hasilnya menunjukkan meningkatnya jumlah kasus perkawinan yang pelakunya masih di bawah umur, diantaranya data dari
jumlah perkara dispensasi kawin di pengadilan agama Bantul pada tahun: 2005 tercatat 25 perkara, 2006 tercatat 37
perkara, 2007 tercatat 52 perkara, 2008 tercatat 70 perkara, dan sampai bulan maret 2009 perkara dispensasi kawin sudah pada 23 perkara. Jika ini kwartal pertama, maka
bisa diasumsikan sampai akhir tahun perkara bisa sampai pada angka 92 dengan kenaikan sangat tinggi, tidak menutup kemungkinan pada tahun 2010 perkara
dispensasi kawin akan sampai angka melebihi 100 anak
61
.
Pada tahun 2009 departemen agama juga sudah melakukan upaya pencegahan terjadinya perkawinan di bawah umur salah satunya dengan merancang undang-
undang terapan peradilan agama tentang perkawinan yang akan menaggulangi dengan sangsi yang jelas. RUU yang dirancang dan sudah diajukan oleh depag saat ini sudah
ditandatangani oleh presiden namun belum dibahas oleh DPR. RUU ini oleh Dirjen Bimas Islam Depag prof. Dr. Nasarudin Umar dikatakan lebih rinci dari undang-
undang perkawinan, khususnya tentang sangsi. Sangsi bagi pelaku perkawinan di bawah umur uraiannya mencapai Rp. 6 enam juta, dan sangsi untuk penghulu yang
mengawinkannya adalah sebesar Rp. 12 dua belas juta dan kurungan 3 tiga bulan
62
.
61
Lily Ahmad, Hakim Dan Pernikahan Dini, diakses pada tanggal 5 agustus 2011 dari http:lilyahmad.multiply.comjournalitem26HAKIM_DAN_PERNIKAHAN_DINI
62
Lukman, Perkawinan di Bawah Umur Diberi Sangsi Pidana, artikel diakses pada tanggal 21 juli 2011 dari http:\DEPAG KABUPATEN PASURUAN. htm
B. Dasar Pertimbangan Perlunya Kriminalisasi Perkawinan di Bawah Umur
Dalam bab ini akan membahas tentang hal-hal yang menjadi pertimbangan untuk mempidana pelaku perkawinan di bawah umur yang di kenal dengan kriminalisasi
perkawinan di bawah umur, dimana dalam mengkriminalkan perkawinan itu harus menggunakan kebijakan atau ketentuan pidana untuk mengangkat atau menetapkan
atau menunjuk suatu perbuatan yang semula tidak merupakan tindak pidana menjadi suatu tindak pidana deliktindak kriminal. Tindak pidana pada hakikatnya
merupakan perbuatan yang di angkat atau perbuatan yang ditunjuk atau ditetapkan sebagai perbuatan yang dapat di pidana oleh pembuat Undang-Undang
63
. Banyak hal yang perlu dipertimbangkan untuk mempidana perkawinan di bawah
umur, menurut Prof. Sudarto
64
, disini ada beberapa kriteria yang patut di pertimbangkan dalam menentukan kriminalisasi, yaitu:
e. Tujuan hukum pidana f. Penetapan perbuatan yang tidak dikehendaki
g. Perbandingan antara sarana dan hasil h. Kemampuan aparat penegak hukum
Tidaklah mudah untuk mengkriminalkan pernikahan di bawah umur yang hal ini didasarkan pada peranggapan-peranggapan, jangan sampai terjadi adanya peraturan
63
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan Konsep KUHP Baru, Jakarta: Kencana, 2010, h. 295
64
Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana,cet.V Bandung: PT. Alumni, 2007, h. 31-41
yang telah susah payah dihasilkan dengan mengeluarkan biaya yang sangat banyak akhirnya tidak dapat dilaksanakan, atau yang paling buruk peraturan itu malah
mendatangkan ketidak-tentraman dalam masyarkat. Memang dalam membentuk undang-undang pidana terkesan bahwa dalam
menanggulangi kejahatan dengan menggunakan hukum pidana seolah-olah dijadikan sebagai satu-satunya sarana, mengingat efek prevensi generalnya mempunyai
ancaman yang tidak dapat disangkal. Hukum pidana dikatakan dapat menyaring dari sekian banyak perbuatan yang tercela, dan tindak asusila atau yang merugikan
dikalangan masyarakat. Hukum pidana digunakan untuk mencegah perbuatan-perbuatan yang tidak
dikehendaki. Sehubungan dengan tujuan hukum pada umumya ialah tercapainya kesejahteraan masyarakat baik secara materil maupun spiritual, maka perbuatan yang
tidak dikehendaki ialah perbuatan yang mendatangkan kerugian bagi warga masyarakat. Dengan adanya kerugian berarti ada korban. Perlu diingat bahwa korban
dari perbuatan itu tidak hanya orang lain akan tetapi dapat pula pelakunya sendiri. Usaha untuk mencegah suatu perbuatan dengan menggunakan sarana hukum
pidana dengan sangsi negatif yang berupa pidana, perlu disertai perhitungan biaya yang harus dikeluarkan dan hasil yang diharapkan akan tercapai. Yang jelas kalau
undang-undang itu sudah jadi dan dilaksanakan, ia akan menggerakkan sekian banyak badanlembaga dan orang untuk dapat diterapkan. Ada polisi, badan penuntut umum,
pengadilan, lembaga pemasyarakatan dan lain sebagainya, mereka ini masuk dalam mekanisme yang disebut sistim hukum pidana
65
. Dari adanya usaha pencegahan perbuatan yang dilarang itu dengan suatu
peraturan atau perundang-undangan mungkin sekali mendatangkan perasaan aman dan tentram dikalangan masyarakat. Kenapa dikatakan “mungkin sekali” karena
memang pada umumnya hal tersebut tergantung pula dari sifat perbuatan yang dilarang itu dan pemilihan tersebut, apakah benar-benar tidak dikehendaki oleh
seluruh rakyat
66
. Dalam hukum pidana masih ada lagi yang perlu diperhatikan, yaitu efek dari pidana itu sendiri terhadap terpidana. Kita juga harus memperhitungkan,
bahwa hukum pidana itu sendiri bersifat kriminogen, artinya menjadi sumber timbulnya tindak pidana. Karena itu harus benar-benar dipertimbangkan akibat dari
sesuatu peraturan pidana. Jadi dari penjelasan diatas cukup jelas bahwasanya tidak mudah untuk
mengkriminalkan mempidana pelaku perkawinan di bawah umur. Dalam kehidupan masyarakat saat ini kasus itu memang tidak asing, dengan banyaknya kasus
pernikahan di bawah umur sesuai dengan hasil penelitian dari PKPA Pusat Kajian dan Perlindungan Anak pada tahun 2008 di kabupaten Nias yaitu angka pernikahan
antara usia 13-18 tahun mencapai angka sekitar 9,4 dari 218 responden perempuan yang sudah menikah dan yang akan menikah. Angka pernikahan di usia muda bagi
65
Ibid., h. 46
66
Ibid., h. 46-47