Perbedaan tingkat kebahagiaan ditinjau dari status pendidikan remaja di daerah pertambangan Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
PERBEDAAN TINGKAT KEBAHAGIAAN DITINJAU DARI STATUS PENDIDIKAN REMAJA DI DAERAH PERTAMBANGANKECAMATAN
MONTERADO KABUPATEN BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT Novavita Oktavianey T.T
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebahagiaan ditinjau dari status pendidikan remaja di daerah pertambangan Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status pendidikan subjek yakni : Remaja yang putus sekolah dan Remaja yang masih sekolah, sedangkan variabel tergantungnya adalah kebahagiaan. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang remaja putus sekolah dan 30 orang remaja masih sekolah yang berasal dari kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kebahagiaan. Reliabilitas Skala Kebahagiaan adalah 0,912 dari 100 item. Reliabilitas Skala Kebahagiaan diperoleh dengan menggunakan perhitungan Alpha Cronbach melalui SPSS for windows versi 16.0. Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah Uji Normalitas dan Uji Homogenitas. Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data memiliki distibusi normal pada remaja sekolah dan distibusi tidak normal pada remaja putus sekolah serta memiliki variasi atau homogenitas yang sama. Data dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan Two Independent Sample T-Test Mann Whitney dengan program SPSS for windows versi 16.0 dan memperoleh hasil sebesar 0,528 dengan nilai probabilitas sebesar p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kebahagiaan pada remaja putus sekolah dengan remaja sekolah.
(2)
THE DIFFERENCE OF HAPPINESS LEVEL OF TEENAGERS IN TERMS OF EDUCATIONAL STATUS IN MONTERADO BENGKAYANG KALIMANTAN
BARAT
Novavita Oktavianey T.T ABSTRACT
This research aims to know the difference of happiness level of teenagers in terms of educational status in Monterado Bengkayang Kalimanatan Barat mining area. Independent variable in this research is the educational status. The subject of this research are: dropout teenagers and who are still in school. The dependent variable of this research is the happiness. The subejcts of this research is amount to 30 dropout teenagers and 30 teenagers who are still in school from Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. The measuring instrument that used in this research is the happiness scale. The happiness scale realibility are 0,912 of 100 items. The happiness scale realibilities are gained by using Alpha Cronbach computation through SPSS for windows version 16.0. The assumption test that used in this research are normality and homogenity test. The result of assumption test showed that the data has normal distribution on students and abnormal distribution on dropout teenagers and it has same variance or homogenity. The data in this research analyzed by using Two Independent Sample T-Test Mann Whitney through SPSS program for windows version 16.0 and the result amount to 0,528 with probability score amount to p>0,05. This result showed that there are no significant diferences of the happiness level between dropout teenagers and who are still in school.
(3)
PERBEDAAN TINGKAT KEBAHAGIAAN DITINJAU DARI STATUS PENDIDIKAN REMAJA DI DAERAH PERTAMBANGAN KECAMATAN MONTERADO KABUPATEN BENGKAYANG
KALIMANTAN BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Novavita Oktavianey T.T NIM : 109114147
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(4)
i
PERBEDAAN TINGKAT KEBAHAGIAAN DITINJAU DARI STATUS PENDIDIKAN REMAJA DI DAERAH PERTAMBANGAN KECAMATAN MONTERADO KABUPATEN BENGKAYANG
KALIMANTAN BARAT
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh :
Novavita Oktavianey T.T NIM : 109114147
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
(5)
(6)
(7)
iv
HALAMAN MOTTO
Salah bisa diperbaiki.
Gagal bisa di ulangi.
Jatuh bisa bangun.
Tapi, Menyerah berarti selesai !
Hidup akan mengalami Salah, Gagal, Jatuh. Namun,
jangan sampai Menyerah !
–
L. Mahadi-
“Jangan khawatir, kalau sudah melakukan yang terbaik”
–
Park Hae Jin, Cheese In The Trap-
“
Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah
selama engkau dapat bermimpi. Bila tiada bermimpi, apakah
jadinya hidup! Kehidupan
yang sebenarnya kejam”
–
R. A. Kartini-
“You don’t decide your future, you decide your HABITS
and your habits decide your FUTURE”
(8)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
KARYA INI SECARA KHUSUS
KUPERSEMBAHKAN KEPADA TUHAN
YESUS KRISTUS, BAPAK DAN MAMAK,
SAUDARA-SAUDARAKU, KELUARGA
DAN SEMUA ORANG YANG KUKASIHI
(9)
(10)
vii
PERBEDAAN TINGKAT KEBAHAGIAAN DITINJAU DARI STATUS PENDIDIKAN REMAJA DI DAERAH PERTAMBANGAN KECAMATAN
MONTERADO KABUPATEN BENGKAYANG KALIMANTAN BARAT Novavita Oktavianey T.T
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan tingkat kebahagiaan ditinjau dari status pendidikan remaja di daerah pertambangan Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah status pendidikan subjek yakni : Remaja yang putus sekolah dan Remaja yang masih sekolah, sedangkan variabel tergantungnya adalah kebahagiaan. Subjek dalam penelitian ini adalah 30 orang remaja putus sekolah dan 30 orang remaja masih sekolah yang berasal dari kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Kebahagiaan. Reliabilitas Skala Kebahagiaan adalah 0,912 dari 100 item. Reliabilitas Skala Kebahagiaan diperoleh dengan menggunakan perhitungan Alpha Cronbach melalui SPSS for windows versi 16.0. Uji asumsi yang digunakan dalam penelitian adalah Uji Normalitas dan Uji Homogenitas. Hasil uji asumsi menunjukkan bahwa data memiliki distibusi normal pada remaja sekolah dan distibusi tidak normal pada remaja putus sekolah serta memiliki variasi atau homogenitas yang sama. Data dalam penelitian dianalisis dengan menggunakan Two Independent Sample T-Test Mann Whitney dengan program SPSS for windows versi 16.0 dan memperoleh hasil sebesar 0,528 dengan nilai probabilitas sebesar p > 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara tingkat kebahagiaan pada remaja putus sekolah dengan remaja sekolah.
(11)
viii
THE DIFFERENCE OF HAPPINESS LEVEL OF TEENAGERS IN TERMS OF EDUCATIONAL STATUS IN MONTERADO BENGKAYANG
KALIMANTAN BARAT Novavita Oktavianey T.T
ABSTRACT
This research aims to know the difference of happiness level of teenagers in terms of educational status in Monterado Bengkayang Kalimanatan Barat mining area. Independent variable in this research is the educational status. The subject of this research are: dropout teenagers and who are still in school. The dependent variable of this research is the happiness. The subejcts of this research is amount to 30 dropout teenagers and 30 teenagers who are still in school from Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. The measuring instrument that used in this research is the happiness scale. The happiness scale realibility are 0,912 of 100 items. The happiness scale realibilities are gained by using Alpha Cronbach computation through SPSS for windows version 16.0. The assumption test that used in this research are normality and homogenity test. The result of assumption test showed that the data has normal distribution on students and abnormal distribution on dropout teenagers and it has same variance or homogenity. The data in this research analyzed by using Two Independent Sample T-Test Mann Whitney through SPSS program for windows version 16.0 and the result amount to 0,528 with probability score amount to p>0,05. This result showed that there are no significant diferences of the happiness level between dropout teenagers and who are still in school.
(12)
(13)
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan berkatNya yang berlimpah selama proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi dengan judul “Perbedaan Tingkat Kebahagiaan Ditinjau dari Status Pendidikan Remaja di Daerah Pertambangan Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat” dapat diselesaikan dengan baik.
Penulismenyadariadabanyakpihak yang telahberkontribusidalam proses penulisanskripsiini.Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma
2. Bapak P.Eddy Suhartanto, S. Psi. M.Si. selaku Kepala Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.
3. Ibu Henrietta, selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan perhatiannya dalam membimbing saya selama masa studi. 4. Ibu Ratri Sunar Astuti, M. Si., selaku dosen pembimbing skripsi yang
memberikan sebagian waktu dan pemikirannya untuk membimbing saya, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Seluruh dosen di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah memberikan waktu, pelajaran, pengalaman, kerja keras dan perhatiannya selama saya mengemban pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma. Terima kasih Ibu dan Bapak.
6. Segenap staff Fakultas Psikologi dan Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang telah memberi banyak bantuan kepada saya selama proses perkuliahan.
(14)
xi
7. Kedua orangtuaku Bapak Laurensius Mahadi dan Ibu Kresensia Mulia beserta adik-adik ku tercinta, Patrisius Parimpasa T.T, Eleonora Tarida T.T, Victor Junio Caesar T.T yang senantiasa sabar dan tidak pernah lelah memberikan dukungan serta selalu mendoakan yang terbaik bagi keberhasilan skripsi ini. Terima kasih sangat banyak dan bersyukur memiliki kalian dalam hidupku.
8. Adik-adik subjek penelitian yang putus sekolah ataupun yang masih sekolah di daerah Nyempen, Goa Boma dan Monterado. Terima kasih untuk kesediaannya memberikan waktu dalam pengisian skala di skripsi ini.
9. Om Iyus, Om Jusni, Mak Babah, Tante Susana, Tante Noria, pak tuha Alio yang selalu mengingatkan, yang selalu menyemangati diriku baik melalui doa ataupun materi selama proses perkuliahan dan proses pengerjaan skripsi. Terima kasih banyak Nova ucapkan.
10.Teman-teman seperjuangan, sealmamater, sefakultas, seprogram studi di Psikologi terutama untuk Rainbowie feat The Boys (Silvia, Nani, Irma, Tyas, Tirza, Yoga, Gery, Abi dan Aldo) yang tidak pernah berhenti memberikan semangat, bantuannya dan selalu menemani selama proses perkuliahan dari semester awal kuliah serta selama proses pengerjaan skripsi ini. Love you too Guys!
11.Kak Liveria Jurissam Tikupadang, yang tidak pernah marah, bosan ataupun lelah dalam membantu dan menemani serta menjadi penyemangat ketika kesusahan dalam pengerjaan skripsiku. Love you too kak.
(15)
xii
12.Engger atau Akeng yang tidak pernah bosan untuk mengajariku. Banyak terima kasih ya Akeng.
13.Kepada teman-teman seperantauan dari Kalimantan Barat : Topel, Erik, Petrus, Nokus, Risko, kak Winda, bang Athod, Irest, dek Venta, Ranny, kak Nelly dan Yoan (Amoi) yang tidak pernah lelah mengingatkan dan menyemangati diriku selama proses pengerjaan skripsi. Beribu terima kasih kuucapkan kepada kalian semua.
14.Kepada seluruh saudara, teman, kenalan ataupun siapa saja yang selalu memberikan semangat dan penghiburannya kepadaku selama ini. Terima kasih.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik yang dapat membangun sangat penulis harapkan untuk skripsi ini. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan ilmiah dalam perkembangan ilmu pengetahuan. Terima kasih.
