55
Tabel 3.3 Daftar Reksadana Syariah yang memenuhi kriteria penelitian
No Nama
Reksadana Syariah Jenis
Reksadana Manajer
Investasi Bank
Kustodian
1 TRIM Syariah Saham
Saham PT. Trimegah
Asset Management
Deutsche Bank AG
2 Syariah BNP PARIBAS
Pesona Syariah Campuran
PT. BNP Paribas Investment
Partners HSBC
3 CIPTA Syariah Balance
Campuran PT. Ciptadana
Asset Deutsche Bank
AG 4 SAM Syariah
Berimbang Campuran
PT. Samuel Aset Manajemen
PT. Bank CIMB Niaga, Tbk.
Sumber : Bapepam
3.7 Jenis data
Data yang digunakan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang telah tersedia dan tidak
perlu dikumpulkan lagi. Data sekunder ini dalam bentuk Laporan Bulanan antara lain Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah, Inflasi,
Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, dan Nilai Tukar Rupiah yang penulis peroleh dari publikasi
Bapepam serta Laporan bulanan Bank Indonesia dan data lainnya melalui internet internet
research seperti www.bi.go.id, www.idx.co.id,
www.bapepam.go.id dan lain-lain. Selain itu, Penelitian ini dilakukan juga dengan cara library research
atau mempelajari dan memahami data atau bahan yang diperoleh dari berbagai literature, serta mencatat teori-teori yang didapat dari buku-buku,
majalah, jurnal, artkel, atau karya ilmiah yang berkaitan dengan pembahasan penelitian ini.
Universitas Sumatera Utara
56
3.8 Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, obyek penelitian adalah Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah dari Reksadana Syariah yang terdaftar di Bapepam dan
obyek penelitian lain seperti Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, dan Nilai Tukar Rupiah
pada periode 2011 hingga 2014. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, Indeks Harga Saham
Gabungan IHSG, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah periode 2011 hingga 2014.
3.9 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier digunakan untuk mempelajari dependen
dalam suatu fenomena. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis regresi linier berganda dikarenakan variable independennya lebih dari satu.
analisis data akan dilakukan dengan bantuan program SPSS.
3.9.1 Uji Asumsi Klasik
Uji ini berguna untuk mengetahui apakah model yang digunakan dalam regresi menunjukkan hubungan yang disignifikan dan
representatif maka model yang digunakan tersebut harus memenuhi uji asumsi klasik regresi. Uji asumsi klasik yang dilakukan antara lain:
3.9.1.1 Uji Normalitas
Menurut Ghozali 2006 : 110 uji normalitas adalah “uji yang bertujuan untuk menguji apakah dalam model
Universitas Sumatera Utara
57
regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak”. Untuk mendeteksi apakah residual
berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan uji statistik menggunakan uji Kolmogrove Smirnov, dengan kriteria
pengujian : 1.
Angka signifikan 0,05 maka data berdistribusi normal. 2.
Angka signifikan 0,05 maka data berdistribusi tidak normal.
3.9.1.2 Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali 2006 : 91 uji multikolinearitas adalah “uji yang bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan korelasi antar variabel bebas Independen”. Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka variabel - variabel ini
tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel
independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas
didalam model regresi adalah dengan cara melihat nilai Tolerence dan nilai Variance Inflation Factor VIF. Jika
nilai Tolerance lebih dari 0,10 berarti tidak ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih dari 95. Jika nilai
Universitas Sumatera Utara
58
Variance Inflation Factor VIF lebih besar dari 10 maka terjadi multikolinearitas.
3.9.1.3 Uji Heteroskedasisitas
Uji heterokedastisitas Menurut Ghozali 2006 : 105 uji heteroskedastisitas adalah “uji yang bertujuan untuk menguji
apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain”. Jika
variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda
disebut Heterokedastisitas. Model yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Ada
beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat grafik plot. Dasar
analisis yang digunakan adalah : a.
