Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002
Selain itu dalam pasal 81 dalam undang-undang ini pada bagian ke empat pasal 26 ayat 1 poin C ini ditegaskan bahwa orang tua berkewajiban mencegah terjadinya
perkawinan pada usia anak-anak
56
. Namun jika hal itu terjadi maka orang tua juga bisa dikenai hukuman, tetapi hal itu sama sekali tidak berkaitan dengan perkawinan di
bawah umur, karena dalam urusan perkawinan adalah lebih ke masuk dalam wilayah hukum perdata.
Jika dilihat dari persepektif hukum islam perkawinan yang terjadi antara puji dengan lutfiana ulfa sudah bisa dikatakan sah secara agama dengan adanya
keterangan surat resmi dari MUI Jateng pada kejaksaan negeri ambarawa yang isinya menyatakan pernikahan puji dengan ulfa sudah sah menurut ajaran islam
57
, jika MUI sudah menyatakan sah dipastikan perkawinan itu sudah memenuhi rukun dan syarat
nikah diantaranya dengan adanya: 1 shighah ijab dan qobul, 2 calon istri, 3 calon suami dan, 4 wali, hal ini sesuai dengan pendapat jumhur ulama yang berbeda
dengan pendapat hanafiah, yang mengatakan bahwa rukun nikah itu ada dua yaitu ijab dan qobul. Namun jika dilihat dalam persepektif hukum di indonesia dengan
adanya undang-undang spesialis anak yaitu Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, pelaku perkawinan dengan anak di bawah umur, dengan
adanya dalih inilah puji divonis 4 empat tahun penjara dengan denda Rp 60 juta enam puluh juta rupiah.
56
Ibid., h. 22
57
Basfin Siregar, syeikh puji divonis 4 tahun, Artikel diakses pada tanggal 23 maret 2011 dari httpnew.gatra.comindex.php?option=com_contentview=articleid=339:syeikh puji divonis 4
tahun.
Berdasarkan kasus di atas, jika pada saat ini terjadi pernikahan di bawah umur kebijakan yang dianggap efektif digunakan untuk menanggulangi terjadinya
perkawinan di bawah umur adalah Undang-Undang perlindungan anak No. 23 tahun 2002. Meskipun dalam Undang-Undang No.1 Tahun 1974 sudah ada semangat
pembatasan usia bagi calon yang hendak melaksanakan perkawinan yang telah disebutkan dalam penjelasan di atas.
Melihat dari keterangan di atas mengapa kemudian harus dibatasi usia untuk menikah pada usia tertentu, hal ini diasumsikan pada usia itu anak yang masih di
bawah umur adalah usia pendidikan. Jadi pada kondisi tersebut seseorang yang masih di bawah umur mau masuk kepada bahtera rumah tangga dipastikan belumlah
siap kondisi dirinya untuk menuju dunia baru dalam hidupnya, yang diantaranya adalah persiapan pemantapan mental. Dalam tinjauan fiqih dijelaskan bahwasannya
pernikahan bukanlah cerminan dari ucapan verbal akad semata tetapi lebih kepada eksistensi kualitas hubungan, walaupun hal tersebut haruslah didahului dengan
simbolisasi aqad, sekalipun itu menikahkan anak pada usia anak-anak tetapi tidak diperbolehkan pelaku untuk melakukan hubungan ketika anak itu belum siap baik
secara fisik atau secara mental. Intinya dalam aspek perkawinan tidak boleh terjadi simbiosis yang bersifat parasit yang bisa saling merusakmerugikan baik itu dalam
tumbuh kembang maupun untuk kelangsungan hidup pelaku perkawinan di bawah umur
58
.