelola dana Desa lebih dari Rp1 miliar per Desa. (firdaus fahmi, 2016). Marwah sebut dana Desa kebijakan radikal presiden jokowi . news.okezone.com 2016/02/28 ).

Akan tetapi berhasil atau tidaknya kebijakan tersebut, bukan berarti sepenuhnya ditentukan oleh BPD itu sendiri, karna bukan satu-satunya lembaga yang berwenang dalam melaksanakan fungsi pemerintahan. Namun kedudukan BPD dalam mengsukseskan pengelolaan pembangunan desa sangat strategis, baik dalam perencanaan, evaluasi dan pengawasan yang bertujuan pada efektivitas pengelolaan pemangunan desa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di kemukakan sebelumnya dan mengacu pada tujuan yang di capai dari penelitian ini, maka di rumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana Efektivitas Peran Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Pembangunan Desa Di Kecamatan Buntumalangka, Kabupaten Mamasa.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin di capai dalam penelitian ini, ialah untuk mengetahui Efektivitas Peran Badan Permusyarawatan Desa (BPD) Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Pembangunan Desa Di Kecamatan Buntumalangka, Kabupaten Mamasa.

D. Manfat Penelitian

1. Manfaat praktis, di harapkan penelitian ini dapat memberikan kontribusi, masukan atau sumbangan-sumbangan bagi BPD dalam mengoptimalkan pengelolaan pembangunan Desa;

2. Secara teoritis, dengan adanya penelitian ini di harapkan dapat menambah khasana pengetahuan di bidang akademik mengenai bagaimana Evektifitas Peran BPD (Badan Permusyarawatan Desa) Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Pembangunan Di Desa Salurindu dan Desa Penatangan, Kec. Buntumalangka, Kab. Mamasa. sehingga dapat menjadi sumbangsi pemikiran bagi ilmu pengetahuan di bidang ilmu Kewarganegaraan dan ilmu Pemerintahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Efektivitas

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Efektivitas berasal dari kata “Efektif” mempunyai arti efek, pengaruh, akibat atau dapat membawa hasil. Jadi, efektivitas adalah keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran yang dituju.

Siagaan, (2001: 24 dalam Anggriani, 2015) mengatakan “Efektivitas pada dasarnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaiman cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan membandingkan antara input dan outputnya ”.

Hidayat (1986) menjelaskan bahwa : “Efektivitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target (kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar persentase target yang dicapai, makin tinggi efektivitas nya”. Sedangkan pengertian efektivitas menurut Schemerhon John R. Jr. (1986:35) ialah : “Efektivitas adalah pencapaian target output yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran (OA) dengan output realisasi (OS), jika (OS) > (OA) maka disebut efektif ”. (Ramdhany, 2014)

Menurut Steers (1985 dalam Andinandra, 2012) ialah “Sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah orang yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang Menurut Steers (1985 dalam Andinandra, 2012) ialah “Sebuah organisasi yang betul-betul efektif adalah orang yang mampu menciptakan suasana kerja di mana para pekerja tidak hanya melaksanakan pekerjaan yang

usaha mencapai tujuan.” Lebih lanjut Steers (1985) mengemukakan tiga pendekatan dalam memahami efektivitas. Pendekatan-pendekatan tersebut

antara lain :

1. Pendekatan Tujuan. Suatu organisasi berlangsung dalam upaya mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, dalam pendekatan ini efektivitas dipandang sebagai goal attainment/goal optimization atau pencapaian sasaran dari upaya bersama. Derajat pencapaian sasaran menunjukkan derajat efektivitas. Suatu program dikatakan efektif jika tujuan akhir program tercapai. Dengan perkataan lain, pencapaian tujuan merupakan indikator utama dalam menilai efektivitas.

2. Pendekatan Sistem. Pendekatan ini memandang efektivitas sebagai kemampuan organisasi dalam mendayagunakan segenap potensi lingkungan serta memfungsikan semua unsur yang terlibat. Efektivitas diukur dengan meninjau sejauh mana berfungsinya unsur-unsur dalam sistem untuk mencapai tujuan.

