Perspektif Hukum Positif Pengertian Perkawinan di Bawah Umur

perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 duapuluh satu tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua” 32 . Dengan berpegangan pada pasal 6 ayat 2 diatas, secara umur dapat diartikan bahwa untuk melaksanakan perkawinan seseorang harus berumur lebih dari 21 tahun, sedangkan seorang yang belum mencapai umur ini harus mendapatkan izin dari orang tua. Untuk membatasi agar tidak semua umur dengan mudah dapat melakukan perkawinan hanya dengan mendapat izin orang tua, maka selanjutnya pada pasal 7 Undang-Undang yang sama menjelaskan dan memberikan batasannya lebih jelas. Pasal tersebut menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 sembilan belas tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 enam belas tahun. Dasar hukum positif di Indonesia di atas, memakai Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang terdapat dalam pasal 7 ayat 2 dan 3 yang menyatakan bahwa dalam hal penyimpangan terhadap ayat 1 pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak, baik dari pihak pria maupun wanita. Sedangkan ayat selanjutnya dengan pasal yang sama menyatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua tersebut dalam pasal 6 ayat 3 dan 4, Undang-Undang ini berlaku juga dalam hal permintaan dispensasi tersebut, ayat 2 pasal ini dengan tidak mengurangi yang dimaksud pasal 6 ayat 6. 32 Ibid., h. 142 Masih berkaitan dengan ketentuan hukum positif yang dapat dijadikan dasar hukum pernikahanperkawinan di bawah umur, di Indonesia adalah pasal 15 KHI. Walaupun sebenarnya KHI merupakan penguat dari Undang-Undang perkawinan, tentang masalah syarat umur ini tetap di jelaskan. Pasal tersebut menyatakan bahwa untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan oleh mempelai yang telah mencapai umur yang telah ditetapkan dalam Undang- Undang No. 1 tahun 1974 pasal 7 ayat 1 yakni: perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai 16 tahun 33 . Apabila dibandingkan dengan batasan umur bagi calon mempelai dibeberapa negara muslim, negara Indonesia secara definitif belum yang tertinggi, berikut data komparatif 34 : NEGARA Usia laki-laki Usia perempuan Algeria 21 18 Banglades 21 18 Mesir 18 16 Irak 18 18 Yordania 16 15 Libanon 18 17 33 Tim Redaksi Fokus Media, Kompilasi Hukum Islam Bandung: fokus media, 2005, h. 10 34 H. M. Atho’ Muzdhar dan Khairudin Nasution, Hukum Keluarga di Dunia Islam Modern: studi perbandingan dan keberanjakan UU modern dari kitab-kitab fiqih, cet.1, Jakarta: Ciputat Press, 2003, h. 209-210 Libia 18 16 Malaysia 18 16 Maroko 18 15 Yaman utara 15 15 Pakistan 18 16 Somalia 18 18 Yaman selatan 18 16 Syiria 18 17 Tunisia 19 17 Turki 17 15 Secara rinci syarat-syarat perkawinan bagi mereka yang masih muda atau di bawah umur dan ingin melangsungkan perkawinan, maka di bawah ini diuraikan prosedur persyaratannya, diantaranya adalah sebagai berikut 35 : 1. Para pihak mengajukan perkawinan terlebih dahulu pada Kantor Urusan Agama KUA setempat; 2. Dari KUA diberi formulir untuk di isi dan kemudian diajukan pada Pengadilan Agama; 3. Menunggu penetapan dari Pengadilan Agama dan dengan berbagai sidang; 35 Penejelasan Undang-Undang No. 1 tahun 1974 4. Menyerahkan izin kepada KUA jika telah di dapatkan dan jika tidak maka perkawinan dibatalkan; 5. Pelangsungan oleh KUA. Dengan demikian, selain syarat-syarat melangsungkan perkawinan secara umum, khusus dalam persyaratan umur bagi pelaku perkawinan di bawah umur di indonesia adalah mendapatkan izin dari pengadilan agama PA dan kantor urusan agama KUA, karena keduanya adalah lembaga yang dapat memberikan izin dispensasi tersebut. Namun demikian umumnya harus mendapatkan penetapan izin terlebih dahulu dari pengadilan agama dimana mereka hendak melangsungkan perkawinannya. Dan untuk pelaksanaannya tidak jauh berbeda dengan prosedur pelaksanaan perkawinan pada umumnya. Dengan catatan bahwa syarat-syarat secara keseluruhan telah terpenuhi, termasuk di dalamnya adanya syarat-syarat mendapatkan izin dari pengadilan agama setempat. Dari persyaratan yang telah disebutkan, setidaknya memberikan kelonggaran kapada hakim yang sedang dimintakan izin untuk mengabulkan permintaan kawin dari calon mempelai baik dari laki-laki maupun perempuan yang masih di bawah umur.

