KINERJA ASESOR BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH (BAP S/M) TERHADAP PENJAMINAN MUTU EKSTERNAL PADA SATUAN PENDIDIKAN MADRASAH TSANAWIYAH DI SURABAYA.

(1)

KINERJA ASESOR BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH (BAP S/M) TERHADAP PENJAMINAN MUTU EKSTERNAL PADA SATUAN

PENDIDIKAN MADRASAH TSANAWIYAH DI SURABAYA

SKRIPSI

Oleh:

Ismi Nur’Ani Ruhania NIM: D73212082

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

JURUSAN KEPENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM STUDI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 2016


(2)

(3)

(4)

(5)

ABSTRAK

BAP S/M sebagai badan evaluasi mandiri yang memiliki otoritas menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP), maka dalam melaksanakan akreditasi sekolah/madrasah yang merupakan bentuk akuntabilitas publik harus dilakukan secara objektif, adil dan transparan dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan. Jika status akreditasi sekolah yang telah ditetapkan oleh BAP S/M tidak sesuai dengan kenyataan atau keadaan yang terjadi sebenarnya pada satuan pendidikan yang bersangkutan, maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kinerja asesor BAP S/M akan berkurang. Terutama kaitannya dengan usaha peningkatan mutu pendidikan madrasah juga akan mengalami kendala, sehingga kepercayaan dan persepsi masyarakat terhadap mutu madrasah juga semakin rendah.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan jenis penelitian kualitatif, karena ingin mengetahui dan mengenali secara lebih detail berdasarkan hasil analisis pemikiran menurut logika mengenai Kinerja Asesor BAP S/M terhadap Penjaminan Mutu Eksternal tada Satuan Pendidikan Madrasah Tsanawiyah di Surabaya. Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif deskriptif, karena objek yang diteliti bersifat dinamis, penuh makna, dan pola pikir induktif. Peneliti ini

merupakan kualitatif deskriptif karena fokus penelitian ini “bagaimana” pemberdayaan asesor oleh

BAP S/M dan “bagaimana”persepsi kepala Madrasah Tsanawiyah terhadap kinerja asesor BAP S/M.

Penelitian ini dilaksanakan di BAP S/M Jawa Timur dan 10 MTs di Surabaya, antara lain: MTsN 2 Surabaya, MTsN Rungkut Surabaya, MTs Amanatul Ummah, MTs Al-Ikhlas, MTs Taswirul Afkar, MTs Nurul Khoir, MTs Ittaqu, MTs Sunan Giri, MTs Hasanah, MTs Himmatun Ayat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Pemberdayaan asesor oleh BAP S/M dalam penjaminan mutu eksternal Sekolah/Madrasah di Jawa Timur dilakukan dengan melakukan perekrutan asesor secara teliti dan selektif. Asesor yang akan melaksanakan visitasi kepada sekolah/madrasah diberikan pelatihan/penyegaran mencakup materi tentang kebijakan BAN S/M, mekanisme akreditasi, dan perangkat akreditasi sekolah/madrasah sesuai dengan jenjang pendidikan. Evaluasi yang dilakukan oleh BAP S/M terdiri dari evaluasi kinerja dan evaluasi terkait kode etik. Kinerja asesor telah mengalami perubahan yang jauh lebih baik dari tahun sebelumnya. Hal ini dapat dibuktikan dari persepsi Kepala Madrasah Tsanawiyah di Surabaya yang mengatakan bahwasannya, (1) Asesor telah melaksanakan tugasnya secara profesional. Khususnya ketika asesor melakukan pencocokan instrumen akreditasi dengan kondisi nyata sekolah/madrasah. Asesor menilai dengan sangat detail dan teliti, akan tetapi antara jumlah asesor tidak seimbang dengan jumlah madrasah yang akan diakreditasi. Asesor telah menjalankan tugasnya sesuai dengan batas waktu yang telah ditetapkan, sedangkan tingkat kemandirian asesor dalam melakukan penilaian 8 standar dirasa masih sangat kurang.(2)Asesor telah menjalankan perannya sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Yakni sebagai Wakil BAN S/M maupun BAP S/M, Sebagai executor, melakukan sosialisasi, evaluator, motivator, pembimbing, dan pelapor.(3)Asesor telah menjalankan tugasnya sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh BAN S/M. Visitasi, Asesor telah melaksankan tugas visitasi secara efektif, efisien, objektif, dan dapat mendorong sekolah/madrasah untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan, klarifikasi, verifikasi, validasi dan informasi, asesor telah melaksanakan tugas mulai dari klarifikasi, verifikasi, validasi dan informasi kepada Sekolah/Madrasah sesuai dengan mekanisme, prosedur, norma, dan waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan secara baik dan menyeluruh, Klarifikasi temuan, Pada saat diadakannya klarifikasi temuan pihak madrasah dapat menjelaskan secara gamblang dan jelas maksud dan tujuan pengisian instrumen.(4)Etika Asesor, Dalam melaksanakan tugas visitasi, asesor telah menunjukkan etika yang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan, yakni sikap kejujuran, independensi, adil, kesejajaran, keterbukaan dan bebas intimidasi. Akan tetapi etika yang masih dirasa kurang oleh Kepala MTs di Surabaya yakni dari sikap independensi, yakni asesor sering melakukan pembagian tugas terkait penilaian 8 komponen standar pendidikan, dan masih ada beberapa asesor yang melakukan kesepakatan atau bergaining dalam arti negatif.

Berdasarkan hasil penelitian ini diajukan saran kepada asesor dan BAP S/M (1) Kuantitas asesor perlu ditambah,(2) Asesor harus lebih bijaksana dalam melakukan penilaian (3) Sebaiknya asesor tidak meminta sesuatu yang berharga kepada pihak sekolah/madrasah yang dapat memberatkan sekolah/madrasah dalam pemenuhannya.


(6)

DAFTAR ISI

SAMPUL LUAR ... i

SAMPUL DALAM ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN ... iii

MOTTO ... iv

PERSEMBAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

E. Batasan Masalah ... 10

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan ... 10

G. Devinisi Operasional ... 12

H. Sistematika Pembahasan ... 14

BAB II KAJIAN TEORI A. Kajian Tentang Penjaminan Mutu ... 16

1. Akreditasi Sebagai Penjaminan Mutu Eksternal ... 16

2. Konsep Dasar Mutu Pendidikan ... 20

3. Pengertian Penjaminan Mutu ... 22


(7)

5. Mekanisme Penjaminan Mutu ... 24

B. Kajian Tentang Akreditasi ... 25

1. Pengertian Akreditasi ... 25

2. Tujuan Akreditasi ... 27

3. Fungsi Akreditasi ... 28

4. Prinsip Akreditasi ... 29

C. Peran Asesor dalam Penjaminan Mutu Eksternal Sekolah/Madrasah ... 31

1. Pengertian Asesor ... 31

2. Peran Asesor ... 32

3. Tugas Asesor ... 33

4. Kinerja Asesor ... 35

a. Pengertian Kinerja ... 35

b. Indikator Kinerja ... 36

c. Evaluasi/Pengukuran Kinerja ... 37

d. Tujuan Pengukuran Kinerja ... 38

5. Visitasi Asesor ... 39

a. Pengertian Visitasi ... 39

b. Tujuan Visitasi ... 40

c. Prinsip Visitasi ... 40

d. Tata Cara Visitasi ... 41

D. Etika Asesor ... 42

1. Norma Pelaksanaan Visitasi oleh Asesor ... 42

2. Tata Krama Pelaksanaan oleh Asesor ... 45

3. Tata Tertib Pelaksanaan Akreditasi oleh Asesor ... 46

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 47

B. Lokasi Penelitian ... 49


(8)

D. Tahap-tahap Penelitian... 52

E. Teknik Pengumpulan Data ... 54

F. Teknik Validasi Data ... 57

G. Teknik Analisis Data ... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Madrasah Tsanawiyah di Surabaya... 61

B. Penyajian Data ... 68

C. Pembahasan Hasil Penelitian (Analisis Data) ... 92

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 119

B. Saran ... 121 DAFTAR PUSTAKA


(9)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Sisdiknas No 20 tahun 2003, Pasal 5 Ayat 1 telah dijelaskan bahwasannya “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang bermutu.” Hal ini berarti pemerintah dituntut untuk dapat memberikan pendidikan yang memenuhi standart dan dapat menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat khususnya dalam hal pendidikan. Pendidikan adalah hal yang sangat pokok dan vital bagi seluruh manusia yang ingin memiliki kehidupan lebih baik dan beradap. Pendidikan yang bermutu akan dapat menghasilkan generasi bangsa yang berkualitas dan siap dalam menghadapi persaingan global.

Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan melakukan apa saja untuk bisa mendapatkan mutu, terutama jika mutu tersebut sudah menjadi kebiasaan kita. Namun, ironisnya, kita hanya bisa menyadari keberadaan mutu tersebut saat mutu tersebut hilang. Suatu hal yang yang bisa kita yakini adalah mutu merupakan suatu hal yang membedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyataan tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan antara kesuksesan dan kegagalan. Sehingga, mutu jelas sekali merupakan masalah pokok yang akan menjamin perkembangan sekolah dalam meraih status di tengah-tengah persaingan dunia pendidikan yang semakin keras.

Mutu pendidikan secara multidimensi meliputi aspek mutu input, proses, output dan outcome. Oleh karenanya, pengembangan pencapaian mutu harus secara holistik dimulai dari input, proses, output dan out come. Input pendidikan dinyatakan bermutu apabila siap berproses yang sesuai dengan standar minimal nasional dalam bidang pendidikan. Proses pendidikan dapat dinyatakan bermutu apabila mampu


(10)

2

menciptakan suasana pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, dan menyenangkan sehingga tujuan pendidikan bisa tercapai dengan baik. Output dinyatakan bermutu apabila hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik baik dalam bidang akademik dan non-akademik tinggi. Outcome dinyatakan bermutu apabila lulusan cepat terserap dalam dunia kerja maupun lembaga-lembaga yang membutuhkan lulusan tersebut dan stakeholders merasa puas terhadap lulusan dari lembaga pendidikan tersebut.1

Mutu tidak berdiri sendiri, artinya banyak faktor untuk mencapainya dan untuk memelihara mutu. Dalam kaitan ini peran dan fungsi sistem penjaminan mutu (Quality Assurance System) sangat dibutuhkan.