Penulis,
(16)
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR TABEL... xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. LatarBelakang... 1
B. RumusanMasalah ... 10
C. TujuanPenelitian ... 10
D. ManfaatPenelitian ... 11
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Kebahagiaan ... 13
1. Pengertian Kebahagiaan ... 13
(17)
xiv
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan ... 16
B. Remaja ... 19
1. Pengertian Remaja ... 19
2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 21
3. Tugas Perkembangan Remaja ... 22
C. Remaja Putus Sekolah ... 24
D. Karakteristik Remaja Putus Sekolah ... 26
E. Dinamika Perbedaan Tingkat Kebahagiaan ditinjau dari Status Pendidikan Remaja di Pertambangan...26
F. Skema Penelitian ... 34
G. Hipotesis Penelitian ... 34
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 36
A. Jenis Penelitan ... 36
B. Identifikasi Variabel Penelitian ... 36
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 36
D. Subjek Penelitian ... 37
1. Remaja yang Masih Sekolah ... 37
2. Remaja yang Putus Sekolah ... 37
E. Metode dan Instrumen Penelitian ... 38
F. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas ... 40
1. Validitas ... 40
2. Seleksi Item ... 40
(18)
xv
G. Analisa Data ... 44
1. Uji Asumsi ... 44
a. Uji Normalitas ... 44
b. Uji Homogenitas ... 44
2. Uji Hipotesis ... 45
H. Pelaksanaan Uji Coba ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 46
A. Pelaksanaan Penelitian ... 46
B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 47
C. Deskripsi Data Penelitian ... 48
D. Hasil Penelitian ... 49
1. Uji Asumsi ... 49
a. Uji Normalitas ... 49
b. Uji Homogenitas ... 51
2. Uji Hipotesis ... 51
E. Pembahasan ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 59
A. KESIMPULAN ... 59
B. SARAN ... 59
1. Subjek Penelitian ... 59
2. Orang Tua ... 60
3. Peneliti Selanjutnya ... 60
(19)
xvi
(20)
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pemberian Skor Skala ... ...39
Tabel 2 Blue Print dan Distribusi Item Skala Kebahagiaan (Sebelum Uji Coba)...39
Tabel 3 Blue Print dan Distribusi Item Skala Kebahagiaan (Setelah Uji Coba)...41
Tabel 4 Blue Print dan Distribusi Skala Kebahagiaan Setelah Penyetaraan Item...42
Tabel 5 Deskripsi Subjek Remaja Putus Sekolah...48
Tabel 6 Deskripsi Subjek Remaja Sekolah ... ...48
Tabel 7 Perbandingan Mean Teoritis dengan Mean Empiris...49
Tabel 8 Hasil Uji Normalitas ... ...50
Tabel 9 Uji Homogenitas ... ...51
(21)
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Skala Tingkat Kebahagiaan ... 67
A.Skala Tingkat Kebahagiaan (Try Out) ... 67
B. Skala Tingkat Kebahagiaan (Penelitian) ... 76
Lampiran 2 Hasil Seleksi Item Skala Kebahagiaan ... 83
Lampiran 3 Reliabilitas Skala Kebahagiaan ... 86
Lampiran 4 Uji Deskriptif Mean Empirik ... 91
Lampiran 5 Uji Normalitas ... 92
Lampiran 6 Uji Homogenitas ... 92
(22)
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang mengalami masa perkembangan dalam kehidupannya. Salah satu masa perkembangan yang dilewati oleh manusia adalah masa remaja. Masa remaja merupakan masa yang dimulai pada usia 13 tahun dan berakhir saat seseorang berusia 18 tahun (Hurlock, 1990). Pada masa ini seseorang juga mengalami perubahan dari masa anak-anak ke dewasa. Pada masa tersebut remaja berkembang menuju kedewasaan yang diiringi dengan adanya perubahan biologis, kognisi, dan sosial-emosional (Santrock, 2003).
Masa remaja berada diantara anak-anak dan orang dewasa. Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik dan psikisnya (Monks dalam Puspitasari dan Laksmiwati, 2012). Pada umumnya remaja masih belajar di sekolah menengah atas atau perguruan tinggi. Bila bekerja, mereka hanya melakukan pekerjaan sambilan dan belum mempunyai pekerjaan tetap (Puspitasari dan Laksmawati, 2012). Banyaknya remaja yang bekerja saat ini menggeser usia sekolah menjadi usia bekerja. Hal ini juga mengakibatkan munculnya perbedaan pada status pendidikan usia remaja yang dibagi menjadi remaja putus sekolah dan remaja yang masih sekolah.
(23)
Berdasarkan hasil kajian profil penduduk remaja dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) pada tahun 2010, menunjukkan bahwa masih terdapat 2,5 persen penduduk usia 7-15 tahun yang tidak/belum pernah sekolah, sedangkan yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi 6,01 persen. Jika dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, 6,33 persen penduduk remaja (7-12 tahun) tidak atau belum pernah sekolah dan 31,57 persen tidak atau belum tamat SD. Dari 23.902.077 jiwa penduduk kelompok umur 19-24 tahun hanya 0,66 persen tamat Diploma IV/Perguruan Tinggi. Selain itu, menurut Understanding Children’s Work (UCW) pada tahun 2012, lebih dari 2,3 juta anak-anak atau remaja di usia 5-17 tahun atau hampir 7 % dari kelompok usia itu adalah pekerja di tahun 2009. Hampir dari anak-anak atau remaja ini adalah tenaga kerja yang bekerja tidak sesuai ketentuan perundang-undangan negara Indonesia atau kebanyakan dari mereka bekerja di area kondisi kerja yang berbahaya. Sedangkan, untuk besarnya angka partisipasi sekolah pada usia 7-12 tahun di Kabupaten Bengkayang menurut Badan Pusat Statistik daerah pada tahun 2012 mencapai 95,89 persen. Sedangkan, untuk angka partisipasi sekolah usia 13-15 tahun lebih rendah dibandingkan dengan usia 7-12 tahun, yaitu sekitar 85,81 persen. Selanjutnya, untuk angka partisipasi sekolah usia 16-18 tahun merupakan angka yang paling rendah yaitu sekitar 64,27 persen. Dari hasil kajian menunjukkan bahwa persentase terbesar usia yang mengalami putus sekolah terjadi pada kelompok remaja.
(24)
Menurut Hall (dalam Santrock, 2003), masa remaja merupakan masa yang dipenuhi dengan topan dan tekanan. Pada masa ini, seseorang akan lebih rentan untuk mendapat pengaruh dan tekanan dari orang lain, salah satunya terkait pilihan untuk sekolah atau tidak sekolah. Padahal, remaja seharusnya menghabiskan waktu bertahun-tahun bersekolah sebagai anggota dari suatu masyarakat kecil dimana terdapat beberapa tugas untuk diselesaikan. Sekolah juga menjadi tempat untuk pencarian jati diri dan mengenal orang lain serta memperkenalkan peraturan yang menjelaskan batasan perilaku, perasaan, dan sikap. Pengalaman yang diperoleh anak-anak dan remaja (sekolah) memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan identitasnya, keyakinan terhadap kompetensi diri sendiri, gambaran hidup dan kesempatan meraih cita-cita, hubungan sosial, batasan mengenai hal yang besar dan salah, serta pemahaman mengenai bagaimana sistem sosial di luar lingkup keluarga berfungsi.
Badan Pusat Statistik Daerah Kabupaten Bengkayang pada tahun 2012 menyatakan bahwa, penduduk usia 15 tahun ke atas yang masuk angkatan kerja persentasenya lebih dari 70 persen dan sisanya masuk dalam kelompok bukan angkatan kerja. Dengan demikian rata-rata penduduk usia kerja yang aktif berasal dari usia remaja. Persentase penduduk usia kerja yang aktif dalam kegiatan ekonomi masih lebih besar dibanding dengan penduduk yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi. Unicef (2012), juga menambahkan bahwa kebanyakan dari remaja yang bekerja, bekerja di kondisi berbahaya atau meliputi anak-anak yang
(25)
bekerja di pertambangan, bangunan, penggalian dan anak-anak yang dipekerjakan di tempat-tempat seks komersial. Banyak faktor yang mempengaruhi anak-anak atau remaja ini memilih untuk bekerja, antara lain karena keluarga yang minim pendidikan, pernikahan yang terjadi di usia remaja, juga karena kondisi yang mengharuskan remaja tersebut bekerja (UCW, 2012).
Dari hasil hasil sensus ekonomi pertumbuhan sektor pertambangan dan penggalian di Kecamatan Monterado pada tahun 2006 dari Badan Pusat Statistik daerah Kabupaten Bengkayang diketahui terdapat 205 unit usaha pertambangan dan penggalian, 32 unit usaha industri pengelolaan serta 1 unit usaha konstruksi. Masing-masing sektor usaha tersebut mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 1.130 orang di sektor pertambangan dan penggalian, 67 orang untuk sektor industri pengolahan, dan 1 orang untuk sektor konstruksi. Hal ini menunjukkan bahwa usaha di sektor pertambangan dan penggalian menyerap tenaga kerja lebih banyak dibanding usaha kerja di sektor lain.
Melalui survey sederhana yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahawa usaha pertambangan yang dilakukan oleh beberapa masyarakat desa di kecamatan Monterado adalah termasuk dalam daftar usaha yang illegal. Hampir dari seluruh warga yang membuka usaha pertambangan emas melakukan penggalian secara besar-besaran dan merusak alam tanpa mengelola kembali bekas galian menjadi tempat yang bermanfaat. Kebanyakan dari hasil galian dibiarkan menjadi danau yang luas atau
(26)
menjadi lahan gersang. Bentuk dari eksploitasi alam yang berlebihan ini memberikan dampak negatif bagi masyarakat di sekitar tempat pertambangan. Dampak negatif yang terjadi antara lain, banyak masyarakat yang menjadi korban dan kehilangan sanak saudaranya karena longsor yang terjadi ketika bekerja. Selain itu, remaja yang tinggal di daerah sekitar pertambangan kehilangan area bermain dan belajar dikarenakan lingkungan yang rusak akibat tercemar oleh hasil limbah penggalian.