2. Perspektif Hukum Islam

Ajaran dalam agama Islam sangatlah universal, fleksibel dan rasional, yang ajaranya sesuai dengan tempat dan zaman serta mudah diterima oleh khalayak masyarakat, baik berkaitan dengan masalah ibadah, akhlak, muamalah, maupun berkaitan dengan aturan hukum diantarnya tentang pernikahan munakahat. Dalam hukum Islam terdapat maqasidu syari’ah yang isinya ada lima prinsip perlindungan diantaranya perlindungan terhadap agama, jiwa, keturunan, harta, dan akal. Dari kelima prinsip islam ini satu diantaranya adalah menjaga jalur keturunan hifdzu al nasl agar jalur nasab tetap terjaga, hubungan seks yang mendapatkan legalitas agama harus melalui pernikahan. Pada dasarnya, hal ini tidak disebutkan dalam hukum Islam kitab fiqih yaitu mengenai pengertian dari perkawinan di bawah umur, hal ini dalam hukum islam juga tidak ditemukan pembahasan secara khusus baik itu sebagai suatu kajian yang mandiri maupun dalam satu bab yang mandiri pula. Hal ini disebabkan karena tidak adanya dalil yang membatasi secara jelas pada usia berapa seorang boleh menikah. Untuk itu, masalah batasan umur seseorang untuk melaksanakan perkawinan ini termasuk kedalam wilayah ijtihadiyyah. Dalam fiqih menyebutkan adanya perkawinan muda atau kawin belia dengan istilah nikah ash-shaghirash-shaghirah secara literal berarti kecil, namun yang dimaksud dengan shaghirshaghirah disini adalah anak laki-laki atau perempuan yang belum baligh 36 . Ketentuan baligh antara seorang laki-laki dan seorang perempuan berbeda. Pada anak laki-laki, ketentuan baligh tersebut ditandai dengan ihtilam, yakni mimpi yang mengakibatkan keluarnya sperma air mani, sedangkan anak perempuan, ketentuan baligh ditandai dengan menstruasi atau haid. 36 Husein Muhammad, Fiqih Perempuan: Refleksi kiai atas wacana agama dan gender, cet V, Yogyakarta: LkiS, 2009, h. 89 Dalam fiqih Asy-Syafi’i, usia haid minimal dapat terjadi pada usia 9 tahun. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia baligh bagi anak laki-laki adalah 18 tahun, sedangkan untuk anak perempuan adalah 17 tahun. Sementara Abu Yusuf, Muhammad Bin Hasan, dan Asy-Syafi’i menyebutkan usia 15 tahun sebagai tanda baligh, baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan 37 . Berdasarkan penjelasan ini dapat disimpulkan bahwasannya perkawinan di bawah umur adalah perkawinan antara seorang mempelai yang salah satu atau keduanya belum mencapai umur 19 tahun bagi laki-laki dan 16 tahun bagi perempuan. Pengertian inilah yang dimaksud dalam penelitian ini dengan istilah perkawinan di bawah umur. Adapun perkawinan yang dilakukan pada umur diatas 19 tahun bagi pria, dan 16 tahun bagi wanita walaupun masih di bawah umur 21 tahun tetap dianggap sebagai perkawinan yang layak dan bukan perkawinan usia dini. Dasar hukum perkawinan di bawah umur dalam hukum islam adalah al-Qur’an dan sunnah, tentang perkawinan di bawah umur ini, para ulama berbeda pendapat, ada yang membolehkan dan ada pula yang tidak membolehkan, masing-masing saling memberikan alasannya. Para ulama yang membolehkan perkawinan di bawah umur beralasan dengan beberapa ayat al-Qur’an yang menjelaskan masalah perkawinan. Berikut beberapa dasar yang membolehkan kawin dalam usia muda atau perkawinan di bawah umur, yakni: 37 Ibid. h. 90 yang dikutip dari Al-Kasani, Budai’ Ash-Shanai, juz VII, H. 171-172. Asy-Syirbini, Mughni al-Muhtaj, juz II, Beirut: Dar Al-ihya’at-Turats al-Arabi, h. 166