KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN ASPHALT CONCRETE (AC) DENGAN BAHAN PENGISI (FILLER) ABU VULKANIK GUNUNG MERAPI

(1)

commit to user

i

KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN ASPHALT CONCRETE (AC)

DENGAN BAHAN PENGISI (FILLER) ABU VULKANIK GUNUNG

MERAPI

The Marshall Characteristics of Asphalt Concrete (AC) Mix with Merapi Volcanic Ash Filler

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun Oleh :

VEBBY PERMATASARI SUBONO

I 0107023

JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2011


(2)

commit to user

ii

LEMBAR PERSETUJUAN

KARAKTERISTIK

MARSHALL

CAMPURAN

ASPHALT CONCRETE (AC)

DENGAN BAHAN

PENGISI (

FILLER

) ABU VULKANIK GUNUNG

MERAPI

The Marshall Characteristics of Asphalt Concrete (AC) Mix with Merapi Volcanic Ash Filler

Disusun oleh :

VEBBY PERMATASARI SUBONO

I 0107023

Telah disetujui untuk dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

Persetujuan Dosen Pembimbing

Dosen Pembimbing I

Ir. Agus Sumarsono, MT N I P. 19570814 198601 1 001

Dosen Pembimbing II

Ir. Djoko Sarwono, MT N I P . 19600415 199201 1 001


(3)

commit to user

iii

KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN

ASPHALT CONCRETE (AC)

DENGAN BAHAN

PENGISI (

FILLER

) ABU VULKANIK GUNUNG

MERAPI

The Marshall Characteristics of Asphalt Concrete (AC) Mix with Merapi Volcanic Ash Filler

SKRIPSI

Disusun oleh:

VEBBY PERMATASARI SUBONO

I 0107023

Telah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Pendadaran Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas sebelas Maret pada Hari Kamis, Tanggal 14 April 2011.

1. Ir. Agus Sumarsono, MT. ( ...………....)

NIP. 19570814 198601 1 001

2. Ir.Djoko Sarwono, MT. (………)

NIP. 19600415 199201 1 001

3. Ir. Ary Setyawan Msc,PhD. (………)

NIP. 19661204 199512 1 001

4. Slamet Jauhari Legowo, ST,MT. (………)

NIP. 19670413 199702 1 001

Mengetahui, Disahkan

a.n Dekan Fakultas Teknik UNS Ketua Jurusan Teknik sipil

Pembantu Dekan I Fakultas Teknik UNS

Ir. Noegroho Djarwanti, MT Ir. Bambang Santosa, MT


(4)

commit to user

iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN

“ Hidup harus memiliki target, karena targetlah yang akan memicu

kita dalam kesuksesan ” ( Penulis )

“ Tidak ada harga atas waktu, tapi waktu sangat berharga. Memiliki

waktu tidak menjadikan kita kaya, tapi menggunakannya dengan

baik adalah sumber dari semua kekayaan. ” ( Mario Teguh )

Terima Kasih Ya Allah...Atas kelancaran dan

kenikmatan yang telah Engkau berikan kepadaku,

sehingga karyaku ini bisa selesai ,,,,,,

Kupersembahkan Karyaku Kepada:

Mama & Papaku tercinta

Terima kasih atas do’a, kesabaran

dan pengorbanannya untukku

Leo Aryo B, Calya Chesta A.G,

M Robby N.S, dan M. Wibbie W.S

Terimakasih untuk semuanya

kalian adalah semangat terbesarku


(5)

commit to user

v

ABSTRAK

Vebby Permatasari Subono. 2010. Karakteristik Marshall Campuran Asphalt

Concrete (AC) dengan Bahan Pengisi (Filler) Abu Vulkanik Gunung Merapi. Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Letusan Gunung merapi 5 November 2010 menghasilkan banyak abu vulkanik yang berdampak negatif bagi kesehatan ataupun lingkungan. Sehingga perlu dilakukan penelitian agar abu vulkanik dapat digunakan dalam lapis perkerasan jalan terutama pada perkerasan Asphalt Concrete, Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penggantian filler abu vulkanik terhadap nilai karakteristik marshall dan apakah memenuhi persyaratan Revisi SNI No.1737-1989-F.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dilakukan yang di laboratorium dengan variasi kadar aspal 4,5%, 5%, 5,5%, 6%, dan 6,5% serta kadar abu vulkanik 0%, 25%, 50%, 75% dan 100% pada setiap variasi kadar aspal. Sampel yang digunakan berjumlah masing-masing 3 buah. Pengujian menggunakan alat uji Marshall Test. Pengujian yang digunakan untuk mendapatkan hubungan nilai karakteristik Marshall dengan variasi abu vulkanik yaitu analisis varian dan regresi.

Hasil dari keseluruhan perhitungan anova bahwa penggantian abu vulkanik pada kadar aspal optimum 5,5% tidak menyebabkan perubahan nilai stabilitas, densitas, VIM dan Marshall Quotient secara nyata. Berbeda dengan hasil anova terhadap nilai flow, dimana menyebabkan perubahan nilai flow secara nyata. Hasil dari karakteristik Marshall pada kondisi KAO, penggantian filler abu vulkanik sebesar 100% dan 75% dengan kadar aspal optimum 5,45% dan 5,50% merupakan campuran AC yang nilai stabilitas dan densitasnya memenuhi spesifikasi Revisi SNI No. 1737-1989-F, namun pada nilai VIM, flow serta MQ-nya tidak memenuhi.


(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Vebby Permatasari Subono, 2011. The Marshall Characteristics of Asphalt

Concrete (AC) Mix with Merapi Volcanic Ash Filler. Thesis, Civil

Engineering Department of Surakarta Sebelas Maret University.

Merapi volcanic explosion on November 2010 provided volcanic ash affecting adversely the health or environment. There should be a research conducted to find out whether or not it can be used in the road hardening layer particularly in Asphalt Concrete (AC) hardening. The objective of research the effect of filler substitution of volcanic dust on the Marshall Characteristic value and whether or not it qualifies the requirement of revised SNI No.1737-1989-F

This research was laboratory experimental in nature with asphalt level variation of 4.5%; 5%; 5.5%; 6%; 6.5% and volcanic ash filler level of 0%, 25%, 50%, 75%, and 100% in each asphalt level variation. There were 3 samples used. The examination was done using Marshall test instrument. The testing methods used for obtaining the relationship between the Marshall characteristic value and the volcanic ash variation were variance and regression analyses.

Result from the overall ANOVA calculation that the replacement of volcanic ash at optimum asphalt content of 5,5 % does not cause change in the value of stability, density, VIM, and Marshall Quotient significantly. In contrast to the results of anova on the value of flow, which causes changes in the flow significantly. Result of marshall character in KAO condition, the exchange of volcanic ash are 100% and 75% with contents of asphalt optimum 5,45% and 5,50% are AC mixture wich is have stability value and density are fulfill the specification, but at VIM value, flow and Marshall Quotient are uncomplimentary.


(7)

commit to user

vii

KATA PENGANTAR

ﺳﻼ ﻋ

ﷲﻮ ﮔ ﻪ

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini.

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis menyusun tugas akhir dengan judul “Karakteristik Marshall

Campuran Asphalt Concrete (AC) dengan Bahan Pengisi (Filler) Abu

Vulkanik Gunung Merapi, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh

karakteristik abu vulkanik Merapi sebagai filler dan karakteristik uji Marshall dengan memgunakan abu vulkanik Merapi sebagai filler. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak penulis sulit mewujudkan laporan tugas akhir ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Pimpinan Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret

2. Pimpinan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret 3. Ir. Agus Sumarsono, MT, selaku dosen pembimbing I.

4. Ir. Djoko Sarwono, MT, selaku Dosen Pembimbing II dan Ketua Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

5. Ir. Bambang Santoso, MT dan Senot Sangadji, ST, MT selaku Dosen Pembimbing Akademis

6. Segenap Dosen Penguji Skripsi.

7. Muh. Sigit Budi Laksana, ST, selaku staff Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

8. Keluarga besar Subono, Keluarga besar Imam Supi’i dan Keluarga besar Iswadi, Terimakasih atas bantuan, semangat dan kekompakannya.


(8)

commit to user

viii

9. Sahabatku tercinta Citra, Thia, Mayang, Endah terima kasih kalian selalu ada dalam suka dukaku.

10. Ami Jalu, Chitra, Benk2, Ardyan, Hero, Agung, Abd. Rozaq, Doni, Zaqi M, Ucup, dan teman-temanku semua yang ikut membantu dalam proses skripsi ini. Terimakasih atas persahabatan dan solidaritasnya.

11. Teman-teman Kost Galinta terima kasih atas support dan semangatnya. 12. Keluarga Besar Teknik Sipil 2007 terimakasih atas pertemanan dan

kerjasamanya selama ini.

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan penelitian selanjutnya. Penulis berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan penulis pada khususnya.

ﻮ ﺳﻼ ﻋ ﻜ ﻮ

ﷲﻮ

Surakarta, April 2011


(9)

commit to user

ix

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... iv

ABSTRAK ... v

ABSTRACT ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 3

1.5. Hipotesis ... 4

1.6. Manfaat Penelitian ... 4

1.6.1. Manfaat Teoritis... 4

1.6.2. Manfaat Praktis ... 4

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka ... 5

2.2. Dasar Teori.. ... 8

2.2.1. Struktur Perkerasan Jalan ... 8

2.2.1.1. Lapis Permukaan (Surface Course) ... 9


(10)

commit to user

x

2.2.1.3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course) ... 10

2.2.1.4. Tanah Dasar (Subgrade) ... 11

2.2.2. Pembebanan pada Perkerasan Jalan... 11

2.2.3. Bahan Penyusun Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete) ... 13

2.2.3.1. Agregat ... 15

2.2.3.2. Filler Abu Vulkanik ... 20

2.2.3.2. Aspal ... 25

2.2.4. Karakteristik Campuran ... 27

2.3. Pengujian Campuran Asphalt Concrete.. ... 29

2.3.1. Pengujian Volumetrik ... 29

2.3.2. Pengujian Marshall……….. ... 32

2.3.2.1. Stabilitas ... 32

2.3.2.2. Flow ... 32

2.3.2.3. Marshall Quotient ... 33

2. 4. Analisis Varian (Anova)... ... 33

2. 5. Kerangka Pemikiran... ... 36

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ... 37

3.2. Waktu Penelitian... ... 37

3.3. Jenis Data……… ... 38

3.4 Peralatan …….………. . 38

3.5 Bahan …….………. . 40

3.6. Benda Uji ... 41

3.7. Prosedur Pelaksanaan ... 42

3.7.1. Pembuatan Benda Uji ... 42

3.7.2. Volumetrik Test ... 43

3.7.3. Marshall Test ... 44

3.8. Tahap Penelitian... ... 45

BAB 4 ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pemeriksaan Bahan….. ... 47