Selain itu, wawancara yang dilakukan pada tanggal 21-22 Desember 2014 dan 8 Januari 2015 melalui wawancara langsung dengan beberapa pekerja tambang di Desa Monterado, Nyempen dan Goa Boma, diperoleh data bahwa rata-rata remaja bekerja yang berada di pertambangan meninggalkan bangku sekolah di usia sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah atas (SMA). Dari hasil wawancara yang dilakukan, kebanyakan pekerja di pertambangan tersebut mengaku bahwa mereka berhenti sekolah dikarenakan faktor ekonomi. Mereka juga mengungkapkan bahwa mereka tidak memiliki motivasi untuk bersekolah karena lingkungan bekerja lebih menjanjikan untuk memperoleh hidup yang lebih baik. Selain itu, alasan-alasan para pekerja tersebut memilih untuk bekerja di pertambangan yang tergolong beresiko dan termasuk dalam daftar pekerjaan ilegal daripada melanjutkan sekolah, antara lain karena mereka tidak memiliki pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup yang tinggi. Mereka lebih senang dengan kehidupan yang bebas
(27)
tanpa aturan terikat, mereka mengakui bahwa hidup terasa lebih menyenangkan dengan bekerja dan memperoleh gaji daripada duduk di bangku sekolah dan mendengarkan guru menjelaskan pelajaran. Beberapa dari mereka juga mengatakan bahwa untuk sekolah membutuhkan biaya yang cukup besar dan memakan waktu yang lama serta tidak menarik. Selain itu, alasan lain yang mereka ungkapkan adalah dengan bersekolah tidak memberikan jaminan bahwa mereka akan menemukan pekerjaan yang layak atau mendapat gaji besar jika mereka tidak “pintar” di sekolah.
Dari hasil survey yang dilakukan oleh peneliti, ditemukan pula bahwa remaja putus sekolah yang menjadi pekerja di pertambangan memberikan terlihat tidak puas dan senang dengan kehidupan mereka saat ini. Hal ini dilihat dari jawaban yang diberikan oleh beberapa pekerja bahwa mereka tidak mempunyai perasaan optimis terhadap pekerjaan dan hidup mereka. Selain itu, mereka mengakui bahwa tidak puas dengan hasil yang dimiliki saat ini dari pekerjaan yang mereka lakukan, mereka juga cenderung malu dengan pendidikan terakhir yang mereka miliki. Ketika peneliti melakukan wawancara banyak dari para pekerja yang malu, melarikan diri dan tidak mau di wawancara. Alasannya hanya mereka tidak mau ditanya karena takut tidak bisa menjawab dan khawatir akan jawaban yang diberikan tidak memuaskan penelti.
Menurut Santrock (2003) remaja putus sekolah cenderung lebih bermasalah dengan peraturan, kurang rajin dalam mengerjakan pekerjaan rumah, memiliki rasa percaya diri yang lebih rendah, memiliki harapan
(28)
pendidikan lebih rendah, serta memiliki kontrol diri eksternal. Yuda (2013) juga mengungkapkan bahwa remaja yang putus sekolah dapat memberi dampak negatif dalam kehidupan sosial mereka, yakni menambah banyaknya jumlah kaum pengangguran dan mereka merupakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Anak putus sekolah juga berisiko terlibat dalam kenakalan remaja, tawuran, kebut-kebutan di jalan raya, minum-minuman dan perkelahian. Akibat lainnya yang juga dapat dialami oleh mereka adalah perasaan minder dan rendah diri. Selain itu, Puspitasari dan Laksmiwati (2012) juga mengungkapkan bahwa remaja putus sekolah merupakan salah satu contoh remaja yang berisiko mengalami konsep diri negatif. Individu yang memiliki konsep diri negatif akan cenderung merasa tidak bahagia dengan hidupnya.
Kebahagiaan adalah salah satu bagian penting dalam kehidupan individu dan merupakan suatu kondisi yang sangat ingin dicapai oleh semua orang dari berbagai umur dan lapisan masyarakat (Argyle dalam Sativa dan Helmi, 2013). Kebahagiaan adalah sesuatu yang menyenangkan, sukacita, membawa kenikmatan serta tercapainya sebuah tujuan (Herbyanti, 2009). Kebahagiaan merupakan konsep yang luas, seperti emosi positif atau pengalaman yang menyenangkan, rendahnya mood yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi (Diener, Lucas, Oishi dalam Meina dan Suprayogi. 2011).
Menurut Seligman (2005) orang yang bahagia tidak saja lebih mampu menanggung rasa sakit dan melakukan langkah-langkah
(29)
pencegahan masalah kesehatan dan keamanan, tetapi emosi positif juga mampu untuk menetralkan emosi negatif. Selain itu, orang yang bahagia mengingat lebih banyak peristiwa menyenangkan daripada yang sebenarnya terjadi dan melupakan lebih banyak peristiwa buruk.
Hurlock (1990) juga mengungkapkan bahwa pentingnya kebahagiaan, terutama di usia remaja. Remaja yang memiliki penyesuaian diri buruk, terutama sejak masa anak-anak akan cenderung merasa paling tidak berbahagia. Hal ini terjadi dikarenakan masalah-masalah pribadi yang dihadapi remaja. Remaja mempunyai tingkat aspirasi tinggi, yang tidak realistik bagi dirinya, dan bila prestasinya menurun akan menimbulkan rasa tidak puas pada diri sendiri serta bersikap menolak diri sendiri.
Selain itu, melalui Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) tahun 2014 yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) mengenai tingkat kebahagian, ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan maka indeks kebahagiaan juga semakin tinggi. Dari survei tersebut ditemukan data bahwa penduduk dengan tingkat pendidikan S2 dan S3 mencapai indeks kebahagiaan tertinggi (79,47%), sedangkan penduduk yang tidak atau belum pernah sekolah mempunyai indeks kebahagiaan paling rendah (62,96%). Sementara itu, hasil yang hampir sama ditemukan oleh Berita Resmi Statistik BPS Kalimantan Barat pada tahun 2014 mengenai tingkat kebahagiaan. Dari survey yang dilakukan, ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin tinggi
(30)
pula indeks kebahagiaan. Penduduk yang tidak tamat SD/MI mempunyai indeks kebahagiaan paling rendah (65,15%), sementara indeks kebahagiaan tertinggi pada penduduk dengan tingkat pendidikan S2 atau S3 (80,29%). Dari hasil kajian menunjukkan bahwa persentase terbesar mengenai tingkat kebahagiaan ditemukan pada kelompok penduduk yang memiliki tingkat pendidikan tinggi.
Menurut Seligman (dalam Pertiwi, 2011) terdapat beberapa faktor yang menentukan kebahagiaan antara lain, kehidupan sosial, agama dan religiusitas, uang, pernikahan, usia, kesehatan, pendidikan, iklim, ras, emosi negatif dan jenis kelamin. Kebahagiaan seseorang pasti akan muncul kapanpun, seperti halnya hal yang menyedihkan. Kebahagiaan bisa dimunculkan dari lingkungan yang menyenangkan yang ditempati, kemampuan yang dimiliki, kebutuhan yang terpenuhi, dan kenikmatan dalam hidup (Veenhovent dalam Herbyanti , 2009). Menurut Chaplin (dalam Sativa dan Helmi, 2013) seseorang yang tidak bahagia akan memunculkan perasaan depresi, stres, kecemasan dan penyimpangan perilaku.
Yudantara, (dalam Herbyanti, 2009) mengungkapkan bahwa kebahagiaan merupakan hal yang bisa ditumbuhkan oleh setiap individu dengan salah satu cara yang bisa dilakukan yaitu optimis terhadap segala hal yang dilakukan. Seligman (dalam Ismuniar, 2013) juga menambahkan bahwa optimis adalah salah satu aspek yang utama dalam kebahagiaan. Optimis merupakan sikap positif yang dapat memberikan keuntungan
(31)
dalam jajaran yang luas seperti, kesehatan, umur panjang, keberhasilan pekerjaan dan memperoleh nilai yang tinggi dalam prestasi. Individu yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya.
Dewasa ini kebahagiaan banyak diteliti, tetapi kebanyakan penelitian tentang kebahagiaan hanya dilakukan pada orang dewasa dan masih sedikit yang mencakup pada anak-anak, maupun remaja. Pentingnya kebahagiaan bagi remaja dapat membantu menanggulangi permasalahan yang mungkin dialami remaja, karena kebahagiaan dapat menjadi antesenden atau stimulus berbagai keuntungan, contohnya kesehatan mental (Chaplin, Bostos, & Lowrey dalam Sativa dan Helmi, 2013). Berdasarkan pemaparan tersebut, maka peneliti tertarik untuk mengetahui perbedaan tingkat kebahagiaan pada remaja putus sekolah yang bekerja di pertambangan dengan remaja yang bersekolah di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul apakah terdapat perbedaan tingkat kebahagiaan ditinjau dari status pendidikan remaja di daerah pertambangan Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan tingkat kebahagiaan ditinjau dari status pendidikan remaja di daerah
(32)
pertambangan Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan mampu memberi tambahan pengetahuan dan wawasan mengenai kebahagiaan (happiness), serta bisa menjadi sebuah referensi tambahan bagi penelitian dalam ilmu psikologi khususnya dalam bidang psikologi perkembangan remaja, psikologi pendidikan mengenai pentingnya pendidikan sebagai salah satu tugas perkembangan manusia, dan positive psychology secara khusus mengenai kebahagiaan. Selain itu, adanya penelitian ini diharapkan mampu memberi tambahan referensi bagi para peneliti selanjutnya yang ingin meneliti dengan masalah serupa.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi remaja, dengan adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai kebahagiaan secara spesifik dan mampu memberikan motivasi untuk dapat melihat masa depan dengan semangat hidup yang lebih baik.
b. Bagi orangtua, penelitian ini diharapkan mampu membantu menjelaskan mengenai pentingnya sebuah kebahagiaan di usia remaja agar dapat memberikan motivasi kepada remaja untuk berfikir positif. Selain itu, adanya penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih positif mengenai pentingnya
(33)
pendidikan, terutama pada anak-anak di masa remaja yang tergolong rentan akan pengaruh baik dan buruk yang diterima dari lingkungan di luar lingkungan keluarga.
(34)
13 BAB II
LANDASAN TEORI
A. KEBAHAGIAAN
1. Pengertian Kebahagiaan
Aprilianto (2008) mengungkapkan bahwa bahagia adalah kondisi internal yang sangat menyenangkan sehingga membuat kita merasa sangat nyaman karena semua hal yang kita alami dan hadapi pada saat itu, ditempat itu, sangat sesuai dengan apa yang kita inginkan. Kebahagiaan merupakan konsep yang luas, seperti emosi positif atau pengalaman yang menyenangkan, rendahnya mood yang negatif, dan memiliki kepuasan hidup yang tinggi (Diener, Lucas, Oishi, 2005).
Seligman (2005) mengartikan kebahagiaan adalah emosi positif seseorang yang terkait dengan hal-hal yang membahagiakan dan dibagi kedalam tiga kategori, yaitu emosi positif terhadap masa lalu, emosi positif terhadap masa kini dan emosi positif terhadap masa depan. Emosi positif terhadap masa lalu adalah kepuasaan, kelegaan, kesuksesan, kebanggaan, dan kedamaian. Sedangkan untuk emosi positif terhadap mada depan adalah optimisme, harapan, keyakinan, dan kepercayaan. Selain itu, untuk emosi positif terhadap masa kini adalah kegembiraan, ketenangan, keriangan, semangat yang meluap-luap, rasa senang dan kebahagiaan.
