BAB II KEBIJAKAN HUKUM PEMERINTAH INDONESIA DALAM PENCATATAN
KELAHIRAN
A. Pengertian Umum
Pencatatan sipil merupakan hak dari setiap Warga Negara Indonesia dalam arti hak memperoleh akta autentik dari pejabat negara. Masih jarang penduduk menyadari betapa
pentingnya sebuah akta bagi dirinya dalam menopang perjalanannya dalam mencari kehidupan. Segala hal yang terjadi berkaitan dengan kependudukan ini harus dicatatkan ke
Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil seperti masalah perkawinan, kematian, status anak, kelahiran, dan lainnya. Dalam hal kelahiran, akta ini sangat diperlukan karena anak
yang lahir tanpa akta kelahiran ia akan memperoleh kesulitan pada saat ia memasuki pendidikan.
Pengertian pendaftaran penduduk sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pendaftaran Penduduk, disebut bahwa pendaftaran penduduk adalah kegiatan pendaftaran dan atau pencatatan data penduduk beserta perubahannya, Perkawinan, Perceraian,
Kematian, dan Mutasi Penduduk, Penerbitan Nomor Induk Kependudukan, Nomor Induk Kependudukan Sementara, Kartu Keluarga, Kartu Tanda Penduduk dan Akta Pencatatan
Penduduk serta Pengelolaan Data Penduduk dan Penyuluhan.
23
Universitas Sumatera Utara
B. Sejarah Pencatatan Sipil di Indonesia
Menurut sejarah, Lembaga Catatan Sipil di Indonesia merupakan peninggalan dari Pemerintah Penjajah Belanda yang dikenal dengan nama “Burgerlijke Stana” atau yang dikenal
dengan singkatan BS yang berarti: “suatu lembaga yang ditugasi untuk memelihara daftar-daftar atau catatan-catatan guna pembuktian status atau peristiwa penting bagi para warga Negara
sepertikelahiran, perkawinan dan kematian.
33
1 Hukum Perdata dan Dagang begitu pula Hukum Pidana serta Hukum Perdata harus
diletakkan dalam Kitab Undang- Undang yang dikodifikasikan; Setiap peristiwa tersebut dicatatakan sebagai bukti mengenai yang dapat digunakan baik
bagi yang berkepentingan maupun pihak ketiga. Burgerlijke Stand yang ada di Negara Belanda sendiri sebenarnya berasal dari Perancis. Hal ini terbukti bahwa pada awal 18, Belanda pernah
menjadi Negara jajahan Perancis dan lembaga semacam ini telah ada sejak Revolusi Perancis. Dalam pasal 131 Indische Staatsregeling, yang dalam pokoknya adalah sebagai berikut:
2 Untuk golongan bangsa Eropa dianut Perundang- Undangan yang berlaku di Negara
Belanda Asas Konkordansi; 3
Untuk golongan bangsa Indonesia Asli dan Timur Asing Tionghoa, Arab dan sebagainya, jika ternyata” kebutuhan kemasyarakatan” mereka menghendakinya,
dapatlah peraturan- peraturan untuk Bangsa Eropa dinyatakan berlaku bagi mereka baik
33
Rachmadi Usman, Op. Cit, hlm. 189.
Universitas Sumatera Utara
seutuhnya maupun dengan perubahan- perubahan dan juga diperbolehkan membuat peraturan baru bersama, untuk itu harus diindahkan aturan-aturan yang berlaku di
kalangan mereka dan boleh diadakan penyimpangan jika diminta untuk kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat mereka ayat 2;
4 Orang Indonesia Asli dan orang Timur Asing sepanjang mereka belum ditentukan
dibawah suatu peraturan bersama dengan Bangsa Eropa diperbolehkan menundukkan diri Onderwepen pada hukum yang berlaku untuk Bangsa Eropa. Penundukan diri ini boleh
dilakukan baik secara umum maupun dalam perbuatan tertentu saja ayat 4; 5
Sebelum Hukum untuk Bangsa Indonesia ditulis dalam Undang- Undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka yaitu Hukum Adat ayat
6.
