Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepuasan Guru dan Siswa terhadap Pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung T2 942009102 BAB II

(1)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Konsep tentang Pelayanan Pendidikan

Menurut Suyanto (2005) proses pendidikan merupakan upaya sadar manusia yang tidak pernah ada hentinya, Sebab jika manusia berhenti melakukan pendidikan, sulit dibayangkan apa yang akan terjadi pada sistem peradaban dan budayanya. Sejak zaman batu sampai zaman modern, proses pendidikan manu-sia tetap berjalan, meskipun tidak harus terjadi dalam bentuk yang formal di jenjang persekolahan, karena proses pendidikan harus berjalan sampai kapan pun.

Sistem pendidikan yang dibangun perlu disesu-aikan dengan tuntutan zaman, agar pendidikan dapat menghasilkan out come yang relevan dengan tuntutan zaman. Oleh karena itu, sistem pendidikan kita juga harus relevan dengan tuntutan kualitas global. Itulah persoalan besar bagi pendidikan kita dalam mengha-dapi globalisasi dunia.

Bidang pendidikan memang menjadi tumpuan harapan bagi peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia untuk menghadapi proses globalisasi di hampir semua aspek kehidupan. Kondisi seperti ini juga berarti bahwa daya saing kita secara global masih rendah. Padahal, tugas utama


(2)

pendidik-an nasional kita ialah melahirkpendidik-an SDM ypendidik-ang memiliki kualitas yang berstandar global.

2.2 Strategi Layanan Pendidikan

Sallis (2010: 5-7) menyatakan bahwa strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah, tusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai insti-tusi jasa atau dengan kata lain menjadi industri jasa, yakni institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan

(costumer). Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh

pelanggan tentu saja merupakan sesuatu yang ber-mutu dan memberikan kepuasan pada mereka. Pada saat itulah, dibutuhkan suatu sistem manajemen yang mampu memberdayakan institusi pendidikan agar lebih bermutu.

Manajemen pendidikan mutu terpadu berlan-daskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Organisasi-organisasi yang menganut konsep TQM melihat mutu sebagai suatu yang didefinisikan oleh pelanggan-pelanggan mereka. Pelanggan adalah wasit terhadap mutu dan institusi sendiri tidak akan mampu bertahan tanpa mereka (Sallis, 2010: 55).

Strategi penerapan Total Quality Management

(TQM) institusi atau lembaga pendidikan diposisikan sebagai industri atau institusi jasa, maka fungsinya adalah memberikan layanan yang sesuai dengan apa


(3)

yang diinginkan oleh pelanggan (Sallis, 2008). Jika institusi pendidikan ingin tetap eksis, maka harus me-menuhi harapan, mampu memberikan layanan pendi-dikan yang berkualitas atau memuaskan pelanggan-nya (Syaffarudin (2002).

Institusi pendidikan perlu mengenali pelanggan-nya serta kebutuhanpelanggan-nya agar dapat memberikan layananan pendidikan yang memuaskan. Dengan memberikan kepuasan kepada pelanggan, akan mem-bangun kesetiaan pelanggan (Ellitan dan Anatan, 2007). Pelanggan adalah orang yang menuntut kita untuk memenuhi standar kualitas tertentu, orang yang sangat penting yang harus dipuaskan; raja; yang membawa kita kepada kebutuhannya. Tidak ada seorang pun yang pernah menang beradu argumentasi dengan mereka. Mereka tidak bergantung kepada kita, tetapi kitalah yang bergantung kepada mereka. (Gaspersz, 2006c, Sallis 2008).

Psychogios, Priporas (2007) dan (Sallis 2008) mengemukakan bahwa pelanggan internal dalam konteks pendidikan adalah guru, staf, manajer, dan penyelenggara institusi. Mereka menentukan kualitas proses yang berkaitan dengan pemberian layanan/ jasa. Sedangkan pelanggan eksternal adalah murid, orangtua murid/masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Mereka ini menentukan kualitas layanan/ jasa yang diberikan. Keduanya mempunyai kebu-tuhan-kebutuhan yang harus dipenuhi atau dipuas-kan.


(4)

Menurut Sallis (2010: 5) Total Quality Education

(TQE) yang dikembangkan dari konsep Total Quality

Management (TQM) menekankan perbaikan yang

ber-kelanjutan untuk mencapai kebutuhan dan perbaikan secara terus-menerus (continuous improvement). Dengan pengertian bahwa pihak pengelola senantiasa melakukan berbagai perbaikan dan peningkatan seca-ra terus menerus untuk menjamin semua komponen penyelenggara pendidikan telah mencapai standar mutu yang ditetapkan.

Konsep ini juga berarti bahwa antara institusi pendidikan senantiasa memperbaharui proses berda-sarkan kebutuhan dan tuntutan pelanggan. Jika tuntutan dan kebutuhan pelanggan berubah, maka pihak pengelola institusi pendidikan dengan sendiri-nya akan merubah mutu, serta selalu memperbaharui komponen produksi atau komponen-komponen yang ada dalam institusi pendidikan.

Semua masukan selanjutnya akan diolah dalam rangka mempertahankan dan meningkatkan mutu proses hasil pembelajaran. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa dalam manajemen berbasis sekolah, guru dan staf justru dipandang sebagai pelanggan internal, sedangkan pelajar termasuk orangtua pelajar dan masyarakat umum termasuk pelanggan eksternal. Maka pelanggan baik internal maupun eksternal harus dapat terpuaskan melalui interval kreatif pimpinan institusi pendidikan (Sallis, 2010: 12).


(5)

2.3 Kepuasan Pelanggan Secara Umum

Sallis, (2010: 56) mengatakan adanya kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu. Mereka melakukan pe-nilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam persaingan.

Day (dalam Tse dan Wilton, 1988: 204 dan Tjiptono dan Diana, 2002: 102) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan adalah respon pelanggan terha-dap evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaiannya.

Wilkie (1990: 622) mendefinisikannya sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau jasa. Engel,

et al (1990: 545) menyatakan bahwa kepuasan

pe-langgan merupakan evaluasi purna beli dimana alter-natif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpu-asan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kolter (1994: 40) menandaskan bahwa kepu-asan pelanggan adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan harapannya.

Dari definisi-definisi tersebut dapat ditarik ke-simpulan bahwa pada dasarnya pengertian kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau hasil yang dirasakan. Pengertian ini


(6)

di-dasarkan pada disconfirmation paradigma Oliver (dalam Engel, et al., 1990: 545-547).