Jika ada pola tertentu, seperti titik - titik yang ada membentuk suatu pola tertentu yang teratur
bergelombang, melebar kemudian menyempit maka telah terjadi heteroskedastisitas.
b. Jika ada pola yang jelas, serta titik - titik yang ada
menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
Universitas Sumatera Utara
59
3.9.1.4 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 sebelumnya Ghozali 2005: 95-96. Autokorelasi sering
terjadi pada sampel dengan data time series dengan n sampel periode waktu. Untuk menguji keberadaan autokorelasi
dalam penelitian ini digunakan statistik d dari Durbin-Watson DW test dimana angka-angka yang diperlukan dalam
metode tersebut adalah dL angka yang diperoleh dari table DW batas bawah, dU angka yang diperoleh dari tabel DW
batas atas, 4- dL dan 4-dU. Jika nilainya mendekati 2 maka tidak terjadi autokorelasi, sebaliknya jika mendekati 0 atau 4
terjadi autokorelasi +-.
3.9.2 Uji Hipotesis 3.9.2.1 Uji Koefisien Determinasi R²
Koefisien determinas R² pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Besarnya koefisien determinasi ini adalah
0 sampai dengan 1 Nilai R² yang kecil berarti kemampuan
variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu
berarti variabel-variabel independen memberikan hampir
Universitas Sumatera Utara
60
semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen Ghozali, 2005: 169. 3.9.2.2 Uji F Uji Simultan
Uji F dilakukan untuk mengetahui adanya pengaruh secara bersama-sama variabel independen terhadap variabel
dependen. Tingkat signifikansi yang digunakan adalah sebesar 5 dengan derajat kebebasan df = n-k-1, dimana
n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah variabel.
3.9.2.3 Uji t Uji Parsial
Uji t biasanya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel bebas secara individual dalam menerangkan
variabel terikat. Adapun pengukuran hipotesis a.
Ho : βi = 0 maka tidak ada pengaruh secara parsial antara variabel bebas terhadap variabel terikat Y.
b. Ho : βi ≠ 0 maka ada pengaruh secara parsial antara
variabel bebas terhadap variabel terikat Y. c.
Level of significant α sebesar 5
3.9.3 Analisis Regresi Linier Berganda
Untuk menguji hipotesis pengaruh Inflasi, SBIS, IHSG dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana
Syariah digunakan model analisis regresi linier berganda. Menurut Lufti, Muslich, dkk 2014 : 166 regresi linier berganda “ditunjukkan
untuk menentukan hubungan linier antar beberapa variabel bebas
Universitas Sumatera Utara
61
dengan variabel terikat”. Persamaan regresi linier berganda pada penelitian ini adalah :
Y= ��+����+ ����+ ����+ ����+ e
Dimana : Y = Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah
�� = Konstanta β1…β4 = Koefisien regresi masing – masing variabel dependen
X
1
= Inflasi X
2
= SBIS X
3
= IHSG X
4
= Nilai Tukar Rupiah e = Tingkat Kesalahan
Tingkat keyakinan yang digunakan dalam pengujian ini adalah 0,95 atau α = 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa nilai
probabilitas t lebih kecil dari 0,05 maka dinyatakan signifikan pada taraf kesalahan 5. Ini berarti bahwa variabel bebas berpengaruh
terhadap variabel terikat sebesar nilai koefisisen regresi masing- masing variabel bebas, Supranto 2000.
Universitas Sumatera Utara
62
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Objek Penelitian
Seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal UUPM, Reksadana mulai dikenal di Indonesia sejak
diterbitkannya Reksadana berbentuk Perseroan, yaitu PT BDNI Reksadana pada tahun 1995. Pada awal tahun 1996, Badan Pengawas Pasar Modal dan
Lembaga Keuangan BAPEPAM-LK RI mengeluarkan peraturan pelaksanaan tentang reksadana berbentuk Kontrak Investasi Kolektif KIK.
Peraturan-peraturan tersebut membuka peluang lahirnya reksa dan berbentuk KIK untuk tumbuh dan berkembang. Salah satunya adalah munculnya
reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 yang dikelola oleh PT Danareksa Investment Management DIM.