3. Pendekatan Kepuasan Partisipasi. Dalam pendekatan ini, individu partisipan ditempatkan sebagai acuan utama dalam menilai efektivitas. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa keberadaan organisasi ditentukan oleh kualitas partisipasi kerja individu. Selain itu, motif individu dalam suatu organisasi merupakan faktor yang sangat menentukan kualitas partisipasi. Sehingga, kepuasan individu menjadi hal yang penting dalam mengukur efektivitas organisasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan sejauh mana rencana dapat tercapai. Semakin banyak rencana yang dapat dicapai, semakin efektif pula kegiatan tersebut, sehingga kata efektivitas dapat juga diartikan sebagai tingkat keberhasilan yang dapat dicapai dari suatu cara atau usaha tertentu sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Peran BPD bisa dikatakan efektif ketika memenuhi kriteria, diantaranya mampu memberikan peningkatan, pengaruh, perubahan atau dapat membawa hasil. Ketika kita merumuskan tujuan instruksional, maka efektivitas dapat dilihat dari seberapa jauh tujuan itu tercapai dan seberapa besar individu-individu terlibat serta seberapa puas di dalamnya. Semakin banyak tujuan tercapai, maka semakin efektif pula peran BPD tersebut.

B. Konsep BPD (Badan Permusyawaratan Desa)

Badan Permusyawaratan Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk Desa berdasarkan keterwakilan wilayah dan ditetapkan secara demokratis. (pasal 1 ayat 4 UU No.6 tahun 2014). dengan demikian menurut Hanif, (2011:77-78) BPD berkedudukan sebagai unsur penyelenggaran pemerintahan Desa dengan keanggota BPD adalah wakil dari penduduk Desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah yang ditetapkan dengan cara musyawarah dan mufakat. Ada pun dinamika perkembangan BPD dalam ketatanegaraan Indonesia ialah:

1) LMD (Lembaga Musyawarah Desa) sebagai mana dimuat dalampasal 17 ayat 1 UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa ialah merupakan lembaga permusyarawatan yang keanggotannya terdiri atas Kepala- Kepala dusun, pimpinan lembaga-lembaga kemasyarakatan dan pemuka masyarakat di Desa yang bersangkutan. ini menujukkan fungsi dan peran LMD masih sangat sempit dikarenakan keanggotannya masih terpengaruh terhadap aktifitas pembangunan Desa sehingga penyimpangan yang dilakukan perangkat Desa termasuk Kepala Desa tidak dapat terkontrol dikarenakan ketua atau pimpinan dan sekretaris LMD ini adalah Kepala Desa itu sendiri. (Awang,2010:100). Ini meninjukkan LMD merupakan bagian dari perangkat pemerintah Desa.

2) BPD (Badan perwakilan Desa) dalam pasal 104 UU N0. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terdapat Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga legislatif Desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat dan menetapkan Perdes, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadapa penyelenggaraan Perdes, APBDesa serta keputusan Kepala Desa. Pelaksanaan fungsi BPD ditetapkan dalam tata tertib BPD sendiri dalam pasal 1 huruf b Kepmendgri No.64 tahun 1999 dinyatakan secara tegas bahwa pemerintahan Desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa dan BPD. Dari ketentuan ini tampak jelas bahwa antara pemerintah Desa dan BPD merupakan lembaga yang terpisah yang mepunyai tugas dan kewenangan sendiri. Pertanggung jawaban Kepala Desa disampaikan kepada BPD sekali dalam setahun pada setiap tahun 2) BPD (Badan perwakilan Desa) dalam pasal 104 UU N0. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah terdapat Badan Perwakilan Desa sebagai lembaga legislatif Desa yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat dan menetapkan Perdes, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta melakukan pengawasan terhadapa penyelenggaraan Perdes, APBDesa serta keputusan Kepala Desa. Pelaksanaan fungsi BPD ditetapkan dalam tata tertib BPD sendiri dalam pasal 1 huruf b Kepmendgri No.64 tahun 1999 dinyatakan secara tegas bahwa pemerintahan Desa adalah kegiatan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Desa dan BPD. Dari ketentuan ini tampak jelas bahwa antara pemerintah Desa dan BPD merupakan lembaga yang terpisah yang mepunyai tugas dan kewenangan sendiri. Pertanggung jawaban Kepala Desa disampaikan kepada BPD sekali dalam setahun pada setiap tahun

kepada Bupati (Widjaja,2010:27-28). Maka disini sering terjadi adanya sikap yang saling menjatuhkan antara BPD dengan Kepala desa, dikarenakan kedudukan BPD terlalu kuat dalam mengawasi kinerja kepala desa.