Tjiptono dan Diana (2002: 103) mengatakan bahwa karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan seseorang atau suatu organisasi, maka hanya merekalah yang dapat menentukan kualitasnya seperti apa dan hanya mereka yang dapat menyam-paikan apa dan bagaimana kebutuhan mereka. Selanjutnya dikatakan unsur-unsur penting di dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu pelanggan haruslah merupakan prioritas utama orga-nisasi, kelangsungan hidup organisasi tergantung pada pelanggan; Pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, oleh kare-na itu kepuasan pelanggan sangat penting; Kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk ber-kualitas tinggi yang berimplikasi pada perbaikan terus-menerus sehingga kualitas harus diperbaharui setiap saat agar pelanggan tetap puas dan loyal.

Karena kepuasan pelanggan merupakan priori-tas paling utama dalam organisasi TQM, maka organi-sasi harus memiliki fokus pada pelanggan. Praktik manajemen tradisional yang menerapkan manajemen berdasarkan hasil bersifat inward-looking. Sedangkan organisasi dengan fokus pada pelanggan bersifat

outward-looking. Unsur yang paling penting dalam

pembentukan fokus pada pelanggan adalah interaksi antara karyawan dan pelanggan.


(7)

Kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menyediakan pela-yanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Apabila pelanggan merasa tidak puas terhadap suatu pelayanan yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien. Hal ini terutama sangat penting bagi pelayanan publik.

Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembang-kan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran.

Fokus utama semua usaha manajemen dalam TQM adalah kepuasan pelangan (Tjiptono dan Diana, 2003). Kepuasan pelanggan adalah kekuatan yang mendorong organisasi untuk meningkatkan kinerja-nya; mewujudkannya setiap orang di dalam organisasi harus memandang perbaikan yang terus menerus ter-hadap produk atau jasa yang dihasilkan sebagai se-suatu yang normal dan mendorong organisasi untuk menginventarisasi data pelanggan, keluhan-keluhan pelanggan, dan standar mutu yang menjadi orientasi pelanggan (Psychogios dan Priporas, 2007).


(8)

Menurut Sallis (2010: 57, 59) standar pelanggan: kepuasan pelanggan memenuhi kebutuhan pelanggan menyenangkan pelanggan. Dalam konsep mutu terpa-du pelanggan adalah raja. Peters dalam Sallis (2010: 57) berpendapat bahwa mutu yang didefinisikan oleh pelanggan jauh lebih penting dibandingkan harga dalam menentukan permintaan barang dan jasa. Peters menemukan kenyataan bahwa pelanggan akan selalu membayar lebih untuk mutu yang baik, tanpa menghiraukan tipe produknya. Pendapat lainnya adalah karyawan jauh lebih berenergi ketika mereka memiliki kesempatan untuk memberikan layanan yang bermutu.

Menurut Sallis (2010: 6) manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan dapat dibedakan menjadi pelanggan dalam (internal costumer) dan pelanggan luar (external costumer).

Selanjutnya dikatakan bahwa dalam dunia pendidikan yang termasuk pelanggan dalam adalah pengelola institusi pendidikan itu sendiri, misalkan manajer, guru, staf, dan penyelenggara institusi. Sedangkan yang termasuk pelanggan luar adalah ma-syarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kepuas-an atas jasa ykepuas-ang diberikkepuas-an.


(9)

Nasution (2004b) mengemukakan bahwa pada pendekatan TQM membedakan pelanggan menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan ekster-nal. Pelanggan internal adalah orang yang terlibat dan berpengaruh dalam menghasilkan produk dan jasa. Sedangkan pelanggan eksternal adalah orang yang memakai produk atau jasa akhir.

Menurut Shipyard (1972) dalam TQM (Tjiptono dan Diana, 2001: 113) Quality Function Deployment

(QFD) fokus utamanya adalah melibatkan pelanggan pada proses pengembangan produk sedini mungkin karena pelanggan tidak akan puas dengan suatu produk meskipun suatu produk yang telah dihasilkan dengan sempurna bila mereka memang tidak meng-inginkan atau membutuhkannya.

QFD menerjemahkan apa yang dibutuhkan pelanggan menjadi apa yang dihasilkan organisasi sehingga memungkinkan organisasi untuk mempriori-taskan kebutuhan pelanggan, menemukan tanggapan inovatif terhadap kebutuhan tersebut, memperbaiki proses hingga tercapai efektivitas maksimum. Hal ini merupakan praktik menuju perbaikan proses yang dapat memungkinkan organisasi untuk melampaui harapan pelanggannya.

QFD terdiri atas beberapa aktivitas yaitu penja-baran persyaratan pelanggan (kebutuhan akan kuali-tas); penjabaran karakteristik kualitas yang dapat di-ukur, penentuan hubungan antara kebutuhan


(10)

kuali-tas dan karakteristik, penetapan nilai-nilai berdasar-kan angka tertentu terhadap masing-masing karakter-istik kualitas. QFM memerlukan pengumpulan masuk-an dmasuk-an umpmasuk-an balik dari pelmasuk-anggmasuk-an. Informasi terse-but kemudian diterjemahkan ke dalam sekumpulan persyaratan pelanggan yang spesifik. Dengan demikian organisasi dapat mengetahui sejauh mana organisasi itu sendiri dan pesaingnya memenuhi kebutuhan pelanggan.

2.4 Kepuasan Layanan Pendidikan Guru dan

Siswa

Nasution (2004b) mengemukakan bahwa pada pendekatan TQM pelanggan dibedakan menjadi dua, yaitu pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Pelanggan internal itu adalah orang yang terlibat dan berpengaruh dalam menghasilkan produk dan jasa. Sedangkan pelanggan eksternal adalah orang yang memakai produk atau jasa akhir.

Menurut Sallis (2010: 6) manajemen pendidikan mutu terpadu berlandaskan pada kepuasan pelanggan sebagai sasaran utama. Pelanggan dapat dibedakan menjadi pelanggan dalam (internal costumer) dan pelanggan luar (external costumer).

Selanjutnya dikatakan pula bahwa dalam dunia pendidikan yang termasuk pelanggan dalam adalah pengelola institusi pendidikan itu sendiri, misalkan manajer, guru, staf, dan penyelenggara institusi.