34
Selanjutnya mengenai Pembagian Penduduk dibagi kedalam tiga golongan, yaitu Golongan Eropa, Timur Asing dan pribumi Indonesia asli yang diatur dalam pasal 163 Indische
Staatsregeling. Penggolongan itu menghasilkan peraturan yang membedakan penduduk. Pembedaannya tidak terbatas pada penggolongan etnik saja, tetapi termasuk dalam bidang
kependuduk an yang mana pencatatan kelahiran dibedakan baik dari sisi administrasi maupun agama.
34
Pasal 131 Indische Staatsregeling
Universitas Sumatera Utara
Selanjutnya setelah Indonesia merdeka, kelembagaan Dinas Catatan Sipil tersebut berada di bawah otoritas Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. Lalu pada tahun 1966,
pemerintah mengeluarkan Instruksi Presidium Kabinet No. 31UIN121966 ditujukan kepada Menteri Kehakiman dan Dinas Catatan Sipil yang bersifat nasional, tidak menggunakan
Penggolongan Penduduk berdasarkan Pasal 131 dan Pasal 163 Indische Staatsregeling IS pada kantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dan untuk selanjutnya Dinas Catatan Sipil di Indonesia
terbuka bagi seluruh Penduduk Indonesia dan hanya antara Warga Negara Indonesia dan Orang Asing.
35
Dengan terbukanya Kantor Catatan Sipil bagi seluruh penduduk Indonesia, sesuai dengan Surat Edaran bersama Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kehakiman Nomor Pemdes 5113 dan
nomor J.A.225 tanggal 28 Januari 1967, untuk daerah-daerah yang belum berlaku Pencatatan Sipil bagi seluruh lapisan masyarakat dinyatakan berlaku ketentuan-ketentuan Pencatatan Sipil
Berdasarkan Instruksi Presidium Kabinet Ampera Nomor 31UIN121966 telah ditetapkan penghapusan pembedaan Golongan Penduduk Indonesia atas Eropa, Timur Asing,
dan Bumi Putera dengan pertimbangan bahwa demi tercapainya pembinaan Kesatuan Bangsa Indonesia yang bulat dan homogeny, serta adanya perasaan persamaan nasib di antara sesama
Bangsa Indonesia, oleh karena itu perlu segera menghapuskan praktik-praktik yang didasarkan pada penggolongan penduduk tersebut.
35
Rachmadi Usman, Op.cit, halaman 193
Universitas Sumatera Utara
yang terdapat dalam Peraturan Pencatatan Sipil, yang dipublikasikan dalam Staatsblad tahun 1920 Nomor 751 junto Staatsblad tahun 1927 Nomor 564 atau staatblad tahun 1933 Nomor 75
junto Staatsblaad tahun 1936 Nomor 607 dengan ketentuan perbedaan-perbedaan yang ada tidak dipakai lagi.
36
a. Menyelenggarakan Pencatatan dan Penerbitan Kutipan- Kutipan:
Selanjutnya pada tahun 1983 diadakan penataan dan peningkatan Pembinaan penyelenggaraan catatan sipil dalam rangka peningkatan pelayanan masyarakat, pemberian
kepastian hukum dan keamanan serta ketertiban untuk terwujudnya keutuhan dan kesatuan Bangsa Indonesia sebagaimana dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983
tentang Penataan dan Peningkatan Pembinaan Penyelenggaraan Catatan Sipil. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983, maka secara fungsional Menteri Dalam Negeri sesuai
dengan Peraturan Perundang- Undangan yang berlaku, yang dalam kesehariannya ditangani oleh Direktur Jenderal Pemerintah Umum dan Otonomi Daerah.
Adapun kewenangan dan tanggung jawab di bidang Catatan Sipil dimaksud, sesuai dengan ketentuan pasal 1 ayat 2 Keputusan Presiden Nomor 12 tahun 1983, meliputi :
o Akta Kelahiran;
o Akta Kematian;
o Akta Perkawinan dan Perceraian bagi mereka yang bukan beragama Islam, dan
36
Ibid, hlm. 194.
