Analisa Performansi Supply Chain Operation Referance di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dengan baik.

(1)

Alhamdulillah, Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan kasih sayang -Nya. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan tugas akhir (skripsi) yang berjudul Analisa Performansi Supply Chain Operation

Referance di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dengan baik.

Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada pihak – pihak yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung kepada:

1. Bapak Ir. Sutiyono, MT selaku Dekan Fakultas Teknologi Industri UPN “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak Ir. H. Moch. Tutuk Safirin, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Indutri UPN “Veteran” Jawa Timur.

3. Bapak Drs. Pailan, M.Pd , selaku Sekretaris Jurusan Teknik Indutri UPN “Veteran” Jawa Timur.

4. Bapak Ir. H. Tri Susilo, MM. selaku Dosen Pembimbing I yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.

5. Ibu Dira Ernawati, ST. MT. selaku Dosen Pembimbing II yang telah membimbing saya dalam menyelesaikan laporan skripsi ini.


(2)

6. Bapak I.M. Haribowo, selaku Kepala Manager Produksi sekaligus sebagai pembimbing lapangan di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience Surabaya. 7. Bapak Yuyus Cahyono Sunaryo, selaku pembimbing lapangan di PT. Bayer

Indonesia – Bayer CropScience Surabaya.

8. Semua Staf dan Karyawan PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScence, yang telah banyak membantu selama penyusun melaksanakan penelitian.

9. Buat BundaQ tersayang...., Trimakasih atas doa dan support yang telah engkau limpahkan kepadaQ..., without U, I can`t do like it. Love You So Much...  10.Buat semua teman – teman angkatan 2007 paralel D, Matur Nuwun Sanget

sudah menjadi teman saat senang dan sumpek...terimakasih dukungan dan semangatnya... Ayo kita harus lulus bareng tahun ini...Amiin...Kobarkan semangat perjuangan kalian !!! 

11. Buat semua sobat – sobatQ di kampus maupun di kos, temen – temen TI , temen kos khususnya temen 1 kamar di kos2n,and all of my friend every where, yang tidak bisa dina sebutkan satu – satu, terimakasih atas dukungannya hingga selesai skripsi .

Penyusun menyadari bahwa penulisan Laporan Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna, baik isi maupun penyajian. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun akan penyusun terima dengan senang hati.

Akhir kata semoga Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan. Amin...

Surabaya, 1 Februari 2011 Penyusun


(3)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

ABSTRAKSI ... xii

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Asumsi ... 3

1.5. Tujuan ... 4

1.6. Manfaat ... 4

1.7. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pengukuran Kinerja Perusahaan ... 7

2.1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja ... 8

2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja ... 8


(4)

2.3 Prinsip Pengukuran Performansi Supply Chain... 13

2.3.1 Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain... 15

2.4 Supply Chain Operation Reference (SCOR) Model... 16

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 19

2.5.1 Langkah-Langkah Analytical Hierarchy Process ... 24

2.6 Metode Pengukuran Performansi Supply Chain... 27

2.7 Peneliti terdahuu ... 29

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

3.2 Tahap Identifikasi Variabel ... 31

3.3 Langkah – langkah pemecahan masalah... 35

3.4 Metode pengumpulan data... 42

3.4.1 Data Primer ... 42

3.4.2 Data Sekunder ... 43

3.5 Metode Pengolahan data ... 43

3.5.1 Uji Validitas ... 43

3.5.2 Uji Reliabilitas ... 43

3.5.3 Uji Konsistensi... 44

3.5.4 Penyamaan skala ukuran dengan normalisasi ... 44

3.5.5 Perhitungan nilai akhir kinerja suply chain... 45


(5)

4.1 Pengumpulan Data ... 48

4.1.1 Hierarki Awal Sistem Pengukuran Performansi Supply Chain... 48

4.1.2 Pengumpulan Data Kuantitatif... 50

4.1.2.1 Plan ... 50

a. Data Produksi dan Rencana Produksi ... 50

b. Data Planning Employee Reliability... 51

c. Data Internal Relationship ... 51

4.1.2.2 Source ... 52

a. Data Source Employee Reliability ... 52

b. Data Supplier Delivery Lead Time ... 53

c. Data Material Order Cost ... 54

d. Data Payment Term ... 54

4.1.2.3 Make ... 55

a. Data Manufacturing Employee Reliability ... 55

b. Data Run time dan break down time ... 55

4.1.2.4 Deliver ... 56

a. Data Deliver Lead Time... 56

b. Data Minimum Delivery Quantity ... 57

4.1.2.5 Return... 57


(6)

4.1.3.2 Penyebaran Kuisioner Indikator Kualitatif ... 58

4.1.4 Uji Validitas ... 59

4.1.4.1 Uji Validitas Kuisioner Karyawan Departemen produksi dan enggineering ... 59

4.1.4.2 Uji Validitas Kuisioner Karyawan Departemen Logistik dan planner... 60

4.1.5 Uji Reliabilitas ... 61

4.1.5.1 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Departemen produksi dan enggineering ... 61

4.1.5.2 Uji Reliabilitas Kuisioner Karyawan Departemen Logistik dan planner... 61

4.1.6 Pembobotan KPI ... 62

4.1.6.1 Penyusunan Kuisioner KPI ... 62

4.1.6.2 Penyebaran dan Pengumpulan Kuisioner KPI... 62

4.1.6.3 Pembobotan KPI Dengan AHP... 63

4.2 Pengolahan Data ... 64

4.2.1 Perhitungan Nilai Aktual Performansi Supply Chain ... 64

4.2.2 Penyamaan skala ukuran (scoring system) dengan Normalisasi... 69

4.2.3 Perhitungan Nilai Akhir Kinerja Supply Chain ... 71


(7)

5.1 Kesimpulan ... 80 5.2 Saran ... 81 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(8)

Gambar 2.1 Konsep Supply Chain (Beamon 1999)... 11

Gambar 2.2 Proses dalam supply chain (Supply Chain Council, 2006) ... 13

Gambar 2.3 Ruang lingkup pengukuran kinerja supply chain... 15

Gambar 2.4 Supply Chain Model... 16

Gambar 2.5 Struktur Hierarki ... 22

Gambar 3.1 Langkah-Langkah Pemecahan Masalah... 36

Gambar 4.1 Hirarki Performansi Supply Chain di PT. Bayer Indonesia... 48


(9)

Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan... 24

Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan ... 25

Tabel 2.3 Nilai Indeks Random ... 27

Tabel 2.4 Sistem Monitoring Indikator Performansi ... 29

Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator ... 32

Tabel 4.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator di PT Bayer Indonesia – Bayer CropScience Surabaya ... 49

Tabel 4.2 Data Produksi dan Rencana Produksi PT Bayer Indonesia ... 50

Tabel 4.3 Data Planning Employee Reliability... 51

Tabel 4.4 Data Internal Relationship... 52

Tabel 4.5 Data Source Employee Reliability ... 53

Tabel 4.6 Data Supplier Delivery Lead Time... 53

Tabel 4.7 Data Material Order Cost... 54

Tabel 4.8 Data Payment Term ... 54

Tabel 4.9 Data Manufacturing Employee Reliability ... 55

Tabel 4.10 Data Run time dan Break Down Time... 56

Tabel 4.11 Data Delivery Lead Time ... 56

Tabel 4.12 Data Minimum Delivery Quantity... 57

Tabel 4.13 Data Number of Customer Complaint ... 57

Tabel 4.14 Uji Validitas Bagian Produksi dan engineering ... 59


(10)

Tabel 4.18 Nilai Bobot KPI pada Setiap Level... 64

Tabel 4.19 Hasil Performansi Supply Chain Aktual ... 67

Tabel 4.20 Hasil Scoring Aktual... 70

Tabel 4.21 Nilai Akhir Kinerja Supply Chain ... 72

Tabel 4.22 Nilai Performansi Supply Chain Perusahaan ... 74

Tabel 4.23 Hasil Indikator Dengan Skor ... 76

Tabel 4.24 Hasil Indikator Dengan Skor Rendah ... 78


(11)

Lampiran A : Gambaran Umum Perusahaan

Lampiran B : Kuisioner Indikator Performansi Supply Chain

Lampiran C : Hasil Kuesioner Indikator

Lampiran D : Output Uji Validitas dan Reliabilitas Lampiran E : Kuisioner Pembobotan KPI

Lampiran F : Hasil Rekapitulasi Kuisioner KPI

Lampiran G : Perhitungan Manual Pembobotan Dengan AHP Lampiran H : Print Out Software Expert Choice

Lampiran I : Perhitungan Manual Pengukuran Kinerja Supply Chain

Lampiran J : R Tabel Dengan α = 95 % Lampiran K : α Tabel


(12)

berkualitas dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut memerlukan peran serta semua pihak mulai dari pemasok bahan baku sampai distribusi produk ke tangan pelanggan. Sehubungan dengan itu, untuk mengetahui apakah rantai supply chain produk di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience telah beroperasi dengan baik atau belum, diperlukan adanya suatu sistem pengukuran kinerja.

PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam produksi dan pemasaran produk-produk perlindungan dan pengatur tumbuh tanaman yang memproduksi pestisida, PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience sudah memiliki kerangka pengukuran kinerja tetapi pengukuran kinerja supply chain belum ada koordinasi dan integrasi antar jaringan yang ada dalam supply chain perusahaan sehingga konsep supply chain dalam perusahaan tidak stabil. Hal ini menjadikan tidak seimbangnya antara permintaan dan pasokan produk yang ada di perusahaan.

Supply Chain Management merupakan solusi yang lebih cocok dan sesuai dengan

kondisi dan tujuan perusahaan. Untuk mengetahui kinerja perusahaan dengan supply

chain diperlukan suatu pengukuran melalui pendekatan yaitu model Supply Chain Operations Reference (SCOR). Model ini di organisasikan 5 proses yaitu plan, source, make, deliver, return dapat berjalan dengan baik.

Dari hasil pengukuran performasi supply chain PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dapat diketahui bahwa nilai performansi yang paling tinggi terdapat pada periode pada bulan April 2010 sebesar 82,99 (baik). dan nilai performasi supply chain yang paling rendah terdapat pada periode Agustus sebesar 62,07(cukup).