(11)

Sedangkan yang termasuk pelanggan luar adalah masyarakat, pemerintah dan dunia industri. Jadi suatu institusi pendidikan disebut bermutu apabila antara pelanggan internal dan eksternal telah terjalin kepuasan atas jasa yang diberikan.

Ketika fokus utama dari sekolah, perguruan tinggi atau universitas adalah pelanggan eksternalnya, pelajar, orangtua, dan lain-lain, penting untuk diingat bahwa setiap orang yang bekerja dalam masing-masing institusi tersebut dikenal dengan istilah pelanggan internal.

Menurut Sallis (2010: 68,69) ‘Pelanggan utama’ yaitu pelajar yang secara langsung menerima jasa, ‘pelanggan kedua’ yaitu orang tua, gubernur atau sponsor pelajar yang memiliki kepentingan langsung secara individu maupun secara institusi, dan “pelanggan ketiga” yaitu pihak yang memiliki peran penting, meskipun tak langsung, seperti pemerintah dan masyarakat secara keseluruhan.

Dikatakan oleh Peters dan Weterman dalam Salis (2010: 59) Suatu organisasi harus menemukan metode-metode yang tepat untuk mendekatkan diri dengan pelanggan mereka agar dapat merespon peru-bahan selera, kebutuhan, dan keinginan mereka. Pelajar atau peserta didik (siswa) dianggap sebagai produk dari pendidikan. Dalam pendidikan kita sering mengatakan seolah-olah pelajar adalah hasil pendi-dikan.


(12)

Keragaman pelanggan membuat seluruh insti-tusi pendidikan harus lebih memfokuskan perhatian me-reka. Bentuk pemasaran yang paling baik dalam pen-didikan adalah pemasaran yang dipilih oleh para pelajar untuk kepentingan mereka masing-masing. Satu hal yang perlu diingat adalah kesuksesan pelajar juga merupakan kesuksesan institusi pendidikannya.

Hubungan internal yang kurang baik akan mengganggu perkembangan institusi, dan akhirnya akan membuat pelanggan eksternal menderita. Pan-dangan dan kebutuhan aneka kelompok pelanggan, baik internal maupun eksternal kebanyakan sama, terutama dalam institusi yang besar dan kompleks. Seluruh pelajar memiliki pandangan yang harus dide-ngar dan ingin diperlakukan dengan adil. Mutu dan keadilan berjalan seiring.

TQM memastikan bahwa proses institusi harus menempatkan sudut pandang pelajar sebagai pusat dari setiap proses perencanaan strategis. Kebutuhan dan gagasan para pelajar seharusnya menjadi fokus utama dari setiap institusi pendidikan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa pandangan kelompok-kelom-pok lainnya serta-merta diabaikan. Pandangan mereka juga tetap diperhitungkan. Bagaimanapun juga, pela-jar adalah alasan utama berdirinya sebuah institusi pendidikan dan reputasi institusi pendidikan itu sen-diri ada di pundak pelajar.


(13)

Disampaikan oleh Lynton Gray dalam Sallis (2010:62) bahwa menghasilkan pelajar dengan standar jaminan tertentu adalah hal mustahil. Sebagaimana Lynton Gray mengungkapkan bahwa manusia tidak sama, dan mereka berada dalam situasi pendidikan dan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan. Menilai mutu pendidikan sangat ber-beda dari memeriksa hasil produksi pabrik atau me-nilai sebuah jasa. Ide tentang pelajar sebagai produk menghilangkan kompleksitas proses belajar, sehingga pendidikan dilihat sebagai sebuah jasa, bukan sebuah bentuk produksi.

TQM adalah sebuah filosofi tentang perbaikan secara terus menerus, yang dapat memberikan se-perangkat alat praktis kepada setiap institusi pendi-dikan dalam memenuhi kebutuhan, keinginan, dan harapan para pelanggannya, saat ini dan untuk masa yang akan datang.

2.4.1 Kepuasan Layanan Pendidikan bagi Guru

Kepuasan layanan pendidikan bagi guru sangat diperlukan untuk memotivasi guru dalam menjalan-kan profesinya. Seperti diungkapkan oleh Suyanto, (2005: 27) bahwa fenomena kehidupan yang amat penting pada abad ke-21 ialah adanya globalisasi hampir pada semua aspek kehidupan, termasuk pe-kerjaan guru yang memiliki tantangan yang bersifat mendunia karena inovasi antar individu di bumi luar biasa pesatnya dalam bidang teknologi komunikasi.


(14)

Guru harus selalu mampu mengikuti perkembangan masyarakat kontemporer yang semakin bersifat global.

Menurut Hidayatullah (2009: 153) guru yang konsisten terhadap profesinya selalu belajar dan me-ngembangkan diri setiap waktu dan sepanjang hayat supaya guru dapat melaksanakan salah satu fungsi-nya sebagai fasilitator atau pelayan. Sejalan dengan itu Supriadi (1999) menyatakan bahwa di antara ber-bagai masukan (input) yang menentukan mutu pendi-dikan (yang ditunjukkan oleh prestasi belajar siswa) sepertiganya ditentukan oleh guru. Faktor guru yang paling dominan mempengaruhi kualitas pembelajaran adalah kinerja mengajar guru.

Untuk peningkatan pelayanan kepada siswanya di dalam maupun di luar kelas seorang guru memer-lukan peningkatan layanan sarana prasarana dan pendidikan sehingga dapat menjadi guru yang profesi-onal. Houle (1980) dalam Suyanto, (2005:28) mengata-kan bahwa ciri-ciri seseorang yang memiliki profesio-nalisme adalah:

Harus memiliki landasan pengetahuan yang kuat, berdasarkan atas kompetensi individual, memiliki sistem seleksi dan sertifikasi, ada kerjasama dan kompetisi yang sehat antar sejawat, adanya kesa-daran profesional yang tinggi, memiliki prinsip-prinsip kode etik, memiliki sistem sanksi profesi, adanya militansi individual dan memiliki organi-sasi profesi.

Handoko (1995: 94) mengemukakan bahwa:

Kebutuhan dan keinginan yang ada dalam diri seseorang akan menimbulkan motivasi


(15)

internal-nya, dan merupakan kekuatan pendorong yang akan mewujudkan suatu perilaku guna mencapai tujuan kepuasan dirinya.

Jadi dengan pemenuhan kebutuhan guru oleh pimpin-an merupakpimpin-an salah satu hal ypimpin-ang dapat mendorong guru untuk dapat melaksanakan pekerjaan yang men-jadi tanggung jawabnya dengan baik. Pada akhirnya dapat mencapai tingkat kepuasan pelanggan organi-sasi tersebut semakin tinggi.

