PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK NEGARA

(1)

commit to user

PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK

NEGARA

Skripsi

Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Akuntansi

Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusun oleh: UMI NAFISAH NIM. F0307090

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2011


(2)

commit to user

PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK

NEGARA

ABSTRAKSI UMI NAFISAH

F0307090

Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance dalam kepatuhan pengungkapan wajib pada BUMN Indonesia. Corporate governance

direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris

independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite audit.

Pengukuran kepatuhan pengungkapan wajib dalam penelitian ini menggunakan item yang terdapat dalam PSAK No. 21 mengenai akuntansi ekuitas. Dengan menggunakan teknik purposive sampling, sampel yang digunakan dalam

penelitian ini berjumlah 48 BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2005-2009.

Rerata tingkat kepatuhan pengungkapan wajib sebesar 54,16%. Hasil pengujian regresi berganda menunjukkan bahwa corporate governance melalui ukuran dewan komisaris (board size) dan jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib, sedangkan komposisi komite audit independen berpengaruh negatif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Variabel lainnya yaitu komposisi komisaris independen dan jumlah rapat dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib.

Kata Kunci: Kepatuhan pengungkapan wajib, corporate governance, BUMN Indonesia


(3)

commit to user

PERAN CORPORATE GOVERNANCE DALAM KEPATUHAN PENGUNGKAPAN WAJIB: STUDI EMPIRIS BADAN USAHA MILIK

NEGARA

ABSTRACT

UMI NAFISAH

F0307090

The purpose of this study is to examine the effect of corporate governance to mandatory disclosure compliance of BUMN in Indonesian Stock Exchange. Corporate governance are identified as board size, composition of independent director, the number of board meetings, composition of independent audit committe members, and the number of audit committe meetings as independent variables.

The level of mandatory disclosure compliance is measured with the items identified on PSAK No. 21 about Accounting of Equity. Under purposive sampling, 48 annual reports of BUMN in Indonesian Stock Exchange at 2005-2009 are selected.

The average level of mandatory disclosure compliance at 54,16%. The result of multiple regression shows that the board size and the number of audit committe meetings are positive significant determinant to mandatory disclosure compliance, whereas the composition of independent audit committe is negative significant determinant to mandatory disclosure compliance. The composition of independent director and number of board meetings are not significant variable of mandatory disclosure compliance.


(4)

(5)

(6)

(7)

commit to user

HALAMAN MOTTO

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

(Alam Nasyrah: 6)

Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya

(Al-Baqarah: 286)

When you feel like hope is gone

Look inside you and be strong

And then you'll finally see the truth

That a hero lies in you

(Hero by Mariah Carey)

Kejujuran adalah kunci untuk mendapatkan ketenangan dalam hidup

(Umi Nafisah)


(8)

commit to user

HALAMAN PERSEMBAHAN

I dedicate this research for..

..MY BELOVED FAMILY..

Especially for Ayah and Ibu..

They were my Strength when I was weak

They saw the best there was in me


(9)

commit to user

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat,

karunia, segala nikmat, dan kekuatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Peran Corporate Governance dalam Kepatuhan

Pengungkapan Wajib: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”, sebagai tugas

akhir guna memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi

Jurusan Akuntansi Universitas Sebelas Maret.

Penulis menyadari bahwa dalam proses penulisan skripsi ini tidak terlepas

dari dorongan dan bantuan banyak pihak. Oleh karenanya, penulis dengan ini

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak., selaku Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sebelas Maret.

2. Drs. Jaka Winarna M.Si., Ak., selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas

Ekonomi Universitas Sebelas Maret.

3. Bapak Drs. Djoko Suhardjanto, M.Com (Hons), Ph.D, Ak. selaku

pembimbing skripsi atas semua kritik, saran, nasihat dan perhatianya yang

sangat membantu penulis untuk mencapai hasil yang terbaik.

4. Bapak-bapak dan ibu-ibu dosen, serta karyawan FE UNS, terimakasih atas

semua ilmu dan pengalaman hidup yang begitu berharga..

5. Keluargaku yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dukungan,

kepercayaan, dan doa-doa yang selalu terpanjatkan tiada henti. Ayah, Ibu,


(10)

commit to user

sabaaar banget n gak pernah bosen dengar keluhan, tangisan n

kecemasanku. Mas Sahid, Mba Ina, Mas Hafid n Mba Umi.. terima kasih

udah menjadi contoh kakak yang baik untuk aku. Naura, keponakanku

yang cantik, yang selalu jadi penghiburku klo pulang ke bekasi..^^ Mbah,

Pakde, Bude n keluarga besar di Solo. Terima kasih udah menjaga dan

merawatku selama aku di Solo.. Tanpa kalian semua, aku bukan

siapa-siapa..

6. Rayhan Fajusha, terima kasih telah menjadi seseorang yang spesial sampai

saat ini.. Terima kasih untuk semua kesabaranmu, kesetiaanmu dan kasih

sayangmu J maaf kalo aku masih suka kayak anak kecil, sering nyusahin

kamu. Empat tahun bersama dengan jarak yang jauh, semoga berakhir

dengan indah. Amin.. I’m so glad to have someone like u..

7. Ceceko (nisa, komang, niki, rizka).. teman terbaik dari SMA bahkan

sampai detik ini. Makasih buat dukungan n support kalian. Terima kasih

selalu ada n ngajak ngumpul kalo aku pulang ke bekasi. Kangen

kenangan2 kita waktu SMA.. semua itu tak kan pernah lekang oleh waktu,

hehe.

8. Meldhan, Erna, Verian, Latifa.. Makasih buat semua yang kita bagi

bersama selama empat tahun ini. Tawa, tangis, senang, sedih..semuanya..

Makasih udah sering denger curhatan n keluhanku. Ayo kita penuhin buku


(11)

commit to user

9. Temen2 satu bimbingan.. (Anne, Erna, Fira, Mas Sawit). Banyak banget

hari2 susah yang kita lewatin bareng2.. terima kasih udah saling ngoreksi.

Semoga sukses buat kitaa semua. Amiin..

10.Erlangga Pati Kawa, makasih yaa.. udah ngajarin aku SPSS, makasih juga

udah jadi temen curhatku J

11.Keluarga besar AGEN 007 FE UNS yang gak bisa disebutin satu2..

Terima kasih untuk pertemanan selama empat tahun ini. Inget.. Sharing is

CaringJthx for all..

12.Temen2 BESWAN DJARUM SOLO.. (bimo, johan, koko, anjar, yunus,

basri, herman, agung, nani, mila, nadya, ami, amin, pucha, mita, hafni,

wulan) makasih semuanyaaa.. makasih udah sering ngehibur n nemenin yg

LDR ini. hehe.. ayo semangat selesain skripsinya J

13.Pak man & pak pur, makasih buat doa2 dan perhatian bapak. Pak timin,

pak taufik, pak satpam, pak pelayanan, terima kasih..

14.Terima kasih, kepada diriku sendiri: Umi Nafisah yang hingga kini masih

terus berjuang untuk meraih yang terbaik demi keluarga n orang2

tersayang. Jangan pernah takut n cemas. Positive Thinking..! J

15.Temen2 BEM, KEI dan masih banyak lagi orang-orang di sekitar yang

memberi warna dalam hidupku, yang kalo disebutkan satu per satu bisa

menjadi sebuah buku yang lebih tebal dari skripsi ini. Buat yang namanya

belum disebutkan, dengan segenap kerendahan hati izinkan sebuah kata


(12)

commit to user

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu

kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak, penulis harapkan

demi perbaikan yang berkelanjutan.

Akhir kata, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak

yang membutuhkan di kemudian hari. Terima kasih.

Alhamdulillahirobbil’alamin.

Surakarta, April 2011


(13)

commit to user

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ……….

ABSTRACT ………...

HALAMAN PERSETUJUAN ………...

HALAMAN PENGESAHAN ………...

HALAMAN MOTTO ………...

HALAMAN PERSEMBAHAN ………...

KATA PENGANTAR ………...

DAFTAR ISI ………...

DAFTAR TABEL ………..

DAFTAR GAMBAR ………...

DAFTAR LAMPIRAN………...

BAB I. PENDAHULUAN ………...

A. Latar Belakang ...………...

B. Rumusan Masalah ………...

C. Tujuan Penelitian ………...

D. Manfaat Penelitian ………...

E. Sistematika Penulisan ………...

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA...

A. Tinjauan Pustaka………...

ii iii iv v vi vii viii xii xv xvi xvii 1 1 8 8 9 10 11 11


(14)

commit to user

1. Laporan Tahunan (Annual Report) ...…...

2. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)…………

3. Pengungkapan Wajib Pos Ekuitas ...

4. Corporate Governance ...

5. Dewan Komisaris .………...

6. Komite Audit ...

B. Kaitan Corporate Governance dan Kepatuhan

Pengungkapan Wajib...

C. Kerangka Pemikiran ...

D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis...

BAB III. METODE PENELITIAN ………...

A. Desain Penelitian...

B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampel...