Penjaminan mutu adalah istilah umum yang digunakan sebagai kata lain untuk semua bentuk kegiatan monitoring, evaluasi atau kajian (review) mutu. Kegiatan penjaminan mutu tertuju pada proses untuk membangun kepercayaan dengan cara melakukan pemenuhan persyaratan atau standar minimum pada komponen input, komponen proses, dan hasil atau outcome sesuai dengan yang diharapkan oleh stake holder.2

Mutu pendidikan khusunya madrasah dalam kancah pendidikan nasional kini masih dianggap sebagai lembaga pendidikan sacond class (kelas kedua) dan berkualitas rendah. Kondisi madrasah saat ini masih mengalami ketertinggalan jika dibandingkan dengan sekolah-sekolah umum. Bahkan madrasah kian terpinggirkan dengan berbagai label negatif yang disematkan. Kondisi riil ini mengharuskan para insan madrasah dengan didukung oleh pemerintah untuk berbenah diri dengan mengupayakan tumbuh dan berkembangnya madrasah unggulan, yaitu madrasah yang memiliki karakteristik sesuai dengan ciri-ciri unggulnya suatu madrasah.3

1

Prim Masrokan Mutohar, Manajemen Mutu Sekolah, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), 135. 2

Nanang Fatah,Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan,(Bandung: PT.Remaja Rosdakarya, 2012), 5. 3Riduwan, “Menuju Madrasah Unggul”, dalam

http://bdkpalembang.kemenag.go.id/menuju-madrasah-unggul/, (25 September 2015)


(11)

3

Dengan mewujudkan madrasah unggul sebagaimana harapan, Kementerian Agama telah mengonsep kebijakan di bidang madrasah yaitu 1) Menentukan standar minimal mutu lulusan yang harus dicapai oleh madrasah, 2) mengukur prestasi madrasah dalam upayanya membantu siswa mencapai standar minimal lulusan, 3) membantu madrasah dalam upayanya memberikan pendidikan yang terbaik agar para siswa dapat mencapai standar minimal lulusan.4

Dalam upaya pencapaian Standar Nasional Pendidikan, pemerintah telah menyusun peraturan tentang standar pendidikan yang tertuang secara rinci dalam peraturan pemerintah tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar nasional pendidikan ini adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Program standarisasi tersebut terintegrasi pada tiga program yaitu standarisasi, akreditasi dan sertifikasi.5

Dalam kaitannya dengan standarisasi, akreditasi menjadi salah satu bagian penting dalam upaya memperoleh informasi tentang kondisi nyata suatu lembaga pendidikan berdasarkan standar minimal yang telah ditetapkan menuju perencanaan pendidikan yang terarah guna mewujudkan tujuan pendidikan nasional yang berkualitas.

Akreditasi merupakan suatu bentuk usaha mempercepat dan mendorong pertumbuhan dan perkembangan sekolah. Tidak hanya itu, akreditasi juga dapat memotivasi sekolah untuk berlomba-lomba berbenah diri dalam rangka mencapai standart yang diinginkan bahkan melebihi atau melampaui dari standar yang ada.6

Dengan dilakukannya akreditasi secara merata pada madrasah, khususnya Madrasah Tsanawiyah di Surabaya diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan

4

Nur Zazin, Gerakan Menata Mutu Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), 71. 5

Supardi dan Natsir Muhammad, Analisis Kebutuhan Pengembangan Madrasah. Jurnal Penelitian Keislaman Vol 3 Nomor 1 Desember 2006.

6


(12)

4

mampu memberikan layanan pendidikan yang berbobot. Alasan memilih Madrasah Tsanawiyah di Surabaya sebagai objek penelitian dikarenakan MTs di Surabaya merupakan tolak ukur mutu atau kualitas MTs di wilayah lain di Provinsi Jawa Timur. Akreditasi yang dilakukan oleh pemerintah terhadap madrasah merupakan bentuk penilaian atas kelayakan madrasah sebagai lembaga pendidikan yang dapat tampil lebih unggul, inovatif dan kompetitif dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidian yang meliputi; standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian. Standar pendidikan memiliki arti sebagai upaya menyamakan arah pendidikan secara nasional yang mempunyai keleluasaan dan keluwesan dalam pelaksanaannya.

Akreditasi Sekolah/Madrasah dilaksankan oleh suatu badan nonstruktural yang dibentuk pemerintah, bersifat nirlaba dan mandiri serta bertanggung jawab kepada Menteri Pendidikan Nasional. Kelembagaan akreditasi terdiri dari Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M) dan Badan Akreditasi Profinsi Sekolah/Madrasah (BAP S/M). BAN S/M berkedudukan di ibukota negara, BAP S/M berkedudukan di ibukota propinsi.

Peran BAP S/M sebagai unsur eksternal terhadap satuan pendidikan dan institusi penyelenggara satuan pendidikan, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat (swasta), merupakan salah satu mata rantai dari sistem penjaminan mutu yang diamanatkan oleh Undang-Undang Sisdiknas.

BAP S/M sebagai badan evaluasi mandiri yang memiliki otoritas menetapkan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan (SNP), maka BAP S/M menugaskan asesor sebagai tenaga profesional yang telah memenuhi persyaratan untuk melakukan penilaian dan visitasi


(13)

5

di Sekolah/Madrasah sebagai bentuk akuntabilitas publik yang harus dilakukan secara objektif, adil dan transparan dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Tanggung jawab asesor yakni (1) Melaksanakan tugas secara sungguh-sungguh dengan berpedoman kepada norma-norma pelaksanaan visitasi, sehingga hasil akreditasi yang ditetapkan benar-benar mencerminkan tingkat kelayakan sekolah/madrasah yang sesungguhnya, dan (2) Menjaga kerahasiaan hasil visitasi dan melaporkannya secara objektif kepada BAP S/M.7

Dalam penelitin terdahulu yang dilakukan oleh Subijanto dan Siswo Wiratno (2012), dijelaskan beberapa kendala dalam pelaksanaan akreditasi, antara lain: 1) Terbatasnya jumlah asesor yang memiliki kualifikasi sesuai yang ditetapkan, 2) Belum optimalnya pemenuhan SNP, 3) Sebagian sekolah/madrasah belum memenuhi SNP. Oleh karena itu, BAP S/M dituntut untuk meminimalkan permasalahan tersebut, diantaranya melakukan akreditasi sesuai dengan peran dan tugasnya dalam memberikan penilaian kelayakan suatu program dan/atau satuan pendidikan.8

Akan tetapi, salah satu Isu yang masih sering terdengar terkait dengan pelaksanaan akreditasi BAP S/M, antara lain:

1) Hasil akreditasi BAP S/M belum sepenuhnya mencerminkan kondisi sebenarnya yang ada pada lembaga yang di akreditasi. Sekolah-sekolah yang semestinya belum mencapai klasifikasi tertentu dalam akreditasi, tetapi bisa mendapat belas kasih dari BAP S/M berupa nilai yang cukup untuk dikatakan telah memenuhi standar minimal. Belas kasihan tersebut mungkin didasarkan pada biaya yang dikeluarkan sekolah untuk pelaksanaan akreditasi cukup banyak. Dari sinilah dapat

7

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, Pedoman Akreditasi, (Jakarta: Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M), 2014), 39.

8

Subijanto & Siswo Wiratno, Analisis Kinerja Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, Pendidikan dan Kebudayaan,(Agustus, 2012). 310-318.


(14)

6

dilihat tingkat pemahaman dan profesionalitas para asesor dari BAP S/M kurang memenuhi standar yang telah ditetapkan.

2) Hasil akreditasi BAP S/M belum sepenuhnya dipergunakan sebagai acuan dalam meningkatkan mutu pendidikan pada satuan pendididkan. Semestinya hasil akreditasi BAP S/M dapat dipergunakan sebagai acuan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam upaya meningkatkan mutu layanan dan sekaligus layanan pendidikan apa saja yang masih perlu ditingkatkan.9

Jika status akreditasi sekolah yang telah ditetapkan oleh BAP S/M tidak sesuai dengan kenyataan atau keadaan yang terjadi sebenarnya pada satuan pendidikan yang bersangkutan, maka tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kualitas kinerja asesor BAP S/M akan berkurang. Terutama kaitannya dengan usaha peningkatan mutu pendidikan madrasah juga akan mengalami kendala, sehingga kepercayaan dan persepsi masyarakat terhadap mutu madrasah juga semakin rendah. Dengan upaya maksimal dan saling bahu membahu antara pemerintah dan insan madrasah, maka dimungkinkan akan terwujudnya madrasah yang bermutu dan memiliki daya saing (unggul) dalam dunia pendidikan

Dari latar belakang tersebut, peneliti ingin mengetahui sejauh mana kinerja asesor Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP S/M) terhadap Penjaminan Mutu Eksternal pada satuan pendidikan Madrasah. Maka penelitian ini mengambil judul “Kinerja Asesor Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP S/M) Terhadap Penjaminan Mutu Eksternal Pada Satuan Pendidikan Madrasah Tsanawiyah Di Surabaya”.

B. Rumusan Masalah

9


(15)

7

Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka penulis mengambil rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemberdayaan asesor oleh BAP S/M dalam penjaminan mutu eksternal sekolah /madrasah di Jawa Timur ?

2. Bagaimana persepsi kepala Madrasah Tsanawiyah terhadap kinerja asesor BAP S/M dalam penjaminan mutu eksternal Madrasah Tsanawiyah di Surabaya ? C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan penelitian adalah

1. Untuk mengetahui pemberdayaan asesor oleh BAP S/M dalam penjaminan mutu eksternal sekolah/madrasah di Jawa Timur

2. Untuk mengetahui persepsi kepala Madrasah Tsanawiyah terhadap kinerja asesor BAP S/M dalam penjaminan mutu eksternal Madrasah Tsanawiyah di Surabaya D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis

1. Manfaat teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat menambah bahan kajian, khususnya pada Madrasah Tsanawiyah yang ada di Surabaya.

b. Memberikan sumbangan wawasan bagi penelitian selanjutnya pada program Sarjana Strata 1 Manajemen Pendidikan Islam Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

c. Bagi penulis dapat menambah khazanah keilmuan dan berfikir ilmiyah. Karena dengan disusunnya karya ilmiyah ini sebagai alat deskripsi dan implementasi ilmu pengetahuan yang sedang diperoleh selama ini. 2. Manfaat Praktis


(16)

8

a. Penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dalam menganalisa kinerja Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP S/M) terhadap penjaminan mutu eksternal pada satuan pendidikan Madrasah Tsanawiyah di Surabaya

b. Sebagai gambaran bagi Dinas Pendidikan Nasional dalam upaya pelaksaan akreditasi sekolah/madrasah

E. Batasan Masalah

Salah satu usaha dalam peningkatan mutu pendidikan yakni akreditasi sekolah yang dilakukan Badan Akreditasi Propinsi Madrasah/Sekolah (BAP S/M) sebagai bentuk akuntabilitas publik yang dilakukan secara objektif, adil dan transparan dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu pada Standar Nasional Pendidikan.