Rendahnya pemenuhan kepuasan kerja dan prestasi kerja yang diperoleh guru belum memberikan dampak yang optimal dalam kedudukan tertentu, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru akan merubah perilaku dan perasaannya. Untuk memper-tahankan stabilitas lembaga pendidikan dalam meng-hadapi kondisi persaingan yang semakin kompetitif dan telah bersifat global maka beberapa persoalan dan aturan telah diperbaiki dan diberlakukan untuk semua guru.

2.4.2 Kepuasan Layanan Pendidikan bagi Siswa

Peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualisasikankan potensi in-telektual, emosional, dan spriritualnya. Para peserta didik tersebut merupakan aset bangsa yang sangat berharga dan merupakan salah satu faktor daya saing yang kuat, yang secara potensial mampu merespon tantangan globalisasi. Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan


(16)

relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun berbagai sektor lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan SDM yang mampu bersaing secara internasional.

Hasil belajar sinonim dengan prestasi belajar, kare-na perolehan hasil belajar dapat ditunjukkan adanya prestasi belajar. Seperti diungkapkan oleh Surakh-mad (1986:48), bahwa prestasi belajar yang baik adalah hasil belajar yang memenuhi standar dan dapat mencapai tujuan belajar baik ditinjau dari sudut guru maupun siswa. Kecakapan dan penge-tahuan yang dimiliki siswa dapat diukur lewat tes hasil belajar. Selain itu suatu kegiatan pendidikan dianggap berhasil apabila proses dan hasilnya dapat memuaskan siswa dan orangtua.

2.5 Kepuasan Guru dan Siswa terhadap

Sekolah

Menurut Salis (2010:70) pandangan dan kebu-tuhan aneka kelompok pelanggan, baik internal maupun eksternal selalu serupa, terutama dalam institusi yang besar dan kompleks. Seluruh pelajar memiliki pandangan yang harus didengar dan ingin diperlakukan dengan adil. Mutu dan keadilan berjalan seiring. TQM memastikan bahwa proses institusi harus menempatkan sudut pandang pelajar sebagai pusat dari setiap proses perencanaan strategis.


(17)

Kebutuhan dan gagasan para pelajar seharus-nya menjadi fokus utama dari setiap institusi pendi-dikan. Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa pan-dangan kelompok-kelompok lainnya serta-merta dia-baikan. Pandangan mereka juga tetap diperhitungkan. Bagaimana pun juga, pelajar adalah alasan utama berdirinya sebuah institusi pendidikan dan reputasi institusi pendidikan itu sendiri ada di pundak pelajar. Gray dalam Sallis (2010:62) mengemukakan bahwa menghasilkan pelajar dengan standar jaminan tertentu adalah hal mustahil. Sebagaimana diungkap-kan oleh Gray bahwa ’manusia tidak sama, mereka berada dalam situasi pendidikan dan pengalaman, emosi, dan opini yang tidak bisa disama-ratakan. Menilai mutu pendidikan sangat berbeda dari meme-riksa hasil produksi pabrik atau menilai sebuah jasa’. Ide tentang pelajar sebagai produk menghilangkan kompleksitas proses belajar, sehingga pendidikan dili-hat sebagai sebuah jasa, bukan sebuah bentuk pro-duksi.

2.6 Cara-cara Meningkatkan Layanan

Pendi-dikan

Sejalan dengan perkembangan pendidikan maka Layanan pendidikan juga harus mengalami peningkat-an, seperti dikatakan oleh Salis (2010:54) bahwa layanan sekolah bisa dikatakan bermutu jika memang telah memenuhi standar. Berbicara mutu berarti


(18)

harus mengerjakan apa yang seharusnya ia kerjakan, dan mengerjakan apa yang diinginkan pelanggan. Mutu harus sesuai dengan tujuannya.

Definisi relatif tentang mutu memiliki dua aspek. Pertama adalah menyesuaikan diri dengan spesifikasi. Kedua adalah memenuhi kebutuhan pelanggan. Sebuah produk dikatakan bermutu selama produk tersebut secara konsisten, sesuai dengan tuntutan pembuatnya.

Jaminan mutu berbeda dari kontrol mutu, baik sebelum maupun ketika proses tersebut berlangsung. Penekanan ini bertujuan untuk mencegah terjadi kesalahan sejak awal proses produksi. Jaminan mutu didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa proses produksi menghasilkan produk yang memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya.

Jaminan mutu adalah sebuah cara memproduk-si produk yang bebas dari cacat dan kesalahan. Tuju-annya, menurut istilah Philip B. Crosby, adalah menciptakan produk tanpa cacat (zero defects); adalah spesifikasi produk secara konsisten atau menghasil-kan produk yang selalu baik sejak awal (right first time every time).

TQM merupakan perluasan dan pengembangan dari jaminan mutu. Adalah usaha menciptakan sebuah kultur mutu, yang mendorong semua anggota stafnya untuk memuaskan pelanggan.


(19)

Salah satu tujuan TQM untuk merubah institusi yang mengoperasikannya (staf) menjadi sebuah tim yang ikhlas, tanpa konflik dan kompetensi internal, untuk meraih sebuah tujuan tunggal, yaitu memuas-kan pelanggan. Institusi pelaku TQM harus menggu-nakan semua cara untuk mengeksplorasi kebutuhan pelanggannya.

Mutu merupakan sesuatu yang memuaskan dan melampaui keinginan dan kebutuhan pelanggan. Definisi ini disebut juga mutu sesuai persepsi (quality

in perception). Mutu ini bisa disebut sebagai mutu

yang hanya ada di mata orang yang melihatnya. Ini merupakan definisi yang sangat penting. Sebab, ada satu resiko yang seringkali kita abaikan dari definisi ini, yaitu kenyataan bahwa para pelanggan adalah pihak yang membuat keputusan terhadap mutu. Mereka melakukan penilaian tersebut dengan merujuk pada produk terbaik yang bisa bertahan dalam per-saingan.

Kebijakan mutu “Fox Valley Technical College” memberikan pengajaran dan layanan mutu yang konsisten dengan standar-standar tertinggi dalam pendidikan. Dengan motto mutu lebih dulu maka “Fox

Valley Technical College” berupaya untuk memberikan

layanan dan pengajaran yang tepat kepada para pela-jar, kepada sesama, dan kepada institusi yang mempe-kerjakan para alumni.