3) BPD (Badan Permusyawaratan Desa) ialah yang dulunya dikenal sebagai Badan Perwakilan Desa dan Lembaga Musyawarah Desa. Adapun perbedaan antara Badan Perwakilan Desa dan Badan Permusyarawatan Desa, dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 22 Tahun 1999 pasal 104 “Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggara Pemerintahan Desa ”. Sedangkan dalam Undang- Undang Pemerintahan Daerah UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209 “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masya rakat”. Dengan Adanya perubahan tersebut fungsi BPD sedikit berkurang, namun dengan hadirnya UU No 6 tahun 2014 tentang Desa telah mengembalikan fungsi BPD sebagai lembaga pengawasan ada pun yang mengayomi adat istiadat di Desa dibentuk Lembaga Adat Desa. Maka dengan demikian Pramudya (2013) mengtakan perbedaan antara Badan Perwakilan Desa dengan Badan Musyawarah Desa tidaklah mengalami perubahan fungsi utamanya 3) BPD (Badan Permusyawaratan Desa) ialah yang dulunya dikenal sebagai Badan Perwakilan Desa dan Lembaga Musyawarah Desa. Adapun perbedaan antara Badan Perwakilan Desa dan Badan Permusyarawatan Desa, dalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah No. 22 Tahun 1999 pasal 104 “Badan Perwakilan Desa atau yang disebut dengan nama lain berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat Peraturan Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggara Pemerintahan Desa ”. Sedangkan dalam Undang- Undang Pemerintahan Daerah UU No. 32 Tahun 2004 pasal 209 “Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan Peraturan Desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masya rakat”. Dengan Adanya perubahan tersebut fungsi BPD sedikit berkurang, namun dengan hadirnya UU No 6 tahun 2014 tentang Desa telah mengembalikan fungsi BPD sebagai lembaga pengawasan ada pun yang mengayomi adat istiadat di Desa dibentuk Lembaga Adat Desa. Maka dengan demikian Pramudya (2013) mengtakan perbedaan antara Badan Perwakilan Desa dengan Badan Musyawarah Desa tidaklah mengalami perubahan fungsi utamanya

“musyawarah untuk mufakat”. Musyawarah berbicara tentang proses sedangkan mufakat berbiara tentang hasil. Sebagai mana di disebutkan

dalam (pasal 2 ayat 1 Peraturan Mentri Desa No 2 tahun 2015 Tantang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambuilan Keputusan Musyawarah Desa) “Musyawarah Desa atau yang disebut dengan nama lain ialah musyawarah antara BPD, pemerintah Desa dan unsur masyarakat yang diselenggarakan oleh BPD untuk menyepakati hal yang strategis”. Dan (pasal 2 ayat 2 Peraturan Mentri Desa No.2 tahun 2015 Tantang Pedoman Tata Tertib Dan Mekanisme Pengambuilan Keputusan Musyawarah Desa) “Hal yang bersifat strategis sebagai mana dimaksud pada pada pasal (1) meliputi : a) Penataan Desa; b) Perencanaan Desa; c) Kerja Sama Desa; d) Rencana Investasi Yang Masuk Ke Desa; e) Pembentukan BUM Desa; f) Penambahan Dan Pelepasan Aset Desa; g) Kejadian Luarbiasa ”. Maka dengan demikian BPD juga terlibat dalam perencanan pembangunan Desa.