(35)
Berdasarkan dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan adalah suatu kondisi dimana seseorang merasakan emosi positif yang menyenangkan dari masa lalu, masa depan dan masa sekarang sehingga membuat seseorang merasa nyaman, memiliki mood negatif yang rendah, serta memiliki kepuasaan hidup yang tinggi.
2. Aspek-aspek Kebahagiaan
Menurut Seligman (dalam Ismuniar, 2013) lima aspek utama kebahagiaan, yaitu :
a. Relasi sosial yang positif
Relasi sosial yang positif ialah relasi yang tercipta bila adanya dukungan sosial yang membuat individu mampu mengembangkan harga diri, meminimalkan masalah-masalah psikologis, kemampuan pemecahan masalah yang adaptif, dan membuat individu menjadi sehat secara fisik. Menjalin relasi sosial yang positif bukan hanya sekedar dengan teman, pasangan, ataupun anak, tetapi menjalin relasi sosial yang positif dengan individu yang ada disekitar.
b. Keterlibatan Penuh
Keterlibatan penuh yang dimaksud ialah mengikuti berbagai aktifitas yang bukan hanya berhubungan dengan pemenuhan tanggung jawab (kuliah atau kerja). Tetapi, juga aktifitas-aktifitas yang disenangi seperti hobi dan aktivitas bersama keluarga. Dalam melaksanakan
(36)
aktifitas-aktifitas tersebut, seseorang tidak hanya terlibat secara fisik, namun turut melibatkan hati dan pikirannya secara penuh.
c. Penemuan makna dalam keseharian
Selain keterlibatan penuh dan menjalin relasi sosial positif dengan orang lain terdapat cara lain untuk dapat bahagia, yakni dengan menemukan makna dalam apapun yang dilakukan individu di kesehariannya. Penemuan makna dalam keseharian yang dimaksud ialah bagaimana individu mampu memperoleh makna positif atau manfaat positif ketika mereka dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan terlibat secara penuh terhadap aktivitas yang dilakukannya sehingga dapat menimbulkan rasa bahagia pada individu tersebut. d. Optimis
Optimis merupakan sikap pikiran positif yang dapat memberikan keuntungan dalam jajaran yang luas seperti, kesehatan, umur panjang, keberhasilan pekerjaan dan memperoleh nilai yang tinggi dalam prestasi. Individu yang optimis mengenai masa depan merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Individu yang mengevaluasi dirinya dengan cara yang positif, akan memiliki kontrol yang baik terhadap hidupnya, sehingga memiiki impian dan harapan yang positif tentang masa depan.
e. Ketahanan Diri
Ketahan diri yang dimaksud ialah kemampuan seseorang untuk bangkit dari peristiwa yang tidak menyenangkan. Kebahagiaan
(37)
seseorang tidak bergantung pada seberapa banyak peristiwa menyenangkan yang dialami, melainkan sejauh mana seseorang memiliki ketahanan diri. Orang yang berbahagia tidak hanya lebih mampu menanggung rasa sakit dan melakukan langkah-langkah pencegahan teruatama di masalah kesehatan dan keamanan, tetapi mereka juga mampu mengatur bagaimana emosi postif yang dimiliki seseorang dapat menetralkan emosi negatifnya.
Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek kebahagiaan adalah relasi sosial yang positif, kemudian adanya keterlibatan penuh, terdapat penemuan makna dalam keseharian, dan adanya optimis serta ketahanan diri.
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebahagiaan
Seligman (2005) menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan, yaitu sebagai berikut :
a. Uang
Para peneliti membandingkan kesejahteraan subjektif rata-rata orang yang tinggal di negara kaya dengan orang-orang yang tinggal di negara miskin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di negara-negara yang sangat miskin, dimana kemiskinan bisa mengancam nyawa, menjadi kaya akan membuat seseorang bahagia. Namun, di negara-negara yang lebih makmur, dimana semua kebutuhan dasar dapat terpenuhi, peningkatan kekayaan tidak begitu berdampak pada kebahagiaan. Seligman juga
(38)
menyimpulkan bahwa penilaian seseorang terhadap uang dapat mempengaruhi kebahagiaannya lebih daripada uang itu sendiri. b. Perkawinan
Kebahagiaan orang yang menikah dapat mempengaruhi panjang usia dan besar penghasilan. Hal ini berlaku bagi semua jenis kelamin, baik pada pria maupun wanita.
c. Kehidupan Sosial
Orang-orang yang sangat bahagia memiliki perbedaan dengan kebanyakan orang pada umumnya atau orang-orang yang tidak bahagia, hal ini dikarenakan mereka menjalani kehidupan sosial yang kaya dan memuaskan. Orang-orang yang sangat berbahagia menghabiskan waktu sendirian lebih sedikit dan kebanyakan waktu mereka digunakan untuk bersosialisasi dengan orang lain.
d. Emosi Negatif
Sebuah hasil survei yang dilakukan oleh Norman Bradburn menemnukan hasil bahwa orang-orang yang mengalami banyak emosi negatif adalah orang-orang yang mangalami sangat sedikit emosi positif, dan sebaliknya. Meskipun demikian, ini tidak berarti bahwa seseorang tidak akan merasakan kesedihan dalam hidupnya. e. Usia
Kepuasaan hidup seseorang akan sedikit meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, afek menyenangkan atau afek positif
(39)
akan sedikit berkurang, tetapi afek tidak menyenangkan atau afek negatif tidak berubah. Yang akan berubah ketika kita menua adalah intensitas emosi.
f. Kesehatan
Faktor kesehatan adalah faktor objektif yang baik tapi tidak selalu berkaitan dengan kebahagiaan. Bagian yang penting dalam hidup yang sehat adalah persepsi subjektif kita terhadap seberapa sehat diri kita.
g. Pendidikan
Meskipun merupakan sarana untuk mencapai penghasilan yang lebih tinggi, pendidikan bukanlah sarana menuju kebahagiaan yang paling pokok. Bagi beberapa orang yang kaya, pendidikan bukan merupakan hal yang mempengaruhi kebahagiaan mereka dalam menjalani kehidupan. Tetapi, untuk beberapa orang yang berpenghasilan rendah, pendidikan dan kecerdasan dapat mempengaruhi kebahagiaan di kehidupan mereka karena pendidikan merupakan sarana untuk mencapai pendapatan yang lebih baik.
h. Iklim
Meskipun iklim disuatu daerah merupakan iklim yang baik atau iklim yang disenangi oleh kebanyakan orang. Tetapi, itu tidak mempengaruhi tingkat kebahagiaan seseorang.
(40)
Menurut penelitian, ras sama sekali tidak berkaitan dengan kebahagiaan. Meskipun suatu ras di suatu wilayah atau bahkan Negara memiliki keadaan ekonomi yang lebih rendah tetapi belum tentu tingkat kebahagiaannya rendah.
j. Jenis Kelamin
Faktor jenis kelamin merupakan faktor yang tidak selalu berhubungan dengan kebahagiaan seseorang. Tingkat emosi rata-rata laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Tetapi, terkadang perempuan lebih bahagia dan sekaligus lebih sedih daripada laki-laki.
k. Agama
Dalam faktor ini, hubungan antara harapan akan masa depan dan keyakinan beragama mungkin dapat menjadi landasan mengapa keimanan begitu efektif melawan keputusasaan dan meningkatkan kebahagiaan.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan ialah uang, perkawinan, kehidupan sosial, emosi negatif, usia, kesehatan, pendidikan, iklim, ras, jenis kelamin, dan agama.
B. REMAJA
1. Pengertian Remaja
Istilah adolescene atau remaja berasal dari kata Latin Adolescere (kata bendanya, Adolescentia yang berarti remaja) yang berarti
(41)
“tumbuh” atau “tumbuh menjadi dewasa”. Pada masa remaja seseorang mengalami perubahan dari masa anak-anak ke dewasa. Awal masa remaja berlangsung kira-kira pada usia 13 tahun dan berakhir saat seseorang berusia 18 tahun. Masa remaja adalah masa-masa yang mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1990).
Selain itu, Santrock (2003) juga mengemukakakan masa remaja adalah masa perkembangan transisi antara anak-anak dan dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Sedangkan Erikson (dalam Rochmah, 2005) mengemukakan bahwa remaja merupakan masa di mana terbentuk suatu perasaan baru mengenai identitas.
Menurut WHO atau World Health Organization (dalam Sarwono, 1988) remaja adalah suatu masa ketika individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan, suatu masa dimana individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa dan masa terjadi peralihan ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja adalah masa perkembangan dan perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang terjadi pada rentang usia 13-18 tahun, yang ditandai dengan perubahan kematangan mental, emosional, sosial, kognitif dan biologis.
(42)
2. Ciri-ciri Masa Remaja
Jahja (2011) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja tejadi perubahan yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Ada beberapa perubahan yang terjadi selama masa remaja, antara lain :
a. Peningkatan emosional. Peningkatan emosional terjadi di masa awal remaja dan dikenal sebagai masa storm & stress. Dari segi sosial, peningkatan emosi ini merupakan tanda bahwa remaja berada dalam kondisi baru yang berbeda dari masa sebelumnya. Pada masa ini, remaja lebih banyak diberikan tuntutan dan tekanan.
b. Perubahan fisik yang disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan yang terjadi pada tahap ini membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka sendiri. Perubahan fisik yang terjadis ecara cepat, baik perubahan internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan eskternal seperti tinggi badan, berat badan dan proporsi tubuh sangat berpengaruh terhadap konsep diri remaja.
c. Perubahan dalam diri dan hubungan sosial. Pada masa ini hal-hal yang menarik di masa anak-anak akan tergantikan oleh hal-hal menarik yang baru dan lebih matang di masa remaja. Hal ini juga dikarenakan tanggung jawab yang lebih besar di masa
(43)
remaja dimana remaja diharapkan mampu untuk lebih menarik diri terhadap hal-hal yang lebih penting. Selain perubahan dalam diri, perubahan juga terjadi dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak hanya berhubungan dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis dan dengan orang dewasa.
d. Perubahan akan nilai. Pada tahap ini hal-hal yang dianggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.
e. Terjadinya sikap ambivalen atau sikap bertentangan dalam menghadapi perubahan. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan, serta meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri masa remaja ialah, terjadinya perubahan emosional, perubahan fisik yang disertai kematangan seksual, perubahan dalam diri dan hubungan sosial, perubahan akan nilai, dan terjadinya sikap ambivalen atau sikap bertentangan dalam menghadapi perubahan.