(20)

Dalam semboyan di SMAN 1 Temanggung dika-takan bahwa kebijakan mutu di SMAN 1 Temanggung, seluruh jajaran SMAN 1 Temanggung bertekad bulat untuk menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001:2008, yang pada akhirnya akan menjadi lembaga penyelenggara pendidikan yang berorientasi pada ter-wujudnya siswa yang memiliki keseimbangan spiritual, intelektual, moral budaya dan berdaya saing tinggi dalam perspektif global.

Guna meningkatkan kepuasan pelanggan, maka SMAN 1 Temanggung akan memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan cepat, tepat dan akurat; selalu berorientasi pada pemenuhan harapan pelang-gan internal dan eksternal; meningkatkan presentasi dan lulusan yang bermutu; menyediakan infra-struktur dan sarana prasarana yang memadai; mem-persiapkan siswa yang mampu melakukan telaah ilmu pengetahuan dan keagamaan; memiliki wawasan global; selalu mengikuti dan menerapkan Informasi Teknologi terkini.

SMAN 1 Temanggung sebagai sebuah organisasi harus dapat menunjukkan kemampuannya dalam me-menuhi tuntutan pasar sesuai dengan yang dikatakan oleh Gasperz (2002) bahwa keberhasilan dalam meme-nangkan persaingan tidak hanya ditentukan oleh ke-mampuan dalam mengelola dan meningkatkan sumber daya yang kita miliki, tetapi juga mutu produk menjadi kunci utama, dimana mutu memegang peranan yang sangat penting bagi sebuah organisasi. Oleh karena itu


(21)

mutu merupakan hal yang paling diandalkan oleh sebuah organisasi untuk tetap memberikan yang terbaik bagi para pelanggannya.

Sebagai institusi atau lembaga pendidikan SMAN 1 Temanggung merupakan institusi jasa pendidikan. Sehingga kepuasan pelanggan internal dan eksternal-nya merupakan faktor yang sangat penting untuk eksistensi SMAN 1 Temanggung. Seperti diungkapkan oleh Hardjosoedarmo (2004) agar tetap eksis dan ber-kembang, organisasi atau lembaga pendidikan harus memiliki daya saing yang ditunjukkan melalui pening-katan kualitas layanannya.

Salah satu tujuan TQM adalah merubah institusi yang mengoperasikannya (staf) menjadi sebuah tim yang ikhlas, tanpa konflik dan kompetensi internal, untuk meraih sebuah tujuan tunggal, yaitu memuas-kan pelanggan. Hubungan internal yang kurang baik akan mengalami perkembangan institusi, dan akhir-nya akan membuat pelanggan eksternal menderita.

2.6.1 Peningkatan Mutu Pendidikan

Secara umum, mutu (quality) adalah gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuas-kan kebutuhan yang diharapmemuas-kan, yang terkait dengan produk sedangkan pendidikan itu adalah jasa atau pelayanan (service) produksi barang. Satu-satunya indikator kinerja jasa pelayanan adalah kepuasan


(22)

pelanggan, maka kinerja mutu pendidikan dapat di-ukur dari tingkat kepuasan pelanggan (Depdiknas, 2001; Nurkolis, 2003).

Peningkatan kinerja sekolah dalam mengem-bangkan situasi belajar dan proses pembelajaran untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional secara optimal dalam mengembangkan manusia yang ber-iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-diri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab, dan memiliki daya saing pada taraf internasional, merupakan strategi untuk mening-katkan mutu lulusan agar lulusan SMA dari manapun di Indonesia sama mutunya. Maka target pengem-bangan SMA adalah meningkatkan mutu daya saing lulusan seluruh penyelenggara program dalam menghasilkan mutu lulusan melalui penerapan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) (Dirjen Dikdasmen, 2010).

2.6.2 Peningkatan Layanan Pendidikan dengan SBI

1. Pengertian SBI

Menanggapi permasalahan pendidikan yang di-hadapi bangsa Indonesia, yaitu rendahnya mutu pen-didikan pada setiap jenjang dan satuan penpen-didikan, termasuk pendidikan menengah, pemerintah dalam hal ini Depdiknas melakukan berbagai upaya di


(23)

antaranya meluncurkan program peningkatan mutu melalui Sekolah Bertaraf Internasional (SBI), yang sekarang disebut dengan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).

Menurut Depdiknas (2005: 2), Depdiknas (2006: 5), dan Direktorat Pembinaan SMA:

SBI adalah sekolah untuk anak-anak Indonesia yang diselenggarakan dengan kurikulum lokal tapi bertaraf internasional, sekolah nasional yang me-nyiapkan peserta didiknya berdasarkan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Indonesia dan taraf-nya internasional.

SBI merupakan pengembangan sekolah secara terintegral, hal ini menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan mutu sekolah nasional, baik negeri maupun swasta sehingga menghasilkan siswa yang bermutu dan lulusannya diakui setara dengan seko-lah-sekolah lain di dunia yang bertaraf internasional dan memiliki kemampuan daya saing internasional.

2. Pemuasan Pelanggan Pendidikan melalui Program-program RSBI

Pemuasan pelanggan pendidikan melalui program-program RSBI melalui manajemen sekolah adalah pengorganisasian atau pengelompokan unsur-unsur Pendidikan dalam suatu kegiatan yang teren-cana di sekolah dalam rangka pencapaian tujuan Pendidikan.


(24)

Ditinjau dari manajemen sekolah, untuk penca-paian delapan standar nasional pendidikan, maka sekolah potensial tidak mencapai SNP dan kategori sekolah tersebut belum bermutu dan akan mengarah ke bermutu, jika dilaksanakan pengembangan. Perlu dilaksanakan pengembangan sekolah potensial untuk menjadi SSN. Pencapaian pengembangan sekolah potensial dapat terlaksana dengan maksimal sangat ditentukan oleh karakteristik atau kemampuan sekolah.

Sekolah RSBI, jika ditinjau dari manajemen sekolahnya, kategori sekolah tersebut sudah mencapai SNP dan sudah dikatakan bermutu, namun masih harus melaksanakan pengembangan. Dukungan dari masyarakat, pemerintah kabupaten, pemerintah pro-vinsi sangat dibutuhkan sehingga dambaan akan ada sekolah negeri dengan sertifikasi internasional dapat diwujudkan.