Dari hasil penelitian dapat juga diketahui nilai dari masing-masing KPI adalah sebagai berikut :

Percentage of Adjusted Production Quantity (60,04); Planning Employee Reliability (83,33); Internal Relationship (79,16); Source Employee Reliability (79,1); Supplier Delivery Lead Time (42,22); Material Order Cost (64,95); Payment Term (95,55); Breakdown Time Percentage (81,01); Manufacturing Employee Reliability (87,5); Delivery Lead Time (93,32); Minimum Delivery Quantity (35,25); Number of Customer Complaint (85,42).Dari nilai-nilai tersebut dapat diketahui bahwa ada dua KPI yang

mempunyai nilai skor rendah yang memerlukan prioritas untuk dilakukan pembenahan yaitu yang mempunyai nilai dibawah 50 point : Supplier Delivery Lead Time (42,22);

Minimum Delivery Quantity (35,22).


(13)

1.1. Latar Belakang

Pelaku industri mulai sadar bahwa untuk menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat, perbaikan di internal sebuah perusahaan manufaktur tidaklah cukup. Ketiga aspek tersebut memerlukan peran serta semua pihak mulai dari pemasok yang mengolah bahan baku dari alam menjadi komponen, pabrik yang mengubah komponen dan bahan baku menjadi produk jadi, perusahaan transportasi yang mengirimkan bahan baku dari pemasok ke pabrik, serta jaringan distribusi yang menyampaikan produk ke tangan pelanggan.

Sehubungan dengan itu, untuk mengetahui apakah rantai supply chain produk di PT. Bayer Indonesia telah beroperasi dengan baik atau belum, diperlukan adanya suatu sistem pengukuran kinerja. Dengan adanya sistem pengukuran kinerja maka diharapkan perusahaan dapat mengendalikan kinerja

supply chain secara simultan dan berkesinambungan (continuous improvement),

serta dapat mengidentifikasikan tingkat kesuksesan yang dicapai dan menunjukkan apakah peningkatan yang sudah direncanakan sebelumnya tercapai atau tidak. supply chain perlu diukur kinerjanya dan dimonitor secara terus menerus untuk mendapatkan kinerja supply chain yang baik.

PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience Surabaya merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak dalam produksi dan pemasaran produk-produk perlindungan dan pengatur tumbuh tanaman yang memproduk-produksi pestisida, PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience sudah memiliki kerangka pengukuran


(14)

antar jaringan yang ada dalam supply chain perusahaan sehingga konsep supply chain dalam perusahaan tidak stabil. Hal ini menjadikan tidak seimbangnya antara permintaan dan pasokan produk yang ada di perusahaann.

Supply Chain Management merupakan solusi yang lebih cocok dan sesuai

dengan kondisi dan tujuan perusahaan. Untuk mengetahui kinerja perusahaan dengan supply chain diperlukan suatu pengukuran melalui pendekatan yaitu model Supply Chain Operations Reference (SCOR). Dari pengukuran tersebut didapatkan hasil kinerja yang akan mengarahkan perusahaan dan memberikan keuntungan, baik itu untuk perusahaan, supplier maupun konsumen. Dengan harapan PT Bayer Indonesia – Bayer CropScience lebih dapat menyeimbangkan

supply chain Management yang ada, agar plan, source, make, deliver, return

dapat berjalan dengan baik.

Untuk mengetahui sejauh mana kinerja perusahaan maka dari itu dilakukan pengukuran ini dengan harapan dapat membantu pihak manajemen agar bisa mengetahui kemampuan perusahaan saat ini, kelemahan, serta prioritas di masa yang akan datang.

1.2. Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang masalah diatas maka permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah ”Berapakah nilai performansi kinerja


(15)

Batasan masalah yang digunakan dalam penulisan ini adalah :

1. Pengukuran dengan model Supply Chain Operation Reference (SCOR) sampai pada 3 level dan menggunakan 5 proses meliputi plan, source, make

deliver dan return.

2. Penyebaran kuisioner dilakukan hanya pada staff departemen PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience yang terkait dengan kegiatan Supply Chain yaitu Produksi, Engineering, Logisti dan PPIC.

3. Pengambilan data dalam penelitian dilakukan pada Intern perusahaan dan tidak melibatkan konsumen.

1.4. Asumsi

Berdasarkan pada batasan masalah, maka asumsi yang digunakan adalah : 1. Kebijakan perusahaan selama penelitian ini tidak mengalami perubahan

secara signifikan.

2. Responden mengerti tentang kondisi real perusahaan.

3. Indikator-indikator kinerja yang disusun dapat mewakili kinerja supply chain yang ada di perusahaan.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui hasil pengukuran performansi kinerja supply chaín di PT Bayer Indonesia – Bayer CropScience Surabaya.


(16)

Indonesia – Bayer CropScience Surabaya yang memerlukan prioritas untuk dilakukan perbaikan.

3. Mengetahui tingkat performansi perusahaan yang dilihat dari konsep SCOR

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah : 1. Bagi Perusahaan :

a. Perusahaan dapat melakukan perbaikan berkelanjutan berdasarkan hasil kontrol kinerja supply chain yang dilakukan.

b. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan masukan bagi perusahaan dalam mengembangkan suatu kerangka pengukuran kinerja Supply Chain yang sesuai dengan kondisi dan tujuan strategis perusahaan.

2. Bagi perpustakaan UPN “Veteran” Jawa Timur :

a. Menambah koleksi buku referensi yang berhubungan dengan Supply

Chain.

b. Menjadi acuan bagi mahasiswa lain untuk menambah dan mengembangkan ilmu pengetahuan Supply Chain.

3. Bagi Mahasiswa :

1. Agar dapat membandingkan teori yang didapat dikampus dengan keadaan sebenarnya dilapangan.

2. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam suatu lapangan kerja yang dihadapi.


(17)

Sistematika dalam penulisan Skripsi ini dapat dijelaskan sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN

Bagian ini berisi tentang latar belakang, gambaran umum perusahaan, perumusan masalah, tujuan penelitian serta manfaat penelitian, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian serta sistematika penulisan skripsi ini secara keseluruhan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menguraikan tentang teori, pendapat pakar, tulisan ilmiah, dan sejenisnya yang dibutuhkan untuk mendukung dan memberikan landasan/kerangka konsep berpikir yang kuat dan relevan dalam penelitian ini yaitu mengenai konsep model – model pendekatan pengukuran dan pengendalian kinerja supply chain dan hasil penelitian sebelumnya yang dijadikan acuan dan landasan skripsi ini.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan langkah – langkah penelitian secara keseluruhan sampai perancangan mekanisme kontrol kinerja supply chain yang diusulkan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini menjelaskan indikator kinerja yang dijadikan mekanisme kontrolnya berikut pula definisi, ukuran kinerja dan periodisasi pengukuran masing–masing indikator kinerja dan pada akhirnya dilakukan perancangan pengukuran kinerja untuk masing-masing indikator.


(18)

Pada bab ini berisikan kesimpulan dari penulisan ini dan saran sesuai dengan penelitian yang dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(19)

2.1 Pengertian Pengukuran Kinerja Perusahaan.

Pengukuran kinerja Perusahaan memiliki peranan penting dalam mengetahui kondisi perusahaan, apakah mengalami penurunan atau peningkatan serta perbaikan apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kinerja mereka.

Pengukuran kinerja merupakan suatu proses untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dari suatu aktivitas dalam suatu organisasi. Adapun definisi dari pengukuran kinerja itu sendiri menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :

a. Menurut Patrick L. Romano ( 1989 ),

Pengukuran kinerja ( performance ) merupakan salah satu proses dalam sistem pengendalian manajemen dengan membandingkan dan mengevaluasi antara rencana yang dibuat dan hasil yang dicapai, menganalisa penyimpangan yang terjadi dan melakukan perbaikan terhadap penyimpangan – penyimpangan tersebut.

b. Menurut Mulyadi (1993),

Pengukuran kinerja merupakan penentuan secara periodik efektivitas operasional dari suatu organisasi sebagai bagian organisasi dan karyawannya, berdasarkan : sasaran, standar dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya. c. Menurut Stoner et al ( 1996 ),

Pengukuran kinerja merupakan suatu ukuran seberapa efisien dan efektif individu atau organisasi dalam tujuan yang memadai


(20)

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengukuran kinerja adalah tindakan pengukuran yang dilakukan terhadap berbagai aktivitas dalam rantai nilai yang ada pada perusahaan. Hasil pengukuran tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan memberikan informasi tentang prestasi pelaksanaan suatu rencana dan titik dimana perusahaan memerlukan penyesuaian – penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan pengendalian. (Sony Yuwono, dkk. Gramedia Pustaka Tama, 2006)

2.1.1 Tujuan Pengukuran Kinerja

Tujuan pengukuran kinerja menurut Mulyadi (1993) adalah sebagai berikut: 1. Untuk menentukan kontribusi suatu bagian dalam perusahaan terhadap

organisasi secara keseluruhan.

2. Untuk memberikan dasar bagi penilaian suatu prestasi dalam berorganisasi. 3. Untuk memberikan motivasi bagi manajer bagian dalam (internal) menjalankan

bagiannya seirama dengan tujuan pokok perusahaan secara keseluruhan.

2.1.2 Manfaat Pengukuran Kinerja

Manfaat pengukuran kinerja menurut Lynch dan Cross (1993) adalah sebagai berikut:

1. Menelusuri manfaat kinerja terhadap harapan pelanggan sehingga akan membawa perusahaan menjadi lebih dekat pada pelanggannya dan membuat seluruh orang dalam organisasi terlibat dalam upaya memberi kepuasan kepada pelanggan.


(21)

2. Memotivasi pegawai untuk melakukan pelayanan kepada pelanggan sebagai bagian dari mata – rantai pelanggan dan pemasok internal.

3. Mengidentifikasi berbagai pemborosan sekaligus mendorong upaya – upaya pengurangan tehadap pemborosan yang terjadi di perusahaan ( reduction of

waste ).

4. Membuat suatu tujuan strategis yang biasanya masih kabur menjadi lebih kongkret sehingga mempercepat proses pembelajaran organisasi.

5. Membangun konsensus untuk melakukan suatu perubahan dengan memberi “reward” atas perilaku yang diharapkan tersebut. (Sony Yuwono, dkk. Gramedia Pustaka Tama 2006)

Menurut Vincent Gaspersz (2006) adalah sebagai berikut:

1. Pengukuran kinerja yang dilakukan oleh produsen akan sangat bermanfaat sebagai langkah positif dalam memacu kinerja bisnis itu sendiri.