Gambaran umum BPD :

1. Kewajiban BPD

a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika; a. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika;

c. menyerap, menampung, menghimpun, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat Desa;

d. mendahulukan kepentingan umum di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan/atau golongan;

e. menghormati nilai sosial budaya dan adat istiadat masyarakat Desa; dan

f. menjaga norma dan etika dalam hubungan kerja dengan lembaga kemasyarakatan Desa. (Pasal 63 UU No 6 tahun 2014)

2. Keanggotaan BPD

a. Jumlah anggota BPD ditetapkan dengan jumlah ganjil, paling sedikit 5 (lima) orang dan paling banyak 9 (sembilan) orang, dengan memperhatikan luas wilayah, jumlah penduduk, dan kemampuan keuangan Desa.

b. Pimpinan BPD terdiri dari 1 (satu) orang Ketua, 1 (satu) orang Wakil Ketua, dan 1 (satu) orang Sekretaris, yang dipilih dari dan oleh anggota BPD secara langsung dalam Rapat BPD yang diadakan secara khusus.

c. Pimpinan dan Anggota BPD dilarang: (a) mejadi pelaksana proyek Desa; (b) merugikan kepentingan umum, meresahkan sekelompok masyarakat, dan mendiskriminasikan warga atau golongan masyarakat lain; (c) melakukan Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan menerima uang, barang dan/atau jasa dari pihak lain yang dapat mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan dilakukannya; (d) menyalah gunakan wewenang; dan (e) melanggar sumpah/ janji jabatan.

3. Masa jabatan BPD ialah 6 (enam) tahun dan dapat diangkat/diusulkan kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berukutnya.

4. Fungsi BPD (1) membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat Desa; dan (3) melakukan pengawasan kinerja Kepala Desa.

5. Wewenang BPD: (1) membahas rancangan peraturan Desa bersama Kepala Desa; (2) melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan Desa dan peraturan Kepala Desa; (3) mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa; (4) membentuk panitia pemilihan Kepala Desa; (5) menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat; dan (6) menyusun tata tertib BPD.

6. BPD mempunyai hak: (1) meminta keterangan kepada Pemerintah Desa; dan (2) menyatakan pendapat.

7. Anggota BPD mempunyai hak: (1) mengajukan rancangan peraturan Desa; (2) mengajukan pertanyaan; (3) menyampaikan usul dan pendapat; (4) memilih dan dipilih; dan (5) memperoleh tunjangan (Hanif,2011:77-79).

C. Konsep Pengelolaan Pembangunan Desa

Pengertian pengelolaan, Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola. 1) proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; 2) proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; 3) proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat di pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Dan menurut Atmosudirjo (1982) dalam _______,2016 “pengelolaan ialah kegiatan pemanfaatan dan pengendalian atas Pengertian pengelolaan, Menurut Kamus Bahasa Indonesia, pengelolaan adalah proses, cara, perbuatan mengelola. 1) proses melakukan kegiatan tertentu dengan menggerakkan tenaga orang lain; 2) proses yang membantu merumuskan kebijaksanaan dan tujuan organisasi; 3) proses yang memberikan pengawasan pada semua hal yang terlibat di pelaksanaan kebijaksanaan dan pencapaian tujuan. Dan menurut Atmosudirjo (1982) dalam _______,2016 “pengelolaan ialah kegiatan pemanfaatan dan pengendalian atas

Menurut Terry dalam (Syafiie, 2001 : 2) “pengelolaan atau menagemant adalah suatu proses khusus yang terdiri dari perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan lainnya”. sedangkan dalam (pasal 1 angka 6 Permendagri No.113 tahun 2014) disebutkan bahwa pengelolaan keuangan Desa ialah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggung jawaban Keuangan Desa.

Pengertian pembangunan Menurut Sondang,(2008, dalam Jailani, 2010) “pembangunan didefinisikan sebagai rangkaian usaha mewujudkan pertumbuhan dan perubahan secara terencana dan sadar yang ditempuh oleh suatu negara bangsa menuju modernitas dalam rangka pembinaan bangsa (nation building) ”. Sedangkan Pembangunan Desa sebagai mana disebutkan dalam (pasal 1 angka 9 Permendagri No. 114 tahun 2014) ialah “upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat Desa”. Adapun tujuan daripada Pembangunan Desa dalam (pasal 78 ayat 1 UU No. 6 tahun 2014) ialah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal , serta kemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.