4.1.1. Hasil Pemeriksaan Agregat ... 47


(11)

commit to user

xi

4.1.3. Hasil Pemeriksaan Filler Abu Vulkanik ... 51 4.2. Hasil Pemeriksaan dan Pengujian Marshall... ... 53 4.3. Hasil Perhitungan Kadar Aspal Optimum….. ... 56

4.3.1. Pengaruh Variasi Campuran Kadar Aspal dan Kadar Filler Abu Vulkanik terhadap Stabilitas ... 56 4.3.2. Pengaruh Variasi Campuran Kadar Aspal dan Kadar Filler Abu

Vulkanik terhadap Flow ... 59 4.3.3. Pengaruh Variasi Campuran Kadar Aspal dan Kadar Filler Abu

Vulkanik terhadap Densitas ... 61 4.3.4. Pengaruh Variasi Campuran Kadar Aspal dan Kadar Filler Abu

Vulkanik terhadap VIM ... 63 4.3.5. Pengaruh Variasi Campuran Kadar Aspal dan Kadar Filler Abu

Vulkanik terhadap Marshall Quotient ... 65 4.4. Pembahasan Hasil Pengujian Marshall….. ... 67

4.4.1. Analisis Varian Kadar Aspal dengan Nilai Stabilitas pada

Asphatl Concrete (AC)……… ... 67 4.4.2. Analisis Varian Kadar Aspal dengan Nilai Flow pada Asphalt

Concrete (AC) ... 75 4.4.3. Analisis Varian Kadar Aspal dengan Nilai Densitas pada Asphalt

Concrete (AC) ... 80 4.4.4. Analisis Varian Kadar Aspal dengan Nilai VIM pada Asphalt

Concrete (AC) ... 85 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan...….. ... 92 5.2. Saran...….. ... 92 DAFTAR PUSTAKA....….. ... 93 LAMPIRAN


(12)

commit to user

xii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Persyaratan Laston ... 14

Tabel 2.2. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat ... 19

Tabel 2.3. Batas-batas Gradasi Menerus Agregat Campuran... 20

Tabel 2.4. Kandungan Oksida Abu Vulkanik Menurut ASTM C 618-78 ... 22

Tabel 2.5. Ilustrasi Perhitungan Anova ... 34

Tabel 3.1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 37

Tabel 3.2. Kebutuhan Benda Uji... ... 41

Tabel 4.1. Hasil Pemeriksaan Agregat Kasar (CA) ... 48

Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Agregat Sedang (MA) ... 48

Tabel 4.3. Hasil Pemeriksaan Agregat Halus (FA) ... 48

Tabel 4.4. Hasil Pemeriksaan Agregat Pasir (NS) ... 49

Tabel 4.5. Gradasi Rencana Campuran AC Spec IV SNI 03-1737-1989 ... 49

Tabel 4.6. Hasil Pemeriksaan Aspal ... 50

Tabel 4.7. Hasil Pemeriksaan Filler Abu Vulkanik Gunung Merapi ... 51

Tabel 4.8. Kandungan Oksida Abu Vulkanik Menurut ASTM C 618-78 ... 52

Tabel 4.9. Komposisi Kimia Abu Vulkanik Gunung Merapi ... 52

Tabel 4.10. Berat Jenis Abu Vulkanik Gunung Merapi ... 53

Tabel 4.11. Rekapitulasi Hasil Uji Marshall Pengganti Filler dengan Abu Vulkanik ... 55

Tabel 4.12. Hasil uji Marshall AC pada Kadar Aspal Optimum dengan pengganti filler abu vulkanik ... 58

Tabel 4.13. Data Nilai Stabilitas ... 67

Tabel 4.14. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 4,5% ... 68

Tabel 4.15. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 4,5% dengan Perlakuan Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 69

Tabel 4.16. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,0% ... 70


(13)

commit to user

xiii

Tabel 4.17. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,0% dengan Perlakuan Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 71 Tabel 4.18. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,5% ... 71 Tabel 4.19. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 72 Tabel 4.20. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,0% ... 72 Tabel 4.21. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,0% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 73 Tabel 4.22. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,5% ... 73 Tabel 4.23. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 74 Tabel 4.24. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 4,5% ... 75 Tabel 4.25. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 4,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 75 Tabel 4.26. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,0% ... 76 Tabel 4.27. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,0% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 76 Tabel 4.28. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,5% ... 77 Tabel 4.29. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 77 Tabel 4.30. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,0% ... 78 Tabel 4.31. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,0% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 78 Tabel 4.32. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,5% ... 79


(14)

commit to user

xiv

Tabel 4.33. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,5% dengan Perlakuan Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 79 Tabel 4.34. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 4,5% ... 80 Tabel 4.35. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 4,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 80 Tabel 4.36. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,0% ... 81 Tabel 4.37. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,0% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 81 Tabel 4.38. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,5% ... 82 Tabel 4.39. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 82 Tabel 4.40. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,0% ... 83 Tabel 4.41. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,0% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 83 Tabel 4.42. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,5% ... 84 Tabel 4.43. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 84 Tabel 4.44. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 4,5% ... 85 Tabel 4.45. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 4,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 85 Tabel 4.46. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,0% ... 86 Tabel 4.47. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,0% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 86 Tabel 4.48. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,5% ... 87


(15)

commit to user

xv

Tabel 4.49. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 5,5% dengan Perlakuan Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 87 Tabel 4.50. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,0% ... 88 Tabel 4.51. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,0% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 88 Tabel 4.52. Perhitungan Variasi Antar dan Dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,5% ... 89 Tabel 4.53. Hasil Analisis Varian Kadar Aspal 6,5% dengan Perlakuan

Masing-Masing Kadar Abu Vulkanik ... 89 Tabel 4.54. Rekapitulasi Hasil Anova ... 90


(16)

commit to user

xvi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1. Struktur Perkerasan Lentur ... 9

Gambar 2.2. Distribusi Beban Pada Struktur Jalan ... 12

Gambar 2.3. Abu Vulkanik Dilihat dari Kasat Mata ... 23

Gambar 2.4. Ukuran Mikroskopis Abu Vulkanik ... 24

Gambar 2.5. Hasil Scan Abu batu dengan Mikroskop Elektron ... 24

Gambar 2.4. Diagram Alir Kerangka Berpikir ... 36

Gambar 3.1. Alat Uji Marshall ... 39

Gambar 3.2. Tahapan Penelitian ... 45

Gambar 4.1. Agregat yang Digunakan dalam Penelitian ... 47

Gambar 4.2. Grafik hubungan Stabilitas dengan Kadar Aspal ... 56

Gambar 4.3. Grafik hubungan Flow dengan Kadar Aspal ... 59

Gambar 4.4. Grafik hubungan Densitas dengan Kadar Aspal ... 61

Gambar 4.5. Grafik hubungan VIM dengan Kadar Aspal ... 63


(17)

commit to user

xvii

DAFTAR NOTASI DAN SIMBOL

% = prosentase/persen  = phi ( 3,14 )

a = Perlakuan Abu Vulkanik b = Perlakuan Aspal

Bc = kadar aspal

C = angka koreksi ketebalan °C = derajat Celcius

D = densitas

d = diameter benda uji df = Derajat Kebebasan C = angka koreksi ketebalan cm = centimeter

F = flow

Gac = Berat Jenis Aspal (gr/cm3) Gsa = Berat Jenis Apparent (gr/cm3) Gsb = Berat Jenis Bulk (gr/cm3)

Gse = Berat Jenis Rata-rata Agregat (gr/cm3) gr = gram

H0 = Hipotesa h = tebal benda uji AC = Asphalt Concrete k = faktor kalibrasi alat kg = kilogram

lb = pounds

MQ = Marshall Quotient P = porositas

Pba = Penyerapan Aspal (%)

q = pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb) r2 = koefisien determinasi


(18)

commit to user

xviii S = stabilitas

2

=

Kuadrat Mean Antar Perlakuan

2

=

Kuadrat Mean di dalam Perlakuan

VB = Variasi antar Perlakuan Vtotal =Variasi Total

VW = Variasi di dalam Perlakuan

= mean total dari semua pengukuran yang ada di semua kelompok = mean kelompok, mean perlakuan, mean baris.


(19)

commit to user

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran A Spesifikasi Bahan dan Campuran dan Data Sekunder Penelitian Lampiran B Data Primer Penelitian

Lampiran C Dokumentasi Penelitian Lampiran D Kelengkapan Administrasi


(20)

commit to user

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Perkembangan dan pertumbuhan penduduk sangat pesat di Indonesia . Seiring dengan hal tersebut mengakibatkan peningkatan mobilitas penduduk. Sehingga muncul banyak kendaraan-kendaraan berat yang melintas di jalan raya. Salah satu prasarana transportasi adalah jalan yang merupakan kebutuhan pokok dalam kegiatan masyarakat. Dengan melihat peningkatan mobilitas penduduk yang sangat tinggi maka diperlukan peningkatan baik kuantitas maupun kualitas jalan yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

Aspal beton sebagai bahan untuk konstruksi jalan sudah lama dikenal dan digunakan secara luas dalam pembuatan jalan. Hal ini disebabkan aspal beton mempunyai beberapa kelebihan dibanding dengan bahan-bahan lain, kemampuannya dalam mendukung beban berat kendaraan yang tinggi dan dapat dibuat dari bahan-bahan lokal yang tersedia dan mempunyai ketahanan yang baik terhadap cuaca. Aspal beton atau asphaltic concrete adalah campuran dari agregat bergradasi menerus dengan bahan bitumen. Kekuatan utama aspal beton ada pada keadaan butir agregat yang saling mengunci dan sedikit filler sebagai mortar.

Pada tanggal 5 November 2010 terjadi letusan eksplosif Gunung Merapi, yang mengeluarkan material vulkanik yang berukuran abu ke seluruh penjuru lereng Merapi mulai dari wilayah Kabupaten Magelang, Sleman, Klaten, dan Boyolali. Karakteristik abu vulkanik ini, relative berbeda dengan debu tanah kering yang biasa dijumpai pada musim kemarau. Abu vulkanik terbentuk dari pembekuan magma yang dierupsikan secara eksplosif. Sebagian butiran dari abu ini mempunyai bentuk runcing, dan karena kandungan silikanya yang besar, abu ini mempunyai sifat absorbsi yang tinggi.


(21)

commit to user

Abu vulkanik hasil piroklastik jatuhan dan juga awan panas ini menyebabkan banyak kerusakan, baik kerusakan tanaman, maupun infrastruktur, serta menyebabkan gangguan kesehatan mulai pernafasan dan penglihatan. Sehingga perlu di pikirkan untuk cara memanfaatkan abu vulkanik ini sebagai bahan yang bermanfaat dan berguna. Penelitian tentang pemanfaatan abu vulkanik ini belum begitu digalakkan apalagi dalam bidang jalan raya.