Maka penelitian ini mendiskripsikan kinerja asesor Badan Akreditasi Propinsi Madrasah/Sekolah (BAP S/M) terhadap menjaminan mutu eksternal pada satuan pendidikan. dalam penelitian ini satuan pendidikan yang dimaksud adalah Madrasah Tsanawiyah yang ada di Surabaya.

F. Penelitian Terdahulu yang Relevan

Peneliti menyadari bahwa dalam penelitian yang berkaitan dengan peran Badan Akreditasi Propinsi Madrasah/Sekolah (BAP S/M) bukanlah penelitian yang pertama kali. Artinya banyak peneliti lain yang telah mengambil inti permasalahan yang sama, baik dituangkan ke dalam karya penelitian skripsi, tesis, maupun karya-karya ilmiah yang lain. Untuk memperkuat kerangka penelitian peneliti mempelajari terlebih dahulu yang menggunakan tema yang sama yaitu Akreditasi atau Badan Akreditasi Propinsi Madrasah/Sekolah (BAP S/M).


(17)

9

1. Tesis Srihani yang berjudul “Analisis Dampak Akreditasi Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali)”. Dalam penelitian ini dijelaskan proses dan dampak akreditasi terhadap peningkatan mutu pendidikan di SD Negeri Donohadun 3 Kecamatan Ngempak Kabupaten Boyolali.10

2. Suriono, (2007) “Akreditasi Dalam Peningkatan Mutu Sekolah (Studi Analisis Deskriptif Pada SMP Harapan Medan)” masalah yang dijumpai dalam penelitian ini adalah tentang pola pelaksanaan akreditasi, hal-hal yang mendukung pelaksanaan akreditasi dan manfaat akreditasi di SMP Harapan Mandiri Medan. Penelitian ini dilakukan di SMP Harapan Mandiri Medan.11

3. Asep Suryana, (2007) “Akreditasi, Sertifikasi dan Upaya Penjaminan Mutu Pendidikan” penelitian ini menunjukkan bahwasannya akreditasi dan sertifikasi dapat memberikan percepatan kepada pencapaian mutu pendidikan, variasi mutu yang ada dapat diarahkan kepada pencapaian yang sama melalui banchmark sebagai pagu bagi pelaksanaan dengan standarisasi yang sama sehingga menghasilkan hasil yang kompetitif. Dalam penelitian ini juga menjelaskan bagaimana cara meminimalisir dampak negatif yang mungkin muncul dengan cara penataan system penyelenggaraan yang terbuka (transparan), bersih, dan komitmen yang tinggi dari para pelaksana pendidikan.12

Dari hasil penelitian-penelitian tersebut, menunjukkan adanya perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan ini. Dalam penelitian ini peneliti mengkaji dan menguji tentang Kinerja Asesor Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah (BAP

10

Srihani, Analisis Dampak Akreditasi Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali), (Thesis: UM Surakarta), 2006.

11

Suriono, Akreditasi Dalam Peningkatan Mutu Sekolah (Studi Analisis Deskriptif Pada SMP Harapan Medan), (Skripsi: UNIMED), 2007.

12

Asep Suryana, “Akreditasi, Sertifikasi dan Upaya Penjaminan Mutu Pendidikan”, (Artikel:Universitas Pendidikan Indonesia, 2007.


(18)

10

S/M) terhadap penjaminan mutu eksternal pada satuan pendidikan madrasah tsanawiyah di Surabaya dengan menggunakan metode kualitatif.

G. Definisi Operasional

1. Kinerja Asesor BAP S/M

Sebelum menjelaskan tentang kinerja asesor secara umum, terlebih dahulu penulis menejelaskan secara khusus mengenai apa itu kinerja. Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang diacapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.13

Pengertian dari asesor berasal dari kata assessment berarti taksiran/penaksiran, penilaian, penilaian keadaan, beban, pembebanan atau pemikulan. Sedangkan dalam ruang lingkup akreditasi, assesor adalah tenaga profesional yang telah memenuhi persyaratan untuk diangkat dan ditugasi oleh BAN S/M atau BAP S/M untuk melakukan penilaian dan visitasi di sekolah/madrasah sebagai bagian dari proses akreditasi. BAP S/M (Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/Madrasah) yakni badan evaluasi mandiri yang melakukan akreditasi di propinsi

Kinerja Asesor BAP S/M adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang diacapai oleh asesor BAP S/M dalam melaksanakan fungsinya dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka.

2. Penjaminan Mutu Eksternal

13

Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo, Teori Kinerja dan Pengukurannya, (Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 60.


(19)

11

Dalam Permendiknas No 63 Tahun 2009, disebutkan bahwa Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.14 Sedangkan eksternal

menurut KBBI adalah menyangkut bagian luar.15

Penjaminan Mutu Eksternal adalah penjaminan mutu yang dilakukan oleh berbagai pihak / institusi di luar satuan pendidikan yang secara formal memiliki tugas dan fungsi berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

H. Sistematika Pembahasan

Dalam pembahasan penulisan karya ilmiah ini supaya sistematis atau kronologis, maka penulis menyajikan sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab I : PENDAHULUAN yang berisikan mengenai pentingnya penelitian ini yang dipaparkan dalam latar belakang masalah, hal ini memberikan gambaran umum bagaimana Kinerja Asesor Badan Akreditasi Propinsi BAP S/M terhadap Penjaminan Mutu Eksternal pada Satuan Pendidikan Madrasah Tsanawiyah di Surabaya, rumusan masalah menyatakan beberapa hal yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, tujuan penelitian, manfaat hasil penelitian, batasan masalah, penelitian terdahulu yang reevan, definisi operasional, dan sistematika pembahasan akan disajiakan pada bab ini.

Bab II : LANDASAN TEORI, Kerangka teori dalam penelitian ini ada tiga yakni kajian tentang Penjaminan Mutu, Kajian tentang Akreditasi dan kajian tentang Peran Asesor dalam Penjaminan Mutu Eksternal.

14

Permendiknas No 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan 15


(20)

12

Bab III : METODE PENELITIAN, Metode penelitian merupakan prosedur dan langkah-langkah yang digunakan dalam penelitian ini. Metode penelitian yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data dan teknik pengambilan sampel, tahap-tahap penelitian, teknik pengumpulan data, teknik validasi data dan teknik analisis data.

Bab IV : PENYAJIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN, Bab ini berisi tentang gambaran umum Madrasah Tsanawiyah di Surabaya, penyajian data, pembahasan hasil penelitian (analisis data) berisikan antara lain: gagasan peneliti, keterkaitan antara kategori/teori terhadap teori dan temuan sebelumnya, serta penafsiran dan penjelasan dari teori/temuan. Analisis ini berfungsi untuk menjawab permasalahan yang dirumuskan berkaitan dengan kinerja asesor Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/ Madrasah (BAP S/M) terhadap Penjaminan Mutu Eksternal Pada Satuan Pendidikan.

Bab V : PENUTUP, meliputi kesimpulan yang memuat intisari dari hasil penelitian yang dilakukan, serta saran-saran dari peneliti untuk menganalisis Kinerja Asesor Badan Akreditasi Propinsi Sekolah/ Madrasah (BAP S/M) terhadap Penjaminan Mutu Eksternal Pada Satuan Pendidikan. Dilampirkan pula data-data hasil penelitian serta daftar pustaka sebagai acuan referensi penelitian.


(21)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Tentang Penjaminan Mutu

1. Akreditasi Sebagai Penjaminan Mutu Eksternal

Penjaminan mutu (Quality Assurance), adalah proses penetapan dan pemenuhan standar mutu pengelolaan secara konsisten dan berkelanjutan sehingga stakeholder memperoleh kepuasan. Sistem penjaminan mutu dalam PP No. 19/ 2005 Pasal 49 penjaminan kualitas merupakan kegiatan untuk memberikan bukti untuk membangun kepercayaan bahwa kualitas dapat berfungsi dengan baik.

Dalam penjaminan mutu secara internal oleh satuan pendidikan adalah pengelolaan satuan pendidikan pada jenjang disdakmen menerapkan manajemen berbasis sekolah: kemandirian, kemitraan, patisipasi, keterbukaan, dan akuntabilitas. Sedangkan dalam penjaminan mutu secara eksternal adalah penjaminan mutu yang dilakukan oleh berbagai pihak / institusi di luar satuan pendidikan yang secara formal memiliki tugas dan fungsi berkaitan dengan penjaminan mutu pendidikan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penyelenggaraan akreditasi sebagai salah satu kegiatan peningkatan mutu eksternal, pada hakikatnya ialah agar penyelenggaraan pendidikan dapat mencapai SNP (Standar Nasional Pendidikan) yang ditetapkan dan pada gilirannya peserta didik dapat mencapai keberhasilan baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan maupun dalam pembentukan kepribadian.

Pemenuhan SNP oleh satuan pendidikan sebagai bagian dari penjaminan mutu juga dibantu oleh pihak eksternal lainnya, utamanya instansi pembina


(22)

14

pendidikan seperti Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten/Kota (Pemda), Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota (Kankemenag), Disdik Provinsi, dan Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag), juga instansi tingkat Pusat termasuk Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) yang ada pada setiap provinsi yang berperan memberikan asistensi kepada pembina satuan pendidikan dalam penjaminan mutu pendidikan. dalam hal satuan pendidikan swasta pihak eksternal yang membantu pemenuhan SNP adalah yayasan atau lembaga penyelenggara pendidikan.1

Masukan dari pihak eksternal berikutnya adalah akreditasi yang merupakan hasil penilaian kelayakan satuan atau program pendidikan secara menyeluruh yang mengacu pada SNP. Satuan pendidikan dan instansi-instansi pembina memperoleh masukan dari BAN S/M dan BAP S/M yang dapat menjadi pertimbangan dalam pemenuhan SNP.