Universitas Sumatera Utara
o Akta Pengakuan dan Pengesahan Anak.
b. Melakukan penyuluhan dan pengemban kegiatan Catatan Sipil.
c. Penyediaan bahan dalam rangka perumusan kebijaksanaan di Bidang Kependudukan.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa urusan pencatatan sipil, menjadi urusan kewenangan dan tanggung jawab Menteri Dalam Negeri, yang dalam pelaksanaannya terbuka
untuk seluruh Warga Negara Indonesia. Sebagai negara yang pernah mengalami masa penjajahan maka pengaturan tentang pencatatan
sipil di Indonesia sebelum UU Administrasi Kependudukan UU Adminduk diberlakukan pada tahun 2006 masih menggunakan aturan kolonial Belanda. Sejak Indonesia merdeka, belum
pernah mengalami peninjauan kembali untuk diubahdisesuaikan dengan perkembangan hukum di dalam masyarakat. Peraturan Perundang- Undangan mengenai Catatan Sipil pada Zaman
Hindia Belanda masih bersifat pluralistis sehingga membagi penduduk menjadi 3 golongan besar yang meliputi :
a. Golongan Eropa
b. Golongan Indonesia Asli
c. Golongan Timur Asing
Sedangkan golongan Timur itu sendiri dibedakan lagi menjadi Timur Asing Cina dan bukan Cina. Pasal 163 jo pasal 131 Indische Staatblad rejeling merupakan dasar hukum daripada aneka
ragamnya peraturan-peraturan catatan sipil yang berlaku di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
Secara garis besar aturan tentang Catatan Sipil dapat dibagi kedalam dua periode yaitu masa Sebelum Kemerdekaan dan masa Setelah Kemerdekaan.
1. Pencatatan Kelahiran Pada Masa Orde Lama
Deklarasi universal tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948 menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk diakui sebagai manusia di manapun di depan hukum. Secara
lebih tegas Konvensi Hak Anak pada tahun 1989 pasal 7 menyatakan bahwa anak akan dicatat segera setelah kelahirannya oleh negara dan sejak dilahirkan ia berhak untuk memperoleh nama
dan kewarganegaraan dan sejauh dimungkinkan untuk mengetahui dan diasuh oleh orang tuanya. Dengan demikian, pencatatan kelahiran merupakan pengakuan negara atas eksistensi dan hak
sipil seorang anak yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, asal-usul keluarga dan kewarganegaraannya. Pencatatan kelahiran merupakan awal personalitas hukum dan status
keperdataan seseorang secara universal dan juga merupakan hal yang sangat penting untuk melindungi identitas pribadi yang sah serta hak-hak lainnya.
Pencatatan kelahiran juga sangat berguna bagi pemerintah. Manfaat pencatatan kelahiran bagi Pemerintah adalah: Pertama, Pemerintah mempunyai data demografi akurat untuk
perencanaan pembangunan. Kedua, Pemerintah dapat melaksanakan tertib Administrasi Kependudukan. Ketiga, Pemerintah dapat mengalokasikan Dana dan Sumber Daya Manusia
lebih akurat dan tepat. Keempat, Pemerintah dapat membangun Good Governance.
Universitas Sumatera Utara
Pemerintah Indonesia melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan tegas dalam pasal 28 menyebutkan bahwa pembuatan akta kelahiran
menjadi tanggung jawab pemerintah, agar setiap keluarga yang memerlukannya mudah mengurus pembuatan akta, pemerintah harus memberikan pelayanan sampai ke tingkat Desa.