Program prioritas RSBI dalam upaya memuas-kan pelanggan eksternal meliputi adaptasi kurikulum yang setaraf kurikulum internasional, pengembangan materi dan metode yang bervariasi, pendampingan

(outsourching), sistem remedial yang terkontrol,

pe-ningkatan kemampuan guru berbahasa Inggris, ke-giatan ekstra yang mendukung bahasa Inggris, pening-katan kemampuan memecahkan soal secara mandiri, peningkatan kemampuan guru mengajar dengan ber-bagai media, kegiatan ekstra yang mendukung siswa berkarya.


(25)

Untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, kita harus memberikan pelayanan dengan cepat, tepat dan akurat, selalu berorientasi pada pemenuhan harapan pelanggan internal maupun eksternal. Di samping itu perlu meningkatkan presentasi dan lulusan yang ber-mutu, menyediakan infrastruktur dan sarana prasa-rana yang memadai, mempersiapkan siswa yang mampu melakukan telaah ilmu pengetahuan dan keagamaan, serta memiliki wawasan global, dan selalu mengikuti Informasi Teknologi terkini.

Dilaksanakannya program RSBI di SMAN 1 Temanggung berpengaruh pada kepuasan pelanggan internal dan pelanggan eksternal. Guru sebagai pelanggan internal dapat mengalami kepuasan atau ketidakpuasan. Bahkan seorang guru dapat merasa puas terhadap suatu program RSBI, tetapi tidak puas dengan program RSBI yang lain. Demikian pula yang terjadi pada siswa sebagai pelanggan eksternal bisa saja mengalami kepuasan atau ketidakpuasan.

2.6.3 Peningkatan Sumber Daya Manusia

Sebagai organisasi jasa pendidikan maka Sumber Daya Manusia (SDM) internal perlu mengeta-hui tentang kesesuaian pada persyaratan-persyarat-annya. Menurut Efendi (2008) supaya dapat mencapai

output yang maksimal maka kinerja Sumber Daya

Manusia (SDM) internal pada suatu sekolah harus selalu mengalami peningkatan. Guru dan karyawan


(26)

menjadikan sekolah sebagai wahana untuk Berkarya, Belajar, Bersilaturahim, Beramal dan Beribadah.

Porter (1997: 54) mengatakan bahwa jika bangsa Indonesia ingin menghasilkan berbagai keunggulan kompetitif dari outcome. Pendidikan, inovasi harus menjadi prioritas penting dalam pengembangan sistem pendidikan. Tanpa ada inovasi yang signifikan, pendi-dikan nasional hanya akan menghasilkan lulusan yang tidak mandiri.

Menurut Kathleen (2002), pengembangan Seko-lah Bertaraf Internasional tidak dapat terlepas dari pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Penerapan MBS yang efektif secara spesifik meng-identifikasi lima manfaat Standar pembelajaran SBI yang ditetapkan Depdiknas (2005:1) yaitu

mewujud-kan life skills (kecakapan bekerja) siswa dengan

mem-berdayakan multiple intelligence (berbagai kecerdas-an) melalui proses pembelajaran yang bersifat kon-tekstual; menjaga iklim yang kondusif untuk PBM; mengalokasikan waktu yang cukup bagi PBM; meng-gunakan strategi mengajar, remediasi, pengayaan dan kegiatan belajar mengajar (KBM) bervariasi untuk mengakomodasi gaya belajar yang berbeda-beda; ber-basis ICT dan menciptakan kondisi belajar yang sesuai dengan sifat kemanusian, lingkungan sosial sekolah dan pemikiran inovatif.


(27)

2.7 Hasil-Hasil Kajian tentang Layanan

Pendidikan, Khususnya yang Dapat

Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Syukri (2010) dalam tinjauan manajemen mutu sekolah di kota Depok berdasarkan ISO 9001 menga-takan adanya kriteria keberhasilan sekolah dalam

Total Quality Management Evaluation (TQME),

keber-hasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelang-gan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikata-kan berhasil jika mampu memberidikata-kan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan.

Selanjutnya menurut Prosiding PPI Standarisasi 2010 dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dika-takan berhasil jika siswa menikmati situasi sekolah atau siswa puas dengan layanan sekolah. Kepuasan tersebut antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, perlakuan oleh guru maupun pimpinan dan fasilitas yang disediakan sekolah. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah. Pihak pema-kai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antar guru/karyawan/pimpinan, gaji/ honorarium, dan sebagainya.


(28)

Sesuai dengan penelitiannya Isjoni (2007) me-ngemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuas-kan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebu-tuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menye-diakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, memi-nimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. (Mengukur Kepuasan Pelanggan, Anonim, 2007).

Selanjutnya Isjoni (2007) menunjukkan bahwa guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Guru yang profesional mengha-silkan pendidikan bermutu dan tidak akan mempu-nyai beban psikologis terhadap berbagai jenis peru-bahan, termasuk perubahan kurikulum pendidikan.

2.8 Kajian tentang Guru dan Siswa terhadap

RSBI secara Umum

Suminto (2009) menunjukkan adanya kontri-busi perilaku kepemimpinan kepala sekolah RSBI, kepuasan kerja, komitmen kerja guru terhadap


(29)

prestasi belajar siswa. Dengan nilai baik dan tingkat kelulusan yang tinggi diyakini berpengaruh terhadap citra baik sekolah di mata masyarakat luas. Adapun upaya yang ditempuh kepala sekolah dan guru adalah dengan meningkatkan kualitas pembela-jaran, mendorong dan memacu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran pokok dan pembelajaran tambahan. Upaya ini ditempuh dengan harapan nilai prestasi belajar siswa pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional tersebut baik dan meng-hasilkan kelulusan setinggi mungkin.

Dalam penelitiannya, Syukri (2010) juga menun-jukkan bahwa manajemen mutu berbasis sekolah ber-tujuan untuk memberdayakan semua komponen sekolah agar lebih optimal dalam melayani siswa, orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan guru/karyawan, serta masyarakat sekitarnya. Jasa pendidikan menunjukkan hasil yang sudah cukup baik, tetapi untuk 1 klausul pengukuran, analisis dan peningkatan mutu pendidikan terlihat masih belum baik.

Untuk memenuhi SNP terlebih mewujudkan SBI, belum tentu semua sekolah dapat mencapainya dengan mudah, sehingga untuk memuaskan pelang-gan pemerintah menginisiasi pembentukan Rencana Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Ber-standar Nasional (SBN), Rencana Sekolah BerBer-standar Nasional (RSBN), dan lainnya.