Masukan dari pihak eksternal terakhir yang bermanfaat bagi satuan pendidikan dan instansi yang membantu satuan pendidikan dalam pemenuhan SNP berupa capaian hasil evaluasi belajar oleh pemerintah seperti ujian nasional dan ujian sekolah/madrasah serta evaluasi lainnya yang dilakukan oleh pihak eksternal terhadap Sekolah/Madrasah. Satuan pendidikan dengan intervensi dan masukan dari pihak-pihak eksternal tersebut merupakan ciri model penjaminan mutu yang dimanatkan Sisdiknas sesuai dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, yang dalam sisdiknas sebelumnya tidak diatur secara eksplisit.2

Empat unsur yang berperan dalam penjaminan mutu oleh pihak eksternal adalah sebagai berikut:

a. Penetapan SNP 1

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, Pedoman Akreditasi,...14. 2


(23)

15

SNP dikembangkan untuk penjaminan mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 4). SNP dikembangkan oleh BSNP selanjutnya ditetapkan oleh Mendiknas dalam bentuk Permendiknas (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 76 dan 77). SNP yang telah ditetapkan digunakan sebagai acuan untuk dicapai atau dilampaui oleh setiap satuan pendidikan.

b. Pemenuhan SNP dilaksanakan pada setiap satuan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, LPMP, dan instansi pembina pendidikan tingkat pusat (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 92). Instansi atau lembaga tersebut membantu satuan pendidikan untuk memenuhi SNP malalui program-program pembinaan yang dilakukan sesuai kewenangannya.

c. Penentuan Kelayakan Satuan/Program Pendidikan

Penilaian kelayakan satuan/program pendidikan dilakukan dengan cara mengecek derajat pemenuhan SNP yang telah dicapai oleh satuan/program pendidikan dengan mengacu pada kriteria SNP. Kegiatan penilaian ini dilakukan oleh BAN S/M sebagai bentuk akuntabilitas publik (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 60; Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, Pasal 86 dan 87; serta Permendiknas Nomor 29 Tahun 2005, pasal 1). Hasil akreditasi dalam bentuk peringkat kelayakan dan rekomendasi tindak lanjut dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam program pemenuhan SNP baik oleh satuan pendidikan maupun instansi-instansi pembina satuan yang bersangkutan.


(24)

16

Penilaian hasil belajar dan evaluasi pendidikan sebagai acuan dalam penjaminan mutu diimplementasikan dalam bentuk:

1) Ujian Nasional (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 66 s.d 71);

2) Uji Kompetensi Lulusan (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 89);

3) Evaluasi Kinerja Pendidikan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota; serta Lembaga Evaluasi Mandiri yang dibentuk masyarakat atau organisasi profesi untuk menilai pencapaian SNP (Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, pasal 78).

Hasil-hasil ujian dan evaluasi kinerja oleh berbagai instansi menjadi masukan eksternal dalam penjaminan mutu satuan pendidikan maupun program penjaminan mutu secara keseluruhan.3

2. Konsep Dasar Mutu Pendidikan

Istilah mutu berasal dari bahasa Indonesia. Sedangkan menurut bahasa inggris mutu adalah quality (kualitas), dalam pengertian umum mutu mengandung makna derajat keunggulan suatu produk atau hasil kerja, baik berupa barang maupun jasa. barang dan jasa pendidikan itu bermakna dapat dilihat dan tidak dapat dilihat tetapi dapat dirasakan.4

Mutu terkadang dianggap sebagai sebuah konsep yang penuh teka teki, dianggap hal yang membingungkan dan sulit untuk diukur. Makna mutu dalam tataran konsep yang absolut muncul karena beragam pandangan yang menyebabkan kebingungan. Alasannya antara lain mutu digunakan sebagai suatu konsep yang secara bersama-sama absolut dan relatif. Mutu dalam percakapan

3

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, Pedoman Akreditasi,...16-17. 4

Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), 53.


(25)

17

sehari-hari sebagian besar dipahami sebagai sesuatu yang absolut, misalnya sekolah yang mahal dan mewah. Sebagai sesuatu konsep yang absolut, mutu sama halnya dengan sifat baik, cantik, dan benar. Mutu merupakan idealisme yang tidak dapat dikompromikan. Sebagai suatu makna yang absolut, sesuatu yang bermutu merupakan bagian standar yang sangat tinggi yang tidak dapat diungguli.5

Hasil pendidikan dipandang bermutu jika dapat melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakulikuler pada peserta didik yang dinyatakan lulus untuk satu jenjang pendidikan atau menyelesaikan program pembelajaran tertentu.6

Mutu dalam konteks pendidikan sangat penting, karena berkaitan dengan lembaga yang terdiri dari komponen peserta didik, pendidik, tenaga kependidikan dan proses penyelenggaraan pendidikan.

Sekolah dapat dikatakan bermutu ketika dapat memenuhi beberapa indikator, yakni lingkungan sekolah yang aman dan tertib, sekolah memiliki tujuan dan target mutu yang ingin dicapai, sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat, adanya pengembangan staff sekolah yang terus menerus sesuai dengan tuntutan iptek dan adanya pelaksanaan evaluasi yang terus menerus terhadap berbagai aspek akademik dan administratif serta pemanfaatan hasilnya untuk penyempurnaan atau perbaikan mutu pendidikan.7

Dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan, terdapat faktor yang mempengaruhi peningkatan mutu pendidikan, yakni :

a.Kejelasan tujuan pendidikan di sekolah b.Pengetahuan tentang anak didik

c.Pengetahuan tentang guru

d.Pengetahuan tentang kegiatan supervisi

5

Nur Zazin, 2011, Gerakan Menata Mutu Pendidikan,...54. 6

Sudarwan Danim, Visi Baru Manajemen Sekolah,... 54. 7


(26)

18

e.Pengetahuan tentang mengajar

f. Kemampuan memperhitungkan waktu.8 3. Pengertian Penjaminan Mutu

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah melalui mendiknas telah menerbitkan Permendiknas No 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. dalam peraturan ini disebutkan bahwa :

Penjaminan mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.9

4. Tujuan Penjaminan Mutu

Tujuan akhir penjaminan mutu pendidikan adalah tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dicita-citakan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dicapai melalui penerapan SPMP.

Sedangkan tujuan antara yang hendak dicapai melalui sistem penjaminan mutu pendidikan ini adalah terbangunnya Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, meliputi:

a. Terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonfomal, dan/atau informal b. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam

penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal pada satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah

8

Moh. Rifai MA, Administrasi dan Supervisi Pendidikan (Bandung: Jemarss, 1982), Jilid II, 85. 9


(27)

19

c. Ditetapkan secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal dan/atau nonformal

d. Terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan nonformal yang dirinci menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program pendidikan

e. Terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan nonformal berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan pemerintah.10

5. Mekanisme Penjaminan Mutu

Substansi utama sistem penjaminan mutu pendidikan dilaksankan dengan pendekatan siklus PDCA (Plan-Do-Check-Action) pada proses penyelenggaraan pendidikan.

a. Perencanaan mutu (Plan)

Plan, adanya perencanaan berkaitan dengan perencanaan mutu, meliputi penetapan kebijakan mutu, penetapan tujuan mutu beserta indikator pencapaiannya, serta penetapan prosedur untuk pencapaian tujuan mutu.

b. Pelaksanaan (Do)

Do, adanya pelaksanaan dari apa yang sudah direncanakan, maka untuk penjaminan mutu pendidikan, seluruh proses pendidikan termasuk pelayanan administrasi pendidikan dilaksanakan sesuai dengan SOP yang telah ditentukan.


(28)

20

c. Evaluasi (Check)

Check, adanya monitoring, pemeriksaan, pengukuran dan evaluasi terhadap pelaksanaan dan hasil pelaksanaan termasuk audit mutu internal.

d. Action

Adanya tindak lanjut dan perbaikan dari hasil evaluasi, menyusun rencana, perbaikan dan menyusun laporan pelaksanaan program pendidikan.11

B. Kajian Tentang Akreditasi 1. Pengertian Akreditasi

Pendidikan merupakan salah satu pranata sosial yang sangat penting dalam upaya mencerdaskan bangsa bagi terciptanya kehidupan masyarakat yang maju, demokratis, mandiri dan sejahtera. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan meningkatkan mutu kehidupan dan martabat manusia indonesia dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.

Pembaruan pendidikan dilakukan terus menerus agar mampu menghadapi berbagai tantangan sesuai perkembangan dengan zamannya. Dalam era reformasi dan demokratisasi pendidikan, tantangan yang dihadapi oleh sistem pendidikan meliputi persoalan-persoalan yang terkait dengan pemerataan, mutu, relevansi dan efisiensi pendidikan.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 60 menegaskan bahwa: (1) akreditasi dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan pendidikan pada jalur pendidikan formal dan nonformal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan; (2) akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh pemerintah dan/atau lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik; (3)

11

Sugeng Listyo, Prabowo, 2009, Implementasi Sistem Manajemen Mutu (ISO:9001:2008)di Perguruan Tinggi (Guidelines IWA-2), (Malang:UIN Malang Press), 56-57.


(29)

21

akreditasi dilakukan atas dasar kriteria yang bersifat terbuka; (4) ketentuan mengenai akreditasi sebgaiman dimaksud dalam ayat (1). Ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.12

Penyelenggaraan akreditasi sebagai salah satu kegiatan peningkatan mutu di bidang pendidikan, pada hakikatnya ialah agar peyelenggraan pendidikan dapat mencapai standar kualitas yang ditetapkan dana pada gilirannya peserta didik dapat mencapai keberhasilan baik dalam penguasaan ilmu pengetahuan, keterampilan, maupun dalam penbentukan kepribadian.13

Akreditasi didefinisikan sebagai suatu proses penilaian kualitas dengan menggunakan kriteria baku mutu yang ditetapkan dan bersifat terbuka. Akreditasi sekolah adalah kegiatan penilaian (assessmen) sekolah secara sistematis dan komprehensif melalui kegiatan evaluasi diri dan evaluasi eksternal (visitasi) untuk menentukan kelayakan dan kinerja sekolah.14

Dalam peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 29 Tahun 2005 Tentang Badan Akreditasi Nasional Madrasah/Sekolah (BAN S/M) menyebutkan yang dimaksud Akreditasi Sekolah/Madrasah adalah suatu kegiatan penilaian kelayakan suatu sekolah/Madrasah berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh BAN S/M yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat kelayakan.15

2. Tujuan Akreditasi

Akreditasi dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:

a. Mendapatkan bahan-bahan bagi usaha-usaha perencanaan pemberian bantuan dalam rangka pembinaan sekolah yang bersangkutan.