Berdasarkan rangkaian hal tersebut di atas maka pengelolaan pembangunan Desa ialah keseluruhan kegiatan dimulai dara perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang meliputi proses peningkatan dan pertumbuhan kualitas kehidupan kesejahteraan masyarakat di Desa.

D. Peran BPD Dalam Mengoptimalkan Pengelolaan Pembangunan Desa

Dalam pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. dengan mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Pembangunan desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan (pasal 78 ayat 1,3 dan 2 UU No 6 tahun 2014)

Perencanaan pembangunan desa oleh Pemerintah Desa disusun berjangka meliputi : a) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu 6 (enam) tahun dan b) rencana pembangunan tahunan Desa atau yang disebut dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), merupakan penjabaran dari Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) untuk jangka waktu satu tahun (pasal 79 ayat 2 UU No. 6 tahun 2014). RPJM Desa dan RKP Desa ditetapkan dengan peraturan Desa oleh Kepala Desa bersama dengan BPD.

1. Peran BPD dalam penyusunan RPJM Desa

Berdasarkan penjabaran dari (Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman pembangunan desa ). Rancangan RPJM Desa memuat visi dan misi Kepala Desa, arah kebijakan pembangunan Desa, serta rencana kegiatan yang meliputi bidan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa. kemudian Kepala Desa membentuk tim penyusun RPJM Desa yang terdiri dari a) Kepala Desa selaku pembina; b) sekretaris Desa selaku ketua; c) ketua LPM selaku sekretaris; dan d) anggota yang berasal dari perangkat Desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), kader LPM, dan unsur masyarakat lainnya Yang melaksanakan kegiatan a) penyelarasan arah kebijakan pembangunan kabupaten/kota; b) pengkajian keadaan Desa; c) penyusunan rancangan RPJM Desa; dan penyempurnaan RPJM Desa. Tim penyusun RPJM Desa melaporkan hasil pengkajian keadaan Desa kepada Kepala Desa lalu Kepala Desa menyampaikan laporan kepada BPD selanjutnya

a. Perencanaan penyusunan RPJM Desa, BPD menyelenggarakan musyawarah Desa (Musdes) yang membahas dan menyepakati a) laporan hasil pengkajian keadaan Desa; b) rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi Kepala Desa; dan c) rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat. Adapun hasil kesepakatan musyawarah Desa dituangkan dalam berita acara yang akan menjadi pedoman bagi a. Perencanaan penyusunan RPJM Desa, BPD menyelenggarakan musyawarah Desa (Musdes) yang membahas dan menyepakati a) laporan hasil pengkajian keadaan Desa; b) rumusan arah kebijakan pembangunan Desa yang dijabarkan dari visi dan misi Kepala Desa; dan c) rencana prioritas kegiatan penyelenggaraan pemerintahan Desa, pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat. Adapun hasil kesepakatan musyawarah Desa dituangkan dalam berita acara yang akan menjadi pedoman bagi

b. Pelaksanaan

Desa, Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa (Musrenbang Desa) yang diikuti oleh pemerintah Desa, BPD dan unsur masyarakat Untuk membahas dan menyepakati rancangan RPJM Desa yang akan menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RPJM Desa yang disusun oleh Kepala Desa.

penyusunan

RPJM

c. Pengawasan penyusunan RPJM Desa, Rancangan peraturan tersebut dibahas dan disepakati Kepala Desa bersama BPD untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa tentang RPJM Desa. BPD harus mengawasi dan memastikan penetapan RPJM Desa Desa berdasarkan pada hasil kesepakatan musyawarah Desa

2. Peran BPD dalam penyusunan RKP Desa. Berdasarkan penjabaran dari (Permendagri No. 114 Tahun 2014 tentang Pedoman pembangunan desa ). Pemerintah Desa menyusun RKP Desa sebagi penjabaran dari RPJM Desa sesuai dengan informasi dari pemerintah daerah kabupaten/kota berkaitan dengan pagut indikatif Desa dan rancangan kegiatan pemerintah, pemerintah Desa Provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Yang akan selanjutnya RKP Desa tersebut menjadi dasar penetapan APDB Desa. Maka Kepala Desa dalam menyusun RKP Desa tidak boleh dengan sepihak.