C. Data dan Metode Pengumpulan Data ...

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ...

E. Teknik Analisis Data ...

BAB IV. ANALISIS DAN PEMBAHASAN ………...

A. Deskriptif Data...

1. Seleksi Sampel...

2. Statistik Deskriptif ...

B. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ...

Analisis Regresi Berganda ...

BAB V. PENUTUP ...

11 12 14 17 21 27 29 31 32 37 37 37 38 39 43 48 48 48 49 55 55 67


(15)

commit to user

A. Kesimpulan ...

B. Saran ...

C. Keterbatasan ...

D. Rekomendasi ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ...

67

68

69

69


(16)

commit to user

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1

3.2

3.3

4.1

4.2

4.3

Jumlah Populasi BUMN yang listing di BEI...

Kriteria Pemilihan Sampel...

Nilai Durbin-Watson...…...

Statistik Deskriptif Variabel Dependen...

Statistik Deskriptif Variabel Independen ...

Hasil Regresi Berganda ...

38

38

47

50

51


(17)

commit to user

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1

2.2

2.3

3.1

Struktur Board of Director dalam One Tier System...

Struktur Board of Commissioner dan Board of Director

dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda...

Struktur Board of Commissioner dan Board of directors

dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia ...

Skema Kerangka Pemikiran

22

23

23


(18)

commit to user

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Item Pengungkapan Pos Ekuitas

Lampiran II Daftar Perusahaan Sampel

Lampiran III Statistik Deskriptif

Lampiran IV Uji Asumsi Klasik

Lampiran V Analisis Regresi Berganda


(19)

commit to user BAB I PENDAHULUAN

Bab I berikut ini akan dijelaskan mengenai latar belakang masalah yang

mendasari disusunnya penelitian ini, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan

sistematika penulisan dari penelitian ini.

A. Latar Belakang

Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance yang

direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen,

jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah

rapat komite audit dalam kepatuhan pengungkapan wajib di Badan Usaha Milik

Negara (BUMN).

Menurut Abeysekera (2008) laporan tahunan memberikan informasi

finansial dan nonfinansial yang relevan dalam pembuatan keputusan bagi para

investor. Laporan tahunan merupakan suatu media yang dapat menghubungkan

pemakai laporan keuangan dengan perusahaan. Sejauh mana informasi yang dapat

diperoleh oleh para pemakai tergantung pada tingkat pengungkapan (disclosure)

dari laporan tersebut (Rahayu, 2008).

Pengungkapan dalam annual report merupakan salah satu isu penting di

dunia pasar modal. Annual report merupakan salah satu sumber utama informasi


(20)

commit to user

terutama oleh pemegang saham dan investor untuk menentukan tujuan investasi

mereka (Belkauoi, 2000).

Menurut Meek, Roberts dan Gray (1995) informasi yang diungkapkan

dalam laporan tahunan dikelompokkan menjadi 2 (dua) jenis yaitu: pengungkapan

wajib (mandatory disclosures) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).

Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan informasi yang diharuskan oleh

peraturan yang berlaku, sedangkan pengungkapan sukarela merupakan pilihan

bebas manajemen perusahaan untuk pembuatan keputusan oleh para pengguna

laporan tahunannya (Meek et al, 1995).

Di Indonesia, pedoman penyajian dan pengungkapan laporan keuangan

diatur di Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Surat Edaran Ketua Badan

Pengawas Pasar Modal No. SE-02/PM/2002. Peraturan tersebut mengatur

pengungkapan untuk setiap pos dalam laporan keuangan, salah satunya adalah pos

ekuitas. Menurut PSAK No. 21 tahun 2007 (akuntansi ekuitas), ekuitas sebagai

bagian hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga

memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan sesuai

dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku. Tujuan pelaporan

informasi ekuitas pemegang saham diantaranya menyediakan informasi kepada

pihak yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen dan

menyediakan informasi tentang prospek investasi pemilik dan pemegang ekuitas

lainnya serta merupakan tanggung jawab pemilik


(21)

commit to user

Arah perubahan sosial masyarakat Indonesia yang menuntut diterapkannya

prinsip corporate governance bagi para pebisnis membuat isu pengungkapan

semakin relevan untuk dikaji karena nilai keutamaan yang ada dalam corporate

governance adalah transparancy, responsibility, fairness dan accountability

(Hertanti, 2005). Penerapan corporate governance pada BUMN diatur dalam

Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002.

BUMN merupakan salah satu penggerak perekonomian Indonesia yang

diharapkan dapat mendongkrak upaya peningkatan kesejahteraan rakyat

(Jubaedah, 2007). BUMN menjadi salah satu pelaku ekonomi yang memiliki

peran cukup penting (Cahyaningrum, 2009). Terdapat beberapa kasus yang

mengindikasikan masih rendahnya kinerja BUMN. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Sistem Pengawasan Badan Pengawasan Keuangan dan

Pembangunan (BPKP) pada tahun 1996/1997 menempatkan BUMN pada

peringkat ke-13 sebagai lembaga yang banyak melakukan praktik korupsi

(Jubaedah, 2007). Salah satu kasus terakhir adalah adanya dugaan korupsi yang

terjadi di Perseroan Terbatas (PT) Bank Mandiri Terbuka (Tbk.) dan PT PLN

yang menyebabkan kerugian negara mencapai ratusan miliar rupiah

(http://danangwd.blogdrive.com, 2007)sehingga kinerja BUMN yang diharapkan

dapat mendongkrak perekonomian, sampai saat ini belum mencapai hasil yang

diharapkan (Jubaedah, 2007). Indonesia Corruption Watch (ICW) menemukan

indikasi korupsi sekitar Rp 10,484 triliun di sejumlah BUMN selama tahun

2004-2006 (http://www.tempointeraktif.com, 2007).Selain itu, terdapat juga skandal


(22)

commit to user

Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai kesalahan pencatatan dalam laporan

keuangan PT Kimia Farma Tbk. tahun buku 2001 dapat dikategorikan sebagai

tindak pidana di pasar modal dan menimbulkan pernyataan yang menyesatkan

kepada pihak yang berkepentingan (http://davidparsaoran.wordpress.com, 2009).

Menurut Jubaedah (2007) faktor internal yang berpengaruh terhadap

rendahnya kinerja BUMN antara lain rendahnya penerapan corporate governance

sehingga tidak ada kewajaran, transparansi dan akuntabilitas, serta tidak

berfungsinya sistem perencanaan dan pengendalian internal terutama karena

kurang berdayanya komisaris sebagai pengawas. Hal ini sejalan dengan

pernyataan Cahyaningrum (2009), buruknya kondisi Persero mengindikasikan

prinsip corporate governance belum diimplementasikan dengan baik. Maraknya

masalah BUMN yang belum terselesaikan, misalnya tidak efisien, berdaya saing

rendah dan belum professional disebabkan pengembangan tata kelola BUMN

belum maksimal (Syakhroza, 2005).

Di Indonesia, rerata pengungkapan wajib BUMN Indonesia pada periode

2002-2004 yaitu sebesar 38,52% (Suharli dan Amrullah, 2007). Hal ini

mengindikasikan bahwa tingkat pengungkapan wajib di BUMN pada periode

tersebut masih rendah. Untuk meningkatkan kepatuhan pengungkapan wajib,

diperlukan adanya penerapan corporate governance yang baik bagi setiap

perusahaan. Adanya corporate governance yang baik akan meningkatkan

transparansi dan akuntabilitas perusahaan (Cety, 2010). Hal ini sejalan dengan


(23)

commit to user

pengungkapan menandakan kurangnya integritas dan lemahnya praktik corporate

governance di perusahaan tersebut.

Penelitian yang menguji keterkaitan corporate governance dengan

kepatuhan pengungkapan wajib dilakukan di Amerika oleh Ettredge, Stone dan

Wang (2010). Penelitian ini menemukan bahwa terdapat hubungan positif antara

corporate governance dan kepatuhan pengungkapan. Mereka juga menemukan

bahwa komite audit berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan wajib

dan semakin aktif pertemuan atau rapat board of directors dan komite audit maka

akan semakin mendorong kepatuhan pengungkapan.

Di Indonesia penelitian yang menguji keterkaitan corporate governance

dan kepatuhan pengungkapan wajib dilakukan oleh Setyadi, Rusmin, Tower dan

Brown (2008). Penelitian ini menemukan bukti bahwa ownership dan corporate

governance structure tidak berpengaruh terhadap tingkat kepatuhan Indonesian

accounting standards of inventory, fixed asset, and depreciation of fixed assets

(IARC). Suharli dan Amrullah (2007) meneliti mengenai pengaruh karakteristik

komite audit terhadap pengungkapan wajib di BUMN pada periode 2002-2004.

Penelitian tersebut menemukan bukti bahwa ukuran komite audit dan keahlian

komite audit berpengaruh terhadap pengungkapan wajib.

Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada

dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta

sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan

corporate covernance yang baik (Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006).


(24)

commit to user

besar lebih efektif jika dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil.