(30)

Tanggapan mengenai pelaksanaan SBI yang me-rupakan bentuk ketidakpuasan pelanggan terhadap program dan pelaksanaan SBI dirumuskan oleh Dharma (2011) dan mengusulkan penghentian program SBI. SBI dianggap merusak bahasa dan mutu pendidikan, dan merupakan program gagal yang salah model, konsepnya sangat buruk. Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news

developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan

pada sekolah-sekolah yang telah ada (existing school), program SBI telah salah asumsi.

Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam pengantar bahasa Inggris, seorang guru harus memiliki TOEFL> 500, padahal tidak ada hubungannya antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. TOEFL bukanlah ukuran kompetensi pedagogis, sehingga terjadi kekacauan dalam proses belajar-mengajar dan kegagalan didaktik. Akibatnya, banyak siswa SBI justru gagal dalam ujian nasional (UN) karena mereka tidak memahami materi bidang studinya. Itulah fakta keras yang menunjukkan bahwa program SBI ini telah menghancurkan best practice

dan menurunkan mutu sekolah-sekolah terbaik yang dijadikan sekolah SBI.

Di sisi lain Coleman dalam Dharma (2011) me-nunjukkan, bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam proses belajar-mengajar telah merusak kompetensi berbahasa Indonesia siswa. Dengan label SBI, materi


(31)

pelajaran harus diajarkan dalam bahasa Inggris, sementara di seluruh dunia seperti Jepang, China, Korea justru menggunakan bahasa nasionalnya, tetapi siswanya tetap berkualitas dunia.

SBI dinilai telah menciptakan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan, menjadikan sekolah-sekolah publik menjadi sangat komersial, sehingga ada asumsi masyarakat bahwa hanya anak orang kaya yang bisa sekolah di SBI. SBI juga telah melanggar UU Sisdiknas, karena pada tingkat pendidikan dasar sekolah publik atau negeri itu wajib ditanggung peme-rintah. Kenyataannya, dalam SBI peraturan ini tidak berlaku, dan menyebabkan penyesatan pembelajaran. Penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD juga menye-satkan sekolah karena pada akhirnya yang dipenting-kan justru alat ketimbang proses. Padahal, seharus-nya pendidikan lebih ke masalah proses ketimbang alat.

SBI telah menyesatkan tujuan pendidikan. Kesa-lahan konseptual SBI terutama pada penekanannya terhadap segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala hal yang nonakademik. Seolah tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan siswa sebagai seorang yang cerdas akademik belaka, padahal pendidikan bertujuan mendidik manusia seutuhnya, termasuk mengembangkan potensi siswa di bidang seni, budaya, dan olahraga.


(32)

Dharma (2011) mengatakan bahwa SBI adalah sebuah pembohongan publik karena memberikan per-sepsi yang keliru kepada orang tua, siswa, dan masya-rakat sehingga SBI dianggap sebagai sekolah yang "akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan berbagai kelebihannya. Padahal kemungkinan tersebut tidak akan dapat dicapai dan bahkan akan menghan-curkan kualitas sekolah yang ada.

Berdasarkan kajian-kajian di atas yang mendis-kripsikan tentang kepuasan pelanggan dan pening-katan pelayanan terhadap pelanggan maka dirumus-kan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kepuasan guru terhadap pelak-sanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung;

2. Untuk mengetahui kepuasan siswa terhadap pelak-sanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung.


(1)

2.7 Hasil-Hasil Kajian tentang Layanan

Pendidikan, Khususnya yang Dapat

Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Syukri (2010) dalam tinjauan manajemen mutu sekolah di kota Depok berdasarkan ISO 9001 menga-takan adanya kriteria keberhasilan sekolah dalam

Total Quality Management Evaluation (TQME),

keber-hasilan sekolah diukur dari tingkat kepuasan pelang-gan, baik internal maupun eksternal. Sekolah dikata-kan berhasil jika mampu memberidikata-kan pelayanan sama atau melebihi harapan pelanggan.

Selanjutnya menurut Prosiding PPI Standarisasi 2010 dilihat jenis pelanggannya, maka sekolah dika-takan berhasil jika siswa menikmati situasi sekolah atau siswa puas dengan layanan sekolah. Kepuasan tersebut antara lain puas dengan pelajaran yang diterima, perlakuan oleh guru maupun pimpinan dan fasilitas yang disediakan sekolah. Orang tua siswa puas dengan layanan terhadap anaknya maupun layanan kepada orang tua, misalnya puas karena menerima laporan periodik tentang perkembangan siswa maupun program-program sekolah. Pihak pema-kai/penerima lulusan (perguruan tinggi, industri, masyarakat) puas karena menerima lulusan dengan kualitas sesuai harapan. Guru dan karyawan puas dengan pelayanan sekolah, misalnya pembagian kerja, hubungan antar guru/karyawan/pimpinan, gaji/ honorarium, dan sebagainya.


(2)

Sesuai dengan penelitiannya Isjoni (2007) me-ngemukakan bahwa kepuasan pelanggan adalah suatu keadaan dimana keinginan, harapan dan kebutuhan pelanggan dipenuhi. Suatu pelayanan dinilai memuas-kan bila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebu-tuhan dan harapan pelanggan. Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan elemen penting dalam menye-diakan pelayanan yang lebih baik, lebih efisien dan lebih efektif. Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, memi-nimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran. (Mengukur Kepuasan Pelanggan, Anonim, 2007).

Selanjutnya Isjoni (2007) menunjukkan bahwa guru adalah kondisi yang diposisikan sebagai garda terdepan dan posisi sentral di dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Guru yang profesional mengha-silkan pendidikan bermutu dan tidak akan mempu-nyai beban psikologis terhadap berbagai jenis peru-bahan, termasuk perubahan kurikulum pendidikan.

2.8 Kajian tentang Guru dan Siswa terhadap

RSBI secara Umum

Suminto (2009) menunjukkan adanya kontri-busi perilaku kepemimpinan kepala sekolah RSBI, kepuasan kerja, komitmen kerja guru terhadap


(3)

prestasi belajar siswa. Dengan nilai baik dan tingkat kelulusan yang tinggi diyakini berpengaruh terhadap citra baik sekolah di mata masyarakat luas. Adapun upaya yang ditempuh kepala sekolah dan guru adalah dengan meningkatkan kualitas pembela-jaran, mendorong dan memacu siswa untuk lebih aktif dalam proses pembelajaran pokok dan pembelajaran tambahan. Upaya ini ditempuh dengan harapan nilai prestasi belajar siswa pada mata pelajaran yang diujikan secara nasional tersebut baik dan meng-hasilkan kelulusan setinggi mungkin.

