Makalah Aika UMT | Artikel Karya Ku MAKALAH AIKA

(1)

KATA PENGANTAR

Segala pujian dan permohonan hanya ditujukan kepada Allah SWT yang ditangan-Nya lah islam dapat berjaya hingga berabad-abad lamanya dan karena meninggalkan-Nya lah islam mengalami kemunduran. Shalawat serta salam kami sanjungkan kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya yang suci dan sahabatnya yang terpilih, karena merekalah pembaharu pertama dalam islam dan membekas hingga kini.

Kami ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Al-Islam Kemuhammadiyahan, Bapak H. Zulkifli, S.Ag.M.A yang telah memberikan kami kesempatan untuk belajar dan menemukan hal-hal baru dalam ilmu dan pengetahuan. Kami juga ucapkan terima kasih kepada seluruh komponen yang telah membantu terwujudnya makalah ini. Semoga makalah ini dapat berguna sekarang maupun di masa mendatang. Amien.


(2)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Latar belakang kebangkitan dunia islam sebenarnya sudah banyak dipaparkan dalam al-Quran. Misalnya, dalam al-Quran Surat Al-Maidah ayat 54. Disitu disebutkan ciri-ciri satu kaum yang dijanjikan Allah yang akan meraih kemenangan: mereka dicintai Allah dan mereka mencintai Allah; mereka saling mengasihi sesama mukmin; mereka memiliki sikap ‘izzah terhadap orang-orang kafir, mereka berjihad di jalan Allah, dan mereka tidak takut dengan celaan orang-orang yang memang suka mencela. Kaum seperti inilah yang harus mampu dibentuk oleh umat islam, khususnya lembaga-lembaga pendidikan islam.

Hanya saja, saat bicara tentang kebangkitan islam, maka yang perlu didefinisikan terlebih dahulu adalah apa yang sebenarnya disebut dengan “bangkit”. Sebab, jangan-jangan makna kata “bangkit” itu sendiri sudah kabur di benak banyak kaum Muslimin. Seperti kaburnya makna kata “kemajuan”, “pembangunan”, “kebebasan”, dan sebagainya. Misalnya, negara-negara Barat membuat definsi yang materialistis terhadap makna “kemajuan”. Mereka membagi negara-negara di dunia menjadi negara maju, negara sedang berkembang dan negara terbelakang. Tentu saja, ukuran-ukuran yang digunakan adalah ukuran kemajuan materi. Faktor akhlak tidak masuk dalam definisi “kemajuan” atau “pembangunan” tersebut. Jadi, jika dikatakan suatu negara sudah maju, maka yang dimaksudkan adalah kemajuan materi, khususnya dalam ekonomi, sains dan teknologi. Padahal, secara akhlak negara itu sebenarnya hancur-hancuran.

Kita, kaum Muslimin yang masih memiliki keimanan dan menjaga akhlak mulia, sudah selayaknya tidak merasa hina dan rendah martabat saat berhadapan dengan dunia Barat yang serba gemerlap dalam dunia materi. Kita sungguh kasihan kepada sebagian pejabat kita yang rela begadang, bersorak-sorai,


(3)

menghambur-hamburkan uang hanya untuk menyambut pergantian Tahun Baru dalam tradisi Barat. Mestinya, jika mereka Muslim, mereka mengajak rakyatnya untuk beribadah, mensyukuri setiap tambahan nikmat umur yang mereka terima dari Allah SWT. B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah dan kejayaan Islam?

2. Bagaimana masa pergerakkan Taqiyuddin Ibnu Taimiyah

3. Bagaimana masa pergerakkan Muhammad Ibnu Abdul Wahhab? 4. Bagaimana masa pergerakkan Jamaluddin Al Afgani?


(4)

BAB 11 PEMBAHASAN

A. Sejarah dan Kejayaan Islam

Sejarah Islam di dunia mencatat bahwa Islam menjadi satu-satunya agama yang berkembang paling cepat. Nabi Muhammad hidup hanya usia 63 th, beliau menjadi Nabi sejak usia 40 th, dan hanya 23 th saja beliau menjadi mampu mendidik generasi Islam yang luar biasa. Generasi-generasi Islam yang mampu menguasai peradaban dunia dalam kurun waktu ± 13 abad dan menciptaka sejarah Islam di dunia dengan citra yang baik. Sebuah sejarah baik yang terlahir dari sejarah Islam di dunia memang telah ditorehkan oleh Nabi Muhammad SAW. Berkat kepemimpinan dan usaha yang baik untuk menegakkan Islam, beliau diakui sebagai seorang pemimpin yang berhasil. Bahkan oleh masyarakat di luar agama Islam itu sendiri. Sebuah kebanggan memiliki panutan seperti beliau. Bahwa ketekunan dan kesabaran yang beliau miliki memang tidak perlu lagi diragukan sebagai pelajaran hidup. Sejarah Islam di dunia bahkan mencatat pemkiran dari seorang Perancis yang menyatakan kehebatan dari dunia Islam. Dr. Gustave Le Bone, seorang pemikir dari Perancis pernah mengatakan bahwa tidak ada bangsa-bangsa manapun yang bisa mengadakan perubahan berarti bagi dunia dalam satu abad. Tapi cerita sejarah di dunia mengatakan bahwa umat Islam yang dipimpin oleh Muhammad sudah dapat mengadakan perubahan masyarakat baru yang signifikan hanya dalam tempo 23 th. Suatu hal yang luar biasa dan tidak dapat ditiru oleh orang atau bangsa manapun. Sejarah Islam di dunia berlangsung dari abad ke-6 Masehi hingga abad ke-12 Masehi. Dimulai dari periode kepemimpinan Nabi Muhammad SAW ( 622-632 M ), kemudian diteruskan oleh generasi Khulafaurasyidin ( 750-1258 M), kemudian masa kekhalifahan bani Umayyah ( 661-750 M ), dan Bani Abbasiyah ( 750-1258 M ) hingga terakhir rutuhnya kekhalifahan Turki Usmani pada tanggal 3 Maret 1924 M. Periode Kepemimpinan Nabi Muhammad ( 622-632 M ) Perkembangannya dibagi


(5)

menjadi dua fase, yaitu fase perjuangan di Mekkah dan fase perkembangan Islam di Madinah. Fase mekkah berlangsung selama 13 th. Fase ini merupakan fase paling berat yang dialami Nabi Muhammad karena beliau harus menghadapi berbagai tantangan dari kaum kafirin. Karena besarnya tantangan di mekkah, nabi Muhammad SAW bersama pengikutnya pun hijrah ke Madinah. Dilanjutkan fase kedua perkembangan Islam terjadi di Madinah dan berlangsung selama 10 th. Fase ini dimulai saat Nabi Muhammad dan pengikutnya hijrah dari Mekkah. Di Madinah, Nabi mulai membangun peradaban dan masyarakat yang madani di bawah pemerintahan Islam. Setelah terbentuknya pemerintahan Islam di Madinah, Islam pun kemudian menyebar dengan cepat ke negara-negara lain. Wilayah penyebarannya meliputi asia barat daya, asia tengah dan wilayah afrika. Periode Khulafaurasyidin Setelah wafatnya nabi Muhammad, pemerintahan Islam dipimpin oleh para khalifah dari kalangan sahabat nabi, yaitu Abu bakar as-sidiq, umar bin khatab, ustman bin affan dan ali bin abi thalib. Pada masa ini gerakan penaklukan pun terus bergulir dengan cepat. Umat Islam berhasil menguasai wilayah arabia timur dan utara. Mereka juga berani menyerang benteng-benteng pertahanan romawi timur, persia, irak, siria dan mesir dapat ditaklukkan dalam kurun waktu yg tidak telalu lama. Kedaulatan Umayyah pertama kali dipimpin oleh Muawiyah bin abu sofyan. Pada masa ini perluasan wilayah dilanjutkan dengan menaklukkan Tunisia. Kemudian, ekspansi belanjut ke sebalah timur untuk menguasai daerah Khurasan, Afghanistan sampai ke Kabul. Diwarnai dengan adegan-adegan menegangkan layaknya adegan di film perang. Pasukan Islam menyiapkan banyak pasukan. Dari anakatan laut, umat Islam melakukan serangan ke binzantium. Ekspansi ke bagian timur dilanjutkan malik bin marwin, perluasan wilayah dilakukan dengan menguasai balkanabad, bukhara, khawarizm, ferghana dan samarkhan. Bahkan ada pula para pejuang Islam yang sampai ke India dan melakukan penaklukkan sebagian wilayah di sana. Perluasan wilayah tersebut berlanjut dari satu pemimpin hingga ke pemimpin berikutnya. Islam mulai merambahi daratan Eropa, Afrika dan Asia. Pada masa ini banyak terjadi peselisihan dan perang saudar anatar sesama umat Islam. Hal ini yang menyebabkan runtuhnya bani ummayyah tahun 750 M. Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan


(6)

Abbasiyah (Arab: ﺒﻌﻟﺍ ﻦﻳﺪﺳﺎ, al-Abbāsidīn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad. Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang. Pada awalnya Muhammad bin Ali, cicit dari Abbas menjalankan kampanye untuk mengembalikan kekuasaan pemerintahan kepada keluarga Bani Hasyim di Parsi pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Selanjutnya, pada masa pemerintahan Khalifah Marwan II, pertentangan ini semakin memuncak dan akhirnya pada tahun 750, Abu al-Abbas al-Saffah berhasil meruntuhkan Daulah Umayyah dan kemudian dilantik sebagai khalifah. Bani Abbasiyah berhasil memegang kekuasaan kekhalifahan selama tiga abad, mengkonsolidasikan kembali kepemimpinan gaya Islam dan menyuburkan ilmu pengetahuan dan pengembangan budaya Timur Tengah. Tetapi pada tahun 940 kekuatan kekhalifahan menyusut ketika orang-orang non-Arab, khususnya orang Turki (dan kemudian diikuti oleh Mamluk di Mesir pada pertengahan abad ke-13),


(7)

mulai mendapatkan pengaruh dan mulai memisahkan diri dari kekhalifahan. Meskipun begitu, kekhalifahan tetap bertahan sebagai simbol yang menyatukan umat Islam. Pada masa pemerintahannya, Bani Abbasiyah mengklaim bahwa dinasti mereka tak dapat disaingi. Namun kemudian, Said bin Husain, seorang muslim Syiah dari dinasti Fatimiyyah mengaku dari keturunan anak perempuannya Nabi Muhammad, mengklaim dirinya sebagai Khalifah pada tahun 909, sehingga timbul kekuasaan ganda di daerah Afrika Utara. Pada awalnya beliau hanya menguasai Maroko, Aljazair, Tunisia dan Libya. Namun kemudian, beliau mulai memperluas daerah kekuasaannya sampai ke Mesir dan Palestina, sebelum akhirnya Bani Abbasyiah berhasil merebut kembali daerah yang sebelumnya telah mereka kuasai dan hanya menyisakan Mesir sebagai daerah kekuasaan Bani Fatimiyyah. Dinasti Fatimiyyah kemudian runtuh pada tahun 1171. Sedangkan Bani Umayyah bisa bertahan dan terus memimpin komunitas Muslim di Spanyol, kemudian mereka mengklaim kembali gelar Khalifah pada tahun 929, sampai akhirnya dijatuhkan kembali pada tahun 1031.

Turki Usmani Ustmaniyah didirikan oleh bani utsman yang berkuasa lebih dari 6 abad. Pada masa ini, zaman khalifah sulaiman al qanuni ( 1520-1566 ) merupakan masa kejayaan dan kebesaran yang pada masanya telah jauh meninggalkan peradaban Eropa di segala bidang. Kesultanan utsmaniyah perlahan-lahan terkikis dan makin runtuh pada abad ke19. Musuh-musuh Islam telah berhasil meleaskan ideologi Islam dari tubuh umat Islam. Mereka membutuhkan waktu selama satu abad melemahkan kekuatan Islam. Akhir peradaban Islam masa utsmaniyah benar-benar runtuh pada abad ke-20.

B. TOKOH-TOKOH GERAKAN PEMBAHARUAN ISLAM 1. Taqiyuddin Ibnu Taimiyah (1263-1350)


(8)

Ibnu Taimiyah yang nama lengkapnya Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdussalam bin Taimiyah Al Harani Al Hanbali lahir pada tanggal 22 januari 1263 Miladiyah di Kota Harran, siria. Ibnu Taimiyah pertama kali belajar ilmu agama kepada ayahnya yang bernama Syihabudin yang terkenal alim dalam ilmu hadist dan khatib terkenal di masjid Damaskus, Siria. Kemudian, beliau melanjutkan belajar kepada beberapa ulama terkenal seperti Zainudin Al Muqaddasy, Najamuddin Ibnu Syakir, Zainab binti Makky dan ulama lain di kota Damaskus, Siria.

Pada masa hidupnya, beliau menyaksikan serbuan pasukan tartar telah menggilis wilayah islam sejak dari tepi sungai Indus sampai sungai Eufrat dan terus bergerak maju menuju Syam disatu sisi. Sementara di sisi lain untuk islam sepeninggal Imam Al Ghazali mengalami kemerosotan kembali yang cukup mengesankan akibat logis dari pertempuran berat dan panjang ketika menghadapi pasukan tartar selama lima puluh tahun. Dengannya umat islam dihantui oleh rasa ketakutan dan gemetar dalam hati sanubari mereka.

Ketika orang-orang Tartar berkuasa dan menanamkan pengaruhnya di kalangan para ulama, fuqaha(ahli fiqih) dan para pengusa, moral dan kemerosotan umat islampun makin menjadi-jadi dan bahkan jauh lebih hancur ketimbang masa-masa sebelumnya. Taqlid buta merajalela, sehingga mazhab-mazhab fiqh dan aliran teknologi hampir berubah menjadi agama. Ijtihadpun berubah menjadi suatu kemaksiatan, bid’ah dan khurafat disandarkan pada hukum syara’ dan merujuk kepada kitab Allah dan sunnah Rasul merupakan suatu dosa yang tidak terampunkan. Dalam keadaan seperti ini, masyarakat islam makin terjerumus pada kebodohan dan kesesatan, sedangkan para ulama hanya memiliki wawasan yang sempit.

Tidak lama kemudian munculah seorang imam dan ulama hadits yang mencoba untuk memperbaiki umat islam yang tengah dilanda kezaliman dan kebobrokan. Imam tersebut adalah Ibnu Taimiyah. Kegigihan dan ketinggian


(9)

semangatnya dalam mendalami agama menghantarkannya pada kedudukan mujtahid mutlak.

b. Ide Pembaharuannya

Kerangka dasar pemikiran Ibnu Taimiyah adalah menunjukkan bahwa islam dan pembaharuan islam memerlukan suatu cara, yaitu jalan tengah dan sintetik (buatan). Pada kenyataannya, jalan tengah harus dipadukan dengan perkembangan dalam islam yang bermacam-macam tersebut dengan tetap berpegang pada ajaran pokok islam yang termaktub dalam al Qur’an dan sunnah yang murni, yang tidak terkontaminasi oleh budaya-budaya asing. Adapun ide-ide pembaharuan Ibnu Taimayah adalan sebagai berikut :

1. melakukan kritik dengan cara yang jauh lebih tajam dan ketat dibanding apa yang telah dilakukan oleh imam gazali.

2. menegakkan dalil dan bukti berdasarkan akidah, hukum dan kaidah-kaidah islam dengan sseirama dengan apa yang dilakukan Imam Al Gazali, dan bahkan bila dilihat apa yang dikemukakan Imam Al Gazali benyak sekali mempergunakan istilah-istilah logika.

3. Ibnu Taimiyah tidak saja menolak segala bentuk taqlid buta, melainkan lebih dari itu.

4. memerangi bid’ah, taqlid, kemajuan berfikir, kesesatan aqidah, dan dekadensi moral.

Ijtihad dalam islam memegang peran yang sangat besar karena hanya dengan prinsip inilah islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta tidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan perkembangan dan kemajuan yang bersinambungan didalam syari’ah.

2. Muhammad Ibnu Abdul Wahhab (1703-1787) a. Riwayat Hidup


(10)

Muhammad bin Abdul Wahab hidup di tengah-tengah keluarga yang dikenal dengan nama keluarga ‘Musyarraf’ (alu Musyarraf). Alu Musyarraf merupakan cabang dari kabilah Tamin. Sedangkan, Musyarraf adalah kakeknya yang ke-9 menurut riwayat yang rajah. Dengan demikian, nasabnya adalah Muhammad bin Abdul Wahab bin Sulaiman bin Ali Ahmad bin Rasyid bin Buraid bin Muhamad bin Buraid bin Musyaraf.

Beliau dilahirkan di daerah Uyainah pada tahun 1115 H, terletak di wilayah Yamamah yang masih bagian dari Nejd. Uyainah berada di arah barat laut dari kota Riyadh yang berjarak sekitar 70 KM. Ia wafat pada 29 Syawal 1206 H (1793) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri dalam da'wah dan jihad, termasuk memangku jabatan sebagai menteri penerangan kerajaan Arab Saudi.