3. Tugas Perkembangan Remaja
Hurlock (1990) mengungkapkan bahwa tugas perkembangan pada masa remaja berfungsi untuk perubahan besar dalam sikap dan pola
(44)
perilaku remaja tersebut. Hurlock membagi tugas perkembangan pada masa remaja, sebagai berikut:
a. Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif. Dengan menerima keadaan fisik yang dimilki remaja mampu memahami dirinya dan mampu memandang dirinya secara positif. Pandangan diri yang positif terhadap keadaan fisik akan membentuk kepercayaan diri.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. Pada masa ini remaja diharapkan mampu untuk bisa membedakan peran sosial antara pria dan wanita.
c. Membina hubungan dengan lawan jenis. Pada masa ini diharapkan remaja mampu membangun relasi yang baik antara lawan jenis dan mengetahui bagaimana cara yang baik dalam berelasi/
d. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua. Remaja diharapkan mampu untuk meninggalkan rasa ketergantungan emosional mereka dengan orangtua.
e. Mencapai kemandirian ekonomis. Pada masa ini remaja diharapkan mampu untuk memilih pekerjaan yang bermanfaat bagi masa mendatang.
f. Memperoleh pendidikan dan bersekolah. Sekolah dan pendidikan menekankan pada keterampilan intelektual dan
(45)
konsep yang penting bagi kecakapan sosial di masa mendatang.
g. Memperoleh nilai-nilai sosial sebagai tugas untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab di masyarakat.
h. Mempersiapkan perkawinan. Perkawinan merupakan tugas perkembangan paling penting dalam tahun-tahun remaja. Hal ini diperlukan untuk mempersiapkan remaja dalam bertanggung jawab dan berkomitmen ketika berada diusia dewasa.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa tugas-tugas perkembangan pada masa remaja ialah, menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mencapai peran sosial pria dan wanita, membina hubungan dengan lawan jenis, mencapai kemandirian emosional dari orang tua, mencapai kemandirian ekonomis, memperoleh pendidikan dan bersekolah, serta memperoleh nilai-nilai sosial, dan mempersiapkan perkawinan.
C. REMAJA PUTUS SEKOLAH
Kaufman dan Whitener (dalam Purnama, 2014) mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Zulfahmi (2009) juga mengungkapkan bahwa putus sekolah merupakan keadaan dimana seseorang yang telah
(46)
masuk dalam sebuah lembaga pendidikan baik itu SD, SMP, maupun SMA untuk belajar dan menerima pelajaran tetapi tidak sempat tamat atau lulus kemudian mereka berhenti atau keluar dari sekolah.
Selain itu, Ahmad (2011) mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan putus sekolah ialah “berhentinya belajar seorang murid baik ditengah-tengah tahun ajaran atau pada akhir tahun ajaran karena berbagai alasan tertentu yang mengharuskan atau memaksanya untuk berhenti sekolah”. Hal ini berarti putus sekolah dimaksudkan untuk semua anak yang tidak menyelesaikan pendidikan mereka.
Sedangkan menurut Santrock (2003) banyaknya individu yang putus sekolah karena tidak mendapatkan pendidikan yang cukup akan memberi dampak pada kesejahteraan ekonomi dan sosialnya yang menjadi terbatas sepanjang hidupnya terutama ketika berada pada masa dewasa. Putus sekolah juga dikaitkan dengan adanya faktor penyebab yang berasal dari demografi, keluarga, teman sebaya, sekolah, ekonomi dan faktor-faktor pribadi.
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa remaja putus sekolah adalah murid atau anak yang masuk dalam lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, dan SMA tetapi tidak dapat menyelesaikan program belajarnya karena berbagai alasan tertentu misalnya, alasan demografi, keluarga, teman sebaya, sekolah, ekonomi dan faktor-faktor pribadi yang akan berdampak pada kesejahteraan ekonomi dan sosialnya.
(47)
D. KARAKTERISTIK REMAJA PUTUS SEKOLAH
Remaja yang behenti sekolah biasanya disebabkan oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan sekolah, faktor-faktor ekonomi, keluarga, teman sebaya dan masalah pribadi. Selain itu, alasan lain remaja berhenti sekolah karena remaja tidak memperoleh keuntungan yang besar dari pendidikan. Remaja yang putus sekolah akan memperoleh nilai yang rendah di sekolah, lebih bermasalah dengan peraturan kedisiplinan, kurang rajin dalam mengerjakan tugas rumahan, memiliki rasa percaya diri yang rendah, memiliki harapan pendidikan yang lebih rendah, dan memiliki kontrol eksternal yang rendah pula (Santrock, 2003).
E. Perbedaan tingkat kebahagiaan ditinjau dari status pendidikan remaja di daerah pertambangan
Santrock (2003) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa dimana seseorang berkembang dengan mengalami transisi dari anak-anak menuju ke dewasa yang disertai dengan perubahan biologis, kognitif, dan sosial. Pada masa tersebut remaja juga melakukan beberapa tugas perkembangan yang harus diselesaikannya untuk perubahan besar dalam sikap dan pola perilaku remaja menuju masa dewasa. Tugas perkembangan remaja tersebut antara lain, menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif, mencapai peran sosial pria dan wanita, membina hubungan dengan lawan jenis, kemudian mencapai kemandirian emosional dari orang tua, mencapai kemandirian ekonomis, memperoleh pendidikan dan bersekolah, serta memperoleh nilai-nilai sosial sebagai tugas untuk mengembangkan perilaku
(48)
sosial yang bertanggung jawab di masyarakat, dan yang terakhir mempersiapkan perkawinan (Hurlock, 1990).
Salah satu tugas perkembangan yang harus diselesaikan remaja adalah memperoleh pendidikan dan bersekolah. Menurut Santrock (2003), pada masa remaja, seseorang akan lebih rentan untuk mendapat pengaruh dan tekanan dari orang lain, salah satunya mengenai keputusan untuk sekolah dan tidak bersekolah. Sekolah merupakan tempat untuk pencarian jati diri, untuk mengenal orang lain, memperkenalkan peraturan mengenai batasan perilaku, perasaan dan sikap.
Fieldman (2014) mengatakan bahwa sekolah merupakan pusat mengorganisasikan pengalaman di hampir semua kehidupan remaja. Hal ini dikarenakan sekolah memberikan kesempatan untuk mempelajari informasi, menguasai keterampilan baru dan memperkuat pengalaman lama, untuk mengekplorasi pilihan-pilihan pekerjaan, dan memperoleh teman baru. Selain itu, Hall (2003) juga mengatakan pengalaman yang diperoleh anak-anak dan remaja di sekolah memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan identitasnya, keyakinan diri terhadap kompetensi diri sendiri, gambaran mengenai hidup, kesempatan meraih cita-cita, hubungan sosial, batasan mengenai benar dan salah, serta pemahaman mengenai bagaimana sistem sosial di luar lingkup keluarga.
Sekolah juga merupakan lingkungan pendidikan yang memiliki beberapa keunggulan dibandingkan lingkungan pendidikan lainnya untuk mengembangkan individu. Semakin tinggi pendidikan yang diperoleh
(49)
seseorang dari pendidikan formal (sekolah) seringkali dijadikan ukuran kemajuan individu tersebut, bahkan merupakan ciri kemajuan bangsa (Titaley, 2012).
Hurlock (1990) juga menambahkan bahwa besarnya minat remaja terhadap pendidikan sangat dipengaruhi oleh minat mereka pada pekerjaan, hal ini juga berkaitan dengan salah satu tugas perkembangan remaja yakni mencapai kemandirian eknomis dimana pada masa ini remaja diharapkan mampu memilih pekerjaan yang bermanfaat di masa mendatang. Remaja yang mengharapkan pekerjaan dengan tuntutan pendidikan tinggi maka pendidikan dianggap sebagai batu loncatan atau sarana untuk memperoleh perkerjaan yang baik. Bagi remaja yang kurang berminat pada pendidikan biasanya menunjukkan rasa tidak sukanya dengan berbagai cara. Remaja yang kurang tertarik pada pendidikan memiliki prestasi rendah disekolah, bekerja di bawah kemampuannya dalam setiap mata pelajaran atau dalam mata pelajaran yang tidak disukai, kemudian hal lain yang dilakukan ialah membolos dari sekolah dan yang terakhir ialah berhenti dari bangku sekolah sebelum waktunya.
Selain itu, bagi remaja yang ingin bekerja tetapi masih mau bersekolah cenderung akan memilih bekerja sambil sekolah. Understanding Children’s Work (UCW) pada tahun 2012 mengatakan bahwa dari sebagian besar (sekitar 87 persen) anak-anak atau remaja di Indonesia yang bekerja sambil bersekolah, akan tertinggal dalam hal kehadiran atau absensi dan memperoleh nilai yang lebih rendah. Hal ini bukan sesuatu yang
(50)
mengherankan lagi karena ketika mereka hadir didalam kelas dapat memberikan korelasi negatif tidak hanya di lingkungan pekerjaan, tetapi juga dengan waktu yang mereka habiskan untuk bekerja. Remaja yang bekerja juga tertinggal dari remaja yang tidak bekerja dalam hal perkembangan didalam kelas, karena jarang hadir dikelas dan ini adalah poin sulit yang harus anak-anak atau remaja bekerja hadapi karena mereka memiliki tanggung jawab pekerjaan.
Selain itu UCW (2012) juga mengatakan sebagian besar remaja yang putus sekolah di Indonesia disebabkan oleh tuntutan pekerjaan. Dari sebagian anak yang putus sekolah menurut UNESCO termasuk dalam istilah “miskin pendidikan” karena mereka hanya menempuh pendidikan kurang dari 4 tahun, sedangkan jumlah minimum untuk menempuh pendidikan di sekolah oleh setiap warga negara sesuai dengan ketentuan oleh negara sangat penting untuk memperoleh keterampilan dasar. Bagi remaja putus sekolah bekerja dan memperoleh gaji bisa saja menjadi salah satu hal yang membahagiakan. Hal ini dikarenakan pekerjaan mampu memberikan level stimulasi yang optimal sehingga seseorang dapat merasakan kesenangan, memiliki kesempatan untuk memenuhi rasa ingin tahu, mampu mengembangkan kemampuan, memiliki dukungan sosial, adanya rasa aman secara finansial, serta merasa memiliki identitas dan tujuan dalam hidupnya (Eeddington & Shuma dalam Meina dan Suprayogi, 2011).
Banyak faktor yang menyebabkan remaja berhenti sekolah, antara lain karena faktor ekonomi, minat anak yang kurang, perhatian orang tua rendah,
(51)
faktor budaya, fasilitas belajar yang kurang, ketiadaan sekolah/sarana, dan karena cacat atau kelainan jiwa (Yuda, 2013). Remaja yang berhenti sekolah atau putus sekolah dapat memberikan dampak negatif dan beresiko untuk mengalami konsep diri yang negatif. Konsep diri negatif yang dialami oleh remaja putus sekolah cenderung akan membuat remaja tersebut merasa tidak bahagia dengan hidupnya (Puspitasari dan Laksmiwati, 2012). Konsep diri negatif adalah peka terhadap kritik, responsif, senang akan pujian, selalu mengeluh, mencela atau meremehkan apapun dan siapapun serta merasa tidak disenangi oleh orang lain (Rakhmat, 2008).