Menurut Juffrez dalam blog-nya yang berjudul bahan lapis keras, abu vulkanik dapat digunakan sebagai alternative bahan tambah dalam perkerasan jalan raya yang dapat meningkatkan stabilitas campuran perkerasan.

Hal tersebut mendorong penulis untuk memanfaatkan abu vulkanik sebagai pengganti filler dalam perkerasan Asphalt Concrete. Sehingga dengan pemanfaatan abu vulkanik sebagai filler ini diharapkan menghasilkan perpaduan yang baik antara agregat kasar, agregat halus, aspal dan filler yang nantinya akan diperoleh lapisan permukaan yang lentur dan dapat mendukung beban lalu lintas dengan baik dan nyaman tanpa mengalami deformasi atau kerusakan yang berarti dalam jangka waktu tertentu. Abu vulkanik yang dipakai dari Desa Musuk Kabupaten Boyolali yang memiliki kandungan silika dan alumina yang cukup banyak sehingga abu vulkanik ini juga diharapkan dapat meningkatkan kekakuan pada bahan ikat perkerasan serta dapat sebagai alternative pengganti semen sehingga lebih ekonomis.


(22)

commit to user

1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh nilai uji marshall campuran aspal beton dengan atau tanpa menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi?

2. Apakah campuran perkerasan AC dengan menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi memenuhi persyaratan karakteristik marshall revisi SNI03-1737-1989?

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dari skripsi ini adalah :

1. Perubahan kimiawi yang terjadi tidak ditinjau.

2. Tinjauan terhadap karakteristik campuran terbatas pada pengamatan terhadap hasil pengujian Marshall.

3. Abu vulkanik memenuhi syarat sebagai filler berdasarkan ASTM C 618-78 4. Gradasi agregat berdasarkan standart revisi SNI 03-1737-1989

5. Persyaratan stabilitas, flow, porositas dan densitas berdasarkan revisi SNI 03-1737-1989

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan landasan teori diatas maka tujuan dari penelitian sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pemanfaatan abu vulkanik

Gunung Merapi terhadap nilai uji marshall campuran AC (asphalt concrete)

2. Untuk mencari dan membandingkan hasil karakteristik marshall perkerasan AC (asphalt concrete) dengan menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi terhadap syarat revisi SNI 03-1737-1989


(23)

commit to user

1.5. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah penggantian filler abu vulkanik Gunung Merapi dapat meningkatkan stabilitas pada perkerasan Asphalt Concrete (AC).

1.6. Manfaat Penelitian

1.6.1. Teoritis

a. Menambah pengetahuan sejauh mana filler abu vulkanik Gunung Merapi dapat digunakan sebagai perkerasan AC

b. Mengembangkan pengetahuan di dunia teknik khususnya kontruksi lapisan perkerasan jalan yaitu mengenai karakteristik Marshall.

1.6.2. Praktis

a. Menambah alternatif pilihan penggunaan bahan perkerasan yang lebih ekonomis dan ramah lingkungan.

b. Mengatasi masalah pemanfaatan abu vulkanik Gunung Merapi terhadap lingkungan.

c. Untuk mengetahui nilai uji Marshall dengan penggunaan filler abu vulkanik pada asphalt concrete. Sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam pemilihan jenis perkerasan.


(24)

commit to user

5

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Tinjauan Pustaka

Lapis Aspal Beton (Laston) adalah suatu lapisan pada konstruksi jalan raya, yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. (SNI 03-1737-1989)

Hasil pemadatan yang dilakukan pada campuran aspal yang menggunakan bahan tambahan belerang menghasilkan nilai stabilitas sisa yang lebih tinggi yaitu sebesar 85 % dibandingkan dengan nilai stabilitas sisa pada campuran yang tanpa menggunakan bahan tambahan belerang yaitu sebesar 84,5 %, nilai dari stabilitas sisa tersebut didapat dari perendaman selama 30 menit dibagi dengan perendaman 24 jam dari hasil tersebut menurut DPU, Bina Marga tahun 1987 tentang peraturan laston disyaratkan indeks perendaman tersebut minimal harus mempunyai nilai IP sebesar 75% . Sehingga dari hasil pengamatan di lab dapat disimpulkan bahwa penggunaan bahan tambahan belerang pada aspal sebagai bahan pengikat pada campuran aspal beton dapat menghasilkan nilai IP sedikit lebih tinggi. (Dwinanta Utama, Ir, MSc, DIC.2006.Pengaruh Penggunaan Belerang Pada Aspal beton Panas Lapis Perkerasan Lentur. Universitas Brawijaya Malang)


(25)

commit to user

Hasil pengujian Marshall diperoleh grafik hubungan parameter campuran aspal, dengan kadar aspal optimum 4,8%. Dan dari pengujian Marshall rendaman diketahui stabilitas tersisa setelah perendaman 24 jam pada suhu 60 ºC adalah 93,545%. Dari hasil penelitian yang kami lakukan, didapatkan hasil bahwa semua pemeriksaan telah memenuhi standart spesifikasi dari AASHTO, ASTM, dan SNI sehingga perencanaan aspal beton dengan filler kapur padam ini dapat digunakan untuk lapis perkerasan Asphalt Concrete (AC). (Henny Fennisa dan Moh. Wahyudi, 2010.Perencanaan Campuran Aspal Beton dengan Menggunakan Filler Kapur Padam. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. Semarang)

Penelitian ini menganalisis lebih lanjut mengenai karakter campuran beton aspal yang menggunakan filler gabungan antara abu kayu dan abu batu yang pada akhirnya mendapatkan titik optimum dengan rasio 50 % abu kayu dan 50 % abu batu. Dimana kompospisi tersebut adalah batas maksimal rasio jumlah abu kayu dalam filler yang menghasilkan campuran aspal beton memenuhi persyaratan the asphalt institute. Campuran tersebut juga memiliki kuat tarik secara tak langsung yang signifikan dengan campuran berfiller abu batu biasa.Selain itu angka retained stabilitynya lebih tinggi dari campuran abu batu biasa yang berarti memiliki keawetan lebih baik. (Lucas,Benny Hardyanto. 2002. Pengaruh Abu Serbuk Kayu sebagai Filer dalam Campuran Beton Aspal, Universitas Katolik Parahyangan,Fakultas teknik program studi teknik sipil, Bandung)

Kekakuan yang semakin berkurang pada benda uji seiring dengan lama masa perendaman. Kelenturan masih berusaha dipertahankan oleh campuran dengan kadar filler 100% abu batu yang diikuti 50% abu batu – 50% semen Portland dan diikuti pada 100% semen portland. Kondisi tersebut dialami pada campuran dengan dua macam tumbukan yang telah dilakukan. ( Putrowijoyo, Rian. 2006. Kajian Laboratorium Sifat Marshall dan Durabilitas Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-WC) dengan Membandingkan Penggunaan antara Semen Portland dan Abu Batu sebagai Filler, Universitas Dpionegoro, Program Magister Taknik Sipil, Semarang)


(26)

commit to user

Abu terbang dibagi menjadi 4 kelompok berdasarkan tes yang dilakukan kemudian digunakan sebagai filler dalam campuran aspal beton. Abu batu, filler konvensional di India, juga digunakan untuk membandingkan hasil. Reologi sifat filler bitumen (F/B) mastic ditentukan dari uji titik lembek, uji viskositas, dan uji geser. Kekuatan dan daya tahan tes seperti stabilitas marshall, sisa pada stabilitas, rasio kekuatan tarik, dan uji creep statis dilakukan pada beton aspal bercampur dengan lima jenis pengisi dan hasilnya dianalisis dan dibandingkan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa semua empat kelompok abu terbang yang cocok untuk digunakan pada aspal keras bercampur dengan abu terbang dalam kelompok untuk memiliki kinerja terbaik. Isi filler optimum 7% dan sifat beton aspal campuran fly ash lebih baik daripada campuran konvensional. (Vishal Sharma, Satish Chandra, Rajan Choundhary. 2010. Karakteristik Fly Ash Campuran Aspal Beton.India)

Empat berbeda proporsi agregat pengganti digunakan khusus pada 0%, 10%, 20%, 30% dari berat total agregat kering. Campuran kadar abu vulkanik 0% digunakan sebagai campuran referensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sifat mekanik dari semua campuran agregat abu vulkanik, sampai dengan 20 %, yang dalam batas batas spesifikasi marshall design. Selain itu, ditemukan bahwa penggunaan agregat abu vulkanik meningkatkan sifat resistensi creep HMA (Hot Mix Asphalt). HMA dengan pengganti abu vulkanik 10% agregat memberikan hasil optimal dalam jangka perlawanan pengelupasan, ketahanan mulur, dan modulus resilient. (Jamil A. Naji and Ibrahim M. Asi. 2008. Evaluasi Kinerja Campuran Aspal Beton yang Mengandung Abu Vulkanik Granular. Yaman)


(27)

commit to user

2.2. Dasar Teori

2.2.1. Struktur Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran agregat dan bahan ikat (binder) yang diletakkan di atas tanah dasar dengan pemadatan untuk melayani beban lalu lintas.Tujuan utama pembuatan struktur perkerasan jalan adalah untuk mengurangi tegangan atau tekanan akibat beban roda sehingga mencapai tingkat nilai yang dapat diterima oleh tanah yang menyokong beban tersebut.

Berdasarkan bahan pengikatnya, konstruksi perkerasan jalan dibedakan menjadi tiga jenis konstruksi perkerasan, yaitu:

1) Konstruksi perkerasan lentur (flexible pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Disebut “lentur” karena konstruksi ini mengijinkan terjadinya deformasi vertikal akibat beban lalu lintas. Fungsi dari lapisan ini adalah memikul dan mendistribusikan beban lalu lintas dari permukaan sampai ke tanah dasar. Salah satu jenis perkerasan lentur adalah Hot Rolled Asphalt (HRA), Porous Asphalt (PA) serta Asphalt Concrete (AC).

2) Konstruksi perkerasan kaku (rigid pavement), yaitu perkerasan yang menggunakan semen (portland cement) sebagai bahan pengikat. Disebut “kaku” karena pelat beton tidak terdefleksi akibat beban lalu lintas dan didesain untuk umur 40 tahun sebelum dilaksanakan rekonstruksi besar-besaran. Beban lalu lintas sebagian besar dipikul oleh pelat beton dengan atau tanpa tulangan yang diletakkan di atas tanah dasar dengan atau tanpa lapis pondasi bawah.