12

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional 13

Mulyono, Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), 266 14

Ara Hidayat, Imam Machali, Pengelolaan Pendidikan, (Bandung: Pustaka Educa 2010),182. 15

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 29 Tahun 2005 Tentang Badan Akreditasi Nasional Madrasah/Sekolah (BAN S/M)


(30)

22 b. Mendorong dan menjaga agar mutu pendidikan sesuai dengan ketentuan

kurikulum yang berlaku

c. Mendorong dan menjaga mutu tenaga kependidikan

d. Mendorong tersedianya prasarana atau sarana pendidikan yang baik.

e. Mendorong terciptanya dan menjaga terpeliharanya ketahanan sekolah dalam pengembangan sekolah sebagai pusat kebudayaan.

f. Melindungi masyarakat dari usaha pendidikan yang kurang bertanggung jawab. g. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang mutu pendidikan suatu

sekolah.

h. Memudahkan pengaturan perpindahan siswa dari sekolah ke satu ke sekulah yang lain.16

3. Fungsi Akreditasi

a. Untuk pengetahuan, yakni dalam rangka mengetahui bagaimana kelayakan dan kinerja sekolah dilihat dari berbagai unsur yang terkait, mengacu pada baku kualitas yang dikembangkan berdasarkan indikator-indikator amalan baik sekolah

b. Untuk akuntabilitas, yakni agar sekolah dapat mempertanggungjawabkan apakan layanan yang diberikan memenuhi harapan atau keinginan masyarakat c. Untuk kepentingan pengembangan, yakni agar sekolah dapat melakukan

melakukan peningkatan kualitas atau pengembangan berdasarkan masukan dari hasil akreditasi

d. Perlindungan masyarakat (quality assurance), maksutnya agar masyarakat memperoleh jaminan tentang kualitas pendidikan madrasah dan sekolah yang

16


(31)

23

akan dipilihnya, sehingga terhindar dari adanya praktek yang tidak bertanggung jawab

e. Pengendalian mutu (quality control), maksudnya agar sekolah dan madrasah mengetahui akan kekautan dan kelemahan yang dimilikinya, sehingga dapat menyusun perencanaan pengembangan secara berkesinambungan17

4. Prinsip Akreditasi

Prinsip-prinsip yang dijadikan pijakan dalam melaksanakan akreditasi sekolah/ madrasah adalah objektif, komprehensif, adil, transparan, akuntabel dan profesional.

a. Objektif, Akreditasi sekolah/madrasah pada hakikatnya merupakan kegiatan penilaian tentang kelayakan penyelenggaraan pendidikan yang ditunjukkan oleh suatu sekolah/ madrasah. Dalam pelaksanaan penilaian ini berbagai aspek yang terkait dengan kelayakan itu diperiksa dengan jelas dan benar untuk memperoleh informasi tentang keberadaannya. Agar hasil penilaian itu dapat menggambarkan kondisi yang sebenarnya untuk dibandingkan dengan kondisi yang diharapkan maka dalam prosesnya digunakan indikator-indikator terkait dengan kriteria-kriteria yang ditetapkan.

b. Komprehensif, Dalam pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah, fokus penilaian tidak hanya terbatas pada aspek-aspek tertentu saja tetapi juga meliputi berbagai komponenpendidikan yang bersifat menyeluruh. Dengan demikian, hasil yang diperoleh dapat menggambarkan secara utuh kondisi kelayakan sekolah/madrasah tersebut.

c. Adil, Dalam melaksanakan akreditasi, semua sekolah/madrasah harus diperlakukan sama dengan tidak membedakan sekolah/madrasah atas dasar

17


(32)

24

kultur, keyakinan, sosial budaya, dan tidak memandang status sekolah/madrasah baik negeri ataupun swasta. Sekolah/Madrasah harus dilayani sesuai dengan kriteria dan mekanisme kerja secara adil dan/atau tidak diskriminatif.

d. Transparan, Data dan informasi yang berkaitan dengan pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah seperti kriteria, mekanisme kerja, jadwal serta sistem penilaian akreditasi dan lainnya harus disampaikan secara terbuka dan dapat diakses oleh siapa saja yang memerlukannya.

e. Akuntabel, Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah harus dapat dipertanggungjawabkan baik dari sisi penilaian maupun keputusannya sesuai dengan aturan dan prosedur yang telah ditetapkan.

f. Profesional Pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah dilakukan oleh orang-orang yang memiliki kompetensi dan integritas yang tinggi.18

C. Peran Asesor dalam Penjamina Mutu Eksternal Sekolah/Madrasah 1. Pengertian Asesor

Assesor berasal dari kata assessment berarti taksiran/penaksiran, penilaian, penilaian keadaan, beban, pembebanan atau pemikulan. Sedangkan dalam ruang lingkup akreditasi assesor adalah tenaga profesional yang telah memenuhi persyaratan untuk diangkat dan ditugasi oleh BAN S/M atau BAP S/M untuk melakukan penilaian dan visitasi di sekolah/madrasah sebagai bagian dari proses akreditasi.

Assessment hanya bisa dilaksanakan oleh assesor yang sudah memiliki license atau memiliki tanda pengakuan/sertifikat dari suatu institusi yang

18Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, “Prinsip

-prinsip akreditasi”,


(33)

25

berkompeten dan diakui oleh penggunanya untuk menerbitkan sertifikat tersebut. Dalam kaitan ini, assesor yang dimaksud adalah seseorang yang memahami prosedur pelaksanaan assessment dan telah mengikuti pelatihan assesor serta telah mendapat sertifikat kompeten sebagai assesor yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).

Dalam proses akreditasi sekolah, jumlah tim assesor disesuaikan dengan kebutuhan dengan jumlah minimal 2 (dua) orang untuk setiap sekolah/madarsah. Assesor diangkat untuk periode tertentu sesuai surat tugas yang dikeluarkan oleh BAP S/M dan dapat diangkat kembali jika kinerjanya dianggap layak untuk melaksanakan tugas tersebut. Assesor harus memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh dengan berpedoman kepada norma-norma pelaksanaan visitasi.19

Kelayakan seorang assesor ditentukan oleh kompetensi yang dimilikinya. Untuk itu sangatlah penting setiap assesor menguasai pengetahuan, ketrampilan dan sikap yang dipersyaratkan dalam melaksanakan tugasnya sebagai assesor. Selain itu kehandalan dan keberhasilan assesor dalam bertugas perlu dibingkai dengan kompetensi kepribadian dan sosialnya.

Assesor memiliki peran penting dalam proses akreditasi, mulai dari Desk Assessment, visitasi, validasi, surveilen, narasumber sosialisasi dan lokakarya, narasumber bimbingan teknis, fasilitator pelatihan assesor, Review instrumen dan tugas lainnya.20

2. Peran Asesor

19

Akhmad Sudrajat, Visitasi Akreditasi Sekolah. https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/07/22/sekilas-tentang-visitasi-dalam-kegiatan-akreditasi-sekolah/, di akses 20 Nopember 2015

20

Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal, Asesor BAN-PNF,


(34)

26

Definisi umum dari peran adalah sebuah harapan budaya terhadap suatu posisi atau kedudukan. Peran lebih berkaitan kepada harapan daripada perilaku aktual, dan peran lebih bersifat normatif daripada deskriptif. Dari sudut pandang sosiologi dikenal pula konsep permainan peran yang beroperasi pada level prasadar, otomatis, pasif, stabil, dan sesuai dengan konsensus sistem sosial.21

Peran asesor yakni sebagai wakil BAN S/M maupun BAP S/M dalam melaksanakan tugas pengawasan sistem penjaminan mutu pada setiap satuan lembaga pendidikan melalui klarifikasi, verifikasi, dan validasi data serta informasi sebagai bagian dari proses akreditasi.22

3. Tugas Asesor

a. Melakukan visitasi

1) Mempelajari dan mencermati hasil Instrumen Akreditasi dan data pendukung dari Sekolah/Madrasah yang bersangkutan

2) Membuat surat pernyataan asesor tentang pelaksanaan tugas visitasi b. Klarifikasi, verivikasi, validasi dan informasi

1) Temu awal

2) Membandingkan data dan informasi melalui instrumen akreditasi dengan kondisi nyata melalui pengamatan, observasi kelas, pencermatan ulang data/informasi

3) Mencari data/informasi tambahan

4) Poin b & c : setiap asesor berdiri sendiri-sendiri, masing-masing asesor meliputi 8 komponen, dilarang diadakan pembagian komponen

5) Kepala S/M membuat surat pernyataan tentang pelaksanaan visitasi

21

Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta: LkiS Yogyakarta, 2007, 82. 22


(35)

27

c. Klarifikasi temuan

1) Temu asesor dengan warga Sekolah/Madrasah

2) Pencocokan hasil visitasi dengan instrumen akreditasi setiap komponen, seperti poin 2.d (setiap asesor berdiri sendiri-sendiri, masing-masing asesor meliputi 8 komponen, dilarang diadakan pembagian komponen) 3) Sekolah/Madrasah memiliki hak jawab

d. Penyusunan laporan

1) Tim asesor menyusun laporan individual

Catatan: dibuat oleh masing-masing asesor, dilarang kompromi

2) Diskusi laporan individual, dengan hasil: laporan “hasil visitasi” (bukan hasil jumlah (dua) asesor dibagi 2 dan “perumusan rekomendasi” yang dibuat pada lembar tersendiri) laporan tim.

e. Penyerahan Laporan 1) Laporan individual 2) Laporan tim

3) Pernyataan Kepala Sekolah/Madrasah tentang pelaksanaan visitasi 4) Saran-saran pembinaan, pengembangan, dan lain-lain

5) Disampaikan kepada BAP S/M

- TK/RA, SD/MI, SMP/MTs ke UPA Wil. S/M - SMA/MA, SMK ke BAP S/M

- Segera setelah visitasi selesai (sangat diharapkan 2 (dua) hari setelah visitasi dan paling lambat 6 (enam) hari / 1 (satu) minggu setelah visitasi ).23

4. Kinerja Asesor

23Suhadi, “Sosialisasi Pengisian Instrumen Akreditasi, BAP S/M Prov Jateng”

, diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.


(36)

28

a. Pengertian kinerja

Kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance yang berarti prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai oleh seseorang. Pengertian kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang diacapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan fungsinya sesuai tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Whitmore secara sederhana mengemukakan, kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut lagi seseorang. Pengertian yang menurut Whitmore merupakan pengertian yang menuntut kebutuhan paling minim untuk berhasil. Oleh karena itu, Whitmore mengemukakan pengertian kinerja yang dianggapnya representatif, maka tergambarnya tanggung jawab yang besar dari pekerjaan seseorang.24

Pandangan lain dikemukakan King, yang menjelaskan kinerja adalah aktivitas seseorang dalam melaksanakan tugas pokok yang dibebankan kepadanya.