Pada masa sebelum Indonesia mereka berlaku aturan Kolonial Belanda, yang membagi penduduk ke dalam 3 golongan yaitu
37
• Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Eropa dan mereka yang dipersamakan dengan Golongan Eropa, diatur dalam Staatsblad 1849 No. 25 yang diundangkan tanggal 10
Mei 1849. :
• Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Tionghoa dan keturunannya diatur menurut Staatsblad 1917 No. 130 jo Staatsblaad 1919 No. 81 dan perubahan- perubahannya
yang diundangkan tanggal 1 Mei 1919. • Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Indonesia, diatur menurut Staatsblad 1920
No.751 jo Staatsblad 1927 No.564 yang diundangkan tanggal 15 Oktober 1920. • Reglement Catatan Sipil bagi Bangsa Indonesia yang beragama Kristen yang tinggal
di wilayah Jawa, Madura, Minahasa, Ambon, Saparua, dan Banda kecuali Pulau Teun, Nila dan Serupa yang diatur dalam Staatsblad 1933 No.75 jo Staatsblad 1936
No.607.
37
Instruksi Presidium Kabinet No. 3144IN121966 tentang penghapusan penggolongan penduduk dan Kantor Catatan sipil terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia;
Universitas Sumatera Utara
2. Pencatatan Kelahiran Pada Masa Orde Baru Sampai Sekarang
Pada masa setelah Indonesia Merdeka sampai dengan masa sekarang berlaku peraturan sebagai berikut
38
a. Instruksi Presidium Kabinet No.3414IN121966;
:
b. Undang- Undang No.4 tahun 1961 tentang perubahan nama keluarga;
c. Keputusan Presidium Kabinet No. 1274Kep121966 tentang ganti nama WNI ynag
memakai nama Cina; d.
Undang- Undang Administrasi Kependudukan. Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, maka baru pada tahun 2006 negara
mempunyai aturan pencatatan sipil yang bersifat nasional. Dengan demikian sebelum tahun 2006, Indonesia masih memakai aturan Kolonial Belanda. Padahal sesuai dengan pertimbangan
yang terdapat instruksi Presidium Kabinet No. 3144IN121966, sudah direncanakan pengaturan tentang pencatatan sipil di dalam perundang- undangan.
38
Instruksi Presidium Kabinet No. 3144IN121966 tentang penghapusan penggolongan penduduk dan Kantor Catatan sipil terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
C. Hak Identitas Berdasarkan Konvensi Hak Anak dan Undang- Undang No. 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Akta Kelahiran merupakan hak identitas seseorang sebagai perwujudan Konvensi Hak Anak KHA dan Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Akta
kelahiran bersifat universal, karena hal ini terkait dengan pengakuan Negara atas status keperdataan seseorang.
Latar belakang dikeluarkannya Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak UUPA adalah karena Indonesia menjamin kesejahteraan tiap- tiap warga
Negara Indonesia, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan Hak Asasi Manusia seperti yang termuat dalam Undang- Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Hak Anak. Undang-
Undang ini menegaskan bahwa pertanggungjawaban orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara merupakan
rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara terus-menerus demi terlindunginya hak-hak anak. Sehingga, jika seorang anak manusia yang lahir kemudian identitasnya tidak terdaftar
maka kelak akan menghadapi berbagai masalah yang akan berakibat pada Negara, Pemerintah dan Masyarakat. Dalam perspektif Konvensi Hak Anak, Negara harus memberikan pemenuhan
hak dasar kepada setiap anak, dan terjaminnya perlindungan atas keberlangsungan, tumbuh kembang anak.
39
39
Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak Di Indonesia, Bandung, PT. Citra Widya, 2009, hlm. 24.
Universitas Sumatera Utara
Posisi seorang anak sebagai Warga Negara Indonesia diatur dalam Konstitusi UUD 1945, terdapat dalam pasal 28 B ayat 2 yaitu bahwa setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Selain itu dalam Undang- Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Republik
Indonesia tepatnya dalam pasal 5 dikatakan bahwa setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan.
Hak-hak Anak di berbagai Undang-Undang, antara lain UU No. 391999 tentang Hak Asasi Manusia maupun UU No. 232002 tentang Perlindungan Anak, jelas menyatakan akta
kelahiran menjadi hak anak dan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya.
D. Pencatatan Kelahiran di Indonesia