3) Konstruksi perkerasan komposit (composite pavement), yaitu perkerasan yang mengkombinasikan antara aspal dan semen (PC) sebagai bahan pengikatnya. Penyusunan lapisan komposit terdiri dari dua jenis. Salah satu jenis perkerasan komposit adalah merupakan penggabungan secara berlapis antara perkerasan lentur (menggunakan aspal sebagai bahan pengikat) dan perkerasan kaku (menggunakan semen (PC) sebagai bahan pengikat).


(28)

commit to user

Pada umumnya jenis perkerasan yang dipakai di Indonesia adalah perkerasan lentur. Susunan struktur jalan (perkerasan lentur) di Indonesia pada umumnya mengacu kepada standar USA, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Perkerasan Lentur

2.2.1.1. Lapis Permukaan (Surface Course)

Lapis permukaan adalah lapisan perkerasan yang terletak paling atas, yang terdiri dari lapis aus (wearing course) dan lapis antara (binder course).

a. Lapis Aus (Wearing Course)

1) Sebagai lapisan aus, yaitu lapisan yang semakin lama semakin tipis karena langsung bersentuhan dengan roda-roda kendaraan lalu lintas, dan dapat diganti lagi dengan yang baru.

2) Menyediakan permukaan jalan yang aman dan kesat (anti selip). b. Lapis Antara (Binder Course)

1) Menyediakan drainase yang baik dari permukaan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya tidak meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisan-lapisan tersebut.

2) Menerima beban langsung dari lalu lintas dan menyebarkannya untuk mengurangi tegangan pada lapisan bawah struktur jalan.

3) Menyediakan permukaan jalan yang baik dan rata sehingga nyaman dilalui.

Lapis permukaan (surface course) Lapis aus

Tanah dasar (sub grade) Lapis antara

Lapis pondasi bawah (subbase course)


(29)

commit to user 2.2.1.2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapis pondasi atas adalah bagian dari lapisan perkerasan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah atau dengan tanah tanah dasar apabila tidak menggunakkan lapis pondasi bawah. Karena terletak tepat di bawah permukaan perkerasan, maka lapisan ini menerima pembebanan yang berat dan paling menderita. Secara umum lapis pondasi atas (base course) mempunyai fungsi sebagai berikut :

1. Bantalan atau lapis pendukung terhadap lapis permukaan. 2. Pemikul beban vertikal dan horizontal.

3. Meneruskan beban ke lapisan di bawahnya. 4. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

2.2.1.3. Lapis Pondasi Bawah (Subbase Course)

Lapis pondasi bawah adalah bagian lapis perkerasan yang terletak antara lapis pondasi atas dan tanah dasar. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :

1. Menyebarkan beban roda ke tanah dasar, sehingga lapisan ini harus cukup kuat (CBR 20% dan Plastisitas Indeks (PI) > 10%).

2. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif lebih murah dibandingkan dengan material lapisan perkerasan di atasnya.

3. Mengurangi tebal lapisan di atasnya yang lebih mahal.

4. Lapisan peresapan, agar air tanah tidak berkumpul di pondasi.

5. Lapisan pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda – roda alat berat.

6. Lapisan untuk mencegah partikel – partikel halus dari tanah dasar naik ke lapis pondasi atas.


(30)

commit to user 2.2.1.4. Tanah Dasar (Subgrade)

Tanah dasar (Sub Grade) adalah lapisan tanah setebal 50 – 100 cm yang di atasnya akan diletakkan lapisan pondasi bawah.

Sebelum lapisan – lapisan lain diletakkan, tanah dasar dipadatkan terlebih dahulu sehingga tercapai kestabilan yang tinggi terhadap perubahan volume, sehingga dapat dikatakan bahwa kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat ditentukan oleh sifat – sifat daya dukung tanah dasar. Pemadatan yang baik akan diperoleh jika dilakukan pada kondisi kadar air optimum dan diusahakan kadar air tersebut konstan selama umur rencana.

Tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan (jika tanah aslinya baik), tanah yang didatangkan dari tempat lain dan dipadatkan, atau tanah yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya. Adapun fungsi tanah dasar adalah sebagai tempat peletak pondasi dan pemberi daya dukung terhadap lapisan di atasnya.

Ditinjau dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar (subgrade) dapat dibedakan atas lapisan tanah dasar (tanah galian), lapisan tanah dasar (tanah timbunan), lapisan tanah dasar (tanah asli).

2.2.2. Pembebanan pada Perkerasan Jalan

Kendaraan pada posisi berhenti di atas struktur yang diperkeras akan menimbulkan beban langsung pada arah vertikal (tegangan statis) yang terkonsentrasi pada bidang kontak yang kecil antara roda dan perkerasan. Ketika kendaraan bergerak, timbul tambahan tegangan dinamis pada arah horisontal akibat akselerasi pergerakan kendaraan serta pada arah vertikal akibat pergerakan kendaraan ke atas dan ke bawah karena perkerasan yang tidak rata. Intensitas tegangan statis dan dinamis terbesar terjadi di permukaan perkerasan dan terdistribusi dengan bentuk piramida dalam arah vertikal pada seluruh ketebalan


(31)

commit to user

struktur perkerasan. Peningkatan distribusi tegangan tersebut mengakibatkan beban atau tegangan yang terdistribusi semakin ke bawah semakin kecil sampai permukaan lapis tanah dasar.

Konstruksi perkerasan lentur terdiri dari lapisan–lapisan yang diletakkan di atas tanah dasar yang telah dipadatkan. Lapisan–lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu lintas dan menyebarkan ke lapisan di bawahnya. Beban kendaraan dilimpahkan ke perkerasan jalan melalui melalui bidang kontak roda berupa beban terbagi rata Po. Beban tersebut diterima oleh lapisan permukaan dan disebar ke tanah dasar menjadi P1 yang lebih kecil dari daya dukung tanah dasar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.2.

Sumber: Wignall (2003)

Gambar 2.2. Distribusi Beban Pada Struktur Jalan

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, lapisan perkerasan jalan akan mengalami dua pembebanan yaitu beban tekan dan beban tarik. Beban tarik sering menyebabkan adanya retak, diawali dengan adanya retak awal (crack initation) pada bagian bawah lapisan perkerasan yang kemudian akan menjalar ke permukaan. Namun, retak awal juga dapat terjadi pada bagian atas lalu menyebar ke bawah permukaan.

Beban lalu lintas tersebar pada perkerasan

Base course

Deformasi Wearing course

Beban lalu lintas

Gaya tarik Gaya tarik

Sub base course

Reaksi perlawanaan pada tanah dasar (Subgradae)


(32)

commit to user

Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan salah satunya disebabkan oleh peningkatan beban dan repetisi beban. Sebagian besar jalan di Indonesia menggunakan Asphalt Concrete (AC). Asphalt Concrete yang bergradasi menerus mempunyai ketahanan yang baik terhadap deformasi permanen, tetapi kurang tahan terhadap retak akibat kelelahan yang sering disebabkan oleh beban berulang (repetisi beban). Pengulangan beban akan menyebabkan retak pada lapisan beraspal. Cuaca menyebabkan lapisan beraspal menjadi rapuh, sehingga makin rentan terhadap retak dan pelepasan (disintegrasi). Apabila retak mulai meluas dan tidak segera diperbaiki maka retak akan terus meluas dengan cepat dan terjadi gompal (spalling) dan akhirnya akan terjadi lubang.

Retak yang disebabkan oleh pengulangan beban menyebabkan adanya gaya tarik yang dialami asphalt concrete. Berbeda dengan beban tekan yang secara empiris dapat diperoleh dengan pengujian Marshall secara langsung, besarnya beban tarik tidak dapat dilakukan pengujian secara langsung dengan Marshall karena terdapat ring/cincin penahan.

2.2.3. Bahan Penyusun Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete)

Aspal beton (Asphalt Concrete) merupakan salah satu jenis perkerasan lentur yang umum digunakan di Indonesia. Aspal beton merupakan suatu lapisan pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus (well graded), dicampur, dihamparkan dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu. Pembuatan lapis aspal beton dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara pada perkerasan jalan raya yang mampu memberikan sumbangan daya dukung terukur yang dapat melindungi konstruksi di bawahnya.

Pembuatan Lapis Aspal Beton (LASTON) dimaksudkan untuk mendapatkan suatu lapisan permukaan atau lapis antara (binder) pada perkerasan jalan yang mampu memberikan sumbangan daya dukung yang terukur serta berfungsi sebagai lapisan kedap air yang dapat melindungi konstruksi dibawahnya (Bina Marga, 1987)


(33)

commit to user

Aspal beton merupakan campuran merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat. Pekerjaan pencampuran dilakukan dipabrik pencampur, kemudian dibawa ke lokasi dan dihampar dengan mempergunakan alat penghampar sehingga diperoleh lapisan lepas yang seragam dan merata untuk selanjutnya dipadatkan dengan mesin pemadat dan akhirnya diperoleh lapisan padat Aspal Beton (Silvia Sukirman, 1992).

Apabila dilakukan cara Marshall (PC.0201-76 MPBJ) campuran harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Tabel 2.1 Persyaratan Laston

Sifat Campuran Lalu Lintas Berat Lalu Lintas Sedang Lalu Lintas Ringan Min Maks Min Maks Min Maks

Stabilitas (Kg) 800 - 650 - 460

-Kelelehan/ Flow (mm) 2 4 2 4.5 2 5 Marshall Quotient 200 350 200 350 200 30 Rongga Dalam Campuran/VIM (%) 3 5 3 5 3 5 Rongga Dalam Agregat/VMA (%) 15 - 15 - 15 -Rongga Terisi Aspal/VFB (%) 63 - 63 - 63 -Jumlah Tumbukan 2 x 75 2 x 50 2 x 35

Sumber : SNI 03-1737-1989


(34)

commit to user 2.2.3.1. Agregat

Agregat adalah sekumpulan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya berupa hasil alam atau buatan (Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jendral Bina Marga. 1998).

Agregat adalah partikel mineral yang berbentuk butiran-butiran yang merupakan salah satu penggunaan dalam kombinasi dengan berbagai macam tipe mulai dari sebagai bahan material di semen untuk membentuk beton, lapis pondasi jalan, material pengisi, dan lain-lain (Harold N. Atkins, PE. 1997).

Sedangan secara umum agregat didefinisikan sebagai formasi kulit bumi yang keras dan padat (Silvia Sukirman, 2003).

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa agregat sebagai suatu kumpulan butiran batuan yang berukuran tertentu yang diperoleh dari hasil alam langsung maupun dari pemecahan batu besar ataupun agregat yang disengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Seringkali agregat diartikan pula sebagai suatu bahan yang bersifat keras dan kaku yang digunakan sebagai bahan pengisi campuran. Agregat dapat berupa berbagai jenis butiran atau pecahan batuan, termasuk di dalamnya antara lain : pasir, kerikil, agregat pecah, abu/debu agregat dan lain-lain.