Menurut Dalton, Daily, Johnson dan Ellstrand (1999) jumlah anggota dewan

komisaris yang optimum akan lebih efektif daripada jumlah yang kecil. Hal ini

menyebabkan aktivitas pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen

semakin baik (Andres, Azofra dan Lopez, 2005). Dengan demikian, semakin

bertambahnya jumlah anggota dewan komisaris, maka pengawasan terhadap

pengungkapan wajib diharapkan semakin meningkat.

Keberadaan komisaris independen membantu dewan komisaris dalam

melaksanakan fungsi pengawasan (Permatasari, 2009). Chen dan Jaggi (2000) dan

Hossain (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh komposisi komisaris

independen terhadap tingkat pengungkapan informasi pada laporan tahunan dan

hasilnya menunjukkan bahwa komposisi komisaris independen berpengaruh

positif signifikan terhadap tingkat pengungkapan informasi. Jumlah rapat yang

diselenggarakan dewan komisaris akan meningkatkan kinerja perusahaan (Vafeas,

2003) karena rapat dewan komisaris merupakan media komunikasi dan koordinasi

diantara anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya sebagai pengawas

manajemen.

Menurut FCGI (2001), komponen lain yang mendukung terlaksananya

corporate governance yang baik, yaitu komite audit. Suhardjanto dan Permatasari

(2009) menyatakan bahwa komite audit merupakan komite yang dibentuk untuk

membantu tugas dan fungsi dewan komisaris. Komite audit dipandang sebagai

alat untuk menghindari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan memonitoring


(25)

commit to user

Dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab yang menyangkut

sistem pelaporan keuangan, komite audit perlu mengadakan rapat tiga sampai

empat kali dalam setahun (Forum Corporate Governance in Indonesia, 2001).

Berdasarkan Peraturan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004,

komite audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan

minimal rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar.

Perbedaan penelitian ini dengan sebelumnya antara lain menggunakan

ukuran dewan komisaris sebagai variabel independen dan pengungkapan ekuitas

menurut PSAK No. 21 sebagai variabel dependen, selain itu menggunakan

BUMN yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode 2005-2009

sebagai sampel penelitian.

Penelitian ini penting dilakukan karena beberapa hal, pertama fokus yang

dilakukan terhadap BUMN yang memiliki bidang usaha yang luas, menyerap

tenaga kerja yang banyak dan memiliki aset yang sangat besar sehingga

keberhasilan pengelolaan BUMN sangat berarti bagi negara (Syakhroza, 2005).

Pemerintah menyadari bahwa pengelolaan BUMN secara umum selama ini masih

harus terus diikuti dengan implementasi praktik corporate governance yang baik

(www.bumn.go.id, 2010). Kedua, beberapa kasus yang terjadi di BUMN seperti

adanya dugaan kasus korupsi dan skandal manipulasi laporan keuangan membuat

kepatuhan pengungkapan wajib perusahaan menjadi perhatian penting karena

pengungkapan wajib dalam laporan tahunan dapat memberikan informasi secara

jelas mengenai kondisi perusahaan dalam suatu periode baik kinerja maupun


(26)

commit to user

dapat merugikan stakeholders. Melalui prinsip transparansi, BUMN dituntut

untuk selalu terbuka di dalam melaksanakan proses pengelolaan usahanya dan

mengungkapkan informasi yang material dan relevan mengenai perusahaan

kepada pihak yang berkepentingan (Jubaedah, 2007). Dengan adanya penelitian

ini, maka akan memberikan bukti empiris terkini mengenai kepatuhan

pengungkapan wajib di BUMN. Berdasarkan uraian di atas, peneliti akan

melakukan penelitian1 dengan judul ”Peran Corporate Governance dalam Kepatuhan Pengungkapan Wajib: Studi Empiris Badan Usaha Milik Negara”.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan judul penelitian, maka yang menjadi

permasalahan adalah apakah corporate governance yang direpresentasikan oleh

ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah rapat dewan

komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite audit

berpengaruh terhadap kepatuhan pengungkapan wajib?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji peran corporate governance

yang direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris

1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) peran merupakan suatu hal yang diharapkan dapat terjadi karena keberadaan suatu hal lainnya, sedangkan pengaruh adalah daya yang ikut membentuk terjadinya suatu hal. Oleh karena itu, dalam penelitian ini definisi peran direpresentasikan dengan pengaruh.


(27)

commit to user

independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen,

dan jumlah rapat komite auditdalam kepatuhan pengungkapan wajib.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk berbagai pihak, diantaranya:

1. Bagi BUMN, memberikan pengetahuan tentang praktik kepatuhan

pengungkapan wajib pada masing-masing BUMN yang dijadikan sampel

dan dapat digunakan untuk bahan pertimbangan manajemen dalam praktik

pengungkapan wajib.

2. Bagi stakeholders dan pihak-pihak yang berkepentingan, dapat dijadikan

pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan melaksanakan fungsi

pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan, terutama dalam

pengelolaan dan pengungkapan wajib.

3. Bagi akademisi, menjadi referensi bagi penelitian tentang kepatuhan

pengungkapan wajib pada BUMN di Indonesia.

4. Bagi Regulator, mendorong regulator (Bapepam dan IAI) untuk

menetapkan kebijakan dan regulasi ataupun standar pengungkapan yang


(28)

commit to user

E. Sistematika Penulisan

BAB I : Pendahuluan

Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

BAB II : Tinjauan Pustaka

Bab ini menguraikan tinjauan pustaka yang memuat literatur

terkait dengan topik penelitian; kaitan variabel independen

dengan variabel dependen; kerangka pemikiran;

pengembangan hipotesis.

BAB III : Metode Penelitian

Bab ini berisi tentang desain penelitian; populasi, sampel dan

teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan

data; variabel penelitian dan pengukurannya; dan metode

analisis data yang terdiri dari statistik deskriptif, uji asumsi

klasik dan pengujian hipotesis.

BAB IV : Analisis dan Pembahasan

Bab ini menguraikan analisis deskriptif data; pengujian

hipotesis dan pembahasan hasil analisis.

BAB V : Penutup

Bab ini membahas kesimpulan mengenai obyek yang diteliti

berdasarkan hasil analisis data, menjelaskan mengenai

keterbatasan penelitian dan memberikan saran bagi pihak yang


(29)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Selanjutnya pada Bab II ini akan dijelaskan mengenai literatur yang

digunakan meliputi teori yang digunakan dan penelitian terdahulu, dilanjutkan

dengan kerangka teoritis dan pengembangan hipotesis.

A. Landasan Teori

Landasan teori ini menerangkan teori yang mendasari komponen maupun

variabel penelitian, yaitu 1) Laporan Tahunan, 2) Pengungkapan Wajib, 3)

Pengungkapan Wajib Pos Ekuitas, 4) Corporate Governance, 5) Dewan

Komisaris dan 6) Komite Audit.

1. Laporan Tahunan (Annual Report)

Laporan tahunan (annual report) adalah media utama untuk

mengkomunikasikan informasi keuangan dan informasi lainnya dari pihak

manajemen kepada pihak di luar perusahaan (Suhardjanto dan Miranti, 2009).

Menurut Wardhani (2009) annual report merupakan media manajemen

perusahaan untuk melaporkan kinerja mereka atas tanggung jawab yang diberikan

oleh stakeholders. Menurut Abeysekera (2008) laporan tahunan memberikan

informasi finansial dan nonfinansial yang relevan dalam pembuatan keputusan

bagi para investor. Laporan tahunan merupakan suatu media yang dapat


(30)

commit to user

Perusahaan di Indonesia yang melakukan penawaran kepada publik (go

public) wajib menyampaikan laporan tahunan kepada Bapepam dan LK (Badan

Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) secara periodik. Tujuan utama

laporan tahunan adalah memberikan informasi yang relevan bagi pembuatan

keputusan (Naim dan Rakhman, 2000). Dari annual report yang diterbitkan oleh

perusahaan, stakeholders dapat melihat kondisi perusahaan yang bersangkutan

dan selanjutnya menggunakannya sebagai dasar pembuatan keputusan. Sejauh

mana informasi yang dapat diperoleh oleh para pemakai tergantung pada tingkat

pengungkapan (disclosure) dari laporan tersebut (Rahayu, 2008).

2. Pengungkapan Wajib (Mandatory Disclosure)

Pengungkapan merupakan komunikasi informasi ekonomi, baik finansial

maupun nonfinansial mengenai kinerja dan posisi keuangan perusahaan

(Owusu-Ansah, 1998). Definisi lain menurut Na’im dan Rakhman (2000), pengungkapan

secara sederhana dapat diartikan sebagai pengeluaran informasi. Informasi yang

diungkapkan oleh perusahaan harus lengkap, jelas dan dapat menggambarkan

secara tepat kejadian ekonomi yang berpengaruh terhadap hasil operasi unit usaha

tersebut.

