II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ikan Sidat
Ikan sidat, Anguilla spp. merupakan jenis ikan yang sangat laku di pasar internasional Jepang, China, Taiwan, Hongkong, Jerman, Italia dan beberapa
negara lain. Dengan demikian ikan ini memiliki potensi yang menjanjikan sebagai komoditas ekspor. Tidak seperti halnya di negeri lain Jepang, dan
negara-negara Eropa, di Indonesia sumberdaya ikan sidat belum banyak dimanfaatkan. Hal ini terlihat dari tingkat pemanfaatan ikan sidat secara lokal
dalam negeri masih sangat rendah, padahal jumlah ikan ini baik dalam ukuran benih maupun ukuran konsumsi cukup melimpah. Salah satu penyebabnya adalah
ikan ini belum banyak dikenal, sehingga kebanyakan penduduk Indonesia belum familiar untuk mengkonsumsi ikan sidat. Demikian pula pemanfaatan ikan untuk
tujuan ekspor masih sangat terbatas. Ekspor ikan sidat kebanyakan dalam ukuran glass eel hasil tangkapan dari alam Affandi 2005.
Selain rasanya yang enak, masyarakat Jepang menyadari banyaknya manfaat yang terkandung di dalam ikan sidat, sehingga dapat digunakan sebagai
bahan makanan yang baik untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan nutri- theurapic. Kandungan energi ikan sidat lebih besar dari telur ayam yang
mencapai 270 kkal100 g. Nutrisi lain seperti vitamin A, dan asam lemak esensial EPA eicosapentaenoic acid dan DHA docosahexaenoic acid yang dibutuhkan
oleh tubuh yang lebih tinggi dibandingkan bahan makanan yang lain. Tabel 1 Kandungan vitamin A IU100 gram, eicosapentaenoic acidEPA dan
docosahexaenoic acidDHA mg100 gram pada beberapa bahan makanan Suitha 2008
No Bahan makanan
Kandungan vitamin A
Kandungan EPA
Kandungan DHA
1 Daging ikan sidat
4.700 1337
742 2
Hati ikan sidat 15.000
- -
3 Daging babi
30 -
- 4
Sarden 60
250 250
5 Mentega
1900 -
- 6
Telur ayam 670
163-830 74-343
7 Ikan salmon
1 820
492 8
Ikan tenggiri 2,6
748 409
Ikan sidat memiliki sifat yang unik dalam siklus hidupnya karena merupakan salah satu ikan yang melakukan migrasiruaya katadromus.
Indonesia yang diapit oleh 2 samudera tentunya memiliki sumberdaya benih sidat yang melimpah. Terbukti enam dari 17 spesies terdapat di Indonesia yakni: A.
marmorata, A. celebensis, A. ancentralis, A. borneensis, A. bicolor bicolor dan A. bicolor pacifica Tomiyama Hibiya, 1977. Jenis ikan tersebut menyebar di
muara sungai yang berbatasan dengan laut dalam yakni di pantai selatan Pulau Jawa, pantai barat P. Sumatera, pantai timur P. Kalimantan, seluruh pantai P.
Sulawesi, Kepulauan Maluku, Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur hingga pantai utara dan selatan Papua Gambar 1. Ikan sidat hidup di
perairan estuaria laguna dan perairan tawar sungai, rawa dan danau serta persawahan dari dataran rendah hingga dataran tinggi.
Tab
Gambar 1 Penyebaran benih ikan sidat di perairan Indonesia dimodifikasi dari Tesch 1911 Aoyama 2009.
Dalam membudidayakan ikan sidat, benih yang sering disebut dengan glass eel yang berukuran kecil dan warna tubuh masih transparan dan elver
sudah berwarna gelap sangat tergantung hasil tangkapan dari alam karena belum dapat dikembangbiakan secara komersial. Benih ikan sidat biasanya ditangkap di
muara-muara sungai yang menghadap ke laut dalam. Keberadaan benih ikan sidat
= sumber benih sidat
di Indonesia sangat melimpah, sehingga merupakan potensi yang belum digali secara maksimum.
Budidaya ikan sidat sudah berkembang hampir di seluruh dunia. Beberapa negara produsen ikan sidat terbesar di antaranya China, Jepang, dan Taiwan,
Belanda, Italia, Denmark, Amerika, Australia. Secara umum budidaya ikan sidat yang dilakukan ada beberapa tahap, setelah benih glass eel ditangkap dari alam.
Tahapan tersebut adalah: 1 pembenihan seed production dari ukuran 0,2-5,0 gram, 2 pendederan nursery dari ukuran 5-50 gram dan 3 pembesaran grow-
out dari ukuran 50 gram sampai ukuran pasar FAO 2012. Waktu pemeliharaan untuk mencapai ukuran yang diinginkan berbeda-beda tergantung dari spesies
ikan, sistem pemeliharaan, jenis pakan dan faktor-faktor pendukung lainnya. Siklus produksi ikan sidat yang sudah berkembang di dunia dapat dilihat pada
Gambar 2 FAO 2012.
Gambar 2 Siklus produksi ikan sidat di alam dan budidaya dimodifikasi dari FAO 2012.