Beliau tumbuh di lingkungan keluarga yang cinta ilmu. Ayahnya adalah seorang ulama besar negara yang memegang jabatan peradilan di beberapa daerah. Kakeknya, Syaikh Sulaiman bin Ali adalah seorang ulama terkemuka dan juga imam dalam ilmu fiqh. Jabatan lain yang juga diemban Syaikh Sulaiman adalah sebagai mufti Negara. Dibawah bimbingannya, lahir sejumlah ulama dan para murid yang tersebut di seluruh semenanjung Arab. Maka, wajar jika kemudian lahir seorang keturunan yang faqih dan alim pula. Muhammad bin Abdul Wahab hafal al-Qur'an sebelum usianya mencapai sepuluh tahun, ia belajar fiqh dan hadits dengan ayahnya sendiri, dan belajar tafsir dari guru-guru dari berbagai negeri, terutama di Madinah al-Munawwarah serta memahami Tauhid dari al-Qur'an dan sunnah.

Ibnu Khadamah, seorang ulama Timur Tengah mengatakan, "Muhammad bin Abdul Wahab telah menerapkan semangat menuntut ilmu sejak usia dini. Beliau memiliki kebiasaan yang sangat berbeda dengan dengan anak-anak sebayanya. Beliau tidak suka bermain-main dan perbuatan yang sia-sia. Karena kecintaannya pada ilmu sangat tinggi, dan melihat kondisi masyarakatnya yang kacau balau itulah yang membuat Muhammad bin Abdul Wahab melanglang buana untuk bisa menimba ilmu


(11)

dari para ulama. Ia pernah mengatakan di dalam kitab al-Rasâil al-Syakhsiyyah, yang kemudian dinukil oleh Ibrahim bin Usman bin Muhammad Al-Farisi di dalam kitab Asyhar Aimmah Da'wah Khilal al-Qarnayn, “Diketahui bahwasannya penduduk negriku dan negeri Hijaj yang mengingkari hari kebangkitan itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang meyakininya, yang mengenal agama lebih sedikit jumlahnya dari pada yang tidak mengenalnya, yang menyia-nyiakan shalat itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang menjaganya dan yang enggan mengeluarkan zakat itu lebih banyak jumlahnya dari pada yang mengeluarkannya”. Dikatakan juga bahwa dalam diri Muhammad bin Abdul Wahab terlihat adanya perpaduan antara karakter ayah dan pamannya. Beliau mempunyai ingatan yang cukup baik dan kecintaan yang luar biasa dalam mencari ilmu, sehingga tidak jarang ia mendebat ayah dan pamannya dalam berbagai masalah. Beliau juga sering mendiskusikan kitab al-Syarh al-Kabîr dan kitab al-Mugni wa al-Inshaf.

Ketika berada di Madinah, beliau melihat banyak umat islam di sana yang tidak menjalankan syari'at dan berbuat syirik, seperti perbuatan mengunjungi makam seorang tokoh agama kemudian memohon sesuatu kepada kuburan dan penghuninya. Hal ini menurutnya sangat bertentangan dengan ajaran islam yang mengajarkan manusia untuk tidak meminta sesuatu selain kepada Allah. Hal inilah yang mendorong Syekh Muhammad bin Abdul Wahab untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (‘aqîdah sahîhah). Beliaupun berjanji pada dirinya sendiri akan berjuang untuk mengembalikan akidah umat islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah islam yang murni (Tauhid), jauh dari sifat khurâfat, takhayûl, atau bid'ah. Untuk itu, Beliaupun mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para ulama terdahulu. Lama setelah menetap di Madinah Beliau pindah ke Basrah. Di sana Beliau bermukim lebih lama sehingga banyak ilmu-ilmu yang diperolehnya, terutama di bidang hadits dan musthalah-nya, fiqh dan ushl fiqh-nya, serta ilmu gramatika (ilmu qawâ’id).


(12)

Nejd adalah suatu daerah yang sangat terpencil di pedalaman Arab Saudi, daerah yang tandus dan tidak banyak diperhatikan orang sebelum timbulnya gerakan pembaharuan yang dilancarkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab. Walaupun daerah ini secara resmi merupakan wilayah kekuasaan Turki pada saat itu, namun pemerintah Turki kurang memperhatikan daerah itu dan tidak mempunyai wakil pemerintahan yang efektif di daerah yang dianggap tidak penting ini. Sehingga kabilah-kabilah Arab yang mendiami daerah ini tetap sebagai kelompok-kelompok yang bebas di bawah bimbingan kepala-kepala suku (‘amir-‘amir). Beberapa sejarawan seperti Ibnu Ghudamah, Ibnu Basyar dan lainnya menggambarkan keadaan penduduk negeri Nejd ketika itu banyak dikuasai oleh praktik-praktik bid'ah, khurâfat, kesyirikan dan keterbelakangan dalam memahami agama-agama yang benar. Pandangan masyarakat Nejd terhadap seseorang bergantung pada nasab yang ia miliki. Pada masa itu masyarakat Nejd terbagi menjadi dua kelompok atau dua golongan, Hadhari dan Badawi (Badui). Orang Badui konsisten dengan kehidupan padang pasirnya. Mereka merasa bahwa orang-orang Hadhari lebih rendah di hadapan mereka.

Di awal abad ke-12 H, kawasan Nejd dikuasai oleh kabilah-kabilah. Setiap daerah memiliki ‘amir. Masing-masing daerah/kabilah memiliki kemerdekaan penuh mengatur rumah tangganya sendiri sehingga lebih menyerupai kerajaan-kerajaan kecil. Daerah Uyainah dipimpin oleh Alu Ma'mar, Riyayyah dipimpin oleh Alu Sa'ud, Riyadh oleh Alu Duwas, Hail oleh Alu Ali, Qushaim oleh Alu Hujailan, dan bagian utara Nejd oleh Alu Syubaib.

c. Lahirnya Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab

Dalam kondisi yang sangat sulit, situasi yang buruk, serta keadaan yang gelap gulita, terbitlah cahaya kebenaran yang menyinari segenap ufuk cakrawala yaitu ketika Muhammad bin Abdul Wahab berusaha bangkit dengan membawa da'wah tauhid dan sunnah Nabi. Peristiwa monumental tersebut terjadi pada pertengahan abad ke-20 Hijriyah, ketika ayah beliau masih hidup. Demi memikirkan masa depan agama dan umat, sang ayah ikut merasa prihatin. Namun, beliau menyuruh putranya


(13)

agar tetap tegar. Ketika sang ayah meninggal dunia pada tahun 1153 H, Muhammad Bin Abdul Wahab mulai berani terang-terangan menyingkap kebenaran, memantapkan tauhid, mengibarkan sunnah Nabi saw, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar. Beliau mengingkari berbagai macam bid'ah atau sesuatu yang diada-adakan dalam urusan akidah, ibadah dan istiadat. Beliau juga menyebarluaskan ilmu, menegakkan hukum, menyingkap kejelekan keadaan orang-orang yang jahil, serta menentang orang-orang-orang-orang yang suka berbuat bid'ah dan menuruti keinginan-keinginan hawa nafsu. Pada waktu itulah beliau menjadi terkenal dan ikut bergabung bersamanya orang-orang yang ikhlas, shalih, dan bersemangat dalam memperbaiki agama ini. Ada beberapa orang yang kemudian ikut bergabung bersamanya, terlebih ketika beliau melakukan penebangan terhadap pohon-pohon yang dikeramatkan oleh banyak orang Uyainah. Selanjutnya, beliau merobohkan bangunan-bangunan yang berdiri di atas kuburan dan menghukum rajam terhadap wanita yang mengaku kepadanya telah berzina setelah syarat-syaratnya terpenuhi. Keberanian itu membuatnya semakin terkenal sehingga membuat banyak orang yang kemudian bergabung membelanya secara terang-terangan. Sedangkan, orang-orang yang ragu menjadi takut dan juga segan kepadanya.

d. Dasar-Dasar Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab

Seruan da'wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah berdasarkan pada manhâj islam yang benar sesuai kaedah-kaedah serta prinsip-prinsip agama. Yang paling menonjol ialah upaya untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah semata dan kesetiaan untuk selalu mentaati Allah serta Rasulullah SAW. Beliau sangat antusias dalam melakukan hal-hal sebagai berikut :

 Menanamkan Tauhid secara mendalam dan membasmi syirik serta berbagai macam bid'ah,

 Menegakkan kewajiban-kewajiban agama dan syi'ar-syi'arnya, seperti shalat, jihad dan amar ma'ruf nahi mungkar,


(14)

 Mendirikan masyarakat Islam yang berdasarkan tauhid, sunah, persatuan, kemuliaan, perdamaian dan keadilan.