Munculnya reksadana syariah pertama di Indonesia pada tahun 1997 kelolaan PT. Danareksa Investment Management DIM inilah yang menjadi
awal perkembangan instrument syariah di pasar modal. Selanjutnya, pada tanggal 3 Juli 2000 PT Bursa Efek Jakarta BEJ bersama dengan PT
Danareksa Investment Management DIM meluncurkan Jakarta Islamic Index JII yang mencakup 30 jenis saham dari emiten yang kegiatan
usahanya memenuhi ketentuan tentang hokum syariah. Penentuan kriteria dari komponen JII tersebut disusun berdasarkan persetujuan dari Dewan
Pengawas Syariah DPS DIM. Dengan adanya indeks ini diharapkan dapat
Universitas Sumatera Utara
63
meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi secara syariah.
Di Indonesia, kegiatan di pasar modal yang diatur oleh UUPM tidak membedakan apakah kegiatan pasar modal tersebut dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip syariah atau tidak. Dengan demikian, berdasarkan UUPM kegiatan pasar modal Indonesia dapat dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah dan dapat pula dilakukan tidak sesuai dengan prinsip syariah. Prinsip pasar modal syariah tentunya berbeda dengan pasar modal
konvensional. Sejumlah instrumen syariah di pasar modal sudah diperkenalkan kepada masyarakat, misalkan saham syariah, obligasi syariah,
dan reksadana syariah. Kemudian, dalam usaha untuk terus mengembangkan pasar modal syariah, pasar modal syariah pun diluncurkan pada tanggal 14
Maret 2003. Banyak kalangan meragukan manfaat diluncurkannya pasar modal syariah ini. Ada yang mencemaskan nantinya akan muncul dikotomi
dengan pasar modal konvensional yang telah ada. Akan tetapi, BAPEPAM- LK menjamin tidak akan ada tumpang-tindih kebijakan yang mengatur. Justru
dengan diluncurkannya pasar modal syariah ini, akan membuka ceruk baru di lantai bursa.
Seiring diluncurkannya pasar modal syariah ini, reksadana mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Pada awal didirikannya pasar modal
syariah ini, reksa dana syariah tercatat berjumlah 4 reksadana dengan Nilai Aktiva Bersih NAB sebesar Rp.67 miliar. Kemudian pada tahun 2004 reksa
dana syariah tercatat telah berjumlah 11 unit reksadana dengan nilai NAB
Universitas Sumatera Utara
64
sebesar Rp.593 miliar atau meningkat 885, 5 persen dibandingkan tahun 2003.
Secara keseluruhan, nilai investasi reksadana di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup signifikan apabila dibandingkan dengan tingkat
nilai pertumbuhan jenis investasi lainnya. Sampai Februari 2005, total dana kelolaan industri ini berjumlah lebih dari Rp.110 triliun. Perkembangan ini
ditunjang oleh regulasi pasar modal yang kondusif, jumlah investasi yang meningkat, munculnya produk unit link yang berbasiskan investasi asuransi,
dan keluarnya surat utang negara serta obligasi korporasi. Perkembangan reksadana syariah di Indonesia juga mengalami
perkembangan yang cukup pesat. Sampai Agustus 2005, total dana kelolaan reksadana syariah mencapai Rp. 1,5 triliun rupiah, dan hingga akhir tahun
2005, telah terdapat 17 unit reksadana syariah yang telah dinyatakan efektif oleh BAPEPAM-LK. Selain itu, pada tahun 2005, BAPEPAM-LK juga
mengeluarkan peraturan mengenai terbitnya jenis reksadana yang baru. Jika sebelumnya dikenal terdapat empat jenis reksadana, yaitu reksadana pasar
uang, reksadana pendapatan tetap, reksadana saham, dan reksadana campuran, sejak tahun 2005 terdapat tiga jenis reksadana yang baru, yaitu