a. Perencanaan penyusunan RKP Desa, BPD menyelenggarakan musyawarah Desa (Musdes) dalam rangka menyusun rencana pembangunan Desa yang akan menjadi pedoman bagi pemerintah Desa dalam menyusun rancangan RKP Desa dan daftar usulan RKP Desa. Adapun kegiatan dalam musyawarah tersebut a) mencermati ulang RPJM Desa; b) menyepakati hasil pencermatan ulang RPJM Desa; dan c) membentuk tim verifikasi sesuai dengan jenis kegiatan dan keahlian yang dibutuhkan yang apa berasal dari warga masyarakat dan/atau satuan kerja perangkat daerah kabupaten/kota. Adapun hasil kesempatan dari musyawarah Desa tersebut dituangkan dalam berita acara yang akan menjadi pedoman Kepala Desa dalam menyusun RKP Desa. Dan untuk selanjutnya Kepala Desa membentuk Tim penyusun RKP Desa yang akan menyusun rancangan RKPDEes dan daftar usulan RKP Desa.

b. Pelaksanaan

Desa, Kepala Desa menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan Desa (Musrenbang Desa) yang diikuti pemerintah Desa, BPD dan unsur masyarakat untuk membahas dan menyepakati rancangan RKP Desa. Adapun Hasil kesepakatan dalam musyawarah perencanaan pembangunan Desa menjadi lampiran rancangan peraturan Desa tentang RKP Desa

penyusunan

RKP

c. Pengawasan penyusunan RKP Desa, rancangan peraturan tersebut yang akan dibahas dan disepakati Kepala Desa dan BPD untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa tentang RKP Desa. BPD harus c. Pengawasan penyusunan RKP Desa, rancangan peraturan tersebut yang akan dibahas dan disepakati Kepala Desa dan BPD untuk ditetapkan menjadi peraturan Desa tentang RKP Desa. BPD harus

3. Peran BPD dalam menyusun APBDesa.

Berdasarkan penjabaran dari (Permendagri No. 113 tahun 2014 Tentang Pengelolaan Keuangan Desa ) APBDesa (Anggaran belanja dan pendapatan Desa) ialah rencana keuangan Desa dalam 1 (satu) tahun yang memuat perkiraan pendapatan, rencana belanja program dan kegiatan, dan rencana pembiayaan yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa, dan ditetapkan dengan peraturan Desa. Penyelenggaraan pemerintahan Desa yang output-nya berupa pelayanan publik, pembangunan, dan perlindungan masyarakat harus disusun perencanaannya setiap tahun dan dituangkan dalam APBDesa. Dalam APBDesa inilah terlihat apa yang akan dikerjakan pemerintah Desa dalam tahun berjalan. Adapun BPBDesa terdiri dari pendapatan Desa, belanja Desa dan pembiayaan Desa.

a. Perencanaan penyusunan APBDesa, sekretaris Desa menyusun rancangan peraturan Desa tentang APBDesa berasarkan RKP Desa tahun berkenaan. Sekretaris Desa menyampaikan rancangan peraturan Desa tentang APBDesa kepada Kepala Desa selanjutnya Kepala Desa menyampaikan kepada BPD untuk dibahas dan disepakati bersama ( Pembahasan menitik beratkan pada kesesuaian RAPBDesa dengan RKP Desa) . . Rancangan peraturan Desa yang telah disetujui, Kepala

Desa menyampaikan kepada bupati/walikota atau kecamatan untuk di evaluasi selanjutnya untuk bisa ditetapkan menjadi peraturan Desa.

b. Pengawasan penyusunan APBDesa, Sekretaris Desa menyusun rancangan Peraturan Desa berdasarkah hasil evaluasi dari kabupaten/kota atau kecamatan tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBDesa dan rancangan keputusan Kepala Desa tentang pertanggung jawaban Kepala Desa. Sekretaris Desa menyampaikan kepada Kepala Desa untuk dibahas dan ditetapkan bersama BPD menjadi Peraturan Desa tentang APBD Desa.

c. Mengawasi Proses Penyusunan dan Implementasi APB Desa .