Berbeda dengan King, ahli lain Galton dan Simon, memandang bahwa kinerja atau “Performance” merupakan hasil interaksi atau berfungsinya unsur-unsur motivasi (m), kemampuan (k), dan persepsi (p) pada diri seseorang.25

Berdasarkan pembahasan diatas, maka kinerja dapat disimpulkan sebagai perilaku seseorang yang membuahkan hasil kerja tertentu setelah memenuhi sejumlah persyaratan.

b. Indikator Kinerja

24

Hamzah B. Uno dan Nina Lamatenggo, Teori Kinerja dan Pengukurannya,...60. 25


(37)

29

Indikator untuk mengukur kinerja karyawan secara individu ada lima indikator, yaitu:

1. Kualitas, kualitas kerja diukur dari persepsi karyawan terhadap kualitas pekerjaan yang dihasilkan serta kesempurnaan tugas terhadap keterampilan dan kemampuan karyawan

2. Kuantitas, merupakan jumlah yang dihasilkan dinyatakan dalam istilah seperti jumlah unit, jumlah siklus aktivitas yang diselesaikan

3. Ketepatan waktu, merupakan tingkat aktivitas diselesaikan pada awal waktu yang dinyatakan, dilihat dari sudut koordinasi dengan hasil output serta memaksimalkan waktu yang tersedia untuk aktivitas lain

4. Efektivitas, merupakan tingkat penggunaan sumber daya organisasi (tenaga, uang, teknologi, bahan baku) dimaksimalkan dengan maksud menaikkan hasil dari setiap unit dalam penggunaan sumber daya

5. Kemandirian, merupakan tingkat seorang karyawan yang nantinya akan dapat menjalankan fungsi kerjanya. Komitmen kerja merupakan suatu tingkat dimana karyawan mempunyai komitmen kerja dengan instansi dan tanggung jawab karyawan terhadap kantor.26

c. Evaluasi/Pengukuran Kinerja

Evaluasi kinerja (appraisal of performance) adalah proses yang mengukur kinerja seseorang. Dalam proses pengukuran ini sudah tentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan, misalnya standar, target/sasaran, atau kriteria yang telah ditetapkan lebih dahulu dan telah disepakati bersama. Evaluasi kinerja merupakan salah satu fungsi mendasar personalia,

26


(38)

30

kadang disebut juga dengan review kinerja, penilaian karyawan, atau rating personaia.

Dengan kata lain, evaluasi kinerja adalah proses penentuan seberapa baik karyawan melaksanakan tugas mereka. Sementara itu, Suprihanto menyatakan, evaluasi kinerja merupakan sistem yang digunakan untuk menilai dan mengetahui apakah seorang karyawan telah melaksanakan pekerjaannya masing-masing secara keseluruhan. Sedangkan evaluasi adalah proses penilaian sejak pemberian, pengumpulan, dan pemberian data (informasi) kepada pengambilan keputusan yang akan dipakai untuk pertimbangan apakah program perlu diperbaiki, diteruskan atau diberhentikan.27

d. Tujuan pengukuran kinerja

1. Menciptakan akuntabilitas publik. Dengan melakukan pengukuran kinerja, akan diketahui apakah sumber daya digunakan secara ekonomis, efisien, sesuai dengan peraturan, dan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan 2. Mengetahui tingkat ketercapaian tujuan organisasi. Pengukuran kinerja

sangat penting untuk melihat apakah suatu organisasi berjalan sesuai dengan yang direncanakan atau menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan

3. Memperbaiki kinerja periode-periode berikutnya. Pengukuran kinerja akan sangat membantu pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjangserta membentuk upaya pencapaian budaya kerja yang lebih baik di masa mendatang.

4. Menyediakan sarana pembelajaran pegawai. Dengan adanya pengukuran atas kinerja pegawai, dapat diketahui apakah mereka telah bekerja dengan

27


(39)

31

baik atau sebaliknya. Pengukuran kinerja dapat menjadi media pembelajaran bagi pegawai untuk meningkatkan kinerja dimasa mendatang dengan melihat cerminan kinerja di masa lalu dan dan evaluasi kinerja di masa sekarang.

5. Memotivasi pegawai. Pengukuran kinerja dapat dijadikan alat untuk memotivasi pegawai dengan memberikan imbalan kepada pegwai yang memiliki kinerja yang baik.28

5. Visitasi Asesor

a. Pengertian Visitasi

Visitasi adalah kunjungan tim asesor ke sekolah dalam rangka pengamatan lapangan, wawancara dengan warga sekolah, verifikasi data pendukung, serta pemdalaman hal-hal khusus yang berkaitan dengan komponen dan aspek akreditasi.29

Visitasi adalah kunjungan ke Sekolah atau Madrasah oleh asesor untuk melakukan klarifikasi, verifikasi, validasi dan informasi yang telah disampaikan oleh Sekolah/Mdrasah melalui pengisian Instrumen Akreditasi (IA).30

Proses visitasi merupakan rangkaian pelaksanaan akreditasi yang melekat dengan fungsi evaluasi diri dan sekolah diharapkan untuk senantiasa menjamin kelengkapan dan ketepatan data dan informasi yang diperlukan dalam pelaksanaan akreditasi sekolah

Visitasi dilaksanakan oleh tim yang terdiri dari dua orang asesor. Agar visitasi berjalan sesuai dengan tujuannya, sehingga dapat mendukung

28

I Gusti Agung Rai, Audit Kinerja Pada Sektor Publik, (Jakarta: Salemba Empat, 2008), 18. 29

Akhmad Sudrajat, Kumpulan Materi Pelatihan Asesor SMA BASPROP Jawa Barat Tahun 2004,

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/akreditasi-sekolah/, di akses 20 Nopember 2015 30Suhadi, “Sosialisasi Pengisian Instrumen Akreditasi, BAP S/M Prov Jateng”

diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.


(40)

32

hasil akreditasi yang komprehensif, valid, dan akurat serta dapat memberikan manfaat, maka kegiatan visitasi harus mengikuti tata cara pelaksanaan yang baku. Vsistasi dilaksankan jika suatu sekolah dinyatakan layak berdasarkan penilaian evaluasi diri. Visitasi dilaksanakan segera (maksimal 5 bulan) setelah sekolah mengirimkan evaluasi diri.

b. Tujuan Visitasi

1. Meningkatkan keabsahan dan kesesuaian data/informasi

2. Memperoleh data/informasi yang akurat dan valid untuk menetapkan perangkat akreditasi

3. Memperoleh informasi tambahan (pengamatan, wawancara, dan pencermatan data pendukung)

4. Mendukung pengambilan keputusan yang tepat dan tidak merugikan pihak manapun dengan berpegang pada prinsip-prinsip; objektif, efektif, efisien, dan mandiri

c. Prinsip Visitasi 1. Efektif

Mampu menjaring informasi yang akurat dan valid sebagai dasar pengambilan keputusan yang tepat bagi semua pihak yang memerlukan 2. Efisien

Dibatasi hal-hal yang pokok saja, namun cukup memberikan gambaran yang utuh dan terfokus pada substansi yang telah ditetapkan

3. Objektif

Berdasarkan kenyataan pada sejumlah indikator yang dapat diamati 4. Mandiri


(41)

33

Mendorong sekolah/madrasah melakukan pengisian instrumen akreditasi secara akurat sebagai salah satu fungsi pokok manajemen penyelenggaraan sekolah/madrasah dalam rangka pemberdayaan sekolah/madrasah.31

d. Tata Cara Visitasi 1. Persiapan

Untuk melaksanakan visitasi, BAP S/M mununjuk dan mengirimkan asesor. Asesor diangkat oleh BAP S/M untuk melaksanakan tugasnya sesuai dengan mekanisme, prosedur, norma, dan waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan

2. Verifikasi Data dan Informasi

Asesor datang ke sekolah menemui Kepala Sekolah menyampaikan tujuan dari visitasi, melakukan klarifikasi, verifikasi, dan validasi atau cek-ulang terhadap data dan informasi kauntitatif maupun kualitatif. Kegiatan klarifikasi, verifikasi dan validasi dilakukan dengan cara membandingkan data dan informasi tersebut dengan kondisi nyata sekolah melalui pengamatan lapangan, observasi kelas dan wawancara

3. Klarifikasi Temuan

Tim asesor melakukan pertemuan dngan warga sekolah untuk mengklarifikasi berbagai temuan penting atau ketidak sesuaian yang sangat signifikan antara fakta lapangan dengan data/informasi yang terjaring dalam instrumen evaluasi diri

4. Penyusunan dan Penyerahan Laporan

Asesor menyusun perangkat laporan, baik individual maupun tim yang terdiri dari; tabel pengolahan data, instrumen visitasi, rekomendasi atas

31


(42)

34

temuan, dan berita acara visitasi untuk selanjutnya diserahkan kepada BAP S/M.32

6. Etika Asesor

Kata etik (etika) berasal dari kata ethos (bahasa yunani) yang beararti karakter, watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu ataupun kelompok. Untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu salah tau benar, buruk atau baik.33

a. Norma Pelaksanaan Visitasi oleh Asesor 1) Kejujuran

a) Proses verifikasi dan validasi dilaksanakan secara jujur dan benar, sehingga bermanfaat dan objektif

b) Hindari pengambilan keputusan yang merugikan pihak manapun 2) Independensi

a) Dalam visitasi juga harus mandiri, tidak terpengaruh oleh intervensi siapapun/dari manapun

b) Tidak diperbolehkan menerima layanan dan pemberian dalam bentuk apapun: sebelum, selama dan sesudah proses visitasi yang mungkin akan berpengaruh terhadap hasil visitasi

c) Keputusan tim asesor harus bebas dari pertentangan kepentingan, baik dari pihak Sekolah/Madrasah maupun tim asesor sendiri 3) Profesionalisme

a) Benar-benar memahami ketentuan dan prosedur yang berlaku dalam pelaksanaan akreditasi

b) Cakap dalam menggunakan perangkat akreditasi

32

Akhmad Sudrajat, Kumpulan Materi Pelatihan Asesor SMA BASPROP Jawa Barat Tahun 2004,

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/akreditasi-sekolah/, di akses 25 Nopember 2015 33


(43)

35

c) Memberikan penilaian berdasarkan profesionalismenya

d) Mampu memberikan saran-saran/masukan yang membangun: perbaikan, pengembangan, dan peningkatan kinerja Sekolah/Madrasah

e) Bersedia menerima persyaratan tidak puas dari Sekolah/Madrasah yang divisitasi