Meek, Roberts dan Gray (1995) dan Suwardjono (2005) menyatakan

terdapat dua jenis pengungkapan, yaitu: pengungkapan yang bersifat wajib

(mandatory disclosure) dan pengungkapan yang bersifat sukarela (voluntary

disclosure). Pengungkapan wajib merupakan pengungkapan minimun yang


(31)

commit to user

tidak bersedia untuk mengungkapkan informasi secara sukarela, pengungkapan

wajib akan memaksa perusahaan untuk melakukannya, sedangkan pengungkapan

sukarela berisi pengungkapan yang dilakukan perusahaan selain apa yang

diwajibkan oleh standar atau badan pengawas.

Pengungkapan informasi berguna untuk membantu pengguna laporan

keuangan memahami isi dan angka yang dilaporkan dalam laporan keuangan

(Rahayu, 2008). Pengungkapan informasi yang memadai dapat digunakan sebagai

dasar pengambilan keputusan yang cermat dan cepat (Suharli dan Amrullah,

2007). Menurut Suwardjono (2005), secara umum tujuan pengungkapan adalah

menyajikan informasi yang diperlukan dalam mencapai tujuan pelaporan

keuangan untuk melayani berbagai pihak yang mempunyai kepentingan yang

berbeda. Dengan demikian, tujuan pengungkapan informasi adalah untuk

melindungi kepentingan para investor dari ketidakseimbangan informasi antara

manajemen dengan investor karena adanya kepentingan manajemen.

Peraturan mengenai praktik pengungkapan informasi perusahaan di

Indonesia, khususnya yang bersifat wajib (mandatory) diatur oleh Bapepam dan

Ikatan Akuntan Indonesia (Benardi, Sutrisno dan Assih, 2009). Peraturan tentang

standar pengungkapan informasi bagi perusahaan yang telah melakukan

penawaran umum dan perusahaan publik, yaitu Peraturan No. VIII.G.7 tahun

2000 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan. Peraturan tersebut didukung

dengan Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-17/PM/1995, yang selanjutnya

diubah melalui Keputusan Ketua Bapepam No. Kep-38/PM/1996. Peraturan


(32)

commit to user

yang mengatur tentang penyajian dan pengungkapan laporan keuangan emiten

atau perusahaan publik untuk setiap jenis industri, yaitu manufaktur, investasi,

rumah sakit, jalan tol, perhotelan, restoran, telekomunikasi, konstruksi,

perdagangan, transportasi, real estate, peternakan, dan perkebunan. Kemudian

pada tanggal tanggal 31 Januari 2008 dikeluarkan Surat Edaran Bapepam dan LK

No. SE-02/BL/2008 tentang pedoman penyajian dan pengungkapan laporan

keuangan emiten atau perusahaan publik untuk industri pertambangan umum,

minyak dan gas bumi, dan perbankan.

Pengungkapan informasi yang diatur oleh Bapepam ataupun IAI

merupakan pengungkapan yang wajib dipatuhi oleh perusahaan yang telah go

public. Pedoman ini dimaksudkan untuk memberikan suatu panduan penyajian

dan pengungkapan yang terstandarisasi berdasarkan pada prinsip pengungkapan

penuh (full disclosure) sehingga dapat memberikan kualitas informasi keuangan

bagi para pengguna (Trimuharmi, 2010). Peraturan tersebut mengatur

pengungkapan untuk setiap pos dalam laporan keuangan, salah satunya adalah pos

ekuitas.

3. Pengungkapan Wajib Pos Ekuitas

Ekuitas merupakan hak residual atas aset suatu perusahaan setelah

dikurangi dengan kewajibannya, dimana menunjukkan kepentingan pemilik pada

entitasnya (Financial Accounting Standards Board, 1985). Pengertian Ekuitas


(33)

commit to user

“Ekuitas merupakan bagian hak pemilik dalam perusahaan, yaitu selisih antara aset dan kewajiban yang ada, dan dengan demikian tidak merupakan ukuran nilai jual perusahaan tersebut.”

Pengungkapan wajib dalam penelitian ini berfokus pada ekuitas, dimana

item pengungkapannya mengacu pada PSAK No. 21 tahun 20072. Terdapat

beberapa alasan penelitian ini berfokus pada ekuitas. Pertama, pengungkapan

ekuitas penting untuk mengetahui posisi ekuitas dan sumber modal perusahaan

tersebut secara jelas. Modal BUMN yang listing di BEI tidak lagi dari pemerintah

saja, tetapi terdiri dari para pemegang saham, sehingga sumber modal perusahaan

penting untuk diungkapkan. Berdasarkan PSAK No. 21, ekuitas sebagai bagian

hak pemilik dalam perusahaan harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga

memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan sesuai

dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku. Tujuan pelaporan

informasi ekuitas pemegang saham antara lain adalah menyediakan informasi

kepada pihak yang berkepentingan tentang efisiensi dan kepengurusan manajemen

dan menyediakan informasi tentang prospek investasi pemilik dan pemegang

ekuitas lainnya, serta merupakan tanggung jawab pemilik

(http://cafe-ekonomi.blogspot.com,2009).

Kedua, salah satu ruang lingkup ekuitas yang diatur dalam PSAK No. 21

adalah ekuitas untuk BUMN. Terdapat PSAK untuk pos tertentu yang

dikecualikan untuk diterapkan dalam beberapa hal. Seperti halnya pada PSAK No.

14 mengenai persediaan, PSAK tersebut dapat diterapkan untuk semua persediaan

2

Meskipun SAK telah mengalami beberapa kali revisi, namun tidak terdapat perbedaan pengungkapan ekuitas yang diatur di PSAK No. 21 pada tahun 2004, 2007 dan 2009.


(34)

commit to user

kecuali dalam beberapa hal, salah satunya dikecualikan untuk persediaan hasil

tambang umum dan minyak dan gas bumi, sedangkan BUMN yang listing di BEI

terdiri dari berbagai jenis perusahaan, termasuk di dalamnya industri

pertambangan umum dan minyak dan gas bumi. Berdasarkan pengecualian

tersebut, hal ini menjadi alasan untuk menggunakan pos ekuitas karena ruang

lingkup ekuitas yang diatur didalamnya termasuk ekuitas untuk BUMN.

Menurut Kieso, Weygandt dan Warfield (2008) bagian ekuitas pemilik

biasanya dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu 1) modal saham, 2) modal disetor

tambahan, dan 3) laba ditahan. Persyaratan pengungkapan yang utama untuk

modal saham adalah jumlah nilai pari saham yang diotorisasi, diterbitkan dan

yang beredar (Kieso et al, 2008). Berdasarkan PSAK No. 21, pengungkapan

ekuitas terdiri dari beberapa komponen diantaranya pengungkapan saldo laba,

peristiwa setelah tanggal neraca, per jenis saham, kerugian, dividen, saham

beredar yang diperoleh kembali dan pengungkapan bagian lain ekuitas (seperti

saldo laba, agio, selisih penilaian kembali aktiva tetap, dan cadangan).

Penelitian ini tidak mengacu pada Surat Edaran Ketua Pengawasan Pasar

Modal Nomor: SE-02/PM/2002 mengenai Pedoman Penyajian dan Pengungkapan

Laporan Keuangan Emiten untuk setiap industri karena untuk jenis industri

perbankan, minyak dan gas bumi, pertambangan umum belum diatur dalam surat

edaran tersebut. Peraturan untuk industri tersebut baru dikeluarkan pada tahun

2008 melalui Surat Edaran Bapepam dan LK No. SE-02/BL/2008 tanggal 31

Januari 2008 tentang “Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan


(35)

commit to user

Bumi, dan Perbankan”, sedangkan penelitian ini mencakup periode lima tahun

yaitu dari tahun 2005 sampai dengan 2009 sehingga penelitian ini tidak mengacu

Surat Edaran Bapepam.

Semua item pengungkapan ekuitas yang telah diatur oleh standar yang

berlaku, dalam hal ini adalah PSAK No. 21 wajib diungkapkan oleh setiap

perusahaan publik.

4. Corporate Governance

Penerapan corporate governance yang baik merupakan bagian yang

penting untuk menjaga kelangsungan hidup suatu perusahaan. Corporate

governance dipandang sebagai cara yang efektif untuk menggambarkan hak dan

tanggung jawab masing-masing kelompok stakeholders dalam sebuah perusahaan

dimana transparansi merupakan indikator utama standar corporate governance

dalam sebuah ekonomi (Ho dan Wong, 2001). Di bawah ini terdapat beberapa

definisi mengenai corporate governance.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (2001: 1) mendefinisikan

corporate governance sebagai:

"Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan."

Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa corporate governance


(36)

commit to user

untuk kepentingan stakeholders. Definisi lain diungkapkan oleh Menteri BUMN

melalui Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara.

Menurut Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-

117/M-MBU/2002, corporate governance adalah:

“Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder

lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.”

Dari dua definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa corporate

governance merupakan sistem (struktur dan mekanisme) yang baik untuk

mengendalikan dan mengelola suatu perusahaan dengan tujuan meningkatkan

nilai pemegang saham serta mengakomodasi berbagai pihak yang berkepentingan

dengan perusahaan seperti kreditur, pemasok, asosiasi bisnis, konsumen,

karyawan, pemerintah dan masyarakat luas.