Beberapa tipikal ketentuan penggunaan dalam penggambaran agregat menurut Harold N. Atkins, (1997) adalah sebagai berikut :

1) Fine Aggregate (sand size/ukuran pasir) : Sebagian besar partikel agregat berukuran antara 4,75mm (no.4 sieve test) dan 75μm (no.200 sieve test). 2) Coarse Aggregate (gravel size/ukuran kerikil) : Sebagian besar agregat

berukuran

lebih besar dari 4,75mm (no.4 sieve test).

3) Pit run : agregat yang berasal dari pasir atau gravel pit (biji kerikil) yang terjadi tanpa melewati suatu proses atau secara alami.


(35)

commit to user

4) Crushed gravel : pit gravel (kerikil dengan pasir atau batu bulat) yang mana telah didapatkan dari salah satu alat pemecah untuk menghancurkan banyak partikel batu yang berbentuk bulat untuk menjadikan ukuran yang lebih kecil atau untuk memproduk lapisan kasar (rougher surfaces).

5) Crushed rock : agregat dari pemecahan batuan. Semua bentuk partikel tersebut bersiku-siku/tajam (angular), tidak ada bulatan dalam material tersebut.

6) Screenings : kepingan-kepingan dan debu atau bubuk yang merupakan produksi dalam pemecahan dari batuan (bedrock) untuk agregat.

7) Concrete sand : pasir yang (biasanya) telah dibersihkan untuk menghilangkan debu dan kotoran.

8) Fines : endapan lumpur (silt), lempung (clay) atau partikel debu lebih kecil dari 75μm (no.200 sieve test), biasanya terdapat kotoran atau benda asing yang tidak diperlukan dalam agregat.

Sifat dan kualitas agregat menentukan kemampuannya dalam memikul beban lalu lintas karena dibutuhkan untuk lapisan permukaan yang langsung memikul beban di atasnya dan menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

Agregat yang akan dipakai pada perkerasan harus memperhatikan sifat - sifat agregat yaitu :

1. Gradasi dan ukuran

Gradasi adalah ukuran butiran dalam agregat. Gradasi agregat dapat dibedakan atas:

a. Gradasi seragam/terbuka (uniform graded) adalah gradasi dengan ukuran yang hampir sama atau mengandung agregat halus yang sedikit jumlahnya sehingga tidak dapat mengisi rongga antar agregat.

b. Gradasi rapat/baik (dense graded) adalah campuran agregat kasar dan halus dalam porsi yang seimbang.


(36)

commit to user

c. Gradasi buruk/senjang (poorly graded) adalah campuran agregat dengan proporsi satu fraksi tertentu hanya relatif sedikit atau bahkan hilang sama sekali.

2. Kebersihan

Agregat yang mengandung substansi asing perusak harus dihilangkan sebelum digunakan dalam campuran perkerasan, seperti tumbuh - tumbuhan, partikel halus dan gumpalan lumpur. Hal ini disebabkan substansi asing dapat mengurangi daya lekat aspal terhadap batuan sehingga mempengaruhi perkerasan.

3. Kekuatan dan Kekerasan

Kekuatan agregat adalah ketahanan agregat untuk tidak hancur atau pecah oleh pengaruh mekanis atau kimiawi. Agregat yang digunakan untuk lapisan perkerasan haruslah mempunyai daya tahan terhadap degradasi (pemecahan) yang mungkin timbul selama proses pencampuran, pemadatan, repetisi beban lalu lintas dan disitegrasi (penghancuran) yang terjadsi selama masa pelayanan jalan tersebut. Kekuatan dan keausan agregat diperiksa dengan menggunakan percobaan Abrasi Los Angeles, berdasarkan PB-0206-76, AASHTO T96-7 (1982) (Sukirman, 1999).

4. Bentuk permukaan

Bentuk permukaan agregat mempengaruhi stabilitas dari lapisan perkerasan yang dibentuk oleh agregat tersebut. Partikel berbentuk kubus merupakan bentuk agregat hasil dari mesin pemecah batu (stone crusher) yang mempunyai bidang kontak lebih luas (berbentuk bidang rata sehingga memberikan interlock/saling mengunci yang lebih besar) sehingga agregat bentuk kubus ini paling baik digunakan sebagai bahan konstruksi perkerasan jalan dibandingkan agregat berbentuk bulat (Sukirman, 1999).


(37)

commit to user 5. Tekstur permukaan

Tekstur permukaan yang kasar dan kesat akan memberikan gaya gesek yang lebih besar sehingga dapat menahan gaya - gaya pemisah yang bekerja pada batuan. Selain itu tekstur kasar juga memberikan gaya kohesi (ikatan antar partikel berbeda) yang lebih baik antara aspal dan batuan. Batuan yang halus lebih mudah terselimuti aspal namun, tidak bisa menahan kelekatan aspal dengan baik. Bila tekstur permukaan semakin kasar umumnya stabilitas dan durabilitas campuran semakin tinggi (Krebs dan Walker, 1971).

6. Porositas

Porositas berpengaruh besar terhadap nilai ekonomis suatu campuran lapis perkerasan. Semakin besar porositas batuan maka aspal yang digunakan semakin banyak. Hal ini disebabkan kemampuan absorbsi dari batuan terhadap aspal juga semakin tinggi (Krebs dan Walker, 1971).

7. Kelekatan terhadap aspal

Daya lekatan dengan aspal dipengaruhi juga oleh sifat agregat terhadap air. Granit dan batuan yang mengandung silika merupakan agregat bersifat hydrophilic yaitu agregat yang cenderung menyerap air. Agregat demikian tidak baik untuk digunakan sebagai bahan campuran dengan aspal, karena mudah terjadi stripping yaitu lepasnya lapis aspal dari agregat akibat pengaruh air (Sukirman, 1999).

Berdasarkan proses pengolahannya agregat yang digunakan pada perkerasan lentur dapat dibedakan menjadi tiga jenis:

a. Agregat alam (Natural Aggregate)

Agregat alam terbentuk karena proses erosi dan degradasi. Bentuk partikel dari agregat alam ditentukan dari proses pembentukannya. Aliran air sungai membentuk partikel bulat dengan permukaan yang licin. Degradasi agregat di bukit - bukit membentuk partikel - partikel yang bersudut dengan permukaan yang kasar. Berdasarkan tempat asalnya agregat alam dapat dibedakan atas pitrun yaitu agregat yang diambil dari tempat terbuka di alam dan bakrun yaitu agregat yang berasal dari sungai/endapan sungai.


(38)

commit to user

b. Agregat dengan proses pengolahan (Manufactured Aggregate)

Manufactured Aggregate adalah agregat yang barasal dari mesin pemecah batu. Pengolahan ini bertujuan untuk memperbaiki gradasi agar sesuai dengan ukuran yang diperlukan, mempunyai bentuk yang bersudut, dan mempunyai tekstur yang kasar.

c. Agregat buatan

Agregat ini dibuat dengan alasan khusus, yaitu agar mempunyai daya tahan tinggi dan ringan untuk digunakan pada konstruksi jalan.

Agregat yang digunakan dalam campuran aspal harus memenuhi persyaratan sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Spesifikasi Pemeriksaan Agregat

No. Jenis pemeriksaan Syarat

1. Keausan (%) max. 40

2. Penyerapan (%) max. 3

3. Berat jenis Bulk (gr/cc) min. 2,5

4. Berat jenis SSD (gr/cc) min. 2,5

Sumber : Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal Beton untuk Jalan Raya ( AASHTO T96-7 )

Suatu campuran untuk konstruksi perkerasan jalan mempunyai spesifikasi gradasi tertentu untuk menghasilkan stabilitas, keamanan dan kenyamanan yang tinggi. Spesifikasi gradasi tersebut menunjukkan prosentase agregat yang lolos pada setiap saringan terhadap berat total agregat. Spesifikasi gradasi yang digunakan adalah berdasar SNI, seperti yang disajikan pada Tabel dan dapat dilihat juga pada lampiran A.2


(39)

commit to user

Tabel 2.3 Batas-batas Gradasi Menerus Agregat Campuran

Sumber: Pustran-Balitbang PU, Revisi SNI 03-1737-1989 Catatan :

No. Campuran : I, III, IV, VI, VII, VIII, IX, X dan XI digunakan untuk lapis permukaan.

No. Campuran : II, digunakan untuk lapis permukaan, perata (leveling) dan lapis antara (binder).

No. Campuran : V, digunakan untuk lapis permukaan dan lapis antara (binder).

2.2.3.2. Filler Abu Vulkanik

Siswosoebrotho (1996) menyatakan bahwa mineral filler adalah suatu mineral agregat dari fraksi halus yang sebagian besar (+ 85 %) lolos saringan nomor 200 (0,075 mm).

Berdasarkan spesifikasi British Standard 594 (1985), filler adalah material yang sebagian besar lebih kecil dari 0,075 mm (saringan no. 200).

Pada prakteknya filler berfungsi untuk meningkatkan viskositas dari aspal dan mengurangi kepekaan terhadap temperatur. Menurut Hatherly (1967), dengan meningkatkan komposisi filler dalam campuran dapat meningkatkan stabilitas campuran tetapi menurunkan kadar air void (rongga udara) dalam campuran.


(40)

commit to user

Meskipun demikian komposisi filler dalam campuran tetap dibatasi. Terlalu tinggi kadar filler dalam campuran akan mengakibatkan campuran menjadi getas (brittle), dan retak (crack) ketika menerima beban lalu lintas. Akan tetapi terlalu rendah kadar filler akan menyebabkan campuran terlalu lunak pada saat cuaca panas.

Pada konstruksi perkerasan filler berfungsi sebagai pengisi ruang kosong (voids) di antara agregat kasar sehingga rongga udara menjadi lebih kecil dan kerapatan massanya lebih kasar. Dengan bubuk isian yang berbutir halus maka luas permukaan akan bertambah, sehingga luas bidang kontak yang dihasilkan juga akan bertambah luasnya, yang mengakibatkan tahanan terhadap gaya geser menjadi lebih besar sehingga stabilitas geseran akan bertambah. Menurut Bina Marga tahun 1987 macam dari filler adalah abu batu, abu batu kapur (limestone dust), abu terbang (fly ash), semen portland, kapur padam dan bahan non plastis lainnya. Penelitian ini menggunakan filler berupa abu batu dari stone crusher.