2. Pengukuran kinerja paling sedikit akan memberikan dua manfaat untuk pembuat keputusan, yaitu:

a. Informasi tentang status kinerja bisnis saat ini. b. Identifikasi untuk peningkatan kinerja bisnis itu.

2.2 Konsep Supply Chain Management

Seperti yang kita ketahui bahwa untuk meningkatkan produktivitas total, pelaku bisnis harus dapat menyediakan produk yang murah, berkualitas dan cepat. Untuk melaksanakan ketiga konsep tersebut, kegiatan internal perusahaan harus dibenahi ditambah dengan peran serta semua pihak mulai dari supplier yang mengirim bahan baku, pabrik yang mengolah bahan baku menjadi barang


(22)

setengah jadi atau barang jadi, proses penyimpanan (inventory) sampai proses

delivery barang jadi tersebut ke retailer dan customer.

Dari uraian diatas bisa di simpulkan bahwa supply chain management melibatkan banyak pihak didalamnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam usaha untuk memenuhi permintaan konsumen. Di sini supply

chain tidak hanya melibatkan manufaktur dan supplier, tetapi juga melibatkan

banyak hal antara lain transportasi, gudang dan juga konsumen itu sendiri.(I Nyoman Pujawan, 2005)

2.2.1. Pengertian dasar Supply Chain Management

Adapun definisi dari supply chain management itu sendiri menurut para ahli, antara lain sebagai berikut :

1. Ross (1998), berpendapat supply chain management merupakan filosofi manajemen yang secara terus-menerus mencari sumber-sumber fungsi bisnis yang kompeten untuk digabungkan baik dalam perusahaan maupun luar perusahaan seperti mitra bisnis yang berada dalam satu supply chain untuk memasuki sistem supply yang berkompetitif tinggi dan memperhatikan kebutuhan pelanggan, yang berfokus pada pengembangan solusi inovatif dan sinkronisasi aliran produk, jasa dan informasi untuk menciptakan sumber nilai pelanggan (customer value) yang bersifat unik.

2. Martin (1998), berpendapat bahwa supply chain management adalah jaringan organisasi yang melibatkan hubungan upstream dan downstream dalam proses dan aktivitas yang berbeda yang memberi nilai dalam bentuk produk dan jasa pada pelanggan.


(23)

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat ditarik suatu pengertian tentang Supply Chain Management yaitu suatu kesatuan proses dan aktivitas produksi mulai raw material diperoleh dari supplier, proses penambahan nilai (produksi) yang mengubah raw material menjadi barang jadi, proses penyimpanan (inventory) sampai proses delivery barang jadi tersebut ke retailer dan customer. Semua kesatuan tersebut diupayakan dalam rangka untuk meningkatkan customer satisfaction.

Gambar 2.1. Konsep Supply Chain (Beamon, 1999)

(Sumber : B.M. Beamon, 1999, Measuring Supply Chain Performance Internasional Journal of Operation and Production Management Vol. 19, No. 3, hal 275 – 292)

2.2.2. Tujuan dari Supply Chain

Adapun tujuan dari ataupun proses supply chain ini adalah :

1. Mengembangkan team yang berfokus pada pelanggan sehingga dapat memberikan persetujuan produk dan jasa menguntungkan kedua belah pihak pada pelanggan secara strategik.


(24)

pertanyaan-3. Secara terus-menerus mengumpulkan, menyusun dan meng-update permintaan pelanggan untuk menyesuaikan demand dengan supply.

4. Mengetahui tingkat performansi perusahaan yang dilihat dari konsep supply chain

management

5. Mengatur hubungan supplier sehingga quick response dan perbaikan berkesinambungan dapat berjalan lancar.

6. Meminimasi waktu siklus ketersediaan (return to available).

2.2.3. Proses dalam Supply Chain

Supply chain mempunyai 5 proses utama yaitu :

1. Plan, yaitu proses yang menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk

mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman (delivery) yang baik.

2. Source, yaitu proses untuk menyediakan produk dan jasa (raw material) untuk

memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.

3. Make, yaitu proses untuk mentransformasi raw material menjadi produk jadi

untuk memenuhi kebutuhan atau permintaan aktual.

4. Deliver, yaitu proses mengirimkan produk jadi dan jasa untuk memenuhi

kebutuhan atau permintaan actual, termasuk juga manajemen penjualan, manajemen transportasi, dan manajemen distribusi.

5. Return, yaitu proses yang dikaitkan dengan pengembalian atau menerima

kembali produk dengan berbagai alasan. Proses ini juga termasuk didalam bagian delivery customer support.


(25)

Gambar 2.2 Proses dalam supply chain (Supply Chain Council, 2006)

2.3 Prinsip Pengukuran Performansi Supply Chain

Pengukuran kinerja adalah suatu proses untuk mengukur efektivitas dan efisiensi dari suatu aktivitas. Dalam sistem manajemen bisnis modern, pengukuran kinerja bukan hanya sekedar sistem pengukuran dan perhitungan saja, melainkan juga dapat memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja.

Ada sejumlah tipe pengukuran kinerja yang berbeda yang digunakan untuk mengkarakteristik sistem, khususnya sistem produksi, distribusi, dan inventori. Banyaknya sistem pengukuran tersebut, maka untuk melakukan pemilihan sistem pengukuran manakah yang paling sesuai dengan pengukuran performansi supply

chain sangat sulit.

Ide dari pengukuran kinerja ini diawali dari pengukuran operasi manufakturing yang dilakukan oleh Frederick W. Taylor (father of scientific

methods) pada awal abad ke 20. Beliau melakukan penelitian mengenai studi

gerak dan waktu. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang ada serta membuat kriteria yang obyektif untuk mengukur dan menetapkan kinerja yang obyektif untuk mengukur dan menempatkan kinerja dan efisiensi pekerja tersebut.


(26)

Lama-kelamaan pandangan pengukuran kinerja semakin berkembang. Penelitian mengenai pengukuran kinerja tidak lagi difokuskan pada penelitian kinerja individual melainkan mengarah pada pengukuran kinerja bisnis perusahaan. Pada awal tahun 1920 mulailah muncul dan berkembang sistem pengukuran secara tradisional yang masih berfokus pada aspek finansial. Sistem pengukuran tradisional ini dinilai oleh para praktisi dan akademisi memiliki banyak kekurangan karena berfokus pada satu indikator saja yaitu finansial. Pengukuran kinerja sebaiknya memiliki orientasi jangka panjang dibandingkan dengan jangka pendek. Ukuran finansial menunjukkan dampak kebijakan dan prosedur perusahaan pada posisi keuangan perusahaan jangka pendek, hal ini merupakan salah satu kekurangan sistem kinerja secara tradisional.

Dalam pengukurannya, ada beberapa pertimbangan yang harus dilihat antara lain :

1. Ukuran tidak diorientasikan dan dipusatkan atas menyediakan suatu perspektif memandang ke depan.

2. Ukuran tidak selalu dihubungkan dengan pentingnya masalah keuangan, namun seperti pelayanan pelanggan/loyalty dan mutu produk.

3. Ukuran tidak secara langsung ada keterkaitan dengan efisiensi dan efektivitas operasional.

Pengukuran performansi terhadap Supply Chain haruslah mengandung indikator-indikator. Indikator-indikator tersebut sebaiknya harus berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti berikut :

1. Aspek-aspek apa saja yang harus diukur ? 2. Bagaimana mengukur aspek-aspek tersebut ?


(27)

3. Bagaimana menggunakan hasil pengukuran itu untuk menganalisa, memperbaiki dan mengontrol kualitas rantai produktivitas ?

Di dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, bukanlah merupakan tugas yang mudah. Banyak indikator-indikator yang harus disiapkan dan perlu penggunaan ukuran-ukuran yang disesuaikan dengan kondisi perusahaan.

Ada beberapa sifat yang harus dipenuhi oleh indikator, yaitu : 1. Universality (bersifat umum dan mudah diukur).

2. Measurability (menjamin bahwa data-data yang diperlukan memang dapat diukur).

3. Consistency (menjamin kekonsistenan pengukuran).

2.3.1 Ruang Lingkup Pengukuran Supply Chain

Pengukuran kinerja dapat dilakukan untuk mengetahui kondisi perusahaan, apakah perusahaan tersebut telah berjalan dengan baik dan mampu mencapai tujuannya atau justru mengalami kemunduran. 

Pengukuran kinerja supply chain mencakup pengukuran kinerja perusahaan pada proses internal dan proses eksternal perusahaan. Proses internal perusahaan merupakan seluruh proses yang terjadi didalam perusahaan mulai dari proses perencanaan produksi hingga pengirirman produk kepada customer. Sedangkan proses eksternal merupakan proses yang melibatkan hubungan perusahaan dengan stage yang berada diluar perusahaan, yaitu supplier dan

Customer.

Gambar 2.3 Ruang lingkup pengukuran kinerja supply chain


(28)

2.4 Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model

Model Supply Chain Operations Reference (SCOR) dikembangkan oleh suatu lembaga professional, yaitu Supply Chain Council (SCC). Supply Chain

Council (SCC) diorganisasikan tahun 1996 oleh Pittiglio Rabin Todd & McGrath

(PRTM) dan AMR Research. Model ini dikuasakan kepada seluruh industry standart yang digunakan untuk supply chain management. Model ini dikembangkan untuk mendeskripsikan aktivitas bisnis yang diasosiasikan dengan seluruh fase yang terlibat untuk memenuhi permintaan customer. (Supply Chain

Council, 2004)

Adapun bentuk dari Supply Chain yang digambarkan oleh SCOR model adalah :

Gambar 2.4. Supply Chain Model

Sumber : Supply Chain Council, Supply Chain Reference Model, Overview Version 6.1, [http://www.supply-chain, org ], 2004)


(29)

Adapun definisi dari kelima proses manajemen utama Supply Chain dalam SCOR adalah sebagai berikut :

1. Plan

Proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan Source, produksi dan pengiriman yang terbaik.

2. Source

Proses yang berkaitan dengan aktivitas untuk memperoleh material dan hubungan perusahaan dengan supplier.

3. Make

Proses untuk merubah (transformasi) material menjadi produk jadi untuk memenuhi permintaan customer.