Semua ini berhasil terwujud di negara-negara yang terjangkau atau yang telah terpengaruh oleh da'wah dan seruannya. Gambaran tersebut nampak jelas di wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Arab Saudi sebagai pengibar bendera gerakan reformasi pada tiga abad periode. Setiap negara yang terjangkau oleh gerakan ini akan kental dengan warna tauhid, iman, sunnah Nabi, perdamaian dan kesejahteraan. Hal ini demi mewujudkan apa yang telah dijanjikan oleh Allah di dalam firman-Nya yang artinya, "Sesungguhnya Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar maha kuat lagi maha perkasa, yaitu orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan shalat, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang ma'ruf, dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allahlah kembali segala urusan" (QS. Al-Hajj:40-41).

e. Keistimewaan Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab

Da’wah yang dilakukan Muhammad bin Abdul Wahab mempunyai banyak kesitimewaan, diantaranya adalah :

1. Perilaku yang Jernih

Sesungguhnya perilaku Muhammad bin Abdul Wahab telah tercermin di dalam pribadi, ilmu, sikap agama, akhlak, dan pergaulannya terhadap orang-orang yang mendukung maupun yang menentangnya.

2. Sumber yang Bersih

Sumber ilmu, adab, dan akhlak yang diterima oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah sumber-sumber yang syar'i, fitrâh, kuat, dan murni. Hal ini merupakan cerminan dari al-Qur'an, sunnah Nabi, dan jejak peninggalan para salaf al-shâlih yang lepas dari falsafah dan tasawuf, kesenangan nafsu, dan kerancuan-kerancuan dalam lingkungan keluarga.


(15)

Dalam menjabarkan ketetapan agama kepada para pengikut dan orang-orang menentangnya adalah manhaj Syar'i yang salaf, murni, bersih dari kotoran-kotoran, asli, kokoh, terang, realistis, yang berpedoman pada al-Qur'an dan sunnah, serta patut untuk mendirikan sebuah masyarakat islami.

4. Berorientasi pada Manhâj Salaf al-Shâlih

Da'wah islam Muhammad bin Abdul Wahab dalam segala sesuatu menggunakan manhâj salaf al-shâlih. Itulah yang membuat manhâj-nya memiliki ciri khas tersendiri, yakni murni, realiatis, mantap dan meyakinkan. Hasilnya beliau sanggup menegakkan syi'ar dan dasar-dasar agama sangat sempurna, yang meliputi masalah tauhid, shalat, jihad, amar ma'ruf nahi mungkar, penegak hukum, keadilan, keamanan, tampilnya keutamaan-keutamaan dan tersembunyinya kerendahan-kerendahan. Agama dan ilmu menjadi sangat marak di setiap negara yang terjangkau oleh seruan da'wahnya yang ada di kerajaan Arab Saudi.

5. Penuh Semangat dan Berwawasan Luas

Hal lain yang membuat manhâj Muhammad bin Abdul Wahab menjadi istimewa ialah semangat dan keyakinannya yang sangat tinggi dalam menegakkan kalimat Allah, membela agama, menyebarkan sunnah Nabi dan mengobati penyakit-penyakit yang diderita oleh umat berupa berbagai macam bid'ah, kemungkaran, kebodohan, perpecahan, kedzaliman dan keterbelakangan. Semangat yang tinggi dan wawasan luas dalam hal teori dan praktek yang dimilikinya nampak jelas dari banyak hal. Diantaranya adalah:

 Perhatiannya yang fokus terhadap masalah-masalah yang utama, seperti masalah tauhid dan kewajiban-kewajiban agama, dengan tidak mengenyampingkan masalah-masalah yang lainnya.

 Kesiapannya sejak dini untuk menghadapi berbagai rintangan, ditambah wawasan yang luas, dan kemampuan memiliki antipasi yang peka untuk menghadapi segala sesuatu yang akan terjadi.


(16)

Berkat Muhammad bin Abdul Wahab, Allah berkenan menolong agama dan memuliakan sunnah Nabi. Beliau baru meningal dunia setelah sempat menyaksikan buah da'wahnya yang beliau rintis dengan susah payah, yakni dengan berkibarnya bendera sunnah dan berdirinya negeri tauhid pada zaman pemerintahan Imam Abdul Aziz bin Muhamad dan putranya, Sa'ud. Bendera tersebut terus berkibar melambangkan kejayaan, kemenangan, kewibawaan, kekuasaan, dan kedamaian. Hal itu dilihat sebagai dominasi agama dan tenggelamnya berbagai macam bid'ah. Kebanyakan gerakan-gerakan islam sekarang ini merupakan kelanjutan yang alami dari gerakan Salafiyah di jazirah Arab.

f. Gagasan dan Pemikiran Da’wah

Diantara gagasan dan pemikiran da'wah Muhammad bin Abdul Wahab adalah: 1. Mengembalikan Islam kepada Al-Quran dan Sunnah Rasulullah saw,

2. Berpegang teguh kepada manhâj ahl al-Sunnah dalam mengambil dalil dan membangun kerangka berfikir,

3. Membersihkan faham tauhid untuk kembali kepada pemahaman yang benar, 4. Berorientasi pada pemahaman tauhid ‘ubudiyah,

5. Menghidupkan kewajiban jihad, dan

6. Menghentikan perbuatan bid'ah dan khurafat yang disebabkan oleh kebodohan.

g. Metode Da’wah Muhammad bin Abdul Wahab 1. Da'wah bî al-Lisân

Salah satu metode da'wah Muhammad Bin Abdul Wahab adalah dengan menyampaikan da'wahnya secara lemah lembut, walaupun pada hakikatnya tidak ada kompromi terhadap kemusyrikan. Contohnya, ketika Muhammad bin Abdul Wahab diancam akan dibunuh atau diusir penguasa, yakni Utsman ibn Ma'mar yang mendapat tekanan dari ‘amir Badawi yang mengirim surat ancaman kepadanya dan memerintahkannya agar menghabisi nyawa Muhamamab bin Abdul Wahab. ‘Amir Utsman khawatir seandainya ia tidak menuruti kemauannya, ‘Amir Badawi itu akan


(17)

mogok membayar upeti dan bahkan memeranginya. Maka ia berkata kepada Muhammad bin Abdul Wahab, "’Amir Badawi telah menyurati kami dan menghendaki begini dan begitu, sedangkan kami tidaklah mungkin untuk membunuh Anda, namun kami pun takut kepada ‘Amir Badawi dan kami tidak mampu untuk menghadapi serangannya. Karenanya, jika Anda memandang baik untuk keluar dari lingkungan kami, lakukanlah!". Maka Muhammad bin Abdul Wahab menjelaskan dengan lidahnya yang fasih,“Bahwasannya yang aku da'wahkan ini adalah agama Alah SWT dan penerapan secara sebenarnya dalil kalimat lâ ilâha illallâh. Dari kesaksian Muhammad adalah utusan Allah maka barang siapa berpegang teguh kepada agama islam ini dan membelanya dengan segala kesungguhan, niscaya akan ditolong dan dikukuhkan Allah SWT sehingga dapat menaklukkan negeri-negeri musuhnya. Jika Tuan sabar, tegak pada yang haq dan menerima karunia da'wah tauhid ini, maka nantikanlah berita gembira. Allah SWT akan menolong dan membela tuan serta akan melindungi tuan dari ‘Amir Badawi itu dan yang lain, dan Allah SWT pun akan memberikan kekuatan tuan untuk dapat menundukkan negeri dan kabilahnya." 2. Da'wah bî al-Kitâb

Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatian untuk menekuni kitab-kitab yang bermafaat dan dikajinya. Sebelumnya Muhammad bin Abdul Wahab memusatkan perhatiannya untuk menekuni Kitabullah. Beliau memiliki buah kajian yang sangat berharga dalam menafsirkan al-Qur'an dan menggali hukum atau nilai darinya. Beliau juga memusatkan perhatiannya untuk menekuni sirah rasul dan para sahabat. Beliau menekuni itu semua dengan saksama hingga mendapatkan semacam dorongan kekuatan yang dengannya beliau merasa diberi Allah SWT kekukuhan batin pada kebenaran.

Muhammad bin Abdul Wahab aktif dalam menulis, beliau menjadikannya sebagai sarana da'wah dalam hidupnya. Diantara karyanya yang sangat praktis adalah kitab al-Tawhid al-ladzî huwa Haqqullâh 'ala al-‘Abid dan Kasyfu al-Syubahât. Kitab ini bila dibanding dengan kitab-kitab ilmu kalam pada umumnya, baik yang disusun


(18)

oleh golongan Mu'tazilah maupun yang dari golongan Asy'ariyyah Maturidiyah, maka jelas sekali perbedaaanya. Kitab-kitab lain yang merupakan hasil karyanya antara lain Ushl al-Tsalâtsah wâ Dillâtuh (penjelasan tentang Allah, agama, Islam, dan Rasulullah), Syurût Sholâh wa arkânuh (syarat dan rukun shalat), al-Qowâ'id al-‘Arba’ (empat kaidah dalam Islam), Ushl al-Iman, Kitâb al-Kabâir, Kitâb Fadhâil al-Islam, Nashîhah al-Muslimîn, Sittah mawadhi in al-shirâh, Tafsîr al-Fâtihah, Masâil Jahîliyyah, Tafsîr Shahâdah,Tafsîr li Ba'dhi Suwar Qur'ân, Kitâb al-shirah, al-Hadyu al-nabawî .