Abu vulkanik merupakan salah satu bahan alternatif yang dapat dipergunakan sebagai bahan tambah untuk perkerasan jalan. Abu vulkanik merupakan bahan yang dihasilkan akibat adanya letusan gunung berapi yang didapat dalam jumlah cukup banyak dan dapat meningkatkan stabilitas campuran perkerasan. (juffrez jufres, 4 oktober 2010)

Persyaratan filler sebagai berikut:

1. Aggregate yang lolos saringan no. 100 2. lebih dari 75% lolos saringan no. 200 3. Bersifat non plastis


(41)

commit to user

Idealnya kandungan Oksida abu vulkanik menurut ASTM C 618-78 harganya dibatasi seperti yang tercantum dibawah ini :

Tabel 2.4 Kandungan Oksida Abu Vulkanik Menurut ASTM C 618-78

NO Komposisi bahan Jumlah (%) 1 SiO2 + AL2O3 + Fe2O3 minimal 70

2 MgO maksimal 5

3 SO3 maksimal 4

4 H2O maksimal 3

Vulkanik yang dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi umumnya dicirikan oleh kandungan mineral liat allophan yang tinggi. Allophan adalah Aluminosilikat amorf yang dengan bahan organik dapat membentuk ikatan kompleks.

Sifat-sifat tanah allophan adalah sebagai berikut: a. Profil tanahnya dalam.

b. Lapisan atas maupun permukaannya gembur serta berwarna hitam.

c. Lapisan subsoil berwarna kecoklatan dan terasa licin bila digosok diantara jari-jari.

d. Bulk densitynya sangat rendah (< 0, 85). e. Daya tahan terhadap air tinggi.

f. Perkembangan struktur tanah baik.

g. Daya lekat maupun plastisitasnya tidak ada bila lembab.

h. Sukar dibasahi kembali bila sudah kering serta dapat mengapung di atas permukaan air.

Mineralogi tanah yang berasal dari gunung Merapi dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:


(42)

commit to user

a. Mineral skeletal yang berasal dari mineral primer (mineral pasir dan debu) serta agregat mikro kristalin.

b. Fragment yang semuanya berasal dari bahan induk, mineral liat dan liat amorf.

(Sumber:http://m-amin.com/2010/11/19/abu-vulkanik-gunung-merapi-berpotensi-sebagai-material-keramik/)

Abu vulkanik terdiri dari batuan, mineral, dan gelas vulkanik fragmen yang lebih kecil dari 2mm (0,1 inch) dengan diameter yang sedikit lebih besar dari ukuran sebuah kepala peniti. Abu vulkanik tidak seperti bulu lembut, abu yang dihasilkan dari pembakaran kayu, daun atau kertas. Sulit larut dalam air, dan abu vulkanik dapat menjadi partikel yang sangat kecil kurang dari 0,025 mm (1/1000 inch) dengan diameter yang umum. (Sumber: Science For A Changing)

(Sumber: Science For A Changing Word) Gambar 2.3. Abu Vulkanik Di Lihat Dari Kasat Mata

Secara geologis , abu vulkanik adalah material batuan vulkanik yang berasal dari magma panas dan cair yang membeku secara cepat . Batuan beku sejatinya kumpulan mineral yang membeku dan mengkristal dari magma cair. Karena membeku cepat maka magma ini tidak sempat mengkristal dengan baik. Karena tidak mengkristal dalam geologi material bekuannya disebut gelas.


(43)

commit to user

Mikroskop abu vulkanik ini memiliki bentuk yang runcing-runcing seperti dibawah ini.

(Sumber: Blue Fame, Media Elektronik) Gambar 2.4. Ukuran Mikroskopis Abu Vulkanik

Sumber : Strength, Deformation, Permeability and Workability of Hot Rolled Asphalt (1984)


(44)

commit to user

Filler abu batu diperoleh dari hasil pemecahan (crushing) agregat kasar. Secara fisik, bentuk butiran dari abu batu lebih terlihat bulat daripada bentuk mikroskopis abu vulkanik.

2.2.3.3 Aspal

Aspal adalah material semen hitam, padat atau setengah padat dalam konsistensinya di mana unsur pokok yang menonjol adalah bitumen yang terjadi secara alam atau yang dihasilkan dengan penyulingan minyak (Petroleum). Aspal Petrolium dan aspal liquid adalah material yang sangat penting.

Sedangkan material aspal tersebut berwarna coklat tua hingga hitam dan bersifat melekat, berbentuk padat atau semi padat yang didapat dari alam dengan penyulingan minyak.(Krebs, RD & Walker, RD.,1971)

Aspal dibuat dari minyak mentah (crude oil) dan secara umum berasal dari sisa organisme laut dan sisa tumbuhan laut dari masa lampau yang tertimbun oleh dan pecahan batu batuan. setelah berjuta juta tahun material organis dan lumpur terakumulasi dalam lapisan lapisan setelah ratusan meter, beban dari beban teratas menekan lapisan yang terbawah menjadi batuan sedimen. Sedimen tersebut yang lama kelamaan menjadi atau terproses menjadi minyak mentah senyawa dasar hydrocarbon. Aspal biasanya berasal dari destilasi minyak mentah ersebut, namun aspal ditemukan sebagai bahan alam (misal : asbuton), dimana sering juga disebut mineral (Shell Bitumen, 1990).

Selain sebagai bahan pengikat, aspal juga menjadi bahan pengisi pada rongga - rongga dalam campuran. Dalam campuran Lapis Aspal Beton (LASTON) yang banyak memakai agregat kasar, penggunaaan kadar aspal menjadi sangat tinggi karena aspal di sini berfungsi untuk mengisi rongga - rongga antar agregat dalam campuran. Kadar aspal yang tinggi menyebabkan campuran Aspal Beton (LASTON) memerlukan kadar aspal yang tinggi pula. Untuk mengantisipasi kadar aspal yang tinggi digunakan aspal dengan mutu baik, dengan tujuan memperbaiki kondisi campuran.


(45)

commit to user

Menurut Sartono dalam Widianto (2004), kadar aspal dalam campuran akan berpengaruh banyak terhadap karakteristik perkerasan. Kadar aspal yang rendah akan menghasilkan suatu perkerasan yang rapuh, yang akan menyebabkan raveling akibat beban lalu lintas, sebaliknya kadar aspal yang terlalu tinggi akan menghasilkan suatu perkerasan yang tidak stabil.

Aspal yang digunakan dalam penelitian ini adalah aspal padat atau keras dengan penetrasi 60/70 dan mempunyai nilai karakteristik yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan Bina Marga berdasarkan Petunjuk Lapis Tipis Aspal Beton (Flexible) Laston.

Aspal yang akan digunakan sebagai campuran perkerasan jalan harus memiliki syarat - syarat sebagai berikut:

a. Daya tahan (Durability)

Daya tahan aspal adalah kemampuan aspal untuk mempertahankan sifat asalnya akibat pengaruh cuaca selama masa umur pelayanan.

b. Kepekaan terhadap temperatur

Aspal adalah material yang bersifat termoplastis, sehingga akan menjadi keras atau lebih kental jika tempertur berkurang dan akan melunak atau mencair jika temperatur bertambah. Sifat ini diperlukan agar aspal memiliki ketahanan terhadap perubahan temperatur, misalnya aspal tidak banyak berubah akibat perubahan cuaca, sehingga kondisi permukaan jalan dapat memenuhi kebutuhan lalu lintas serta tahan lama. Dengan diketahui kepekan aspal terhadap temperatur maka dapat ditentukan pada temperatur berapa sebaiknya aspal dipadatkan sehingga menghasilkan hasil yang baik.


(46)

commit to user c. Kekerasan aspal

Sifat kekakuan atau kekerasan aspal sangat penting, karena aspal yang mengikat agregat akan menerima beban yang cukup besar dan berulang - ulang. Pada proses pencampuran aspal dengan agregat dan penyemprotan aspal ke permukaan agregat terjadi oksidasi yang menyebabkan aspal menjadi getas atau viskositas bertambah tinggi. Peristiwa perapuhan terus terjadi setelah masa pelaksanaan selesai. Selama masa pelayanan, aspal mengalami oksidasi dan polimerasi yang besarnya dipengaruhi oleh aspal yang menyelimuti agregat. Semakin tipis lapisan aspal, semakin besar tingkat kerapuhan aspal yang terjadi dan demikian juga sebaliknya.

d. Daya ikatan (Adhesi dan Kohesi)

Adhesi adalah kemampuan aspal untuk mengikat agregat sehingga dihasilkan ikatan yang baik antara agregat dan aspal. Kohesi adalah ikatan di dalam molekul aspal untuk tetap mempertahankan agregat tetap di tempatnya setelah terjadi pengikatan.

2.2.4. Karakteristik Campuran

Menurut Silvia Sukirman (2003), terdapat tujuh karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh beton aspal adalah stabilitas, keawetan, kelenturan atau fleksibilitas, ketahanan terhadap kelelahan (fatique resistance), kekesatan permukaan atau ketahanan geser, kedap air dan kemudahan pelaksanaan (workability). Di bawah ini adalah karakteristik yang akan diinginkan dalam penelitian:

1. Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalulintas tanpa terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding. Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.


(47)

commit to user

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai stabilitas beton aspal adalah :

 Gesekan internal yang dapat berasal dari kekasaran permukaan butir-butir agregat, luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir, gradasi agregat, kepadatan campuran dan tebal film aspal.

 Kohesi yang merupakan gaya ikat aspal yang berasal dari daya lekatnya, sehingga mampu memelihara tekanan kontak antar butir agregat.

2. Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi beban lalulintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat penaruh cuaca dan iklim, seperti udara, air, atau perubahan temperatur.

Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai durabilitas adalah:  Tebalnya film atau selimut aspal

 Banyaknya pori dalam campuran  Kepadatan dan kedap airnya campuran.

3. Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak. Penurunan terjadi akibat dari repetisi beban lalu lintas ataupun akibat beban sendiri tanah timbunan yang dibuat di atas tanah asli.

4. Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama pada kondisi basah, memberikan gaya esek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir ataupun slip.

Faktor-faktor untuk mendapatkan kekesatan jalan sama dengan untuk mendapatkan stabilitas yang tinggi, yaitu:

 Kekasaran permukaan dari butir-butir agregat  Luas bidang kontak antar butir atau bentuk butir  Gradasi agregat

 Kepadatan campuran  Tebal film aspal.


(48)

commit to user

5. Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air ataupun udara lapisan beton aspal. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.

Faktor-faktor yang mempengaruhi yaitu:  Kecilnya presentasi porositas

 Gradasi agregat  Kepadatan campuran

2.3.

Pengujian Campuran

Asphalt Concrete

2.3.1. Pengujian Volumetrik

Pengujian volumetrik adalah pengujian untuk mengetahui besarnya nilai densitas, specific gravity campuran danporositas dari masing–masing benda uji. Pengujian meliputi pengukuran tinggi, diameter, berat SSD, berat di udara, berat dalam air dari sampel dan berat jenis agregat, filler dan aspal. Sebelum dilakukan pengujian Marshall, benda uji dilakukan pengujian Volumetrik untuk masing-masing benda uji.