4. Delivery

Proses mengirimkan produk jadi dan atau jasa untuk memenuhi permintaan.

5. Return

Proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan.

Model SCOR (Supply Chain Operations Reference) diorganisasikan dalam 5 (lima) proses Supply Chain utama yaitu : Plan, Source, Make, Deliver, dan

Return dimana ini pada level pertama. Kemudian SCOR dibagi lagi menjadi

level-level untuk pengukuran performansinya. Didalam level-level 2 SCOR, dimunculkan setiap aspek yang akan diukur. Misalnya saja mengenai reliability,


(30)

Dari masing-masing aspek itu, di dalamnya terdapat metriks-metriks pengukuran yang akan diukur sehingga dapat kita nilai. Level dua dari SCOR, digambarkan mengenai mapping supply chain perusahaan yang akan diukur performansinya. Sedangkan untuk level tiganya, setiap komponen yang ada di

mapping level dua, di breakdown sehingga mendapatkan sesuatu yang detail dari

komponen-komponen tersebut. Pada level tiga juga sudah mulai dilakukan penentuan parameter dari setiap metriks dan komponen yang akan diukur. (I nyoman Pujawan, 2005)

Adapun contoh-contoh metriks yang ada di dalam metode SCOR, adalah sebagai berikut :

A. Aspek reliability

1. Number of customer complian, yaitu jumlah complain dari konsumen

2. Run time and break down time, yaitu waktu untuk berproduksi dan yang

menyebabkan produksi terhenti.

3. Source employee reliability, yaitu Keandalan tenaga kerja bagian pengadaan

bahan baku.

B. Aspek Responsiveness

1. Delivery lead time, yaitu waktu sejak distributor industri memesan barang

sampai barang diambil.

2. Source item responsiveness, yaitu waktu yang dibutuhkan supplier untuk

memenuhi kebutuhan perusahaan apabila terjadi peningkatan jumlah jenis material tertentu dari permintaan awal suatu order.

3. Supplier Delivery Lead time, yaitu waktu sejak distributor industri memesan


(31)

C. Aspek Flexibility

1. Minimum delivery quantity, yaitu jumlahminimum pengiriman.

2. Make volume flexibility, yaitu prosentase penongkatan yang dapat dipenuhi

oleh produksi dalam kurun waktu tertentu. D. Aspek Cost

1. Defect cost, yaitu biaya-biaya yang digunakan untuk penggantian produk

cacat.

2. Material order cost, yaitu biaya yang dikeluarkan utuk order material.

E. Aspek Assets

1. Payment term, yaitu rata-rata selisih waktu antara permintaan material

dengan waktu pembayaran ke supplier.

2. Cash to cash cycle time, yaitu waktu dari perusahaan mengeluarkan uang

untuk pembelian material sampai dengan perusahaan menerima uang pembayaran dari konsumen.

2.5 Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analitical Hierarchy Process (AHP) dikembangkan oleh Saaty (1980) dan

dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks atau tidak terstruktur. Data yang ada adalah bersifat kualitatif yang didasarkan, diamati, namun kelengkapan data numerik tidak menunjang untuk memodelkan secara kuantitatif.

Analitical Hierarchy Process (AHP) dapat diaplikasikan dengan berguna

untuk mengelompokkan berbagai situasi dan permasalahan. Misalnya memprioritaskan alternatif keputusan yang sangat kompleks, menentukan


(32)

kekonsistenan, memformulasikan konsistensi, menganalisa permasalahan publik, analisa sensitivitas, evaluasi tingkat kepentingan faktor, formulasi strategis, alokasi sumber daya, analisa benefit cost, aplikasi inovasi pada daerah baru , dan lain-lain.

Analytical Hierarchy Process ( AHP ) adalah suatu bentuk model

pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari model – model sebelumnya. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia.

Kelebihan model AHP dibandingkan dengan model keputusan lainnya adalah terletak pada kemampuan memecahkan masalah yang multi objective dan

multi criteria. Kebanyakan model yang sudah ada memakai single objective dan multi criteria. Kelebihan model AHP ini lebih disebabkan oleh fleksibilitasnya

yang lebih tinggi terutama dalam pembuatan hierarkinya. Sifat fleksibelnya tersebut membuat AHP dapat menangkap beberapa tujuan dan beberapa kriteria sekaligus ke dalam sebuah model ataupun hierarki. Bahkan model tersebut juga bisa memecahkan masalah yang mempunyai tujuan – tujuan yang saling berlawanan dalam sebuah model.

Di dalam AHP, terdapat hierarki yang terbagi atas level-level. Hierarki adalah suatu ringkasan dari struktur suatu sistem untuk mempelajari interaksi-interaksi fungsional dari komponen-komponen yang ada dan pengaruhnya pada seluruh sistem. Ada dua macam hierarki, antara lain :

1. Hierarki Struktural, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut sifat struktural mereka.


(33)

kompleks, yaitu dengan memecah-mecah obyek yang ditangkap oleh indera menjadi gugusan yang semakin kecil.

Misalnya ukuran, bangunan, warna atau umur.

2. Hierarki Fungsional, sistem yang kompleks disusun ke dalam komponen-komponen pokoknya dalam urutan menurun menurut hubungan esensial mereka. Hierarki ini sangat membantu untuk membawa sistem ke arah tujuan yang diinginkan.

Misalnya pemecahan konflik, prestasi yang efisien, atau kebahagiaan yang perlu dipertimbangkan.

Dalam menyusun suatu hierarki tidak ada prosedur tetap untuk membuat tujuan, kriteria, dan kegiatan yang harus dimasukkan ke dalam tersebut. Gagasan penyusunan mendaftar semua konsep yang relevan terhadap masalah tanpa memperhatikan hubungan atau urutan, dapat diperoleh melalui studi literature untuk memperkaya ide, atau seringkali dilakukan dengan bekerja sama dengan orang lain.

Tujuan utama yang akan dicapai harus didentifikasi pada puncak hierarki, sub tujuan pada tingkat berikutnya, dan kendala-kendala yang menghalangi usaha para pelaku pada tingkat berikutnya lagi. Hal ini dapat mendominasi level dari pelaku-pelaku itu sendiri, yang kemudian mendominasi level dari tujuan mereka, dibawahnya adalah level kebijakan mereka dan pada tingkat terbawah adalah level dari semua kemungkinan hasil yang ada. Secara umum struktur hierarki dapat digambarkan sebagai berikut :


(34)

Level 1

Level 2

Level 3

Level N

Jika kita dihadapkan pada beberapa pilihan untuk memilih dan kita mempunyai beberapa kriteria yang rumit untuk dinilai, terlebih dahulu kita melakukan perbandingan berpasangan dari kriteria-kriteria yang ada dalam hubungannya dengan usaha jangka pendek dan panjang, keuntungan dan resiko, dan juga matriks perbandingan berpasangan yang berhubungan dengan keefektifan dan kesuksesan.

Akhirnya, pada level terbawah kita membandingkan pilihan-pilihan terhadap tiap kriteria, membuat bobot secara hierarki, dan memilih prioritas tertinggi. Dengan demikian, keputusan diambil berdasarkan pilihan yang memiliki weight

overall tertinggi.

Jika kita meneliti penilaian-penilaian yang ada sehingga kita yakin bahwa kita telah mempertimbangkan semua faktor-faktor yang relevan, maka kita tidak

GOAL

Kriteria 1 Kriteria 2  Kriteria 3 

Sub  Kriteria 

Sub  Kriteria 

Sub  Kriteria 

Sub  Kriteria 

Sub  Kriteria 

1  2  N 


(35)

perlu melakukan perbandingan atas pilihan-pilihan lainnya. Dengan kata lain, kita telah melakukan yang terbaik untuk memilih yang terbaik.

Dengan menggunakan sistem hierarki beberapa keuntungan yang dapat diperoleh adalah sebagai berikut :

1. Dapat digunakan untuk menerangkan bagaimana perubahan bobot prioritas pada level atas akan mempengaruhi elemen-elemen pada level dibawahnya. 2. Dengan membuat level-level, maka si pengambil keputusan dapat

memfokuskan perhatiannya hanya pada sekelompok kecil kriteria, sehingga keputusan akan lebih realistis terutama untuk sistem yang kompleks.

Dengan demikian dapat disimpulkan kegunaan hierarki adalah sebagai berikut: 1. Hierarki menggambarkan suatu sistem yang dapat digunakan untuk

menjelaskan bagaimana perubahan pada prioritas pada level atas dapat mempengaruhi prioritas elemen-elemen di level bawahnya.

2. Memberikan informasi yang mendetail mengenai struktur dan fungsi dari suatu sistem pada level bawahnya dan memberikan overview dari pelaku-pelaku dan tujuan mereka pada tingkatan yang lebih tingi. Kendala dari elemen-elemen pada suatu level dapat digambarkan dengan baik pada level berikutnya untuk meyakinkan bahwa mereka merasa puas.

3. Sistem natural disusun secara hierarki.

4. Bersifat stabil dan fleksibel. Stabil berarti bahwa perubahan kecil membawa pengaruh kecil dan fleksibel berarti bahwa tambahan pada hierarki dengan susunan yang baik tidak akan mengacaukan nilai performance.


(36)

2.5.1 Langkah-langkah Analitycal Hierarchy Process :

Adapun langkah – langkah dari Analitical Hierarchy Process (AHP) sebagai berikut:

1. Membandingkan antar kriteria dengan skala perbandingan yang telah ditentukan. Skala perbandingan yang digunakan adalah :

Tabel 2.1 Skala Penilaian Perbandingan Pasangan

Intensitas Kepentinga

n

Keterangan Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen yang satu sedikit lebih

penting daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan atas elemen lainnya

5 Elemen yang satu sedikit lebih cukup daripada elemen yang lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting dari pada elemen lainnya

Satu elemen yang kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak penting

daripada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai – nilai antara dua nilai

pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan Kebalikan Jika untuk aktivitas i mendapat

satu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan I

aji = 1 / aji


(37)

2. Membuat matriks perbandingan berpasangan, seperti contoh di bawah ini : Tabel 2.2 Contoh Matriks Perbandingan

1 2 7

1 2

7

C A A - - - A

A 1

A 1

-A 1

 

( Sumber : Saaty, Thomas L. 1993, hal 84).