3. Da'wah bî al-Murâsalah

Da'wah bi al-Murâsalah atau yang lazim disebut dengan surat menyurat merupakan salah satu metode yang dipraktikkan oleh Muhamad bin Abdul Wahab dalam menebarkan da'wahnya. Beliau menyisihkan waktunya untuk menulis surat-surat da'wah yang disampaikan kepada para penguasa dan ulama. Da'wah bi al-Murâsalah merupakan metode da'wah yang pernah dipraktikkan oleh Rasulullah SAW. Beliau pernah mengirim surat kepada raja Najasyi, raja mesir, raja persi, Rum, Amman dan lainnya.

4. Da'wah dengan Tangan

Besar kemungkinan istilah da'wah melalui tangan ini diambil dari istilah tangan sebagaiman disebutkan dalam hadits Nabi, "Barang siapa diantara kalian melihat suatu kemungkaran, maka hendaklah dia mencegah dengan tangannya, jika dia tidak sangup demikian, maka dengan lisannya, dan jika tidak sanggup demikian maka dengan hatinya, dan yang ini adalah selemah-lemah iman". (H.R. Muslim)

Hadits di atas kiranya menjadi petunjuk dan pendorong bagi Muhammad bin Abdul Wahab untuk menghancurkan tempat-tempat yang dianggapnya berbau syirik. Hal tersebut dapat dibuktikan ketika Muhammad Bin Abdul Wahab melakukan da'wah dengan tindakan nyata untuk menghilangkan kejahiliyahan dengan tangannya sendiri. Beliau pernah berkata kepada Utsman bin Ma'mar agar menghancurkan


(19)

kubah yang di bangun di atas kuburan Zaid. Selain makam Zaid, di sana ada juga makam-makam lain. Salah satunya adalah yang disebut makam Dhihar al-Azûr. Makam ini pun berkubah dan dihancurkan juga. Ada juga tempat-tempat yang dikeramatkan seperti kuburan-kuburan, gua-gua dan pohon-pohon yang disembah, juga disirnakan dan dimusnahkan. Dan masyararakat pun telah diberi peringatan agar menjauhi dari semua itu.

5. Koalisi Dengan Penguasa

Pada awalnya Muhammad bin Abdul Wahab berkoalisi dengan ‘amir 'Usamah bin Ma'mar di Uyainah. Beliau berencana untuk membangun islam dengan sistem ibadahnya yang betul dan kehidupan sosial yang sehat, jauh dari segala angkara murka dan maksiat. Dengan dukungan ‘amir 'Utsman bin Ma'mar, ia memerangi segala bentuk takhâyul, khurafat dan maksiat yang terdapat di sekitarnya.

h. Tantangan Terhadap Dakwah Salafiyyah

Sebagaimana lazimnya, seorang pemimpin besar dalam suatu gerakan perubahan, maka Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab pun tidak lepas dari sasaran permusuhan dari pihak-pihak tertentu, baik dari dalam maupun dari luar islam, terutama setelah Tuan Syeikh menyebarkah dakwahnya dengan tegas melalui tulisan-tulisannya, baik berupa buku-buku maupun surat-surat yang tidak terkira banyaknya. Surat-surat itu dikirim ke segenap penjuru negeri Arab dan juga negeri-negeri Ajam (bukan Arab). Surat-suratnya itu dibalas oleh pihak yang menerimanya, sehingga menjadi beratus-ratus banyaknya. Mungkin kalau dibukukan niscaya akan menjadi puluhan jilid tebalnya. Sebagian dari surat-surat ini sudah dihimpun, diedit serta diberi ta'liq dan sudah diterbitkan, sebagian lainnya sedang dalam proses penyusunan. Ini tidak termasuk buku-buku yang sangat berharga yang sempat ditulis sendiri oleh Tuan Syeikh di celah-celah kesibukannya yang luar biasa itu. Adapun buku-buku yang sempat ditulisnya itu berupa buku-buku pegangan dan rujukan kurikulum yang dipakai di madrasah-madrasah ketika beliau memimpin gerakan tauhidnya.


(20)

Tentangan maupun permusuhan yang menghalang dakwahnya, muncul dalam dua bentuk:

1. Permusuhan atau tentangan atas nama ilmiyah dan agama, dan 2. Atas nama politik yang berselubung agama.

Bagi yang terakhir, mereka memperalatkan golongan ulama tertentu, demi mendukung kumpulan mereka untuk memusuhi dakwah Wahabiyah.Mereka menuduh dan memfitnah Tuan Syeikh sebagai orang yang sesat lagi menyesatkan, sebagai kaum khawarij, sebagai orang yang ingkar terhadap ijma' ulama dan pelbagai macam tuduhan buruk lainnya. Namun Tuan Syeikh menghadapi semuanya itu dengan semangat tinggi, dengan tenang, sabar dan beliau tetap melancarkan dakwah bil lisan dan bil hal, tanpa mempedulikan celaan orang yang mencelanya,

Pada hakikatnya ada tiga golongan musuh-musuh dakwah beliau:

1. Golongan ulama khurafat, yang mana mereka melihat yang haq (benar) itu batil dan yang batil itu haq. Mereka menganggap bahwa mendirikan bangunan di atas kuburan lalu dijadikan sebagai masjid untuk bersembahyang dan berdoa di sana dan mempersekutukan Allah dengan penghuni kubur, meminta bantuan dan meminta syafaat padanya, semua itu adalah agama dan ibadah. Dan jika ada orang-orang yang melarang mereka dari perbuatan jahiliyah yang telah menjadi adat tradisi nenek moyangnya, mereka menganggap bahwa orang itu membenci auliya' dan orang-orang soleh, yang bererti musuh mereka yang harus segera diperangi.

2. Golongan ulama taksub, yang mana mereka tidak banyak tahu tentang hakikat Tuan Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahab dan hakikat ajarannya. Mereka hanya taqlid belaka dan percaya saja terhadap berita-berita negatif mengenai Tuan Syeikh yang disampaikan oleh kumpulan pertama di atas sehingga


(21)

mereka terjebak dalam perangkap asabiyah yang sempit tanpa mendapat kesempatan untuk melepaskan diri dari belitan ketaksubannya. Lalu menganggap Tuan Syeikh dan para pengikutnya seperti yang diberitakan, yaitu: anti auliya' dan memusuhi orang-orang soleh serta mengingkari karamah mereka. Mereka mencaci-maki Tuan Syeikh habis-habisan dan beliau dituduh sebagai murtad.

3. Golongan yang takut kehilangan pangkat dan jabatan, pengaruh dan kedudukan. Maka golongan ini memusuhi beliau supaya dakwah Islamiyah yang dilancarkan oleh Tuan Syeikh yang berpandukan kepada aqidah Salafiyah murni gagal karena ditelan oleh suasana hingar-bingarnya penentang beliau.

Demikianlah tiga jenis musuh yang lahir di tengah-tengah nyalanya api gerakan yang digerakkan oleh Tuan Syeikh dari Najd ini, yang mana akhirnya terjadilah perang perdebatan dan polemik yang berkepanjangan di antara Tuan Syeikh di satu pihak dan lawannya di pihak yang lain. Tuan Syeikh menulis surat-surat dakwahnya kepada mereka, dan mereka menjawabnya. Demikianlah seterusnya. i. Detik-Detik Terakhirnya Beliau

Muhammad bin 'Abdul Wahab telah menghabiskan waktunya selama 48 tahun lebih di Dar'iyah. Seluruh hidupnya diisi dengan kegiatan menulis, mengajar, berdakwah dan berjihad serta mengabdi sebagai menteri penerangan kerajaan Saudi di Tanah Arab. Dan Allah telah memanjangkan umurnya sampai 92 tahun, sehingga beliau dapat menyaksikan sendiri kejayaan dakwah dan kesetiaan pendukung-pendukungnya. Semuanya itu adalah berkat pertolongan Allah dan berkat dakwah dan jihadnya yang gigih dan tidak kenal menyerah kalah itu. Kemudian, setelah puas melihat hasil kemenangannya di seluruh negeri Dar'iyah dan sekitarnya, dengan hati yang tenang, perasaan yang lega, Muhammad bin 'Abdul Wahab menghadap Tuhannya. Beliau kembali ke rahmatullah pada tanggal 29 Syawal 1206 H,


(22)

bersamaan dengan tahun 1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar'iyah (Najd).

3. Jamaluddin Al Afgani (1839-1897) a. Riwayat Hidup

Jamaluddin al-Afgani merupakan salah satu pemberharu islam yang sangat dikenal. Beliau sangat gigih memperjuangkan islam meskipun menghadapi rintangan yang mengakibatkan kematiannya.

