Kriminalisasi dalam Perespektif Hukum Positif
dalam perkembangannya sekarang kriminologi sudah menjadi disiplin ilmu yang berdiri sendiri
9
. Dalam kamus hukum internasional dan indonesia, kriminalisasi adalah suatu
proses memperhatikan perilaku yang semula tidak dianggap sebagai peristiwa pidana tetapi kemudian digolongkan sebagai peristiwa pidana oleh masyarakat,
10
sedangkan dalam kamus hukum lain mendefinisikan bahwa kriminalisasi adalah proses semakin
banyaknya sikap yang dianggap sebagai kejahatan oleh hukum pidana atau perundang-undangan.
11
Sedangkan Abdussalam dalam bukunya “kriminologi” menjelaskan bahwa pengertian kriminalisasi adalah pandangan serta tanggapan masyarakat terhadap
perbuatan atau gejala yang timbul di masyarakat yang dipandang sebagai suatu peristiwa yang bisa merugikan atau membahayakan masyarakat luas tetapi undang-
undang belum mengaturnya.
12
Adapun kebijakan dalam penyusunan kriminalisasi mengambil dari tiga sumber bahan yang sudah ada yaitu terdiri dari:
1. KUHP Wvs yang masih berlaku; 2. Konsep BAS tahun 1977;
3. Undang-Undang diluar KUHP.
13
9
Teguh Prasetyo, Kriminalisasi dalam Hukum Pidana, Bandung: Nusa Media, 2010, h. 17
10
Soesilo Prajogo, Kamus Hukum Internasional dan Indonesia, Jakarta: Wacana Intelektual, 2007, h. 266
11
Kamus Hukum, Bandung : Citra Umbara 2008, h. 231
12
Abdussalam , Kriminologi, Jakarta: Restu Agung, 2007, h. 18
Kebijakan kriminalisasi pada hakikatnya merupakan suatu bagian dari kebijakan kriminal criminal policy dengan menggunakan sarana hukum pidana penal, dalam
kriminalisasi itu sendiri harus melakukan harmonisasi dengan sistem hukum pidana atau aturan pemidanaan umum yang sedang berlaku saat ini, yang bertujuan agar
kebijakan kriminalisasi dapat diterima oleh masyarakat.
14
Pada dasarnya kebijakan kriminalisasi merupakan suatu kebijakan dalam menetapkan suatu perbuatan yang semula bukan tindak pidana menjadi suatu tindak
pidana, kebijakan kriminalisasi merupakan bagian dari kebijakan kriminal dengan menggunakan sarana hukum pidana.
15
Adapun upaya kebijakan untuk melakukan pencegahan dan penanggulangan kejahatan tidak terlepas dari kebijakan sosial yang terdiri dari kebijakan atau upaya-
upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan upaya-upaya perlindungan masyarakat, adapun aspek yang sangat penting untuk kesejahteraan atau perlindungan
masyarakat karena adanya nilai-nilai, kepercayaan, kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Untuk menanggulangi kejahatan dapat dilakukan juga dengan pendekatan
secara integral yang dilakukan dengan menyeimbangkan sarana penal dan non penal.
16
13
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan KUHP Baru Jakarta: kencana, 2008, h. 232
14
Arief, Pembaharuan Hukum Pidana dalam Perspektif Kajian Perbandingan Bandung : Citra Aditya Bhakti, 2005, h. 126
15
Arief, Kapita Selekta Hukum Pidana Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2003, h. 240
Selain kriminalisasi ada juga upaya pembaharuan hukum dengan penalisasi, yang penentuanya sebagaimana pengertian kriminalisasi, dan penalisasi tidak jauh berbeda.
Hanya penekenannya pada crime dan “penalisasi” saja. Sebagaimana diketahui kriminalisasi adalah proses penetapan suatu perbuatan sebagai perbuatan yang dapat
dipidana. Penalisasi yang semula berupa tindakan tercela dibidang hukum perdata atau hukum administrasi, tetapi kemudian dipandang perlu untuk diancamkan pidana
kepada petindaknya. Jika dilihat dalam sejarahnya kriminalisasi di Indonesia sudah berlangsung sejak
zaman proklamasi kemerdekaan dan hingga kini masih tetap berlangsung, sehubungan dengan penetapan kriminalisasi, dibutuhkan kriteria tertentu, namun
bukan suatu hal yang mudah untuk menetukan kriteria ini secara pasti. Meskipun demikian menurut Prof. Sudarto, ada beberapa kriteria yang patut di pertimbangkan
dalam menentukan kriminalisasi ini yaitu
17
: a. Tujuan hukum pidana
b. Penetapan perbuatan yang tidak dikehendaki c. Perbandingan antara sarana dan hasil
d. Kemampuan aparat penegak hukum Dalam prinsip-prinsip kriminalisasi ada hal-hal yang perlu diperhatikan
diantaranya Organization for Economic Cooperation and Development OECD dengan memperhatikan berbagai variasi pengaturan yang ada diberbagai negara yang
16
Bukhori, Nurani Kriminalisasi Tindak Pidana Teroris Palembang: Fakultas Syari’ah IAIN Raden Patah, 2004, h. 113
17
Prof. Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana, cet. V, Bandung: PT. Alumni, 2007, h. 31-41
telah berusaha membuat bentuk mode law yang diharapkan dapat dijadikan pedoman oleh berbagai negara untuk mengatur criminal privacy protection, menurut OECD
asas-asas tersebut mencakup
18
: a. Ultima ratio principle. Hukum pidana disiapkan sebagai sarana terakhir
atau senjata pamungkas. b. Precision principle. Ketentuan hukum pidana harus tepat dan teliti
menggambarkan suatu tindak pidana, perumusan hukum pidana yang bersifat samar harus dihindari.
c. Clearness principle. Tindakan yang dikriminalisasikan harus digambarkan secara jelas dalam ketentuan hukum pidana.
d. Princip of differentiation. Prinsip pembedaan harus jelas anatara yang satu dengan yang lain. Untuk hindarkan perumusan yang bersifat global.
e. Priciple of intent. Tindakan yang dikriminalisasikan harus dengan dolus itention, sedangkan untuk tindakan culpa harus dinyatakan dengan
syarat khusus untuk memberikan pembenaran kriminalisasinya. Metode penentuan kriminalisasi dalam rangka pembaharuan hukum pidana di
indonesia ada beberapa metode pendekatan, diantaranya dapat dilakukan dengan cara: Metode Evolusioner, metode ini dilakukan dengan cara perbaikan, penyempurnaan
dan amandemen terhadap peraturan-peraturan yang sudah ada dalam KUHP, Metode Global, metode ini diterapkan dengan membuat suatu pengaturan tersendiri diluar
18
S.R. Sianturi dan Mompang L. Panggabean, Hukum Penitensia di Indonesia, Jakarta: Alumni Ahaem-Petehaem, 1996, h. 172
KUHP misal UU TIPIKOR, dan Metode Kompromis, penggunaan metode ini ialah menambah bab tersendiri dalam KUHP mengenai tindak pidana tertentu. Dan hal ini
sudah dibuktikan lewat berbagai penambahan yang diadakan selama ini terhadap KUHP WvS yang ada pada tanggal 8 maret 1942
19
.