Menurut Diener dan Larsen (dalam Meina dan Suprayogi, 2011), kebahagiaan adalah keadaan dimana seseorang yang bahagia akan merasa puas dengan kondisi hidup mereka, sering merasakan emosi positif dan jarang merasakan emosi negatif, selain itu kebahagiaan juga dapat timbul karena adanya keberhasilan individu dalam mencapai apa yang menjadi dambaannya, dan dapat mengolah kekuatan dan keutamaan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari, serta dapat merasakan sebuah keadaan yang menyenangkan.
Sedangkan menurut Pradiansyah (2010) kebahagiaan adalah sesuatu yang dicari oleh banyak orang didalam hidupnya dan terkadang menjadi tujuan hidup seseorang. Orang yang menghayati hidup dengan bahagia, dapat menjalani hidup dengan penuh semangat dan optimisme serta jauh dari penderitaan. Orang yang bahagia mempunyai tujuan hidup yang jelas, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Orang yang bahagia juga menyadari
(52)
betapa bahagia dalam menjalani hidup walaupun dalam kehidupan dapat ditemukan betapa buruknya keadaan (Meina dan Suprayogi, 2011).
Menurut Azizah (2013), ada beberapa hal yang mendatangkan kebahagiaan pada remaja di usia 15-18 tahun, antara lain pergi rekreasi bersama teman-teman. Mencapai peningkatan diri misal: berhasil di sekolah, ada kesempatan memperoleh pendidikan (lanjutan), ada rasa penting dalam jabatan, memperoleh lapangan kerja. Memperoleh hubungan yang baik dengan orang lain. Berada dalam suasana sport dan yang terakhir adalah merasa bermanfaat bagi orang lain.
Melalui survey yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2014 ditemukan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka tingkat kebahagiaannya juga meningkat dan sebaliknya. Menurut Seligman et.al (dalam Aulia, 2015) salah satu alasan kenapa kebahagiaan perlu diajarkan disekolah karna mampu menghasilkan peningkatan dalam belajar sebagai tujuan tradisional yang berdampak pada kesejahteraan seseorang. Seligman juga menambahkan bahwa orang yang sejahtera akan bersinergi dengan belajar yang lebih baik.
Selain itu, Seligman (dalam Ismuniar, 2013) menyimpulkan ada lima aspek utama yang diperlukan oleh seseorang untuk mencapai kebahagiaan, antara lain relasi sosial yang positif, keterlibatan penuh, penemuan makna dalam keseharian, optmis, dan ketahanan diri. Dari beberapa aspek yang disebutkan, menurut peneliti ada aspek yang sulit dicapai oleh remaja putus sekolah yang bekerja di pertambangan di Kecamatan Monterado Kabupaten
(53)
Bengkayang Kalimantan Barat. Aspek tersebut adalah optimis. Dari hasil survei wawancara yang dilakukan, para pekerja menyatakan bahwa mereka tidak puas dengan hasil yang dimiliki saat ini dari pekerjaan yang mereka lakukan, mereka juga cenderung malu dengan pendidikan terakhir yang mereka miliki. Ketika peneliti melakukan wawancara, banyak dari para pekerja yang malu dan takut, kemudian melarikan diri dan tidak mau di wawancara. Alasannya hanya mereka tidak mau ditanya karena takut tidak bisa menjawab dan memberikan jawaban yang memalukan.
Sedangkan menurut Seligman, orang yang memiliki perasaan optimis terhadap hidupnya cenderung akan bahagia karena optimis merupakan sikap positif yang dapat memberikan keuntungan pada kesehatan, umur panjang, keberhasilan pada pekerjaan dan pendidikan. Individu yang optimis mengenai masa depannya merasa lebih bahagia dan puas dengan kehidupannya. Selain itu, mereka mampu mengevaluasi dirinya dengan cara yang lebih positif dan akan memiliki kontrol diri yang baik.
Berdasarkan penjelasan diatas, tingkat kebahagiaan pada remaja yang masih sekolah lebih tinggi daripada anak yang putus sekolah. Hal ini terjadi karena remaja masih sekolah memperoleh pengalaman untuk mempelajari informasi, menguasai keterampilan baru, memperkuat pengalaman lama, dapat mengekplorasi pilihan-pilihan pekerjaan, dan memperoleh teman baru yang dapat memberi pengaruh besar dalam perkembangan identitasnya, keyakinan terhadap diri sendiri, mempunyai hubungan sosial yang lebih baik serta mempunyai konsep diri yang positif.
(54)
Sebaliknya, remaja yang putus sekolah memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah daripada remaja yang sekolah. Hal ini dikarenakan remaja putus sekolah dapat memberikan dampak negatif dalam kehidupan sosial mereka. Remaja yang putus sekolah cenderung akan memiliki perasaan rendah diri karena mereka merasa kurang puas dengan kondisi hidup mereka, lebih sering merasakan emosi negatif daripada emosi positif. Selain itu, perasaan rendah diri ini dapat menciptakan konsep diri negatif yang berdampak pada kebahagiaan mereka.
(55)
F. Skema Penelitian
Skema 1. Dinamika Tingkat Kebahagiaan pada Remaja Masih Sekolah
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada perbedaan tingkat kebahagiaan antara remaja putus sekolah yang bekerja di
REMAJA
Kebahagiaan Tidak Bahagia
Tugas perkembangan remaja:
- Menerima keadaan fisik dan menggunakan tubuhnya secara efektif
- Mencapai peran sosial pria dan wanita - Membina hubungan dengan lawan jenis - Mencapai kemandirian emosional dari orang
tua
- Mencapai kemandirian ekonomis - Memperoleh pendidikan dan bersekolah - Memperoleh nilai-nilai sosial sebagai tugas
untuk mengembangkan perilaku sosial yang bertanggung jawab di masyarakat
- Mempersiapkan perkawinan
Mencapai kemandirian
ekonomis
Memperoleh pendidikan dan
bersekolah
Memperoleh gaji /uang Faktor Memperoleh pendidikan Kebahagiaan
(56)
pertambangan dengan remaja yang masih sekolah di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Remaja putus sekolah yang bekerja memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang masih sekolah. Sebaliknya, remaja yang masih sekolah memiliki tingkat kebahagiaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja putus sekolah yang bekerja.
(57)
36
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif komparatif. Penelitian komparatif atau perbedaan ialah penelitian yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antara dua variabel (data) atau lebih. Pada penelitian ini, peneliti ingin membandingkan variabel tingkat kebahagiaan ditinjau dari status pendidikan remaja di daerah pertambangan Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
B. Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain.
1. Variabel Tergantung : Tingkat Kebahagiaan 2. Variabel Bebas : Status Pendidikan Subjek
a. Remaja yang masih sekolah b. Remaja yang putus sekolah C. Definisi Operasional Variabel Penelitian
Tingkat kebahagiaan dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana seseorang merasakan emosi positif yang menyenangkan dari masa lalu, masa depan dan masa sekarang sehingga membuat seseorang merasa nyaman, memiliki mood negatif yang rendah, serta memiliki kepuasaan hidup yang tinggi. Tingkat kebahagiaan individu dapat dilihat dari lima aspek dalam pengukurannya. Lima aspek
(58)
tersebut adalah relasi sosial yang positif, keterlibatan penuh, penemuan makna dalam keseharian, optimis dan ketahanan diri.
Peneliti menggunakan skala untuk mengukur tingkat kebahagiaan. Skor total pada skala tersebut dapat menunjukkan tinggi atau rendahnya tingkat kebahagiaan pada subjek yang diteliti. Bila semakin tinggi skor total yang diperoleh subjek maka tingkat kebahagiaan subjek tersebut akan semakin tinggi. Sebaliknya, bila skor total yang diperoleh subjek semakin rendah maka tingkat kebahagiaannya semakin rendah.
D. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah remaja yang sudah putus sekolah yang bekerja di pertambangan dengan remaja yang masih sekolah di Kecamatan Monterado Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat :
1. Remaja yang masih sekolah
Remaja yang masih sekolah adalah murid atau anak yang masih duduk dibangku sekolah atau lembaga pendidikan tertentu baik itu pada tingkat SMP maupun SMA dengan rentang usia antara 13-18 tahun.
2. Remaja yang putus sekolah
Remaja putus sekolah adalah murid atau anak yang masuk dalam lembaga pendidikan baik itu pada tingkat SD, SMP, dan SMA tetapi tidak dapat menyelesaikan program belajarnya karena berbagai alasan
(59)
tertentu misalnya, faktor demografi, keluarga, teman sebaya, sekolah, ekonomi, dan faktor sosial.
E. Metode dan Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan skala psikologi untuk mengukur tingkat kebahagian pada remaja putus sekolah yang bekerja dengan remaja yang masih sekolah. Skala tersebut disusun dengan menggunakan metode penskalaan Likert. Skala Likert mengukur opini atau persepsi responden berdasarkan tingkat persetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu pernyataan. Skala ini biasanya memiliki 5 atau 7 kategori peringkat dari sangat tidak setuju hingga sangat setuju (Purwanto dan Suliyastuti, 2011).
Penyusunan skala kebahagiaan disusun berdasarkan lima aspek kebahagiaan yang dikemukakan oleh Seligman, yaitu relasi sosial yang positif, keterlibatan penuh, penemuan makna dalam keseharian, optimis dan ketahanan diri. Skala kebahagiaan ini terdiri dari empat komponen jawaban yaitu, “Sangat Setuju (SS)”, “Setuju (S)”, “Tidak Setuju (TS)”, “Sangat Tidak Setuju (STS)”. Keempat komponen jawaban ini mempunyai nilai skor 1 sampai dengan 4, tanpa adanya jawaban netral.
Selain itu, pernyataan yang diberikan pada skala ini memiliki dua bentuk pernyataan, yakni pernyataan favorabel dan pernyataan unfavorabel. Pernyataan favorabel adalah pernyataan yang mendukung atau sejalan dengan aspek-aspek dari variabel yang diteliti. Sedangkan pernyataan unfavorabel adalah pernyataan yang tidak mendukung atau bertentangan dengan aspek-aspek dari variabel yang diteliti (Azwar,
(60)
2012). Penentuan penilaian untuk pernyataan favorabel dan unfavorabel ialah sebagai berikut :
Tabel 1. Pemberian Skor Skala
Alternatif Jawaban Favorabel Unfavorabel
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3
Sangat Tidak Setuju 1 4
Pada skala kebahagiaan ini, peneliti membuat 100 item yang terdiri dari 20 item aspek relasi sosial yang positif, 20 item aspek keterlibatan penuh, 20 item aspek penemuan makna dalam kesehariaan, 20 item aspek optimis dan 20 item aspek ketahanan diri.