Penerapan corporate governance yang baik harus didasarkan pada

beberapa prinsip. Menurut FCGI(2001) prinsip corporate governance yang baik

adalah sebagai berikut:

1. Transparansi (Transparancy). Transparansi yaitu keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam

mengemukakan informasi material dan relevan mengenai perusahaan

(Komite Nasional Kebijakan Governance, 2006). Prinsip keterbukaan

merupakan prinsip penting untuk mencegah terjadinya penipuan akuntansi


(37)

commit to user

dapat diantisipasi terjadinya kemungkinan pemegang saham, investor atau

stakeholders tidak memperoleh informasi atau fakta material yang ada.

2. Akuntabilitas (Accountability). Akuntabilitas dapat diartikan sebagai

kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organ sehingga

pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif (Stephanie, 2009).

Prinsip ini terkait erat dengan pengukuran kinerja, pengawasan dan

pelaporan. Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya

secara transparan dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara

benar, terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap

memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku

kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan

untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan (Komite Nasional

Kebijakan Governance, 2006).

3. Pertanggungjawaban (Responsibility). Responsibilitas menekankan pada

adanya sistem yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban

perusahaan kepada pemegang saham dan pihak lain yang berkepentingan

(KNKG, 2006). Perusahaan harus mematuhi peraturan

perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan

lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka

panjang dan mendapatkan pengakuan sebagai corporate citizen yang baik

(KNKG, 2006).

4. Independensi (Independency). Kemandirian yaitu suatu keadaan di mana


(38)

commit to user

pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi

yang sehat (Stepahanie, 2009). Untuk melancarkan pelaksanaan asas

corporate governance, perusahaan harus dikelola secara independen

sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan

tidak dapat diintervensi oleh pihak lain (KNKG, 2006). Para komisaris,

direktur ataupun manajer dalam melaksanakan peran dan tanggung

jawabnya harus bebas dari segala benturan yang mungkin akan muncul.

Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa pengambilan keputusan

dilakukan secara independen, tidak memihak dan bebas dari segala

tekanan yang mungkin muncul dari pihak lain.

5. Kewajaran (Fairness). Kewajaran yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam

memenuhi hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku (Stephanie, 2009). Prinsip

kewajaran menekankan pada adanya perlakuan dan jaminan hak yang

sama kepada pemegang saham minoritas maupun mayoritas, termasuk hak

pemegang saham asing serta investor lainnya. Perusahaan harus

memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk

memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan

perusahaan serta membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip

transparansi dalam lingkup kedudukan masing-masing (KNKG, 2006).

Isu mengenai corporate governance ini mulai menjadi perhatian di


(39)

commit to user

(Mintara, 2008). Corporate governance terdiri dari pihak yang melakukan

pengawasan terhadap manajemen, seperti dewan komisaris, komisaris independen

dan komite audit (Abeysekera, 2008). Penelitian ini menguji pengaruh corporate

governance yang direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi

komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit

independen dan jumlah rapat komite audit terhadap kepatuhan pengungkapan

wajib.

5. Dewan Komisaris

Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada

dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta

sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan

corporate governance yang baik (KNKG, 2006). Dewan komisaris merupakan

inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan

strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta

mewajibkan terlaksananya akuntabilitas (FCGI, 2001). Nasution dan Setiawan

(2007) menyatakan secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi

tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam

laporan keuangan. Pada intinya, dewan komisaris merupakan suatu mekanisme

pengawasan dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada

pengelola perusahaan.

Menurut FCGI (2001), terdapat dua sistem yang berkaitan dengan struktur


(40)

commit to user

system (sistem dua tingkat). Sistem satu tingkat dimiliki oleh negara yang

menganut sistem hukum Anglo – Saxon. Dalam hal ini perusahaan hanya

mempunyai satu dewan direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara

manajer atau pengurus senior (direktur eksekutif) dan direktur independen yang

bekerja dengan prinsip paruh waktu (non direktur eksekutif), dimana non direktur

eksekutif diangkat karena kebijakan, pengalaman dan relasinya. Negara dengan

one tier system misalnya Amerika Serikat dan Inggris (Cety, 2010).

Gambar 2.1

Struktur Board of Director dalam One Tier System (sumber: FCGI, 2001)

Sistem dua tingkat berarti perusahaan mempunyai dua badan terpisah,

yaitu dewan pengawas (dewan komisaris) dan dewan manajemen (dewan direksi).

Dalam sistem ini, dewan direksi bertugas mengelola dan mewakili perusahaan di

bawah pengarahan dan pengawasan dewan komisaris. Anggota dewan komisaris

diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dewan

komisaris bertanggung jawab untuk mengawasi tugas manajemen (dewan direksi)

karena dewan direksi harus memberikan informasi dan menjawab hal-hal yang

diajukan dewan komisaris. Oleh karena itu, dewan komisaris tidak boleh

melibatkan diri dalam tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan

General Meeting of the Shareholders (GMoS)

Boards of Directors Executive

Director

Non-Executive Director


(41)

commit to user

dalam transaksi dengan pihak ketiga. Negara yang menganut sistem ini memiliki

sistem hukum Kontinental Eropa, seperti Denmark, Jerman dan Jepang.

Gambar 2.2

Struktur Board of Commissioner dan Board of Director dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Belanda (sumber: FCGI, 2001)

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2001) menyatakan

bahwa Indonesia menganut Two Tiers System (sistem dua tingkat) karena sistem

hukum di Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda. Berdasarkan UU No. 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, dewan komisaris dan direksi diangkat

dan diberhentikan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Dewan komisaris

dipilih oleh RUPS untuk mengawasi kinerja dewan direksi dan bersama-sama

bertanggung jawab pada RUPS.

Gambar 2.3

Struktur Board of Commissioner dan Board of directors dalam Two Tiers System yang diadopsi oleh Indonesia (sumber: Undang-Undang Perseroan Terbatas tahun 2007)

General Meeting of The Shareholders (GMoS)

Board of Commissioner (BoC)

Board of Directors (BoD)

Dewan Komisaris Dewan Direksi


(42)

commit to user Keterangan Gambar:

: pengangkatan dan pemberhentian anggota dewan : tanggung jawab terhadap RUPS

: supervisi atau pengawasan

Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan

pengawasan secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta

memberi nasihat kepada direksi (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40

Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas).Tugas utama dewan komisaris menurut

FCGI (2001: 5) sebagai berikut:

1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan asset.

2. Menilai sistem penetapan penggajian pejabat kunci dan penggajian anggota dewan direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota dewan direksi secara transparan dan adil.

3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan di tingkat manajemen, anggota dewan direksi dan anggota dewan komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan.

4. Memonitor pelaksanaan governance, dan mengadakan perubahan jika diperlukan.

5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.

Menurut Dalton et al (1999) jumlah anggota dewan komisaris yang

optimum akan lebih efektif daripada jumlah yang kecil. Hal ini menyebabkan

aktivitas pengendalian dan pengawasan terhadap manajemen semakin baik

(Andres, Azofra, dan Lopez, 2005). Abeysekera (2008) menyatakan bahwa

corporate governance yang direpresentasikan dengan ukuran dewan komisaris


(43)

commit to user

memunculkan perpaduan skill antar anggotanya sehingga berpengaruh terhadap

kepatuhan pengungkapan wajibnya.

Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan

keberadaan komisaris independen (Permatasari, 2009). Komisaris independen

adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen,

anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas

dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi

kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi

kepentingan perusahaan (KNKG, 2006). Komisaris independen ditetapkan

sebagai seseorang yang independen dari posisi manajemen dalam perusahaan dan

bebas dari hubungan apapun yang dapat mempengaruhi keputusan mereka dalam

pengambilan keputusan (Hegazy dan Hegazy, 2010). Keberadaan komisaris

independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui Keputusan Direksi PT Bursa

Efek Jakarta Nomor : Kep-305/BEJ/07-2004. Perusahaan yang terdaftar di Bursa

harus mempunyai komisaris independen yang secara proporsional sama dengan

jumlah saham yang dimiliki pemegang saham minoritas. Dalam peraturan ini,

persyaratan jumlah minimal komisaris independen adalah 30% dari seluruh

anggota dewan komisaris.

Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor :

Kep-305/BEJ/07-2004, kriteria komisaris independen adalah:

a. Komisaris independen tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pengendali perusahaan tersebut.

b. Komisaris independen tidak mempunyai hubungan dengan direktur, dan/atau komisaris perusahaan tersebut.

c. Komisaris independen tidak mempunyai kedudukan ganda di perusahaan lain yang memiliki afiliasi dengan perusahaan yang bersangkutan.