Dari matriks ini, bandingkan elemen A, dalam kolom disebelah kiri dengan elemen A1, A2, A3 dan seterusnya yang terdapat dibaris atas berkenaan dengan sifat C di sudut kiri atas. Lalu ulangi dengan elemen kolom A2 dan seterusnya. Untuk mengisi matriks perbanding berpasangan itu kita menggunakan bilangan untuk menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen diatas yang lainnnya dengan menggunakan skala penilaian perbandingan pasangan.

3. Membuat matriks normalisasi

Matriks normalisasi diperoleh dengan membagi nilai masing – masing sel matriks berpasangan kriteria dengan total masing – masing kolom. Dan bobot kriteria diperoleh dengan membagi total nilai normalisasi seluruh kriteria terhadap jumlah kriteria.

Nilai normalisasi =

n

i ij ij

a a

1

Dari matriks normalisasi tersebut akan di dapat nilai bobot yang dicari dengan melihat angka yang berada pada garis diagonal tetapi perlu di uji konsistensi untuk mengetahui bahwa masing – masing KPI telah konsisten.


(38)

4. Membuat matriks perbandingan berpasangan dikalikan dengan bobot masing – masing kriteria.

5. Menentukan eigen vector

6. Menentukan nilai maks

       maks = 

n r Eigenvecto

7. Menentukan Consistency Index ( CI )

Pengukuran konsistensi dilakukan untuk tiap matriks perbandingan dengan ukuran  3. Penilaian dinyatakan dengan konsistensi 100 % jika CI = 0. Jika CI  0.1, maka penilaian dinyatakan dapat diterima. Jika CI  0.1, maka penilaian harus diulang kembali.

1

m a ks n

C I

n

 

8. Menentukan Consistensi Ratio ( CR )

Consistensi Ratio ( CR ) diperoleh dari perbandingan Consistensi Index

terhadap Random Index ( RI ). CR dapat diterima jika CR  0.1. CR =

RI CI

CR = Rasion Konsistensi CI = Indeks Konsistensi RI = Indeks Random

Consistensi Ratio (CR) adalah angka yang menunjukkan tingkat

kekonsistenan suatu nilai. Apabila nilai CR  0.1, maka masih dapat ditoleransi tetapi bila CR > 0.1 maka perlu dilakukan revisi. Nilai CR = 0 maka dapat dikatakan “perfectly consistent”. (Saaty, 1993)


(39)

Berikut ini indeks random untuk matriks berukuran 3 sampai 10 (matriks berukuran 1 dan 2 mempunyai inkonsistensi 0)

Tabel 2.3 Nilai Indeks Random (RI)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

0,00 0,00 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49

Sumber : Analitical Hierarchy Process, Bambang Brodjonegoro, 1991

Tingkat inkonsistensi yang masih bisa diterima adalah tingkat inkonsistensi sebesar 10 % kebawah (Bambang PS Brodjonegoro, 1991 : 15).

2.6 Metode Pengukuran Performansi Supply Chain

Ada berbagai macam cara pengukuran performansi yang pernah dilakukan perusahaan-perusahaan dunia. Salah satunya adalah cara pengukuran yang dilakukan oleh sebuah supermarket. Pertama mereka menentukan obyektif performansi yang dibutuhkan di dalam pengukuran tersebut, seperti quality,

speed, reliability, flexibility, dan sebagainya. Obyektif tersebut diberi skor dan

bobot. Tingkat pemenuhan performansi didefinisikan oleh normalisasi dari indikator performansi tersebut. Untuk strategi Supply Chain yang pasti, berlaku hubungan sebagai berikut :

Pi =

n

i j

j ij W

S , Dimana :

Pi = Total performansi supply chain varian i n = Jumlah obyektif performansi

Sij = Skor supply chain ke i didalam obyektif performansi ke j Wj = Bobot dari obyektif performansi


(40)

Di dalam pengukuran ini, langkah pertama adalah melakukan pembobotan. Pembobotan dilakukan dengan cara Analytic Hierarchy Process (AHP), dimana setiap obyektif performansi dipasangkan dan dilakukan perbandingan tingkat kepentingannya. Langkah kedua adalah pendefinisian dari indikator performansi dan melakukan pengukuran. Skor di dalam obyektif pengukuran yang berbeda-beda didefinisikan dengan bantuan 6 langkah, yaitu :

1. Pendefinisian setiap indikator 2. Pendefinisian normalisasi

3. Pendefinisian interval skor untuk setiap indikator 4. Pendefinisian skor dari indikator

5. Penjumlahan skor 6. Normalisasi dari skor

Setiap indikator memiliki bobot yang berbeda-beda dengan skala ukuran yang berbeda-beda pula. Oleh karena itu, diperlukan proses penyamaan parameter, yaitu dengan cara normalisasi tersebut. Di sini normalisasi memegang peranan cukup penting demi tercapainya nilai akhir dari pengukuran performansi.

Proses normalisasi dilakukan dengan rumus normalisasi Snorm dr De boer, yaitu :

100

min max

min

x S S

S Si Snorm

 

 , dimana :

Si = Nilai indikator aktual yang berhasil dicapai

Smin = Nilai pencapaian performansi terburuk dari indikator performansi Smax = Nilai pencapaian performansi terbaik dari indikator performansi


(41)

Tabel 2.4. Sistem Monitoring Indikator Performansi Sistem Monitoring Indikator Performansi

> 90 Exellent

70 – 90 Good

50 – 70 Average

40 – 50 Marginal

< 40 Poor

Sumber : Trienekens dan Hvolby, 2000

Pada pengukuran ini, setiap bobot indikator dikonversikan ke dalam interval nilai tertentu yaitu 0 sampai 100. Nol (0) diartikan paling jelek dan seratus (100) diartikan paling baik. Dengan demikian parameter dari setiap indikator adalah sama, setelah itu didapatkan suatu hasil yang dapat dianalisa.

Untuk memantau nilai pencapaian performansi terhadap nilai pencapaian terbaik atau target yang ingin dicapai oleh perusahaan maka dibutuhkan sistem monitoring indikator performansi. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian performansinya dapat dikategorikan kedalam kondisi yang sangat rendah (poor) sedangkan jika skor normalisasi mencapai nilai diatas 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali (excellent)

2.7 Peneliti Terdahulu

Beberapa penunjang bahan Supply Chain Operations Reference yang telah dilakukan penelitian sebelumnya antara lain:


(42)

1. Ilma Shofyana, Analisa Performansi Supply Chain Operation Reference di PT. Petronika Gresik, UPN Veteran Jawa Timur, 2010

Mengetahui performansi kinerja supply chaín di PT Petronika, hasil penelitiannya adalah pengukuran performasi supply chain PT Petronika dapat diketahui bahwa nilai performansi yang paling tinggi terdapat pada periode bulan Februari 2010 (714.6) dan nilai performasi supply chain yang paling rendah terdapat pada periode bulan September 2009 (514.78). Dan tiga indikator yang mempunyai nilai skor rendah, yang pertama adalah Percentage of adjusted

production quantity dengan skor 43,4 Dan yang ketiga adalah Minimum delivery quantity dengan skor 9,7.

2. Ita Yustianingwati, Implementasi supply chain Untuk Pengukuran Kinerja di PT Varia Usaha Beton Waru – Sidoarjo, UPN Veteran Jawa Timur, 2005.

Untuk mengetahui tingkat kinerja Supply Chain di PT. Varia Usaha Beton, hasil penelitiannya adalah Aspek-aspek yang berpengaruh terhadap Kinerja berdasarkan metode supply chain dengan pendekatan model Supply Chain

Operations Reference (SCOR) yaitu : a. Plan yaitu (81,75), b. Source yaitu

(56.41) ,c .Make yaitu proses produksi yang berlangsung lama. d.Deliver yaitu (27.65) serta e. Return yaitu (43.89).


(43)

31

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di PT Bayer Indonesia – Bayer CropScience yang

terletak di Jl. Rungkut Industri I No. 12 Surabaya. Penelitian dilakukan mulai

bulan Agustus 2010 sampai data yang dibutuhkan tercukupi.

3.2. Tahap Identifikasi Variabel

Variabel adalah segala sesuatu yang mempunyai variasi nilai yang terukur. Identifikasi variabel penelitian dilakukan untuk menentukan variabel-variabel yang akan diteliti. Penentuan variabel tersebut dengan mengamati kondisi nyata dari obyek penelitian untuk mempertegas batasan – batasan yang dimaksud dalam tujuan penelitian. Sehingga identifikasi variabel yang digunakan yaitu:

1. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikatnya adalah performansi kinerja supply chain di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience.

2. Variabel bebas

Varibel bebas ini nilainya tidak tergantung pada variabel lain, besarnya nilai variabel ini dapat ditentukan secara bebas tergantung kebutuhan yang diinginkan.


(44)

Variabel bebas penelitian ini terdapat 5 proses inti:

a. Plan

Variabel ini dilihat dari proses perencanaan untuk menyeimbangkan permintaan dan persediaan untuk mengembangkan tindakan yang memenuhi penggunaan source, produksi dan pengiriman yang terbaik.

b. Sources

Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam memperoleh material dan menjalin hubungan dengan supplier.

c. Make

Kemampuan perusahaan mentransformasikan bahan baku menjadi produk setengah jadi maupun produk jadi untuk memenuhi permintaan yang ada.

d. Deliver

Terfokus pada kemampuan perusahaan dalam melakukan pengiriman order untuk memenuhi permintaan konsumen.

e. Return

Variabel ini dilihat dari proses yang dikaitkan dengan pengembalian dan penerimaan produk yang dikembalikan oleh pelanggan untuk berbagai alasan.