Tabel 2. Blue Print dan Distribusi Item Skala Kebahagiaan (Sebelum Uji Coba)
Aspek Item Jumlah Persentase
Relasi sosial yang positif
Favorabel 1,3,5,9,13,17,25,27,31,33,35,37 12 20 % Unfavorabel 7, 11, 15, 19, 21, 23, 39 8
Keterlibatan Penuh
Favorabel 41,45,49,53,57,59,61,69,73,77,79 11 20 % Unfavorabel 47,51,55,63,65,67,71,75 9
Penemuan
makna dalam keseharian
Favorabel 14,16,18,81,85,89,93,97 8 20 % Unfavorabel 2,4,6,8,10,12,20,83,87,91,95,99 12
Optimis Favorabel 26,32,36,42,46,52,54,58,60 9 20 % Unfavorabel 22,24,28,30,34,38,40,44,48,50,56 11
Ketahanan Diri Favorabel 62,66,70,72,76,80,82,86,92,96 10 20 % Unfavorabel 64,68,74,78,84,88,90,94,98,100 10
(61)
F. Validitas, Seleksi Item, dan Reliabilitas 1. Validitas
Menurut azwar (1992), validitas adalah sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya. Suatu tes atau instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya, atau memberikan hasil ukur yang sesuai dengan maksud tujuan pengukuran tersebut. Validitas memiliki beberapa tipe umum yang dapat digunakan oleh peneliti. Untuk menguji validitas skala tingkat kebahagian yang digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti menggunakan validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang diestimasi lewat pengujian terhadap isi tes dengan analisis rasional atau melalui professional judgement. Pertanyaan yang dicari jawabannya dalam validitas ini adalah sejauh mana item-item dalam tes mencakup keseluruhan kawasan isi objek yang hendak di ukur atau sejauh mana isi tes mencerminkan ciri atribut yang hendak diukur. Pada penelitian ini, peneliti mengkonsultasikan item-item yang dibuat dengan Dosen Pembimbing.
2. Seleksi item
Seleksi item dilakukan untuk memilih item-item yang baik. Azwar (2011) mengatakan bahwa tujuan dilakukannya seleksi item untuk melihat sejauh mana item yang dibuat mampu untuk membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Pengujian seleksi item dilakukan dengan cara menghitung
(62)
koefisien korelasi antara distribusi skor pada item dengan skor total tes itu sendiri dan menghasilkan koefisien korelasi item-total (rix).
Menurut Azwar (2011), untuk menguji kualitas item yang lolos seleksi adalah dengan melihat item yang memiliki koefisien korelasi ≥0,30, apabila koefisien koreasinya ≤0,30 maka item tersebut dianggap gugur atau memiliki daya beda rendah. Berdasarkan hasil analisis item dengan batasan koefisien korelasi 0,30 pada skala tingkat kebahagiaan menunjukkan bahwa dari 100 item yang di uji, terdapat 48 item yang gugur karena memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30.Sehingga tersisa 52 item yang dianggap baik atau lolos.
Tabel 3. Blue Print dan Distribusi Item Skala Kebahagiaan (Setelah Uji Coba)
Keterangan : *) Item Gugur
Aspek Item Jumlah
Relasi sosial yang positif
Favorabel *1,*3,5,9,13,17,*25,*27,*31,33,35,37 7 Unfavorabel *7, *11, 15,*19, *21, *23,*29,39 2 Keterlibatan Penuh Favorabel 41,45,*49,*53,*57,59,61,*69,*73,77,*79 5 Unfavorabel *43,47,51,55,*63,*65,*67,71,*75 4 Penemuan makna
dalam keseharian
Favorabel 14,*16,18,*81,85,*89,93,97 5 Unfavorabel *2,*4,6,*8,10,12,20,83,*87,91,95,99 8 Optimis Favorabel *26,32,36,*42,*46,*52,*54,*58,60 3 Unfavorabel *22,24,*28,30,*34,*38,40,*44,48,50,56 6 Ketahanan Diri Favorabel 62,66,70,*72,76,80,*82,86,*92,96 7 Unfavorabel 64,*68,*74,*78,84,88,*90,94,98,*100 5
(63)
Berdasarkan hasil analisis item dengan batas koefisien relasi 0,30 pada skala kebahagiaan menunjukkan bahwa dari 100 item yang telah diuji, terdapat 48 item yang gugur karena memiliki koefisien korelasi kurang dari 0,30. Sehingga tersisa 52 item yang baik atau yang lolos.
Tabel 4. Blue Print dan Distribusi Skala Kebahagiaan Setelah Penyetaraan Item
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa item di setiap aspek disetarakan masing-masing menjadi 10 item. Aspek relasi sosial yang positif terdapat penambahan item pada item 23 dikarenakan item 23 = 0, 430. Hal yang sama juga dilakukan pada aspek keterlibatan penuh terdapat item yang ditambah, penambahan item dilakukan pada item 79 dikarenakan item 79 = 0, 281. Kemudian pada aspek penemuan makna dalam keseharian terdapat item dikurangi, pada item 10 dikarenakan item 10 = 0, 311, pada item 85 dikarenakan item 85 = 0, 341, dan item 97 dikarenakan item 97 = 0, 375. Selanjutnya pada aspek optimis terdapat
Aspek Item Jumlah
Relasi sosial yang positif Favorabel 5,9,13,17,33,35,37 7 Unfavorabel 15,23,39 3 Keterlibatan Penuh Favorabel 41,45,59,61,77,79 6 Unfavorabel 47,51,55,71 4 Penemuan makna dalam
keseharian
Favorabel 14,18,93 3
Unfavorabel 6,12,20,83,91,95,99 7
Optimis Favorabel 32,36,58,60 4
Unfavorabel 24,30,40,48,50,56 6 Ketahanan Diri Favorabel 62,70,76,80,86,96 6 Unfavorabel 64,84,88,94 4
(64)
item yang ditambah yakni pada item 58 dikarenakan item 58 = 0, 349. Selain itu, pada aspek ketahanan diri terdapat item yang dikurangi, yakni pada item 66 dikarenak item 66 = 0, 330 dan pada item 98 dikarenakan item 98 = 0, 333. Dengan demikian proposionalitas dan jumlah item yang diinginkan akan tercapai, komposisi aspek yang mendasari konstrak pengukuran tetap terpelihara, dan kualitas aitem juga terjaga (Azwar, 2012).
3. Reliabilitas
Menurut Azwar (2011), reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya. Pengukuran dapat dipercaya hanya apabila dalam beberapa kali pelaksanaan pengukuran terhadap kelompok subjek yang sama diperoleh hasil yang relatif sama, tetapi jika aspek yang diukur dalam diri subjek belum berubah. Relatif sama berarti tetap adanya toleransi terhadap perbedaan-perbedaan kecil diantara hasil beberapa kali pengukuran. Bila perbedaan itu sangat besar dan berubah dari waktu ke waktu maka hasil pengukuran tidak dapat dipercaya dan dapat dikatan tidak reliabel.
Metode perhitungan reliabilitas pada penelitian ini mengunakan teknik analisis Alpha Cronbach. Hasil perhitungan pada penelitian ini menunjukkan data uji coba memperoleh koefisien reliabilitas sebesar 0,912 dari 100 item. Setelah dilakukan seleksi item, koefisien reliabilitas skala tingkat kebahagiaan menjadi 0,940 dari 52 item. Hal ini
(65)
menunjukkan bahwa skala memiliki reliabilitas yang baik dan memenuhi persyaratan penelitian.
G. Analisa Data 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Menurut Santoso (2010), uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal. Dalam penelitian ini, uji normalitas yang dilakukan oleh peneliti menggunakan SPSS for Windows versi 16.0 dengan teknik Shapiro-Wilk. Hal ini dikarenakan jumlah subjek penelitian yang digunakan kurang dari 50 orang, yakni 30 orang remaja putus sekolah yang bekerja dan 30 orang remaja masih sekolah. Distribusi data penelitian dikatakan normal jika nilai probabilitasnya (p) > 0,05. Sebaliknya, jika nilai probabilitasnya (p) < 0,05 maka dapat diartikan bahwa sebaran data penelitian tidak normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui perbedaan varian kelompok antar populasi (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini, uji homogenitas menggunakan SPSS for windows versi 16.0 dengan teknik Lavene Test. Sampel penelitian dikatakan memiliki variasi yang sama jika probabilitasnya (p) > 0,05. Sebaliknya, jika nilai
(66)
probabilitas (p) < 0,05 maka dapat diartikan bahwa penelitian memiliki variasi sampel yang berbeda.
2. Uji Hipotesis
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Independent Sample T-Test melalui program SPSS for windows versi 16.0. Menurut Priyatno (2012), metode Independent Sample T-Test digunakan untuk menguji perbedaan atau rata-rata dari dua kelompok sampel yang independen.
H. Pelaksanaan Uji Coba
Uji coba dilaksanakan pada tanggal 3 Juli – 9 Juli 2015 terhadap remaja putus sekolah dan remaja masih sekolah yang berada di Kecamatan Monterado, Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat. Pemberian skala diberikan langsung oleh peneliti kepada subjek. Selain itu, peneliti juga menitipkan skala kepada beberapa teman peneliti. Skala penelitian dibagikan kepada 60 subjek secara langsung.
(67)
46 BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 2-5 Januari 2016 sama halnya dengan pelaksanaan uji coba, penelitian dilakukan terhadap remaja putus sekolah yang bekerja di pertambangan dan remaja sekolah dengan rentang usia 13-18 tahun. Pemberian skala penelitian dilakukan di beberapa tempat yang berbeda, disesuaikan dengan ketersediaan subjek penelitian dan lokasi yang memiliki subjek remaja putus sekolah terbanyak menurut hasil survei yang dilakukan peneliti. Pada tanggal 2 Januari 2016, peneliti membagikan skala kepada subjek yang berada di daerah Nyempen, peneliti membagikan 10 skala kepada remaja yang putus sekolah dan untuk remaja yang sekolah 10 skala. Pada tanggal 3 Januari 2016, peneliti kembali membagikan skala kepada 10 subjek remaja putus sekolah dan 10 subjek remaja masih sekolah di daerah Jembatan 25. Kemudian, pada tanggal 4-5 Januari 2016, peneliti membagikan skala kepada 10 remaja putus sekolah dan 10 remaja yang masih sekolah di daerah Goa Boma. Dengan demikian, secara keseluruhan terdapat 60 subjek yang mengisi skala penelitian.