4. Peran BPD Dalam Menyerap Dan Menyalurkan Aspirasi

Masyarakat. Menurut Slameto, (2003 dalam _______,2016) aspirasi ialah keinginan dan harapan indivitis akan suatu prestasi serta suatu keberhasilan. Defenisi partisipasi yang berlaku secara universal ialah kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Jadi aspirasi akan mengarahkan aktifitas individu untuk lebih berfokus pada pencapaian tujuan-tujuan tersebut.

Keterlibatan partisipasi terbagi atas dua yaitu terlibat secara langsung dan tidak langsung, keterlibatan secara langsung ialah dimana menggambarkan keterlibatan langsung seseorang seperti mengikuti pertemuan, menyediakan tenaga kerjanya untuk proyek sedangkan

keterlibatan tidak langsung ialah menggambarkan keikutsertaan melalui perwakilan seperti mewakili kelompok dalam muasyawarah perencanaan, evaluasi dan laporan pertanggung jawaban. Sebagai mana yang telah saya uaraikan pada latar belakang penelitian ini ialah, Desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan serta kepentingan masyarakat setempat/Desa sebagai otonomi desa yang asli, bulat dan utuh. Desa ialah pemerintahan masyarakat, yang artinya desa sebagai organisai pemerintahan lokal dan komonitas mandiri yang mengeloala dirinya sendiri maka Pemerintah Desa haruslah melibatkan masyarakat sebagi unsur strategis dalam pengelolaan penyelenggaraan pembangunan Desa (aspirasi masyarakat) sebagai mana pada Pasal 80 UU No. 6 Tahun 2014 menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan desa dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat desa.

Dalam (pasal 24 (d), (g), (h) dan (k) UU No. 6 tahun 2014) pemerintahan desa berdasarkan dengan asas keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisien dan partispastif. Maka Kepala Desa mempunyai kewajiban memberi informasi kepada masyarakat desa. (pasal 26 : 4 (p) UU No 6 tahun 2014), menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa kepada masyarakat desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam musyawara Desa paling sedikit sekali dalam satahun (pasal 82 ayat 4 UU No 6 tahun 2014) serta memberikan laporan keterangan penyelenggaraan Dalam (pasal 24 (d), (g), (h) dan (k) UU No. 6 tahun 2014) pemerintahan desa berdasarkan dengan asas keterbukaan, akuntabilitas, efektivitas dan efisien dan partispastif. Maka Kepala Desa mempunyai kewajiban memberi informasi kepada masyarakat desa. (pasal 26 : 4 (p) UU No 6 tahun 2014), menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan RPJM Desa, RKP Desa dan APBDesa kepada masyarakat desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam musyawara Desa paling sedikit sekali dalam satahun (pasal 82 ayat 4 UU No 6 tahun 2014) serta memberikan laporan keterangan penyelenggaraan

Maka masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan dan meminta informasi serta mengawasi, menyampaikan aspirasi, saran dan pendapat (lisan/tulisa) terhadap penyelanggaraan pemerintahan Desa dan pelaksanaan pembangunan Desa (pasal 68 ayat 1(a) dan 1(c) UU No. 6 tahun 2014) dan mendapatkan informasi tentang rencana dan pelaksanaan pembangunan desa, melakukan pemantauan pelaksanaan pembanguan desa, melaporkan hasil pemantauan dan keluhan pelaksanaan pembangunan desa kepada Pemerintah Desa dan BPD serta berpartisipasi dalam musyawarah Desa dalam menanggapi laporan pelaksanaan pembanguan desa (pasal 82 ayat 1,2,3 dan 5 UU No.6 tahun 2014) Hal ini diperkuat dalam PP No. 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa, yaitu bahwa partisipasi masyarakat di dalam proses perencanaan pembangunan desa dilakukan melalui pelaksanaan Musyawarah Desa (Musdes) dan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang Desa).