reksadana terproteksi, reksadana dengan penjaminan, dan reksadana indeks. Perkembangan ini sempat terhambat dengan terjadinya krisis yang
menimpa reksadana Indonesia sehingga total dana kelolaan hanya tinggal Rp. 29 triliun per desember 2005. Kejadian ini dipicu oleh peningkatan harga
minyak dunia, depresiasi rupiah, dan kenaikan tingkat bunga yang membuat
Universitas Sumatera Utara
65
investor reksadana memindahkan dana mereka ke instrumen investasi lain. Krisis ini juga menimpa reksadana syariah. Total dana kelolaannya turun
menjadi hanya Rp.559 miliar. Meskipun dipengaruhi oleh faktor eksternal tersebut, salah satu hal yang
justru memiliki pengaruh besar terhadap krisis reksadana pada medio kedua 2005 adalah terjadinya redemption besar-besaran yang dilakukan para
investornya. Pemahaman sebagian investor yang salah terhadap investasi pada reksadana dan perilaku terhadap risiko yang irasional telah membuat
mereka justru menarik dana mereka secara bersamaan dalam jumlah besar sehingga menyebabkan turunnya nilai-unit penyertaan. Namun ada hal yang
menarik terjadi selama krisis. Meskipun akhirnya juga tertimpa krisis, reksadana syariah tidak mengalami krisis secepat reksadana konvensional.
Krisis telah terjadi pada bulan Maret 2005, reksadana syariah baru mengalami bulan September 2006. Salah satu hal yang memungkinkan adalah
adanya perbedaan pengetahuan dan perilaku investor reksadana syariah dengan konvensional. Krisis yang melanda industri reksadana di Indonesia di
tahun 2005 mulai mereda di tahun 2006 dan sejak itu industri reksadana di Indonesia mulai menunjukkan tanda-tanda pemulihan. Pertumbuhan
reksadana yang cukup pesat mulai terjadi pada tahun 2007. Pada akhir tahun 2007, reksadana syariah maupun reksadana konvensional menunjukkan
pertumbuhan NAB yang sangat baik. Pada 2007 tercatat reksadana syariah memiliki 26 unit reksadana efektif dengan total dana kelolaan sebesar Rp.2,2
triliun, atau tumbuh hampir 400 persen dibandingkan saat krisis. Jauh lebih
Universitas Sumatera Utara
66
baik dibandingkan reksadana konvensional yang memiliki total dana kelolaan sebesar Rp.92 triliun, atau tumbuh 300 persen dibandingkan saat krisis.
Pada tahun 2008, krisis kembali melanda sektor pasar modal Indonesia termasuk industri reksadana karena pelemahan ekonomi Amerika akibat dari
krisis subprime mortgage dan peningkatan harga minyak dunia, meskipun dampaknya tidak sebesar dibandingkan dengan krisis di tahun 2005.
Reksadana syariah yang saat 2007 tercatat memiliki dana kelolaan sebesar Rp.2,2 triliun, di tahun 2008 turun menjadi Rp.1,8 triliun. Meskipun dengan
total unit yang meningkat dari 26 unit di tahun 2007, menjadi 36 unit di tahun 2008.
Seiring dengan pemulihan ekonomi dunia pasca krisis 2008 hingga akhir tahun 2011 dan semakin beragamnya jenis reksadana yang ada, reksadana
syariah terus mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Di tahun 2009, tercatat terdapat 46 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar
Rp.4,7 triliun. Kemudian di tahun 2010, tercatat terdapat 48 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.5,3 triliun. Sedangkan di tahun
2011, tercatat terdapat 50 unit reksadana syariah dengan total dana kelolaan sebesar Rp.5,6 triliun dan terakhir pada tahun 2014 ini tercatat 70 reksadana
syariah dengan dana kelolaan mencapai 10,2 triliun.