Tabel 3.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator

Key Performansi Indikator Keterangan

Number of production schedule revision

Jumlah jadwal produk yang mengalami perubahan Percentage of adjusted

production quatity

Prosentase perubahan jumlah unit produksi dengan rencana produksi awal

Forecast Accuracy Prosentase penyimpangan

permintaan actual dengan permintaan hasil peramalan Inventory accuracy of

material

Keakuratan persediaan dalam material

PLAN Reliability


(45)

packaging pengemasan Inventory accuracy of

finished product

Keakuratan persediaan dalam produk akhir

Internal Relationship Hubungan internal antara bagian

dalam perusahaan Planning employee

reliability

Keandalan tenaga kerja bagian PPC

Time to identity new product specification

Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian dan pengembangan produk baru Time to revise production

schedule

Waktu yang dibutuhkan untuk merevisi jadwal produksi Responsiveness

Time to produce a production schedule

Waktu yang dibutuhkan untuk menyusun jadwal produksi Supplier Delivery

Performance

Kinerja pengiriman supplier Source Employee

Reliability

Keandalan tenaga kerja bagian pengadaan bahan baku Percentage of suppliers

with long term contracts

Prosentase supplier jangka panjang

Reliability

Supplier reliability Keandalan dari supplier

Supplier delivery lead time

Rata-rata rentang pengiriman Source Volume

responsiveness of material

Tingkat ketanggapan volume bahan baku

Source volume responsiveness of packaging

Tingkat ketanggapan volume pengemasan

Responsiveness

Time to identify a new supplier

Waktu yang dibutuhkan

perusahaan untuk mengidentifikasi supplaier baru

Source item flexibility of packaging

Banyaknya perubahan jenis material yang diminta yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu

Flexibility

Minimum order quality of packaging

Jumlah minimum kuantitas untuk setiap kali order yang bias dipenuhi oleh supplier

Material order cost Biaya yang dikeluarkan untuk

order material

Cost Supplier evaluation cost Biaya yang dikeluarkan untuk

melakukan ecvaluasi supplier dalam 1 tahun

Cash to cash cycle time Waktu sejak perusahaan

mengeluarkan uang untuk membeli material sampai dengan menerima uang dari konsumen SOURCE

Assets

Payment term Rata-rata selisih waktu antara

penerimaan material dari supplier sampai dengan waktu pembayaran ke supplier

Percentage of product out of weight specification

Prosentase produk yang keluar dari spesifikasi berat

MAKE Reliability

Number of backorder Jumlah unit yang diproduksi

secara backoerder salam suatu permintaan


(46)

Repair time percentage Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin yang rusak Breakdown time

percentage

Waktu yang menyebabkan proses produksi terhenti

Time between machine failure

Waktu rata-rata antar kerusakan mesin yang menyebabkan proses terhenti

Manufacturing employee reliability

Keandalan tenaga kerja

Production lead time Lead time produksi

Make volume responsiveness

Waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi peningkatan permintaan sebesar 20%

Make item responsiveness Waktu yang dibutuhkan

perusahaan untuk memenuhi permintaan konsumen apabila terjadi perubahan jenis produk Responsiveness

Changeover time Waktu persiapan mesin yang

diperlukan apabila terjadi penggantian jenis produk yang akan diproduksi

Make volume flexibility Prosentase peningkatan

permintaan yang dapat dipenuhi dalam kurun waktu tertentu Flexibility

Production item flexibility Flexibiltas item produk

Overhead cost Biaya overhead

Defect cost Biaya-biaya penggantian produk

cacat Cost

Machine maintenance cost Biaya perawatan mesin

Assets Asset turn Total penerimaan kotor dibagi

total asset bersih

Delivery fill rate Prosentase jumlah permintaan

yang bias dipenuhi dari total permintaan

Percentage of orders delivered complete

Prosentase order yang kuantitasnya terkirim lengkap Reliability

Stockout probability Kemungkinan terjadinya

kehabisan persediaan Responsiveness

Delivery lead time Waktu sejak distributor industri

memesan barang sampai barang diambil

Flexibility Minimum delivery

quantity

Jumlah minimum pengiriman DELIVER

Cost Holding cost Biaya penyimpanan per unit

Product reject rate Tingkat pengembalian produk

Reliability Number of customer

complaint

Jumlah complain dari konsumen

Time to solve a complain Waktu yang dibutuhkan untuk

mengatasi complain konsumen RETURN

Responsiveness Packaging supplier repair

time

Waktu yang dibutuhkan supplier untuk mengganti material yang diklaim setiap kali terjadi klaim


(47)

3.3. Langkah - langkah Pemecahan Masalah

Adapun flowchart langkah - langkah pemecahan masalah dapat dilihat pada gambar 3.1

Mulai Studi Literatur

Uji Reliabilitas Uji Validitas Tujuan Penelitian

Buang data yang tidak valid

Identifikasi Variabel

Penyebaran Kuisioner

Studi Lapangan

Penyusunan Kuisioner Indikator Kualitatif Perumusan Masalah

Valid?

Reliabel?

Ya

Ya

Tidak

Tidak

Pengumpulan Data 1. Data Kualitatif

Key Performance Indikator

2. Data Kuantitatif

a. Data Produksi dan rencana Produksi b. Data Planning Employee Reliability c. Data Internal Relationship

d. Data Source Employee Reliability e. Data Supplier Delivery Lead Time

f. Data Material Order Cost

g. Data Payment term

h. Data Manufaktur Employee Reliability

i. Data Run time dan break down time

j. Data Delivery Lead time

k. Minimum Delivery Quantity


(48)

Ya

Gambar 3.1 : Langkah-langkah Pemecahan Masalah

Penyebaran Kuisioner KPI

CR ≤ 0,1

A

Uji konsistensi

Pembobotan KPI dengan AHP

Agregasi nilai performansi

Perhitungan nilai actual performansi supply chain

Kesimpulan dan saran

Perhitungan nilai kinerja supply chain dengan bobot Penyamaan skala ukuran dengan proses normalisasi

Hasil dan pembahasan

Selesai Tidak


(49)

Penjelasan Kerangka Pemecahan Masalah

Adapun penjelasan dari kerangka pemecahan masalah diatas adalah sebagai berikut :

1. Studi Lapangan

Studi pendahuluan lapangan dilakukan dengan cara melihat langsung kondisi lapangan untuk mengidentifikasi dan merumuskan permasalahan yang akan dijadikan bahan penelitian.

2. Studi Literatur

Langkah ini merupakan usaha memahami konsep dasar ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan permasalahan dan metode-metode yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan.

3. Perumusan Masalah

Menentukan permasalahan yang akan diteliti dengan menggunakan suatu pendekatan untuk memecahkan masalah. Perumusan masalah dalam penelitian ini diuraikan dalam bab I.

4. Tujuan Penelitian

Pada langkah ini peneliti menetapkan tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian. Dari tujuan penelitian dapat ditemukan arah serta sasaran yang ingin dicapai dalam penelitian. Tujuan penelitian ini diuraikan pada bab I.

5. Identifikasi Variabel

Mengidentifikasikan Key Performance Indicator berdasarkan kerangka

model pengukuran kinerja Supply Chain yang terpilih. Berdasarkan model

kerangka Supply Chain Operation Reference, Supply Chain dibagi menjadi 5


(50)

6. Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dua macam, yaitu : a. Data Primer

yaitu merupakan data kualitatif, seperti:

- Menyebarkan kuesioner kepada staf dan karyawan.

Dilakukan dengan cara membagikan kuesioner kepada staf dan karyawan PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience untuk diisi.

- Wawancara

Digunakan untuk memperoleh data awal untuk memperoleh informasi yang diharapkan.

b. Data Sekunder

merupakan data kuantitatif perusahaan yaitu: mengambil data-data dokumen perusahaan pada bulan April – September 2010.

7. Penyusunan Kuesioner Indikator Kualitatif

Penyusunan kuesioner dimaksudkan untuk mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data. Kuesioner harus ringkas dan tidak membingungkan responden.

8. Penyebaran Kuisioner

Kuisioner ini disebarkan kepada seluruh staff bagian produksi , teknik dan logistik di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience.

9. Metode Analisis Data

Metode ini mempunyai peranan penting dan saling mendukung dalam penyelesaian masalah yaitu menggunakan metode Supply Chain.


(51)

Sebelum dilakukan perhitungan selanjutnya, harus diuji validitas dan reliabilitasnya, yaitu dengan menggunakan program SPSS 15.0.

a. Uji Validitas

Untuk mengetahui sejauh mana ketepatan dan kecermatan kuesioner yang disebar, maka dilakukan uji validitas. Apabila data valid, dilanjutkan dengan pengujian reliabilitas. Apabila data tidak valid, maka perlu ditinjau ulang pada penyusunan kuesionernya. Validitas dihitung dengan rumus korelasi produk momen :

 

2 2

2

 

2

Y Y N X X N Y) X)( ( -(X)(Y) N r         

Data bisa dikatakan valid apabila r hitung lebih besar dibandingkan dengan r tabel.

b. Uji Reliabilitas

Untuk menguji keajegan hasil pengukuran kuesioner dilakukan uji reliabilitas. Suatu alat tes dikatakan mempunyai taraf kepercayaan jika tes tersebut memberikan hasil yang tepat. Cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus ‘alpha’ :

 

           2 1 2 11 1 1 -k k r

b

Besarnya reliabilitas yang baik adalah 1 dan yang paling jelek adalah 0. Semakin besar nilai yang diperoleh, maka semakin reliabel atribut tersebut. Apbila perhitungan tidak reliabel, maka perlu ditinjau pada penyusunan kuesionernya.


(52)

10. Penyusunan Kuisioner KPI

Tahap ini adalah tahap penyusunan kuisioner KPI yang nantinya akan digunakan untuk pembobotan tingkat kepentingan dengan AHP.

11. Penyebaran Kuisioner KPI

Tahap ini adalah tahap penyebaran kuisioner agar diisi sesuai dengan kondisi perusahaan. Untuk kuisioner pembobotan Level 1 dan level 2 diberikan kepada General Manager, level 3 diberikan kepada kabag tanaman.

12. Pembobotan KPI dengan AHP

Pembobotan dilakukan pada setiap proses utama dan indikator pengukuran performansi dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) melalui penyebaran kuisioner. Dari sini dapat diketahui tingkat kepentingan dan kontribusi dari masing-masing indikator terhadap nilai performansi Supply Chain perusahaan. Pembobotan ini dilakukan untuk level satu, level dua, dan level tiga.

13. Uji Konsistensi

Uji konsistensi merupakan suatu tahapan untuk menguji kekonsistensian dari matriks perbandingan berpasangan yang dibuat berdasarkan masalah yang ada.

14. Perhitungan Nilai Aktual Pengukuran Performansi Supply Chain

Nilai aktual disini merupakan hasil pengolahan data mentah yang didapatkan dari berbagai sumber di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience.