4) Keadilan

a) Evaluasi diri dan visitasi semua Sekolah/Madrasah negeri atau swasta diperlakukan sama

b) Dilaksanakan sesuai norma, kriteria, standar, mekanisme, prosedur kerja secara adil dan atau tidak diskriminatif

c) Tim asesor harus terbebas dari bias-bias yang mempengaruhi penilaian

5) Kesejajaran

a) Kedudukan asesor dan warga Sekolah/Madrasah adalah sejajar b) Asesor dilarang melakukan penekanan dalam melaksanakan tugas

dan fungsinya 6) Keterbukaan

a) Transparan didalam menyampaikan penjelasan norma, kriteria, standar, prosedur/mekanisme kerja, jadwal dan sistem penilaian akreditasi (Catatan: S/M sudah diberi sosialisasi masalah akreditasi dan visitasi)

b) Menjaga kerahasiaan dokumen dan informasi yang disampaikan oleh setiap warga Sekolah/Madrasah


(44)

36

7) Akuntabilitas

a) Bersama-sama menjaga akuntabilitas dari proses dan hasil akreditasi

b) Kesalahan dan penyimpangan dalam proses visitasi atau pelanggan terhadap norma-norma visitasi, Sekolah/Madrasah dapat melaporkan ke BAP S/M

8) Bertanggung Jawab

a) Dapat mempertanggungjawabkan semua penilaian dan keputusannya sesuai dengan aturan, prosedur dan prinsip akreditasi 9) Bebas Intimidasi

a) Terbebas dari intimidasi dari manapun/siapapun 10)Menjaga Kerahasiaan

a) Harus menjaga kerahasiaan data dan informasi yang terjaring dalam proses akreditasi

b) Data dan informasi harus digunakan untuk kepentingan pelaksanaan akreditasi.

b. Tata Krama Pelaksanaan Akreditasi oleh Asesor

1) Melakukan wawancara dengan suasana yang kondusif 2) Menghindari kesepakatan atau bergaining dalam arti negatif 3) Tidak mendebat argumentasi yang disampaikan oleh responden 4) Tidak menggurui responden

5) Tidak merasa berkedudukan lebih tinggi 6) Bersahabat dan membantu secara profesional 7) Menghindari suasana menekan


(45)

37

9) Tidak memerlukan sesuatu diluar keperluan akreditasi 10)Menyesuaikan diri dengan budaya setempat

11)Menunjukkan adanya kekompakan tim c. Tata Tertib Pelaksanaan Akreditasi oleh Asesor

1) Datang tepat waktu sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan 2) Menunjukkan surat tugas meskipun tidak diminta

3) Menyampaikan secara jelas mengenai tujuan, mekanisme dan jadwal visitasi

4) Tidak menerima pemberian dalam bentuk apapun (uang atau barang) dan

5) Berpakaian rapi dan sopan.34

34Suhadi, “Sosialisasi Pengisian Instrumen Akreditasi, BAP S/M Prov Jateng”


(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode merupakan sebuah kerangka kerja untuk menyusun suatu tindakan atau suatu kerangka berfikir dan menyusun gagasan yang beraturan, berarah, dan berkonteks yang patut (relevan) dengan maksud dan tujuan. Secara singkat metode adalah seperangkat unsur yang membentuk satu kesatuan.1 Parson berpendapat bahwa penelitian merupakan pencarian yang dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat dipecahkan.2

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan peneliti dalam hal ini adalah pendekatan kualtatif deskriptif, karena dalam penelitian ini, permasalahan belum jelas karena objek yang diteliti bersifat dinamis, penuh makna, dan pola pikir induktif/kualitatif dan terkadang hasil penelitian lebih menekankan makna daripada generalisasi (proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum).3 Menurut Bogdan dan Taylor mendefinisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4

Peneliti menggunakan penelitian kualitatif karena mempunyai tiga alasan yaitu; pertama, lebih mudah mengadakan penyesuaian dengan kenyataan berdimensi ganda. Kedua, lebih mudah menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan subjek penelitian. Ketiga, memiliki kepekaan dan daya penyesuaian diri dengan banyak pengaruh

1

Anonim, Pedoman Penyusunan Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada, 2004), 5. 2

Mohammad Nazir, Metode Penelitian,(Jakarta: Galia Indonesia, 2003),13. 3

DR Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis, (Bandung: Alfabeta, 2012), 1, 14, 482.

4 Azimtul Ulya,“Strategi Kepala Sekolah dalam Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik di Sri Hidayatullah Semarang”, (Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang, , 2010), 33-34.


(47)

40

yang timbul dari pola-pola nilai yang dihadapi.5 Sedangkan menggunakan pendekatan deskriptif, karena tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis, tetapi hanya menggambarkan suatu gejala atau keadaan yang diteliti secara apa adanya, sehingga diarahkan untuk memaparkan fakta-fakta, kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat.6 Jadi, melalui penelitian deskriptif ini, agar peneliti dapat mendeskripsikan kinerja asesor BAP S/M terhadap penjaminan mutu eksternal pada satuan pendidikan madrasah di Surabaya.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang bersifat memaparkan tentang situasi dan peristiwa, datanya dinyatakan dalam keadaan sewajarnya atau bagaimana adanya, dengan memaparkan kerja secara sistemik, terarah dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga tidak kehilangan sifat ilmiahnya

Penelitian kualitatif menggunakan metode kualitatif yaitu pengamatan, wawancara, atau penelaahan dokumen. Data yang dikumpulkan adalah berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif. Selain itu, semua hal yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti.

Dan untuk penelitian ini, peneliti menggunakan jenis peelitian kualitatf karena ingin mengetahui dan mengenali secara lebih detail berdasarkan hasil analisis pemikiran menurut logika mengenai kinerja asesor BAP S/M terhadap penjaminan mutu eksternal pada satuan pendidian Madrasah Tsanawiyah di Surabaya.

Menurut Mcmillan dan Schumacher, Secara umum penelitian kualitatif mempunyai dua tujuan, yaitu menggambarkan dan mengungkap (to describe and explore), dan menggambarkan dan menjelaskan (to describe and explain). Punya makna yang hampir sama dengan hal itu adalah menguji atau memahami (to examine or to understand), dan

5

Margono, Metode Penelitian Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006), 41. 6


(48)

41

menemukan atau mengembangkan (to discover or to generate). Banyak penelitian kualitatif yang ditujukan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan dan mengungkap. Hasil penelitian ini memperkaya kepustakaan dengan gambaran yang sangat kaya tentang situasi-situasi yang sangat kompleks, juga memberikan saran-saran bagi penelitian lebih lanjut.7 B. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh gambaran umum, informasi yang akurat tentang berbagai aspek yang berkenaan dengan masalah penelitian, dan untuk mengetahui berbagai permasalahan yang mungkin dapat dikembangkan dalam penelitian ini, maka peneliti menetapkan lokasi yang akan dijadikan obyek dalam penelitian adalah Madrasah Tsanawiyah di Surabaya dan BAP S/M Jawa Timur.

Peneliti menentukan Madrasah Stanawiyah di Surabaya sebagai tempat penelitian karena peneliti ingin mengetahui persepsi kepala madrasah terhadap kinerja asesor BAP S/M terhadap penjaminan mutu eksternal pada satuan pendidikan Madrasah Tsanawiyah di Surabaya. Dari jumlah keseluruhan yakni 44 Madrasah Tsanawiyah yang ada di Surabaya, jumlah madrasah yang akan diteliti menyesuaikan dengan kebutuhan hingga mencapai titik jenuh (Snowball Sampling). Peneliti mengambil objek penelitian madrasah yang terakreditasi A, B, dan C untuk mewakili kategori dari jumlah keseluruhan madrasah yang ada di Surabaya. Untuk memperoleh data pendukung, peneliti juga melakukan penelitian di BAP S/M Provinsi Jawa Timur, terletak di Surabaya Jl.Indragiri No 62.

C. Sumber Data dan Tekik Pengambilan Sampel 1. Sumber Data

Maksud dari sumber data dalam penelitian ini adalah subjek dari mana data itu diperoleh. Berdasarkan sumbernya data yang diperoleh dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 kelompok jenis data, yakni data dari informan kunci dan informan pendukung.

7


(49)

42

a. Informan kunci: merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber utamanya. Dalam hal ini data diperoleh peneliti dengan cara melakukan pengamatan dan wawancara dengan kepala sekolah dan Ketua BAP S/M Jawa Timur. Dalam hal ini, yang manjadi sumber utama adalah Kepala Sekolah, dikarenakan kepala sekolah memainkan peranan yang dominan, krusial dan kritikal dalam keseluruhan upaya untuk meningkatkan mutu lembaga pendidikan, terutama dalam proses akreditasi. Selain itu, untuk menjawab rumusan masalah penelitian ini, ketua BAP S/M juga menjadi sumber utama untuk mengetahui bagaimana pemberdayaan asesor oleh BAP S/M dalam penjaminan mutu eksternal sekolah atau madrasah di Jawa Timur. Adapun Kepala sekolah yang dijadikan sebagai informan kunci adalah Kepala MTsN 2 Surabaya, Kepala MTsN Rungkut, Kepala MTs Amanatul Ummah, Kepala MTs Nurul Khoir, Kepala MTs Al-Ikhlas, Kepala MTs Ittaqu, Kepala MTs Taswirul Afkar, Kepala MTs Sunan Giri, Kepala MTs Himmatun Ayat, dan Kepala MTs Hasanah. Alasan peneliti memilih kesepuluh MTs tersebut dikarenakan telah mewakili Madrasah Tsanawiyah di Surabaya yang terakreditasi A, B, dan C

b. Informan pendukung: merupakan data penunjang dari informan kunci. Dalam hal ini data diperoleh peneliti dengan cara melakukan kuesioner dan wawancara dengan kepala TU, Waka Kurikulum dan guru yang terlibat dalam proses akreditasi

2. Teknik Pengambilan Sampel

Dalam penelitian ini, sampel sumber data bersifat snowball sampling, yaitu teknik pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-lama menjadi besar. Peneliti kualitatif yang menggunakan penarikan sampel model ini biasanya memilih sampel sesuai tujuannya. Peneliti juga tidak menetapkan berapa banyak sampel sebelum penelitian dilakukan. Pemilihan sampel teknik snow ball, pada awalnya sedikit terus menggelinding sampai pada batas tertentu. Jika peneliti merasa informasinya sudah cukup,


(50)

43

maka peneliti bisa menghentikan penelitiannya. Dari situ baru dapat diketahui berapa sampel yang telah dipilih sebagai informan penelitian. Dengan demikian, banyaknya sampel baru diketahui setelah penelitian selesai dilakukan.8

A. Tahap-tahap Penelitian

Dalam penelitian kualitatif terdapat beberapa tahapan yang dijadikan patokan dalam penelitian, walaupun belum ditemukan patokan yang baku dan berlaku umum, tetapi secara esensi dan menurut beberapa ahli penelitian kualitatif, ada beberapa tahapan ketika kita ingin melakukan penelitian kualitatif. Beberapa ahli penelitian kualitatif mengemukakan bahwa setidaknya terdapat lima tahapan umum yang dapat dijadikan sebagai patokan dalam menyelenggarakan penelitian kualitatif. Kelima tahapan tersebut dijabarkan sebagai berikut.