4.1.1 Deskriptif Data Penelitian
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis statistik yang menggunakan persamaan regresi linear
berganda. Analisis data dimulai dengan mengolah data dengan
Universitas Sumatera Utara
67
menggunakan Microsoft Excel, selanjutnya dilakukan pengujian asumsi klasik, pengujian menggunakan regresi linear berganda dan diakhiri
dengan pengujian hipotesis. Metode pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Objek penelitian ini adalah Reksadana Syariah di Indonesia periode 2011 sampai dengan 2014, dimana populasi yang digunakan
berjumlah 70 Reksadana Syariah, dari jumlah populasi tersebut, Reksadana Syariah yang memenuhi kriteria dalam pemilihan sampel
berjumlah 4 Reksadana Syariah.
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan analisis regresi linier berganda dan pengujian hipotesis, terlebih dahulu dilakukan pengujian asumsi klasik
untuk mengetahui apakah data setiap variabel tersebut layak untuk digunakan atau tidak pada penelitian ini. Hasil olah data statistik dalam
skripsi ini menggunakan aplikasi SPSS 19.00 dengan menggunakan input berupa data mentah yaitu : NAB Reksadana Syariah, Inflasi,
SBIS, IHSG dan Nilai Tukar Rupiah periode 2011-2014.
Uji asumsi klasik dalam penelitian ini menggunakan uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, dan uji
autokorelasi.
Universitas Sumatera Utara
68
4.2.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki
distribusi normal Ghozali, 2006. Uji normalitas yang dipergunakan adalah dengan menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov dan normal probability plot. Uji Kolmogorov Smirnov K-S mempunyai kriteria jika nilai Asymp. Sig. 2-tailed
0,05 maka distribusi data dapat dikatakan terkena problem normalitas dan jika distribusi data residual normal, maka garis
yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya Ghozali, 2006. Tabel 4.1
Uji Normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 192
Normal Parameters
a,b
Mean ,0000000
Std. Deviation 300,34888015
Most Extreme Differences Absolute
,094 Positive
,094 Negative
-,035 Kolmogorov-Smirnov Z
1,300 Asymp. Sig. 2-tailed
,068 a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber: Data diolah
Universitas Sumatera Utara
69
Gambar 4.1. Normal P-P Plot
Dari data pada Tabel 4.2 dapat dikatakan bahwa data residual terdistribusi normal. Hal ini tercermin dari nilai Asymp.
Sig. 2-tailed 0,05 yaitu sebesar 0,068.
Gambar menunjukkan bahwa titik-titik pada grafik telah mendekati atau hampir berhimpit dengan sumbu diagonal atau
membentuk sudut 45 derajat dengan garis mendatar. Interpretasinya adalah bahwa nilai residual pada kedua model
telah terdistribusi secara normal.
4.2.1.2 Uji Multikolinieritas
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah dalam model regresi masing-masing variabel independen saling
berhubungan secara dependen. Pengertian dari uji multikoloniertitas adalah situasi adanya korelasi antara variable
Universitas Sumatera Utara
70
bebas satu dengan variabel bebas lainnya. untuk menguji ada tidaknya gejala multikoloniertitas digunakan VIF. Jika nilai VIF
dibawah 10, maka model regresi yang diajukan tidak terdapat gejala multikoloniertitas, dan sebaliknya jika VIF diatas 10,
maka model regresi yang diajukan terdapat gejala multikoloniertitas.
Tabel 4.2 Uji Multikolinieritas
Coefficients
a
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 Constant
INFLASI ,613
1,632 SBIS
,845 1,183
IHSG ,400
2,499 NILAI_TUKAR_RUPIAH
,281 3,561
a. Dependent Variable: NAB
Sumber: Data Diolah Dari Tabel 4.3 menunjukkan bahwa hasil perhitungan
menunjukkan tidak ada variabel independen yang nilai tolerance kurang dari 0,1. Hal ini berarti tidak ada korelasi antar variabel
independen. Suatu model regresi juga dinyatakan bebas dari multikolonieritas jika mempunyai nilai VIF dibawah 10. Dari
Tabel 4.3 juga dapat diketahui bahwa pada model regresi, semua variabel independen memiliki nilai VIF yang di bawah angka 10
Universitas Sumatera Utara
71
yang berarti bahwa tidak terjadi multikolonieritas dalam model regresi.
4.2.1.3 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians.
Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi yang
heteroskedastisitas karena data ini menghimpun berbagai data yang mewakili semua ukuran baik kecil, sedang, maupun besar.
2
Uji heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat grafik Scatterplot antara nilai prediksi variabel dependen yaitu ZPRED
dengan residualnya SRESID.
Gambar 4.2. Scatterplot Dari grafik scatterplot diatas dapat disimpulkan bahwa
titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun
Universitas Sumatera Utara
72
dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi,
sehingga model regresi layak dipakai.
4.2.1.4 Uji Autokorelasi
Metode yang dipakai adalah dengan melihat nilai Durbin - Watson DW. Jika nilai durbin – watson berada pada kisara -
2 dan +2, maka dapat dikatakan tidak terjadi masalah autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dengan nilai durbin – watson
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.3 Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
dimension0
1 ,581
a
,338 ,324
303,54417 ,301
a. Predictors: Constant, NILAI_TUKAR_RUPIAH, SBIS, INFLASI, IHSG b. Dependent Variable: NAB
Sumber: Data Diolah Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat diketahui bahwa nilai
Durbin – Watson sebesar 0,301. Karena nilai Durbin – watson tersebut berada pada kisaran -2 dan +2 -2 0,301 2, maka
tidak terjadi masalah autokorelasi dan model regresi ini layak digunakan.
4.2.2 Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh INFLASI, SBIS, IHSG, dan Nilai Tukar Rupiah terhadap NAB. Dalam penelitian
Universitas Sumatera Utara
73
ini, uji hipotesis yang digunakan adalah uji koefisien determinasi uji R², uji statistik t, dan uji statistik F. Pada uji statistik t dan uji statistik
F dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5 atau 0,05. Apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H
1
diterima, sebaliknya apabila tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H
diterima.
4.2.2.1 Uji Koefisien Determinasi R²
Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar variabel independen dapat menjelaskan variabel
dependennya. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1. Apabila nilai koefisien determinasi mendekati satu, maka
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen. Untuk
mengetahuinya dapat dilihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4.4 Uji Koefisien Determinasi
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
dimension0
1 ,581
a
,338 ,324
303,54417 a. Predictors: Constant, NILAI_TUKAR_RUPIAH, SBIS, INFLASI, IHSG
b. Dependent Variable: NAB
Sumber: Data Diolah Berdasarkan tampilan output pada tabel 4.5 terlihat bahwa
nilai R adalah sebesar 58,1 yang menunjukan bahwa terdapat pengaruh yang sangat kuat. Nilai R Square sebesar 33,8 dan
Universitas Sumatera Utara
74
nilai Adjusted R Square sebesar 32,4. Hal ini berarti bahwa nilai koefisien determinasi yang disesuaikan sebesar 0,338 yang
berarti sebanyak 33,8 variabel NAB dapat dijelaskan oleh variabel Nilai Tukar Rupiah, SBIS, INFLASI, dan IHSG dan
sisanya 66,2 dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel yang diteliti.
4.2.2.2 Uji F Uji Simultan
Uji F menunjukkan semua variabel independen yang ada dalam model regresi mempunyai pengaruh secara simultan
terhadap variabel dependen. Apabila nilai signifikansi 0,05 maka H
1
diterima. Pengaruh secara simultan variabel CAR, Modal Sendiri, IHSG, dan SBIS terhadap NAB dapat dilihat
pada tabel 4.7.
Tabel 4.5 Uji F
ANOVA
b
Model Sum of Squares
df Mean Square
F Sig.
1 Regression
8785656,338 4
2196414,084 23,838 ,000
a
Residual 1,723E7
187 92139,064
Total 2,602E7
191 a. Predictors: Constant, NILAI_TUKAR_RUPIAH, SBIS, INFLASI, IHSG
b. Dependent Variable: NAB
Sumber: Data Diolah
Hasil pengolahan data dalam Tabel 4.6 melalui uji Anova atau F-test terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 0,05.