15. Perhitungan sekala ukuran dengan proses normalisasi

Proses normalisasi dilakukan agar masing-masing indikator performansi memiliki skala ukuran yang sama, sebab jika indikator performansi memiliki


(53)

skala ukuran yang berbeda maka nilai performansi tidak mencerminkan performansi perusahaan yang sebenarnya.

16. Perhitungan nilai kinerja supply chain dengan bobot

Pada tahap ini dilakukan perhitungan nilai performansi Supply Chain berdasarkan perkalian nilai indikator performansi yang telah dinormalisasikan dengan bobot dari masing-masing indikator performansi. Selanjutnya dilakukan integrasi hasil pengukuran pada level perusahaan. Perhitungan ini bertujuan untuk mengetahui nilai performansi Supply Chain perusahaan secara keseluruhan.

17. Agregasi Nilai Performansi

Setelah dapat diketahui nilai pencapaian aktual, nilai normalisasi dan nilai akhir kinerja dari masing-masing KPI, maka selanjutnya akan dapat dihitung nilai performansi keseluruhan perusahaan (agregat). Nilai performansi agregat adalah jumlah keseluruhan dari perkalian bobot dan nilai normalisasi KPI

18. Analisa Hasil dan Pembahasan

Dari hasil pengolahan data, dapat kita lihat hasil pengukuran performansi kita selama penelitian yang selanjutnya dianalisa untuk mendapatkan gambaran umum performansi Supply Chain selama periode penelitian.

19. Kesimpulan dan Saran

Tahap ini merupakan langkah paling akhir dari penelitian yaitu menarik kesimpulan atas hasil-hasil yang diperoleh dari penulisan skripsi ini. Hasil-hasil tersebut kemudian bisa dijadikan dasar untuk membuat rekomendasi atau saran bagi perusahaan ke arah yang lebih baik.


(54)

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder (Nazir, 1985).

3.4.1.Data Primer

Data primer ialah data yang langsung dikumpulkan atau diperoleh dari sumber pertama. Pengumpulan data primer bisa dilakukan dengan beberapa macam cara antara lain :

1. Pengamatan (observasi)

Observasi biasanya digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk obyek yang belum banyak diketahui. Observasi bertujuan mengamati obyek penelitian untuk dimengerti tentang obyek penelitian tersebut.

2. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan suatu langkah dalam penelitian yang berupa penggunaan proses komunikasi verbal untuk mengumpulkan informasi dari seseorang atau kelompok orang.

3. Daftar pertanyaan (angket / kuesioner)

Kuesioner merupakan alat komunikasi antara penelitian dengan orang yang

diteliti atau responden. Isinya berupa daftar pertanyaan, yang dibagikan oleh peneliti untuk diisi oleh responden. Pengumpulan data dengan kuesioner perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu :

a. Karena respon menuangkan pendapat secara tertulis, kuesioner tidak sesuai

untuk mengumpulkan data yang bersifat sensitif.

b. Penggunaan kuesioner tepat apabila responden mempunyai pengetahuan


(55)

3.4.2.Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang tidak langsung diperoleh dari sumber pertama dan telah tersusun dalam bentuk dokumen-dokumen tertulis.Contoh Laporan Keuangan.

3.5. Metode Pengolahan Data 3.5.1 Uji Validitas

Untuk menghitung validitas, maka kita akan menghitung korelasi antara masing-masing pernyataan dengan skor total dengan menggunakan rumus korelasi product moment sebagai berikut :

r =

 

2 2

2

 

2

) )( ( ) )( (

 

Y Y N X X N Y X Y X N dimana :

r = Koefisien korelasi yang dicari N = Jumlah responden

X = Skor tiap-tiap variabel Y = Skor total tiap responden

Secara statistik, angka korelasi yang diperoleh harus dibandingkan dengan angka kritik tabel korelasi nilai r.

3.5.2 Uji Reliabilitas

Salah satu cara untuk menghitung reliabilitas adalah dengan rumus Alpha. Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrument yang skornya bukan 1 dan 0, misalnya kuesioner atau soal bentuk uraian.


(56)

Rumus Alpha :

r11 =

            

2

1 2 1 ) 1 (  b k k dimana :

r11 = Reliabilitas instrumen

k = Banyaknya butir pertanyaan atau banyak soal

b2 = Jumlah varians butir

12 = Varians total

Program komputer SPSS 15 (Statistical Package for The Social Science) dapat melakukan perhitungan koefisien alpha dengan mudah.

3.5.3 Uji Konsistensi

Dalam uji konsistensi ini, dilakukan perhitungan antara lain :

a. Consistency Index (CI)

CI =

1 max  n n

b. Consistency Ratio (CR)

CR =

RI CI

Matriks konsistensi jika CR ≤ 0,1

3.5.4 Penyamaan skala ukuran dengan proses normalisasi

Dalam proses standarisasi SCOR ini, diberlakukan perhitungan sebagai berikut :


(57)

1. Large is Better

Snorm =

100%

min max min x S S S Si  

2. Lower is Better

Snorm =

100%

min max max x S S S S i 

3.5.5 Perhitungan Nilai akhir Kinerja Supply Chain

Untuk menghitung nilai akhir performansi Supply Chain diberlakukan rumus :

Pi =

n j j ijW S 1 Dimana :

Pi = Total performansi supply chain varian i

n = Jumlah obyektif performansi

Sij = Skor supply chain ke i didalam obyektif performansi ke j

Wj = Bobot dari obyektif performansi

Dari perhitungan tersebut akan menghasilkan nilai performansi dari PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience. Jika nilai kinerja < 40 maka pencapaian performansinya dapat dikategorikan dalam kondisi yang sangat rendah (poor) sedangkan jika nilai kinerjanya > 90 maka dapat dikategorikan sangat baik sekali. Bisa dilihat di tabel 2.4

3.5.6 Analogi Perhitungan KPI

1. Pembobotan KPI dengan AHP menggunakan Sofware Expert Choice V.9


(58)

Contoh perhitungan untuk KPI Percentage of adjusted production quantity (PAPQ) adalah sebagai berikut :

Rumus :

rencanaproduksi

Target

Produksi

x 100% 3. Scoring System Dengan Normalisasi.

Scoring system berfungsi untuk menyamakan skala nilai dari masing-masing KPI. Contoh perhitungan untuk PAPQ adalah sebagai berikut :

Rumus :

Smin Smax

Si Smax

 x 100%

4. Perhitungan Nilai Akhir Kinerja Supply Chain.

Perhitungan nilai akhir kinerja supply chain dapat diperoleh dengan persamaan:

i KPI = Wi * Ni

Dimana :

i KPI = Nilai performansi KPI ke-i

Wi = Nilai bobot KPI ke-i Ni = Nilai Normalitas KPI ke-i 5. Agregasi Nilai Performansi.

Nilai performansi agregat adalah jumlah keseluruhan dari perkalian bobot dan nilai normalisasi KPI dan dapat dijabarkan sebagai berikut :

NAgregat =

I KPI =

Wi*Ni

Dimana :

NAgregat = Nilai performansi supply chain perusahaan

I KPI = Nilai performansi KPI ke-i

Wi = Nilai bobot KPI ke-i

Ni = nilai normalitas KPI ke-i


(59)

3.6 Analisa Data

Setelah dilakukan pengolahan data,maka langkah selanjutnya adalah mengalisa data yang telah di olah sebelumnya. Data yang dianalisa berasal dari uji Validitas, uji realibilitas dan grafik nilai performansi supply chain, sehingga dapat diketahui indikator –indikator yang mempunyai skor yang tinggi dan skor yang rendah dan menunjukkan indikator yang perlu dilakukan perbaikan.


(60)

4.1. Pengumpulan Data

4.1.1 Hierarkhi Awal Sistem Pengukuran Performansi Supply Chain.

Dalam setiap perusahaan mempunyai kondisi supply chain yang berbeda- beda. Oleh karena itu, Hierarkhi awal sistem pengukuran performansi supply chain PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dibuat dengan tujuan utama yaitu memperoleh nilai performansi. Dalam hierarkhi tersebut, tujuan utama merupakan tingkatan paling atas, sedangkan di bawah tujuan utama terdapat beberapa tingkatan level yang berbeda-beda. Semakin ke bawah level yang berada pada hierarkhi, maka semakin detail yang diamati. Pengukuran performansi supply chain, menggunakan model hierarkhi yang hampir menyerupai piramid.

Rancangan sistem pengukuran performansi ini ditampilkan dalam bentuk hierarkhi yang dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hierarki Performansi Supply Chain di PT. Bayer Indonesia

PERFORMANSI

SUPPLY CHAIN

PLAN SOURCE MAKE DELIVER RETURN

RELIABILITY RESPONSIVENESS FLEXIBILITY ASSETS COST

INDIKATOR-INDIKATOR

SUPPLY CHAIN

Level 0

Level 1

Level 2


(61)

berikut :

Tabel 4.1 Atribut Penelitian Sesuai Key Performance Indicator di PT Bayer Indonesia – Bayer CropSceince

Atribut Penelitian Key Performance Indicator di PT Bayer Indonesia – Bayer CropSceince di atas adalah data-data yang bersifat kualitatif yang diperoleh

Key Performance Indicator Keterangan

Percentage of Adjusted Production Quantity (PAPQ)

Prosentase perubahan jumlah unit produksi dengan rencana produksi awal

Planning Employee Reliability (PER)

Keandalan tenaga kerja bagian PPC

PLAN Reliability

Internal Relationship (IR)

Hubungan internal antara bagian dalam perusahaan

Reliability Source Employee

Reliability (SER)

Keandalan tenaga kerja bagian pengadaan bahan baku

Responsiveness Supplier Delivery Lead Time (SDLT)

Rata – rata rentang pengiriman

Cost Material Order Cost

(MOC)

Biaya yang dikeluarkan untuk order material

SOURCE

Assets Payment Term (PT) Rata-rata selisih waktu antara

penerimaan material dari supplier sampai dengan waktu pembayaran ke supplier

Breakdown Time Percentage (BTP)

Waktu yang dibutuhkan untuk memperbaiki mesin yang rusak.