(44)

commit to user

d. Komisaris independen harus mengerti peraturan undang-undang dalam hal pasar modal.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002,

paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari anggota komisaris/dewan pengawas

harus berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan yang bebas dengan

ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak menjabat sebagai Direksi di perusahaan terafiliasi.

b. Tidak bekerja pada Pemerintah termasuk di departemen, lembaga dan kemiliteran dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

c. Tidak bekerja di BUMN yang bersangkutan atau afiliasinya dalam kurun waktu tiga tahun terakhir.

d. Tidak mempunyai keterkaitan finansial, baik langsung maupun tidak langsung dengan BUMN yang bersangkutan atau perusahaan yang menyediakan jasa dan produk kepada BUMN yang bersangkutan dan afiliasinya.

e. Bebas dari kepentingan dan aktivitas bisnis atau hubungan lain yang dapat menghalangi atau mengganggu kemampuan komisaris/dewan pengawas yang berasal dari kalangan di luar BUMN yang bersangkutan untuk bertindak atau berpikir secara bebas di lingkup BUMN.

Dalam menjalankan tugasnya, dewan komisaris biasanya mengadakan

pertemuan rutin melalui rapat dewan komisaris. Berdasarkan Keputusan Menteri

BUMN No: Kep-117/M-MBU/2002, rapat dewan komisaris harus diadakan

secara berkala, yaitu pada prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan,

tergantung sifat khusus masing-masing BUMN. Hasil penelitian yang dilakukan

Vafeas (2003) dan Brick dan Chidambaran (2007) menunjukkan bahwa jumlah

rapat yang diselenggarakan dewan komisaris akan meningkatkan kinerja


(45)

commit to user

kepatuhan pengungkapan berhubungan positif dengan frekuensi rapat dewan

komisaris.

6. Komite Audit

Komponen penting lain yang mendukung terlaksananya corporate

governance yang baik, yaitu komite audit (FCGI, 2001). Sesuai dengan

Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris

untuk melakukan tugas pengawasan dan pengelolaan perusahaan. Komite audit

merupakan mekanisme untuk memastikan tidak ada tindakan manajemen yang

merugikan stakeholders (Abeysekera, 2008). Komite audit dipandang oleh banyak

pihak sebagai alat monitoring untuk menghindari kecurangan dalam pelaporan

keuangan dan memonitor kinerja manajemen.

Peraturan mengenai komite audit diatur di Surat Keputusan Ketua

Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor:

Per-05/MBU/2006. Berdasarkan peraturan tersebut, tugas dan tanggung jawab komite

audit yaitu memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau

hal yang disampaikan oleh direksi kepada dewan komisaris, dan melaksanakan

tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris.

Berdasarkan KNKG (2006), komite audit bertugas membantu dewan

komisaris untuk memastikan bahwa:

a. Laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi

yang berlaku umum,


(46)

commit to user

c. Pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan

standar audit yang berlaku,

d. Tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen.

Berdasarkan Surat Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004

dan Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-05/MBU/2006, keanggotaan komite

audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) orang anggota, seorang

diantaranya merupakan komisaris independen Perusahaan Tercatat yang sekaligus

merangkap sebagai ketua komite audit, sedangkan anggota lainnya merupakan

pihak ekstern yang independen dimana sekurang-kurangnya satu diantaranya

memiliki kemampuan dibidang akuntansi dan atau keuangan. Menurut Ho dan

Wong (2001) komite audit independen berpengaruh positif terhadap luasnya

disclosure. Komite audit independen tidak terafiliasi dengan perusahaan atau

komite lainnya, sehingga kinerjanya dapat dipercaya.

Berdasarkan Peraturan Keputusan Ketua Bapepam Nomor:

Kep-29/PM/2004 dan Peraturan Menteri BUMN Nomor: Per-05/MBU/2006, komite

audit mengadakan rapat sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal

rapat dewan komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Menurut Li, Pike,

dan Haniffa (2008) frekuensi rapat komite audit berpengaruh positif terhadap

disclosure. Hal ini sejalan dengan dengan penelitian Ettredge et al (2010),

dimana kepatuhan pengungkapan berhubungan positif dengan frekuensi rapat

komite audit. Semakin sering komite audit melakukan rapat, semakin mendorong


(47)

commit to user

B. Kaitan Corporate Governance dalam Kepatuhan Pengungkapan Wajib

Corporate governance merupakan faktor yang penting dalam kepatuhan

pengungkapan (Ettredge et al, 2010). Agar pengungkapan wajib dalam laporan

tahunan mencukupi kebutuhan informasi para stakeholders dan sesuai dengan

peraturan yang ada, maka diperlukan adanya corporate governance. Hal tersebut

sesuai dengan pendapat Muhamad, Shahimi, Yahya, dan Mahzan (2009), dimana

ketidakpatuhan pengungkapan menandakan kurangnya integritas dan lemahnya

praktik corporate governance dalam perusahaan tersebut.

Penerapan corporate governance memiliki pengaruh terhadap luas

pengungkapan informasiperusahaan (Ho dan Wong, 2001). Penelitian Ettredge et

al (2010) menemukan bahwa kualitas corporate governance memiliki hubungan

positif dengan kualitas kepatuhan pengungkapan wajib. Hal ini sejalan dengan

penelitian Khomsiyah (2003), semakin baik implementasi corporate governance,

maka semakin banyak pula informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam

laporan tahunan.

Peran penting dalam melaksanakan corporate governance berada pada

dewan komisaris yang berfungsi sebagai pengawas aktifitas dan kinerja serta

sebagai penasihat direksi dalam memastikan bahwa perusahaan melaksanakan

corporate covernance yang baik (KNKG, 2006). Jumlah anggota dewan

komisaris mempengaruhi aktivitas pengendalian dan pengawasan (Andres et al

2005). Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris ini didukung dengan


(48)

commit to user

menemukan bukti bahwa komposisi komisaris independen berpengaruh positif

signifikan terhadap pengungkapan.

Menurut Herwidayatmo (2000), peran pengawasan sekaligus akuntabilitas

dewan komisaris perusahaan di Indonesia pada umumnya belum memadai.

Dengan demikian, diperlukan suatu komite untuk membantu tugas dan fungsi

dewan komisaris yang disebut yang disebut dengan komite audit (Cety, 2010).

Komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap kualitas laporan

keuangan perusahaan (Suharli dan Amrullah, 2007). Keefektifan peran komite

audit ini didukung dengan keberadaan komite audit independen. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007) menunjukan bahwa anggota

komite audit yang independen meningkatkan transparansi pengungkapan laporan

keuangan yang dilakukan oleh pihak manajemen. Penelitian lain yang dilakukan

oleh Cety dan Suhardjanto (2010) menunjukkan bahwa komposisi komite audit

independen berpengaruh positif terhadap environmental performance, termasuk


(49)

commit to user Komposisi Komisaris

Independen (X2)

Ukuran Dewan Komisaris (X1)

C. Kerangka Pemikiran

Di bawah ini adalah kerangka mengenai hubungan antar masing-masing

variabel:

Variabel Independen Variabel Dependen

H1+

H2 +

H3 +

H4 +

H5 +

Gambar 3.1: Skema Kerangka Pemikiran

Berdasarkan kerangka konseptual di atas, maka variabel independen yang

terdiri dari ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah

rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat

komite audit diharapkan berpengaruh positif terhadap kepatuhan pengungkapan

wajib.

Kepatuhan pengungkapan wajib (Y)

Jumlah Rapat Dewan Komisaris (X3)

Jumlah Rapat Komite Audit (X5)

Komposisi Komite Audit Independen (X4)


(50)

commit to user

D. Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis

Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran corporate governance dalam

kepatuhan pengungkapan wajib di BUMN. Dalam penelitian ini, corporate

governance direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris

independen, jumlah rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen

dan jumlah rapat komite audit. Pengembangan hipotesis untuk masing – masing

corporate governance adalah sebagai berikut.

1. Pengaruh ukuran dewan komisaris terhadap kepatuhan pengungkapan wajib.

Dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang

ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi

manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya

akuntabilitas (FCGI, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Abeysekera

(2008) jumlah dewan komisaris yang dinilai efektif berada pada rentang lebih dari

5 (lima) orang dan kurang dari 14 orang. Jumlah atau ukuran dewan komisaris

mempengaruhi aktivitas pengendalian dan pengawasan (Andres et al, 2005).

Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan secara umum dewan komisaris

ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang

terkandung dalam laporan keuangan. Collier dan Gregory (1999) menyatakan

bahwa semakin besar jumlah anggota dewan komisaris, semakin mudah untuk

mengendalikan Chief Executif Officer (CEO) dan monitor kegiatan manajemen.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2005) menunjukkan jumlah

anggota dewan komisaris berpengaruh positif terhadap pengungkapan tanggung


(51)

commit to user

dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris yang kecil (Dalton et al, 1999;

Nasution dan Setiawan, 2007; dan Abeysekera, 2008). Oleh karena itu, jumlah

dewan komisaris yang besar diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan

pengungkapan wajib. Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dikembangkan

hipotesis:

H1: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kepatuhan

pengungkapan wajib.

2. Pengaruh komposisi komisaris independen terhadap kepatuhan pengungkapan

wajib.