Nilai signifikan pengujian lebih kecil dari 0,05 menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
75
model regresi dapat digunakan secara bersama - sama untuk memprediksi NAB. Hal ini membuktikan bahwa variabel
INFLASI, SBIS, IHSG, dan Nilai Tukar Rupiah bersama – sama secara simultan berpengaruh positif terhadap NAB. Hal ini
menyimpulkan bahwa H
1
diterima dalam model regresi penelitian ini.
4.2.2.3 Uji t Uji Parsial
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui pengaruh antara masing - masing variabel independen untuk menjelaskan
variabel dependen dengan tingkat signifikansi 5 atau 0,05. Apabila nilai probabilitas 0,05 maka koefisien regresi
signifikan dan H
1
diterima. Sedangkan apabila nilai probabilitas lebih dari 0,05 maka koefisien regresi tidak signifikan dan H
1
ditolak.
Tabel 4.6 Uji t
Coefficients
a
Model Unstandardized
Coefficients Standardized
Coefficients t
Sig. B
Std. Error Beta
1 Constant
1396,005 197,149
7,081 ,000
INFLASI -145,979
17,689 -,627
-8,253 ,000
SBIS -8,799E-11
,000 -,368
-5,684 ,000
IHSG ,015
,068 ,020
,214 ,831
NILAI_TUKAR_RUP IAH
,151 ,033
,520 4,631
,000 a. Dependent Variable: NAB
Sumber: Data Diolah
Universitas Sumatera Utara
76
Tabel 4.7 merupakan hasil dari pengujian variabel independen yaitu INFLASI, SBIS, IHSG, dan Nilai Tukar
Rupiah terhadap variabel dependen yaitu NAB secara parsial dengan hasil:
1. Pengaruh INFLASI terhadap NAB
Variabel INFLASI mempunyai angka signifikansi sebesar 0,000 karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 dan nilai
Uji t negatif maka H
1
diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa INFLASI memiliki pengaruh negatif terhadap NAB.
2. Pengaruh SBIS terhadap NAB
Variabel Modal Sendiri mempunyai angka signifikansi sebesar 0,000 karena nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05
maka H
1
diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa SBIS memiliki pengaruh terhadap NAB secara signifikan.
3. Pengaruh IHSG terhadap NAB
Variabel IHSG mempunyai angka signifikansi sebesar 0,831 karena nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 dan nilai Uji t
positif maka H
1
ditolak. Sehingga dapat dikatakan bahwa IHSG tidak memiliki pengaruh terhadap NAB.
4. Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap NAB
Variabel SBIS mempunyai angka signifikansi sebesar 0,000 karena nilai signifikansi lebih kecilr dari 0,05 maka H
1
Universitas Sumatera Utara
77
diterima. Sehingga dapat dikatakan bahwa Nilai Tukar Rupiah memiliki pengaruh terhadap NAB.
4.2.3 Uji Regresi Linier Berganda
Hasil analisis regresi linier berganda dapat dilihat pada tabel 4.7 dengan persamaan regresi sebagai berikut:
NAB = 1.396,006– 145,979INFLASI - 8,799SBIS + 0,15IHSG + 1,51Nilai _Tukar_Rupiah +
Ɛ
Koefisien - koefisien pada persamaan regresi linier berganda diatas dapat diartikan sebagai berikut:
1 Jika segala sesuatu pada variabel independen dianggap konstan,
maka nilai dari NAB Reksadana Syariah adalah sebesar 1.396,006 2
Nilai koefisien regresi INFLASI sebesar -145,979 yang berarti setiap peningkatan INFLASI sebesar 1 satuan akan menurukan
NAB Reksadana Syariah sebesar -145,97, dengan catatan variabel lain dianggap tetap cateris paribus.
3 Variabel SBIS memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar -
8,799. Nilai koefisien positif menunjukkan bahwa SBIS berpengaruh negatif terhadap NAB Reksadana Syariah. Hal ini
menggambarkan bahwa jika setiap kenaikan 1 satuan variabel SBIS, dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menurunkan
NAB sebesar -8,799.