Jamaluddin Afgani nama aslinya adalah Muhammad Ibnu Safdar al-Husainy. Beliau lahir pada tahun 1838 M di kota Asadabad. Kawasan distri Kabul, bagian timur Afghanistan. Beliau wafat pada tahun 1897 M di Iran dalam status tahanan politk.

Sejak kecil, beliau sudah belajar membaca al-Qur’an, bahasa Arab, Persia, Ilmu tafsir, ilmu hadist, tasawuf, dan filsafat. Beliau juga pernah menuntut ilmu ke Iran dan Irak, pusat perguruan Syiah. Selama beberapa tahun, beliau menjadi murid seorang sarjana syiah bernama Murtada an-Nasary.

Pada usia 20 tahun, Jamaluddin al-Afgani menjadi pembantu pangeran Muhammad Khan di Afghanistan pada tahun 1864 M, beliau menjadi penasihat Sher Ali Khan, kemudian beliau diangkat menjadi perdana menteri pada masa pemerintahan Muhammad ‘Azham Khan berkat kecerdasan dan kepribadiannya yang menarik. Jamaluddin al-Afgani banyak memperoleh pengalaman selam mengembara ke berbagai Negara, seperti ke India dan Mesir. Beliau juga menjadi dosen kaum intelektual di Universitas al-Azhar Mesir. Diantara muridnya yang cukup terkenal adalah Muhammad Abduh dan Saad Zaglul.


(23)

Di kalangan umat islam, Jamaluddin al-Afgani lebih dikenal sebagai pemimpin pergerakan politik daripada sebagai pemikir reformis dan modernisasi dalam islam. Gerakkan kesadaran yang dimulainya mengandung watak intelektual, budaya, sosial, politik dan keagamaan. Jamaluddin al-Afgani berkeinginan tinggi bahwa suatu saat islam mampu membuka jalan dan dapat membendung serta mengatasi pengaruh negatif dari Barat. Oleh sebab itu, beliau memilih jalan hidupnya sebagai politikus.

Keterlibatannya dalam politik, memudahkan Jamaluddin untuk membangun hubungan akrab dengan beberapa pemimpin Negara Islam dan non-Islam. Kesempatan baik ini digunakan Jamaluddin untuk menyebarkan dan memperkenalkan pikiran dan ide-ide perjuangannya. Maksudnya mencari dukungan orang-orang yang sepaham dan lebih simpati.

Menurut Harun Nasurtion, aktivitas-aktivitas politik Jamaluddin al-Afgani sebenarnya didasarkan pada ide-idenya tentang pembaruan pemikiran dalam islam. Aktivitas politiknya timbul sebagai implikasi dari aktivitas pembaruan pemikiran dalam islam.

Murtada Mutahari, pemikir kontenporer dari Iran, mengatakan bahwa politik Jamaluddin al-Afgani adalah sebagai berikut:

1. Mengadakan perjuangan melawan absolutism pemerintah

Jamaluddin al-Afgani berpendapat bahwa suksesnya langkah tersebut sangat ditentukan peran aktif umat islam dan kesadaran terhadap hak-hak mereka yang diinjak-injak para penguasa (Barat). Tugas awal yang harus dilakukan adalah mengukuhkan keyakinan bahwa perjuangan politik merupakan kewajiban agama dan panggilan suci. Tugas ini menegaskan perlunya penekanan hubungan antara agama dan politik. Dalam islam, hubungan antara agama dan politik bagaikan dua sisi mata uang yang tidak mungkin dipisahkan.


(24)

 Mengerjakan ketertinggalan umat islam dalam pengetahuan, sains, dan teknologi modern

Langkah ini diambil Jamaluddin al-Afgani dengan cara mendirikan sekolah atau perguruan tinggi dan membentuk masyarakat ilmiah.

 Mengembalikan pemahaman umat islam terhadap ajaran-ajaran sumber aslinya

Jamaluddin al-Afgani memasukkan langkah ini agar umat islam kembali pada al-Qur’an, sunah dan keteladanan para sahabat pada permulaan islam. Dengan demikian, praktik korupsi dan manipulasi dapat dihilangkan.

 Berjuang melawan kolonialisme asing (Barat)

Langkah ini berdasarkan pada realita bahwa Negara-negara Barat terlalu campur tangan terhadap urusan-urusan politik Negara Islam. Negara-negara Barat secara eksploitatif telah menjajah umat Islam, khususnya di bidang ekonomi. Mereka mengeruk sumber-sumber kekuatan dan kekayaan ekonomi Negara Islam. Bahkan, mereka memasukkan unsur-unsur kultur Barat ke dalam kultur kaum Muslimin. Menghadapi kenyataan ini, Jamluddin al-Alfgani membakar semangat untuk mengenyahkan penjajahan Barat meskipun dimusuhi penguasa Barat, akibatnya beliau terpaksa harus berpindah-pindah dari Mesir ke India, Iran, Hijaz, Yaman, Turki, Rusia, Jerman, Perancis, dan Inggris.

 Membangkitkan slogan persatuan Islam

Jamaluddin al-Afgani mementingkan langkah ini bagi umat Islam walaupun mereka berbeda mazhab atau aliran. Beliau tidak suka dengan istilah Sunni, Syi’ah, atau fanatisme pada sekte tertentu. Jamaluddin al-Afgani sangat gigih memperjuangakan penolakannya terhadap paham sekterianisme dan nasionalisme menurut konsep Barat. Kedua paham ini terbukti merongrong ajaran dasar Islam. Oleh karena itu, beliau berusaha mempersatukan dengan satu tali pengikat yaitu agama Islam (Pan-Islamisme).


(25)

Gerakan Pan-Islamisme didirikan oleh Jamaluddin al-Afgani yang berpusat di Kabul, Afghanistan. Adapun tujuan didirikannya gerakan Pan-Islamisme adalah untuk memajukan umat Islam, menyatukan aliran modern, dan membentuk persatuan semua umat Islam di bawah satu khalifah pusat, sebagaimana pada zaman khalifah-khalifah terdahulu.

Gerakan Pan-Islamisme yang dimotori Jamaluddin al-Afgani terkenal sanat revolusioner dan antiimperialis. Oleh karena itu, beliau disebut seorang penggerak Islam pada abad ke-19.

Pokok ajaran-ajaran Jamaluddin al-Afgani, antara lain:

 Menggugah rasa solidaritas (ukhwah) mukmin seluruh dunia dan sebagai muktamarnya adalah ibadah haji di Mekkah,

 Nasrani sekalipun berbeda keturunan kebangsaan, ketika menghadapi Timur (Islam), dapat bersatu untuk menghacurkan dunia Islam,

 Mengenyahkan segala fanatisme golongan dan nasionalisme kebangsaan untuk menggalang kekuatan guna mengusir segala bentuk imperilisme Barat, dan

 Bersatunya umat Islam yang tidak mengenal suku bangsa akan menciptakan sesuatu peradaban yang maju.

d. Peranan Jamaluddin al-Afgani pada Penerbitan ‘Urwatul Wu qāṡ

Karena persoalan pilitik di Mesir, Jamaluddin al-Afgani akhirnya pergi ke Paris (Prancis). Di Paris inilah akhirnya beliau mendirikan sebuah organisasi bernama ‘Urwatul Wu qā ṡ yang beranggotakan muslim militant dari India, Mesir, Syiria, dan Afrika Utara. Organisasi tersebut bertujuan memperkuat persaudaraan Islam, dan mendorong umat Islam mencapai kemajuan.


(26)

Oraganisasi ‘Urwatul Wu qāṡ menebitkan majalah dalam bahasa arab yang bernama ‘Urwatul Wu qā. ṡ Karena isi gagasannya dianggap terlalu keras mengancam kekuasan penjajah Barat, majalah tersebut akhirnya dibredel dan dilarang beredar. e. Meneladani Sikap Jamaluddin al-Afgani

Nama Jamaluddin al-Afgani sering diindentikan dengan dua gerakan yang secara gencar beliau serukan. Pertama adalah nasionalisme yang dikampanyeannya, terutama di Mesir dan India untuk menentang Islamisme. Kedua adalah Pan-Islamisme atau persatuan Negara-negara Islam. Kejayaan melalui kesatuan inilah salah satu kunci pemikiran al-Afgani. Menurutnya, persatuan termasuk salah satu tiang agama Islam. Untuk itu beliau mengimbau Negara-negara Islam agar bersatu.

Sikap Jamaluddin al-Afgani sebagai seorang nasionalis, pemikir, dan pembaru patut kita teladani. Setidaknya, ada lima faktor, yaitu:

 Seorang penggagas Pan-Islamisme, nasionalisme, anti-kolonialisme dan modernisme Islam,

 Seorang orator dan pembicara yang kharismatik,

 Sering berkunjung ke Negara-negara Islam, yang memungkinkan untuk menyebarkan gagasannya kepada orang banyak,

 Menyerukan persatuan dan kesatuan sebagai sendi kekuatan umat islam, dan  Menafsirkan kembali nilai-nilai Islam.

f. Ide Pembaharuanya

Melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar islam yang sebenarnya. Hati harus disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali, dan demikian pula kesedihan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman dengan ajaran-ajaran dasar islam, umat islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan.