Spesific gravity campuran menunjukkan berat jenis campuran diperoleh dengan rumus : Gsb= Gbn Wn GbC WC GbB WB GbA WA % ... % % % 100    ……….... ...(Rumus 2.1) Keterangan :

Gsb = Berat Jenis Bulk campuran (gr/cm3) WA,WB,WC...Wn = Berat agregat masing masing saringan (%) GbA, GbB, GbC,…Gbn = Berat jenis bulk tiap agregat tertahan saringan (gr/cm3)


(49)

commit to user Gsa=

Gan Wn GaC

WC GaB

WB GaA

WA %

... %

% %

100  

 ………...(Rumus 2

.2)

Keterangan :

Gsa = Berat Jenis Apparent campuran (gr/cm3) WA,WB,WC...Wn = Berat agregat masing masing saringan (%)

GaA, GaB, GaC,…Gan = Berat jenis apparent tiap agregat tertahan

saringan (gr/cm3)

Gse = +

2 ...(Rumus 2.3)

Keterangan:

Gse = Berat jenis rata-rata agregat (gr/cm3) Gsa = Berat jenis apparent campuran (gr/cm3)

Gsb = Berat jenis bulk campuran (gr/cm3)

Penyerapan aspal dengan campuran dihitung dengan rumus:

= 100 ×

×

×

...(Rumus 2.4)

Keterangan:

Pba = Penyerapan Aspal (%)

Gsa = Berat jenis apparent campuran (gr/cm3)

Gsb = Berat jenis bulk campuran (gr/cm3)

Gac = Berat jenis Aspal (gr/cm3)

Volume Bulk dihitung menggunakan rumus:


(50)

commit to user Keterangan:

Vb = Volume Bulk (cc)

Ws = Berat benda Uji SSD (gram) Ww = Berat benda uji di air (gram)

Densitas dihitung menggunakan rumus:

=

�………...………..(Rumus 2.6)

Keterangan:

D = Densitas (gr/cc)

Wdry = Berat benda uji kering (gram) Vb = Volume Bulk (cc)

Nilai density maks.teoritis dihitung dengan menggunakan rumus: D maks teoritis = 100

+(100− )

...(Rumus 2.7)

Keterangan:

D maks teoritis = Density maks teoritis (gr/cc) a = Kadar Aspal (%)

Gac = Berat Jenis Aspal (gr/cc)

Gse = BJ efektif rata-rata agregat (gr/cc)

Dari nilai densitas dan specific gravity campuran dapat dihitung besarnya porositas dengan Rumus 2.6.

VIM =

  

tis Dmaksteori

D 100 100

…..……...(Rumus 2.8)


(51)

commit to user Keterangan :

VIM = Porositas benda uji (%)

D = Densitas benda uji (gr/cc)

Dmaks teoristis = nilai densitas maks teoritis (gr/cc)

2.3.2. Pengujian Marshall

Pengujian Marshall adalah pengujian terhadap benda uji untuk menentukan nilai kadar aspal optimum dan karakteristik campuran dengan cara mengetahui nilai flow, stabilitas, dan Marshall Quotient.

2.3.2.1. Stabilitas(Stability)

Nilai stabilitas terkoreksi dihitung dengan rumus:

S = q × C × k × 0,454…...………....(Rumus 2.9) dengan :

S = nilai stabilitas terkoreksi (kg)

q = pembacaan stabilitas pada dial alat Marshall (lb) k = faktor kalibrasi alat

C = angka koreksi ketebalan (dapat dilihat pada lampiran A.5) 0,454 = konversi beban dari lb ke kg

2.3.2.2. Flow

Flow dari pengujian Marshall adalah besarnya deformasi vertikal sampel yang terjadi mulai saat awal pembebanan sampai kondisi kestabilan maksimum sehingga sampel sampai batas runtuh dinyatakam dalam satuan mm atau 0,01”.


(52)

commit to user

2.3.2.3. Marshall Quotient

Merupakan perbandingan antara stabilitas dengan kelelahan plastis (flow) dan dinyatakan dalam kg/mm. Marshall Quotient besarnya merupakan indikator dari kelenturan yang potensial terhadap keretakan. Nilai Marshall Quotient dihitung dengan rumus berikut :

MQ =

F S

………...………...(Rumus

2.10) dengan :

MQ = Marshall Quotient (kg/mm) S = nilai stabilitas terkoreksi (kg) F = nilai flow (mm)

2.4.Analisis Varian (Anova)

Anova satu arah digunakan ketika variabel dependen-nya dipengaruhi satu faktor, hasil-hasil pengukuran (pengamatan) diperoleh untuk sejumlah a kelompok sampel yang bebas (tidak saling bergantungan), dimana banyaknya pengukuran yang dilakukan pada masing-masing kelompok adalah b. Dengan demikian, dalam bahasa teknis dapat dikatakan bahwa diterapkan a perlakuan (treatment),di mana masing-masing perlakuan memiliki b pengulangan atau b replikasi.

Skema Data

Hasil-hasil yang diperoleh dari sebuah eksperimen satu faktor dapat disajikan di dalam sebuah tabel yang memiliki a baris dan b kolom,seperti diilustrasikan oleh tabel 2.5. Disini, Xjk menotasikan hasil pengukuran yang ada di baris ke-j dan kolom ke-k, di mana j= 1,2,….,a dan k = 1,2,….b.


(53)

commit to user Tabeel 2.5 Ilustrasi Perhitungan Anova

Perlakuan 1 X11, X12,….., X1b X1 rata2 Perlakuan 2 X21, X22,…...,X2b X2 rata2

… … …

….. ….. …..

….. ….. …..

Perlakuan a Xa1, Xa2,…,..Xab Xa rata2

Prosedur Pengujian

Perhitungan statistik F harus diketahui nilai dari masing masing sumber variasi terlebih dahulu dengan rumus-rumus sebagai berikut :

Menotasikan mean dari semua pengukuran yang ada di baris ke-j sebagai = 1 1 ………...(Rumus 2.11) J= 1,2,………….a

Keterangan =

= mean kelompok, mean perlakuan, mean baris.

Menghitung mean total dari semua pengukuran yang ada di semua kelompok

= 1 =1 =1 ……….(Rumus 2.12)

Menghitung variasi total

Vtotal = , ( − )2………...(Rumus 2.13) Menghitung variasi antar perlakuan

� = , ( − )2 = ( − )2………...(Rumus 2.14) Menghitung variasi di dalam perlakuan

=( − )2………...(Rumus 2.15)


(54)

commit to user

df antar perlakuan = a-1………...……(Rumus 2.16) df di dalam perlakuan = a(b-1)……….(Rumus 2.17)

df total= ab-1………(Rumus 2.18)

Menghitung kuadrat mean antar perlakuan dan dalam perlakuan

2

=

−1………...(Rumus 2.19)

2

=

( −1)………..(Rumus 2.20)

Mencari Fhitung

=

��

2

�2………(Rumus 2.21)

Ftabel= dicari di tabel dengan angka korelasi 0,05 sesuai dengan derajat kebebasan antar perlakuan dan derajat kebebasan dalam perlakuan

H0 = hipotesa

Jika Fhitung ≥ F tabel maka H0 ditolak artinya perlakuan menyebabkan perubahan nilai secara nyata.

Jika Fhitung ≤ F tabel maka H0 ditolak artinya perlakuan tidak menyebabkan perubahan nilai secara nyata.


(55)

commit to user

2.5. Kerangka pikir

Secara garis besar, kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.6. Diagram Alir Kerangka Berpikir Latar Belakang Masalah

Ketertarikan pemanfaatan abu vulkanik gunung sebagai filler dalam campuran AC akibat adanya letusan Gunung Merapi pada tanggal 26

Oktober 2010 Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh nilai uji marshall campuran aspal beton dengan atau tanpa menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi?

2. Apakah campuran perkerasan AC dengan menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi memenuhi persyaratan karakteristik marshall revisi SNI03-1737-1989?

Tujuan Penelitian

1. Menganalisis dan mengetahui karakteristik abu vulkanik Gunung Merapi memenuhi syarat atau tidak sebagai filler

2. Untuk mencari dan membandingkan hasil karakteristik marshall perkerasan AC (asphalt concrete) dengan menggunakan filler abu vulkanik Gunung Merapi terhadap syarat revisi SNI 03-1737-1989

Penelitian Laboratorium 1. Perencanaan campuran dan pembuatan benda uji 2. Marshall test

Analisa Data Hasil Pengujian

Kesimpulan Analisis Varian


(56)

commit to user

37

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode desain empiris secara eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan percobaan untuk mendapatkan data. Data tersebut diolah untuk mendapatkan suatu hasil perbandingan dengan syarat-syarat yang ada. Penyelidikan eksperimen dapat dilaksanakan didalam ataupun diluar laboratorium. Dalam penelitian ini dilakukan di laboratorium dengan menggunakan variasi bahan pengisi (filler) dengan kadar abu vulkanik Gunung Merapi 0 %, 25 %, 50%, 75%, 100%, terhadap berat total agregat. Hasil pengujian ini adalah nilai Marshall.

3.2.

Waktu Penelitian

Penelitian dan uji coba dimulai tanggal 28 Januari 2011 sampai tanggal 15 April 2011. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Jalan Raya Fakultas Teknik Jurusan Sipil Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dengan jadwal pelaksanaan penelitian pada tabel 3.1 :

Tabel 3.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian

Bulan Jan 11 Feb 11 Maret 11 Apr 11

Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Persiapan Alat dan Bahan Pemeriksaan Bahan Pembuatan Benda Uji Pengujian Benda Uji Analisa Data


(57)

commit to user

3.3. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Data Primer

Data primer adalah data yang dikumpulkan secara langsung melalui serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan sendiri dengan mengacu pada petunjuk manual yang ada, misalnya dengan mengadakan penelitian atau pengujian secara langsung. Data primer dalam penelitian ini adalah data unsur kimia dan berat jenis yang terkandung dalam abu vulkanik yang diperoleh dari laboratortium kimia analitik UGM Yogyakarta, pengujian gradasi abu vulkanik dan hasil uji marshall.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diambil dari hasil penelitian sebelumnya atau yang dilaksanakan yang masih berhubungan dengan penelitian tersebut. Data sekunder dalam penelitian ini adalah data pemeriksaan agregat yang diperoleh dari PT. Pancadarma Puspawira dan data hasil pemeriksaan karakteristik aspal dari Laboratorium Jalan Raya Jurusan Teknik Sipil Universitas Sebelas Maret. Data sekunder tersebut dapat dilihat pada lampiran A.6 sampai A.10

3.4. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Alat pemeriksaan agregat, terdiri dari :

a. Satu set mesin uji Los Angeles yang berada di Laboratorium Bahan Fakultas Teknik UNS.

b. Satu set alat uji saringan ( sieve ) standar ASTM. c. Satu set mesin getar untuk saringan ( sieve shacker ). 2. Oven dan pengatur suhu.