Universitas Sumatera Utara
78
4 Variabel IHSG memiliki koefisien regresi positif sebesar 0,151.
Nilai koefisien regresi positif menunjukkan bahwa IHSG berpengaruh positif terhadap NAB Reksadana Syariah. Hal ini
menggambarkan bahwa jika setiap kenaikan satu satuan variabel IHSG, dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menaikkan
NAB sebesar 0,151. 5
Variabel Nilai Tukar Rupiah memiliki koefisien regresi positif sebesar 1,51. Nilai koefisien regresi positif menunjukkan bahwa
SBIS berpengaruh positif terhadap NAB Reksadana Syariah. Hal ini menggambarkan bahwa jika setiap kenaikan satu satuan variabel
Nilai Tukar Rupiah, dengan asumsi variabel lain tetap maka akan menaikkan NAB sebesar 1,51
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pengaruh Inflasi terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana
Syariah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel Inflasi berpengaruh negatif terhadap variabel Nilai Aktiva Bersih NAB
Reksadana Syariah yang dilihat dari tingkat signifikansi 0,000 0,05. Dikatakan berpengaruh negatif karena variabel Inflasi memiliki nilai
koefisien regresi negatif sebesar 145,979. Hal tersebut berarti bahwa Inflasi dalam perusahaan mempengaruhi Nilai Aktiva Bersih NAB
Reksadana Syariah.
Universitas Sumatera Utara
79
4.3.2 Pengaruh Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS terhadap
Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel SBIS secara signifikan berpengaruh negatif terhadap variabel Nilai Aktiva Bersih
NAB Reksadana Syariah yang dapat dilihat dari tingkat signifikansi 0,000 0,05. Variabel SBIS memiliki nilai koefisien regresi negatif
sebesar 8,799E-11. Hal tersebut berarti bahwa SBIS dalam perusahaan
mempengaruhi Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah. 4.3.3
Pengaruh Indeks Harga Saham GAbungan IHSG terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel IHSG secara signifikan tidak berpengaruh terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB
Reksadana Syariah yang dilihat dari tingkat signifikansi 0,831 0,05. Variabel IHSG memiliki nilai koefisien regresi positif sebesar 0,015.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pengaruh antara IHSG dan Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah tidak signifikan.
4.3.4 Pengaruh Nilai Tukar Rupiah terhadap Nilai Aktiva Bersih
NAB Reksadana Syariah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa variabel Nilai Tukar Rupiah berpengaruh positif terhadap variabel Nilai Aktiva Bersih
NAB Reksadana Syariah yang dilihat dari tingkat signifikansi 0,000 0,05. Variabel Nilai Tukar Rupiah memiliki nilai koefisien regresi
positif sebesar 0,151. Hal tersebut berarti bahwa Nilai Tukar Rupiah
Universitas Sumatera Utara
80
dalam perusahaan mempengaruhi Nilai Aktiva Bersih NAB
Reksadana Syariah. 4.3.5
Pengaruh Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS, Indeks Harga Saham Gabungan dan Nilai Tukar Rupiah
terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah.
Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa semua variabel independen yaitu Inflasi, Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS,
Indeks Harga Saham Gabungan dan Nilai Tukar Rupiah secara
simultan berpengaruh terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah. Hal ini terlihat dari F
hitung
23,838 F
tabel
2,42 dan nilai signifikansi yang kurang dari 0,05 yaitu sebesar 0,000.
Universitas Sumatera Utara
81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Inflasi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Nilai Aktiva Bersih
NAB Reksadana Syariah secara parsial. 2.
Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBIS berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah secara
parsial. 3.
Indeks Harga Saham Gabungan IHSG tidak berpengaruh signifikan terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah secara parsial.
4. Secara parsial Nilai Tukar Rupiah berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Nilai Aktiva Bersih NAB Reksadana Syariah. 5.
Hasil pengujian secara simutan bahwa Inflasi, SBIS, IHSG dan Nilai Tukar Rupiah bersama – sama berpengaruh positif terhadap Nilai Aktiva
Bersih NAB Reksadana Syariah.
5.2 Saran