(27)

a. Riwayat Hidup

Muhammad Abduh merupakan salah satu tokoh pembaru Islam. Beliau adalah murid dari Jamaluddin al-Afgani. Dalam perjuangannya, beliau banyak memiliki kesamaan dengan gurunya.

Muhammad Abduh lahir di Mesir tahun 1949 M. Ayahnya Abduh Hasan Khairullah, berasal dari Turki, sedangkan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar bin Khattab.

Muhammad Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun berasal dari keluarga petani miskin. Sejak kecil beliau tekun belajar. Beliau melanjutkan studinya di al-Azhar.

Ketika di al-Azhar, beliau bertemu dengan Jamaluddin al-Afgani yang datang dari Mesir. Beliau sangat terkesan dengan pemikiran-pemikiran Jamaluddin al-Afgani. Setelah menyelesaikan studinya di al-Azhar tahun 1977 M, beliau mengajar di sana, kemudian Darul Ulum serta di rumahnya. Selain itu, beliau juga aktif menulis di al-Ahram.

b. Peranan Muhammad Abduh di Bidang Politik

Akibat ketidaksenangan dan perlawanannya terhadap penguasa, beliau dan Jamaluddin al-Afgani diusir ke Paris. Di kota ini, mereka mendirikan majalah ‘Urwatul Wu qāṡ . Setelah selama setahun di Perancis. Beliau diizinkan kembali ke Mesir dan kemudian diangat menjadi rector al-Azhar, Kairo.

Sebagai rector, beliau memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar. Upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berfikir orang-orang al-al-Azhar. Usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al-Azhar lainnya yang masih berpikiran kolot. Oleh karena itu, usaha pembaruan yang dilakukannya lewat pendidikan di al-Azhar tidak berhasil. Meskipun begitu, ide-ide pembaruan yang


(28)

dibawa Muhammad Abduh membawa dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam Islam.

c. Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh

Diantara ide-ide pembaruan yang dicanangkan Muhammad Abduh, antara lain:

 Penghapusan paham jumud yang berkembang di dunia Islam saat itu,  Pembukuan pintu ijtihad sebagai dasar yang penting dalam

menginterprestasikan kembali ajaran Islam,

 Kekuasaan Negara harus dibatasi konstitusi yang telah dibuat Negara bersangkutan, dan

 Memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al-Azhar.

d. Menilai Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh

Syaikh Muhammad Abduh adalah salah seorang murid Jamaluddin al-Afgani yang cerdas dan cemerlang. Berbeda dengan sang guru, beliau menyusun teori aktualisasi dan realitas Islam, bukan dengan terlebih dahulu merebut kekuasaan politik dan melakukan kontrol sosial. Dalam pandangan Abduh, untuk melaksanakan konsep seperti di atas, hal pertama yang harus dilakukan dunia Islam adalah menyadarkan kembali pada kemampuan dan kebebasan pemikiran rasional manusia di kalangan masyarakat Islam. Cara dengan menyadarkan dan membangkitkan semangat berpikir masyarakat Islam melalui pendidikan dengan mengorbankan semangat ijtihad, sebagaimana jalan yang pernah ditempuh Ibnu Taimiyah.

Muhammad Abduh dengan semangat baja berhasil memasukkan mata kuliah filsafat pada kurikulum Univesitas al-Azhar di Kairo, Mesir. Pandangan Abduh tersebut akhirnya membangkitkan kesadaran perlunya lembaga pendidikan sebagai wahana peningkatan kemampuan pemikiran rasional sebagai salah satu factor berijtihad. Usaha Abduh akhirnya mampu melahirkan pemikiran-pemikiran kreatif dari kalangan masyarakat Islam pada periode generasi sesudahnya. Dari kuliah dan tulisan Muhammad Abduh dapat dilihat kecenderungannya untuk menyajikan nilai-nilai modern yang intelektualistik.


(29)

Lebih jauh, Muhammad Abduh berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang konsisten mengajurkan penggunaan kemampuan manusia yang paling mapan dan objekti, yaitu kemampuan berfikir logis dan rasional. Konsepsi metodologis untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuan manusia yang demikian itu baginya adalah filsafat. Menurut pandangan dan pemikiran Muhammad Abduh. Islam dan iman sebagai petunjuk Allah tidak mungkin bertentangan. Iman merupakan prinsip dasar eksistensi Islam.

Sejalan dengan metodoligi filosofinya, beliau mengatakan bahwa eksistensi Islam secara sosiologis semata-mata menjadi tanggung jawab manusia. Pernyataan Muhammad Abduh bahwa al-Islam Mahjubun bil-Muslimin, dimana realitas umat Islam tidak identik dengan kecemerlangan namanya. Hal itu merupakan konsep filosofisnya tentang perlunya peningkatan kemampuan pemikiran rasional manusia dalam suasana merdeka dan bebas aktif. Tujuannya untuk memperoleh hidayah dan memahami nilai ajaran Islam. Sayangnya, konsepsi itu tidak banyak dimengerti dunia Islam sendiri secara lebih tuntas.

Dengan ijtihad dan melalui penerapan metodologi filosofis, kecemerlangan dan ketinggian umat Islam akan dapat dipahami dan dimengerti manusia. Dengan metodologi tersebut misteri ajaran Islam dapat diuraikan dalam dunia kemanusiaan secara sosiologis. Dengan demikian, ajaran Islam dapat diaktualisasikan dan direalisasikan secara fungsional sebagai petunjuk dan pedoman manusia. Akhirnya, manusia dapat menata dan memperoleh kebahagiaan hidup.

Buku Muhammad Abduh yang terkenal dan berjudul Risalah at-Tauhid, memberi bukti kemampuan pemikiran rasional dan kritisnya sebagai ahli dalam ilmu kalam. Misteri hidayah Allah swt adalah sesuatu yang dapat dan harus dipahami manusia secara rasional. Berbagai pemikiran rasional, kritik, dan metodologi filosofis


(30)

Muhammad Abduh harus dipahami sebagai upaya kemanusiaan yang bebas dalam konteks memahami, mengerti dan mengurai misteri hidayah Allah swt.

BAB III PENUTUP

Simpulan Sejarah Islam di dunia mencatat bahwa Islam menjadi satu-satunya agama yang berkembang paling cepat. Nabi Muhammad hidup hanya usia 63 th, beliau menjadi nabi sejak usia 40 th, dan hanya 23 th saja beliau menjadi mampu mendidik generasi Islam yang luar biasa. Generasi-generasi Islam yang mampu


(31)

menguasai peradaban dunia dalam kurun waktu ± 13 abad dan menciptkan sejarah Islam di dunia dengan citra yang baik.

Sejarah Islam di dunia berlangsung dari abad ke-6 Masehi hingga abad ke-12 Masehi. Dimulai dari periode kepemimpinan Nabi Muahammad SAW ( 622-632 M ), kemudian diteruskan oleh generasi Khulafaurasyidin ( 750-1258 M), kemudian masa kekhalifahan bani Umayyah ( 661-750 M ), dan Bani Abbasiyah ( 750-1258 M ) hingga terakhir runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani pada tanggal 3 Maret 1924 M.

Beberapa tokoh-tokoh penggerak Islam, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Taqiyuddin Ibnu Taimiyah

2. Muhammad Ibnu Abdul Wahhab 3. Jamaluddin Al Afgani

4. Syeikh Muhammad Abduh

DAFTAR PUSTAKA

http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/08/masa-kebangkitan-islam.html


(1)

Oraganisasi ‘Urwatul Wu qāṡ menebitkan majalah dalam bahasa arab yang bernama ‘Urwatul Wu qā. ṡ Karena isi gagasannya dianggap terlalu keras mengancam kekuasan penjajah Barat, majalah tersebut akhirnya dibredel dan dilarang beredar.

e. Meneladani Sikap Jamaluddin al-Afgani

Nama Jamaluddin al-Afgani sering diindentikan dengan dua gerakan yang secara gencar beliau serukan. Pertama adalah nasionalisme yang dikampanyeannya, terutama di Mesir dan India untuk menentang Islamisme. Kedua adalah Pan-Islamisme atau persatuan Negara-negara Islam. Kejayaan melalui kesatuan inilah salah satu kunci pemikiran al-Afgani. Menurutnya, persatuan termasuk salah satu tiang agama Islam. Untuk itu beliau mengimbau Negara-negara Islam agar bersatu.