Dewan komisaris sebagai puncak dari sistem pengelolaan internal

perusahaan memiliki peranan terhadap aktivitas pengawasan (Siallagan dan

Machfoedz, 2006). Keefektifan peran pengawasan oleh dewan komisaris

didukung dengan keberadaan komisaris independen dalam komposisi dewan

komisaris (Permatasari, 2009). Komisaris independen adalah komisaris yang

berasal dari luar perusahaan (Suhardjanto dan Afni, 2009). Ayuso dan Argondana

(2007) menemukan bahwa independent director lebih efektif dalam melakukan

pengawasan terhadap perusahaan karena kepentingan mereka tidak terganggu oleh

ketergantungan pada organisasi.

Hossain (2008) melakukan penelitian pada perusahaan perbankan di India.

Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa board compositions yang

diukur dengan komposisi komisaris independen secara signifikan berpengaruh


(52)

commit to user

Jaggi (2008), dimana menemukan bukti bahwa komposisi komisaris independen

berpengaruh positif signifikan terhadap pengungkapan. Berdasarkan uraian

tersebut, maka dapat dikembangkan hipotesis:

H2: Komposisi komisaris independen berpengaruh positif terhadap

kepatuhan pengungkapan wajib.

3. Pengaruh jumlah rapat dewan komisaris terhadap kepatuhan pengungkapan

wajib.

Peran utama dewan komisaris yaitu memonitoring keputusan manajemen

(Mohamad dan Sulong, 2010). Kinerja dan tugas dewan komisaris untuk

mengawasi jalannya perusahaan akan efektif bila masing-masing anggota dewan

secara aktif hadir dalam pertemuan dewan komisaris. Hal ini dilakukan untuk

mengetahui apakah operasi perusahaan telah sesuai dengan kebijakan dan strategi

perusahaan (Permatasari, 2009).

Vafeas (2003) dan Brick dan Chidambaran (2007) menunjukkan bahwa

semakin banyak rapat yang diselenggarakan dewan komisaris, maka

meningkatkan kinerja perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ettredge et al

(2010), dimana kepatuhan pengungkapan berhubungan positif dengan frekuensi

rapat dewan komisaris. Oleh karena itu, semakin banyak rapat yang dilakukan

oleh dewan komisaris diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan pengungkapan

wajib. Berdasarkan uraian tersebut, dapat dikembangkan hipotesis:

H3: Jumlah rapat dewan komisaris berpengaruh positif terhadap kepatuhan


(53)

commit to user

4. Pengaruh komposisi komite audit independen terhadap kepatuhan

pengungkapan wajib.

Sesuai dengan Kep-29/PM/2004, komite audit adalah komite yang

dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan dan

pengelolaan perusahaan. Komite audit memiliki tugas dan tanggung jawab

terhadap kualitas laporan keuangan perusahaan (Suharli dan Amrullah, 2007).

Keefektifan peran komite audit ini didukung dengan keberadaan komite audit

independen.

Cety dan Suhardjanto (2010) mengungkapkan bahwa anggota komite audit

yang independen berpengaruh positif terhadap environmental performance,

termasuk dalam pengungkapan informasi. Hasil penelitian yang dilakukan oleh

Nasution dan Setiawan (2007) menunjukan bahwa anggota komite audit yang

independen meningkatkan transparansi pengungkapan laporan keuangan yang

dilakukan oleh pihak manajemen. Berdasarkan uraian di atas, dapat

dikembangkan hipotesis:

H4: Komposisi komite audit independen berpengaruh positif terhadap

kepatuhan pengungkapan wajib.

5. Pengaruh jumlah rapat komite audit terhadap kepatuhan pengungkapan wajib

Komite audit memiliki fungsi pengawasan terhadap operasi

perusahaan termasuk kaitannya dengan praktik kinerja perusahaan (Cety dan

Suhardjanto, 2010). Komite audit harus transparan, dimulai dengan keharusan


(54)

commit to user

yang kemudian didukung dengan keteraturan rapat komite audit (Alijoyo, 2003).

Dalam melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab yang menyangkut sistem

pelaporan keuangan, komite audit perlu mengadakan rapat tiga sampai empat kali

dalam setahun (FCGI, 2001).

Li et al (2008) menemukan bukti bahwa frekuensi rapat komite audit

berpengaruh positif terhadap disclosure. Hal ini sejalan dengan penelitian

Ettredge et al (2010), dimana kepatuhan pengungkapan berhubungan positif

dengan frekuensi rapat komite audit. Berdasarkan uraian di atas, dapat

dikembangkan hipotesis:

H5: Jumlah rapat komite audit berpengaruh positif terhadap kepatuhan


(55)

commit to user BAB III

METODE PENELITIAN

Bab III berikut ini akan dijelaskan mengenai desain penelitian; populasi,

sampel, dan teknik pengambilan sampel; data dan metode pengumpulan data;

variabel penelitian dan pengukurannya; serta metode analisis data yang terdiri dari

statistik deskriptif dan pengujian hipotesis.

A. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah pengujian hipotesis yang bertujuan untuk menguji

hipotesis yang diajukan oleh peneliti mengenai pengaruh corporate governance

yang direpresentasikan oleh ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris

independen, rapat dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan rapat

komite audit terhadap kepatuhan pengungkapan wajib. Pengujian hipotesis

menjelaskan sifat dari hubungan tertentu, memahami perbedaan antara kelompok

atau independensi dua variabel atau lebih (Sekaran, 2000).

B. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah BUMN yang terdaftar di BEI dari

tahun 2005 sampai dengan 2009. Tahun tersebut dipilih karena sesuai dengan isi

dari Master Plan BUMN tahun 2005–2009, salah satu intinya yaitu memperbaiki


(56)

commit to user

dalam hal pengungkapan laporan keuangan. Hal ini sebagai salah satu bentuk

corporate governance, sehingga hal tersebut menjadi relevan untuk diteliti.

Tabel 3.1

Jumlah Populasi BUMN yang listing di BEI

Tahun Jumlah BUMN

2005 12

2006 12

2007 14

2008 14

2009 15

Total 67

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive

sampling. Teknik purposive sampling adalah pengambilan sampel yang dilakukan

dengan mengambil sampel berdasarkan kriteria tertentu sesuai dengan tujuan

penelitian (Hartono, 2005). Kriteria BUMN yang menjadi sampel dalam

penelitian ini adalah BUMN yang menyediakan laporan tahunan di situs

www.idx.co.id, situs perusahaannya.

Tabel 3.2

Kriteria Pemilihan Sampel

Keterangan Jumlah BUMN

Jumlah Populasi 67

Kriteria Pemilihan Sampel:

· Tidak menyediakan annual report (2)

Total Sampel Penelitian 65

C. Data dan Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder. Data

sekunder diambil dari laporan tahunan perusahaan dari tahun 2005 sampai dengan


(57)

commit to user

dapat melihat kondisi perusahaan yang bersangkutan dan selanjutnya

menggunakannya sebagai dasar pembuatan keputusan. Data sekunder yang

dikumpulkan diperoleh dari situs www.idx.co.id dan dari situs masing – masing

perusahaan.

D. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan variabel independen

dengan pengukuran sebagai berikut:

1. Variabel Dependen

Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kepatuhan

pengungkapan wajib yang berfokus pada ekuitas dari tahun 2005 sampai

2009. Item pengungkapan ekuitas mengacu pada PSAK No. 21 tahun 2007

(akuntansi ekuitas), item yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 35

item. Rincian item dapat dilihat pada Lampiran I.

Delapan item dalam komponen pengungkapan dividen termasuk

dalam komponen pengungkapan saldo laba sehingga dalam penelitian ini,

delapan item tersebut tidak dimasukkan dalam komponen pengungkapan

dividen. Delapan item tersebut yaitu:

1. Pengungkapan jumlah dividen 2. Dividen per lembar saham

3. Batasan saldo laba minimum dalam kaitan dengan ketersediaan dividen3

4. Jumlah hutang dividen4

5. Hutang dividen per lembar saham5 6. Pengungkapan pembagian dividen6

3

Diasumsikan sama dengan keterbatasan saldo laba tersedia bagi dividen.

4

Diasumsikan sama dengan tunggakan dividen.

5


(58)

commit to user

7. Jumlah kapitalisasi dividen saham dan pecah saham

8. Laba per saham perlu disaji ulang (restated) berdasarkan jumlah saham yang setara setelah pecah saham agar dapat diperbandingkan

Semua item pengungkapan ekuitas yang telah diatur oleh standar yang

berlaku, dalam hal ini adalah PSAK No. 21 wajib diungkapkan oleh setiap

perusahaan publik. Untuk teknik pengukuran menggunakan teknik scoring,

jika item tersebut diungkapkan dalam annual report maka diberikan skor 1

dan skor 0 diberikan jika item tersebut tidak diungkapkan dalam annual

report. Mengacu pada penelitian sebelumnya Setyadi et al (2006), kuantitas

kepatuhan pengungkapan wajib dapat diukur dengan menjumlahkan skor

pengungkapan untuk setiap annual report perusahaan tertentu pada tahun

tertentu, kemudian membaginya dengan skor maksimal yang dapat dilakukan

oleh perusahaan tertentu pada tahun tertentu.