Budidaya ikan sidat di Indonesia mulai berkembang sejak tahun 2005. Benih ikan sidat berupa glass eel baru ditangkap secara komersial di beberapa
daerah di Sulawesi dan Pantai selatan Pulau Jawa. Penangkapan glass eel secara kontinyu di Sulawesi dilakukan di daerah Kabupaten Poso, mayoritas benih yang
tertangkap adalah jenis A. marmorata. Sedangkan di pantai selatan pulau Jawa, di antaranya adalah di Pelabuhan Ratu, Cilacap, Purworejo, dan Jember, mayoritas
benih yang tertangkap adalah A. bicolor. Daerah lain yang memulai melakukan penangkapan terhadap glass eel adalah di pantai barat Pulau Sumatera, yaitu di
Provinsi Bengkulu A. bicolor. Segmentasi budidaya ikan sidat di Indonesia dibagi menjadi beberapa
tahap, yaitu: Pendederan 1, Pendederan 2, dan Pembesaran. Pendederan 1 dilakukan dari glass eel 0,2 gram sampai elver yang berukuran 2-5 gram.
Pendederan 2 dilakukan untuk ikan ukuran 2-5 gram dipelihara sampai 4 bulan sampai ikan berukuran 10-80 gram. Grading dilakukan setiap bulan, sampai
didapatkan ukuran akhir 60-80 gram untuk dibesarkan pada tahap pembesaran sampai ukuran konsumsi Suitha 2008. Budidaya ikan sidat semakin menarik
ketika adanya larangan ekspor ikan sidat untuk ukuran glass eel. Berdasarkan SK Menteri Pertanian Nomor: 214KptsUM51973 tentang Larangan Pengeluaran
Beberapa Jenis Ikan Hasil Perikanan dari Wilayah Negara RI serta Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor: 07M-DAGPER42005 tanggal 19 April 2005
tentang Perubahan atas Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor: 558MPPKEP121998 tentang Ketentuan Umum di Bidang
Ekspor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Keputusan Menteri
Perindustrian dan
Perdagangan Nomor:
385MPPKep62004 menyatakan bahwa “barang yang dilarang ekspornya adalah benih sidat Anguilla
spp berukuran diameter tubuh kurang dari 5 mm”.
Pada budidaya ikan sidat untuk skala besar dan intensif, pembudidaya biasanya memiliki mesin pencampur pakan tersendiri untuk membuat pakan pasta.
Pakan yang secara khusus diproduksi untuk ikan sidat sudah ada di luar negeri untuk berbagai stadia dan ukuran ikan sidat, namun di Indonesia belum ada pabrik
pakan yang memproduksinya. Sebagai solusinya banyak pembudidaya ikan sidat di Indonesia menggunakan pakan dengan kadar protein tinggi yang diperuntukan
untuk ikan lain, misalnya untuk ikan laut ikan kerapu atau ikan kakap, bahkan mungkin pakan udang. Strategi yang mereka gunakan adalah dengan melengkapi
kekurangan nutrisi dengan mencampur pakan tersebut dengan bahan lain, misalnya tepung ikan, telur ayam, minyak ikanminyak cumi, tepung roti, ragi,
vitamin mix dan mineral mix. Sebagai acuan ada beberapa komposisi pakan pada berbagai stadia pemeliharaan ikan sidat Tabel 2.
Tabel 2 Komposisi pakan ikan sidat pada berbagai stadia berdasarkan ukuran ikan Tomiyama Hibiya 1977.
Stadia Bobot ikan
g Protein
Lemak Serat
Abu Kalsium Fosfor
Glass eel 1 0,5 49
3 1
17 2,5
1,3 Glass eel 2 0,5-3
47,5 3
1 17
2,5 1,3
Sidat muda
3-10 46
3 1
17 2,5
1,3 Sidat
dewasa 10
45 3
1 17
2,3 1,2
Keterangan lainnya: -
Kebutuhan vitamin: Vitamin A oil, cholecalciferol, tocopherol acetate, thiamine nitrate, pyridoxine hydrochloride, nicotinamide, pantothenic acid calcium,
folic acid cyanocobalamin, Vitamin K
3
, ribovlavin, d biotin, inositol chloride, ascorbic acid calcium. -
Kebutuhan mineral: Calcium carbonate, fumaric acid iron, potassium chloride, magnesium sulfate, phosphate of calcium, manganese sulfate, sulfate of copper, sulfate of zinc, calcium
iodate, cobal chloride.
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam manajemen pemberian pakan pada ikan sidat adalah tingkat pemberian pakan pada setiap ukuran feeding rate, dan
perbandingan antara air, minyak dan pakan pada pembuatan pakan pasta Tabel 3. Pada fase pendederan dibutuhkan pakan pasta dengan prosentase air sebesar 140-
160, tanpa diberikan lemak tambahan. Tingkat pemberian pakan feeding rate pada pendederan ikan sidat berkisar antara 4-10 dari bobot biomassa tubuh ikan
sidat. Ada beberapa penyakit yang sering menyerang ikan sidat, di antaranya:
Aeromonas hydrophila penyakit sirip merahred fin disease, Pseudomonas anguilliseptica penyakit bintik merahred dot disease, dan saprolegnia sering
disebut sebagai penyakit “jamuran” oleh pembudidaya ikan sidat, Edwarsiella tarda, Flexibacter columnaris, Ichthyopthirus multifilis penyakit bintik
putihwhite spot, Trichodina, Vibrio furnissii rongga perut menggembung hidroperitoneum. Beberapa penyakit tersebut menyerang ikan sidat pada fase
pendederan Tomiyama Hibiya 1977.
Tabel 3 Tingkat pemberian pakan FR, prosentase air dan lemak pada pembuatan pakan pasta untuk pendederan ikan sidat ukuran glass eel dan sidat muda
Tomiyama Hibiya 1977. Keterangan
glass eel 1 glass eel 2
sidat muda Feeding Rate
10 4-6
3-5 Persentase air
140-160 140-160
130-140 Persentase lemak
3-5
2.2. Hormon Pertumbuhan Growth Hormone GH