Dalam penelitiannya, Syukri (2010) juga menun-jukkan bahwa manajemen mutu berbasis sekolah ber-tujuan untuk memberdayakan semua komponen sekolah agar lebih optimal dalam melayani siswa, orang tua, pihak pemakai/penerima lulusan, dan guru/karyawan, serta masyarakat sekitarnya. Jasa pendidikan menunjukkan hasil yang sudah cukup baik, tetapi untuk 1 klausul pengukuran, analisis dan peningkatan mutu pendidikan terlihat masih belum baik.

Untuk memenuhi SNP terlebih mewujudkan SBI, belum tentu semua sekolah dapat mencapainya dengan mudah, sehingga untuk memuaskan pelang-gan pemerintah menginisiasi pembentukan Rencana Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), Sekolah Ber-standar Nasional (SBN), Rencana Sekolah BerBer-standar Nasional (RSBN), dan lainnya.


(4)

Tanggapan mengenai pelaksanaan SBI yang me-rupakan bentuk ketidakpuasan pelanggan terhadap program dan pelaksanaan SBI dirumuskan oleh Dharma (2011) dan mengusulkan penghentian program SBI. SBI dianggap merusak bahasa dan mutu pendidikan, dan merupakan program gagal yang salah model, konsepnya sangat buruk. Kemdiknas membuat panduan model pelaksanaan untuk SBI baru (news

developed), tetapi yang terjadi justru pengembangan

pada sekolah-sekolah yang telah ada (existing school), program SBI telah salah asumsi.

Kemdiknas mengasumsikan, bahwa untuk dapat mengajar hard science dalam pengantar bahasa Inggris, seorang guru harus memiliki TOEFL> 500, padahal tidak ada hubungannya antara nilai TOEFL dengan kemampuan mengajar hard science dalam bahasa Inggris. TOEFL bukanlah ukuran kompetensi pedagogis, sehingga terjadi kekacauan dalam proses belajar-mengajar dan kegagalan didaktik. Akibatnya, banyak siswa SBI justru gagal dalam ujian nasional (UN) karena mereka tidak memahami materi bidang studinya. Itulah fakta keras yang menunjukkan bahwa program SBI ini telah menghancurkan best practice dan menurunkan mutu sekolah-sekolah terbaik yang dijadikan sekolah SBI.

Di sisi lain Coleman dalam Dharma (2011) me-nunjukkan, bahwa penggunaan bahasa Inggris dalam proses belajar-mengajar telah merusak kompetensi


(5)

pelajaran harus diajarkan dalam bahasa Inggris, sementara di seluruh dunia seperti Jepang, China, Korea justru menggunakan bahasa nasionalnya, tetapi siswanya tetap berkualitas dunia.

SBI dinilai telah menciptakan diskriminasi dan kastanisasi dalam pendidikan, menjadikan sekolah-sekolah publik menjadi sangat komersial, sehingga ada asumsi masyarakat bahwa hanya anak orang kaya yang bisa sekolah di SBI. SBI juga telah melanggar UU Sisdiknas, karena pada tingkat pendidikan dasar sekolah publik atau negeri itu wajib ditanggung peme-rintah. Kenyataannya, dalam SBI peraturan ini tidak berlaku, dan menyebabkan penyesatan pembelajaran. Penggunaan piranti media pendidikan mutakhir dan canggih seperti laptop, LCD, dan VCD juga menye-satkan sekolah karena pada akhirnya yang dipenting-kan justru alat ketimbang proses. Padahal, seharus-nya pendidikan lebih ke masalah proses ketimbang alat.

SBI telah menyesatkan tujuan pendidikan. Kesa-lahan konseptual SBI terutama pada penekanannya terhadap segala hal yang bersifat akademik dengan menafikan segala hal yang nonakademik. Seolah tujuan pendidikan adalah untuk menjadikan siswa sebagai seorang yang cerdas akademik belaka, padahal pendidikan bertujuan mendidik manusia seutuhnya, termasuk mengembangkan potensi siswa di bidang seni, budaya, dan olahraga.


(6)

Dharma (2011) mengatakan bahwa SBI adalah sebuah pembohongan publik karena memberikan per-sepsi yang keliru kepada orang tua, siswa, dan masya-rakat sehingga SBI dianggap sebagai sekolah yang "akan" menjadi sekolah bertaraf Internasional dengan berbagai kelebihannya. Padahal kemungkinan tersebut tidak akan dapat dicapai dan bahkan akan menghan-curkan kualitas sekolah yang ada.

Berdasarkan kajian-kajian di atas yang mendis-kripsikan tentang kepuasan pelanggan dan pening-katan pelayanan terhadap pelanggan maka dirumus-kan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kepuasan guru terhadap pelak-sanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung;

2. Untuk mengetahui kepuasan siswa terhadap pelak-sanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung.


Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Motivasi Kerja Guru dan Kepuasan Kerja Guru dengan Kinerja Guru SMA Negeri di Kabupaten Temanggung T2 942010036 BAB II

0 0 32

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kinerja Komite Sekolah di Sekolah Dasar Masehi Temanggung T2 942011046 BAB II

0 0 30

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kinerja Guru Wiyata Bhakti Sekolah Dasar Negeri Kecamatan Kaloran Kabupaten Temanggung T2 942011090 BAB II

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Christian Entrepreneurship T2 912010027 BAB II

0 1 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepuasan Guru dan Siswa terhadap Pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung

0 0 12

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepuasan Guru dan Siswa terhadap Pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung T2 942009102 BAB I

0 0 9

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepuasan Guru dan Siswa terhadap Pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung T2 942009102 BAB IV

0 1 55

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepuasan Guru dan Siswa terhadap Pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung T2 942009102 BAB V

0 0 10

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kepuasan Guru dan Siswa terhadap Pelaksanaan RSBI di SMAN 1 Temanggung

0 0 107

T2__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Evaluasi Pelaksanaan Program Sertifikasi Guru Sekolah Dasar Kabupaten Wonosobo T2 BAB II

0 1 27