MAKE Reliability Manufacturing

Employee Reliability (MER)

Keandalan tenaga kerja bagian produksi

Responsiveness Delivery Lead Time

(DLT)

Waktu sejak distributor memesan barang sampai dengan barang diambil

Delivery

Flexibility

Minimum Delivery Quantity (MDQ)

Jumlah minimum pengiriman

RETURN Reliability Number of Customer

Complaint (NCC)


(62)

4.1.2. Pengumpulan Data Kuantitatif

Data-data kuantitatif diperoleh dari data sekunder perusahaan pada bulan April 2010 hingga September 2010. Data-data yang diperoleh ini antara lain data produksi dan rencana produksi, data jumlah pengiriman dan data-data lain yang berhubungan dengan pengukuran kinerja Supply Chain perusahaan.

4.1.2.1 Plan

a. Data Produksi dan Rencana Produksi

Data produksi dan rencana produksi yang di tampilkan ini adalah data Plan – Reliability – Percentage of Adjusted Production Quantity di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience.

Tabel 4.2 Data Produksi dan Rencana Produksi

Bulan Produksi (kg)

Rencana Produksi (kg)

April 2010 213.000 250.000

Mei 2010 175.000 205.000

Juni 2010 160.000 180.000

Juli 2010 125.000 150.000

Agustus 2010 185.000 225.000

September 2010 140.000 165.500


(63)

employee reliability, data ini diambil dari hasil wawancara dan pengamatan

kepada General Manager di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dengan

menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan kriteria: 1 : Sangat Kurang

2 : Kurang 3 : Cukup 4 : Baik

5 : Sangat Baik

Tabel 4.3 Data Planning Employee Reliability

Bulan Skala

April 2010 5

Mei 2010 4

Juni 2010 4

Juli 2010 5

Agustus 2010 4

September 2010 4

(Sumber : PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience)

c. Data Internal Relationship

Data yang di tampilkan ini adalah data Plan – Reliability – Internal Relationship, data ini diambil dari hasil wawancara dan pengamatan kepada General Manager di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dengan menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan kriteria:


(64)

3 : Cukup 4 : Baik

5 : Sangat Baik

Tabel 4.4 Data Internal Relationship

Bulan Skala

April 2010 4

Mei 2010 5

Juni 2010 3

Juli 2010 4

Agustus 2010 4

September 2010 5

(Sumber : PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience)

4.1.2.2 Source

a. Data Source Employee Reliability

Data yang di tampilkan ini adalah data Source – Reliability – Source Employee Reliability, data ini diambil dari hasil wawancara dan pengamatan

kepada General Manager di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dengan

menggunakan skala 1 sampai dengan 5 dengan kriteria:

1. Sangat Kurang 3. Cukup 5. Sangat Baik


(1)

Perspektif Indikator Skor Rata-Rata Periode

53,33 April 2010

33,33 Mei 2010

43,33 Juni 2010

36,67 Juli 2010

26,67 Agustus 2010

Supplier Delivery Lead Time

60

42,22

September 2010

71,7 April 2010

52,7 Mei 2010

60,97 Juni 2010

70,6 Juli 2010

50,98 Agustus 2010

Material Order Cost

82,75

64,95

September 2010

96,66 April 2010

93,33 Mei 2010 dan

93,33 Juni 2010

96,66 Juli 2010

96,66 Agustus 2010

SOURCE

Payment Term

96,66

95,55

September 2010

88,4 April 2010

91,3 Mei 2010

83,44 Juni 2010

86,72 Juli 2010

85,3 Agustus 2010

Breakdown Time Percentage

50,97

81,02

September 2010

75 April 2010

75 Mei 2010

100 Juni 2010

100 Juli 2010

75 Agustus 2010

MAKE Manufakturing Employyee Reliability 100 87,5 September 2010

86,66 April 2010

93,33 Mei 2010


(2)

Perspektif Indikator Skor Rata-Rata Periode

93,33 Juli 2010

96,66 Agustus 2010

Delivery Lead Time

93,33

93,32

September 2010

36,2 April 2010

86,1 Mei 2010

42,2 Juni 2010

16,66 Juli 2010

19,72 Agustus 2010

DELIVER

Minimum Delivery Quantity

10,66

35,25

September 2010

60 April 2010

40 Mei 2010

80 Juni 2010

100 Juli 2010

40 Agustus 2010

RETURN

Number of Customer Complain

80

85,42

September 2010

(Sumber informasi : Hasil Pengolahan Data, Lampiran I)

Sesuai dengan kriteria sistem monitoring indikator performansi pada tabel 2.4, yang menyatakan jika nilai skor lebih besar dari 90 berarti nilai performansi sangat baik ditunjukkan pada indikator Payment term (95,55) dan Deliver Lead Time (93,32), untuk nilai skor 90 – 70 berarti nilai performansi baik ditunjukkan pada indikator sebagai berikut: Planning Employee Reliability (83,33), Internal Relationship (79,16), Source Employee Reliability (79,1), Breakdown Time percentage (81,02), Manufakturing Employee Reliability (87,5) dan number of customer complain (85,42), selanjutnya untuk nilai skor 70 – 50 berati nilai performansi cukup atau sedang ditunjukkan pada indikatr : percentage of adjusted production quantity (60,4) dan material order cost (64,95), untuk nilai skor 50 – 40 berarti nilai performansi kurang ditunjukkan pada indikator : supplier delivery


(3)

lead time (42,22), dan untuk nilai skor kurang dari 40 berarti nilai performansi dikatakan buruk ditunjukkan pada indikator : minimum delivery quantity (35,25).

Dan dari tabel diatas diketahui ada beberapa indikator yang kurang dari 50, berarti indikator – indikator tersebut yang perlu adanya perbaikan. Indikator yang kurang dari 50 dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.24 Hasil indikator dengan Skor rendah

PERSPEKTIF INDIKATOR

<50

SKOR RATA-RATA PERIODE

53,33 April 2010

33,33 Mei 2010

43,33 Juni 2010

36,67 Juli 2010

26,67 Agustus 2010

SOURCE

Supplier Delivery Lead Time

60

42,22

September 2010

36,2 April 2010

86,1 Mei 2010

42,2 Juni 2010

16,66 Juli 2010

19,72 Agustus 2010

DELIVER

Minimum Delivery Quantity

10,66

35,25

September 2010

4.3. Hasil dan pembahasan

Dari gambar grafik 4.2, maka dapat dilihat bahwa nilai performansi supply chain di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience terlihat mengalami naik turun dimana pada bulan April sebesar 82,99. Pada bulan Mei sebesar 68,53. Pada bulan Juni sebesar 68,22. Pada bulan Juli sebesar 75,76. Pada bulan Agustus sebesar 62,07. Pada bulan September sebesar 74,44.


(4)

Dan dari tabel 4.24 dapat diketahui indikator-indikator yang mempunyai skor yang rendah. Indikator yang pertama adalah Supplier Delivery Lead Time

dengan skor 42,22. Dan indikator yang kedua adalah Minimum Delivery Quantity

dengan skor 35,25. Hal ini menunjukkan nilai performansi kurang dan perlu adanya perbaikan. Usulan perbaikan bisa dilihat di tabel 4.25

Tabel 4.25 Usulan perbaikan untuk skor rendah

PERSPEKTIF INDIKATOR < 50 RATA-RATA USULAN PERBAIKAN

SOURCE Supplier Delivery

Lead Time

42,22 -Sebaiknya perusahaan melakukan

penambahan supplier sehingga tidak terjadi keterlambatan -Mengadakan ikatan

kontrak dengan supplier sehingga jika supplier terlambat dikenakan pinalti

DELIVER Minimum Delivery Quantity

35,25 Sebaiknya perusahaan menyediakan jumlah transportasi jika jumlah pesanan lebih dari sama dengan 3 ton, hal ini untuk menekankan biaya transportasi agar biaya transportasi dan harga produk seimbang dan untuk pembeli awal (pertama kali membeli) perlu diberi penanganan khusus sebagai sarana transportasi.


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan antara lain :

1. Dari hasil pengukuran performasi supply chain PT Bayer Indonesia – Bayer CropScience maka dapat diketahui bahwa nilai performansi supply chain di PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience terlihat mengalami naik turun (fluktusi) dimana pada bulan April sebesar 82,99(baik). Pada bulan Mei sebesar 68,53(cukup). Pada bulan Juni sebesar 68,22(cukup). Pada bulan Juli sebesar 75,76(baik). Pada bulan Agustus sebesar 62,07(cukup). Pada bulan September sebesar 74,44(baik).

2. Dari 12 indikator – indikator yang mempunyai nilai tertinggi adalah payment term (95,55) dan nilai terendah adalah pertama Supplier Delivery Lead Time

(42,22) dan yang kedua adalah Minimum Delivery Quantity (35,22), Hal ini menunjukkan nilai performansi kurang dan perlu adanya perbaikan

3. Dari rata – rata hasil agregasi performansi supply chain (72,00) di atas, dapat diketahui bahwa performansi perusahaan PT. Bayer Indonesia – Bayer CropScience dalam kondisi good (baik).


(6)

5.2. Saran

Adapun saran-saran yang peneliti sampaikan kepada perusahaan adalah sebagai berikut :

1. Perusahaan sebaiknya memperhatikan indikator performansi yang mempunyai nilai skor yang rendah yaitu supplier delivery lead time dan

minimum delivery quantity dan dilakukan suatu perbaikan (penambahan supplier sebanyak 3 supplier dan mengadakan ikatan kontrak dengan supplier untuk supplier delivery lead time (42,22) dan menyediakan jumlah transportasi jika jumlah pesanan lebih dari sama dengan 3 ton untuk minimum delivery quantity (35,22) agar indikator yang mempunyai nilai skor rendah tersebut dapat mencapai nilai skor yang tinggi.

2. Usulan perbaikan pada indikator performansi supply chain yang rendah adalah pertama Supplier Delivery Lead Time, perbaikan yang diusulkan adalah sebaiknya perusahaan melakukan penambahan supplier sebanyak 3 supplier sehingga tidak terjadi keterlambatan pasokan material dan mengadakan ikatan kontrak dengan supplier sehingga jika supplier terlambat dikenakan pinalti. Yang kedua Minimum Delivery Quantity. Perbaikan yang diusulkan adalah Sebaiknya perusahaan menyediakan jumlah transportasi jika jumlah pesanan lebih dari sama dengan 3 ton, hal ini untuk menekankan biaya transportasi agar biaya transportasi dan harga produk seimbang dan untuk pembeli awal (pertama kali membeli) perlu diberi penanganan khusus sebagai sarana transportasi.