Sikap Jamaluddin al-Afgani sebagai seorang nasionalis, pemikir, dan pembaru patut kita teladani. Setidaknya, ada lima faktor, yaitu:

 Seorang penggagas Pan-Islamisme, nasionalisme, anti-kolonialisme dan modernisme Islam,

 Seorang orator dan pembicara yang kharismatik,

 Sering berkunjung ke Negara-negara Islam, yang memungkinkan untuk menyebarkan gagasannya kepada orang banyak,

 Menyerukan persatuan dan kesatuan sebagai sendi kekuatan umat islam, dan  Menafsirkan kembali nilai-nilai Islam.

f. Ide Pembaharuanya

Melenyapkan pengertian-pengertian salah yang dianut umat pada umumnya, dan kembali kepada ajaran-ajaran dasar islam yang sebenarnya. Hati harus disucikan, budi pekerti luhur dihidupkan kembali, dan demikian pula kesedihan berkorban untuk kepentingan umat. Dengan berpedoman dengan ajaran-ajaran dasar islam, umat islam akan dapat bergerak maju mencapai kemajuan.


(2)

a. Riwayat Hidup

Muhammad Abduh merupakan salah satu tokoh pembaru Islam. Beliau adalah murid dari Jamaluddin al-Afgani. Dalam perjuangannya, beliau banyak memiliki kesamaan dengan gurunya.

Muhammad Abduh lahir di Mesir tahun 1949 M. Ayahnya Abduh Hasan Khairullah, berasal dari Turki, sedangkan ibunya seorang Arab yang silsilahnya sampai kepada suku Umar bin Khattab.

Muhammad Abduh termasuk anak yang cerdas, meskipun berasal dari keluarga petani miskin. Sejak kecil beliau tekun belajar. Beliau melanjutkan studinya di al-Azhar.

Ketika di al-Azhar, beliau bertemu dengan Jamaluddin al-Afgani yang datang dari Mesir. Beliau sangat terkesan dengan pemikiran-pemikiran Jamaluddin al-Afgani. Setelah menyelesaikan studinya di al-Azhar tahun 1977 M, beliau mengajar di sana, kemudian Darul Ulum serta di rumahnya. Selain itu, beliau juga aktif menulis di al-Ahram.

b. Peranan Muhammad Abduh di Bidang Politik

Akibat ketidaksenangan dan perlawanannya terhadap penguasa, beliau dan Jamaluddin al-Afgani diusir ke Paris. Di kota ini, mereka mendirikan majalah ‘Urwatul Wu qāṡ . Setelah selama setahun di Perancis. Beliau diizinkan kembali ke Mesir dan kemudian diangat menjadi rector al-Azhar, Kairo.

Sebagai rector, beliau memasukkan kurikulum filsafat dalam pendidikan di al-Azhar. Upaya ini dilakukan untuk mengubah cara berfikir orang-orang al-al-Azhar. Usahanya ini mendapat tantangan keras dari para syekh al-Azhar lainnya yang masih berpikiran kolot. Oleh karena itu, usaha pembaruan yang dilakukannya lewat pendidikan di al-Azhar tidak berhasil. Meskipun begitu, ide-ide pembaruan yang


(3)

dibawa Muhammad Abduh membawa dampak positif bagi perkembangan pemikiran dalam Islam.

c. Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh

Diantara ide-ide pembaruan yang dicanangkan Muhammad Abduh, antara lain:

 Penghapusan paham jumud yang berkembang di dunia Islam saat itu,  Pembukuan pintu ijtihad sebagai dasar yang penting dalam

menginterprestasikan kembali ajaran Islam,

 Kekuasaan Negara harus dibatasi konstitusi yang telah dibuat Negara bersangkutan, dan

 Memodernisasikan sistem pendidikan Islam di al-Azhar.

d. Menilai Pemikiran Pembaruan Muhammad Abduh

Syaikh Muhammad Abduh adalah salah seorang murid Jamaluddin al-Afgani yang cerdas dan cemerlang. Berbeda dengan sang guru, beliau menyusun teori aktualisasi dan realitas Islam, bukan dengan terlebih dahulu merebut kekuasaan politik dan melakukan kontrol sosial. Dalam pandangan Abduh, untuk melaksanakan konsep seperti di atas, hal pertama yang harus dilakukan dunia Islam adalah menyadarkan kembali pada kemampuan dan kebebasan pemikiran rasional manusia di kalangan masyarakat Islam. Cara dengan menyadarkan dan membangkitkan semangat berpikir masyarakat Islam melalui pendidikan dengan mengorbankan semangat ijtihad, sebagaimana jalan yang pernah ditempuh Ibnu Taimiyah.

Muhammad Abduh dengan semangat baja berhasil memasukkan mata kuliah filsafat pada kurikulum Univesitas al-Azhar di Kairo, Mesir. Pandangan Abduh tersebut akhirnya membangkitkan kesadaran perlunya lembaga pendidikan sebagai wahana peningkatan kemampuan pemikiran rasional sebagai salah satu factor berijtihad. Usaha Abduh akhirnya mampu melahirkan pemikiran-pemikiran kreatif dari kalangan masyarakat Islam pada periode generasi sesudahnya. Dari kuliah dan tulisan Muhammad Abduh dapat dilihat kecenderungannya untuk menyajikan nilai-nilai modern yang intelektualistik.


(4)

Lebih jauh, Muhammad Abduh berpandangan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang konsisten mengajurkan penggunaan kemampuan manusia yang paling mapan dan objekti, yaitu kemampuan berfikir logis dan rasional. Konsepsi metodologis untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuan manusia yang demikian itu baginya adalah filsafat. Menurut pandangan dan pemikiran Muhammad Abduh. Islam dan iman sebagai petunjuk Allah tidak mungkin bertentangan. Iman merupakan prinsip dasar eksistensi Islam.

Sejalan dengan metodoligi filosofinya, beliau mengatakan bahwa eksistensi Islam secara sosiologis semata-mata menjadi tanggung jawab manusia. Pernyataan Muhammad Abduh bahwa al-Islam Mahjubun bil-Muslimin, dimana realitas umat Islam tidak identik dengan kecemerlangan namanya. Hal itu merupakan konsep filosofisnya tentang perlunya peningkatan kemampuan pemikiran rasional manusia dalam suasana merdeka dan bebas aktif. Tujuannya untuk memperoleh hidayah dan memahami nilai ajaran Islam. Sayangnya, konsepsi itu tidak banyak dimengerti dunia Islam sendiri secara lebih tuntas.

Dengan ijtihad dan melalui penerapan metodologi filosofis, kecemerlangan dan ketinggian umat Islam akan dapat dipahami dan dimengerti manusia. Dengan metodologi tersebut misteri ajaran Islam dapat diuraikan dalam dunia kemanusiaan secara sosiologis. Dengan demikian, ajaran Islam dapat diaktualisasikan dan direalisasikan secara fungsional sebagai petunjuk dan pedoman manusia. Akhirnya, manusia dapat menata dan memperoleh kebahagiaan hidup.

Buku Muhammad Abduh yang terkenal dan berjudul Risalah at-Tauhid, memberi bukti kemampuan pemikiran rasional dan kritisnya sebagai ahli dalam ilmu kalam. Misteri hidayah Allah swt adalah sesuatu yang dapat dan harus dipahami manusia secara rasional. Berbagai pemikiran rasional, kritik, dan metodologi filosofis


(5)

Muhammad Abduh harus dipahami sebagai upaya kemanusiaan yang bebas dalam konteks memahami, mengerti dan mengurai misteri hidayah Allah swt.

BAB III PENUTUP

Simpulan Sejarah Islam di dunia mencatat bahwa Islam menjadi satu-satunya agama yang berkembang paling cepat. Nabi Muhammad hidup hanya usia 63 th, beliau menjadi nabi sejak usia 40 th, dan hanya 23 th saja beliau menjadi mampu mendidik generasi Islam yang luar biasa. Generasi-generasi Islam yang mampu


(6)

menguasai peradaban dunia dalam kurun waktu ± 13 abad dan menciptkan sejarah Islam di dunia dengan citra yang baik.

Sejarah Islam di dunia berlangsung dari abad ke-6 Masehi hingga abad ke-12 Masehi. Dimulai dari periode kepemimpinan Nabi Muahammad SAW ( 622-632 M ), kemudian diteruskan oleh generasi Khulafaurasyidin ( 750-1258 M), kemudian masa kekhalifahan bani Umayyah ( 661-750 M ), dan Bani Abbasiyah ( 750-1258 M ) hingga terakhir runtuhnya kekhalifahan Turki Usmani pada tanggal 3 Maret 1924 M.

Beberapa tokoh-tokoh penggerak Islam, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Taqiyuddin Ibnu Taimiyah

2. Muhammad Ibnu Abdul Wahhab 3. Jamaluddin Al Afgani

4. Syeikh Muhammad Abduh

DAFTAR PUSTAKA

http://wardahcheche.blogspot.co.id/2014/08/masa-kebangkitan-islam.html