(1)

commit to user

Perhitungan ANOVA untuk nilai densitas pada kadar aspal 5,5% dengan perlakuan masing-masing kadar abu vulkanik dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.48 Perhitungan Variasi antar dan dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 5,5%

Kadar Aspal Kadar Abu Vulkanik %

0% 25% 50% 75% 100%

5.5%

P1 2,257 2,323 2,276 2,224 2,289

P2 2,273 2,308 2,303 2,247 2,327

P3 2,233 2,197 2,293 2,368 2,393

Xn rata2 2,254 2,276 2,291 2,280 2,336

Xrata2 2,287

Vtotal 0,039

VB 0,011

VW 0,028

Hasil analisis varian dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.49 Hasil analisis varian kadar aspal 5,5% dengan perlakuan masing-masing kadar abu vulkanik

Variasi Df Kuadrat

mean

F

hitung F Tabel H0

Antar Perlakuan (VB) 0,011 4 0,003 0,978 3,478 terima

Di dalam Perlakuan (VW) 0,028 10 0,003

Total (V) 0,039 14

Hasil dari nilai F hitung pada tabel 4.49 pada masing-masing perlakuan abu vulkanik

dalam kadar aspal 5,5 % yaitu Fhitung ≤ Ftabel yaitu F abu = 0,978 ≤ 3,478 maka H0

diterima pada tingkat signifikansi 0,05 artinya penggantian filler abu vulkanik pada campuran dengan kadar aspal 5,5 % tidak menyebabkan perubahan nilai densitas secara nyata.


(2)

commit to user

Perhitungan ANOVA untuk nilai densitas pada kadar aspal 6% dengan perlakuan masing-masing kadar abu vulkanik dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.50 Perhitungan Variasi antar dan dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6%

Kadar Aspal Kadar Abu Vulkanik %

0% 25% 50% 75% 100%

6%

P1 2,291 2,333 2,281 2,236 2,279

P2 2,337 2,296 2,327 2,288 2,305

P3 2,306 2,316 2,302 2,303 2,343

Xn rata2 2,311 2,315 2,303 2,276 2,309

Xrata2 2,303

Vtotal 0,010

VB 0,003

VW 0,007

Hasil analisis varian dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.51 Hasil analisis varian kadar aspal 6% dengan perlakuan masing-masing kadar abu vulkanik

Variasi df

Kuadrat mean

F

hitung F Tabel H0

Antar Perlakuan (VB) 0,003 4 0,001 1,030 3,478 terima

Di dalam Perlakuan (VW) 0,007 10 0,001

Total (V) 0,010 14

Hasil dari nilai F hitung pada tabel 4.51 pada masing-masing perlakuan abu vulkanik

dalam kadar aspal 6 % yaitu Fhitung ≤ Ftabel yaitu F abu = 1,030 ≤ 3,478 maka H0

diterima pada tingkat signifikansi 0,05 artinya penggantian filler abu vulkanik pada campuran dengan kadar aspal 6 % tidak menyebabkan perubahan nilai densitas secara nyata.


(3)

commit to user

Perhitungan ANOVA untuk nilai densitas pada kadar aspal 6,5% dengan perlakuan masing-masing kadar abu vulkanik dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.52 Perhitungan Variasi antar dan dalam Perlakuan pada Kadar Aspal 6,5%

Kadar Aspal Kadar Abu Vulkanik %

0% 25% 50% 75% 100%

6.5%

P1 2,337 2,321 2,347 2,236 2,377

P2 2,335 2,322 2,337 2,288 2,342

P3 2,282 2,331 2,321 2,303 2,346

Xn rata2 2,318 2,325 2,335 2,276 2,355

Xrata2 2,322

Vtotal 0,016

VB 0,010

VW 0,006

Hasil analisis varian dapat dilihat dalam tabel sebagai berikut:

Tabel 4.53 Hasil analisis varian kadar aspal 6,5% dengan perlakuan masing-masing kadar abu vulkanik

Variasi df Kuadrat

mean

F

hitung F Tabel H0

Antar Perlakuan (VB) 0,010 4 0,003 4,639 3,478 tolak

Di dalam Perlakuan (VW) 0,006 10 0,001

Total (V) 0,016 14

Hasil dari nilai F hitung pada tabel 4.53 pada masing-masing perlakuan abu vulkanik

dalam kadar aspal 6,5 % yaitu Fhitung ≥ Ftabel yaitu F abu = 4,639 ≥ 3,478 maka H0

ditolak pada tingkat signifikansi 0,05 artinya penggantian filler abu vulkanik pada campuran dengan kadar aspal 6,5 % menyebabkan perubahan nilai densitas secara nyata.


(4)

commit to user

Hasil keseluruhan perhitungan anova dapat dilihat pada tabel rekapitulasi sebagai berikut:

Tabel 4.54 Rekapitulasi Hasil Anova

Karakteristik Marshall Kadar Aspal F Hitung F Tabel Hipotesa

Stabilitas 4,5% 14,269 3,478 tolak

5,0% 3,525 3,478 tolak

5,5% 1,366 3,478 terima

6,0% 2,151 3,478 terima

6,5% 5,442 3,478 tolak

Flow 4,5% 16,665 3,478 tolak

5,0% 6,82 3,478 tolak

5,5% 19,218 3,478 tolak

6,0% 11,484 3,478 tolak

6,5% 19,843 3,478 tolak

VIM 4,5% 0,409 3,478 terima

5,0% 0,469 3,478 terima

5,5% 0,784 3,478 terima

6,0% 0,965 3,478 terima

6,5% 4,659 3,478 tolak

Densitas 4,5% 0,551 3,478 terima

5,0% 0,343 3,478 terima

5,5% 0,978 3,478 terima

6,0% 1,03 3,478 terima

6,5% 4,639 3,478 tolak

Hasil keseluruhan anova diatas dapat dilihat dan disimpulkan bahwa untuk perlakuan penggantian abu vulkanik pada kadar aspal optimum 5,5 % dimana nilai stabilitas densitas, VIM dan marshall quotientnya meiliki nilai F hitung kurang dari F tabel maka H0 diterima pada tingkat signifikansi 0,05 artinya penggantian filler abu vulkanik pada campuran dengan kadar aspal optimum 5,5 % tidak menyebabkan perubahan nilai stabilitas, densitas, VIM dan Marshall Quotient secara nyata. Berbeda halnya dengan hasil dari penggantian abu vulkanik terhadap nilai flow pada kadar aspal optimum 5,5%


(5)

commit to user

dimana F hitung lebiih besar dari F tabel maka H0 ditolak yang artinya penggantian filler abu vulkanik pada campuran kadar aspal optimum menyebabkan perubahan nilai flow secara nyata.


(6)

commit to user

92

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1.

Kesimpulan

Dari hasil penelitian penggantian filler menggunakan abu vulkanik Merapi maka dapat

diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Hasil dari keseluruhan perhitungan anova bahwa penggantian abu vulkanik pada

kadar aspal optimum 5,5% tidak menyebabkan perubahan nilai stabilitas, densitas, VIM dan Marshall Quotient secara nyata. Berbeda dengan hasil anova terhadap nilai flow, dimana menyebabkan perubahan nilai flow secara nyata.

2. Hasil dari karakteristik Marshall pada kondisi KAO, kadar filler abu vulkanik

sebesar 100% dan 75% dengan kadar aspal optimum 5,45% dan 5,50% merupakan campuran AC (Asphalt Concrete) yang nilai stabilitas dan densitasnya memenuhi spesifikasi Revisi SNI No. 1737-1989-F, namun pada nilai VIM, flow serta

Marshall Quotient-nya (MQ) tidak memenuhi spesifikasi.

5.2.

Saran

1. Penggunaan abu vulkanik seharusnya di saring terlebih dahulu, dan abu vulkanik

yang dipakai yang lolos saringan no.200.

2. Kontrol pemadatan seharusnya lebih diperhatikan karena agregat dapat pecah dan

terjadi agregat saling interconnected karena pemadatan yang kurang sempurna.

3. Penggunaan timbangan agregat seharusnya di cek terlebih dahulu tingkat validnya.

Karena akan sangat berpengaruh pada proses pembuatan dan pengujian benda uji.

4. Penambahan agregat pada nomer saringan 100 dan 200 agar nilai VIM dapat


Dokumen yang terkait

Penggunaan Abu Gunung Sinabung Sebagai Filler Untuk Campuran Asphalt Concrete-Wearing Course (AC-WC) Menggunakan Spesifikasi Bina Marga 2010

10 87 100

PEMANFAATAN ABU VULKANIK GUNUNG BROMO SEBAGAI FILLER UNTUK CAMPURAN LASTON DITINJAU DARI KARAKTERISTIK MARSHALL

0 34 12

ANALISA KARAKTERISTIK MARSHALL PADA CAMPURAN ASPHALT Analisa Karakteristik Marshall Pada Campuran Asphalt Concrete-Binder Course ( AC-BC ) Menggunakan Limbah Beton Sebagai Coarse Aagregat.

0 2 17

PENGARUH PENGGANTIAN FILLER ABU BATU DENGAN ABU VULKANIK MERAPI PADA KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN HOT ROLLED SHEET WEARING COURSE (HRS WC)

1 6 117

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT Investigasi Karakteristik AC (Asphalt Concrete) Campuran Aspal Panas Dengan Menggunakan Bahan RAP Artifisial.

0 4 23

INVESTIGASI KARAKTERISTIK AC (ASPHALT CONCRETE) CAMPURAN ASPAL PANAS DENGAN MENGGUNAKAN BAHAN RAP Investigasi Karakteristik AC (Asphalt Concrete) Campuran Aspal Panas Dengan Menggunakan Bahan RAP Artifisial.

0 3 10

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN ASPHALT Analisis Karakteristik Marshall Campuran Asphalt Concrete (AC) Yang Dipadatkan Menggunakan Alat Pemadat Roller Slab (APRS).

0 1 13

ANALISIS KARAKTERISTIK MARSHALL CAMPURAN ASPHALT Analisis Karakteristik Marshall Campuran Asphalt Concrete (AC) Yang Dipadatkan Menggunakan Alat Pemadat Roller Slab (APRS).

0 4 20

KARAKTERISTIK CAMPURAN ASPHALT CONCRETE–WEARING COURSE (AC-WC) DENGAN PENGGUNAAN ABU VULKANIK DAN ABU BATU SEBAGAI FILLER

0 0 12

Karakteristik Marshall campuran asphalt AC WC Menggunakan tras Lompotoo sebagai filler

3 27 12