2. Variabel Independen

1) Ukuran Dewan Komisaris

Abeysekera (2008) menyatakan bahwa ukuran dewan komisaris

yang besar lebih efektif jika dibandingkan dengan ukuran dewan komisaris

yang kecil. Indikator yang digunakan adalah jumlah keseluruhan anggota

dewan komisaris yang dimiliki perusahaan baik yang berasal dari dalam

6

Pembagian dividen diasumsikan sama dengan deklarasi dividen. Pengungkapan deklarasi dividen, setelah tanggal neraca, baik sebelum tanggal penerbitan laporan keuangan maupun Pendapat Akuntan Independen.


(59)

commit to user

maupun luar perusahaan (independen) sesuai dengan penelitian Dalton et

al (1999), Nasution dan Setiawan (2007) dan Abeysekera (2008).

å +å

= KomisarisInternal KomisarisEksternal

Komisaris Dewan

Ukuran

2) Komposisi Komisaris Independen

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak

terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan

pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau

hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk

bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan

perusahaan (KNKG, 2006). Indikator yang digunakan sesuai dengan

penelitian Haniffa dan Cooke (2005), Eng dan Mak (2005), Nurkhin

(2008), Miranti (2009) dan Permatasari (2009) yaitu persentase anggota

dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran

anggota dewan komisaris perusahaan.

å

å

=

Komisaris Dewan

Independen Komisaris

Independen Komisaris


(60)

commit to user

% 100 Audit

Komite

Independen Audit

Komite Independen

Audit Komite

Komposisi x

å

å

= 3) Jumlah Rapat Dewan Komisaris

Jumlah rapat dewan komisaris merupakan rapat yang dilakukan

antara dewan komisaris dalam suatu perusahaan selama satu tahun.

Berdasarkan Keputusan Menteri BUMN No: Kep-117/M-MBU/2002,

rapat dewan komisaris harus diadakan secara berkala, yaitu pada

prinsipnya sekurang-kurangnya sekali dalam sebulan, tergantung sifat

khusus masing-masing BUMN. Indikator yang digunakan sesuai dengan

penelitian Permatasari (2008), Cety dan Suhardjato (2010) dan Ettredge et

al (2010) yaitu jumlah rapat yang dilakukan oleh dewan komisaris dalam

waktu satu tahun.

4) Komposisi Komite Audit Independen

Komite audit independen merupakan anggota komite audit yang

tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan

pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau

hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk

bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan

perusahaan. Indikator yang digunakan adalah persentase anggota komite

audit yang berasal dari luar perusahaan dari seluruh ukuran komite audit

perusahaan, yaitu sesuai dengan penelitian Permatasari (2009) dan


(61)

commit to user

5) Jumlah Rapat Komite Audit

Jumlah rapat komite audit merupakan rapat yang dilakukan oleh

komite audit dalam perusahaan. Berdasarkan Peraturan Keputusan Ketua

Bapepam Nomor: Kep-29/PM/2004, komite audit mengadakan rapat

sekurang-kurangnya sama dengan ketentuan minimal rapat dewan

komisaris yang ditetapkan dalam anggaran dasar. Indikator yang

digunakan adalah jumlah rapat audit yang diselenggarakan dalam jangka

satu tahun, dan sesuai dengan penelitian Li et al (2008), Permatasari

(2009), Cety dan Suhardjanto (2010) dan Ettredge at al (2010).

E. Metode Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan statistik deskriptif dan

pengujian hipotesis. Pengujian dilakukan dengan menggunakan bantuan program

SPSS release 16.

1. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif terdiri dari penghitungan mean, median, standar

deviasi, maksimum, dan minimum. Analisis ini dimaksudkan untuk memberikan

gambaran mengenai distribusi dan perilaku data (Ghozali, 2006).

2. Pengujian Hipotesis

Ketepatan fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur

dari goodness of fit-nya. Secara statistik, goodness of fit suatu model dapat diukur


(62)

commit to user

Perhitungan statistik dikatakan signifikan apabila nilai uji statistiknya berada

dalam daerah kritis (daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak

signifikan bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho diterima

(Ghozali, 2006). Persamaan regresi berganda untuk pengujian hipotesis dalam

penelitian ini adalah

PW = α + β1 BSIZE+ β2 KOMIND+ β3 RPTDK+ β4 KOMKAI+ β5

RPTKA+ e

Keterangan Persamaan Regresi Berganda

Simbol Keterangan

PW BSIZE KOMIND RPTDK KOMKAI RPTKA β α e Pengungkapan wajib Ukuran dewan komisaris

Komposisi komisaris independen Jumlah rapat dewan komisaris Komposisi komite audit independen Jumlah rapat komite audit

Koefisien regresi Konstanta Error

a) Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar

variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya. Koefisien

determinasi digunakan untuk menguji goodness of fit model regresi. Nilai

koefisien determinasi (R2) dilihat pada hasil pengujian regresi linier berganda

untuk variabel independen terhadap variabel dependennya. Untuk jumlah

variabel independen lebih dari dua, lebih baik menggunakan koefisien


(63)

commit to user

b) Nilai F

Merupakan pengujian untuk mengetahui apakah variabel independen

secara bersama-sama atau simultan mempengaruhi variabel dependen

(Ghozali, 2006). Dengan pengujian ini dapat diketahui apakah ukuran dewan

komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah rapat dewan komisaris,

komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite audit

berpengaruh secara simultan terhadap kepatuhan pengungkapan wajib.

c) Nilai t

Dilakukan untuk mengetahui pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Nilai t dalam

penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%. Variabel independen

(ukuran dewan komisaris, komposisi komisaris independen, jumlah rapat

dewan komisaris, komposisi komite audit independen dan jumlah rapat komite

audit) dikatakan berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen

(kepatuhan pengungkapan wajib) apabila nilai signifikan (p-value) lebih kecil

dari 5%. Dengan demikian, H1, H2, H3, H4, dan H5 diterima apabila nilai

signifikan (p-value) lebih kecil dari 5%.

Sebagai persyaratan pengujian regresi berganda dilakukan uji asumsi

klasik untuk memastikan bahwa data penelitian valid, tidak bias, konsisten, dan

penaksiran koefisien regresinya efisien (Gujarati, 2003). Uji asumsi klasik sebagai


(1)

commit to user

Excluded Variablesc

Model Beta In t Sig. Partial Correlation

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

Minimum Tolerance

2 KOMIND .117a .862 .393 .132 .694 1.440 .531

3 KOMIND .125b .922 .362 .139 .696 1.436 .638

RPTDK .172b 1.238 .222 .186 .656 1.525 .656

a. Predictors in the Model: (Constant), RPTKA, KOMKAI, RPTDK, BSIZE b. Predictors in the Model: (Constant), RPTKA, KOMKAI,

BSIZE


(2)

commit to user

LAMPIRAN VI

UJI BEDA T-

TEST

Uji Beda T-

test

Variabel Ukuran Dewan Komisaris

Group Statistics

kodevar

1 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

PW 2 20 .5656 .05187 .01160

1 28 .5244 .04932 .00932

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

PW Equal variances assumed

.148 .702 2.793 46 .008 .04121 .01475 .01151 .07090

Equal variances not assumed


(3)

commit to user

Uji Beda T-

test

Variabel Komposisi Komisaris Independen

Group Statistics

kodevar

2 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

PW 2 18 .5459 .05944 .01401

1 30 .5389 .05118 .00934

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

PW Equal variances assumed

.379 .541 .432 46 .667 .00701 .01621 -.02563 .03965

Equal variances not assumed


(4)

commit to user

Uji Beda T-

test

Variabel Jumlah Rapat Dewan Komisaris

Group Statistics

kodevar

3 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

PW 2 20 .5599 .04556 .01019

1 28 .5285 .05632 .01064

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

PW Equal variances assumed

1.946 .170 2.059 46 .045 .03144 .01527 .00071 .06216

Equal variances not assumed


(5)

commit to user

Uji Beda T-

test

Variabel Komposisi Komite Audit Independen

Group Statistics

kodevar

4 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

PW 2 30 .5238 .05526 .01009

1 18 .5712 .03653 .00861

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

PW Equal variances assumed

5.749 .021

-3.237 46 .002 -.04746 .01466 -.07697 -.01794

Equal variances not assumed


(6)

commit to user

Uji Beda T-

test

Variabel Jumlah Rapat Komite Audit

Group Statistics

kodevar

5 N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

PW 2 20 .5627 .05641 .01261

1 28 .5265 .04746 .00897

Independent Samples Test

Levene's Test for Equality of

Variances t-test for Equality of Means

F Sig. t df

Sig. (2-tailed)

Mean Difference

Std. Error Difference

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

PW Equal variances assumed

.946 .336 2.410 46 .020 .03624 .01503 .00598 .06649

Equal variances not assumed