Pada saat pengambilan data dilokasi penelitian, beberapa pekerja memberikan respon yang kurang baik terhadap pengisian skala. Mereka cenderung menjauh ketika diminta mengisi skala, tidak
(68)
dapat membaca pernyataan yang tertulis di dalam skala sehingga peneliti membantu dengan bertanya langsung pada mereka. Selain itu, para pekerja juga cenderung mengabaikan peneliti karena mereka kelelahan dan tidak tertarik dengan skala penelitian. Kemudian kondisi lingkungan tempat mereka bekerja juga menjadi salah satu alasan para pekerja tidak merespon dengan baik adanya skala penelitian. Lingkungan para pekerja tidak kondusif untuk tempat pengisian skala karena berada di tempat yang berisik akibat suara mesin tambang, kemudian cuaca yang pada saat itu cukup panas, serta tidak adanya sarana untuk menulis (seperti meja atau kursi).
B. Deskripsi Subjek Penelitian
Total subjek dalam penelitian ini adalah 60 orang yang terdiri dari remaja laki-laki dan perempuan dengan rentang usia berkisar antara 13-18 tahun, serta memiliki latar belakang pendidikan putus sekolah namun bekerja di pertambangan dan masih sekolah. Berdasarkan hasil penyebaran skala penelitian, maka dapat dilihat deskripsi subjek penelitian dari tabel berikut :
(69)
Tabel 5. Deskripsi Subjek Remaja Putus Sekolah Kategori Jumlah Subjek
Usia
13 tahun 3 14 tahun 2 15 tahun 5 16 tahun 5 17 tahun 7 18 tahun 8 Jenis kelamin Laki-Laki 20
Perempuan 10 Pendidikan sebelum
putus sekolah
SD 15
SMP 14
SMA 1
Tabel 6. Deskripsi Subjek Remaja Sekolah Kategori Jumlah Subjek
Usia
13 tahun 1 14 tahun 4 15 tahun 7 16 tahun 8 17 tahun 5 18 tahun 5 Jenis kelamin Laki-Laki 15
Perempuan 15 Pendidikan Terakhir SMP 12
SMA 18
C. Deskripsi Data Penelitian
Berdasarkan hasil perhitungan maka diperoleh hasil perbandingan mean teoritik dengan mean empirik tingkat kebahagiaan yang dapat dilihat pada tabel sebagai berikut :
(70)
Tabel 7. Perbandingan Tingkat Kebahagiaan
Subjek Teoritis Empiris
Min Max Mean SD Min Max Mean SD PutusSekolah 50 200 125 25 158 174 168,27 4,354
Sekolah 50 200 125 25 163 176 169,50 3,540
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa skor mean empiris lebih besar daripada skor mean teoritis. Pada subjek sekolah mendapat skor mean empiris sebesar 169,50 dan subjek putus sekolah memiliki skor mean empiris sebesar 168,27, sementara mean teoritis yang didapat dari kedua subjek adalah 125. Hal ini menunjukkan bahwa kedua kelompok subjek penelitian sama-sama memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi.
D. Hasil Penelitian 1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek data penelitian berasal dari populasi yang sebarannya normal (Santoso, 2010). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengujian Shapiro-Wilk. Hal ini dikarenakan penelitian ini memiliki 30 subjek pada tiap kelompok subjek. Distribusi data penelitian dapat dikatakan normal jika nilai
(71)
probabilitasnya (p) > 0.05. sebaliknya, jika nilai probabilitasnya (p) < 0,05 maka dapat dikatakan bahwa sebaran data penelitian tidak normal.
Berikut adalah tabel hasil uji normalitas dengan menggunakan teknik Shapiro-Wilk :
Tabel 8. Hasil Uji Normalitas
Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Sekolah .963 30 .368 Putussekolah .905 30 .011
Berdasarkan hasil uji normalitas, diketahui bahwa hasil sebaran data variabel kebahagiaan pada subjek remaja sekolah memiliki nilai signifikansi atau probabalitas (p) sebesar 0,368 yang lebih besar dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data memiliki distibusi normal karena p > 0,05. Sedangkan untuk subjek remaja putus sekolah memiliki nilai signifikansi atau probabilitas (p) sebesar 0,011 yang lebih kecil dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa sebaran data memiliki distribusi tidak normal karena p < 0,05.
(1)
item9 300.98 869.569 .584 .910
item10 300.86 883.636 .311 .911
item11 300.85 903.166 -.070 .914
item12 301.14 875.499 .379 .911
item13 300.93 884.099 .365 .911
item14 300.76 873.357 .493 .910
item15 300.83 865.660 .555 .910
item16 300.36 890.509 .269 .912
item17 300.97 882.413 .451 .911
item18 300.66 861.745 .630 .909
item19 301.42 885.455 .263 .912
item20 301.51 873.220 .504 .910
item21 301.88 887.037 .198 .912
item22 300.95 885.877 .233 .912
item23 302.22 923.209 -.430 .916
item24 301.68 845.222 .778 .908
item25 301.75 938.538 -.695 .917
item26 300.44 898.320 .045 .912
item27 301.76 919.253 -.331 .915
item28 300.53 893.978 .143 .912
item29 302.05 888.084 .199 .912
item30 301.44 866.458 .720 .909
item31 301.54 910.632 -.237 .914
item32 300.58 875.076 .634 .910
item33 300.42 884.973 .323 .911
item34 302.15 904.925 -.088 .914
item35 300.73 876.580 .370 .911
item36 300.59 872.659 .537 .910
item37 300.73 857.615 .649 .909
item38 301.25 894.779 .061 .913
item39 301.08 879.148 .328 .911
item40 300.98 875.741 .514 .910
(2)
item42 300.98 886.810 .242 .912
item43 301.68 895.877 .052 .913
item44 301.86 905.533 -.122 .914
item45 300.83 878.695 .387 .911
item46 300.93 888.099 .222 .912
item47 301.32 852.498 .656 .909
item48 301.31 860.354 .574 .909
item49 300.78 888.554 .218 .912
item50 301.19 880.085 .338 .911
item51 301.12 861.624 .614 .909
item52 300.56 900.768 -.032 .913
item53 300.80 888.165 .279 .912
item54 300.90 890.576 .192 .912
item55 300.78 876.382 .426 .911
item56 300.58 877.697 .459 .911
item57 301.17 885.143 .255 .912
item58 300.90 881.093 .349 .911
item59 301.00 864.172 .613 .909
item60 300.76 872.322 .513 .910
item61 300.88 882.382 .381 .911
item62 300.73 882.408 .398 .911
item63 301.58 891.628 .121 .913
item64 301.29 884.243 .366 .911
item65 301.03 905.102 -.098 .914
item66 300.75 883.020 .330 .911
item67 301.66 885.849 .218 .912
item68 302.19 923.706 -.390 .916
item69 301.10 882.127 .257 .912
item70 300.80 876.165 .505 .910
item71 301.71 870.588 .471 .910
item72 300.83 888.143 .185 .912
item73 300.78 883.520 .278 .911
(3)
item75 301.51 879.185 .257 .912
item76 300.78 877.175 .350 .911
item77 300.68 871.705 .507 .910
item78 301.29 896.450 .033 .913
item79 301.03 881.551 .281 .911
item80 301.08 872.217 .444 .910
item81 300.59 889.073 .281 .912
item82 300.71 886.105 .258 .912
item83 301.07 848.099 .764 .908
item84 301.32 870.326 .527 .910
item85 300.76 878.425 .341 .911
item86 300.54 877.287 .483 .910
item87 301.42 883.076 .191 .912
item88 301.08 862.355 .573 .909
item89 301.31 903.181 -.065 .914
item90 301.66 890.607 .102 .913
item91 301.32 856.498 .563 .909
item92 300.92 892.734 .118 .912
item93 300.90 870.852 .484 .910
item94 301.10 855.852 .662 .909
item95 301.15 858.063 .540 .909
item96 300.88 861.762 .579 .909
item97 300.59 879.625 .375 .911
item98 301.03 882.240 .333 .911
item99 300.75 870.331 .592 .910
item100 300.20 898.027 .109 .912
(Sesudah dilakukan Try Out)
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
(4)
Item-Total Statistics
Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlat
ion
Cronbach's Alpha if
Item Deleted
item5 161.19 573.603 .353 .940
item6 161.49 573.082 .446 .939
item9 161.31 568.767 .541 .939
item10 161.19 580.809 .251 .940
item12 161.47 576.874 .277 .941
item13 161.22 588.658 .084 .941
item14 161.05 581.394 .227 .941
item15 161.14 578.533 .247 .941
item17 161.31 584.595 .221 .940
item18 160.95 580.497 .214 .941
item20 161.83 578.971 .285 .940
item24 162.00 549.414 .740 .937
item30 161.76 565.322 .699 .938
item32 160.90 571.541 .633 .939
item33 160.75 579.641 .319 .940
item35 161.05 570.015 .425 .939
item36 160.92 569.769 .531 .939
item37 161.05 559.084 .614 .938
item39 161.41 576.349 .293 .940
item40 161.31 572.836 .492 .939
item41 161.14 570.568 .526 .939
item45 161.15 574.476 .384 .940
item47 161.64 550.716 .702 .937
item48 161.63 556.928 .624 .938
item50 161.51 572.220 .411 .940
item51 161.44 558.423 .659 .938
item55 161.10 571.541 .448 .939
(5)
item59 161.32 562.774 .610 .938
item60 161.08 568.975 .519 .939
item61 161.20 577.958 .365 .940
item62 161.05 576.911 .413 .940
item64 161.61 578.173 .388 .940
item66 161.07 575.202 .398 .940
item70 161.12 572.141 .511 .939
item71 162.03 567.585 .475 .939
item76 161.10 575.886 .294 .940
item77 161.00 566.310 .564 .939
item80 161.41 565.694 .516 .939
item83 161.39 551.414 .731 .937
item84 161.64 568.578 .505 .939
item85 161.08 574.182 .340 .940
item86 160.86 574.223 .457 .939
item88 161.41 560.073 .595 .938
item91 161.64 552.992 .621 .938
item93 161.22 566.623 .515 .939
item94 161.42 553.662 .707 .937
item95 161.47 554.288 .597 .938
item96 161.20 559.130 .610 .938
item97 160.92 574.769 .384 .940
item98 161.36 577.199 .334 .940
item99 161.07 566.271 .628 .938
Lampiran 4. Uji Deskriptif Mean Empirik
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
Sekolah 30 163 176 169.50 3.540
(6)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
putussekolah 30 158 174 168.27 4.354
Valid N (listwise) 30
Lampiran 5. Uji Normalitas
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
sekolah .098 30 .200* .963 30 .368
putussekolah .188 30 .008 .905 30 .011
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Lampiran 6. Uji Homogenitas
evene's Test for Equality of Variances
F Sig.
giaan
ariances assumed 1.178 .282
ariances not assumed
Lampiran 7. Uji Hipotesis
Test Statisticsa
Kebahagiaan
Mann-Whitney U 407.500
Wilcoxon W 872.500
Z -.630
Asymp. Sig. (2-tailed) .528 a. Grouping Variable: Pengelompokkan