1. Mengangkat Permasalahan

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian kualitatif biasanya berupa permasalahan yang sifatnya unik, khas, memiliki daya tarik tertentu, spesifik dan terkadang sangat bersifat individual. Fenomena yang di angkat merupakan fenomena yang sudah lama muncul, tetapi peneliti kualitatif melihat sisi yang unik, khas, dan memiliki daya tarik tertentu, fenomena tersebut layak untuk di angkat menjadi penelitian kualitatif.

2. Memunculkan pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian merupakan cirri khas dari penelitian kualitatif. Pertanyaan penelitian dapat bersifat fleksibel dapat bertambah dan berkurang atau berubah sesuai dengan perkembangan yang terjadi di lapangan, ketika pada awal penelitian, mungkin saja pemahaman mengenai suatu fenomena yang didapat oleh peneliti belum begitu dalam dan luas, sehingga pertanyaan penelitian yang diajukan juga sesuai dengan pemahamannya tersebut, akan tetapi, setelah terjun dan meleburkan diri dengan fenomena yang diteliti sangat

8


(51)

44

mungkin ia mendapat banyak pemahaman baru yang lebih memunculkan banyak pertanyaan dibenaknya dan hal tersebut dapat menambah jumlah pertanyaan penelitian yang diajukan.

3. Mengumpulkan Data Yang Relevan

Data merupakan sesuatu yang penting dalam penelitian, data dalam penelitian kualitatif umumnya berupa kumpulan kata, kumpulan kalimat, kumpulan pernyataan, atau uraian yang mendalam. Untuk mendapatkan data yang relevan dibutuhkan metode pengumpulan data yang juga relevan sesuai dengan kebutuhan data yang diinginkan. Ada beberapa metode pengumpulan data yang biasa digunakan dalam penelitian kualitatif antara lain, wawancara, observasi, dan dokumentasi.

4. Melakukan analisis data

Analisis data merupakan langkah berikutnya setelah data relevan diperoleh ada beberapa teknik analisis data dalam penelitian kualitatif yang dapat dipergunakan, bergantung pada model yang akan digunakan (groundate theory, case study, phenomenology, ethnography, atau biography). Analisis data yang digunakan biasanya bersifat manual (berdasarkan kepekaan atau kemampuan atau ketajaman analisis peneliti

5. Menjawab Pertanyaan Penelitian

Tahapan terakhir adalah menjawab pertanyaan penelitian. Hasil analisis data yang dilakukan kemudian dikaitkan kembali dengan fenomena yang diangkat untuk kemudian menjawab pertanyaan penelitian dapat lebih menarik untuk dibaca.9

B. Teknik Pengumpulan Data

Untuk menggali data yang ada peneliti menggunakan beberapa metode pengambilan data, yaitu:

1. Metode Wawancara

9

Herdiansyah Haris, Metodologi Penelitian Kualitatif dan Ilmu-ilmu Sosial, (Jakarta: Salemba Humanika, 2012),46-48


(52)

45

Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee). Yang memberikan atas pertanyaan itu. Metode wawancara ini digunakan, setidak-tidaknya karena dua alasan: pertama, dengan wawancara, peneliti tidak saja dapat menggali apa yang diketahui dan dialami seseorang/subyek penelitian, tetapi juga apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subyek penelitian; kedua, apa yang ditanyakan kepada informan bisa mencakup pada hal-hal yang bersifat lintas waktu yang bertautan dengan masa lampau, sekarang dan masa yang akan datang. Dari metode wawancara ini, peneliti dapat memperoleh secara langsung data-data yang berupa pengalaman, cita-cita, harapan-harapan responden, serta sikap atau hal lain yang ditanyakan oleh peneliti.

Adapun data-data yang diambil dari metode interview atau wawancara kepada kepala Madrasah Tsanawiyah di Surabaya adalah sebagai berikut:

a. Kinerja asesor BAP S/M b. Peran asesor BAP S/M c. Tugas asesor BAP S/M d. Etika asesor BAP S/M

Adapun data-data yang diambil dari metode interview atau wawancara kepada Ketua BAP S/M Jawa Timur adalah sebagai berikut:

a. Pemberdayaan asesor oleh BAP S/M

b. Pendidikan/pelatihan yang diberikan kepada asesor oleh BAP S/M c. Penetapan dan penempatan asesor oleh BAP S/M

d. Reward dan Punishment yang diberikan kepada asesor oleh BAP S/M e. Evaluasi kinerja asesor oleh BAP S/M terkait pelaksanaan akreditasi S/M


(1)

102

tetapi juga harus dapat menilai kualitas Sekolah/Madrasah secara keseluruhan, baik dari segi input, proses maupun output madrasah. 3. Sebaiknya asesor tidak meminta sesuatu diluar keperluan akreditasi

kepada pihak Sekolah/Madrasah yang dapat memberatkan


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Fatah, Nanang. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya. 2012

Riduwan. Menuju Madrasah Unggul.

(http://bdkpalembang.kemenag.go.id/menuju-madrasah-unggul/di akses 25 September 2015 )

Zazin, Nur. Gerakan Menata Mutu Pendidikan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011 Supardi dan Natsir Muhammad. Analisis Kebutuhan Pengembangan Madrasah.

Jurnal Penelitian Keislaman Vol 3 Nomor 1 Desember 2006.

Depag RI. Pedoman Akreditasi Madrasah. Direktorat Jendral Kelembagaan Agama Islam. 2008.

Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah. Pedoman Akreditasi. Jakarta: Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). 2014.

Subijanto & Siswo Wiratno. Analisis Kinerja Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, Pendidikan dan Kebudayaan. 2012.

Srihani. Analisis Dampak Akreditasi Sekolah Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan (Studi Kasus Di SD Negeri Donohudan 3 Kecamatan Ngemplak Kabupaten Boyolali). Thesis: UM Surakarta. 2006.

Suriono. Akreditasi Dalam Peningkatan Mutu Sekolah (Studi Analisis Deskriptif Pada SMP Harapan Medan). Skripsi: UNIMED. 2007.


(3)

Uno, Hamzah B dan Nina Lamatenggo. Teori Kinerja dan Pengukurannya,

Jakarta: Bumi Aksara. 2014.

Permendiknas No 63 Tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

http://kbbi.web.id/eksternal, di akses 08 Nopember 2015.

Danim, Sudarwan. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara. 2008.

Mulyasa. Menjadi Kepala Sekolah yang Profesional. Bandung: PT. Rosda Karya. 2005.

Rifai’i, Moh. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: Jemarss, Jilid II, 1982.

Listyo, Sugeng dan Prabowo. Implementasi Sistem Manajemen Mutu

(ISO:9001:2008)di Perguruan Tinggi (Guidelines IWA-2). Malang:UIN Malang Press). 2009.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Mulyono. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Jogjakarta:

Ar-Ruzz Media. 2014.

Hidayat, Ara dan Imam Machali. Pengelolaan Pendidikan. Bandung: Pustaka Educa. 2010.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 29 Tahun 2005 Tentang Badan Akreditasi Nasional Madrasah/Sekolah (BAN S/M).


(4)

Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, “Prinsip-prinsip akreditasi”,

http://jakarta.bapsm‐dki.or.id/berita/read/prinsip‐prinsip‐akreditasi,di akses 18 Nopember 2015

Akhmad Sudrajat, Visitasi Akreditasi Sekolah.

https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2009/07/22/sekilas-tentang-visitasi-dalam-kegiatan-akreditasi-sekolah/, di akses 20 Nopember 2015

Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Nonformal, Asesor BAN-PNF,

http://web.banpnf.or.id/index.php/kpka/asesor/79-profil, di akses 20 Nopember 2015

Suhadi, “Sosialisasi Pengisian Instrumen Akreditasi, BAP S/M Prov Jateng”, diakses pada tanggal 25 Oktober 2015.

Robbins, Stephen P. Perilaku Organisasi Jilid II. Jakarta: Prenhalindo. 1996. Rai, I Gusti Agung. Audit Kinerja Pada Sektor Publik. Jakarta: Salemba Empat.

2008.

Sudrajat, Akhmad. Kumpulan Materi Pelatihan Asesor SMA BASPROP Jawa Barat Tahun 2004, https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/03/akreditasi-sekolah/, di akses 20 Nopember 2015.

Anonim. Pedoman Penyusunan Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Pertanian Universitas Gajah Madah. 2004.

Nazir, Mohammad. Metode Penelitian. Jakarta: Galia Indonesia. 2003. Sugiyono, DR. Metode Penelitian Bisnis.Bandung: Alfabeta. 2012.


(5)

Ulya, Azimtul.“Strategi Kepala Sekolah dalam Peningkatan Mutu Tenaga Pendidik di Sri Hidayatullah Semarang”.Skripsi, Jurusan Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo Semarang. 2010.

Margono. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: PT. Rineka Cipta. 2006.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Studi Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2002.

Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2007.

Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta. 2013.

Haris, Herdiansyah. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. 2012

http://mkkmsby.blogspot.co.id/, diakses pada tanggal 25 September 2015. Permendikbud, Nomor 59 tahun 2012, pasal 1 butir 2.

Hendarman. Pemanfaatan Hasil Akrreditasi dan Kredibilitas Asesor

Sekolah/Madrasah. Universitas Pakuan Bogor. 2013.

Siahaan, Rumiris. Pengaruh Reward dan Punishment Terhadap Disiplin Kerja Karyawan Pada PT. Perkebunan Nusantara III Rambutan, Vol.1, No. 01, 17-26. 2013.

Wibawanti, Vina Rani. Pengaruh Gaji Terhadap Motivasi Kerja Karyawan,

(tidak diterbitkan), UIN Maulana Malik Ibrahim. 2009.

Liliweri, Alo. Makna Budaya dalam Komunikasi Antar Budaya. Yogyakarta: LkiS Yogyakarta. 2007.


(6)

http://www.unsri.ac.id/upload/arsip/Etika_1.pdf, diakses pada tanggal 23 Desember 2015.