Adapun pengaduan masyarakat dan penyelesaian masaalah dilakukan secara mandiri oleh desa berdasarkan kearifal lokal dan penurusutamaan perdamaian melalui Musyawarah Desa untuk menyepakati masaalah dinyatakan selesai (pasal 78 Permendagri No 114 tahun 2014).

pemantauan penyelenggaraan pemerintahan desa dan pembangunan desa dilakukan secara partisipatif

Dalam pengawasan

dan

oleh masyarakat desa. Selanjutnya hasil pengawasan dan pemantauan pembangunan desa menjadi dasar pembahasan dalam musyawarah desa dalam rangka pelaksanaan pembangunan Desa (Pasal 84 ayat 2 dan 4 permendgari No 114 tahun 2014). BPD menyelangarakan musyawarah desa setiap bulan juni dan bulan desember tahun anggaran berikunya, dalam rangka untuk pelaksana kegiatan menyampaikan laporan akhir pelaksanaan kegiatan kepada kepala desa untuk selanjutnya kepala desa menyampaikan hasil pelaksanaan kegaiatan kepada BPD tentang laporan pelaksanaan pembangunan. Masyarakat desa berpartisipasi dalam menanggapi laporan pelaksanaan pembangunan desa lalu disampaikan dengan memberi masukan kepada kepala desa, selanjutnya BPD, kepala Desa, pelaksana kegiatan dan masyarakat desa membahas dan menyepakati tanggapan dan masukan masyarakat desa dan untuk selanjutnya kepala desa mengoordinasikan pelaksana kegiatan untuk melakukan perbaikan hasil kegiatan berdasarkan hasil kesepakatan musyawarah desa (pasal 81 dan 82 Permendagri No 114 tahun 2014).

Sedangkan musyawarah desa ialah musyawarah yang diselenggarakan oleh BPD untuk memuswarakan hal yang bersifat strategis meliputi: a) penataan Desa; b) perencanaan Desa; c) kerjasama Desa; d) rencana investasi yang masuk ke desa; e) pembentukan BUM Desa; dan g) kejadian luarbiasa. (pasal 54 ayat 1 dan 2 UU No 6 tahun 2014)

Dari uraian tersebut diatas hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat desa tidak demokratis dan efektif tanpa adanya wadah atau Dari uraian tersebut diatas hubungan antara pemerintah desa dengan masyarakat desa tidak demokratis dan efektif tanpa adanya wadah atau

E. Kerangaka Pikir

Negara Kesatuan Republik Indonesia, Negara yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 yang disusun dalam sidang BPUPKI yang melahirkan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi atau hukum tertinggi dalam ketatanegaraan Indonesia yang menjadikan indonesia sebagai negara hukum (rechtaat). Dengan sistem pemerintahan presidensial yang bertanggung jawaban kepada badan MPR (cek and blance). sejalan dengan prinsip otonomi daerah dan Sebagai negara hukum, di tingkat pemerintahan terendah yaitu Desa untuk menghindari adanya penyalahgunaan penyelenggaraan dan kekuasaan Kepala Desa, maka dibentuk Badan Permusyawaratan Desa yang melaksanakan fungsi legislatif, pengawasan serta melaksanakan kewenangan Desa yang bekerja sama dengan Kepala Desa.

UU No. 6 tahun 2014

Otonomi Desa/kewenangan Desa

Teknis pengelolaan pembangunan Desa:

permendagri, No113 dan 114 /214

Efektivitas Pengelolaan

Kepela Desa Dan BPD dan Unsur

Pembangunan Desa (RPJM

Perangkat Desa Masyarakat

Desa, RKP Desa, APBDesa

Masalah

Solusi

Musyawarah Desa

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini ialah penelitian jenis Deskriptif dengan pendekatan Kualitatif. metode Deskriptif, ialah yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu. Menurut Sukmadinata, (2011: 73) penelitian deskriprif ditujukan untuk mendikripsikan atau menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena yang bersifat alamiah atau rekayasa manusia, yang lebih memperhatikan mengenai berbagai peran aktifitas, karakteristik, kualitas, keterkaitan antar kegiatan. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Sedangkan Penelitian kualitatif menurut Taylor dan Bogdan, (1984:5 dalam Sutinah dan Suyanto, 2005:166) dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingka laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti secara induktif analisis.